Upload
yusi-yukiss-finie
View
222
Download
14
Embed Size (px)
ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN DIABETES MELITUS TIPE 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pengatar Diabetes Melitus
Diabetes merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan
kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukoda secara normal bersirkulasi dalam
jumlah tertentu dalam darah. Glukosa tersebut dibentuk di hati dari makanan yang
dikonsumsi. Dalam hal ini hormone insulin yang diproduksi di hati, sangat berpengaruh
dalam mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan cara mengatur produksi dan
penyimpanannya.
Secara umum, diabetes digolongkan menjadi dua, yaitu tipe 1 (karena insulin) dan
tipe 2 (bukan karena insulin). Pada orang dengan diabetes, kemampuan tubuh untuk bereaksi
terhadap insulin dapat menurun, atau pancreas dapat menghentikan sama sekali produksi
insulinnya. Keadaan inilah yang nantinya menimbulkan hiperglikemia yang dapat
mengakibatkan komplikasi metabolic akut seperti diabetes ketoasidosis dan sindrom
hiperglikemik hyperosmolar nonketotik (HHNK). Hiperglikemia jangka panjang dapat ikut
menyebabkan komplikasi mikrovaskuler yang kronis (penyakit ginjal dan mata) dan
komplikasi neuropati (penyakit pada saraf). Diabetes juga disertai dengan peningkatan
insiden penyakit makrovaskuler yang mencakup infark miokard, stroke, dan penyakit
vaskuler perifer.
1.2 Tujuan
1
1.2.1 Untuk mengetahui konsep dasar penyakit DM type 1 (definisi, etiologi, patofisiologi,
manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, komplikasi, prognosis).
1.2.2 Untuk mengetahui prinsip terapi kondisi klien di atas (cairan dan elektrolit, insulin,
dan penanganan infeksi).
1.2.3 Untuk mengetahui pathway diabetes mellitus tipe 1 pada klien dalam kasus.
1.2.4 Untuk mengetahui asuhan keperawatan untuk kasus klien.
BAB II
PEMBAHASAN
Kasus:
Seorang anak usia 7 tahun, BB + 25 kg dibawa ke IRD dalam kondisi penurunan kesadaran.
Pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran somnolen, nafas cepat, dalam, ireguler, nafas bau
aseton, mukosa bibir kering, turgor lambat, CRT 3 detik. HR: 98x/menit, TD: 80/70 mmHg, RR:
35x/menit. Dari hasil anamnesa klien dinyatakan mengalami muntah-muntah sejak 2 hari SMRS
dan klien memiliki riwayat DM type 1 sejak 3 tahun terakhir. Klien dikatakan terus mengalami
penurunan BB sejak terdiagnosis DM. Hasil pemeriksaan laboratorium: GDS > 325 mg/dL,
analisis gas darah: pH: 7,00, PaCO2: 48 mmHg, PaO2: 75 mmHg, HCO3: 12mEq/L, dan SaO2:
85%.
1. Jelaskan konsep dasar penyakit DM type 1 (definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi
klinis, pemeriksaan penunjang, komplikasi, prognosis)!
Pembahan:
a. Definisi
Diabetes tipe 1 adalah diabetes mellitus yang tergantung pada insulin (insulin
dependent diabetes mellitus/IDDM). Pada diabetes jenis ini, sel-sel beta pancreas yang
dalam keadaan normal menghasilkan hormone insulin dihancurkan oleh suatu proses
autoimun. Sebagai akibatnya, penyuntikan insulin sangat diperlukan untuk
2
mengendalikan kadar glukosa darah. Onset diabetes tipe 1 biasanya dimulai pada umur
sekitar 14 tahun di Amerika Serikat, dan oleh sebab itu, diabetes ini sering disebut
dengan diabetes mellitus juvenilis.
b. Etiologi
Diabetes tipe 1 ditandai dengan oleh penghancuran sel-sel beta pancreas.
Kombinasi factor genetic, imunologi, dan factor lingkungan diperkirakan turut
menimbulkan destruksi sel beta.
Penderita diabetes tidak mewarisi sendiri diabetes tipe 1 itu, tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetic kea rah terjadinya diabetes tipe 1.
Kecenderungan genetic ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA
(human leucocyte antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung
jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya. 95% pasien yang berkulit putih
(Caucasian) dengan diabetes tipe 1 memperlihatkan tipe HLA yang spesifik, yaitu DR3
atau DR4. Resiko terjadinya diabetes tipe 1 meningkat tiga hingga lima kali lipat pada
individu yang memiliki salah satu dari kedua tipe HLA ini. resiko tersebut meningkat
sampai sepuluh hingga dua puluh kali lipat pada individu yang memiliki tipe HLA DR3
maupun DR4 (jika dibandingkan dengan populasi umum).
Pada diabetes tipe 1 terdapat bukti adanya suatu respons otoimun. Respons ini
merupakan respons abnormal di mana antibody terarah pada jaringan normal tubuh
dengan cara bereaksi terhadap jaringan normal tersebut yang dianggapnya seolah-olah
sebagai jaringan asing. Factor lingkungan juga memungkinkan adanya proses
penghancuran sel-sel beta, di mana virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
otoimun yang menimbulkan destruksi sel beta. Pada manusia, epidemi parotitis, infeksi
rubella, dan koksakievirus telah dikaitkan dengan insiden diabetes mellitus tipe 1. Virus
ini mungkin bekerja secara langsung menghancurkan sel-sel beta, dengan menetap di
dalam sel-sel beta pancreas sebagai infeksi virus lambat, atau dengan memicu respons
imun yang luas ke beberapa jaringan endokrin.
3
c. Patofisiologi
Sebelumnya sudah dikatakan bahwa insulin merupakan komponen penting dalam
pengaturan kadar glukosa darah. Insulin ini disekresikan oleh sel-sel beta yang
merupakan salah satu dari empat tipe sel dalam pulau-pulau Langerhans pancreas. Insulin
merupakan hormone anabolic atau hormone untuk menyimpan kalori. Apabila seseorang
makan makanan yang mangandung karbohidrat, sekresi insulin akan meningkat dan
menggerakan glukosa ke dalam sel-sel otot, hati, serta lemak. Dalam sel-sel tersebut
insulin menimbulkan efek-efek berikut:
- Menstimulasi penyimpanan glukosa dalam hati dan otot (dalam bentuk glikogen).
