125
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gejala-Gejala Kelainan Neurologis 1. Kejang Kejang harus dipandang sebagai gejala penyakit, dan bukan diagnosis. Pada setiap kejang harus diperhatikan jenisnya ( klonik atau tonik ), bagian tubuh yang terkena ( fokal atau umum ), lamanya kejang berlangsung, frekuensinya, selang atau interval antara serangan, keadaan saat kejang dan setelah kejang (post-iktal ), apakah kejang disertai demam atau tidak, dan apakah anak telah pernah kejang sebelumnya. 1 Kejang grand mal ditandai oleh kejang umum tonik- klonik yang disertai dengan hilangnya kesadaran. Pada kejang petit mal terjadi kehilangan kesadaran 5-15 detik, akibat kelainan lepas muatan listrik yang abnormal pada otak. Kejang psikomotor ditandai oleh perubahan kesadaran serta aktivitas motorik abnormal, 2

tinjauan kasus neurologi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tinjauan kasus neurologi

Citation preview

Page 1: tinjauan kasus neurologi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gejala-Gejala Kelainan Neurologis

1. Kejang

Kejang harus dipandang sebagai gejala penyakit, dan bukan diagnosis. Pada

setiap kejang harus diperhatikan jenisnya ( klonik atau tonik ), bagian tubuh

yang terkena ( fokal atau umum ), lamanya kejang berlangsung, frekuensinya,

selang atau interval antara serangan, keadaan saat kejang dan setelah kejang

(post-iktal ), apakah kejang disertai demam atau tidak, dan apakah anak telah

pernah kejang sebelumnya.1

Kejang grand mal ditandai oleh kejang umum tonik-klonik yang disertai

dengan hilangnya kesadaran. Pada kejang petit mal terjadi kehilangan kesadaran

5-15 detik, akibat kelainan lepas muatan listrik yang abnormal pada otak.

Kejang psikomotor ditandai oleh perubahan kesadaran serta aktivitas motorik

abnormal, sedangkan pada kejang autonomik terjadi kelainan viseral yang

bervariasi.1

2 Tremor

Tremor atau gemetaran ialah gerakan halus yang konstan. Tremor ada yang

timbul pada waktu istirahat akibat lesi di sistem ekstrapiramidal dan ada pula

yamg timbul pada waktu pegerakan akibat lesi di serebelum. Pada bayi tremor

dapat timbul bila tedapat hipoglikemia atau hipokalsemia. Tremor otot juga

dapat terjadi pada hipertiroidisme, hipotermia, hipertemia, atau degenarasi

medulla spinalis. Sering tremor dan twitching terlihat pada bayi tanpa sebab

yang jelas.1

2

Page 2: tinjauan kasus neurologi

3 Twitching

Twitching adalah gerakan sapsmodik yang berlangsung singkat, dapat

terlihat pada otot yang lelah, nyeri setempat, atau menyertai korea. Twitching

dapat merupakan manifestasi psikologis ( ansietas dan lain lain ) yang biasanya

bersifat periodik.1

4. Korea

Gerakan korea adalah gerakan involunter kasar, tanpa tujuan, cepat dan

tersentak-sentak, tidak teratur, tidak terkoordinasi, dan berhubungan dengan

tonus otot yang tinggi. Gerakan ini menghilang pada waktu tidur, dan

bertambah apabila pasien diminta melakukan gerakan volunter. Gerakan korea

dan atetosis sering kali terjadi bersama-sama, disebut gerakan korea atetosis.1

5. Paresis dan Paralisis

Paresis ialah kelumpuhan otot yang tidak sempurna ( inclompete

paralysis),sedang paralisis ialah kelumpuhan otot yang sempurna ( complete

paralysis ). Baik paresis dan paralisis dapat bersifat flaksid atau spastik. Pada

paresis/paralisis flaksid otot tidak dapat mempertahankan tonus pada posisi

yang normal. Flaksiditas pada umumnya menunjukan adanya lesi lower motor

neuron dan dapat ditemukan pada penyakit poliomilelitis, amiotonia,

kongenital, miastenia, atau kerusakan medula spinalis. Perlu diingat bahwa

paralisis tipe upper motor neuron akan menunjukn flaksidistas lebih dahulu

sebelum terjadi spastisitas. Karena itu bayi dengan kerusakan otak mungkin

tampak flaksid terlebih dahulu, dapat sampai 6 bulan, sebelum spastisitas

menjadi nyata. Flaksiditas biasanya disertai dengan berkurangnya refleks.1

3

Page 3: tinjauan kasus neurologi

Paresis/paralisis spastik ditandai tonus otot yang meningkat dengan

kontraksi yang berlangsung lama, disertai refleks yang meningkat serta refleks

patologis. Kelainan ini terjadi akibat lesi upper motor neuron.1

Kelumpuhan satu sisi tubuh dan anggota gerak yang dibatasi oleh garis

tengah di depan dan di belakang disebut sebagai hemiparesis atau hemiparalisis

(hemiplegia). Hemiplegia alternans ( paralisis menyilang ) yaitu kelumpuhan 1

saraf otak atau lebih ipsilateral disertai kelumpuhan lengan dan tungkai

kontralateral.1

Diplegia menunjukan kelumpuhan pada 2 anggota gerak yang

berhubungan, biasanya kedua anggota gerak bawah, tetapi dapat pula kedua

anggota gerak atas. Paraplegia menunjukan kelumpuhan anggota gerak bawah.

Kelumpuhan keempat anggota gerak disebut sebagai tetraparesis atau

tetraparalisis ( tetraplegia ).1

2.2 Pemeriksaan Neurologis pada Anak

2.2.1 Pemeriksaan GCS3

Skala Coma Galsgow Anak (<4 tahun)3

Mata :

Spontan

Reaksi terhadap bicara

Reaksi terhadap nyeri

Tidak ada

Motorik :

Spontan/menurut perintah

Lokalisasi nyeri

Menarik karena nyeri

4

Page 4: tinjauan kasus neurologi

Fleksi abnormal karena nyeri (postur de kortikal)

Eksternal abnormal karena nyeri (postur de serbrasi)

Tidak ada

Lisan :

Terorientasi/ tersenyum

Mengikuti obyek

Menangis berhubungan

Interaksi tidak tepat

Menangis tidak konsisten

Tidak berhubungan

Interaktif Menyerang

Menangis tidak berhubungan

Interaktif

Tidak ada

Tidak ada3

Skala Coma Galsgow Anak (4-15 tahun)3

Mata :

Spontan

Karena suara

Karena nyeri

Tidak ada

Motorik :

