of 27 /27
8 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Konsep Diare. 1. Pengertian Nursalam (2008), mengatakan diare atau gastroenteritis pada dasarnya adalah frekuensi buang air besar yang lebih sering dari biasanya dengan konsistensi yang lebih encer. Diare merupakan gangguan buang air besar atau BAB ditandai dengan BAB lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja cair, dapat disertai dengan darah dan atau lender (Riskesdas, 2013). Diare atau gastroenteritis yaitu penyakit yang terjadi ketika terdapat perubahan konsistensi feses. Seseorang dikatakan menderita diare bila feses lebih berair dari biasanya, dan bila buang air besar lebih dari tiga kali, atau buang air besar yang berair tetapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam (Dinkes, 2016). WHO (2009), mengatakan diare atau gastroenteritis adalah suatu keadaan buang air besar (BAB) dengan konsistensi lembek hingga cair dan frekuensi lebih dari tiga kali sehari. Diare akut berlangsung selama 3-7 hari, sedangkan diare persisten terjadi selama ≥ 14 hari. 2. Klasifikasi Diare Pedoman dari Laboratorium/ UPF Ilmu Kesehatan Anak, Uniersitas Airlangga dalam Nursalam (2008), diare atau gastroenteritis dapat dikelompokkan menjadi: a. Diare akut, yaitu diare yang terjadi mendadak dan berlangsung paling lama 3-5 hari. b. Diare berkepanjangan bila diare berlangsung lebih dari 7 hari. c. Diare kornik bila diare berlangsung lebih dari 14 hari. Diare kronik bukan suatu kesatuan penyakit, melainkan suatu sindrom yang

BAB II TINJAUAN TEORITIS Nursalam (2008), mengatakan diare

  • Author
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Text of BAB II TINJAUAN TEORITIS Nursalam (2008), mengatakan diare

adalah frekuensi buang air besar yang lebih sering dari biasanya
dengan konsistensi yang lebih encer. Diare merupakan gangguan
buang air besar atau BAB ditandai dengan BAB lebih dari 3 kali
sehari dengan konsistensi tinja cair, dapat disertai dengan darah
dan atau lender (Riskesdas, 2013).
Diare atau gastroenteritis yaitu penyakit yang terjadi ketika terdapat
perubahan konsistensi feses. Seseorang dikatakan menderita diare bila
feses lebih berair dari biasanya, dan bila buang air besar lebih dari tiga
kali, atau buang air besar yang berair tetapi tidak berdarah dalam
waktu 24 jam (Dinkes, 2016).
WHO (2009), mengatakan diare atau gastroenteritis adalah suatu
keadaan buang air besar (BAB) dengan konsistensi lembek hingga cair
dan frekuensi lebih dari tiga kali sehari. Diare akut berlangsung selama
3-7 hari, sedangkan diare persisten terjadi selama ≥ 14 hari.
2. Klasifikasi Diare
Uniersitas Airlangga dalam Nursalam (2008), diare atau gastroenteritis
dapat dikelompokkan menjadi:
berlangsung paling lama 3-5 hari.
b. Diare berkepanjangan bila diare berlangsung lebih dari 7 hari.
c. Diare kornik bila diare berlangsung lebih dari 14 hari. Diare kronik
bukan suatu kesatuan penyakit, melainkan suatu sindrom yang
9
banyaknya kemungkinan penyakit yang dapat mengakibatkan diare
kronik dan banyaknya pemeriksaan yang harus dikerjakan maka
dibuat tinjauan pustaka ini untuk dapat melakukan pemeriksaan
lebih terarah.
sebagai berikut:
didefenisikan sebagai peningkatan atau perubahan frekuensi
defekasi yang sering disebabkan oleh agens infeksius dalam traktus
Gastroenteritis Infeksiosa (GI). Keadaan ini dapat menyertai
infeksi saluran napas atau (ISPA) atau infeksi saluran kemih (ISK).