- Meningkatkan penyimpanan lemak dari makanan dalam jaringan adipose.
- Mempercepat pengangkutan asam-asam amino yang berasal dari protein makanan ke
dalam sel.
Insulin juga menghambat pemecahan glukosa, protein dan lemak yang disimpan.
Selama puasa (antara jam-jam makan dan pada saat tidur malam), pancreas akan
melepaskan secara terus-menerus dalam jumlah kecil insulin bersama dengan hormone
pancreas lain yang disebut glucagon. Insulin dan glucagon secara bersama-sama
mempertahankan kadar glukosa yang konstan dalam darah dengan menstimulasi
pelepasan glukosa dari hati.
Pada mulanya, hati menghasilkan glukosa melalui pemecahan glikogen
(glikogenolisis). Setelah 8 hingga 12 jam tanpa makanan, hati membentuk glukosa dari
pemecahan zat-zat selain karbohidrat yang mencakup asam amino (glukoneogenesis).
Pada diabetes tipe 1 ini, terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin
karena sel-sel beta pancreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Di samping itu,
glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap
berada dalam darah.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa
yang disimpan) dan gluconeogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam-asam amino
serta substansi lainnya), namun pada penderita defisiensi insulin proses ini akan terjadi
tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Di samping itu, akan
terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang
4
merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang
mengganggu keseimbangan asam-basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.
d. Manifestasi klinis
Ketoasidosis dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen,
mual, muntah, hiperventilasi, nafas bau aseton, dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan perubahan kesadaran, koma, bahkan kematian. Diabetes tipe 1 ini dapat
timbul tiba-tiba dalam waktu beberapa hari atau minggu, dengan tiga gejala sisa yang
utama, yaitu (1) naiknya kadar glukosa darah; (2) peningkatan penggunaan lemak sebagai
sumber energy dan untuk pembentukan kolesterol oleh hati; (3) berkurangnya protein
dalam tubuh.
Jika konsentrasi dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali
semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urine
(glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke dalam urine, ekskresi ini
akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan
diuresis osmotic. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan
mengalami peningkatan dalam berkemih (polyuria). Selain itu, penderita juga akan
mengalami rasa haus (polydipsia) akibat volume cairan yang sangat besar dan keluarnya
air menyebabkan dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel
mengikuti penurunan gradient konsentrasi ke plasma yang hipertonik (konsentrasi tinggi).
Dehidrasi intrasel ini akan menstimulasi pengeluaran hormone anti-diuretik
(ADH/vasopressin) dan menimbulkan rasa haus. Defisiensi insulin juga akan
mengganggu metabolism protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat
badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia) akibat
menurunnya simpanan kalori. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat katabolisme
protein di otot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa
sebagai energy. Aliran darah yang buruk pada pasien dengan diabetes kronis juga dapat
mengalami kelelahan.
e. Pemeriksaan penunjang
5
- Kadar glukosa darah puasa, di mana adanya kadar glukosa darah meningkat secara
abnormal merupakan kriteria yang melandasi penegakan diagnosis diabetes. Kadar
gula darah plasma pada waktu puasa (gula darah nuchter) yang besarnya di atas 140
mg/dL (SI: 7,8 mmol/L) atau kadar glukosa darah sewaktu (gula darah random) yang
diatas 200 mg/dL (SI: 11,1 mmol/L) pada satu kali pemeriksaan atau lebih merupakan
kriteria diagnostic penyakit diabetes. Jika kadar gula darah puasanya normal atau
mendekati normal, penegakan diagnosis harus berdasarkan tes toleransi glukosa.
- Tes toleransi glukosa oral, merupakan pemeriksaan yang lebih sensitif daripada tes
toleransi glukosa intravena yang hanya digunakan dalam situasi tertentu. Dalam hal
ini, ada beberapa factor yang memengaruhi tes toleransi glukosa oral, yang mencakup
metode analisis, sumber specimen (darah utuh, plasma atau serum, darah kapiler atau
vena), diet, tingkat aktivitas, lama tirah baring, adanya penyakit kronis, pengobatan,
dan jumlah glukosa yang dikonsumsi.
- Tes glukosa urine, merupakan tes kuantitatif laboratorium yang dapat digunakan
untuk menentukan jumlah glukosa yang hilang dalam urine. Pada umumnya, jumlah
glukosa yang dikeluarkan dalam urine orang normal sukar untuk dihitung, sedangkan
pada kasus diabetes, glukosa yang dilepaskan jumlahnya dapat sedikit sampai banyak
sekali, sesuai dengan berat penyakit dan asupan karbohidratnya.
- Pernapasan aseton, yang sangat meningkat pada pasien diabetes yang berat. Aseton
bersifat mudah menguap dan dikeluarkan dalam udara ekspirasi. Akibatnya seseorang
seringkali dapat membuat diagnose diabetes mellitus tipe 1 hanya dengan mencium
bau aseton pada napas pasien.
f. Komplikasi
- Kerusakan pada system kardiovaskular, di mana diabetes jangka panjang memberikan
dampak yang parah ke system kardiovaskular, yang dipengaruhi oleh diabetes
mellitus kronis. Terjadi kerusakan mikrovaskular di arteriol kecil, kapiler, dan venula.
Kerusakan mikrovaskular terjadi di arteri besar dan sedang. Semua organ dan
jaringan tubuh akan terkena akibat dari gangguan mikro dan makrovaskular ini.
Komplikasi mikrovaskular terjadi akibat penebalan membrane basal pembuluh-
6
pembuluh kecil. Penebalan mikrovaskular menyebabkan iskemia dan penurunan
penyaluran oksigen dan zat gizi lain ke jaringan. Selain itu, hemoglobin terglikosilasi
memiliki afinitas terhadap oksigen yang lebih tinggi sehingga oksiigen terikat lebih
erat ke molekul hemoglobin. Hal ini menyebabkan ketersediaan oksigen untuk
jaringan berkurang. Asidosis menyebabkan penurunan 2,3-difosfogliserat sel darah
merah, yang juga menyebabkan peningkatan afinitas hemoglobin terhadap oksigen
sehingga semakin kecil kemungkinan jaringan teroksigenasi secara adekuat. Hipoksia
kronis, dapat merusak atau menghancurkan sel, juga menyebabkan hipertensi karena
jantung dipaksa untuk meningkatkan curah jantung sebagai usaha untuk menyalurkan
lebih banyak oksigen ke jaringan yang iskemik.
