Upload
lythien
View
227
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
7
BAB II
KONSEP DASAR
GASTROENTERITIS
A. Pengertian
Diare adalah buang air besar yang melebihi normal karena pasage bolus
makanan terlalu cepat sebagai akibat hiperperistaltik, sehingga resorpsi air
dalam usus besar terganggu, menyebabkan frekuensi buang air besar melebihi
normal, tinja yang dikeluarkan biasanya berbentuk cair dengan atau tanpa
disertai lendir dan darah (Hadi Sujono, 1999).
Diare akut adalah diare yang awalnya mendadak dan berlangsung
singkat, dalam beberapa jam lamanya 7 sampai 14 hari (Mansyur A, 1990 ).
Gastroenteritis adalah suatu kondisi yang ditandai dengan adanya mual
dan muntah serta diare yang diakibatkan oleh infeksi, alergi yang tidak toleran
terhadap makanan tertentu atau toksin (Tucker SM, 1998 ).
Gastroentritis adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus
yang memberikan gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah (Sowden, et
all, 1996).
Gastroentritis adalah inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang
disebabkan oleh bakteri yang bermacam-macam virus dan parasit yang
patogen (Whaley & Wongs, 1993)
Dapat disimpulkan bahwa gastroentritis adalah peradangan yang terjadi
pada lambung dan usus yang memberikan gejala dengan frekuensi lebih
8
banyak dari biasanya yang disebabkan oleh bakteri, virus dan parasit yang
patogen.
B. Anatomi Dan Fisiologi Gastrointestinal
Gambar 2.1 Sistem Saluran Pencernaan
Sumber : www.medicastore.com tanggal 21-1-2010
1. Anatomi
Menurut Syaifuddin (1997), susunan pencernaan terdiri dari :
a. Mulut
Terdiri dari 2 bagian :
1) Bagian luar yang sempit / vestibula yaitu ruang diantara gusi, gigi,
bibir, dan pipi.
a) Bibir, disebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan disebelah
9
dalam ditutupi oleh selaput lendir (mukosa). Otot orbikularis
oris menutupi bibir. Levator anguli oris mengakat dan depresor
anguli oris menekan ujung mulut.
b) Pipi, dilapisi dari dalam oleh mukosa yang mengandung papila,
otot yang terdapat pada pipi adalah otot buksinator.
c) Gigi, terdapat dua kelompok gigi yaitu gigi sementara atau gigi
sulung dan gigi tetap. Terdapat dua puluh gigi sulung, sepuluh
pada setiap rahang. Dari tengah ke dua sisi berturut-turut
dinamai; dua insisivus atau gigi seri, satu kanina atau gigi
taring, dua molar atau geraham. Gigi tetap lebih banyak yaitu
tiga puluh dua, enambelas pada setiap rahang. Dari tengah ke
samping berturut-turut disebut dua insisivus, satu taring dua
premolar ( geraham depan), tiga molar (geraham belakang).
2) Bagian rongga mulut atau bagian dalam yaitu rongga mulut yang
dibatasi sisinya oleh tulang maksilaris palatum dan mandibularis
disebelah belakang bersambung dengan faring.
a) Palatum terdiri atas 2 bagian yaitu palatum durum (palatum
keras) yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum dari sebelah
tulang maksilaris dan lebih kebelakang yang terdiri dari 2
palatum. Palatum mole (palatum lunak) terletak dibelakang
yang merupakan lipatan menggantung yang dapat bergerak,
terdiri atas jaringan fibrosa dan selaput lendir.
b) Lidah terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi oleh selaput
10
lendir, kerja otot lidah ini dapat digerakkan ke segala arah.
Lidah dibagi atas 3 bagian yaitu : Radiks Lingua = pangkal
lidah, Dorsum Lingua = punggung lidah dan Apek Lingua +
ujung lidah. Pada pangkal lidah yang kebelakang terdapat
epligotis. Punggung lidah (dorsum lingua) terdapat puting-
puting pengecapatau ujung saraf pengecap. Fenukun Lingua
merupakan selaput lendir yang terdapat pada bagian bawah
kira-kira ditengah-tengah, jika tidak digerakkan ke atas nampak
selaput lendir.
c) Kelenjar Ludah merupakan kelenjar yang mempunyai ductus
bernama ductus wartoni dan duktus stansoni. Kelenjar ludah
ada 2 yaitu kelenjar ludah bawah rahang (kelenjar
submaksilaris) yang terdapat dibawah tulang rahang atas bagian
tengah, kelenjar ludah bawah lidah (kelenjar sublingualis) yang
terdapat disebelah depan dibawah lidah. Dibawah kelenjar
ludah bawah rahang dan kelenjar ludah bawah lidah disebut
koronkula sublingualis serta hasil sekresinya berupa kelenjar
ludah (saliva). Disekitar rongga mulut terdapat 3 buah kelenjar
ludah yaitu kelenjar parotis yang letaknya dibawah depan dari
telinga diantara prosesus mastoid kiri dan kanan os mandibular,
duktusnya duktus stensoni, duktus ini keluar dari glandula
parotis menuju ke rongga mulut melalui pipi (muskulus
buksinator). Kelenjar submaksilaris terletak dibawah rongga
11
mulut bagian belakang, duktusnya duktus watoni bermuara di
rongga mulut bermuara didasar rongga mulut. Kelenjar ludah
didasari oleh saraf-saraf tak sadar
d) Otot Lidah. Otot intrinsik lidah berasal dari rahang bawah (m
mandibularis, oshitoid dan prosesus steloid) menyebar kedalam
lidah membentuk anyaman bergabung dengan otot instrinsik
yang terdapat pada lidah. M genioglosus merupakan otot lidah
yang terkuat berasal dari permukaan tengah bagian dalam yang
menyebar sampai radiks lingua.
b. Faring (tekak)
Merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan
kerongkongan (esofagus), didalam lengkung faring terdapat tonsil
(amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung
limfosit.
