17
1 LAPORAN KASUS ANAK DIARE AKUT TUTOR : dr. Leonardo W Permana, MARS oleh : Tuti Seli Sugiarti 10101023 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ABDURRAB PEKANBARU 2014

TINJAUAN PUSTAKA gastroenteritis (DIARE)

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TINJAUAN PUSTAKA gastroenteritis (DIARE)

8/10/2019 TINJAUAN PUSTAKA gastroenteritis (DIARE)

http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-gastroenteritis-diare 1/17

1

LAPORAN KASUS ANAK

DIARE AKUT

TUTOR : dr. Leonardo W Permana, MARS

oleh :

Tuti Seli Sugiarti10101023

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ABDURRAB

PEKANBARU2014

Page 2: TINJAUAN PUSTAKA gastroenteritis (DIARE)

8/10/2019 TINJAUAN PUSTAKA gastroenteritis (DIARE)

http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-gastroenteritis-diare 2/17

2

STATUS PASIEN

ANAMNESIS

1.  IDENTITAS :

 Nama : An. Alfin

Usia : 7 bulan

Jenis kelamin : laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Jl.Ahmad yani

2.  KELUHAN UTAMA : mencret 6x sejak semalam

3. 

RPS :

  Pasien datang ke UGD tanggal 1-12-2013 dengan keluhan mencret sebanyak 6x

sejak semalam.

  Muntah sebanyak 6x sejak semalam

  Demam sudah hari ke-2

4.  RPD :

  riwayat kegawatdaruratan saat lahir disangkal

  riwayat penyakit dengan gejala yang sama disangkal

5.  RPK : -

6.  Riwayat pertumbuhan :

  Imunisasi anak lengkap

  Pemberian asi ekslusif selama 6 bulan.

7.  Riw. Psikososial :

  Berat badan 7,5 kg

 

Riwayat alergi (-)

PEMERIKSAAN FISIK

1.  KEADAAN UMUM : Tampak sakit sedang

2.  KESADARAN : Compos mentis

Page 3: TINJAUAN PUSTAKA gastroenteritis (DIARE)

8/10/2019 TINJAUAN PUSTAKA gastroenteritis (DIARE)

http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-gastroenteritis-diare 3/17

3

3.  VITAL SIGN : TD : -, T : 37,1oC , RR : 28x/menit, N : 128x/menit.

4.  STATUS GENERALISATA

a.  KEPALA :

  Rambut : warna hitam, tidak mudah di cabut.

  Mata : DBN

  Hidung : DBN

  Mulut : DBN

 b.  LEHER : DBN

c.  THORAKS : JANTUNG (DBN) , PARU (DBN)

d.  ABDOMEN : bising usus meningkat

e.  MUSKULOSKELETAL : DBN

f. 

KULIT : warna kulit kecoklatan, turgor kulit kembali >3

detik

g.  PERSONAL HYGIENE : mandi 2x sehari

DIAGNOSIS KERJA : DIARE AKUT DENGAN DEHIDRASI SEDANG

DIAGNOSIS BANDING : demam tifoid

Hepatitis A

PEMERIKSAAN PENUNJANG

  Pemeriksaan laboratorium

PENATALAKSANAAN

  Sanmol drop 4x0,8 cc 

  Monel drop 3x0,3 cc 

 

Lacto-B 2x1 gks 

  Zink 1x1 tab 

  Cefixine 2x1 

Page 4: TINJAUAN PUSTAKA gastroenteritis (DIARE)

8/10/2019 TINJAUAN PUSTAKA gastroenteritis (DIARE)

http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-gastroenteritis-diare 4/17

4

PROGNOSIS :

  Ad vitam : ad bonam

  Ad fungsionam : ad bonam

  Ad sanationam : ad bonam

Page 5: TINJAUAN PUSTAKA gastroenteritis (DIARE)

8/10/2019 TINJAUAN PUSTAKA gastroenteritis (DIARE)

http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-gastroenteritis-diare 5/17

5

TINJAUAN PUSTAKA

1.  DEFINISI

Diare didefinisikan sebagai buang air besar lebih dari tiga kali sehari dengankonsistensi lembek atau cair, namun definisi yang lebih banyak dianut adalah apabila

terdapat salah satu atau lebih gejala peningkatan frekuensi defekasi, konsistensi feses dan

 jumlah feses.

