Transcript

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Rumah Sakit Umum Daerah Muntilan Kabupaten Magelang berada di Jalan Kartini No. 13 RSUD Muntilan Kabupaten Magelang ini semula milik yayasan Pastur Vanlith yang didirikan bersama para suster pada tahun 1925 dengan nama Rumah Sakit Kecil (Balai Pengobatan). Pada tanggal 01 Juni 1946, tersedia dokter pertama di Rumah Sakit Kecil tersebut yaitu Dr. Gondo Suwikto. Rumah Sakit Kecil tersebut akhirnya diresmikan pada tanggal 03 Februari 1977 oleh Bapak Bupati Magelang yaitu Bapak Ahmad, yang sekaligus membeli Rumah Sakit Kecil untuk dijadikan Rumah Sakit Umum. Dan pada tahun 1988 sesuai keputusan Menteri Kesehatan No. 105/Menkes/SK/1988 menjadi Rumah Sakit Tipe C, dengan kapasitas tempat tidur 128 ranjang. Pada tahun 2002 Pemerintah Kabupaten Magelang mengeluarkan Peraturan Daerah No. 14 Tahun 2002 tentang pembentukan Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Kabupaten Magelang yang mengatur pembentukan, kedudukan, tugas

pokok, fungsi, struktur organisasi,dan tata kerja BPK RSU Kab. Magelang. Di tahun 2009 sesuai Peraturan Daerah Kabupaten Magelang No. 30 Tahun 2008 tentang organisasi dan tata kerja lembaga teknis daerah dan satuan polisi pamong praja, BPK RSU Kabupaten Magelang di ganti menjadi RSUD Muntilan Kabupaten Magelang. Sesuai dengan visi dan misi RSUD Muntilan Kabupaten Magelang yaitu: 1. Visi Menjadi Rumah Sakit rujukan terpercaya dengan pelayanan yang profesional dan manusiawi. 2. Misi a. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau. b. Menyelenggarakan pengelolaan sumber daya Rumah Sakit secara profesional. c. Menyelenggarakan peningkatan ilmu dan ketrampilan tenaga Rumah Sakit. d. Memberikan pelayanan kesehatan yang memuaskan pelanggan. e. Menjalin kerjasama yang saling memberikan manfaat dengan mitra kerja.

RSUD Muntilan Kabupaten Magelang memiliki nilai dan falsafah yang berpijak pada nilai-nilai dasar yang diyakini dan dipedomani oleh seluruh jajaran RSUD Muntilan dalam memberikan pelayanan. Nilai-nilai tersebut meliputi: 1. Keikhlasan 2. Kejujuran 3. Keadilan 4. Kedisiplinan 5. Kebersamaan 6. Keterbukaan 7. Kepedulian Jenis pelayanan yang ada di RSUD Muntilan Kabupaten Magelang meliputi: 1. Pelayanan administrasi dan keuangan a. Kepegawaian b. Rekam medik c. Akutansi d. Umum e. Anggaran

2. Pelayanan medis dan Keperawatan a. Instalasi rawat jalan 1) Klinik Umum 2) Klinik Gigi 3) Klinik KIA dan kandungan 4) Klinik Penyakit dalam 5) Klinik Bedah 6) Klinik THT 7) Klinik Mata 8) Klinik Jiwa 9) Klinik Saraf 10) Klinik Kulit kelamin 11) Klinik Gizi 12) Klinik Fisioterapi b. Bidang penunjang medis dan non medis 1) Penunjang medis a) Instalasi farmasi b) Instalasi radiologi c) Instalasi laboratorium d) Instalasi gizi

e) Instalasi fisioterapi 2) Penunjang non medis a) Instalasi laundry b) Instalasi kesehatan lingkungan c) Instalasi pemeliharaan sarana rumah sakit/teknik d) Instalasi keamanan, ketertiban, dan transportasi (KKT) e) Instalasi kamar jenazah Selain yang tersebut di atas, RSUD Muntilan Kabupaten Magelang memiliki 8 ruang rawat inap meliputi: 1. Ruang rawat inap anak (seruni) 2. Ruang rawat inap bersalin (gladiol) 3. Ruang rawat inap bayi (kenanga) 4. Ruang rawat inap flamboyan 5. Ruang rawat inap melati 6. Ruang rawat inap mawar 7. Ruang rawat inap menur 8. Ruang rawat inap aster Tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal sebagai salah satu unsur kesehatan

umum dari tujuan nasional (Dep Kes RI 1982, hal 6). Demi tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional maka perlu memberikan prioritas pada upaya peningkatan kesehatan masyarakat, keluarga dan individu, melalui usaha peningkatan, pencegahan, pengobatan dan pemulihan kesehatan. Namun untuk mencapai kesehatan tersebut tidaklah mudah karena setiap individu mempunyai kebiasaan atau gaya hidup yang berbedabeda, sebagai contoh adalah ketidak hati-hatian dalam mengkonsumsi makanan sehingga menimbulkan gangguan pada saluran pencernaan yang biasa dikenal Diare. Diare disebabkan oleh adanya infeksi, bakteri, parasit, amoeba, trichus trichiura, giardio, protein energi, malnutrisi, gangguan imunologik dan infeksi oleh virus (Ngastiyah, 1997). Kondisi ini merupakan salah satu masalah kesehatan utama karena biasa menyerang pada bayi dan anak dengan malnutrisi (Green Berg, 1988). Sehingga klien dengan diare memerlukan perawatan yang intensif dan komprehensif. Tanpa asuhan keperawatan maka akan timbul komplikasi-komplikasi sebagai berikut: asidosis, hipokalemia, gagal jantung akut, kejang syok septik, panas, muntah, malabsorbsi.

