22
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Balita Balita atau anak bawah umur lima tahun adalah anak usia kurang dari lima tahun sehingga bagi usia di bawah satu tahun juga termasuk dalam golongan ini. Namun faal (kerja alat tubuh semestinya) bagi usia di bawah satu tahun berbeda dengan anak usia di atas satu tahun, maka anak di bawah satu tahun tidak termasuk ke dalam golongan yang dikatakan balita. Anak usia 1-5 tahun dapat pula dikatakan mulai disapih atau selepas menyusu sampai dengan pra-sekolah. Sesuai dengan pertumbuhan badan dan perkembangan kecerdasannya, faal tubuhnya juga mengalami perkembangan sehingga jenis makanan dan cara pemberiannya pun harus disesuaikan dengan keadaannya. Berdasarkan karakteristiknya balita usia 1-5 tahun dapat dibedakan menjadi dua, yaitu anak yang berumur 1-3 tahun yang dikenal dengan Batita merupakan konsumen pasif. Sedangkan usia prasekolah lebih dikenal sebagai konsumen aktif (Uripi, 2004). 1. Karakteristik Batita Anak usia 1-3 tahun merupakan konsumen pasif, artinya anak menerima makanan dari apa yang disediakan ibunya. Laju pertumbuhan masa batita lebih besar dari masa usia pra-sekolah sehingga diperlukan jumlah makanan yang relatif besar. Namun perut yang masih lebih kecil menyebabkan jumlah makanan yang mampu diterimanya dalam sekali makan lebih kecil dari anak yang usianya lebih besar. Oleh karena itu, pola makan yang diberikan adalah porsi kecil dengan frekuensi sering. Universitas Sumatera Utara

angka kejadian diare pada balita

Embed Size (px)

DESCRIPTION

bakteriologi

Citation preview

Page 1: angka kejadian diare pada balita

6

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. Balita

Balita atau anak bawah umur lima tahun adalah anak usia kurang dari lima

tahun sehingga bagi usia di bawah satu tahun juga termasuk dalam golongan ini.

Namun faal (kerja alat tubuh semestinya) bagi usia di bawah satu tahun berbeda

dengan anak usia di atas satu tahun, maka anak di bawah satu tahun tidak termasuk ke

dalam golongan yang dikatakan balita. Anak usia 1-5 tahun dapat pula dikatakan

mulai disapih atau selepas menyusu sampai dengan pra-sekolah. Sesuai dengan

pertumbuhan badan dan perkembangan kecerdasannya, faal tubuhnya juga

mengalami perkembangan sehingga jenis makanan dan cara pemberiannya pun harus

disesuaikan dengan keadaannya. Berdasarkan karakteristiknya balita usia 1-5 tahun

dapat dibedakan menjadi dua, yaitu anak yang berumur 1-3 tahun yang dikenal

dengan Batita merupakan konsumen pasif. Sedangkan usia prasekolah lebih dikenal

sebagai konsumen aktif (Uripi, 2004).

1. Karakteristik Batita

Anak usia 1-3 tahun merupakan konsumen pasif, artinya anak menerima

makanan dari apa yang disediakan ibunya. Laju pertumbuhan masa batita lebih besar

dari masa usia pra-sekolah sehingga diperlukan jumlah makanan yang relatif besar.

Namun perut yang masih lebih kecil menyebabkan jumlah makanan yang mampu

diterimanya dalam sekali makan lebih kecil dari anak yang usianya lebih besar. Oleh

karena itu, pola makan yang diberikan adalah porsi kecil dengan frekuensi sering.

Universitas Sumatera Utara

Page 2: angka kejadian diare pada balita

7

2. Karakteristik Usia Pra-sekolah

Pada usia pra-sekolah anak menjadi konsumen aktif. Mereka sudah dapat

memilih makanan yang disukainya. Pada usia ini anak mulai bergaul dengan

lingkungannya atau bersekolah playgroup sehingga anak mengalami beberapa

perubahan dalam perilaku. Pada masa ini anak akan mencapai fase gemar memprotes

sehingga mereka akan mengatakan “tidak” terhadap setiap ajakan.

Karakteristik anak pra-sekolah ini mencakup perkembangan fisik dan

kemampuan motorik serta emosional anak. Perkembangan fisik yaitu hasil tumbuh

kembang fisik adalah bertumbuh besarnya ukuran-ukuran antropometrik dan

gejala/tanda lain pada rambut, gigi-geligi, otot, serta jaringan lemak, darah, dan

lainnya. Sedangkan kemampuan motorik dan emosional anak mencakup sikap anak

dalam lingkungan, gerakan anggota badan, serta kemampuan intelektual anak seperti

menyebutkan nama atau bercerita lainnya.

