Download docx - Tugas Produksi Fix

Transcript

EFEK PROSES GRINDING DENGAN PARAMETER FLUIDA PENDINGIN, KEDALAMAN PEMAKANAN, DAN KECEPATAN MEJA TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BENDA KERJA PADA MATERIAL ALUMUNIUM ALLOY 1060

Disusun oleh :1. Andi Purwanto I14140132. Yudha Eko WidyantonoI1414041

PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK MESIN NON REGULERFAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS SEBELAS MARETSURAKARTA2015

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangGerinda pada dasarnya adalah proses mekanik yang menimbulkan suhu tinggi dan reaksi kimia pada permukaan benda kerja. Pada proses gerinda permukaan ada energi yang dikeluarkan dalam bentuk perpindahan panas disepanjang permukaan benda kerja. Penurunan kekasaran permukaan benda kerja umumnya dipengaruhi oleh temperatur permukaan yang terlalu tinggi. Guo (1996) menjelaskan proses penghalusan permukaan memerlukan suatu masukan energy yang sangat besar dari tenaga per volume satuan dari bahan yang dipakai. Hampir semua tenaga yang dipakai dikonversikan ke panas yang dipusatkan di dalam daerah penggerindaan, sehingga mendorong kerusakan pada benda kerja yang dikarenakan oleh panas yang tinggi di permukaan benda kerja. Panas yang dihasilkan pada proses gerinda permukaan akan berpengaruh terhadap hasil kekasaran permukaan benda kerja.Semua energi yang digunakan dalam proses gerinda permukaan diubah menjadi panas, dan panas ini sebagian dibawa oleh geram dan sebagian diteruskan ke lingkungan melalui batu gerinda dan benda kerja. Peningkatan panas yang dihasilkan berasal dari gesekan pahat gerinda yang berputar dengan permukaan benda kerja. Untuk proses gerinda permukaan hampir sebagian besar panas (80%sampai dengan 85%) mengalir melalui benda kerja. Pada proses gerinda permukaan sebagian besar panas mengalir masuk ke benda kerja dan akan menaikkan temperatur di benda kerja. Babic (2000) menjelaskan kekasaran permukaan proses gerinda dilihat dari suhu tinggi di sepanjang busur api dari perpotongan di seputar permukaan suatu benda kerja. Dengan melihat suhu lokal yang tertinggi dapat diketahui titik mana saja yang menyebabkan terjadinya pendistribusian panas tertinggi, yang terjadi pada permukaan benda kerja yang mengalami pengerjaan gerinda permukaan. Pemakaian fluida pendingin akan berpengaruh terhadap hasil kekasaran permukaan benda kerja. Fluida pendingin yang diberikan pada permukaan benda kerja akan berfungsi sebagai pelumas, sehingga dapat mengurangi gesekan antara pahat gerinda dengan benda kerja. Penggunaan fluida pendingin akan mengurangi tingkat distribusi panas yang terjadi di permukaan benda kerja. Selain terserap oleh batu gerinda dan benda kerja, fluida pendingin juga menguap karena adanya panas di permukaan benda kerja. Jannone (2002) menjelaskan bahwa fluida pendingin yang digunakan pada proses penggerindaan akan mempengaruhi hasil permukaan pemotongan benda kerja. Pada penelitiannya digunakan empat macam fluida pendingin yang berbeda,yaitu synthetic, semi synthetic, soluble oil, cuttingoil. Selain itu juga digunakan dua macam batu gerinda yaitu alumina dan cubic boron nitride (CBN). Fluida pendingin yang digunakan disemprotkan dengan tekanan yang berbeda dan menggunakan nozel yang telah dimodifikasi. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa batu gerinda yang terbaik adalah batu gerinda CBN, karena batu gerinda CBN yang disemprot berbagai macam fluida pendingin mempunyai tegangan sisa yang tinggi sehingga tahan terhadap gesekan permukaan benda kerja.Selain fluida pendingin, kedalaman pemakanan juga berpengaruh terhadap kakasaran permukaan. Semakin besar kedalaman pemakanan yang digunakan, maka tingkat kekasaran permukaan benda kerja akan semakin besar atau kasar. Peningkatan kedalaman pemakanan pada proses gerinda permukaan akan berakibat pada semakin besar gesekan yang diterima oleh benda kerja, dan meningkatnya distribusi panas di permukaan benda kerja. Nguyen (2003) menjelaskan bahwa selain perbedaan fluida pendingin yang sangat berpengaruh terhadap permukaan hasil penggerindaan, kedalaman pemakanan juga berperan terhadap penyebaran panas yang ditimbulkan pada permukaan hasil penggerindaan. Hasil analisa yang dilakukan menunjukkan bahwa air dingin yang disemprotkan ke proses penggerindaan permukaan akan mempengaruhi proses pembentukan geram dan gaya potong penggerindaan, sehingga mengakibatkan terjadinya kerusakan permukaan benda kerja. Kekasaran permukaan yang rendah diperoleh dengan pemakaian berbagai macam oli sebagai fluida pendingin dan kedalaman pemotongan yang kecil pada proses gerinda permukaan. Dhar (2006) mejelaskan bahan fluida pendingin yang disemprotkan dengan tekanan tinggi akan membantu proses penggerindaan secara menyeluruh. Penggunaan fluida pendingin bertekanan tinggi akan mengurangi penyebaran distribusi panas dan mengurangi pengikisan batu gerinda. Pendinginan dengan tekanan tinggi juga akan membuat fluida pendingin berfungsi sebagai pelumas pada permukaan benda kerja. Pengaruh yang timbul akibat panas yang tinggi pada proses gerinda permukaan adalah terbentuknya berbagai macam geram. Penggunaan pendinginan yang tepat memungkinkan terjadinya proses pembentukan geram pada proses gerinda permukaan berupa bentuk geram blocky particle. Dengan melihat hasil-hasil penelitian terdahulu, maka perlu dilakukan suatu penelitian lanjutan untuk mengetahui pengaruh dari metode pendinginan, kedalaman pemakanan, dan kecepatan meja benda kerja terhadap temperatur daerah penggerindaan, kekasaran permukaan dan mode pembentukan geram yang terjadi pada proses gerinda permukaan alumunium alloy. Dari hasil penelitian diharapkan dapat diketahui keterkaitan antara perbedaan kedalaman pemakanan, kecepatan meja benda kerja, dan metode pendinginan dengan temperatur daerah penggerindaan, kekasaran permukaan, dan geram yang terjadi pada proses gerinda permukaan benda kerja.