2.  EPIDEMIOLOGI

Diare merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada

anak di negara berkembang. Anak usia 0-3 tahun rata-rata mengalami tiga kali diare

 pertahun. Menurut WHO diare adalah suatu keadaan buang air besar (BAB)

dengan konsistensi lembek hingga cair dan frekuensi lebih dari tiga kali sehari. Diare

akut berlangsung selama 3-7 hari, sedangkan diare persisten terjadi selama ≥ 14hari. Secara klinis penyebab diare terbagi menjadi enam kelompok, yaitu infeksi,

malabsorbsi, alergi, keracunan makanan, imunodefisiensi dan penyebab lainnya

,misal: gangguan fungsional dan malnutrisi.

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, didapatkan bahwa

 penyebab kematian bayi (usia 29 hari-11 bulan) yang terbanyak adalah diare

(31,4%) dan pneumonia (23,8%). Hasil Survei Morbiditas Diare dari tahun 2000

s.d. 2010 didapatkan angka kesakitan diare balita Tahun 2000-2010 tidak

menunjukkan pola kenaikan maupun pola penurunan (berfluktuasi). Pada tahun

2000 angka kesakitan balita 1.278 per 1000, sedikit menurun di tahun 2003 (1.100

 per 1000), agak meningkat pada tahun 2006 (1.330 per 1000), dan di tahun 2010 angka

morbiditas kembali menurun (1.310 per 1000). Dilihat dari distribusi umur balita

 penderita diare di tahun 2010 didapatkan proporsi terbesar adalah kelompok umur 6

 –   11 bulan yaitu sebesar 21,65%, lalu kelompok umur 12-17 bulan sebesar

14,43%, kelompok umur 24-29 bulan sebesar 12,37%, sedangkan proporsi terkecil

 pada kelompok umur 54 –  59 bulan yaitu 2,06%.

Depkes RI didukung oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDAI) telah

mencanangkan panduan terbaru tatalaksana diare pada anak, yaitu Lima Langkah

Tuntaskan Diare (LINTAS DIARE), yang terdiri dari: pemberian cairan, pemberian

zink selama 10 hari berturut-turut, meneruskan pemberian ASI dan makanan, pemberianantibiotik secara selektif dan pemberian nasihat pada ibu/keluarga pasien. Pada waktu

lahir sampai beberapa bulan sesudahnya, bayi belum dapat membentuk kekebalan

sendiri secara sempurna.

ASI memberikan zat-zat kekebalan yang belum dapat dibuat oleh bayi tersebut,

sehingga bayi yang minum ASI lebih jarang sakit, terutama pada awal dari

kehidupannya. Komponen zat anti infeksi yang banyak dalam ASI akan melindungi

Page 6: TINJAUAN PUSTAKA gastroenteritis (DIARE)

8/10/2019 TINJAUAN PUSTAKA gastroenteritis (DIARE)

http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-gastroenteritis-diare 6/17

Page 7: TINJAUAN PUSTAKA gastroenteritis (DIARE)

8/10/2019 TINJAUAN PUSTAKA gastroenteritis (DIARE)

http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-gastroenteritis-diare 7/17

7

Beberapa perilaku dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan

risiko terjadinya diare perilaku tersebut antara lain :

  Tidak memberikan ASI ( Air Susi Ibu ) secara penuh 4-6 bulan pada pertama

kehidupan pada bayi yang tidak diberi ASI risiko untuk menmderita diare lebih

 besar dari pada bayi yang diberi AsI penuh dan kemungjinan menderita dehidrasi

 berat juga lebih besar.

  Menggunakan botol susu , penggunakan botol ini memudahkan pencernakan oleh

Kuman , karena botol susah dibersihkan

  Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. Bila makanan disimpan beberapa

 jam pada suhu kamar makanan akan tercemar dan kuman akan berkembang biak,

  Menggunakan air minum yang tercemar . Air mungkin sudah tercemar dari

sumbernya atau pada saat disimpan di rumah, Perncemaran dirumah dapat terjadi

kalau tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan tercemar menyentuh

air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan.

 

Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja anakatau sebelum makan dan menyuapi anak,

  Tidak membuang tinja ( termasuk tinja bayi ) dengan benar Sering beranggapan

 bahwa tinja bayi tidaklah berbahaya padahal sesungguhnya mengandung virus

atau bakteri dalam jumlah besar sementara itu tinja binatang dapat menyebabkan

infeksi pada manusia.