2.2 Penyediaan Menu Seimbang untuk Balita

2.2.1. Pengertian Makanan bagi Balita

Pada dasarnya makanan bagi balita harus bersifat lengkap artinya kualitas dari

makanan harus baik dan kuantitas makanan pun harus cukup, dan bergizi artinya

makanan mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan, dengan memperhitungkan:

1. Pada periode ini dibutuhkan penambahan konsumsi zat pembangun karena tubuh

anak sedang berkembang pesat.

2. Bertambahnya aktivitas membutuhkan penambahan bahan makanan sebagai

sumber energi.

Universitas Sumatera Utara

Page 3: angka kejadian diare pada balita

8

3. Untuk perkembangan mentalnya anak membutuhkan lebih banyak lagi zat

pembangun terutama untuk pertumbuhan jaringan otak yang mempengaruhi

kecerdasan walaupun tak secara signifikan.

2.2.2. Pola Makan Sehat dan Seimbang

Menurut Harper (1986), pola makan (dietary pattern) adalah cara seseorang

atau sekelompok orang dalam memilih pangan dan makanannya serta

mengkonsumsinya sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiologi, psikologi, budaya

dan sosial. Pola makan dinamakan pula kebiasaan makan, kebiasaan pangan atau pola

pangan (Suhardjo, 2003).

Menu seimbang adalah menu yang terdiri dari beraneka ragam makanan

dalam jumlah dan proporsi yang sesuai, sehingga memenuhi kebutuhan gizi

seseorang guna pemeliharaan dan perbaikan sel-sel tubuh dan proses kehidupan serta

pertumbuhan dan perkembangan (Almatsier, 2004). Pola menu seimbang adalah

pengaturan makanan yang sehat dengan susunan hidangan menu sesuai dengan

kebutuhan gizi esensial dalam jumlah yang ideal serta disesuaikan dengan daya

toleran si anak. Dengan kata lain menu seimbang adalah menu yang kebutuhan

gizinya sudah disesuaikan dengan golongan usia balita.

Ciri khas pola menu di Indonesia ialah Empat Sehat Lima Sempurna yaitu

menu lengkap terdiri dari nasi atau makanan pokok, lauk, sayur, buah dan agar

menjadi sempurna ditambahkan dengan susu (Santoso, 2004).

Universitas Sumatera Utara

Page 4: angka kejadian diare pada balita

9

2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Makan

Dalam hal pola makan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :

1. Pengetahuan Gizi Ibu

Bila pengetahuan tentang bahan makanan yang bergizi masih kurang maka

pemberian makanan untuk keluarga biasa dipilih bahan-bahan makanan yang hanya

dapat mengenyangkan perut saja tanpa memikirkan apakah makanan itu bergizi atau

tidak, sehingga kebutuhan energi dan gizi masyarakat dan anggota keluarga tidak

tercukupi (Sapoetra, 1997).

Menurut Suhardjo (1989), bila ibu rumah tangga memiliki pengetahuan gizi

yang baik ia akan mampu untuk memilih makanan-makanan yang bergizi untuk

dikonsumsi.

2. Pendidikan Ibu

Peranan ibu sangat penting dalam penyediaan makanan bagi anak balitanya,

pengetahuan yang diperoleh baik formal maupun non formal sangat menentukan

untuk ditetapkan dalam hal pemilihan dan penentuan jenis makanan yang dikonsumsi

oleh balita dan anggota keluarga lainnya.

Pendidikan gizi ibu bertujuan untuk meningkatkan penggunaan sumber daya

makanan yang tersedia. Dari hal tersebut dapat disumsikan bahwa tingkat kecukupan

energi dan zat gizi pada balita relatif tinggi bila pendidikan ibu tinggi (Depkes RI,

2010).

3. Pendapatan Keluarga

Pendapatan merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas dan

kuantitas makanan. Tetapi perlu disadari bahwa pendapatan tidak selalu membawa

Universitas Sumatera Utara

Page 5: angka kejadian diare pada balita

10

perbaikan pada susunan makanan. Tingkat pendapatan juga ikut menentukan jenis

pangan yang akan dibeli dengan tambahan uang tersebut. Orang miskin

membelanjakan sebagian besar pendapatan tambahan tersebut untuk makanan,

sedangkan orang kaya jauh lebih rendah. Semakin tinggi pendapatan semakin besar

pula persentase dari pendapatan tersebut dipergunakan untuk membeli buah, sayur

mayur, dan berbagai jenis bahan pangan lain (Berg, A &Sajogyo, 1986).

