Upload
meongsweet
View
162
Download
13
Embed Size (px)
DESCRIPTION
swamedikasi diare
DIARE
I. DEFINISI
Diare merupakan peningkatan frekuensi defekasi yang disertai dengan konsistensi
tinja yang lunak dengan frekuensi lebih dari 3 kali sehari atau lebih sering dari frekuensi
defekasi pada umumnya. Diare biasanya merupakan gejala infeksi saluran pencernaan yang
dapat disebabkan oleh bakteri, virus, dan parasit. Infeksi dapat disebabkan karena
kontaminasi pada makanan, air atau orang yang memiliki gaya hidup yang kurang bersih.
Diare yang parah dapat menyebabkan dehidrasi dan dapat terjadi pada anak-anak, orang yang
mengalami malnutrisi atau individu yang memiliki kekebalan tubuh yang rendah (WHO,
2003)
Diare sering merupakan gejala dari penyakit sistemik. Biasanya episode diare dimulai
secara tiba-tiba dan hilang dalam 1 atau 2 hari tanpa pengobatan. Diare akut umumnya
didefinisikan sebagai diare dengan durasi <14 hari, diare persisten didefinisikan sebagai diare
dengan durasi lebih dari 14 hari, dan diare kronis adalah diare dengan durasi lebih dari 30
hari. Diet orang barat biasanya menghasilkan tinja sehari-hari dengan berat antara 100-300 g,
tergantung pada jumlah bahan nonabsorbable (terutama karbohidrat) yang dikonsumsi.
Pasien dengan diare serius dapat memiliki berat tinja harian lebih dari 300 g. Selain itu, diet
sayuran yang kaya serat, seperti yang dikonsumsi di beberapa budaya timur, seperti di Afrika,
menghasilkan tinja dengan berat lebih dari 300 g/hari.
II. ETIOLOGI
Secara umum diare dapat dibagi menjadi diare yang bersifat akut (durasi kurang dari
dua minggu) dan diare kronik (durasi lebih dari dua minggu). Ada beberapa penyebab yang
memicu terjadinya diare, antara lain:
1. Diare akibat infeksi bakteri
Beberapa jenis bakteri yang terkonsumsi melalui makanan atau air yang
terkontaminasi bakteri dapat menyebabkan diare. Beberapa bakteri tersebut antara lain adalah
Campylobacter, Salmonella, Shigella, dan Escherichia coli (E. coli). Mikroba penyebab
bakteri akan menginvasi lapisan mukosal dan membentuk toksin sehingga mengganggu
mekanisme absorbsi maupun sekresi.
2. Diare akibat virus
Rotavirus, norovirus, cytomegalovirus, virus herpes simpleks, dan virus hepatitis
adalah beberapa virus yang dapat menyebabkan diare. Diare akut yang terjadi pada anak-anak
umumnya disebabkan oleh infeksi rotavirus. Diare rotavirus biasanya sembuh dalam 3
sampai 7 hari namun untuk yang mengalami masalah pada pencernaan laktosa dapat terjadi
sampai satu bulan atau lebih.
Virus penyebab diare akan melekat pada sel-sel mukosa usus sehingga akan menyebabkan
kerusakan pada mukosa usus. Dengan demikian maka akan menurunkan kapasitas reabsorbsi
dan akan meningkatkan sekresi air dan elektrolit. Diare yang disebabkan oleh virus ini
bersifat self limiting. Diare akan hilang dengan sendirinya seiiring dengan hilangnya virus,
biasanya 3-6 hari.
3. Diare akibat parasit
Parasit dapat masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan air yang kita konsumsi.
Giardia lamblia dan Entamoeba histolyca adalah protozoa yang menyebabkan diare akut.
Selain itu, diare parasiter juga dapat disebabkan oleh protozoa Cryptosporidium.
4. Diare akibat penyakit usus
Radang usus (Inflamatori Bowel Diseases), kolitis ulseratif, penyakit Crohn, kanker
kolon serta infeksi HIV sering menyebabkan diare.
5. Diare akibat intoleransi pada makanan
Beberapa orang mengalami kesulitan mencerna makanan tertentu, misal laktosa, gula
yang ditemukan dalam produk susu. Selain itu, beberapa orang mungkin mengalami diare
jika mereka makan beberapa jenis pengganti gula dalam jumlah yang berlebihan, makanan
mengandung lemak tinggi, makan pedas, dan makan banyak serat dan kasar.
6. Diare akibat obat
Antibiotik spektrum luas (ampisilin, amoksisilin, sefalosporin, klindamisin,
tetrasiklin), obat kanker, digoksin, kinidin, sorbito, beta bloker, ACE inhibitor, reserpin,
sitostatika, dan antasida yang mengandung magnesium bisa menyebabkan diare.