Disini terletak persimpangan antara jalan nafas dengan jalan
makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung,
didepan ruas belakang, keatas bagian depan dengan rongga mulut
dengan perantara lubang yang disebut ismus fauisium.
c. Esofagus
Panjang esofagus sekitar 25 cm dan menjalar melalui dada dekat
dengan kolumna vertebralis, dibelakang trakea dan jantung. Esofagus
melengkung ke depan, menembus diafragma dan menghubungkan
lambung. Jalan masuk esofagus ke dalam lambung adalah kardia.
12
d. Gaster ( Lambung )
Merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang paling
banyak terutama didaerah epigaster. Lambung terdiri dari bagian atas
fundus uteri berhubungan dengan esofagus melalui orifisium pilorik,
terletak dibawah diafragma di depan pankreas dan limpa, menempel
disebelah kiri fudus uteri. Lambung terdiri dari 6 bagian yaitu :
1) Fundus Ventrikuli, bagian yang menonjol ke atas terletak di
sebelah kiri osteum kardium dan biasanya penuh berisi gas.
2) Korpus vetrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada
bagian bawah kurvatura minor
3) Antrum pylorus, bagian lambung berbentuk tabung mempunyai
otot yang tebel membentuk sfingter pilorus.
4) Kurvantura minor, terdapat sebelah kanan lambung terbentang dari
oseteum kardiak samapi ke pilorus
5) Kurvatura mayor, lebih panjang dari kurvatura minor terbentang
dari sisi kiri oseteum kardiakum melalui fundus vertrikuli menuju
kekanan sampai ke pilorus anterior. Ligamentum gastro linealis
tebantang dari bagian atas kurvatura mayor sampai ke limpa.
6) Osteum kardiakum, merupakan tempat dimana esofagus bagian
abdomen masuk ke lambung. Pada bagian ini terdapat orifisium
pilorik.
13
e. Intestinum minor ( usus halus )
Adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal
pada pylorus dan berakhir pada seikum, panjang + 6 meter. Lapisan
usus halus terdiri dari : lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot
melingkar ( m.sirkuler), otot memanjang ( m. Longitudinal ) dan
lapisan serosa ( sebelah luar ). Intesinum minor terdiri dari :
1) Duodenum ( usus 12 jari )
Panjang + 25 cm, berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiri.
Pada lengkungan ini terdapat pankreas. Dan bagian kanan
duodenum ini terdapat selaput lendir yang membuktikan disebut
papila vateri. Pada papila veteri ini bermuara saluran empedu (
duktus koledukus ) dan saluran pankreas ( duktus pankreatikus ).
2) Yeyenum dan ileum
Mempunyai panjang sekitar + 6 meter. Dua perlima bagian
atas adalah yeyenum dengan panjang ± 2-3 meter dan ileum
dengan panjang ± 4 – 5 meter. Lekukan yeyenum dan ileum
melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantaraan
lipatan peritoneum yang berbentuk kipas dikenal sebagai
mesenterium. Akar mesenterium memungkinkan keluar dan
masuknya cabang-cabang arteri dan vena mesentrika superior,
pembuluh limfe dan saraf ke ruang antara 2 lapisan peritoneum
yang membentuk mesenterium. Sambungan antara yeyenum dan
ileum tidak mempunyai batas yang tegas. Ujung bawah ileum
14
berhubungan dengan seikum dengan seikum dengan perataraan
lubang yang bernama orifisium ileoseikalis, orifisium ini diperkuat
dengan sfingter ileoseikalis dan pada bagian ini terdapat katup
valvula seikalis atau valvula baukini. Mukosa usus halus.
Permukaan epitel yang sangat luas melalui lipatan mukosa dan
mikrovili memudahkan pencernaan dan absorbsi. Lipatan ini
dibentuk oleh mukosa dan submukosa yang dapat memperbesar
permukaan usus. Pada penampangan melintang vili dilapisi oleh
epiel dan kripta yang menghasilkan bermacam-macam hormon
jaringan dan enzim yang memegang peranan aktif dalam
pencernaan.
f. Intestinum Mayor (Usus besar)
Panjang ± 1,5 meter lebarnya 5 – 6 cm. Lapisan–lapisan usus besar
dari dalam keluar : selaput lendir, lapisan otot melingkar, lapisan otot
memanjang, dan jaringan ikat. Lapisan usus besar terdiri dari :
1) Seikum
Dibawah seikum terdapat appendiks vermiformis yang berbentuk
seperti cacing sehingga disebut juga umbai cacing, panjang 6 cm.
2) Kolon asendens
Panjang 13 cm terletak dibawah abdomen sebelah kanan membujur
ke atas dari ileum ke bawh hati. Di bawah hati membengkak ke
kiri, lengkungan ini disebut Fleksura hepatika, dilanjutkan sebagai
kolon transversum.
15
3) Appendiks ( usus buntu )
Bagian dari usus besar yang muncul seperti corong dari akhir
seikum. Mempunyai pintu keluar yang sempit tapi masih
memungkinkan masih dapat di lewati oleh beberapa isi usus.
Appendiks tergantung menyilang pada linea terminalis masuk ke
dalam rongga pelvis minor terletak horizontal di belakang seikum.
4) Kolon transversum
Panjang ± 38 cm, membunjur dari kolon asendens sampai ke kolon
desendens berada di bawah abdomen, sebelah kanan terdapat
fleksura hepatica dan sebelah kiri terdapat fleksura linealis.