2.2.4. Porsi Makanan

Menurut Lia Amalia yang dikutip oleh Komsatiningrum (2009), porsi makan

bagi orang dewasa dan balita sangatlah jauh berbeda, porsi makan anak balita lebih

sedikit karena kebutuhan gizi esensial jumlahnya lebih sedikit yang harus dipenuhi.

Selain itu karakteristik pertumbuhan dan aktivitasnya juga berbeda. Porsi makan bagi

anak balita harus mempunyai kandungan air dan serat yang sesuai dengan daya

toleransi, tekstur makanannya agak lunak agar mudah dicerna, memberikan rasa

kenyang.

Makanan selingan perlu diberikan kepada balita terutama jika porsi makan

utama yang dikonsumsi belum mencukupi. Pemberian makanan selingan tidak boleh

berlebihan karena akan mengakibatkan berkurangnya nafsu makan akibat terlalu

kenyang makan makanan selingan. Pemilihan makanan selingan disesuaikan dengan

fungsinya yaitu:

1. Mencukupi asupan nutrisi yang mungkin kurang pada saat pemberian makan

pagi, siang, sore.

2. Memperkenalkan aneka ragam jenis makanan yang terdapat dalam makanan

selingan.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: angka kejadian diare pada balita

11

3. Mengatasi masalah anak yang sulit makan nasi.

4. Untuk mencukupi kebutuhan kalori terutama pada anak yang banyak

melakukan aktivitas.

2.2.5. Bahan Makanan

Bahan makanan bagi anak balita harus dipilih yang tidak merangsang,

rendah serat, dan tidak mengandung gas. Penggunaan rempah yang merangsang

seperti cabai, asam sebaiknya dihindari, penambahan vetsin sebaiknya dihindari dan

sebaiknya menggunakan garam dan gula yang tidak membahayakan tubuh.

Menu Empat Sehat Lima Sempurna sangat baik diberikan kepada balita, di

dalam menu ini digunakan berbagai jenis bahan makanan yang terdiri atas:

1. Bahan makanan pokok

Bahan makanan pokok memegang peranan penting, biasa dihidangkan pada waktu

makan pagi, siang, dan malam. Pada umumnya bahan makanan pokok jumlahnya

(kuantitas/volume) lebih banyak dibanding bahan makanan lainnya. Bahan

makanan pokok merupakan sumber energi dan mengandung banyak karbohidrat.

Jenis bahan makanan pokok yang biasa dikonsumsi adalah beras, jagung, gandum,

sagu, umbi-umbian.

2. Bahan makanan lauk pauk

Bahan makanan lauk pauk biasa digunakan sebagai teman makanan pokok yang

memberikan rasa enak dan merupakan sumber protein. Sebagai sumbernya dikenal

bahan makanan berasal dari hewan yang disebut protein hewani seperti daging,

ikan, telur, lauk yang berasal dari tumbuhan disebut protein nabati yaitu kacang-

kacangan serta hasil olahnya seperti tahu dan tempe.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: angka kejadian diare pada balita

12

3. Bahan makanan sayur mayur

Dalam hidangan orang Indonesia sayur mayur sebagai teman makanan pokok,

pemberi serat dalam hidangan. Bahan makanan sayuran biasa berasal dari berbagai

jenis tumbuhan seperti batang, daun, bunga, umbi, buah muda. Bagi balita

sebaiknya diberikan sayuran yang kadar seratnya tidak terlalu tinggi. Sayur-mayur

merupakan sumber vitamin dan mineral. Namun jika mengalami pemanasan maka

zat gizi yang terdapat di dalamnya dapat rusak atau berkurang.

4. Bahan makanan buah-buahan

Buah biasanya di hidangkan dan disantap terakhir kali dalam suatu acara makan,

umumnya buah yang dipilih buah yang matang dan berasa manis. Buah-buahan

merupakan sumber vitamin bagi tubuh dan zat pengatur.

5. Susu

Susu adalah cairan berwarna putih yang dikeluarkan oleh kelenjar susu. Susu

merupakan makanan alami yang hampir sempurna. Istilah untuk air susu manusia

adalah air susu ibu (ASI) dan susu yang bukan berasal dari manusia disebut

pengganti air susu ibu (PASI) yang biasa berasal dari hewan ternak seperti sapi,

kambing, kuda. Susu merupakan minuman yang baik bagi balita, selain itu air

putih juga baik diberikan. Susu dapat diperoleh dalam berbagai bentuk yaitu bubuk

dan cair (Soegeng Santoso, 2004).

2.2.6. Pengaturan Makanan Untuk Balita

Dalam merencanakan pengetahuan makanan makan untuk balita, jika kita

hendak menentukan makanan yang tepat untuk seorang bayi atau anak, maka perlu

dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

Page 8: angka kejadian diare pada balita

13

1. Menentukan jumlah kebutuhan zat gizi dengan menggunakan data tentang

kebutuhan zat gizi.

