BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Meningitis Ensefalitis merupakan penyakit yang menyerang system
saraf.Kebanyakan penyakit ini menyerang pada anak-anak. Banyak yang
tidak mengetahui sesungguhnya kedua penyakit ini berbeda meskipun
sebenarnya mirip. Meningitis adalah radang membran pelindung system saraf
pusat.Penyakit ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme, luka fisik, kanker,
obat-obatan tertentu. Meningitis adalah penyakit serius karena letaknya dekat
dengan otak dan tulang belakang, sehingga dapat menyebabkan kerusakan
kendali gerak, pikiran,bahkan kematian. Kebanyakan ksus meningitis
disebabkan oleh mikroorganisme,seperti virus, bakteri, jamur, atau parasit
yang menyebar dalam darah ke cairan otak. Sedangkan ensefalitis adalah
peradangan akut otak yang disebabkan oleh infeksi virus.Terkadang
ensefalitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri,seperti meningitis,atau
komplikasi dari penyakit lain seperti rabies (disebabkan oleh virus) atau sifilis
(disebabkan oleh bakteri). Penyakit parasit dan protozoa seperti
toksoplasmosis,malaria,atau primary amoebic meningoencephalitis, juga
dapat menyebabkan ensefalitis pada orang yang system kekebalan tubuhnya
kurang. Kerysakan otak terjadi karena otak terdorong terhadap tengkorak dan
menyebabkan kematian.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Meningitis dan Ensefalitis?
2. Apa saja klasifikasi Meningitis dan Ensefalitis?
3. Apa penyebab/ etiologi Meningitis dan Ensefalitis?
4. Bagaiamana patofisiologi Meningitis dan Ensefalitis?
5. Apa saja manifestasi klinis Meningitis dan Ensefalitis?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk diagnosa Meningitis dan
Ensefalitis?
7. Apa saja komplikasi Meningitis dan Ensefalitis?
1
8. Bagaimana penatalaksanaan medis Meningitis dan Ensefalitis?
9. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada klien dengan Meningitis
dan Ensefalitis?
C. Tujuan Penulisan
1. Memahami definisi dari Meningitis dan Ensefalitis.
2. Memahami klasifikasi Meningitis dan Ensefalitis.
3. Mengetahui penyebab/ etiologi Meningitis dan Ensefalitis.
4. Mengetahui patofisiologi dari Meningitis dan Ensefalitis.
5. Mengetahui manifestasi klinis dari Meningitis dan Ensefalitis.
6. Mengetahui pemeriksaan penunjang untuk diagnosa Meningitis dan
Ensefalitis.
7. Mengetahui komplikasi yang di timbulkan dari Meningitis dan
Ensefalitis.
8. Mengetahui penatalaksanaan medis Meningitis dan Ensefalitis.
9. Memahami konsep asuhan keperawatan pada klien dengan Meningitis
dan Ensefalitis.
D. Manfaat Penulisan
Harapan penulis setelah disusunnya makalah ini ialah mahasiswa lebih
memahami tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan Meningitis dan
Ensefalitis ,serta memberikan gambaran tentang aplikasi konsep dan teori
keperawatan dalam asuhan keperawatan pada pasien Meningitis dan
Ensefalitis, serta memberikan gambaran peran peran perawat sebagai pemberi
asuhan keperawatan
2
BAB II
PEMBAHASAN
I. KONSEP DASAR PENYAKIT
A. DEFINISI
1. Meningitis
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi
otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ
jamur .( NANDA, 2012 )
Meningitis adalah radang pada membran pelindung yang
menyelubungi otak dan sumsum tulang belakang, yang secara kesatuan
disebut meningen. ( Fransisca ,2008 )
Meningitis adalah peradangan pada meninges, membran dari otak dan
sumsum tulang belakang. Hal ini paling sering disebabkan oleh infeksi
(bakteri, virus, atau jamur), tetapi juga dapat diproduksi oleh iritasi kimia,
perdarahan subarachnoid, kanker dan kondisi lainnya. ( WHO, 2014 )
Meningitis merupakan inflamasi yang terjadi pada lapisan arahnoid
dan piamatter di otak serta spinal cord. Inflamasi ini lebih sering disebabkan
oleh bakteri dan virus meskipun penyebab lainnya seperti jamur dan protozoa
juga terjadi. (Donna D.,1999).
3
2. Ensefalitis
Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak oleh berbagai macam
mikroorganisme. (Purnawan junadi, 1982)
Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak oleh berbagai macam
microorganism. Pada ensefalitis terjadi peradangan jaringan otak yang dapat
mengenai selaput pembungkus otak dan medula spinalis (hasan, 1997).
Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri,
cacing, protozoa, jamur, ricketsia atau virus (Arif Mansur : 2000).
Encephalitis adalah infeksi yang mengenai sistem saraf pusat (SSP) yang
disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang nonpurulen. Penyebab
tersering dari encephalitis adalah virus kemudian herpes kompleks, arbovirus
dan jarang terjadi karena enreovirus, mumps, dan adenovirus. Encephalitis
bisa terjadi pasca infeksi campak, influenza, varicella, dan pascavaksinasi
pertusis. (Arifin mutaqqin, 2008)
B. KLASIFIKASI
1. Meningitis
a. Meningitis purulenta
Adalah radang selaput otak ( aracnoid dan piamater ) yang
menimbulkan eksudasi berupa pus, disebabkan oleh kuman non spesifik
4
dan non virus. Penyakit ini lebih sering didapatkan pada anak daripada
orang dewasa.
Meningitis purulenta pada umumnya sebagai akibat komplikasi
penyakit lain. Kuman secara hematogen sampai keselaput otak; misalnya
pada penyakit penyakit faringotonsilitis, pneumonia, bronchopneumonia,
endokarditis dan lain lain. Dapat pula sebagai perluasan perkontinuitatum
dari peradangan organ / jaringan didekat selaput otak, misalnya abses
otak, otitis media, mastoiditis dan lain lain.
Penyebab meningitis purulenta adalah sejenis kuman
pneomococcus, hemofilus influenza, stafhylococcus, streptococcus,
E.coli, meningococcus, dan salmonella.
Komplikasi pada meningitis purulenta dapat terjadi sebagai akibat
pengobatan yang tidak sempurna / pengobatan yang terlambat . pada
permulaan gejala meningitis purulenta adalah panas, menggigil, nyeri
kepala yang terus menerus, mual dan muntah, hilangnya napsu makan,
kelemahan umum dan rasa nyeri pada punggung dan sendi, setelah 12
(dua belas ) sampai 24 (dua pulu empat ) jam timbul gambaran klinis
meningitis yang lebih khas yaitu nyeri pada kuduk dan tanda tanda
rangsangan selaput otak seperti kaku kuduk dan brudzinski. Bila terjadi
koma yang dalam , tanda tanda selaput otak akan menghilang, penderita
takut akan cahaya dan amat peka terhadap rangsangan, penderita sering
gelisah, mudah terangsang dan menunjukan perubahan mental seperti
bingung, hiperaktif dan halusinasi. Pada keadaan yang berat dapat terjadi
herniasi otak sehingga terjadi dilatasi pupil dan koma.
b. Meningitis serosa ( tuberculosa )
Meningitis tuberculosa masih sering dijumpai di Indonesia, pada
anak dan orang dewasa. Meningitis tuberculosa terjadi akibat komplikasi
penyebab tuberculosis primer, biasanya dari paru paru. Meningitis bukan
terjadi karena terinpeksi selaput otak langsung penyebaran hematogen,
tetapi biasanya skunder melalui pembentukan tuberkel pada permukaan
otak, sumsum tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah
kedalam rongga archnoid.
5
Tuberkulosa ini timbul karena penyebaran mycobacterium
tuberculosa. Pada meningitis tuberkulosa dapat terjadi pengobatan yang
tidak sempurna atau pengobata yang terlambat. Dapat terjadi cacat
neurologis berupa parase, paralysis sampai deserebrasi, hydrocephalus
akibat sumbatan , reabsorbsi berkurang atau produksi berlebihan dari
likour serebrospinal. Anak juga biasa menjadi tuli atau buta dan kadang
kadang menderita retardasi mental.
2. Ensefalitis
a. Ensefalitis Supurativa
Bakteri penyebab ensefalitis supurativa adalah : staphylococcus aureus,
streptococcus, E.coli dan M.tuberculosa.
- Patogenesis
Peradangan dapat menjalar ke jaringan otak dari otitis
media,mastoiditis,sinusitis,atau dari piema yang berasal dari radang,
abses di dalam paru, bronchiektasi, empiema, osteomeylitis cranium,
fraktur terbuka, trauma yang menembus ke dalam otak dan
tromboflebitis. Reaksi dini jaringan otak terhadap kuman yang
bersarang adalah edema, kongesti yang disusul dengan pelunakan dan
pembentukan abses. Disekeliling daerah yang meradang berproliferasi
jaringan ikat dan astrosit yang membentuk kapsula. Bila kapsula
pecah terbentuklah abses yang masuk ventrikel.