Beberapa faktor pada penjamu dapat meningkatkan insiden beberapa penyakit dan

lamanya diare. Faktor-faktor tersebut adalah :

 

Tidak memberikan ASI sampai 2 Tahun. ASI mengandung antibodi yang dapatmelindungi kita terhadap berbagai kuman penyebab diare seperti : Shigella dan v

cholerae

  Kurang gizi beratnya Penyakit , lama dan risiko kematian karena diare meningkat

 pada anak-anak yang menderita gangguan gizi terutama pada penderita gizi

 buruk.

  Campak diare dan desentri sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak

yang sedang menderita campak dalam waktu 4 minggu terakhir hal ini sebagai

akibat dari penurunan kekebalan tubuh penderita.

  Imunodefesiensi /Imunosupresi. Keadaan ini mungkin hanya berlangsung

sementara, misalnya sesudah infeksi virus ( seperti campak ) natau mungkin yang

 berlangsung lama seperti pada penderita AIDS ( Automune Deficiensy

Syndrome) pada anak imunosupresi berat, diare dapat terjadi karena kuman yang

tidak parogen dan mungkin juga berlangsung lama,

  Segera Proposional , diare lebih banyak terjadi pada golongan Balita ( 55 % )

Page 8: TINJAUAN PUSTAKA gastroenteritis (DIARE)

8/10/2019 TINJAUAN PUSTAKA gastroenteritis (DIARE)

http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-gastroenteritis-diare 8/17

8

Penyakit diare merupakan salah satu penyakiy yang berbasis lingkungan dua

faktor yang dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja kedua faktor ini akan

 berinteraksi bersamadengan perilaku manusia Apabila faktor lingkungan tidak sehat

karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak

sehat pula. Yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian

 penyakit diare.

5.  PATOGENESIS

Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi diare

non inflamasi dan diare inflamasi. Diare Inflamasi disebabkan invasi bakteri dan

sitotokin di kolon dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang disertai lendir

dan darah. Gejala klinis yang menyertai keluhan abdom en seperti mulas sampai nyeri

seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi.

Pada pemeriksaan tinja rutin secara ma kroskopis dite mukan lendir dan/atau

darah, serta mikroskopis didapati sel leukosit polimorfonuklear. Pada diare noninflamasi,diare disebabkan oleh enterotoksin yang mengakibatkan diare cair dengan volume yang

 besar tanpa lendir dan darah. Keluhan abdomen biasanya minimal atau tidak ada sama

sekali, namun gejala dan tanda dehidrasi cepat timbul, terutama pada kasus yang tidak

mendapat cairan pengganti.

Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak ditemukan leukosit. Mekanisme

terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat dibagi menjadi kelompok osmotik,

sekretorik, eksudatif dan gangguan motilitas. Diare osmotik terjadi bila ada bahan yang

tidak dapat diserap meningkatkan osmolaritas dalam lumen yang menarik air dari plasma

sehingga terjadi diare. Contohnya adalah malabsorbsi karbohidrat akibat defisiensi

laktase atau akibat garam magnesium. Diare sekretorik bila terjadi gangguan tran sportelektrolit baik absorbsi yang berkurang ataupun sekresi yang meningkat.

Hal ini dapat terjadi akibat toksin yang dikeluarkan bakteri misalnya toksin

kolera atau pengaruh garam empedu, asam lemak rantai pendek, atau laksantif non

osmotik. Beberapa hormon intestinal seperti gastrin vasoactive intestinal polypeptide

(VIP) juga dapat menyebabkan diare sekretorik. Diare eksudatif, inflamasi akan

mengakibatkan kerusakan mukos a baik usus halus maupun usus besar. Inflamasi dan

eksudasi dapat terjadi akibat infeksi bakteri atau bersifat non infeksi seperti gluten

sensitive enteropathy, inflamatory bowel disease (IBD) atau akibat radiasi.

Kelompok lain adalah akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu

tansit usus menjadi lebih cepat. Hal ini terjadi pada keadaan tirotoksikosis, sindroma usus

iritabel atau diabetes melitus. Diare dapat terj adi akibat lebih dari satu mekanisme.

Pada infeksi bakteri paling tidak ada dua mekanisme yang bekerja peningkatan sekresi

usus dan penurunan absorbsi di usus. Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan

mengeluarkan toksin yang menyebabkan terjadinya diare.

Page 9: TINJAUAN PUSTAKA gastroenteritis (DIARE)

8/10/2019 TINJAUAN PUSTAKA gastroenteritis (DIARE)

http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-gastroenteritis-diare 9/17

9

Infeksi bakteri yang invasif mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit

dalam feses. Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen

meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi

mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat menggunakan satu

atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi pertahanan mukosa usus.