1.2 Rumusan MasalahDari latar belakang yang telah dijelaskan, rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:Bagaimana pengaruh pendinginan pada temperatur kamar, udara dan cairan dengan tekanan tinggi terhadap temperatur dan kekasaran permukaan benda kerja, serta mode pembentukan geram pada proses gerinda permukaan, dengan kedalaman pemakanan dan kecepatan meja benda kerja yang berbeda-beda.1.3Batasan MasalahKekasaran permukaan dipengaruhi dengan kualitas produk, biaya dan waktu proses. Pengaruh mata gerinda pada kekasaran permukaan ketika proses grinding dapat ditentukan dengan menggunakan berbagai jenis parameter. Dalam penelitian ini, parameter yang digunakan adalah kecepatan meja benda kerja, kedalaman potong, dan jenis mata gerinda. Material yang digunakan dalam penelitian ini adalah alumunium alloy.1.4 TujuanTujuan dari penelitian ini adalah :1. Untuk mengetahui suhu panas dan kekasaran permukaan pada material alumunium alloy yang dipengaruhi oleh kedalaman pemakanan yang berbeda, kecepatan meja kerja yang berbeda, penggunaan fluida pendingin dan penggunaanan aluminium oksida dan silikon karbida sebagai mata gerinda.2. Untuk menemukan parameter optimasi saat menggerinda aluminium alloy.