- Ketoasidosis diabetic merupakan komplikasi akut yang hampir selalu hanya dijumpai
pada penderita diabetes mellitus tipe 1, yang ditandai dengan perburukan semua
gejala diabetes. Pada ketoasidosis diabetic, kadar glukosa darah meningkat dengan
cepat akibat gluconeogenesis dan peningkatan penguraian lemak yang progesif. Pada
ketosis (peningkatan keton), pH turun di bawah 7,3, sehingga menyebabkan asidosis
metabolic dan menstimulasi hiperventilasi, yang disebut pernapasan Kussmaul.
- Hipoglikemia, yang biasanya didapat setelah melakukan injeksi insulin. Gejala yang
mungkin terjadi adalah kehilangan kesadaran, bahkan koma ketika mengalami
hipoglikemia yang berat. Pasien diabetes mellitus tipe 1 yang terkontrol ketat, yaitu
pasien yang melakukan injeksi insulin multiple sepanjang hari dan mempertahankan
kadar HbA1c sama atau kurang dari 7%, meningkatkan resiko untuk mengalami
hipoglikemia. Oleh karena itu, manfaat kadar HbA1c yang baik harus diseimbangkan
dengan resiko hipoglikemia.
- Efek Somogyi, merupakan komplikasi akut yang ditandai dengan penurunan unik
kadar glukosa darah di malam hari, kemudian di pagi hari kadar glukosa kembali
meningkat. Penyebab hipoglikemia malam hari ini kemungkinan besar berkaitan
dengan penyuntikan insulin di sore harinya. Hipoglikemia itu sendiri kemudian
menyebabkan peningkatan glucagon, katekolamin, kortisol, dan hormone
pertumbuhan. Hormone ini menstimulasi gluconeogenesis sehingga pada pagi hari
terjadi hiperglikemia.
7
- Fenomena Fajar (down phenomenon) adalah hiperglikemia pada pagi hari (antara jam
5 dan 9 pagi) yang tampaknya disebabkan oleh peningkatan sirkadi kadar glukosa di
pagi hari. Hormone-hormon yang memperlihatkan variasi sirkadian pada pagi hari
adalah kortisol dan hormone pertumbuhan, yang keduanya merangsang
gluconeogenesis.
- Gagal ginjal, merupakan komplikasi jangka panjang dari diabetes ini. Lesi-lesi
sklerotik nodular, yang disebut nodul Kimmelstiel-Wilson, terbentuk di glomerulus
sehingga akan menghambat aliran darah dan kemudian merusak nefron. Glomerulus
yang melebar akibat lesi, akan mulai mengalami kebocoran protein ke urine.
Meskipun jumlah protein yang hilang bersama urine dalam jumlah yang sedikit,
namun kerusakan terus berlanjut, dan siklus umpan balik positif terus terjadi.
Kebocoran protein yang menembus glomerulus selanjutnya akan merusak nefron,
sehingga akan lebih banyak protein yang keluar bersama urine. Pada akhirnya,
proteinuria yang bermakna terjadi, yang berkaitan dengan penurunan fungsi ginjal
dan angka harapan hidup. Dengan memburuknya fungsi ginjal, kemampuan untuk
mensekresi ion hydrogen ke dalam urine akan menurun. Penurunan pembentukan
vitamin D oleh ginjal menyebabkan defisiensi sel darah merah dan anemia.
- Diabetes mellitus juga merusak system saraf perifer, termasuk komponen sensorik
dan motoric divisi somatic dan otonom. Penyakit saraf yang disebabkan oleh diabetes
mellitus ini disebut dengan neuropati diabetic, yang terjadi akibat hipoksia kronis sel-
sel saraf yang kronis serta efek dari hiperglikemia, termasuk hiperglikosilasi protein
yang melibatkan fungsi saraf. Sel-sel penunjang saraf, terutama sel Schwann, mulai
menggunakan metode alternative untuk mengatasi beban peningkatan glukosa kronis,
yang pada akhirnya menyebabkan demielinisasi segmental saraf perifer.
g. Prognosis
Diabetes mellitus tipe 1 bukan merupakan penyakit benigna. Pada suatu penelitian yang
lama terhadap 45 anak berumur kurang dari 12 tahun pada saat didiagnosis, ada beberapa
kematian dalam 10-25 tahun diagnosis; tiga dapat dianggap langsung diabetes, dan dua
karena bunuh diri; tiga penderita mencoba bunuh diri tetapi gagal. Komplikasi visual,
8
ginjal, neuropati dan lainnya relative sering. Pengenalan alat portable yang dapat
deprogram untuk memberikan infus insulin terus-menerus merupakan satu pendekatan
terhadap penyelesaian masalah jangka panjang ini.
2. Jelaskan prinsip terapi kondisi klien di atas (cairan dan elektrolit, insulin, dan
penanganan infeksi)!
Pembahasan:
a. Cairan dan elektrolit
Penambahan volume intravaskuler yang berkurang dan koreksi kurangnya
cadangan cairan dan elektrolit adalah paling penting dalam pengobatan diabetes mellitus,
khususnya bila mengalami ketoasidosis diabetic (KAD). Berdasarkan kasus klien di atas,
harus ditekankan bahwa insulin eksogen sangat penting untuk menghentikan
dekompensasi metabolic lebih lanjut. Mukosa bibir kecing, turgor lambat, dan muntah-
muntah merupakan indikasi bahwa klien di atas mengalami dehidrasi. Dehidrasi biasanya
sekitar 10%; terapi cairan awal dapat didasarkan pada perkiraan ini, dengan penyesuaian
lebih lanjut bersama dengan data klinis dan laboratorium. Cairan hidrasi awal haruslah
salin isotonis (0,9%). Dalam hal ini, penurunan osmolalitas diharapkan bertahap karena
penurunan yang terlalu cepat dihubungkan dengan terjadinya edema otak, salah satu dari
komplikasi utama dari terapi diabetes pada anak. Karena alasan yang sama, kecepatan
penggantian cairan disesuaikan dengan memberikan hanya 50-60% deficit yang
diperkirakan dalam 12 jam pertama, kemudian sisanya 40-50% diberikan selama 24 jam
berikutnya. Juga, pemberian glukosa (5% larutan dalam 0,2 Normal Salin) diberikan
ketika kadar glukosa darah mendekati 300 mg/dL agar membatasi penurunan osmolalitas
serum dan mengurangi resiko berkembangnya edema otak.
