I. IDENTITAS:
Nama : An. R Nama Ayah : Agus S
Umur : 3 th Umur : 39 th
Jenis kelamin : Laki- laki Pendidikan : SMA
Alamat : Sragen Pekerjaan : Swasta
Masuk RS : 30 Januari 2012 Nama Ibu : Mujiyati
No. CM : Umur : 31 th
Tgl.Diperiksa : 21 Februari 2012 Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
II. ANAMNESIS:
( Dilakukan aloanamnesis terhadap ibu penderita pada tanggal 21 Februari 2012 di
Bangsal dengan seizin dari yang merawat )
A. Riwayat Penyakit:
1. Keluhan Utama:
Perut sakit, BAK jarang, edema anasarka.
2. Riwayat Penyakit Sekarang;
Pasien mengeluh susah BAK dan BAB, bagian kelopak mata, perut, telapak
kaki dan tungkai membengkak. Pada perut dirasakan nyeri.
3. Riwayat Penyakit Keluarga:
Dalam wawancara dengan ayah dan ibu pasien, dalam keluarga tidak ada
penyakit keturunan yang menyertai seperti Diabetes, hipertensi, atau penyakit
kongenital lain.
1
Kesan:
Tidak terdapat riwayat penyakit berat dalam keluarga
4. Silsilah Keturunan:
I
Keterangan:
: Ibu Pasien
: Ayah Pasien
: Pasien
5. Riwayat Pribadi:
Riwayat Kehamilan dan Persalinan:
Usia kehamilan 38 minggu, pada masa kehamilan ibu tidak
mengkonsumsi obat- obatan atau menderita penyakit berat. Asupan gizi ibu
selama kehamilan baik.
Riwayat Persalinan:
Persalinan normal, An. R lahir dengan berat badan 3800 g, sesuai
masa kehamilan, tidak ada cacat lahir.
2
An. Rayhan 3
II
III
Riwayat Pasca Lahir:
Menurut pengakuan orang tua, bayi R mendapat imunisasi lengkap,
sesuai menurut KMS, bayi R juga mengikuti posyandu rutin. Menurut
pengakuan keluarga pada kartu KMS Bayi R selalu dalam batas warna hijau
dengan perkembangan stabil.
Kesan: Tidak ada masalah selama masa kehamilan maupun pasca kehamilan
yang menyebabkan kelainan pada An. R
6. Riwayat Makanan:
An.R mengkonsumsi ASI sampai umur 2,5 tahun (3 bulan sebelum
masuk rumah sakit yang pertama), selain itu makanan tambahan lain yang
diberikan berupa Bubur nasi.
Kesan: Kebutuhan gizi anak cukup.
Asupan Gizi secara kualitatif dan kuantitatif kurang
7. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
a. Pertumbuhan
Berat badan anak 10 Kg
b. Perkembangan psikomotor
Motorik kasar : sesuai dengan anak usia 3 tahun
Motorik halus: sesuai dengan anak usia 3 tahun
Bicara : sesuai dengan anak usia 3 tahun
Sosial : sesuai dengan anak usia 3 tahun
c. Mental / intelegensia
Belum bisa dinilai
3
d. Emosi dan perilaku:
Belum bisa di nilai
8. Imunisasi:
Ibu pasien tidak bisa menunjukkan kartu KMS tetapi berdasarkan keterangan
ibu pernah dilakukan imunisasi lengkap sesuai program.
9. Riwayat Penyakit Dahulu:
1. Riwayat Penyakit
a. Diare (-) f. Demam tifoid (-)
b. Campak (-) g. Malaria (-)
c. ISPA (+) h. Demam Berdarah (-)
d. Parotitis (-) i. Sesak nafas sebelumnya (-)
e. Hepatitis (-) j. Kejang (-)
2. Riwayat Mondok
Pasein pernah mondok di RS sarina husada dengan riwayat penyakit
ginjal, setelah dinyatakan edem dan gejala sembuh pasien menjalani rawat
jalan.
3. Riwayat Operasi
Tidak pernah dilakukan tindakan operasi
10. Sosial Ekonomi dan Lingkungan
Sosial Ekonomi:
Bayi diasuh oleh Ayah dan ibunya, ayah bekerja sebagai Buruh tani,
sedangkan ibu tidak bekerja. Perhatian orang tua kepada anak cukup.
Penghasilan keluarga perbulan sekitar <1juta.
4
Higiene, sanitasi lingkungan dan kebiasaan
Keadaan rumah bersih. Dinding rumah berupa anyaman bambu tidak
terdapat plafon, atap genteng, lantai semen dan sebagian tanah,
ventilasi dan pencahayaan baik. Sumber air bersih dari sumur.