UNICEF dan WHO memperkirakan 2,5 milyar kasus diare terjadi pada anak balita setiap tahun. Di indonesia diare menjadi penyebab utama kematian bayi usia 1-12 bulan (42%) dan anak usia 4 tahun (25%) bayi yang tidak mendapatkan ASI dinyatakan enam kali lipat lebih beresiko kehilangan nyawa akibat diare di usia 2 bulan pertama. Kondisi kesehatan dan gizi serta sanitasi yang memadai memegang peranan penting untuk mencegah diare. Imunisasi perlu dilakukan pada anak guna melawan cacar, rota virus (penyebab flu usus) serta infeksi usus yang dapat menimbulkan diare akut. Insiden terjadinya kasus diare di Rumah Sakit Umum Daerah kabupaten Magelang adalah kasus diare umum pada tahun 2009 sebanyak 1.978 kasus sedangkan untuk kasus diare pada anak 421 kasus atau 21,28% dari kasus yang ada. Di tahun 2010 dari bulan Januari sampai Februari sebanyak 102 kasus diare dengan 83 kasus diare pada anak atau 81,37% dari semua kasus yang ada. Berhubungan dengan hal di atas membuat penulis tertarik untuk melakukan asuhan keperawatan dengan judul Asuhan Keperawatan pada An. M dengan Diare Cair Akut Tanpa Dehidrasi di Bangsal Seruni Rumah Sakit Umum Muntilan dengan mengaplikasikan asuhan

keperawatan.

B. Rumusan Masalah Bagaimana aplikasi asuhan keparawatan pada An. M dengan Diare Cair Akut Tanpa Dehidrasi di Bangsal Seruni Rumah Sakit Umum di daerah Muntilan dari tanggal 01 03 Februari 2010?

C. Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan laporan ilmiah ini adalah penulis mampu 1. Melakukan pengkajian data pada klien dengan Diare Cair Akut Tanpa Dehidrasi. 2. Merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan Diare Cair Akut Tanpa Dehidrasi. 3. Menyusun Intervensi keperawatan pada klien dengan Diare Cair Akut Tanpa Dehidrasi. 4. Melakukan Implementasi asuhan keperawatan pada klien dengan Diare Cair Akut Tanpa Dehidrasi. 5. Melakukan evaluasi asuhan keperawatan kepada klien dengan Diare Cair Akut Tanpa Dehirasi.

D. Manfaat Adapun manfaat yang akan dicapai meliputi: 1. Profesi a. Meningkatkan kualitas asuhan keperawatan 2. Institusi a. Memberikan sumbangan pikiran dalam bentuk tulisan dengan menerapkan asuhan keperawatan 3. Diri Sendiri a. Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan b. Mampu mengaplikasikan asuhan keperawatan tentang penyakit Diare Cair Akut Tanpa Dehidrasi di RSUD Muntilan Kabupaten Magelang

E. Metode Dalam penulisan laporan ilmiah ini, penulis menggunakan metode deskriptif yaitu dengan menuliskan gambaran asuhan keperawatan pada An. M dengan diare cair akut tanpa dehidrasi di Bangsal Seruni mulai dari pengumpulan data sampai evaluasi dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan dengan cara studi dokumentasi.

F. Tinjuan Teori 1. Definisi Gastroenteritis adalah buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya, untuk neonotus bila lebih dari 4 kali dan untuk anak lebih dari 3 kali (Hasan R, 1998). Dan terjadi secara mendadak berlangsung 7 hari dari anak yang sebelumnya sehat (Mansjoer, 2000). Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak (Ngastiyah, 1997). Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan bentuk tinja yang encer atau cair (Suriadi, 2001).

Diare adalah keluarnya tinja berbentuk cair sebanyak 3 kali atau lebih dalam 24 jam pertama, dengan temperatur rectal di atas 380C, kolik dan muntah (Betz Sawden, 2002) 2. Etiologi Menurut Ngastiyah (1997) penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor: a. Faktor Infeksi 1) Infeksi enterial Infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan

penyebab diare pada anak. Meliputi infeksi enteral sebagai berikut: a) Infeksi virus : Enterovirus (virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lainlain. b) Infeksi bakteri: vibrio, Ecoli, salmonella, shigella. c) Infeksi parasit: Cacing (ascaris, trichuris, oxyuris,

strongyloides), protozoa (entamoeba hystolytica, giardia lambilia, trichomonas hominis), jamur (candida albicanas).

2) Infeksi pareteral Infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti: otitis media akut, tonsilitis/tonsilofaringitis, bronchopneumonia, ensefalitis dan sebagainya. Keadaan terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun. b. Faktor Malabsorbsi 1) Malabsorbsi karbohidrat Disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, sukrosa),

monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering intoleransi laktosa. 2) Malabsorbsi lemak 3) Malabsorbsi protein c. Faktor makanan Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan. d. Faktor psikologis Rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih besar).

3. Gambaran Klinis Sebagai manifestasi klinis dari diare (Hassan dan Alatas, 1998) adalah sebagai berikut: a. Mula-mula bayi cengeng, rewel, gelisah b. Suhu tubuh biasanya meningkat c. Nafsu makan berkurang atau tidak ada. d. Feses cair biasa disertai lendir atau darah, warna tinja mungkin berubah hijau karena bercampur dengan empedu. e. Anus mungkin lecet karena tinja makin asam akibat asam laktat dari laktosa yang tidak diabsorbsi usus dan sering defikasi. f. Mumpah disebabkan lambung yang turut meradang atau

gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit. g. Bila kehilangan banyak cairan muncul dehidrasi (berat badan turun, turgor kulit kurang, mata dan ubun-ubun besar cekung, selaput lendir bibir dan mulut kering).

Tabel 1.1 Penilaian Derajat Dehidrasi (Mansjoer, 2000). Penilaian Keadaan umum Ringan baik, sadar Sedang gelisah, rewel Berat lesu, lunglai atau tidak sadar Mata Air mata Mulut dan lidah Normal ada Basah cekung tidak ada Kering sangat cekung kering tidak ada, sangat kering Rasa haus minum biasa, tidak haus Turgor kulit Kembali haus, ingin minum banyak kembali lambat malas/tidak bisa minum kembali sangat lambat Hasil pemeriksaan tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan, sedang, bila ada tanda ditambah satu atau lebih tanda lain. Bila ada satu tanda ditambah satu atau lebih tanda lain.