(Depkes RI, 2011).
III. FISIOLOGI SALURAN CERNA
Dalam keadaan normal, 9 L cairan memasuki bagian proksimal usus kecil setiap
harinya. Cairan ini, 2 L terdiri dari cairan yang berasal melalui diet, sedangkan sisanya terdiri
dari sekresi internal. Karena berisi makanan, chyme duodenum biasanya bersifat hipertonik.
Ketika chyme mencapai ileum, osmolalitas menyesuaikan dengan plasma, dengan lemak yang
berasal dari diet, karbohidrat, dan protein yang diserap. Volume chyme ileum menurun
menjadi sekitar 1 L/hari saat memasuki usus besar, yang kemudian dikurangi dengan
penyerapan usus untuk 100 mL setiap hari. Jika kapasitas penyerapan air dalam usus kecil
telah terlampaui, kelebihan chime dalam usus besar, menyebabkan diare. Pada manusia,
kapasitas serap usus besar adalah sekitar 5 L sehari. Transportasi cairan dalam kolon sangat
penting untuk air dan keseimbangan elektrolit (Spruill and Wade, 2005).
IV. PATOFISIOLOGI DIARE
Empat mekanisme umum patofisiologi diare mengganggu keseimbangan air dan
elektrolit, dan akhirnya menyebabkan diare, mekanisme ini merupakan dasar dari diagnosis
dan terapi. Mekanisme tersebut yaitu : (a) perubahan transpor ion aktif, (b) perubahan
motilitas usus, (c) peningkatan osmolaritas luminal, dan (d) peningkatan tekanan hidrostatik
jaringan. Mekanisme ini telah berhubungan dengan empat kelompok besar diare klinis:
sekretorik, osmotik, eksudatif, dan perubahan transit intestinal.
Diare sekretori terjadi ketika terdapat zat yang merangsang kenaikan atau penurunan
penyerapan jumlah besar air dan elektrolit. Zat yang menyebabkan sekresi berlebih termasuk
peptida usus vasoaktif (VIP) dari kelenjar pankreas, lemak dari makanan yang tidak terserap
di daerah steatorrhea, pencahar, hormon (seperti sekretin), toksin bakteri, dan garam empedu
yang berlebihan. Banyak dari agen merangsang adenosin monofosfat siklik intraseluler dan
menghambat Na+ / K+ATPase, yang menyebabkan peningkatan sekresi. Selain itu, banyak
dari mediator menghambat penyerapan ion secara bersamaan. Secara klinis, diare sekretori
ditandai oleh volume tinja yang besar (>1 L / hari) dengan kandungan ionik normal dan
osmolalitas kurang lebih sama dengan plasma. Kondisi puasa tidak mengubah volume tinja.
Diare osmotik disebabkan oleh sedikit terjadinya penyerapan untuk mempertahankan
cairan usus. Proses ini terjadi dengan sindrom malabsorpsi, intoleransi laktosa, administrasi
ion divalen (misalnya, magnesium yang mengandung antasida), atau konsumsi karbohidrat
yang sukar larut (misalnya, laktulosa). Pengangkutan karbohidrat yang sukar larut
menyebabkan usus menyesuaikan osmolalitas agar sesuai dengan plasma, dengan demikian,
air dan elektrolit terdistribusi ke dalam lumen. Secara klinis, diare osmotik ini dapat
dibedakan dari jenis lain, karena berhenti jika pasien sedang dalam keadaan puasa.
Inflamasi pada saluran cerna menyebabkan pelepasan lendir, protein serum, dan darah
ke usus. Kadang-kadang ketika buang air besar hanya terdiri dari lendir, eksudat, dan darah.
Exudative diare mungkin mempengaruhi fungsi absorpsi, sekresi, atau motilitas yang
menyebabkan besarnya volume feses.
Perubahan motilitas usus menyebabkan diare melalui tiga mekanisme yaitu :
penurunan waktu kontak dalam pengosongan usus halus, pengosongan kolon yang terlalu
cepat, dan pertumbuhan bakteri yang berlebihan. Chyme harus menyentuh epitel usus untuk
jangka waktu yang cukup untuk memungkinkan penyerapan normal dan proses sekresi. Jika
waktu kontak dikurangi, maka akan menyebabkan diare. Reseksi usus atau operasi dan obat-
obatan (seperti metoclopramide) menyebabkan dapat menyebabkan diare jenis ini. Di sisi
lain, peningkatan waktu pemaparan memungkinkan bakteri fecal tumbuh dengan cepat. Pola
karakteristik diare ini adalah cepat, deras, kecil. Gelombang ini tidak efisien, tiada ada
mekanisme penyerapan, dan cepat mengalirkan chyme ke kolon (Spruill and Wade, 2005).