Kesan:
Sosial ekonomi kurang dan lingkungan cukup
11. Anamnesis Sistem
Sistem cerebrospinal : demam (-), kejang (-)
Sistem kardiovaskular : Tidak ada keluhan
Sistem respirasi : Tidak ada keluhan
Sistem gastrointestinal : Tidak ada keluhan
Sistem Urogenital : BAK susah pasien mengeluh sakit
ketika buang air kecil
Sistem Integumentum : edema pada perut (+), edema kaki (-)
Sistem musculoskeletal : Pasien enggan belajar jalan setelah
sakit.
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Pemeriksaan Umum:
1. Keadaan Umum :
Baik, pasien agak rewel sehabis pemasangan darm selang.
5
2. Tanda Vital :
Denyut Jantung : 120x/ menit
Respirasi : 38x/ menit
Temperatur : 37oC ( Axiller )
3. Status Gizi:
Berat Badan : 10 kg
Panjang Badan : 50,5 cm
Lingkar Perut : 50 cm
4. Kulit:
Tidak terdapat kelainan pada kulit.
5. Kelenjar Limfe
Limfonodi leher, aksila, supraklavikula, dan inguinal tidak teraba.
6. Otot
Atrofi (-)
7. Tulang
Tidak ada derfomitas, tidak ada tanda radang
8. Sendi
Tidak ada deformitas, tidak ada tanda radang
B. Pemeriksaan Khusus:
1. Kepala:
Bentuk : Mesosefal
6
Rambut : Hitam, tipis
Ubun-ubun : Menutup
Mata : Mata cowong (-), konjungtiva anemis (-),
Sclera ikterik (-), reflek cahaya(+)
Hidung : pernafasan normal
Telinga : tidak terdapat discharge
Mulut : tidak ada perdarahan gusi
Tenggorakan : tonsil dan faring tidak hiperemis
Simpulan
Tidak ada kelainan pada kepala, sclera tidak ikterik, konjuctiva
tidak anemis, terdapat nafas cuping hidung, tidak ada tanda perdarahan
spontan pada mulut.
2. Leher:
Limfonodi tidak teraba, tidak terdapat kaku kuduk, tidak terdapat
keterbatasan gerak.
3. Thorak:
Paru
Inspeksi : Simetris, dinding dada tampak lebih rendah
dibandingan dengan dinding dada, tampak
retraksi suprasternal.
Palpasi : tidak ada ketinggalan gerak.
Perkusi : Lapang paru sonor, batas jantung redup.
Auskultasi : Terdengar suara vesikular paru kanan dan
paru kiri tak didapatkan suara tambahan
7
Jantung
Suara jantung I-II regular tidak ada suara jantung tambahan
Simpulan :
Tidak terdapat kelainan pada regio thorakal pasien
4. Abdomen
Inspeksi : Dinding perut lebih tinggi daripada dinding dada, perut
nampak ascites
Auskultasi : Peristaltik (+) 6x permenit
Palpasi : Hepar tidak teraba, tepi sulit dinilai, 6 cm bawah
arcus costa, 3 cm bawah proccesus xypoideus
Perkusi : Terdapat suara pekak, dan pekak berpindah pada perkusi
abdomen. Pada pemeriksaan undulasi terasa perpindahan
gelombang dari sisi satu ke sisi lain. Tes balotemen tidak
dirasakan adanya perpindahan cairan.
Simpulan: Terdapat ascites dalam bagian abdomen pasien.
5. Anogenital
a. Anus : tidak diperiksa
b.Genitalia : tidak diperiksa
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Lab Darah Rutin dan serum lab RS Kasih Ibu Tgl 14 dan 21 Agustus 2010
Hasil Unit Nilai Normal
5/08/11 6/08/10
WBC 79,23 34,1 103/uL 4.0-11.0
RBC 4.07 3.16 106/uL 3.80-6.50
8
HBG 12,2 9.5 g/dl 11.5-17.0
HCT 34,9 29.0 % 37.0-54.0
MCV 85.7 92 fL 80-100
MCH 30.0 30.0 pg 27.0-32.0
MCHC 35.0 32.8 g/dL 32.0-36.0
PLT 1249 725 103/uL 150-500
Neu 48.1 53.8 % 50.0-80.0
LYM 35.9 30.8 % 25.0-50.0
Mono 13.3 11.7 % 2.0-10.0
EOS 2.6 1.3 % 0.0-5.0
Baso 0.1 2.4 0.0-2.0
Hasil Unit Nilai Normal
Cholesterol 535 Mg/dl 150 – 200
SGOT 50.9 U/L <= 40
SGPT 30.9 U/L <=41
Ureum 36.6 Mg/dl 10 – 50