- Manifestasi klinis
Secara umum gejala berupa trias ensefalitis seperti demam, kejang
dan kesadaran menurun. Bila berkembang menjadi abses serebri akan
timbul gejala-gejala infeksi umum, tanda-tanda meningkatnya tekanan
intracranial yaitu nyeri kepala yang kronik dan progresif,muntah,
penglihatan kabur, kejang, kesadaran menurun, pada pemeriksaan
mungkin terdapat edema papil. Tanda-tanda defisit neurologist
tergantung pada lokasi dan luas abses.
b. Ensefalitis siphylis
- Patogenesis
6
Disebabkan oleh Treponema pallidum. Infeksi terjadi melalui
permukaan tubuh umumnya sewaktu kontak seksual. Setelah
penetrasi melalui epithelium yang terluka, kuman tiba di sistim
limfatik, melalui kelenjar limfe kuman diserap darah sehingga terjadi
spiroketemia. Hal ini berlangsung beberapa waktu hingga menginvasi
susunansaraf pusat. Treponema pallidum akan tersebar diseluruh
korteks serebri dan bagianbagian lain susunan saraf pusat.
- Manifestasi klinis
Gejala ensefalitis sifilis terdiri dari dua bagian :
1. Gejala-gejala neurologis
Kejang-kejang yang datang dalam serangan-serangan, afasia,
apraksia, hemianopsia, kesadaran mungkin menurun,sering
dijumpai pupil Agryll- Robertson,nervus opticus dapat mengalami
atrofi. Pada stadium akhir timbul gangguanan-gangguan motorik
yang progresif.
2. Gejala-gejala mental
Timbulnya proses dimensia yang progresif, intelgensia yang
mundur perlahan-lahan yang mula-mula tampak pada kurang
efektifnya kerja, daya konsentrasi mundur, daya ingat berkurang,
daya pengkajian terganggu.
c. Ensefalitis Virus
Virus yang dapat menyebabkan radang otak pada manusia adalah
1. Virus RNA
- Paramikso virus : virus parotitis, irus morbili
- Rabdovirus : virus rabies
- Togavirus : virus rubella flavivirus (virus ensefalitis
Jepang B, virus dengue)
- Picornavirus : enterovirus (virus polio, coxsackie
A,B,echovirus)
- Arenavirus : virus koriomeningitis limfositoria.
2. Virus DNA
7
- Herpes virus : herpes zoster-varisella, herpes simpleks,
sitomegalivirus, virus Epstein-barr Poxvirus : variola, vaksinia
- Retrovirus : AIDS.
Manifestasi klinis
Dimulai dengan demam, nyeri kepala, vertigo, nyeri badan,
nausea, kesadaran menurun, timbul serangan kejang-kejang, kaku
kuduk, hemiparesis dan paralysis bulbaris.
d. Ensefalitis karena parasit
1) Malaria serebral
Plasmodium falsifarum penyebab terjadinya malaria serebral.
Gangguan utama terdapat didalam pembuluh darah mengenai parasit.
Sel darah merah yang terinfeksi plasmodium falsifarum akan melekat
satu sama lainnya sehingga menimbulkan penyumbatan-
penyumbatan. Hemorrhagic petechia dan nekrosis fokal yang tersebar
secara difus ditemukan pada selaput otak dan jaringan otak.Gejala-
gejala yang timbul : demam tinggi.kesadaran menurun hingga koma.
Kelainan neurologik tergantung pada lokasi kerusakan-kerusakan.
2) Toxoplasmosis
Toxoplasma gondii pada orang dewasa biasanya tidak
menimbulkan gejala-gejala kecuali dalam keadaan dengan daya
imunitas menurun. Didalam tubuh manusia parasit ini dapat bertahan
dalam bentuk kista terutama di otot dan jaringan otak.
3) Amebiasis
Amuba genus Naegleria dapat masuk ke tubuh melalui hidung
ketika berenang di air yang terinfeksi dan kemudian menimbulkan
meningoencefalitis akut. Gejala-gejalanya adalah demam akut,
nausea, muntah, nyeri kepala, kaku kuduk dan kesadaran menurun.
4) Sistiserkosis
Cysticercus cellulosae ialah stadium larva taenia. Larva menembus
mukosa dan masuk kedalampembuluh darah, menyebar ke seluruh
badan. Larva dapat tumbuh menjadi sistiserkus, berbentuk kista di
dalam ventrikel dan parenkim otak. Bentuk rasemosanya tumbuh
8
didalam meninges atau tersebar didalam sisterna. Jaringan akan
bereaksi dan membentuk kapsula disekitarnya. Gejala-gejala
neurologik yang timbul tergantung pada lokasi kerusakan.
e. Ensefalitis karena fungus
Fungus yang dapat menyebabkan radang antara lain : candida
albicans, Cryptococcus neoformans,Coccidiodis, Aspergillus, Fumagatus
dan Mucor mycosis. Gambaran yang ditimbulkan infeksi fungus pada
sistim saraf pusat ialah meningo-ensefalitis purulenta. Faktor yang
memudahkan timbulnya infeksi adalah daya imunitas yang menurun.
f. Riketsiosis serebri
Riketsia dapat masuk ke dalam tubuh melalui gigitan kutu dan
dapatmenyebabkan Ensefalitis. Di dalam dinding pembuluh darah timbul
noduli yangterdiri atas sebukan sel-sel mononuclear, yang terdapat pula
disekitar pembuluhdarah di dalam jaringan otak. Didalam pembuluh
darah yang terkena akan terjadi trombosis. Gejala-gejalanya ialah nyeri
kepala, demam, mula-mula sukar tidur, kemudian mungkin kesadaran
dapat menurun. Gejala-gejala neurologik menunjukan lesi yang tersebar.
C. ETIOLOGI
1. MENINGITIS
Meningitis disebabkan oleh berbagai macam organisme, tetapi kebanyakan
pasien dengan meningitis mempunyai faktor predisposisi seperti fraktur
tulang tengkorak, infeksi, operasi otak atau sum-sum tulang belakang.
macam-macam penyebab meningitis:
a. Meningitis bacterial ( meningitis sepsis )
Meningitis bacterial adalahh suatu keadaan ketika selaput dari otak
mengalami peradangan akibat bakteri. Bakteri paling sering dijumpai
pada meningitis bakteri akut yaitu Neiserria Meningitidis ( meningitis
meningokokus ), sterptococus pneumonia ( pada dewasa ), dan
haemophilus influenza ( pada anak-anak dan dewasa muda ). Ketiga
organisme ini menyebabkan sekitar 75% kasus meningitis bakteri. Bentuk
penularannya melalui kontak langsung, yang mencakup droplet dan secret
9
dari hidung dan tenggorok yang membawa kuman atau infeksi dari orang
lain. Akibatnya, banyak yang tidak berkembang menjadi infeksi tetapi
menjadi pembawa (carrier). Tubuh akan berespon terhadap bakteri
sebagai benda asing dan berespon dengan terjadinya peradangan dengan
adanya neutrofil, monosit dan limfosit. Cairan eksudat yang terdiri dari
bakteri, fibrin dan lekosit terbentuk di ruangan subrahcnoid ini akan
terkumpul di dalam cairan otak sehingga dapat menyebabkan lapisan
yang tadinya tipis menjadi tebal. Dan pengumpulan cairan ini akan
menyebabkan peningkatan intrakranial. Hal ini akan menyebabkan
jaringan otak akan mengalami infark.
b. Meningitis virus ( meningitis aseptis )
Meningitis virus adalah infeksi pada meningen; cenderung jinak dan bisa
sembuh sendiri. Virus biasanya bereplikasi sendiri ditempat terjadinya
infeksi awal (misalnya sistem nasofaring dan saluran cerna) dan
kemudian menyebar kesistem saraf pusat melalui sistem vaskuler.
Virus penyebab meningitis dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu
virus RNA (ribonuclear acid) dan virus DNA (deoxyribo nucleid acid).
Contoh virus RNA adalah enterovirus (polio), arbovirus (rubella),
flavivirus (dengue), mixovirus (influenza, parotitis, morbili). Sedangkan
contoh virus DNA antaa lain virus herpes, dan retrovirus (AIDS).
c. Meningitis Jamur
Meningitis Cryptococcus adalah infeksi jamur yang mempengaruhi
sistem saraf pusat pada klien dengan AIDS. Infeksi jamur dan parasit
pada susunan saraf pusat merupakan penyakit oportunistik yang pada
beberapa keadaan tidak terdiagnosa sehingga penanganannya juga sulit.
Manifestasi infeksi jamur dan parasit pada susunan saraf pusat dapat
berupa meningitis (paling sering) dan proses desak ruang (abses atau
kista).
Gejala klinisnya bervariasi tergantung dari system kekebalan tubuh yang
akan berefek pada respon inflamasi Respon inflamasi yang ditimbulkan
pada klien dengan menurunnya sistem imun antara lain: bisa
demam/tidak, sakit kepala, mual, muntah dan menurunnya status mental.
10
Faktor resiko terjadinya meningitis :
1) Infeksi sistemik
Didapat dari infeksi di organ tubuh lain yang akhirnya menyebar
secara hematogen sampai ke selaput otak, misalnya otitis media
kronis, mastoiditis, pneumonia, TBC, perikarditis, dll.
