Download docx - Dm tipe 1 pada anak

Transcript

PENDAHULUAN

Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai

kelainan metabolik akibat ganguan hormonal yang menimbulkan berbagai

komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah disertai lesi pada

membran basalis pada pemeriksaan dengan mikroskop elektron. Banyak orang

pada awalnya tidak tahu bahwa mereka menderita diabetes.2 Diabetes mellitus

pada anak dulu dikenal sebagai diabetes mellitus juvenile, berbeda dengan

diabetes pada dewasa yang sebagian besar merupakan tipe 2, diabetes pada anak-

anak sebagian besar tipe 1.banyak aspek yang harus diperhatikan pada anak

dengan diabetes karena anak masih dalam proses tumbuh kembang, pengawasan

dari orang tua terhadap penyakitnya harus dilakukan dengan baik untuk

mengantisipasi gangguan tumbuh kembang yang mungkin terjadi pada anak.1

Diabetes mellitus tipe 1 merupakan salah satu penyakit kronis yang sampai

saat ini belum dapat disembuhkan. Insiden diabetes melitus tipe 1 sangat

bervariasi di tiap negara. Dari data-data epidemiologik memperlihatkan bahwa

puncak usia terjadinya DM pada anak adalah pada usia 5-7 tahun dan pada saat

menjelang remaja. Sedangkan, insiden penderita diabetes melitus tipe 1 pada anak

meningkat secara signifikan di negara Barat. Merupakan sebuah tantangan

tersendiri bagi para orangtua dan dokter dalam pengobatan diabetes melitus tipe 1

pada anak yang berumur di bawah 12 tahun. Seiring perkembangan teknologi

yang makin pesat dan meningkatnya permintaan pasien diabetes melitus yang

mendambakan pengobatan efektif dan aman tanpa terus-terusan harus

menginjeksikan insulin ke tubuh mereka, sebagai alternatif digunakanlah pompa

insulin yang kini menjadi favorit penderita pasien diabetes di Amerika, terutama

diabetes melitus tipe 1. Akibatnya, terjadi peningkatan yang signifikan terhadap

pemakaian pompa insulin selama 1 dekade ini karena pasien DM tidak perlu

menghabiskan waktu terlalu banyak untuk menginjeksikan insulin ke tubuhnya

terus menerus.1,2,

1

DEFINISI 1,2

Diabetes adalah gangguan metabolism yang dapat disebabkan

berbagai macam etiologi, disertai dengan adanya hiperglikemia kronis

akobat gangguan sekresi insulin atau gangguan kerja insulin atau keduanya.

Diabetes mellitus tipe 1 adalah kelainan sistemik akibat terjadinya gangguan

metabolism glukosa yang ditandai oleh hiperglikemia kronik, keadaan ini

diakibatkan oleh kerusakan sel beta pancreas baik oleh proses autoimun

maupun idiopatik sehingga produksi insulin berkurang, bahkan berhenti.

EPIDEMIOLOGI 1,4,7

Angka penderita diabetes yang didapatkan di Asia Tenggara adalah :

Singapura 10,4 persen (1992), Thailand 11,9 persen (1995), Malaysia 8

persen lebih (1997), dan Indonesia (5,6 persen (1992). Kalau pada 1995

Indonesia berada di nomor tujuh sebagai negara dengan jumlah diabetes

terbanyak di dunia, diperkirakan tahun 2025 akan naik ke nomor lima

terbanyak. Pada saat ini, dilaporkan bahwa di kota-kota besar seperti Jakarta

dan Surabaya, sudah hampir 10 persen penduduknya mengidap diabetes.1

Berdasarkan data rumah sakit terdapat 2 puncak insidens DM tipe-1

pada anak yaitu pada usia 5-6 tahun dan 11 tahun. Patut dicatat bahwa lebih

dari 50% penderita baru DM tipe-1 berusia lebih dari > 20 tahun.

Factor genetic dan lingkungan sangat berperan dalam terjadinya DM

tipe-1. Walaupun hamper 80% penderita DM tipe-1 baru tidak mempunyai

riwayat keluarga dengan penyakit serupa, namun factor genetic diakui

berperan dalam pathogenesis DM tipe-1. Factor genetic dikaitkan dengan

pola HLA tertentu, tetapi system HLA bukan merupakan satu-satunya

ataupun factor dominan pada pathogenesis DM tipe-1. System HLA

berperan sebagai suatu sespectibility gene atau factor kerentanan.

Diperlukan suatu factor pemicu yang berasal dari lingkunagan (infeksi

virus,toksin) untuk menimbulkan gejala klinis DM tipe-1 pada seseorang

yang rentan.5

2

ETIOLOGI 5,7

Disebabkan karena destruksi sel beta, umumnya menjurus ke

defisiensi insulin absolut. Diabetes melitus tipe 1 disebabkan 2 hal yaitu :

Autoimun

Disebabkan kesalahan reaksi autoimunitas yang

menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut

dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh. Ditemukan beberapa

petanda imun (immune markers) yang menunjukkan pengrusakan sel

beta pankreas untuk mendeteksi kerusakan sel beta, seperti “islet cell

autoantibodies (ICAs), autoantibodies to insulin (IAAs),

autoantibodies to glutamic acid decarboxylase (GAD). )”, dan

antibodies to tyrosine phosphatase IA-2 and IA-2.

Idiopatik

Sebagian kecil diabetes melitus tipe 1 penyebabnya tidak jelas

(idiopatik).

PATOFISIOLOGI 1,2,4,5

Diabetes tipe 1 merupakan bentuk diabetes parah yang berhubungan

dengan terjadinya ketosis apabila tidak diobati. Diabetes ini muncul ketika

pankreas sebagai pabrik insulin tidak dapat atau kurang mampu

memproduksi insulin. Akibatnya, insulin tubuh kurang atau tidak ada sama

sekali. Glukosa menjadi menumpuk dalam peredaran darah karena tidak

dapat diangkut ke dalam sel. Biasanya, diabetes tipe ini sering terjadi pada

anak dan remaja tetapi kadang-kadang juga terjadi pada orang dewasa,

khususnya yang non obesitas dan mereka yang berusia lanjut ketika

hiperglikemia tampak pertama kali. Keadaan tersebut merupakan suatu

gangguan katabolisme yang disebabkan karena hampir tidak terdapat insulin

dalam sirkulasi, glukagon plasma meningkat dan sel-sel B pankreas gagal

3

merespon semua stimulus insulinogenik. Oleh karena itu, diperlukan

pemberian insulin eksogen untuk memperbaiki katabolisme, mencegah

ketosis, dan menurunkan hiperglukagonemia dan peningkatan kadar glukosa

darah.

Diduga diabetes tipe 1 disebabkan oleh infeksi atau toksin

lingkungan yang menyerang orang dengan sistem imun yang secara genetis

merupakan predisposisi untuk terjadinya suatu respon autoimun yang kuat

yang menyerang antigen sel B pankreas. Faktor ekstrinsik yang diduga

mempengaruhi fungsi sel B meliputi kerusakan yang disebabkan oleh virus,

seperti virus penyakit gondok (mumps) dan virus coxsackie B4, oleh agen

kimia yang bersifat toksik, atau oleh sitotoksin perusak dan antibodi yang

dirilis oleh imunosit yang disensitisasi. Suatu kerusakan genetis yang

mendasari yang berhubungan dengan replikasi atau fungsi sel B pankreas

dapat menyebabkan predisposisi terjadinya kegagalan sel B setelah infeksi

virus. Lagipula, gen-gen HLA yang khusus diduga meningkatkan

kerentanan terhadap virus diabetogenik atau mungkin dikaitkan dengan gen-

gen yang merespon sistem imun tertentu yang menyebabkan terjadinya

predisposisi pada pasien sehingga terjadi respon autoimun terhadap sel-sel

pulaunya (islets of Langerhans) sendiri atau yang dikenal dengan istilah

autoregresi.

