BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. SN
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 30 Tahun
Alamat : Curug 002/003 Dusun 02, Kab. Cirebon
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Suku : Jawa
Tanggal MRS : 05 November 2015
Tanggal Pemeriksaan : 06 November 2015
No. RM : 784182
II. RIWAYAT PENYAKIT
A. Keluhan Utama
Nyeri perut kanan bawah
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Waled dengan keluhan nyeri perut
kanan bawah sejak 2 hari yang lalu. Nyeri dirasakan tiba-tiba dan terus
menerus seperti diremas-remas, bertambah nyeri saat berdiri dan
beraktivitas, belum berkurang sampai dilakukan pemeriksaan. Selain
itu, pasien merasa pusing pada kepalanya, keringat dingin, mual, tidak
ada muntah, keluhan demam disangkal. Pasien merasa lemas dan nafsu
makan berkurang, BAK dan BAB normal seperti biasa. Pasien belum
meminum obat apapun untuk meredakan sakitnya.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
1
− Riwayat penyakit serupa : Pasien sering mengeluh nyeri ulu
hati, terakhir dirasakan 1 minggu yang lalu, namun pasien hanya
menganggap itu maag biasa
− Riwayat hipertensi : disangkal
− Riwayat diabetes mellitus : disangkal
− Riwayat alergi obat/makanan : disangkal
− Riwayat operasi sebelumnya : disangkal
D. Riwayat penyakit keluarga
a. Riwayat penyakit serupa : disangkal
b. Riwayat hipertensi : disangkal
c. Riwayat DM : disangkal
d. Riwayat alergi obat/makanan : disangkal
E. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Vital Sign
(06 November 2015)
a. Tekanan Darah : 110/70 mmHg
b. Nadi : 88 kali/menit
c. Respirasi : 24 kali/menit
d. Suhu : 36,8 oC
4. Pemeriksaan kepala :
a. Bentuk kepala : normocephal, simetris
b. Pemeriksaan mata
− Konjungtiva anemis : (-/-)
− Sklera ikterik : (-/-)
− Mata cekung : (+/+)
c. Hidung : tidak ada kelainan
d. Telinga : tidak ada kelainan
e. Mulut : tidak ada kelainan
5. Pemeriksaan Leher
2
a. KGB : tidak ada pembesaran
b. JVP : terdapat peningkatan
6. Pemeriksaan Thorax
a. Jantung
− Inspeksi : ictus cordis tidak tampak, massa (-)
− Palpasi : ictus cordis teraba, tidak kuat angkat
− Perkusi :
Batas – batas jantung
Kanan atas SIC II parasternalis dextra
Kanan bawah SIC IV parasternalis dextra
Kiri bawah SIC V linea midclavikularis
redup
− Auskultasi : bunyi jantung I-II murni, reguler, bising
jantung (-)
b. Paru
− Inspeksi : simetris kanan kiri, ketinggalan gerak (-),
massa (-)
− Palpasi : fremitus normal, nyeri tekan (-)
− Perkusi : sonor
− Auskultasi : VBS (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
7. Pemeriksaan abdomen
(06 November 2015)
a. Inspeksi : permukaan perut datar, tidak tampak distensi, tidak
tampak massa pada 9 regio abdomen, tidak tampak adanya
gelombang peristaltik, bekas luka operasi (-),
b. Auskultasi: Bising usus normal (7x/ menit)
c. Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen
d. Palpasi : nyeri tekan (+)
3
defans muskuler (-)
Rebound test (+)
Obturator sign (+)
Psoas sign aktif (-), pasif (+)
Rovsing sign (+)
8. Pemeriksaan ekstremitas :
a. Superior : Tidak ada deformitas, tidak ada edema, perfusi
kapiler baik, tidak anemis, akral hangat.
b. Inferior : Tidak ada deformitas, tidak ada edema, perfusi
kapiler baik, tidak anemis, akral hangat.
9. Pemeriksaan kulit :
Warna kulit sawo matang, kulit lembab, turgor kulit tidak menurun.