Pada meningitis bacterial, infeksi yang disebabkan oleh bakteri terdiri
atas faktor pencetus sebagai berikut diantaranya adalah :
o Otitis media
o Pneumonia
o Sinusitis
o Sickle cell anemia
o Fraktur cranial, trauma otak
o Operasi spinal
o Meningitis bakteri juga bisa disebabkan oleh adanya penurunan
system kekebalan tubuh seperti AIDS.
2) Trauma kepala
Bisanya terjadi pada trauma kepala terbuka atau pada fraktur basis
cranii yang memungkinkan terpaparnya CSF dengan lingkungan luar
melalui othorrhea dan rhinorrhea
3) Kelainan anatomis
Terjadi pada pasien seperti post operasi di daerah mastoid, saluran
telinga tengah, operasi cranium.
2. Ensefalitis
Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis,
misalnya bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirochaeta, dan virus. Bakteri
penyebab ensefalitis adalah Staphylococcus aureus, streptokok, E. Coli, M.
Tuberculosa dan T. Pallidum. Encephalitis bakterial akut sering disebut
encephalitis supuratif akut (Mansjoer, 2000).
Penyebab lain dari ensefalitis adalah keracunan arsenik dan reaksi toksin
dari demam tipoid, campak dan chicken pox / cacar air. Penyebab
encephalitis yang terpenting dan tersering ialah virus. Infeksi dapat terjadi
11
karena virus langsung menyerang otak, atau reaksi radang akut infeksi
sistemik atau vaksinasi terdahulu.
Klasifikasi encephalitis berdasar jenis virus serta epidemiologinya ialah:
a. Infeksi virus yang bersifat endemik
Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus ECHO.
Golongan virus Arbo : Western equine encephalitis, St. Louis
encephalitis, Eastern equine encephalitis, Japanese B encephalitis,
Russian spring summer encephalitis, Murray valley encephalitis.
b. Infeksi virus yang bersifat sporadik : Rabies, Herpes simpleks, Herpes
zoster, Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic choriomeningitis, dan
jenis lain yang dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.
c. Encephalitis pasca-infeksi : pasca-morbili, pasca-varisela, pasca-rubela,
pasca-vaksinia, pasca-mononukleosis infeksius, dan jenis-jenis lain yang
mengikuti infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik. (Robin cit.
Hassan, 1997).
D. PATHOFISIOLOGI
1. Meningitis
Otak dilapisi oleh tiga lapisan, yaitu: duramater, arachnoid, dan piamater.
Cairan otak dihasilkan di dalam pleksus choroid ventrikel bergerak/mengalir
melalui sub arachnoid dalam sistem ventrikuler dan seluruh otak dan sumsum
tulang belakang, direabsorbsi melalui villi arachnoid yang berstruktur seperti
jari-jari di dalam lapisan subarachnoid. Organisme masuk ke dalam aliran
darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam meningen dan di bawah
korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah
serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat
meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar
sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang juga menyebar ke dinding
membran ventrikel serebral. Cairan hidung (sekret hidung) atau sekret telinga
yang disebabkan oleh fraktur tulang tengkorak dapat menyebabkan
meningitis karena hubungan langsung antara cairan otak dengan lingkungan
(dunia luar), mikroorganisme yang masuk dapat berjalan ke cairan otak
12
melalui ruangan subarachnoid. Adanya mikroorganisme yang patologis
merupakan penyebab peradangan pada piamater, arachnoid, cairan otak dan
ventrikel.
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari oroaring dan diikuti dengan
septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian
atas. Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis
intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah
pertahanan otak (barier oak), edema serebral dan peningkatan TIK. Faktor
predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media,
mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf
baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang melalui
nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid menuju otak
dan dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini penghubung yang
menyokong perkembangan bakteri.
Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi
meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal,
kolaps sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada
sindromWaterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya kerusakan
endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh meningokokus.
Selain dari adanya invasi bakteri, virus, jamur maupun protozoa, point
d’entry masuknya kuman juga bisa melalui trauma tajam, prosedur operasi,
dan abses otak yang pecah, penyebab lainnya adalah adanya rinorrhea,
otorrhea pada fraktur bais cranii yang memungkinkan kontaknya CSF dengan
lingkungan luar.
13
POHON MASALAH
14
2. Ensefalitis
Virus masuk ke tubuh pasien melalui kulit, saluran nafas dan saluran cerna.
Setelah masuk ke dalam tubuh, virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan
beberapa cara :
Lokal
Setempat virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan
atau organ tertentu.
Penyebaran hematogen primer
virus masuk ke dalam darah menyebar ke organ dan berkembang biak di
organ tersebut.
Penyebaran melalui saraf-saraf
virus berkembang biak di permukaan selaput lendir dan menyebar melalui
sistem saraf.
Setelah terjadi penyebaran ke otak terjadi manifestasi klinis
ensefalitis. Masa prodromal berlangsung selama 1-4 hari ditandai dengan
demam, sakit kepala, pusing, muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri
ekstremitas dan pucat. Suhu badan meningkat, fotophobia, sakit kepala,
muntah-muntah, latergi kadang disetai dengan kaku kuduk apabila infeksi
mengenai meningen. Pada anak, tampak gelisah kadang disertai
perubahan perilaku. Dapat berupa gangguan penglihatan, pendengaran,
bicara, serta kejang. Gejela lain berupa gelisah, rewel, perubahan
perilaku, gangguan kesadaran dan kejang. Kadang-kadang disertai tanda
neurologis fokal berupa afasia, hemiparesis, ataksia, dan paralisis saraf
otak.
15
POHON MASALAH
16
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Meningitis
Manifestasi klinis Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan
TIK :
a. Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering)
b. Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif,
dan koma.
c. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sebagai berikut
1) Rigiditas nukal ( kaku leher ). Upaya untuk fleksi kepala mengalami
kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.
2) Tanda kernig positip
ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadan fleksi kearah
abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.
3) Tanda brudzinki (+)
Bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut dan
pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada
salah satu sisi maka gerakan yang sama terlihat peda sisi ektremita
yang berlawanan.
d.
Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.
e. Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat
eksudat purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda perubahan
karakteristik tanda-tanda vital (bradikardi), pernafasan tidak teratur, sakit
kepala, muntah dan penurunan tingkat kesadaran.
17
f. Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal.
g. Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia : demam tinggi tiba-
tiba muncul, lesi purpura yang menyebar, syok dan tanda koagulopati
intravaskuler diseminata
2. Ensefalitis
Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis ensefalitis lebih
kurang sama dan khas, sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnosis.
Secara umum,gejala berupa trias ensepalitis yang terdiri dari demam, kejang
dan kesadaran menurun, sakit kepala, kadang disertai kaku kuduk apabila
infeksi mengenai meningen,dapat terjadi gangguan pendengaran dan
penglihatan. (Mansjoer,2000).
Adapun tanda dan gejala ensefalitis sebagai berikut :
a. Suhu yang mendadak naik,seringkali ditemukan hiperpireksia
b. Kesadaran dengan cepat menurun
c. Muntah
d. Kejang- kejang yang dapat bersifat umum, fokal atau twiching saja
(kejang-kejang di muka)
e. Gejala-gejala serebrum lain, yang dapat timbul sendiri-sendiri atau
bersama-sama, misal paresis atau paralisis, afasia, dan sebagainya.
Inti dari sindrom ensefalitis adalah adanya demam akut, demam
kombinasi tanda dan gejala: kejang, delirium, bingung, stupor atau
koma, aphasia hemiparesis dengan asimetri refleks tendon dan tanda
babinski, gerakan infolunter, ataxia, nystagmus, kelemahan otot-otot
wajah.
Perbedaan Meningitis dan Ensefalitis
Ensefalitis Meningitis
Kesadaran Keadaran relative masih baik
Lokasi terinfeksi dijaringan
otak
Lokasi terinfeksi di selaput otak
Banyak disebabkan virus Banyak disebabkan bakteri
18
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Meningitis
Pemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisa cairan
otak. Analisa cairan otak diperiksa untuk jumlah sel, protein, dan konsentrasi
glukosa Lumbal Pungsi. Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk
menganalisa hitung jenis sel dan protein.cairan cerebrospinal, dengan syarat
tidak ditemukan adanya peningkatan TIK. Lumbal fungsi tidak bisa
dikerjakan pada pasien dengan peningkatan tekanan intra kranial..
Meningitis bacterial
Tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, leukosit dan protein
meningkat, glukosa menurun, kultur posistif terhadap beberapa jenis
bakteri.
Meningitis virus : tekanan bervariasi, CSF jernih, leukositosis, glukosa
dan protein normal, kultur biasanya negative.
Kaku kuduk pada meningitis bisa ditemukan dengan melakukan
pemeriksaan fleksi pada kepala klien yang akan menimbulkan nyeri,
disebabkan oleh adanya iritasi meningeal khususnya pada nervus cranial
ke XI, yaitu Asesoris yang mempersarafi otot bagian belakang leher,
sehingga akan menjadi hipersensitif dan terjadi rigiditas.