BAB IIDASAR TEORI2.1 PendahuluanBab ini membahas tentang beberapa literatur review yang berkaitan dengan efek mata gerinda untuk kekasaran permukaan aluminium alloy dengan menggunakan mesin gerinda.2.2 Mesin GerindaMesin gerinda adalah suatu alat yang ekonomis untuk menghasilkan permukaan yang halus dan dapat mencapai ketelitian yang tinggi. Alasan mesin gerinda dapat mengerjakan benda kerja dengan ketelitian yang tinggi dikarenakan kedalaman pemakanan dalam penggerindaan dapat diatur sekecil mungkin yaitu sebesar 2-5 mikron.Penyebab mesin gerinda dapat menghasilkan permukaan yang sangat halus karena pada gerinda yang digunakan dalam penggerindaan mempunyai sisi potong yang sangat banyak dan pemotongannya sedikit demi sedikit (proses finishing) sehingga lebih tepatnya disebut pengikisan. Sisi potong pada mata gerinda terbentuk oleh butiran-butiran bahan asah dalam mata gerinda tersebut. Seperti pisau frais apabila semakin banyak sisi potongnya maka hasil permukaannya semakin halus.Keuntungan mesin gerinda :1. Dapat mengerjakan benda kerja yang telah dikeraskan.2. Dapat menghasilkan permukaan yang sangat halus.3. Dapat mengerjakan benda kerja dengan tuntutan ukuran yang sangat presisi.Kerugian mesin gerinda :1. Kedalaman pemakanan harus kecil.2. Waktu proses pengerjaan cukup lama.3. Biaya pengerjaan cukup mahal.Bagian-Bagian dari Mata GerindaSetiap mata gerinda mempunyai dua komponen : Abrasive berfungsi sebagai pemotong/pengasah. Bond berfungsi sebagai perekat yang mengikat butiran-butiran abrasive selama pemotongan.Diantara abrasive dan bond terdapat bagian-bagian kosong atau pori-pori dalam ukuran dan jumlah yang beraneka ragam, ini mempengaruhi mata gerinda dalam pengasahannya.2.3 Kekasaran PermukaanKekasaran permukaan adalah variabel yang sering digunakan untuk menggambarkan kualitas permukaan dan juga untuk mengevaluasi daya saing sistem grinding. Kekasaran permukaan adalah salah satu fitur yang paling penting dari proses pemesinan karena mempengaruhi fungsi bagian. Dalam proses penggerindaan, sangat penting untuk menjaga kekasaran permukaan dalam persyaratan yang ditentukan karena proses ini adalah proses pemesinan akhir yang biasanya pada tahap terakhir dari mesin ( Agarwal S. et al., 2010 ).Permukaan akhir tergantung pada kecepatan rotasi mata gerinda, kecepatan meja kerja, tingkat pemakanan, jenis benda kerja, kedalaman potong, jenis mata gerinda, dan parameter lainnya yang dapat mempengaruhi permukaan akhir benda kerja. Jenis dan jumlah penggunaan pelumas untuk proses penggerindaan juga mempengaruhi kekasaran permukaan. Berbagai jenis mesin memiliki variabel yang berbeda yang dapat berubah untuk mendapatkan permukaan yang terbaik (Marinescu ID et al.,2006 dan Agarwal S. et al.,2010).

Gambar 2.1 Contoh pola pada benda kerja2.4. Parameter Penggerindaan2.4.1Kedalaman PemotonganKedalaman potong ( d ) adalah jarak dari mata gerinda menembus ke benda kerja. Kedalaman potong mempengaruhi kecepatan pemrosesan. Ketika kedalaman pemotongan besar, maka kecepatan pemrosesan menjadi cepat dan suhu permukaan menjadi tinggi serta kekasaran permukaan benda kerja akan berubah. Jika kedalaman pemotongan yang sesuai tidak diketahui, maka lebih baik untuk memulai pemotongan dengan kedalaman pemotongan yang kecil (Kwak JS , 2004 dan Merchant ME , 1994 ) .2.4.2Kecepatan Meja Benda KerjaKecepatan meja benda kerja adalah kecepatan gerakan meja kerja ketika mesin gerinda bekerja. Benda kerja akan diam pada meja kerja magnetik dari mesin gerinda. Kecepatan meja benda kerja akan mempengaruhi tingkat penggerindaan untuk benda kerja. Kecepatan meja benda kerja dapat diukur dengan menggunakan tachometer untuk mesin gerinda permukaan konvensional. Dengan perubahan kecepatan meja benda kerja yang diterapkan, maka kekasaran permukaan benda kerja juga akan berubah (Kwak JS , 2004 dan Merchant ME, 1994).

