66
HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN FREKUENSI KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI KELURAHAN PISANGAN BULAN AGUSTUS 2010 Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN OLEH : Hilyah Mursilah NIM: 107103000451 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/ 2010 M

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN FREKUENSI KEJADIAN DIARE … · Antara keadaan gizi buruk dan penyakit diare terdapat hubungan yang sangat erat, sungguh sulit untuk mengatakan apakah

  • Upload
    others

  • View
    22

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN FREKUENSI

    KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI KELURAHAN

    PISANGAN BULAN AGUSTUS 2010

    Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

    memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

    OLEH :

    Hilyah Mursilah

    NIM: 107103000451

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

    SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    1431 H/ 2010 M

  • ii

    LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

    Dengan ini saya menyatakan bahwa:

    1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk

    memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif

    Hidayatullah Jakarta.

    2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

    sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau

    merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

    sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    Jakarta, 7 Oktober 2010

    Hilyah Mursilah

  • iii

    LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

    HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN FREKUENSI KEJADIAN DIARE

    PADA BALITA DI KELURAHAN PISANGAN BULAN AGUSTUS 2010

    Laporan Penelitian

    Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan

    Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

    Kedokteran (SKed)

    Oleh :

    Hilyah Mursilah

    NIM: 107103000451

    Pembimbing

    Dr. Riva Auda, SpA, MKes

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

    SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    1431 H/ 2010 M

  • iv

    PENGESAHAN PANITIA UJIAN

    Laporan Penelitian berjudul HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN

    FREKUENSI KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI KELURAHAN

    PISANGAN BULAN AGUSTUS 2010 yang diajukan oleh Hilyah Mursilah

    (NIM: 107103000451), telah diujikan dalam sidang di Fakultas Kedokteran dan

    Ilmu Kesehatan pada 7 Oktober 2010. Laporan penelitian ini telah diterima

    sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (SKed) pada

    Program Studi Pendidikan Dokter.

    Jakarta, 7 Oktober 2010

    DEWAN PENGUJI

    Ketua Sidang dan Pembimbing Penguji

    PIMPINAN FAKULTAS

    Dekan FKIK UIN Kaprodi PSPD FKIK UIN

    Prof. DR. (hc). Dr. MK. Tadjudin, SpAnd DR. Dr. Syarief Hasan Lutfie, SpRM

    Dr. Riva Auda, SpA, MKes Dr. Yanti Susianti, SpA

  • v

    KATA PENGANTAR

    Assalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh…

    Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

    segala nikmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian ini

    tepat pada waktunya. Saya menyadari tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai

    pihak, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan penelitian ini. Oleh karena

    itu, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada:

    1) Bapak Prof. DR. (hc). Dr. M.K. Tadjudin, SpAnd selaku Dekan Fakultas

    Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Syarif Hidayatullah.

    2) Bapak Drs. H. Achmad Ghalib, MA selaku Pudek bidang administrasi umum

    FKIK UIN Syarif Hidayatullah.

    3) Ibu Dra. Farida Hamid, MPd sebagai Pudek bidang kemahasiswaan FKIK

    UIN Syarif Hidayatullah.

    4) Bapak DR. Dr. Syarief Hasan Lutfie, SpRM sebagai Kaprodi Program Studi

    Pendidikan Dokter (PSPD).

    5) Ibu Dr. Riva Auda, SpA, MKes selaku dosen pembimbing yang telah banyak

    menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dan mengarahkan

    saya dalam menyelesaikan riset ini.

    6) Ibu drg. Laifa Annisa Hendarmin, PhD selaku penanggung jawab riset PSPD

    2007.

    7) Bapak dan ibu dosen beserta seluruh staff akademik, yang telah begitu banyak

    membantu, membimbing dan memberikan kesempatan untuk menimba ilmu

    selama saya menjalani masa pendidikan di PSPD FKIK UIN Syarif

    Hidayatullah.

    8) Puskesmas Ciputat Timur beserta staff dan kader-kader Posyandu yang telah

    membantu kami dalam pengambilan sampel penelitian.

    9) Ayahanda H. Ghozali, Lc. dan dan Ibunda Hj. Rohayati, SPd yang telah

    mencurahkan segala kasih sayang, pengorbanan, do’a serta harapannya yang

    begitu besar untuk saya.

  • vi

    10) Adik-adik tersayang Fadli dan Silfia yang selalu memberikan kebahagiaan

    dalam canda dan tawa saat bersama, serta dukungannya begitu besar kepada

    saya dalam menyelesaikan penelitian ini.

    11) Nur Ardiansyah yang telah memberikan segala dukungan dan do’anya serta

    menyediakan waktunya untuk membantu saya dalam menyelesaikan penelitian

    ini.

    12) Teman-teman kelompok riset: Karina, Lydia, Emilia, Yurilla dan Nurhidayati

    yang telah berjuang bersama dalam suka dan duka dalam menyelesaikan riset

    ini.

    13) Seluruh teman sejawat PSPD 2007 dan semua teman-teman yang telah

    membantu.

    Semoga amal baik dari semua pihak, mendapatkan imbalan yang berlipat

    ganda dari Allah SWT. Akhirnya disadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih

    jauh dari sempurna, diharapkan adanya penelitian yang sejenis untuk

    mendapatkan hasil yang lebih baik dan semoga hasil penelitian ini dapat

    bermanfaat bagi pembaca.

    Wassalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.

    Jakarta, 7 Oktober 2010

    Penulis

  • vii

    ABSTRAK

    Nama :

    Program Studi :

    Judul :

    Hilyah Mursilah

    Pendidikan Dokter

    Hubungan Status Gizi Dengan Frekuensi Kejadian

    Diare Pada Balita Di Kelurahan Pisangan Tahun

    2010

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan status gizi dengan

    frekuensi kejadian diare pada balita di kelurahan Pisangan tahun 2010. Penelitian ini dilakukan terhadap 96 balita dengan responden ibu-ibu yang memiliki balita

    dengan menggunakan desain deskriptif potong lintang, kemudian dilakukan

    analisis univariat dan bivariat. Hasil penelitian didapatkan bahwa balita yang

    bergizi buruk yang sering mengalami diare dalam 1 tahun terakhir sebanyak 2 dari

    4 balita dan balita yang bergizi baik yang sering menderita diare 8 dari 79 balita

    (10,1%). Penelitian ini menggunakan uji chi square. Tidak terdapat hubungan

    yang bermakna antara keadaan status gizi dengan frekuensi kejadian diare pada

    balita dengan p-value 0,191 (p> 0,05).

    Kata kunci:

    Diare, balita, status gizi

    ABSTRACT

    Name :

    Study Program :

    Title :

    Hilyah Mursilah

    Medical Education

    Nutritional Status Relationship With Frequency of

    Occurrence Diarrhea In Toddlers At Kelurahan

    Pisangan Year 2010

    This research aims to find the relationship between nutritional status with the

    occurrence of diarrhea in children under five years old at kelurahan Pisangan in

    August 2010. This research was conducted on 96 toddlers with mothers as

    respondents who have children under 5 years old and using cross-sectional

    descriptive design. And then performed univariate and bivariate analysis.

    Research results showed that bad-nourishe toddler who often had diarrhea within

    1 year is 2 of 4 toddlers. While a well-nourished toddler who often suffer from

    diarrhea is 8 of 79 toddlers (10.1%). There was no significant correlation

    between the nutritional status and occurrence of diarrhea in infant with p value is

    0.191 (p>0.05).

    Key words:

    Diarrhea, toddler, nutritional status

  • viii

    DAFTAR ISI

    Halaman

    LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... ii

    LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... iii

    LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ iv

    KATA PENGANTAR .................................................................................... v

    ABSTRAK/ABSTRACT ................................................................................ vii

    DAFTAR ISI ................................................................................................... viii

    DAFTAR TABEL ........................................................................................... x

    DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xi

    DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii

    BAB 1 : PENDAHULUAN ............................................................................ 1

    1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1 1.2. Rumusan Masalah ........................................................................... 3 1.3. Hipotesis ………………………………………………………….. 3 1.4. Tujuan Penelitian ............................................................................. 3

    1.4.1. Tujuan Umum………………………………………………... 3

    1.4.2. Tujuan Khusus……………………………………………...... 3

    1.5. Manfaat Penelitian ........................................................................... 3 BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 5

    2.1. Landasan Teori ………………….................................................... 5

    2.1.1. Diare ………………………………………………………….. 5

    2.1.1.1. Definisi Diare……………………………………………... 5

    2.1.1.2. Klasifikasi Diare ………………………………………….. 6

    2.1.1.3. Etiologi dan Patogenesis …………………………………. 6

    2.1.1.4. Komplikasi Akibat Diare ………………………………… 8

    2.1.1.5. Penatalaksanaan Diare …………………………………… 11

    2.1.1.6. Faktor Resiko terjadinya Diare …………………………... 15

    2.1.2. Status Gizi ……………………………………………………. 16

    2.1.2.1. Pengertian Status Gizi ……………………………………. 16

    2.1.2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi .................. 17

    2.1.2.3. Penilaian Status Gizi ……………………………………... 23

    2.1.2.4. Indikator Status Gizi ……………………………………… 25

    2.1.2.5. Indeks Antropometri ……………………………………... 27

    2.1.2.6. Klasifikasi Status Gizi ……………………………………. 28

    2.1.3. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Diare ……………….. 30

    2.2. Kerangka Konsep ………………………………………………. 31

    2.3. Definisi Operasional ……………………………………………. 31

    BAB 3 : METODE PENELITIAN ................................................................ 32

    3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian ...................................................... 32

    3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................... 32

    3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ...................................................... 32

    3.4. Kriteria Penelitian ........................................................................... 34

    3.4.1. Kriteria Inklusi ……………………………………………….. 34

    3.4.2. Kriteria Eksklusi ……………………………………………… 34

  • ix

    3.5. Variabel Penelitian .......................................................................... 34

    3.6. Metode Pengumpulan Data ............................................................. 35

    3.7. Instrumen Penelitian ........................................................................ 35

    3.8. Prosedur Penelitian ……………………………………………….. 36

    3.9. Pengolahan Data dan Analisis Data ……………………………… 36

    BAB 4 : HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 38

    4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ……………………………………… 38

    4.1.1. Keadaan Geografi ...................................................................... 38

    4.1.2. Data Demografi ………………………………………………. 38

    4.2. Deskripsi Sampel Penelitian ……………………………………… 38

    4.3. Deskripsi Variabel Penelitian …………………………………...... 40

    4.3.1. Deskripsi Status Gizi Balita ………………………………...... 40

    4.3.2. Deskripsi Kejadian Diare pada Balita ………………………... 41

    4.3.3. Hubungan Status Gizi dengan Frekuensi Kejadian Diare ……. 41

    4.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penelitian …………………... 43

    BAB 5 : KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 44

    5.1. Kesimpulan ..................................................................................... 44

    5.2. Saran ............................................................................................... 45

    DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 46

    LAMPIRAN .................................................................................................... 50

  • x

    DAFTAR TABEL

    Halaman

    Tabel 2.1. Klasifikasi Keparahan Dehidrasi pada Anak-Anak 9

    Tabel 2.2. Jumlah Oralit untuk Terapi pada Anak 13

    Tabel 2.3. Klasifikasi Status Gizi Menurut WHO-NCHS 29

    Tabel 2.4. Definisi Operasional 31

    Tabel 4.1. Deskripsi Umur Sampel Penelitian 39

    Tabel 4.2. Deskripsi Jenis Kelamin Sampel Penelitian 39

    Tabel 4.3. Deskripsi Status Gizi Balita 40

    Tabel 4.4. Deskripsi Kejadian Diare pada Balita 41

    Tabel 4.5. Tabulasi Silang Status Gizi dengan Frekuensi Kejadian Diare 42

  • xi

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    Gambar 2.1. Kerangka konsep .......................................................................... 31