Menurut perintah

Lokalisasi nyeri

Menarik karena nyeri

5

Page 5: tinjauan kasus neurologi

Fleksi abnormal karena nyeri (postur de kortikal)

Eksternal abnormal karena nyeri (postur de serbrasi)

Tidak ada

Lisan :

Terorientasi

Kacau/Bingung

Kata-kata tidak tepat

Suara tidak khas

Tidak ada3

2.2.2 Pemeriksaan Nervus Kranialis

1. Nervus Olfactorius (I)

Uji penciuman (sensasi bau) dilakukan pada anak yang sudah berumur lebih

dari 5-6 tahun, dengan jalan melakukan uji pada setiap lobang hidung secara

terpisah (salah satu lobang hidung tertutup), dengan mata tertutup. Bahan uji

yang paling baik ialah bahan yang menimbulkan bau yang tidak merangsang

dan yang sudah dikenal oleh pasien.4

Nervus ini merupakan akson tidak bermielin, 20 buah di tiap sisi, lalu

menembus area cribriformis dari tulang ethmoid, kemudian akan sinaps di

bulbus olfactorius.4

Jaras : nn olfactory → bulbus olfactory → tractus olfactory → Striae Olfactory

Medial (SOM) & lateral (SOL) berakhir di area paraolfactory, gyrus

subcallosal, gyrus cingulate inferior (hemisfer bag medial). SOL berakhir di

uncus, gyrus hippocampal anterior, cortex piriformis, cortex enthorhinal,

nucleus amygdaloid → proyeksi ke nucleus hypothalamus anterior, mammillary

6

Page 6: tinjauan kasus neurologi

bodies, tuber cinereum & nucleus habenular → nucleus anterior thalamus,

nucleus interpeduncular, nucleus tegmental dorsal, striatum, gyrus cinguli.3

Merupakan saraf sensorik, dengan fungsi membau/penghidu.

Syaraf :

a. Jalan nafas bebas, atrofi (-), GCS 4-5-6

b. Bahan yang digunakan dikenal penderita, tidak iritatif

(mis : amoniak) → dapat merangsang n.V, menimbulkan sekresi kelenjar →

hidung buntu → ggx pemeriksaan.

c. Bahan tidak menimbulkan sensasi isis (mis : mentol) → bisa salah persepsi

d. Bahan : tembakau, kopi, vanili, teh, jeruk, sabun, tembakau

Cara : periksa masing-masing hidung terpisah, dengan mata tertutup.

Hidung yang tidak diperiksa, ditutup. Yang dicurigai abN, periksa dulu.

Anosmia : (1) Conductive (2) Sensorineural/neurogenic

Foster Kennedy’s syndrome : anosmia unilateral, optic atropy ipsilateral,

papilledema kontralateral, exophthalmos → tumor orbitofrontal (mis :

meningioma olfactory).4

Gambar 1Pemeriksaan N. Olfactori9

7

Page 7: tinjauan kasus neurologi

2. Nervus Opticus (II)

Uji saraf otak II terdiri dari uji ketajaman penglihatan, perimetri dan

pemeriksaan fundus (funduskopi).uji ketajaman penglihatan secara kasar dapat

dilaksanakan dengan memperhatikan kemampuan pasien mengikuti wajah

orang, responsnya terhadap mimic seseorang, serta kemampuannya untuk

mengambil mainan dan mengikuti benda yang bergerak. Uji perimetri

dilakukan oleh ahli mata.2

Jaras : impuls dari reseptor perifer, red, cone → lapisan bipolar (inner) →

lapisan sel ganglion → nervus opticus (optic disk) → clasma opticum [fiber

temporal opsilateral (45 %), fiber nasal contralateral (55 %)] → tractus opticus

→ Corpus Geniculate Lateralis → tractus geniculo calcarina (optic radiation)

→ cortex calcarina lobus occipitalis (primary visual cortex).2

a. Pemeriksaan Tajam Penglihatan (Visual Aculty)

Menggunakan Snellen Eye chart (6 meter) untuk penglihatan jauh (distant

vision) & Rosenbaum pocked eye chart untuk penglihatan dekat (near

vision). Bila tidak bisa dengan Snellen, bisa digunakan jari-jari tangan (N =

1/60 m), lalu cahaya lampu (N = 1/~). Dengan cahaya lampu tidak bisa →

buta total.4

Kelainan : blindness

b. Pemeriksaan Lapangan Pandang (Visual Field)

Paling sederhana : tes konfrontasi. Nilai N untuk penglihatan superior 60o,

penglihatan inferior 75o, penglihatan temporal 100o, penglihatan nasal 60o.

Cara : Penderita duduk dalam posisi berhadapan dengan pemeriksaan pada

jarak ± 1 meter, masing-masing mata diperiksa bergantian. Mata yang tidak

diperiksa ditutup oleh tangan penderita. Saat pemeriksaan, mata penderita

8

Page 8: tinjauan kasus neurologi

difikasi dengan menyuruh melihat kea rah hidung pemeriksa, baru

pemeriksa memeriksa secara cermat masing-masing kuadran dengan

menggunakan ujung ballpoint yang berwarna dan sebagainya.4

Gambar 2Pemeriksaan Gerak Bola Mata10

c. Pemeriksaan Warna

Menggunakan tes Ishihara atau benang wool berwarna

(Mis : px disuruh mengambil benang wool merah pada kumpulan benang

wool berwarna).

Kelainan : color blindness4

d. Pemeriksaan Funduskopi

Pemeriksaan funduskopi memerlukan oftalmoskop yang baik, ruang

gelap serta kesabaran pemeriksa. Untuk mengalihkan perhatian pasien

terhadap sinar, pasien diminta melihat gambar di dinding yang berlawanan

dengan pasien. Pemeriksaan sebaliknya dilakukan tanpa midriatikum untuk

melihat reaksi pupil. Kalau terpaksa (pupil pasien dalam keadaan miosis),

dapat dipergunakan midriatikum setelah reaksi pupil diperiksa lebih dahulu.