V. MANIFESTASI KLINIS
Gejala diare adalah tinja yang encer dengan frekuensi 4 kali atau lebih dalam sehari,
yang kadang disertai:
Tiba-tiba mual, muntah, sakit perut, sakit kepala, demam, menggigil, dan malaise.
Gerakan usus sering terjadi dan tidak pernah berdarah, dan diare berlangsung 12-60
jam.
Periumbilikalis intermiten atau nyeri kuadran kanan bawah dengan kram, dan suara
usus terdengar.
Ketika rasa sakit hadir pada diare usus besar, sensasi, mencengkeram sakit dengan
tenesmus (tegang, tidak efektif, dan stooling menyakitkan). Nyeri lokal pada bagian
ke wilayah hipogastrikus atau wilayah sakral, letaknya pada kuadran kanan bawah
atau kiri.
(Spruill and Wade, 2005)
Penyakit diare baik kronik maupun akut dapat menyebabkan beberapa keadaan klinik
pada penderita, diantaranya dehidrasi. Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang
mengandung sejumlah ion natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini
bertambah bila ada muntah dan kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal ini dapat
menyebabkan dehidrasi, asidosis netabolik, dan hipokalemia. Dehidrasi merupakan keadaan
yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler, dan
kematian bila tidak diobati dengan tepat. mempengaruhi jumlah air dalam tubuh, aktivitas
otot,dan fungsi penting lainnya. Pada diare hebat yang seringkali disertai muntah-muntah,
tubuh akan banyak kehilangan air dan garam, terutama natrium dan kalium. Hal ini akan
menyebabkan tubuh kekeringan (dehidrasi), kekurangan kalium (hipokaliemia) dan terkadang
asidosis (darah menjadi asam), yang seringkali berakhir dengan shock dan kematian.
Gejala-gejala awal dari dehidrasi adalah perasaan haus, bibir dan mulut kering, kulit
menjadi keriput (hilang kekenyalan), berkurangnya air seni dan menurunnya berat badan,
juga keadaan gelisah. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi
isotonic, dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat
dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, dan dehidrasi berat
(Depkes RI, 2011)
Pada penderita diare dapat mengalami gangguan sirkulasi berupa renjatan (shock)
hipovolemik, akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah
berat, dapat mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera diatasi
penderita diare akan meninggal (Depkes RI, 2011).
VI. LOGARITMA TERAPI DIARE
Gambar 1. Logaritma Terapi Diare Akut
- Rekomendasi untuk pengobatan diare akut :
1. Lakukan pemeriksaan fisik dan riwayat penyakit.
2. Apakah diarenya akut atau kronik?
3. Jika diarenya akut, periksa apakah ada demam atau gejala- gejala sistemik (misal
keracunan). Jika terjadi gejala sistemik (demam, anoreksia, kehilangan cairan tubuh),
periksa sumber infeksi. Jika positif diare disebabkan oleh infeksi, gunakan terapi
antibiotik atau antelmintik. Jika negatif, lakukan pengobatan gejala saja.
4. Jika tidak ditemukan gejala sistemik, lakukan terapi untuk mengatasi hilangnya cairan
tubuh, berikan cairan elektrolit oral/parenteral, agen antidiare.
Gambar 2. Logaritma Terapi Diare Kronik
Rekomendasi untuk mengatasi diare kronis. Lakukan langkah-langkah berikut:
1. Lakukan pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan.
2. Ada banyak kemungkinan penyebab diare kronik. Penyebab-penyebab ini bisa
diklasifikasikan menjadi: infeksi intestinal (bakteri atau protozoa), inflamasi (penyakit
Crohn atau ulserative colitis), malabsorpsi (intoleransi laktosa), tumor yang
mensekresi hormon (tumor karsinoid intestinal atau vasoactive intestinal peptide-
secreting tumors), obat (antasida), penyalahgunan laksatif, atau gangguan motilitas
(diabetes mellitus, sindrom iritasi usus atau sindrom hipertiroidisme).
3. Jika tidak yakin dengan diagnosanya, pilih studi diagnostik yang cocok.
4. Setelah diagnosa, rencanakan terapi untuk mengatasi penyebabnya.
5. Jika tidak ada sebab spesifik yang teridentifikasi, lakukan terapi untuk mengatasi
gejalanya.