  • xii

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 informed consent

    Lampiran 2 kuesioner

    Lampiran 3 output SPSS

  • xiii

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang Penelitian

    Diare hingga kini masih merupakan penyebab utama kesakitan dan

    kematian pada bayi dan anak-anak. Saat ini morbiditas (angka kesakitan) diare di

    Indonesia mencapai 195 per 1000 penduduk dan angka ini merupakan yang

    tertinggi di antara negara-negara di Asia Tenggara. Diare juga masih merupakan

    masalah kesehatan yang penting di Indonesia. Walaupun angka mortalitasnya

    telah menurun tajam, tetapi angka morbiditas masih cukup tinggi. Angka kejadian

    diare Indonesia menurut survei morbiditas yang dilakukan Departemen Kesehatan

    tahun 2003 berkisar antara 200-374 per 1000 penduduk. Setiap balita rata-rata

    menderita diare satu sampai dua kali dalam satu tahun. Menurut hasil Survei

    Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 angka kematian akibat diare 23 per

    100 ribu penduduk dan pada balita 75 per 100 ribu balita. (Widaya IW, 2007)

    Diare didefinisikan sebagai bertambahnya defekasi (buang air besar) lebih

    dari biasanya/lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan perubahan konsisten tinja

    (menjadi cair) dengan atau tanpa darah. Dan biasanya merupakan sebuah gejala

    dari infeksi saluran pencernaan yang dapat disebabkan oleh berbagai bakteri,

    virus, maupun parasit. (WHO, 2009)

    Kejadian diare sangat erat hubungannya dengan status gizi seseorang.

    Dalam keadaan gizi yang baik, tubuh mempunyai cukup kemampuan untuk

    mempertahankan diri terhadap penyakit infeksi. Jika keadaan gizi menjadi buruk

    maka reaksi kekebalan tubuh akan menurun yang berarti kemampuan tubuh

    mempertahankan diri terhadap serangan infeksi menjadi turun. Oleh karena itu,

    setiap bentuk gangguan gizi sekalipun dengan gejala defisiensi yang ringan

    merupakan pertanda awal dari terganggunya kekebalan tubuh terhadap penyakit

    infeksi. (Supariasa IDN dkk, 2002)

    Penderita gizi buruk akan mengalami penurunan produksi antibodi serta

    terjadinya atrofi pada dinding usus yang menyebabkan berkurangnya sekresi

    berbagai enzim sehingga memudahkan masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh

    terutama penyakit diare. (Sjahmiem M, 2003)

    1

  • xiv

    Penelitian yang dilakukan di berbagai negara menunjukkan bahwa

    kematian bayi akan menjadi lebih tinggi jika jumlah anak penderita gizi buruk

    meningkat. Demikian juga halnya dengan infeksi protozoa, pada anak-anak yang

    tingkat gizinya buruk akan jauh lebih parah dibandingkan dengan anak yang

    gizinya baik. (Sjahmiem M, 2003)

    Gizi buruk mengakibatkan terjadinya gangguan terhadap produksi sistem

    imun di dalam tubuh. Penurunan produksi sistem imun tertentu akan

    mengakibatkan mudahnya bibit penyakit masuk ke dalam dinding usus. Dinding

    usus dapat mengalami gangguan produksi berbagai enzim untuk pencernaan

    makanan sehingga makanan tidak dapat tercerna dengan baik dan ini berarti

    penyerapan zat gizi akan mengalami gangguan. (Sjahmiem M, 2003)

    Antara keadaan gizi buruk dan penyakit diare terdapat hubungan yang

    sangat erat, sungguh sulit untuk mengatakan apakah terjadi gizi buruk akibat

    adanya diare ataukah kejadian diare adalah disebabkan keadaan gizi buruk. Diare

    merupakan suatu gejala penyakit yang dapat terjadi karena berbagai sebab, seperti

    salah makan, makanan yang basi atau busuk seperti sering terjadi pada pemberian

    susu botol yang telah basi, disamping akibat infeksi. Memburuknya tingkat gizi

    pada penderita diare seperti telah diuraikan pada bagian yang lain, selain

    disebabkan hilangnya cairan tubuh, juga karena menurunnya nafsu makan, serta

    kebiasaan menghentikan pemberian makanan selama diare. Mengingat tingginya

    angka kematian dan kesakitan diare yang disebabkan oleh keadaan gizi buruk,

    maka penanganan penderita harus dilakukan dengan cermat. Di samping

    pengembalian cairan yang hilang, pemberian makanan pun harus seksama

    sehingga memungkinkan tercapainya kembali berat badan anak. (Sjahmiem M,

    2003)

    Begitu luasnya masalah diare di lapisan masyarakat terutama yang pada

    balita. Dan berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk

    melakukan penelitian tentang hubungan status gizi dengan frekuensi kejadian

    diare pada balita di wilayah kerja posyandu kelurahan Pisangan kecamatan

    Ciputat Timur.

    2

  • xv

    1.2. Rumusan Masalah

    Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut maka dapat

    dirumuskan masalah sebagai berikut:

    Apakah terdapat hubungan antara status gizi dengan frekuensi kejadian

    diare pada balita di wilayah kerja posyandu kelurahan Pisangan kecamatan

    Ciputat Timur?

    1.3. Hipotesis

    Perumusan hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan antara

    status gizi dengan frekuensi kejadian diare pada balita di wilayah kerja posyandu

    kelurahan Pisangan kecamatan Ciputat Timur

    1.4. Tujuan Penelitian

    1.4.1. Tujuan Umum

    Mengetahui adanya hubungan antara status gizi dengan frekuensi

    kejadian diare pada balita di wilayah kerja posyandu kelurahan Pisangan

    kecamatan Ciputat Timur.

    1.4.2. Tujuan Khusus

    Mendeskripsikan keadaan status gizi balita usia 1-5 tahun di wilayah kerja

    posyandu kelurahan Pisangan kecamatan Ciputat Timur.

    Mendeskripsikan kejadian diare pada balita usia 1-5 tahun di wilayah kerja

    posyandu kelurahan Pisangan kecamatan Ciputat Timur.

    Menguji hubungan keadaan status gizi lebih, baik, kurang dan buruk terhadap

    kejadian diare pada balita usia 1-5 tahun di wilayah kerja posyandu

    kelurahan Pisangan kecamatan Ciputat Timur.

    1.5. Manfaat Penelitian

    Hasil penelitian ini menyediakan informasi bagi masyarakat tentang

    penyakit diare yang terjadi pada balita.

    3

  • xvi

    Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat khususnya ibu

    yang memiliki balita untuk dijadikan sebagai informasi terhadap dampak

    yang diakibatkan karena masalah gizi pada anak balita.

    Sebagai sumber pengetahuan bagi tenaga medis untuk meningkatkan

    penanganan pada penyakit diare.

    Hasil penelitian ini merupakan sumber data dasar bagi penelitian

    selanjutnya yang berkaitan dengan penyakit diare pada balita.

    4

  • xvii

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Landasan Teori

    2.1.1. Diare

    2.1.1.1. Definisi Diare

    Diare oleh sebagian orang atau masyarakat disebut muntaber (muntah-

    berak). Diare adalah buang air besar yang lebih sering dari biasanya (3 kali atau

    lebih dalam sehari) dan berbentuk encer, bahkan dapat berupa seperti air saja.

    (Depkes RI, 2000)

    Diare didefinisikan sebagai peningkatan jumlah feses yang dikeluarkan

    dalam sehari, yang disertai dengan peningkatan jumlah kandungan air dalam

    feses. (Behrman RE dkk, 2003)

    Diare adalah buang air besar yang terjadi pada bayi atau anak yang

    sebelumnya nampak sehat, dengan frekuensi 3 kali atau lebih per hari, disertai

    perubahan tinja menjadi cair, dengan atau tanpa lendir dan darah. (Markum, 2002)

    Diare merupakan suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan

    bentuk dan konsistensi tinja yang cair dan frekuensi buang air besar lebih dari

    biasanya (3 kali dalam sehari), namun tak selamanya mencret dikatakan diare.

    Misalnya pada bayi yang berusia kurang dari sebulan, yang bisa buang air hingga

    lima kali sehari dan fesesnya lunak. (Habsyah S, 2004)

    Lebih dari 90% diare disebabkan oleh infeksi yang sering disertai gejala

    muntah, demam dan nyeri perut. Dan 10% disebabkan oleh pengaruh obat-obatan,

    toksin yang tertelan, alergi, iskemia dan beberapa keadaan lain. (Nasronudin,

    2007)

    Di negara yang sedang berkembang penyebab kematian awal banyak

    diakibatkan oleh penyakit infeksi. Salah satu penyakit infeksi tersebut adalah

    diare. Penyebab diare umumnya sangat kompleks, berbeda dari satu daerah

    dengan daerah lainnya. Penyebab utamanya sering terjadi secara bersamaan dan

    saling mempengaruhi antara yang satu dengan yang lainnya. Berdasarkan adanya

    kenyataan ini, ditambah dengan praktek pemberian makanan bayi yang keliru,

    5

  • xviii

    maka data angka kesakitan dan kematian yang disebabkan oleh diare dapat

    dijadikan petunjuk secara tidak langsung mengenai keadaan malnutrisi di satu

    daerah. (Supariasa IDN dkk, 2002)

    2.1.1.2. Klasifikasi Diare

    Klasifikasi diare berdasarkan lama waktu diare terdiri dari diare akut, diare

    kronik dan diare persisten. Diare Akut adalah diare yang terjadi sewaktu-waktu,

    berlangsung kurang dari 14 hari, dengan pengeluaran tinja lunak atau cair yang

    dapat atau tanpa disertai lendir dan darah. Diare kronik adalah diare hilang-timbul,

    atau berlangsung lama dengan penyebab non-infeksi, seperti penyakit sensitif

    terhadap gluten atau gangguan metabolisme yang menurun. Lama diare kronik

    lebih dari 30 hari. Diare persisten adalah diare yang berlangsung 15-30 hari,

    merupakan kelanjutan dari diare akut atau peralihan antara diare akut dan kronik.