Sedangan pada pemeriksaan Kernigs sign (+) dan Brudzinsky sign
(+) menandakan bahwa infeksi atau iritasi sudah mencapai ke medulla
spinalis bagian bawah.
Pemeriksaan darah ini terutama jumlah sel darah merah yang
biasanya meningkat diatas nilai normal. Serum elektrolit dan serum
glukosa dinilai untuk mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan
elektrolit terutama hiponatremi. Kadar glukosa darah dibandingkan
dengan kadar glukosa cairan otak. Normalnya kadar glukosa cairan otak
adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan pada pasien meningitis kadar
glukosa cairan otaknya menurun dari nilai normal.
Glukosa serum: meningkat (meningitis)
LDH serum: meningkat (meningitis bakteri)
19
Sel darah putih: sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil
(infeksi bakteri)
Elektrolit darah: Abnormal
ESR/LED: meningkat pada meningitis
MRI/CT-scan: dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat
ukuran/letak ventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik atau
tumor
Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine: dapat mengindikasikan
daerah pusat infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi
Ronsen dada/kepala/ sinus: mungkin ada indikasi sumber infeksi
intra kranial
Arteriografi karotis : Letak abses
2. Ensefalitis
a. Biakan :
1) Dari darah : viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar
untuk mendapatkan hasil yang positif.
2) Dari likuor serebrospinalis atau jaringan otak (hasil nekropsi), akan
didapat gambaran jenis kuman dan sensitivitas terhadap antibiotika.
3) Dari feses, untuk jenis enterovirus sering didapat hasil yang positif.
4) Dari swap hidung dan tenggorokan, akan didapat hasil kultur positif.
b. Pemeriksaan serologis : uji fiksasi komplemen, uji inhibisi hemaglutinasi
dan uji neutralisasi. Pada pemeriksaan serologis dapat diketahui reaksi
antibodi tubuh, IgM dapat dijumpai pada awal gejala penyakit timbul.
c. Pemeriksaan darah : terjadi peningkatan angka leukosit.
d. Fungsi lumbal Likuor serebospinalis sering dalam batas normal, kadang-
kadang ditemukan sedikit peningkatan jumlah sel, kadar protein atau
glukosa.
e. EEG/ Electroencephalography EEG sering menunjukkan aktifitas listrik
yang merendah sesuai dengan kesadaran yang menurun. Adanya kejang,
koma, tumor, infeksi sistem saraf, bekuan darah, abses, jaringan parut
20
otak, dapat menyebabkan aktivitas listrik berbeda dari pola normal irama
dan kecepatan. (Smeltzer, 2002).
f. CT scan Pemeriksaan CT scan otak seringkali didapat hasil normal, tetapi
bisa pula didapat hasil edema diffuse, dan pada kasus khusus seperti
Ensefalitis herpes simplex, ada kerusakan selektif pada lobus inferomedial
temporal dan lobus frontal .
o Gambaran cairan serebrospinal dapat dipertimbangkan meskipun tidak
begitu membantu. Biasanya berwarna jernih , jumlah sel 50- 200
dengan dominasi limfasit. Kadar protein kadang-kadang meningkat,
sedangkan glukosa masih dalam batas normal.
o Gambaran EEG Memperlhatkan proses inflamasi difus (aktifitas
lambat bilateral). Bila terdapat tanda klinis flokal yang ditunjang
dengan gambaran EEG atau CT scan dapat dilakukan biopal otak di
daerah yang bersangkutan. Bila tidak ada tanda klinis flokal, biopsy
dapat dilakukan pada daerah lobus temporalis yang biasanya menjadi
predileksi virus Herpes Simplex.
G.KOMPLIKASI
1. Meningitis
Komplikasi yang muncul pada anak dengan meningitis, antara lain:
a. Munculnya cairan pada lapisan subdural (efusi subdural). Cairan ini
muncul karena adanya desakan pada intrakranial yang meningkat
sehingga memungkinkan lolosnya cairan dari lapisan otak ke daerah
subdural.
b. Peradangan pada daerah ventrikuler ke otak (ventrikulitis). Abses pada
meningen dapat sampai ke jaringan kranial lain baik melalui perembetan
langsung maupun hematogen termasuk ke ventrikuler.
c. Hidrosepalus. Peradangan pada meningen dapat merangsang kenaikan
produksi Liquor Cerebro Spinal (LCS). Cairan LCS pada meningitis lebih
kental sehingga memungkinkan terjadinya sumbatan pada saluran LCS
21
yang menuju medulla spinalis. Cairan tersebut akhirnya banyak tertahan
di intrakranial.
d. Kelumpuhan saraf kranial merupakan komplikasi umum pada meningitis
bakterial
e. Abses otak. Abses otak terjadinya apabila infeksi sudah menyebar ke otak
karena meningitis tidak mendapat pengobatan dan penatalaksanaan yang
tepat.
f. Epilepsi
g. Retardasi mental. Retardasi mental kemungkinan terjadi karena
meningitis yang sudah menyebar ke serebrum sehingga mengganggu
gyrus otak anak sebagai tempat menyimpan memori.
h. Serangan meningitis berulang. Kondisi ini terjadi karena pengobatan yang
tidak tuntas atau mikroorganisme yang sudah resisten terhadap antibiotik
yang digunakan untuk pengobatan.
i. Komplikasi lanjutan yang dialami oleh klien adalah menjadi tuli akibat
kerusakan saraf kranial VIII.
2. Ensefalitis
Angka kematian untuk ensefalitis ini masih tinggi, berkisar antara 35-
50 %, dari pada penderita yangb hidup 20-40 % mempunyai komplikasi atau
gejala sisa berupa paralitis. Gangguan penglihatan atau gejala neurologik
yang lain. Penderita yang sembuh tanpa kelainan neurologik yang
nyata,dalam perkembangan selanjutnya masih mungkin menderita retardasi
mental, gangguan tingkah laku dan epilepsi.
H.PENATALAKSANAAN
1. Meningitis
a. Penatalaksanaan Terapeutik
- Isolasi
- Terapi antimikroba: antibiotik yang diberikan berdasarkan pada hasil
kultur, diberikan dengan dosis tinggi melalui intravena.
- Mempertahankan hidrasi optimum: mengatasi kekurangan cairan dan
mencegah kelebihan cairan yang dapat menyebabkan edema.
22
- Mencegah dan mengobati komplikasi: aspirasi efusi subdural (pada
bayi), terapi heparin pada anak yang mengalami DIC,
- Mengontrol kejang
- Mempertahankan ventilasi
- Mengurangi meningkatnya tekanan intra cranial
- Penatalaksanaan syok bacterial
- Mengontrol perubahan suhu lingkungan yang ekstrim
- Memperbaiki anemia
b. Penatalaksanaan Medis
- Antibiotik sesuai jenis agen penyebab
- Steroid untuk mengatasi inflamasi
- Antipiretik untuk mengatasi demam
- Antikonvulsant untuk mencegah kejang
- Neuroprotector untuk menyelamatkan sel-sel otak yang masih bisa
dipertahankan
- Pembedahan.
- Pemberian cairan intravena.
Perawatan
a. Pada waktu kejang
1) Longgarkan pakaian, bila perlu dibuka.
2) Hisap lendir
3) Hindarkan penderita dari jatuh
b. Bila penderita tidak sadar lama.
1) Beri makanan melalui sonda.
2) Cegah dekubitus dan pnemunia ortostatik dengan merubah posisi
penderita sesering mungkin.
3) Cegah kekeringan kornea dengan boor water atau saleb
antibiotika.
c. Pada inkontinensia urine lakukan katerisasi.
d. Pemantauan ketat.
1) Tekanan darah
2) Respirasi
23
3) Nadi
4) Produksi air kemih
2. Ensefalitis
Penatalaksanaan yang dilakukan pada ensefalitis antara lain :
a. Isolasi : isolasi bertujuan mengurangi stimuli/rangsangan dari luar dan
sebagai tindakan pencegahan.
b. Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur. Obat yang mungkin dianjurkan
oleh dokter :
- Ampicillin : 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis.
- Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis.
- Bila encephalitis disebabkan oleh virus (HSV), agen antiviral
acyclovir secara signifikan dapat menurunkan mortalitas dan
morbiditas HSV encephalitis. Acyclovir diberikan secara intravena
dengan dosis 30 mg/kgBB per hari dan dilanjutkan selama 10-14
hari untuk mencegah kekambuhan (Victor, 2001).
- Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika secara
polifragmasi.
c. Mengurangi meningkatnya tekanan intrakranial : manajemen edema
otak
- Mempertahankan hidrasi, monitor balans cairan : jenis dan jumlah
cairan yang diberikan tergantung keadaan anak.
- Glukosa 20%, 10 ml intravena beberapa kali sehari disuntikkan
dalam pipa giving set untuk menghilangkan edema otak.
- Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga digunakan
untuk menghilangkan edema otak.
d. Mengontrol kejang : Obat antikonvulsif diberikan segera untuk
memberantas kejang. Obat yang diberikan ialah valium dan atau luminal.
- Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali.
- Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagi bia diulang dengan dosis
yang sama.
- Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan
valium drip dengan dosis 5 mg/kgBB/24 jam.
