of 49 /49
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diare 2.1.1 Pengertian Diare Diare adalah kejadian frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali pada anak, konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja (Ngastiyah, 2005). Menurut Arief Mansjoer (2000) diare adalah defekasi lendir dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah atau lendir. Sedangkan menurut Suharyono (2008) diare adalah buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal (meningkat) dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair. Diare dapat dikatakan sebagai masalah pediatrik sosial karena diare merupakan salah satu penyakit utama yang terdapat di negara berkembang, dimana adanya faktor yang mempengaruhi terjadinya diare pada balita itu sendiri yaitu diantaranya faktor penyebab (agent), penjamu (host), dan faktor lingkungan (environment) (Suharyono, 2008). Faktor penyebab (agent) yang dapat menyebabkan kejadian diare pada balita diantaranya karena faktor infeksi, faktor malabsorbsi, faktor makanan (Ngastiyah, 2005). Sedangkan dari faktor penjamu (host) yang menyebabkan diare pada balita yaitu dari faktor status gizi balita dan faktor perilaku hygiene yang buruk misalnya dalam perilaku mencuci tangan, kebersihan puting susu, kebersihan dalam botol susu dan dot susu pada balita. Kemudian dari faktor lingkungan (environment) yang menyebabkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Diare adalah kejadian frekuensi

  • Author
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Text of BAB II TINJAUAN PUSTAKA Diare adalah kejadian frekuensi

2.1.1 Pengertian Diare
Diare adalah kejadian frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali pada anak,
konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan
darah atau lendir saja (Ngastiyah, 2005). Menurut Arief Mansjoer (2000) diare adalah
defekasi lendir dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah atau lendir. Sedangkan
menurut Suharyono (2008) diare adalah buang air besar dengan frekuensi yang tidak
normal (meningkat) dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair.
Diare dapat dikatakan sebagai masalah pediatrik sosial karena diare merupakan
salah satu penyakit utama yang terdapat di negara berkembang, dimana adanya faktor
yang mempengaruhi terjadinya diare pada balita itu sendiri yaitu diantaranya faktor
penyebab (agent), penjamu (host), dan faktor lingkungan (environment) (Suharyono,
2008).
Faktor penyebab (agent) yang dapat menyebabkan kejadian diare pada balita
diantaranya karena faktor infeksi, faktor malabsorbsi, faktor makanan (Ngastiyah,
2005). Sedangkan dari faktor penjamu (host) yang menyebabkan diare pada balita yaitu
dari faktor status gizi balita dan faktor perilaku hygiene yang buruk misalnya dalam
perilaku mencuci tangan, kebersihan puting susu, kebersihan dalam botol susu dan dot
susu pada balita. Kemudian dari faktor lingkungan (environment) yang menyebabkan
balita terkena diare yaitu dari kondisi sanitasi lingkungan yang kurang baik misalnya
dalam penggunaan kebersihan air yang digunakan untuk mengolah susu dan makanan
balita (Soegijanto, 2002).
Menurut Widjaja (2008), diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda
adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair
dan bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari.
Menurut Ngastiyah (2005), diare merupakan salah satu gejala dari penyaki tpada
sistem gastrointestinal atau penyakit lain diluar saluran pencernaan,dikarenakan
keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali pada anak konsistensi feses encer
dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja.
Sedangkan menurut WHO (2009) diare didefinisikan sebagai berak cair tiga kali atau
lebih dalam sehari semalam (24 jam).
Berdasarkan beberapa pengertian yang telah dijelaskan penulis dapat
mengambil kesimpulan pengertian diare adalah suatu keadaan dimana terjadi
perubahan pola buang air besar lebih dari 3 kali dalam sehari disertai perubahan
konsistensi tinja lebih encer atau berair dengan atau tanpa darah dan tanpa lendir.
2.1.2 Etiologi diare
Menurut Widjaja (2012), diare disebabkan oleh adanya beberapa faktor, antara lain:
1. Faktor Infeksi
Infeksi pada saluran pencernaan merupakan penyebab utama diare pada anak
balita. Jenis-jenis infeksi yang umumnya menyerang dibagi menjadi lima (Widjaja,
2012) ,yaitu:
a. Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak.
b. Infeksi bakteri: Vibrio, E. Coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter.
c. Infeksi virus: Enterovirus (virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis) Adeno virus,
Rotavirus, Astrovirus.
(Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonashominis), jamur (Candida
albicans).
e. Infeksi parental ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti otitismedia
akut (OMA), tonsillitis/tonsilo faringitis, bronko pneumonia, ensefalitis dan
sebagainya. Keadaan ini terutama terjadi pada bayi dananak berumur di bawah
dua tahun.
a. Malabsorpsi karbohidrat
dapatmenyebabkan diare. Gejalanya berupa diare berat, tinja berbau asam,
dansakit di daerah perut. Jika sering terkena diare ini, pertumbuhan anakakan
terganggu.
Dalam makanan terdapat lemak yang disebut triglyserida. Triglyserida, dengan
bantuan kelenjar lipase, mengubah lemak menjadi micelles yangsiap diabsorpsi
usus. Jika tidak ada lipase dan terjadi kerusakan mukosausus, diare dapat jadi
muncul karena lemak tidak terserap dengan baik, Gejalanya adalah tinja
mengandung lemak.
Faktor makanan yang mengakibatkan diare adalah makanan yang tercemar, basi,
beracun, terlalu banyak lemak, mentah (sayuran), dan kurang matang. Makanan yang
terkontaminasi jauh lebih mudah mengakibatkan diare pada anak balita (Adriani,
2016):
Faktor psikologis yang mengakibatkan terjadi diare, meliputi rasa takut cemas dan
tegang jika terjadi pada anak dapat menyebabkan diare kronis.Tetapi jarang terjadi
pada anak balita dan umumnya terjadi pada anak yang lebih besar atau dewasa
(Adriani, 2016).
dehidrasi sedang atau ringan, diare tanpa dehidrasi, diare persisten, disentri (Hidayat,
2015).
jelek.Penatalaksanaannya yaitu lakukan pemasangan infuse, berikan cairan IV Ringer
Laktat, pemberian ASI sebaiknya tetap diberikan, pertahankan agar bayi dalam keadaan
hangat dan kadar gula tidak turun.
b. Diare dehidrasi sedang atau ringan
Diare ini mempunyi tanda seperti gelisah atau rewel, mata cekung, sertaturgor
kulit jelek. Penatalaksanaannya berikan ASI lebih sering dan lebihlama untuk setiap kali
pemberian, berikan oralit, ajari ibu cara membuatoralit, lanjutkan pemberian ASI,
berikan penjelasan kapan harus segera dibawa ke petugas kesehatan.
c. Diare tanpa dehidrasi
Diare tanpa dehidrasi jika hanya ada salah satu tanda pada dehidrasi berat atau
ringan. Penatalaksanaannya berikan ASI lebih sering dan lebih lama setiap kali
pemberian, berikan cairan tambahan yaitu berupa oralit atau airmatang sebanyak
keinginan balita, ajari pada ibu cara memberikan oralit dengan memberi 6 bungkus
oralit, anjurkan pada ibu jumlah oralit yangdiberikan sebagai tambahan cairan,
anjurkan untuk meminum sedikit tapi sering.
d. Diare persisten
Diare persisten apabila terjadi diare sudah lebih dari 14 hari. Tindakan dan
pengobatan untuk mengatasi masalah diare persisten dan disentri dalam manajemen
balita sakit dapat diatasi sesuai dengan tingkat diare dan dehidrasi, pertahankan kadar
gula agar tidak turun, anjurkan agar bayi tetap hangat, lakukan rujukan segera.
e. Disentri
Apabila diare disertai darah pada tinja dan tidak ada tanda gangguan saluran
pencernaan. Tindakan dan pengobatan sama dengan diare persisten.
2.1.4 Gejala diare
Gejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan frekuensi empat kali
atau lebih dalam sehari, yang kadang disertai muntah, badan lesu atau lemah, panas,
tidak nafsu makan, darah dan lendir dalam kotoran, rasa mual dan muntah-muntah
dapat mendahului diare yang disebabkan oleh infeksi virus. Infeksi bisa secara tiba-tiba
menyebabkan diare, muntah, tinja berdarah, demam, penurunan nafsu makan atau
kelesuan. Selain itu, dapat pula mengalami sakit perut dan kejang perut, serta gejala-
gejala lain seperti flu misalnya agak demam, nyeri otot atau kejang, dan sakit kepala.