2.4.3Jenis Mata GerindaJenis mata gerinda untuk proses penggerindaan akan dipilih berdasarkan pada bahan yang akan digunakan sebagai benda kerja. Jika penggunaan bahan untuk proses penggerindaan memiliki kekerasan yang tinggi, maka mata gerinda yang akan digunakan juga memiliki titik kekerasan yang lebih tinggi. Penggunaan mata gerinda yamg tepat untuk proses penggerindaan ini penting untuk menghindari mata gerinda dan benda kerja dari kepatahan yang bisa merusak permukaan benda kerja. Kemampuan mata gerinda tergantung pada jumlah grit nya. Jika jumlah grit yang lebih besar dari mata gerinda akan menghasilkan permukaan akhir yang lebih baik ( Kwak JS, 2004 dan Merchant ME, 1994).

BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN3.1 Alat dan Bahan3.1.1 Alat 3.1.1.1 Dry MachiningDry machining adalah proses pemesinan tanpa menggunakan pendingin. Hal ini membutuhkan daya yang lebih kecil. Namun, kadang-kadang kurang efektif karena gesekan lebih tinggi antara alat dan benda kerja, dan antara alat dan chip yang dapat menyebabkan suhu tinggi. Suhu tinggi ini akan berpengaruh terhadap akurasi untuk benda kerja, dan akan memberikan kualitas rendah untuk surface finishing. Gambar 3.1 menunjukkan contoh mesin kering untuk proses penggerindaan (Sreejith PS, 2007).

Gambar 3.1. Dry machining untuk proses grinding

3.1.1.2 Mesin GerindaMesin gerinda adalah mesin yang digunakan untuk proses penggerindaan. Mesin ini menggunakan sebuah roda abrasif sebagai alat pemotong. Roda abrasif menggunakan butiran abrasif pada permukaan roda yang memotong chip kecil dari benda kerja. Biasanya, mesin gerinda digunakan hanya sebagai alat finishing pada bagian yang memerlukan permukaan khusus atau di mana akurasi yang lebih besar diperlukan dari pada dicapai oleh mesin lain dan sekarang sudah menjadi salah satu faktor produksi yang besar. Pekerjaan untuk mesin gerinda biasanya kasar, tetapi telah ditemukan bahwa mesin gerinda benar-benar bisa menyelesaikan bagian dari pekerjaan dari permukaan kasar dengan biaya tenaga kerja lebih rendah, (Youssef HA et al., 2008).

Gambar 3.2 gambar mesin gerinda permukaan3.1.1.3 TermocoupleTermokopel (Thermocouple) adalah jenis sensor suhu yang digunakan untuk mendeteksi atau mengukur suhu melalui dua jenis logam konduktor berbeda yang digabung pada ujungnya sehingga menimbulkan efek Thermo-electric.EfekThermo-electricpada Termokopel ini ditemukan oleh seorang fisikawan Estonia bernamaThomas Johann Seebeckpada Tahun 1821, dimana sebuah logam konduktor yang diberi perbedaan panas secara gradient akan menghasilkan tegangan listrik. Perbedaan Tegangan listrik diantara dua persimpangan (junction) ini dinamakan dengan Efek Seeback.Prinsip kerja Termokopel cukup mudah dan sederhana. Pada dasarnya Termokopel hanya terdiri dari dua kawat logam konduktor yang berbeda jenis dan digabungkan ujungnya. Satu jenis logam konduktor yang terdapat pada Termokopel akan berfungsi sebagai referensi dengan suhu konstan (tetap) sedangkan yang satunya lagi sebagai logam konduktor yang mendeteksi suhu panas.