2. Menentukan jenis bahan makanan yang dipilih untuk menterjemahkan zat gizi

yang diperlukan dengan menggunakan daftar komposisi zat gizi dari berbagai

macam bahan makanan.

3. Menentukan jadwal waktu makan dan menentukan hidangan. Perlu pula

ditentukan cara pemberian makan.

4. Memperhatikan masukan yang terjadi terhadap hidangan tersebut.

Perlu dipertimbangkan kemungkinan faktor kesukaan dan ketidaksukaan

terhadap suatu makanan. Perhatikan pula bila ia betul-betul terjadi keadaan anoreksia.

Bila tidak terdapat sisa makanan, mungkin makanan yang diberikan jumlahnya

kurang.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk pengaturan makan yang tepat

adalah umur, berat badan, keadaan mulut sebagai alat penerima makanan, kebiasaan

makan, kesukaan dan ketidaksukaan, akseptabilitas dari makanan dan toleransi anak

terhadap makanan yang diberikan.

Dengan memperhatikan dan memperhitungkan faktor-faktor tersebut di atas,

umumnya tidak akan banyak terjadi kekeliruan dalam mengatur makan untuk seorang

anak balita. Pada umumnya kepada anak balita telah dapat diberikan jadwal waktu

makan yang serupa, yaitu 3 kali makan dan diantaranya dapat diberikan makanan

kecil (snack).

Pemberian makanan yang sesuai dengan umur dan jam pengaturan pemberian

makanan dapat dilihat pada tabel berikut :

Universitas Sumatera Utara

Page 9: angka kejadian diare pada balita

14

Tabel 2.1 Daftar Pemberian Makanan Anak BalitaUmur balita Macam makanan Pemberian dalam

sehari (kali)Jam pemberian

(WIB)12 bulan ke atas

ASI BuahNasi tim atau makanan keluarga Makanan kecil

1 atau 31

31

06.00, 14.00, 21.0016.00

08.00, 12.00, 18.0010.00

Sumber : Husaini, Yayah (1999)

Keterangan : Kalau ASI sudah berkurang dapat diberikan 4 sendok makan peres susu bubuk dalam air matang

menjadi 200 ml dan dapat ditambahkan 1 sendok teh gula. Makanan keluarga yang lembek, mudah dicerna, dan tidak pedas. Makanan kecil berupa biskuit, bubur kacang hijau, dan lain-lain.

Sebaiknya jangan diberikan makanan yang terlalu manis (coklat, permen, dan lain-lain) atau yang terlalu gurih atau yang berlemak (Husaini, Yayah, 1999).

2.2.7. Kebutuhan Zat Gizi pada Balita

Menurut Uripi (2004) kebutuhan zat gizi pada balita adalah jumlah yang

diperkirakan cukup untuk memelihara kesehatan. Kebutuhan gizi ditentukan oleh

usia, jenis kelamin, berat badan, aktivitas dan tinggi badan.

Kebutuhan zat gizi pada balita harus cukup dan seimbang karena anak balita

sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Kebutuhan

energi dan protein balita berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) rata-rata per

hari yang dianjurkan oleh Widyakarya Pangan dan Gizi (1998) dapat dilihat pada

tabel di bawah ini.

Tabel 2.2 Kebutuhan Konsumsi Energi dan Protein Balita Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) rata-rata per hari.

No. Golongan Umur

Berat Badan (kg)

Tinggi Badan (cm)

Energi (kkal)

Protein (gr)

1. 1-3 12 90 1.250 232. 4-5 18 110 1.750 32

Fungsi utama energi sebagai zat tenaga yang menunjang aktivitas sehari-

haridan fungsi utama protein sebagai zat pembangun bagi jaringan baru dan

Universitas Sumatera Utara

Page 10: angka kejadian diare pada balita

15

mempertahankan jaringan yang telah ada. Makan makanan yang beraneka ragam

menunjang terpenuhinya kecukupan sumber zat tenaga, zat pembangun dan zat

pengatur bagi kebutuhan gizi balita. Konsumsi pangan yang cukup dan seimbang

merupakan salah satu faktor yang menentukan agar proses tumbuh kembang anak

balita menjadi optimal dan memiliki daya tahan tubuh yang kuat (Depkes RI, 2000).

2.3. Penyuluhan

2.3.1 Pengertian Penyuluhan Gizi

Istilah penyuluhan sering kali dibedakan dari penerangan, walaupun keduanya

merupakan upaya edukatif. Secara populer penyuluhan lebih menekankan

“bagaimana”, sedangkan penerangan lebih menitikberatkan pada “apa”. Dalam uraian

berikut ini penyuluhan diberikan arti lebih luas dan menyeluruh. Ia merupakan upaya

perubahan perilaku manusia yang dilakukan melalui pendekatan edukatif (Suhardjo,

2003).

