Transcript
Page 1: BAB II TINJAUAN TEORITIS Nursalam (2008), mengatakan diare

8

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Diare.

1. Pengertian

Nursalam (2008), mengatakan diare atau gastroenteritis pada dasarnya

adalah frekuensi buang air besar yang lebih sering dari biasanya

dengan konsistensi yang lebih encer. Diare merupakan gangguan

buang air besar atau BAB ditandai dengan BAB lebih dari 3 kali

sehari dengan konsistensi tinja cair, dapat disertai dengan darah

dan atau lender (Riskesdas, 2013).

Diare atau gastroenteritis yaitu penyakit yang terjadi ketika terdapat

perubahan konsistensi feses. Seseorang dikatakan menderita diare bila

feses lebih berair dari biasanya, dan bila buang air besar lebih dari tiga

kali, atau buang air besar yang berair tetapi tidak berdarah dalam

waktu 24 jam (Dinkes, 2016).

WHO (2009), mengatakan diare atau gastroenteritis adalah suatu

keadaan buang air besar (BAB) dengan konsistensi lembek hingga cair

dan frekuensi lebih dari tiga kali sehari. Diare akut berlangsung selama

3-7 hari, sedangkan diare persisten terjadi selama ≥ 14 hari.

2. Klasifikasi Diare

Pedoman dari Laboratorium/ UPF Ilmu Kesehatan Anak,

Uniersitas Airlangga dalam Nursalam (2008), diare atau gastroenteritis

dapat dikelompokkan menjadi:

a. Diare akut, yaitu diare yang terjadi mendadak dan

berlangsung paling lama 3-5 hari.

b. Diare berkepanjangan bila diare berlangsung lebih dari 7 hari.

c. Diare kornik bila diare berlangsung lebih dari 14 hari. Diare kronik

bukan suatu kesatuan penyakit, melainkan suatu sindrom yang

Page 2: BAB II TINJAUAN TEORITIS Nursalam (2008), mengatakan diare

9

penyebab dan patogenesisnya multikompleks. Mengingat

banyaknya kemungkinan penyakit yang dapat mengakibatkan diare

kronik dan banyaknya pemeriksaan yang harus dikerjakan maka

dibuat tinjauan pustaka ini untuk dapat melakukan pemeriksaan

lebih terarah.

Sedangkan menurut Wong (2008), diare dapat diklasifikasikan,

sebagai berikut:

a. Diare akut

Merupakan penyebab utama keadaan sakit pada balita. Diare akut

didefenisikan sebagai peningkatan atau perubahan frekuensi

defekasi yang sering disebabkan oleh agens infeksius dalam traktus

Gastroenteritis Infeksiosa (GI). Keadaan ini dapat menyertai

infeksi saluran napas atau (ISPA) atau infeksi saluran kemih (ISK).

Diare akut biasanya sembuh sendiri (lamanya sakit kurang dari 14

hari) dan akan mereda tanpa terapi yang spesifik jika

dehidrasi tidak terjadi.

b. Diare kronis

Didefenisikan sebagai keadaan meningkatnya frekuensi defekasi

dan kandungan air dalam feses dengan lamanya (durasi) sakit

lebih dari 14 hari. Kerap kali diare kronis terjadi karena keadaan

kronis seperti sindrom malabsorpsi, penyakit inflamasi usus,

defisiensi kekebalan, alergi makanan, intoleransi latosa atau diare

nonspesifik yang kronis, atau sebagai akibat dari penatalaksanaan

diare akut yang tidak memadai.

c. Diare intraktabel

Yaitu diare membandel pada bayi yang merupakan sindrom pada

bayi dalam usia minggu pertama dan lebih lama dari 2

minggu tanpa ditemukannya mikroorganisme patogen sebagai

penyebabnya dan bersifat resisten atau membandel terhadap

Page 3: BAB II TINJAUAN TEORITIS Nursalam (2008), mengatakan diare

10

terapi. Penyebabnya yang paling sering adalah diare infeksius akut

yang tidak ditangani secara memadai.

d. Diare kronis nonspesifik

Diare ini juga dikenal dengan istilah kolon iritabel pada anak atau

diare todler, merupakan penyebab diare kronis yang

sering dijumpai pada anak-anak yang berusia 6 hingga 54 minggu.

Feses pada anak lembek dan sering disertai dengan partikel

makanan yang tidak tercerna, dan lamanya diare lebih dari 2

minggu. Anak- anak yang menderita diare kronis nonspesifik ini

akan tumbuh secara normal dan tidak terdapat gejala malnutrisi,

tidak ada darah dalam fesesnya serta tidak tampak infeksi enterik.

3. Etiologi

Ngastiyah (2014), mengatakan diare dapat disebabkan oleh berbagai

infeksi, selain penyebab lain seperti malabsorbsi. Diare

sebenarnya merupakan salah satu gejala dari penyakit pada sistem

gastrointestinal atau penyakit lain di luar saluran pencernaan. Tetapi

sekarang lebih dikenal dengan “penyakit diare”, karena dengan

sebutan penyakit diare akan mempercepat tindakan

penanggulangannya. Penyakit diare terutama pada bayi perlu

mendapatkan tindakan secepatnya karena dapat membawa bencana

bisa terlambat.

Faktor penyebab diare, antara lain :

a. Faktor Infeksi

1) Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan makanan

yang merupakan penyebab utama diare pada anak. Meliputi

infeksi enteral sebagai berikut :

a) Infeksi bakteri : Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella,

Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya.