10. Rectal Toucher
Tidak dilakukan karena pasien menolak
The Modified Alvarado Score Skor
Gejala Perpindahan nyeri dari ulu hati ke perut
kanan bawah
1
Mual-Muntah 1
Anoreksia 1
Tanda Nyeri di perut kanan bawah 2
Nyeri lepas 1
4
Demam diatas 37,5 ° C -
Laboratoriu
m
Leukositosis 2
Hitung jenis leukosit shift to the left -
Total 8
(Pasti apendisitis
akut)
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 05 November 2015
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hb 13,2 12,5-15,5 gr %
Leukosit 13.500 4000-10000/ mm3
Erytrosit 4,56 4,5-5,5 juta/mm3
Ht 37 36-48Vol %
Basofil 0 0-1 %
Eosinofil 1 2-4 %
Neutrofil Batang 0 3-5 %
Neutrofil Segmen 79 50-80 %
Limfosit 14 25-40 %
Monosit 6 2-8 %
Trombosit 245000 150000-400000 mm3
LED 110 0-15 mm/jam
GDS 56,2 < 150 mg/dL
Ureum 17,3 10-50 mg/100ml
Creatinin 0,63 0,8-1,1 mg/100ml
Albumin 4,40 3,4-4,8 gr/dL
Na 141,0 136-145 mg/dL
K 3,67 3,5-5,1 mg/dL
5
Cl 115,4 98-106 mg/Dl
SGPT/ALT 9,4 Sampai 42 U/lt
SGOT/AST 18,7 Sampai 47 U/lt
IV. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA
1. Anamnesis
Pasien datang ke IGD RSUD Waled dengan keluhan nyeri perut
kanan bawah sejak 2 hari yang lalu. Nyeri dirasakan tiba-tiba dan terus
menerus seperti diremas-remas, bertambah nyeri saat berdiri dan
beraktivitas, belum berkurang sampai dilakukan pemeriksaan. Selain
itu, pasien merasa pusing pada kepalanya, keringat dingin, mual, tidak
ada muntah, keluhan demam disangkal. Pasien merasa lemas dan nafsu
makan berkurang, BAK dan BAB normal seperti biasa. Pasien belum
meminum obat apapun untuk meredakan sakitnya.
Pasien sering mengeluh nyeri ulu hati, terakhir dirasakan 1
minggu yang lalu, namun pasien hanya menganggap itu maag biasa.
2. Vital Sign
(06 November 2015)
a. Tekanan Darah : 110/70 mmHg
b. Nadi : 88 kali/menit
c. Respirasi : 24 kali/menit
d. Suhu : 36,8 oC
Status Lokalis
Pemeriksaan abdomen
(06 November 2015)
e. Inspeksi : permukaan perut datar, tidak tampak distensi, tidak
tampak massa pada 9 regio abdomen, tidak tampak adanya
gelombang peristaltik, bekas luka operasi (-),
f. Auskultasi: Bising usus normal (7x/ menit)
6
g. Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen
h. Palpasi : nyeri tekan (+)
defans muskuler (-)
Rebound test (+)
Obturator sign (+)
Psoas sign aktif (-), pasif (+)
Rovsing sign (+)
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium (05 November 2015)
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hb 13,2 12,5-15,5 gr %
Leukosit 13.500 4000-10000/ mm3
Erytrosit 4,56 4,5-5,5 juta/mm3
Ht 37 36-48Vol %
Basofil 0 0-1 %
Eosinofil 1 2-4 %
Neutrofil Batang 0 3-5 %
Neutrofil Segmen 79 50-80 %
Limfosit 14 25-40 %
Monosit 6 2-8 %
Trombosit 245000 150000-400000 mm3
LED 110 0-15 mm/jam
V. DIAGNOSIS KLINIS
Abdominal Pain e.c Appendisitis kronis eksaserbasi akut
7
VI. DIAGNOSIS BANDING
1. Appendisitis kronik eksaserbasi akut
2. Appendisitis akut
3. DHF
4. Pelvic inflammatory disease
VII. PLANNING
1. Appedicogram
2. Laparoscopy
VIII. PENATALAKSANAAN
A. Terapi Konservatif (Non-bedah)
1. Bed rest dengan posisi Fowler (posisi terlentang, kepala
ditinggikan 18-20 inchs, kaki diberi bantal, lutut ditekuk)
2. Analgesik (ketorolac 2x30mg iv)
3. Antibiotik (ceftriaxone 1x1 gram iv)
4. Balance cairan (IVFD RL)
5. Pasang DC
6. Terapi Pre Operasi:
- Analgesik
- Antibiotik
- Puasa 6 jam
7. Terapi Post Operasi
- Edukasi pasien agar mobilisasi bertahap yaitu latihan duduk-
berjalan.