Gambar 3.3 ilustrasi prinsip kerja thermocoupleBerdasarkan Gambar diatas, ketika kedua persimpangan atau Junction memiliki suhu yang sama, maka beda potensial atau tegangan listrik yang melalui dua persimpangan tersebut adalah NOL atau V1 = V2. Akan tetapi, ketika persimpangan yang terhubung dalam rangkaian diberikan suhu panas atau dihubungkan ke obyek pengukuran, maka akan terjadi perbedaan suhu diantara dua persimpangan tersebut yang kemudian menghasilkan tegangan listrik yang nilainya sebanding dengan suhu panas yang diterimanya atau V1 V2. Tegangan Listrik yang ditimbulkan ini pada umumnya sekitar 1 V 70V pada tiap derajat Celcius. Tegangan tersebut kemudian dikonversikan sesuai dengan Tabel referensi yang telah ditetapkan sehingga menghasilkan pengukuran yang dapat dimengerti.3.1.1.4 Roughness TesterRoughness Tester merupakan alat pengukuran kekasaran permukaan. Setiap permukaan komponen dari suatu benda mempunyai beberapa bentuk yang bervariasi menurut struktumya maupun dari hasil proses produksinya.Roughness / kekasaran didefinisikan sebagai ketidakhalusan bentuk yang menyertai proses produksi yang disebabkan oleh pengerjaan mesin. Nilai kekasaran dinyatakan dalam Roughness Average (Ra).

Gambar 3.4 Roughness Tester3.1.1.5 KompresorKompresor adalah mesin atau alat mekanik yang berfungsi untuk meningkatkan tekanan atau memampatkan fluida gas atau udara. Kompresor biasanya menggunakan motor listrik, mesin diesel atau mesin bensin sebagai tenaga penggeraknya. Udara bertekanan hasil dari kompresor biasanya diaplikasikan atau digunakan pada pengecatan dengan teknik spray/ air brush, untuk mengisi angin ban, pembersihan, pneumatik, gerinda udara (air gerinder) dan lain sebagainya.Prinsip kerja kompresor dapat dilihat mirip dengan paru-paru manusia. Misalnya ketika seorang mengambil napas dalam dalam untuk meniup api lilin, maka ia akan meningkatkan tekanan udara di dalam paru-paru, sehingga menghasilkan udara bertekanan yang kemudian digunakan atau dihembuskan untuk meniup api lilin tersebut.

3.1.2 BahanAluminium adalah logam berwarna putih perak yang memiliki ketahanan yang kuat terhadap korosi dan agak lunak. Alumunium adalah logam yang relatif ringan dibandingkan dengan logam seperti baja , nikel , kuningan , dan tembaga dengan berat jenis 2,7. Aluminium bersifat machinable. Alumunium juga memiliki konduktivitas listrik dan termal yang baik dan sangat reflektif terhadap panas dan cahaya .Modulus elastisitas khas dari paduan aluminium pada suhu kamar (25 C) berkisar 70-79 GPa . Kepadatan khas paduan aluminium berkisar 2,6-2,8 g/cm3. Kekuatan tarik khas bervariasi antara 230 dan 570 MPa. Beragam kekuatan tarik utamanya adalah sebagian besar disebabkan kondisi perlakuan panas yang berbeda. Tabel 2.1 di bawah ini menunjukkan sifat-sifat aluminium paduan dan Tabel 2.2 menunjukkan komposisi paduan aluminium 1060 (Kwak JS et al., 2008).

