BAB II TINJAUAN PUSTAKA Diare adalah kejadian frekuensi
of 49/49
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diare 2.1.1 Pengertian Diare Diare adalah kejadian frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali pada anak, konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja (Ngastiyah, 2005). Menurut Arief Mansjoer (2000) diare adalah defekasi lendir dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah atau lendir. Sedangkan menurut Suharyono (2008) diare adalah buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal (meningkat) dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair. Diare dapat dikatakan sebagai masalah pediatrik sosial karena diare merupakan salah satu penyakit utama yang terdapat di negara berkembang, dimana adanya faktor yang mempengaruhi terjadinya diare pada balita itu sendiri yaitu diantaranya faktor penyebab (agent), penjamu (host), dan faktor lingkungan (environment) (Suharyono, 2008). Faktor penyebab (agent) yang dapat menyebabkan kejadian diare pada balita diantaranya karena faktor infeksi, faktor malabsorbsi, faktor makanan (Ngastiyah, 2005). Sedangkan dari faktor penjamu (host) yang menyebabkan diare pada balita yaitu dari faktor status gizi balita dan faktor perilaku hygiene yang buruk misalnya dalam perilaku mencuci tangan, kebersihan puting susu, kebersihan dalam botol susu dan dot susu pada balita. Kemudian dari faktor lingkungan (environment) yang menyebabkan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Diare adalah kejadian frekuensi
Text of BAB II TINJAUAN PUSTAKA Diare adalah kejadian frekuensi
2.1.1 Pengertian Diare
Diare adalah kejadian frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali
pada anak,
konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula
bercampur lendir dan
darah atau lendir saja (Ngastiyah, 2005). Menurut Arief Mansjoer
(2000) diare adalah
defekasi lendir dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah atau
lendir. Sedangkan
menurut Suharyono (2008) diare adalah buang air besar dengan
frekuensi yang tidak
normal (meningkat) dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau
cair.
Diare dapat dikatakan sebagai masalah pediatrik sosial karena diare
merupakan
salah satu penyakit utama yang terdapat di negara berkembang,
dimana adanya faktor
yang mempengaruhi terjadinya diare pada balita itu sendiri yaitu
diantaranya faktor
penyebab (agent), penjamu (host), dan faktor lingkungan
(environment) (Suharyono,
2008).
Faktor penyebab (agent) yang dapat menyebabkan kejadian diare pada
balita
diantaranya karena faktor infeksi, faktor malabsorbsi, faktor
makanan (Ngastiyah,
2005). Sedangkan dari faktor penjamu (host) yang menyebabkan diare
pada balita yaitu
dari faktor status gizi balita dan faktor perilaku hygiene yang
buruk misalnya dalam
perilaku mencuci tangan, kebersihan puting susu, kebersihan dalam
botol susu dan dot
susu pada balita. Kemudian dari faktor lingkungan (environment)
yang menyebabkan
balita terkena diare yaitu dari kondisi sanitasi lingkungan yang
kurang baik misalnya
dalam penggunaan kebersihan air yang digunakan untuk mengolah susu
dan makanan
balita (Soegijanto, 2002).
Menurut Widjaja (2008), diare adalah suatu penyakit dengan
tanda-tanda
adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang melembek
sampai mencair
dan bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau
lebih dalam sehari.
Menurut Ngastiyah (2005), diare merupakan salah satu gejala dari
penyaki tpada
sistem gastrointestinal atau penyakit lain diluar saluran
pencernaan,dikarenakan
keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali pada anak
konsistensi feses encer
dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah
atau lendir saja.
Sedangkan menurut WHO (2009) diare didefinisikan sebagai berak cair
tiga kali atau
lebih dalam sehari semalam (24 jam).
Berdasarkan beberapa pengertian yang telah dijelaskan penulis
dapat
mengambil kesimpulan pengertian diare adalah suatu keadaan dimana
terjadi
perubahan pola buang air besar lebih dari 3 kali dalam sehari
disertai perubahan
konsistensi tinja lebih encer atau berair dengan atau tanpa darah
dan tanpa lendir.
2.1.2 Etiologi diare
Menurut Widjaja (2012), diare disebabkan oleh adanya beberapa
faktor, antara lain:
1. Faktor Infeksi
Infeksi pada saluran pencernaan merupakan penyebab utama diare pada
anak
balita. Jenis-jenis infeksi yang umumnya menyerang dibagi menjadi
lima (Widjaja,
2012) ,yaitu:
a. Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan makanan yang
merupakan
penyebab utama diare pada anak.
b. Infeksi bakteri: Vibrio, E. Coli, Salmonella, Shigella,
Campylobacter.
c. Infeksi virus: Enterovirus (virus ECHO, Coxsackie,
Poliomyelitis) Adeno virus,
Rotavirus, Astrovirus.
(Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonashominis), jamur
(Candida
albicans).
e. Infeksi parental ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan
seperti otitismedia
akut (OMA), tonsillitis/tonsilo faringitis, bronko pneumonia,
ensefalitis dan
sebagainya. Keadaan ini terutama terjadi pada bayi dananak berumur
di bawah
dua tahun.
a. Malabsorpsi karbohidrat
dapatmenyebabkan diare. Gejalanya berupa diare berat, tinja berbau
asam,
dansakit di daerah perut. Jika sering terkena diare ini,
pertumbuhan anakakan
terganggu.
Dalam makanan terdapat lemak yang disebut triglyserida.
Triglyserida, dengan
bantuan kelenjar lipase, mengubah lemak menjadi micelles yangsiap
diabsorpsi
usus. Jika tidak ada lipase dan terjadi kerusakan mukosausus, diare
dapat jadi
muncul karena lemak tidak terserap dengan baik, Gejalanya adalah
tinja
mengandung lemak.
Faktor makanan yang mengakibatkan diare adalah makanan yang
tercemar, basi,
beracun, terlalu banyak lemak, mentah (sayuran), dan kurang matang.
Makanan yang
terkontaminasi jauh lebih mudah mengakibatkan diare pada anak
balita (Adriani,
2016):
Faktor psikologis yang mengakibatkan terjadi diare, meliputi rasa
takut cemas dan
tegang jika terjadi pada anak dapat menyebabkan diare kronis.Tetapi
jarang terjadi
pada anak balita dan umumnya terjadi pada anak yang lebih besar
atau dewasa
(Adriani, 2016).
dehidrasi sedang atau ringan, diare tanpa dehidrasi, diare
persisten, disentri (Hidayat,
2015).
jelek.Penatalaksanaannya yaitu lakukan pemasangan infuse, berikan
cairan IV Ringer
Laktat, pemberian ASI sebaiknya tetap diberikan, pertahankan agar
bayi dalam keadaan
hangat dan kadar gula tidak turun.
b. Diare dehidrasi sedang atau ringan
Diare ini mempunyi tanda seperti gelisah atau rewel, mata cekung,
sertaturgor
kulit jelek. Penatalaksanaannya berikan ASI lebih sering dan
lebihlama untuk setiap kali
pemberian, berikan oralit, ajari ibu cara membuatoralit, lanjutkan
pemberian ASI,
berikan penjelasan kapan harus segera dibawa ke petugas
kesehatan.
c. Diare tanpa dehidrasi
Diare tanpa dehidrasi jika hanya ada salah satu tanda pada
dehidrasi berat atau
ringan. Penatalaksanaannya berikan ASI lebih sering dan lebih lama
setiap kali
pemberian, berikan cairan tambahan yaitu berupa oralit atau
airmatang sebanyak
keinginan balita, ajari pada ibu cara memberikan oralit dengan
memberi 6 bungkus
oralit, anjurkan pada ibu jumlah oralit yangdiberikan sebagai
tambahan cairan,
anjurkan untuk meminum sedikit tapi sering.
d. Diare persisten
Diare persisten apabila terjadi diare sudah lebih dari 14 hari.
Tindakan dan
pengobatan untuk mengatasi masalah diare persisten dan disentri
dalam manajemen
balita sakit dapat diatasi sesuai dengan tingkat diare dan
dehidrasi, pertahankan kadar
gula agar tidak turun, anjurkan agar bayi tetap hangat, lakukan
rujukan segera.
e. Disentri
Apabila diare disertai darah pada tinja dan tidak ada tanda
gangguan saluran
pencernaan. Tindakan dan pengobatan sama dengan diare
persisten.
2.1.4 Gejala diare
Gejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan frekuensi
empat kali
atau lebih dalam sehari, yang kadang disertai muntah, badan lesu
atau lemah, panas,
tidak nafsu makan, darah dan lendir dalam kotoran, rasa mual dan
muntah-muntah
dapat mendahului diare yang disebabkan oleh infeksi virus. Infeksi
bisa secara tiba-tiba
menyebabkan diare, muntah, tinja berdarah, demam, penurunan nafsu
makan atau
kelesuan. Selain itu, dapat pula mengalami sakit perut dan kejang
perut, serta gejala-
gejala lain seperti flu misalnya agak demam, nyeri otot atau
kejang, dan sakit kepala.
