Upload
dunia-komputer
View
12.219
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
mempengaruhi hampir seluruh kehidupan manusia di berbagai bidang. Untuk
dapat menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, maka kualitas sumber daya
manusia harus ditingkatkan melalui peningkatan mutu pembelajaran di
sekolah. Pendidikan tidak hanya bertujuan memberikan materi pelajaran saja
tetapi lebih menekankan bagaimana mengajak siswa untuk menemukan dan
membangun pengetahuannya sendiri sehingga siswa dapat mengembangkan
kecakapan hidup (life skill) dan siap untuk memecahkan masalah yang
dihadapi dalam kehidupan.
Pembelajaran yang kurang melibatkan siswa secara aktif dapat
menghambat kemampuan berpikir kritis dan keterampilan pemecahan
masalah sehingga perlu dipilih dan diterapkan suatu model pembelajaran
untuk mewujudkan tercapainya tujuan pembelajaran. Ketika siswa belajar
ilmu alam, maka yang dipelajari adalah ilmu alam sekitar yang dekat dengan
kehidupan siswa. Situasi pembelajaran sebaiknya dapat menyajikan fenomena
dunia nyata, masalah yang autentik dan bermakna yang dapat menantang
siswa untuk memecahkannya. Salah satu model pembelajaran yang dapat
diterapkan adalah pembelajaran berdasarkan masalah atau Problem Based
Instruction (PBI).
Menurut Nurhadi (2004:109), Problem Based Instruction merupakan
model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu
konteks untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan
pemecahan masalah, serta memperoleh pengetahuan dan konsep yang
essensial dari mata pelajaran. Guru harus mendorong siswa untuk terlibat
dalam tugas-tugas berorientasi masalah melalui penerapan konsep dan fakta,
serta membantu menyelidiki masalah autentik dari suatu materi.
1
Materi Hukum Archimedes merupakan materi dengan konsep yang
sederhana dan fenomenanya dapat diamati dan seringkali dijumpai dalam
kehidupan manusia. Dengan penerapan Problem Based Instruction, guru
berusaha menunjukkan kepada siswa bahwa materi Hukum Archimedes,
konkrit dan berkaitan langsung dengan pengalaman keseharian siswa.
Berkaitan dengan uraian dan fakta di atas, maka penulis berinisiatif
untuk mengangkat persoalan sebagai tugas akhir dengan judul:
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED
INSTRUCTION PADA SISWA SMA DENGAN POKOK BAHASAN
HUKUM ARCHIMEDES.
B. Rumusan Masalah
Apakah model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) sesuai
dengan karakteristik siswa yang diajar pada pokok bahasan Hukum
Archimedes.
C. Tujuan
Untuk mengetahui bahwa model pembelajaran Problem Based
Instruction (PBI) sesuai dengan karakteristik siswa yang diajar pada pokok
bahasan Hukum Archimedes.
D. Manfaat
Agar dapat mengetahui model pembelajaran Problem Based
Instruction (PBI) sesuai dengan karakteristik siswa yang diajar pada pokok
bahasan Hukum Archimedes.
2
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Hakikat Belajar dan Pembelajaran Fisika
Belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang berlangsung
dalam diri seseorang yang mengubah tingkah lakunya, baik tingkah laku
dalam berpikir, bersikap dan berbuat (Gulo, 2002:8). Definisi ini menyiratkan
dua makna. Pertama, bahwa belajar merupakan suatu proses dalam diri
seseorang untuk mencapai tujuan tertentu. Kedua, perubahan tingkah laku
merupakan hasil belajar. Sehingga pada hakikatnya belajar menyangkut dua
hal yaitu proses belajar dan hasil belajar.
Menurut pandangan konstruktivisme, pembelajaran harus lebih
berpusat pada peserta didik, bersifat analitik, dan lebih berorientasi pada
proses pembentukan pengetahuan dan penalaran. Pembelajaran (Koes,
2003:39-44) memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1) Menyediakan pengalaman belajar dengan meningkatkan pengetahuan
yang telah dimiliki siswa sedemikian rupa sehingga belajar melalui
proses pembentukan pengetahuan.