4. Patofisiologi Menurut Ngastiyah (1997), mekanisme dasar yang

menyebabkan diare adalah sebagai berikut: a. Gangguan Osmotik Akibat makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi usus yang berlebihan akan merangsang untuk

mengeluarkannya. b. Gangguan Sekresi Akibat rangsangan tertentu (toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit pada rongga usus dan terjadi diare karena peningkatan isi usus. c. Gangguan Motilitas Hiperperistaltik akan menyebabkan kesempatan penyerapan makanan berkurang sehingga timbul diare, penurunan peristaltik menimbulkan bakteri tumbuh berlebihan sehingga dapat

menimbulkan diare. Sedangkan patogenesis diare akut menurut Hassan dan Alatas (1998) adalah:

a. Masuknya jasad renik dalam usus halus setelah melewati rintangan asam lambung. b. Jasad renik berkembang biak dalam usus. c. Jasad renik mengeluarkan toksin diaregenik. d. Akibat toksin terjadi hipersekresi yang menyebabkan diare. Sebagai akibat dari diare akut atau kronis akan terjadi: a. Dehidrasi mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolic, hipokalemia). b. Gangguan gizi akibat kelaparan c. Hipoglikemi d. Gangguan sirkulasi darah 5. Pemeriksaan Penunjang Menurut Hassan dan Alatas (1998) pemeriksaan laboratorium pada diare adalah: a. Feses 1) Makroskopis dan Mikroskopis 2) pH dan kadar gula pada tinja dengan kertas lakmus dan tablet clinitest, bila diduga terdapat intoleransi gula. 3) Biakan dan uji resisten.

b. Pemeriksaan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan menentukan pH dan cadangan alkalin atau dengan analisa gas darah. c. Ureum kreatinin untuk mengetahui faal ginjal. d. Elektrolit terutama natrium, kalium dan fosfor dalam serium. e. Pemeriksaan Intubasi deudenum untuk mengetahui jenis jasad renik atau parasit. 6. Penatalaksanaan Penatalaksanaan pada diare menurut Ngastiyah (1997) yaitu: a. Pemberian cairan pada diare dengan memperhatikan derajad dehidrasinya dan keadaan umum: 1) Belum ada dehidrasi a) Oral sebanyak anak mau minum atau 1 gelas setiap diare. b) Pareteral dibagi rata dalam 24 jam. 2) Dehidrasi ringan a) 1 jam pertama: 25-50 cc/kg BB/oral atau intragastrik. b) Selanjutnya: 50-50 cc/kg BB/hari. 3) Dehidrasi sedang a) 1 jam pertama 50-100 ml/kg BB/oral intragastrik b) Selanjutnya 125 ml/kg BB/hari

4) Dehidrasi berat a) Untuk anak 1 bulan sampai 2 tahun dengan berat badan 310 kg. b) 1 jam pertama: 40 ml/kg BB/jam atau 10 tetes/kg BB/menit (dengan infus 15 tetes) atau 13 tetes/kg.BB/menit (dengan infus 1ml = 20 tetes). c) 7 jam kemudian: 12 ml/kg BB/ jam atau 3 tetes/kg BB/menit (dengan infus 1 ml = 15 tetes) d) 16 jam berikut: 125 ml/kg BB oralit atau intragastrik, bila anak tidak mau minum, teruskan intra vena 2 tetes/ kg BB/ menit (1 ml = 15 tetes) atau 3 tetes/ kg BB/ menit (1ml = 20 tetes). b. Pengobatan dietetik 1) Untuk anak di bawah 1 tahun dan anak di atas satu tahun dengan berat badan kurang dari 7 kg jenis makanan yang diberikan: a) Susu (ASI atau susu formula yang mengandung laktosa rendah dan asam lemak tidak jenuh, misalnya LLM, almiron, atau sejenis lainnya).

b) Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi tim) bila tidak mau minum susu karena di rumah tidak biasa. c) Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya: susu yang mengandung laktosa atau asam lemak yang berantai sedang atau tidak jenuh. 2) Untuk anak di atas 1 tahun dengan berat badan lebih dari 7 kg jenis makanannya: makanan padat, cair atau susu sesuai dengan kebiasaan di rumah (Hassan, Alatas, 1998). c. Obat-obatan Prinsip pengobatan diare adalah mengganti cairan yang hilang melalui tinja dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa karbohidrat lain (gula, air tajin, tepung beras, dan sebagainya). 1) Obat anti sekresi a) Asetosal: dosis 25 ml/ tahun (minimum 30 mg) b) Klorpromazin: dosis 0,5 1 mg/kg BB/ hari 2) Obat anti diare: kaolin, pectin, charcoal, tabonal. 3) Antibiotik

7. PathwaysInfeksi, virus, bakteri, parasit Malabsorbsi makanan di usus Makanan beracun Faktor psikologis

Reaksi inflamasi

Tekanan osmotik Pergeseran cairan dan elektrolit ke rongga usus

Gangguan motilitas usus Hipermotilitas Sekresi air dan elektrolit

Merangsang saraf parasimpatik Hipomotilitas Bakteri tumbuh

Cemas

Hospitalisasi

DIARE

Kurang pengetahuan

Tubuh kehilangan cairan dan elektrolit Pen vol cairan ekstra sel

Kerusakan mukosa usus Perlukaan & peradangan Serabut saraf aferen Kortek cerebri Suhu tubuh

Defikasi sering Feses menjadi asam Iritasi kulit

Cairan intraluminal

Produksi gastrin

Dehidrasi

Kontriksi lambung

Defisit vol cairan dan elektrolit Gangguan vaskuler Volume darah

NYERIHIPERTERMI

Kerusakan integritas kulit

Tekanan Springter Pylorus

Mual & muntah

Kehilangan Na, k, HCO3 Gangguan sirkulasi Isidocis metabolik Hipoksia, Sianosis, akral dingin, TD turun, gelisah

Kebutuhan energi untuk aktivitas

Intake makanan

BB Pernafasan kusmaul Intoleransi aktivitas Perubahan Nutrisi kurang kebutuhan

SYOCK HIPOVOLEMIK

GANGGUAN POLA NAFAS

(Masjoer, 2000 & Ngastiyah, 1997)