Gangguan bakteri dan parasit kadang-kadang menyebabkan tinja
mengandung
darahatau demam tinggi (Amiruddin, 2011).
Beberapa Perilaku keluarga yang dapat meningkatkan kejadian diare
pada balita
di antaranya adalah (Pusat Promosi Kesehatan, 2011):
1. Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pertama pada
kehidupan.
Pada balita yang tidak diberi ASI risiko menderita diare lebih
besar daripada
balita yang diberi ASI penuh, dan kemungkinan menderita dehidrasi
berat lebih
besar.
susah dibersihkan. Penggunaan botol yang tidak bersih atau sudah
dipakai
selama berjam-jam dan dibiarkan di lingkungan yang panas,
sering
menyebabkan infeksi usus yang parah karena botol dapat tercemar
oleh
kuman-kuman atau bakteri penyebab diare.
3. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar
Makanan bila disimpan beberapa jam pada suhu kamar, makanan
tersebut akan
tercermar dan kuman akanberkembang biak.
4. Menggunakan air minum yang tercemar.
5. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah
membuang tinja
anak atau sebelum makan dan menyuapi anak.
6. Tidak membuang tinja dengan benar
Seringnya anggapan bahwa tinja tidak berbahaya, padahal
sesungguhnya tinja
mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar. Selain itu tinja
binatang
juga dapat menyebabkan infeksi pada manusia.
2.1.5 Penatalaksanaan
Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita
adalah
LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh
Ikatan Dokter Anak
Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya cara
untuk
mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi usus serta
mempercepat
penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah anak kekurangan gizi
akibat diare
juga menjadi cara untuk mengobati diare. Adapun program LINTAS
DIARE (Kemenkes RI,
2011) yaitu:
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
3. Teruskan pemberian ASI dan Makanan
4. Antibiotik Selektif
2.1.6 Oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari
rumah tangga
dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak
tersedia berikan cairan
rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat
ini yang beredar di
pasaran sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang
dapat
mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan cairan yang
terbaik bagi
penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila penderita
tidak bisa minum
harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan
cairan melalui
infus. Pemberian oralit didasarkan pada derajat dehidrasi (Kemenkes
RI, 2011).
1. Diare tanpa dehidrasi
Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret
Umur 1 – 4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret
Umur diatas 5 Tahun : 1 – 1½ gelas setiap kali anak mencret
2. Diare dengan dehidrasi ringan sedang
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan
selanjutnya
diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa
dehidrasi.
3. Diare dengan dehidrasi berat
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke
Puskesmas
untuk di infus (Kemenkes RI, 2011)
Untuk anak di bawah umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan
sendok
dengan cara sendok setiap 1 sampai 2 menit. Pemberian dengan botol
tidak boleh
dilakukan. Anak yang lebih besar dapat minum langsung dari gelas.
Bila terjadi muntah
hentikan dulu selama 10 menit kemudian mulai lagi perlahan-lahan
misalnya 1 sendok
setiap 2-3 menit. Pemberian cairan ini dilanjutkan sampai dengan
diare berhenti
(Juffrie, 2010).
2.1.7 Zinc
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh.
Zinc dapat
menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana
ekskresi enzim ini
meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus.
Zinc juga berperan
dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi
dan fungsi selama
kejadian diare. Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu
mengurangi lama dan
tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar,
mengurangi volume
tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan
berikutnya.
Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi Zinc segera
saat anak mengalami
diare (Kemenkes RI, 2011). Dosis pemberian Zinc pada balita
(Kemenkes RI, 2011):
a. Umur < 6 bulan : ½ tablet (10 mg) per hari selama 10
hari
b. Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari selama 10
hari.
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti.
Cara pemberian
tablet zinc : Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau
ASI, sesudah larut
berikan pada anak diare.
Sanitasi dasar merupakan salah satu persyaratan dalam rumah sehat.
Sarana
sanitasi dasar berkaitan langsung dengan masalah kesehatan,
terutama masalah
kesehatan lingkungan. Sarana sanitasi dasar menurut Kepmenkes
No
852/MENKES/SK/IX/2008 tentang strategi nasional STBM (Sanitasi
Total Berbasis
Masyarakat), sanitasi dasar rumah meliputi sarana buang air besar,
sarana pengelolaan
sampah dan limbah rumah tangga (Kemenkes RI, 2013).
Sanitasi lingkungan rumah juga merupakan salah satu usaha untuk
mencapai
lingkungan sehat melalui pengendalian faktor lingkungan fisik
khususnya hal-hal yang
mempunyai dampak merusak perkembangan fisik kesehatan dan
kelangsungan hidup
manusia. Usaha sanitasi lingkungan rumah menurut Kusnoputranto
(2012) adalah
usaha kesehatan yang menitikberatkan pada usaha pengendalian faktor
lingkungan
fisik yang mungkin menimbulkan dan menyebabkan kerugian dalam
perkembangan
fisik, kesehatan dan daya tahan hidup manusia lain (Suyono,
2010).
Lingkungan rumah adalah segala sesuatu yang berada di dalam
rumah.
Lingkungan rumah terdiri dari lingkungan fisik serta lingkungan
sosial. Lingkungan
rumah menurut WHO adalah suatu struktur fisik dimana orang
menggunakannya untuk
tempat berlindung. Lingkungan dari struktur tersebut juga semua
fasilitas dan
pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk
kesehatan jasmani dan
rohani serta keadaan sosial yang baik untuk keluarga dan
individu.
Masalah kesehatan merupakan suatu masalah yang sangat komplek, yang
saling
berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu
sendiri. Banyak faktor
yang mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu maupun
kesehatan
masyarakat (Notoatmodjo, 2012). Menurut model segitiga
epidemiologi, suatu
penyakit timbul akibat interaksi satu sama lain yaitu antara faktor
lingkungan, agent
dan host (Timmreck, 2013). Faktor yang secara langsung maupun tidak
langsung dapat
menjadi penentu pendorong terjadinya diare. Faktor lingkungan
merupakan faktor
yang paling penting, sehingga untuk penanggulangan diare diperlukan
upaya perbaikan
sanitasi lingkungan (Zubir, 2013).
Menurut Winslow dan APHA, rumah yang sehat harus memenuhi
beberapa
persyaratan antara lain (Suyono, 2010):
a. Menurut Suyono (2010) bahwa memenuhi kebutuhan fisiologis
adalah:
1) Pencahayaan yang cukup, baik cahaya alam (sinar matahari) maupun
cahaya
buatan (lampu). Pencahayaan yang memenuhi syarat sebesar 60 – 120
lux. Luas
jendela yang baik minimal 10 % - 20 % dari luas lantai.
2) Perhawaan (ventilasi) yang cukup untuk proses pergantian udara
dalam
ruangan. Kualitas udara dalam rumah yang memenuhi syarat
adalah
bertemperatur ruangan sebesar 18o – 30o C dengan kelembaban udara
sebesar
40 % - 70 %. Ukuran ventilasi memenuhi syarat 10% luas
lantai.
3) Tidak terganggu oleh suara-suara yang berasal dari luar maupun
dari dalam
rumah (termasuk radiasi).
1) Setiap anggota keluarga terjamin ketenangannya dan
kebebasannya.
2) Mempunyai ruang untuk berkumpulnya anggota keluarga.
3) Lingkungan yang sesuai, homogen, tidak telalu ada perbedaan
tingkat yang
ekstrem di lingkungannya. Misalnya tingkat ekonomi.
4) Mempunyai fasilitas kamar mandi dan WC sendiri.
5) Jumlah kamar tidur dan pengaturannya harus disesuaikan dengan
umur dan
jenis kelaminnya. Orang tua dan anak dibawah 2 tahun boleh satu
kamar. Anak
diatas 10 tahun dipisahkan antara laki-laki dan perempuan. Anak
umur 17 tahun
ke atas diberi kamar sendiri.
6) Ukuran ruang tidur anak yang berumur 5 tahun sebesar 4,5 m3, dan
umurnya5
tahun adalah 9 m3. Artinya dalam satu ruangan anak yang berumur 5
tahun ke
bawah diberi kebebasan menggunakan volume ruangan 1,5 x 1 x 3 m3,
dan 5
tahun menggunakan ruangan 3 x 1 x 3 m3.
7) Mempunyai halaman yang dapat ditanami pepohonan.