Diare akut biasanya sembuh sendiri (lamanya sakit kurang dari 14
hari) dan akan mereda tanpa terapi yang spesifik jika
dehidrasi tidak terjadi.
b. Diare kronis
dan kandungan air dalam feses dengan lamanya (durasi) sakit
lebih dari 14 hari. Kerap kali diare kronis terjadi karena keadaan
kronis seperti sindrom malabsorpsi, penyakit inflamasi usus,
defisiensi kekebalan, alergi makanan, intoleransi latosa atau diare
nonspesifik yang kronis, atau sebagai akibat dari penatalaksanaan
diare akut yang tidak memadai.
c. Diare intraktabel
bayi dalam usia minggu pertama dan lebih lama dari 2
minggu tanpa ditemukannya mikroorganisme patogen sebagai
penyebabnya dan bersifat resisten atau membandel terhadap
10
yang tidak ditangani secara memadai.
d. Diare kronis nonspesifik
Diare ini juga dikenal dengan istilah kolon iritabel pada anak atau
diare todler, merupakan penyebab diare kronis yang
sering dijumpai pada anak-anak yang berusia 6 hingga 54 minggu.
Feses pada anak lembek dan sering disertai dengan partikel
makanan yang tidak tercerna, dan lamanya diare lebih dari 2
minggu. Anak- anak yang menderita diare kronis nonspesifik ini
akan tumbuh secara normal dan tidak terdapat gejala malnutrisi,
tidak ada darah dalam fesesnya serta tidak tampak infeksi enterik.
3. Etiologi
infeksi, selain penyebab lain seperti malabsorbsi. Diare
sebenarnya merupakan salah satu gejala dari penyakit pada sistem
gastrointestinal atau penyakit lain di luar saluran pencernaan. Tetapi
sekarang lebih dikenal dengan “penyakit diare”, karena dengan
sebutan penyakit diare akan mempercepat tindakan
penanggulangannya. Penyakit diare terutama pada bayi perlu
mendapatkan tindakan secepatnya karena dapat membawa bencana
bisa terlambat.
a. Faktor Infeksi
yang merupakan penyebab utama diare pada anak. Meliputi
infeksi enteral sebagai berikut :
Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya.
11
Poliomyelitis) Adeno-virus, Rotavirus, Astrovirus, dan lain-
lain.
Strongyloides); protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia
lamblia, Trichomonas hominis); jamur (Candida albicans)
2) Infeksi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan
seperti: otitis media akut (OMA) , tonsilitis/ tonsilofaringitis,
bronkopneumonia, ensefalitis, dan sebagainya. Keadaan ini
terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah
2 tahun.
laktosa, maltosa dan sukrosa); monosakarida (intoleransi
glukosa, fruktosa, dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang
terpenting dan tersering (intoleransi laktosa).
2) Malabsorbsi lemak.
3) Malabsorbsi protein.
makanan.
d. Faktor psikologis, rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat
terjadi pada anak yang lebih besar).
Selain kuman, ada beberapa perilaku yang dapat meningkatan
resiko terjadinya diare, yaitu :
pertama dari kehidupan.
5) Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar, sesudah
membuang tinja, atau sebelum menjamah makanan.
12
a. Agens virus
vomitus, nyeri abdomen, disertai infeksi saluran pernapasan
atas dan diare dapat berlangsung lebih dari 1 minggu.
Biasanya terjadi pada bayi usia 6-12 bulan, sedangkan pada
anak terjadi di usia lebih dari 3 tahun.
2) Mikroorganisme, masa inkubasi 1-3 hari. Anak akan
demam, nafsu makan terganggu, malaise. Sumber infeksi
bisa didapat dari air minum, air di tempat rekreasi (air kolam
renang, dll), makanan. Dapat menjangkit segala usia dan
dapat sembuh sendiri dalam waktu 2-3 hari.
b. Agens bakteri
hijau dengan darah atau mukus bersifat menyembur. Dapat
ditularkan antar individu, disebabkan karena daging
yang kurang matang dan pemberian ASI tidak eksklusif.
2) Kelompok salmonella (nontifoid), masa inkubasi 6-72
jam untuk gastroenteritis. Gejalanya bervariasi, anak bisa
mengalami nausea atau vomitus, nyeri abdomen, demam,
BAB kadang berdarah dan ada lendir, peristaltik
hiperaktif, nyeri tekan ringan pada abdomen, sakit kepala,
kejang. Dapat disebabkan oleh makanan dan minuman yang
sudah terkontaminasi oleh binatang seperti kucing,
burung, dan lainnya.
c. Keracunan makanan
13
makanan yang berlapis krim.
lewat produk makanan komersial yang paling sering
adalah daging dan unggas.