Pendekatan edukatif diartikan sebagai rangkaian kegiatan yang dilakukan

secara sistematik – terencana – terarah, dengan peran serta aktif individu maupun

kelompok atau masyarakat, untuk memecahkan masalah masyarakat dengan

memperhitungkan faktor sosial-ekonomi-budaya setempat. Dengan pendekatan

edukatif ini yang hendak dicapai bukan sekedar terpecahnya masalah atau

terpenuhinya kebutuhan individu/masyarakat melainkan sekaligus ingin

dikembangkan kemampuan individu/masyarakat untuk bertindak sendiri

memecahkan masalah yang dihadapi (Suhardjo, 2003).

Universitas Sumatera Utara

Page 11: angka kejadian diare pada balita

16

2.3.2 Proses Adopsi dalam Penyuluhan

Berbicara tentang penyuluhan tidak terlepas dari bagaimana agar sasaran

penyuluhan dapat mengerti, memahami, tertarik dan mengikuti apa yang kita

suluhkan dengan baik dan benar atas kesadarannya sendiri berusaha untuk

menerapkan ide-ide baru tersebut dalam kehidupannya.

Menurut penelitian Rogers (1974), indikasi yang dapat dilihat pada diri

seseorang pada setiap tahapan adopsi dalam penyuluhan adalah sebagai berikut :

1. Tahap sadar (awarness), pada tahap ini seseorang sudah mengetahui sesuatu

yang baru karena hasil dari berkomunikasi dengan pihak lain.

2. Tahap minat (interest), pada tahap ini seseorang mulai ingin mengetahui lebih

banyak tentang hal-hal baru yang sudah diketahuinya dengan jalan mencari

keterangan atau informasi yang lebih terperinci.

3. Tahap menilai (evaluation), pada tahap ini seseorang mulai menilai atau

menimbang-nimbang serta menghubungkan dengan keadaan atau kemampuan diri,

misalnya kesanggupan serta resiko yang akan ditanggung, baik dari segi sosial

maupun ekonomis.

4. Tahap mencoba (trial), pada tahap ini seseorang mulai menerapkan atau mencoba

dalam skala kecil sebagai upaya mencoba untuk meyakinkan apakah dapat

dilanjutkan.

5. Tahap penerapan (adoption), pada tahap ini seseorang sudah yakin akan hal baru

dan mulai melaksanakan dalam skala besar (Notoatmodjo, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Page 12: angka kejadian diare pada balita

17

2.3.3. Metode dan Media Penyuluhan

2.3.3.1. Metode Penyuluhan

Menurut Van deb Ban dan Hawkins yang dikutip oleh Lucie (2005), pilihan

seorang agen penyuluhan terhadap suatu metode atau teknik penyuluhan sangat

tergantung kepada tujuan khusus yang ingin dicapai.

Berdasarkan pendekatan sasaran yang ingin dicapai, penggolongan metode

penyuluhan ada tiga :

1. Metode berdasarkan pendekatan perorangan

Dalam metode ini, penyuluh berhubungan secara langsung maupun tidak

langsung dengan sasarannya secara perorangan. Metode ini sangat efektif karena

sasaran dapat secara langsung memecahkan masalahnya dengan bimbingan khusus

dari penyuluh.

Sementara itu adapun kelemahan metode ini adalah dari segi sasaran yang

ingin dicapai, kurang efektif karena terbatasnya jangkauan penyuluh untuk

mengunjungi dan membimbing sasaran secara individu, selain itu ada juga

membutuhkan banyak tenaga penyuluh dan membutuhkan waktu yang lama.

2. Metode berdasarkan pendekatan kelompok

Dalam metode ini, penyuluh berhubungan dengan sasaran penyuluhan secara

kelompok. Metode ini cukup efektif karena sasaran dibimbing dan diarahkan untuk

melakukan suatu kegiatan yang lebih produktif atas dasar kerjasama. Dalam

pendekatan kelompok banyak manfaat yang dapat diambil, disamping dari transfer

informasi juga terjadi tukar pendapat dan pengalaman antara sasaran penyuluhan

dalam kelompok yang bersangkutan. Serta memungkinkan adanya umpan balik dan

Universitas Sumatera Utara

Page 13: angka kejadian diare pada balita

18

interaksi kelompok yang memberi kesempatan bertukar pengalaman maupun

pengaruh terhadap perilaku dan norma anggotanya.