8) Hewan/ternak yang akan mengotori ruangan dan ribut/bising
hendaknya
dipindahkan dari rumah dan dibuat kandang tersendiri dan mudah
dibersihkan.
c. Menurut Suyono (2010) bahwa pencegahan Penularan Penyakit
adalah
1) Tersedia air bersih untuk minum yang memenuhi syarat
kesehatan
2) Tidak memberi kesempatan serangga (nyamuk, lalat), tikus dan
binatang lainnya
bersarang di dalam dan di sekitar rumah.
3) Pembuangan kotoran/tinja dan air limbah memenuhi syarat
kesehatan.
4) Pembuangan sampah pada tempat yang baik, kuat dan
higienis.
5) Jarak antara tempat tidur minimal 90 cm untuk terjaminnya
keleluasaan
bergerak, bernapas dan untuk memudahkan membersihkan lantai.
6) Luas kamar tidur maksimal 3,5 m2 perorang dan tinggi
langit-langit maksimal
2,75 m. Ruangan yang terlalu luas akan menyebabkan mudah masuk
angin,
tidak nyaman secara psikologis, sedangkan apabila terlalu sempit
akan
menyebabkan sesak napas dan memudahkan penularan penyakit karena
terlalu
dekat kontak.
7) Tempat masak dan menyimpan makanan harus bersih dan bebas
dari
pencemaran atau gangguan serangga, tikus dan debu.
d. Menurut Suyono (2010) bahwa pencegahan terjadinya kecelakaan
adalah:
1) Cukup ventilasi untuk mengeluarkan gas atau racun dari dalam
ruangan dan
menggantinya dengan udara segar.
2) Cukup cahaya dalam ruangan untuk mencegah bersarangnya serangga
atau
tikus, mencegah terjadinya kecelakaan dalam rumah karena
gelap.
3) Bahan bangunan atau konstruksi rumah harus memenuhi syarat
bangunan sipil,
terdiri dari bahan yang baik dan kuat.
4) Jarak ujung atap dengan ujung atap tetangga minimal 3 m, lebar
halaman
antara atap tersebut minimal sama dengan tinggi atap tersebut. Hal
ini tidak
berlaku bagi perumahan yang bergandengan (couple).
5) Rumah agar jauh dari rindangan pohon- pohon besar yang rapuh/
mudah patah.
6) Hindari menaruh benda-benda tajam dam obat-obatan atau racun
serangga
sembarangan apabila didalam rumah terdapat anak kecil.
7) Pemasangan instalasi listrik (kabel-kabel, stop kontak, fitting
dll) harus
memenuhi standar PLN.
8) Apabila terdapat tangga naik/ turun, lebar anak tangga minimal
25cm, tinggi
anak tangga maksimal 18 cm, kemiringan tangga antara 30o-360.
Tangga harus
diberi pegangan yang kuat dan aman.
Menurut Notoatmodjo (2012), rumah adalah bangunan yang berfungsi
sebagai
tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Menurut
Dinkes (2005),
secara umum rumah dapat dikatakan sehat apabila memenuhi kriteria
yaitu:
1. Memenuhi kebutuhan fisiologis meliputi pencahayaan, penghawaan,
ruang gerak
yang cukup, dan terhindar dari kebisingan yang mengganggu.
2. Memenuhi kebutuhan psikologis meliputi privasi yang cukup,
komunikasi yang
sehat antar anggota keluarga dan penghuni rumah.
3. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar
penghuni rumah
meliputi penyediaan air bersih, pengelolaan tinja, limbah rumah
tangga, bebas
vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang tidak berlebihan
dan cukup sinar
matahari pagi.
4. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang
timbul karena
keadaan luar maupun dalam rumah, antara lain fisik rumah yang tidak
mudah
roboh, tidak mudah terbakar dan tidak cenderung membuat penghuninya
jatuh
tergelincir.
Menurut Kemenkes (2015), rumah sehat adalah proporsi rumah
yang
memenuhi kriteria sehat minimum komponen rumah dan sarana sanitasi
dari tiga
komponen (rumah, sarana sanitasi dan perilaku) di satu wilayah
kerja pada kurun
waktu tertentu. Minimum yang memenuhi kriteria sehat pada
masing-masing
parameter adalah sebagai berikut :
1. Minimum dari kelompok komponen rumah adalah langit-langit,
dinding, lantai,
jendela kamar tidur, jendela ruang keluarga, ventilasi, sarana
pembuangan asap
dapur, dan pencahayaan.
2. Minimum dari kelompok sarana sanitasi adalah sarana air bersih,
jamban (sarana
pembuangan kotoran), sarana pembuangan air limbah (SPAL), dan
sarana
pembuangan sampah.
3. Perilaku
pengawasan terhadap struktur fisik yang digunakan sebagai tempat
berlindung yang
mempengaruhi derajat kesehatan manusia (Azwar, 2011). Sarana
sanitasi tersebut
antara lain ventilasi, suhu, kelembaban, kepadatan hunian,
penerangan alami,
konstruksi bangunan rumah, sarana pembuangan sampah, sarana
pembuangan
kotoran manusia dan penyediaan air. Sanitasi rumah sangat erat
kaitannya dengan
angka kesakitan penyakit menular, terutama diare. Lingkungan
perumahan sangat
berpengaruh pada terjadinya dan tersebarnya diare (Azwar,
2011).
Timbulnya permasalahan kesehatan di lingkungan pemukiman pada
dasarnya
disebabkan karena tingkat kemampuan ekonomi masyarakat yang rendah,
karena
rumah dibangun berdasarkan kemampuan keuangan penghuninya
(Notoatmodjo,
2012). Keadaan perumahan merupakan salah satu faktor yang
menentukan kondisi
hygiene dan sanitasi lingkungan pemiliknya. Rumah yang layak huni
adalah bangunan
yang memenuhi syarat kesehatan penghuninya. Sedangkan, sanitasi
rumah adalah
usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada penguasaan
terhadap faktor
fisik dimana orang menggunakan untuk tempat berlindung yang
mempengaruhi derajat
kesehatan manusia (Zubir, 2013).
2.3.1.Pengertian Perilaku
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan sekumpulan
perilaku yang
dipraktikkan atas dasar kesadaran sendiri sebagai hasil
pembelajaran perilaku hidup
bersih dan sehat yang diterapkan pada lima tatanan yaitu tatanan
rumah tangga,
sekolah, institusi kesehatan, tempat kerja, dan tempat umum.
Program ini
mengajarkan dan menciptakan kondisi perorangan, keluarga, kelompok,
dan
masyarakat dengan memberikan komunikasi, informasi, edukasi, untuk
meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam perialku hidup bersih
dan sehat melalui
pendekatan pimpinan (advokasi), bina suasana (sosial support), dan
pemberdayaan
masyarakat (Kemenkes RI, 2012).
PHBS adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran
sehingga
anggota keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri di
bidang kesehatan
dan berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat
Adalah wujud
keberdayaan masyarakat yang sadar, mau dan mampu mempraktekkan
PHBS. Dalam
hal ini ada 5 program priontas yaitu KIA, Gizi, Kesehatan
Lingkungan, Gaya Hidup, Dana
Sehat/Asuransi Kesehatan/JPKM (Kemenkes RI, 2011).
Green (1990) dan Notoadmodjo (2010) menganalis perilaku manusia
berangkat
dari tingkat kesehatan bahwa seseorang atau masyarakat di pengaruhi
oleh 2 (dua)
faktor yakni faktor perilaku dan faktor di luar prilaku,
selanjutnya perilaku itu sendiri
ditentukan atau terbentuk dari 3 (tiga) faktor, yaitu:
1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors) yang terwujud
dalam
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan
sebagainya dari
seseorang.
fisik,tersedia atau tidaknya fasilitas atau sarana-sarana
kesehatan
3. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud
dalam sikap dan
perilaku petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan
kelompok
referensi dan perilaku masyarakat.
Berdasarkan teori Green, dikembangkan teori lain yang dinamakan
health belief
seperti dikutip Notoadmodjo (2010) bahwa perilaku individu
ditentukan oleh motif dan
kepercayaan tanpa memperdulikan apakah motif dan kepercayaan itu
sesuai atau tidak
realitas atau dengan pandangan orang lain tentang apa yang baik
untuk individu
tersebut. Teori ini mempunyai kelompok variabel sebagai berikut
(Notoatmodjo, 2010):
1. Latar belakang sosio-demografis seperti kelompok umur, jenis
kelamin,
tingkat pendidikan, tingkat sosial penghasilan atau pendapatan
dan
sebagainya (Notoatmodjo, 2010).
2. Pengertian tentang ancaman penyakit (perceived threat) yang
terdiri dari
(Notoatmodjo, 2010):
susceptibility).
b. Pengertian tentang keparahan penyakit tersebut (perceived
severity).