8. Fokus Intervensi a. Diare berhubungan dengan proses infeksi, makanan, psikologis Tujuan: penurunan frekuensi BAB kurang dari 3 kali sehari. Kriteria hasil: Feses mempunyai bentuk. Intervensi: 1. Kaji penyebab diare R/ untuk mengetahui penyebab dari diare. 2. Turunkan aktivitas fisik selama periode akut diare R/ penurunan aktivitas fisik dapat menurunkan peristaltik 3. Tingkatkan pemenuhan kebutuhan cairan per oral R/ untuk menggantikan cairan yang keluar. 4. Lakukan perawatan perianal yang baik R/ iritasi perianal akibat diare harus dicegah 5. Anjurkan meningkatkan kebersihan R/ untuk mencegah penyebaran infeksi. 6. Kolaborasi pemberian therapy antibiotik R/ untuk membunuh kuman dan mencegah infeksi. b. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan sekunder akibat diare. Tujuan: Kebutuhan cairan terpenuhi.

Kriteria hasil: tidak ada tanda-tanda dehidrasi. Intervensi: 1. Monitor dan catat intake dan output. R/ untuk mengetahui jumlah cairan yang masuk dan keluar. 2. Observasi tanda-tanda dehidrasi R/ untuk menentukan jumlah cairan yang masuk. 3. Pantau BB, Suhu tubuh, kelembaban pada rongga oral, volume, dan konsentrasi usus. R/ untuk mengetahui jumlah cairan yang keluar. 4. Berikan wadah yang tidak biasa (cangkir berwarna, sedotan) R/ untuk menarik dan meningkatkan masukan cairan. 5. Kolaborasi pemberian cairan parenteral R/ untuk mengganti cairan yang hilang c. Perubahan nutrisi kurang kebutuhan tubuh berhubungan dengan mal absorbsi nutrien, mual muntah dan diare. Tujuan: kebutuhan nutrisi adekuat. Kriteria hasil: - meningkatkan masukan oral - tidak terjadi penurunan BB Intervensi:

1. Kaji kebiasaan diit, masukan makanan saat ini, derajat kesulitan makan dan evaluasi BAB R/ klien pada diare terjadi mual muntah untuk mengetahui kebutuhan nutrisi yang diperlukan 2. Kaji tanda-tanda vital R/ indikasi respon dan status nutrisi 3. Timbang BB setiap hari R/ untuk memantau kebutuhan nutrisi dan pengawasan kehilangan BB. 4. Anjurkan makan porsi kecil tapi sering R/ untuk meningkatkan masukan nutrisi. 5. Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat R/ untuk meningkatkan nutrisi yang adekuat 6. Kolaborasi dengan gizi pemberian diit yang tepat R/ untuk perencanaan diit yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan nutrisi d. Nyeri berhubungan dengan inflamasi, perlukaan dan peradangan Tujuan: nyeri terkontrol atau hilang. Kriteria hasil: - Mampu mengidentifikasi sumber-sumber nyeri.

- Mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan dan menurunkan nyeri. Intervensi: 1. Kaji nyeri (lokasi,karakteristik, frekuensi, kualitas dan skala) R/ membantu dalam membuat diagnosa dan kebutuhan terapi 2. Kaji pengalaman nyeri anak R/ untuk mengetahui tingkat pengalaman dan ketahanan terhadap nyeri. 3. Observasi isyarat non verbal terkait dengan kenyamanan R/ petunjuk non verbal dapat mengidentifikasi luas dan beratnya nyeri. 4. Lakukan strategi untuk mengatasi nyeri. R/ untuk mengurangi nyeri yang dirasakan dan mengatasi nyeri 5. Libatkan orang tua dalam mengatasi nyeri. R/ membantu anak dalam mengurangi nyeri. 6. Kolaborasi pemberian analgetik R/ untuk mengurangi nyeri. e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi kulit karena peningkatan BAB Tujuan: kulit tidak lecet, kulit tidak kemerahan.

Kriteria hasil: - Menunjukkan komplikasi.

penyembuhan

luka

tanpa

- Mampu mengidentifikasi faktor penyebab. - Mengidentifikasi pengobatan untuk meningkatkan penyembuhan.

Intervensi: 1. Kaji keadaan kulit adanya eritema, kepucatan, lesi dan ruang R/ menunjukkan resiko kerusakan dan memerklukan

pengobatan intensif 2. Identifikasi tahap perkembangan luka R/ untuk mengetahui dan menentukan pengobatan yang tepat. 3. Ubah posisi dan mempertahankan tempat tidur kering, bebas kerutan. R/ untuk mengurangi tekanan konstan pada area perianal dan meminimalkan resiko kerusakan kulit anus. 4. Cuci area yang kemerahan dengan lembut menggunakan sabun ringan. Bilas seluruh area dengan bersih dan keringkan. R/ untuk mencegah terjadinya komplikasi.

5. Menganjurkan ibu dan keluarga tidak memakaikan pakaian ketat. R/ kelembaban dapat meningkatkan pertombuhan bakteri 6. Anjurkan keluarga untuk memakaikan celana dari katun yang longgar R/ memungkinkan sirkulasi udara baik untuk meningkatkan dan meminimalkan iritasi 7. Tingkatkan masukan protein dan karbohidrat. R/ untuk membantu mempercepat penyembuhan luka. f. Hipertermi berhubungan dengan penurunan sirkulasi sekunder akibat dehidrasi. Tujuan: klien mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal. Kriteria hasil: - Suhu tubuh normal (36,50C - 37,50C) - Badan tidak panas - Mengetahui metode pencegahan hipertermi. Intervensi: 1. Kaji suhu: nadi, tekanan darah, pernafasan R/ untuk mengetahui keadaan umum klien. 2. Berikan kompres hangat R/ terjadi vasodilatasi pembuluh darah, panas cepat turun.