24
e. Mempertahankan ventilasi : Bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai
kebutuhan (2 - 3l / menit).
f. Penatalaksanaan shock septik.
g. Mengontrol perubahan suhu lingkungan.
h. Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan kompres pada permukaan
tubuh yang mempunyai pembuluh besar, misalnya pada kiri dan kanan
leher, ketiak, selangkangan, daerah proksimal betis dan di atas kepala.
Sebagai hibernasi dapat diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari dan
phenergan 4 mg/kgBB/hari secara intravena atau intramuscular dibagi
dalam 3 kali pemberian. Dapat juga diberikan antipiretikum seperti
asetosal atau parasetamol bila keadaan telah memungkinkan pemberian
obat per oral (Hassan, 1997).
II. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien
Nama klien, tanggal lahir, umur, jenis kelamin, agama, bangsa, bahasa,
pendidikan, pekerjaan. Status pernikahan, alamat/ no. Telp., tanggal masuk
RS, no. Registrasi, diagnosa medis, sumber informasi, tanggal pengkajian.
2. Riwayat Penyakit
a. Kesehatan Sekarang
1) Alasan masuk RS: hal yang mendorong klien mencari pertolongan
tenaga kesehatan.
2) Keluhant utama: panas badan meningkat 1-4 hari, kejang, kesadaran
menurun, gelisah, muntah-muntah, sakit kepala, dan perkembangan
penyakit saat ini dan sekarang yang masih dirasakan dengan kriteria
PQRST.
3) Upaya dan terapi yang telah dilakukan untuk mengatasinya
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien sebelumnya menderita batuk , pilek kurang lebih 1-4 hari,
pernah menderita penyakit Herpes, penyakit infeksi pada hidung,telinga
dan tenggorokan.
25
Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien
seperti pemakaian oba kortikosteroid, pemakaian jenis-jenis antibiotic
dan reaksinya (untuk menilai resistensi pemakaian antibiotic) dapat
meningkatkan komprehensifnya pengkajian.Pengkajian riwayat ini dapat
mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan
data dasar untuk mengkaji lebh jauh serta untuk memberikan tindakan
selanjutnya.
kapan terakhir diberi imunisasi DTP karena ensafalitis dapat terjadi
post imunisasi pertusis.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus
contoh: Herpes dan lain-lain. Bakteri contoh: Staphylococcus Aureus,
Streptococcus, E. Coli , dan lain-lain.
d. Riwayat Psikososial
Pola peran berhubungan dengan keluarga, orang lain, dan tim kesehatan
apakah baik dan tidak ada masalah.
e. Riwayat Spiritual
Dapat terjadi gangguan dalam melaksanakan ibadah rutin yang biasa
dilakukan berhubungan dengan keterbatasan gerak dan nyeri yang dapat
mempengaruhi kegiatan ibadah rutin yang biasa dilakukan klien sehari-
hari.
f. Riwayat Sosial
Faktor menderita meningitis dan ensafilitis dapat menyebabkan interaksi
sosial klien dengan keluarga atau dengan orang lain: perubahan peran:
isolasi diri.
3. Pemenuhan Kebutuhan Dasar
a. aktivitas / Istirahat
Gejala:
Perasaan tidak enak (malaise).
Keterbatasan yang ditimbulkan oleh kondisinya.
Tanda:
Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter.
26
Kelemahan secara umum, keterbatasan dalam rentang gerak.
b. Sirkulasi
Gejala
Adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis, beberapa
Penyakit jantung kongenital (abses otak).
Tanda:
TIK dan pengaruh pada pusat vasomotor.
Takikardia, disritmia (pada Tekanan darah meningkat, nadi
menurun, dan tekanan nadi berat (berhubungan dengan
peningkatan fase akut), seperti disritmia sinus (pada
meningitis).
c. Eliminasi
Tanda :
Adanya inkontinensia dan / atau retensi.
d. Makanan / Cairan
Gejala :
Kehilangan nafsu makan.
Kesulitan menelan (pada periode akut).
Tanda :
Anoreksia, muntah.
Turgor kulit jelek, membran mukosa kering.
e. Hygiene
Tanda :
Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri
(pada periode akut).
f. Neurosensori
Gejala :
Sakit kepala (mungkin merupakan gejala pertama dan biasanya
berat).
27
Parestesia, terasa kaku pada semua persarafan yang terkena,
kehilangan sensasi (kerusakan pada saraf kranial). Hiperalgesia
/ meningkatnya sensitivitas pada nyeri (mengitis).
Timbul kejang (meningitis bakteri atau abses otak).
Gangguan dalam penglihatan, seperti diplopia (fase awal dari
beberapa infeksi).
Fotofobia (pada meningitis).
Ketulian (pada meningitis atau ensefalitis) atau mungkin
hipersensitif terhadap kebisingan.
Adanya halusinasi penciuman atau sentuhan.
Tanda :
Status mental / tingkat kesadaran: letargi sampai kebingungan
yang berat hingga koma, delusi dan halusinasi / psikosis
organik (ensefalitis).
Kehilangan memori, sulit dalam mengambil keputusan (dapat
merupakan awal gejala berkembangnya hidrosefalus
komunikan yang mengikuti meningitis bakterial).
Afasia / kesulitan dalam berkomunikasi.
Mata (ukuran / reaksi pupil); unisokor atau tidak berespons
terhadap cahaya (peningkatan TIK), nistagmus (bola mata
bergerak-gerak terus-menerus).
Ptosis (kelopak mata atau jatuh). Karakteristik fasial (wajah):
perubahan pada fungsi motorik dan sensorik (saraf kranial V
dan VII terkena).
Kejang umum atau lokal (pada fase abses otak), kejang lobus
temporal. Otot mengalami hipotonia / flaksid paralisis (pada
fase akut meningitis), spastik (ensefalitis).
Hemiparese atau hemiplegia (meningitis / ensefalitis).
Tanda Brudzinski positif dan atau tanda kernig positif
merupakan indikasi adanya iritasi meningeal (fase akut).
Rigiditas nukal (iritasi meningeal).
Refleks tendon dalam: terganggu, Babinski positif.
28
Refleks abdominal menurun / tidak ada, refleks kremastetik
hilarg pada laki-laki (meningitis).
g. Nyeri / Kenyaman
Gejala :
Sakit kepala (berdenyut dengan hebat, frontal) mungkin akan
diperburuk oleh ketegangan leher / punggung kaku; nyeri pada
gerakan okular, fotosensitivitas, sakit; tenggorok nyeri.
Tanda :
Tampak terus terjaga, perilaku distraksi/gelisah.
Menangis/mengaduh/ mengeluh.
h. Pernapasan
Gejala :
Adanya riwayat infeksi sinus atau paru (abses otak).
Tanda :
Peningkatan kerja pernapasan (episode awal).
Perubahan mental (letargi sampai koma) dan gelisah.
i. Keamanan
Gejala :
Adanya riwayat infeksi saluran napas atas / infeksi lain,
meliputi: mastoiditis, telinga tengah, sinus, abses gigi; infeksi
pelvis, abdomen atau kulit, fungsi lumbal, pembedahan, fraktur
pada tengkorak / cedera kepala, anemia sel sabit.
Imunisasi yang baru saja berlangsung; terpajan pada
meningitis, terpajan oleh campak, chickenpox, herpes simpleks,
mononukleosis, gigitan binatang, benda asing yang terbawa.
Gangguan penglihatan / pendengaran.
Tanda :
Suhu meningkat, diaforesis, menggigil.
Adanya ras, purpura menyeluruh, perdarahan subkutan.
Kelemahan secara umum; tonus otot flaksid atau spastik; paralisis
atau paresis.
Gangguan sensasi.
29
4. Pemeriksaan Fisik (Head to Toe)
a. Kepala
Inspeksi : bentuk kepala oval, rambut kusam, sedikit pembengkakan pada
bagian kepala.
Palpasi : nyeri tekan pada bagian kepala.
b. Mata
Inspeksi : ketika dilakukan pemeriksaan reaksi pupil menggunakan senter
klien memejamkan matanya dengan kuat, konjungtiva pucat, warna
sklera putih, terdapat lingkaran hitam disekitar mata.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada bagian mata.
c. Hidung
Inspeksi : simetris kiri dan kanan, warna hidung sama dengan warna kulit
sekitar wajah.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
d. Mulut
Inspeksi : mukosa bibir kering dan pucat, terdapat warna keputih-putihan
pada lidah, gusi warna merah muda, gigi kurang bersih.
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan di sekitar mulut.
e. Telinga
Inspeksi : warna kulit sama dengan warna kulit disekitar, simetris telinga
kiri dengan yang kanan.
Palpasi : nyeri tekan disekitar telinga.
f. Leher
Inspeksi : warna kulit sama dengan warna kulit disekitar , tidak ada
pembesaran vena jugularis.
Palpasi : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, terdapat nyeri tekan pada
punggung leher.
g. Dada
Inspeksi : warna kulit sama dengan warna kulit disekitar, tidak ada
pembengkakan.
Palpasi : nyeri tekan pada dada.
30
Perkusi : pekak.