2) Menyediakan berbagai alternatif pengalaman belajar.
3) Mengintegrasikan pembelajaran dengan situasi yang realistis dan
relevan dengan melibatkan pengalaman konkrit.
4) Mengintegrasikan pembelajaran sehingga memungkinkan terjadinya
transmisi sosial yaitu terjadinya interaksi dan kerjasama seseorang
dengan orang lain atau lingkungannya.
5) Memanfaatkan berbagai media termasuk komunikasi lisan dan tertulis
sehingga pembelajaran lebih efektif.
6) Melibatkan siswa secara emosional dan sosial sehingga Sains Fisika
menjadi lebih menarik dan siswa termotivasi untuk belajar.
Membicarakan hakikat Fisika sama halnya dengan membicarakan
hakikat Sains karena Fisika merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Sains. Oleh sebab itu, karakteristik Fisika pada dasarnya sama dengan
3
karakteristik Sains. Menurut Koes (2003:3), salah satu kata kunci untuk
pembelajaran Fisika adalah pembelajaran Fisika harus melibatkan siswa
secara aktif untuk berinteraksi dengan objek konkrit. Dalam pembelajaran
siswa terlibat secara aktif dalam mengamati, mengoperasikan alat, atau
berlatih menggunakan objek konkrit sebagai bagian dari pelajaran. Dengan
demikian diharapkan pembelajaran Fisika akan lebih bermakna.
B. Problem Based Instruction (PBI)
Banyak kritik yang ditujukan pada cara guru mengajar yang terlalu
menekankan pada penguasaan sejumlah informasi/konsep belaka.
Penumpukan informasi/konsep pada subjek didik dapat saja kurang
bermanfaat bahkan tidak bermanfaat sama sekali kalau hal tersebut hanya
dikomunikasikan oleh guru kepada subjek didik melalui satu arah seperti
menuang air kedalam sebuah selas (Rampengan 1993:1). Tidak dapat
disangkal, bahwa konsep merupakan suatu hal yang sangat penting, namun
bukan terletak pada konsep itu sendiri, tetapi terletak bagaimana konsep itu
dipahami oleh subjek didik. Pentingnya pemahaman konsep dalam proses
belajar mengajar sangat mempengaruhi sikap, keputusan dan cara-cara
memecahkan masalah. Untuk itu yang terpenting terjadi belajar yang
bermakna dan tidak seperti menuang air dalam gelas pada subjek didik.
Kenyataan di lapangan siswa hanya menghafal konsep dan kurang
mampu menggunakan konsep tersebut jika menemui masalah dalam
kehidupan nyata yang berhubungan dengan konsep yang dimiliki. Lebih jauh
lagi, bahkan siswa kurang mampu menentukan masalah dan merumuskannya.
Berbicara mengenai proses pembelajaran dan pengajaran yang sering
membuat kita kecewa, apalagi dikaitkan dengan pemahaman siswa terhadap
materi ajar. Walaupun demikian, kita menyadari bahwa ada siswa yang
mampu memiliki tingkat hafalan yang baik terhadap materi yang diterimanya,
namun kenyataan mereka sering kurang memahami dan mengerti cara
mendalam pengetahuan yang bersifat hafalan tersebut (Depdiknas 2002:1).
Pemahaman yang dimaksud ini adalah pemahaman siswa terhadap dasar
4
kualitatif dimana fakta-fakta saling berkaitan dengan kemampuannya untuk
menggunakan pengetahuan dalam situasi baru. Sebagian besar siswa kurang
mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana
pengetahuan tersebut akan dimanfaatkan / diaplikasikan pada situasi baru.
Menurut Arends (1997:243): “it is strange that we expect students to
learn yet seldom teach them about learning, we expect student to solve
problems yet seldom teact then about problem solving, “yang berati dalam
mengajar guru selalu menuntut siswa untuk belajar dan jarang memberikan
pelajaran tentang bagaimana siwa untuk belajar, guru juga menuntut siswa
untuk menyelesaikan masalah, tapi jarang mengajarkan bagaimana siswa
seharusnya menyelesaikan masalah.