5) Kolon desendens
Panjang ± 25 cm, terletak dibawah abdomen bagian kiri
membunjur dari atas ke bawah dari fleksura linealis sampai ke
depan ileum kiri, bersambung dengan kolon sigmoid.
6) Kolon sigmoid
Merupakan lanjutan dari kolon desendens terletak miring dalam
rongga pelvis sebelah kiri, bentuk menyerupai huruf S. Ujung
bawahnya berhubung dengan rectum
g. Rektum
Terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan
intestinum mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan
os sakrum dan os koksigis.
16
h. Anus
Adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubunkan
rectum dengan dunia luar ( udara luar ). Terletak diantara pelvis,
dindingnya diperkuat oleh 3 sfingter :
1) Sfingter Ani Internus
2) Sfingter Levator Ani
3) Sfingter Ani Eksternus
2. Fisiologi Gastrointestinal
Pada sistem pencernaan, makanan terdiri dari 3 fase : pergerakan
makanan, sekresi getah pencernaan dan absorbsi makanan yang dicerna.
Adapun penjelasan dari fase tersebut adalah :
a. Pergerakan makanan
Jenis fungsional pergerakan saluaran pencernaan, yaitu :
1) Gerak mencampur
Disebabkan oleh kontraksi bola segmen kecil dinding usus.
2) Gerakan mendorong – peristaltik (proporsive)
Peristaltik ditimbulkan oleh karena rangsangan sehingga terjadi
peregangan. Peristaltik terjadi pada tractus gastrointestinal, saluran
empedu, ureter dan saluran kelenjar lain diseluruh tubuh dan
sebagian besar otot polos lain dalam tubuh.
b. Proses pergerakan makanan :
Mulut, faring, esofagus. Jumlah makanan yang dicerna sesorang
ditentukan oleh hasrat instink untuk makan (lapar) dan jenis makanan
17
yang disukai (selera). Mekanisme pencernaan, yaitu : pengunyahan
(mastikasi) yaitu gerak menggigit, memotong dan menggiling
makanan diantara gigi atas dan bawah. Otot utama mengunyah :
muscular maseter, musculus temporalis dan musculus pterigoid.
Sebagian besar otot polos mengunyah dipersyarafi oleh cabang
motoris syaraf otot ke V dan proses mengunyah diatur oleh nukleus
pada batang otak.
Adapun reflek pengunyahan sebagai berikut : adanya bolus
makanan dalam mulut menyebabkan reflek inhibisi otot-otot
pengunyah, yang memungkinkan otot rahang bawah turun yang
mengakibatkan kontraksi memantul.
Proses pengunyahan sangatlah penting karena enzim-enzim
pencernaan terutama bekerja pada permukaan partikel makanan
sehingga mempengaruhi kecepatan pencernaan. Selain itu juga
mencegah dari eksporasi saluran pencernaan dan mempermudah
pengosongan makanan dalam lambung.
c. Menelan (deglutisi)
Proses menelan di bagi dalam 2 stadium :
1) Stadium Valunter
Makanan yang siap ditelan, secara sadar makanan ditelan atau
didorong ke bagian belakang mulut oleh tekanan lidah keatas dan
ke belakang terhadap palatum. Jadi lidah memaksa bolus makanan
masuk kedalam faring.
18
2) Stadium Faringeal
Bila bolus makanan didorong ke belakang mulut, maka
merangsang daerah reseptor menelan lalu impuls berjalan ke
batang otak untuk melakukan serangkaian kontraksi otot faring.
Mekanismenya :
a) Palatum Molle didorong keatas menutup nares posterior
untuk mencegah refluks makanan ke rongga hidung.
b) Arkus Palatofaringeus pada tiap sisi faring tertarik ke tengah
untuk saling mendekati sehingga membentuk celah untuk
lewat makanan. Pita suara alring sangat berdekatan dengan
epiglotis mengayun ke belakang atas pintu superior larings
untuk mencegah makanan masuk kedalam trakea. Seluruh
laring ditarik keatas dan depan dan sfingter esofagus atas
berelaksasi sehingga memungkinkan makanan berjalan
dengan mudah dan bebas dari faring posterior kedalam
esofagus atas.
Saat laring diangkat dan sfingter esofagus relaksasi,
musculus konstriktor faring superior berkontraksi maka
terjadilah gelombang peristaltik.
Pada stadium ini, pengaturan syaraf atas stadium
laringeal yaitu terletak pada daerah cincin sekit, lubang taring
dengan kepekaan terbesar pada ”tonsilitar pillar”. Impuls
dihantarkan dari daerah-daerah tersebut melalui bagian
19
sensoris nervus trigeminus dan nervus glosofaringeus menuju
ke daerah-daerah medulla oblongata dan bagian bawah pons
yang merupakan bagian pusat menelan. Impuls dari pusat
menelan dikirim ke taring dan bagian atas esofagus melalui
saraf otak ke V, IX, X, dab XII yang kemudian menyebabkan
menelan.
3) Stadium Esofageal
Dalam keadaan normal, esofagus menunjukkan dua jenis
gerakan peristaltik yaitu peristaltik primer dan peristaltik sekunder.
Peristaltik primer merupakan lanjutan gelombang peristaltik yang
dimulai pada dan menyebar ke esofagus selama stadium faringeal
proses menelan. Gelombang ini berjalan dari faring ke lambung
kira-kira dlam waktu 5-10 detik. Sedangkan peristaltik sekunder
adalah gelombang peristaltik yang berasal dari esofagus akibat
adanya regangan esofagus oleh makanan yang tertinggal.