Adhesi

Mekanisme adhesi yang pertama terjadi dengan ikatan antara struktur polimer

fimbria atau pili dengan reseptor atau ligan spesifik pada permukaan sel epitel. Fimbria

terdiri atas lebih dari 7 jenis, disebut juga sebagai colonization factor antigen (CFA)

yang lebih sering ditemukan pada enteropatogen seperti Entero toxic E. Coli (ETEC)

Mekanisme adhesi yang kedua terlihat pada infeksi Enteropatogenic E.coli (EPEC), yang

melibatkan gen EPEC adherence factor (EAF), menyebabkan perubahan konsentrasi

kalsium intraselluler dan arsitektur sitosk leton di bawah membran mikrovilus. Invasi

intraselluler yang ekstensif tidak terlihat pada infeksi EPEC ini dan diare terjadi akibat

shigalike toksin. Mekanisme adhesi yang ketiga adalah dengan pola agregasi yang terlihat pada jenis kuman enteropatogenik yang berbeda dari ETEC atau EHEC.

Invasi

Kuman Shigella melakukan invasi melalui membran basolateral sel epitel usus. Di

dalam sel terjadi multiplikasi di dalam fagosom dan menyebar ke sel epitel sekitarnya.

Invasi dan multiplikasi intraselluler menimbulkan reaksi inflamasi serta kematian sel

epitel. Reaksi inflamasi terjadi akibat dilepaskannya mediator seperti leukotrien,

interleukin, kinin, dan zat vasoaktif lain. Kuman Shigella juga memproduksi toksin

shiga yang menimbulkan kerusakan sel. Proses patologis ini akan menimbulkan gejala

sistemik seperti demam, nyeri perut, rasa lemah, dan gejala disentri. Bakteri lain bersifat

invasif misalnya Salmonella .Sitotoksin

Prototipe kelompok toksin ini adalah toksin shiga yang dihasilkan oleh Shigella

dysentri yang bersifat sitotoksik. Kuman lain yang menghasilkan sitotoksin adalah

Enterohemorrhagic E. Coli (EHEC) serogroup 0157 yang dapat menyebabkan kolitis

hemoragik dan sindroma uremik hemolitik, kuman EPEC serta V. Parahemolyticus.

Enterotoksin Prototipe klasik entero toksin adalah toksin kolera atau Cholera toxin (CT)

yang secara biologis sangat aktif me ningkatkan sekresi epitel usus halus. Toksin kolera

terdiri dari satu subunit A dan 5 subunit B. Subunit A1 akan me rangsang aktivitas adenil

siklase, meningkatkan konsentrasi cAMP intraseluler sehingga terjadi inhibisi absorbsi

 Na dan klorida pada sel vilus serta pe ningkatan sekresi klorida dan HCO3 pada sel

kripta mukosa usus. ETEC menghasilkan heat labile toxin (LT) yang mekanisme

kerjanya sama dengan CT serta heat Stabile toxin (ST). ST akan meningkatkan kadar

cGMP selular, me ngaktifkan protein kinase, fosforilasi protein me mbran mikrovili,

membuka kanal dan me ngaktifkan sekresi klorida.

Page 10: TINJAUAN PUSTAKA gastroenteritis (DIARE)

8/10/2019 TINJAUAN PUSTAKA gastroenteritis (DIARE)

http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-gastroenteritis-diare 10/17

10

Peranan Enteric Nervo us System (ENS)

Berbagai penelitian menunjukkan peranan refleks neural yang melibatkan reseptor

neural 5-HT pada saraf sensorik aferen, interneuron kolinergik di pleksus mienterikus,

neuron nitrergik serta neuron sekretori VIPergik. Efek sekretorik toksin enterik CT, LT,

ST paling tidak sebagian melibatkan refleks neural ENS. Penelitian menunjukkan

keterlibatan neu ron sensorik aferen kolinergik, interneuron pleksus mienterikus, dan

neuron sekretorik tipe 1 VIPergik. CT juga menyebabkan pelepasan berbagai sekretagok

seperti 5-HT, neurotensin, dan prostaglandin. Hal ini membuka kemungkinan

 penggunaan obat antidiare yang bekerja pada ENS selain yang bersifat antisekretorik

 pada enterosit.