3. Pertahankan masukan cairan yang adekuat R/ untuk mencegah dehidrasi. 4. Anjurkan memakai pakaian tipis dan menyerap keringat. R/ untuk mengurangi panas. 5. Kolaborasi pemberian antipiretik R/ menurunkan suhu tubuh 6. Berikan obat sesuai indikasi R/ mengurangi defekasi dan mengembalikan fungsi absorbsi usus g. Cemas berhubungan dengan hospitalisasi, perubahan dalam lingkungan. Tujuan: Klien tidak cemas. Kriteria hasil: - Peningkatan ketahanan psikologis dan fisiologis - Menggunakan mekanisme koping yang efektif menangani cemas. Intervensi: 1. Kaji tingkat kecemasan R/ untuk mengetahui penanganan yang tepat. 2. Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman. R/ untuk mengurangi tingkat kecemasan.

3. Berikan aktivitas yang dapat menurunkan cemas (aktivitas fisik, permainan). R/ untuk mengurangi tingkat kecemasan. 4. Libatkan anak dalam bermain dan memiliki mainan atau objek yang dikenal R/ bermain dan benda pribadi adalah pertimbangan terbaik untuk membantu klien seperti berada di rumah

5. Anjurkan keluarga untuk selalu menemani klien. R/ untuk mengurangi tingkat kecemasan klien. 6. Dorong keterlibatan orang tua dalam perawatan. R/ membantu mempermudah dalam pemberian asuhan

keperawatan h. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi

tentang penyakit. Tujuan: pengetahuan keluarga tentang penyakit adekuat. Kriteria hasil: - Menyatakan pemahaman tentang penyakit. - Mengetahui penanggulangan dan perawatan. Intervensi: 1. Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien

R/ untuk mengetahui pengetahuan keluarga tentang penyakit. 2. Berikan informasi/ penyuluhan tentang penyakit. R/ untuk meningkatkan tingkat pengetahuan tentang penyakit dan cara penanganannya. 3. Memberikan kesempatan keluarga untuk bertanya. R/ untuk memberikan kesempatan bertanya yang belum jelas. 4. Lakukan evaluasi penyuluhan. R/ untuk mengetahui pemahaman klien tentang penyuluhan.

BAB II RESUME ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Data Dari hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 01 Februari 2010 jam 10.00 WIB di Bangsal Seruni RSU Muntilan didapatkan data sebagai berikut: Nama klien An. M, umur 7 bulan 22 hari, Jenis kelamin Laki-laki, tanggal masuk 31 Januari 2010. Penanggung jawab adalah Tuan.E, Pekerjaan swasta, agama Islam, hubungan dengan klien adalah orang tua. Keluhan utama diare 3 kali sejak semalam, dan muntah. Ibu klien mengatakan tidak mengetahui penyebab dari penyakitnya, karakteristik dari buang air besarnya cair dan berwarna kuning, ada ampas, tidak ada lendir dan darah. Riwayat kesehatan masa lalu, data prenatal tidak terdapat keluhan pada kehamilan ibu, kontrol rutin selama kehamilannya, kondisi saat lahir baik, langsung menangis, tidak ada kelainan. BBL 2500 gram, PB 49 cm. Penyakit yang pernah diderita klien: batuk dan pilek biasa dan sembuh dengan periksa di bidan.

Riwayat imunisasi klien: belum lengkap, sudah mendapatkan imunisasi HB I, BCG, Polio, DPT, dan belum mendapatkan Imunisasi Campak. Pada pengkajian riwayat pertumbuhan dan perkembangan tidak ada gangguan. Pertumbuhan dan perkembangan anak normal sesuai umurnya. Pada ukuran antropometri BB saat lahir 2,5 kg dan BB saat ini 6,5 kg. PB saat lahir 49 cm dan PB saat ini 63 cm. LK: 43 cm, LD: 44 cm, LP: 39 cm, LILA: 15 cm. Menurut riwayat sosialnya, klien lebih dekat dengan ibunya dan neneknya karena mereka yang mengasuh setiap hari sedangkan bapak klien bekerja. Menurut orang tuanya klien termasuk anak yang aktif, tidak rewel dan mudah dalam perawatan. Klien tidak mempunyai riwayat penyakit bawaan dan saat ini tidak ada keluarga yang menderita diare. Keadaan kesehatan saat ini didapatkan diagnosa medis pada tanggal 31 Januari 2010 adalah diare cair akut tanpa dehidrasi. Terapi yang diberikan adalah infus ka cn 3A 10 tpm (makro), Sanmol 4 x 0,6 ml (jika demam), mikosin 2 x 50 mg, ondan setron 0,5 ml (jika muntah), ampicillin 3 x 200 mg. Pada pola fungsional Gordon didapatkan data pada pola nutrisi dan metabolisme BB: 6,5 kg, klien mendapat diit bubur kasar. Pola

aktivitas anak kurang, sering minta gendong, dan rewel. Pola istirahat tidur: klien susah tidur dan rewel. Eliminasi: saat 2 hari perawatan BAB 3 kali dengan konsistensi cair, ada ampas, warna kuning, sering BAK. Pada pemeriksaan fisik didapatkan data: keadaan umum rewel, kesadaran komposmentis, suhu 36,50 C, nadi: 116 x/menit, respirasi 28 x /menit, bentuk kepala mesochepal, mata tidak anemis. Pada

pemeriksaan abdomen: inspeksi perut datar, auskultasi peristaltik usus 30 x/ menit, palpasi tidak terdapat, nyeri tekan, perfusi perut hipertimpani, pada ekstrimitas bawah ataupun atas tidak ada kelemahan, anus bersih dan tampak kemerahan sekitarnya. Pada pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan darah lengkap tanggal 31 Januari 2010 didapatkan hasil: WBC: 17,57 x 103/ UL, RBC: 5,09 x 106 / UL, HGB: 11,4 g/dl, HCT: 36,1%, PLT: 445 x 103 / UL. Pemeriksaan feses lengkap 01 Februari 2010 didapatkan hasil: makroskopis: kuning, lembek. Lemak: positif. Sisa makanan: positif.