Mula mula dipergunakan sinar redup pada oftalmoskop sambil dijelaskan

kepada pasien megenai cara pemeriksaan. Setelah itu mulai dipergunakan

lensa +20 untuk memeriksa kornea dan lensa apakah ada ulserasi, opasitas,

dan katarak. Kemudian dipergunakan lensa 0 pada oftalmoskop untuk

9

Page 9: tinjauan kasus neurologi

memeriksa retina dan papila N. optikus. Fokuskanlah pada macula dan

perhatikanlah kelainan kelaina makulan dan sekitarnya. Perhatikanlah

ukuran, pulsasi, dan distribusi pembuluh darah retina, serta terdapatnya

deposit abnormal, pigmentasi abnormal dan adanya perdarahan.2

Diperiksa papila N.optikus mengenai ukurannya, warna, batas, dan

keadaan sekitarnya. Papilla normal berbentuk oval-elips, berwarna merah

muda. Daerah temporal lebih pucat daripada daerah nasal. Batasnya tegas,

tetapi daerah temporal lebih tegas dan kadang- kadang di daerah nasal

sedikit kabur. Pada papiledema batas papiul menjadi kabur, mula-mula di

daerah nasal dan superior, bila lanjut baru di daerah temporal. Papil menjadi

menonjol, hiperemik, dengan dilatasi vena yang berkelok-kelok disertai

dengan menghilangnya pulsasi vena, konstriksi arteri dan perdarahan.

Perdarahan yang terjadi mula-mula di sekitar papil, berbentuk linear atau

flame-shaped dan menyebar ke luar papil. Papilledema harus dibedakan

dengan kelainan kongenital yang menyerupai papilidema dengan batas

kabur, akan tetapi tidak disertai dengan dilatasi vena dan tidak hiperemik.

Papilledema juga harus dibedakan dengan neuiritis optika. Pada neuritis

optika terdapat banyak eksudat pada papil dan terdapat gangguan visus yang

jelas.2

Pada atrofi optic primer papil tampak pucat berbatas tegas, kapiler

berkurang dan ukuran pembuluh darah menjadi lebih kecil. Pada atrofi optic

sekunder akibat papilledema atau neurutis optika, bentuk papil hampir sama

dengan atrofi optic primer, tetapi tampak bekas- bekas kelainan semula,

misalnya batannya masiih kabur dan terdapat sisa-sisa eksudat.3

Pada pemeriksaan ini dapat ditentukan secara kasar adanya :

10

Page 10: tinjauan kasus neurologi

(1) Myopia, hipermetropia atau emetropia (2) kondisi retina (3) papil nerve

optikus.

Cara : Mata yang tidak diperiksa ditutup dengan tangan px, kemudian ia

diminta melihat jauh ke depan. Tangan kiri pemeriksa melakukan fiksasi

dahi, opthalmoskop dipegang dengan tangan kanan, kemudian dilakukan

penyinaran 15o dari nasal.

3. Nervus Oculomotorius, Troklearis & Abducens (III, IV & VI)

N. Oculomotorius : nucleus oculomotorius – somatic motor (GSE) &

nucleus Edinger Westphal --- parasympathetic (GVE). Asal : mesencephalon,

sejajar colliculus superior2

Jaras GSE : nucleus ocullomotorius → fossa interpeduncularis →

berjalan antara arteri cerebri posterior & arteri cerebellaris superior → sinus

cavernosus → fissure orbitalis superior → divisi superior n.lll (m.levator

palbera sup., m.rectus sup.) & divisi inferior (m.rectus medial, m.rectus inf.,

m.oblique inf., pupil)2

Jaras GVE : nucleus Edinger Westphal → preganglion → jalur idem

atas → fissure orbitalis superior, sinaps di ganglion ciliaris → postganglion →

m.sphincter pupil & m.ciliaris.2

N.Troclear : nucleus troclear – somatic motor (GSE). Asal :

mesencephalon, sejajar colliculus inferior

Jaras GSE : nucleus troclearis → menuju velum medullary ant. →

tectum → keluar di dorsal mesencephalon → memutar ke depan → sinus

cavernosus → fissure orbitalis superior → m.oblique superior.

N.Abducens : nucleus abducens – somatic motor (GSE). Asal : pons

11

Page 11: tinjauan kasus neurologi

Jaras GSE : nucleus abducens → pontomedullary junction → cicterna

prepontine → sinus cavernosus → fissure orbitalis superior → m.rectus

lateralis.2

Macam-macam pemeriksaan :

Uji yang cukup sederhana dean mudah dilakukan ialah uji gerakan kedua

mata, uji akomodasi, dan refleks cahaya.

a. Pemeriksaan kedudukan bola mata saat diam

Dilihat apakah bola mata terletak di tengah, bergeser ke lateral dan

sebagainya.4

b. Pemeriksaan gerakan bola mata

Uji gerakan bola mata dilaksankan dengan cara menggerakkan mainan,

baterai atau pengukur lingkaran kepala yang digoyang-goyangkan ke

samping, atas, dan bawah di garis tengah, kemudian juga diagnonal. Perasat

ini dilakukan pada masing-masing mata dengan menutup mata yang lain.

Diperiksa masing-masing mata secara bergantian. Gerakan ke lateral untuk

m.rectus lateralis (n.VI), gerakan ke nasal inferior untuk m.obligus superior

(n.IV), gerakan ke medial untuk m.rectus medialis (n.III), gerakan ke nasal

superior untuk obligus inferior (n.III), gerakan laterali atas untuk m.rectus

superior (n.III) serta gerakan ke lateral bawah untuk m.rectus inferior (n.III).

c. Pemeriksaan celah mata (lid margin)