Creatinin 0.5 Mg/dl 0.5 - 1.36
Hasil Unit Nilai Normal
6/8/2011 6/08/10
WBC 79,23 34,1 103/uL 4.0-11.0
RBC 4.07 3.16 106/uL 3.80-6.50
HBG 12,2 9.5 g/dl 11.5-17.0
HCT 34,9 29.0 % 37.0-54.0
MCV 85.7 92 fL 80-100
MCH 30.0 30.0 pg 27.0-32.0
9
MCHC 35.0 32.8 g/dL 32.0-36.0
PLT 1249 725 103/uL 150-500
Neu 48.1 53.8 % 50.0-80.0
LYM 35.9 30.8 % 25.0-50.0
Mono 13.3 11.7 % 2.0-10.0
EOS 2.6 1.3 % 0.0-5.0
Baso 0.1 2.4 % 0.0-2.0
Hasil Urinalisa per tanggal 06 Agustus 2011
Urinalisa Hasil
Reaksi 535
Kejernihan 50.9
Bj Urin 30.9
Protein 36.6
Hasil kimia darah per tanggal 15-08-2011
Hasil Unit Nilai Normal
Protein Total 4,82 g/dl 5,4-8,7
Albumin 2,0 g/dl 3,5-5
Globulin 2,82 g/dl 2,4-3,6
10
Sedimen Hasil Unit
Eritrosit 8-10 LPB
leukosit 4-5 LPB
Epitel 30.9 U/L
Urat
Amorf
+
Hasil Laboratorium per 30/01/2012
Hasil Unit Nilai Normal
Creatinin 0,59 mg/dl 5,4-8,7
Ureum 41,5 mg/dl 10-50
Cholesterol 229 mg/dl 0-220
Urinalisa Hasil
Reaksi 6,0
Kejernihan Jernih
Bj Urin 1,015
Protein +++ (pos 3)
Darah ++ (pos 2)
Hasil lab per tanggal 06-02- 2012
11
Pemeriksaan Hasil Harga normal
EWIT/Protein
Urine
+++ (Pos 3) Negatif
Urinalisa Hasil
Reaksi 7,5
Kejernihan jernih
Bj Urin 1,015
Protein lemah
Darah -
Amorf urat +Hasil Unit Nilai Normal
Protein Total 6,26 g/dl 5,4-8,7
Albumin 2,93 g/dl 3,5-5
Cholesterol 376 gr/dl 0-220
Hasil lab per tanggal 10-02-2012
Hasil lab. Per tanggal 11-02-2012
Hasil lab. Per tanggal 17-02-2012
12
Urinalisa Hasil
Reaksi 7,5
Kejernihan Agak keruh
Bj Urin 1,015
Protein Pos 3 (+++)
Darah -
Amorf urat +
Eritrosit 1-2/lpb
Lekosit 10-21/ lpb
Epitel +
Urinalisa Hasil
Reaksi 7,5
Kejernihan Agak keruh
Bj Urin 1,015
Protein Pos 2 (++)
Darah -
Amorf urat -
Eritrosit 0-1/lpb
Lekosit 10-12/ lpb
Epitel +/Pos1Urinalisa Hasil
Reaksi 7,5
Kejernihan Jernih
Bj Urin 1,015
Protein Pos 3 (+++)
Darah -
Amorf urat +
Eritrosit 0-1/lpb
Lekosit 3-4/ lpb
Epitel ++/pos 2
Lab per tanggal 20-02-2012
Tanggal 11 – 22 Februari
2012
Simpulan :
Terdapat hiperkolesterolemia,
hipoalbuminemia dan proteinuria
selama dilakukan pemeriksaan
Hasil USG 22 Februari 2012
Hasil : - USG abdomen: VU
menebal irregular double layer
(+)
13
Hasil Unit Nilai Normal
Creatinin 0,72 mg/dl 5,4-8,7
Ureum 40,6 mg/dl 10-50
Cholesterol 231 mg/dl 0-220
Albumin 3,02 gr/dl 3,8-5,1
Total protein 6,11 gr/dl 4,6-7
Urinalisa Hasil
Reaksi 6,0
Kejernihan Agak keruh
Bj Urin 1,015
Protein Pos 3 (+++)
Darah -
Amorf urat -
Eritrosit 5-7/lpb
Lekosit 12-13/ lpb
Epitel +/pos 1
Kesan: 1. Cystitis (Saran foto BNO)
2. Tak tampak kelainanpada hepar, Lien, Pankreas, Kedua ren, dan prostat
3. Vesika fellea tak tervisualisasi
Hasil Foto BNO tanggal 23 Februari 2012
Tampak kumpulan massa fekalit pada abdomen
V. DAFTAR PERMASALAHAN
Masalah Aktif:
Sulit BAK, oedem pada tungkai dan perut.
Pemeriksaan Fisik : nafas cuping hidung, retraksi suprasternal, abdomen cembung,
hepatomegali
Pemeriksaan lab : Leukositosis , anemia normositik normokromik,trombositosis
Masalah Inaktif:
-
VI. DIAGNOSIS
Sindrom nefrotik.
VII. RENCANA PENGELOLAAN
a. Rencana Pemeriksaan:
Pemeriksaan Darah Lengkap
Pemeriksaan Urinalisis berkala
Pemeriksaan kimia darah
Pemeriksaan Foto BNO
b. Rencana Terapi :
Prednison 2 mg/kg/hari dengan dosis maksimal 60 mg/hari
Cyclophosphamide 2-3 mg/kg/hari sampai dengan 12 minggu jika pengobatan
dengan kortikosteroid tidak berhasil.