6.  MANIFESTASI KLINIS

Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau demam,

tenesmus, hematochezia , nyeri perut atau kejang perut. Diare yang berlangsung beberapa

waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian karenakekurangan cairan dibadan yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena

gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan

seseorang merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering,

tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak.

Keluhan dan gejala ini dise babkan deplesi air yang isotonik. Karena kehilangan

 bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang, yang mengakibatkan penurunan pH

darah. Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan sehingga frekwensi nafas lebih

cepat dan lebih dalam (kussmau l). Reaksi ini adalah usaha tubuh untuk mengeluarkan

asam karbonas agar pH dapat naik kembali normal. Pada keadaan asidosis metabolik

yang tidak dikompensasi, bikarbonat standard juga rendah, pCO2 normal dan baseexcess sangat negatif. Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat

 berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun

sampai tidak terukur.

Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstre mitas dingin dan kadang

sianosis. Karena kehilangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia

 jantung.Penurunan tekanan darah akan me nyebabkan perfusi ginjal menurun dan akan

timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis

tubulus ginjal akut, yang berarti pada saat tersebut kita menghadapi gagal ginjal akut.

Bila keadaan asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi kepincangan

 pembagian darah dengan pemusatan yang lebih banyak dalam sirkulasi paru-paru.

Observasi ini penting karena dapat menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima

rehidrasi cairan intravena tanpa alkali.

Page 11: TINJAUAN PUSTAKA gastroenteritis (DIARE)

8/10/2019 TINJAUAN PUSTAKA gastroenteritis (DIARE)

http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-gastroenteritis-diare 11/17

11

7.  KLASIFIKASI

  Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang

dari 7 hari ). Gejala dan tanda sudah berlangsung < 2minggu sebelum datang

 berobat. Akibat diare akut adalah dehidrasi,sedangkan dehidrasi merupakan

 penyebab utama kematian bagi penderita diare.

 

Diare kronik, yaitu diare yang gejala dan tanda sudah berlangsung > 2minggu

sebelum dating berobat atau sifatnya berulang.

  Disentri, yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat dari disentri

adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, kemungkinan terjadi

komplikasi pada mukosa.

  Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus

menerus. Akibat dari diare persisten adalah penurunan berat badan dan gangguan

metabolisme.

8. 

PEMERIKSAAN PENUNJANGEvaluasi laboratorium pasien tersangka diare infeksi dimulai dari pemeriksaan

feses adanya leukosit. Kotoran biasanya tidak mengandung leukosit, jika ada itu dianggap

sebagai penanda inflamasi kolon baik infeksi maupun non infeksi. Karena netrofil akan

 berubah, sampel harus diperiksa sesegera mungkin. Sensitifitas lekosit feses terhadap

inflamasi patogen (Salmonella, Shigella dan Campylobacter ) yang dideteksi dengan

kultur feses bervariasi dari 45% - 95% tergantung dari jenis patogennya. Penanda yang

lebih stabil untuk inflamasi intestinal adalah laktoferin.

Laktoferin adalah glikoprotein bersalut besi yang dilepaskan netrofil, keberadaan

nya dalam feses menunjukkan inflamasi kolon. Positip palsu dapat terjadi pada bayi yang

minum ASI. Pada suatu studi, laktoferin feses, dideteksi dengan menggunakan uji

aglutinasi lateks yang tersedia secara kom ersial, sensitifitas 83  –  93 % dan spesifisitas

61 –   100 % terhadap pasien dengan Salmonella,Campilobakter , atau Shigella spp, yang

dideteksi dengan biakan kotoran.

Biakan kotoran harus dilakukan setiap pasien tersangka atau menderita diare

inflamma si berdasar kan klinis dan epidemiologis, test lekosit feses atau latoferin

 positif, atau keduanya. Pasien dengan diare berdarah yang nyata harus dilakukan kultur

feses untuk EHEC O157 : H7. Pasien dengan diare berat, demam, nyeri abdomen, atau

kehilangan cairan harus diperiksa kimia darah,natrium, kalium,klorida, ureum, kreatinin,

analisa gas darah dan pemeriksaan darah lengkap.Pemeriksaan radiologis sepertisigmoidoskopi, kolonoskopi dan lainnya biasanya tidak membantu untuk evaluasi diare

akut infeksi.