Pemberian kalium (K+) harus dimulai sejak awal. Kalium tubuh total dapat sangat
berkurang selama asidosis, walaupun kadar kalium normal serum normal atau meningkat.
Sementara kalium berpindah dari tempat intraseluler ke ekstraseluler selama asidosis,
sebaliknya terjadi selama koreksi asidosis, terutama ketika insulin eksogen dan glukosa
tersedia dalam sirkulasi. Pergerakan kalium ini kembali ke ruang-ruang intraseluler dapat
menyebabkan hypokalemia yang mengancam kehidupan. Karenanya, setelah penggantian
9
cairan awal sekitar 20 mL/kg salin isotonis (0,9%) diberikan, kalium harus ditambahkan
pada infusan berikutnya jika curah urine cukup. Dalam hal ini, kadar kalium serum harus
dimonitor secara berkala.
Kira-kira kebutuhan
rumatan Kira-kira setiap hari* jumlah kehilanganǂ
Air 1500 mL/m2100 mL/kg (kisaran 60-100 mL/kg)
Natrium 45 mEq/m2 6 mEq/kg (kisaran 5-13 mEq/kg)Kalium 35 mEq/m2 5 mEq/kg (kisaran 4-6 mEq/kg)Klorida 30 mEq/m2 4 mEq/kg (kisaran 3-9 mEq/kg)Fosfat 10 mEq/m2 3 mEq/kg (kisaran 2-5 mEq/kg)
b. Insulin
Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari (atau bahkan lebih sering
lagi) untuk mengendalikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari.
Karena dosis insulin yang diperlukan juga tergantung pada masing-masing pasien, maka
pemantauan kadar gluksoa darah yang akurat sangatlah penting.
Tipe pemberian insulin yang digunakan oleh seorang pasien bervariasi menurut
berbagai factor. Sebagai contoh, pengetahuan pasien, kemauan, tujuan yang hendak
dicapai, status kesehatan, dan kemampuan secara finansial, semuanya ini dapat
memengaruhi keputusan yang menyangkut pemberian insulin. Selain itu, filosofi dokter
tentang pengendalian kadat glukosa darah dan ketersediaan alat serta staf pendukung
dapat pula memengaruhi keputusan yang berkaitan dengan terapi insulin.
Namun, secara umum insulin dapat diberikan melalui infus intravena terus-menerus
mulai dengan jamm kedua terapi cairan. Karena glukosa darah dapat menurun secara dramatis 10
Tabel 1 Rumatan Cairan dan Elektrolit: Kebutuhan dan Kehilangan yang Diperkirakan pada Ketoasidosis DiabetikDikutip dari Behrman, R.E., Kliegman, R.M., dan Arvin, A.M. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15. Volume 3. Jakarta: EGC.Keterangan:* Rumatan dinyatakan pada daerah permukaan untuk menentukan keseragaman karena
kebutuhan cairan berubah bila berat badan naik.ǂ Kehilangan dinyatakan per unit berat badan karena kehilangan tetap relative konstan dalam
kaitannya dengan berat badan total.
dengan hanya terapi cairan, dosis pembebanan intravena seharusnya 0,05 U/kg/jam insulin
reguler. Setelah jumlah insulin untuk 6-8 jam pertama dihitung, jumlah ini ditambahkan pada
250- atau 500- mL botol 0,9% garam fisiologis.
Glukosa DarahDosis Insulin
TotalDosis
Intravena
Dosis Intramuskuler Frekuensiatau Subkutan
> 600 mg/dL 1 U/kg 0,5 U/kg 0,5 U/kg setiap 2 - 4 jam300 - 600 mg/dL 0,5 U/kg 0,25 U/kg 0,25 U/kg setiap 2 - 4 jam
c. Penanganan infeksi
Kadar glukosa darah yang tinggi dapat mengganggu fungsi kekebalan tubuh dalam
menghdapai masuknya jumlah bakteri atau kuman, sehingga para penderita diabetes
mudah untuk terkena infeksi. Keadaan ini juga bisa merusak system saraf, sehingga
mengurangi kepekaan pesien terhadap infeksi. Oleh karena itu, pengobatan terpenting
dalam menangani masalah ini adalah dengan memberikan antibiotic yang sesuai dengan
jenis dan letak infeksi, untuk membunuh kuman atau mikroorganisme yang masuk.
3. Susunlah pathway untuk kasus klien di atas!
Pembahasan:
Di lampiran.
4. Buatlah asuhan keperawatan untuk kasus klien di atas!
a. Pengkajian
- Riwayat adanya factor resiko, yang meliputi:
Riwayat keluarga tentang penyakit.
Kegemukan.
Riwayat pankreatitis kronis.
Riwayat lahir lebih dari dari Sembilan pon.
11
Tabel 2 Regimen Insulin Intermitten untuk Ketoasidosis DiabetikDikutip dari Behrman, R.E., Kliegman, R.M., dan Arvin, A.M. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15. Volume 3. Jakarta: EGC.
Riwayat glukosuria selama stress (pembedahan, trauma, infeksi, penyakit) atau
terapi obat (glukokortikosteroid, diuretic tiazid).
- Kaji terhadap manifestasi diabetes mellitus, yang meliputi:
Poliuria (akibat dari diuresis osmotic bila ambang ginjal terhadap reabsorbsi
glukosa dicapai dan kelebihan glukosa keluar melalui ginjal).
Polidipsi (disebabkan oleh dehidrasi dari polyuria).
Polifagia (disebabkan oleh kebutuhan energy dari perubahan sintesis protein dan
lemak).