Kelemahan metode ini adalah adanya kesulitan dalam mengkoordinir sasaran

karena faktor geografis dan aktivitas sasaran. Salah satu cara yang efektif dalam

metode pendekatan kelompok adalah dengan metode ceramah, metode ini cocok

digunakan untuk masyarakat yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi maupun

rendah.

3. Metode berdasarkan pendekatan massal.

Sesuai dengan namanya, metode ini dapat menjangkau sasaran dengan jumlah

banyak. Dipandang dari segi penyampaian informasi, metode ini cukup baik, namun

terbatas hanya dapat menimbulkan kesadaran atau keingintahuan semata. Beberapa

penelitian mengatakan bahwa metode pendekatan massa dapat mempercepat proses

perubahan, tapi jarang dapat mewujudkan perubahan dalam perilaku. Yang termasuk

dalam metode ini antara lain : rapat umum, siaran radio, kampanye, pemutaran film,

surat kabar dan lain sebagainya.

Berdasarkan uraian di atas peneliti memilih metode pendekatan kelompok

dengan metode ceramah untuk melakukan penyuluhan gizi, dengan tujuan terjadinya

proses perubahan perilaku ke arah yang diharapkan melalui peran aktif sasaran

penyuluhan dalam memberikan umpan balik terhadap penyuluh serta adanya saling

tukar informasi dan pengalaman sesama peserta penyuluhan.

2.3.3.2. Media Penyuluhan

Media sebagai alat bantu menyampaikan pesan–pesan kesehatan sangat

bervariasi, antara lain :

Universitas Sumatera Utara

Page 14: angka kejadian diare pada balita

19

1. Leaflet

Leaflet ialah bentuk penyampaian informasi kesehatan melalui lembaran yang

dilipat. Keuntungan menggunakan leaflet antara lain : sasaran dapat menyesuaikan

dan belajar mandiri serta praktis karena mengurangi kebutuhan mencatat, sasaran

dapat melihat isinya disaat santai dan sangat ekonomis, berbagai informasi dapat

diberikan atau dibaca oleh anggota kelompok sasaran, sehingga bisa didiskusikan,

dapat membeerikan informasi yang detail yang mana tidak dapat diberikan secara

lisan, mudah dibuat, diperbanyak, dan diperbaiki serta mudah disesuaikan dengan

kelompok sasaran.

Sementra itu, ada beberapa kelemahan dari leaflet yaitu : tidak cocok untuk

sasaran individu per individu, tidak tahan lama dan mudah hilang, leaflet akan

menjadi percuma jika sasaran tidak diikutsertakan secara aktif, serta perlu proses

penggandaan yang baik.

2. Flif chart (lembar balik)

Media penyampaian pesan atau informasi kesehatan dalam bentuk buku di

mana tiap lembar berisi gambar peragaan dan lembaran baliknya berisi kalimat

sebagai pesan kesehatan yang berkaitan dengan gambar.

Keunggulan menggunakan media ini antara lain : mudah dibawa, dapat dilipat

ataupun digulung, murah dan efisien, dan tidak perlu peralatan yang rumit.

Kelemahan dari media ini adalah : terlalu kecil untuk sasaran yang berjumlah relatif

besar, serta mudah robek dan tercabik.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: angka kejadian diare pada balita

20

3. Film dan Video

Keunggulan penyuluhan dengan media ini adalah : dapat memberikan realita

yang mungkin sulit direkam kembali oleh mata dan pikiran sasaran, dapat memicu

diskusi mengenai sikap dan perilaku, efektif untuk sasaran yang jumlahnya relatif

penting dapat diulang kembali, mudah digunakan dan tidak memerlukan ruangan

yang gelap.

Sementara itu kelemahan media ini antara lain : memerlukan sambungan

lisrik, peralatannya beresiko untuk rusak, perlu adanya kesesuaian antara kaset

dengan alat pemutar, membutuhkan ahli yang profesional agar gambar mempunyai

makna dalam sisi artistik maupun materi, serta membutuhkan banyak biaya.

4. Slide

Keunggulan media ini antara lain : dapat memberikan berbagai realita

walaupun terbatas, cocok untuk sasaran yang jumlahnya relatif besar, dan

pembuatannya relatif murah, serta peralatannya cukup ringkas dan mudah digunakan.

Sedangkan keterbatasan menggunakan media antara lain : memerlukan sambungan

listrik, peralatannya beresiko mudah rusak, dan memerlukan ruangan yang sedikit

gelap.