Page 12: TINJAUAN PUSTAKA gastroenteritis (DIARE)

8/10/2019 TINJAUAN PUSTAKA gastroenteritis (DIARE)

http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-gastroenteritis-diare 12/17

12

9.  DIAGNOSIS

Untuk mendiagnosis pasien diare akut infeksi bakteri diperlukan pemeriksaan yang

sistematik dan cermat. Kepada pasien perlu ditanyakan riwayat penyakit, latar belakang

dan lingkungan pasien, riwayat pemakaian obat terutama antibiotik, riwayat perjalanan,

 pemeriksaan fisik dan peme riksaan penunjang. Pendekatan umum Diare akut infeksi

 bakteri baik diagnosis dan terapeutik terlihat pada gambar 1.

Page 13: TINJAUAN PUSTAKA gastroenteritis (DIARE)

8/10/2019 TINJAUAN PUSTAKA gastroenteritis (DIARE)

http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-gastroenteritis-diare 13/17

13

10. TATALAKSANA

Page 14: TINJAUAN PUSTAKA gastroenteritis (DIARE)

8/10/2019 TINJAUAN PUSTAKA gastroenteritis (DIARE)

http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-gastroenteritis-diare 14/17

14

Page 15: TINJAUAN PUSTAKA gastroenteritis (DIARE)

8/10/2019 TINJAUAN PUSTAKA gastroenteritis (DIARE)

http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-gastroenteritis-diare 15/17

15

Page 16: TINJAUAN PUSTAKA gastroenteritis (DIARE)

8/10/2019 TINJAUAN PUSTAKA gastroenteritis (DIARE)

http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-gastroenteritis-diare 16/17

16

11. KOMPLIKASI

Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama, terutama

 pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan cairan secara

mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik yang cepat. Kehilangan elektrolit me lalui

feses potensial mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolik. Pada kasus-kasus yang

terlambat meminta pertolongan medis, sehingga syok hipovolemik yang terjadi sudah

tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul Tubular Nekrosis Akut pada ginjal yang

selanjut nya terjadi gagal multiorgan. Komplikasi ini dapat juga terjadi bila penanganan

 pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak tecapai rehidrasi yang optimal.

Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang disebabkan

terbanyak oleh EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan

trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS akan me ningkat setelah infeksi

EHEC dengan penggunaan obat anti diare, tetapi penggunaan antibiotik untuk terjadinya

HUS masih kontroversi. Sindrom Guillain –  Barre , suatu demielinasi polineuropati akut,

adalah merupakan komplikasi potensial lainnya dari infeksi enterik, khususnya setelahinfeksi C. jejuni.

Dari pasien dengan Guillain –  Barre, 20 –  40 % nya menderita infeksi C. jejuni

 beberapa minggu sebelumnya. Biasanya pasien me nderita kelemahan motorik dan

memerlukan ventilasi mekanis untuk mengaktifkan otot pernafasa n. Mekanisme dimana

infeksi menyebabkan Sindrom Guillain  –  Barre tetap belum diketahui. Artritis pasca

infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare karena Campylobakter,

Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp.

12. PROGNOSIS

Dengan penggantian Cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapiantimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat baik dengan

morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas dan

mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di Amerik a Serikat,

mortalitas berhubungan dengan diare infeksius < 1,0 %. Pengecualiannya pada infeksi

EHEC dengan mortalitas 1,2 % yang berhubungan dengan sindrom uremik hemolitik.

Page 17: TINJAUAN PUSTAKA gastroenteritis (DIARE)

8/10/2019 TINJAUAN PUSTAKA gastroenteritis (DIARE)

http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-gastroenteritis-diare 17/17

17

DAFTAR PUSTAKA

1.  Hendrawanto. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Ketiga Persatuan Ahli Penyakit

Dalam Indonesia.2010. EGC : Jakarta

2.  Price Sylvia A, Wilson Lorraine Mc Cart. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit. Jakarta : EGC. 2010.

3.  Katzung, B,G. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik.Edisi 8. Penerbit buku kedokteran.

Jakarta.

4.  Direktorat jendral pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan. Buku saku petugs

kesehatan lintas diare. Depkes RI. 2011

5.  Harianto. (2009). Penyuluhan penggunaan Oralit untuk menanggulangi Diare di

masyarakat. Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia. Majalah ilmu

kefarmasian, vol. I, No. 1

6.  Subekti D, Lesmana M, Komalarini S,Tjaniadi P, Burr D, Pazzaglia G.Enterotoxigenic E.

Coli and other causeof infectious pediatric diarrheas in Jakarta, Indonesia. Southeast Asia J

Trop Med Pub Health 2011;24:420-4.