Gangguan bakteri dan parasit kadang-kadang menyebabkan tinja mengandung
darahatau demam tinggi (Amiruddin, 2011).
Beberapa Perilaku keluarga yang dapat meningkatkan kejadian diare pada balita
di antaranya adalah (Pusat Promosi Kesehatan, 2011):
1. Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pertama pada kehidupan.
Pada balita yang tidak diberi ASI risiko menderita diare lebih besar daripada
balita yang diberi ASI penuh, dan kemungkinan menderita dehidrasi berat lebih
besar.
susah dibersihkan. Penggunaan botol yang tidak bersih atau sudah dipakai
selama berjam-jam dan dibiarkan di lingkungan yang panas, sering
menyebabkan infeksi usus yang parah karena botol dapat tercemar oleh
kuman-kuman atau bakteri penyebab diare.
3. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar
Makanan bila disimpan beberapa jam pada suhu kamar, makanan tersebut akan
tercermar dan kuman akanberkembang biak.
4. Menggunakan air minum yang tercemar.
5. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja
anak atau sebelum makan dan menyuapi anak.
6. Tidak membuang tinja dengan benar
Seringnya anggapan bahwa tinja tidak berbahaya, padahal sesungguhnya tinja
mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar. Selain itu tinja binatang
juga dapat menyebabkan infeksi pada manusia.
2.1.5 Penatalaksanaan
Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita adalah
LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan Dokter Anak
Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya cara untuk
mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi usus serta mempercepat
penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah anak kekurangan gizi akibat diare
juga menjadi cara untuk mengobati diare. Adapun program LINTAS DIARE (Kemenkes RI,
2011) yaitu:
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
3. Teruskan pemberian ASI dan Makanan
4. Antibiotik Selektif
2.1.6 Oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah tangga
dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia berikan cairan
rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang beredar di
pasaran sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat
mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi
penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum
harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan melalui
infus. Pemberian oralit didasarkan pada derajat dehidrasi (Kemenkes RI, 2011).
1. Diare tanpa dehidrasi
Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret
Umur 1 – 4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret
Umur diatas 5 Tahun : 1 – 1½ gelas setiap kali anak mencret
2. Diare dengan dehidrasi ringan sedang
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan selanjutnya
diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi.
3. Diare dengan dehidrasi berat
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas
untuk di infus (Kemenkes RI, 2011)
Untuk anak di bawah umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan sendok
dengan cara sendok setiap 1 sampai 2 menit. Pemberian dengan botol tidak boleh
dilakukan. Anak yang lebih besar dapat minum langsung dari gelas. Bila terjadi muntah
hentikan dulu selama 10 menit kemudian mulai lagi perlahan-lahan misalnya 1 sendok
setiap 2-3 menit. Pemberian cairan ini dilanjutkan sampai dengan diare berhenti
(Juffrie, 2010).
2.1.7 Zinc
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc dapat
menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi enzim ini
meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan
dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama
kejadian diare. Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan
tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume
tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya.
Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi Zinc segera saat anak mengalami
diare (Kemenkes RI, 2011). Dosis pemberian Zinc pada balita (Kemenkes RI, 2011):
a. Umur < 6 bulan : ½ tablet (10 mg) per hari selama 10 hari
b. Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari selama 10 hari.
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti. Cara pemberian
tablet zinc : Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut
berikan pada anak diare.
Sanitasi dasar merupakan salah satu persyaratan dalam rumah sehat. Sarana
sanitasi dasar berkaitan langsung dengan masalah kesehatan, terutama masalah
kesehatan lingkungan. Sarana sanitasi dasar menurut Kepmenkes No
852/MENKES/SK/IX/2008 tentang strategi nasional STBM (Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat), sanitasi dasar rumah meliputi sarana buang air besar, sarana pengelolaan
sampah dan limbah rumah tangga (Kemenkes RI, 2013).
Sanitasi lingkungan rumah juga merupakan salah satu usaha untuk mencapai
lingkungan sehat melalui pengendalian faktor lingkungan fisik khususnya hal-hal yang
mempunyai dampak merusak perkembangan fisik kesehatan dan kelangsungan hidup
manusia. Usaha sanitasi lingkungan rumah menurut Kusnoputranto (2012) adalah
usaha kesehatan yang menitikberatkan pada usaha pengendalian faktor lingkungan
fisik yang mungkin menimbulkan dan menyebabkan kerugian dalam perkembangan
fisik, kesehatan dan daya tahan hidup manusia lain (Suyono, 2010).
Lingkungan rumah adalah segala sesuatu yang berada di dalam rumah.
Lingkungan rumah terdiri dari lingkungan fisik serta lingkungan sosial. Lingkungan
rumah menurut WHO adalah suatu struktur fisik dimana orang menggunakannya untuk
tempat berlindung. Lingkungan dari struktur tersebut juga semua fasilitas dan
pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani dan
rohani serta keadaan sosial yang baik untuk keluarga dan individu.
Masalah kesehatan merupakan suatu masalah yang sangat komplek, yang saling
berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Banyak faktor
yang mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu maupun kesehatan
masyarakat (Notoatmodjo, 2012). Menurut model segitiga epidemiologi, suatu
penyakit timbul akibat interaksi satu sama lain yaitu antara faktor lingkungan, agent
dan host (Timmreck, 2013). Faktor yang secara langsung maupun tidak langsung dapat
menjadi penentu pendorong terjadinya diare. Faktor lingkungan merupakan faktor
yang paling penting, sehingga untuk penanggulangan diare diperlukan upaya perbaikan
sanitasi lingkungan (Zubir, 2013).
Menurut Winslow dan APHA, rumah yang sehat harus memenuhi beberapa
persyaratan antara lain (Suyono, 2010):
a. Menurut Suyono (2010) bahwa memenuhi kebutuhan fisiologis adalah:
1) Pencahayaan yang cukup, baik cahaya alam (sinar matahari) maupun cahaya
buatan (lampu). Pencahayaan yang memenuhi syarat sebesar 60 – 120 lux. Luas
jendela yang baik minimal 10 % - 20 % dari luas lantai.
2) Perhawaan (ventilasi) yang cukup untuk proses pergantian udara dalam
ruangan. Kualitas udara dalam rumah yang memenuhi syarat adalah
bertemperatur ruangan sebesar 18o – 30o C dengan kelembaban udara sebesar
40 % - 70 %. Ukuran ventilasi memenuhi syarat 10% luas lantai.
3) Tidak terganggu oleh suara-suara yang berasal dari luar maupun dari dalam
rumah (termasuk radiasi).
1) Setiap anggota keluarga terjamin ketenangannya dan kebebasannya.
2) Mempunyai ruang untuk berkumpulnya anggota keluarga.
3) Lingkungan yang sesuai, homogen, tidak telalu ada perbedaan tingkat yang
ekstrem di lingkungannya. Misalnya tingkat ekonomi.
4) Mempunyai fasilitas kamar mandi dan WC sendiri.
5) Jumlah kamar tidur dan pengaturannya harus disesuaikan dengan umur dan
jenis kelaminnya. Orang tua dan anak dibawah 2 tahun boleh satu kamar. Anak
diatas 10 tahun dipisahkan antara laki-laki dan perempuan. Anak umur 17 tahun
ke atas diberi kamar sendiri.
6) Ukuran ruang tidur anak yang berumur 5 tahun sebesar 4,5 m3, dan umurnya5
tahun adalah 9 m3. Artinya dalam satu ruangan anak yang berumur 5 tahun ke
bawah diberi kebebasan menggunakan volume ruangan 1,5 x 1 x 3 m3, dan 5
tahun menggunakan ruangan 3 x 1 x 3 m3.
7) Mempunyai halaman yang dapat ditanami pepohonan.
8) Hewan/ternak yang akan mengotori ruangan dan ribut/bising hendaknya
dipindahkan dari rumah dan dibuat kandang tersendiri dan mudah dibersihkan.
c. Menurut Suyono (2010) bahwa pencegahan Penularan Penyakit adalah
1) Tersedia air bersih untuk minum yang memenuhi syarat kesehatan
2) Tidak memberi kesempatan serangga (nyamuk, lalat), tikus dan binatang lainnya
bersarang di dalam dan di sekitar rumah.