Table 2.1 sifat sifat alumunium alloySifat sifat alumunium alloy 1060

Densitykg/

Elastic modulus70-80 GPA

Tensile strength83 MPA

Yield strength76 MPA

Elongation16%

hardness23 HB

Shear strength55 MPA

Fatique strength28 MPA

Table 2.2 komposisi alumunium alloy 1060komposisi alumunium alloy 1060

Si

Fe0.35%

Cu0.05%

Mn0.03%

Mg0.03%

Zn0.05%

Ti0.03%

Lain lain0.03%

Alumunium Minimum99.6%

3.2. Prosedur PenelitianPada penelitian ini, Arya Mahendra Sakti dari Surabaya melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh fluida pendingin, kecepatan meja benda kerja serta kedalaman pemakanan terhadap temperatur dan nilai kekasaran pada permukaan benda kerja. Untuk membandingkan beliau melakukan percobaan dengan dua metode yaitu dengan dry machining dan dan dengan menggunakan fluida pendingin berupa cairan.Variabel respon pada penelitian ini adalah temperatur dan kekasaran permukaan benda kerja hasil penggerindaan. Sebagai variabel bebas adalah kondisi penggerindaan, kecepatan meja dan kedalaman pemakanan. Kondisi penggerindaan memiliki dua level, yaitu coolant dan kering. Ada tiga level kecepatan meja benda kerja, yaitu 132 mm/s, 191 mm/s dan 250 mm/s. Kedalaman pemakanan juga memiliki tiga level, yaitu 0.01 mm, 0.02 mm dan 0.03 mm. Eksperimen dilakukan secara acak tanpa replikasi. Dengan demikian diperoleh 18 observasi untuk eksperimen. Prosedur penelitian yang akan dilakukan adalah menyiapkan benda kerja dengan ukuran 50 mm 20 mm 20 mm, dan juga siapkan peralatan surface grinding, dan data akusisi temperatur. Pasang termokopel ke dalam benda kerja dan sambungkan dengan data akusisi temperatur, serta pasang benda kerja ke ragum yang menempel ke permukaan meja benda kerja yang mengandung magnet. Lakukan setting peralatan sesuai variabel yang diinginkan dan juga kalibrasi pada perangkat data akusisi temperatur. Pengambilan data temperatur dimulai dari specimen kering, dan dilanjutkan dengan penggunaan coolant. Bersihkan permukaan benda kerja sampai bersih dan kering, kemudian dilanjutkan dengan pengambilan data kekasaran permukaan benda kerja dengan roughness tester.

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASANSetelah dilakukan penelitian dengan prosedur yang diuraikan pada metode penelitian, didapatkan hasil bahwa faktor kondisi penggerindaan dan kecepatan meja tidak berpengaruh, akan tetapi pada kedalaman pemakanan berpengaruh, secara statistik mempunyai pengaruh yang signifikan pada alpha=10%. Hal ini diketahui dengan menggunakan analisis variansi yang hasilnya ditunjukkan pada Tabel 1.

Kemudian, dilakukan Uji Duncan untuk mengetahui pengaruh kecepatan meja dan kedalaman pemakanan. Hasil dari Uji Duncan disajikan pada Tabel 2 dan Tabel 3. Hasil uji Duncan yang ditunjukkan pada Tabel 2 bahwa ketiga level kecepatan meja adalah sama. Sedangkan pada table 3 menunjukkan level 0,01 dan 0,02 pada kedalaman pemakanan adalah sama, tetapi berbeda dengan kedalaman pemakanan pada level 0,03.

Table 2. hasil uji Duncan pada kecepatan mejaKecepatan mejaNSubset 1

2506374.4667

1916375.6333

1326385.3500

Sig..423

Gambar 4.1 grafik temperature dengan kecepatan meja132 mm/s, 191mm/s, 250mm/s.Gambar 4.1 menunjukkan temperatur hasil penggerindaan dengan menggunakan coolant dan penggerindaan kering, masing-masing pada tiga level kecepatan meja dan satu level kedalaman pemakanan. Dari gambar 4.1 terlihat bahwa kedua cara penggerindaan mempunyai kecenderungan untuk menghasilkan temperatur permukaan benda kerja yang menurun pada ketiga level kedalaman pemakanan.

Gambar 4.2 grafik temperature dengan kedalaman pemakanan 0.01mm, 0.02mm dan, 0.03mmGambar 4.2 menunjukkan temperatur permukaan hasil penggerindaan dengan menggunakan coolant dan penggerindaan kering, masing-masing pada tiga level kedalaman pemakanan dan satu level kecepatan meja. Dari gambar 4.2 terlihat bahwa kedua cara penggerindaan mempunyai kecenderungan menghasilkan temperatur permukaan yang meningkat pada ketiga level kecepatan meja. Untuk temperature permukaan, penggerindaan dengan coolant menghasilkan kekasaran permukaan yang lebih rendah dibandingkan dengan penggerindaan kering. Coolant berfungsi sebagai pendingin yang efisien, mengurangi friksi antara benda kerja dan gerinda, menghilangkan geram dari daerah penggerindaan, menghilangkan geram dari ruangan diantara grit batu gerinda. Dengan demikian mata gerinda akan tetap tajam sehingga memungkinkan untuk mengambil material secara shearing, dan sebagian dengan pematahan. Oleh karena itu, temperature permukaan yang dihasilkan menjadi berkurang jika dibandingkan dengan penggerindaan kering.