VII. PERTANYAAN YANG HARUS DIAJUKAN KEPADA PASIEN
Daftar pertanyaan yang sebaiknya diajukan kepada pasien yaitu :
Umur
Perhatian khusus diperlukan bila pasien yang mengidap diare adalah pediatri
dan geriatri karena pada bayi (kurang dari 1 tahun) dan pasien geriatri tejadi
peningkatan resiko dehidrasi (Blenkinsopp et al., 2005).
Durasi
Sebagian besar kasus diare adalah akut dan tergantung pada masing-masing
penderita. Karena dehidrasi itu berbahaya, maka untuk bayi dengan durasi diare
lebih dari 1 hari disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter (Blenkinsopp et al.,
2005).
Keparahan (severity)
Derajat keparahan diare tergantung pada lingkungan dan frekuensi buang air
besar. Kedua aspek tersebut sangat penting karena dapat terjadi kesalahan terutama
pada diagnosis yang dilakukan sendiri. Pada pasien geriatri yang mengalami diare
akan mempengaruhi bentuk fesesnya. Pasien mengeluarkan feses yang cair satu
atau dua kali sehari (Blenkinsopp et al., 2005).
Gejala (keluhan)
Diare akut merupakan diare dengan onset cepat dan terjadi peningkatan
frekuensi pengeluaran feses yang cair. Gejala – gejala yang terjadi adalah kram
pada abdomen, flatulen (perut kembung), dan lemah atau malaise. Selain itu, dapat
disertai dengan mual, muntah, serta demam. Apoteker harus selalu menanyakan
gejala muntah dan demam untuk bayi; bila keduanya meningkat kemungkinan akan
terjadi dehidrasi yang berat. Pertanyaan penting lain yang perlu diajukan pada bayi
yang menderita diare adalah apakah bayi tetap dapat minum susu atau minuman
lain seperti keadaan normal. Penurunan asupan cairan dapat menyebabkan
dehidrasi.
Apoteker harus menanyakan kepada pasien tentang asupan makanan dan juga
anggota keluarga lain atau teman yang juga mengalami gejala yang sama karena
diare akut sering disebabkan oleh lingkungan. Oleh karena sering terjadinya wabah
gastroenteritis lokal, maka pasien sering kali meminta saran dan pengobatan dari
apoteker. Adanya darah atau mukus (lendir) pada feses menunjukkan indikasi
pasien untuk dirujuk ke dokter atau rumah sakit. Diare dengan muntah yang berat
atau demam tinggi juga memerlukan rujukan (Blenkinsopp et al., 2005)
Riwayat Penyakit
Riwayat diare atau perubahan kebiasaan buang air besar yang berkepanjangan
juga memerlukan rujukan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut (tes laboratorium)
dan apoteker harus dapat membedakan antara kondisi akut dan kronis. Diare kronis
(durasi lebih dari 3 minggu) dapat disebabkan kondisi usus seperti pada penyakit
Crohn, IBS (irritable bowel syndrome) atau kolitis ulseratif dan memerlukan
rujukan ke dokter atau rumah sakit (Blenkinsopp et al., 2005).
Riwayat Pengobatan
Apoteker sebaiknya mengetahui identitas dari obat-obatan yang pernah
diminum oleh pasien untuk mengobati gejala penyakit yang diderita. Dari gejala
yang dialami oleh pasien apoteker dapat mengetahui dengan tepat penyebab diare
yang dialami pasien (Blenkinsopp et al., 2005).
Rincian mengenai obat-obatan yang diminum oleh pasien (baik OTC maupun
yang diresepkan) juga perlu diketahui oleh apoteker, karena beberapa obat-obatan
dapat menginduksi diare.
Obat – obat yang dapat menginduksi diare yaitu :
Antibiotik : Eritromisin
Antihipertensi : guanethidine (efek samping sedikit tapi jarang diresepkan);
Metildopa; beta-blockers (jarang)
Digokin (level toksik)
Diuretik (furosemid)
Iron preparations (Sediaan besi)
Laksatif
Misoprostol
Non-steroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs)
Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs)
Pemberian OTC harus diperhatikan, biasanya terdapat beberapa obat yang
mengandung antasida dan sediaan besi yang dapat menginduksi terjadinya diare.
Penyalahgunaan laksatif juga dapat mengakibatkan terjadinya diare
(Blenkinsopp et al., 2005)
Catatan perjalanan ke luar negeri
Diare pada pasien yang baru saja bepergian ke luar negeri membutuhkan
rujukan karena mungkin terinfeksi ketika berada di negara tersebut (Blenkinsopp et
al., 2005).