Auskultasi : bunyi pernafasan rales (crekles).
h. Abdomen
Inspeksi : warna kulit sama dengan warna kulit disekitar, bentuk
abdomen cekung.
Auskultasi : bunyi peristaltik usus 37x/menit
Palpasi : nyeri tekan di abdomen kiri atas
Perkusi : bunyi timpani
i. Ektremitas atas dan bawah
atas
Inspeksi : terdapat ruam petechie.
Palpasi : nyeri tekan pada kulit.
bawah
Inspeksi : ektremitas bawah simetris kiri dan kanan dan terdapat
pembengkakan pada bagian lutut dan pergelangan kaki, babinski positif
Palpasi : nyeri tekan pada bagian lutut dan pergelangan kaki.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan perfusi jaringan serebri berhubungan dengan peningkatan
tekanan intrakranial, edema otak, dan selaput otak.
2. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi sekret,
penurunan kemampuan berakibat penurunan kesadaran.
3. Hipertermia berhubungan dengan inflamasi pada meningen dan peningkatan
metabolisme.
4. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hepofalemia,
anemia.
5. Resiko tinggi gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan menelan, keadaan hipermetabolik.
6. Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang fokal, perubahan status
mental, dan penurunan tingkat kesadaran.
7. Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan terhadap infeksi turun.
31
8. Nyeri b/d adanya proses infeksi yang ditandai dengan anak menangis,
gelisah.
9. Gangguan mobilitas b/d penurunan kekuatan otot yang ditandai dengan
ROM terbatas, kerusakan neuromuskular, penurunan kesadaran, kerusakan
persefsi / kognitif.
10. Gangguan sensorik motorik (penglihatan, pendengaran, gaya bicara)
berhubungan dengan kerusakan penerima rangsang sensori, transmisi
sensorik, dan integritas sensori.
11. Kurang pengetahuan b/d keterbatasan kognitif.
12. Ansietas b/d ancaman kematian/ perubahan dalam status kesehatan.
C. RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa I
Gangguan perfusi jaringan serebri berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial, edema otak, dan selaput otak.
Data penunjang: malaise, kejang-kejang, pusing, nause, iritabilitas, kesadaran menurun
bingung, delirium, koma. Perubahan refleks-refleks. Tanda-tanda neurologis, fokal pada
meningitis, tanda-tanda TIK (bradikardi, TD meningkat), nyeri kepala hebat.
Tujuan: setelah dilakukan intervensi 3 × 24 jam perfusi jaringan meningkat.
Kriteria hasil: Tingkat kesdaran meningkat menjadi sadar, disorientasi negatif, konsentrasi
baik, perfusi jaringan dan oksigenasi baik, TTV dalam batas normal, dan syok dapat
diatasi.
Intervensi Rasional
Monitor klien dengan ketat terutama
setelah lumbal funksi. Anjurkan klien
berbaring minimal 4 – 6 jam setelah
lumbal funksi.
Untuk mencegah nyeri kepala yang menyertai
perubahan tekanan intrakranial.
Monitor tanda-tanda peningkatan TIK
selama perjalanan penyakit (nadi
lambat, TD meningkat, kesadaran
menurun, napas irreguler, refleks pupil
menurun, kelemahan).
Untuk mendeteksi tanda-tanda syok, yang harus
dilaporkan ke dokter untuk intervensi awal.
32
Monitor TTV dan neurologis setiap 5 –
30 menit. Catat dan laporkan segera
perubahan-perubahan TIK ke dokter
Perubahan-perubahan ini menandakan adanya
perubahan TIK dan penting untuk intervensi
awal.
Hindari posisi tungkai ditekuk atau
gerakan-gerakan klien, anjurkan klien
untuk tirah baring.
Untuk mencegah peningktan TIK
Bantu seluruh aktivitas dan gerakan-
gerakan klien. Beri pentunjuk untuk
BAB (jangan enema). Anjurkan klien
untuk melakukan napas dalam bila
miring dan bergerak dari tempat tidur.
Cegah posisi fleksi pada lutut.
Untuk mencegah ketegangan pada otot yang
dapat menimbulkan peningkatan TIK.
Waktu prosedur perawatan disesuaikan
dan diatur tepat waktu dengan priode
relaksasi: hindari rangasangan yang
tidak perlu.
Untuk mencegah eksitasi yang merangasang otak
yang iritasi dan dapat menimbulkan kejang.
Beri penjelasan kepada keadaan
lingkungan pada klien
Untuk mengurangi disorientasi dan untuk
klasifikasi persepsi sensorik yang terganggu.
Evaluasi selama masa penyembuhan
terhadap gangguan mottrik, sensorik,
dan intelektual.
Untuk merujuk ke rehabilitasi
Kolaborasi pemberian steroid osmotik. Untuk menurunkan tekanan intrakranial.
Diagnosa II
Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi sekret, penurunan
kemapuan batukakibat penurunan kesadaran
Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam setelah di berikan tindakan . jalan nafas menjadi efektif
Kreteria hasil : secara subjektif sesak nafas (-), frekuensi nafas 16-20 x/mnt, tidak
menggunakan otot bantu nafas, retraksi ICS (-), ronkhi(-),mengi(-), dapat
mendemontrasikan cara batuk efektif.
Intervensi Rasionalisasi
Kaji fungsi paru, adanya bunyi nafas Memantau dan mengawasi komplikasi potensial.
33
tambahan, perubahan irama dan kedalam,
penggunaan otot-otot aksesori, warna ,
dan kekentalan sputum.
Pengkajian fungsi pernafasan dengan interval
yang teratur adalah penting karena pernfasan
yang tidak efektif dan adanya kegagalan akibat
adanya kelemahan atau paralisis pada otot-otot
interkostal dan di afragma berkembang dengan
cepat.
Atur posisi fowler dan semifowler Peninggian kepala tempat tidur memudahkan
pernafasan, meningkatkan ekspansi dada, dan
meningkatkan batuk lebih efektif
Ajurkan cara batuk efektif Klien berada pada berisiko tinggi bila tidak
dapat batuk dengan efektif membersihkan jalan
nafas dan mengalami kesulitan dalam menelan,
sehingga menyebabkan asvirasi dalam saliva
dan mencetuskan gagal bafas nafas akut.
Lakukan cara fisioterpi dada; vibrasi dada Terapi fisik dada membantu meningkatkan
batuk lebih efektif.
Penuh hidrasi cairan via oral seperti air
putih dan pertahankan asupan cairan 2500
ml/hari.
Pemenuhan cairan dapat mengencerkan mukus
yang kental dan dapat membantu pemenuhan
cairan yang banyak keluar dari tubuh.
Lakukan pengisapan lendir di jalan nafas Pengisapan mungkin di perlukan untuk
mempertahankan kepatenan jalan nafas menjadi
bersih.
Diagnosa III
Hipertermia berhubungan dengan inflamasi pada meningen dan peningkatan
metabolisme.
Tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, di harapkan suhu tubuh klien
menurun dan kembali normal.
Kriteria hasil : suhu tubuh 36,5 - 37,5 ° C
Intervensi Rasional
Kaji faktor-faktor terjadinya hiperthermi. Mengetahui penyebab terjadinya heiperthermi
karena penambahan pakaian/ selimut dapat
34
menghambat penurunan suhu rubuh.
Obsevasi tanda-tanda vital tiap4 jam sekali Pemantaun tanda vital yang teratur dapat
menentukan perkembangan keperawatan yang
selanjutnya.
Pertahankan suhu tubuh normal Suhu tubuh dapat di pengaruhi oleh tingkta
aktivitas, suhu lingkungan, kelembaban
lingkungan tinggiakan mempengaruhi panas atau
dinginnya tubuh.
Longgarkan pakaian , berikan pakaian
tipis yang mudah menyerap keringat
Proses konveksi akan terhalang oleh pakaian
yang ketat dan tidak menyerap keringa.
Berikan kompres dingin Perpindaham panas secara konduksi saat demam
kebutuhan akan cairan tubuh menungkat
Atur sirkulasi rungan Penyidaan udara bersih
Batasi aktivitas selama demam Aktivitas dapat meningkatkan metabolisme dan
meningkatnya panas.
Berikan anti piretika dan pengobatan
sesuai advis.
Menurukan panas pada pusat hopotalamus an
sebagai propilaksis
Diagnosa IV
Risiko tinggi perubahan perfusi jaringan b/d hepofalemia, anemia
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam setelah di berikan tindakan perubahan perpusi
jaringan dapat di cegah
Kriteria hasil :
Mempertahankan tingkat kesadaran / membaik dan fungsi motorik / sensorik.
Mendemontrasikan tanda-tanda vital stabil. Melaporkan tak adanya / menurunkan
berat skit kepala. Mendemontrasikan tak adanya perbaikan kognitif dan tanda
peningkatan TIK.
Intervensi Rasional
Anjurkan klen bebaring minimal 4-6
jam setelah lumbal fungsi
Mencegah nyeri kepala yang menyertai
perubahan TIK
Monitor tanda-tanda peningkatan TIK
selama perjalana penyakit (nadi lambat
Mendeteksi tanda-tanda syok
35
TD mengkat, kesadaran menurun, nafas
ireguler , refleks pupil menurun,
kelmahan)
Monitor TTV dan neuroligis tiap 30
menit. Cacat dan laporkan segera
perubahan-perubahan tekanan intranial
ke dokter
Perubahan-perubahan ini menandakan
ada perubahan TIK dan penting untuk
intervensi awal.