Spironolakton 1-3 mg/kgbb/hari
Captopril 0,3-0,5 mg/kgbb/hari
14
c. Rencana Edukasi:
Memberi penjelasan tentang penyakitnya : penyebab, cara perawatan,
pengobatan, serta kemungkinan terjadinya komplikasi.
Memberi penjelasan tentang diet yang sesuai pada orang tua
VIII.DIAGNOSIS KERJA
Sindrom Nefrotik
TERAPI
Amoxicillin puyer 200 mg/ 8jam
Prednisolom tab 2-2-1
Ambroxol syr 3x1 cth
Puyer (B1 50mg-captopril 2,5mg)
IX. PROGNOSIS
Dubia ad malam karena pada kebanyakan pasien yang sudah tidak berespon pada
pengobatan Steroid kebanyakan menghasilkan outcome yang buruk.
X. FOLLOW UP
Follow up dilakukan dimulai tanggal 10 Februari – 21 Februari
Tanggal Subyektif Obyektif Assesment Plan & Terapi
10/02/12
DPH I
Pasien datang dari IGD dengan keluhan bengkak pada kedua kelopak mata, perut membesar serta tungkai yang membesar
Pasien mempunyai riwayat penyakit serupa, dan sebelumnya sudah mendapat perawatan di RS sarila husada
KU : Lemah
Kesadaran : CM
Tanda Vital:
Nadi : 112 x/ menit ( reguler, teraba kuat)
Nafas: 35x/menit (reguler)
Suhu : 37,9ºC / Axiller
Kepala : konjungtiva anemis (+), mata cekung (+), mukosa kering (+)
- Diare cair kronik persisten
- Stomatitis kronik
- Gizi buruk
Plan:
Atasi edema
Tx:
- Infus D ¼ NS 15
tpm makro
- Inj. Cefotaxime
200 mg/12jam
- prednisolon tab 2-
15
mata sembab tampak edem
Thorax : DBN
Abdomen: peristaltik (+), 12x/menit, distended, LP: 51 perut membesar
Anogenital : perianal hiperemis
Ektremitas : tungkai membesar
2-1
Dx. : Px. Darah
rutin ulang,
(Hb,Hmt,AT,AL)
Urin rutin
11/02/12
DPH II
BAB cair 2x, cair lebih banyak dari ampas, warna kuning kehijauan, darah (-), lendir (-). Nyeri perut(+)
KU : Lemah
Kesadaran : CM
Tanda Vital:
Nadi : 112 x/ menit ( reguler, teraba kuat)
Nafas: 35x/menit (reguler)
Suhu : 37,9ºC / Axiller
Kepala : konjungtiva anemis (+), mata cekung (+), mukosa kering (+) mata sembab tampak edem
Thorax : DBN
Abdomen: peristaltik (+), 12x/menit, distended, LP: 51 perut membesar
Anogenital : perianal hiperemis
- Diare cair kronik persisten
- Stomatitis kronik
- Gizi buruk
Dengan HIV
(+)
Plan:
Atasi edema
Tx:
- Infus D ¼ NS 15
tpm makro
- Inj. Cefotaxime
200 mg/12jam
- prednisolon tab 2-
2-1
Dx. : Px. Darah
rutin ulang,
(Hb,Hmt,AT,AL)
Urin rutin
16
Ektremitas : tungkai membesar
12/02/10
DPH III
IDEM
BAB cair >15x, cair lebih banyak dari ampas, warna kuning kehijauan. Demam (+), sariawan (+), batuk (+) pilek (+), keluar cairan dari telinga warna bening.
