64
TUGAS TERSTRUKTUR METODOLOGI PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP KEJADIAN TEMPER TANTRUM PADA ANAK USIA TODDLER DI PAUD TUNAS MULIA KARANGWANGKAL PURWOKERTO UTARA AI NURAENI G1D007001 KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEPERAWATAN PURWOKERTO

Tugas Metopen Fix

  • Upload
    bapp88

  • View
    1.074

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Tugas Metopen Fix

TUGAS TERSTRUKTUR

METODOLOGI PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP

KEJADIAN TEMPER TANTRUM PADA ANAK USIA TODDLER

DI PAUD TUNAS MULIA KARANGWANGKAL PURWOKERTO UTARA

AI NURAENI

G1D007001

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN KEPERAWATAN

PURWOKERTO

2010

Page 2: Tugas Metopen Fix

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertumbuhan dan perkembangan manusia merupakan hal yang berjalan

terus dan berliku-liku, proses kompleks yang sering dibagi ke dalam tahap yang

diatur sesuai kelompok umur. Makhluk manusia adalah sistem kompleks dan

terbuka yang dipengaruhi oleh dorongan alami dari dalam dan dari lingkungan.

Umumnya, dorongan alami menentukan batasan perkembangan, di mana faktor

eksternal menghadirkan keuntungan untuk mencapai potensi tersebut.

Penelitian terhadap pertumbuhan dan perkembangan manusia menghasilkan

beberapa teori perkembangan. Teori ini bermacam-macam berdasarkan

bagaimana manusia dilihat dari aspek perkembangan yang ditekankan. Beberapa

teori melihat perkembangan sebagai proses yang berlangsung terus, berpindah

dari hal-hal yang sederhana ke arah yang lebih kompleks. Teori lain melihat

bahwa proses tersebut tidak berlangsung terus, dengan pilihan periode hubungan

keseimbangan dan ketidakseimbangan.

Menurut Freud dalam Potter&Perry (2005:639), Tingkat maturasi anak

menentukan saat perubahan terjadi. Jika pemuasaan kesukaan berlebihan atau

dihambat, anak mungkin menjadi tersangkut secara emosional (terikat) pada

tahapan yang khusus. Sedangkan menurut Erikson (1963) dalam Potter&Perry

(2005:639), setiap tahap memiliki krisis personal yang melibatkan konflik utama

yang kritis pada saat itu. Perkembangan ego sangat dipengaruhi oleh pengaruh

sosial dan kultural, dan kesuksesan hasil dari setiap krisis melibatkan

perkembangan dari kebaikan yang khusus.

Page 3: Tugas Metopen Fix

Piaget (1952) dalam Potter&Perry (2005:645) melihat perkembangan

pikiran sebagai kejadian melalui adaptasi terhadap lingkungan. Teori ini

menempatkan manusia dalam peran belajar yang aktif dan adalah hal yang penting

untuk memahami bagaimana anak belajar. Menurut Kohlberg (1968) dalam

Potter&Perry (2005:645) mengemukakan bahwa perkembangan kognitif

mendasari kemajuan moral seseorang dari tingkat ke tingkat.

Memahami anak-anak dan pertumbuhan serta perkembangan mereka

merupakan hal yang esensial untuk meningkatkan kesehatan dan menetapkan pola

yang sehat. Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses sinkronisasi yang

bersifat interdependen dalam kesehatan individu. Individu mengalami perubahan

secara kuantitatif dan kualitatif dalam pertumbuhan dan perkembangan

(Potter&Perry, 2005).

Merujuk pada penjelasan di atas bahwa perkembangan akan berjalan terus,

berliku menjadi proses kompleks yang berbeda-beda dan dibagi ke dalam setiap

kelompok umur. Masa toddler berada dalam rentang dari masa kanak-kanak mulai

berjalan sendiri sampai mereka berjalan dan berlari dengan mudah, yaitu

mendekati usia 12 sampai 36 bulan. Toddler tersebut ditandai dengan peningkatan

kemandirian yang diperkuat dengan kemampuan mobilitas fisik dan kognitif lebih

besar.

Toddler terus meningkatkan kewaspadaan terhadap kemampuan mereka

untuk mengontrol dan senang dengan keberhasilan usaha keterampilan baru ini.

Keberhasilan ini membuat mereka mengulangi usaha untuk mengontrol

lingkungan mereka. Ketidakberhasilan usaha pada pengontrolan dapat

menimbulkan perilaku negatif dan temper tantrum. Perilaku ini paling umum

Page 4: Tugas Metopen Fix

terjadi pada saat orang tua menghalangi tindakan mandiri pertama kalinya. Orang

tua melihat hal tersebut sebagai perilaku yang bermasalah selama tahun toddler

dan waktu untuk mengekspresikan rasa frustasi dengan mencoba untuk membuat

batasan hukum yang konsisten dan sambil secara simultan mendorong

kemandirian.

Menurut Erikson (1963) dalam Potter&Perry (2005:662), perasaan

autonomi muncul selama masa toddler. Kemauan kekuatan mereka sering

diperlihatkan dalam perilaku yang negatif bahkan temper tantrum mungkin terjadi

pada saat toddler frustasi dengan batasan orang tua. Orang tua perlu memberi

toddler kemandirian bertahap, membiarkan mereka melakukan hal-hal yang

mereka mampu pelajari atau merasakan perasaan malu untuk hal-hal yang telah

mereka lakukan. Batasan ketegasan, kesabaran, dan dukungan memungkinkan

toddler mengembangkan perilaku yang diterima secara sosial.

Secara sosial, toddler tetap secara kuat terikat dengan orang tua mereka dan

merasa takut untuk berpisah dari orang tua. Kehadiran mereka membuat toddler

merasa aman, dan rasa ingin tahu mereka ditandai dengan eksplorasi mereka

terhadap lingkungan. Ibu dari toddler jarang dibiarkan untuk mendapatkan privasi

kamar mandi karena menutup pintu membuat tangisan yang tidak berhenti sampai

pintu tersebut dibuka.

Temper tantrum adalah suatu ledakan kemarahan yang diekspresikan secara

sangat dramatis, dengan agitasi motorik hebat seperti menjerit-jerit sambil

berguling di lantai, menendang, menggigit, membenturkan kepala ke lantai atau

tembok, menghentakkan kaki, memukuli diri sendiri atau orang lain, menangis,

memaki, dan lain sebagainya (Markum, 1991).

Page 5: Tugas Metopen Fix

Temper tantrum dapat merupakan ekspresi kemarahan seorang anak dengan

penyesuain diri normal. Penyebab dan manifestasi tantrum berubah dengan

bertambahnya umur, reaksi fisik dan motorik berkurang menjadi lebih verbal dan

lebih tertuju pada objek atau orang yang dianggap sebagai penyebab terjadinya

frustasi. Temper tantrum dapat juga merupakan ekspresi frustasi yang

berkepanjangan seorang anak yang sedang mengalami ansietas atau depresi. Pada

anak balita tantrum merupakan upaya yang cukup berhasil untuk mendapatkan

perhatian.