Page 4: BAB II TINJAUAN TEORITIS Nursalam (2008), mengatakan diare

11

b) Infeksi virus: Enterovirus (virus ECHO, Coxsackie,

Poliomyelitis) Adeno-virus, Rotavirus, Astrovirus, dan lain-

lain.

c) Infeksi parasit: cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris,

Strongyloides); protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia

lamblia, Trichomonas hominis); jamur (Candida albicans)

2) Infeksi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan

seperti: otitis media akut (OMA) , tonsilitis/ tonsilofaringitis,

bronkopneumonia, ensefalitis, dan sebagainya. Keadaan ini

terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah

2 tahun.

b. Faktor malabsorbsi

1) Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi

laktosa, maltosa dan sukrosa); monosakarida (intoleransi

glukosa, fruktosa, dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang

terpenting dan tersering (intoleransi laktosa).

2) Malabsorbsi lemak.

3) Malabsorbsi protein.

c. Faktor makanan, makanan basi, beracun, alergi terhadap

makanan.

d. Faktor psikologis, rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat

terjadi pada anak yang lebih besar).

Selain kuman, ada beberapa perilaku yang dapat meningkatan

resiko terjadinya diare, yaitu :

1) Tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan

pertama dari kehidupan.

2) Menggunakan botol susu.

3) Menyimpan makanan masak pada suhu kamar.

4) Air minum tercemar dengan bakteri tinja.

5) Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar, sesudah

membuang tinja, atau sebelum menjamah makanan.

Page 5: BAB II TINJAUAN TEORITIS Nursalam (2008), mengatakan diare

12

Menurut Wong (2008), penyebab infeksius dari diare akut yaitu :

a. Agens virus

1) Rotavirus, masa inkubasi 1-3 hari. Anak akan

mengalami demam (38ºC atau lebih tinggi), nausea atau

vomitus, nyeri abdomen, disertai infeksi saluran pernapasan

atas dan diare dapat berlangsung lebih dari 1 minggu.

Biasanya terjadi pada bayi usia 6-12 bulan, sedangkan pada

anak terjadi di usia lebih dari 3 tahun.

2) Mikroorganisme, masa inkubasi 1-3 hari. Anak akan

demam, nafsu makan terganggu, malaise. Sumber infeksi

bisa didapat dari air minum, air di tempat rekreasi (air kolam

renang, dll), makanan. Dapat menjangkit segala usia dan

dapat sembuh sendiri dalam waktu 2-3 hari.

b. Agens bakteri

1) Escherichia coli, masa inkubasinya bervariasi bergantung

pada strainnya. Biasanya anak akan mengalami distensi

abdomen, demam, vomitus, BAB berupa cairan berwarna

hijau dengan darah atau mukus bersifat menyembur. Dapat

ditularkan antar individu, disebabkan karena daging

yang kurang matang dan pemberian ASI tidak eksklusif.

2) Kelompok salmonella (nontifoid), masa inkubasi 6-72

jam untuk gastroenteritis. Gejalanya bervariasi, anak bisa

mengalami nausea atau vomitus, nyeri abdomen, demam,

BAB kadang berdarah dan ada lendir, peristaltik

hiperaktif, nyeri tekan ringan pada abdomen, sakit kepala,

kejang. Dapat disebabkan oleh makanan dan minuman yang

sudah terkontaminasi oleh binatang seperti kucing,

burung, dan lainnya.

c. Keracunan makanan

1) Staphylococcus, masa inkubasi 4-6 jam. Dapat

menyebabkan kram yang hebat pada abdomen. Syok

Page 6: BAB II TINJAUAN TEORITIS Nursalam (2008), mengatakan diare

13

disebabkan oleh makanan yang kurang matang atau makanan

yang disimpan di lemari es seperti puding, mayones,

makanan yang berlapis krim.

2) Clostridium perfringens, masa inkubasi 8-24 jam. Dimana

anak akan mengalami nyeri epigastrium yang bersifat kram

dengan intensitas yang sedang hingga berat. Penularan bisa

lewat produk makanan komersial yang paling sering

adalah daging dan unggas.

3) Clostridium botulinum, masa inkubasi 12-26 jam. Anak

akan mengalami nausea, vomitus, mulut kering, dan disfagia.

Ditularkan lewat makanan yang terkntaminasi. Intensitasnya

bervariasi mulai dari gejala ringan hingga yang

dapat menimbulkan kematian dengan cepat dalam waktu

beberapa jam.

4. Patofisiologi

Hidayat (2008), mengatakan proses terjadinya diare dapat disebabkan

oleh berbagai kemungkinan faktor diantaranya :

a. Faktor infeksi

1) Virus

Penyebab tersering diare pada anak adalah disebabkan infeksi

rotavirus. Setelah terpapar dengan agen tertentu, virus akan

masuk ke dalam tubuh bersama dengan makanan dan minuman

yang masuk ke dalam saluran pencernaan yang kemudian

melekat pada sel-sel mukosa usus, akibatnya sel mukosa usus

menjadi rusak yang dapat menurunkan daerah permukaan usus.

Sel-sel mukosa yang rusak akan digantikan oleh sel enterosit

baru yang berbentuk kuboid atau sel epitel gepeng yang belum

matang sehingga fungsi sel-sel ini masih belum bagus. Hal ini

menyebabkan vili-vili usus halus mengalami atrofi dan tidak

dapat menyerap cairan dan makanan dengan baik. Selanjutnya,

terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan

Page 7: BAB II TINJAUAN TEORITIS Nursalam (2008), mengatakan diare

14

gangguan fungsi usus dalam absorpsi cairan dan elektrolit.

Atau juga dikatakan adanya toksin bakteri atau virus akan

menyebabkan sistem transpor aktif dalam usus sehingga sel

mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan

elektrolit akan meningkat.