KU : Lemah
Kesadaran : CM
Tanda Vital:
Nadi : 112 x/ menit ( reguler, teraba kuat)
Nafas: 35x/menit (reguler)
Suhu : 37,9ºC / Axiller
Kepala : konjungtiva anemis (+), mata cekung (+), mukosa kering (+) mata sembab tampak edem
Thorax : DBN
Abdomen: peristaltik (+), 12x/menit, distended, LP: 51 perut membesar
Anogenital : perianal hiperemis
Ektremitas : tungkai membesar
- Diare cair kronik persisten
- Stomatitis kronik
- Gizi buruk
Dengan HIV
(+)
Plan:
Atasi edema
Tx:
- Infus D ¼ NS 15
tpm makro
- Inj. Cefotaxime
200 mg/12jam
- prednisolon tab 2-
2-1
13/2/12
DPH IV
BAB cair > 20x, cair lebih banyak dari ampas, warna kuning kehijauan Demam (-), sariawan (+), batuk (+) pilek (+), keluar cairan dari telinga warna bening
KU : Lemah
Kesadaran : CM
Tanda Vital:
Nadi : 112 x/ menit ( reguler, teraba kuat)
Nafas: 35x/menit
- Diare cair kronik persisten
- Stomatitis kronik
- Gizi buruk
Plan:
Atasi edema
Tx:
- Infus D ¼ NS 15
tpm makro
17
(reguler)
Suhu : 37,9ºC / Axiller
Kepala : konjungtiva anemis (+), mata cekung (+), mukosa kering (+) mata sembab tampak edem
Thorax : DBN
Abdomen: peristaltik (+), 12x/menit, distended, LP: 51 perut membesar
Anogenital : perianal hiperemis
Ektremitas : tungkai membesar
Dengan HIV
(+)
- Inj. Cefotaxime
200 mg/12jam
- prednisolon tab 2-
2-1
Dx. : Px. Darah
rutin ulang,
(Hb,Hmt,AT,AL)
Urin rutin
14/2/12
DPH V
BAB cair > 20x, cair lebih banyak dari ampas, warna kuning, nyeri perut Demam (-), batuk (+) pilek (+),
KU : Lemah
Kesadaran : CM
Tanda Vital:
Nadi : 112 x/ menit ( reguler, teraba kuat)
Nafas: 35x/menit (reguler)
Suhu : 37,9ºC / Axiller
Kepala : konjungtiva anemis (+), mata cekung (+), mukosa kering (+) mata sembab tampak edem
Thorax : DBN
Abdomen: peristaltik
- Diare cair kronik persisten
- Stomatitis kronik
- Gizi buruk
- Sepsis
Dengan HIV
(+)
Plan:
Atasi edema
Tx:
- Infus D ¼ NS 15
tpm makro
- Inj. Cefotaxime
200 mg/12jam
- prednisolon tab 2-
2-1
Dx. : Px. Darah
rutin ulang,
18
(+), 12x/menit, distended, LP: 51 perut membesar
Anogenital : perianal hiperemis
Ektremitas : tungkai membesar
(Hb,Hmt,AT,AL)
Urin rutin
Sindroma nefrotik
Sindrom Nefrotik (SN) adalah suatu keadaan klinik yang disebabkan oleh berbagai kausa,
yang ditandai oleh meningkatnya permeabilitas membran glomerulus sehingga terjadi proteinuria
masif, hipoalbuminemia, edema dan hiperlipidemia. Sindrom ini sering ditemukan pada anak.
Yang dimaksud proteinuria masif adalah apabila didapatkan proteinuria sebesar 50-100 mg/kg
berat badan/hari atau lebih. Albumin dalam darah biasanya menurun hingga kurang dari 2,5
gram/dl. Selain gejala-gejala klinis di atas, kadang-kadang dijumpai pula hipertensi, hematuri,
bahkan kadang-kadang azotemia.
ETIOLOGI
Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
19
1. Sindrom nefrotik primer, faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom
nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat
kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini paling sering
dijumpai pada anak. Termasuk dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom
nefrotik kongenital, yaitu salah satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak
anak itu lahir atau usia di bawah 1 tahun.Kelainan histopatologik glomerulus pada
sindrom nefrotik primer dikelompokkan menurut rekomendasi dari ISKDC
(International Study of Kidney Disease in Children). Kelainan glomerulus
ini sebagian besar ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskop cahaya, dan apabila
diperlukan, disempurnakan dengan pemeriksaan mikroskop elektron dan
imunofluoresensi. Tabel di bawah ini menggambarkan klasifikasi histopatologik
sindrom nefrotik pada anak berdasarkan istilah dan terminologi menurut rekomendasi
ISKDC (International Study of Kidney Diseases in Children, 1970) serta Habib dan
Kleinknecht (1971). Sindrom nefrotik primer yang banyak menyerang anak biasanya
berupa sindrom nefrotik tipe kelainan minimal. Pada dewasa prevalensi sindrom nefrotik
tipe kelainan minimal jauh lebih sedikit dibandingkan pada anak-anak.Di Indonesia
gambaran histopatologik sindrom nefrotik primer agak berbeda dengan data-data di
luar negeri. Wila Wirya menemukan hanya 44.2% tipe kelainan minimal dari 364 anak
dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi, sedangkan Noer di Surabaya mendapatkan
39.7% tipe kelainan minimal dari 401 anak dengan sindrom nefrotik primer yang
dibiopsi.
2. Sindrom nefrotik sekunder, timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau
sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat.
Penyebab yang sering dijumpai adalah :
a. Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom
Alport, miksedema.
b. Infeksi : hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis, streptokokus,
AIDS.
c. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, racun
20
serangga, bisa ular.
d. Penyakit sistemik bermediasi imunologik: lupus eritematosus sistemik, purpura
Henoch-Schönlein, sarkoidosis.
e. Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, tumor gastrointestinal.
PATOFISIOLOGI
Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama terjadinya sindrom nefrotik,
namun penyebab terjadinya proteinuria belum diketahui benar. Salah satu teori yang dapat
menjelaskan adalah hilangnya muatan negatif yang biasanya terdapat di sepanjang endotel
kapiler glomerulus dan membran basal. Hilangnya muatan negatif tersebut menyebabkan
albumin yang bermuatan negatif tertarik keluar menembus sawar kapiler glomerulus.