Ditularkan lewat makanan yang terkntaminasi. Intensitasnya
bervariasi mulai dari gejala ringan hingga yang
dapat menimbulkan kematian dengan cepat dalam waktu
beberapa jam.
4. Patofisiologi
oleh berbagai kemungkinan faktor diantaranya :
a. Faktor infeksi
masuk ke dalam tubuh bersama dengan makanan dan minuman
yang masuk ke dalam saluran pencernaan yang kemudian
melekat pada sel-sel mukosa usus, akibatnya sel mukosa usus
menjadi rusak yang dapat menurunkan daerah permukaan usus.
Sel-sel mukosa yang rusak akan digantikan oleh sel enterosit
baru yang berbentuk kuboid atau sel epitel gepeng yang belum
matang sehingga fungsi sel-sel ini masih belum bagus. Hal ini
menyebabkan vili-vili usus halus mengalami atrofi dan tidak
dapat menyerap cairan dan makanan dengan baik. Selanjutnya,
terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan
14
Atau juga dikatakan adanya toksin bakteri atau virus akan
menyebabkan sistem transpor aktif dalam usus sehingga sel
mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan
elektrolit akan meningkat.
dalam mukosa, terjadi perbanyakan diri sambil membentuk
toksin. Enterotoksin ini dapat diresorpsi ke dalam darah dan
menimbulkan gejala hebat seperti demam tinggi, nyeri kepala,
dan kejang-kejang. Selain itu, mukosa usus yang telah dirusak
mengakibatkan mencret berdarah berlendir. Penyebab utama
pembentukan enterotoksin ialah bakteri Shigella sp, E.coli.
diare ini bersifat self-limiting dalam waktu kurang lebih lima
hari tanpa pengobatan, setelah sel-sel yang rusak diganti
dengan sel-sel mukosa yang baru (Wijoyo, 2013).
b. Faktor malabsorpsi,
1) Gangguan osmotik
osmotik usus Akibatnya akan menyebabkan tekanan osmotik
dalam rongga usus meningkat. Gangguan osmotik meningkat
menyebabkan terjadinya pergeseran air dan elektrolit ke
dalam rongga usus. Hal ini menyebabkan banyak cairan
ditarik ke dalam lumen usus dan akan menyebabkan
terjadinya hiperperistaltik usus. Cairan dan makanan yang
tidak diserap tadi akan didorong keluar melalui anus dan
terjadilah diare (Nursalam, 2008).
usus akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke
dalam rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena
terdapat peningkatan isi rongga usus (Nursalam, 2008).
3) Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya
mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya
timbul diare pula. Akibat dari diare yaitu kehilangan air dan
elektrolit yang dapat menyebabkan cairan ekstraseluler secara
tiba-tiba cepat hilang, terjadi ketidakseimbangan elektrolit
yang mengakibatkan syok hipovolemik dan berakhir pada
kematian jika tidak segera diobati (Nursalam, 2008).
c. Faktor makanan, ini dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak
mampu diserap dengan baik. Sehingga terjadi peningkatan
peristaltik usus yang mengakibatkan penurunan kesempatan untuk
menyerap makanan yang kemudian menyebabkan diare
(Hidayat, 2008). Diare akut berulang dapat menjurus ke
malnutrisi energi protein, yang mengakibatkan usus halus
mengalami perubahan yang disebabkan oleh PEM tersebut
menjurus ke defisiensi enzim yang menyebabkan absorpsi yang
tidak adekuat dan terjadilah diare berulang yang kronik. Anak
dengan PEM terjadi perubahan respons imun, menyebabkan
reaksi hipersensitivitas kulit terlambat, berkurangnya jumlah
limfosit dan jumlah sel T yang beredar. Setelah mengalami
gastroenteritis yang berat anak mengalami malabsorpsi.