Peristaltik esofagus dikontrol oleh reflek fagus yang
dihantarkan melalui saraf aferen vagus dari esofagus kedalam
medula oblongata dan kembali lagi ke esofagus. Setelah makanan
masuk ke lambung maka sfingter esofagus bawah akan menutup
untuk mencegah refluk. Sfingter ini bekerja dipengaruhi oleh
nervus mienterikus.
d. Fisiologi Lambung
Makanan masuk kedalam lambung dari kerongkongan melalui
20
otot berbentuk cincin (sfingter), yang bisa membuka dan menutup.
Dalam keadaan normal, sfingter menghalangi masuknya kembali isi
lambung kedalam kerongkongan. Lambung berfungsi sebagai gudang
makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan
dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3
zat penting : lendir, asam klorida (HCL), prekursor pepsin (enzim yang
memecahkan protein).
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam
lambung. Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan
kerusakan yang mengarah pada terbentuknya tukak lambung. Fungsi
motorik lambung ada 3 :
1) Menyimpan makanan dalam jumlah besar sampai makanan
tersebut dapat ditampung pada bagian bawah saluran pencernaan.
2) Mancampur makanan tersebut dengan sekret lambung sampai ia
membentuk suatu campuran setengah padat yang dinamakan timus.
3) Mengeluarkan makanan perlahan-lahan dari lambung masuk ke
usus halus dengan kesepakatan yang sesuai untuk pencernaan dan
absorbsi oleh usus halus.
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang
diperlukan oleh pepsin guna mencegah memecah protein. Keasaman
lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap
infeksi dengan cara mambunuh bakteri. Pengosongan lambung
dipengaruhi oleh : syaraf yang disebabkan oleh makanan. Hormon
21
gastrin yang dikeluarkan oleh mukosa antrum yang menimbulkan efek
meningkatnya pengosongan lambung. Adapun faktor penghambat
pengosongan lambung :
Reflek-reflek enterogastrik dari duodenum pada aktifitas pylorus.
Bila kimus memasuki duodenum isyarat refleks sarat dihantarkan
kembali ke lambung untuk menghambat peristaltik dan meningkatkan
tonus pylorus. Faktor-faktor yang secara terus menerus menimbulkan
reflek enterogastrik :
1) Derajat peregangan duodenum
2) Derajat kesamaan kimus
3) Osmolaritas kimus
4) Adanya iritasi mukosa duodenum
5) Adanya hasil-hasil pemecahan kimus (protein dan lemak).
Peranan dari hormon atau isyarat umpan balik hormonal dari
duodenum adalah
1) Kolesistokinin, diproduksi dari mukosa jejenum dala respon
terhadap lemak dalam kimus. Berfungsi untuk menghambat
pengosongan lambung yang meningkat akibat kerja hormon gastrin
2) Sektrin, diproduksi dari mukosa duodenum yang berespon terhadap
asam lambung, yang berfungsi menurunkan motalitas pencernaan.
3) Hoftnon peptida penghambat lambung yang dikeluarkan dari
bagian atas usus halus karbohidrat berfungsi menghambat motilitas
lambung.
22
e. Fisiologi Usus Halus
Pergerakan usus halus ada 2, yaitu
1) Kontraksi pencampur (segmentasi)
Kontraksi ini dirangsang oleh peregangan usus halus yaitu.desakan
kimus
2) Kontraksi Pendorong
Kimus didorong melalui usus halus oleh gelombang peristaltik.
Aktifitas peristaltik usus halus sebagian disebabkan oleh masuknya
kimus ke dalam duodenum, tetapi juga oleh yang dinamakan
gastroenterik yang ditimbulkan oleh peregangan lambung terutama
dihancurkan melalui pleksus mientertus dari lambung turun
sepanjang dinding usus halus.Perbatasan usus halus dan kolon
terdapat katup ileosekalis yang berfungsi mencegah aliran feses ke
dalam usus halus. Derajat kontraksi sfingter iliosekal terutama
diatur oleh refleks yang berasal dari sekum. Refleksi dari sekum ke
sfingter iliosekal ini diperantarai oleh pleksus mienterikus. Dinding
usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat diserap
ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang
melumasi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-
pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan
sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula, dan lemak.
Iritasi yang sangat kuat pada mukosa usus,seperti terjadi pada
23
beberapa infeksi dapat menimbulkan apa yang dinamakan
”peristaltic rusrf” merupakan peristaltic sangat kuat yang berjalan
jauh pada usus halus dalam beberapa menit.
f. Usus Besar
Fungsi kolon : Mengabsorsi air dan elektrolit serta kimus dan
menyimpan feses sampai dapat dikeluarkan. Pergerakan kolon ada 2
macam :
1) Pergerakan pencampur (Haustrasi) yaitu kontraksi gabungan otot
polos dan longitudinal namun bagian luar usus besar yang tidak
terangsang menonjol keluar menjadi seperti kantong.
2) Pergarakan pendorong ”Mass Movement”, yaitu kontraksi usus
besar yang mendorong feses ke arah anus.
Faktor pencetus timbulnya Mass movement adalah reflek
gastroiliaka.reflek duodenokolika dan iritasi kolon. Banyaknya
bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna
beberapa bahan dan membantu penyerapan zat – zat gizi.
Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat – zat
penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal
dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan
gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya
terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkanya lendir dan air,
dan terjadilah diare. Beberapa sifat khas otot pada usus adalah
sebagai berikut : osinsitium fungsional yang berati bahwa potensial
24
aksi yang berasal dari salah satu serabut otot polos umumnya
dihantarkan dari serabut ke serabut.