1. Reflex cahaya kornea (Kornea light reflex) → Klo kita arahkan sinar ke

retina, ada bayangan putih-putih, di tengah, tidak akan tertutup lid

margin. Klo tertutup : ptosis

12

Page 12: tinjauan kasus neurologi

2. Lid margin secara N (2-3 mm) menutupi limbus kornea. Kita cek

langsung dengan membuka lid margin & lihat jaraknya. Klo limbus

terlihat : ptosis.4

d. Pemeriksaan pupil

I. Bentuk, lebar & perbedaan lebar

Bilamana ada pupil anisokor, kita bisa membedakan anisokornya karena

Horner’s atau kelainan n.III (parasimpatis). Bila dikenai cahaya pada

pupil tersebut, pada Horner’s miosisnya bertambah, sedangkan bila

kondisi dibuat gelap pada kx n.III maka pupil yang berdilatasi makin

lebar.4

II. Reflex cahaya langsung & konsensuil

Jaras : afferent n.II & efferent n. III → sinar masuk, jaras ikut nervus

opticus → tapi ebelum sinaps di corpus geniculatum lateral, serabut dari

pupil → area pretectal midbrain (coliculus superior) → nucleus Edinger-

Westphal → ikut jaras n.oculomotorius → ganglion ciliaris → sphincter

pupil.2

Pada saat melakukan pemeriksaan reflex cahaya langsung, mata yang

tidak diperiksa harus ditutup. Mata yang diperiksa dilakukan penyinaran

dengan senter dari arah lateral ke medial.2

Reflex langsung pada mata yang disinari → jaras yang ipsilateral

Reflex konsesuil pada mata yang lain → jaras yang decussatio lewat

commisura posterior2

III. Reflex akomodasi & konvergensi

Uji akomodasi dilakukan dengan meminta pasien melihat benda yang

digerakkan mendekat dan menjauh; perhatikanlah pupil pasien apakah

13

Page 13: tinjauan kasus neurologi

mengecil bila melihat dekat serta membesar bila melihat jauh. Uji

diplopia dilakukan dengan menanyakan kepada pasien apakah melihat

satu atau lebih mainan yang digerakkan di depan pasien ke atas kiri,

atas kanan, bawah kiri dan bawah kanan. 4

Paralisis saraf otak III akan menyebabkan mata yang terkena akan

deviasi ke arah lateral bawah, ptosis, strabismus, diplopia, dilatasi pupil,

serta hilangnya refleks cahaya dan akomodasi. Paralisis saraf otak IV

jarang terjadi; pada keadaan ini waktu melihat ke bawah terjadi sedikit

strabismus konvergens dan diplopia. Pasien tidak mampu melihat ke

arah bawah sehingga mengalami kesukaran waktu menuruni tangga.

Paralisis saraf otak VI paling sering terjadi, yang ditandai oleh

strabismus konvergens dan diplopia. 4

Px kita minta melihat jauh kea rah jari tangan pemeriksa, kemudian jari

pemeriksa mendadak didekatkan ke hidung px & px diminta mengikuti

gerakan jari pemeriksa. Kita lakukan pengamatan pada kedua mata

apakah saling mendekat ke medial (konvergensi positif) & kita lihat juga

apakah terjadi pengecilan pada pupil (miosis), menunjukkan reaksi

akomodasi positif. Reflex akomodasi meliputi jaras dari cortex visual di

lobus occipital ke pretectum.4

14

Page 14: tinjauan kasus neurologi

Gambar 3Kelumpuhan N III Kiri10

4. Nervus Trigeminus (V)

Mempunyai 3 nucleus, yaitu :

i. Nucleus motoric – brachiomotor (SVE). Asal : pons

Jaras : nucleus → bersama jaras n.V3 → muscle of mastication

(m.masseter, m.temporalis., m.pterygoideus medial, m.pterygoideus

lateral)2

ii. Nucleus principalis sensorik n.V – somatic afferent (GSA). Asal : pons

Fx : discriminative touch

iii. Nucleus mesencephalic n.V – somatic afferent (GSA). Asal :

mesencephalon

Fx : proprioceptive impuls

iv. Nucleus descenden tractus spinalis

Fx : nyeri & suhu. Jaras dari nucleus inilah yang memberi distribusi

segmental pada wajah.2

15

Page 15: tinjauan kasus neurologi

Jaras nervus trigeminus : Dari masing-masing nucleus → ganglion semilunar

Gasseri → bercabang menjadi 3 yaitu : (1) V1 – ophthalmic (2) V2 –

maxillaries (3) V3 – mandibularis

Jaras V1 : ganglion semilunar Gasseri → sinus cavernosus → fissura orbitalis

superior → n.frontalis, n.lacrimalis & n.nasociliaris.

Jaras V2 : ganglion semilunar Gasseri → sinus cavernosus → foramen

rotundum → fossa pterygopalatina (n.pterygopalatina) → n.zygomatic &

n.superior alveolar → n.anterior alveolar & n.middle alveolar menuju canalis

infraorbital → n.anterior alveolar lewat foramen infraorbital → n.infraorbital.

Jaras V3 : ganglion semilunar Gasseri → foramen ovale → cab anterior

(n.buccalis)

Cab posterior (n.lingualis, n.auriculotemporal, n.inferior alveolar).2

Pemeriksaan nervus Trigeminus

Pemeriksaan untuk kelainan saraf ini adalah uji perasaan (sensasi) dengan cara

mengusapkan kapas, menggoreskan jarum, atau benda-benda hangat atau dingin

di daerah wajah; uji lain ialah terhadap refleks kornea dan rahang. Uji refleks

kornea dilakukan dengan kain kasa atau kapas yang bersih yang disentuhkan

pada kornea pasien, bila saraf otak V intak maka mata akan berkedip.

Refleks rahang (jaw jerk) dilakukan dengan menyuruh pasien membuka mulut

sedikit, kemudian letakkan jari di tengah-tengah dagu pasien. Ketuklah jari

tersebut dengan jari tangan lainnya atau dengan pengetuk refleks, dalam

keadaan normal dagu akan terangkat. Lesi saraf otak V unilateral menyebabkan

rahang miring ke sisi paretic. Perlu diingat bahwa uji perasaan (sensasi) sulit

dilakukan pada anak; yang mudah dilakukan ialah uji refleks kornea.2

a. Sensorik (utama)

16

Page 16: tinjauan kasus neurologi

Ada 2 yaitu : (1) Distribusi perifer → n V1, V2 & V3. (2) Distribusi segmental

(onion shape). Kelainan yang mengenai segmental bisaanya Siringobulbi &

terdapat disosiasi sensibilitas (nyeri, suhu & raba).2

b. Motorik

i. Merapatkan gigi → kita raba m.masseter & m.temporalis & bandingkan

kiri-kanan

ii. Membuka mulut (m.pterygoideus externus) → parese : rahang akan deviasi

ke sisi otot yang lesi (patokan : gigi seri)

iii. Px menggerakkan rahang dari sisi ke sisi melawan tahanan → parese n.V

satu sisi, px dapat menggerakkan rahang ke sisi yang parese tapi tidak bisa

ke sisi sehat.

iv. Menonjolkan rahang & menariknya → deviasi ke sisi yang parese.

v. Menggigit tongue spatel kayu dengan gigi geraham

(m.masseter & m.temporalis) → membandingkan kedalaman bekas gigitan

kiri/kanan.2

c. Reflex/sensorik → GCS : 456

i. Reflex masseter/jaw reflex/mandibular reflex

Pemeriksa meletakkan jempol/telunjuk di tengah dagu px memegang mulut

yang terbuka dengan rahang relax, lalu memukul jempol dengan hammer

→ respon : menutup rahang dengan cepat. Metode lain dengan memukul

dagu langsung atau dengan meletakkan tongue spatel di atas lidah/di bawah

incicivus, lalu memukul ujungnya.