Dari semua penderita diabetes, 5-10 persennya adalah penderita

diabetes tipe 1. Di Indonesia, statistik mengenai diabetes tipe 1 belum ada,

diperkirakan hanya sekitar 2-3 persen dari total keseluruhan. Mungkin ini

disebabkan karena sebagian tidak terdiagnosis atau tidak diketahui sampai si

pasien sudah mengalami komplikasi dan keburu meninggal. Biasanya

gejalanya timbul secara mendadak dan bisa berat sampai mengakibatkan

koma apabila tidak segera ditolong dengan suntikan insulin.

4

GAMBARAN KLINIS 1,2,4,7

Diagnosis DM awalnya dipikirkan dengan adanya gejala khas

berupa polifagia (banyak makan), poliuria (banyak kencing), polidipsi (cepat

haus), lemas dan berat badan turun. Gejala lain yang mungkin dikeluhkan

pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur, dan impotensi pada pria serta

pruritus vulva pada wanita.

Sedangkan pada diabetes melitus tipe 1, yang kebanyakan diderita

oleh anak-anak ( diabetes melitus juvenil) mempunyai gambaran lebih akut,

lebih berat, tergantung insulin dengan kadar glukosa darah yang labil.

Penderita biasanya datang dengan ketoasidosis karena keterlambatan

diagnosis. DM tipe 1 pada anak di Indonesia relatif jarang dibandingkan

dengan negara Barat sehingga dokter maupun orangtua kurang memikirkan

atau memperhatikan tentang kemungkinan adanya penyakit ini. Mayoritas

penyandang DM tipe 1 menunjukan gambaran klinik yang klasik seperti

poliuria, polidipsia, dan polifagia disertai penurunan berat badan. Glukosa

darah puasa biasanya diatas 200mg/dl dengan disertai ketonuria. Adanya

penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan, poliuria nokturnal serta

enuresis, seharusnya menimbulkan kecurigaan adanya DM tipe 1 pada anak.

Gejala-gejala lainnya dapat berupa muntah-muntah, nafas berbau aseton,

nyeri atau kekakuan abdomen dan gangguan kesadaran koma. 4

Perjalanan klinis DM tipe 1 terbagi atas: 4,7

Fase Inisial

Dimulai saat timbulnya gejala sampai dengan ditegakkan

diagnosis. Fase ini sering didahului oleh infeksi, goncangan emosi maupun

trauma fisik.

5

Fase Penyembuhan

Fase setelah beberapa hari diberikan pengobatan. Keadaan akut

penyakit ini telah teratasi dan sudah terdapat sensitivitas jaringan terhadap

insulin.

Fase Remisi (Honeymoon period)

Fase ini khas pada penyandang DM tipe 1. Fase ini terjadi akibat

berfungsinya kembali jaringan residual pancreas sehingga pancreas

mensekresikan kembali sisa insulin. Fase ini akan berakhir apabila

pancreas sudah menghabiskan kembali seluruh sisa insulin. Pada saat ini,

kebutuhan insulin menurun sehingga dapat terjadi hipoglikemia bila

insulin tidak disesuaikan. Bila dengan dosis insulin 0.1 IU/kg BB masih

menyebabkan hipoglikemia maka pemberian insulin harus dihentikan.

Pada fase ini perlu observasi dan pemeriksaan urin reduksi secara teratur

untuk memantau keadaan penyakitnya. Fase ini berlangsung selama

beberapa minggu sampai beberapa bulan. Diperlukan penyuluhan pada

penyandang DM atau orangtua bahwa fase ini bukan berarti penyembuhan

penyakitnya.

Fase Intensifikasi

Fase ini timbul 16-18 bulan setelah diagnosis ditegakan. Pada fase

ini terjadi kekurangan insulin endogen.

1. DIAGNOSIS 4,7

Diagnosis dapat ditegakan jika didapat salah satu dari gejala di bawah ini :

1. Adanya gejala yang klasik seperti poliuria, polifagi, polidipsi, dan

ketonuria, penurunan berat badan yang cepat disertai dengan kadar

glukosa darh plas >200mg/dl.

2. Pada individu asimtomatik, jika terdapat peningkatan kadar glukosa

darah puasa dan peningkatan kadar glukosa darah yang menetap

6

selama dilakukan tes toleransi glukosa oral (TTGO/OPGTT) yang

dilakukan lebih dari 1 kali.

Pada anak biasanya tes toleransi glukosa tidak perlu dilakukan untuk

mendiagnosis DM tipe-1. Indikasi TTG pada anak adalah pada kasus yang

meragukan yaitu ditemukan gejala-gejala klinis yang khas untuk DM,

namun pemeriksaan kadar glukosa darah tidak myakinkan.

Dosis glukosa yang digunakan pada TTg adalah 1,75 g/kg BB

(maksimum 75 g). glukosa tersebut diberikan secara oral (dalam 200-250 ml

air) dalam jangka waktu 5 menit. Tes toleransi glukosa dilakukan setelah

anak mendapat diet tinggi karbohidrat (150-200 g/hari) selama tiga hari

berturut-turut dan anak puasa semalam menjelang TTG dilakukan. Selama

tiga hari sebelum TTG dilakukan, aktivitas fisik anak tidak dibatasi. Anak

dapat melakukan kegiatan rutin sehari-hari. Sampel glikosa darah diambil

pada menit ke 0 (sebelum diberikan glukosa oral) 60 dan 120.

Cara pemeriksaan TTGO adalah :

1. Tiga hari sebelum pemeriksaan pasien makan seperti biasa

2. Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak terlalu banyak.

3. Pasien puasa semalam selama 10-12 jam.

4. Periksa glukosa darah

5. Berikan glukosa 75g yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum

dalam waktu 5 menit.

6. Periksa glukosa darah 1 jam dan 2 jam sesudah beban glukosa

7. Selama pemeriksaan, pasien yang diperiksa tetap istirahat dan tidak

merokok.

WHO (1985) menganjurkan pemeriksaan standar seperti di atas,

tetapi di Indonesia hanya memakai pemeriksaan glukosa darah 2 jam saja.

Sedangkan, TTGO pada anak seringkali tidak dibutuhkan karena gejala

klinis yang khas.

7

Tabel 2. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik

sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)4

Bukan DM Belum pasti

DM

DM

Kadar glukosa darah sewaktu

Plasma vena

Darah Kapiler

Kadar glukosa darah puasa

Plasma vena

Darah Kapiler

<110

<90

<110

<90

110-199

90-199

110-125

90-109

>200

>200

>126

>110

PENGELOLAAN 4,6,7

Hal pertama yang harus dipahami adalah bahwa DM tipe-1 tidak

dapat disembuhkan, tetapi kualitas hidup penderita dapat dipertahankan

seoptimal mungkin dengan control metabolic yang baik. Yang dimaksud

control metabolic yang baik adalah mengusahakan kadar glukosa darah

dalam batas normal atau mendekati nilai normal tanpa menimbulkan

hipoglikemia. Parameter HbA1c merupakan parameter control metabolic

standar pada DM. nilai HbA1c < 7% berarti control metabolic baik, HbA1c

< 8% cukup dan apabila > 8% dianggap buruk. Dalam jangka pendek,

penatalaksanaan DM bertujuan untuk menghilangkan/mengurangi

keluhan/gejala DM. Sedangkan untuk tujuan jangka panjangnya adalah

mencegah komplikasi. Tujuan tersebut dilaksanakan dengan cara

menormalkan kadar glukosa, lipid, dan insulin. Untuk mempermudah

tercapainya tujuan tersebut kegiatan dilaksanakan dalam bentuk pengelolaan

pasien secara holistik dan mengajarkan kegiatan mandiri. Kriteria

pengendalian DM dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Kriteria pengendalian diabetes melitus 4