    (Asnil P dkk, 2003)

    2.1.1.3. Etiologi dan Patogenensis

    Diare akut disebabkan oleh banyak faktor antara lain infeksi, makanan,

    efek obat, imunodefisiensi dan keadaan-keadaan tertentu. (Mansyur A dkk,

    2000; Asnil P dkk, 2003)

    a. Infeksi

    Infeksi terdiri dari infeksi enteral dan parenteral. Infeksi enteral

    yaitu infeksi saluran pencernaan dan infeksi parenteral yaitu infeksi di

    bagian tubuh lain di luar alat pencernaan (Ngastiya, 2005).

    Mikroorganisme yang menjadi penyebabnya antara lain Aeromonas,

    Compylobacter, Clostridium difficile, Escherichia coli, Enterotoxigenic,

    Enteropathogenic, Shigella, Salmonella, Vibrio cholera, dan

    Enteroinvasive. (Pickering LK dkk, 2004)

    6

  • xix

    b. Makanan

    Diare dapat disebabkan oleh intoksikasi makanan, makanan pedas,

    makanan yang mengandung bakteri atau toksin. Alergi terhadap makanan

    tertentu seperti susu sapi, terjadi malabsorbsi karbohidrat, disakarida,

    lemak, protein, vitamin dan mineral. (Mansyur A dkk, 2000; Asnil P dkk,

    2003)

    c. Imunodefisiensi

    Defisiensi imun terutama sIgA (Secretory Immunoglobulin A) pada

    mukosa usus dapat mengakibatkan berlipat gandanya bakteri, flora usus

    dan jamur, terutama Candida. Defisiensi imun ini juga dapat terjadi pada

    anak dengan status gizi yang buruk. (Mansyur A dkk, 2000; Asnil P dkk,

    2003)

    d. Terapi obat

    Obat-obat yang dapat menyebabkan diare diantaranya antibiotik

    dan antasid. Antasid mengandung magnesium hidroksida yang dapat

    menyebabkan beban osmotik intraluminal yang berlebihan sehingga dapat

    menyebabkan diare. (Mansyur A dkk, 2000; Asnil P dkk, 2003)

    e. Keadaan tertentu

    Keadaan lain yang menyebabkan seseorang diare seperti gangguan

    psikis (ketakutan, gugup) dan gangguan saraf. Gangguan ini dapat

    menyebabkan gangguan motilitas usus yang bisa menyebabkan diare.

    (Mansyur A dkk, 2000; Asnil P dkk, 2003)

    7

  • xx

    Adapun mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah :

    1. Gangguan osmotik

    Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan

    menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi

    pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang

    berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul

    diare (Ngastia, 2005). Diare osmotik dapat disebabkan oleh 3 hal, yaitu

    malabsorpsi makanan, kekurangan kalori protein (KKP) dan bayi berat badan

    lahir rendah. (Asnil P dkk, 2003)

    2. Gangguan sekresi

    Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan

    terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam rongga usus dan

    selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus. (Ngastia,

    2005)

    3. Gangguan motilitas usus

    Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk

    menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus

    menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya timbul

    diare. (Ngastia, 2005)

    2.1.1.4. Komplikasi Akibat Diare

    Diare akan menyebabkan terjadinya :

    1. Kehilangan air (dehidrasi)

    Kehilangan cairan akibat diare dapat menyebabkan dehidrasi yang dapat

    bersifat ringan, sedang, atau berat (Suharyono, 2008). Dehidrasi terjadi karena

    kehilangan air lebih banyak daripada pemasukan air, yang merupakan

    8

  • xxi

    penyebab utama kematian pada diare. Berikut adalah klasifikasi keparahan

    dehidrasi pada anak-anak :

    Tabel 2.1. Klasifikasi keparahan dehidrasi pada anak-anak

    Klasifikasi Tanda atau gejala Tata laksana

    Dehidrasi berat Terdapat dua atau lebih dari

    tanda-tanda berikut:

    Letargis atau tidak sadar

    Mata cekung

    Tidak bisa minum atau malas minum

    Cubitan kulit perut kembalinya sangat

    lambat

    Jika tidak ada klasifikasi berat lainnya: beri cairan untuk dehidrasi

    berat (rencana terapi C)

    Jika anak juga mempunyai klasifikasi berat lainnya :

    - Rujuk segera dan selama dalam perjalanan ibu diminta terus

    memberi larutan oralit sedikit

    demi sedikit.

    - Anjurkan ibu agar tetap memberi ASI.

    Jika ada kolera di daerah tersebut, beri obat antibiotik untuk kolera.

    Dehidrasi

    ringan/sedang

    Terdapat dua atau lebih dari

    tanda-tanda berikut :

    Gelisah, rewel, atau mudah marah

    Mata cekung

    Haus, minum dengan lahap

    Cubitan kulit perut kembalinya lambat

    Beri cairan dan makanan sesuai rencana terapi B

    Jika anak juga mempunyai klasifikasi berat lainnya :

    - Rujuk segera ke rumah sakit dan selama dalam perjalanan ibu

    diminta terus memberi larutan

    oralit sedikit demi sedikit.

    - Anjurkan ibu agar tetap memberi ASI.

    Nasihati ibu kapan harus kembali segera.

    Kunjungan ulang setelah 5 hari bila tidak ada perbaikan.

    Tanpa dehidrasi Tidak cukup tanda-tanda Beri cairan dan makanan sesuai rencana terapi A.

    Nasihati ibu tentang kapan harus kembali segera.

    Kunjungan ulang setelah 5 hari bila tidak ada perbaikan.

    Sumber: WHO, 2005 ; Depkes, 2006

    9

  • xxii

    2. Gangguan keseimbangan asam-basa (asidosis metabolik)

    Asidosis metabolik, ini terjadi karena:

    a. Kehilangan Na-bikarbonat bersama tinja

    b. Adanya ketosis kelaparan. Metabolisme lemak tidak sempurna

    sehingga benda keton tertimbun dalam tubuh.

    c. Terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan.

    d. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat

    dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oligouri atau anuri).

    e. Pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler kedalam cairan

    intraseluler. (Asnil P dkk, 2003; Ngastia, 2005)

    Pernafasan Kussmaul

    Pernafasan Kussmaul ini merupakan homeostasis respiratorik,

    adalah usaha dari tubuh untuk mempertahankan pH darah. (Asnil P dkk,

    2003)

    3. Hipoglikemia

    Hipoglikemia terjadi pada 2-3% dari anak-anak yang menderita diare.

    Pada anak-anak dengan gizi cukup atau baik, hipoglikemia ini jarang terjadi

    (Asnil dkk, 2003). Hipoglikemia akan lebih sering terjadi pada anak yang

    sebelumnya telah menderita malnutrisi atau bayi dengan gagal bertambah

    berat badan (Suharyono, 2002). Hal ini terjadi karena

    penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati terganggu dan adanya gangguan

    absorpsi glukosa. (Asnil P dkk, 2003)

    Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun

    sampai 40 mg% dan 50 mg% pada anak-anak. Gejala-gejala hipoglikemia

    tersebut dapat berupa: lemas, apatis, peka rangsang, tremor, berkeringat,

    pucat, syok, kejang sampai koma. (Asnil P dkk, 2003)

    10

  • xxiii

    4. Gangguan gizi

    Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi dengan akibat

    terjadinya penurunan berat badan dalam waktu yang singkat. Hal ini

    disebabkan karena:

    a. Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare dan atau

    muntahnya bertambah hebat.

    b. Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengenceran dan

    susu yang encer ini diberikan terlalu lama.

    c. Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorpsi

    dengan baik karena adanya hiperplastik. (Asnil P dkk, 2003)

    5. Gangguan sirkulasi

    Sebagai akibat diare dengan/tanpa disertai muntah, dapat terjadi gangguan

    sirkulasi darah berupa renjatan (syok) hipovolemik. Akibatnya perfusi

    jaringan berkurang dan terjadi hipoksia. Asidosis akan bertambah berat dan

    bila tidak segera ditolong penderita dapat meninggal. (Asnil P dkk, 2003)

    2.1.1.5. Penatalaksanaan Diare

    Penatalaksanaan diare menurut WHO (2005) dan Depkes (2006) adalah

    sebagai berikut

    1. Upaya rehidrasi berdasarkan derajat dehidrasi

    Rencana terapi A

    1. Beri cairan tambahan (sebanyak anak mau)

    Jelaskan kepada ibu :

    - Pada bayi muda pemberian ASI merupakan cara pemberian cairan

    tambahan yang utama.

    - Beri ASI lebih sering dan lebih lama pada setiap kali pemberian.

    - Jika anak memperoleh ASI eksklusif, berikan oralit atau air matang

    sebagai tambahan.

    11

  • xxiv

    - Jika anak tidak memperoleh ASI eksklusif, berikan 1 atau lebih

    cairan berikut ini : oralit, larutan gula garam, cairan makanan (kuah

    sayur, air tajin) atau air matang.

    Anak harus diberi larutan oralit di rumah jika :

    - Anak telah diobati dengan rencana terapi B atau C dalam

    kunjungan ini.

    - Anak tidak dapat kembali ke klinik jika diarenya bertambah parah.

    Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit. Beri ibu 6 bungkus

    oralit (200 ml) untuk digunakan di rumah.

    Tunjukkan kepada ibu berapa banyak cairan termasuk oralit yang

    harus diberikan sebagai tambahan bagi kebutuhan cairannya sehari-

    hari:

    - Sampai umur 2 tahun; 50 sampai 100 ml setiap kali buang air besar

    - 2 tahun atau lebih; 100 sampai 200 ml setiap kali buang air besar

    Katakan kepada ibu :

    - Agar meminumkan sedikit-sedikit tapi sering dari cangkir atau

    gelas.

    - Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian lanjutkan lagi

    dengan lebih lambat.

    - Lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai diare.

    2. Berikan suplemen zink

    Jelaskan kepada ibu berapa banyak zink yang diberikan

    - Sampai usia 6 bulan ½ tablet (10 mg) per hari untuk 10-14 hari.

    - ≥ 6 bulan 1 tablet (20 mg) per hari untuk 10-14 hari.

    Tunjukkan kepada ibu bagaimana memberikan suplemen zink

    - Untuk bayi, tablet dapat dilrutkan dengan sedikit air matang, ASI,

    atau oralit.

    - Untuk anak, tablet dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air

    matang atau oralit.

    3. Lanjutkan pemberian makan atau ASI.

    4. Kapan harus kembali.

    12

  • xxv

    Rencana terapi B

    Berikan oralit di klinik sesuai yang dianjurkan selama periode 3 jam.