Pada ox N : reflex minimal / tida ada

Afferent : sensorik n.V – efferent : motoric n.V – reflex

Center : pons

17

Page 17: tinjauan kasus neurologi

Jaw reflex + → lesi tractus corticobulbar di atas nucleus motorik (ALS atau

pseudobulbar palsy)2

ii. Reflex kornea

Tujuan : fungsi N.V1 (opthalmicus)

Cara : menyentuh cornea bagian atas baik secara langsung atau

menggunakan kapas/tissue. Rangsangan dilakukan dari samping atau

bawah, agar px tidak tahu. Dilakukan bukan pada sclera.

Respon normal : berkedip ipsilateral (langsung) & contralateral

(consensual)

Aferent : sensorik n.V1 – efferent : n.VII (fascialis) – reflex center : pons

Lesi unilateral n.V → reflex langsung & consensual negative.

Lesi unilateral n.VII → reflex langsung negative & consensual positive.2

iii. Head retraction reflex

Mencondongkan kepala sedikit ke depan, kemudian melakukan pengetukan

pada bibir atas dibawah hidung. Jika reflex positif responnya dengan cepat

kepala secara involunter ke belakang.

Pada ox N : reflex negative

Afferent : n.V – efferent : n.V – reflex center : cervical atas spinal cord

Reflex + → lesi bilateral supracervical traktus corticospinalis2

iv. Nasal, sneeza or sternutatory reflex

Tujuan : fungsi n.V1 (n.nasociliaris), crosscheck hasil reflex kornea

Cara : menyentuh mukosa hidung dengan kapas, tissue

Respon : hidung berkerut, mata menutup, kadang bersin

Afferent : n.nasociliaris – efferent : n.V, n.VII, n.IX, n.X – reflex center :

brainstem2

18

Page 18: tinjauan kasus neurologi

5. Nervus Fascialis (VII)

Nucleus nervus fascialis meliputi :

i. Nucleus fascialis – Brachiomotor (SVE). Asal : pons

ii. Nucleus tractus solitaries bagian rostal (nucleus gustatory) – taste (SVA). Asal

: pons

iii. Nucleus salivatory superior – parasimphatic (GVE). Asal : pons

Jaras dari solitaries & salivatory ini bergabung → nervus intermedius

Jaras : nucleus facilis motoric → melingkari nucleus abducens → keluar

lateral via ponto medullary junction → bersama n.VIII & n.intermedius

(sensorik & autonomic) akan lewat cerebello pontine angle → masuk meatus

auditory internal → memisah dengan n.VIII → ganglion geniculatum → cabang

n.petrosus superficialis mayor (GVE untuk lacrimalis ikut cabang ini) → canalis

facialis / fallopian aqueduct → cabang n.stapedius → cabang n.chorda

tymphani (GVE) untuk saliva & SVA : rasa ikut cabang ini → foramen

stylomastoid (bawah kelenjar parotis) → cabang untuk otot ekspresi wajah, otot

platysma.2

Pemeriksaan untuk saraf otak VII dilakukan dengan menyuruh pasien

tersenyum, meringis, bersiul, membuka dan menutup mata, serta uji refleks

kornea serta uji pengecap (sensasi pengecap). Bila terdapat paresis unilateral N.

VII, akan terlihat mulut pasien mencong ke sisi sehat, dan mata pada sisi lesi

tidak dapat menutup dengan rapat (lagoftalmos). uji pengecap dilakukan

dengan cara meminta pasien menyebut bahan uji yang digunakan dengan mata

tertutup ( bahan yang dipakai berupa gula, garam, asam sitrat, dan kina).2

Pemeriksaan meliputi :

a. Motorik (face)

19

Page 19: tinjauan kasus neurologi

Diam : Bandingkan apa ada asimetri pada lipatan dahi, sudut mata, nasolabial

& sudut mulut

Bergerak :

i. M. Frontalis : gerakan mengangkat alis

ii. M. corrugators supersili : gerakan mengerutkan dahi

iii. M. nasalis : gerakan melebarkan cuping hidung diikuti gerakan kompresi

transversal hidung

iv. M. orbicularis oculi : gerakan menutup mata

v. M. orbicularis oris : gerakan mendekatkan & menekankan kedua bibir

vi. M. zygomaticus : gerakan tersenyum

vii. M. bisorius : gerakan meringis

viii. M. buccinators : gerakan meniup

ix. M. mentalis : gerakan menarik ujung dagu ke atas

x. M. platysma : menarik bibir bawah & sudut mulut ke bawah, atau dengan

menurunkan / menaikkan rahang bawah disertai mengkerutkan kulit leher

→ mengejan

Lesi Facialis central → paresis otot hanya di lower face, karena upper face

(bilateral inervasi → ipsilateral & kontralateral)

Lesi Facialis perifer → paresis otot wajah baik upper atau lower (lesi

ipsilateral) pada sisi yang lumpuh5

b. Sensorik daerah telinga luar

Bercampur dengan inervasi n.IX/X & auricularis magnus

c. Sensorik khusus

i. Lakrimasi (Tear) → Schirmer’s test

20

Page 20: tinjauan kasus neurologi

Tujuan : fx n.petrosus superficialis mayor (parasimpatis – nucleus

salivatory sup).

Cara : Menggunakan lakmus warna merah ukuran 5 x 50 mm. Salah satu

ujung kertas dilipat & diselipkan pada conjunctival sac di cantus medial kiri

& kanan, kemudian dibiarkan selama 5 menit dengan mata terpejam. Pada

kondisi N : lakmus berubah menjadi biru, sepanjang 20-30 mm. jika

perembesan < 20 mm atau tidak ada sama sekali → produksi air mata <<.4

ii. Reflex stapedius (Hear) → Stetoscope loundness balance test

Tujuan : fx n.stapedius

Cara : Memasangkan stetoskop pada telinga px, kemudian dilakukan

pengetukan lembut diafrgma stetoskop atau dengan menggetarkan garpu

tala 256 Hz di dekat stetoskop.