Malabsorpsi juga terdapat pada anak yang mengalami malnutrisi,
keadaan malnutrisi menyebabkan atrofi mukosa usus, faktor
16
hilangnya albumin dan imunogobulin yang mengakibatkan
kwashiorkor dan infeksi jalan nafas yang berat (Suharyono, 2008).
d. Faktor psikologis, faktor ini dapat mempengaruhi terjadinya
peningkatan peristaltik usus yang akhirnya mempengaruhi proses
penyerapan makanan yang dapat menyebabkan diare. Proses
penyerapan terganggu (Hidayat, 2008)
BAB cair, mungkin disertai lendir dan darah. Warna tinja makin
lama berubah kehijauan karena bercampur dengan empedu. Anus dan
daerah sekitarnya akan lecet karena sering defekasi dan tinja
makin lama makin asam sebagai akibat makin banyak asam laktat
yang berasal dari laktosa yang tidak diabsorbsi oleh usus selama
diare.
Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare dan dapat
disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat gangguan
keseimbangan asam basa dan elektrolit. Jika anak telah banyak
kehilangan cairan dan elektrolit, serta mengalami gangguan asam
basa dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik dan
hipokalemia, hipovolemia. Gejala dari dehidrasi yang tampak
yaitu berat badan turun, turgor kulit kembali sangat lambat, mata
dan ubun-ubun besar menjadi cekung, mukosa bibir kering.
Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat
menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian bila
tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas
plasma dapat berupa dehidrasi isotonik, dehidrasi hipertonik
(hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat
dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang
17
dehidrasi dapat dilakukan penilaian sebagai berikut:
Tabel 2.1 Penilaian Derajat Dehidrasi
Penilaiann Tanpa Dehidrasi Dehidrasi
Umum Baik, sadar Gelisah, rewel Lesu, lunglai
atau tidak sadar
Rasa haus
Minum biasa tidak haus
Haus, ingin minum banyak
Malas minum atau tidak
Bisa minum Periksa: Turgor Kulit Kembali cepat Kembali lambat Kembali sangat lambat
Hasil Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan/ sedang Dehidrasi Berat
Pemeiksaan Kriteria : Bila ada 1 tanda
kriteria bila ada 1 tanda *
ditambah 1 atau lebih tanda lain
Ditambah1 atau lebih
*Tanda-tanda yang juga dapat diperiksa: timbang berat badan, ubun-ubun besar, urine, nadi, dan pernapasan atau tekanan darah Sumber: Depkes, Buku Ajar Diare dalam Nursalam (2008)
6. Respon Tubuh
a. Sistem Integumen
berat turgor kulit biasanya kembali sangat lambat.
Karena tidak adekuatnya kebutuhan cairan dan elektrolit pada
18
berkurang.
mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa yang
menyebabkan pH turun karena akumulasi asam non-volatil.
Terjadilah hiperventilasi yang akan menurunkan pCO2
menyebabkan pernapasan jadi cepat, dan dalam (pernapasan
kusmaul).
yang disebabkan oleh kerusakan mukosa usus dimana usus tidak
dapat menyerap makanan. Anak akan tampak lesu, malas
makan, dan letargi. Nutrisi yang tidak dapat diserap
mengakibatkan anak bisa mengalami gangguan gizi yang bisa
menyebabkan terjadinya penurunan berat badan dan menurunnya
daya tahan tubuh sehingga proses penyembuhan akan lama.
d. Sistem Muskoloskletal
yang diare dapat menyebabkan nyeri otot, kelemahan otot dan
kram.
sirkulasi darah menyebabkan nadi melemah, tekanan darah
rendah, kulit pucat, akral dingin yang mengakibatkan terjadinya
syok hipovolemik.
mengakibatkan kematian.
kehijauan karena bercampur dengan empedu. Anus dan daerah
sekitarnya akan lecet karena sering defekasi dan tinja yang
makin asam sebagai akibat makin banyaknya asam laktat
yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi oleh usus
selama diare.