    1. Tentukan jumlah oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama.

    Tabel 2.2. Jumlah Oralit untuk terapi pada anak

    Umur * < 4 bulan 4 -12 bulan 12-24 bulan 2-5 tahun

    Berat badan < 6 kg 6 - < 10 kg 10 -

  • xxvi

    Jelaskan 4 aturan perawatan di rumah :

    - Berikan cairan tambahan

    - Berikan suplemen zink

    - Lanjutkan pemberian makan

    - Kapan harus kembali

    Rencana terapi C

    Ikuti tanda panah. Jika jawaban “Ya”, lanjutkan kekanan. Jika “tidak”,

    lanjutkan kebawah.

    Mulai di sini

    Dapatkah saudara

    segera

    memberikan cairan

    intravena

    Ya

    Apakah ada fasilitas

    pemberian cairan intravena

    yang terdekat (dalam 30

    menit)

    Tidak

    Ya Apakah saudara telah

    dilatih menggunakan

    pipa nasogastrik untuk

    rehidrasi

    Tidak

    Apakah anak masih bisa

    minum

    Rujuk segera untuk

    pengobatan IV/NGT

    Ya

    Beri cairan intravena secepatnya. Jika anak bisa minum, beri oralit melalui

    mulut sementara infus dipersiapkan. Beri 100 ml/kg cairan ringer laktat (jika

    tidak tersedia, gunakan NaCl) yang dibagi sebagai berikut:

    Umur Pemberian pertama

    30 ml/kg selama:

    Pemberian berikut

    70 ml/kg selama :

    Bayi

    (< 12 bulan)

    1 jam* 5 jam

    Anak

    (12 bulan – 5 tahun)

    30 menit* 2 ½ jam

    *ulangi sekali lagi jika denyut nadi sangat lemah atau tak teraba

    Periksa kembali anak setiap 1-2 jam. Jika status hidrasi belum membaik,

    beri tetesan intravena lebih cepat.

    Juga beri oralit (kira-kira 5 ml/kg/jam) segera setelah anak mau minum :

    biasanya sesudah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak)

    Periksa kembali bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3 jam. Klasifikasikan

    dehidrasi. Kemudian pilih rencana terapi yang sesuai (A, B, C ) untuk

    melanjutkan pengobatan.

    Rujuk segera untuk pengobatan intravena.

    Jika anak bisa minum, bekali ibu larutan oralit dan tunjukkan cara

    meminumkan pada anaknya sedikitt demi sedikit selama dalam perjalanan.

    Mulailah melakukan rehidrasi dengan oralit melalui pipa nasogastrik atau

    mulut : beri 20 ml/kg/jam selama 6 jam (total 120 ml/kg)

    Periksa kembali anak setiap 1-2 jam:

    Jika anak muntah terus menerus atau perut makin kembung, beri cairan

    lebih lambat. Jika setelah 3 jam keadaan hidrasi tidak membaik, rujuk

    anak untuk pengobatan intravena.

    Sesudah 6 jam, periksa kembali anak. Klasifikasikan dehidrasi. Kemudian

    tentukan rencana terapi yang se untuk melanjutkan suai (A,B,atau C)

    untuk melanjutkan pengobatan.

    Catatan:

    Jika mungkin, amati anak sekurang-kurangnya 6 jam setelah rehidrasi untuk

    meyakinkan bahwa ibu dapat mempertahankan hidrasi dengan pemberian

    larutan oralit peroral

    Sumber: WHO, 2005; Depkes RI, 2006

    Tidak

    14

  • xxvii

    2. Dukungan nutrisi

    3. Suplementasi zink

    Pemberian tablet zink harus diberikan selama 10-14 hari berturut-turut

    meskipun anak sudah sembuh.

    4. Antibiotik selektif

    Antibiotik tidak diberikan pada kasus diare cair akut kecuali dengan indikasi

    yaitu pada diare berdarah dan kolera.

    5. Edukasi orang tua

    Nasihat pada ibu atau pengasuh untuk kembali segera jika ada demam, tinja

    berdarah, muntah berulang, makan atau minum sedikit, sangat haus, diare

    maki sering atau belum membaik dalam 3 hari. (WHO, 2005; Depkes RI,

    2006)

    2.1.1.6. Faktor Resiko Terjadinya Diare

    Kejadian diare dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu gizi, sosial

    ekonomi, dan kesehatan lingkungan. (Asnil P dkk, 2003)

    a. Faktor gizi

    Interaksi diare dan gizi merupakan lingkaran setan, karena diare

    menyebabkan gizi kurang dan gizi kurang dapat memperberat diare.

    Pengobatan dengan makanan yang tepat dan cukup terhadap penderita

    diare merupakan komponen utama pengelolaan klinis diare dan juga

    pengelolaan di rumah. Defisiensi zat makanan dan cairan pada penderita

    diare harus segera diatasi. Terdapat banyak bukti nyata bahwa pemberian

    makanan yang tepat dan cukup dapat mempercepat proses penyembuhan

    selama dan sesudah menderita diare. (Asnil P dkk, 2003)

    b. Faktor sosial ekonomi

    Sosial ekonomi yang rendah dapat mempengaruhi tingkat

    partisipasi aktif dalam melaksanakan upaya pelayanan masyarakat,

    misalnya meningkatkan fasilitas kesehatan lingkungan, meningkatkan

    status gizi masyarakat yang merupakan faktor yang berhubungan dengan

    kejadian diare di masyarakat. Selain itu, berpenghasilan rendah pada

    15

  • xxviii

    umumnya mempunyai keadaan sanitasi yang buruk dan higienitas

    perorangannya juga buruk. (Arifin Z, 2001)

    c. Faktor kesehatan lingkungan

    Melalui faktor lingkungan, seseorang yang keadaan fisik atau daya

    tahannya terhadap penyakit kurang, akan mudah terserang penyakit.

    Penyakit-penyakit tersebut seperti diare, kolera, campak, demam berdarah

    dengue, difteri, pertusis, malaria, influenza, hepatitis, tifus dan lain-lain

    yang dapat ditelusuri determinan-determinan lingkungannya. (Asnil P dkk,

    2003)

    2.1.2. Status Gizi

    2.1.2.1. Pengertian Status Gizi

    Status gizi merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara makanan yang

    masuk ke dalam tubuh (nutrient input) dengan kebutuhan tubuh (nutrient output)

    akan zat gizi tersebut (Supariasa IDN dkk, 2002). Status gizi berarti keadaan

    kesehatan fisik seseorang atau sekelompok orang yang ditentukan dengan salah

    satu atau dua kombinasi dari ukuran–ukuran gizi tertentu. (Soekirman, 2000)

    Istilah-istilah yang berhubungan dengan status gizi yaitu :

    1) Gizi

    Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi

    secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan,

    metabolisme dan pengetahuan zat-zat yang tidak digunakan untuk

    mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ

    serta menghasilkan energi. (Supariasa IDN dkk, 2002)

    2) Keadaan gizi

    Keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi

    dan penggunaan zat-zat gizi tersebut atau keadaan fisiologik akibat dari

    tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh. (Supariasa IDN dkk, 2002)

    16

  • xxix

    3) Status gizi

    Ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau

    perwujudan dan nutriture dalam bentuk variabel tertentu. (Supariasa IDN dkk,

    2002)

    4) Malnutrisi

    Keadaan patologis akibat kekurangan atau kelebihan secara relatif maupun

    absolut satu atau lebih zat gizi. Ada empat bentuk malnutrisi :

    a. Undernutrition : kekurangan konsumsi pangan secara relatif maupun

    absolut untuk periode tertentu.

    b. Specific Defisiency : kekurangan zat gizi tertentu, misalnya kekurangan

    vitamin A, yodium, Fe, dan lain-lain.

    c. Overnutrition : kelebihan konsumsi pangan untuk periode tertentu.

    d. Imbalance : karena disproporsi zat gizi, misalnya kolesterol terjadi karena

    tidak seimbangnya LDL (Low Density Lipoprotein), HDL (High Density

    Lipoprotein) dan VLDL (Very Low Density Lipoprotein). (Supariasa IDN

    dkk, 2002)

    Dikatakan status gizi baik atau status gizi optimal terjadi apabila tubuh

    memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga

    memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan bekerja dan

    kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin. Status gizi kurang terjadi

    apabila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi essensial. Status

    gizi lebih terjadi apabila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah berlebihan,

    sehingga menimbulkan efek toksik atau membahayakan. Baik pada status gizi

    kurang maupun status gizi lebih terjadi gangguan gizi. Untuk mengetahui

    seseorang mengalami gangguan gizi dibutuhkan pengetahuan gizi yang baik.

    (Supariasa IDN dkk, 2002)

    2.1.2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi

    1. Pengetahuan Gizi

    Suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi

    didasarkan pada tiga kenyataan yaitu :

    1) Status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan.

    17

  • xxx

    2) Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya

    mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh

    yang optimal, pemeliharaan dan energi.

    3) Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat

    belajar menggunakan pangan dengan baik bagi kesejahteraan gizi.

    Kurangnya pengetahuan dan salah konsepsi tentang kebutuhan pangan

    dan nilai pangan merupakan masalah yang sudah umum. Salah satu sebab

    masalah kurang gizi yaitu kurangnya pengetahuan tentang gizi atau

    kemampuan untuk menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan sehari-

    hari. (Suhardjo, 2003)

    Tingkat pengetahuan gizi ibu sebagai pengelola rumah tangga akan

    berpengaruh pada macam bahan makanan yang dikonsumsi dalam keluarga.

    Dengan pengetahuan gizi diharapkan terjadi perubahan perilaku ke arah

    perbaikan konsumsi pangan dan status gizi. Perilaku konsumsi pangan adalah

    cara seseorang atau sekelompok orang dalam memilih dan menggunakan

    pangan. Perilaku konsumsi pangan berasal dari proses sosialisasi dalam sistem

    keluarga melalui proses pendidikan maupun sebagai dampak penyebaran

    informasi. (Yayuk FB dkk, 2005)

    Pengetahuan gizi ini sangat diperlukan untuk ibu terutama ibu yang

    mempunyai anak balita atau untuk pengasuh anak balita. Karena kebutuhan

    dan kecukupan gizi anak balita tergantung dari konsumsi makanan yang

    diberikan oleh ibu atau pengasuh anak. Seorang ibu akan berusaha untuk

    memenuhi kebutuhan gizi setiap anggota keluarga. (Sjahmien M, 2002)

    Tingkat pengetahuan gizi ibu sebagai pengelola rumah tangga akan

    berpengaruh pada macam bahan makanan yang dikonsumsinya. Adapun

    tingakat pengetahuan ibu dalam pemberian makanan adalah sebagai berikut :

    1) Ketidaktahuan akan hubungan makanan dan kesehatan.