3. Pengertian tentang jalan untuk tindakan (path of action) yang
terdiri dari
(Notoatmodjo, 2010):
(perceived benefits).
(perceived harriers).
bersangkutan (selt-afficacy) (Notoatmodjo, 2010).
5. Dorongan dari luar (cues) antara lain sumber informasi tambahan
yang akan
mempengaruhi pengertian tersebut. Misalnya pesan atau informasi
dari
media massa, tokoh masyarakat dan lain-lain (Notoatmodjo,
2010).
6. Cetusan peristawa terutama pengalaman pribadi atau keluarga yang
ada
kaitannya dengan tindakan yang diharapkan (Notoatmodjo,
2010).
Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respon
organisme atau
seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar objek tertentu.
Respons ini
berbentuk dua macam (Soekidjoe, 2012) yaitu :
1. Bentuk pasif adalah respons internal, yaitu yang terjadi didalam
diri manusia
dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya
berfikir,
tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan. Misalnya seorang ibu
tahu bahwa
imunisasi itu dapat mencegah suatu penyakit tertentu, meskipun ibu
tersebut
tidak membawa anaknya ke Puskesmas untuk di imunisasi. Dari contoh
tersebut
terlihat bahwa si Ibu telah tahu gunanya imunisasi. Oleh sebab itu
perilaku ibu
tersebut masih terselubung (covert behavior).
2. Bentuk aktif, yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi
secara langsung.
Misalnya pada contoh si ibu yang telah membawa anaknya ke Puskesmas
atau
fasilitas kesehatan lain untuk diimunisasi. Oleh karena itu
perilaku mereka ini
sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata, maka di sebut (overt
behavior).
2.3.2 Perilaku Kesehatan
Sehat adalah sebuah keadaan yang tidak hanya terbebas dari penyakit
akan
tetapi juga meliputi seluruh aspek kehidupan manusia yang meliputi
aspek fisik, emosi,
sosial dan spiritual. Perilaku sehat adalah pengetahuan, sikap dan
tindakan proaktif
untuk memelihara dan mencegah risiko terjadinya penyakit,
melindungi diri dari
ancaman penyakit, serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan
(Notoatmodjo,
2003).
terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem
pelayanan
kesehatan, makanan serta lingkungan. Batasan ini mempunyai 2 unsur
pokok, yakni
respons dan stimulus atau perangsangan masyarakat (Kemenkes RI,
2012).
Perilaku manusia merupakan hasil dari pada segala macam pengalaman
serta
interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk
pengetahuan,
sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respons
seseorang individu
terhadap stimulus yang yang berasal dari luar maupun dari dalam
dirinya. Respons ini
dapat bersifat pasif (tanpa tindakan, berpikir, berpendapat,
bersikap) maupun aktif
(melakukan tindakan). perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai
segala bentuk
pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya
yang menyangkut
pengetahuan, dan sikap tentang kesehatan, serta tindakannya yang
berhubungan
dengan kesehatan (Notoadmojo, 2010).
Perilaku terhadap sakit dan penyakit ini dengan sendirinya sesuai
dengan
tingkat-tingkat pencegahan penyakit, yakni (Notoadmodjo,
2010).
1. Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan
kesehatan (health
promotion behavior). Misalnya makan makanan yang bergizi, olah
raga, dan
sebagainya. Perilaku pencegahan penyakit (health prevention
behaviour) adalah
respons untuk melakukan pencegahan penyakit, misalnya tidur
memakai
kelambu untuk mencegah gigitan nyamuk malaria, imunisasi dan
sebagainya.
Termasuk perilaku untuk tidak menularkan penyakit kepada orang
lain. Perilaku
sehubungan dengan pencarian pengobatan (health seeking behavior),
yaitu
perilaku untuk melakukan atau mencari pengobatan, misalnya
usaha-usaha
mengobati sendiri penyakitnya atau mencari pengobatan ke
fasilitas-fasilitas
kesehatan moderen (puskesmas, mantra, dokter praktek, dan
sebagainya),
maupun ke fasilitas-faslitas tradisional (dukun, dan sebagainya).
Perilaku
sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health rehabilitation
behavior) yaitu
perilaku yang berhubungan dengan usaha-usaha pemulihan kesehatan
setelah
sembuh dari suatu penyakit. Misalnya melakukan diet, mematuhi
anjuran-
anjuran dokter dalam rangka melakukan kesehatannya.
2. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan adalah respons
seseorang
terhadap sistem pelayanan kesehatan moderen maupun tradisional.
Perilaku ini
menyangkut respons terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan,
petugas
kesehatan dan obat-obatannya, yang terwujud dalam pengetahuaan,
persepsi,
sikap dan penggunaan fasilitas, petugas dan obat-obatan.
3. Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior) yakni respons
seseorang
terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan. Perilaku
ini meliputi
pengetahuan, persepsi, sikap dan kita terhadap makanan serta
unsur-unsur
yang terkandung di dalamnya (zat gizi), pengelolaan makanan, dan
sebagainya
sehubungan kebutuhan tubuh kita.
respon seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan
manusia.
Lingkungan perilaku ini seluas lingkup kesehatan lingkungan itu
sendiri.
2.3.3 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah sekumpulan perilaku
yang
dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang
menjadikan
seseorang atau keluarga dapat menolong diri sendiri di bidang
kesehatan dan berperan
aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat. Kondisi sehat dapat
dicapai dengan
mengubah perilaku dari yang tidak sehat menjadi perilaku sehat dan
menciptakan
lingkungan sehat di rumah tangga oleh karena itu kesehatan perlu di
jaga, dipelihara
dan ditingkatkan oleh setiap anggota rumah tangga serta
diperjuangkan oleh semua
pihak (Kemenkes RI, 2010).
Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di rumah tangga adalah
untuk
memberdayakan anggota rumah tangga agar tahu, mau dan mampu
melaksanakan
perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan
kesehatan di
masyarakat (Kemenkes RI, 2010). Adapun tujuan dari perilaku hidup
bersih dan sehat
yaitu untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran, kemauan, dan
kemampuan
masyarakat untuk hidup bersih dan sehat, serta meningkatkan peran
serta aktif
masyarakat termasuk dunia usaha dalam upaya mewujudkan derajat
kesehatan yang
optimal (Kemenkes RI, 2010).
promosi kesehatan dan PHBS (Atmojo, 2012) yaitu:
1. Advocacy (pendekatan kepemimpinan)
Advokasi adalah upaya atau proses yang strategis dan terencana
untuk
mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait.
Pihak-
pihak yang terkait ini bisa berupa tokoh masyarakat formal dan non
formal yang
umumnya berperan sebagai penentu kebijakan pemerintahan dan
penyandang
dana pemerintah. tokoh-tokoh masyarakat informal seperti tokoh
agama, tokoh
pengusaha, dan yang lain yang umumnya dapat berperan sebagai
penentu
“kebijakan” (tidak tertulis) dibidangnya dan atau sebagai
penyandang dana non
pemerintah. Perlu disadari bahwa komitmen dan dukungan yang
diupayakan
melalui advokasi jarang diperoleh dalam waktu yang singkat
(Kemenkes RI,
2015). Tahapan-tahapan advokasi (Kemenkes RI, 2015) yaitu :
a. Mengetahui atau menyadari adanya masalah.
b. Tertarik untuk ikut mengatasi masalah.
c. Peduli terhadap pemecahan masalah dengan mempertimbangkan
berbagai
alternatif pemecahan masalah.
d. Sepakat untuk memecahkan masalah dengan memilih salah satu
alternatif
pemecahan masalah.
2. Bina Suasana (menjembatani)
mendorong individu anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku
yang
diperkenalkan. Seseorang akan terdorong untuk mau melakukan
sesuatu
apabila lingkungan sosial dimanapun ia berada (keluarga di rumah,
orang-orang
yang menjadi panutan/idolanya, kelompok arisan, majelis agama, dan
bahkan
masyarakat umum) menyetujui atau mendukung perilaku tersebut. Oleh
karena
itu, untuk mendukung proses pemberdayaan masyarakat khususnya
dalam
upaya meningkatkan para individu dari fase ke fase perlu dilakukan
Bina
Suasana. Terdapat tiga pendekatan dalam Bina Suasana yaitu:
pendekatan
individu, pendekatan kelompok, dan pendekatan masyarakat umum
(Kemenkes
RI, 2015). Langkah-langkah melakukan bina suasana (Kemenkes RI,
2015) yaitu :
a. Menganalisis dan mendesain metode dan teknik kegiatan
dukungan
suasana, seperti : demonstrasi, pelatihan, sosialisasi,
orientasi.
b. Mengupayakan dukungan pimpinan, program, sektor terkait pada
tiap
tatanan dalam bentuk adanya komitmen, dan dukungan sumber
daya.
c. Mengembangkan metoda dan teknik dan media yang telah diuji coba
dan
disempurnakan.