VIII. TATALAKSANA TERAPI DIARE
Tujuan terapi diare adalah memanajemen diet, mencegah kehilangan air, elektrolit,
dan keseimbangan asam-basa, meredakan gejala, dan mengobati penyebab diare. Tenaga
kesehatan harus paham bahwa diare, seperti juga batuk, mungkin merupakan mekanisme
pertahanan tubuh dari substansi yang berbahaya atau patogen.
A. Terapi Non-Farmakologi
1 Cairan dan Elektrolit
Penggantian cairan bukan merupakan pengobatan dalam kasus diare melainkan
merupakan proses pengembalian cairan tubuh dengan menggunakan cairan rehidrasi
oral yang mengandung air, garam dan glukosa. Menurut WHO larutan rehidrasi oral
harus mengandung 75 mEq / L natrium, 75 mmol / L glukosa, 65 mEq / L klorida, 20
mEq / L kalium, dan 10 mEq / L sitrat, memiliki total, osmolaritas 245 mOsm / L.
Untuk kasus diare tanpa disertai dengan dehidrasi, pasien dapat mengkonsumsi teh, jus,
sup dan minuman olahragawan untuk dehidrasi sedangkan untuk diare yang parah perlu
menggunakan larutan parenteral seperti ringer laktat atau normal saline untuk
menggantikan kehilangan cairan yang besar (Mims and Curry, 2008).
2 Modifikasi Diet
Selama diare pasien baik dewasa maupun anak-anak harus mempertahankan asupan
nutrisinya. Makanan tidak hanya menyediakan nutrisi, tetapi juga membantu
menggantikan volume cairan yang hilang. Namun, makanan mungkin tidak cukup
untuk mengkompensasi kehilangan cairan selama diare. Beberapa makanan yang tidak
sesuai mungkin mengiritasi saluran pencernaan atau sebagai penyebab diare. Pasien
dengan diare kronis mungkin menemukan bahwa peningkatan bulk dalam diet dapat
membantu (misalnya beras, pisang, gandum utuh) (Mims and Curry, 2008)
B. Terapi Farmakologi
Tujuan dari terapi obat adalah untuk mengendalikan gejala, memungkinkan pasien
untuk melanjutkan rutinitas seperti biasa dan menghindari komplikasi.
1. Adsorben dan Agen Bulk
Attapulgit berfungsi dalam mengabsorbsi kelebihan cairan dalam feses dengan beberapa
efek yang merugikan. Kalsium polikarbopil adalah resin poliakril hidrofilik yang bekerja
sebagai adsorben yang mampu mengikat 60 kali berat air dan menyebabkan pembentukkan
gel yang meningkatkan pembentukkan feses. Baik attapulgit maupun polikarbopil diserap
secara sistemik. Kedua obat ini efektif dalam mengurangi cairan dalam feses tetapi juga dapat
mengadsorpsi nutrisi dan obat lainnya. Pemberian kedua obat ini harus dipisahkan dari
pemberian obat oral lainnya dengan mengatur waktu pemebrian sekitar 2 hingga 3 jam.
Psylium dan produk metilselulosa juga dapat digunakan untuk mengurangi cairan di feses dan
meredakan diare kronis (Mims and Curry, 2008)
a. Attapulgit
Katagori farmakologi : antidiare
Penggunaan klinis : diare
Mekanisme : Attapulgit menyerap air, racun dan bakteri, mengurangi
kehilangan cairan akibat diare dan memadatkan tinja
(Williams and Wilkins. 2005).
ADR : konstipasi, perut terasa penuh, kembung (Williams and
Wilkins. 2005).
Interaksi obat : dapat menurunkan absorpsi dari promazin (Baxter,…)
Dosis : untuk dewasa 1200-1500 mg setelah buang air besar,
maksimum penggunaan 9000 mg selama 24 jam. Anak-anak
umur 6-12 tahun 750 mg setelah buang air besar, maksumum
penggunaan 4500 mg selama 24 jam (Mims and Curry,
2008)
Contoh sediaan : ®Attab (Sandoz Indonesia), ®Biodiar (Novartis Indonesia),
®Corosorb (Coronet Crown), ®Diavarat (Varia Sekata
Pharm. Lab), ®Dutaree (Simex Pharmaceutical),
®Enterodiar (Emba Megafarma), New ®Diatab (Medifarma
Laboratories)
(BPOM RI, 2008)
b. Polikarbopil
Katagori farmakologi : antidiare
Penggunaan klinis : diare
Peringatan : Kalsium polikarbopil melepaskan ion kalsium dalam saluran
pencernaan dan harus dihindari oleh pasien yang harus
membatasi asupan kalsium.
Interaksi obat : kalsium polikarbopil dapat mengurangi penyerapan
tetrasiklin, ciprofloksasin, mikofenolat (Sweetman, 2009;
Baxter,2008).