5. Transparansi OHP

Keunggulan menggunakan OHP sebagai media penyuluhan adalah : dapat

dipakai untuk mencatat point-point penting saat diskusi sedang berjalan, murah dan

efisien karena alatnya mudah dapat didapat dan dibuat serta tidak memerlukan

ruangan yang gelap, dapat digunakan untuk sasaran yang relatif kecil maupun besar,

peralatannya mudah digunakan dan dipelihara.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: angka kejadian diare pada balita

21

Sementara itu kelemahan media ini adalah : memerlukan aliran listrik, sukar

memperkenalkan gerakan dalam bentuk visual, lensa OHP dapat menghalangi

pandangan kelompok sasaran apabila pengaturan tempat duduk komunikan yang

tidak baik.

6. Papan Tulis

Keunggulan menggunakan papan tulis yaitu : murah dan efisien, baik untuk

menjelaskan sesuatu, mudah dibersihkan dan digunakan kembali, tidak perlu ruang

gelap. Kelemahannya adalah terlalu kecil untuk sasaran yang jumlahnya relatif besar,

tidak efektif karena penyuluh harus membelakangi kelompok sasaran saat sedang

menulis sesuatu, terkesan kotor apabila tidak dibersihkan dengan baik.

Berdasarkan uraian di atas peneliti memilih leaflet dan slide sebagai media

dalam penyuluhan karena keunggulannya serta sedikitnya faktor keterbatasan yang

dimiliki.

2.3.4. Penyuluhan Sebagai Proses Perubahan Perilaku

Proses perubahan perilaku akan menyangkut aspek pengetahuan, keterampilan

dan sikap mental, sehingga mereka tahu, mau dan mampu melaksanakan perubahan-

perubahan dalam kehidupannya demi tercapainya perbaikan kesejahteraan keluarga

yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan.

Titik berat penyuluhan sebagai proses perubahan perilaku adalah penyuluhan

yang berkesinambungan. Dalam proses perubahan perilaku dituntut agar sasaran

berubah tidak semata-mata karena adanya penambahan pengetahuan saja, namun

diharapkan juga adanya perubahan pada keterampilan sekaligus sikap mantap yang

menjurus kepada tindakan atau kerja yang lebih baik, produktif dan menguntugkan.

Universitas Sumatera Utara

Page 17: angka kejadian diare pada balita

22

Penyuluhan sebagai proses perubahan perilaku tidak mudah, hal ini menuntut

suatu persiapan yang panjang dan pengetahuan yang memadai bagi penyuluh maupun

sasarannya. Penyuluh sebagai proses perubahan perilaku, selain membutuhkan waktu

yang relatif lama juga membutuhkan perencanaan yang matang, terarah dan

berkesinambungan (Lucie, 2005).

Menurut Notoatmodjo (2003) untuk merubah perilaku, seseorang harus

mengikuti tahap-tahap proses perubahan : pengetahuan (knowledge), sikap (attitude),

dan praktek (practice). Dalam hal ini penyuluhan berperan sebagai salah satu metode

penambahan dan peningkatan pengetahuan seseorang sebagai tahap awal terjadinya

perubahan perilaku.

2.3.5. Kekuatan yang Mempengaruhi Penyuluhan

Penyuluhan adalah sebagai proses perubahan perilaku melalui suatu kegiatan

pendidikan nonformal, oleh karena itu selalu saja ada berbagai kendala dalam

pelaksanaannya di lapangan. Secara umum ada beberapa faktor atau kekuatan yang

mempengaruhi proses perubahan keadaan yang disebabkan karena penyuluhan, di

antaranya sebagai berikut :

1. Keadaan pribadi sasaran

Beberapa hal yang perlu diamati pada diri sasaran penyuluhan adalah ada tidaknya

motivasi pribadi sasaran penyuluhan dalam melakukan suatu perubahan.

Berikutnya, adanya ketakutan atau trauma masa lampau yang berupa

ketidakpercayaan pada pihak lain karena pengalaman ketidakberhasilan atau

kegagalan, kekurangsiapan dalam melakukan perubahan karena keterbatasan

Universitas Sumatera Utara

Page 18: angka kejadian diare pada balita

23

pengetahuan, keterampilan dana, sarana, dan pengalaman, serta adanya perasaan

puas dengan kondisi yang dirasakan sekarang tanpa harus melakukan perubahan.

2. Keadaan lingkungan fisik

Yang dimaksud lingkungan fisik dalam hal ini adalah lingkungan yang

berpengaruh, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam keberhasilan

penyuluhan.

3. Keadaan sosial budaya masyarakat

Sebagai pola perilaku sudah sewajarnya apabila kondisi sosial budaya di

masyarakat akan mempengaruhi efektivitas penyuluhan, karena kondisi sosial

budaya merupakan suatu pola perilaku yang dipelajari, dipegang teguh oleh setiap

warga masyarakat dan diteruskan secara turun-temurun, dan akan sangat sulit

merubah perilaku masyarakat jika sudah berbenturan dengan keadaan sosial

budaya masyarakat.