Persoalan sekarang adalah bagaimana cara menemukan cara yang
terbaik untuk menyampaikan berbagai konsep yang diajarkan sehingga siswa
dapat menggunakan dan mengingat lebih lama konsep tersebut. Bagaimana
guru dapat berkomunikasi baik dengan siswanya. Bagaimana guru dapat
membuka wawasan berpikir yang beragam dari seluruh siswa, sehingga dapat
mempelajari berbagai konsep dan cara mengaitkannya dalam kehidupan nyata.
Bagaimana sebagai guru yang baik dan bijaksana mampu menggunakan
model pembelajaran yang berkaitan dengan cara memecahkan masalah
(problem solving).
Misalnya, suatu fenomena alam, mengapa tongkat seolah-olah
kelihatan patah saat dimasukan dalam air? Mengapa uang logam yang
diletakkan dalam sebuah gelas kosong jika dilihat pada posisi tertentu tidak
kelihatan tetapi saat diisi air menjadi kelihatan? Dari conyoh permasalahan
nyata jika diselesaikan secara nyata, memungkinkan siswa memahami konsep
bukan sekadar menghafal konsep (Rampengan, Depdiknas, Arends, dalam
Triyanto, 2009:89).
1. Proses Pemecahan Masalah
Dalam proses pemecahan masalah, aktivitas yang dilakukan cukup
kompleks karena memerlukan keterampilan berpikir yang sangat
beragam antara lain mengamati, melaporkan, menganalisis,
5
mengklasifikasi, menafsirkan, mengkritik, memprediksi dan menarik
simpulan berdasarkan informasi yang diperoleh dan diolah. Pemecahan
masalah dapat dipandang sebagai proses mencari atau memperoleh
informasi secara sistematis, langkah demi langkah dengan mengolah
informasi yang diperoleh melalui pengamatan untuk mencapai suatu hasil
pemikiran sebagai respon terhadap masalah yang dihadapi (Nasution,
2001:117).
Pada proses pemecahan masalah, setiap siswa harus memiliki
konsep awal terhadap suatu masalah. Pada kegiatan pembelajaran,
penguasaan konsep pada taraf tertentu memerlukan penguasaan konsep
pada taraf di bawahnya, karena ini berguna untuk menentukan kelancaran
proses pemecahan masalah. Bila ada sesuatu yang tidak dikuasai dalam
konsep, maka siswa akan menghadapi masalah dalam pemecahan
masalah, (Nasution dalam Gathot Sumarsono 2006:15).
Metode pemecahan masalah yang dikenalkan para ahli (Nasution,
2001:121) adalah sebagai berikut.
a. Model John Dewey
Langkah-langkah pemecahan masalah, sebagai berikut.
1) Mengidentifikasi dan merumuskan masalah
2) Mengemukakan hipotesis
3) Mengumpulkan data
4) Menguji hipotesis
5) Menarik kesimpulan
b. Model Karl Albreacht
Terdiri dari enam langkah yang dapat digolongkan dalam dua fase
utama:
1. Fase perluasan atau ekspansi atau fase divergen
a) Menemukan masalah
b) Merumuskan masalah
c) Mencari pilihan atau alternatif
6
2. Penyelesaian atau fase konvergen
a) Mengambil keputusan (memilih diantara dua alternatif)
b) Mengambil tindakan (komitmen untuk melaksanakan
keputusan demi hasil yang diperoleh)
c) Mengevaluasi hasil (menentukan sampai manakah jerih
payah itu berhasil atau menemui kegagalan)
c. Model Berry K beyer
1) Mengidentifikasi masalah
2) Membuat rencana pemecahan
3) Melaksanakan rencana pemecahan masalah
4) Memeriksa jawaban
2. Ciri-ciri Problem Based Intruction
Menurut Ariends (2001:349), berbagai pengembangan Problem
Based Intruction telah memberikan model pengajaran itu memiliki
karakteristik sebagai berikut:
1) Pengajuan pertanyaan atau masalah.