Hipoalbuminemia merupakan akibat utama dari proteinuria yang hebat. Sembab muncul akibat
rendahnya kadar albumin serum yang menyebabkan turunnya tekanan onkotik plasma dengan
konsekuensi terjadi ekstravasasi cairan plasma ke ruang interstitial.
Hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai pula oleh penurunan aktivitas
degradasi lemak karena hilangnya a-glikoprotein sebagai perangsang lipase. Apabila kadar
albumin serum kembali normal, baik secara spontan ataupun dengan pemberian infus albumin,
maka umumnya kadar lipid kembali normal.
Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik koloid plasma intravaskuler.
Keadaan ini menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan menembus dinding kapiler dari ruang
intravaskuler ke ruang interstitial yang menyebabkan edema. Penurunan volume plasma atau
volume sirkulasi efektif merupakan stimulasi timbulnya retensi air dan natrium renal. Retensi
natrium dan air ini timbul sebagai usaha kompensasi tubuh untuk menjaga agar volume dan
tekanan intravaskuler tetap normal. Retensi cairan selanjutnya mengakibatkan pengenceran
plasma dan dengan demikian menurunkan tekanan onkotik plasma yang pada akhirnya
mempercepat ekstravasasi cairan ke ruang interstitial.
Berkurangnya volume intravaskuler merangsang sekresi renin yang memicu rentetan
aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron dengan akibat retensi natrium dan air, sehingga
produksi urine menjadi berkurang, pekat dan kadar natrium rendah. Hipotesis ini dikenal dengan
teori underfill. Dalam teori ini dijelaskan bahwa peningkatan kadar renin plasma dan aldosteron
adalah sekunder karena hipovolemia. Tetapi ternyata tidak semua penderita sindrom nefrotik
21
menunjukkan fenomena tersebut. Beberapa penderita sindrom nefrotik justru memperlihatkan
peningkatan volume plasma dan penurunan aktivitas renin plasma dan kadar aldosteron,
sehingga timbullah konsep baru yang disebut teorioverfill. Menurut teori ini retensi renal natrium
dan air terjadi karena mekanisme intrarenal primer dan tidak tergantung pada stimulasi sistemik
perifer. Retensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi volume plasma dan cairan
ekstraseluler. Pembentukan edema terjadi sebagai akibat overfilling cairan ke dalam
kompartemen interstitial. Teori overfill ini dapat menerangkan volume plasma yang meningkat
dengan kadar renin plasma dan aldosteron rendah sebagai akibat hipervolemia.
Pembentukan sembab pada sindrom nefrotik merupakan suatu proses yang dinamik dan
mungkin saja kedua proses underfill dan overfill berlangsung bersamaan atau pada waktu
berlainan pada individu yang sama, karena patogenesis penyakit glomerulus mungkin merupakan
suatu kombinasi rangsangan yang lebih dari satu.
GEJALA KLINIS
Apapun tipe sindrom nefrotik, manifestasi klinik utama adalah sembab, yang tampak pada
sekitar 95% anak dengan sindrom nefrotik. Seringkali sembab timbul secara lambat sehingga
keluarga mengira sang anak bertambah gemuk. Pada fase awal sembab sering bersifat intermiten;
biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah
(misal, daerah periorbita, skrotum atau labia). Akhirnya sembab menjadi menyeluruh dan masif
(anasarka).
Sembab berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai sembab muka pada pagi
hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi bengkak pada ekstremitas bawah pada siang
harinya. Bengkak bersifat lunak, meninggalkan bekas bila ditekan (pitting edema). Pada
penderita dengan sembab hebat, kulit menjadi lebih tipis dan mengalami oozing. Sembab
biasanya tampak lebih hebat pada pasien SNKM dibandingkan pasien-pasien GSFS atau GNMP.
Hal tersebut disebabkan karena proteinuria dan hipoproteinemia lebih hebat pada pasien SNKM.
Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit sindrom nefrotik. Diare
sering dialami pasien dengan sembab masif yang disebabkan sembab mukosa usus.
Hepatomegali disebabkan sintesis albumin yang meningkat, atau edema atau keduanya. Pada
beberapa pasien, nyeri perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi pada sindrom nefrotik yang
22
sedang kambuh karena sembab dinding perut atau pembengkakan hati. Nafsu makan menurun
karena edema. Anoreksia dan terbuangnya protein mengakibatkan malnutrisi berat terutama pada
pasien sindrom nefrotik resisten-steroid. Asites berat dapat menimbulkan hernia umbilikalis dan
prolaps ani.
Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak, maka pernapasan
sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat. Keadaan ini dapat diatasi dengan
pemberian infus albumin dan diuretik.