2) Bakteri

Bakteri pada keadaan tertentu menjadi invasif dan menyerbu ke

dalam mukosa, terjadi perbanyakan diri sambil membentuk

toksin. Enterotoksin ini dapat diresorpsi ke dalam darah dan

menimbulkan gejala hebat seperti demam tinggi, nyeri kepala,

dan kejang-kejang. Selain itu, mukosa usus yang telah dirusak

mengakibatkan mencret berdarah berlendir. Penyebab utama

pembentukan enterotoksin ialah bakteri Shigella sp, E.coli.

diare ini bersifat self-limiting dalam waktu kurang lebih lima

hari tanpa pengobatan, setelah sel-sel yang rusak diganti

dengan sel-sel mukosa yang baru (Wijoyo, 2013).

b. Faktor malabsorpsi,

1) Gangguan osmotik

Cairan dan makanan yang tidak dapat diserap akan

terkumpul di usus halus dan akan meningkatkan tekanan

osmotik usus Akibatnya akan menyebabkan tekanan osmotik

dalam rongga usus meningkat. Gangguan osmotik meningkat

menyebabkan terjadinya pergeseran air dan elektrolit ke

dalam rongga usus. Hal ini menyebabkan banyak cairan

ditarik ke dalam lumen usus dan akan menyebabkan

terjadinya hiperperistaltik usus. Cairan dan makanan yang

tidak diserap tadi akan didorong keluar melalui anus dan

terjadilah diare (Nursalam, 2008).

Page 8: BAB II TINJAUAN TEORITIS Nursalam (2008), mengatakan diare

15

2) Gangguan sekresi

Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding

usus akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke

dalam rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena

terdapat peningkatan isi rongga usus (Nursalam, 2008).

3) Gangguan motilitas usus

Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya

kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul

diare. Sebaliknya bisa peristaltik usus menurun akan

mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya

timbul diare pula. Akibat dari diare yaitu kehilangan air dan

elektrolit yang dapat menyebabkan cairan ekstraseluler secara

tiba-tiba cepat hilang, terjadi ketidakseimbangan elektrolit

yang mengakibatkan syok hipovolemik dan berakhir pada

kematian jika tidak segera diobati (Nursalam, 2008).

c. Faktor makanan, ini dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak

mampu diserap dengan baik. Sehingga terjadi peningkatan

peristaltik usus yang mengakibatkan penurunan kesempatan untuk

menyerap makanan yang kemudian menyebabkan diare

(Hidayat, 2008). Diare akut berulang dapat menjurus ke

malnutrisi energi protein, yang mengakibatkan usus halus

mengalami perubahan yang disebabkan oleh PEM tersebut

menjurus ke defisiensi enzim yang menyebabkan absorpsi yang

tidak adekuat dan terjadilah diare berulang yang kronik. Anak

dengan PEM terjadi perubahan respons imun, menyebabkan

reaksi hipersensitivitas kulit terlambat, berkurangnya jumlah

limfosit dan jumlah sel T yang beredar. Setelah mengalami

gastroenteritis yang berat anak mengalami malabsorpsi.

Malabsorpsi juga terdapat pada anak yang mengalami malnutrisi,

keadaan malnutrisi menyebabkan atrofi mukosa usus, faktor

Page 9: BAB II TINJAUAN TEORITIS Nursalam (2008), mengatakan diare

16

infeksi silang usus yang berulang menyebabkan malabsorpsi,

enteropati dengan kehilangan protein. Enteropati ini menyebabkan

hilangnya albumin dan imunogobulin yang mengakibatkan

kwashiorkor dan infeksi jalan nafas yang berat (Suharyono, 2008).

d. Faktor psikologis, faktor ini dapat mempengaruhi terjadinya

peningkatan peristaltik usus yang akhirnya mempengaruhi proses

penyerapan makanan yang dapat menyebabkan diare. Proses

penyerapan terganggu (Hidayat, 2008)

5. Manifestasi Klinis

BAB cair, mungkin disertai lendir dan darah. Warna tinja makin

lama berubah kehijauan karena bercampur dengan empedu. Anus dan

daerah sekitarnya akan lecet karena sering defekasi dan tinja

makin lama makin asam sebagai akibat makin banyak asam laktat

yang berasal dari laktosa yang tidak diabsorbsi oleh usus selama

diare.

Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare dan dapat

disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat gangguan

keseimbangan asam basa dan elektrolit. Jika anak telah banyak

kehilangan cairan dan elektrolit, serta mengalami gangguan asam

basa dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik dan

hipokalemia, hipovolemia. Gejala dari dehidrasi yang tampak

yaitu berat badan turun, turgor kulit kembali sangat lambat, mata

dan ubun-ubun besar menjadi cekung, mukosa bibir kering.

Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat

menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian bila

tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas

plasma dapat berupa dehidrasi isotonik, dehidrasi hipertonik

(hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat

dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang

Page 10: BAB II TINJAUAN TEORITIS Nursalam (2008), mengatakan diare

17

atau dehidrasi berat (Juffrie, 2010). Untuk mengetahui keadaan

dehidrasi dapat dilakukan penilaian sebagai berikut:

Tabel 2.1 Penilaian Derajat Dehidrasi

Penilaiann Tanpa Dehidrasi Dehidrasi

Dehidrasi Ringan/Sedang Berat Lihat: Keadaan

Umum Baik, sadar Gelisah, rewel Lesu, lunglai

atau tidak sadar

Mata Normal Cekung Sangat cekung dan kering

Air mata Ada Tidak ada Tidak ada

Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering

Rasa haus

Minum biasa tidak haus

Haus, ingin minum banyak

Malas minum atau tidak

Bisa minum Periksa: Turgor Kulit Kembali cepat Kembali lambat Kembali sangat lambat

Hasil Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan/ sedang Dehidrasi Berat

Pemeiksaan Kriteria : Bila ada 1 tanda

kriteria bila ada 1 tanda *

ditambah 1 atau lebih tanda lain

Ditambah1 atau lebih

*Tanda-tanda yang juga dapat diperiksa: timbang berat badan, ubun-ubun besar, urine, nadi, dan pernapasan atau tekanan darah Sumber: Depkes, Buku Ajar Diare dalam Nursalam (2008)

6. Respon Tubuh

a. Sistem Integumen

Anak yang mengalami diare dengan dehidrasi ringan hingga

berat turgor kulit biasanya kembali sangat lambat.