4. Keadaan dan macam aktivitas kelembagaan yang tersedia dan menunjang kegiatan

penyuluhan. Ada tidaknya peran serta lembaga terkait dalam proses penyuluhan

akan menentukan efektivitas penyuluhan. Dalam hal ini lembaga berfungsi sebagai

pembuat keputusan yang akan ditetapkan sehingga harus dilaksanakan oleh

masyarakat.

2.4. Tinjauan Tentang Perilaku

2.4.1. Pengetahuan Gizi

Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu”, dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui

pancaindra manusia, yakni : indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan

Universitas Sumatera Utara

Page 19: angka kejadian diare pada balita

24

raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga

(Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan gizi seseorang merupakan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi konsumsi pangan dan status gizinya. Demikian juga pada remaja putri

yang mempunyai pengetahuan tentang kebutuhan tubuh akan gizi, ia akan dapat

menetukan jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsinya. Pengetahuan gizi seseorang

didukung oleh latar belakang pendidikannya. Rendahnya tingkat pndidikan

menyebabkan berbagai keterbatasan dalam menerima informasi dan penanganan

masalah gizi dan kesehatan, sekalipun di daerah tempat tinggalnya banyak tersedia

bahan makanan (sayuran dan buah), serta pelayanan kesehatan yang memadai, yang

dapat menyampaikan informasi tentang bagaimana mengkonsumsi makanan yang

sehat dan bergizi.

Suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi menurut

Suhardjo (2003), didasarkan pada tiga kenyataan :

1. Status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan.

2. Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu

menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang

optimal, pemeliharaan dan energi.

3. Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar

menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi.

2.4.2. Sikap (Attitude)

Sikap merupakan reaksi respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap

stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian

Universitas Sumatera Utara

Page 20: angka kejadian diare pada balita

25

reaksi terhadap stimulus tertentu dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang

bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb, salah seorang ahli psikologis

sosial, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk

bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan

suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu

perilaku (Notoatmodjo, 2003).

2.4.3. Tindakan (Practice)

Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak (praktik). Sikap belum tentu

terwujud dalam tindakan, sebab untuk terwujudnya tindakan perlu faktor lain, yaitu

antara lain adanya fasilitas atau sarana dan prasarana. Praktik atau tindakan ini

menurut Notoatmodjo (2005) dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut

kualitasnya, yaitu :

a. Praktik terpimpin (guided response), yaitu apabila subjek atau seseorang telah

melakukan sesuatu tapi masih tergantung pada tuntunan atau menggunakan

panduan.

b. Praktik secara mekanisme (mechanism), yaitu apabila subjek atau seseorang

yang telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal secara otomatis.

c. Adopsi (adoption), yaitu suatu tindakan atau praktik yang dilakukan tidak

sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi, atau

tindakan atau perilaku yang berkualitas.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: angka kejadian diare pada balita

26

2.5 Kerangka Konsep

Pre-test Post-test

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep ini menggambarkan bahwa yang akan diteliti adalah

pengaruh penyuluhan gizi terhadap perilaku ibu dalam penyediaan menu seimbang

untuk balita. Untuk mengukur perilaku ibu dalam penyediaan menu seimbang untuk

balita (pengetahuan, sikap, dan tindakan ibu) dilakukan pre-test. Kemudian sebagai

intervensi dilakukan penyuluhan berupa ceramah, pembagian leaflet, dan demo menu

seimbang untuk balita. Dan untuk melihat sejauh mana pengaruh penyuluhan gizi

terhadap perilaku ibu dalam penyediaan menu seimbang untuk balita dilakukan post-

test.

2.6 Hipotesis Penelitian

a. Ada pengaruh penyuluhan gizi terhadap pengetahuan ibu tentang penyediaan

menu seimbang untuk balita.

Penyuluhan Gizi :- Ceramah- Leaflet- Demo menu seimbang

untuk balita

Perilaku Ibu tentang Menu Seimbang- Pengetahuan Ibu- Sikap Ibu- Tindakan Ibu

Perilaku Ibu tentang Menu Seimbang- Pengetahuan Ibu- Sikap Ibu- Tindakan Ibu

Universitas Sumatera Utara

Page 22: angka kejadian diare pada balita

27

b. Ada pengaruh penyuluhan gizi terhadap sikap ibu tentang penyediaan menu

seimbang untuk balita.

c. Ada pengaruh penyuluhan gizi terhadap tindakan ibu dalam penyediaan menu

seimbang untuk balita.

Universitas Sumatera Utara