Dosis : Dewasa 1000 mg 4 kali sehari tidak lebih dari 12 tablet
perhari. Anak-anak usia 6-12 tahun 500 mg 3 kali sehari.
Anak usia 3-6 500 mg 2 kali sehari (Mims and Curry, 2008 )
Mekanisme kerja : mengabsorbsi air dalam saluran pencernaan (Williams and
Wilkins. 2005).
Contoh sediaan : Fiber Lax (Watson Rugby) dari luar negeri gak dapat dr
INDO--------------(aku gak nemu en T.T)
c. Kaolin-Pektin
Katagori farmakologi : antidiare
Penggunaan klinis : agen absorben pada diare, terapi tambahan untuk rehidrasi
dalam pengelolaan diare.
Interaksi obat : kaolin-pektin menyebabkan sedikit penurunan penyerapan
aspirin, klorokuin, quinidin, lincomisin, tetrasiklin,
menurunnya bioavailabilitas procainamid, menurunnya
tingkat plasma dari digoksin (Baxter, 2008).
Mekanisme kerja : kaolin dapat membentuk kompleks larut dengan beberapa
obat dalam saluran pencernaan dan mengurangi penyerapan
mereka (Sweetman, 2009).
Contoh sediaan : ®Diaend (Mugi Laboratories), ®Dianos (Fimedeo),
®Diarevar (Varia Sekata Pharm), ®Neo ®Diaform (Corsa),
®Neo Kaolama (Sanbe), ®Neo Kaomial (Molex Ayus),
®Novadiar (Novapharin), ®Prapeare (Prala), ®Qipec
(Pratapa Nirmala)
(BPOM RI, 2008)
2. Agen Antisekresi
Yang termasuk ke dalam agen antisekresi adalah bismuth subsalisilat yang memiliki efek
antisekresi dan antimikroba serta digunakan dalam pengobatan diare akut. Meskipun bismuth
subsalisilat sebagian besar tidak diserap melalui saluran pencernaan namun bagian salisilat
diserap dalam perut dan usus kecil. Untuk alasan ini, bismuth subsalisilat tidak boleh
diberikan kepada pasien yang alergi terhadap salisilat termasuk aspirin. Pasien yang
mengkonsumsi subsalisilat harus diberitahu bahwa feses mereka akan berubah menjadi
hitam. Selain bismuth subsalisilat, antiseksri lain yaitu octreotide telah digunakan untuk diare
sekretorik parah yang terkait dengan kemoterapi kanker, HIV, diabetes, reseksi lambung, dan
tumor gastrointestinal yang diberikan secara subkutan atau intravena (Mims and Curry, 2008)
a. Bismut Subsalisilat
Katagori farmakologi : antidiare
Penggunaan klinis : untuk pengobatan gejala ringan diare nonspesifik, kontrol
diare perjalanan.
Kontraindikasi : hipersensitif terhadap bismut atau komponen lain dalam
sediaan. Jangan gunakan subsalisilat pada pasien influenza
karena risiko gejala Reye’s. Sensitif terhadap salisilat atau
komponen lain dalam formulasi, risiko perdarahan GI,
kehamilan (trimester ketiga).
Peringatan : hati-hati penggunaan subsalisilat jika pasien diberi aspirin,
hati-hati pada anak-anak terutama <3 tahun, dapat
menyebabkan neurotoksik dengan dosis yang sangat besar.
ADR : CNS : gelisah, bingung, sakit kepala, depresi mental;
GI : diskolorisasi lidah, feses berwana keabu-abuan hingga
hitam, dampak dapat terjadi pada pasien yang lemah dan
bayi; Neuromuskular & skeletal : spasme otot, kelemahan.
Interaksi obat : toksisitas dari aspirin, warfarin, dan/atau hipoglikemia dapat
ditingkatkan dengan bismuth. Efek dari tetrasiklin dan
uricosurik dapat diturunkan jika digunakan bersama dengan
bismuth
Mekanisme kerja : bismut subsalisilat dapat menunjukkan aktivitas antisekretori
dan antimikroba. Obat ini dapat memberikan efek anti
inflamasi yang baik. Bagian salisilat dapat memberikan efek
antisekretori dan bismut menunjukkan efek antimikroba
langsung terhadap bakteri dan virus patogen.
Farmakodinamika/kinetika :
Absorbsi : Bismut <1%%, Subsalisilat >90%.
Metabolisme : bismuth subsalisilat dibuah menjadi asam salisilat dan garam bismuth
tidak larut dalam saluran GI.
Eksresi : bismuth: urin dan feses; salisilat: urin
Dosis oral
Pengobatan diare nonspesifik, kontrol terhadap diare perjalanan : subsalisilat (dosis
262 mg/15 mL liquid atau 262 mg tablet).