AbN : hiperakusis (suara lebih keras/nyeri)4

iii. Pengecapan 2/3 anterior lidah (Taste)

Tujuan : fx n.chorda tymphani

Cara : Menggunakan cairan Bornstein → 4% glukosa (manis), 1% asam

sitrat (asam), 2,5% sodium klorida (asin), 0,075% quini HCl (pahit). Px

diminta menjulurkan lidah, kemudian lidah dikeringkan dulu. Dengan

menggunakan lidi kapas/cotton applicator, bahan tersebut disentuhkan pada

2/3 depan lidah. Rasa manis pada ujung lidah, asin & asam pada pinggir

lidah, rasa pahit dibelakang lidah. Px menunjukkan kertas yang bertuliskan

manis, asam, asin, pahit tentang apa yang dirasakan. Tiap kali selesai

pemeriksaan, px berkumur dulu dengan air hangat kuku, lidah dikeringkan

lagi, baru dilanjutkan pemeriksaan dengan bahan lain.4

6. Nervus Stato-Acusticus / Vestibulocochlearis (VIII)

21

Page 21: tinjauan kasus neurologi

Mempunyai 2 nucleus

i. Nucleus cochlear ventral & dorsal – hearing (SSA). Asal : pontomedullary

junction

Jaras perifer : nuclei → pontomedullary junction → cerebellopontine angle →

meatus auditory internal → ganglion spiralis (Corti).

Jaras central :

(a) nucleus cochlear dorsal (High frek) → striae acoustic dorsal → peduncle

cerebellar inferior → menyebrang ventral dekat nucleus olivary sup →

lemniscus lateral kontralateral.2

(b) nucleus cochlear ventral (low frek) → striae acoustic ventral & intermediate.

Striae acoustic intermediate → peduncle cerebellar inferior → menyebrang

ventral → lemniscus lateral kontralateral. Jaras intermediate & dorsal ini →

nucleus Colliculus inferior → corpus geniculatum medial → tractus

geniculotemporal (auditory radiation) → gyrus transverse anterior lobus

temporalis/gyrus Heschl (Broadman’s 41 & 42).2

(c) Striae acoustic ventral → sebagian menyebrang & sinaps ke trapezoid body

kontralateral → lemniscus lateral kontralateral, sebagian sinaps di trapezoid

body ipsilateral → lemniscus lateral ipsilateral → nucleus Colliculus inferior →

Medial geniculate body → tractus geniculotemporal (auditory radiation) →

gyrus transverse anterior lobus temporalis/gyrus Heschl (Broaman’s 41 & 42).

ii. Nucleus vestibular ada 4, yaitu : inferior (Roller’s), lateral (deiters), medial

(Schwalbe’s) & superior (Bachterew) – balance & equilibrium (SSA). Asal:

pontomedullary junction

Jaras perifer : hair cell (ampula, utricle, sacula) → ganglion

22

Page 22: tinjauan kasus neurologi

Scarpa’s → n.vestibular → bergabung dengan n.cochlearis → meatus auditory

internal → cerebellopontine angle → pontomedullary junction → nuclei

vestibularis.2

Jaras central : Koneksi dari nucleus ke 4 area primer, yaitu :

a. Cerebellum

i. Direct (primary) vestibulocerebellar tractus → langsung tanpa sinaps di

nucleus → nodulus ipsilateral, uvula & nucleus fastigial.

ii. Indirect (secondary) vestibulocerebellar tractus → dari nucleus sup, inf,

medial → flocculus bilateral serta area yang sama dengan direct.

Jaras cerebellum – nuclei vestibularis : fasciculus uncinate (hook bundle

of Russel)2

b. Spinal Cord

Nuclei lateral & medial → turun ke bawah → ipsilateral spinal cord →

tractus vestibulospinal lateral & medial → regulasi tonus otot & postur

dengan meningkatkan tonus otot extensor.2

Nuclei vestibular → formation reticularis → bertemu dorsal eferen n.vagus.

c. Oculomotor System

Nuclei superior & medial → FLM → koneksi dengan nucleus III, IV, VI, XI

& upper cervical nerve → mengatur pergerakan mata, kepala & leher

sebagai respon stimulasi canalis semisirkularis.2

d. Cortex

Nuclei vestibular → ascending → nuclei ventrolateral & ventral posterior

thalamus → cortex somatosensory → persepsi posisi kepala & pergerakan.

Thalamus → bagian posterior gyrus temporalis superior → fx vestibule –

ocular.

23

Page 23: tinjauan kasus neurologi

Saraf otak ini terdiri dari N. koklearis untuk pendengaran dan N. vestibularis

untuk keseimbangan. Uji ketajaman pendengaran dilakukan dengan

menutup satu telinga kemudian memperdengarkan suara detik arloji atau

suara bisikan di telinga yang diuji; ini dikerjakan bergantian pada kedua

telinga. Uji lainnya dilakukan oleh ahli THT, demikian pula uji

keseimbangan.4

Pemeriksaan untuk fungsi n.cochlearis / acusticus :

a. Tes batas atas – bawah garpu tala

b. Tes suara bisik

c. Tes Rinne

Garpu tala (f = 512 Hz) dibunyikan, lalu ditempelkan pada processus

mastoid. Setelah px memberi tanda bahwa bunyi hilang, lalu secepatny

dipindah ke depan Meatus Acusticus Externa.

Rinne positif : AC > BC (ox N, tuli sensorineural)

Rinne negatif : BC > AC (tuli konduksi)

d. Tes Weber

Garpu tala dibunyikan, lalu diletakkan di midline kepala (dahi, vertex),

dibandingkan antara BC pada kedua telinga.

Normal : Suara sama di kedua telinga, lateralisasi

Konduksi : Lateralisasi ke telinga sakit

Sensorineural : Lateralisasi ke telinga sehat

e. Tes Schwabach

Membandingkan AC px dengan AC pemeriksa (asumsi telinga pemeriksa

sehat) pada satu telinga. Garpu tala dibunyikan, letakkan depan MAE px,

lalu setelah tidak terdengar pindahkan ke depan MAE pemeriksa. Bila

24

Page 24: tinjauan kasus neurologi

pemeriksa masih mendengar (tuli konduksi), bila tidak mendengar (N atau

tuli sensorineural). Lakukan sebaliknya.6

f. Audiometri

Pemeriksaan untuk fungsi n.vestibularis :

a. Reflex vestibulospinal

Past pointing : deviasi ekstremitas baik karena ggx cerebellum atau

vestibular.

i. Finger to nose test, with close eye

Past pointing + (ada gangguan vestibular), deviasi kea rah lesi,

karena tiadanya koreksi visual.

ii. Romberg’s test

Membandingkan keseimbangan saat px berdiri dengan mata terbuka

& tertutup. Vestibulopaty (ggx proprioseptik), dengan mata tertutup

px akan jatuh ke sisi lesi.

iii. Fukuda stepping tes

Px dengan mata ditutup, ditempatkan diam disatu posisi selama 1

menit. Pada ox normal, akan terus melangkah pada arah yang sama.