- Analgesik
- Antibiotik
B. Bedah
Appendectomy
IX. PROGNOSIS
8
- Ad Sanam : Ad bonam
- Ad Vitam : Ad bonam
- Ad Fungsionam : Ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. ANATOMI APPENDIKS
9
Appendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjang nya kira-kira
10 cm (kisaran 3-15 cm), dan berpangkal disekum. Lumennya sempit
dibagian proksimal dan melebar dibagian distal. Namun demikian, pada
bayi, appensndiks berbentuk kerucut. Keaadaan ini mungkin menjadi sebab
rendahnya insiden apendisitis pada usia itu. Pada 65% kasus, apendiks
terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak
dan ruangt gerak nya bergantung pada panjang mesoappendiks
penggantungnya.
Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di
belakang sekum, dibelakang kolon ascendens, atau ditepi lateral kolon
ascendens. Gejala klinis appendicitis ditentukan oleh letak apendiks.
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti
a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis
berasal dari n.torakalis X. Oleh karena itu nyeri visceral pada apendisitis
bermula disekitar umbilikus.
Perdarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan
arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis
pada infeksi, apendiks akan mengalami gangren.
II. DEFINISI APPENDICITIS
Appendicitis adalah infeksi pada organ appendik yang diawali dengan
penyumbatan dari lumen appendik oleh mucus, fekalit, atau benda asing,
yang diikuti oleh infeksi bakteri dari proses peradangan. Penyakit
ini merupakan kegawatdaruratan bedahabdomen yang paling sering
ditemukan.
Apendisitis Akut adalah inflamasi pada dari vermiform appendiks dan
ini merupakan kasus operasi intraabdominal tersering yang memerlukan
tindakan bedah. appendicitis akut adalah appendicitis dengan onset gejala
akut yang memerlukan intervensi bedah dan biasanya dengan nyeri di
kuadran abdomen kanan bawah dan dengan nyeri tekan tekan dan alih,
spasme otot yang ada di atasnya, dan dengan hiperestesia kulit. Sedangkan
10
appendicitis kronis ditandai dengan nyeri abdomen kronik (berlangsung
terus menerus ) di dearah fossa illiaca dextra,tetapi tidak terlalu parah, dan
bersifat continue atau intermittent, nyeri ini terjadikarena lumen appendix
mengalami partial obstruk.
Appendicitis chronica kadang-kadang dapat menjadi akut lagi disebut
appendicitis chronica dengtan eksaserbasi akut.
III. INSIDENSI
Dapat terjadi pada semua umur, hanya jarang dilaporkan pada anak
berusia kurang dari 1 tahun. Insiden tertinggi pada usia 20-30 tahun terjadi
pada laki-laki dan perempuan sama banyak.
IV. ETIOLOGI
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berprran
sebagai faktor pendcetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor
yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan
limfoid, fekalit, tumor apendiks dan cacing askaris dapat pula menyebabkan
sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis ialah
erosi mukosa apendiks karena parasit sepeti E.histoliytica.
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan
makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timnulnya
apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat
timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan
flora kolon biasa. Semua ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut.
V. PATOFISIOLOGI
Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma.(9)
11
Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian
proksimalnya dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa
apendiks yang distensi. Obstruksi tersebut mneyebabkan mucus yang diproduksi
mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak,
namun elastisitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan intralumen. Kapasitas lumen apendiks normal hanya
sekitar 0,1 ml. Jika sekresi sekitar 0,5 dapat meningkatkan tekanan intalumen
sekitar 60 cmH20. Manusia merupakan salah satu dari sedikit makhluk hidup
yang dapat mengkompensasi peningkatan sekresi yang cukup tinggi sehingga
menjadi gangrene atau terjadi perforasi.(5)
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami
hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri.
Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin
iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks).
Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut
dapat berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor. (9,10)
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan
apendisitis supuratif akut.(9)
Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti
dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding
yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. (9)
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan
akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa local yang disebut
12
infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau
menghilang.(9)
Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang dimulai
dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48
jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses
radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa
sehingga terbentuk massa periapendikular. Didalamnya dapat terjadi nekrosis
jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses,
apendisitis akan sembuh dan massa periapendikular akan menjadi tenang untuk
selanjutnya akan mengurai diri secara lambat. (2)
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang,
dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh
yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua
perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.(9)
Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi mikroorganisme,
daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks, omentum, usus yang lain,
peritoneum parietale dan juga organ lain seperti vesika urinaria, uterus tuba,
mencoba membatasi dan melokalisir proses peradangan ini. Bila proses
melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka akan timbul
peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi masih belum cukup
kuat menahan tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena itu
pendeita harus benar-benar istirahat (bedrest). (4)
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan
sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan
bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan
mengalami eksaserbasi akut. (2)
13
Patologi apendisitis dapat dimulai di mukosa dan kemudian melibatkan
seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. Usaha
pertahanan tubuh adalah membatasi proses radang denjgan menutup apendiks
dengan omentum, usus halus atau adneksa sehingga terbentuk massa
periapendikuler yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrat apendiks.
Didalammnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa absesyang dapat mengalami
perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa
apendikuler akan tenang untuk selanjutnya akan mengurangi diri secara lambat.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi
akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan
jaringan sekitarnya. Perlengketan ini akan menimbulkan keluhan berulang
diperut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi
dan dinyatakan sebagai mengalami eksaserbasi akut.
VI. TANDA DAN GEJALA KLINIS
14
Titik maksimal nyeri adalah pada sepertiga dari umblikus ke fossa
ilaka kanan, itu disebut titik Mc Burney. Nyeri biasanya tajam dan
diperburuk dengan gerakan (seperti batuk dan berjalan). Nyeri pada titik Mc
Burney juga dirasakan pada penekanan iliaka kiri, yang biasa disebut tanda
Rovsing. Posisi pasien dipengaruhi oleh posisi dari apendiks. Jika apendiks
ditemukan di posisi retrosekal (terpapar antara sekum dan otot psoas) nyeri
tidak terasa di titik Mc Burney, namun ditemukan lebih ke lateral pinggang.
Jika apendiks terletak retrosekal nyeri jika ilaka kiri ditekan tidak terasa.
Ketika apendiks dekat dengan otot psoas, pasien datang dengan pinggul
tertekuk dan jika kita coba meluruskan maka akan terjadi nyeri pada lokasi
apendiks (tanda psoas). Ketika apendiks terletak retrosekal maka bisa
menyebabkan iritasi pada ureter sehingga darah dan protein dapat
ditemukan dalam urinalisis. Jika apendiks terletak di pelvis, maka tanda
klinik sangat sedikit, sehingga harus dilakukan pemeriksaan rektal,
menemukan nyeri dan bengkak pada kanan pemeriksaan. Jika apendiks
terletak di dekat otot obturator internus, rotasi dari pinggang meningkatkan
nyeri pada pasien (tanda obturator).
Hiperestesia kutaneus pada daerah yang dipersarafi oleh saraf
spinal kanan T10,T11 dan T12 biasanya juga mengikuti kejadian
appendisitis akut. Jika apendiks terletak di depan ileum terminal dekat
dengan dinding abdominal, maka nyeri sangat jelas. Jika apendiks terletak
di belakang ileum terminal maka diagnosa sangat sulit, tanda-tanda yang
ada samar dan nyeri terletak tinggi di abdomen.
Appendicities mempunyai tanda dan gejala bervariasi yaitu nyari
yang dirasakan samara yaitu pada bagian tengah abdominal tepatnya pada
periumbilikal ( nyeri tumpul ). Seringkali disertai dengan rasa mual dan
muntah ( 3 kali,facial fkush, tenderness pada fossa illiaca, demam suhu
antara 37,5 – 38,5ºC). Beberapa jam kemudian nyeri itu akan berpindah ke
perut kanan bawah, yang oleh kalangan medis disebut titik Mc. Eurney.
Nyeri ini akan dirasakan akan lebih jelas baik letak maupun derajat
nyerinya. Tanda – tanda dari appendicities klasik ini dapat ditemukan
15
kurang dari setangah kasus yng terjadi. Ada juga tanda – tanda lain yang
muncul yaitu bila appendix berada di dekat rectum, maka itu dapat
menyebabkan iritasi local dan diarrhea. Bila appendix terletak dekat dengan
vesica urinaria atau ureter, maka itu dapat menyebabkan dysuria dan pyuria
( secara mikroskopik ).