Keadaan semacam itu tidak terlepas dari bagaimana cara orang tua mendidik

dan membesarkan anak yang juga dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain

faktor budaya, agama, kebiasaan, kepercayaan, dan keperibadian orang tua. Para

orang tua seringkali memakai cara komunikasi yang tidak efektif dalam

menghadapi anaknya. Padahal keluarga merupakan lingkungan pertama dan

utama bagi anak yang mempunyai pengaruh sangat besar. Orang tua mempunyai

peranan yang besar dalam pembentukan kepribadian anak. Orang tua merupakan

pendidik yang paling utama, guru serta teman sebaya yang merupakan lingkungan

kedua bagi anak. Hal itu juga diungkapkan Hurlock (1978) yang menyatakan

bahwa orang yang paling penting bagi anak adalah orang tua, guru dan teman

sebaya dari merekalah anak mengenal sesuatu yang baik dan tidak baik. Cara

pengasuhan orang tua yang bekerja dan tidak bekerja berbeda. Begitu pula dengan

gaya pengasuhan orang tua yang mempunyai latar belakang pendidikan yang

tinggi dan yang rendah. Dan juga pola asuh orang tua yang tingkat perekonomian

menengah keatas dan manangah kebawah. Masing-masing pola asuh yang

Page 6: Tugas Metopen Fix

diberikan orang tua mempunyai pengaruh yang besar terhadap pembentukan

kepribadian anak.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di PAUD Tunas Mulia

Karangwangkal Purwokerto Utara didapatkan anak usia 2-4 tahun mengalami

temper tantrum sebanyak 47,5% dan hal ini tidak diketahui penyebabnya. Asumsi

penulis ada beberapa faktor penyebab tingginya kejadian temper tantrum pada

anak usia toddler tersebut di antaranya pola asuh orang tua. Untuk itu penelitian

ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara pola asuh orang tua terhadap

kejadian temper tantrum pada anak usia toddler di PAUD Tunas Mulia

Karangwangkal Purwokerto Utara.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan yaitu:

Adakah hubungan antara pola asuh orang tua terhadap kejadian temper tantrum

pada anak usia toddler di PAUD Tunas Mulia Karangwangkal Purwokerto Utara?

C. Tujuan

a. Tujuan umum

Untuk mengetahui hubungan antara pola asuh orang tua terhadap

kejadian temper tantrum pada anak usia toddler di PAUD Tunas Mulia

Karangwangkal Purwokerto Utara.

b. Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui hubungan antara pola asuh orang tua terhadap

kejadian temper tantrum pada anak usia toddler di PAUD Tunas

Mulia Karangwangkal Purwokerto Utara.

Page 7: Tugas Metopen Fix

2. Untuk mengetahui kejadian temper tantrum pada anak usia toddler di

PAUD Tunas Mulia Karangwangkal Purwokerto Utara.

D. Manfaat penelitian

a. Profesi keperawatan

Sebagai masukan bagi tenaga perawat untuk meningkatkan pengetahuan

tentang pertumbuhan dan perkembangan anak usia toddler khususnya

dalam perkembangan emosi anak.

b. Pengembangan ilmu

Sebagai masukan dalam meningkatkan pengetahuan dan wawasan

berupa perkembangan emosi anak usia toddler.

c. Peneliti

Mencoba kemampuan peneliti dalam melakukan penelitian dalam

bidang keperawatan dan hasil penelitian ini dapat dijadikan wacana

untuk penelitian lanjut serta menjadi pengalaman untuk penelitian lain

dalam rangka meningkatkan khasanah keilmuan khususnya

keperawatan.

E. Keaslian penelitian

a. Penelitian yang dilakukan oleh Utami (2008), dengan judul “Pengaruh

tingkat pendidikan dan tipe pola asuh orang tua terhadap perkembangan

psikososial anak prasekolah di Taman Kanak – kanak Aisyiyah II

Nganjuk”. Instrumen yang digunakan adalah angket untuk data tingkat

pendidikan, pola asuh dan perkembangan psikososial anak prasekolah

Page 8: Tugas Metopen Fix

yang meminta jawaban dari orang tua siswa. Penelitian ini

menggunakan desain observasional dengan pendekatan cross sectional,

dengan sampling proposional purposive random sampling. Hasil

penelitian menunjukan, ada pengaruh antara tingkat pendidikan

responden dengan perkembangan psikososial anak dimana didapatkan

nilai Á (0,000) ± (0,05), namun tipe pola asuh berpengaruh terhadap

perkembangan psikososial anak prasekolah dimana hasil uji didapatkan

Á (0,000). Persamaan dengan penelitian yang akan penulis kerjakan

yaitu variabel independent/bebas yang digunakan yaitu pola asuh orang

tua serta penggunaan desain penelitian yang sama menggunakan desain

observasional dengan pendekatan cross sectional sedangkan perbedaan

dari penelitian yang akan penulis lakukan terletak pada variabel

dependent/terikat yaitu penulis menggunakan kejadian temper tantrum

sebagai variabel terikatnya, instrumen penelitian yang digunakan yaitu

kuesioner, dan pada sampel yang digunakan yaitu anak usia toddler.

b. Penelitian yang dilakukan oleh Agustine (2007) dengan judul “Persepsi

orangtua tentang temper tantrum dan cara mengatasi pada anak usia 2 –

4 tahun di paud amanah malang”. Penelitian ini merupakan penelitian

deskriptif dimana dalam pengambilan sampelnya menggunakan metode

non random sampling yaitu menggunakan sampling jenuh. Dari

penelitian ini didapakan bahwa persepsi orangtua tentang temper

tantrum dan cara mengatasinya terdapat 60% orangtua memiliki persepsi

yang positif dan 40% memilki persepsi yang negatif. Disebutkan bahwa

60 % memiliki persepsi yang positif, salah satu yang mempengaruhi

Page 9: Tugas Metopen Fix

persepsi yaitu cognisi (pengetahuan) yang mencakup penafsiran orang

tua tentang tanda dan perilaku temper tanturm serta penanganannya.

Sedangkan yang memiliki persepsi negatif sekitar 40% bisa dikarenakan

pengetahuan yang kurang akan temper tantrum dan cara penanganannya.

Persamaan dengan penelitian yang akan penulis kerjakan yaitu sampel

penelitian anak usia toddler. Sedangkan perbedaan dari penelitian yang

akan penulis lakukan terletak pada desain penelitian yang menggunakan

desain observasinal dengan pendekatan cross sectional dengan

instrumen penelitian yang digunakan yaitu kuesioner.

Page 10: Tugas Metopen Fix

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Pola Asuh Orang Tua

a. Definisi Pola Asuh Orang Tua

Pola asuh orang tua adalah pola perilaku yang diterapkan pada anak dan

bersifat relatif konsisten dari waktu kewaktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan

oleh anak, dari segi negatif dan positif (Nuraeni, 2006). Faktor lingkungan sosial

memiliki sumbangannya terhadap perkembangan tingkah laku individu (anak)

ialah keluarga khususnya orang tua terutama pada masa awal (kanak-kanak)

sampai masa remaja. Dalam mengasuh anaknya orang tua cenderung

menggunakan pola asuh tertentu. Penggunaan pola asuh tertentu ini memberikan

sumbangan dalam mewarnai perkembangan terhadap bentuk-bentuk perilaku

sosial tertentu pada anaknya.

Pola asuh orang tua merupakan interaksi antara anak dan orang tua selama

mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orang tua mendidik,

membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai

kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat. Kohn

(dalam Taty Krisnawaty, 1986: 46) yang dikutip Nuraeni (2006) dalam skripsinya

menyatakan bahwa pola asuhan merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi

dengan anak-anaknya. Sikap orang tua ini meliputi cara orang tua memberikan

aturan-aturan, hadiah maupun hukuman, cara orang tua menunjukkan otoritasnya,

dan cara orang tua memberikan perhatian serta tanggapan terhadap anaknya.