Karena tidak adekuatnya kebutuhan cairan dan elektrolit pada

Page 11: BAB II TINJAUAN TEORITIS Nursalam (2008), mengatakan diare

18

jaringan tubuh anak sehingga kelembapan kulitpun menjadi

berkurang.

b. Sistem Respirasi

Kehilangan air dan elektolit pada anak yang diare

mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa yang

menyebabkan pH turun karena akumulasi asam non-volatil.

Terjadilah hiperventilasi yang akan menurunkan pCO2

menyebabkan pernapasan jadi cepat, dan dalam (pernapasan

kusmaul).

c. Sistem Pencernaan

Anak yang diare biasanya mengalami gangguan pada nutrisi,

yang disebabkan oleh kerusakan mukosa usus dimana usus tidak

dapat menyerap makanan. Anak akan tampak lesu, malas

makan, dan letargi. Nutrisi yang tidak dapat diserap

mengakibatkan anak bisa mengalami gangguan gizi yang bisa

menyebabkan terjadinya penurunan berat badan dan menurunnya

daya tahan tubuh sehingga proses penyembuhan akan lama.

d. Sistem Muskoloskletal

Kekurangan kadar natrium dan kalium plasma pada anak

yang diare dapat menyebabkan nyeri otot, kelemahan otot dan

kram.

e. Sistem Sirkulasi

Akibat dari diare dapat terjadi gangguan pada sistem

sirkulasi darah menyebabkan nadi melemah, tekanan darah

rendah, kulit pucat, akral dingin yang mengakibatkan terjadinya

syok hipovolemik.

Page 12: BAB II TINJAUAN TEORITIS Nursalam (2008), mengatakan diare

19

f. Sistem Otak

Syok hipovolemik dapat menyebabkan aliran darah dan oksigen

ke otak berkurang. Hal ini bisa menyebabkan terjadinya

penurunan kesadaran dan bila tidak segera ditolong dapat

mengakibatkan kematian.

g. Sistem Eliminasi

Warna tinja anak yang mengalami diare makin lama berubah

kehijauan karena bercampur dengan empedu. Anus dan daerah

sekitarnya akan lecet karena sering defekasi dan tinja yang

makin asam sebagai akibat makin banyaknya asam laktat

yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi oleh usus

selama diare.

7. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Medis

1) Dehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan. Empat hal

penting yang perlu diperhatikan

a) Jenis cairan

(1) Oral : pedialyte atau oralit, Ricelyte

(2) Parenteral : NaCl, Isotonic, infus

b) Jumlah cairan

Jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan cairan yang

dikeluarkan.

c) Jalan masuk atau cara pemberian (1) Cairan per oral, pada pasien dengan dehidrasi

ringan dan sedang cairan diberikan per oral berupa

cairan yang berisikan NaCl dan NaHCO3, KCL dan

glukosa. (2) Cairan parenteral, pada umumnya cairan Ringer

Laktat (RL) selalu tersedia di fasilitas kesehatan

dimana saja. Mengenai seberapa banyak cairan

Page 13: BAB II TINJAUAN TEORITIS Nursalam (2008), mengatakan diare

20

yang diberikan tergantung dari beratringannya

dehidrasi, yang diperhitungkan dengan

kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat

badannya.

d) Jadwal pemberian cairan

Diberikan 2 jam pertama, selanjutnya dilakukan

penilaian kembali status hidrasi untuk menghitung

kebutuhan cairan.

(1) Identifikasi penyebab diare

(2) Terpai sistematik seperti pemberian obat anti

diare, obat anti mortilitas dan sekresi usus,

antiemetik.

2) Pengobatan dietetik

Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan

berat badan kurang dari 7 kg jenis makanan :

a) Susu (ASI atau susu formula yang mengandung laktosa

rendah dan asam lemak tidak jenuh, misalnya LLM,

Almiron atau sejenis lainnya).

b) Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat

(nasi tim), bila anak tidak mau minum susu karena

dirumah tidak biasa.

c) Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang

ditemukan misalnya susu yang tidak mengandung laktosa

atau asam lemak yang berantai sedang atau tidak jenuh

(Ngastiyah, 2014).

b. Penatalaksanaan Keperawatan

1) Bila dehidrasi masih ringan

Berikan minum sebanyak-banyaknya, 1 gelas setiap kali

setelah pasien defekasi. Cairan harus mengandung eletrolit,

seperti oralit. Bila tidak ada oralit dapat diberikan

larutan gula garam dengan 1gelas air matang yang agak

Page 14: BAB II TINJAUAN TEORITIS Nursalam (2008), mengatakan diare

21

dingindilarutkan dalam 1 sendok teh gula pasir dan 1

jumput garam dapur. Jika anak terus muntah atau tidak mau

minum sama sekali perlu diberikan melaluui sonde. Bila

pemberian cairan per oral tidak dapat dilakukan, dipasang

infus dengan cairan Ringer Laktat (RL) atau cairan lain

(atas persetujuan dokter). Yang penting diperhatikan adalah

apakah tetesan berjalan lancar terutama pada jam-jam

pertama karena diperlukan untuk segera mengatasi

dehidrasi.