Gambaran klinis yang sering dikeluhkan oleh penderita, antara lain
1. Nyeri abdominal
Nyeri ini merupakan gejala klasik appendisitis. Mula-mula nyeri
dirasakan samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral
di daerah epigastrium atau sekitar umbilicus. Setelah beberapa jam
nyeri berpindah dan menetap di abdomen kanan bawah (titik Mc
Burney). Nyeri akan bersifat tajam dan lebih jelas letaknya
sehingga berupa nyeri somatik setempat. Bila terjadi perangsangan
peritonium biasanya penderita akan mengeluh nyeri di perut pada
saat berjalan atau batuk.(2)
2. Mual-muntah biasanya pada fase awal.
3. Nafsu makan menurun.
4. Obstipasi dan diare pada anak-anak.
5. Demam, terjadi bila sudah ada komplikasi, bila belum ada komplikasi
biasanya tubuh belum panas. Suhu biasanya berkisar 37,5º-38,5º C
Gejala appendisitis akut pada anak-anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering
hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa
nyerinya. Karena gejala yang tidak spesifik ini sering diagnosis appendisitis
diketahui setelah terjadi perforasi. (2)
Kelainan patologi Keluhan dan tanda
Peradangan awal Kurang enak ulu hati/daerah pusat,
16
Apenditis mukosa
Radang di seluruh
Ketebalan dinding
Apendisitis komplet radang
Peritoneum parietale appendiks
Radang alat/jaringan yang
Menempel pada appendiks
Perforasi
mungkin kolik
nyeri tekan kanan bawah
(rangsaganan automik)
nyeri sentral pindah ke kanan bawah,
mual dan muntah
rangsangan peritoneum lokal (somatik)
nyeri pada gerak aktif dan pasif,
defans muskuler lokal
genitalia interna, ureter, m.psoas,
kantung kemih, rektum
demam sedang, takikardia,
mulai toksik, leukositosis
17
Pendindingan (Infiltrat)
Tidak berhasil
Berhasil
Abses
demam tinggi, dehidrasi,
syok, toksik
massa perut kanan bawah, keadaan
umum berangsur membaik
demam remiten, keadaan umum toksik,
keluhan dan tanda setempat
Pada orang berusia lanjut gejalanya juga sering samar-samar saja, tidak
jarang terlambat diagnosis. Akibatnya lebih dari separo penderita baru dapat
didiagnosis setelah perforasi. (2)
Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual, dan
muntah. Yang perlu diperhatikan ialah, pada kehamilan trimester pertama sering
juga terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut sekum dengan apendiks
terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah
tetapi lebih ke regio lumbal kanan. (2)
18
VII. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Karakter klinis dari appendisitis dapat bervariasi, namun
umumnya ditampikan dengan riwayat sakit perut yang samar-samar,
dimana dirasakan pertama kali di ulu hati. Mungkin diikuti mual dan
muntah, demam ringan. Nyeri biasanya berpindah dari fossa ilaka kanan
setelah beberapa jam, sampai dengan 24 jam.
2. Pemeriksaan Fisik
Rovsing’s sign Positif jika dilakukan palpasi dengan
tekanan pada kuadran kiri bawah dan timbul
nyeri pada sisi kanan.
Psoas sign atau
Obraztsova’s sign
Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian
dilakukan ekstensi dari panggul kanan.
Positif jika timbul nyeri pada kanan bawah.
Obturator sign Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan
dilakukan rotasi internal pada panggul.
Positif jika timbul nyeri pada hipogastrium
atau vagina.
Dunphy’s sign Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah
dengan batuk
Ten Horn sign Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi
lembut pada korda spermatic kanan
Kocher (Kosher)’s
sign
Nyeri pada awalnya pada daerah
epigastrium atau sekitar pusat, kemudian
berpindah ke kuadran kanan bawah.