Page 11: Tugas Metopen Fix

Dalam melakukan tugas-tugas perkembangannya, individu banyak dipengaruhi

oleh peranan orang tua tersebut. Peranan orang tua itu memberikan lingkungan

yang memungkinkan anak dapat menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya.

b. Tipe Pola Asuh Orang Tua

Dalam mengasuh dan membina anak, masyarakat kita mengenal tiga model

pola asuh yaitu :

1. Pola Asuh Otoriter

Dalam pola asuh yang otoriter biasanya pihak orang tua yang menggariskan

keputusan-keputusan tentang perilaku anak-anaknya. Wujudnya tampak dalam

contoh berikut ini : “Kamu harus bangun pagi jika saya mengatakan kamu harus

bangun. Kamu harus pergi tidur jika saya menyatakan kamu harus pergi tidur “

(Maurice Balson, 1987:2).

Pola asuh ini bercirikan dengan adanya aturan-aturan yang kaku dari orang

tua. Kebebasan anak dibatasi oleh orang tua, sehingga aturan yang ada dalam

pergaulan keluarga terasa kaku sebab orang tua selalu memaksakan untuk

berperilaku sesuai dengan keinginan orang tua. Bila aturan-aturan yang berlaku

dilanggar, orang tua akan memberi hukuman kepada anaknya, namun jika akan

mematuhinya orang tua tidak memberikan hadiah atau pujian karena apa yang

dilakukan anak sudah sepantasnya dilakukan. Dapat ditarik suatu kesimpulan

bahwa pola asuh otoriter adalah orang tua sebagai pemegang kekuasaan tertinggi

dalam keluarga untuk mengekang dan mengendalikan anak. Kebebasan anak

dibatasi oleh orang tua, sehingga aturan yang ada dalam pergaulan keluarga terasa

kaku. Bila aturan-aturan yang berlaku dilanggar, orang tua tidak segan-segan akan

memberi hukuman kepada anaknya.

Page 12: Tugas Metopen Fix

2. Pola Asuh Permisif

Dalam pola asuh permisif atau juga dikenal dengan pola asuh liberal,

keluarga memberikan kebebasan pada anak, kebebasan diberikan dari orang tua

kepada anaknya untuk berperilaku sesuai dengan keinginan anak. Orang tua

kurang peduli dan tidak pernah memberi aturan yang jelas dan pengarahan pada

anak. Segala keinginan anak keputusannya diserahkan sepenuhnya pada anak,

orang tua tidak memberikan pertimbangan bahkan tidak tahu atau sikap orang tua

yang masa bodoh, anak kurang tahu apakah tindakan yang ia kerjakan salah atau

benar (Danny .I. Yatim, 1986:96).

Dari uraian yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa pola asuh

permisif adalah orang tua yang memberikan kebebasan pada anak untuk berbuat

sekehendak hatinya. Keputusan diserahkan sepenuhnya pada anak, orang tua tidak

memberikan pertimbangan apakah tindakan yang ia kerjakan salah atau benar.

3. Pola Asuh Demokratis

Pola asuh demokratis mendorong anak sebagai individu yang selalu

berkembang, sehingga memiliki ciri adanya sikap saling terbuka antar anak

dengan orang tua. Dalam setiap pengambilan keputusan atau aturanaturan yang

dipakai atas kesepakatan bersama. Orang tua memberi kesempatan pada anak

untuk menyampaikan pendapat, gagasan maupun keinginannya dan belajar untuk

dapat menghargai dan menanggapi orang lain. Orang tua bersikap hanya sebagai

pemberi pendapat dan pertimbangan terhadap aktivitas anak ( Danny I Yatim,

1986:98 ).

Page 13: Tugas Metopen Fix

Menurut Martaniah (1964: 19), orang tua demokratis besar pengertiannya

terhadap anak dan memberikan kebebasan kepada anak untuk menyatakan

pendapatnya. Bagi orang tua demokratis anak mempunyai kedudukan yang sama

dalam keluarga. Orang tua yang demokratis selalu memperhatikan perkembangan

anak, dan tidak harus sekedar mampu dalam memberi saran-saran atau nasehat

saja, tetapi juga mau mendengarkan keluhan anak sehubungan dengan persoalan

yang anak hadapi.

Tim Penggerak PKK Pusat (1992: 10) menjelaskan, pelaksanaan pola asuh

demokratis atau yang dikenal dengan pola asuh pendekatan perilaku, tidak

menang dan tidak kalah adalah orang tua yang bersikap keras, jelas dan

konsekuen, tidak memaksakan kehendak, menghargai dan menghormati,

membiasakan minta maaf kepada anak jika akan, sedang dan sesudah

menyinggung perasaan orang lain, kalau anak menyimpang dari aturan, adat,

hukum dan agama, menasehati tanpa merendahkan martabat anak, tidak

menyalahkan atau membenarkan apabila salah satunya berkelahi, menghindari,

mengalahkan atau memenangkan anak. Akibat dari pola asuh ini adalah

menyebabkan anak menjadi mandiri, mempunyai tanggung jawab, mempunyai

inisiatif dan kreatif, sopan santun dan dapat membedakan yang baik dan yang

buruk. Jadi dapat ditarik suatu pengertian bahwa pola asuh demokratis adalah

orang tua memposisikan anak dalam posisi yang sama dengan orang tua artinya

memiliki hak dan kewajiban yang sama, orang tua tidak harus menang dan tidak

harus kalah artinya orang tua bersikap keras, jelas dan konsekuen tetapi

memaksakan kehendak. Orang tua memberi kesempatanmpada anak untuk

menyampaikan pendapat, gagasan maupun keinginannya dan belajar untuk dapat

Page 14: Tugas Metopen Fix

menghargai dan menanggapi oarang lain. Orang tua bersikap hanya sebagai

pemberi pendapat dan pertimbangan terhadap aktivitas anak. Anak akan semakin

termotivasi dalam melakukan kegiatan karena adanya kepercayaan diri yang

diberikan oleh orang tua, sehingga semakin bertanggung jawab.

Berbagai pola asuh yang diterapkan orang tua terhadap anaknya dipengaruhi

oleh latar belakang pendidikan orang tua. Pendidikan adalah bimbingan yang

diberikan seseorang kepada orang lain untuk mencapai apa yang dicita – citakan

(Utami, 2008). Latar belakang pendidikan orang tua mempunyai pengaruh yang

besar terhadap perilaku anak. Orang tua yang mempunyai latar belakang

pendidikan yang tingi cenderung akan lebih memperhatikan segala perubahan dari

setiap perkembangan yang terjadi pada anaknya. Orang tua yang berpendidikan

tinggi umumnya mengetahui bagaimana tingkat perkembangan anak dan

bagaimana pola asuh orang tua yang baik sesuai dengan perkembangan anak

khususnya untuk pembentukan perilaku yang baik bagi anak.

Orang tua yang berpendidikan tinggi umumnya dapat mengajarkan sopan

santun kepada orang lain, baik dalam berbicara ataupun dalam hal lain, mampu

mengajarkan bagaimana mengendalikan keinginan sendiri ditengah-tengah

khalayak dan sebagainya. Berbeda dengan orang tua yang mempunyai latar

belakang pendidikan yang rendah cenderung acuh terhadap hal semacam itu.