7. Penatalaksanaan
penting yang perlu diperhatikan
(2) Parenteral : NaCl, Isotonic, infus
b) Jumlah cairan
dikeluarkan.
c) Jalan masuk atau cara pemberian (1) Cairan per oral, pada pasien dengan dehidrasi
ringan dan sedang cairan diberikan per oral berupa
cairan yang berisikan NaCl dan NaHCO3, KCL dan
glukosa. (2) Cairan parenteral, pada umumnya cairan Ringer
Laktat (RL) selalu tersedia di fasilitas kesehatan
dimana saja. Mengenai seberapa banyak cairan
20
dehidrasi, yang diperhitungkan dengan
badannya.
kebutuhan cairan.
antiemetik.
2) Pengobatan dietetik
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan
berat badan kurang dari 7 kg jenis makanan :
a) Susu (ASI atau susu formula yang mengandung laktosa
rendah dan asam lemak tidak jenuh, misalnya LLM,
Almiron atau sejenis lainnya).
(nasi tim), bila anak tidak mau minum susu karena
dirumah tidak biasa.
ditemukan misalnya susu yang tidak mengandung laktosa
atau asam lemak yang berantai sedang atau tidak jenuh
(Ngastiyah, 2014).
Berikan minum sebanyak-banyaknya, 1 gelas setiap kali
setelah pasien defekasi. Cairan harus mengandung eletrolit,
seperti oralit. Bila tidak ada oralit dapat diberikan
larutan gula garam dengan 1gelas air matang yang agak
21
jumput garam dapur. Jika anak terus muntah atau tidak mau
minum sama sekali perlu diberikan melaluui sonde. Bila
pemberian cairan per oral tidak dapat dilakukan, dipasang
infus dengan cairan Ringer Laktat (RL) atau cairan lain
(atas persetujuan dokter). Yang penting diperhatikan adalah
apakah tetesan berjalan lancar terutama pada jam-jam
pertama karena diperlukan untuk segera mengatasi
dehidrasi.
mengetahui kebutuhan sesuai dengan yang diperhitungkan,
jumlah cairan yang masuk tubuh dapat dihitung dengan
cara:
(sesuai set infus yang dipakai). Berikan tanda batas
cairan pada botol infus waktu memantaunya.
(b) Perhatikan tanda vital : denyut nadi, pernapasan, suhu.
(c) Perhatikan frekuensi buang air besar anak apakah masih
sering, encer atau sudah berubah konsistensinya.
(d) Berikan minum teh atau oralit 1-2 sendok jam untuk
mencegah bibir dan selaput lendir mulut kering.
(e) Jika rehidrasi telah terjadi, infus dihentikan, pasien
diberi makan lunak atau secara realimentasi.
8. Komplikasi
terjadi dari diare akut maupun kronis, yaitu:
a. Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi).
Kondisi ini dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan
asam basa (asidosis metabolik), karena:
22
2. Adanya ketosis kelaparan dan metabolisme lemak yang
tidak sempurna, sehingga benda keton tertimbun dalam
tubuh.
anoksia jaringan.
karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguri
dan anuria).
dalam cairan intraseluler.
menurunkan pCO2 menyebabkan pernafasan bersifat cepat,
teratur, dan dalam (pernapasan kusmaul) (Suharyono, 2008).
b. Hipoglikemia
menderita diare dan lebih sering terjadi pada anak yang
sebelumnya sudah menderita kekurangan kalori protein (KKP),
karena :
terganggu.
jarang terjadi.
menurun sampai 40% pada bayi dan 50% pada anak-anak. Hal
tersebut dapat berupa lemas, apatis, peka rangsang, tremor,
berkeringat, pucat, syok, kejang sampai koma.
23
karena:
diare atau muntahnya akan bertambah hebat, sehingga
orang tua hanya sering memberikan air teh saja.
2. Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan
pengenceran dalam waktu yang terlalu lama.
3. Makanan diberikan sering tidak dapat dicerna dan
diabsorpsi dengan baik karena adanya hiperperistaltik.
d. Gangguan sirkulasi
terjadinya hipoksia, asidosis bertambah berat sehingga dapat
mengakibatkan perdarahan di dalam otak, kesadaran
menurun, dan bila tidak segera ditolong maka penderita dapat
meninggal.