8

Baik Sedang Buruk

Glukosa darah plasma vena (mg/dl)

- puasa

-2 jam

80-109

110-159

110-139

160-199

>140

>200

HbA1c (%) 4-6 6-8 >8

Kolesterol total (mg/dl) <200 200-239 >240

Kolesterol LDL

- tanpa PJK

- dengan PJK

<130

<100

130-159

11-129

>159

>129

Kolesterol HDL (mg/dl) >45 35-45 <35

Trigliserida (mg/dl)

- tanpa PJK

- dengan PJK

<200

<150

<200-249

<150-199

>250

>200

BMI/IMT

- perempuan

- laki-laki

18,9-23,9

20 -24,9

23-25

25-27

>25 atau

<18,5

>27 atau <20

Tekanan darah (mmHg) <140/90 140-160/90-

95

>160/95

Akan tetapi, perbedaan utama antara penatalaksanaan DM tipe 1 yang

mayoritas diderita anak dibanding DM tipe 2 adalah kebutuhan mutlak

insulin. Terapi DM tipe 1 lebih tertuju pada pemberian injeksi insulin.

Penatalaksanaan DM tipe 1 menurut Sperling dibagi dalam 3 fase yaitu :

1. Fase akut/ketoasidosis

koma dan dehidrasi dengan pemberian cairan, memperbaiki

keseimbangan asam basa, elektrolit dan pemakaian insulin.

2. Fase subakut/ transisi

9

Bertujuan mengobati faktor-faktor pencetus, misalnya infeksi, dll,

stabilisasi penyakit dengan insulin, menyusun pola diet, dan

penyuluhan kepada penyandang DM/keluarga mengenai

pentignya pemantauan penyakitnya secara teratur dengan

pemantauan glukosa darah, urin, pemakaian insulin dan

komplikasinya serta perencanaan diet dan latihan jasmani.

3. Fase pemeliharaan

Pada fase ini tujuan utamanya ialah untuk mempertahankan status

metabolik dalam batas normal serta mencegah terjadinya

komplikasi

Untuk itu WHO mengemukakan beberapa sasaran yang ingin dicapai dalam

penatalaksanaan penyandang DM tipe 1, diantaranya :

1. Bebas dari gejala penyakit

2. Dapat menikmati kehidupan sosial sepenuhmya

3. Dapat terhindar dari komplikasi penyakitnya

Pada anak, ada beberapa tujuan khusus dalam penatalaksanaannya, yaitu

diusahakan supaya anak-anak :

1. Dapat tumbuh dan berkembang secara optimal

2. Mengalami perkembangan emosional yang normal

3. Mampu mempertahankan kadar glukosuria atau kadar glukosa darah

serendah mungkin tanpa menimbulkan gejala hipoglikemia

4. Tidak absen dari sekolah akibat penyakit dan mampu berpartisipasi

dalam kegiatan fisik maupun sosial yang ada

5. Penyakitnya tidak dimanipulasi oleh penyandang DM, keluarga,

maupun oleh lingkungan

10

6. Mampu memberikan tanggung jawab kepada penyandang DM untuk

mengurus dirinya sendiri sesuai dengan taraf usia dan intelegensinya

Keadaan ideal yang ingin dicapai ialah penyandang DM tipe 1 dalam

keadaan asimtomatik, aktif, sehat, seimbang, dan dapat berpartisipasi dalam

semua kegiatan sosial yang diinginkannya serta mampu menghilangkan rasa

takut terhadap terjadinya komplikasi. Sasaran-sasaran ini dapat dicapai oleh

sebagian besar penyandang DM maupun keluarganya jika mereka

memahami penyakitnya dan prinsip-prinsip penatalaksanaan diabetes.

Untuk mencapai tujuan ini penatalaksanaan dibagi menjadi :

1. Pemberian insulin

2. Penatalaksanaan dietetik

3. Latihan jasmani

4. Edukasi

5. Home monitoring (pemantauan mandiri )

Pemberian Insulin 4,6,7

Diabetes tipe 1 mutlak membutuhkan insulin karena pankreas tidak

dapat memproduksi hormon insulin. Maka seumur hidupnya pasien harus

mendapatkan terapi insulin untuk mengatasi glukosa darah yang tinggi.

Penghentian suntikan akan menimbulkan komplikasi akut dan bisa fatal

akibatnya.

Suntikan insulin untuk pengobatan diabetes dinamakan terapi

insulin. Tujuan terapi ini terutama untuk :

1. Mempertahankan glukosa darah dalam kadar yang normal atau

mendekati normal.

2. Menghambat kemungkinan timbulnya komplikasi kronis pada diabetes.

11

Keberhasilan terapi insulin juga tergantung terhadap gaya hidup

seperti program diet dan olahraga secara teratur. Makanan terdiri dari

karbohidrat, protein, dan lemak. Glukosa terutama bersumber dari

karbohidrat walaupun protein dan lemak juga bisa menaikan glukosa.

Karbohidrat dipecah menjadi glukosa dan masuk ke peredaran darah, dan

glukosa darah dapat meningkat. Secara terus menerus pankreas melepaskan

insulin pada saat makan atau tidak. Setelah makan, glukosa meningkat di

dalam peredaran darah dan pengeluaran insulin oleh pankreas juga

meningkat. Tugas pokok insulin adalah mengatur pengangkutan atau

masuknya glukosa dari darah ke dalam sel sehingga glukosa darah bisa

turun. Jadi, insulin berperan dalam mengatur kestabilan glukosa di dalam

darah. Insulin juga bekerja di hati. Setelah makan, kadar insulin meningkat

dan membantu penimbunan glukosa di hati. Pada saat tidak makan, insulin

turun. Maka hati akan memecah glikogen menjadi glukosa dan masuk ke

darah sehingga glukosa darah dipertahankan tetap dalam kadar yang

normal.

Enam tipe insulin berdasarkan mulain kerja, puncak, dan lama kerja

insulin tersebut, yakni :

1. Insulin Keja Cepat (Short-acting Insulin)

2. Insulin Kerja Sangat Cepat (Quick-Acting Insulin)

3. Insulin Kerja Sedang (Intermediate-Acting Insulin)

4. Mixed Insulin

5. Insulin Kerja Panjang (Long-Acting Insulin)

6. Insulin Kerja Sangat Panjang (Very Long Acting Insulin)

Tabel 4. Insulin yang Tersedia dan yang Akan Tersedia di Indonesia

12

Jenis insulin Awitan (jam)

Puncak kerja(jam)

Lama kerja(jam)

Rapid-actingInsulin LisproInsulin Aspart

0,25-0,50,25-0,5

0,5-10,5-1

3-43-5

Short-actingRegular 0,5-1 2-4 4-8IntermediateNPHLente

2-43-4

4-106-12

12-2412-24

Long actingUltra LenteInsulin Glargine

4-62-4

6-12NA

18-2424+

Premixed70/30 ( 70% NPH/30% Regular)50/50(50% NPH/50% Regular)Mix 25( 75% NPH/25% Lispro)Novolog Mix ( 70% NPH/30%

Aspart)

0,5-10,5-10,25-0,50,25-0,5

2-82-61-21-2

12-2412-2412-2412-24

Insulin kerja ultra pendek ( Lispro )

Potensi dan efek hipoglikemi lispro sama dengan reguler insulin.