2) Pada dehidrasi berat

Selama 4 jam pertama tetesan lebih cepat. Untuk

mengetahui kebutuhan sesuai dengan yang diperhitungkan,

jumlah cairan yang masuk tubuh dapat dihitung dengan

cara:

(a). Jumlah tetesan per menit dikalikan 60, dibagi 15/20

(sesuai set infus yang dipakai). Berikan tanda batas

cairan pada botol infus waktu memantaunya.

(b) Perhatikan tanda vital : denyut nadi, pernapasan, suhu.

(c) Perhatikan frekuensi buang air besar anak apakah masih

sering, encer atau sudah berubah konsistensinya.

(d) Berikan minum teh atau oralit 1-2 sendok jam untuk

mencegah bibir dan selaput lendir mulut kering.

(e) Jika rehidrasi telah terjadi, infus dihentikan, pasien

diberi makan lunak atau secara realimentasi.

8. Komplikasi

Menurut Suharyono dalam Nursalam (2008), komplikasi yang dapat

terjadi dari diare akut maupun kronis, yaitu:

a. Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi).

Kondisi ini dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan

asam basa (asidosis metabolik), karena:

Page 15: BAB II TINJAUAN TEORITIS Nursalam (2008), mengatakan diare

22

1. Kehilangan narium bicarbonat bersama tinja.

2. Adanya ketosis kelaparan dan metabolisme lemak yang

tidak sempurna, sehingga benda keton tertimbun dalam

tubuh.

3. Terjadi penimbunan asam laktat karena adanya

anoksia jaringan.

4. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat

karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguri

dan anuria).

5. Pemindahan ion natrium dan cairan ekstraseluler ke

dalam cairan intraseluler.

Secara klinis, bila pH turun oleh karena akumulasi beberapa

asam non- volatil, maka akan terjadi hiperventilasi yang akan

menurunkan pCO2 menyebabkan pernafasan bersifat cepat,

teratur, dan dalam (pernapasan kusmaul) (Suharyono, 2008).

b. Hipoglikemia

Hypoglikemia terjadi pada 2-3% dari anak-anak yang

menderita diare dan lebih sering terjadi pada anak yang

sebelumnya sudah menderita kekurangan kalori protein (KKP),

karena :

1. Penyimpanan persediaan glycogen dalam hati

terganggu.

2. Adanya gangguan absorpsi glukosa (walaupun

jarang terjadi.

Gejala hypoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah

menurun sampai 40% pada bayi dan 50% pada anak-anak. Hal

tersebut dapat berupa lemas, apatis, peka rangsang, tremor,

berkeringat, pucat, syok, kejang sampai koma.

Page 16: BAB II TINJAUAN TEORITIS Nursalam (2008), mengatakan diare

23

c. Gangguan gizi

Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi

sehingga terjadi penurunan berat badan. Hal ini disebabkan

karena:

1. Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut

diare atau muntahnya akan bertambah hebat, sehingga

orang tua hanya sering memberikan air teh saja.

2. Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan

pengenceran dalam waktu yang terlalu lama.

3. Makanan diberikan sering tidak dapat dicerna dan

diabsorpsi dengan baik karena adanya hiperperistaltik.

d. Gangguan sirkulasi

Sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai muntah,

maka dapat terjadi gangguan sirkulasi darah berupa renjatan

atau syok hipovolemik. Akibat perfusi jaringan berkurang dan

terjadinya hipoksia, asidosis bertambah berat sehingga dapat

mengakibatkan perdarahan di dalam otak, kesadaran

menurun, dan bila tidak segera ditolong maka penderita dapat

meninggal.

e. Hiponatremia

Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan

yang hanya mengandung sedikit garam, dapat terjadi

hiponatremi (Na<130 mol/L). Hiponatremi sering terjadi pada

anak dengan Shigellosis dan pada anak malnutrisi berat dengan

oedema. Oralit aman dan efektif untuk terapi dari hampir

semua anaka dengan hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi

Na dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu:

memakai Ringer Laktat atau Normal Saline (Juffrie, 2010).

Page 17: BAB II TINJAUAN TEORITIS Nursalam (2008), mengatakan diare

24

B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Anamnesis: pengkajian mengenai nama lengkap, jenis kelamin,

tanggal lahir, umur, tempat lahir, asal suku bangsa, nama orang tua,

pekerjaan orang tua, dan penghasilan.

1) Keluhan Utama

Biasanya pasien mengalamin buang air besar (BAB) lebih

dari 3 kali sehari, BAB < 4 kali dan cair (diare tanpa

dehidrasi), BAB 4-10 kali dan cair (dehidrasi ringan/ sedang),

atau BAB >10 kali (dehidrasi berat). Apabila diare

berlangsung <14 hari maka diare tersebut adalah diare akut,

sementara apabila berlangsung selama 14 hari atau lebih adalah

diare persisten (Nursalam, 2008)

2) Riwayat Kesehatan Sekarang

Biasanya pasien mengalami:

a) Bayi atau anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan

mungkin meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak

ada, dan kemungkinan timbul diare.

b) Tinja makin cair, mungkin disertai lendir atau lendir

dan darah. Warna tinja berubah menjadi kehijauan karena

bercampur empedu.

c) Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering

defekasi dan sifatnya makin lama makin asam.

d) Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.

e) Apabila pasien telah banyak kehilangan cairan dan

eletrolit, maka gejala dehidrasi mulai tampak.

f) Diuresis: terjadi oliguri (kurang 1 ml/kg/BB/jam)

bila terjadi dehidrasi. Urine normal pada diare tanpa

dehidrasi. Urine sedikit gelap pada dehidrasi ringan

atau sedang. Tidak ada urine dalam waktu 6 jam

(dehidrasi berat) (Nursalam, 2008).