B. Diagnosa Keperawatan, Tujuan, Implementasi dan Evaluasi 1. Diagnosa Pertama Diare berhubungan dengan proses infeksi, ditandai dengan ibu mengatakan klien BAB lembek 3 kali, warna kuning, ada ampas, tidak ada lendir dan darah, bising usus 30 x /menit, hipertympani, WBC: 17,57 x 103 /Ul. Tujuannya adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan diare berkurang dengan kriteria hasil: ibu mengatakan diare klien berkurang, peristaltik usus 28 x/ menit, tympani, WBC: 5-10 x 103 /Ul. Implementasi mengobservasi adalah mengobservasi warna, konsistensi tanda-tanda BAB, vital,

frekuensi,

mengkaji

penyebab diare, menjelaskan penyebab diare, mengajurkan untuk meningkatkan asupan cairan. Evaluasi yaitu ibu klien mengatakan diare anaknya berkurang, peristaltik usus 24 x / menit, tympani, WBC: 5 10 x 103 /Ul. Diare teratasi. 2. Diagnosa Kedua Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi yang disebabkan peningkatan BAB dan kurang kebersihan ditandai dengan

ibu klien mengatakan klien BAB cair 3 kali, sekitar anus kemerahan, kurang menjaga kebersihan, tidak segera ganti popok bila BAB atau BAK. Tujuannya adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan kerusakan integritas kulit berkurang dengan kriteria hasil kulit sekitar anus tidak kemerahan dan tidak ada lecet. Implementasi adalah membersihkan kulit sekitar anus dengan sabun yang lembut, bilas dengan air bersih, keringkan. Menganjurkan meningkatkan kebersihan diri klien dan lingkungan serta segera ganti popok jika kotor. Ubah posisi klien sesering mungkin. Evaluasi yang diharapkan setelah 3 hari adalah ibu klien mengatakan kulit sekitar anus tidak tampak kemerahan dan mau menjaga kebersihan. Masalah kerusakan integritas kulit teratasi. 3. Diagnosa Ketiga Koping individu tidak efektif: cemas berhubungan dengan hospitalisasi ditandai dengan ibu klien mengatakan bahwa klien rewel terus, tidak mau turun bermain, selalu minta gendong, jika ditinggal selalu menangis.

Tujuannya adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan cemas teratasi dengan kriteria hasil klien tidak rewel, mau turun bermain dan tidak menangis. Implementasi pada diagnosa ini adalah mengkaji tingkat kecemasan klien, memberikan lingkungan yang tenang dan nyaman, anjurkan keluarga untuk selalu menemani. Evaluasi yaitu anak tidak rewel, tidak menangis dan mau bermain. Cemas teratasi. 4. Diagnosa Keempat Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit diare ditandai dengan ibu klien mengatakan tidak tahu tentang penyakit klien, ibu klien sering bertanya dan kelihatan bingung. Tujuannya adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan kepada keluarga klien selama 30 menit diharapkan pengetahuan keluarga bertambah dengan kriteria keluarga klien mengatakan mengerti dan dapat mengulang kembali pengertian, penyebab, pencegahan, dan perawatan diare. Implementasi terhadap diagnosa ini adalah mengkaji kesiapan keluarga untuk mendapatkan pendidikan kesehatan, menjelaskan

pengertian, penyebab, gejala, perawatan dan pencegahan penularan diare melalui pendidikan kesehatan. Evaluasi untuk diagnosa ini yang dilakukan selama 30 menit adalah keluarga dapat mengulang pengertian, pencegahan, tanda dan gejala, serta perawatan tentang diare dan masalah teratasi.

BAB III PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan membahas mengenai pengelolaan kasus pada klien An. M dengan Diare Cair Akut tanpa Dehidrasi di Bangsal Seruni RSUD Muntilan Kabupaten Magelang pada Tanggal 01 Februari 2010. Selama asuhan keperawatan yang dilakukan muncul 4 diagnosa

keperawatan.

A. Diare Berhubungan dengan Proses Infeksi Diare adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau beresiko mengalami defekasi sering dengan feses cair atau feses tidak berbentuk (Carpenito, 2001). Batasan mayor: feses lunak, cair, atau peningkatan frekuensi defekasi. Batasan minor: kram atau nyeri perut, frekuensi bising usus meningkat, peningkatan dalam keenceran atau volume feses. Diare ini bisa muncul karena beberapa sebab yaitu infeksi yang dapat menyebabkan peningkatan air dan elektrolit ke rongga usus. Mal absorbsi dan faktor makanan yang tidak dapat diserap akan

menyebabkan tekanan dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi

pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Rasa takut dan cemas dapat meningkatkan peristaltik usus (Ngastiyah, 1997). Penulis menegakkan diagnosa ini sebagai prioritas pertama karenan menurut hierarki Maslow merupakan kebutuhan fisiologis, dengan didukung data yaitu klien BAB cair sebanyak 3 kali, peristaltik usus 30 X/menit, hipertympani, WBC 17,57 x 103/ul. Prinsip keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan diare adalah mengoptimalkan kembali kemampuan

gastrointestinal untuk membentuk dan mengeluarkan feses secara efektif (Wilkinson, 2002). Klien atau keluarga melaporkan penurunan frekuensi defekasi dan konsistensi feses kembali normal (Doenges, 2000). Dari masalah diare ini bila tidak segera ditangani secara cepat dapat mengakibatkan dehidrasi karena berkurangnya cairan dan elektrolit mengakibatkan diuresis menurun atau berkurang dan produk-produk yang bersifat asam tidak dapat dikeluarkan dan terjadi asidosis metabolik (Ngastiyah, 1997). Terjadinya asidosis metabolik ini disebabkan oleh adanya penambahan ion hidrogen dan pengurangan bikarbonat

(Marenstan, Kaplan, Rosenbeg, 2001), serta dapat menyebabkan hipertermi dan syok hipovolemik (Ngastiyah, 1997).