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan
yang hanya mengandung sedikit garam, dapat terjadi
hiponatremi (Na<130 mol/L). Hiponatremi sering terjadi pada
anak dengan Shigellosis dan pada anak malnutrisi berat dengan
oedema. Oralit aman dan efektif untuk terapi dari hampir
semua anaka dengan hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi
Na dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu:
memakai Ringer Laktat atau Normal Saline (Juffrie, 2010).
24
a. Anamnesis: pengkajian mengenai nama lengkap, jenis kelamin,
tanggal lahir, umur, tempat lahir, asal suku bangsa, nama orang tua,
pekerjaan orang tua, dan penghasilan.
1) Keluhan Utama
Biasanya pasien mengalamin buang air besar (BAB) lebih
dari 3 kali sehari, BAB < 4 kali dan cair (diare tanpa
dehidrasi), BAB 4-10 kali dan cair (dehidrasi ringan/ sedang),
atau BAB >10 kali (dehidrasi berat). Apabila diare
berlangsung <14 hari maka diare tersebut adalah diare akut,
sementara apabila berlangsung selama 14 hari atau lebih adalah
diare persisten (Nursalam, 2008)
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
mungkin meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak
ada, dan kemungkinan timbul diare.
b) Tinja makin cair, mungkin disertai lendir atau lendir
dan darah. Warna tinja berubah menjadi kehijauan karena
bercampur empedu.
defekasi dan sifatnya makin lama makin asam.
d) Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.
e) Apabila pasien telah banyak kehilangan cairan dan
eletrolit, maka gejala dehidrasi mulai tampak.
f) Diuresis: terjadi oliguri (kurang 1 ml/kg/BB/jam)
bila terjadi dehidrasi. Urine normal pada diare tanpa
dehidrasi. Urine sedikit gelap pada dehidrasi ringan
atau sedang. Tidak ada urine dalam waktu 6 jam
(dehidrasi berat) (Nursalam, 2008).
Diare lebih sering terjadi pada anak-anak dengan campak
atau yang baru menderita campak dalam 4 minggu
terakhir, sebagai akibat dari penuruan kekebalan tubuh
pada pasien. Selain imunisasi campak, anak juga harus
mendapat imunisasi dasar lainnya seperti imunisasi BCG,
imunisasi DPT, serta imunisasi polio.
b) Adanya riwayat alergi terhadap makanan atau obat-
obatan (antibiotik), makan makanan basi, karena faktor ini
merupakan salah satu kemungkinan penyebab diare.
c) Riwayat air minum yang tercemar dengan bakteri tinja,
menggunakan botol susu, tidak mencuci tangan setelah
buang air besar, dan tidak mencuci tangan saat menjamah
makanan.
kejang yang terjadi sebelumnya, selama, atau setelah diare.
Informasi ini diperlukan untuk melihat tanda dan gejala
infeksi lain yang menyebabkan diare seperti OMA,
tonsilitis, faringitis, bronkopneumonia, dan ensefalitis
(Nursalam, 2008).
yang dapat menular ke anggota keluarga lainnya. Dan juga
makanan yang tidak dijamin kebersihannya yang disajikan
kepada anak. Riwayat keluarga melakukan perjalanan
ke daerah tropis (Nursalam, 2008; Wong, 2008).
26
meliputi:
a) Pemberian ASI penuh pada anak umur 4-6 bulan sangat
mengurangi resiko diare dan infeksi yang serius.
b) Pemberian susu formula. Apakah dibuat menggunakan
air masak dan diberikan dengan botol atau dot, karena
botol yang tidak bersih akan mudah menimbulkan
pencemaran.
merasa haus (minum biasa). Pada dehidrasi ringan atau
sedang anak merasa haus ingin minum banyak. Sedangkan
pada dehidrasi berat, anak malas minum atau tidak
bisa minum (Nursalam, 2008).
b) Diare dehidrasi ringan atau sedang: gelisah, rewel
c) Diare dehidrasi berat: lesu, lunglai, atau tidak sadar
2. Berat badan
mengalami diare dengan dehidrasi biasanya mengalami
penurunan berat badan, sebagai berikut: Tabel 2.2
Persentase Kehilangan Berat Badan Berdasarkan Tingkat Dehidrasi
% Kehilangan Berat Badan
Tingkat Dehidrasi Bayi Anak Dehidrasi ringan Dehidrasi sedang Dehidrasi berat
5% (50 ml/kg) 5-10% (50-100 ml/kg) 10-15% (100-150 ml/kg)
3% (30 ml/kg) 6% (60 ml/kg) 9% (90 ml/kg)
Sumber: Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak, Nursalam, 2008.