Page 18: BAB II TINJAUAN TEORITIS Nursalam (2008), mengatakan diare

25

3) Riwayat Kesehatan Dahulu

a) Kemungkinan anak tidak dapat imunisasi campak

Diare lebih sering terjadi pada anak-anak dengan campak

atau yang baru menderita campak dalam 4 minggu

terakhir, sebagai akibat dari penuruan kekebalan tubuh

pada pasien. Selain imunisasi campak, anak juga harus

mendapat imunisasi dasar lainnya seperti imunisasi BCG,

imunisasi DPT, serta imunisasi polio.

b) Adanya riwayat alergi terhadap makanan atau obat-

obatan (antibiotik), makan makanan basi, karena faktor ini

merupakan salah satu kemungkinan penyebab diare.

c) Riwayat air minum yang tercemar dengan bakteri tinja,

menggunakan botol susu, tidak mencuci tangan setelah

buang air besar, dan tidak mencuci tangan saat menjamah

makanan.

d) Riwayat penyakit yang sering terjadi pada anak berusia

dibawah 2 tahun biasanya adalah batuk, panas, pilek, dan

kejang yang terjadi sebelumnya, selama, atau setelah diare.

Informasi ini diperlukan untuk melihat tanda dan gejala

infeksi lain yang menyebabkan diare seperti OMA,

tonsilitis, faringitis, bronkopneumonia, dan ensefalitis

(Nursalam, 2008).

4) Riwayat Kesehatan Keluarga

Adanya anggota keluarga yang menderita diare sebelumnya,

yang dapat menular ke anggota keluarga lainnya. Dan juga

makanan yang tidak dijamin kebersihannya yang disajikan

kepada anak. Riwayat keluarga melakukan perjalanan

ke daerah tropis (Nursalam, 2008; Wong, 2008).

Page 19: BAB II TINJAUAN TEORITIS Nursalam (2008), mengatakan diare

26

5) Riwayat Nutrisi

Riwayat pemberian makanan sebelum mengalami diare,

meliputi:

a) Pemberian ASI penuh pada anak umur 4-6 bulan sangat

mengurangi resiko diare dan infeksi yang serius.

b) Pemberian susu formula. Apakah dibuat menggunakan

air masak dan diberikan dengan botol atau dot, karena

botol yang tidak bersih akan mudah menimbulkan

pencemaran.

c) Perasaan haus. Anak yang diare tanpa dehidrasi tidak

merasa haus (minum biasa). Pada dehidrasi ringan atau

sedang anak merasa haus ingin minum banyak. Sedangkan

pada dehidrasi berat, anak malas minum atau tidak

bisa minum (Nursalam, 2008).

b. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum

a) Diare tanpa dehidrasi: baik, sadar

b) Diare dehidrasi ringan atau sedang: gelisah, rewel

c) Diare dehidrasi berat: lesu, lunglai, atau tidak sadar

2. Berat badan

Menurut S. Partono dalam Nursalam (2008), anak yang

mengalami diare dengan dehidrasi biasanya mengalami

penurunan berat badan, sebagai berikut: Tabel 2.2

Persentase Kehilangan Berat Badan Berdasarkan Tingkat Dehidrasi

% Kehilangan Berat Badan

Tingkat Dehidrasi Bayi Anak Dehidrasi ringan Dehidrasi sedang Dehidrasi berat

5% (50 ml/kg) 5-10% (50-100 ml/kg) 10-15% (100-150 ml/kg)

3% (30 ml/kg) 6% (60 ml/kg) 9% (90 ml/kg)

Sumber: Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak, Nursalam, 2008.

Page 20: BAB II TINJAUAN TEORITIS Nursalam (2008), mengatakan diare

27

3. Pemeriksaan Fisik

a) Kepala

Anak berusia di bawah 2 tahun yang mengalami dehidrasi,

ubun-ubunnya biasanya cekung

b) Mata

Anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi, bentuk

kelopak matanya normal. Apabila mengalami dehidrasi

ringan atau sedang kelopak matanya cekung (cowong).

Sedangkan apabila mengalami dehidrasi berat, kelopak

matanya sangat cekung

c) Hidung

Biasanya tidak ada kelainan dan gangguan pada hidung,

tidak sianosis, tidak ada pernapasan cuping hidung.

d) Telinga

Biasanya tidak ada kelainan pada telinga

e) Mulut dan Lidah

1) Diare tanpa dehidrasi: Mulut dan lidah basah

2) Diare dehidrasi ringan: Mulut dan lidah kering

3) Diare dehidrasi berat: Mulut dan lidah sangat kering

f) Leher

Tidak ada pembengkakan pada kelenjar getah bening, tidak

ada kelainan pada kelenjar tyroid

g) Thorax

1) Jantung (a) Inspeksi : Pada anak biasanya iktus kordis tampak

terlihat.

(b) Auskultasi : Pada diare tanpa dehidrasi denyut

jantung normal, diare dehidrasi ringan atau sedang

denyut jantung pasien normal hingga meningkat,

diare dengan dehidrasi berat biasanya pasien

mengalami takikardi dan bradikardi.