3) Pembuangan kotoran/tinja dan air limbah memenuhi syarat kesehatan.
4) Pembuangan sampah pada tempat yang baik, kuat dan higienis.
5) Jarak antara tempat tidur minimal 90 cm untuk terjaminnya keleluasaan
bergerak, bernapas dan untuk memudahkan membersihkan lantai.
6) Luas kamar tidur maksimal 3,5 m2 perorang dan tinggi langit-langit maksimal
2,75 m. Ruangan yang terlalu luas akan menyebabkan mudah masuk angin,
tidak nyaman secara psikologis, sedangkan apabila terlalu sempit akan
menyebabkan sesak napas dan memudahkan penularan penyakit karena terlalu
dekat kontak.
7) Tempat masak dan menyimpan makanan harus bersih dan bebas dari
pencemaran atau gangguan serangga, tikus dan debu.
d. Menurut Suyono (2010) bahwa pencegahan terjadinya kecelakaan adalah:
1) Cukup ventilasi untuk mengeluarkan gas atau racun dari dalam ruangan dan
menggantinya dengan udara segar.
2) Cukup cahaya dalam ruangan untuk mencegah bersarangnya serangga atau
tikus, mencegah terjadinya kecelakaan dalam rumah karena gelap.
3) Bahan bangunan atau konstruksi rumah harus memenuhi syarat bangunan sipil,
terdiri dari bahan yang baik dan kuat.
4) Jarak ujung atap dengan ujung atap tetangga minimal 3 m, lebar halaman
antara atap tersebut minimal sama dengan tinggi atap tersebut. Hal ini tidak
berlaku bagi perumahan yang bergandengan (couple).
5) Rumah agar jauh dari rindangan pohon- pohon besar yang rapuh/ mudah patah.
6) Hindari menaruh benda-benda tajam dam obat-obatan atau racun serangga
sembarangan apabila didalam rumah terdapat anak kecil.
7) Pemasangan instalasi listrik (kabel-kabel, stop kontak, fitting dll) harus
memenuhi standar PLN.
8) Apabila terdapat tangga naik/ turun, lebar anak tangga minimal 25cm, tinggi
anak tangga maksimal 18 cm, kemiringan tangga antara 30o-360. Tangga harus
diberi pegangan yang kuat dan aman.
Menurut Notoatmodjo (2012), rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai
tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Menurut Dinkes (2005),
secara umum rumah dapat dikatakan sehat apabila memenuhi kriteria yaitu:
1. Memenuhi kebutuhan fisiologis meliputi pencahayaan, penghawaan, ruang gerak
yang cukup, dan terhindar dari kebisingan yang mengganggu.
2. Memenuhi kebutuhan psikologis meliputi privasi yang cukup, komunikasi yang
sehat antar anggota keluarga dan penghuni rumah.
3. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni rumah
meliputi penyediaan air bersih, pengelolaan tinja, limbah rumah tangga, bebas
vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang tidak berlebihan dan cukup sinar
matahari pagi.
4. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang timbul karena
keadaan luar maupun dalam rumah, antara lain fisik rumah yang tidak mudah
roboh, tidak mudah terbakar dan tidak cenderung membuat penghuninya jatuh
tergelincir.
Menurut Kemenkes (2015), rumah sehat adalah proporsi rumah yang
memenuhi kriteria sehat minimum komponen rumah dan sarana sanitasi dari tiga
komponen (rumah, sarana sanitasi dan perilaku) di satu wilayah kerja pada kurun
waktu tertentu. Minimum yang memenuhi kriteria sehat pada masing-masing
parameter adalah sebagai berikut :
1. Minimum dari kelompok komponen rumah adalah langit-langit, dinding, lantai,
jendela kamar tidur, jendela ruang keluarga, ventilasi, sarana pembuangan asap
dapur, dan pencahayaan.
2. Minimum dari kelompok sarana sanitasi adalah sarana air bersih, jamban (sarana
pembuangan kotoran), sarana pembuangan air limbah (SPAL), dan sarana
pembuangan sampah.
3. Perilaku
pengawasan terhadap struktur fisik yang digunakan sebagai tempat berlindung yang
mempengaruhi derajat kesehatan manusia (Azwar, 2011). Sarana sanitasi tersebut
antara lain ventilasi, suhu, kelembaban, kepadatan hunian, penerangan alami,
konstruksi bangunan rumah, sarana pembuangan sampah, sarana pembuangan
kotoran manusia dan penyediaan air. Sanitasi rumah sangat erat kaitannya dengan
angka kesakitan penyakit menular, terutama diare. Lingkungan perumahan sangat
berpengaruh pada terjadinya dan tersebarnya diare (Azwar, 2011).
Timbulnya permasalahan kesehatan di lingkungan pemukiman pada dasarnya
disebabkan karena tingkat kemampuan ekonomi masyarakat yang rendah, karena
rumah dibangun berdasarkan kemampuan keuangan penghuninya (Notoatmodjo,
2012). Keadaan perumahan merupakan salah satu faktor yang menentukan kondisi
hygiene dan sanitasi lingkungan pemiliknya. Rumah yang layak huni adalah bangunan
yang memenuhi syarat kesehatan penghuninya. Sedangkan, sanitasi rumah adalah
usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada penguasaan terhadap faktor
fisik dimana orang menggunakan untuk tempat berlindung yang mempengaruhi derajat
kesehatan manusia (Zubir, 2013).
2.3.1.Pengertian Perilaku
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan sekumpulan perilaku yang
dipraktikkan atas dasar kesadaran sendiri sebagai hasil pembelajaran perilaku hidup
bersih dan sehat yang diterapkan pada lima tatanan yaitu tatanan rumah tangga,
sekolah, institusi kesehatan, tempat kerja, dan tempat umum. Program ini
mengajarkan dan menciptakan kondisi perorangan, keluarga, kelompok, dan
masyarakat dengan memberikan komunikasi, informasi, edukasi, untuk meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam perialku hidup bersih dan sehat melalui
pendekatan pimpinan (advokasi), bina suasana (sosial support), dan pemberdayaan
masyarakat (Kemenkes RI, 2012).
PHBS adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran sehingga
anggota keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan
dan berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat Adalah wujud
keberdayaan masyarakat yang sadar, mau dan mampu mempraktekkan PHBS. Dalam
hal ini ada 5 program priontas yaitu KIA, Gizi, Kesehatan Lingkungan, Gaya Hidup, Dana
Sehat/Asuransi Kesehatan/JPKM (Kemenkes RI, 2011).
Green (1990) dan Notoadmodjo (2010) menganalis perilaku manusia berangkat
dari tingkat kesehatan bahwa seseorang atau masyarakat di pengaruhi oleh 2 (dua)
faktor yakni faktor perilaku dan faktor di luar prilaku, selanjutnya perilaku itu sendiri
ditentukan atau terbentuk dari 3 (tiga) faktor, yaitu:
1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors) yang terwujud dalam
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya dari
seseorang.
fisik,tersedia atau tidaknya fasilitas atau sarana-sarana kesehatan
3. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan
perilaku petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok
referensi dan perilaku masyarakat.
Berdasarkan teori Green, dikembangkan teori lain yang dinamakan health belief
seperti dikutip Notoadmodjo (2010) bahwa perilaku individu ditentukan oleh motif dan
kepercayaan tanpa memperdulikan apakah motif dan kepercayaan itu sesuai atau tidak
realitas atau dengan pandangan orang lain tentang apa yang baik untuk individu
tersebut. Teori ini mempunyai kelompok variabel sebagai berikut (Notoatmodjo, 2010):
1. Latar belakang sosio-demografis seperti kelompok umur, jenis kelamin,
tingkat pendidikan, tingkat sosial penghasilan atau pendapatan dan
sebagainya (Notoatmodjo, 2010).
2. Pengertian tentang ancaman penyakit (perceived threat) yang terdiri dari
(Notoatmodjo, 2010):
susceptibility).
b. Pengertian tentang keparahan penyakit tersebut (perceived severity).
3. Pengertian tentang jalan untuk tindakan (path of action) yang terdiri dari
(Notoatmodjo, 2010):
(perceived benefits).