Hindari posisi tungkai di tekuk atau
gerakan- gerakan klien, anjurkan untuk
tirah baring
Untuk mencegah peningkatan TIK
Tinggikan sedikit kepala klien dengan
hati-hati, cegah gerakan yang tiba-tiba
dan tidak perlu dari kepala dan leher,
hidari fleksi leher
Mengurangi peningkatan TIK
Bantu seluruh aktivitas dan gerakan
klien. Anjurkan klien untuk
menghembuskan nafas dalam bila
miring dan bergerak di tempat tidur.
Cegah fleksi pada lutut.
Mencegah ketegangan otot yang dapat
menimbulkan peningkatan TIK
Sesuaikan dan atur waktu prosedur
perawatan dengan periode relaksasi,
hindari rangsangan lingkungan yang
tidak perlu.
Untuk mencegah ekstensi yang
merangsang otak yang iritasi dan dapat
menimbulkan alergi.
Beri penjelasam kepada klien tentang
keadaan lingkungan.
Untuk mengurangi disorientasi dan
untuk klasifikasi persepsi sensorik yang
terganggu.
Evaluasi selama masa penyembuhan
terhadap ganggu motorik, sensorik dn
intelektual.
Untuk merujuk ke rehabilitasi.
Kolaborasi dalam memberikan cairan iv
(larutan hipertonik, elektrolit).
Meminimalkan fluktuasi dalam aliran
vaskuler dan TIK.
Kolaborasi dalam memberikan obat: Menurunkan permeabilitas kapiler
36
steroid, clorpomasin, asetaminofen untuk membatasi edema serebral,
mengatasi kelainan postur tubuh atau
menggigil yang dapat meningkatkan
TIK, menurunkan konsumsi oksigen
dan resiko kejang.
Diagnosa V
Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan
ketidak mampaun menelan, keadaan hipermetabolik
Tujuan : kebutuhan nutrisi klien terpenuhi dalam waktu 5x24 jam.
Kriteria hasil : turgor baik, asupan dapat masuk sesuai kebutuhan, terdapat kemampuan
menelan, sonde di lepas, berat badan meningkat 1kg, Hb dan albumin dalam batas normal.
Intervensi Rasional
Observasi tekstur dan turgor kulit Mengetahui status nutrisi
Lakukan oral hygiene Kebersihan mulut merangsang nafsu makan
Observasi asupan dan keluaran Mengetahui keseimbangan nutrisi klien
Observasi posisi dan keberhasilan sonde. Untuk menghindari resiko infeksi / iritasi
Tentukan kemampuan klien dalam
menelan, batuk dan adanya sekret
Untuk menetapkan jenis makanan yang akan
diberikan kepada klien
Kaji kemampuan klien dalam mengunyah,
menelan dan refleks batuk
Dengan mengkaji faktor-faktor tersebut dapat
menentukan kemampuan menelan klien dan
mencegah risiko aspirasi.
Auskultasi adanya bising usus, amati
penurunan atau heperaktivits bising usus
Fungsi gastrointestinal bergantung pada
kerusakan otak. Bising usus menentukan respons
pemberian makanan atau terjadinya komplikasi
misalnya pada elius.
Timbang berat berat badan sesuai indikasi Untuk mengevaluasi efektivitas dari asupan
makanan.
Berikan makanan dengan cara
meninggikan kepala
Menurunkan resiko regurgitasi atau aspirasi.
Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada
waktu, selama dan sesudah makan
Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena
gaya gravitasi.
37
Stimulasi bibir untuk menutup dan
membuka mulut secara manual dengan
menekan ringan I atas bibir / dibawah dagu
jika di butuhkan
Membantu dalam melatih kembali sensorik dan
meningkatkan kontrol muskular.
Letakkan makanan pada daerah mulut yang
tidak terganggu
Memberikan stimulasi sensorik (termasuk rasa
kecap) yang dapat mencetuskan usaha untuk
menelan dan meningkatkan masukan.
Berikan makan dengan perlahan pada
lingkungan yang tenang
Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme
makan tanpa adanya distraksi dari luar.
Mulailah untuk memberikan makanan per
oral setengah cair dan makanan lunak
ketika klien dapat menelan air.
Makanan lunak/cair mudah untuk dikendalikan
di dalam mulut dan menurunkan terjadinya
aspirasi.
Anjurkan klien menggunakan sedotan
untuk minum.
Menguatkan otot fasial dan otot menelan dan
menurunkan risiko terjadinya tersedak.
Anjurkan klien untuk berpartisipasi dalam
program latihan/kegiatan
Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam
otak yang meningkatkan nafsu makan.
Kolaborasi dengan tim dokter untuk
memberikan cairan melalui IV atau
makanan melalui selang.
Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan
pengganti dan juga makanan jika klien tidak
mampu untuk memasukkan segala sesuatu
melalui mulut.
Diagnosa VI
Risiko tinggi cedera yang berhubungan dengan kejang, perubahan status mental, dan
penurunan tingkat kesadaran.
Tujuan. Dalam waktu 3 x 24 jam perawatan, klien bebas dari cedera yang disebabkan oleh
kejang dan penurunan kesadaran.
Kriteria hasil: Klien tidak mengalami cedera apabila ada kejang berulang.
Intervensi Rasional
Monitor kejang pada tangan, kaki, mulut,
dan otot-otot muka lainnya.
Gambaran iritabilitas sistem saraf pusat
memerlukan evaluasi yang sesuai dengan
intervensi yang tepat untuk mencegah terjadinya
komplikasi.
38
Persiapan lingkungan yang aman seperti
batasan ranjang, papan pengaman, dan alat
suction selalu berada dekat klien.
Melindungi klien kejang bila terjadi.
Pertahankan badrest total selama fase akut Mengurangi risiko jatuh/cedera jika terjadi
vertigo dan ataksia.
Kolaborasi pemberian terapi: diazepam,
fenobarbital.
Untuk mencegah atau mengurangi kejang/
Catatan : fenobarbital dapat menyebabkan
depresi pernapasan dan sedasi.
Diagnosa VII
Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan terhadap infeksi turun.
Tujuan: Dalam 3 × 24 jam perawatan, klien bebas dari cidera yang disebabkan oleh kejang
dan penurunan kesadaran.
Kriteria hasil: Klien tidak mengalami cidera apabila ada kejang berulang.
Intervensi Rasional
Beri tindakan isolasi sebagai pencegahan Pada fase awal meningitis, isolasi mungkin
diperlukan sampai organisme diketahui/dosis
antibiotik yang cocok telah diberikan untuk
menurunkan resiko penyebaran pada orang lain
Pertahankan teknik aseptik dan teknik cuci
tangan yang tepat.
Menurunkan resiko pasien terkena infeksi
sekunder. Mengontrol penyebaran sumber
infeksi
Pantau suhu secara teratur. Catat
munculnya tanda-tanda klinis dari proses
infeksi
Timbulnya tanda klinis yang terus menerus
merupakan indikasi dari perkembangan infeksi
bakteri yang dapat bertahan sampai berminggu-
minggu.
Observasi adanya keluhan dada,
berkembangnya nadi yang tidak
tratur/distrumia atau demam yang terus
menerus.
Infeksi sekunder seperti miokard/perikarditis
dapat berkembang dan memerlukan intervensi
lebih lanjut.
Auskultasi suara napas. Observasi
kecepatan pernapasan dan usaha
Adanya ronkhi/mengi, takipnea dan peningkatan
kerja pernapasa mungkin mencermikan adanya
39
pernapasan. akumulasi sekret yang beresiko terjadinya
infeksi pernapasan.
Ubah posisi pasien secara teratur,
dianjurkan nafas dalam.
Memobilisasi secret dan meningkatkan
kelancaran secret yang akan menurunkan resiko
terjadinya komplikasi terhadap pernapasan
Catat karakteristik urin Urin statis, dehidrasi dan kelemahan umum
meningkatkan resiko terjadinya infeksi kandung
kemih / ginjal / awetan sepsis.
Kolaborasi terapi antibiotika IV sesuai
indikasi: Penisilin G, ampisilin,
Kloramfenikol,gentamisin, amfoterisin B.
obat yang dibilih tergantung pada tipe infeksi
dan sensifitas individu. Obat intratekal mungkin
diindikasikan untuk basilus Gram-negatif, jamur,
amuba
Diagnosa VIII
Nyeri kepala yang berhubungan dengan iritasi lapiasan otak.
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam keluhan nyeri berkurang/rasa sakit terkendali.
Kriteria hasil: Klien dapat tidur dengan tenang. Wajah rileks, dan klien memverbalisasikan
penurunan rasa sakit.
Intervensi Rasional
Usahakan membuat lingkungan yang aman
dan tenang.
Menurunkan reaksi terhadap rangsangan
eksternal atau kesensitifan terhadap cahaya dan
menganjurkan klien untuk beristirahat.