19
Sitkovskiy
(Rosenstein)’s sign
Nyeri yang semakin bertambah pada perut
kuadran kanan bawah saat pasien
dibaringkan pada sisi kiri
Bartomier-
Michelson’s sign
Nyeri yang semakin bertambah pada
kuadran kanan bawah pada pasien
dibaringkan pada sisi kiri dibandingkan
dengan posisi terlentang
Aure-Rozanova’s
sign
Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit
trianglekanan (akan positif Shchetkin-
Bloomberg’s sign)
Blumberg sign Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi
pada kuadran kanan bawah kemudian
dilepaskan tiba-tiba
20
Kemungkinan apendisitis dapat diyakinkan dengan
menggunakan skor Alvarado. Sistem skor dibuat untuk meningkatkan
cara mendiagnosis apendisitis.
VIII.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
21
The Modified Alvarado Score Skor
Gejala Perpindahan nyeri dari ulu hati
ke perut kanan bawah
1
Mual-Muntah 1
Anoreksia 1
Tanda Nyeri di perut kanan bawah 2
Nyeri lepas 1
Demam diatas 37,5 ° C 1
Pemeriksaan
Lab
Leukositosis 2
Hitung jenis leukosit shift to
the left
1
Total 10
Interpretasi dari Modified Alvarado Score:
1-4 : sangat mungkin bukan apendisitis akut
5-7 : sangat mungkin apendisitis akut
8-10 : pasti apendisitis akut
a. Pemeriksaan darah: Pada kasus appendicitis akut, biasanya
didapatkan leukositosis dengan neutrofil yang tinggi. Pada
kebanyakan kasus appendicitis akut terutama pada kasus
dengan komplikasi, C-reaktif protein meningkat. Pada
appendicular infiltrat, LED akan meningkat.
b. Pemeriksaan urin: pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat
adanya eritrosis, leukosit dan bakteri didalam urin.
Pemeriksaan ini dapat membantu untuk menyingkirkan
diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih dan batu ginjal
yang memiliki gejala klinis yang hampir sama dengan
appendicitis.
2. Foto polos abdomen
Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab
appendicitis. Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak.
Kurang dari 5% pasien akan terlihat adanya gambaran opak fecalith
yang nampak di kuadran kanan bawah abdomen, sehingga pemeriksaan
ini jarang dilakukan.
3. USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan
pemeriksaan USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya
abses. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis
banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya.
Akurasi ultrasonografi sangat dipengaruhi oleh pengalaman dan
kemampuan pemeriksa. Pada beberapa penelitian, akurasi antara 90 –
94%, dengan nilai sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85 dan 92%.
Pemeriksaan dengan Ultrasonografi (USG) pada appendicitis akut,
ditemukan adanya fekalit, udara intralumen, diameter apendiks lebih
dari 6 mm, penebalan dinding apendiks lebih dari 2 mm dan
pengumpulan cairan perisekal. Apabila apendiks mengalami ruptur atau
perforasi maka akan sulit untuk dinilai, hanya apabila cukup udara
maka abses apendiks dapat diidentifikasi.
22
4. CT-Scan
Pada keadaan normal apendiks, jarang tervisualisasi dengan
pemeriksaan skening ini. Gambaran penebalan diding apendiks dengan
jaringan lunak sekitar yang melekat, mendukung keadaan apendiks
yang meradang. CT-Scan mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang
tinggi yaitu 90 – 100% dan 96 – 97%, serta akurasi 94 – 100%. Ct-
Scan sangat baik untuk mendeteksi apendiks dengan abses atau flegmon
5. Laparoscopy
Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang
dimasukkan dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara
langsung.Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila
pada saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada appendix
maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan pengangkatan
appendix.
6. Barium Enema
Suatu pemeriksaan x-ray dengan memasukkan barium ke colon melalui
anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari
appendisitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan
diagnosis banding. Appendicogram memiliki sensitivitas dan tingkat
akurasi yang tinggi sebagai metode diagnostik untuk menegakkan
diagnosis appendisitis khronis. Dimana akan tampak
pelebaran/penebalan dinding mukosa appendiks, disertai penyempitan
lumen hingga sumbatan usus oleh fekalit.
7. Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi adalah standar emas (gold standard) untuk
diagnosis appendisitis akut. Ada beberapa perbedaan pendapat
mengenai gambaran histopatologi appendisitis akut. Perbedaan ini
didasarkan pada kenyataan bahwa belum adanya kriteria gambaran
histopatologi appendisitis akut secara universal dan tidak ada gambaran
histopatologi apendisitis akut pada orang yang tidak dilakukan operasi.