Secara praktis lispro dapat diberikan 15 menit sebelum makan. Lispro

sangat bermanfaat pada penatalaksanaan insulin ketika sakit dan juga

dapat digunakan sebagai bolus sebelum makan . 4,10

Insulin kerja pendek

Insulin tipe ini terdapat dalam bentuk larutan jernih, biasanya

digunakan untuk mengatasi keadaan akut seperti ketoasidosis, penderita

baru dan tindakan bedah, bisa digunakan sebagai pengobatan bolus

13

sebelum makan atau kombinasi dengan insulin kerja menengah. Pada

penderita balita, sebaiknya insulin ini yang digunakan untuk menghindari

efek hiperglikemi akibat pola hidup balita yang tidak teratur.4,10

Insulin kerja menengah

Insulin ini berada dalam bentuk suspensi sehingga warnanya agak

keruh, insulin ini digunakan dua kali sehari, sebelum digunakan, insulin

ini harus dibuat merata konsentrasinya dengan menggulunggulung

diantara kedua telapak tangan, jangan dikocok. 4 Insulin ini digunakan

untuk penderita yang yang mempunyai pola hidup teratur sehingga bias

terhindar dari hipoglikemi. Penderita DM tipe 1 usia bayi (0-2thn )

mempunyai pola hidup yang masih teratur sehingga lebih mudah mencapai

kontrol metabolik yang baik. Bila orangtua segan untuk menggunakan

regimen insulin kerja menengah secara multipel (2 kali penyuntikan),

penggunaan 1 kali sehari masih dimungkinkan pada golongan usia ini

dengan memperhatikan dulu efek insulin terhadap kontrol metaboliknya.

Insulin campuran

Insulin ini merupakan preparat insulin campuran baku ( campuran

insulin kerja pendek dengan kerja menengah) yang sudah dikemas oleh

pabrik. Insulin campuran memberikan kemudahan bagi penderita.

Pemakaian preparat ini dianjurkan bagi penderita yang telah mempunyai

kontrol metabolic yang baik dengan campuran insulin sendiri yang sesuai.

Insulin Pen

Penggunaan insulin pen sudah mulai meluas di Indonesia. Insulin

pen sangat praktis, tidak perlu menghisap insulin dari tabung setiap akan

menyuntik. Ini disebabkan karena dosis insulin cukup diatur dengan

memutar tombol pen sampai dosis yang diinginkan. 4,10

Mencampur insulin

14

Campuran insulin bersifat individual, perbandingan antara insulin

kerja pendek dan kerja menengah ditetapkan oleh dokter dengan

menggunakan hasil pemantauan mandiri glukosa darah di rumah selama

beberapa hari secara berturutan. 4

Apabila menggunakan preparat insulin yang dicampur sendiri,

maka yang perlu diingat adalah

1. Botol keruh berisi insulin kerja menengah; sedangkan insulin kerja

pendek berwarna jernih, isaplah insulin yang jernih sebelum menghisap

yang keruh

2. Mintalah orang lain untuk turut menghitung dan memperhatikan jumlah

insulin yang dihisap sebelum digunakan.

3. Pastikan bahwa kekuatan insulin (40 IU/ml atau 100 IU/ml) yang

digunakan sesuai dengan suntikan insulin (40 IU/ml atau 100 IU/ml) yang

digunakan sehingga perhitungan tidak rumit.

Penyimpanan

Insulin akan kehilangan potensinya jika dibiarkan pada suhu tinggi

atau setelah vial insulin terbuka. Insulin relatif stabil pada suhu ruangan

selama beberapa minggu, asal tidak terpapar pada panas yang berlebihan,

akan tetapi demi keamanan, insulin lebih baik disimpan dalam lemari es

pada suhu 48 º C, bukan dalam freezer.

Potensi insulin, baik pada vial yang telah dibuka ataupun penfill,

masih dapat bertahan selama 3 bulan bila disimpan dilemari es atau 1

bulan bila ditaruh pada suhu kamar, setelah masa tersebut insulin harus

dibuang.4 Alat suntikan sebaiknya digunakan untuk satu kali pakai,

terutama bila sterilitas alat suntik tidak terjamin, walaupun demikian,

pemakainan berulangulang pada keadaan tertentu masih dibenarkan.

Beberapa cara untuk meningkatkan frekuensi pemakaian jarum suntik

adalah : 4

1. Simpan jarum suntik pada suhu kamar

2. Tutuplah jarum dengan penutupnya apabila tidak dipakai.

15

3. Jangan membersihkan jarum dengan alkohol

4. Pompalah udara ke dalam jarum suntik berulangulang sebelum setiap

kali pemakaian untuk membuang sumbatan.

5. Buang jarum suntik apabila telah bengkok atau tumpul atau telah

bersentuhan dengan bagian badan lainnya selain kulit.

6. Buang jarum suntik apabila angka-angka sudah tidak/kurang terbaca

Penyuntikan

Ketrampilan penyuntikan harus dikuasai oleh penderita, selain itu,

perlu diketahui tempat penyuntikan dan factor-faktor yang mempengaruhi

absorbsi insulin. Suntikan insulin yang digunakan sebaiknya selalu

disesuaikan dengan kekuatan insulin yang dipakai (misal insulin kekuatan

100 U/ml sebaiknya menggunakan jarum suntik 1 cc=100 U), bila tidak

sama, perhitungan dosis harus diulang minimal 2 kali dan ditanyakan

kepada orang lain untuk konfirmasi. 4 Untuk mendapatkan efek insulin

yang diharapkan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi penyerapan

insulin. Faktor tersebut adalah lokasi ( dinding perut tercepat, lalu lengan,

paha dan bokong), kedalaman suntikan (suntikan intramuscular akan

mempercepat absorbsi), jenis insulin, dosis insulin ( dosis kecil lebih cepat

absorbsinya), kegiatan fisik (olahraga meningkatkan absorbsi), ada

tidaknya lipodistrofi atau lipohipertrofi (kedua hal tersebut memperlambat

absorbsi) dan perbedaan suhu (suhu panas mempercepat absorbsi).

Teknik penyuntikan

Insulin harus disuntikan secara subkutan dalam dengan melakukan

cubitan, dan jarum suntik harus membentuk sudut 45º atau 90º bila

jaringan subkutannya tebal, untuk penyuntikan tidak perlu menggunakan

alkohol untuk tindakan aseptis. Tempat suntikan dapat dilakukan di

abdomen, paha bagian depan, pantat dan lengan atas. Penyuntikan dapat

dilakukan pada daerah yang sama setiap hari, tapi tidak dianjurkan untuk

melakukan penyuntikan di titik yang sama. Rotasi penyuntikan sangat

16

diperlukan untuk mencegah timbulnya lipohipertrofi atau lipodistrofi.

Penyuntikan insulin kerja cepat lebih dianjurkan didaerah abdomen karena

penyerapan lebih cepat. Di daerah paha dan pantat penyerapan insulin

kerja menengah lebih lambat.

Gambar 1. Lokasi penyuntikan insulin.

Strategi Terapi Insulin

Terdapat berbagai jenis insulin, baik dilihat dari asalnya maupun

dari lama kerjanya. Insulin ini dapat berasal dari ekstrak pankreas,

semisintetik maupun biosintetik yang masing-masing ada keuntungan.

Dengan rekayasa rekombinan maka kemurnian insulin lebih terjamin.

Kemurnian insulin penting untuk mencegah timbulnya antibodi.