Bukannya mengorganisasikan disekitar prinsip-prinsip atau
keterampilan akademik tertentu, Problem Based Intruction
mengorganisasikan pengajaran disekitar pertanyaan dan masalah
yang dua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna
untuk siswa. Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata autentik,
menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya
berbagai macam solusi untuk situasi itu.
Contoh masalah :
a) Apa yang menyebabkan benda lebih berat di udara dari pada di
air?
b) Bagaimana cara menghitung volume benda di dalam air?
c) Prinsip apakah yang di gunakan oleh kapal selam?
7
d) Kenapa kapal laut yang besar bisa terapung sedangkan batu yang
kecil bila di jatuhkan di air akan tenggelam?
2) Berfokus pada keterkaitan antar disiplin.
Meskipun Problem Based Instruction mungkin berputar pada
mata pelajaran tertentu (IPA fisika dan ilmu-ilmu alam), masalah
yang akan diselidiki telah dipilih benar-benar nyata agar dalam
pemecahanya, siswa meninjau masalah itu dari banyak mata
pelajaran.
3) Menyelidiki autentik.
Problem Based Intruction mengharuskan siswa melakukan
penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap
masalah nyata. Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan
masalah, mengembangkan hipotesis, mengumpul dan menganalisa
informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat
inferensi, dan merumuskan kesimpulan. Sudah barang tentu, metode
penyelidikan yang digunakan, bergantung kepada masalah yang
sedang dipelajari.
4) Menghasilkan produk dan memamerkannya.
Problem Based Instruction menurut siswa untuk
menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak
dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian
masalah yang mereka temukan. Produk tersebut dapat berupa
transkip debat seperti pada pelajaran “Roots and wings”. Produk itu
dapat juga berupa laporan, model fisik, video maupun program
komputer. Karnya nyata dan peragaan seperti yang akan di jelaskan
kemudian, direncanakan oleh siswa untuk mendemonstrasikan
kepada teman-temannya yang lain tentang apa yang mereka pelajari
dan menyediakan suatu alternatif segar terhadap laporan tradisional
atau makalah.
8
5) Kolaborasi.
Problem Based Instruction dicirikan oleh siswa yang bekerja
sama atau satu dengan yang lainya, paling sering secara
berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerja sama memberikan
motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas
kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagai inkuiri dan
dialog dan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan
keterampilan berpikir (Ariends, dalam Trianto, 2009: 93).
3. Tahap-Tahap Model Problem Based Instruction (PBI)
Problem Based Instruction terdiri dari lima tahap, yang disajikan
pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Tahap-Tahap Model Problem Based Instruction (PBI)
Tahap Tingkah Laku Guru
Tahap 1
Orientasi siswa pada
masalah
Tahap 2
Mengorganisasi siswa
untuk belajar
Tahap 3
Membimbing
penyelidikan individu
maupun kelompok
Tahap 4
Mengembangkan dan
menyajikan hasil karya
Menjelaskan tujuan pembelajaran,
logistik yang dibutuhkan, memotivasi
siswa terlibat pada aktivitas
pemecahan masalah yang dipilih.
Membantu siswa mengidentifikasi
dan mengorganisasikan tugas belajar
yang berhubungan dengan tugas
belajar tersebut (menetapkan topik,
tugas, jadwal, dan lain-lain).
Mendorong siswa untuk
mengumpulkan informasi yang
sesuai, melaksanakan eksperimen
untuk mendapatkan penjelasan dan
pemecahan masalah.
Membantu siswa dalam
merencanakan dan menyiapkan karya
yang sesuai, seperti laporan dan
9
Tahap 5
Menganalisis dan
mengevaluasi proses
pemecahan masalah
membantu mereka berbagi tugas
dengan temannya.