Anak : .hingga 8 mg/24 jam
3-6 tahun: 1/3 tablet atau 5 mL setiap 30 menit hingga 1 jam sesuai kebutuhan.
6-9 tahun: 2/3 tablet atau 10 mL setiap 30 menit hingga 1 jam sesuai kebutuhan.
9-12 tahun: 1 tablet atau 15 mL setiap 30 menit hingga 1 jam sesuai kebutuhan.
Anak >12 tahun dan dewasa : 2 tablet atau 30 mL setiap 30 menit hingga 1 jam
sesuai kebutuhan hingga 8 mg/24 jam.
(Lacy et al, 2006)
Contoh sediaan : Neo Adiar® (Erela), New Sybarin® (Kaliroto), Diaryn®
(Konimex), Scantoma ® (Tempo Scan Pacific), Stobiol ® (Pharos). (Anonim, 2011)
b. Octreotide
Katagori farmakologi : antidiare
Penggunaan klinis : mengontrol pasien dengan karsinoid metastasis dan vasoaktif
intestinal peptide-secreting tumor, akromegali.
Kontraindikasi : hipersensitif terhadap octreotide atau komponen lain dalam
sediaan.
Peringatan : dapat mengganggu fungsi kandung empedu, monitor pasien
dengan kolelitiasis. Hati-hati penggunaan pada pasien
dengan gagal ginjal. Analog somastatin dapat memberi efek
pada regulasi glukosa, pada diabetes tipe I dapat
menyebabkan hipoglikemi berat, pada diabetes tipe II atau
pasien tanpa diabetes dapat menyebabkan hiperglikemi.
ADR : CNS : kelelahan, lesu, pusing, sakit kepala, demam.
GI : konstipasi, mual, muntah.
Neuromuskular & skeletal : sakit punggung.
Interaksi obat : octreotide dapat menurunkan konsentrasi serum
cyclosporine.
Mekanisme kerja : dengan menyerupai somasostatin dapat menghambat
pelepasan serotonin dan sekresi dari gastrin, insulin,
glukagon, sekretin, motilin, dan polipeptida pankreas.
Menurunkan hormon pertumbuhan dan IGF-1 pada
akromegali.
Farmakodinamika/kinetika :
Durasi : 6-12 jam
Absorbsi : cepat
Distribusi (Vd) : 14L (13-30 pada akromegali).
Ikatan protein : 65%
Metabolisme : secara luas di hati
Bioavailabilitas : 100%
T1/2 eliminasi : 1,7-1,9 jam hingga 3,7 jam denan sirosis.
Waktu kadar puncak : 0,4 jam (0,7 akromegali)
Eksresi : urin (32%)
Dosis oral
Bayi dan Anak : .
Diare sekretori I.V : dosis dimulai dari 1-10 mug/kg setiap 12 jam telah digunakan
pada anak-anak dimulai dari dosis terendah dan ditingkatkan dengan 0,3
mcg/kg/dose pada 3 interval.
Dewasa : I.V. dosis awal 50-100mcg setiap 8 jam, meningkat menjadi 100
mcg/dosis setiap interval 48 jam, dosis maksimum 500 mcg tiap 8 jam
(Lacy et al, 2006)
3. Probiotik
Probiotik merupakan suplemen diet yang mengandung bakteri yang dapat meningkatkan
kesehatan dengan meningkatkan mikroflora normal saluran pencernaan saat melawan koloni
patogen. Probiotik dapat merangsang respon kekebalan tubuh dan menekan respon inflamasi.
Contoh makanan yang mengandung probiotik adalah yogurt yang dapat meredakan diare
akibat intoleransi laktosa. Hal ini disebabkan bakteri yang digunakan dalam pembuatan
yogurt memprodusi lactase yang digunakan untuk memecah laktosa sebelum mencapai usus
besar. Lactobacillus acidophilus pada yogurt, keju, dan susu acidophilus meningkatkan
pemecahan laktosa sehingga dapat mencegah atau meringankan diare berhubungan dengan
kekurangan laktosa dan asupan susu.
IX. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
a. Sarankan untuk tidak mengkonsumsi makanan yang keras selama 24 jam
(Blenkinsopp et al., 2005).
b. Pasien harus menghindari susu sapi karena selama diare, enzim pada usus yang
memetabolisme usus tidak aktif. Intoleran laktosa yang sementara mungkin dapat
terjadi yang dapat memperburuk glukosa. Konsumsi susu sapi diganti dengan susu
kedelai (Blenkinsopp et al., 2005).
c. Keparahan dan durasi diare tidak dipengaruhi oleh adanya susu. Maka pemberian susu
(susu kedelai) harus dilanjutkan pada bayi. Selain itu, beberapa dokter menyarankan
penghentian susu terutama susu formula pada infeksi fase akut (Blenkinsopp et al.,
2005).