(perceived harriers).
bersangkutan (selt-afficacy) (Notoatmodjo, 2010).
5. Dorongan dari luar (cues) antara lain sumber informasi tambahan yang akan
mempengaruhi pengertian tersebut. Misalnya pesan atau informasi dari
media massa, tokoh masyarakat dan lain-lain (Notoatmodjo, 2010).
6. Cetusan peristawa terutama pengalaman pribadi atau keluarga yang ada
kaitannya dengan tindakan yang diharapkan (Notoatmodjo, 2010).
Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respon organisme atau
seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar objek tertentu. Respons ini
berbentuk dua macam (Soekidjoe, 2012) yaitu :
1. Bentuk pasif adalah respons internal, yaitu yang terjadi didalam diri manusia
dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berfikir,
tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan. Misalnya seorang ibu tahu bahwa
imunisasi itu dapat mencegah suatu penyakit tertentu, meskipun ibu tersebut
tidak membawa anaknya ke Puskesmas untuk di imunisasi. Dari contoh tersebut
terlihat bahwa si Ibu telah tahu gunanya imunisasi. Oleh sebab itu perilaku ibu
tersebut masih terselubung (covert behavior).
2. Bentuk aktif, yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung.
Misalnya pada contoh si ibu yang telah membawa anaknya ke Puskesmas atau
fasilitas kesehatan lain untuk diimunisasi. Oleh karena itu perilaku mereka ini
sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata, maka di sebut (overt behavior).
2.3.2 Perilaku Kesehatan
Sehat adalah sebuah keadaan yang tidak hanya terbebas dari penyakit akan
tetapi juga meliputi seluruh aspek kehidupan manusia yang meliputi aspek fisik, emosi,
sosial dan spiritual. Perilaku sehat adalah pengetahuan, sikap dan tindakan proaktif
untuk memelihara dan mencegah risiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari
ancaman penyakit, serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan (Notoatmodjo,
2003).
terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan
kesehatan, makanan serta lingkungan. Batasan ini mempunyai 2 unsur pokok, yakni
respons dan stimulus atau perangsangan masyarakat (Kemenkes RI, 2012).
Perilaku manusia merupakan hasil dari pada segala macam pengalaman serta
interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan,
sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respons seseorang individu
terhadap stimulus yang yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respons ini
dapat bersifat pasif (tanpa tindakan, berpikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif
(melakukan tindakan). perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai segala bentuk
pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut
pengetahuan, dan sikap tentang kesehatan, serta tindakannya yang berhubungan
dengan kesehatan (Notoadmojo, 2010).
Perilaku terhadap sakit dan penyakit ini dengan sendirinya sesuai dengan
tingkat-tingkat pencegahan penyakit, yakni (Notoadmodjo, 2010).
1. Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (health
promotion behavior). Misalnya makan makanan yang bergizi, olah raga, dan
sebagainya. Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behaviour) adalah
respons untuk melakukan pencegahan penyakit, misalnya tidur memakai
kelambu untuk mencegah gigitan nyamuk malaria, imunisasi dan sebagainya.
Termasuk perilaku untuk tidak menularkan penyakit kepada orang lain. Perilaku
sehubungan dengan pencarian pengobatan (health seeking behavior), yaitu
perilaku untuk melakukan atau mencari pengobatan, misalnya usaha-usaha
mengobati sendiri penyakitnya atau mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas
kesehatan moderen (puskesmas, mantra, dokter praktek, dan sebagainya),
maupun ke fasilitas-faslitas tradisional (dukun, dan sebagainya). Perilaku
sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health rehabilitation behavior) yaitu
perilaku yang berhubungan dengan usaha-usaha pemulihan kesehatan setelah
sembuh dari suatu penyakit. Misalnya melakukan diet, mematuhi anjuran-
anjuran dokter dalam rangka melakukan kesehatannya.
2. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan adalah respons seseorang
terhadap sistem pelayanan kesehatan moderen maupun tradisional. Perilaku ini
menyangkut respons terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas
kesehatan dan obat-obatannya, yang terwujud dalam pengetahuaan, persepsi,
sikap dan penggunaan fasilitas, petugas dan obat-obatan.
3. Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior) yakni respons seseorang
terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan. Perilaku ini meliputi
pengetahuan, persepsi, sikap dan kita terhadap makanan serta unsur-unsur
yang terkandung di dalamnya (zat gizi), pengelolaan makanan, dan sebagainya
sehubungan kebutuhan tubuh kita.
respon seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia.
Lingkungan perilaku ini seluas lingkup kesehatan lingkungan itu sendiri.
2.3.3 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah sekumpulan perilaku yang
dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan
seseorang atau keluarga dapat menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan berperan
aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat. Kondisi sehat dapat dicapai dengan
mengubah perilaku dari yang tidak sehat menjadi perilaku sehat dan menciptakan
lingkungan sehat di rumah tangga oleh karena itu kesehatan perlu di jaga, dipelihara
dan ditingkatkan oleh setiap anggota rumah tangga serta diperjuangkan oleh semua
pihak (Kemenkes RI, 2010).
Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di rumah tangga adalah untuk
memberdayakan anggota rumah tangga agar tahu, mau dan mampu melaksanakan
perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di
masyarakat (Kemenkes RI, 2010). Adapun tujuan dari perilaku hidup bersih dan sehat
yaitu untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran, kemauan, dan kemampuan
masyarakat untuk hidup bersih dan sehat, serta meningkatkan peran serta aktif
masyarakat termasuk dunia usaha dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang
optimal (Kemenkes RI, 2010).
promosi kesehatan dan PHBS (Atmojo, 2012) yaitu:
1. Advocacy (pendekatan kepemimpinan)
Advokasi adalah upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk
mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait. Pihak-
pihak yang terkait ini bisa berupa tokoh masyarakat formal dan non formal yang
umumnya berperan sebagai penentu kebijakan pemerintahan dan penyandang
dana pemerintah. tokoh-tokoh masyarakat informal seperti tokoh agama, tokoh
pengusaha, dan yang lain yang umumnya dapat berperan sebagai penentu
“kebijakan” (tidak tertulis) dibidangnya dan atau sebagai penyandang dana non
pemerintah. Perlu disadari bahwa komitmen dan dukungan yang diupayakan
melalui advokasi jarang diperoleh dalam waktu yang singkat (Kemenkes RI,
2015). Tahapan-tahapan advokasi (Kemenkes RI, 2015) yaitu :
a. Mengetahui atau menyadari adanya masalah.
b. Tertarik untuk ikut mengatasi masalah.
c. Peduli terhadap pemecahan masalah dengan mempertimbangkan berbagai
alternatif pemecahan masalah.
d. Sepakat untuk memecahkan masalah dengan memilih salah satu alternatif
pemecahan masalah.
2. Bina Suasana (menjembatani)
mendorong individu anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku yang
diperkenalkan. Seseorang akan terdorong untuk mau melakukan sesuatu
apabila lingkungan sosial dimanapun ia berada (keluarga di rumah, orang-orang
yang menjadi panutan/idolanya, kelompok arisan, majelis agama, dan bahkan
masyarakat umum) menyetujui atau mendukung perilaku tersebut. Oleh karena
itu, untuk mendukung proses pemberdayaan masyarakat khususnya dalam
upaya meningkatkan para individu dari fase ke fase perlu dilakukan Bina
Suasana. Terdapat tiga pendekatan dalam Bina Suasana yaitu: pendekatan
individu, pendekatan kelompok, dan pendekatan masyarakat umum (Kemenkes
RI, 2015). Langkah-langkah melakukan bina suasana (Kemenkes RI, 2015) yaitu :
a. Menganalisis dan mendesain metode dan teknik kegiatan dukungan
suasana, seperti : demonstrasi, pelatihan, sosialisasi, orientasi.
b. Mengupayakan dukungan pimpinan, program, sektor terkait pada tiap
tatanan dalam bentuk adanya komitmen, dan dukungan sumber daya.
c. Mengembangkan metoda dan teknik dan media yang telah diuji coba dan
disempurnakan.
3. Gerakan Pemberdayaan (Empowerment)
proses membantu sasaran agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu
menjadi tahu atau sadar, dari tahu menjadi mau, dan dari mau menjadi mampu
melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (Kemenkes RI, 2015).