    Dalam kehidupan sehari-hari sering terlihat keluarga yang

    berpenghasilan cukup akan tetapi makanan yang dihidangkan seadanya

    saja. Dengan demikian, kejadian gangguan gizi tidak hanya ditemukan

    pada keluarga yang berpenghasilan kurang akan tetapi juga pada keluarga

    yang berpenghasilan relatif baik (cukup). Keadaan ini menunjukkan bahwa

    18

  • xxxi

    ketidaktahuan akan faedah makanan bagi kesehatan tubuh merupakan

    penyebab buruknya mutu gizi makanan keluarga, khususnya makanan

    balita. (Sjahmiem M, 2002)

    2) Prasangka buruk terhadap bahan makanan tertentu.

    Banyak makanan yang sesungguhnya bernilai gizi tinggi tetapi

    tidak digunakan atau hanya digunakan secara terbatas akibat adanya

    prasangka yang tidak baik terhadap bahan makanan itu. Penggunaan bahan

    makanan itu dianggap dapat menurunkan harkat keluarga. Jenis sayuran

    genjer, daun turi, bahkan daun ubi kayu yang kaya akan zat besi, vitamin

    A dan protein, di beberapa daerah masih dianggap sebagai makanan yang

    menurunkan harkat keluarga. (Sjahmiem M, 2002)

    3) Kebiasaan atau pantangan makanan yang merugikan

    Kebudayaan akan mempengaruhi orang dalam memilih makanan

    dan kebudayan pada suatu daerah akan menimbulkan adanya kebiasaan

    dalam memilih makanan. Sehubungan dengan pangan yang biasanya

    dipandang pantas untuk dimakan, dijumpai banyak pola pantangan,

    takhayul dan larangan pada beragam kebudayaan dan daerah yang

    berlainan. Bila pola pantangan berlaku bagi seluruh penduduk sepanjang

    hidupnya, kekurangan zat gizi cenderung tidak akan berkembang seperti

    jika pantangan itu hanya berlaku bagi sekelompok masyarakat tertentu

    selama satu tahap dalam siklus hidupnya. Bila seluruh masyarakat terlibat,

    kemungkinan besar sudah ditemukan sumber pangan yang lain untuk

    memenuhi kebutuhan gizi menggantikan pangan yang tidak dapat

    diterima. Kalau pantangan itu hanya dilakukan oleh sebagian penduduk

    tertentu, kemungkinan lebih besar kekurangan gizi akan timbul. (Suhardjo,

    2003)

    4) Kesukaan terhadap jenis pangan tertentu.

    Mengembangkan kebiasaan pangan, mempelajari cara yang

    berhubungan dengan konsumsi pangan dan menerima atau menolak

    bentuk atau jenis pangan tertentu, dimulai dari permulaan hidupnya dan

    menjadi bagian dari perilaku yang berakar diantara kelompok penduduk.

    Dimulai sejak dilahirkan sampai beberapa tahun makanan anak-anak

    19

  • xxxii

    tergantung pada orang lain. Anak balita akan menyukai makanan dari

    makanan yang dikonsumsi orang tuanya karena pada umumnya makanan

    yang disukai oleh orang tuanya akan diberikan kepada anak balitanya. Dari

    kebiasaan makan inilah akan menyebabkan kesukaan terhadap makanan.

    Tetapi kesukaan yang berlebihan terhadap suatu jenis makanan tertentu

    atau disebut sebagai faddisme makanan akan mengakibatkan kurang

    bervariasinya makanan dan akan mengakibatkan tubuh tidak memperoleh

    semua zat gizi yang diperlukan. (Sjahmiem M, 2002)

    2. Konsumsi ASI

    ASI adalah makanan terbaik untuk bayi, karena merupakan makanan

    alamiah yang sempurna. ASI merupakan makanan yang aman dan terjamin

    kebersihannya karena langsung diberikan kepada bayi dalam keadaan segar.

    ASI diketahui mengandung zat gizi yang paling sesuai kualitas dan

    kuantitasnya untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Jumlah dan

    komposisi ASI berbeda-beda dari hari ke hari yang sangat sesuai dengan

    kebutuhan, artinya zat gizi yang masuk ke dalam tubuh akan sesuai dengan

    laju pertumbuhannya. Keunggulan ASI sudah tidak perlu diragukan lagi. ASI

    mengandung semua zat gizi yang diperlukan bayi, mengandung zat kekebalan

    terhadap penyakit dan tidak perlu dibeli, sekaligus merupakan ungkapan rasa

    kasih sayang ibu kepada anak. (Irianto A, 2003)

    3. Pendapatan Keluarga

    Anak-anak yang tumbuh dalam suatu keluarga miskin adalah paling

    rentan terhadap kurang gizi di antara seluruh anggota keluarga dan anak paling

    kecil biasanya paling terpengaruh oleh kekurangan pangan. Jumlah keluarga

    juga mempengaruhi keadaan gizi. Jadi pendapatan keluarga harus dapat

    memenuhi pangan bagi semua anak-anaknya. Sumber pangan keluarga,

    terutama mereka yang sangat miskin, akan lebih memenuhi kebutuhan

    makanannya jika harus diberi makanan dalam jumlah yang kecil. Pangan yang

    tersedia untuk suatu keluarga yang besar mungkin cukup untuk keluarga yang

    besarnya setengah dari keluarga tersebut, tetapi tidak cukup untuk mencegah

    gangguan gizi pada keluarga besar tersebut. (Sjahmiem M, 2002)

    20

  • xxxiii

    4. Jarak Kelahiran

    Jarak kelahiran akan mempengaruhi status gizi anak dalam keluarga.

    Dengan adanya jarak kelahiran yang dekat maka kebutuhan makanan yang

    seharusnya hanya diberikan pada satu anak akan terbagi dengan anak yang

    lain yang sama-sama memerlukan gizi yang optimal. Anak yang berusia di

    bawah lima tahun masih sangat memerlukan perawatan ibunya, baik

    perawatan makanan maupun perawatan kasih sayang. Jika dalam masa dua

    tahun itu ibu sudah sudah hamil lagi, maka bukan saja perhatian ibu terhadap

    anak menjadi berkurang, akan tetapi ASI yang masih sangat dibutuhkan anak

    akan berhenti keluar. Anak yang belum dipersiapkan secara baik untuk

    menerima makanan pengganti ASI dan kadang-kadang mutu gizi makanan

    pengganti ASI tersebut juga rendah. Hal ini akan menyebabkan terjadinya gizi

    buruk. (Sjahmiem M, 2002)

    5. Praktik Pemberian Makanan

    Untuk memenuhi kebutuhannya tidak cukup dengan susu saja, Saat

    berusia 1-2 tahun perlu diperkenalkan pola makanan dewasa secara bertahap.

    Disamping itu anak pada usia 1-2 tahun sudah menjadi masa penyapihan.

    Anak disebut konsumen pasif karena sangat tergantung pada pengaturan

    ibunya. Pengaturan makanan anak usia dibawah lima tahun mencakup aspek

    pokok yaitu :

    - Pemanfaatan ASI secara tepat dan benar

    - Pemberian makanan pendamping ASI dan makanan sapihan serta

    makanan setelah usia setahun (Sjahmiem M, 2003)

    Pemberian makanan harus disesuaikan dengan usia anak balita.

    Makanan harus mengandung energi dan semua zat gizi yang dibutuhkan

    pada tingkat umurnya.

    6. Penyakit Infeksi.

    Masa bayi dan balita sangat rentan terhadap berbagai penyakit.

    Jaringan tubuh pada bayi dan balita belum sempurna dalam upaya membentuk

    pertahanan tubuh seperti halnya orang dewasa. Umumnya, penyakit yang

    menyerang anak bersifat akut. Artinya, penyakit menyerang secara mendadak,

    gejala timbul dengan cepat, bahkan dapat membahayakan. Infeksi bisa

    21

  • xxxiv

    berhubungan dengan gangguan gizi melalui beberapa cara, yaitu

    mempengaruhi nafsu makan, dapat juga menyebabkan kehilangan bahan

    makanan, sehingga kebutuhan zat gizinya tidak terpenuhi. Secara umum

    defisiensi gizi sering merupakan awal dari gangguan defisiensi sistem

    kekebalan. Kaitan penyakit infeksi dengan keadaan gizi kurang merupakan

    hubungan timbal balik dan sebab akibat. Penyakit infeksi dapat memperburuk

    keadaan gizi, dan keadaan gizi yang buruk dapat mempermudah seseorang

    terkena penyakit infeksi. (Supariasa IDN dkk, 2002)

    Penyakit infeksi yang sering diderita oleh anak antara lain :

    a. Diare

    Bayi dan balita dinyatakan menderita diare, apabila buang air besar

    tidak normal atau bentuk tinja encer dengan frekuensi buang air besar

    lebih dari 3 kali. Diare yang bersifat akut dapat berubah menjadi kronik.

    Diare akut yaitu diare yang berlangsung secara mendadak, tanpa gejala

    gizi kurang dan demam serta berlangsung beberapa hari. Sedangkan yang

    dimaksud diare kronik yaitu diare yang berlanjut sampai lebih dari 2

    minggu, biasanya disertai dehidrasi (penderita banyak kehilangan dan

    elektrolit tubuh). (Dina A dan Maria P, 2003)

    Gizi kurang dan diare sering dihubungkan satu sama lain,

    walaupun diakui bahwa sulit menentukan kelainan yang mana yang terjadi

    lebih dulu, gizi kurang, diare atau sebaliknya. Akibat diare yaitu tubuh

    banyak mengeluarkan cairan (dehidrasi) dan mineral, terjadi gangguan gizi

    karena makanan yang diserap kurang, sedangkan pengeluaran energi

    bertambah, kadar gula darah dalam tubuh menurun (dibawah normal) atau

    hipoglikemia dan sirkulasi darah terganggu. (Dina A dan Maria P, 2003)

    b. ISPA

    ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernafasan akut,

    istilah ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory

    Infections (ARI). Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran

    pernafasan dan akut. Salah satu penyebab kematian bayi dan anak balita

    disebabkan oleh ISPA yang diakibatkan oleh penyakit pneumonia (infeksi

    paru yang berat). Pneumonia adalah penyakit karena infeksi pada bagian

    22

  • xxxv

    saluran pernafasan (paru-paru), yang disebabkan oleh bakteri atau virus.

    Tanda-tandanya, batuk, pilek, nafas cepat dan kesulitan bernafas. (Dina A

    dan Maria P, 2003)

    Pemeliharaan gizi anak harus diperhatikan sebagai upaya

    pencegahan terhadap penyakit infeksi. Pemberian imunisasi terhadap

    beberapa penyakit seperti penyakit tuberkulosa, campak, polio dan

    sebagainya harus dilakukan sesuai waktu. Disamping itu pemeliharaan

    higienis dan sanitasi lingkungan sangat penting sebagai upaya pencegahan

    infeksi. (Sjahmiem M, 2003)

    7. Pelayanan Kesehatan

    Penyebab kurang gizi yang merupakan faktor penyebab tidak langsung

    yang lain adalah akses atau keterjangkauan anak dan keluarga terhadap air

    bersih dan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan ini meliputi imunisasi,

    pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, penimbangan anak, dan

    sarana lain seperti keberadaan posyandu dan puskesmas, praktek bidan,

    dokter, dan rumah sakit. (Soekirman, 2000)

    2.1.2.3. Penilaian Status Gizi

    Penilaian status gizi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu penilaian secara

    langsung dan tidak langsung. (Supariasa IDN dkk, 2002)

    Penilaian satus gizi secara langsung

    Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian

    yaitu: antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Secara umum antropometri

    artinya ukuran tubuh. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi

    berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi

    tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri secara umum

    digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi.

    Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan

    tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh. (Supariasa IDN dkk, 2002)

    23

  • xxxvi

    Pemeriksaan klinis merupakan metode yang sangat penting untuk menilai

    status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang

    terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan gizi. Hal ini dapat dilihat pada

    jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, mukosa oral atau pada organ-organ

    yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Metode ini umumnya

    untuk survei klinis secara cepat (rapid clinical surveys). Survei ini dirancang

    untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah

    satu atau lebih zat gizi. Di samping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status

    gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala

    (symptom) atau riwayat penyakit. (Supariasa IDN dkk, 2002)

    Pemeriksaan secara biokimia merupakan pemeriksaan specimen yang diuji

    secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan

    tubuh yang digunakan antara lain: darah, urin, tinja dan juga beberapa jaringan

    tubuh seperti hati dan otot. Metode ini digunakan untuk peringatan bahwa

    kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. (Supariasa

    IDN dkk, 2002)

    Penilaian secara biofisik merupakan metode penentuan status gizi dengan

    melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan). Umumnya dapat digunakan

    dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik. Cara yang digunakan

    adalah tes adaptasi gelap. (Supariasa IDN dkk, 2002)

    Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung

    Penilaian status gizi secara tidak langsung dibagi menjadi tiga yaitu: survei

    konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi. Survey konsumsi makanan

    merupakan metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat

    jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan

    dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi dalam

    masyarakat, keluarga, dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasikan

    kelebihan atau kekurangan zat gizi. (Supariasa IDN dkk, 2002)

    Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis

    data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka

    kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya dengan gizi.

    24

  • xxxvii

    Penggunaannya dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak langsung

    pengukuran status gizi masyarakat. (Supariasa IDN dkk, 2002)

    Faktor ekologi digunakan untuk mengungkap bahwa malnutrisi

    merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis

    dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari

    keadaan ekologis seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-lain. Pengukuran faktor

    ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu

    masyarakat sebagai dasar melakukan program intervensi gizi. (Supariasa IDN

    dkk, 2002)

    2.1.2.4. Indikator Status Gizi

    Penilaian status gizi dengan cara antropometri banyak digunakan dalam

    berbagai penelitian atau survei, baik survei secara luas dalam skala nasional

    maupun survei untuk wilayah terbatas. Parameter yang digunakan pada penilaian

    status gizi dengan menggunakan antropometri adalah umur, berat badan, tinggi

    badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, dan lingkar dada. (Supariasa IDN dkk,

    2002)

    1. Umur

    Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan

    dalam penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi

    salah. Hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat, menjadi

    tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat. (Supariasa

    IDN dkk, 2002)

    2. Berat badan

    Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan

    paling sering digunakan pada bayi baru lahir. Berat badan digunakan untuk

    mendiagnosa bayi normal atau BBLR. Pada masa bayi-balita, berat badan

    dapat dipergunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi.

    Kecuali terdapat kelainan klinis seperti dehidrasi, asites, edema dan adanya

    tumor. Berat badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air, dan

    mineral pada tulang. (Supariasa IDN dkk, 2002)

    25

  • xxxviii

    3. Tinggi badan

    Tinggi badan merupakan parameter yang paling penting bagi keadaan

    yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat.

    Tinggi badan juga merupakan ukuran kedua yang penting dalam menentukan

    status gizi. Menghubungkan berat badan terhadap tinggi badan dapat pula

    menentukan status gizi. (Supariasa IDN dkk, 2002)

    4. Lingkar lengan atas

    Lingkar lengan atas (LLA) ini memang merupakan salah satu pilihan

    untuk penentuan status gizi, karena mudah dilakukan dan tidak memerlukan

    alat yang sulit diperoleh. Akan tetapi ada beberapa hal yang harus

    diperhatikan yaitu; (1) Baku lingkar lengan atas yang sekarang digunakan

    belum mendapat pengujian yan memadai untuk digunakan di Indonesia, (2)

    kesalahan pengukuran pada LLA relatif lebih besar dibandingkan dengan

    tinggi badan, (3) LLA sensitif untuk suatu golongan tertentu (terutama

    prasekolah). (Supariasa IDN dkk, 2002)

    5. Lingkar kepala

    Lingkar kepala adalah standar prosedur dalam ilmu kedokteran anak

    secara praktis, yang biasanya untuk memeriksa keadaan patologi dari besarnya

    kepala atau peningkatan ukuran kepala. Lingkar kepala terutama dihubungkan

    dengan ukuran otak dan tulang tengkorak. Ukuran otak meningkat secara

    cepat selama tahun pertama, akan tetapi besar lingkar kepala tidak

    menggambarkan kesehatan dan gizi. Dalam antropometri gizi, rasio lingkar

    kepala dan lingkar dada cukup berarti dan menentukan kekurangan energi

    protein (KEP) pada anak. Lingkar kepala dapat juga digunakan sebagai

    informasi tambahan dalam pengukuran umur. (Supariasa IDN dkk, 2002)

    6. Lingkar dada

    Biasanya dilakukan pada anak yang berumur 2 sampai 3 tahun, karena

    rasio kepala dan rasio lingkar dada sama pada umur 6 bulan. Setelah umur ini,

    tulang tengkorak tumbuh secara lambat dan pertumbuhan dada lebih cepat.

    Umur antara 6 bulan dan 5 tahun, rasio lingkar kepala dan dada adalah kurang

    dari satu. Hal ini dikarenakan akibat kegagalan perkembangan dan

    pertumbuhan atau kelemahan otot dan lemak pada dinding dada. Ini dapat

    26

  • xxxix

    digunakan sebagai indikator dalam menentukan KEP pada anak balita.

    (Supariasa IDN dkk, 2002)

    7. Jaringan Lunak

    Organ-organ dalam seperti otak, hati, jantung dan organ dalam lainnya

    merupakan bagian yang cukup besar dari berat badan, tetapi pada anak

    malnutrisi relatif tidak berubah beratnya. Otot dan lemak merupakan jaringan

    lunak yang sangat bervariasi pada penderita KEP. Antropometri jaringan dapat

    dilakukan pada kedua jaringan tersebut dalam pengukuran status gizi di

    masyarakat. (Supariasa IDN dkk, 2002)

    2.1.2.5. Indeks Antropometri

    Indeks antropometri yang umum digunakan dalam menilai status gizi

    adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U),

    dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Adapun lingkar lengan atas

    (LLA) cukup dinilai tunggal saja antara anak berumur 1 tahun sampai 5 tahun

    perbedaannya relatif kecil. (Supariasa IDN dkk, 2002)

    Indeks antropometri berat badan menurut umur (BB/U). Berat badan

    adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Mengingat

    karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan

    status gizi seseorang saat ini (current nutritional status). (Supariasa IDN dkk,

    2002)

    Indeks antropometri tinggi badan menurut umur (TB/U). Tinggi badan

    merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal.

    Beaton dan Bengoa (1973) menyatakan bahwa indeks TB/U di samping

    memberikan gambaran status gizi masa lampau, juga lebih erat kaitannya dengan

    status sosial ekonomi. (Supariasa IDN dkk, 2002)

    Indeks antropometri berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Berat

    badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi badan. Dalam keadaan

    normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan

    dengan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB merupakan indikator yang paling baik

    untuk menilai status gizi saat ini (sekarang). (Supariasa IDN dkk, 2002)

    27

  • xl

    Indeks antropometri lingkar lengan atas menurut umur (LLA/U). Lingkar

    lengan atas memberikan gambaran tentang keadaan jaringan otot dan lapisan

    lemak bawah kulit. Lingkar lengan atas sebagaimana dengan berat badan

    merupakan parameter yang labil, dapat berubah-ubah dengan cepat. Oleh karena

    itu, lingkar lengan atas merupakan indeks status gizi saat ini. (Supariasa IDN dkk,

    2002)

    2.1.2.6. Klasifikasi Status Gizi

    Dalam menentukan status gizi harus ada ukuran baku. Ukuran baku yang

    sekarang digunakan di Indonesia adalah WHO-NCHS. Direktorat Bina Gizi

    Masyarakat, Depkes dalam pemantauan status gizi (PSG) anak balita tahun 1999

    menggunakan baku rujukan WHO-NCHS. Pada Loka Karya Antropometri 1975

    telah diperkenalkan baku Harvard. Berdasarkan pada baku Harvard status gizi

    dapat dibagi menjadi empat yaitu:

    a) Gizi lebih untuk overweight, termasuk obesitas.

    b) Gizi baik untuk well nourished.

    c) Gizi kurang untuk underweight.

    d) Gizi buruk untuk malnutrisi energi protein berat. (Supariasa IDN dkk,

    2002)

    Dari berbagai indikator penentuan status gizi, dalam

    menginterpretasikannya dibutuhkan ambang batas. Ambang batas dapat disajikan

    kedalam 3 cara yaitu persen terhadap median, presentil dan standar deviasi unit

    1. Persen terhadap median

    Median adalah nilai tengah dari suatu populasi. Dalam antropometri gizi

    median sama dengan presentil 50. Nilai median ini dinyatakan sama

    dengan 100% (untuk standar). Setelah itu dihitung presentase terhadap

    median untuk mendapatkan ambang batas. (Supariasa IDN dkk, 2002)

    2. Presentil

    Cara lain menentukan ambang batas selain persen terhadap median adalah

    presentil. Presentil 50 sama dengan median atau nilai tengah dari jumlah

    populasi berada diatasnya dan setengahnya berada dibawahnya. National

    Center for Health Statistics (NCHS) merekomendasikan presentil ke 5

    28

  • xli

    sebagai status gizi baik dan kurang, serta presentil 95 sebagai batas gizi

    lebih dan gizi baik. (Supariasa IDN dkk, 2002)

    3. Standar Deviasi Unit

    Ambang batas yang digunakan untuk menilai status gizi anak balita yaitu

    juga dapat menggunakan standar deviasi unit disebut juga Z-skor. Standar

    deviasi unit (Z-skor) digunakan untuk meneliti dan memantau

    pertumbuhan. Standar deviasi unit ini digunakan untuk mengetahui

    klasifikasi status gizi. WHO memberikan gambaran perhitungan standar

    deviasi unit terhadap NCHS. Pertumbuhan nasional untuk suatu populasi

    dinyatakan dalam positif dan negatif 2 standar deviasi unit dari median.