Kontraksi otot intestinal, otot polos saluran pencernaan
menunjukkan kontraksi tonik dab kontraksi ritnik. Kontraksi tonik
bersifat kontinue. Sfingter pylorus, ileosekalis dan analis semuanya
membantu pergerakan makanan dalam usus. Kontraksi ritnik
bertanggung jawab akan fungsi fasik saluran pencernaan, seperti
pencampuran makanan atau dorongan peristaltik makanan.
Pleksus meinterikus terutama mengatur gerakan
gastrointestinal seedangkan pleksus sub mukosa penting dalam
mengatur sekresi dan juga melakukan banyak fungsi sensoris,yang
menerima isyarat terutama dari epitel usus dan banyak dari reseptor
regangan dalam dinding usus.
g. Rektum dan Anus
Disini dimulailah proses devekasi akibat adanya mass movement.
Mekanisme :
1) Kontraksi kolon desenden
2) Kontraksi reflek rectum
3) Kontraksi reflek signoid
4) Relaksasi sfingter ani
Reflek defekasi dimulai bila serabut syaraf sensorik dalam rectum
di rangsang regangan isyarat dihantarkan kebagian sakral medula
spinalis lalu secara reflek kembali kekolon desenden, rectum, sigmoid
25
dan anus melalui serabut saraf parasimpatis dalam nervus erigentes.
Syaraf parasimpatis ini melalui gelombang peristaltik yang kuat.
Syaraf averen yang masuk medula spinalis juga memulai reflek lain
seperti bernafas dalam penutupan glotis dan kontraksi otot-otot
abdomen untuk mendorong masa feses dalam kolon ke bawah
sementara pada saat sama menyebabkan rantai pelvis terdorong
kebawah dan keatas anus untuk mengeluarkan feses ke bawah.
C. Etiologi / Faktor Predisposisi.
1. Faktor Infeksi
a. Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak.
Infeksi enteral ini meliputi :
1) Infeksi bakteri :Vibrio, E. Coli, Salmonella, Shigella, Campylo
bacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya.
2) Infeksi Virus :Enterovirus (Virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis)
Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain.
3) Infeksi parasit : Cacing, Jamur (Candida Albicans).
b. Infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain diluar alat
pencernaan, seperti Otitis Media Akit (OMA), Tonsilofaringitis,
Bronkopneumonia, Ensefalitis dan sebagainya
2. Faktor Malabsorbsi
a. Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktrosa, maltosa dan
26
sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa).
Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi
laktrosa.
3. Faktor makanan : Makanan besi, beracun, alergi terhadap makanan
4. Faktor psikologis : Rasa takut dan cemas
D. Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama gangguan
osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotic dalan rongga usus meninggi, sehingga terjadi
pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus, isi rongga usus yang
berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul
diare. Kedua akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus
akan terjadi peningkatan sekali air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan
selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus. Ketiga
gangguan mortalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan mengakibatkan
berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul
diare sebalinya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri
timbul berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.
Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme
hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung,
mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin
dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan
27
menimbulkan diare.
Sedangkan akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai berikut:
1. Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari
pemasukan (input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare.
2. Gangguan keseimbangan asam basa (metabolik asidosis)
Hal ini terjadi karena kehilangan natrium bicarbonat bersama tinja.
Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun dalam
tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya anorexia
jaringan.Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak
dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria / anuria) dan terjadinya
pemindahan ion natrium dari cairan ekstra seluler ke dalam cairan intra
seluler.
3. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih sering
pada anak yang sebelumnya telah menderita Kekurangan Kalori Protein.
Hal ini terjadi karena adanya gangguan penyimpangan / penyediaan
glikogen dalam hati dan adanya gangguan absorbsi glukosa. Gegala
hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun hingga 40 %
pada bayi dan 50% pada anak-anak.
4. Gangguan gizi
Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini disebabkan
oleh :
28
a. Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau
muntah yang bertambah hebat
b. Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran dan
susu yang encer ini diberikan terlalu lama.
c. Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi
dengan baik karena adanya hiperperistaltik.
5. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik, akibatnya
perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia. Jika asidosis bertambah
berat, dapat mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran menurun dan bila
tidak segera diatasi klien akan meninggal.
E. Manifestasi Klinik
1. Mula-mula anak/bayi cengeng gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat,
nafsu makan berkurang.
2. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer.
3. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu.
4. Anus dan sekitarnya lecet karena seringnya difekasi dan tinja menjadi
lebih asam akibat banyaknya asam laktat.
5. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elistisitas kulit
menurun), ubun-ubun dan mata cekung, membran mukosa kering dan
disertai penurunan berat badan.
6. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat tekan darah turun,
29
denyut jantung cepat, pasien sangat lemas, kesadaran menurun (apatis,
samnolen, sopora komatus) sebagai akibat hipovolemik
7. Diuresis berkurang (oliguria sampai anuria)
8. Bila terjadi asidosis klien akan tampat pucat dan pernafasan cepat dan
dalam (Kusmaul).
F. Komplikasi
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik)
2. Renjatan hipovolemik
3. Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah,
bradikardi, perubahan pada elektro kardiagram)
4. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim lactase
karena kerusakan vili mukosa, usus halus
5. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik
6. Malnutrisi energi, protein, karena selain diare dan muntah, penderita
juga mengalami kelaparan.