Sasaran utama dari pemberdayaan adalah individu dan keluarga serta
kelompok masyarakat. Bilamana sasaran sudah pindah dari mau ke mampu
melaksanakan boleh jadi akan terkendala oleh dimensi ekonomi. Dalam hal ini
kepada yang bersangkutan dapat diberikan bantuan langsung, tetapi yang
sering kali dipraktikkan adalah dengan mengajaknya ke dalam proses
pengorganisasian masyarakat (community organization) atau pembangunan
masyarakat (community development). Untuk itu sejumlah individu yang telah
mau dihimpun dalam suatu kelompok untuk bekerjasama memecahkan
kesulitan yang dihadapi (Kemenkes RI, 2015). Langkah-langkah melakukan
kegiatan gerakan pemberdayaan (Kemenkes RI, 2015) yaitu :
a. Peningkatan pengetahuan masyarakat melalui berbagai kegiatan
pembinaan.
seperti pelatihan, pengembangan media komunikasi untuk penyuluhan
individu, kelompok dan massa, lomba, sarasehan dan lokakarya.
c. Mengupayakan dukungan pimpinan, program, sektor terkait pada tiap
tatanan dalam bentuk komitmen dan sumber daya.
d. Mengembangkan metoda dan teknik serta media yang telah diujicoba dan
disempurnakan.
eksekutif).
Menurut Kemenkes RI, 2015, PHBS di rumah tangga dilakukan untuk mencapai
rumah tangga sehat dengan melakukan 10 indikator yaitu :
1. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan
Adalah persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan antara lain
yaitu: bidan, dokter, dan tenaga medis lainnya.
2. Memberi bayi Asi eksklusif
Adalah bayi 0-6 bulan hanya diberi ASI saja tanpa memberikan tambahan
makanan atau minuman lain.
Asi adalah makanan alamiah berupa cairan dengan kandungan gizi yang
cukup dan sesuai untuk kebutuhan bayi, sehingga bayi tumbuh dan berkembang
dengan baik. Air Susu Ibu pertama berupa cairan bening berwarna kekuningan
(kolostrum), sangat baik untuk bayi karena mengandung zat kekebalan
terhadap penyakit (Kemenkes RI, 2015).
Keunggulan Air Susu Ibu yaitu : 1) Mengandung zat gizi sesuai
kebutuhan bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan fisik serta kecerdasan,
2) Mengandung zat kekebalan, 3) Melindungi bayi dari alergi, 4) Aman dan
terjamin kebersihannya, karena langsung disusukan kepada bayi dalam
keadaan segar, 5) Tidak akan pernah basi, mempunyai suhu yang tepat dan
dapat diberikan kapan saja dan dimana saja, 6) Membantu memperbaiki refleks
menghisap,menelan dan pernapasan bayi. Sedangkan manfaat dari air susu Ibu
adalah: menjalin hubungan kasih sayang antara ibu dengan bayi, mengurangi
pendarahan setelah persalinan, mempercepat pemulihan kesehatan ibu,
menunda kehamilan berikutnya, mengurangi risiko terkena kanker payudara
(Kemenkes RI, 2015).
Penimbangan bayi dan balita dimaksudkan untuk memantau
pertumbuhannya setiap bulan. Manfaat dari penimbangan balita setiap bulan
yaitu : 1) Untuk mengetahui apakah balita tumbuh sehat, 2) Untuk mengetahui
dan mencegah gangguan pertumbuhan balita, 3) Untuk mengetahui
kelengkapan imunisasi, 4) Untuk mengetahui balita yang sakit, (demam, batuk,
pilek, diare) berat badan dua bulan berturut-turut tidak naik, balita yang berat
badannya BGM (Bawah Garis Merah) dan dicurigai Gizi buruk sehingga dapat
segera dirujuk ke puskesmas, 5) Untuk mendapatkan penyuluhan (Kemenkes RI,
2015).
alatdapur, mencuci pakaian, dan sebagainya, agar kita tidak terkena penyakit
atau terhindar dari (Kemenkes RI, 2015).
5. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun
Air yang tidak bersih banyak mengandung kuman dan bakteri penyebab
penyakit. Bila digunakan, kuman berpindah ke tangan. Pada saat makan, kuman
dengan cepat masuk ke dalam tubuh, yang bisa menimbulkan penyakit. Sabun
dapat membersihkan kotoran dan membunuh kuman, karena tanpa sabun
kotoran dan kuman masih tertinggal di tangan (Kemenkes RI, 2015).
6. Menggunakan jamban sehat
Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembungan
kotoran masusia yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan
leher angsa atau tanpa leher angsa (cemplung) yang dilengkapi dengan unit
penampungan kotoran dan air untuk membersihkannya (Kemenkes RI, 2015).
Jenis-jenis jamban yang digunakan ;
mengendapkan kotoran kedasar lubang. Untuk jamban cemplung
diharuskan ada penutup agar tidak berbau.
b. Jamban tangki septik/leher angsa adalah jamban berbentuk leher angsa
yang penampungannya berupa tangki septik kedap air yang berfungsi
sebagai wabah proses penguraian/dekomposisi kotoran manusia yang di
lengkapi dengan resapan (Kemenkes RI, 2015).
Syarat-syarat jamban sehat antara lain :
a. Tidak mencemari sumber air minum (jarak antara sumber air minum dengan
lubang penampung minimal 10 meter)
b. Tidak berbau
d. Tidak mencemari tanah disekitarnya.
e. Mudah dibersihkan dan aman digunakan.
f. Dilengkapi dinding dan atap pelindung.
g. Penerangan dan ventilasi cukup.
h. Lantai kedap air dan luas ruangan memadai.
i. Tersedia air, sabun, dan alat pembersih.
7. Memberantas jentik nyamuk
8. Makan buah dan sayur setiap hari
Setiap anggota rumah tangga mengkonsumsi minimal 3 porsi buah dan 2
porsi sayuran atau sebaliknya setiap hari. Makan sayur dan buah setiap sangat
penting, karena mengandung vitamin dan mineral yang mengatur pertumbuhan
dan pemeliharaan tubuh serta mengandung serat yang tinggi.
9. Melakukan aktivitas fisik setiap hari
Aktivitas fisik adalah melakukan pergerakan anggota tubuh yang
menyebabkan pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi pemeliharaan
kesehatan fisik, mental, dan mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat
dan bugar sepanjang hari. Seseorang harus melakukan aktivitas fisik secara
teratur paling sedikit 30 menit dalam sehari, sehingga dapat menyehatkan
jantung, paru-paru serta alat tubuh lainnya.
Keuntungan melakukan aktivitas fisik secara teratur yaitu :
a. Terhindar dari penyakit jantung, stroke, osteoporosis, kanker, dan tekanan
darah tinggi.
d. Bentuk tubuh menjadi bagus.
e. Lebih percaya diri, bertenaga dan bugar.
f. Secara keseluruhan keadaan kesehatan menjadi lebih baik.
10. Tidak merokok di dalam rumah
Setiap anggota keluarga tidak boleh merokok di dalam rumah. Rokok
ibarat pabrik bahan kimia. dalam satu batang rokok yang dihisap akan
dikeluarkan sekitar 4.000 bahan kimia berbahaya, diantaranya yang paling
berbahaya adalah nikoton, tar, dan Carbon Manoksida (CO) (Kemenkes RI,
2015).
Manfaat Perilaku Hidup Bersih dan Sehat bagi rumah tangga:
a. Setiap rumah tangga meningkat kesehatannya dan tidak mudah sakit.
b. Anak tumbuh sehat dan cerdas.
c. Prokduktifitas kerja anggota keluarga meningkat dengan meningkatnya
kesehatan anggota rumah tangga maka biaya yang tadinya dialokasikan untuk
kesekahatan dapat diahlikan untuk biaya investasi seperti biya pendidikan,
Pemenuhan gizi keluarga dan modal usaha untuk peningkatan pendapatan
keluarga (Kemenkes RI, 2015).
a. Masyarakat mampu mengupayakan lingkungan sehat
b. Masyarakat mampu mencegah dan menanggulangi masalah-masalah kesehatan
c. Masyarakat memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada
d. Masyarakat mampu mengembangkan Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat
(UKBM) seperti posyandu, jaminan pemeliharaan kesehatan, tabungan bersalin
(tabulin), arisan jamban, kelompok pemakai air, ambulans desa dll (Kemenkes
RI, 2015).