27
ubun-ubunnya biasanya cekung
kelopak matanya normal. Apabila mengalami dehidrasi
ringan atau sedang kelopak matanya cekung (cowong).
Sedangkan apabila mengalami dehidrasi berat, kelopak
matanya sangat cekung
tidak sianosis, tidak ada pernapasan cuping hidung.
d) Telinga
e) Mulut dan Lidah
3) Diare dehidrasi berat: Mulut dan lidah sangat kering
f) Leher
ada kelainan pada kelenjar tyroid
g) Thorax
1) Jantung (a) Inspeksi : Pada anak biasanya iktus kordis tampak
terlihat.
denyut jantung pasien normal hingga meningkat,
diare dengan dehidrasi berat biasanya pasien
mengalami takikardi dan bradikardi.
biasanya pernapasan normal, diare dehidrasi ringan
pernapasan normal hingga melemah, diare dengan
dehidrasi berat pernapasannya dalam.
kram.
dehidrasi baik, pada pasien diare dehidrasi ringan
kembali < 2 detik, pada pasien dehidrasi berat kembali
> 2 detik.
bising ususnya meningkat
ringan CRT kembali < 2 detik, akral dingin. Pada anak
dehidrasi berat CRT kembali > 2 detik, akral teraba dingin,
sianosis.
Anak dengan diare akan sering BAB maka hal yang perlu
di lakukan pemeriksaan yaitu apakah ada iritasi pada anus.
c. Pemeriksaan penunjang.
1) Pemeriksaan laboratrium
Biasanya penderita diare natrium plasma > 150 mmol/L,
kalium > 5 mEq/L.
adanya ketosis (Suharyono, 2008).
natrium, klorida, dan bikarbonat.
Biasanya pada pemeriksaan ini terjadi peningkatan kadar
protein leukosit dalam feses atau darah makroskopik,
pH menurun disebabkan akumulasi asama atau kehilangan
basa.
dicurigai infeksi sistemik.
f) Osmolalitas dan volume feses setelah 48 jam berpuasa akan
mengidentifikasi penyebab sekretorik dan osmotik dari diare.
g) Pemeriksaan laksatif pada pasien-pasien yang dicurigai
membutuhkan sampel feses dan serologi.
2) Pemeriksaan diagnostik.
jika dicurigai mengalami penyakit seliak atau Giardia.
Dilakukan jika pasien mengalami mual dan muntah.
(2) Sigmoidoskopi lentur, jika diare berhubungan dengan
perdarahan segar melalui rektum.
normal, yang bertujuan untuk menyingkirkan kanker.
b) Radiologi
(1) CT kolonografi, jika pasien tidak bisa atau tidak cocok
menjalani kolonoskopi
mengalami penyakit bilier atau prankeas
2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada anak dengan diare
menurut NANDA Internasional (2015), adalah sebagai berikut:
a. Diare berhubungan dengan parasit, psikologis, proses infeksi, inflamasi,
iritasi, malabsorbsi.
aktif, kegagalan mekanisme regulasi.
mencerna makanan, ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien.
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi atau
sering BAB, perubahan status cairan, perubahan pigmentasi, perubahan
turgor, penurunan imunologis.
intoleransi makanan, malnutrisi.
3. Perencanaan Keperawatan.
menurut NANDA, (2015) adalah sebagai berikut:
a. Diare berhubungan dengan parasit, psikologis, proses infeksi,
inflamasi, iritasi, malabsorbsi
mengontrol pengeluaran feses dari usus.