Page 21: BAB II TINJAUAN TEORITIS Nursalam (2008), mengatakan diare

28

2) Paru-paru

Pada saat di lakukan Inspeksi : Diare tanpa dehidrasi

biasanya pernapasan normal, diare dehidrasi ringan

pernapasan normal hingga melemah, diare dengan

dehidrasi berat pernapasannya dalam.

h) Abdomen

1) Inspeksi : Anak akan mengalami distensi abdomen, dan

kram.

2) Palpasi : Turgor kulit pada pasien diare tanpa

dehidrasi baik, pada pasien diare dehidrasi ringan

kembali < 2 detik, pada pasien dehidrasi berat kembali

> 2 detik.

3) Auskultasi : Biasanya anak yang mengalami diare

bising ususnya meningkat

i) Ektremitas

Anak dengan diare tanpa dehidrasi Capillary refill (CRT)

normal, akral teraba hangat. Anak dengan diare dehidrasi

ringan CRT kembali < 2 detik, akral dingin. Pada anak

dehidrasi berat CRT kembali > 2 detik, akral teraba dingin,

sianosis.

j) Genitalia

Anak dengan diare akan sering BAB maka hal yang perlu

di lakukan pemeriksaan yaitu apakah ada iritasi pada anus.

c. Pemeriksaan penunjang.

1) Pemeriksaan laboratrium

a) Pemeriksaan AGD, elektrolit, kalium, kadar natrium serum

Biasanya penderita diare natrium plasma > 150 mmol/L,

kalium > 5 mEq/L.

Page 22: BAB II TINJAUAN TEORITIS Nursalam (2008), mengatakan diare

29

b) Pemeriksaan urin

Diperiksa berat jenis dan albuminurin. Eletrolit urin yang

diperiksa adalah Na+ K+ dan Cl. Asetonuri menunjukkan

adanya ketosis (Suharyono, 2008).

c) Pemeriksaan tinja

Biasanya tinja pasien diare ini mengandung sejumlah ion

natrium, klorida, dan bikarbonat.

d) Pemeriksaan pH, leukosit, glukosa

Biasanya pada pemeriksaan ini terjadi peningkatan kadar

protein leukosit dalam feses atau darah makroskopik,

pH menurun disebabkan akumulasi asama atau kehilangan

basa.

e) Pemeriksaan biakan empedu bila demam tinggi dan

dicurigai infeksi sistemik.

f) Osmolalitas dan volume feses setelah 48 jam berpuasa akan

mengidentifikasi penyebab sekretorik dan osmotik dari diare.

g) Pemeriksaan laksatif pada pasien-pasien yang dicurigai

membutuhkan sampel feses dan serologi.

2) Pemeriksaan diagnostik.

a) Endoskopi

(1) Endoskopi gastrointestinal bagian atas dan biopsi D2,

jika dicurigai mengalami penyakit seliak atau Giardia.

Dilakukan jika pasien mengalami mual dan muntah.

(2) Sigmoidoskopi lentur, jika diare berhubungan dengan

perdarahan segar melalui rektum.

(3) Kolonoskopi dan ileoskopi dengan biopsi, untuk semua

pasien jika pada pemeriksaan feses dan darah hasilnya

normal, yang bertujuan untuk menyingkirkan kanker.

b) Radiologi

(1) CT kolonografi, jika pasien tidak bisa atau tidak cocok

menjalani kolonoskopi

Page 23: BAB II TINJAUAN TEORITIS Nursalam (2008), mengatakan diare

30

(2) Ultrasonografi abdomen atau CT scan, jika di curigai

mengalami penyakit bilier atau prankeas

2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul

Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada anak dengan diare

menurut NANDA Internasional (2015), adalah sebagai berikut:

a. Diare berhubungan dengan parasit, psikologis, proses infeksi, inflamasi,

iritasi, malabsorbsi.

b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan

aktif, kegagalan mekanisme regulasi.

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan faktor biologis, faktor psikologis, ketidakmampuan

mencerna makanan, ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien.

d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi atau

sering BAB, perubahan status cairan, perubahan pigmentasi, perubahan

turgor, penurunan imunologis.

e. Disfungsi motilitas gastrointestinal berhubungan dengan diare,

intoleransi makanan, malnutrisi.

f. Cemas/takut berhubungan dengan perpisahan denganorang tua,

lingkungan tidak dikenal, prosedur yang menimbulkan stress

3. Perencanaan Keperawatan.

Rencana keperawatan yang dapat dikembangkan pada anak dengan diare,

menurut NANDA, (2015) adalah sebagai berikut:

a. Diare berhubungan dengan parasit, psikologis, proses infeksi,

inflamasi, iritasi, malabsorbsi

1). Tujuan.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat

mengontrol pengeluaran feses dari usus.

2). Kriteria Hasil :

Diare tidak terjadi, mengeluarkan feses paling tidak 2 kali per hari,

minum cairan secara adekuat, mengkonsumsi serat secara adekuat

Page 24: BAB II TINJAUAN TEORITIS Nursalam (2008), mengatakan diare

31

3). Intervensi.

a) Manajemen diare

Evaluasi efek samping pengobatan terhadap gastrointestinal,

anjurkan pasien untuk menggunakan obat antidiare, evaluasi

intake makanan yang dikonsumsi sebelumnya, identifikasi

faktor penyebab diare (misalnya, bakteri), berikan makanan

dalam porsi kecil dan lebih sering serta tingkatkan porsi secara

bertahap, monitor tanda dan gejala diare.

b) Manajemen Saluran Cerna

Monitor buang air besar termasuk frekuensi, konsistensi,

bentuk, volume, dan warna, dengan cara yang tepat, monitor

bising usus, instruksikan pasien mengenai makanan tinggi

serat

b. Kekurangan Volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan

aktif, kegagalan mekanisme regulasi.