    Rumus perhitungan Z-skor adalah sebagai berikut (Irianto A, 2003) :

    Z – skor = Nilai individu subyek – Nilai median baku rujukan

    Nilai simpangan baku rujukan

    Tabel 2.3. Klasifikasi status Gizi menurut WHO-NCHS

    Indeks Status Gizi Keterangan

    Berat Badan menurut Umur

    (BB/U)

    Gizi Lebih

    Gizi Baik

    Gizi Kurang

    Gizi Buruk

    > 2 SD

    -2 sampai +2 SD

    < -2 sampai -3 SD

    < -3 SD

    Tinggi Badan menurut

    Umur (TB/U)

    Normal

    Pendek

    -2 Sampai +2 SD

    < -2 SD

    Berat Badan menurut

    Tinggi Badan (BB/TB)

    Gizi Lebih

    Gizi Baik

    Gizi Kurang

    Gizi Buruk

    > 2 SD

    -2 sampai +2 SD

    < -2 sampai -3 SD

    < -3 SD

    Sumber : Surat Edaran Depkes RI, 2000

    29

  • xlii

    2.1.3. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Diare

    Kaitan penyakit infeksi (contohnya diare) dengan keadaan gizi kurang

    merupakan hubungan timbal balik, yaitu hubungan sebab akibat. Penyakit infeksi

    dapat memperburuk keadaan gizi, dan keadaan gizi yang jelek dapat

    mempermudah terkena infeksi. Penyakit yang umumnya terkait masalah gizi

    antara lain diare, tuberkulosis, campak, dan batuk rejan. (Supariasa IDN dkk,

    2002)

    Apabila anak mederita infeksi saluran pencernaan, penyerapan zat-zat gizi

    akan terganggu yang menyebabkan terjadinya kekurangan zat gizi. Seseorang

    kekurangan zat gizi akan mudah terserang penyakit dan pertumbuhan akan

    terganggu. (Supariasa IDN dkk, 2002)

    Penderita gizi buruk akan mengalami penurunan produksi antibodi serta

    terjadinya atrofi pada dinding usus yang menyebabkan berkurangnya sekresi

    berbagai enzim sehingga memudahkan masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh

    terutama penyakit diare. (Sjahmiem M, 2003)

    Pada anak dengan malnutrisi serangan diare terjadi lebih sering dan lebih

    lama. Semakin buruk keadaan gizi anak, semakin sering dan semakin berat diare

    yang dideritanya. Diduga bahwa mukosa usus anak kurang gizi terutama sangat

    peka terhadap infeksi. (Suharyono, 2008)

    Pada anak dengan nutrisi baik, dalam keadaan normal terdapat suatu

    mikroflora yang relatif jarang karena efek pembersihan oleh banyak factor yang

    saling berhubungan, termasuk motilitas gastrointestinal, sekresi asam lambung,

    dan sekresi immunoglobulin mukosa. Pada keadaan anak malnutrisi keadaan

    sangat berbeda karena terdapatnya kontaminasi bakteri pada usus halus bagian

    atas. Keadaan in dapat mengakibatkan diare dan kehilangan cairan yang

    karakteristik untuk malnutrisi pada anak dan menyebabkan gangguan absorpsi

    bahan makanan, cairan dan elektrolit. (Suharyono, 2008)

    30

  • xliii

    Status Gizi

    Gizi Lebih Gizi Kurang Gizi Baik Gizi Buruk

    Kekebalan tubuh menurun

    Penyakit infeksi

    Diare

    2.2. Kerangka Konsep

    Kerangka konsep

    2.3. Definisi Operasional

    Tabel 2.4. definisi operasional

    Variabel

    Dependen Definisi

    Alat

    Ukur Cara Ukur

    Skala

    Ukur Hasil Ukur

    Frekuensi

    kejadian Diare

    Buang air besar tiga kali atau

    lebih dalam sehari dengan

    atau tanpa disertai darah

    dalam 1 tahun terakhir

    Kusioner Angket Ordinal 0. Tidak pernah

    1. 1-2 kali (Jarang)

    2. > 2 kali (Sering)

    Status gizi

    merupakan hasil akhir dari

    keseimbangan antara

    makanan yang masuk ke

    dalam tubuh (nutrient input)

    dengan kebutuhan tubuh

    (nutrient output) akan zat

    gizi tersebut

    Pita meteran

    dan

    timbangan

    berat badan

    Diukur

    berdasarkan

    BB/TB

    WHO-NCHS

    Ordinal 0. Buruk

    1. Kurang

    2. Baik

    3. Lebih

    Gambar 2.1.

    31

  • xliv

    BAB 3

    METODOLOGI PENELITIAN

    3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

    Jenis penelitian ini merupakan penelitian survey analitik dengan

    pendekatan cross-sectional, yang merupakan dinamika korelasi antara faktor-

    faktor resiko dengan efek melalui pendekatan, observasi, atau pengumpulan data

    sekaligus pada suatu saat (Notoatmodjo S, 2005). Dalam penelitian ini yaitu

    menganalisis faktor resiko yang berupa status gizi dihubungkan dengan faktor

    efek yaitu kejadian diare pada balita.

    3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

    Penelitian dilakukan di posyandu kelurahan Pisangan kecamatan Ciputat

    Timur pada bulan Agustus 2010. Posyandu yang dijadikan tempat penelitian

    adalah sebagai berikut:

    1. Posyandu Mawar

    2. Posyandu Kenanga

    3. Posyandu Wijaya Kusuma

    4. Posyandu Peruri

    3.3 Populasi dan Sampel

    Populasi penelitian adalah semua balita yang ada di kelurahan Pisangan

    kecamatan Ciputat Timur. Sampel penelitian adalah balita yang sedang

    berkunjung di posyandu kelurahan Pisangan kecamatan Ciputat Timur. Adapun

    responden penelitian ini adalah ibu dari balita tersebut.

    32

  • xlv

    Dalam teknik pengambilan sampel, peneliti memilih pengambilan sampel

    secara non random sampling dengan teknik kuota (quota sampling). Teknik ini

    merupakan pengambilan sampel yang dilakukan dengan cara menetapkan

    sejumlah anggota sampel secara kuotum atau jatah. (Notoatmodjo S, 2005)

    Untuk menentukan besarnya jumlah sampel minimal dalam penelitian ini

    digunakan rumus sebagai berikut:

    (zα)2 P.Q

    d2

    Keterangan:

    n : jumlah sampel

    P : keadaan yang akan dicari = 0.5

    d : tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki = 0.1

    α : tingkat kemaknaan = 1.96

    Q: 1 – P = 1 – 0.5 = 0.5

    (1.96)2 . 0,5 . 0,5

    (0,1)2

    n = 96

    Maka, diperoleh jumlah sampel yang diperlukan adalah 96 subjek.

    n =

    n =

    33

  • xlvi

    3.4. Kriteria Penelitian

    3.4.1. Kriteria inklusi

    Anak usia 1- 5 tahun.

    Balita sedang berkunjung ke posyandu di kelurahan Pisangan.

    Balita tersebut diantar oleh ibunya yang bersedia menjadi

    responden.

    3.4.2. Kriteria eksklusi

    Balita dibawah usia 1 tahun.

    Anak diatas 5 tahun.

    Balita yang menolak untuk diperiksa.

    3.5. Variabel Penelitian

    Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang

    dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang sesuatu konsep pengertian

    tertentu. Variabel dibagi menjadi dua, yaitu variabel terikat (dependen) dan

    variabel bebas (independen). (Notoatmodjo S, 2005)

    1. Variabel bebas (independen)

    Variabel bebas yaitu variabel yang akan diteliti pengaruhnya

    terhadap variabel terikat (Notoatmodjo S, 2005). Variabel bebas dalam

    penelitian ini adalah status gizi balita.

    2. Variabel terikat (dependen)

    Variabel terikat (dependen) adalah variabel yang dipengaruhi oleh

    variabel bebas (Notoatmodjo S, 2005). Variabel terikat pada penelitian ini

    adalah frekuensi kejadian diare pada balita.

    34

  • xlvii

    3.6. Metode Pengumpulan Data

    Metode pengumpulan data adalah suatu usaha untuk memperoleh

    data dengan metode yang ditentukan oleh peneliti. Metode pengumpulan

    data dalam penelitian ini adalah:

    1. Pengukuran langsung

    Metode ini dilakukan untuk mendapatkan data berat badan yang

    diukur dengan timbangan dacin berukuran minimum 20 kg dan maksimum

    25 kg dengan ketelitian 0,1 kg. Pengukuran tinggi badan dilakukan dengan

    menggunakan pita meteran.

    2. Metode angket

    Metode angket atau kuesioner adalah metode pengumpulan data

    atau suatu penelitian mengenai suatu masalah yang umumnya banyak

    menyangkut kepentingan umum. Angket ini dilakukan dengan

    mengedarkan daftar pertanyaan yang diisi oleh responden dan ditentukan

    skor nilainya dari tiap-tiap pertanyaan yang berupa formulir-formulir.

    Angket ini diajukan secara tertulis kepada sejumlah subjek untuk

    medapatkan tanggapan, informasi, jawaban dan sebagainya. (Notoatmodjo

    S, 2005)

    Metode ini digunakan untuk mengungkap kejadian diare anak

    balita 1 tahun terakhir. Adapun responden dalam penelitian ini yaitu ibu

    yang mempunyai anak balita.

    3.7. Instrumen Penelitian

    Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk

    pengumpulan data. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

    Antropometri indeks BB/TB

    Alat yang dianjurkan untuk menimbang berat badan balita yaitu

    timbangan dacin dengan ukuran maksimum 25 Kg dengan

    ketelitian alat 0,1 Kg. Sedangkan untuk tinggi badan dilakukan

    pengukuran dengan menggunakan pita meteran.

    35

  • xlviii

    Angket/Kuesioner

    Kuesioner ini berupa pertanyaan tertulis yang digunakan untuk

    memperoleh data atau informasi tentang keadaan status gizi anak

    balita dan kejadian diare 1 tahun terakhir terhadap balita tersebut.

    3.8. Prosedur penelitian

    Penelitian ini dilakukan di posyandu kelurahan Pisangan kecamatan

    Ciputat Timur. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu balita yang

    diantar oleh ibu ke posyandu dan ibu tersebut sebagai responden dari penelitian

    ini.