Pada vestibulopaty, slowly pivot kea rah lesi.6

b. Reflex vestibule-ocular

Secara normal, arah gerakan mata akan berlawanan dengan arah gerakan

kepala, namun mata tetap mempunyai visual fiksasi → koneksi nuclei

vestibular & oculoomotor N.6

25

Page 25: tinjauan kasus neurologi

i. Oculocephalic reflex (Doll’s eye test) → pada px koma

ii. Head thrust → px sadar

Dengan cepat kepala digerakkan, sementara mata px diminta

menatap hidung pemeriksa. Secara N, mata tetap bisa melihat target,

bila abN, gerak mata tertinggal dari kepala → saccadic

iii. Dynamic Visual Acuity

Membandingkan visus sebelum dan sesudah head movement.

Perbedaan lebih dari 3 baris Snellen’ chart → ggx vestibular.

iv. Caloric test → pada px koma (Pada ox normal → lihat nystagmus)

Rangsangan dingin dengan suhu 30 C, sedang hangat suhu 42 C.

respon terhadap suhu dingin timbul nystagmus (fase cepatnya) ke

sisi kontralateral rangsangan, bila dengan air hangat maka

nystagmus searah dengan rangsangan (COWS = Cold Opposite

Warm Same side). Bila secara bersamaan kedua telinga diberi

rangsangan dingin, akan timbul nystagmus kea rah bawah, sedang

bila diberi air hangat secara bersamaan timbul nystagmus ke atas.

NOTE : Rangsangan suhu dingin dengan air es hanya digunakan

untuk px koma. Bila (+), akan timbul gerakan mata ke sisi

rangsangan karena kornea tidak ada nystagmus, sedangkan bila

diberi air hangat, akan timbul gerakan mata ke sisi kontralateral

rangsangan.6

c. Nystagmus

Ada nystagmus spontan & nystagmus positional (Hallpike maneuver)6

7. Nervus Glosopharingeus – Vagus (IX & X)

Nucleus n.glosopharingeus meliputi :

26

Page 26: tinjauan kasus neurologi

a. Nucleus Ambigus – Brachiomotor (SVE). Asal : medulla

b. Nucleus salivatory inferior – parasympathetic (GVE). Asal : pons

c. Nucleus tractus solitaries, caudal portio – Visceral afferent (GVA). Asal :

medulla

Nucleus n.vagus meliputi :

a. Dorsal motor nucleus of vagus – parasympathetic (GVE). Asal : medulla

b. Nucleus tractus solitaries, caudal portio – GVA. Asal : medulla

Pemeriksaan kedua nervus tersebut meliputi :

i. Inspeksi orofaring dalam keadaan istirahat

Dilihat keadaan uvula & arkus faring simetris atau tidak.

ii. Inpeksi orofaring saat berfonasi

Dilihat kedudukan uvula & arkus faring simetris/tidak, saat px diminta

mengucapkan ‘aaa’.

Parese n.IX → Vernet Rideau Phanomenon (gerakan seperti tirai karena

pada saat mengucapkan ‘aaa’, dinding faring yang sehat terangkat sedang

yang lumpuh tertinggal.

iii. Reflex

1. Reflex muntah/batuk

Menekan dinding belakang faring (aferen : n.IX – eferen : n.X)

2. Reflex oculo cardiac (Aschner’s ocular phenomenon)

Menekan bola mata, responnya bradicardia, tapi pelambatan tidak lebih

5-8/menit. Respon inconstant, unstandar, dipengaruhi emosi. Aferen :

n.V – eferen : n.X

3. Reflex carotico-cardiac

27

Page 27: tinjauan kasus neurologi

Penekanan pada sinus caroticus/bifurkasi carotis. Pada ox normal, tidak

ada perubahan otonom. Pada px rentan (HT), bisa memperlambat heart

rate, turunnya tekanan darah, penurunan CO, vasodilatasi perifer. Bisa

sampai sinkop.

Aferen : n.IX – eferen : n.X.6

iv. Sensorik khusus : pengecapan 1/3 belakang lidah

v. Suara serak / parau → murni n.X

vi. Menelan

vii. Detik jantung & bising usus

Pemeriksaan saraf Glosopharingeus ditujukan untuk menilai kelainan-kelainan

yang timbul, berupa :

o Hilangnya refleks muntah

o Disfagia ringan

o Hilangnya sensasi mengecap (dengan uji pengecapan)

o Deviasi uvula ke sisi yang baik

o Hilangnya konstriksi pada faring, tonsil, tenggorok bagian atas dan lidah

bagian belakang.

o Hilangnya kontriksi dinding posterior faring ketika mengeluarkan suara

“ah”

o Hipersalivasi

Gangguan saraf Vagus dapat berupa gangguan motorik, sensorik dan vegetatif.

Gangguan motorik berupa afonia (suara menghilang), disfonia (gangguan

suara), disfagia (kesukaran menelan, biasanya bila anak mimum muntah

kembali melalui hidung), spasme esofagus, dan paralisis palatum mole (refleks

muntah negatif). Gangguan sensorik berupa nyeri dan parestesia pada faring dan

28

Page 28: tinjauan kasus neurologi

laring, batuk, dan sesak napas. Gangguan vegetatif terdiri dari bradikardia,

takikardian dan dilatasi lambung.6

8. Nervus Acesorius (XI)

Nervus ini mengandung 2 bagian :

a. Ramus internus (craniai portion) – SVE – caudal nucleus ambiguous & dorsal

motor nucleus vagus → foramen jugular → bersatu dengan spinal portion.

b. Ramus eksternus (spinal portion) – SVE – SA nuclei di cornu anterior C2 s/d

C5 / C6 → keluar lateral → naik ke atas → foramen magnum → bersatu

dengan ramus internus → foramen jugular.2

Pemeriksaan :

Kekuatan m.trapezius (px diminta mengangkat bahu & tangan pemeriksa

menahannya) & m. sternocleidomastoideus (px diminta memalingkan kepala

kearah kanan untuk memeriksa m.SCM kiri dengan tangan pemeriksa

menahannya, demikian sebaliknya).