1. Sasaran Primer
untuk mempraktekkan PHBS (Kemenkes RI, 2015).
2. Sasaran Sekunder
Yaitu mereka yang memiliki pengaruh terhadap sasaran primer dalam
pengambilan keputusan untuk mempraktekkan PHBS. Yang meliputi : para pemuka
masyarakat atau tokoh masyarakat, tokoh atau pemuka adat, tokoh pemuka agama,
tokoh politik, tokoh pertanian, tokoh pendidikan, tokoh bisnis, tokoh remaja, tokoh
pemuda, tokoh wanita, dan tokoh kesehatan lainnya (Kemenkes RI, 2015).
3. Sasaran Tersier
Yaitu mereka yang berada dalam posisi pengambilan keputusan formal,
sehingga dapat memberikan dukungan, baik berupa kebijakan/pengaturan dan sumber
daya dalam proses pembinaan PHBS terhadap sasaran primer. Mereka sering juga
disebut sebagai tokoh masyarakat formal, yakni orang yang memiliki posisi
menentukan dalam stuktur formal di masyarakatnya (disebut juga penentu kebijakan).
Dengan posisinya itu, mereka juga memiliki kemampuan untuk mengubah sistem nilai
dan norma masyarakat melalui pemberlakuan kebijakan/pengaturan, disamping
menyediakan sarana yang diperlukan (Kemenkes RI, 2015).
2.4 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Diare Pada Balita
2.4.1 Pemberian ASI Eksklusif
Air susu ibu adalah (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein,
laktosa, dan garam-garam anorganik yang disekresi oleh kelenjar air susu ibu.
Penelitian telah membuktikan bahwa ASI merupakan makanan terbaik pada bayi dan
dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi sampai usia enam bulan. ASI Eksklusif adalah
pemberian ASI pada bayi tanpa tambahan makanan lainnya ataupun cairan lainnya
seperti susu formula, jeruk, madu, teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat
ataupun seperti pisang, papaya, bubur susu, biscuit, bubur nasi, dan nasi tim sampai
usia enam bulan (Roeli, 2010).
ASI Eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja selama 6 bulan, tanpa tambahan
cairan lainnya seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, serta tanpa
tambahan makanan padat seperti pisang, papaya, bubur susu, biscuit, bubur nasi, dan
nasi tim. Setelah 6 bulan baru mulai diberikan makanan pendamping ASI (MPASI). ASI
dapat diberikan sampai anak berusia 2 tahun atau lebih (Kristiyanasari, 2011).
WHO menganjurkan pemberian ASI eksklusif, yakni bayi diberi ASI selama 6
bulan pertama tanpa tambahan makanan apapaun. Selama ASI eksklusif pemantauan
tumbuh kembang bayi harus dilakukan rutin tiap bulan baik posyandu atau dirumah
sakit (Tjipta, 2014).
Mengingat pentingnya pemberian ASI bagi tumbuh kembang yang optimal baik
fisik maupun mental dan kecerdasannya, maka perlu perhatian agar dapat terlaksana
dengan benar, faktor keberhasilan dalam menyusui adalah dengan menyusui secara
dini dengan posisi yang benar, teratur, dan eksklusif oleh karena itu, salah satu yang
perlu mendapat perhatian adalah bagaimana ibu dapat tetap memberikan ASI kepada
bayinya secara eksklusif sampai 6 bulan dan dapat dilanjutkan sampai anak berumur
dua tahun (Sudargo, 2015). WHO dan Pemerintah Indonesia mengeluarkan keputusan
Menteri Kesehatan RI No 450/MENKES/IV/2004 tentang Pemberian Asi Susu Ibu (ASI)
secara eksklusif pada bayi Indonesia mulai tanggal 7 April 2004 (Puslitbang Gizi Dan
Makanan, 2014).
ASI merupakan suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa, vitamin, dan
mineral yang berfungsi sebagai makanan bayi. ASI mengandung laktosa yang
merupakan karbohidrat utama dalam ASI dan berfungsi sebagai salah satu sumber
energy untuk otak. Kandungan laktosa didalam ASI hamper dua kali lipat lebih banyak
dibandingkan didalam susu formula. Namun kejadia diare akibat tidak mampu
mencerna laktosa jarang ditemukan pada bayi (intoleransi laktosa). Ini disebabkan
penyerapan laktosa ASI jauh lebih baik dibandingkan dengan susu sapi atau susu
formula (IDAI,2015).
Protein merupakan makronutrien yang ditemukan pada ASI. Susu sapi
mengandung lebih banyak protein (3,5 g/dl) dibandingkan dengan ASI (0,7 g/dl), tetapi
kadar ini melebihi kebutuhan bayi. ASI lebih banyak mengandung protein whey,
terutama laktalbumin suatu protein yang lebih komplek dibandingkan dengan protein
kasein. Tingginya persentase kasein dalam susu sapi menyebabkan terbentuknya
gumpalan keju keras dan besar (Wong dkk, 2013).
Zat gizi lainnya yang terkandung didalam ASI yaitu vitamin D, E, A, K dan vitamin
yang larut dalam air. Vitamin D rendah didalam ASI tetapi sudah cukup mampu
memenuhi kebutuhan bayi. Vitamin E berfungsi dalam mempertahankan dinding sel
darah merah. Kekurangan vitamin E dapat menyebabkan anemia. Bahan baku pembuat
vitamin A yaitu beta karoten banyak ditemukan pada ASI. Vitamin A berfungsi menjaga
kesehatan mata, mendukung pembelahan sel, kekebalan tubuh dan pertumbuhan. Hal
ini yang dapat menarangkan kenapa anak dengan ASI mengalami tumbuh kembang dan
daya tahan yang baik. Vitamin K dibutuhkan dalam pembekuan darah, kadar vitamin K
didalam ASI hanya seperempat dibandingkan dengan susu formula, oleh karena itu bayi
baru lahir diberikan vitamin K dalam bentuk injeksi (IDAI, 2015).
Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan, artinya hanya memberikan ASI saja
selama 6 bulan tanpa pemberian makanan atau minuman yang lain. Pemberian cairan
dan makanan dapat menjadikan sarana masuknya bakteri patogen. Bayi usia dini
sangat rentan terhadap bakteri penyebab diare, terutama dilingkungan yang kurang
higienis dan sanitasi buruk. Di beberapa Negara kurang berkembang, 2 diantara 5 orang
tidak memiliki sarana air bersih. ASI menjamin bayi dapat memperoleh suplai air bersih
yang siap tersedia setiap saat (Yuliarti, 2010).
Penelitian di Filipina menegaskan tentang mamfaat pemberian ASI eksklusif dan
dampak negative pemberian cairan tambahan tanpa nilai gizi terhadap timbulnya
penyakit diare. Seorang bayi (tergantung usianya) yang diberi air putih, teh, atau
minuman herbal lainnyan akan beresiko terkena diare 2-3 kali lebih banyak dibanding
bayi yang diberi ASI eksklusif. Pada kasus diare ringan, dianjurkan untuk meningkatkan
frekuensi menyusui. Jika bayi menderita tingkat diare sedang hingga parah, segera
hubungi petugas kesehatan dan teruskan menyusui, sebagaimana dianjurkan dalam
pedoman Penanganan Terpadu Penyakit Anak-Anak/PTPA (Integrated Management Of
Chldhood illness//IMCI). Bayi yang tampaknya mengalami dehidarsi mungkin
membutuhkan terapi rehidrasi oral, yang hanya boleh diberikan atas saran petugas
kesehatan (Yuliarti, 2010).
2.4.2 Kebiasaan Cuci Tangan
Indikasi cuci tangan atau lebih dikenal dengan five moments (lima waktu) cuci
tangan menurut SPO gizi adalah: a) Sebelum masuk ke dalam area produksi dan
distribusi, b) Setelah memegang bahan mentah/ kotor, c) Setelah memegang anggota
tubuh, d) Sebelum dan setelah memporsikan makanan di plato/ alat saji pasien, e)
Setelah keluar dari kamar mandi/ toilet (Suratun, 2012).