3. Gerakan Pemberdayaan (Empowerment)
proses membantu sasaran agar sasaran tersebut berubah dari tidak
tahu
menjadi tahu atau sadar, dari tahu menjadi mau, dan dari mau
menjadi mampu
melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (Kemenkes RI, 2015).
Sasaran utama dari pemberdayaan adalah individu dan keluarga
serta
kelompok masyarakat. Bilamana sasaran sudah pindah dari mau ke
mampu
melaksanakan boleh jadi akan terkendala oleh dimensi ekonomi. Dalam
hal ini
kepada yang bersangkutan dapat diberikan bantuan langsung, tetapi
yang
sering kali dipraktikkan adalah dengan mengajaknya ke dalam
proses
pengorganisasian masyarakat (community organization) atau
pembangunan
masyarakat (community development). Untuk itu sejumlah individu
yang telah
mau dihimpun dalam suatu kelompok untuk bekerjasama
memecahkan
kesulitan yang dihadapi (Kemenkes RI, 2015). Langkah-langkah
melakukan
kegiatan gerakan pemberdayaan (Kemenkes RI, 2015) yaitu :
a. Peningkatan pengetahuan masyarakat melalui berbagai
kegiatan
pembinaan.
seperti pelatihan, pengembangan media komunikasi untuk
penyuluhan
individu, kelompok dan massa, lomba, sarasehan dan lokakarya.
c. Mengupayakan dukungan pimpinan, program, sektor terkait pada
tiap
tatanan dalam bentuk komitmen dan sumber daya.
d. Mengembangkan metoda dan teknik serta media yang telah diujicoba
dan
disempurnakan.
eksekutif).
Menurut Kemenkes RI, 2015, PHBS di rumah tangga dilakukan untuk
mencapai
rumah tangga sehat dengan melakukan 10 indikator yaitu :
1. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan
Adalah persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan antara
lain
yaitu: bidan, dokter, dan tenaga medis lainnya.
2. Memberi bayi Asi eksklusif
Adalah bayi 0-6 bulan hanya diberi ASI saja tanpa memberikan
tambahan
makanan atau minuman lain.
Asi adalah makanan alamiah berupa cairan dengan kandungan gizi
yang
cukup dan sesuai untuk kebutuhan bayi, sehingga bayi tumbuh dan
berkembang
dengan baik. Air Susu Ibu pertama berupa cairan bening berwarna
kekuningan
(kolostrum), sangat baik untuk bayi karena mengandung zat
kekebalan
terhadap penyakit (Kemenkes RI, 2015).
Keunggulan Air Susu Ibu yaitu : 1) Mengandung zat gizi sesuai
kebutuhan bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan fisik serta
kecerdasan,
2) Mengandung zat kekebalan, 3) Melindungi bayi dari alergi, 4)
Aman dan
terjamin kebersihannya, karena langsung disusukan kepada bayi
dalam
keadaan segar, 5) Tidak akan pernah basi, mempunyai suhu yang tepat
dan
dapat diberikan kapan saja dan dimana saja, 6) Membantu memperbaiki
refleks
menghisap,menelan dan pernapasan bayi. Sedangkan manfaat dari air
susu Ibu
adalah: menjalin hubungan kasih sayang antara ibu dengan bayi,
mengurangi
pendarahan setelah persalinan, mempercepat pemulihan kesehatan
ibu,
menunda kehamilan berikutnya, mengurangi risiko terkena kanker
payudara
(Kemenkes RI, 2015).
Penimbangan bayi dan balita dimaksudkan untuk memantau
pertumbuhannya setiap bulan. Manfaat dari penimbangan balita setiap
bulan
yaitu : 1) Untuk mengetahui apakah balita tumbuh sehat, 2) Untuk
mengetahui
dan mencegah gangguan pertumbuhan balita, 3) Untuk mengetahui
kelengkapan imunisasi, 4) Untuk mengetahui balita yang sakit,
(demam, batuk,
pilek, diare) berat badan dua bulan berturut-turut tidak naik,
balita yang berat
badannya BGM (Bawah Garis Merah) dan dicurigai Gizi buruk sehingga
dapat
segera dirujuk ke puskesmas, 5) Untuk mendapatkan penyuluhan
(Kemenkes RI,
2015).
alatdapur, mencuci pakaian, dan sebagainya, agar kita tidak terkena
penyakit
atau terhindar dari (Kemenkes RI, 2015).
5. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun
Air yang tidak bersih banyak mengandung kuman dan bakteri
penyebab
penyakit. Bila digunakan, kuman berpindah ke tangan. Pada saat
makan, kuman
dengan cepat masuk ke dalam tubuh, yang bisa menimbulkan penyakit.
Sabun
dapat membersihkan kotoran dan membunuh kuman, karena tanpa
sabun
kotoran dan kuman masih tertinggal di tangan (Kemenkes RI,
2015).
6. Menggunakan jamban sehat
Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas
pembungan
kotoran masusia yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk
dengan
leher angsa atau tanpa leher angsa (cemplung) yang dilengkapi
dengan unit
penampungan kotoran dan air untuk membersihkannya (Kemenkes RI,
2015).
Jenis-jenis jamban yang digunakan ;
mengendapkan kotoran kedasar lubang. Untuk jamban cemplung
diharuskan ada penutup agar tidak berbau.
b. Jamban tangki septik/leher angsa adalah jamban berbentuk leher
angsa
yang penampungannya berupa tangki septik kedap air yang
berfungsi
sebagai wabah proses penguraian/dekomposisi kotoran manusia yang
di
lengkapi dengan resapan (Kemenkes RI, 2015).
Syarat-syarat jamban sehat antara lain :
a. Tidak mencemari sumber air minum (jarak antara sumber air minum
dengan
lubang penampung minimal 10 meter)
b. Tidak berbau
d. Tidak mencemari tanah disekitarnya.
e. Mudah dibersihkan dan aman digunakan.
f. Dilengkapi dinding dan atap pelindung.
g. Penerangan dan ventilasi cukup.
h. Lantai kedap air dan luas ruangan memadai.
i. Tersedia air, sabun, dan alat pembersih.
7. Memberantas jentik nyamuk
8. Makan buah dan sayur setiap hari
Setiap anggota rumah tangga mengkonsumsi minimal 3 porsi buah dan
2
porsi sayuran atau sebaliknya setiap hari. Makan sayur dan buah
setiap sangat
penting, karena mengandung vitamin dan mineral yang mengatur
pertumbuhan
dan pemeliharaan tubuh serta mengandung serat yang tinggi.
9. Melakukan aktivitas fisik setiap hari
Aktivitas fisik adalah melakukan pergerakan anggota tubuh
yang
menyebabkan pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi
pemeliharaan
kesehatan fisik, mental, dan mempertahankan kualitas hidup agar
tetap sehat
dan bugar sepanjang hari. Seseorang harus melakukan aktivitas fisik
secara
teratur paling sedikit 30 menit dalam sehari, sehingga dapat
menyehatkan
jantung, paru-paru serta alat tubuh lainnya.
Keuntungan melakukan aktivitas fisik secara teratur yaitu :
a. Terhindar dari penyakit jantung, stroke, osteoporosis, kanker,
dan tekanan
darah tinggi.
d. Bentuk tubuh menjadi bagus.
e. Lebih percaya diri, bertenaga dan bugar.
f. Secara keseluruhan keadaan kesehatan menjadi lebih baik.
10. Tidak merokok di dalam rumah
Setiap anggota keluarga tidak boleh merokok di dalam rumah.
Rokok
ibarat pabrik bahan kimia. dalam satu batang rokok yang dihisap
akan
dikeluarkan sekitar 4.000 bahan kimia berbahaya, diantaranya yang
paling
berbahaya adalah nikoton, tar, dan Carbon Manoksida (CO) (Kemenkes
RI,
2015).
Manfaat Perilaku Hidup Bersih dan Sehat bagi rumah tangga:
a. Setiap rumah tangga meningkat kesehatannya dan tidak mudah
sakit.
b. Anak tumbuh sehat dan cerdas.
c. Prokduktifitas kerja anggota keluarga meningkat dengan
meningkatnya
kesehatan anggota rumah tangga maka biaya yang tadinya dialokasikan
untuk
kesekahatan dapat diahlikan untuk biaya investasi seperti biya
pendidikan,
Pemenuhan gizi keluarga dan modal usaha untuk peningkatan
pendapatan
keluarga (Kemenkes RI, 2015).
a. Masyarakat mampu mengupayakan lingkungan sehat
b. Masyarakat mampu mencegah dan menanggulangi masalah-masalah
kesehatan
c. Masyarakat memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada
d. Masyarakat mampu mengembangkan Upaya Kesehatan Bersumber
Masyarakat
(UKBM) seperti posyandu, jaminan pemeliharaan kesehatan, tabungan
bersalin
(tabulin), arisan jamban, kelompok pemakai air, ambulans desa dll
(Kemenkes
RI, 2015).