- Pemeriksaan diagnostic, yang meliputi:
Tes toleransi glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200 mg/dL).
Gula darah puasa (FBS) normal atau di atas normal.
Essei hemoglobin glikolisat di atas rentang normal. Tes ini mengukur persentase
glukosa yang melekat pada hemoglobin, dengan rentang normal adalah 5-6%.
Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton. Pada respons terhadap defisiensi
intraselular, protein dan lemak telah diubah menjadi glukosa (gluconeogenesis)
untuk energy.
Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan
ketidakadekuatan control glikemik dan peningkatan propensitas pada terjadinya
aterosklerosis.
- Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan, pemeriksaan diagnostic, dan
tindakan perawatan diri untuk mencegah komplikasi.
- Kaji perasaan pasien tentang kondisinya.
- Analisis data berdasarkan kasus
Anak di atas memiliki kesadaran somnolen, yang berarti ia mengalami penurunan
kesadaran di mana anak tersebut masih bisa dibangunkan dengan rangsangan
biasnya tetapi ia akan segera tertidur kembali bila rangsangan dihentikan.
Nafas cepat, dalam, ireguler, mengindikasikan bahwa anak memerlukan pasokan
oksigen yang adekuat.
Nafas bau aseton, merupakan salah satu ciri penderita diabetes yang gulanya tidak
terkontrol, akibat dari pemecahan asam keton.
12
Mukosa bibir kering, dan turgor lambat, menandakan anak tersebut mengalami
dehidrasi.
CRT 3 detik (tidak normal karena normalnya adalah < 2 detik).
HR: 98x/menit, menandakan anak tersebut memiliki frekuensi jantung normal
(anak dengan umur 2-10 tahun memiliki rentang normal 70-110 x/menit).
TD: 80/70 mmHg, yang berarti anak tersebut memiliki tekanan darah yang cukup
tinggi (anak umur 5-10 tahun memiliki nilai tekanan darah normal 100/60
mmHg).
RR: 35x/menit, menandakan anak tersebut memiliki frekuensi napas yang cepat
(anak usia 5-10 tahun memiliki nilai normal RR dengan rentang 15-30 x/menit).
Dari hasil anamnesa klien dinyatakan mengalami muntah-muntah sejak 2 hari
SMRS, berarti dehidrasi sudah terjadi sejak dua hari SMRS.
Klien memiliki riwayat DM type 1 sejak 3 tahun terakhir.
Klien dikatakan terus mengalami penurunan BB sejak terdiagnosis DM, berarti
klien mengalami ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Hasil pemeriksaan laboratorium: GDS > 325 mg/dL (melebihi batas normal),
karena nilai normal darah sewaktu adalah 70-110 mg/dL.
Analisis gas darah: pH: 7,00 (normal)
PaCO2: 48 mmHg (tidak normal). PaCO2 adalah menunjukan kadar CO2 dalam
darah, yang memiliki batas normal 35-40 mmHg.
PaO2 (kadar darah arteri): 75 mmHg (normal)
HCO3: 12mEq/L (tidak normal/terlalu rendah). Kadar normalnya adalah 22-26
mEq/L.
dan SaO2: 85%, yang berarti kadar oksigen yang terikat hemoglobin hanya 85%,
padahal nilai normal untuk SaO2 adalah sama atau lebih dari 95%.
b. Diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi
A. Dx: Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan
13
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
Setelah dilakukan perawatan
selama 2 x 24 jam diharapkan
pasien tahu mengenai
penyakit yang dideritanya,
dengan criteria hasil:
NOC Label: Knowledge:
Diabetes Management
a. Pasien tahu mengenai
penyebab dan factor
yang berkontribusi dari
penyakit diabetes melitus
tipe 1. (skala 3)
b. Pasien tahu mengenai
tanda dan gejala awal
dari penyakit diabetes
melitus tipe 1. (skala 3)
c. Pasien paham mengenai
peran diet dalam
mengontrol kadar
glukosa darah (skala 4)
d. Pasien tahu peran latihan
untuk mengontrol kadar
glukosa dalam darah
(skala 3)
e. Pasien tahu mengenai
hiperglikemia dan gejala
yang berhubungan
dengan hiperglikemia
(skala 3)
NIC Label: Teaching
desease process
a. Jelaskan mengenai
patofisiologi dan
bagaimana hubungannya
dengan anatomi dan
fisiologi tubuh.
b. Tinjau pengetahuan
pasien mengenai
kondisinya.
c. Deskripsikan tanda dan
gejala umum dari
penyakit diabetes
mellitus tipe 1.
d. Tanyakan pada pasien
apa yang telah dilakukan
untuk mengatasi gejala
diabetes mellitus tipe 1
e. Deskripsikan pada
pasien bagaimana proses
dari penyakit diabetes
mellitus tipe 1.
f. Identifikasi penyebab
dari diabetes mellitus
tipe 1.
g. Menyediakan informasi
mengenai kondisi
pasien.
h. Diskusikan perubahan
NIC Label: Teaching
desease process
a. Agar pasien tahu
mengenai penyakit
yang dideritanya.
b. Untuk mengetahui
sejauh mana
pengetahuan pasien
tentang penyaakitnya.
c. Untuk meningkatkan
pengetahuan pasien
tentang penyakitnya.
d. Untuk mengetahui
tindakan apa saja yang
telah dilakukan pasien
untuk menangani
penyakitnya.
e. Untuk meningkatkan
pemahaman pasien
mengenai
penyakitnya.
f. Untuk mengetahui apa
penyebab dari
penyakit pasien.
g. Untuk memudahkan
pasien memperoleh
informasi mengenai
penyakitnya.
h. Untuk mencegah
14
f. Pasien tahu bagaimana
mencegah hiperglikemia
(skala 3)
g. Pasien tahu tindakan
yang harus dilakukan
untuk menangani
hiperglikemia (skala 3)
h. Pasien tahu mengenai
hipoglikemia dan gejala
yang berhubungan
dengan hipoglikemia
(skala 3)
i. Pasien tahu bagaimana
mencegah hipoglikemia
(skala 3)
j. Pasien tahu bagaimana
menggunakan dengaan
benar obat yang
diresepkan (skala 4)
gaya hidup yang
dibutuhkaan untuk
mencegah komplikasi
dan/atau untuk penyakit
diabetes mellitus tipe 1.
i. Instruksikan paada
pasien mengenai tanda
dan gejala yang harus
dilaporkan pada petugas
kesehatan.
adanya komplikasi.
i. Agar pasien dapat
memperoleh
perawatan jika terjadi
komplikasi atau ketika
mengalami masalah.