Anak sering mengalami gangguan psikososial, seperti halnya pada penyakit berat dan kronik
umumnya yang merupakan stres nonspesifik terhadap anak yang sedang berkembang dan
keluarganya. Kecemasan dan merasa bersalah merupakan respons emosional, tidak saja pada
orang tua pasien, namun juga dialami oleh anak sendiri. Kecemasan orang tua serta perawatan
yang terlalu sering dan lama menyebabkan perkembangan dunia sosial anak menjadi terganggu.
Manifestasi klinik yang paling sering dijumpai adalah sembab, didapatkan pada 95% penderita.
Sembab paling parah biasanya dijumpai pada sindrom nefrotik tipe kelainan minimal (SNKM).
Bila ringan, sembab biasanya terbatas pada daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang
rendah, misal daerah periorbita, skrotum, labia. Sembab bersifat menyeluruh, dependen dan
pitting. Asites umum dijumpai, dan sering menjadi anasarka. Anak-anak dengan asites akan
mengalami restriksi pernafasan, dengan kompensasi berupa tachypnea. Akibat sembab kulit,
anak tampak lebih pucat.
Hipertensi dapat dijumpai pada semua tipe sindrom nefrotik. Penelitian International Study
of Kidney Disease in Children (SKDC) menunjukkan 30% pasien SNKM mempunyai tekanan
sistolik dan diastolik lebih dari 90th persentil umur.
Tanda utama sindrom nefrotik adalah proteinuria yang masif yaitu > 40 mg/m2/jam atau > 50
mg/kg/24 jam; biasanya berkisar antara 1-10 gram per hari. Pasien SNKM biasanya
mengeluarkan protein yang lebih besar dari pasien-pasien dengan tipe yang lain.
Hipoalbuminemia merupakan tanda utama kedua. Kadar albumin serum < 2.5 g/dL.
Hiperlipidemia merupakan gejala umum pada sindrom nefrotik, dan umumnya, berkorelasi
terbalik dengan kadar albumin serum. Kadar kolesterol LDL dan VLDL meningkat, sedangkan
23
kadar kolesterol HDL menurun. Kadar lipid tetap tinggi sampai 1-3 bulan setelah remisi
sempurna dari proteinuria.
Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun tidak dapat
dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom nefrotik.1,5
Fungsi ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat awal penyakit. Penurunan
fungsi ginjal yang tercermin dari peningkatan kreatinin serum biasanya terjadi pada sindrom
nefrotik dari tipe histologik yang bukan SNKM.
Tidak perlu dilakukan pencitraan secara rutin pada pasien sindrom nefrotik. Pada
pemeriksaan foto toraks, tidak jarang ditemukan adanya efusi pleura dan hal tersebut berkorelasi
secara langsung dengan derajat sembab dan secara tidak langsung dengan kadar albumin serum.
Sering pula terlihat gambaran asites. USG ginjal sering terlihat normal meskipun kadang-kadang
dijumpai pembesaran ringan dari kedua ginjal dengan ekogenisitas yang normal.
CARA PEMERIKSAAN
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
I. Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di ke dua kelopak mata, perut, tungkai, atau
seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang. Keluhan lain juga dapat ditemukan
seperti urin berwarna kemerahan.
II. Pemeriksaan fisis
24
Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua kelopak mata,
tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia. Kadang-kadang ditemukan hipertensi.
III. Pemeriksaan penunjang
Pada urinalisis ditemukan proteinuria masif (3+ sampai 4+), dapat disertai hematuria. Pada
pemeriksaan darah didapatkan hipoalbuminemia (< 2,5 g/dl), hiperkolesterolemia, dan laju endap
darah yang meningkat, rasio albumin/globulin terbalik. Kadar ureum dan kreatinin umumnya
normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal.
DIAGNOSIS BANDING
1. Sembab non-renal : gagal jantung kongestif, gangguan nutrisi, edema hepatal, edema
Quincke.
2. Glomerulonefritis akut
3. Lupus sistemik eritematosus.
Penyulit
1. Shock akibat sepsis, emboli atau hipovolemia
2. Thrombosis akibat hiperkoagulabilitas
3. Infeksi
4. Hambatan pertumbuhan
5. Gagal ginjal akut atau kronik
6. Efek samping steroid, misalnya sindrom Cushing, hipertensi, osteoporosis, gangguan emosi
dan perilaku.
PENATALAKSANAAN
25
Bila diagnosis sindrom nefrotik telah ditegakkan, sebaiknya janganlah tergesa-gesa memulai
terapi kortikosteroid, karena remisi spontan dapat terjadi pada 5-10% kasus. Steroid dimulai
apabila gejala menetap atau memburuk dalam waktu 10-14 hari.