1. Sasaran Primer
untuk mempraktekkan PHBS (Kemenkes RI, 2015).
2. Sasaran Sekunder
Yaitu mereka yang memiliki pengaruh terhadap sasaran primer
dalam
pengambilan keputusan untuk mempraktekkan PHBS. Yang meliputi :
para pemuka
masyarakat atau tokoh masyarakat, tokoh atau pemuka adat, tokoh
pemuka agama,
tokoh politik, tokoh pertanian, tokoh pendidikan, tokoh bisnis,
tokoh remaja, tokoh
pemuda, tokoh wanita, dan tokoh kesehatan lainnya (Kemenkes RI,
2015).
3. Sasaran Tersier
Yaitu mereka yang berada dalam posisi pengambilan keputusan
formal,
sehingga dapat memberikan dukungan, baik berupa
kebijakan/pengaturan dan sumber
daya dalam proses pembinaan PHBS terhadap sasaran primer. Mereka
sering juga
disebut sebagai tokoh masyarakat formal, yakni orang yang memiliki
posisi
menentukan dalam stuktur formal di masyarakatnya (disebut juga
penentu kebijakan).
Dengan posisinya itu, mereka juga memiliki kemampuan untuk mengubah
sistem nilai
dan norma masyarakat melalui pemberlakuan kebijakan/pengaturan,
disamping
menyediakan sarana yang diperlukan (Kemenkes RI, 2015).
2.4 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Diare Pada Balita
2.4.1 Pemberian ASI Eksklusif
Air susu ibu adalah (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan
protein,
laktosa, dan garam-garam anorganik yang disekresi oleh kelenjar air
susu ibu.
Penelitian telah membuktikan bahwa ASI merupakan makanan terbaik
pada bayi dan
dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi sampai usia enam bulan. ASI
Eksklusif adalah
pemberian ASI pada bayi tanpa tambahan makanan lainnya ataupun
cairan lainnya
seperti susu formula, jeruk, madu, teh, air putih, dan tanpa
tambahan makanan padat
ataupun seperti pisang, papaya, bubur susu, biscuit, bubur nasi,
dan nasi tim sampai
usia enam bulan (Roeli, 2010).
ASI Eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja selama 6 bulan,
tanpa tambahan
cairan lainnya seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air
putih, serta tanpa
tambahan makanan padat seperti pisang, papaya, bubur susu, biscuit,
bubur nasi, dan
nasi tim. Setelah 6 bulan baru mulai diberikan makanan pendamping
ASI (MPASI). ASI
dapat diberikan sampai anak berusia 2 tahun atau lebih
(Kristiyanasari, 2011).
WHO menganjurkan pemberian ASI eksklusif, yakni bayi diberi ASI
selama 6
bulan pertama tanpa tambahan makanan apapaun. Selama ASI eksklusif
pemantauan
tumbuh kembang bayi harus dilakukan rutin tiap bulan baik posyandu
atau dirumah
sakit (Tjipta, 2014).
Mengingat pentingnya pemberian ASI bagi tumbuh kembang yang optimal
baik
fisik maupun mental dan kecerdasannya, maka perlu perhatian agar
dapat terlaksana
dengan benar, faktor keberhasilan dalam menyusui adalah dengan
menyusui secara
dini dengan posisi yang benar, teratur, dan eksklusif oleh karena
itu, salah satu yang
perlu mendapat perhatian adalah bagaimana ibu dapat tetap
memberikan ASI kepada
bayinya secara eksklusif sampai 6 bulan dan dapat dilanjutkan
sampai anak berumur
dua tahun (Sudargo, 2015). WHO dan Pemerintah Indonesia
mengeluarkan keputusan
Menteri Kesehatan RI No 450/MENKES/IV/2004 tentang Pemberian Asi
Susu Ibu (ASI)
secara eksklusif pada bayi Indonesia mulai tanggal 7 April 2004
(Puslitbang Gizi Dan
Makanan, 2014).
ASI merupakan suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa,
vitamin, dan
mineral yang berfungsi sebagai makanan bayi. ASI mengandung laktosa
yang
merupakan karbohidrat utama dalam ASI dan berfungsi sebagai salah
satu sumber
energy untuk otak. Kandungan laktosa didalam ASI hamper dua kali
lipat lebih banyak
dibandingkan didalam susu formula. Namun kejadia diare akibat tidak
mampu
mencerna laktosa jarang ditemukan pada bayi (intoleransi laktosa).
Ini disebabkan
penyerapan laktosa ASI jauh lebih baik dibandingkan dengan susu
sapi atau susu
formula (IDAI,2015).
Protein merupakan makronutrien yang ditemukan pada ASI. Susu
sapi
mengandung lebih banyak protein (3,5 g/dl) dibandingkan dengan ASI
(0,7 g/dl), tetapi
kadar ini melebihi kebutuhan bayi. ASI lebih banyak mengandung
protein whey,
terutama laktalbumin suatu protein yang lebih komplek dibandingkan
dengan protein
kasein. Tingginya persentase kasein dalam susu sapi menyebabkan
terbentuknya
gumpalan keju keras dan besar (Wong dkk, 2013).
Zat gizi lainnya yang terkandung didalam ASI yaitu vitamin D, E, A,
K dan vitamin
yang larut dalam air. Vitamin D rendah didalam ASI tetapi sudah
cukup mampu
memenuhi kebutuhan bayi. Vitamin E berfungsi dalam mempertahankan
dinding sel
darah merah. Kekurangan vitamin E dapat menyebabkan anemia. Bahan
baku pembuat
vitamin A yaitu beta karoten banyak ditemukan pada ASI. Vitamin A
berfungsi menjaga
kesehatan mata, mendukung pembelahan sel, kekebalan tubuh dan
pertumbuhan. Hal
ini yang dapat menarangkan kenapa anak dengan ASI mengalami tumbuh
kembang dan
daya tahan yang baik. Vitamin K dibutuhkan dalam pembekuan darah,
kadar vitamin K
didalam ASI hanya seperempat dibandingkan dengan susu formula, oleh
karena itu bayi
baru lahir diberikan vitamin K dalam bentuk injeksi (IDAI,
2015).
Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan, artinya hanya memberikan
ASI saja
selama 6 bulan tanpa pemberian makanan atau minuman yang lain.
Pemberian cairan
dan makanan dapat menjadikan sarana masuknya bakteri patogen. Bayi
usia dini
sangat rentan terhadap bakteri penyebab diare, terutama
dilingkungan yang kurang
higienis dan sanitasi buruk. Di beberapa Negara kurang berkembang,
2 diantara 5 orang
tidak memiliki sarana air bersih. ASI menjamin bayi dapat
memperoleh suplai air bersih
yang siap tersedia setiap saat (Yuliarti, 2010).
Penelitian di Filipina menegaskan tentang mamfaat pemberian ASI
eksklusif dan
dampak negative pemberian cairan tambahan tanpa nilai gizi terhadap
timbulnya
penyakit diare. Seorang bayi (tergantung usianya) yang diberi air
putih, teh, atau
minuman herbal lainnyan akan beresiko terkena diare 2-3 kali lebih
banyak dibanding
bayi yang diberi ASI eksklusif. Pada kasus diare ringan, dianjurkan
untuk meningkatkan
frekuensi menyusui. Jika bayi menderita tingkat diare sedang hingga
parah, segera
hubungi petugas kesehatan dan teruskan menyusui, sebagaimana
dianjurkan dalam
pedoman Penanganan Terpadu Penyakit Anak-Anak/PTPA (Integrated
Management Of
Chldhood illness//IMCI). Bayi yang tampaknya mengalami dehidarsi
mungkin
membutuhkan terapi rehidrasi oral, yang hanya boleh diberikan atas
saran petugas
kesehatan (Yuliarti, 2010).
2.4.2 Kebiasaan Cuci Tangan
Indikasi cuci tangan atau lebih dikenal dengan five moments (lima
waktu) cuci
tangan menurut SPO gizi adalah: a) Sebelum masuk ke dalam area
produksi dan
distribusi, b) Setelah memegang bahan mentah/ kotor, c) Setelah
memegang anggota
tubuh, d) Sebelum dan setelah memporsikan makanan di plato/ alat
saji pasien, e)
Setelah keluar dari kamar mandi/ toilet (Suratun, 2012).