Evaluasi:
S : Pasien mengatakan sudah tahu dan lebih memahami mengenai kondisi dan penyakit yang
dideritanya.
O : Pasien tidak kebingungan lagi dan mengikuti prosedur perawatan.
A : Tujuan telah tercapai
P : Lanjutkan intervensi
B. Dx: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual muntah.
15
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan 2 x 24 jam
diharapkan kebutuhan nutrisi
klien tercukupi, dengan
kriteria hasil :
NOC label : Appetite
a. Klien terstimulasi untuk
makan (skala 4)
b. Klien dapat menikmati
makanan (skala 3)
NOC label : Nutritional
Status
a. Intake nutrisi klien
tercukupi. (skala 4)
b. Intake makanan klien
tercukupi. (skala 4)
c. Intake cairan tercukupi.
(skala 4)
NIC label: Nutrition
Management
a. Mengajarkan pasien
untuk menjaga
kebiasaan makan sesuai
dengan kebutuhan
tubuh dan gaya hidup
sehat.
b. Mengajarkan cara
penyiapan makanan dan
teknik penyajian
makanan yang sehat.
c. Memonitor pemasukan
nutrisi dan kalori klien.
NIC label: Nutrition
Management
a. Untuk menjaga
kestabilan kadar
glukosa darah dan
untuk menjaga berat
badan ideal klien.
b. Agar intake makanan
higienis dan sesuai
dengan kebutuhan
tubuh klien.
c. Agar intake nutrisi dan
kalori dalam porsi yang
sesuai tidak berlebih
ataupun kurang dari
kebutuhan tubuh klien.
Evaluasi:
S : Pasien mengatakan nafsu makannya bertambah dan tidak merasa lemas lagi.
O : Pasien terlihat lebih tenang dan nutrisinya terpenuhi.
A : tujian telah tercapai.
P : Lanjutkan intervensi
C. Dx: Kekurangan volume cairan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Setelah dilakukan asuhan NIC Label : Fluid NIC Label : Fluid
16
keperawatan selama …x24
jam, diharapkan kebutuhan
cairan px terpenuhi, dengan
kriteria hasil :
NOC Label : Fluid Balance
a. Tekanan darah klien normal
yaitu 80/70 mmHg (skala 4)
b. Denyut nadi arteri radial
normal, yaitu 98x/menit
(skala 4)
c.Intake cairan dalam 24 jam
tidak seimbang, intake =
output, (skala 3)
Management
a. Monitor berat badan
harian klien.
b. Monitor status hidrasi
(membran mukosa,
keadekuatan tekanan
nadi).
c. Instruksikan keluarga
membantu memberikan
asupan makanan sesuai
diet.
d. Monitor intake dan
output cairan tiap 24
jam.
Management
a. Mengetahui derajat
dehidrasi (kalau ada.
b. Indicator keadekuatan
volume sirkulasi.
Hipotensi ortostatik
memiliki resiko jatuh
setelah perubahan
posisi.
c. Meresusuitasi cairan
yang aktif keluar,
memenuhi kebutuhan
cairan harian.
d. Dapat mengetahui
status keseimbangan
cairan klien.
Evaluasi
S : Keluarga klien mengatakan klien mau sedikit minum dan makan
O : Tekanan darah klien, denyut nadi arteri radial klien normal.
A : Tujuan tercapai sebagian.
P : Lanjutkan intervensi.
D. Dx: Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penipisan jaringan integument
dan perubahan status cairan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama ….x24
jam, diharapkan dapat
NIC label: Skin care
tropical treatment
a. Hindari menggunakan
NIC label: Skin care
tropical treatment
a. Linen tempat tidur yang
17
memperbaiki integritas kulit
NOC label: Tissue Integrity:
Skin and mucous
membranes
Dengan kriteria hasil:
a. Suhu kuli normal (36,5-
37,5oC
b. Sensasi kulit baik
c. Elastisitas baik
d. Tekstur kulit baik
e. Pertumbuhan rambut
dikulit normal
f. Integritas kulit baik
g. Tidak terdapat pigmentasi
abnormal
h. Tidak terdapat lesi pada
kulit atau mukosa
membrane
i. Tidak terdapat nekrosis
pada kulit
NOC label: Fluid Balance
Dengan kriteria hasil:
a. Tekanan darah pasien
tidak terganggu (5)
b. Berat Badan stabil (5)
c. Turgor Kulit tidak lambat
(5)
d. Mukosa membrane
lembab (5)
linen tempat tidur
yang bertekstur kasar
b. Bersihkan klien
menggunakan sabun
anti bacterial, jika
diperlukan
c. Anjurkan klien
menggunakan pakaian
yang tidak terlalu ketat
d. Jaga linen tempat tidur
bersih, kering dan
bebas kerut
e. Gunakan bahan tempat
tidur yang melindungi
pasien, misalnya kulit
domba
f. Gunakan antibiotic
topical pada area yang
terkelupas
g. Inspeksi kulit pasien
yang berisiko
mengalami kerusakan
setiap hari
h. Dokumentasikan
derajat kerusakan kulit
klien
i. Tambahkan pelembab
pada ruangan dengan
humidifier
NIC label: Medication
kasar akan semakin
memperparah kerusakan
kulit klien saat tidur
b. Sabun anti bacterial ini
berfungsi agar tidak
terjadi infeksi
c. Sebaiknya klien
menggunakan baju yang
tidak ketat agar tidak
terjadi tekanan atau
gesekan kulit yang
terlalu parah
d. Untuk mengindari
kerusakan lebih parah
dan terjadinya infeksi
e. Untuk menghindari
kerusakan integritas
kulit dengan
menggunakan bahan
yang lembut
f. Mencegah infeksi pada
kulit
g. Untuk mengetahui
seberapa parah kulit
klien mengalami
kerusakan sehingga
dapat menentukan
intervensi selanjutnya
h. Untuk mengetahui
seberapa parah kulit
18
e. Intake dan Ouput 24 jam
seimbang (4)
Administration: Skin
a. Ikuti lima benar
pemberian obat
b. Catat riwayat
kesehatan dan riwayat
alergi pasien
c. Tentukan pengetahuan
pasien mengenai obat-
obatan dan
penggunaan
d. Tentukan Area Kulit
yang akan diberikan
obat
e. Ganti dosis obat
sebelumnya dan
bersihkan kulit
f. Ukur jumlah obat
sistemik yang benar
dioleskan dengan
menggunakan
pengukuran standar
g. Berikan agen topical
yang diresepkan
Monitor efek local,
sistemik dan kerugian
obat
klien mengalami
kerusakan sehingga
dapat menentukan
intervensi selanjutnya
i. Untuk melembapkan
ruangan, sehingga risiko
kerusakan kulit klien
karena kering lebih
minimal
NIC label: Medication
Administration: Skin
a. Agar aman bagi pasien
b. Untuk mengetahui
apakah klien alergi
terhadap obat yang
diberikan atau tidak
c. Untuk menyamakan
persepsi perawat dank
lien mengenai obat
dan penggunaannya
d. Agar obat dilokasinya
di area yang tepat
e. Agar tidak terinfeksi
f. Agar jumlah obat
sesuai dengan area
yang perlu
g. Resep yang benar
akan membuat
intervensi terapeutik
19
Untuk menentukan
intervensi selanjutnya
E. Dx: Kelelahan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan …. x 24 jam
diharapkan peningkatan
kelelahan fisik klien dapat
teratasi, dengan kriteria hasil :
NOC label : Rest
a. Jumlah istirahat klien
tercukupi.