Membantu siswa untuk melakukan
refleksi atau evaluasi terhadap
penyelidikan mereka dan proses-
proses yang mereka gunakan.
Hamdani (2010:87)
4. Pelaksanaan Model Problem Based Instruction (PBI)
Pelaksanaan model problem based instruction meliputi dua
kegiatan, yaitu tugas perencanaan dan tugas interaktif (Ibrahim dkk,
2000:24).
1) Tugas-tugas Perencanaan
Tugas-tugas perencanaan terdiri dari :
a. Penetapan tujuan
Pertama kali guru mendeskripsikan bagaimana
pembelajaran berdasarkan masalah direncanakan untuk
membantu mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
b. Merancang situasi masalah yang sesuai
Situasi masalah yang baik harus memenuhi kriteria antara
lain autentik, tidak terdefinisi secara ketat, bermakna bagi siswa
dan sesuai dengan tingkat perkembangan intelektualnya, luas,
serta bermanfaat.
2) Tugas Interaktif
Tugas-tugas interaktif terdiri dari :
a. Tahap 1. Orientasi siswa pada masalah
Guru mengkomunikasikan tujuan pembelajaran dan
menjelaskan model pembelajaran yang akan digunakan.
Selanjutnya, guru menyajikan situasi masalah dengan prosedur
yang jelas untuk melibatkan siswa dalam identifikasi masalah.
Situasi masalah harus disampaikan secara tepat dan menarik.
10
Biasanya memberi kesempatan siswa untuk melihat,
merasakan dan menyentuh sesuatu atau menggunakan
kejadian-kejadian di sekitar siswa sehingga dapat
memunculkan ketertarikan, rasa ingin tahu dan motivasi.
b. Tahap 2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar
Siswa dikelompokkan secara bervariasi dengan
memperhatikan tingkat kemampuan, keragaman ras, etnis dan
jenis kelamin yang didasarkan pada tujuan yang telah
ditetapkan.
c. Tahap 3. Membimbing penyelidikan individu dan kelompok.
1) Pengumpulan data.
Siswa melakukan penyelidikan atau pemecahan
masalah dalam kelompoknya. Guru bertugas mendorong
siswa untuk mengumpulkan data dan melaksanakan
penyelidikan sampai mereka benar-benar memahami
situasi masalah yang dihadapi. Tujuan pengumpulan data
yaitu agar siswa mengumpulkan cukup informasi untuk
membangun ide dan pengetahuan mereka sendiri.
2) Berhipotesis, menjelaskan dan memberikan pemecahan
Siswa mengajukan berbagai hipotesis, penjelasan
dan pemecahan dari masalah yang diselidiki. Pada tahap ini
guru mendorong semua ide, menerima sepenuhnya ide
tersebut, melengkapi dan membenarkan konsep-konsep
yang salah.
d. Tahap 4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.
Guru meminta salah seorang anggota kelompok untuk
mempresentasikan hasil pemecahan masalah kelompok
dilanjutkan dengan diskusi dan membimbing siswa jika
mereka mengalami kesulitan. Kegiatan ini berguna untuk
mengetahui hasil sementara pemahaman dan penguasaan siswa
terhadap materi pelajaran.
11
e. Tahap 5. Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah.
Guru menganalisis dan mengevaluasi proses berpikir
dan keterampilan penyelidikan siswa serta proses
menyimpulkan hasil penyelidikan.
Ibrahim dkk (2000:7) merumuskan bahwa pembelajaran
berdasarkan masalah atau Problem Based Instruction dikembangkan
untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir dan
pemecahan masalah, belajar berbagai peran orang dewasa melalui
perlibatan dalam pengalaman nyata dan menjadi pebelajar yang otonom
dan mandiri. Jadi penerapan pembelajaran berdasarkan masalah
mempunyai tujuan agar siswa mampu mencari dan menemukan sendiri
jawaban dari permasalahan yang dihadapinya dengan melaksanaan
penyelidikan autentik melalui demonstrasi atau percobaan. Dengan
menemukan dan mencari jawaban dari suatu permasalahan, maka siswa
dilatih untuk menjadi pebelajar yang otonom dan mandiri.