Sedangkan dilihat dari kerjanya insulin ini bisa dibagi menjadi kerja

pendek, menengah dan panjang. Insulin kerja panjang jarang digunakan

pada DM tipe 1. Insulin diberikan secara subkutan 15-20 menit sebelum

makan pagi, siang atau sebelum makan malam. Pemberian injeksi insulin

ini dilakukan sebanyak 2 atau 3 injeks perhari.kadang-kadang dengan

pemberian 1 kali injeksi perhari dengan kombinasi pengaturan diet, kadar

glukosa darah relatif dapat dikontrol, walaupun ini agak sulit dilakukan.

17

Semua DM tipe 1 dengan C-peptide negatif membutuhkan insulin dengan

dosis 0,51 unit/KgBB/hari. Secara umum tentu penderita dengan berat

badan ideal membutuhkan insulin lebih sedikit daripada penderita dengan

obesitas. Pada anak kebutuhan insulin saat baru terdiagnosis berkisar

antara 0,2-0,6 unit/KgBB/hari. Dosis harian insulin setiap individu

bervariasi dan seringkali berubah setiap waktu, oleh karena itu harus selalu

dilakukan evaluasi dan disesuaikan secara berkala tentang kecukupannya.

Beberapa faktor mempengaruhi besarnya dosis insulin harian, antara lain :

Umur

Berat badan

Status pubertas

Lama dan fase diabetes

Intake gizi

Latihan/ olahraga

Kondisi tempat suntikan

Rutinitas harian

Penyakit penyerta

Penyesuaian dosis insulin bertujuan untuk mencapai kontrol

metabolik yang optimal tanpa mengabaikan kualitas hidup penderita baik

jangka pendek maupun jangka panjang. Keseimbangan antara kontrol

metabolik dan kualitas hidup sangat sulit tetapi harus selalu diusahakan.

Pengaturan dosis insulin yang kaku atau terlalu fleksibel bukan merupakan

jawaban untuk mencapai control metabolik yang baik. Penyesuaian dosis

biasanya dibutuhkan pada ”Honeymoon Period”, masa remaja, pubertas,

masa sakit, masa sedang menjalankan pembedahan, dan pada keadaan

khusus (terlupa menyuntik, berlibur, berpesta, berpuasa dsb).

Biasanya dosis insulin harian anak pra pubertas sekitar 0,7-1,0 unit

/KgBB/hari, pubertas berkisar 1,2-1,5 unit/Kgbb/hari, sedangkan pada fase

”remisi” atau ”Honeymoon” sekitar 0,2-0,5 unit/Kgbb/hari. Pada saat

permulaan pengobatan insulin diberikan sebanyak 3-4 kali injeksi perhari

berupa insulin kerja pendek, oleh karena disini kita masih dalam taraf

18

penyesuaian dan pencarian dosis optimal. Kemudian bila dosis optimal

dapat diperoleh baru kita usahakan untuk mengurangi jumlah suntikan

menjadi 2 kali dengan menggunakan insulin kerja menengah, atau

kombinasi insulin kerja pendek dengan menengah. Penyuntikan insulin

yang dilakukan setiap hari ini secara subkutan, dilakukan di paha, lengan

atas atau sekitar umbilikus secara bergantian sehingga komplikasi akibat

penyuntikan seperti lipohipertrofi dapat dihindari. Sekarang ada cara

pemberian insulin yang lebih mudah dengan menggunakan pen, sehingga

cara penyuntikan dan pengaturan dosis lebih mudah.

Regimen Insulin

Beberapa prinsip pemakaian insulin yang perlu diperhatikan adalah :4

1. Regimen insulin sangat bersifat individual, sehingga tidak ada regimen

yang seragam untuk semua penderita DM tipe1. Regimen apapun yang

digunakan bertujuan untuk mengikuti pola sekresi pada orang normal

sehingga mampu menormalkan metabolisme gula .

2. Kecil kemungkinannya untuk mencapai normoglikemik pada anak dan

remaja dengan pemberian insulin satu kali per hari.

3. Regimen apapun yang digunakan, insulin tidak boleh dihentikan pada

keadaan sakit. Dosis insulin disesuaikan dengan keadaan sakit penderita,

dan sebaiknya dikonsultasikan kepada dokter.

4. Berdasarkan hasil DCCT, sukar sekali mencapai normoglikemik secara

konstan pada DM tipe1, Rerata HbA1c pada kelompok pengobatan

intensif pada DCCT adalah 77,5%.

5. Hampir semua regimen mengandung insulin kerja pendek atau ultra

pendek analog, namun beberapa anak kecil atau pada fase remisi parsial

cukup dengan insulin kerja menengah saja atau kerja lama untuk

mendapatkan kontrol metabolik yang baik.

Faktor-faktor yang perlu menjadi pertimbangan dalam pemilihan regimen

insulin antara lain usia, lama menderita DM, pola hidup (pola makan,

19

jadwal olahraga, aktifitas sekolah, aktifitas pekerjaan, dll) target kontrol

metabolik, khususnya preferensi penderita/keluarga.

Reaksi lokal

Reaksi lokal insulin jarang terjadi, bila terjadi biasanya disebabkan

karena zat aditif dalam insulin seperti: metacresol, phenol atau

metilhidroksibenzoat. Urtikaria karena dingin bisa terjadi bila insulin

langsung disuntikan dari lemari es.

Nutrisi 1,4,7

Perencanaan makan merupakan salah satu pilar pengelolaan

diabetes, meski sampai saat ini tidak ada satu pun perencanaan makanan

yang sesuai untuk semua pasien. Perencanaan makanan harus disesuaikan

menurut kebiasaan masing-masing individu. Faktor yang berpengaruh

pada respons glikemik makanan adalah cara memasak, proses penyiapan

makanan, dan bentuk makan serta komposisi makanan (karbohidrat, lemak

dan protein). Jumlah masukan kalori makanan yang berasal dari

karbohidrat lebih penting daripada sumber atau macam karbohidratnya.

Gula pasir sebagai bumbu masakan tetap diijinkan. Pada keadaan glukosa

darah terkendali, masih diperbolehkan untuk mengkonsumsi sukrosa (gula

pasir) sampai 5% kebutuhan kalori.

Penatalaksanaan dietetik pada penyandang DM tipe 1 bertujuan

agar selain dapat menjaga kadar glukosa darah mendekati normal atau

normal, dengan menjamin kalori yang diberikan dapat dipakai untuk

metabolisme basal, pertumbuhan, pubertas, ataupun untuk aktivitas yang

dilakukan. Pengaturan glukosa darah pada anak agak sulit dilakukan oleh

karena aktivitas harian yang bervariasi, aktivitas sosial anak yang tidak

tetap, sedangkan penyuntikan insulin tetap waktunya. Dengan demikian

20

penatalaksanaan dietetik pada penyandang DM ini seharusnya merupakan

bagian yang integral dari program edukasi/penyuluhan yang akan

diberikan.

Istilah diet sebaiknya dihindari pada edukasi anak dengan DM

tipe1. Hal ini disebabkan pengertian yang salah pada masyarakat akan arti

diet itu sendiri. Selain itu dengan lebih memasyarakatnya DM tipe2, yang

seringkali menderita kegemukan, diet diidentikkan dengan menguruskan

badan sehingga harus dikurangi. padahal anak sedang tumbuh kembang

sehingga anak memerlukan kalori yang cukup, oleh sebabitu sebaiknya

digunakan istilah pengaturan makan.

Salah satu kunci keberhasilan terapi dietetik ialah keteraturan

jadwal makan serta pengaturan diet sehingga tidak terlalu dibedakan

dengan diet anak lainnya atau dengan diet keluarganya. Diet optimal yang

diberikan biasanya terdiri dari 3 kali makan utama dan 3 kali pemberian

snack. Dengan membiasakan anak dalam pola hidup yang agak teratur

diharapkan kadar glukosa darahnya dapat dikontrol dan komplikasi

hipoglikemi tidak sering terjadi. Tidak ada diet khusus yang dianjurkan

pada anak tetapi ada peneliti yang menganjurkan pemberian diet yang

mengandung banyak serat seperti Buah-buahan, Sayur-sayuran dan cereal.