b. Kualitas istirahat klien
baik.
c. Pola istirahat klien teratur.
NOC label :Sleep
a. Pengaturan
temperature/suhu ruangan
klien agar merasa nyaman
saat beristirahat/tidur.
b. Waktu yang diperlukan
klien untuk stirahat/tidur
sesuai kebutuhan tubuh.
c. Klien dapat
berstirahat/tidur secara
rutin.
NIC label: Energy
Management
a. Menentukan penyebab
kelelahan fisik dan
emosional klien
NIC label: Nutrition
Management
a. Mengajarkan pasien
untuk menjaga
kebiasaan makan
sesuai dengan
kebutuhan tubuh dan
gaya hidup sehat.
b. Memonitor pemasukan
nutrisi dan kalori
klien.
NIC label: Sleep
Enhancement
a. Menyesuaikan
lingkungan (seperti:
cahaya/lampu,
bunyi/ribut, suhu dan
NIC label: Energy
Management
a. Agar hal yang
menyebakan keletihan
fisik dan emosional
klien dapat teratasi.
NIC label : Nutrition
Management
a. Agar intake makanan
sesuai dengan
kebutuhan tubuh klien.
b. Agar intake nutrisi dan
kalori dalam porsi yang
sesuai tidak berlebih
ataupun kurang dari
kebutuhan tubuh klien.
NIC label: Sleep
Enhancement
a. Untuk menjaga dan
menyesuaikan
kenyamanan
istirahat/tidur klien.
20
tempat tidur)
istirahat/tidur klien
Evaluasi
S: Pasien mengatakan bahwa dirinya sudah merasa lebih baik setelah mendapatkan asupan
nutrisi dan istirahat yang cukup.
O: Ekspresi wajah pasien terlihat lebih baik dan TTV pasien normal
A: Tujuan asuhan keperawatan tercapai.
P: Intervensi dilanjutkan.
F. Dx: Nyeri akut
21
22
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama ….x24
jam, diharapkan klien dapat
mngontrol nyeri dengan:
NOC label: Pain Control
Dengan kriteria hasil:
a. Mengenal faktor penyebab
b. Menggunakan metode
pencegahan
c. Menggunakan metode
nonanalgesik untuk
mengurangi nyeri
d. Mengenali gejala-gejala
nyeri
e. Melaporkan nyeri sudah
terkontrol
NOC label : Pain level
Dengan criteria hasil :
a. Melaporkan adanya nyeri
b. Frekuensi nyeri
c. Panjangnya episode nyeri
d. Pernyataan nyeri
e. Ekspresi wajah saat nyeri
NIC label:
Pain Management
a. Lakukan pengkajian
nyeri secara
komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi,
kualitas, dan faktor
presipitasi
b. Observasi reaksi non
verbal dari
ketidaknyamanan
a. Gunakan komunikasi
terapeutik untuk
mengetahui
pengalaman nyeri
b. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri (non
farmakologi, dan inter
personal)
c. Berikan analgesic untuk
mengurangi nyeri
NIC label: Analgetic
dministration
a. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri
sebelum pemberian
obat
b. Cek intruksi dokter
tentang jenis obat,
dosis dan frekuensi
c. Cek riwayat alergi
d. Tentukan pilihan
analgesic tergantung
tipe dan beratnya nyeri
e. Monitor vital sign
NIC label:
Pain Management
a. Dengan melakukan
pengkajian secara
lengkap maka
intervensi pun dapat
dilakukan dengan tepat
b. Reaski nonverbal,
seperti ekspresi raut
muka akan membantu
dalam menentukan
skala nyeri klien.
c. Berkomunikasi dengan
cara yang tepat akan
membuat klien merasa
nyaman dalam
menceritakan
pengalaman nyerinya.
d. Skala nyeri yang lebih
kecil biasanya bila
dihilangkan dengan
teknik distraksi.
e. Analgesic diberikan
untuk penanganan
nyeri secara
farmakologik.
NIC label: Analgetic
Administration
a. Agar nantinya dapat
dilakukan pengobatan
dengan tepat.
b. Agar tidak salah
dalam memberikan
obat.
c. Memastikan bahwa
obat tidak akan
membahayakan klien.