1). Tujuan.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keseimbangan

cairan didalam tubuh pasien tidak terganggu,

2). Kriteria Hasil :

Tekanan darah tidak terganggu, denyut nadi perifer tidak terganggu,

keseimbangan intake dan output dalam 24 jam stabil, berat badan

stabil, turgor kulit elastis, kelembaban membran mukosa tidak

terganggu, mata dan ubun – ubun tidak cekung

3). Intervensi.

Monitor tanda-tanda vital, monitor status hidrasi (misalnya,

membran mukosa lembab, denyut nadi adekuat), jaga intake/asupan

yang akurat dan catat output pasien, onitor makanan/cairan yang

dikonsumsi dan hitung asupan kalori harian, timbang berat badan

setiap hari dan monitor status pasien, kolaborasi pemberian cairan

IVline, pemeriksaan laboratorium.

Page 25: BAB II TINJAUAN TEORITIS Nursalam (2008), mengatakan diare

32

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan faktor biologis, faktor psikologis,

ketidakmampuan mencerna makanan, ketidakmampuan mengabsorpsi

nutrien.

1). Tujuan.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nutrisi pasien

dapat terpenuhi

2). Kriteria Hasil :

Asupan makanan tidak terganggu, rasio berat/tinggi badan stabil,

tidak pucat, mual dan muntah tidak ada.

3). Intervensi.

Monitor kecendrungan turun BB, monitor adanya mual dan

muntah, monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan

konjungtiva, timbang berat badan pasien secara berkala, identifikasi

adanya alergi atau intoleransi makanan, atur diet yang diperlukan

(yaitu, menyediakan makanan protein tinggi, menambah atau

mengurangi kalori, menambah atau menurangi vitamin, mineral).

d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi atau

sering BAB, perubahan status cairan, perubahan pigmentasi, perubahan

turgor, penurunan imunologis.

1). Tujuan.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keutuhan dan

fungsi kulit pasien tidak terganggu

2). Kriteria Hasil :

Integritas kulit tidak terganggu, elastisitas tidak terganggu, perfusi

jaringan baik, suhu kulit normal

3). Intervensi.

Monitor integritas kulit, monitor suhu dan elastisitas kulit, jaga

agar kulit tidak lembab, berikan kebersihan kulit dari kotoran atau

feses.

Page 26: BAB II TINJAUAN TEORITIS Nursalam (2008), mengatakan diare

33

e. Disfungsi motilitas gastrointestinal berhubungan dengan diare,

intoleransi makanan, malnutrisi.

1). Tujuan.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pengeluaran

feses pasien tidak terganggu.

2). Kriteria Hasil :

Pola eliminasi teratur, warna feses normal, feses lembut dan

berbentuk, kemudahan BAB, suara bising usus normal, nyeri pada

saat BAB tidak ada.

3). Intervensi.

Monitor buang air besar termasuk frekuensi, konsistensi, bentuk,

volume, dan warna dengan cara yang tepat, monitor bising usus,

instruksikan pasien mengenai makanan tinggi serat, monitor

adanya tanda dan gejal diare dan konstipasi

f Cemas/takut berhubungan dengan hospitalisasi, lingkungan tidak

dikenal, prosedur yang menimbulkan stress.

1). Tujuan.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kecemasan

orang tua tidak terjadi.

2). Kriteria Hasil :

Orang tua menunjukkan tanda-tanda kenyamanan dan tidak

cemas

3). Intervensi.

Dorong kunjungan dan partisipasi keluarga dalam perawatan

sebanyak yang mampu dilakukan keluarga, sentuh, gendong, dan bicara

pada anak sebanyak mungkin beri stimulasi sensoris dan pengalihan

yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak dan kondisinya.

4. Pelaksanaan Keperawatan

Pelaksanaan atau implementasi adalah pemberian tindakan keperewatan

yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan rencana tindakan yang telah

disusun setiap tindakan keperawatan yang dilakukan dan dicatat dalam

Page 27: BAB II TINJAUAN TEORITIS Nursalam (2008), mengatakan diare

34

pencatatan keperawatan agar tindakan keperawatan terhadap klien berlanjut.

Prinsip dalam melaksanakan tindakan keperawatan yaitu cara pendekatan

pada klien efektif, tehnik komunikasi terapeutik serta penjelasan untuk

setiap tindakan yang diberikan kepada klien.

Dalam melakukan tindakan keperawatan menggunakan tiga tahap yaitu

independent, dependent, dan interdependent. Tindakan keperawatan secara

independent adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh perawat tanpa

petunjuk atau perintah dokter atau tenaga kesehatan lainnya, dependent

adalah tindakan sehubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan medis

dan interdependent adalah tindakan keperawatan, yang menjelaskan suatu

kegiatan yang memerlukan suatu kerja sama dengan tenaga kesehatan

lainnya, misalnya tenaga sosial, ahli gizi, dan dokter, keterampilan yang

harus perawatpunya dalam melaksanakan tindakan keperawatan yaitu

kognitif, dan sikap psikomotor.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan

yang menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan, rencana tindakan,

dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai kemungkinan terjadi pada tahap

evaluasi adalah masalah dapat teratasi, masalah teratasi sebagian, masalah

belum teratasi, atau timbul masalah baru.

Evaluasi yang dilakukan yaitu evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi

proses adalah yang dilakukan untuk membantu keefektifan terhadap

tindakan. Sedangkan evaluasi hasil adalah evaluasi yang dilakukan pada

akhir tindakan keperawatan secara keseluruhan sesuai dengan waktu yang

ada pada tujuan.