Kebersihan tangan dibagi menjadi 2 (dua), yaitu mencuci tangan dengan air
mengalir dan sabun (Hand-wash) dan mencuci tangan dengan antiseptik berbasis
alkohol (Hand-rub). Langkah-langkah cuci tangan Hand-wash yaitu: a) membasuh
tangan dengan air, lalu tuangkan sabun anti septik di telapak tangan secukupnya, b)
meratakan dengan kedua telapak tangan, c) menggosok punggung dan sela-sela jari
tangan kiri dengan tangan kanan dan sebaliknya, d) menggosok kedua telapak dan sela-
sela jari tangan kanan dan tangan kiri bergantian, e) jari-jari sisi dalam dari kedua
tangan saling mengunci, f) menggosok ibu jari kiri dengan cara berputar dalam
genggaman tangan kanan dan lakukan sebaliknya, g) menggosok dengan memutar
ujung jari-jari tangan kanan di telapak tangan kiri dan sebaliknya searah jarum jam, h)
membilas kedua tangan dengan air mengalir, i) mengeringkan dengan handuk sekali
pakai/ kertas tisu, j) menutup kran dengan menggunakan handuk sekali pakai/ kertas
tisu tersebut, k) semua prosedur dilakukan selama 40-60 detik, l) indikasi cuci tangan
dilakukan pada tangan yang tampak kotor, setelah menggunakan sarung tangan,
setelah kontak dengan cairan tubuh pasien, serta setelah 5 X Hand-rub (Kariadi, 2012).
Langkah-langkah cuci tangan Hand-rub yaitu: a) menuangkan larutan anti septik
berbasis alkohol ke telapak tangan secukupnya, b) meratakan di kedua telapak tangan,
c) menggosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan
sebaliknya, d) menggosok kedua telapak dan sela-sela jari tangan kanan dan tangan kiri
bergantian, e) jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci, f) menggosok ibu
jari kiri dengan cara berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan sebaliknya,
g) menggosok dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan di telapak tangan kiri dan
sebaliknya searah jarum jam, h) biarkan sampai kering, i) semua prosedur dilakukan
selama 20-30 detik (Kariadi, 2012).
2.4.3 Sumber Air Minum
Sumber air merupakan komponen penting untuk penyediaan air bersih karena
tanpa sumber air maka suatu sistem penyediaan air bersih tidak akan berfungsi.
Sumber-sumber air tersebut secara kuantitas harus cukup dan darisegi kualitas harus
memenuhi syarat untuk mempermudah proses pengolahan. Secara umum air berasal
dari sumber-sumber sebagai berikut (Sumantri, 2010):
1. Air Hujan
Air hujan merupakan penyubliman awan atau uap air murni yang ketika turun dan
melalui udara akan melarutkan benda-benda di udara seperti gas O2,CO2, N2, jasad
renik, dan debu (Sumantri, 2010).
2. Air Tanah
Air tanah adalah air yang berada di bawah permukaan tanah pada daerah akifer
(Effendi, 2011). Air tanah berdasarkan kedalamannya dibagi menjadi dua, yaitu:
3. Air Tanah Dangkal
Air tanah dangkal terjadi karena daya proses peresapan air dari permukaan
tanah.Air tanah dangkal terdapat pada kedalaman 15 meter, ditinjau dari segi
kualitasnya air tanah dangkal dikaterigorikan agak baik dan dari segi kuantitas urang
baik, tergantung pada musim.
4. Air Tanah Dalam
Pengambilan air tanah dalam harus menggunakan bor dan memasukkan pipa
kedalamnya sampai kedalaman 100-300 m. Jika tekanan air tanah besar, maka air
dapat menyembur keluar, sumur ini disebut sumur artesis (Sutrisno, 2013).
5. Air Permukaan
Air permukaan adalah air yang terdapat pada permukaan tanah, misalnya air
sungai, air rawa, dan danau (Slamet, 2012). Adapun sarana penyediaan air bersih dibagi
dalam beberapa jenis (Laila,2001) yaitu:
1. Sumur Gali
Sumur gali adalah jenis sarana air bersih dengan cara tanah digali sampai
mendapatkan lapisan air dengan kedalaman tertentu. Sumur gali terdiri dari bibir
sumur, dinding sumur, lantai sumur, saluran air limbah, dan dilengkapi dengan kerekan
timba dengan gulungan atau pompa. Menurut Kemenkes 2012, dalam pembuatan
sumur gali perlu memperhatikan beberapa hal,yaitu:
a. Jarak antara sumur gali dengan tempat pembuangan sampah, parit, dan tempat
penampungan tinja harus lebih dari 10 meter.
b. Dinding sumur dibuat kedap air dengan kedalaman minimal 3 meter dari
permukaan tanah.
c. Diatas permukaan tanah dibuat dinding tembok yang kedap air setinggi 80 cm.
Sebaiknya diberi penutup agar air hujan dan kotoran lainnya tidak dapat masuk
kedalam sumur.
d. Lantai sumur dibuat kedap air dengan lebar minimal 1 meter dari tepi bibir atau
dinding sumur dengan ketebalan 10-20 cm.
e. Saluran air limbah 10 meter dari sumur gali dan sumur resapan air buangan
yang dibuat dari bahan kedap air dan licin
f. Tali dan timba tidak terletak di lantai.
2. Penampungan Air Hujan
Penampungan air hujan adalah sarana air bersih yang digunakan untuk menampung
air hujan sebagai persediaan air bersih dan pengadaan air bersih.
3. Sumur Pompa
Sumur pompa adalah sarana penyediaan air bersih yang digunakan untuk
menaikkan air dari sumur dengan menggunakan pompa air, baik itu pompa tangan
maupun listrik.
Ledeng atau perpipaan adalah adalah air yang diproduksi melalui proses
penjernihan dan penyehatan sebelum dialirkan kepada konsumen melalui saluran air.
Air ledeng atau perpipaan (PDAM) merupakan air yang berasal dari perusahaan air
minum yang dialirkan langsung kerumah dengan beberapa titik kran.
5. Perlindungan
Perlindungan mata air adalah sumber air bersih yang berasal dari air tanah dalam,
biasanya bebas dari cemaran mikroorganisme.Bila air tersebut dimanfaatkan yang
harus diperhatikan adalah perlindungan mata air tersebut, perpipaan yang membawa
air ke konsumen atau jaringan distribusinya, dan terminal akhir dari jaringan
distribusinya.
Pembuangan tinja merupakan salah satu upaya kesehatan lingkungan yang
harus memenuhi sanitasi dasar bagi setiap individu. Pembuangan kotoran yang baik
harus dibuang ke dalam tempat penampungan kotoran yang disebut jamban. Jamban
atau tempat pembuangan kotoran adalah suatu bangunan yang dipergunakan untuk
membuang tinja atau kotoran manusia yang lazim disebut kakus/WC dan memenuhi
jamban sehat dan baik. Setiap individu harus menggunakan jamban untuk buang air
besar (Soedjono, 2011).
Penggunaan jamban akan bermanfaat untuk menjaga lingkungan bersih, sehat,
dan tidak berbau. Jamban mencegah pencemaran sumber air yang ada disekitarnya.
Jamban juga tidak mengundang datangnya lalat atau serangga yang dapat menjadi
penular penyakit diare, kolera disentri, typus, kecacingan, penyakit saluran
pencernaan, penyakit kulit dan keracunan (Suparmin, 2012).
Menurut Rahmawati (2012), syarat jamban yang sehat adalah :
1. Tidak mencemari sumber air minum (jarak antara sumber air minum dengan
lubang penampungan tinja minimal 10 meter).
2. Tidak berbau.
4. Tidak mencemari tanah sekitarnya.
5. Mudah dibersihkan dan aman digunakan.
6. Dilengkapi dinding dan atap pelindung.
7. Penerangan dan ventilasi yang cukup.
8. Lantai kedap air dan luas ruangan memadai.
9. Tersedia air, sabun, dan alat pembersih.
2.4.5 Saluran Pembuangan Air Limbah
Menurut Steel (2010), air limbah adalah cairan buangan yang berasal dari
rumah tangga, industri, dan tempat-tempat umum lainnya dan biasanya mengandung
bahan-bahan atau zat yang dapat membahayakan kehidupan manusia serta
mengganggu kelestariaan lingkungan (Chandra, 2011).