Dalam memberikan pola asuh pada anak umumnya kurang memperhatikan tingkat

perkembangan anak. Hal ini dikarenakan orang tua yang masih awam dan tidak

mengetahui tingkat perkembangan anak dan bagaimana cara berkomunikasi serta

memberikan pola asuh yang tepat bagi anaknya sesuai dengan tahap

perkembangan. Orang tua biasanya mengasuh anak dengan gaya dan cara mereka

Page 15: Tugas Metopen Fix

sendiri tanpa tahu jelas ketepatan pola asuh tersebut sehingga menghasilkan

seorang anak dengan pribadi dan perilaku yang kurang baik.

2. Gangguan Perilaku

a. Definisi Gangguan Perilaku

Gangguan perilaku yaitu gangguan penyesuaian diri terhadap lingkungan

sosial yang disebabkan oleh lemahnya control diri, merupakan kasus yang paling

banyak terjadi pada anak-anak. Kazdin (dalam Carr, 2001) menyebutkan bahwa

dari seluruh anak-anak yang dirujuk karena mengalami gangguan klinis, sepertiga

sampai setengah diantaranya karena mengalami gangguan perilaku. Bahkan pada

populasi yang bukan klinis, ditemukan bahwa 50% atau lebih anak usia 4-5 tahun

telah menunjukkan beberapa yang tetap (Campbell, Coie & Reid, dalam Bennett,

Brown, Lipman, Racine, Boyle & Offord, 1999) dalam skripsi Desvi (2005).

Gangguan perilaku pada anak sering juga disebut dengan masalah perilaku

atau behavior problem (Moore, 1982) dalam skripsi Desvi (2005) dan masalah

sikap atau conduct problem (Conduct Problems Preventation Research Group

(CPPRG), 1999). Menurut Moore (1982) dalam skripsi Desvi (2005) gangguan ini

meliputi semua bentuk gangguan perilaku pada anak kecuali yang disebabkan

oleh neurosis, psikosis, retardasi mental, dan gangguan fisik atau kerusakan

organik. Dengan demikian, anak yang menderita gangguan perilaku dipandang

sebagai individu “normal” yang mengalami kesulitan penyesuaian sosial.

Kesulitan perilaku ini dapat diidentifikasi mulai dari usia tiga tahun sampai akhir

remaja dan rentang perilaku yang tampak mulai dari ketidakpatuhan di rumah

sampai dengan tindakan kriminal di masyarakat.

Page 16: Tugas Metopen Fix

b. Konsep Gangguan Perilaku

Moore (1982) dalam skripsi Desvi (2005) menyebutkan bahwa untuk

memudahkan pemahaman tentang konsep gangguan perilaku karena ruang

lingkupnya yang cukup luas, maka gangguan perilaku ini dapat dikelompokkan

dalam tiga bentuk yang sesuai dengan perkembangan usia anak, yaitu :

a. Masalah kontrol, secara umum ditandai dengan ketidakmatangan perilaku

seperti tidak patuh, menangis secara berlebihan, temper tantrum, tingkat

aktivitas yang tinggi, dan suka membantah. Biasanya terdapat pada anak

berusia muda.

b.  Perilaku agresif, ditandai dengan sering melakukan penyerangan fisik dan

verbal. Bentuknya antara lain sering berkelahi, menyakiti orang lain secara

verbal, suka menentang atau membantah otoritas, dan mengancam. Biasanya

ini mulai muncul pada usia 4 sampai 6 tahun.

c. Perilaku yang menunjukkan kenakalan/kejahatan, seperti bolos, mencuri,

merusak, lari dari rumah, menggunakan obat-obatan, dan tindakan kiriminal

lainnya. Biasanya terjadi pada usia 11-18 tahun.

c. Temper Tantrum

Secara konsep gangguan perilaku, temper tantrum masuk ke dalam masalah

kontrol dimana ditandai dengan ketidakmatangan perilaku seperti tidak patuh,

menangis secara berlebihan, tingkat aktivitas yang tinggi, dan suka membantah.

Pada temper tantrum anak-anak pandai menunjukkan amarah dan perasaan emosi

kuat mereka. Puncak kemarahan yang meledak-ledak pada anak-anak terjadi pada

usia 2 sampai 3 tahun, namun bisa juga lebih muda. Banyak anak-anak terkadang

Page 17: Tugas Metopen Fix

terus bertingkah laku seperti itu sampai mereka berusia 4 atau 5 tahun, atau lebih

tua.

Temper tantrum adalah episode dari kemarahan dan frustrasi yang ekstrim,

yang tampak seperti kehilangan kendali seperti dicirikan oleh perilaku menangis,

berteriak, dan gerakan tubuh yang kasar atau agresif seperti membuang barang,

berguling di lantai, membenturkan kepala, dan menghentakkan kaki ke lantai.

Pada anak yang lebih kecil (lebih muda) biasanya sampai muntah, pipis, atau

bahkan nafas sesak karena terlalu banyak menangis dan berteriak. Dalam kasus

tertentu, ada pula anak yang sampai menendang atau memukul orang tua atau

orang dewasa lainnya misalnya pada baby sitter.

Istilah temper tantrum di masyarakat kita lebih dikenal sebagai tindakan

‘mengamuk’ atau ngambek’. Tantrum lebih kepada usaha anak dalam

mendapatkan perhatian orang tuanya (intim). Hal itu merupakan ungkapan rasa

marah atau frustasi. Sebenarnya sebagian besar balita pernah mengalaminya tapi

hanya ringan dan mudah ditenangkan. Jika terjadi secara berlebihan seperti

berguling-guling di lantai di sebuah mal sambil menangis keras-keras,

melemparkan mainan yang dibawanya, dan kakinya menendang tidak karuan,

bahkan tidak jarang sambil mengeluarkan kata-kata kasar yang tidak sopan.

Temper tantrum biasanya terjadi pada usia 2-4 tahun ketika anak mulai

menampilkan sikap negativistik dan kemandirian. Seiring waktu (usia 5 – 12

tahun), ketika anak sudah mulai dapat mengungkapkan keinginan dan

pemikirannya dengan baik secara verbal, temper tantrum cenderung berkurang,

dan hanya terjadi kadangkala saja.

Page 18: Tugas Metopen Fix

Beberapa hal yang menjadi penyebab temper tantrum, di antaranya :

1. Frustrasi yaitu terhambatnya pemenuhan kebutuhan/keinginan, tidak

mendapatkan apa yang didapatkan. Dalam kondisi seperti ini, biasanya anak

mengkomunikasikan perasaannya ketimbang pikirannya.

2. Ketidakmampuan anak untuk menyadari atau mempersepsikan bahwa dirinya

sedang jengkel, frustrasi, ataupun cemas. Akibatnya anak tidak dapat

mengkomunikasikan perasaannya pada orang lain (dalam hal ini mungkin

orang tua atau pengasuhnya) selain melalui perilaku temper tantrum.

3. Ketidakmampuan anak untuk mengekspresikan pendapatnya, keinginannya,

dan lain-lain, secara verbal. Bisa jadi karena keterbatasan kemampuan

berbahasa (belum lancar berbicara) atau kurangnya pemahaman akan bentuk-

bentuk emosi yang ia rasakan sehingga kurang dapat mengungkapkannya

secara verbal.