Dalam problem based instruction, siswa dituntut mengajukan
pertanyaan atau masalah dan mencari jawaban atas permasalahan yang
diajukan, sehingga diharapkan dapat mengubah cara belajar siswa,
mengembangkan rasa ingin tahunya dan menghubungkan konsep yang
dipelajari dengan alam lingkungannya. Jadi adanya informasi dan
pengalaman baru mengakibatkan terjadinya perubahan dan membentuk
pengetahuan baru sebagai hasil dari proses belajar. Hasil yang dicapai
siswa setelah proses belajar mencerminkan tingkat pengetahuan dan
keterampilan dalam penguasaan materi.
Pada proses pemecahan masalah yang dilakukan dengan
penyelidikan autentik melalui percobaan atau demonstrasi. Dari kegiatan
percobaan atau demonstrasi, maka keterampilan dan kemampuan
bertindak siswa dapat teramati dengan lembar observasi psikomotorik.
Pada proses pembelajaran, keterlibatan dan keaktifan siswa menunjukkan
sikap dan minat siswa terhadap pembelajaran yang dilakukan.
12
Keterlibatan dan keaktifan siswa diamati dengan lembar observasi
afektif, (Ibrahim dkk, dalam Gathot Sumarsono 2006:21)
C. Materi Hukum Archimedes
?
?
Bagaimana huhungan antara gambar di atas dengan hukum Archimedes?
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa dengan penerapan Problem Based
Instruction merupakan model pembelajaran yang menggunakan masalah
dunia nyata sebagai suatu konteks untuk belajar tentang cara berpikir kritis
dan keterampilan pemecahan masalah, serta memperoleh pengetahuan dan
konsep yang essensial dari mata pelajaran. Guru harus mendorong siswa
untuk terlibat dalam tugas-tugas berorientasi masalah melalui penerapan
konsep dan fakta, serta membantu menyelidiki masalah autentik dari suatu
materi pada pokok bahasan Hukum Archimedes dapat meningkatkan hasil
belajar aspek kognitif, afektif, psikomotorik siswa SMA.
B. Saran
Maka saran yang dapat diberikan adalah.
1. Problem Based Instruction atau Pembelajaran berdasarkan masalah
dapat dijadikan sebagai alternatif pembelajaran bagi guru dalam model
pembelajaran belajar siswa.
2. Dalam pelaksanaan Problem Based Instruction, jika proses pemecahan
masalah autentik untuk mencari dan mengkonstruksi pengetahuan
dilakukan melalui percobaan, maka diperlukan kelengkapan alat-alat
percobaan untuk mempermudah siswa melakukan percobaan dan
memperlancar proses pembelajaran.
14
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad. 2002. Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar
Baru Algesindo
Arends, I.R. 1997. Classroom Instructional and Management. New York:
McGraw-Hill Companies,Inc.
Gulo, W. 2002. Strategi belajar mengajar. Jakarta: Grasindo
Hamdani. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV Pustaka Setia.
Haryadi Bambang. 2009. Fisika SMA/MA Kelas XI Semester 1. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional
Ibrahim, Muslimin dkk. 2000. Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya:
Unesa
Koes, Supriyono. 2003. Strategi Pembelajaran Fisika. Malang: JICA
Nurhadi. 2004. Kurikulum 2004 Pertanyaan dan Jawaban. Jakarta: Grasindo
Nasution. 2001. Asas-asas Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara
Nurachmandani Setya. 2009. Fisika 2 Untuk SMA/MA Kelas XI. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Sarwono, Sunarroso, Suyatman. 2009. Fisika 2 Mudah dan Sederhana Untuk
SMA/MA Kelas XI. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Siswanto, Sukaryadi. 2009. Kompetensi Fisika Untuk SMA/MA Kelas XI. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Sudjana, Nana. 1989. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung:
Rosdakarya.
Trianto, M.Pd. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta:
Kencana.
15