Menurut Budiman Chandra (2012), air limbah sebelum dibuang ke pembuangan
akhir harus menjalani pengolahan terlebih dahulu. Untuk dapat menerapkan
pengolahan air limbah yang efektif diperlukan rencana pengelolaan yang baik. Tujuan
dari pengelolaan air limbah yaitu:
1. Mencegah pencemaran pada sumber air rumah tangga
2. Melindungi hewan dan tanaman yang hidup di dalam air
3. Menghindari pencemaran tanah permukaan
4. Menghilangkan tempat berkembangbiaknya bibit dan vektor penyakit.
Sementara itu, saluran pembuangan air limbah (SPAL) yang diterapkan harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
2. Tidak mengakibatkan pencemaran air permukaan
3. Tidak menimbulkan pencemaran pada flora dan fauna yang hidup
4. Tidak dihinggapi oleh vektor atau serangga yang menyebabkan penyakit
5. Tidak terbuka dan harus tertutup
6. Tidak menimbulkan bau atau aroma tidak sedap.
Air limbah rumah tangga berasal dari air bekas mandi, bekas cuci pakaian,
maupun cuci perabot, bahan makanan, dan sebagainya. Air ini sering disebut sullage
atau gray water yang banyak mengandung sabun atau deterjen dan mikroorganisme
penyebab berbagai penyakit. Salah satu penyebab penyakit dari mikroorganisme yang
ada pada air limbah yaitu penyakit diare. Mikroorganisme ini akan dibawa oleh vektor
atau serangga yang akan diinfeksikan kepada manusia melalui makanan dan minuman.
Untuk memutus mata rantai penyakit tersebut diperlukan saluran pembuangan air
limbah (SPAL) rumah tangga yang memenuhi syarat-syarat kesehatan (Juli Soemirat,
2014).
2.4.6 Tempat Pembuangan Sampah
Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi
oleh manusia, atau benda padat yang sudah tidak digunakan lagi dalam suatu kegiatan
manusia dan dibuang. Para ahli kesehatan masyarakat Amerika membuat batasan,
sampah (waste) adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi,
atau sesuatu yang dibuang berasal dari kegiatan manusia, dan tidak terjadi dengan
sendirinya. Dari batasan ini jelas bahwa sampah adalah hasil suatu kegiatan manusia
yang dibuang karena sudah tidak berguna. Sehingga bukan semua benda padat yang
tidak digunakan dan dibuang disebut sampah, misalnya benda-benda alam, benda –
benda yang keluar dari bumi akibat dari gunung meletus, banjir, pohon di hutan yang
tumbang akibat angina rebut, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2012)
Pembuangan Sampah Rumah Tangga adalah kegiatan secara sistematis,
menyeluruh, berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah
yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja dan
sampah spesifik (sampah yang mengandung bahan beracun).
Sedangkan menurut (Hadiwiyato, 2008) mengemukakan bahwa Pembuangan
sampah adalah perlakuan terhadap sampah untuk memperkecil atau menghilangakan
masalah-masalah yang erat kaitannya dengan lingkungan yang dapat timbul. Jadi pada
prinsipnya Pembuangan sampah dapat diartikan sebagai suatu perilaku terhadap
timbulan mulai dari tempat penyimpanan sampah pembuangan akhir sampah yang
mana pengaturan ini didasarkan pada prinsip memperkecil atau menghilangkan
masalah-masalah yang ditimbulkan oleh adanya sampah baik terhadap lingkungan
maupun terhadap kesehatan masyarakat.
1. Berdasarkan sumbernya, sampah digolongkan dua kelompok sebagai berikut:
a) Sampah domestik, yaitu sampah yang sehari-hari dihasilkan oleh kegiatan dan
kepentingan manusia secara langsung: dari rumah tangga, sekolah, pemukiman,
dan rumah sakit.
b) Sampah non – domestik, yaitu sampah yang sehari-hari dihasilkan oleh kegiatan
dan kepentingan manusia secara tidak langsung: dari pabrik industri,
peternakan, dan pertanian.
2. Berdasarkan bentuknya, sampah digolongkan ke dalam tiga kelompok sebagai
berikut:
a) Sampah padat, yaitu sampah yang berasal dari sisa-sisa tanaman, hewan,
kotoran ataupun benda – benda lain yang berbentuk padat
b) Sampah cair, yaitu sampah yang berasal dari buangan pabrik, industri,
pertanian, peternakan maupun manusia yang berbentuk cair, misalnya air
buangan dan urine
c) Sampah gas, yaitu sampah yang berasal dari knalpot kendaraan, cerobong
pabrik yang semuanya berbentuk gas atau asap.
3. Berdasarkan jenisnya, dikenal ada dua kelompok sampah, yaitu:
a) Sampah organik, terdiri atas berbagai jenis sampah yang sebagian besar
senyawa organik (sisa tanaman, hewan ataupun kotoran)
b) Sampah anorganik, terdiri atas berbagai jenis sampah yang tersusun oleh
senyawa anorganik seperti botol dan logam.
Sedangkan menurut Wahid Iqbal M dan Nur Chayatin (2012), sampah dapat
dibedakan menjadi:
2. Liquid waste/waste water, yaitu sampah yang berbentuk cair/air buangan.
3. Atmospheric waste, yaitu sampah yang berbentuk gas.
4. Human waste/excreta disposal, yaitu sampah yang berasal dari kotoran manusia
5. Special waste, yaitu sampah dalam jenis khusus, sebab tergolong
sampah yang berbahaya.
Pengaruh sampah terhadap kesehatan dapat dikelompokkan menjadi efek yang
langsung dan tidak langsung. Yang dimaksud dengan efek langsung adalah efek yang
disebabkan karena kontak yang langsung dengan sampah tersebut. Misalnya, sampah
beracun, sampah yang korosif terhadap tubuh, yang karsinogenik, teratogenik, dan
lain-lainnya. Selain itu ada pula sampah yang mengandung kuman pathogen, sehingga
dapat menimbulkan penyakit.
terjadi secara aerobik, dilanjutkan secara fakultatif, dan secara anaerobic apabila
oksigen telah habis. Dekomposisi anaerobik akan menghasilkan cairan yang disebut
leachate beserta gas. Leachate atau lindi ini adalah cairan yang mengandung zat padat
yang tersuspensi yang sangat halus dan hasil penguraian mikroba, biasanya terdiri atas
Ca, Mg, Na, K, Fe, Khlorida, Sulfat, Phospat, Zn, Ni, CO2, H2O, NH3, H2S, asam organik,
dan H2. Tergantung dari kualitas sampah, maka di dalam leachate bisa pula didapat
mikroba patogen, logam berat, dan zat lainnya yang berbahaya. Dengan bertambahnya
waktu, maka jumlah lindi akan berkurang. Zat anorganik seperti khlorida sulit sekali
berkurang sekalipun ada proses atenuasi di dalam tanah. Proses atenuasi seperti ini
telah diuraikan terdahulu dapat berupa pertukaran ion, adsorpsi, pembentukan
kompleks, filtrasi, biodegradasi, dan presipitasi. Oleh karenanya, khlorida dan zat padat
terlarut dapat digunakan sebagai indikator untuk mengikuti aliran lindi. Pengaruh
terhadap kesehatan dapat terjadi karena tercemarnya air tanah, tanah, dan udara. Efek
tidak langsung lainnya berupa penyakit bawaan vektor yang berkembang biak di dalam
sampah. Sampah bila ditimbun sembarangan dapat dipakai sarang lalat dan tikus.
Dimana lalat adalah vektor berbagai penyakit perut, salah satunya diare.. Demikian
juga halnya dengan tikus, selain merusak harta benda masyarakat, tikus juga sering
membawa pinjal yang dapat menyebarkan penyakit pest (Soemirat, 2014).
Adapaun syarat-syarat pokok tempat penyimpanan sampah sementara
(container) tentang pembuangan sampah antara lain adalah (Kemekes RI, 2012) :
1. Syarat kontruksi
b. Terbuat dari bahan yang cukup kuat, ringan, kedap air.
c. Mempunyai tutup dan sebaiknya mudah dibuka/ditutup tanpa mengotori
tangan.
2. Syarat volume
Volumenya dapat menampung sampah yang dihasilkan oleh pemakai dalam waktu
tertentu (3 hari).
3. Syarat lokasi
2.5. Kerangka Teoritis
kerangka teoritis sebagai berikut :
Gambar 2.1. Kerangka Teori Sumber : Sumber: Widjaja (2002), Juli Soemirat (2007), Sukidjo Notoadmodjo (2003),
Depkes RI (2002).