Kebersihan tangan dibagi menjadi 2 (dua), yaitu mencuci tangan
dengan air
mengalir dan sabun (Hand-wash) dan mencuci tangan dengan antiseptik
berbasis
alkohol (Hand-rub). Langkah-langkah cuci tangan Hand-wash yaitu: a)
membasuh
tangan dengan air, lalu tuangkan sabun anti septik di telapak
tangan secukupnya, b)
meratakan dengan kedua telapak tangan, c) menggosok punggung dan
sela-sela jari
tangan kiri dengan tangan kanan dan sebaliknya, d) menggosok kedua
telapak dan sela-
sela jari tangan kanan dan tangan kiri bergantian, e) jari-jari
sisi dalam dari kedua
tangan saling mengunci, f) menggosok ibu jari kiri dengan cara
berputar dalam
genggaman tangan kanan dan lakukan sebaliknya, g) menggosok dengan
memutar
ujung jari-jari tangan kanan di telapak tangan kiri dan sebaliknya
searah jarum jam, h)
membilas kedua tangan dengan air mengalir, i) mengeringkan dengan
handuk sekali
pakai/ kertas tisu, j) menutup kran dengan menggunakan handuk
sekali pakai/ kertas
tisu tersebut, k) semua prosedur dilakukan selama 40-60 detik, l)
indikasi cuci tangan
dilakukan pada tangan yang tampak kotor, setelah menggunakan sarung
tangan,
setelah kontak dengan cairan tubuh pasien, serta setelah 5 X
Hand-rub (Kariadi, 2012).
Langkah-langkah cuci tangan Hand-rub yaitu: a) menuangkan larutan
anti septik
berbasis alkohol ke telapak tangan secukupnya, b) meratakan di
kedua telapak tangan,
c) menggosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan
kanan dan
sebaliknya, d) menggosok kedua telapak dan sela-sela jari tangan
kanan dan tangan kiri
bergantian, e) jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling
mengunci, f) menggosok ibu
jari kiri dengan cara berputar dalam genggaman tangan kanan dan
lakukan sebaliknya,
g) menggosok dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan di telapak
tangan kiri dan
sebaliknya searah jarum jam, h) biarkan sampai kering, i) semua
prosedur dilakukan
selama 20-30 detik (Kariadi, 2012).
2.4.3 Sumber Air Minum
Sumber air merupakan komponen penting untuk penyediaan air bersih
karena
tanpa sumber air maka suatu sistem penyediaan air bersih tidak akan
berfungsi.
Sumber-sumber air tersebut secara kuantitas harus cukup dan
darisegi kualitas harus
memenuhi syarat untuk mempermudah proses pengolahan. Secara umum
air berasal
dari sumber-sumber sebagai berikut (Sumantri, 2010):
1. Air Hujan
Air hujan merupakan penyubliman awan atau uap air murni yang ketika
turun dan
melalui udara akan melarutkan benda-benda di udara seperti gas
O2,CO2, N2, jasad
renik, dan debu (Sumantri, 2010).
2. Air Tanah
Air tanah adalah air yang berada di bawah permukaan tanah pada
daerah akifer
(Effendi, 2011). Air tanah berdasarkan kedalamannya dibagi menjadi
dua, yaitu:
3. Air Tanah Dangkal
Air tanah dangkal terjadi karena daya proses peresapan air dari
permukaan
tanah.Air tanah dangkal terdapat pada kedalaman 15 meter, ditinjau
dari segi
kualitasnya air tanah dangkal dikaterigorikan agak baik dan dari
segi kuantitas urang
baik, tergantung pada musim.
4. Air Tanah Dalam
Pengambilan air tanah dalam harus menggunakan bor dan memasukkan
pipa
kedalamnya sampai kedalaman 100-300 m. Jika tekanan air tanah
besar, maka air
dapat menyembur keluar, sumur ini disebut sumur artesis (Sutrisno,
2013).
5. Air Permukaan
Air permukaan adalah air yang terdapat pada permukaan tanah,
misalnya air
sungai, air rawa, dan danau (Slamet, 2012). Adapun sarana
penyediaan air bersih dibagi
dalam beberapa jenis (Laila,2001) yaitu:
1. Sumur Gali
Sumur gali adalah jenis sarana air bersih dengan cara tanah digali
sampai
mendapatkan lapisan air dengan kedalaman tertentu. Sumur gali
terdiri dari bibir
sumur, dinding sumur, lantai sumur, saluran air limbah, dan
dilengkapi dengan kerekan
timba dengan gulungan atau pompa. Menurut Kemenkes 2012, dalam
pembuatan
sumur gali perlu memperhatikan beberapa hal,yaitu:
a. Jarak antara sumur gali dengan tempat pembuangan sampah, parit,
dan tempat
penampungan tinja harus lebih dari 10 meter.
b. Dinding sumur dibuat kedap air dengan kedalaman minimal 3 meter
dari
permukaan tanah.
c. Diatas permukaan tanah dibuat dinding tembok yang kedap air
setinggi 80 cm.
Sebaiknya diberi penutup agar air hujan dan kotoran lainnya tidak
dapat masuk
kedalam sumur.
d. Lantai sumur dibuat kedap air dengan lebar minimal 1 meter dari
tepi bibir atau
dinding sumur dengan ketebalan 10-20 cm.
e. Saluran air limbah 10 meter dari sumur gali dan sumur resapan
air buangan
yang dibuat dari bahan kedap air dan licin
f. Tali dan timba tidak terletak di lantai.
2. Penampungan Air Hujan
Penampungan air hujan adalah sarana air bersih yang digunakan untuk
menampung
air hujan sebagai persediaan air bersih dan pengadaan air
bersih.
3. Sumur Pompa
Sumur pompa adalah sarana penyediaan air bersih yang digunakan
untuk
menaikkan air dari sumur dengan menggunakan pompa air, baik itu
pompa tangan
maupun listrik.
Ledeng atau perpipaan adalah adalah air yang diproduksi melalui
proses
penjernihan dan penyehatan sebelum dialirkan kepada konsumen
melalui saluran air.
Air ledeng atau perpipaan (PDAM) merupakan air yang berasal dari
perusahaan air
minum yang dialirkan langsung kerumah dengan beberapa titik
kran.
5. Perlindungan
Perlindungan mata air adalah sumber air bersih yang berasal dari
air tanah dalam,
biasanya bebas dari cemaran mikroorganisme.Bila air tersebut
dimanfaatkan yang
harus diperhatikan adalah perlindungan mata air tersebut, perpipaan
yang membawa
air ke konsumen atau jaringan distribusinya, dan terminal akhir
dari jaringan
distribusinya.
Pembuangan tinja merupakan salah satu upaya kesehatan lingkungan
yang
harus memenuhi sanitasi dasar bagi setiap individu. Pembuangan
kotoran yang baik
harus dibuang ke dalam tempat penampungan kotoran yang disebut
jamban. Jamban
atau tempat pembuangan kotoran adalah suatu bangunan yang
dipergunakan untuk
membuang tinja atau kotoran manusia yang lazim disebut kakus/WC dan
memenuhi
jamban sehat dan baik. Setiap individu harus menggunakan jamban
untuk buang air
besar (Soedjono, 2011).
Penggunaan jamban akan bermanfaat untuk menjaga lingkungan bersih,
sehat,
dan tidak berbau. Jamban mencegah pencemaran sumber air yang ada
disekitarnya.
Jamban juga tidak mengundang datangnya lalat atau serangga yang
dapat menjadi
penular penyakit diare, kolera disentri, typus, kecacingan,
penyakit saluran
pencernaan, penyakit kulit dan keracunan (Suparmin, 2012).
Menurut Rahmawati (2012), syarat jamban yang sehat adalah :
1. Tidak mencemari sumber air minum (jarak antara sumber air minum
dengan
lubang penampungan tinja minimal 10 meter).
2. Tidak berbau.
4. Tidak mencemari tanah sekitarnya.
5. Mudah dibersihkan dan aman digunakan.
6. Dilengkapi dinding dan atap pelindung.
7. Penerangan dan ventilasi yang cukup.
8. Lantai kedap air dan luas ruangan memadai.
9. Tersedia air, sabun, dan alat pembersih.
2.4.5 Saluran Pembuangan Air Limbah
Menurut Steel (2010), air limbah adalah cairan buangan yang berasal
dari
rumah tangga, industri, dan tempat-tempat umum lainnya dan biasanya
mengandung
bahan-bahan atau zat yang dapat membahayakan kehidupan manusia
serta
mengganggu kelestariaan lingkungan (Chandra, 2011).