Menurut banyaknya cairan yang hilang, derajat dehidrasi dapat dibagi
berdasarkan :
1. Kehilangan berat badan
a. Dehidrasi ringan, bila terjadi penurunan berat badan 2,5%
b. Dehidrasi sedang bila terjadi penurunan berat badan 2,5-5%
c. Dehidrasi berat bila terjadi penurunan berat badan 5-10%
30
2. Skor Mavrice King
Bagian tubuh
yang diperiksa
Nilai untuk gejala yang ditemukan
0 1 1
Keadaan umum Sehat Gelisah, cengeng,
apatis, ngantuk
Mengigau, koma,
atau syok
Kekenyalan kulit Normal Sedikit kurang Sangat kurang
Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Ubun-ubun besar Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Mulut Normal Kering Kering & sianosis
Denyut nadi /
mata
Kuat < 120 Sedang (120-140) Lemas > 40
Keterangan :
Jika mendapat nilai 0-2 dehidrasi ringan
Jika mendapat nilai 3-6 dehidrasi sedang
Jika mendapat nilai 7-12 dehidrasi berat
3. Skor Mavrice King
Gejala Klinis Gejala Klinis
Ringan Sedang Berat
Keadaan umum
Kesadaran
Rasa haus
Baik (CM)
Ringan
Gelisah
Sedang
Apatis-koma
Berat
Sirkulasi
Nadi
Normal (120)
Cepat
Cepat sekali
31
Respirasi
Pernafasan
Biasa
Agak cepat
Kusmaull
Ubun
BAK
Kulit
Agak cekung
Normal
Normal
Cekung
Oliguri
Agak kering
Cekung sekali
Anuri
Kering / asidosis
G. Kebutuhan Cairan Anak
Tubuh dalam keadaan normal terdiri dari 60% air dan 40% zat padat
seperti protein dan mineral. Pada anak pemasukan dan pengeluaran harus
seimbang, bila terganggu harus dilakukan koreksi mungkin dengan cairan
parentral, secara matematis keseimbangan cairan pada anak dapat
digambarkan sebagai berikut :
Umur Berat Badan Total / 24 jam Kebutuhan cairan
/ Kg BB / 24 jam
3 hari 3.0 250-300 80-100
10 hari 3.2 400-500 125-150
3 bulan 5.4 750-850 140-160
6 bulan 7.3 950-1100 130-155
9 bulan 8.6 1100-1250 165
1 tahun 9.5 1150-1300 120-135
2 tahun 11.8 1350-1500 115-125
4 tahun 16.2 1600-1800 100-1100
6 tahun 20.0 1800-2000 90-100
32
10 tahun 28.7 2000-2500 70-85
14 tahun 45.0 2000-2700 50-60
18 tahun 54.0 2200-2700 40-50
H. Penatalaksanaan Medis
1. Medis
Dasar pengobatan diare adalah:
a. Pemberian cairan, jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah
pemberiannya
1) Cairan per oral
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang diberikan peroral
berupa cairan yang bersifat NaCl dan NaHCO3 glukosa. Untuk
diare akut dan kolera pada anak diatas 6 bulan kadar Natrium 90
mEg/l. Pada anak dibawah umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan-
sedang kadar Natrium 50-60 mEg/l. Formula lengkap disebut
oralit, sedangkan larutan gula garam dan tajin disebut formula yang
tidak lengkap karena banyak mengandung NaCl dan sukrosa.
2) Cairan parentral
Diberikan pada klien yang mengalami dehidrasi berat, dengan
rincian sebagai berikut :
a) Untuk anak umur 1 bulan - 2 tahun berat badan 3-10 kg
1 jam pertama : 40 ml/kg BB/menit = 3 tts/kgBB/mnt
(infusset berukuran 1 ml = 15 tts atau 13 tts/kgBB/menit (set
33
infuse 1 ml = 20 tetes)
7 jam berikutnya : 12 ml/kgBB/menit = 3 tts/kgBB/mnt
(infusset berukuran 1 ml = 15 tts atau 4 tts/kgBB/menit (set
infuse 1 ml = 20 tetes . 16 jam berikutnya: 125 ml/kgBB/oralit
b) Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg
c) 1 jam pertama: 30 ml/kgBB/jam atau 88 tts/kgBB/mnt (1 ml =
15 tts atau 10 tts/kgBB/menit (1 ml = 20 tetes)
d) Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25 kg
1 jam pertama : 20 ml/kg BB/jam = 5 tts/kgBB/mnt (1 ml
= 15 tts atau 7 tts/kgBB/menit (1 ml = 20 tetes)
7 jam berikutnya : 10 ml/kgBB/jam atau 2,5 tts/kgBB/mnt
(1 ml = 15 tts atau 3 tts/kgBB/menit (1 ml = 20 tetes). 16 jam
berikut: 105 ml/kgBB/oralit peroral
e) Untuk bayi baru lahir dengan berat badan 2-3 kg
Kebutuhan cairan : 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250
ml/kgBB/24jam, jenis cairan 4 : 1 (4 bagian glukosa 5% + 1
bagian NaHCO3 1½ %.
Kecepatan : 4 jam pertama : 25 ml/kgBB/jam atau 6
tts/kgBB/menit (1 ml = 15 tts) 8 tts/kgBB/mnt (1 ml = 20 tts).
f) Untuk bayi badan lahir rendah
Kebutuhan cairan : 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1
(4 bagian glukosa 10% + 1 bagian NaHCO3 1½%).
b. Pengobatan diuretik
34
Untuk anak usia dibawah 2 tahun dan anak diatas 2 tahun dengan
berat badan kurang dari 11 kg, jenis makanan :
1) Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan
lemak tak jenuh
2) Makanan setengah padat, bubur atau makanan padat (nasi tim)
3) Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan
misalnya susu yang tidak mengandung laktosa dan asam lemak
yang berantai sedang atau tak jenuh
Standar Nutrisi parenteral untuk anak diare adalah didasarkan atas
kebutuhan kalori, kebutuhan asam amino, dan kebutuhan mikronutrien.