Dengan menggunakan analisis variansi yang hasilnya ditunjukkan pada Tabel 4, dapat diketahui bahwa ketiga faktor, yaitu kondisi penggerindaan, kecepatan meja dan kedalaman pemakanan, secara statistik mempunyai pengaruh yang signifikan pada alpha = 10%.

Hasil uji Duncan yang ditunjukkan pada Tabel 5 menunjukkan bahwa kedua faktor kecepatan meja 132 dan 191 adalah sama, 191 dan 250 adalah sama, tetapi kecepatan meja 132 berbeda dengan 250, serta kedalaman pemakanan pada masing-masing level adalah sama.

Gambar 4.3 grafik kekasaran permukaan dengan kecepatan meja 132 mm/s, 191mm/s, dan 250 mm/sGambar 4.3 menunjukkan kekasaran permukaan hasil penggerindaan dengan menggunakan coollant dan penggerindaan kering, masing-masing pada tiga level kecepatan meja dan satu level kedalaman pemakanan. Dari gambar 3 terlihat bahwa kedua cara penggerindaan mempunyai kecenderungan untuk menghasilkan kekasaran permukaan benda kerja yang menurun pada ketiga level kedalaman pemakanan.

Gambar 4.4 grafik kekasaran permukaan dengan kedalaman pemakanan 0.01mm, 0.02mm dan 0.03mm

Gambar 4.4 menunjukkan kekasaran permukaan hasil penggerindaan dengan menggunakan coolant dan penggerindaan kering, masing-masing pada tiga level kedalaman pemakanan dan satu level kecepatan meja. Dari Gambar 4.4 terlihat bahwa kedua cara penggerindaan mempunyai kecenderungan untuk menghasilkan kekasaran permukaan yang meningkat pada ketiga level kecepatan meja.Jenis pendinginan dengan menggunakan coollant akan menghasilkan kekasaran permukaan yang lebih rendah dibandingkan dengan penggerindaan dengan temperatur kamar (TK). Penambahan kecepatan meja akan membuat kekasaran permukaan yang dihasilkan pada proses penggerindaan akan semakin rendah. Hal ini disebabkan dengan penambahan kecepatan meja akan membuat temperature penggerindaan semakin menurun. Dengan rendahnya temperatur penggerindaan yang terjadi, maka kekasaran permukaan yang terjadi akan semakin rendah. Dengan semakin besar kecepatan meja, maka semakin cepat gesekan yang terjadi antara permukaan benda kerja dengan batu gerinda. Hal ini akan berakibat terhadap semakin rendahnya kekasaran permukaan yang terjadi pada proses penggerindaan. Selain itu bila kedalaman pemakanan bertambah, permukaan benda kerja akan semakin bertambah kekasarannya. Bertambahnya kekasaran ini disebabkan oleh adanya penambahan luas bidang kontak antara batu gerinda dengan benda kerja. Penambahan luasan benda kerja yang bergesekan dengan batu gerinda akan menurunkan kecepatan meja, sehingga kekasaran permukaan benda kerja pada proses penggerindaan akan semakin tinggi.Nguyen (2003) menjelaskan penggunaan kedalaman pemakanan yang besar akan membuat kekasaran permukaan akan semakin tinggi (kasar). Pemakaian kedalaman pemakanan yang kecil, akan membuat mata potong yang terdapat di permukaan batu gerinda akan sedikit yang bergesekan dengan benda kerja. Gesekan yang kecil itu akan menyebabkan permukaan hasil penggerindaan mempunyai celah yang kecil, sehingga hasil penggerindaan akan berpengaruh pada harga kekasaran permukaan yang semakin halus. Akan tetapi sebaliknya dengan pemakaian kedalaman pemakanan yang besar, maka mata potong yang terdapat di permukaan batu gerinda akan lebih banyak yang bergesekan dengan benda kerja. Sehingga akan menyebabkan permukaan hasil penggerindaan mempunyai celah yang besar, sehingga hasil penggerindaan berpengaruh terhadap harga kekasaran permukaan yang semakin tinggi.Hasil penelitian Janone (2002) menjelaskan penggunaan fluida pendingin yang sesuai akan berfungsi sebagai pelumas yang sangat efektif. Fluida pendingin akan berfungsi sebagai pendingin yang efisien, mengurangi friksi antara benda kerja dan batu gerinda, menghilangkan geram dari daerah penggerindaan, dan menghilangkan geram dari ruangan diantara grit-grit batu gerinda.Dhar (2006) menjelaskan penggunaan fluida pendingin bertekanan tinggi akan mengurangi pengikisan pada batu gerinda. Hal ini akan membuat batu gerinda akan tetap tajam sehingga memungkinkan untuk mengambil material dengan cara shearing, dan sebagian dengan pematahan. Pemakaian fluida pendingin bertekanan tinggi dapat menghasilkan kekasaran permukaan benda kerja yang rendah. Kekasaran permukaan yang rendah ini diakibatkan oleh masuknya sebagian fluida pendingin ke dalam celah-celah yang ada pada permukaan benda kerja.