Oleh karena anak masih dalam proses pertumbuhan, kita harus

hati-hati dengan restriksi diet. Pada setiap kunjungan sebaiknya diberikan

penjelasan mengenai diet, agar dapat disesuaikan untuk umur, kegiatan-

kegiatan atau aktivitas yang dilakukan, masa pubertas dan sebagainya.Pola

makan ini bisa disesuaikan dengan pemberian insulin ataupun dengan hasil

monitoring kadar glukosa darahnya. Manajemen pengaturan makan pada

penderita DM tipe1 bertujuan mencapai kontrol metabolic yang baik,

tanpa mengabaikan kalori yang dibutuhkan untuk metabolisme basal,

pertumbuhan, pubertas atau aktifitas yang dilakukan, serta selera anak.

Disamping itu dengan pengaturan makan ini diharapkan anak tidak

menjadi obes, dapat mencegah timbulnya komplikasi akut semisal

21

hipoglikemia, krisis hiperglikemia danmencegah komplikasi kronis yang

berupa mikro dan makrovaskuler.

Jumlah kebutuhan kalori dapat ditentukan dengan menggunakan

tabel standar yang sudah ada atau untuk anak usia 1 tahun sampai dengan

usia pubertas dapat dihitung dengan rumus sebagai

berikut :

1000 + (usia dalam tahun x 100) = ..... Kalori / hari

Komposisi sumber kalori perhari sebaiknya terdiri atas 50-55%

karbohidrat, 10-15% protein (semakin menurun dengan bertambahnya

umur), dan 30-35% lemak.

Salah satu kunci keberhasilan terapi pengaturan makanan adalah

keteraturan jadwal makan serta makanan yang tidak berbeda dengan

makanan teman-teman sebayanya atau makanan keluarga. Pengaturan

makanan yang optimal biasanya terdiri dari 3 kali makanan utama (20 %

makan pagi, 25 % makan siang, dan 25 % makan malam) dan 3 kali

pemberian makanan kecil (3 x 10% makanan snack diantara makan

utama.). Pengaturan jadwal makan juga harus dapat mengimbangi dosis

dan jenis insulin yang digunakan, tidak harus kaku, tetapi harus fleksibel

terutama pada :

Bayi dan anak-anak usia muda dengan pola makan ngemil.

Remaja yang menggunakan regimen basal bolus yang boleh jadi tidak

memerlukan makanan kecil malam hari saat suntikan insulin basal malam

hari (bila kadar gula darah tidak kurang dari 145 mg/dL atau 8 mmol/L)

Pada remaja yang telah dewasa biasanya tidak memerlukan makanan

kecil sore hari.

Olahraga 4,7

22

Olahraga dapat membantu mempertahankan berat badab ideal, dan

meningkatkan rasa percaya diri, selain itu dapat membantu untuk

menurunkan kadar g;ikosa darah, menimbulkan perasaan sehat, dan

meningkatkan sensitivitas terhadap insulin. Pada beberapa penelitian

dengan olahraga dapat meningkatkan kapasitas jantung dan mengurangi

komplikasi.

Bagi penderita DM tipe-1 ada beberapa hal yang perlu diperhatikan

dalam berolahraga :

1. Sebelum berolahraga :

Tentukan waktu, lama, jenis dan intensitas keluarga

Asupan karbohidrat 1-3 jam sebelum olahraga

Control gula darah minimal 2 kali sebelum olahraga

Jika GDA < 90 mg/dl dan cenderung turun tambahkan ekstra

karbohidrat

Jika GDA 90-250 mg/dl tidak diperlukan ekstra karbohidrat

Jika GDA > 250 mg/dl dan keton urin/darah (+) tunda olahraga

2. Selama berolahrga

Monitor GD tiap 30 menit

Teruskan asupan cairan (250 cc tiap 20-30 menit)

Konsumsi karbohidrat tiap 20-30 menit bila diperlukan

3. Setelah berolah raga

Pertimbangkan tambahan karbohidrat untuk menghindari

hipoglikemia

4. Frekuensi : sebaiknya dilakukan teratur 3-5 kali perminggu

5. Durasi : 30-60 menit

6. Jenis : latihan jasmani aerob untuk meningkatkan kardiorespirasi

seperti jalan, jogging, bersepeda dan berenang.

Pemantaun Mandiri 1,4,7

23

Oleh karena DM tipe 1 merupakan penyakit kronik dan

memerlukan pengobatan jangka panjang maka penyandang DM serta

keluarga harus dapat melakukan pemantauan sendiri kadar glukosa

darahnya serta penyakitnya dirumah. Disamping itu juga penyandang DM

serta keluarganya harus mengetahui komplikasi yang sering terjadi seperti

hipoglikemia dan cara-cara mengatasinya.

Terdapat bukti bahwa dengan kontrol metabolisme yang baik akan

mengurangi terjadinya komplikasi. Sesuai dengan tujuan utama

pengobatan penyandang DM ialah agar sedapat mungkin mencapai tingkat

metabolisme mendekati normal.sehingga kejadian komplikasi bisa ditekan,

hal ini sulit dicapai tanpa memperhatikan adanya kemungkinan

hipoglikemia disamping kebutuhan kalori yang semakin meningkat sesuai

dengan pertumbuhan anak.

Kriteria yang digunakan untuk menyatakan kendali yang baik, yaitu :

1. Tidak terdapat atau minimal glukosaria

2. Tidak terdapat ketonuria

3. Tidak ada ketoasidosis

4. Jarang sekali terjadi hipoglikemia

5. Glukosa pp normal

6. HbA1C normal

7. Sosialisasi baik

8. Pertumbuhan dan perkembangan anak normal

9. Tidak terdapat komplikasi

Untuk mencapai hal tersebut diatas, perlu dilakukan home monitoring bagi

penderita DM tipe 1.

Beberapa cara yang dilakukan untuk ’home monitoring’ ialah dengan :

Pemantauan reduksi urin

Pemantauan glukosa darah

Pemantauan komplikasi dan cara mengatasinya.

Ketiga hal ini sebaiknya dapat dilakukan oleh keluarga penyandang

DM sehingga untuk pemeriksaan rutin tersebut tidak bergantung pada

24

laboratorium atau tenaga medis. Dengan pemantauan reduksi urin dan

kadar glukosa darah, penyandang DM dan keluarganya diharapkan dapat

mengantisipasi keadaan penyakitnya dan mengatur diet sesuai dengan

hasil pemantauan glukosa darahnya.

Edukasi 1,4,7

Edukasi merupakan unsur penting pengelolaan DM tipe -1, yang

harus dilakukan secara terus-menerus dan bertahap sesuai tingkat

pengetahuanserta status social penderita/keluarga. Penderita maupun

keluarga harus disadarkan bahwa DM tipe-1 merupakan suatu life long

disease yang keberhasilan pengelolaannya sangat bergantung pada

kemauan penderita dan keluarganya untuk hidup dengan gaya hidup yang

sehat.

Tujuan pendidikan adalah :

Menimbulkan pengertian dan pemahaman mengenai penyakit dan

komplikasinya.

Memotivasi penderita dan keluarganya agar patuh berobat.

Memberikan penanganan DM tipe-1 .

Mengembangkan sikap positif terhadap penyakit.