Riber et al, pernah meneliti variasi diagnosis histopatologi appendisitis
23
akut. Hasilnya adlah perlu adanya komunikasi antara ahli patologi dan
antara ahli patologi dengan ahli bedahnya.
Definisi histopatologi apendisitis akut:
1
Sel granulosit pada mukosa dengan ulserasi fokal atau difus di
lapisan epitel.
2 Abses pada kripte dengan sel granulosit dilapisan epitel.
3
Sel granulosit dalam lumen appendiks dengan infiltrasi ke
dalam lapisan epitel.
4
Sel granulosit diatas lapisan serosa appendiks dengan abses
apendikuler,
dengan atau tanpa terlibatnya lapisan mukusa.
5
Sel granulosit pada lapisan serosa atau muskuler tanpa abses
mukosa dan
keterlibatan lapisan mukosa, bukan apendisitis akut tetapi
periapendisitis.
IX. DIAGNOSA BANDING
1. Gastroenteritis
Pada gastroenteritis, mual-muntah dan diare mendahului rasa sakit. Sakit
perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltik sering
ditemukan. Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan
appendisitis.
2. Limfadenitis mesenterica
Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis. Ditandai dengan
nyeri perut yang samar-samar terutama disebelah kanan, dan disertai
dengan perasaan mual-muntah.
3. Ileitis akut
Berkaitan dengan diare dan sering kali riwayat kronis, tetapi tidak jarang
anorexia, mual, muntah. Jika ditemukan pada laparotomi, appendiktomi
24
insidental diindikasikan utntuk menghilangkan gejala yang
membingungkan.
4. DHF
Pada penyakit ini pemeriksaan darah terdapat trombositopeni, leukopeni,
rumple leed (+), hematokrit meningkat.
5. Peradangan pelvis
Tuba fallopi kanan dan ovarium terletak dekat appendiks. Radang kedua
organ ini sering bersamaan sehingga disebut salpingo-ooforitis atau
adnecitis. Untuk menegakkan diagnosis penyakit ini didapatkan riwayat
kontak sexual. Suhu biasanya lebih tinggi daripada appendisitis dan nyeri
perut bagian bawah lebih difus. Biasanya disertai dengan keputihan. Pada
colok vaginal jika uterus diayunkan maka akan terasa nyeri.
6. Kehamilan ektopik
Ada riwayat terhambat menstruasi dengan keluhan yang tidak menentu.
Jika terjadi ruptur tuba atau abortus di luar rahim dengan perdarahan akan
timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin akan
terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan colok vagina didapatkan
nyeri dan penonjolan di cavum Douglas, dan pada kuldosentesis akan
didapatkan darah.
7. Diverticulitis
Meskipun diverculitis biasanya terletak di perut bagian kiri, tetapi kadang-
kadang dapat juga terjadi di sebelah kanan. Jika terjadi peradangan dan
ruptur pada diverticulum gejala klinis akan sukar dibedakan dengan gejala-
gejala appendisitis.
8. Batu ureter atau batu ginjal
Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan
merupakan gambaran yang khas. Hematuria sering ditemukan. Foto polos
abdomen atau urografi intravena dapat memastikan penyakit tersebut.
25
X. PENATALAKSANAAN
Tatalaksana apendisitis pada kebanyakan kasus adalah
apendektomi. Keterlambatan dalam tatalaksana dapat meningkatkan
kejadian perforasi.9 Penggunaan ligasi ganda pada setelah appendektomi
terbuka dilakukan dengan jahitan yang mudah diserap tubuh. Ligasi yang
biasa dilakukan pada apendektomi adalah dengan purse string (z-stich atau
tobacco sac) dan ligasi ganda. Pada keadaan normal, digunakan jahitan
purse string. Ligasi ganda digunakan pada saat pembalikkan tunggul tidak
dapat dicapai dengan aman, sehingga yang dilakukan adalah meligasi ganda
tunggul dengan dua baris jahitan. Dengan peningkatan penggunaan
laparoskopi dan peningkatan teknik laparoskopik, apendektomi
laparoskopik menjadi lebih sering. Prosedur ini sudah terbukti menghasilkan
nyeri pasca bedah yang lebih sedikit, pemulihan yang lebih cepat dan angka
26
kejadian infeksi luka yang lebih rendah, akan tetapi terdapat peningkatan
kejadian abses intra abdomen dan pemanjangan waktu operasi. Laparoskopi
itu dikerjakan untuk diagnosa dan terapi pada pasien dengan akut abdomen,
terutama pada wanita. Beberapa studi mengatakan bahwa laparoskopi
meningkatkan kemampuan dokter bedah untuk operasi.