2). Kriteria Hasil :
Diare tidak terjadi, mengeluarkan feses paling tidak 2 kali per hari,
minum cairan secara adekuat, mengkonsumsi serat secara adekuat
31
anjurkan pasien untuk menggunakan obat antidiare, evaluasi
intake makanan yang dikonsumsi sebelumnya, identifikasi
faktor penyebab diare (misalnya, bakteri), berikan makanan
dalam porsi kecil dan lebih sering serta tingkatkan porsi secara
bertahap, monitor tanda dan gejala diare.
b) Manajemen Saluran Cerna
bentuk, volume, dan warna, dengan cara yang tepat, monitor
bising usus, instruksikan pasien mengenai makanan tinggi
serat
aktif, kegagalan mekanisme regulasi.
2). Kriteria Hasil :
keseimbangan intake dan output dalam 24 jam stabil, berat badan
stabil, turgor kulit elastis, kelembaban membran mukosa tidak
terganggu, mata dan ubun – ubun tidak cekung
3). Intervensi.
membran mukosa lembab, denyut nadi adekuat), jaga intake/asupan
yang akurat dan catat output pasien, onitor makanan/cairan yang
dikonsumsi dan hitung asupan kalori harian, timbang berat badan
setiap hari dan monitor status pasien, kolaborasi pemberian cairan
IVline, pemeriksaan laboratorium.
berhubungan dengan faktor biologis, faktor psikologis,
ketidakmampuan mencerna makanan, ketidakmampuan mengabsorpsi
nutrien.
dapat terpenuhi
tidak pucat, mual dan muntah tidak ada.
3). Intervensi.
muntah, monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan
konjungtiva, timbang berat badan pasien secara berkala, identifikasi
adanya alergi atau intoleransi makanan, atur diet yang diperlukan
(yaitu, menyediakan makanan protein tinggi, menambah atau
mengurangi kalori, menambah atau menurangi vitamin, mineral).
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi atau
sering BAB, perubahan status cairan, perubahan pigmentasi, perubahan
turgor, penurunan imunologis.
fungsi kulit pasien tidak terganggu
2). Kriteria Hasil :
jaringan baik, suhu kulit normal
3). Intervensi.
agar kulit tidak lembab, berikan kebersihan kulit dari kotoran atau
feses.
33
intoleransi makanan, malnutrisi.
feses pasien tidak terganggu.
saat BAB tidak ada.
volume, dan warna dengan cara yang tepat, monitor bising usus,
instruksikan pasien mengenai makanan tinggi serat, monitor
adanya tanda dan gejal diare dan konstipasi
f Cemas/takut berhubungan dengan hospitalisasi, lingkungan tidak
dikenal, prosedur yang menimbulkan stress.
1). Tujuan.
orang tua tidak terjadi.
cemas
sebanyak yang mampu dilakukan keluarga, sentuh, gendong, dan bicara
pada anak sebanyak mungkin beri stimulasi sensoris dan pengalihan
yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak dan kondisinya.
4. Pelaksanaan Keperawatan
yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan rencana tindakan yang telah
disusun setiap tindakan keperawatan yang dilakukan dan dicatat dalam
34
pada klien efektif, tehnik komunikasi terapeutik serta penjelasan untuk
setiap tindakan yang diberikan kepada klien.
Dalam melakukan tindakan keperawatan menggunakan tiga tahap yaitu
independent, dependent, dan interdependent. Tindakan keperawatan secara
independent adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh perawat tanpa
petunjuk atau perintah dokter atau tenaga kesehatan lainnya, dependent
adalah tindakan sehubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan medis
dan interdependent adalah tindakan keperawatan, yang menjelaskan suatu
kegiatan yang memerlukan suatu kerja sama dengan tenaga kesehatan
lainnya, misalnya tenaga sosial, ahli gizi, dan dokter, keterampilan yang
harus perawatpunya dalam melaksanakan tindakan keperawatan yaitu
kognitif, dan sikap psikomotor.
dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai kemungkinan terjadi pada tahap
evaluasi adalah masalah dapat teratasi, masalah teratasi sebagian, masalah
belum teratasi, atau timbul masalah baru.
Evaluasi yang dilakukan yaitu evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi
proses adalah yang dilakukan untuk membantu keefektifan terhadap
tindakan. Sedangkan evaluasi hasil adalah evaluasi yang dilakukan pada
akhir tindakan keperawatan secara keseluruhan sesuai dengan waktu yang
ada pada tujuan.