Mencapai control metabolic yang baik

Menyadarkan penderita bahwa DM tipe-1 bukanlah halangan

untuk mencapai cita-cita

Penyuluhan terhadap penyandang DM dan keluarganya dapat

diberikan secara berkala agar tujuan penatalaksanaan penyandang DM tipe

1 ini dapat tercapai. Untuk itu diperlukan yang baik antara dokter, ahli

nutrisi, perawat, serta keluarga penyandang DM tipe 1, dengan demikian

anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.

25

Hal yang perlu diterangkan kepada penderita DM dan keluarganya

mencakup :

1. Penyebab diabetes.

2. Penyimpanan insulin.

3. Teknik penyuntikan insulin

4. Pengukuran glukosa darah

5. Penyesuaian dosis insulin

6. Penyesuaian psikologis penderita dan keluarga

7. Penatalaksanaan hipoglikemi

8. Penanganan DM selama sakit

9. Pengobatan selama bepergian.

10. Diabetes dan olahraga

11. Prinsip-prinsip diet

12. Komplikasi DM

Edukasi pertama dilakukan saat di rumah sakit meliputi :

pengetahuan dasar tentang DM tipe-1, pengetahuan makanan dan

pemberian insulin. Edukasi selanjutnya pada saat di poloklinik, pada saat

ini penderita diperkenalkan dengan penderita DM tipe-1 lainnya atau

diperkenalkan tentang sumber-sumber informasi tentang DM tipe-1.

Transplantasi Pankreas 3

Pembedahan pada anak dengan diabetes mellitus (DM) sebaiknya

dilakukan hanya pada rumah-sakit yang telah mempunyai fasilitas

memadai serta tenaga ahli (ahli endokrinologi anak, ahli bedah, ahli

anastesi, dan staf keperawatan) yang cakap dan terlatih untuk mengelola

diabetes mellitus pada anak(5).

Transplantasi pancreas merupakan salah satu pilihan terapi yang

menunjukkan perbaikan nyata pada pasien diabetes, baik transplantasi

keseluruhan atau transplantasi pulau Langerhans.

26

Managemen Selama Pembedahan

Tujuan pengelolaan yang harus dicapai adalah(4,6):

1. Mencegah hipoglikemia selama anastesi.

2. Mencegah kehilangan cairan yang berlebihan.

3. Mencegah anak jatuh kedalam KAD.

4. Mengatasi masalah yang tidak langsung, antara lain: infeksi,

kesembuhan luka yang lama, dan adanya gangguan kardiovaskuler.

Kecuali pada dengan indikasi mutlak, pembedahan darurat harus

dihindarkan atau ditunda pada anak dalam kondisi ketoasidosis diabetes

(KAD), sampai kondisinya stabil dan terkontrol. KAD sendiri sering

memberikan gambaran klinis menyerupai akut abdomen yang akan

menghilang sendiri dengan terapi KAD. Secara umum, apabila

pembedahan dapat ditunda, tundalah sampai penderita stabil dan ketosis

sudah terkoreksi dengan baik. Sebaiknya penderita dibawa ke-kamar

bedah setelah satus kardiovaskuler sudah stabil dan pH plasma sudah >

7,2. Pengobatan terhadap KAD-nya diteruskan selama pembedahan(4,5).

Pembedahan terencana hanya dapat dilakukan pada penderita (DM)

yang sudah dalam keadaan kontrol metabolik baik. Bila keadaan kontrol

glikemik kurang baik atau buruk:

Sebaiknya penderita dirawat-inapkan 1-3 hari sebelum jadwal

operasi untuk pemeriksaan dan stabilisasi kontrol metaboliknya.

Jika kontrol metaboliknya masih jelek harus ditunda dan dijadwal

ulang.

Pembedahan bila mungkin ditunda bila: kadar gula darah puasa >

150 mg/dL, kadar gula 2 jam PP > 200 mg/, HbA1 > 10% dan HbA1c >

8%(4,5). Penjadwalan operasi sedapat mungkin dijadwalkan pagi hari, hal

ini untuk memungkinkan stabilisasi pasca operasi dapat dilakukan saat jam

kerja(1,5).

Pemberian cairan: Sejak anak dipuasakan, pemberian cairan intravena

sudah harus dimulai, yang diberikan sebagai cairan rumatan dengan

27

menggunakan larutan dextrose 5% (tabel 1). Sebagai alternatif, kecepatan

pemberian cairan adalah 1500 ml/m2/24 jam tanpa memperhatikan umur.

Tabel 1: Cairan rumatan berdasarkan umur(5,7).

Umur Jumlah cairan

2 - 6 th 100 ml/kg BB/24 jam

7 – 10 th th 80 ml/kg BB/24 jam

> 10 th 60 ml/kg BB/24 jam

Pemberian insulin intravena: Terdapat dua metode pemberian insulin

intravena, yakni pemberian insulin, glukosa dan kalium diberikan dalam

botol terpisah, dan cara pemberian insulin + glukosa dan kalium diberikan

dalam satu botol pemberian(3). Insulin yang dipergunakan adalah jenis

'short acting'(4,5,6,7).

Cara terpisah(5)

Pemberian insulin dipisahkan dari cairan rumatan. Insulin

diencerkan menggunakan Normal salin (NaCl 0,9%) dengan kekuatan 5

unit dalam 50 ml Normal salin yang ekuivalen dengan 0,1 unit insulin per

1 ml larutan. Dengan menggunakan syrenge-pump, dosis awal yang

diberikan adalah 0,02 unit/kgBB/jam. Protokol lain yang bisa digunakan

adalah dengan kecepatan 0,15 unit/gram glukosa yang diberikan sebagai

cairan rumatan. Namun demikian, apapun protokol yang digunakan,dosis

insulin harus selalu disesuaikan dengan kebutuhan penderita.

Kadar glukosa darah dipertahankan pada 120 -150 g/dL, dengan

cara mengatur kecepatan pemberian insulin iv ( menaikan / menurunkan

kecepatan )sebesar 10%. Pemberian insulin iv dipertahankan sampai

penderita mulai mendapat makanan peroral dan insulin subkutan. Insulin

iv dihentikan 90 menit setelah pemberian dosis pertama insulin subkutan.

Cara pemberian bersamaan(6)

28

Pembedahan terencana: Cairan rumatan dextrose 5 % dalam salin 0,45

% ditambah 20 mEq/L potasium klorida diberikan pagi hari menjelang

pembedahan. 1 unit regular insulin ditambahkan kedalam cairan infus

untuk setiap pemberian 4 gram glukosa. Kecepatan pemberian cairan harus

disesuaikan dengan kebutuhan rumatan ditambah perkiraan kehilangan

cairan selama pembedahan. Pemeriksaan kadar gula darah dilakukan

secara berkala baik sebelum, selama, dan sesudah pembedahan. Kadar

gula darah yang diharapkan adalah 120 - 150 mg/; kadar tersebut dapat

dicapai dengan menyesuaikan kecepatan pemberian infus (tetesan) glukosa

dan elektrolit, atau penambahan insulin. Pemberian 'regimen' tersebut bias

dihentikan bila penderita mulai sadar dan dapat makan serta minum

peroral. Sebelum pemberian makan biasa dapat diberikan insulin kerja

cepat 0,25 U/kg bb setiap 6 jam; pengaturan dosis harus didasarkan pada

kadar gula darah atau glukosuria.

Perencanaan untuk pembedahan pendek bisa dilakukan sebagai

berikut: pada pagi hari menjelang pembedahan diberikan setengah dosis

insulin biasanya secara subkutan, dan infus yang mengandung glukosa dan

elektrolit sebagaimana di atas tanpa pemberian insulin.