Menurut Budiman Chandra (2012), air limbah sebelum dibuang ke
pembuangan
akhir harus menjalani pengolahan terlebih dahulu. Untuk dapat
menerapkan
pengolahan air limbah yang efektif diperlukan rencana pengelolaan
yang baik. Tujuan
dari pengelolaan air limbah yaitu:
1. Mencegah pencemaran pada sumber air rumah tangga
2. Melindungi hewan dan tanaman yang hidup di dalam air
3. Menghindari pencemaran tanah permukaan
4. Menghilangkan tempat berkembangbiaknya bibit dan vektor
penyakit.
Sementara itu, saluran pembuangan air limbah (SPAL) yang diterapkan
harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
2. Tidak mengakibatkan pencemaran air permukaan
3. Tidak menimbulkan pencemaran pada flora dan fauna yang
hidup
4. Tidak dihinggapi oleh vektor atau serangga yang menyebabkan
penyakit
5. Tidak terbuka dan harus tertutup
6. Tidak menimbulkan bau atau aroma tidak sedap.
Air limbah rumah tangga berasal dari air bekas mandi, bekas cuci
pakaian,
maupun cuci perabot, bahan makanan, dan sebagainya. Air ini sering
disebut sullage
atau gray water yang banyak mengandung sabun atau deterjen dan
mikroorganisme
penyebab berbagai penyakit. Salah satu penyebab penyakit dari
mikroorganisme yang
ada pada air limbah yaitu penyakit diare. Mikroorganisme ini akan
dibawa oleh vektor
atau serangga yang akan diinfeksikan kepada manusia melalui makanan
dan minuman.
Untuk memutus mata rantai penyakit tersebut diperlukan saluran
pembuangan air
limbah (SPAL) rumah tangga yang memenuhi syarat-syarat kesehatan
(Juli Soemirat,
2014).
2.4.6 Tempat Pembuangan Sampah
Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak
dipakai lagi
oleh manusia, atau benda padat yang sudah tidak digunakan lagi
dalam suatu kegiatan
manusia dan dibuang. Para ahli kesehatan masyarakat Amerika membuat
batasan,
sampah (waste) adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai,
tidak disenangi,
atau sesuatu yang dibuang berasal dari kegiatan manusia, dan tidak
terjadi dengan
sendirinya. Dari batasan ini jelas bahwa sampah adalah hasil suatu
kegiatan manusia
yang dibuang karena sudah tidak berguna. Sehingga bukan semua benda
padat yang
tidak digunakan dan dibuang disebut sampah, misalnya benda-benda
alam, benda –
benda yang keluar dari bumi akibat dari gunung meletus, banjir,
pohon di hutan yang
tumbang akibat angina rebut, dan sebagainya (Notoatmodjo,
2012)
Pembuangan Sampah Rumah Tangga adalah kegiatan secara
sistematis,
menyeluruh, berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan
penanganan sampah
yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, tidak
termasuk tinja dan
sampah spesifik (sampah yang mengandung bahan beracun).
Sedangkan menurut (Hadiwiyato, 2008) mengemukakan bahwa
Pembuangan
sampah adalah perlakuan terhadap sampah untuk memperkecil atau
menghilangakan
masalah-masalah yang erat kaitannya dengan lingkungan yang dapat
timbul. Jadi pada
prinsipnya Pembuangan sampah dapat diartikan sebagai suatu perilaku
terhadap
timbulan mulai dari tempat penyimpanan sampah pembuangan akhir
sampah yang
mana pengaturan ini didasarkan pada prinsip memperkecil atau
menghilangkan
masalah-masalah yang ditimbulkan oleh adanya sampah baik terhadap
lingkungan
maupun terhadap kesehatan masyarakat.
1. Berdasarkan sumbernya, sampah digolongkan dua kelompok sebagai
berikut:
a) Sampah domestik, yaitu sampah yang sehari-hari dihasilkan oleh
kegiatan dan
kepentingan manusia secara langsung: dari rumah tangga, sekolah,
pemukiman,
dan rumah sakit.
b) Sampah non – domestik, yaitu sampah yang sehari-hari dihasilkan
oleh kegiatan
dan kepentingan manusia secara tidak langsung: dari pabrik
industri,
peternakan, dan pertanian.
2. Berdasarkan bentuknya, sampah digolongkan ke dalam tiga kelompok
sebagai
berikut:
a) Sampah padat, yaitu sampah yang berasal dari sisa-sisa tanaman,
hewan,
kotoran ataupun benda – benda lain yang berbentuk padat
b) Sampah cair, yaitu sampah yang berasal dari buangan pabrik,
industri,
pertanian, peternakan maupun manusia yang berbentuk cair, misalnya
air
buangan dan urine
c) Sampah gas, yaitu sampah yang berasal dari knalpot kendaraan,
cerobong
pabrik yang semuanya berbentuk gas atau asap.
3. Berdasarkan jenisnya, dikenal ada dua kelompok sampah,
yaitu:
a) Sampah organik, terdiri atas berbagai jenis sampah yang sebagian
besar
senyawa organik (sisa tanaman, hewan ataupun kotoran)
b) Sampah anorganik, terdiri atas berbagai jenis sampah yang
tersusun oleh
senyawa anorganik seperti botol dan logam.
Sedangkan menurut Wahid Iqbal M dan Nur Chayatin (2012), sampah
dapat
dibedakan menjadi:
2. Liquid waste/waste water, yaitu sampah yang berbentuk cair/air
buangan.
3. Atmospheric waste, yaitu sampah yang berbentuk gas.
4. Human waste/excreta disposal, yaitu sampah yang berasal dari
kotoran manusia
5. Special waste, yaitu sampah dalam jenis khusus, sebab
tergolong
sampah yang berbahaya.
Pengaruh sampah terhadap kesehatan dapat dikelompokkan menjadi efek
yang
langsung dan tidak langsung. Yang dimaksud dengan efek langsung
adalah efek yang
disebabkan karena kontak yang langsung dengan sampah tersebut.
Misalnya, sampah
beracun, sampah yang korosif terhadap tubuh, yang karsinogenik,
teratogenik, dan
lain-lainnya. Selain itu ada pula sampah yang mengandung kuman
pathogen, sehingga
dapat menimbulkan penyakit.
terjadi secara aerobik, dilanjutkan secara fakultatif, dan secara
anaerobic apabila
oksigen telah habis. Dekomposisi anaerobik akan menghasilkan cairan
yang disebut
leachate beserta gas. Leachate atau lindi ini adalah cairan yang
mengandung zat padat
yang tersuspensi yang sangat halus dan hasil penguraian mikroba,
biasanya terdiri atas
Ca, Mg, Na, K, Fe, Khlorida, Sulfat, Phospat, Zn, Ni, CO2, H2O,
NH3, H2S, asam organik,
dan H2. Tergantung dari kualitas sampah, maka di dalam leachate
bisa pula didapat
mikroba patogen, logam berat, dan zat lainnya yang berbahaya.
Dengan bertambahnya
waktu, maka jumlah lindi akan berkurang. Zat anorganik seperti
khlorida sulit sekali
berkurang sekalipun ada proses atenuasi di dalam tanah. Proses
atenuasi seperti ini
telah diuraikan terdahulu dapat berupa pertukaran ion, adsorpsi,
pembentukan
kompleks, filtrasi, biodegradasi, dan presipitasi. Oleh karenanya,
khlorida dan zat padat
terlarut dapat digunakan sebagai indikator untuk mengikuti aliran
lindi. Pengaruh
terhadap kesehatan dapat terjadi karena tercemarnya air tanah,
tanah, dan udara. Efek
tidak langsung lainnya berupa penyakit bawaan vektor yang
berkembang biak di dalam
sampah. Sampah bila ditimbun sembarangan dapat dipakai sarang lalat
dan tikus.
Dimana lalat adalah vektor berbagai penyakit perut, salah satunya
diare.. Demikian
juga halnya dengan tikus, selain merusak harta benda masyarakat,
tikus juga sering
membawa pinjal yang dapat menyebarkan penyakit pest (Soemirat,
2014).
Adapaun syarat-syarat pokok tempat penyimpanan sampah
sementara
(container) tentang pembuangan sampah antara lain adalah (Kemekes
RI, 2012) :
1. Syarat kontruksi
b. Terbuat dari bahan yang cukup kuat, ringan, kedap air.
c. Mempunyai tutup dan sebaiknya mudah dibuka/ditutup tanpa
mengotori
tangan.
2. Syarat volume
Volumenya dapat menampung sampah yang dihasilkan oleh pemakai dalam
waktu
tertentu (3 hari).
3. Syarat lokasi
2.5. Kerangka Teoritis
kerangka teoritis sebagai berikut :
Gambar 2.1. Kerangka Teori Sumber : Sumber: Widjaja (2002), Juli
Soemirat (2007), Sukidjo Notoadmodjo (2003),
Depkes RI (2002).