PROTOKOL PENGOBATAN
International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) menganjurkan untuk
memulai dengan pemberian prednison oral (induksi) sebesar 60 mg/m2/hari dengan dosis
maksimal 80 mg/hari selama 4 minggu, kemudian dilanjutkan dengan dosis rumatan sebesar 40
mg/m2/hari secara selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu, lalu setelah itu
pengobatan dihentikan.1
A. Sindrom nefrotik srangan pertama
1. Perbaiki keadaan umum penderita :
a. Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak. Rujukan ke bagian gizi
diperlukan untuk pengaturan diet terutama pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal.
b. Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi plasma atau
albumin konsentrat.
c. Berantas infeksi.
d. Lakukan work-up untuk diagnostik dan untuk mencari komplikasi.
e. Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema anasarka.
Diuretik diberikan bila ada edema anasarka atau mengganggu aktivitas. Jika ada
hipertensi, dapat ditambahkan obat antihipertensi.
2. Terapi prednison sebaiknya baru diberikan selambat-lambatnya 14 hari setelah diagnosis
sindrom nefrotik ditegakkan untuk memastikan apakah penderita mengalami remisi
spontan atau tidak. Bila dalam waktu 14 hari terjadi remisi spontan, prednison tidak perlu
diberikan, tetapi bila dalam waktu 14 hari atau kurang terjadi pemburukan keadaan,
segera berikan prednison tanpa menunggu waktu 14 hari.
B. Sindrom nefrotik kambuh (relapse)
26
1. Berikan prednison sesuai protokol relapse, segera setelah diagnosis relapse ditegakkan.
2. Perbaiki keadaan umum penderita.
a. Sindrom nefrotik kambuh tidak sering
Adalah sindrom nefrotik yang kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan atau < 4 kali
dalam masa 12 bulan.
1. Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80
mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.
2. Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 40 mg/m2/48 jam, diberikan selang
sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu,
prednison dihentikan.
b. Sindrom nefrotik kambuh sering
adalah sindrom nefrotik yang kambuh > 2 kali dalam masa 6 bulan atau > 4 kali
dalam masa 12 bulan.
1. Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80
mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.
2. Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m2/48 jam, diberikan selang
sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, dosis
prednison diturunkan menjadi 40 mg/m2/48 jam diberikan selama 1 minggu,
kemudian 30 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, kemudian 20 mg/m2/48 jam selama 1
27
minggu, akhirnya 10 mg/m2/48 jam selama 6 minggu, kemudian prednison
dihentikan.
Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3
mg/kg/hari diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu siklofosfamid
dihentikan. Indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi anak adalah bila pasien
tidak respons terhadap pengobatan awal, relapse frekuen, terdapat komplikasi, terdapat
indikasi kontra steroid, atau untuk biopsi ginjal.
PROGNOSIS
Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
1. Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun.
2. Disertai oleh hipertensi.
3. Disertai hematuria.
4. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.
5. Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal.
Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons yang
obaik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya akan relapse
berulang dan sekitar 10% tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid.
28
Pembahasan
Sebagian besar sindrom nefrotik pada anak memberikan respons yang baik pada
pengobatan awal dengan steroid. Namun sekitar 57% di antaranya menunjukkan kekambuhan
berulang yang memerlukan pengobatan steroid yang berulang-ulang, hingga sebagian
menunjukkan efek toksik. Pemberian steroid awal yang lebih lama dapat mengurangi jumlah
pasien yang mengalami kambuh sering.
Anak R tercatat sudah mengalami kekambuhan sebanyak 3 kali, dengan peningkatan dosis
steroid sampai dengan 50 mg/ hari. Pengobatan dengan dosis 2-2-1 yang dilakukan pada masa
relaps terakhir ini tercatat memberikan hasil outcome yang baik. Follow up dari therapy yang
29
dilakukan selama ini menunjukkan perkembangan pengurangan ukuran pada lingkar perut,
edema pada perut dan tungkai.
Berbagai studi kolaboratif telah dilakukan untuk membuktikan bahwa pemberian terapi
steroid awal yang lebih lama dari pengobatan standar sesuai ISKDC (8 minggu) dapat
mengurangi jumlah penderita sindrom nefrotik yang kambuh sering. Menurut Brodel (1991)
kira–kira 80% anak kambuh dalam satu tahun apabila prednison diberikan untuk 4 minggu, 60%
kambuh sesudah pengobatan 8 minggu, dan hanya 36% kambuh apabila prednison diberikan
selama 12 minggu.
Pada kasus anak R, pengobatan steroid sudah dilakukan selama 4 minggu di rumah sakit,
dengan penyulit seperti diare cair akut tanpa dehidrasi, dan konstipasi, namun penyulit itu bias
teratasi, lama pengobatan anak R di rumah sakit cukup panjang selama 4 minggu, meski jauh
dari standar emas yang di ajarkan yaitu 8 minggu di rumah sakit, tapi hasil outcome yang
diperoleh cukup baik.
Beberapa factor seperti biaya dan dan social tentu perlu diperhatikan apabila perawatan
perlu dilanjutkan selama beberapa minggu lagi. Hal ini membuat rawat jalan dengan
menjelaskan kepada pasien tentang kepatuhan minum obat diperlukan.
30
Recommended