KASUS :
Seorang ibu datang tergopoh-gopoh ke apotek dan mengeluhkan anaknya B yang berumur 10
tahun menderita diare sejak kemarin. Ibu itu menjelaskan bahwa anaknya mengeluarkan tinja
cair, tidak ada darah pada tinjanya. Sebelumnya anaknya jajan di sekitar sekolahnya berupa
sosis goreng di warung pinggir jalan. Anaknya mengalami demam sedang, lemas, mudah
haus, dan kulit kering. Bagaimana cara mengatasi diare si B?
Penyelesaian :
Data pasien :
Nama : B
Keluhan : Diare disertai demam dan lemas
Umur : 10 tahun
Point of view Apoteker :
Pasien B mengalami diare akut disertai demam yang dapat dilihat berdasarkan gejala klinis
(diare terjadi <14 hari, tinja cair, tidak ada darah pada tinja) yang ditunjukkan pasien.
Swamedikasi :
1. Berdasarkan keterangan ibu pasien bahwa pasien mengalami lemas, mudah haus, dan kulit
kering, hal ini menunjukkan pasien telah mengalami dehidrasi, karena diare baru terjadi
kemarin dehidrasi yang terjadi masih tergolong ringan sehingga saran yang diberikan
apoteker yaitu memberikan terapi untuk mengganti cairan tubuh yang hilang (rehidrasi)
agar cairan tubuh kembali pada komposisi normal. Terapi yang dapat diberikan adalah
dengan pemberian oralit. Memberitahukan cara minum oralit. Karena pasien B aalah anak-
anak usia 10 tahun, maka informasi yang dapat diberikan pada Ibu pasien adalah
Larutkan 1 bungkus oralit dalam 1 liter air matang untuk persediaan 24 jam
Berikan 6 gelas oralit untuk 2 jam pertama, selanjutnya 2 gelas setiap kali buang air
besar. Berikan sedikit demi sedikit tapi sering dari gelas.
Jika dalam 24 jam masih tersisa sediaan oralit yang ada, maka sisa tersebut tidak dapat
digunakan lagi untuk keseesokan harinya.
Dipantau kondisi anak setelah 3 jam pemberian oralit, apabila ada bengkak pada
kelopak mata, pemberian oralit dihentikan sementara dan diberikan air putih. Terapi
oralit dilanjutkan apabila bengkak pada kelopak mata menghilang
(Depkes RI, 2011)
2. Memberikan saran pada pasien B untuk menjaga kebersihan dengan mencuci tangan
dengan sabun sebelum makan dan setelah buang air besar, dan tidak mengonsumsi
makanan yang tidak terjamin kebersihannya.
3. Menginformasikan kepada Ibu pasien untuk tetap memberikan makanan yang
mengandung nutrisi seperti makanan kaya akan kalium (sari buah segar, pisang, air kelapa
hijau), susu, dan Campur makanan pokok tersebut dengan kacang-kacangan dan sayur-
sayuran, serta ditambahkan tahu, tempe, daging, atau ikan (Depkes RI, 2011)
4. Untuk mengatasi demam pasien B, disarankan agar pasien B lebih banyak istirahat.
DAFTAR PUSTAKA
Williams,L., and Wilkins. 2005. Pharmacotherapeutics for Advanced Practice : A Practical
Approach. Second Editions.USA : LCCPD).
Baxter, K. 2008. Stockley’s Drug Interactions A source book of interactions, their
mechanisms, clinical importance and management. London: Pharmaceutical
Press.
Depkes RI. 2011. Buku Saku Petugas Kesehatan : Lintas Diare. Jakarta : Depatemen
Kesehatan RI.
Sweetman, S.C. 2009. Martindale The Complete Drug Reference. Thirty-sixth edition.
London: Pharmaceutical Press.
Lacy,C.F., L.L. Armstrong, M.P. Goldman and L.L.Lance. 2006. Drug Information
Handbook AComprehensive Resource for All Clinicians and Healthcare Professionals
14 Edition. United State : Lexi-Comp.
Spruill, W. J. and Wade, W. E. 2005. Diarrhea, Constipation, and Irritable Bowel
Syndrome. In : DiPiro, J.T., Talbert, R. I., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B. G. and
Posey, I. M. editors. Pharmacotherapy a Pathophysiologic Approach. Sixth Edition. New
York: McGraw-Hill
.