4. Meniru atau imitasi perilaku orang tua yang agresif atau teman-teman lainnya

yang mendapatkan keinginan dengan cara menampilkan temper tantrum.

Dampak buruknya tantrum akan menjadi satu-satunya cara bagi anak untuk

mengekspresikan kemarahan atau rasa frustrasinya. Anak juga akan belajar bahwa

dia dapat mengontrol lingkungan, termasuk mengontrol orang tua atau orang

dewasa lain di sekitarnya. Lebih buruk lagi tantrum akan semakin sering

dilakukan sampai melampaui batas proporsional yang melebihi tuntutan situasi.

Maksudnya anak menjadi semakin cepat menampilkan tantrum-nya setiap kali ada

hal yang tidak disukainya, padahal bagi anak lain situasi itu belum cukup

menjengkelkan untuk sampai menimbulkan tantrum.

Page 19: Tugas Metopen Fix

d. Faktor yang mempengaruhi Kejadian Temper Tantrum

Gangguan perilaku merupakan gangguan yang bersifat kompleks dan

dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berinteraksi, yaitu:

a. Faktor biologis individu

Ada beberapa kondisi biologis yang mempengaruhi kerentanan anak untuk

mengalami gangguan perilaku. Pertama, temperamen anak yang merupakan

indikator paling awal akan masalah perilaku (Cartledge & Milburn, 1995;

Grainger, 2003) dalam skripsi Desvi (2005) temperamen kemudian berinteraksi

dengan gaya manajemen orang tua dan bila gaya orang tua tidak sesuai maka akan

memperparah gangguan perilaku anak (Grainger, 2003) dalam skripsi Desvi

(2005).Temperamen anak yang sulit cenderung membuat orang tua berusaha

mengontrol perilaku anak secara berlebihan yang justru akan menambah intensitas

perilaku melawan pada anak (Cartledge & Milburn, 1995) dalam skripsi Desvi

(2005).

b. Faktor keluarga

Situasi perkawinan, proses sosialisasi, dan penyesuaian orang tua dilihat

dari tiga domain : depresi, penyalahgunaan obat-obatan dan perilaku anti sosial.

Orang tua yang menggunakan obat-obatan dan berperilaku anti sosial berpengaruh

secara langsung pada anak lewat proses modeling (peniruan) sedangkan depresi

berpengaruh secara tidak langsung lewat perubahan sikap orang tua yang

cenderung mengabaikan anak.

Faktor lain yang tidak kalah pentingnya mempengaruhi perilaku anak adalah

pola asuh orang tua. Menurut Baumrind, Maccoby dan Martin (dalam

Hetherington & Parke, 1999) yang dikutip oleh Desvi (2005) mengatakan pola

Page 20: Tugas Metopen Fix

asuh orang tua yang permisif dan tidak mau terlibat berhubungan dengan

karakteristik anak yang impulsif, agresif dan memiliki ketrampilan sosial yang

rendah. Sedangkan anak yang orang tuanya otoriter cenderung menunjukkan dua

kemungkinan, berperilaku agresif atau menarik diri. Hal ini sejalan dengan

penelitian Chamberlain, dkk (dalam CPPRG, 1999) dikutip oleh Desvi (2005)

yang menyebutkan bahwa pola asuh orang tua yang berhubungan dengan

gangguan perilaku pada anak adalah penerapan disiplin yang keras dan tidak

konsisten, pengawasan yang lemah, ketidakterlibatan orang tua, dan penerapan

disiplin yang kaku.

c. Faktor lingkungan

Lingkungan di luar keluarga yang terutama berperan bagi perkembangan

perilaku anak adalah teman sebaya, lingkungan sekolah dan lingkungan

masyarakat. Anak-anak yang ditolak  dan memiliki kualitas hubungan yang

rendah dengan teman sebaya cenderung menjadikan agresivitas sebagai strategi

berinteraksi (Dishion, French & Patterson, 1995) dalam skripsi Desvi (2005).

Sementara, anak-anak yang agresif dan memiliki perilaku anti sosial akan ditolak

oleh teman sebaya dan lingkungannya sehingga mereka memilih bergabung

dengan teman sebaya yang memiliki perilaku sama seperti mereka, yang justru

akan memperparah perilaku mereka (Jimerson, dkk., 2002) dalam skripsi Desvi

(2005).

e. Indikator Temper Tantrum

Tasmin,(2001) yang dikutip dalam artikel ilmiah, mengemukakan bahwa

temper tantrum atau suatu luapan emosi yang meledak-ledak dan tidak terkontrol.

Temper Tantrum (untuk selanjutnya disebut sebagai Tantrum) seringkali muncul

Page 21: Tugas Metopen Fix

pada anak usia 15 (lima belas) bulan sampai 6 (enam) tahun. Tantrum biasanya

terjadi pada anak yang aktif dengan energi berlimpah. Tantrum juga lebih mudah

terjadi pada anak-anak yang dianggap “sulit”, dengan ciri-ciri sebagai berikut:

1. Memiliki kebiasaan tidur, makan dan buang air besar tidak teratur.

2. Sulit menyukai situasi, makanan dan orang-orang baru.

3. Lambat beradaptasi terhadap perubahan.

4. Moodnya (suasana hati) lebih sering negatif.

5. Mudah terprovokasi, gampang merasa marah atau kesal.

6. Sulit dialihkan perhatiannya.

Kebanyakan tantrum pada anak dialami ditempat tertentu dan pada orang

tertentu. Biasanya mereka ditempat-tempat publik setelah mendapatkan kata

“tidak” untuk sesuatu yang mereka inginkan. Tantrum biasanya berhenti saat anak

mendapatkan apa yang diinginkan. (Tavris;1989).

B. Kerangka Teori

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah diuraikan, dapat disusun kerangka

teori sebagai berikut :

Faktor Biologis :

- Kondisi biologis

Faktor Keluarga :

-Situasi perkawinan

-Proses sosialisasi

-Pola asuh orang tua

Faktor Lingkungan :

-Teman sebaya

-Sekolah

Temper Tantrum

1. Temper tantrum terkontrol

2. Temper tantrum tidak terkontrol

Page 22: Tugas Metopen Fix

C. Kerangka Konsep

variabel Independen Variabel Dependen

Variabel Pengganggu

Keterangan :

= Diteliti

= Tidak diteliti

D. Hipotesis

Menurut Arikunto (2002), hipotesis diartikan sebagai suatu teori sementara

yang kebenarannya perlu diuji. Ada dua hipotesis, yaitu hipotesis statistik atau

disebut hipotesis nol (Ho) dan hipotesis kerja (Ha) disebut hipotesis alternatif.

Hipotesa penelitian adalah jawaban sementara penelitian atau dalil sementara

yang sebenarnya akan dibuktikan dalam penelitian (Notoatmodjo, 2002).

Hipotesis penelitian ada hubungan antara pola asuh orang tua terhadap kejadian

temper tantrum di Paud Kelurahan Karangwangkal Purworkerto.