Implementasi yang penulis lakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah mengkaji tanda-tanda vital dengan rasional bahwa takhikardi, hipotensi, dan demam menunjukkan respon dehidrasi (Doenges, 2000). Demam dapat muncul karena berkurangnya volume srikulasi dalam tubuh sebagai respon dari dehidrasi. Selanjutnya dalah memonitor peristaltik usus rasionalnya peristaltik menyerap makanan sehingga diare menjadi lebih berat (Ngastiyah, 1997). Menganjurkan untuk memberi banyak minum dan mempertahankan cairan parentral dengan rasional tambahan cairan diperlukan untuk mengatasi diare dan menggantikan cairan yang hilang (Carpenito, 2006). Mengajarkan cara pembuatan larutan gula garam (LGG) dan dapat diberikan oralit yaitu 200 cc air tajin dicampur 1 sendok gula pasir ditambah sendok garam dicampur rata kemudian diminumkan 3 gelas pertama setelah diare kemudian selanjutnya 1 gelas setiap diare (Ngastiyah, 1997). Tindakan selanjutnya adalah mengkaji tanda-tanda dehidrasi rasionalnya deteksi dini memungkinkan penggantian cairan segera untuk memperbaiki defisit (Doenges, 2000). Tindakan yang lain untuk asuhan keperawatan ini adalah keterlibatan keluarga dalam pemberian cairan per-oral untuk minum

sedikit tapi sering. Selalu diberikan ASI dan PASI tanpa ada batasan waktu. Evaluasi yang dicapai setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam adalah masalah diare klien teratasi dengan ditemukannya data BAB klien normal sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai konsistensi BAB berbentuk, peristaltik usus 24 x/menit.

B. Kerusakan Integritas Kulit Berhubungan dengan Iritasi yang disebabkan peningkatan BAB dan kurang kebersihan Kerusakan integritas kulit adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko terhadap kerusakan jaringan epidermis dan dermis (Carpenito, 2006). Batasan karakteristik mayor harus terdapat gangguan jaringan epidermis dan dermis. Batasan minor mungkin terdapat pemasukan kulit, eritema,lesi (primer ,sekunder) pruritus (Carpenito, 2006). Dalam pembenaran penulis menambahkan data yang mendukung yaitu ibu klien mengatakan BAB cair 3 kali, popok kotor, dan tidak segera ganti bila habis BAB atau BAK, serta adanya warna kemerahan pada daerah anus. Data tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi iritasi atau kerusakan pada epidermis yang mana data tersebut termasuk

karakteristik mayor untuk menegakkan diagnosa perubahan integritas kulit. Diagnosa keperawatan kerusakan integritas kulit ini penulis prioritaskan sebagai prioritas kedua karena menurut Maslow. Integritas kulit masuk dalam kebutuhan kescelamatan dan rasa aman yang terdapat pada piramida kedua (Potter and Perrf, 2001). Keruskan integritas kulit muncul karena adanya kelembaban pada kulit yang meningkat sehingga molekul air yang diserap oleh stratum korneum meningkat dan ikatan lipid yang kuat antara sel-sel ini akhirnya terpisah jauh dan berier epidermis hancur selanjutnya bila kulit kontak dengan zat iritan maka akan terjadi reaksi inflamasi (Morenstein, Kaplan, Rosenbeg, 2001). Prinsip keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah kerusakan integritas kulit adalah mengembalikan keutuhan struktural dan fungsi fisiologis dari kulit dan membran mukosa dan juga pencegahan dari komplikasi luka dan peningkatan proses penyembuhan luka (Wilkinson, 2002). Implementasi yang penulis lakukan adalah mengkaji adanya eritema, lesi, dan ruam dengan rasional menunjukkan kerusakan integritas kulit dan memerlukan pengobatan intensif (Engram, 1998). Tindakan yang lebih operasional adalah melakukan perawatan luka dan

perawatan kulit yaitu membersihkan daerah perianal dengan air hangat kemudian dikeringkan dengan kain yang lembut namun jangan menggosok area perianal, diamkan beberapa saat agar sirkulasi udara lebih baik dengan rasioanl meminimalkan iritasi dan cidera (Engram, 1998). Perawatan kulit juga dapat meningkatkan hygiene sehingga mikro organisme tidak dapat tumbuh dan berkembang di daerah luka (Potter Perry, 2001). Menganjurkan untuk tidak memakaikan pakaian yang ketat, menganjurkan pakaian dari katun, dan menganjurkan untuk segera mengganti popok atau celana bila sudah kotor atau basah dengan rasional kelembaban tinggi dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri (Engram, 1998). Faktor pendukung keberhasilan implementasi adalah adanya kemandirian dari orang tua klien dalam mempertahankan personal hygiene klien. Evaluasi yang dicapai setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam adalah masalah kerusakan integritas kulit belum teratasi, karena sekitar anus masih nampak kemerahan makan perawat dan keluarga melanjutkan intervensi keperawatan agar masalah

kerusakan integritas kulit teratasi. Intervensi yang tetap dilaksanakan adalah sebagai berikut : anjurkan kepada ibu dan keluarga

membersihkan area perianal dengan air hangat setiap selesai defekasi kemudian dikeringkan. Menganjurkan ibu dan keluarga memakaikan pakaian yang tidak ketat dan segera mengganti celana atau popok bila sudah basah.

C. Koping

Individu

Tidak

Efektif:

Cemas

Berhubungan

dengan

Hospitalisasi. Penulis telah melakukan ralat atau pembenaran diagnosa keperawatan koping individu tidak efektif karena diagnosa tersebut bisa muncul atau merupakan masalah keperawatan sendiri. Cemas adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami perasaan gelisah dan aktivasi sistem saraf autonom dalam berespons terhadap ancaman yang tidak jelas atau non-spesifik. (Carpenito, 2001). Batasan Mayor dibagi menjadi tiga kategori yaitu fisiologis, emosional, dan kognitif. Gejala-gejala bervariasi sesuai dengan tingkat cemas. Masalah ini muncul dapat ditegakkan dengan data-data anak selalu rewel dan nangis, anak tidak mau bermain, anak tidak mau ditinggal orang tua.