Selesai pembedahan, diberikan insulin kerja pendek 0,25 U/kg bb

subkutan; selanjutnya setiap 6 jam yang disesuikan dengan kadar glukosa

darah sampai penderita kembali dapat makan seperti biasa.

Untuk pembedahan darurat, dapat diberikan infus glukosa 5 - 10 %

dalan 0,45 % salin, 20 mEq/L potassium klorid, dan 1 unit insulin regular

untuk setiap 2 - 4 g glukosa. Kadar gula darah dipertahankan pada kisaran

120 - 150 mg/. Keseimbangan cairan dan metabolic harus dipertahankan

selama pembedahan. Setelah pembedahan, bisa dilakukan sesuai protocol

di atas.

Pada pembedahan minor dengan anastesi lokal, pemberian insulin serta

diet diberikan seperti biasanya. Jika terdapat muntah, dapat diberikan

cairan infus glukosa untuk menggantikan cairan yang hilang.

29

2. KOMPLIKASI 1,7

Komplikasi DM tipe 1 dapat digolongkan sebagai akut atau kronik,

reversibel atau irreversibel, sebagian besar komplikasi akut bersifat

reversibel sedangkan yang kronis bersifat ireversibel, tetapi perjalanan

penyakitnya bisa diperlambat.

Komplikasi akut

Komplikasi akut yang sering terjadi adalah hipoglikemi dan ketoasidosis.

a. Hipoglikemi

Hipoglikemi merupakan komplikasi akut yang paling sering terjadi

dan manifestasi klinisnya dapat sangat menakutkan ( kejang, koma dan

mati) . Bila penderita sering mengalami hipoglikemi, dapat menyebabkan

dia disisihkan dari temantemannya karena takut. Keadaan ini merupakan

kendala pada pengelolaan diabetes melitus pada anak.

Hipoglikemi disebabkan karena kerja insulin yang berlebihan, bisa

disebabkan oleh kombinasi dari faktor dosis insulin yang berlebih, asupan

makan yang kurang, atau kegiatan fisik yang berlebihan. Akbat kerja

insulin yang berlebihan ini, dapat terjadi hipoglikemi berat dengan gejala

kejang, koma(dapat menyebabkan kerusakan otak yang ireversibel)

bahkan kematian. Untuk menghindari hipoglikemi berat, sebenarnya tubuh

sudah dibekali suatu sensor hipoglikemi. Pada keadaan hipoglikemi

ringan, tubuh akan memberikan gejala dan tanda sehingga penderita akan

bertindak (misalnya dengan minum air gula) sehingga penderita terhindar

dari efek hipoglikemi.

Hipoglikemi didefinisikan bila kadar glukosa darah dibawah 50

mg/dl. Gejala hipoglikemi tertera pada tabel berikut.

Tabel 5. Gejala hipoglikemi berdasarkan berat ringannya gejala klinis.4

30

31

Tingkat Gambaran klinis Terapi

Ringan Lapar, tremor, shakiness,

pucat, nervous, ansietas,

keringat, palpitasi,

takikardi, penurunan

konsentrasi, kemampuan

kognitif.

Sari buah, limun manis,

anggur manis,makanan

ringan, jika hipoglikemi

sangat ringan dapat

diatasi dengan

memajukan jadwal

makan, bila episode

terjadi dalam 1530 menit

dari jadwal yang

ditentukan

Sedang Sakit kepala, sakit perut,

perubahan tingkah laku,

agresif, gangguan

kesulitan bicara,

takikardi, pucat, keringat,

dilatasi pupil

1020 gram gula yang

dapat di cerna segera,

diikuti snack.

Berat Disorientasi ekstrim,

penurunan kesadaran,

koma, kejang

Diluar RS : injeksi

glukagon (sc,im,iv)

< 5 tahun : 0,5 mg

> 5 tahun : 1.0 mg

Bila tidak ada respon

dalam 10 menit ulangi

sekali lagi, diikuti dengan

makan dan monitoring

berkala.

Dalam RS : dextrose

injeksi iv 0,30,5 g/kgbb

diikuti infus dextrose

untuk menstabilkan

glukosa darah antara

90180 mg/dl (510mmol/

L)

Pencegahan hipoglikemi.

Hipoglikemi pada anak dapat dicegah dengan keteraturan

pengobatan insulin serta pengaturan makan, akan tetapi keteraturan ini

pada anak kecil sulit diharapkan sehingga pengawasan orang tua

diperlukan. Penyebab hipoglikemi tersering adalah asupan makanan yang

tidak adekuat atau teratur, olah raga tanpa asupan makanan yang adekuat,

kesalahan dosis insulin, dan idiopatik. Anak penderita DM tipe 1

sebaiknya membawa tablet glukosa, sehingga bila terjadi hipoglikemi

dapat diatasi segera dengan mengkonsumsi tablet glukosa tersebut,

disamping itu edukasi terhadap orang tua dan anak mengenai pengenalan

gejala hipoglikemia ini merupakan hal penting dalam pencegahan

hipoglikemi.

Terapi Hipoglikemi

Hipoglikemi ringan atau sedang dapat diatasi dengan pemberian

1020 gr karbohidrat yang dapat dicerna secara cepat, diikuti makanan kecil

untuk menstabilkan kadar glukosa darah. Madu, tablet glukosa, limun dan

orange jus dapat dipakai sebagai hipoglikemi ringan atau sedang. Biasanya

keluarga penderita membawa permen untuk mengatasi keadaan tersebut.

4,7 Untuk hipoglikemi berat, terapi harus dilakukan karena penderita

biasanya tidak sadar atau kejang, selama penderita tidak sadar, jangan

diberikan terapi oral. Orang tua dianjurkan memberikan suntikan glukagon

0,5 mg atau 1 mg untuk anak diatas usia 5 tahun. Semua penderita DM

sebaiknya menyimpan glukagon dirumahnya.

b. Ketoasidosis

Ketoasidosis diabetik (KAD) dapat dijumpai pada saat diagnosis

pertama DM tipe 1 atau akibat salah pemakaian insulin ( tidak patuh atau

menghentikan insulin pada saat sakit). Ada empat komponen penting

pada pengelolaan KAD yaitu : 1. insulin 2. cairan yang sesuai 3)

keseimbangan elektrolit dan 4) keseimbangan asambasa. Pada KAD

32

insulin yang digunakan adalah tipe short acting yang diberikan secara

intravena. Bila saat pemeriksaan ditemukan tanda renjatan, pengelolaan

syok segera dilakukan sesuai standar (1020 ml/kg/jam) dan setelah syok

teratasi dilanjutkan dengan protokol KAD. Pada KAD pemberian cairan

yang benar akan menurunkan kadar glukosa darah sebesar 50 %. Cairan

sebaiknya isotonik dan jumlah cairan yang dibutuhkan sebaiknya

diberikan dalam 36 – 48 jam.

Komplikasi kronis

Komplikasi kronis DM disebabkan karena perubahan mikrovaskuler

( retinopati, nefropati, dan neuropati) dan makrovaskuler. Pada anak komplikasi

akibat perubahan makrovaskuler tidak dijumpai sedangkan komplikasi akibat

perubahan mikrovaskuler dapat ditemukan. Retinopati lebih sering dijumpai pada

penderita DM tipe 1 yang telah menderita > 8 tahun. Komplikasi jarang

ditemukan pada penderita DM tipe 1 saat prepubertas. Selain komplikasi akibat

perubahan mikrovaskuler, komplikasi lain yang perlu diperhatikan adalah

gangguan tumbuh kembang. Gangguan tumbuh kembang terjadi akibat kontrol

metabolik yang tidak baik dan juga gangguan sosialisasi penderita akibat DM tipe

1.

33