Pola asuh orang tua Temper TantrumTerkontrol

Tidak terkontrol

Faktor yang mempengaruhi

1. Kondisi biologis

2. Situasi perkawinan

3. Proses sosialisasi

4. Teman sebaya

5. Sekolah

6. Masyarakat

Page 23: Tugas Metopen Fix

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik korelasi dengan

menggunakan pendekatan cross sectional. Rancangan cross sectional merupakan

rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran atau pengamatan pada saat

bersamaan (Hidayat, 2007). Metode analitik korelasi ini digunakan untuk

mengukur hubungan antara pola asuh orang tua terhadap kejadian temper tantrum

anak usia toddler di PAUD Tunas Mulia Karangwangkal Purwokerto Utara.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di PAUD Tunas Mulia Karangwangkal Purwokerto

Utara pada bulan Maret-Agustus 2010.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Menurut Sugiyono (2004) dalam Hidayat (2009 : 60) populasi adalah

wilayah generalisasi yang terdiri atas : objek atau subjek yang mempunyai

kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari

dan kemudian ditarik kesimpulannya. Menurut Arikunto (2006) populasi adalah

keseluruhan objek subjek penelitian. Populasi yang diambil dalam penelitian ini

seluruh siswa PAUD Tunas Mulia Karangwangkal Purwokerto Utara yang

memiliki karakteristik tertentu yang sesuai dengan kriteria yang sudah peneliti

tetapkan yang berjumlah 86 orang.

Page 24: Tugas Metopen Fix

2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2006).

Menurut Hidayat (2009) sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti

atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Dalam

penelitian keperawatan, kriteria inklusi dan kriteria eksklusi, dimana kriteria

tersebut menentukan dapat dan tidaknya sampel tersebut digunakan.

Menurut Nursalam (2003) dalam Hidayat (2009 : 60) menyatakan bahwa

kriteria inklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian mewakili sampel

penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel. Perimbangan ilmiah menjadi

pedoman dalam menentukan kriteria inklusi. Sedangkan kriteria eksklusi

merupakan kriteria dimana subjek penelitian tidak dapat mewakili sampel karena

tidak memenuhi syarat sebagai sampel penelitian.

a. Anak Toddler

Kriteria Inklusi

1. Usia anak antara 2-4 tahun

2. Anak tercatat sebagai siswa PAUD Kelurahan Karangwangkal

3. Anak dalam kondisi sehat secara fisik dan psikologis

Kriteria Eksklusi

1. Memiliki keterbelakangan mental

2. Memiliki cacat tubuh (buta atau tuli)

b. Orang tua

Kriteria Inklusi

1. Orang tua kandung

2. Orang tua tinggal dalam satu rumah

Page 25: Tugas Metopen Fix

3. Orang tua yang dominan mengasuh anak

Kriteria Eksklusi

1. Orang tua tunggal (suami atau isteri)

2. Orang tua tinggal berjauhan

Untuk mendapatkan sampel yang tepat menggunakan rumus Solvin

(Nursalam, 2003) dengan rumus :

Dimana :

e= Standar error (10%)

= = = 46,24

Dari perhitungan rumus di atas didapatkan hasil akhir 46,24 dan apabila

dibulatkan menjadi 46. Jadi dalam penelitian ini jumlah sampel yang digunakan

yaitu 46 orang tua dan 46 anak yang ada di PAUD Tunas Mulia Karangwangkal

Purwokerto Utara.

D. Variabel Penelitian

Variabel adalah sebuah konsep yang dapat dibedakaan menjadi dua, yakni

yang bersifat kuantitatif dan kualitatif (Hidayat, 2009). Menurut Sudigdo (1995)

mengartikan variabel adalah karakteristik subjek penelitian yang berubah dari satu

subjek ke subjek lainnya.

Dalam penelitian keperawatan, terdapat beberapa jenis variabel, di

antaranya:

Page 26: Tugas Metopen Fix

a. Variabel independen atau variabel bebas

Variabel independen ini merupakan variabel yang menjadii sebab perubahan

atau timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel ini bebas dalam

mempengaruhi variabel lainnya.

b. Variabel Dependen atau variabel terikat

Variabel dependen ini merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi

akibat karena variabel bebas. Variabel ini tergantung dari variabel bebas

terhadap perubahan.

Variabel independen atau variabel bebas dalam penelitian ini yaitu pola asuh

orang tua, sedangkan variabel dependen atau variabel terikatnya kejadian temper

tantrum.

E. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional

berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti

melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau

fenomena. Definisi operasional ditentukan berdasarkan parameter yang dijadikan

ukuran dalam penelitian. Sedangkan cara pengukuran merupakan cara dimana

variabel dapat diukur dan ditentukan karakteristiknya (Hidayat, 2007).

Untuk memudahkan pemahaman dan pengukuran setiap variabel yang ada

dalam penelitian, maka setiap variabel harus dirumuskan secara operasional.

Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Page 27: Tugas Metopen Fix

1 Pola Asuh

Orang Tua

Model atau gaya

yang digunakan

oleh orang tua

(ayah dan ibu)

dalam merawat dan

mendidik anak-

anaknya

Dengan

menggunakan

lembar

kuesioner yang

terdiri dari 30

item

pernyataan

meliputi 10

tipe pola asuh

orang tua

otoriter, 10

tipe pernyataan

opla asuh

orang tua

permisif dan

10 tipe item

pernyataan

pola asuh

orang tua

demokratis.

Setiap item

diberi skor 0

untuk sangat

tidak setuju

Tipe pola asuh

orang tua

dikategorikan

dengan

menjumlahkan

nilai skor

tertinggi dari

setiap kategori

pola asuh.

Perhitungan

perolehan skor

tertinggi yang

dapat dikatakan

pola asuh

responden

tersebut tipe

otoriter, permisif,

dan demokratis.

Jika terdapat skor

yang sama maka

ditentukan oleh

pernyataan yang

menjadi key point

dari setiap

Nominal

Page 28: Tugas Metopen Fix

(STS), 1 untuk

tidak setuju

(TS), 2 setuju

(S), dan 3

sangat setuju

(SS)

masing-masing

tipe pola asuh

orang tua

2 Temper

Tantrum

Tindakan

‘ngambek’ atau

‘menangis’ yang

meledak-ledak

dilakukan anak

untuk mencari

perhatian orang

tuanya

Dengan

menggunakan

lembar

oberservasi

yang teridiri

dari 6

pertanyaan

sesuai dengan

indikator

temper tantrum

yang kemudian

diskor. Untuk

pertanyaan

yang dijawab

“ya” diberi

skor 1 dan

jawaban

“tidak” diberi

Hasil observasi

yang telah diskor

itu kemudian

dijumlahkan dan

lihat hasilnya jika

berada pada

rentang:

55-

100%=terkontrol

<55%=tidak

terkontrol

Ordinal

Page 29: Tugas Metopen Fix

skor 0.

Pengamat

memberikan

check ()

dimuka

pertanyaan

yang telah

tersusun

F. Instrumen Penelitian

Merupakan cara peneliti untuk mengumpulkan data dalam penelitian.