Penulis menentukan diagnosa ini sebagai prioritas ketiga karena menurut Hirarki Maslow merupakan kebutuhan keamanan dan

keselamatan, dan dampak dari masalah ini dapat memperberat diagnosa pertama yaitu diare karena salah satu penyebab diare adalah cemas. Pada bayi butuh orang lain untuk memenuhi kebutuhan keamanan dan keselamatan secara fisik dan secara psikologis, jadi orang tua harus memahami apa yang diharapkan oleh anak tersebut (Asmadi, 2008). Pada anak usia infant, anak tersebut akan mengembangkan trust melalui hubungan yang dekat dengan pengasuh utama, berespon dengan lingkungan eksternal dan mulai mengeksploitasi lingkungan. Maka apabila anak tersebut merasa berada pada lingkungan yang baru, anak akan merasa takut dan cemas dan sikap itu diperlihatkan anak dengan sedih, marah, menangis, menjerit, mencari orang tua, menolak dengan orang lain serta anak juga dapat menjadi menarik diri, inaktif, tidak tertarik dengan lingkungan dan menolak untuk bermain (Betz Sawden, 2005). Prinsip penanganan pada masalah ini adalah meningkatkan keamanan dan keselamatan dengan memperhatikan tingkat kecemasan anak, maka akan menurunkan kecemasan, misal diberikan asuhan keperawatan yang konsisten dan berikan tindakan keamanan mulai dari

lingkungan kemudian tindakan keperawatan serta penuhi kebutuhan perkembangan anak selama hospitalisasi dengan menyediakan mainan sesuai usia pertumbuhan dan perkembangan (Betz Sowden, 2005). Tindakan lain untuk asuhan keperawatan ini adalah keterlibatan keluarga dalam menurunkan kecemasan anak yaitu dengan

meminimalkan perpisahan anak dengan orang tua, selain itu interaksi dan keterlibatan orang tua sangat penting ke anak misalnya ijin saat mau pergi, dan libatkan orang tua dalam pemberian tindakan keperawatan (Masjoer, 2000). Setelah dilakukan tindakan selama 2 hari, masalah teratasi ditandai dengan ibu mengatakan anaknya tidak rewel, mau bermain, dan tidak menangis bila ditinggal.

D. Kurang Pengetahuan Berhubungan dengan Kurang Informasi tentang Penyakit Diare Kurang pengetahuan menggambarkan keadaan dimana seorang individu atau kelompok mengalami defisiensi pengetahuan kognitif atau keterampilan psikomotor berkenaan dengan kondisi atau rencana pengobatan (Carpenito, 2006).

Masalah kurang pengetahuan ditegakkan apabila karakteristik mayor menunjukkan keluarga mengungkapkan kurang pengetahuan atau keterampilan atau permintaan informasi mengekspresikan

ketidakakuratan persepsi tentang masalah kesehatan dan melakukan tindakan yang tidak tepat, perilaku kesehatan yang dianjurkan atau yang diinginkan. Sedangkan batasan karakteristik minor adalah kurang integrasi tentang rencana pengobatan dalam aktivitas sehari-hari memperlihatkan perubahan psikologis yang mengakibatkan kesalahan informasi (Carpenito, 2006). Masalah ini dipertegas dengan ditemukan data dari keluarga yang mengatakan tidak tahu tentang penyakit diare baik mengenai cara perawatan maupun pencegahan dan penanganan diare. Masalah ini dimasukkan dalam diagnosa keempat karena keluarga bingung dan tidak mengetahui penyebab anak mencret (diare) dan perawatannya sehingga orang tua klien kurang melakukan perawatan dengan benar, seperti mengganti popok saat bayinya diare supaya tidak lembab dan tidak terjadi lecet. Prinsip penanganan adalah memberikan penyuluhan kepada keluarga dan cara pencegahan penularan karena informasi yang diberikan dapat meningkatkan pengetahuan keluarga. Melakukan kontrak

sebelum melakukan penyuluhan dan menggunakan gambar-gambar sehingga mempermudah penyampaian penyuluhan (Ngastiyah, 1997), serta menguatkan kepercayaan yang memberikan informasi itu akan mengubah perilaku dan memecahkan masalah (Wilkinson, 2002). Selain itu menurut Ngastiyah (1997) menyebutkan bahwa salah satu faktor resiko yang berperan dalam timbulnya diare adalah kurangnya

pengetahuan orang tua tentang penyakit diare maka penyuluhan perlu dilakukan. Penulis lebih mudah melakukan tindakan tersebut karena keluarga siap untuk mendapatkan penyuluhan dan kooperatif saat dilakukan penyuluhan serta didukung media yang mempermudah proses

penyuluhan seperti leaflet dan lembar balik. Sedangkan kelemahannya, keterbatasan pendidikan keluarga sehingga saat evaluasi keluarga hanya mengulang secara garis besar saja. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 30 menit masalah teratasi dengan data keluarga mengatakan mengerti dan dapat mengulang isi penyuluhan walau hanya garis besarnya saja. Keluarga dapat mendemonstrasikan cara pencegahan, perawatan dan

penanganannya.

DAFTAR PUSTAKA

Betz, Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 2. Jakarta: EGC. Carpenito, L. J. 2006. Buku Saku Diagnosa. Ester M. Edisi 10. Jakarta: EGC. Doenges, M. E. , Moore House, M. F. , Geister, A. C. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Alih Bahasa I Made Kariasa, S.Kp, Buku Kedokteran. Jakarta: EGC Engram, B. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medical Bedah, volume I. Alih Bahasa Dra. Suharyati Samba, S.Kp. dkk., Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta: EGC. Guyton, A. C. Hall, S. E. 1997. Fisiologi Kedokteran. Irawati Setiawan, Edisi 9. Jakarta: EGC. Hasan, R. 1997. Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 Jilid 2. Jakarta: Aesculapius. Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC. Prince, S. A., Lorraine, M. W. 1995. Patofisiologi: Konsep Klinis Prosesproses Penyakit. Adji Dharma.Edisi 4 .Buku I. Jakarta: EGC. Suriadi dan Yuliane, R. 2001. Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi 1. Jakarta. Wilkinson, M. J. 2002. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Edisi 7. Alih Bahasa Widyawati, S.Kp., M.Kes, dkk. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta:EGC