Kompres dingin (es) pada kepala. Dapat menyebabkan vasokonstriksi pembuluh
darah otak.
Lakukan penatalaksanaan nyeri dengan
metode distraksi dan relaksasi napas
dalam.
Membantu menurunkan (memutuskan) stimulasi
sensasi nyeri.
Lakukan latihan gerak aktif atau pasif
sesuai kondisi dengan lembut dan hati-hati.
Dapat membantu relaksasi otot-otot yang tegang
dan dapat menurunkan nyeri/rasa tidak nyaman.
40
Kolaborasi pemberian analgesik. Mungkin diperlukan untuk menurunkan rasa
sakit.
Catatan: Narkotika merupakan kontraindikasi
karena berdampak pada status neurologis
sehingga sukar untuk dikaji.
Diagnosa IX
Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan neuromuskular,
penurunan kekuatan otot, penurutan kesadaran, kerusakan persepsi/kognitif
Tujuan: Tidak terjadi kontraktur, footdrop, gangguan integritas kulit, fungsi pencernaan dan
kandung kemih optimal, serta peningkatan kemampuan fisik.
Kriteria hasil: Skala ketergantungan klien meningkat menjadi bantuan minimal.
Intervensi Rasional
Tinjau kemampuan fisik dan kerusakan
yang terjadi.
Mengedentifikasi kerusakan fungsi dan
menentukan pilihan intervensi.
Kaji tingkat imobilisasi, gunakan skala
tingkat ketergantunagn.
Tingkat ketergantungan minimal care (hanya
memerlukan bantuan minimal), partial care
(memerlukan bantuan sebagian), dan total care
(memerlukan bantuan komplit dari perawat dan
klien yang memerlukan pengawasan khusus
karena risiko cedera yang tinggi).
Pertahankan kesejajaran tubuh yang
adekuat, berikan latihan ROM pasif jika
klien sudah bebas panas dan kejang.
Mencegah terjadinya kontraktoratau footdrop
serta dapat mempercepat pengambiln fungsi
tubuh nantinya.
Berikan perawatan mata, bersihkan mata,
dan tutup dengan kapas yang basah
sesekali.
Melindungi mata dari kerusakan akibat
terbukanya mata terus menerus.
Kaji adanya nyeri, kemerahan, dan
bengkak pada area kulit.
Indikasi adanya kerusakan kulit.
Diagnosa X
Gangguan sensori metabolik ( penglihatan, pendengaran, gaya bicara b/d kerusakan
41
susunan saraf pusat.
tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan,,x24jam , dihatapkan klien dapat memulai/
memperthankan tingkatkan kesadaran dan fungsi perseptual.
Kriteria hasil: mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residual,
mendemontrsikan prilaku untuk mengkompensasi terhadap hasil.
Intervensi Rasional
Mandiri :
Lihat kembali proses patologis kondisi
individual
Kesadran akan tipe yang terkena membantu,
dalam mengkaji/ mengantisipasi defisit spesifik
dan keperawatan.
Evaluasi adanya ganguan penglihatan Munculnya ganguan penglihatan dapat dapak
berdampak negatif terhadap kemampuan pasien
untuk menerima lingkungan
Ciptakan lingkungan yang sederhana,
pindahkan perabot yang membahayakan
Menurunkan/ membatsi jumlah stumulsi yang
mungkin dapat menimbulkan kebingungan bagi
pasien
Diagnosa XI
Kurang pengetahuan b/d keterbatasan koknitif
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 hari pengetahuan klien dan
keluarga meningkat
Kriteria : klien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit,kondisi, prognosis dan
program pengobatan, klien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
perawat/ tim kesehatan
Intervensi Rasional
Kaji klien dan keluarga akan kebutuhan
dan informasi
Mempermudah dalam penentuan informasi yang
akan di berikan
Berikan informasi singkat dan sederhana Informasi dan singkat lebih mudah di terima dan
di pahami
Diskusi kan tentang kemungkinan
penyembuhan yang lama
Memberikan kesiapan pada klien dan keluarga
dengan hal-hal yang mungkin terjadi dan harus
dijalani
Jelaskan pentingnya nutrisi dan motivasi Nutrisi sangat penting untuk peningkatan daya
42
intake nutrisi yang adekuat dengan porsi
sedekit sering
tahan tubuh, proses penyembuhan
Jelaskan pentingnya latihn rentan gerak
dan motivasi untuk melakukan teratur.
Anjurkan klien untuk mandi dengan air
hangat untuk meningkatkan relaksi otot
Dengan mengetahui pentingnya latihan gerak
klien akan termotivasi untuk secara teratur
melakukan latihan gerak. Membantu dalam
menemukan fungsi kekuatan otot
Jelaskan tentang pengobatan yang harus
dijalani
Klien akan kooperatif dan termotivsi untuk
menyelesaikan pengobatan
Jelaskan tanda gejala yang harus
dilaporkan segera ke dokter
Keluarga dan klien dapat mendeteksi hal-hal
yang berbahaya dan segera mendapat
penanganan
Diagnosa XII
Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawanan selama 3 × 24 jam diharapkan kecemasan
klien dan keluarga klien hilang.
Kriteria hasil: klien dan keluarga menyatakan secara verbal cemas hilang, klien bisa istirahat
tidur tanpa gelisah, ekspresi wajah rileks, klien dan keluarga bisa mengungkapkan perasaanya,
menerima keadaanya dan mempunyai rasa optimis untuk sembuh.
Bina hubungan saling percaya antara
perawat-pasien
Hubungan saling percaya adalah dasar hubungan
terpadu yang mendukung klien dalam mengatasi
perasaan cemas.
Kaji tingkat ansietas yang dialami oleh
pasien.
Mengetahui sejauh mana tingkat kecemasan
yang dirasakan oleh pasien.
Evaluasi tingkat pemahaman klien/orang
terdekat tentang diagnosa.
Bila penyangkalan ekstem atau ansietas
mempengaruhi kemajuan penyembuhan,
menghadapi itu klien perlu dijelaskan dan
membuka cara penyelesaiannya.
Akui rasa takut/masalah klien dan dorong
mengekspresikan perasaan.
Takut/ansietas menurun klien mulai menerima
secara positif kenyataan dan memiliki kemauan
untuk sembuh
Berikan kesempatan untuk bertanya dan Dapat membantu memperbaiki beberapa
43
jawab dengan jujur. Yakinkan bahwa klien
dan perawat mempunyai pemahaman yang
sama.
perasaan kontrol/kemandirian pada klien yang
merasa tak berdaya dalam menerima diagnosa
dan pengobatan
Terima penyangkalan klien tetapi jangan
dikuatkan.
Klien sulit berfikir dengan baik bila berada
dalam kondisi yang tidak nyaman
Berikan informasi akurat, nyata tentang
apa yang dilakukan.
Meliarkan pasien dalam rencana asuhan dan
menurunkan ansietas yang tak perlu tentang
ketidaktahua
Berikan lingkungan tenang untuk istirahat. Memindahkan pasien dari stresor luar
meningkatkan relaksasi, dapat meningkatkan
keterampilan koping.
Tunjukkan tehnik relaksasi. Belajar cara untuk rileks dapat membantu
menurunkan takut dan ansietas.
44
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Meningitis adalah radang membran pelindung system saraf pusat.
Penyakit ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme, luka fisik, kanker, obat
obatan tertentu. Sedangkan ensefalitis adalah peradangan akut otak yang
disebabkan oleh infeksi virus.
Meskipun penyebabnya berbeda, manifestasi klinis dari kedua penyakit
ini hampir sama dan khas yaitu pusing, demam, dan kejang. Oleh karena itu
penatalaksanaannya pun hampir sama, terdiri dari terapi farmakologi dan non
farmakologi.
Encephalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh
virus atau mikroorganisme lain yang non-purulen (+) (Pedoman diagnosis
dan terapi, 1994).
Klasifikasi ensefalitis didasarkan pada factor penyebabnya,Ensefalitis
supuratif akut dengan bakteri penyebab ensefalitis adalah staphylococcus
aureus,streptococcus,E.Colli,Mycobacterium,danT.Pallidum.
B. Saran
Bagi perawat diharapkan dapat melaksanakan asuhan keperawatan
sesuai dengan prosedur yang ada dan bagi seluruh masyarakat agar dapat
selalu menjaga kondisi tubuhnya agar terhindar dari penyebaran
mikroorganisme.
Mengerti dan memahami gejala dari meningitis dan ensefalitis sangat
penting untuk menegakkan diagnosis sedini mungkin. Diagnosis dan
pengobatan dini mencegah terjadinya komplikasi yang bersifat fatal.
Mengetahui penyebab meningitis dan ensefalitis sangat penting untuk
menentukan jenis pengobatan yang diberikan. Vaksin untuk mencegah
terjadinya meningitis bakterial telah tersedia, dan sangat dianjurkan untuk
diberikan jika berada atau akan berkunjung ke daerah epidemik.
45
DAFTAR PUSTAKA
Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Saraf. Jakarta : Salemba
Doenges, Marilynn E, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta:
EGC
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapius
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dgn Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba
Nuratif, Amin Huda. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC NOC. Yogyakarta: Mediaction
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta: EGC
46