Sebelum melakukan pengumpulan data, perlu dilihat alat ukur pengumpulan data

agar dapat memperkuat hasil penelitian (Hidayat, 2009). Alat ukur yang

digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini dibedakan antara orang

tua dan anak.

a. Instrumen pola asuh orang tua

Instrumen penelitian untuk pola asuh orang tua menggunakan lembar

kuesioner yang diadopsi dari penelitian Joko Tri Suharsono (2009). Lembar

kuesioner itu dibuat sedemikian rupa agar benar-benar mampu mengukur apa

yang ingin diteliti. Dalam lebar kuesioner dibuat 30 item pernyataan yang masing-

masing mengacu pada indikator pola asuh orang tua. Skala yang digunakan dalam

lembar kuesioner yaitu skala likert, dimana setiap item diberi skor 0=STS, 1=TS,

2=S, dan 3=SS. Skala ini digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, persepsi

seseorang tentang gejala atau masalah yang ada di masyarakat atau yang

Page 30: Tugas Metopen Fix

dialaminya. Untuk menentukan salah satu tipe dari ketiga kategori tipe pola asuh

orang tua dinilai berdasarkan perhitungan perolehan skor tertinggi yang dapat

dikatakan pola asuh responden tersebut tipe otoriter, permisif, dan demokratis.

Jika terdapat skor yang sama maka ditentukan oleh pernyataan yang menjadi key

point dari setiap masing-masing tipe pola asuh orang tua. Pernyataan key point

untuk tipe pola asuh otoriter terdapat pada no.1,12, dan 22; tipe pola asuh permisif

ada pada no.3,10,dan 23 sedangkan tipe pola asuh demokratis terdapat pada no.2,

7, dan 14.

b. Instrumen anak

Alat ukur yang digunakan dalam meneliti anak yaitu kejadian temper

tantrumnya menggunakan lembar observasi. Hasil observasi yang telah diskor itu

kemudian dijumlahkan dan lihat hasilnya jika berada pada rentang: 55-

100%=terkontrol dan <55%=tidak terkontrol.

G. Validitas dan Reliabilitas

Validitas adalah alat ukur atau instrumen penelitian yang dapat diterima

sesuai standar. Uji validitas dapat menggunakan rumus Pearson Product Moment,

setelah itu diuji dengan menggunakan uji t dan dilihat penafsiran dari indeks

korelasinya (Hidayat,2009).

Rumus Pearson Product Moment:

Page 31: Tugas Metopen Fix

Dimana :

rhitung = koefisien korelasi

∑Xi = jumlah skor item

∑Yi = jumlah skor total (item)

n= jumlah responden

Pengukuran validitas kuesioner dilakukan untuk mengetahui tingkat

ketepatan dan kecermatan alat ukur untuk mengukur apa yang seharusnya diukur

(Notoatmodjo, 2002). Setelah mengukur validitas, maka perlu mengukur

reliabilitas data. Dalam mengukur reliabilitas dapat digunakan beberapa rumus, di

antaranya rumus koefisien reliabilitas Cronbach (Nurgiyantoro, 2000).

Dimana :

r = koefisien reliabilitas yang dicari

k = ∑ butir pernyataan (soal)

= Varians butir-butir pernyataan (soal)

= Varians skor test

H. Teknik Pengumpulan Data

a. Prosedur

1. Izin kepada kepala kantor kecamatan untuk disampaikan kepada kelurahan

bahwa akan dilakukan penelitian terhadap sejumlah sampel dengan

responden anak usia toddler yang tercatat sebagai siswa PAUD Tunas

Mulia Karangwangkal Purwokerto Utara dan orang tuanya dalam rangka

menyelesaikan pendidikan untuk memperoleh gelar sarjana.

Page 32: Tugas Metopen Fix

2. Setelah mendapat konfirmasi dari kelurahan baru meminta perizinan pada

pihak sekolah PAUD Tunas Mulia Karangwangkal Purwokerto Utara.

3. Uji validitas dan reliabilitas kuesioner

4. Menjelaskan tujuan kepada guru dan orang tua

5. Melakukan observasi

b. Jenis Data

1. Data primer

Data yang diperoleh dari jawaban di lembar kuesioner yang telah

dibagikan kepada responden.

2. Data sekunder

Data jumlah siswa yang diperoleh dari bagian administrasi dan data

mengenai kondisi perilaku anak.

I. Analisis Data

Dalam melakukan analisis, data terlebih dahulu harus diolah dengan tujuan

mengubah data menjadi informasi. Dalam proses pengolahan data terdapat

langkah-langkah yang harus ditempuh, di antaranya (Hidayat, 2009) :

1. Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh

atau dikumpulkan.

2. Coding

Page 33: Tugas Metopen Fix

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data

yang terdirir atas beberapa kategori.

3. Entri Data

Data entri adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke

dalam master tabel atau database komputer, kemudian membuat distribusi

frekuensi sederhana atau bisa juga membuat tabel kontingensi.

4. Melakukan Teknik Analisis

Dalam melakukan analisis, khususnya terhadap data penelitian akan

menggunakan ilmu statistik terapan yang disesuaikan dengan tujuan yang hendak

dianalisis.

Macam-macam analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :

a. Analisis univariat

Menghasilkan distribusi dan presentasi dari tiap variabel

b. Analisis bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara

pola asuh orang tua dengan kejadian temper tantrum. Uji statistik yang

digunakan yaitu uji Chi Square.

Rumus Uji Chi Square:

=

Dimana :

Page 34: Tugas Metopen Fix

X2 = uji signifikansi perbedaan frekuensi yang diobservasi dengan frekuensi yang

diharapkan

fo = frekuensi yang diperoleh berdasarkan data

fh = frekuensi yang diharapkan

J. Etika Penelitian

Masalah etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat

penting dalam penelitian, mengingat penelitian keperawatan berhubungan

langsung dengan manusia. Untuk itu perlu diperhatikan hal berikut :

1. Informed consent

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan

responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Tujuannya agar

subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya.

2. Anominity

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan

dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau

mencantumkan nama respondenpada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode

pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.

3. Kerahasiaan

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan

kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya

(Hidayat, 2009).

K. Jadwal Penelitian

No. KegiatanBulan Ke

3 4 5 6 7 8

Page 35: Tugas Metopen Fix

1. Pengajuan Judul

2. Survei Pendahuluan

3. Penyusunan Proposal

4. Pelaksanaan Penelitian

5. Penyusunan Hasil

DAFTAR PUSTAKA

Page 36: Tugas Metopen Fix

Agustine, Sanubari Dwika, 2007, Persepsi Orang Tua Tentang Temper Tantrum

dan Cara Mengatasi Pada Anak Usia 2-4 Tahun di PAUD Amanah Malang,

Universitas Muhamadiyah Malang, Malang.

Arikunto, S 2002, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, edisi revisi, PT

Rineka Cipta, Jakarta.

Arikunto, S 2006, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, edisi revisi VI,

PT Rineka Cipta, Jakarta.

Balson, Maurice 1987, Bagaimana Menjadi Orang Tua Yang Baik, Bumi Aksara,

Jakarta.

Carr, A 2001, Abnormal Psychology : Pschylogy focus, Pschylogy Press, East

Sussex.

Danny I Yatim, 1986, Kepribadian, Keluarga dan Narkotika, Ancan, Jakarta.

Desvi, Yanti 2005, Keterampilan Sosial Anak Menengah Akhir Yang Mengalami

Gangguan Perilaku, USU Repository, Sumatera Utara.

Hidayat, AA 2007, Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah, salemba

Medika, Jakarta.

Hidayat, AA 2009, Metode Penelitian Keperawatan dan Analisis Data, salemba

Medika, Jakarta.

Hurlock, Elizabeth, B, 1978, Perkembangan Anak, jilid 1, edisi keenam, Erlangga,

Jakarta.

Markum, A.H 1991. Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1, FK UI, Jakarta.