    Penelitian ini digunakan untuk mengetahui keadaan status gizi balita yang

    diklasifikasikan menjadi 4 yaitu gizi lebih, gizi baik, gizi kurang dan gizi buruk

    dihubungkan dengan frekuensi kejadian diare pada balita tersebut dalam 1 tahun

    terakhir. Proses dalam penelitian ini yaitu status gizi balita diukur dengan

    penimbangan berat badan yang kemudian dikaitkan dengan tinggi badan balita,

    data ini dibandingkan dengan standar acuan BB/TB dengan memakai ambang

    batas standar deviasi z-score yang kemudian dikategorikan. Penimbangan berat

    badan ini dilakukan dengan alat penimbangan dacin yang telah disediakan di

    posyandu tersebut dan pengukuran tinggi badan dilakukan dengan menggunakan

    pita meteran.

    Setelah data terkumpul kemudian data dianalisis dengan menggunakan

    metode statistik sehingga dibuktikan bahwa hipotesis tersebut dapat terbukti atau

    tidak terbukti.

    3.9. Pengolahan Data dan Analisis Data

    1. Pengolahan Data

    Semua data dicatat dalam status penelitian, dikumpulkan dan kemudian

    diolah dengan menggunakan program SPSS for windows. Pengolahan data

    menggunakan :

    a. Editing

    Sebelum data diolah, data tersebut perlu diedit. Hal ini dilakukan untuk

    memperbaiki kualitas data serta menghilangkan keragu-raguan data.

    36

  • xlix

    b. Mengkode data

    Mengkode data dengan memberikan kode pada masing-masing jawaban

    untuk mempermudah pengolahan data.

    c. Tabulasi

    Membuat tabulasi termasuk dalam kerja memproses data. Membuat

    tabulasi tidak lain dari memasukkan data ke dalam tabel. Tabel yang

    digunakan yaitu tabel distribusi frekuensi.

    2. Analisis Data

    a. Analisa Univariat

    Analisa ini diperlukan untuk mendeskripsikan keadaan status gizi

    balita yang diklasifikasikan menjadi 4 yaitu gizi lebih, gizi normal, gizi

    kurang dan gizi buruk dan frekuensi kejadian diare pada balita di kelurahan

    Pisangan kecamatan Ciputat Timur.

    b. Analisa Bivariat

    Analisa ini diperlukan untuk menguji hubungan antara masing-masing

    variabel bebas yaitu keadaan status gizi dan variabel terikat yaitu kejadian

    diare. Dalam analisa ini uji statistik yang digunakan adalah chi square.

    Untuk dasar pengambilan keputusan dapat dilihat pada bagian output

    (keluaran). Dalam penelitian ini menggunakan derajat kepercayaan 0,05.

    37

  • l

    BAB 4

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

    4.1.1. Keadaan Geografi

    Kelurahan Pisangan merupakan satu dari 4 kelurahan yang ada di

    Kecamatan Ciputat Timur. Kelurahan Pisangan memiliki luas wilayah 405

    Ha/Km2

    dengan penggunaan lahan untuk perkebunan yaitu 0,5 Ha, lahan

    darat/kering 80 Ha, pemukiman 299,5 Ha dan lahan industri sebesar 25 Ha.

    Adapun batas wilayah administrasi Kelurahan Pisangan adalah sebagai

    berikut :

    a. Sebelah utara : Kelurahan Cirendeu dan Karang Tengah – Jakarta

    Selatan.

    b. Sebelah timur : Pd. Cabe Udik dan Cinere Sawangan Depok.

    c. Sebelah barat : Kelurahan Cipayung dan Cempaka Putih.

    d. Sebelah selatan : Kelurahan Cipayung dan Pd. Cabe Udik.

    4.1.2. Keadaan Demografi

    Kelurahan Pisangan terdiri dari 9.733 kepala keluarga (KK) dengan

    jumlah penduduk sebanyak 34.195 jiwa, dengan perincian jumlah penduduk laki-

    laki sebanyak 17.660 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 17.135

    jiwa.

    4.2. Deskripsi Sampel Penelitian

    Umur

    Deskripsi usia balita yang dijadikan sampel di wilayah kerja

    posyandu kelurahan Pisangan kecamatan Ciputat Timur pada bulan

    Agustus tahun 2010 berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh hasil

    seperti disajikan dalam tabel berikut ini :

    38

  • li

    Tabel 4.1. Deskripsi umur sampel penelitian

    Usia (bulan) Jumlah Persentase

    12-24 46 47,9

    25-36 23 24,0

    37-48 10 10,4

    49-60 17 17,7

    Total 96 100

    Dari tabel di atas menunjukkan bahwa balita yang dijadikan sampel

    pada penelitian ini paling banyak berusia 12-24 bulan sebanyak 46 balita

    (47,9%) dan yang paling sedikit adalah pada usia 37-48 bulan sebanyak 10

    balita (10,4%).

    Jenis kelamin

    Deskripsi jenis kelamin balita yang dijadikan sampel di wilayah

    kerja posyandu kelurahan Pisangan kecamatan Ciputat Timur pada bulan

    Agustus tahun 2010 berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh hasil

    seperti disajikan dalam tabel berikut ini :

    Tabel 4.2. Deskripsi jenis kelamin sampel penelitian

    Jenis kelamin Jumlah Persentase

    Perempuan 52 54,2

    Laki-laki 44 45,8

    Total 96 100

    Dari tabel di atas, didapatkan bahwa balita yang dijadikan sampel

    pada penelitian ini paling banyak perempuan sebanyak 52 balita (54,2%).

    39

  • lii

    4.3. Deskripsi Variabel Penelitian

    Variabel yang diteliti adalah keadaan status gizi balita sebagai variabel bebas

    dan frekuensi kejadian diare sebagai variabel terikat. status gizi balita diukur

    melalui metode antropometri dengan penimbangan berat badan dan pengukuran

    tinggi badan yang distandarkan dengan tabel BB/TB. Dan frekuensi kejadian

    diare didapat melalui metode angket.

    4.3.1. Deskripsi Status Gizi Balita

    Deskripsi status gizi pada balita usia 12-60 bulan di wilayah kerja

    posyandu kelurahan Pisangan kecamatan Ciputat Timur pada bulan Agustus

    tahun 2010 berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh hasil seperti

    disajikan dalam tabel berikut ini :

    Tabel 4.3. Deskripsi status gizi balita

    Interval status gizi

    (BB/TB) WHO-

    NCHS

    kriteria Jumlah Persentase

    < -3 SD Gizi buruk 4 4,2

    < -2 sampai –3 SD Gizi kurang 5 5,2

    -2 sampai +2 SD Gizi baik 79 82,3

    > 2 SD Gizi lebih 8 8,3

    Jumlah 96 100

    Dari tabel diatas, bahwa status gizi balita terdiri dari status gizi buruk yaitu

    sebanyak 4 balita (4,2 %), status gizi kurang sebanyak 5 balita (5,2 %), status

    gizi baik sebanyak 79 balita (82,3%) dan status gizi lebih sebanyak 8 balita

    (8,3 %). Jadi status gizi balita paling banyak terdapat pada status gizi baik

    sebanyak 79 balita (82,3%). Didapatkan dari hasil penelitian Himawan

    (2006) di kelurahan Sekaran kecamatan Gunungpati Semarang, bahwa dari

    90 balita berstatus gizi buruk sebanyak 3 balita (3,3 %), status gizi kurang

    sebanyak 14 balita (15,6 %), dan status gizi baik sebanyak 73 balita (81,1%).

    40

  • liii

    4.3.2. Deskripsi Kejadian Diare pada Balita

    Deskripsi kejadian diare pada balita usia 12-60 bulan di wilayah kerja

    posyandu kelurahan Pisangan kecamatan Ciputat Timur pada bulan Agustus tahun

    2010 berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh hasil seperti disajikan

    dalam tabel berikut ini :

    Tabel 4.4. Deskripsi kejadian diare pada balita

    Frekuensi diare Kriteria Jumlah Persentase

    0 Tidak

    pernah 41 42,7

    1-2 kali/tahun Jarang 42 43,8

    > 2 kali/tahun Sering 13 13,5

    Jumlah 96 100

    Dari tabel diatas menunjukkan bahwa frekuensi diare dalam 1 tahun terakhir

    yang tidak pernah sebanyak 41 balita (42,7%), jarang sebanyak 42 balita (43,8%)

    dan sering sebanyak 13 balita (13,5). Tidak ada penelitian lain yang menggunakan

    deskripsi kejadian diare pada balita.

    4.3.3. Hubungan Keadaan Status Gizi Dengan frekuensi Kejadian Diare

    Dalam mencari hubungan keadaan status gizi dengan frekuensi kejadian

    diare pada balita menggunakan Uji bivariat yang dalam penelitian ini

    menggunakan rumus chi square guna mengetahui ada tidaknya hubungan antara

    keadaan status gizi dengan frekuensi kejadian diare pada balita di kelurahan

    Pisangan kecamatan Ciputat Timur pada bulan Agustus tahun 2010.

    41

  • liv

    Berikut adalah tabel hasil tabulasi silang:

    Tabel 4.5. Tabulasi silang keadaan status gizi dengan frekuensi kejadian diare

    Status gizi

    Frekuensi Kejadian Diare Total

    Tidak

    pernah % Jarang % Sering % Jumlah %

    Gizi Buruk 1 1 2 4*

    Gizi Kurang 1 20 2 40 2 40 5 100

    Gizi baik 35 44,3 36 45,6 8 10,1 79 100

    Gizi lebih 4 50 3 37,5 1 12,5 8 100

    Total 41 42,7 42 43,8 13 13,5 96 100 * Jumlah yang kurang dari 5 tidak dilakukan perhitungan persentase

    Berdasarkan tabel hasil tabulasi silang antara status gizi dengan frekuensi

    kejadian diare pada balita diatas menunjukkan bahwa balita yang bergizi buruk

    yang sering mengalami diare dalam 1 tahun terakhir sebanyak 2 dari 4 balita dan

    balita yang bergizi baik yang sering menderita diare hanya 8 dari 79 balita

    (10,1%). Hal tersebut menunjukkan bahwa balita yang berstatus gizi buruk

    presentasi kejadian diare paling besar dan pada balita yang berstatus gizi baik

    presentasi kejadian diare paling kecil.

    Secara statistik tidak terdapat hubungan antara keadaan status gizi dengan

    frekuensi kejadian diare pada balita tersebut yang telah dibuktikan dari hasil uji

    chi square. Berdasarkan hasil perhitungan harga p-value yang diperoleh yaitu

    0,191 (p > 0,05). Dengan demikian dapat diputuskan bahwa tidak terdapat

    hubungan yang bermakna antara keadaan status gizi dengan frekuensi kejadian

    diare pada balita. Hal ini diduga karena kurangnya jumlah sampel penelitian dan

    dari hasil deskripsi status gizi balita ternyata yang berstatus gizi baik sejumlah 79

    dari 96 balita. Sehingga kurang dapat menilai hubungan frekuensi kejadian diare

    dengan keadaan status gizi lebih, kurang atau buruk karena sampel yang terlalu

    sedikit. Hal ini sejalan dengan penelitian Heni (2008), memang tidak ada

    hubungan yang bermakna ant