Insisi Grid Iron (McBurney Incision)
Insisi Gridiron pada titik McBurney.
Garis insisi parallel dengan otot
oblikus eksternal, melewati titik
McBurney yaitu 1/3 lateral garis
yang menghubungkan spina liaka
anterior superior kanan dan
umbilikus.
Lanz transverse incision
Insisi dilakukan pada 2 cm di bawah
pusat, insisi transversal pada garis
miklavikula-midinguinal.
Mempunyai keuntungan kosmetik
yang lebih baik dari pada insisi grid
iron.
27
Rutherford Morisson’s
incision (insisi suprainguinal)
Merupakan insisi perluasan dari
insisi McBurney. Dilakukan jika
apendiks terletak di parasekal atau
retrosekal dan terfiksir.
Low Midline Incision
Dilakukan jika apendisitis sudah
terjadi perforasi dan terjadi
peritonitis umum.
Insisi paramedian kanan bawah
Insisi vertikal paralel dengan midline,
2,5 cm di bawah umbilikus sampai di
atas pubis.
XI. KOMPLIKASI
28
Komplikasi appendicitis chronica karena obliterasi rongga appendix
dapat terjadi penyumbatan isinya berupa cairan sekret, terutama jika
penyumbatan isinya berupa cairan sekret, terutama jika penyumbatan terjadi
di baian proksimal. Appendix akan membessar dan berdilatasi menjadi
suatu kista yang disebut mucocele benigna.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Lally KP, Cox CS, Andrassy RJ, Appendix. In: Sabiston Texbook of Surgery.
17th edition. Ed:Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL.
Philadelphia: Elsevier Saunders. 2004: 1381-93
2. Jaffe BM, Berger DH. The Appendix. In: Schwartz’s Principles of Surgery
Volume 2. 8th edition. Ed: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn
DL, Hunter JG, Pollock RE. New York: McGraw Hill Companies Inc.
2005:1119-34
3. Way LW. Appendix. In: Current Surgical Diagnosis & Treatment. 11 edition.
Ed:Way LW. Doherty GM. Boston: McGraw Hill. 2003:668-72
4. Human Anatomy 205. Retrieved at October 20th 2011 From: http://www
.talkorigins.org/faqs/vestiges/vermiform_Appendix.jpg
5. http://www.med.unifi.it/didonline/annoV/clinchirI/Casiclinici/Caso10/
Appendicitis1x.jpg
6. Ellis H, Nathanson LK. Appendix and Appendectomy. In : Maingot’s
Abdominal Operations Vol II. 10th edition. Ed: Zinner Mj, Schwartz SI, Ellis
H, Ashley SW, McFadden DW. Singapore: McGraw Hill Co. 2001: 1191-222
7 Soybel DI. Appedix In: Surgery Basic Science and Clinical Evidence Vol 1.
Ed: Norton JA, Bollinger RR, Chang AE, Lowry SF, Mulvihill SJ, Pass HI,
Thompson RW. New York: Springer Verlag Inc. 2000: 647-62
8 Prinz RA, Madura JA. Appendicitis and Appendiceal Abscess. In: Mastery of
Surgery Vol II. 4th edition. Ed: Baker RJ, Fiscer JE. Philadelphia. Lippincott
Williams & Wilkins. 2001: 1466-78
30
9 Hardin DM. Acute Appendicitis: Review and Update. American Academy of
Family Physician News and Publication. 1999;60: 2027-34. Retrieved at
October 20th 2011. From: http://www.aafp.org/afp/991101ap/2027.html
10. http://www.alkalizeforhealth.net/gifs/naturesplatform.gif
11. Owen TD, Williams H, Stiff G, Jenkinson LR, Rees BI. Evaluation of the
Alvarado score in acute Appendicitis. Retrieved at June 25 th 2007. From:
http://www.pubmedcentral.nih.gov/picrender.fcgi?
artid=1294889&blobtype=pdf
31