Martaniah, Mulyani 1964. Peranan Orang Tua dalam Perkembangan

Kepribadian, Jiwa Baru, Yogyakarta.

Notoatmodjo,S 2002, Konsep Perilaku kesehatan, Jurnal Interaksi, Jakarta.

Page 37: Tugas Metopen Fix

Nuraeni 2006, Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Pembentukan

Kepribadian Anak Taman Kanak-kanak, UNES, Semarang.

Nurgiyantoro, B 2000, Statistik Terapan Untuk Penelitian Ilmu-ilmu Sosial,

Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Nursalam 2003, Konsep dan Penerapan Metodologi Penulisan Ilmu

Keperawatan, Salemba Medika, Jakarta.

Potter&Perry 2005, Buku Ajar Fundamental Keperawatan:Konsep, Proses, dan

Praktik Edisi 4, volume 1, EGC, Jakarta.

Sastroasmoro, Sudigdo 1995, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis,

Binarupa Aksara, Jakarta.

Tavris, C 1989, Anger: The misunderstood emotion (rev.ed), Simon and Schuster,

New York.

Tim Penggerak PKK Pusat 1992, Pedoman Pola Asuh Anak Dalam Keluarga,

Jawa Tengah.

Utami, Budi Rahayu, 2008, Pengaruh Tingkat Pendidikan dan Tipe Pola Asuh

Orang Tua Terhadp Perkembangan Psikososial Anak Prasekolah di Taman

Kanak-kanak Aisyiyah II Nganjuk, Nganjuk.

http://dokteranakku.com/?p=143 diakses tanggal 8 April 2010.

http://www.medicalera.com/index.php?

view=article&id=239&option=com_content&format=pdf diakses tanggal 8

April 2010.

Lampiran 1

Page 38: Tugas Metopen Fix

KUESIONER POLA ASUH ORANG TUA

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP

KEJADIAN TEMPER TANTRUM PADA ANAK USIA TODDLER

DI PAUD TUNAS MULIA KARANGWANGKAL PURWOKERTO UTARA

Identitas

Nama orang tua :

Tempat tanggal lahir :

Nama siswa :

Umur siswa :

Pendidikan terakhir orang tua : SD/SLTP/SLTA/PT

Petunjuk pengisian kuesioner

Bacalah setiap pernyataan dibawah ini dengan seksama, kemudian berikan

jawaban saudara pada lembar jawaban bagi setiap pernyataan tersebut dengan cara

memberi tanda ceklist ( ), sebagai berikut :

SS = Apabila pernyataan tersebut sangat sesuai dengan keadaan yang saudara

rasakan

S = Apabila pernyataan tersebut sesuai dengan keadaan yang saudara rasakan

TS = Apabila pernyataan tersebut tidak sesuai dengan keadaan yang saudara

rasakan

STS = Apabila pernyataan tersebut sangat tidak sesuai dengan keadaan yang saudara

rasakan

Page 39: Tugas Metopen Fix

No Pernyataan STS TS S SS

1 Apapun yang terjadi, perintah saya harus

dilaksanakan, itulah ajaran yang saya tanamkan

kepada anak

2 Jika anak mengucapkan kata-kata yang tidak

sopan, saya akan menegurnya dan menjelaskan

padanya bahwa itu bukan perbuatan yang baik

3 Saya membebaskan anak saya berteman dengan

siapa saja dan melakukan aktivitas apa saja

4 Saya akan membuat jadwal untuk kegiatan

sehari-hari anak saya apabila dia tidak

mematuhinya, saya akan memberikan hukuman

5 Bila anak bermain dengan suasana ramai,

berbuat salah kepada temannya sewaktu

bermain, saya akan langsung memberi hukuman

6 Jika saya berbuat salah pada anak saya, saya

akan meminta maaf dan menjelaskan

masalahnya

7 Jika anak menggambar atau mencoret-coret

dinding, maka saya akan mengajaknya untuk

bersama-sama menghapus dinding tersebut dan

memberikan kertas buku untuk menggambar

Page 40: Tugas Metopen Fix

8 Jika anak saya berbuat kesalahan, saya tidak

memberinya hukuman tidak pula menegurnya

9 Bila anak minta bepergian atau bermain bersama

saya, saya sering tidak ada waktu

10 Saya membiarkan anak berbuat sesuka hatinya,

memberikan kebebasan pada anak untuk bermain

sesuka hati, saya jarang menegurnya

11 Saya menjelaskan pada anak alasan perlunya

tidur siang, sehingga mereka mengerti alasan

tersebut

12 Saya akan memarahi anak saya jika anak saya

tidak menuruti perintah saya

13 Bila anak membuang makanan yang tidak

disukainya, saya akan memberinya hukuman

14 Saya selalu berusaha untuk adil dan tidak berat

sebelah dalam menghadapi masalah yang

dialami oleh anak saya

15 Jika anak saya berkelahi dengan temannya, jika

anak bertengkar ketika bermain, saya akan

membiarkannya saja

16 Saya biasanya memberikan uang jajan pada anak

saya dan memberikan kebebasan kepadanya

Page 41: Tugas Metopen Fix

untuk membelanjakan yang dia mau

17 Kalau anak sedang malas berangkat sekolah saya

akan membiarkannya

18 Bila anak tidak menjalankan perintah saya, saya

akan memakluminya

19 Suasana di rumah saya cenderung serius dan

tertib

20 Saya akan mencubit anak saya jika dia tidak mau

mengerjakan tugas sekolahnya

21 Saya mengajak anak untuk mengatur waktu

bermain mereka

22 Anak saya harus menghabiskan setiap porsi

makannya, jika tidak maka saya akan

memberinya hukuman

23 Jika anak marah dan memecahkan barang

dengan sengaja saya tidak akan menegurnya

24 Apapun yang diminta oleh anak saya akan saya

penuhi, karena saya tidak ingin

mengecewakannya

25 Jika anak mengganggu adiknya, maka saya akan

menegurnya dengan keras

Page 42: Tugas Metopen Fix

26 Bila anak saya bertengkar, saya akan

menanyakan penyebab pertengkaran tersebut

27 Saya menanyakan kepada anak apa yang mereka

inginkan di hari libur

28 Jika anak saya sedih atau murung, saya akan

menanyakan alasannya

29 Suasana di rumah saya cenderung akrab dan

hangat

30 Saya selalu menyerahkan semua keputusan pada

anak

Lampiran 2

Page 43: Tugas Metopen Fix

PEDOMAN OBSERVASI TEMPER TANTRUM PADA ANAK

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP

KEJADIAN TEMPER TANTRUM PADA ANAK USIA TODDLER

DI PAUD TUNAS MULIA KARANGWANGKAL PURWOKERTO UTARA

Nama siswa :

Jenis kelamin :

Petunjuk

Berilah tanda ceklist ( ) pada kolom yang sudah disediakan dalam lembar observasi.

No Perilaku anak Ya Tidak Keterangan

1 Anak memiliki kebiasaan tidur, makan dan

buang air besar tidak teratur

2 Anak sulit menyukai situasi, makanan dan

orang-orang baru

3 Anak lambat beradaptasi terhadap perubahan

4 Anak memiliki kecenderungan suasana hati

yang lebih sering negatif

5 Anak mudah terprovokasi, gampang merasa

marah atau kesal

6 Anak sulit dialihkan perhatiannya

Page 44: Tugas Metopen Fix