Evaluasi:
23
S: Pasien mengatakan bahwa dirinya sudah merasa lebih nyaman setelah diberikan terapi
terapeutik dan analgesik
O: Ekspresi wajah pasien terlihat lebih baik dan nyeri pada klien berkurang serta TTV pasien
normal
A: Tujuan asuhan keperawatan tercapai
P: Intervensi dilanjutkan
G. Dx: Resiko jatuh
Tujuan Dan Kriteria hasil Intervensi Rasional
Setelah dilaksanakan
perawatan selama 1 x 24 jam,
kondisi pasien diharapkan
sesuai dengan criteria hasil,
yakni :
NOC Label : Risk Control
a. Memonitor factor
lingkungan yang dapat
menyebabkan resiko
terjatuh (skala 5)
b. Memonitor prilaku pasien
yang dapat resiko terjatuh
(skala 5)
c. Menyediakan strategi
efektif untuk mengontrol
resiko (skala 4)
d. Pasien dapat
menyesuaikan diri dengan
strategi pengontrolan
resiko (skala 4)
NIC Label : Fall
Prevention
a. Identifikasi
kekurangan kognitif
Maupun fisik pasien
yang mungkin
meningkatkan potensi
jatuh di lingkungan
tertentu
b. Identifikasi faaktor
prilaku yang dapat
berefek pada resiko
jatuh
c. Identifikasi
karakteristik
lingkungan yang
mungkin
meningkatkan potensi
untuk jatuh
d. Menyediakan
pencahayaan yang
NIC Label : Fall
Prevention
a. Untuk mengetahui
factor resiko jatuh
dan meminimalkan
factor resiko
b. Untuk mengetahui
prilaku pasien yang
dapat menyebabkan
jatuh dan
memberikan
penanganan yang
tepat
c. Mengetahui
karakteristik
lingkungan yang
berpotensi dalam
menyebabkan jatuh
d. Untuk mencegah
resiko jatuh yang
disebabkan oleh
24
e. Pasien dapat mengikuti
strategi pengontrolan
resiko yang dipilihkan
(skala 4)
f. Pasien menyadari adanya
perubahan status
kesehatan (skala 4)
g. Memonitor perubahan
status kesehatan (skala 5)
adekuat untuk
peningkatkan
penglihatan
e. Menyediakan
permukaan lantai yang
tidak licin
f. Menyediakan
permukaan yang tidak
licin di kamar mandi
g. Pastikan pasien
menggunakan sepatu
yang pas, yang
dikencangkan dengan
aman, dan memiliki
permukaan yang tidak
licin
h. Edukasi keluarga
pasien mengenai factor
resiko yang
berkontribusi
menyebabkan jatuh
dan bagaimana mereka
dapat meminimalkan
resiko
i. Bantu keluarga pasien
untuk mengidentifikasi
bahaya di rumah dan
memodifikasinya
pencahayaan yang
tidak adekuat
e. Meminimalkan
factor resiko
f. Meminimalkan
factor resiko jatuh
g. Meminimalkan
factor resiko jatuh
dan mencegah
adanya luka
h. Memberikan
keluarga
pengetahuan
menganai resiko
jatuh dan untuk
meminimalkan
factor resiko
i. Untuk
meminimalkan
factor resiko dan
mengajak keluarga
pasien untuk
berperan serta dalam
mencegah adanya
factor resiko
25
NOC label: Safe Home
Enviroment
Dengan kriteria hasil:
a. Menyediakan pencahayaan
yang adekuat
b. Membersihkan tempat
tinggal
c. Menempatkan pegangan
tangan
d. Menyimpan barang di
pencahayaan yang tepat
NIC label :
Enviromental
Management
a. Bentuk lingkungan
yang aman bagi
pasien
b. Pantau keamanaan
yang dibutuhkan
pasien
c. Tentukan tempat tidur
yang tinggi atau
rendah jika diperlukan
dan tempatkan tempat
tidur dan posisi yang
mudah dijangkau
pasien
d. Anjurkan penggunaan
matras
e. Tempatkan object
yang sering digunakan
pasien mudah
dijangkau
f. Fasilitasi penggunaan
benda atau barang.
NIC label :
Enviromental
Management
a. Untuk mengurangi
resiko jatuh
b. Agar klien tetap
terlindungi
c. Agar klien merasa
nyaman
d. Agar klien merasa
nyaman
e. Mempermudah
aktivitas klien
f. Mempermudah
aktivitas klien
BAB III
26
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Diabetes mellitus merupakan sindrom homeostasis gangguan energy yang
disebabkan oleh defisiensi insulin atau oleh defisiensi kerjanya yang mengakibatkan
metabolism karbohidrat, protein, dan lemak tidak normal. Kelainan ini merupakan gangguan
metabolic-endokrin masa anak dan remaja yang paling lazim dengan konsenkuensi penting
pada perkembangan fisik dan emosi. Individu yang menderita diabetes tergantung insulin
(tipe 1) mengahadapi beban serius yang meliputi kebutuhan mutlak akan insulin eksogen
setiap harinya, dan tentunya kebutuhan untuk memperhatikan terus-menerus pada masukan
diet.
Morbiditas dan mortalitas yang berasal dari kekacauan metabolic dan dari
komplikasi jangkan panjang yang memengaruhi pembuluh kecil dan besar, serta
menyebabkan berbagai komplikasi, baik yang akut maupun komplikasi kronis.
Pertimbangan-pertimbangan untuk membentuk dasar pendekatan terapeutis terhadap
penyakit ini adalah dengan memerhatikan manifestasi klinis yang muncul pada pasien itu
sendiri.
Pemberian insulin bersama dengan cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan
memperbaiki dengan cepat kelainan metabolic tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemia
serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar glukosa darah yang sering
merupakan komponen terapi yang penting.
DAFTAR PUSTAKA
27
Aquilino, M.L., et al. 2004. Nursing Outcomes Classification (NOC). Fourt Edition. Missouri:
Mosby Elsevier.
Behrman, R.E., Kliegman, R.M., dan Arvin, A.M. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15.
Volume 3. Jakarta: EGC.
Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah. Edisi 8. Volume 2. Jakarta: EGC.
Corwin, E.J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Engram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume 3. Jakarta:
EGC.
McCloskey, J.C. 2004. Nursing Interventions Classification (NIC). Fourth Edition. Missouri:
Mosby Elsevier.
NANDA International. 2010. Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.
Taylor, C.M., dan Ralph, S.S. 2010. Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta: EGC.
28