Kebutuhan kalori :
1) Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) : 150 Kkal/ Kg BB
2) Berat Badan Lahir Cukup (BBLC) : 120 Kkal/ kg BB/bulan
3) Berat Badan 0-10 Kg : 100 Kkal/Kg BB
4) Berat Badan 11-20 Kg : 1000 Kkal + 50 Kkal x (BB-10)
5) Berat badan > 20 Kg : 1500 Kkal + 20 Kkal x (BB-20)
Kebutuhan Asam amino :
1) Berat Badan Lahir Rendah 2,5-3/Kg BB
2) Usia 01-1 tahun : 2,5 g/ Kg BB
3) Usia 2-13 tahun : 1,5 g/ Kg BB
Kebutuhan Mikronutrien :
1) Kalium 1,5 – 2,5 mEq/ Kg BB
2) Natrium 2,5-3,5 mEq/ Kg BB
35
Salah satu contoh makanan untuk anak dengan diare adalah bubur
tempe yang bertujuan untuk memberikan diet kepada anak dengan
diare. Adapun sasaran dan kegunaannya adalah untuk meringankan
kerja usus bagi penderita diare dan diberikan kepada anak usia 6-12
bulan dan anak usia 1-5 tahun. Adapun bahan yang dibutuhkan adalah
tepung beras 30 gram, tempe 50 gram, margarine 10 gram dan gula
pasir 20 gram, serta air 200 ml, campurkan tempe yang sudah
diblender dengan tepung beras, gula pasir, margarine dan air sebanyak
200 cc, aduk hingga rata, lalu masak diatas api sampai mengental dan
siap disajikan. Cara kedua : tempe direbus lalu dihaluskan, campur
tempe, tepung beras, margarine, gula pasir dengan sisa rebusan tempe
sebanyak 200 cc. Masak diatas api sampai mengental kemudian
disaring dan siap untuk disajikan.
c. Obat-obatan (farmakologik)
Prinsip pengobatan menggantikan cairan yang hilang dengan cairan
yang mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain.
I. Pengkajian Fokus
Menurut Wong’s adalah
1. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun
pertama kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11
bulan. Kebanyakan kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi,
36
hal ini membantu menjelaskan penurunan insiden penyakit pada anak
yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai
terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi usus asimptomatik dan
kuman enterik menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi.
Status ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan
perawatannya .
2. Keluhan Utama
Buang air besar lebih dari 3 kali perhari.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Buang air besar warna kuning kehijauan, bercampur lendir dan darah
atau lendir saja. Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu
pengeluaran : 3 sampai 5 hari (diare akut), lebih dari 7 hari ( diare
berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau
kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit
menjadi parasit), alergi makanan, Infeksi Saluran Pernapasan Atas
(ISPA), Infeksi Saluran Kemih (ISK), Otitis Media Akut (OMA),
campak.
5. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang
dewasa, porsi yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah
dan susu. kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara
37
pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi
makanan, kebiasan cuci tangan.
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
7. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan,
lingkungan tempat tinggal.
8. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
Perkembangan pada anak mencakup perkembangan motorik halus,
perkembangan motorik kasar,perkembangan bahasa,dan perkembangan
perilaku adaptasi.
a. Perkembangan Motorik Halus
1) Masa Anak prasekolah
Perkembangan motorik halus dapat dilihat pada anak, yaitu
mulai memiliki kemampuan menggoyangkan jari-jari kaki,
menggambar dua atau tiga bagian, memilih garis yang lebih
panjang dan menggambarkan orang, melepas objek dengan jari
lurus, mampu menjepit benda, melambaikan tangan,
menggunakan tanggannya untuk bermain, menepatkan objek
kedalam wadah, makan sendiri, minum dari cangkir dengan
bantuan, menggunakan sendok dengan bantuan, makan dengan
jari, serta membuat coretan di atas kertas (Wong,2000)
b. Perkembangan Motorik Kasar
38
1) Masa Prasekolah
Perkembangan motorik kasar masa prasekolah ini dapat di
awali dengan kemampuan untuk berdiri dengan satu kaki
selama 1-5 detik, melompat dengan satu kaki, berjalan dengan
tumit kejari kaki, menjelajah, membuat posisi merangkak,dan
berjalan dengan bantuan.(Wong,2000)
c. Perkembangan bahasa
Masa Prasekolah : Perkembangan bahasa diawali dengan adanya
kemampuan menyebutkan hingga empat gambar, menyebutkan satu
hingga dua warna, menyebutkan kegunaan benda, menghitung,
mengartikan dua kata, mengerti empat kata depan, mengerti beberapa
kata sifat dan jenis kata lainnya, menggunakan bunyi untuk
mengidentifikasi objek, orang, dan aktivitas, menirukan berbagai
bunyi kata, memahami arti larangan, serta merespons panggilan
orang dan anggota kelurga dekat.
9. Pemeriksaan Fisik
a. pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan
mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,
b. keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran
menurun.
c. Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada
anak umur 1 tahun lebih
d. Mata : cekung, kering, sangat cekung
39
e. Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen,
peristaltic meningkat > 35 x/menit, nafsu makan menurun, mual
muntah, minum normal atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan
haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum
f. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/menit karena
asidosis metabolic (kontraksi otot pernafasan)
g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/menit dan lemah, tensi
menurun pada diare sedang
h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 detik,
suhu meningkat > 375 derajat celsius, akral hangat, akral dingin
(waspada syok), capillary refill time memajang > 2 detik,
kemerahan pada daerah perianal.
i. Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200
sampai 400 ml/ 24 jam ), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
j. Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang masuk rumah sakit
bisa mengalami stress yang berupa perpisahan, kehilangan waktu
bermain, terhadap tindakan invasive respon yang ditunjukan adalah
protes, putus asa, dan kemudian menerima.
10. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium :
a. Feses kultur : Bakteri, virus, parasit, candida
b. Serum elektrolit : Hipo natremi, Hipernatremi, hipokalemi
c. AGD : asidosis metabolic ( pH menurun, PO2
40
meningkat, PCO2 meningkat, HCO3 menurun )
d. Faal ginjal : UC meningkat (GGA)
2) Radiologi : mungkin ditemukan bronchopneumonia
41
J. Pathways
42
K. Diagnosa Keperawatan.
1. Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan
sekunder akibat diare yang ditandai dengan keadaan turgor jelek,
mukosa kering, capillary rate > 2 detik, warna kulit pucat.
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kram abdomen
sekunder akibat gastroentritis yang ditandai dengan skala nyeri 8 – 10,
klien tampak gelisah dan tidak nyaman, frekuensi nadi meningkat.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan tidak
adekuatnya absorbsi usus terhadap zat gizi yang ditandai dengan berat
badan turun, nafsu makan menurun, konjungtiva anemis.
4. Hipertermi berhubungan dengan penurunan sirkulasi sekunder terhadap
dehidrasi yang ditandai dengan suhu tubuh >37,6 ° celcius.
5. Perubahan integritas kulit berhubungan dengan iritan lingkungan
sekunder terhadap kelembapan yang ditandai dengan adanya lecet pada
daerah sekitar anus.
L. Fokus Intervensi
1. Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan
sekunder akibat diare.
Tujuan : mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
Kriteria Hasil : turgor baik
CRT < 2 detik
Mukosa lembab
43
Tidak pucat
Intervensi
a. Kaji tanda-tanda dehidrasi
Rasional : untuk mengetahui tingkat dehidrasi dan mencagah syok
hipovolemik
b. Monitor intake cairan dan output
Rasional : untuk mengetahui balance cairan
c. Anjurkan klien untuk minum setelah BAB minum banyak
Rasional : untuk mengembalikan cairan yang hilang
d. Pertahankan cairan parenteral dengan elektrolit
Rasional : untuk mempertahankan cairan.
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kram abdomen
sekunder akibat gastroentritis
Tujuan : Nyeri hilang lebih berkurang, rasa nyaman terpenuhi
Kriteria hasil : Skala nyeri 0
Klien mengatakan nyeri berkurang
Nadi 120 x / menit
Klien nyaman, tenang, rileks
Intervensi
a. Kaji karakteritas dan letak nyeri
Rasional : untuk menentukan tindakan dalam mengatur nyeri
b. Ubah posisi klien bila terjadi nyeri, arahkan ke posisi yang paling
nyaman
44
Rasional : posisi yang nyaman dapat mengurangi nyeri
c. Beri kompres hangat diperut
Rasional : untuk mengurangi perasaan keras di perut
d. Kolaborasi untuk mendapatkan obat analgetik
Rasional : untuk memblok syaraf yang menimbulkan nyeri
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan tidak
adekuatnya absorbsi usus terhadap zat gizi, mual / muntah, anoreksia
Tujuan : nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil : Berat badan sesuai usia
Nafsu makan meningkat
Tidak mual / muntah
Intervensi
a. Timbang Berat badan tiap hari
Rasional : untuk mengetahui terjadinya penurunan BB dan
mengetahui tingkat perubahan
b. Beri diit makanan yang tidak merangsang (lunak / bubur)
Rasional : untuk membantu perbaikan absorbsi usus
c. Anjurkan klien untuk makan dalam keadaan hangat
Rasional : keadaan hangat dapat meningkatkan nafsu makan
d. Anjurkan klien untuk makan sedikit tapi sering
Rasional : untuk memenuhi asupan makanan
e. Berikan diit tinggi kalori, protein dan mineral serta rendah zat sisa
Rasional : untuk memenuh gizi yang cukup
45
f. kolaborasi pemberian obat anti emetik
Rasional : untuk mengurangi bahkan menghilangkan rasa mual dan
muntah
4. Hipertermia berhubungan dengan penurunan sirkulasi sekunder terhadap
dehidrasi
Tujuan : mempertahankan norma termia
Kriteria hasil : suhu dalam batas normal 36,2 sampai 37,60C
Intervensi
a. Monitor suhu dan tanda vital
Rasional : untuk mengetahui tanda – tanda vital klien
b. Monitor intake dan output cairan
Rasional : untuk mengetahui balance
c. Beri kompres hangat
Rasional : supaya terjadi pertukaran suhu, sehingga suhu dapat turun
d. Anjurkan untuk minum banyak
Rasional : untuk mengganti cairan yang hilang
e. Kolaborasi pemberian obat penurun panas sesuai indikasi
Rasional : untuk menurunkan panas
5. Perubahan integritas kulit berhubungan dengan iritan lingkungan sekunder
terhadap kelembapan
Tujuan : gangguan integritas kulit teratasi
Kriteria hasil : tidak terjadi lecet dan kemerahan di sekitar anal
Intervensi
46
a. Bersihkan sekitar anal setelah defekasi dengan sabun yang lembut
bilas dengan air bersih, keringkan dengan seksama dan taburi talk
Rasional : untuk mencegah perluasan iritasi
b. Beri stik laken diatas perlak klien
Rasional : untuk mencegah gesekan tiba-tiba pada bokong
c. Gunakan pakaian yang longgar
Rasional : untuk memudahkan bebas gerak
d. Monitor data laboratorium
Rasional : untuk mengetahui luasan / PH faces, elektrolit,
hematoksit, dll.