BAB VKESIMPULANDari penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa tentang proses gerinda permukaan menggunakan parameter kedalaman pemakanan, kecepatan meja, dan fluida pendingin bertekanan tinggi adalah :1. Semakin tinggi temperature penggerindaan dipengaruhi oleh semakin besar kedalaman pemakanan, tanpa menggunakan fluida pendingin, dan kecepatan meja tidak berpengaruh terhadap temperatur penggerindaan. Sedangkan semakin rendah kekasaran permukaan dipengaruhi oleh semakin tinggi kecepatan meja, semakin kecil kedalaman pemakanan dan penggunaan fluida pendingin.2. Parameter penggerindaan yang optimal dalam penelitian ini yaitu penggerindaan dilakukan dengan kedalaman pemakanan yang rendah dengan dibantu fluida pendingin serta kecepatan meja yang semakin cepat.

DAFTAR PUSTAKABabic, D.M., A.A. Torrance, and D.B. Murray, 2000. Soap Mist Jet Cooling of Grinding Processes, Journal of Machine Tool Manufacture Design and Research 2000.Dhar, N.R., A.T. Siddiqui, and M.H. Rashid, 2006. Effect of High-Pressure Coolant Jet on Grinding Temperature, Chip and Surface Roughness in Grinding AISI-1040 Steel, ARPN Journal of Engineering and Applied Sciences, Vol. 1: 2228.Guo, C, and S. Malkin, 1996. Inverse Heat Transfer Analysis of Grinding, Part 2: Aplications, Journal of Engineering for Industry, Vol. 118: 143149.Jannone, E, da Silva., Eduardo, C.B., Joao, F.G, de Oliveira, and Paulo, R, de Aguiar, 2002. The Inlet Engine Valve Grinding Using Different Types of Cutting Fluids and Grinding Wheels, Materials Research, Vol. 5, No. 2, 187194.Nguyen, T, and L.C. Zhang, 2003. An Assessment of the Applicability of Cold Air and Oil Mist in Surface Grinding, Journal of Materials Processing Technology 140: 224230.Nguyen. T, I. Zarudi, L.C. Zhang. 2006. Grinding-hardening with liquid nitrogen: Mechanisms and technology, International Journal of Machine Tools & Manufacture 47 (2007) 97106.Sakti, Arya Mahendra. 2006. Optimalisasi Proses Gerinda Untuk Permukaan, Jurusan Teknik Mesin Ft-Unesa Kampus Unesa Ketintang Surabaya.Muhammad Afiq Bin Razhali. 2010. Effect Of Wheel Grinder On The Surface Roughness When Grinding Aluminum Alloy, Faculty Of Mechanical Engineering Universiti Malaysia Pahang.