Pemeriksaan untuk kelainan saraf aksesorius ini berupa uji kemampuan untuk

mengangkat bahu dan memutar kepala melawan tahanan. Pada gangguan saraf otak

ini pasien tidak dapat mengangkat bahu sisis yang terkena dan tidak mampu

memutar kepala ke arah sisi yang sehat. Perhatikan bahwa bahu yang terkena

berada dalam posisi lebih rendah daripada yang sehat, serta terdapat atrofi m.

sternokleidomastoideus.2

29

Page 29: tinjauan kasus neurologi

Gambar 4Fungsi Muskulus Trapesius10

9. Nervus Hipoglossus (XII)

Nucleus : hipoglossus – somatic eferen (GSE). Asal : medulla

Jaras : nucleus hipoglossus → exit anterior antara pyramid & olive → foramen

hipoglossus → turun lewat leher → angulus mandibula → lidah (otot intrinsic &

ekstrinsik)

Percabangan :

i. Meningeal → filament from communicating branches with C1 & C2.

ii. Descending → m.omohyoid, join descending communication C2 & C3 →

ansa hypoglossi

iii. Thyrohyoid → m.thyrohioid

iv. Muscular/lingual → m.intrinsik & m.ekstrinsik lidah

Pemeriksaan :

a. Otot lidah diam

Bila ada parese kiri, lidah deviasi ke kanan (sisi sehat) → pada lidah yang

parese, tonus menurun

b. Otot lidah bergerak

30

Page 30: tinjauan kasus neurologi

Px diminta menjulurkan lidah. Bila parese kiri, lidah deviasi ke kiri → pada

lidah yang parese tidak ada kontraksi

Gambar 5Pemeriksaan n XII10

Paresis central : tidak ada atrofi, fasikulasi. Bila paresis cortex kiri, akan terjadi

kelumpuhan pada n.XII sisi kanan, bila dijulurkan lidah deviasi ke kanan.

Paresis perifer : terjadi atrofi, fasikulasi.

Pemeriksaan untuk kelainan saraf ini ialah uji menilai kekuatan lidah dengan

menyuruh pasien menyorongkan ujung lidah ke tepi pipi kanan dan kiri melawan

tahanan jari tangan pemeriksa. Perhatikan deviasi lidah pada waktu dijulurkan; bila

terdapat paralisis lidah akan deviasi ke sisi lesi dan lidah juga tampak atrofik

disertai dengan tremor.4

2.2.3 Pemeriksaan Tanda Meningeal

1. Kaku Kuduk (Nuchal rigidity)

Px tidur telentang tanpa bantal (alas kepala harus disingkirkan), kepala

digerakkan ke samping kiri/kanan terlebih dulu, apakah ada tahanan. Bila

tahanan positif, mungkin terdapat proses di daeah cervical (mis : penyakit sendi

31

Page 31: tinjauan kasus neurologi

cervical, Parkinson), selanjutnya pemeriksaan kaku kuduk tidak dapat

dilakukan. Bila tahanan negative, fleksikan leher sampai menyentuh dagu.

Respon : nyeri. Kadang-kadang kaku kuduk disertai hiperekstensi tulang

belakang; keadaan ini disebut opistotonus.

Disamping menunjukkan adanya rangsang meningeal (meningitis), kaku kuduk

juga terdapat pada tetanus, abses retrofarigeal, abses peritonsilar, ensefalitis

virus, keracunan timbal, dan artritis rheumatoid.1

2. Brudzinski I (Neck sign)

Letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala pasien yang telentang,dan

tangan lain diletakkan di dada pasien untuk mencegah agar badan tidak

terangakt, kemudian kepala pasien difleksikan ke dada secara pasif (jangan

dipaksa). Bila terdapat rangsang meningeal maka kedua tungkai bawah akan

fleksi pada sendi panggul dan sendi lutut

Bersamaan dengan pemeriksaan kaku kuduk, kita sekaligus melihat gerakan

flexi pada kedua kaki px.1

Gambar. 6Pemeriksaan Kaku Kuduk dan Bruzinski I9

3. Brudzinski II (Reciprocal leg sign)

Px berbaring telentang. Tungkai yang akan dirangsang diflexikan pada sendi

lutut, kemudian tungkai atas diflexikan pada sendi panggul. Jika timbul

32

Page 32: tinjauan kasus neurologi

gerakan reflektorik berupa flexi tungkai kontralateral pada sendi lutut &

panggul → tes positif.1

4. Brudzinski III (Cheek sign)

Penekanan pada kedua pipi tepat di bawah ossa zygomatikus, akan disusul

gerakan flexi reflektorik pada kedua siku & gerakan reflektorik sejenak dari

kedua lengan.1

5. Brudzinski IV (Symphysis sign)

Penekanan pada simphisis pubis akan disusul timbulnya gerakan flexi

reflektorik pada kedua tungkai pada sendi lutut & panggul.1

6. Kernig’s sign

Pada posisi awal flexikan tungkai atas pada sudut 90o terhadap badan &

flexikan tungkau bawah 90o terhadap tungkai atas, baru setelah posisi ini kita

ekstensikan (gerakan ke atas) tungkai bawah pada sendi lutut. Secara normal,

bisa dilakukan sampai 135o. Kernig positif → kurang dari 135o, px mengeluh

nyeri atau ada tahanan atau terhadap flexi tungkai kontralateral. Pada px tidak

sadar, respon hanya berupa tahanan saja. Pada iritasi meningeal ekstensi lutut

secara pasif tersebut akan menyebabkan rasa sakit dan terdapat hambatan.

Pemeriksaan ini sukar dilakukan pada bayi di bawah umur 6 bulan.1

Gambar.7Pemeriksaan Kernig10

33

Page 33: tinjauan kasus neurologi

2.2.4 Pemeriksaan Motorik

Uji ini hanya dapat dilakukan pada anak yang sudah dapat mengerjakan

instruksi pemeriksa dan koperatif. Pada bayi dan anak yang tidak koperatif

hanya dapat dinilai kesan keseluruhan saja. Anak yang diperiksa dalam posisi

duduk dengan tungkai bawah tergantung. Ia diminta untuk menggerakkan

anggota badan yang diuji pemeriksa menahan anggota badan yang diuji dan

pemeriksa menahan gerakan-gerakannya (kekuatan kinetic), dan setelah itu

disuruh menahan anggota badan yang dites tetap ditempatnya dengan kekuatan

terhadap gerakan-gerakan yang dilakukan pemeriksa (kekutatan static).

Penilainan derajat kekuatan otot ini bermacam-macam. Ada yang menggunakan

nilai 100% sampai 0 %, ada yang menggunakan kode huruf:

o N : normal

o G : good

o F : fair

o P : poor

o T : trace

o O : zero

Ada pula yang menilai dengan angka 5 sampai 0:

o 5 : normal

o 4 : dapat menggerakan sendi dengan aktif untuk menahan berat dan

melawan tekanan secara simultan

o 3 : dapat menggerakkan anggota gerak untuk menahan berat, tetapi

tidak dapat menggerakkan anggota badan untuk melawan tekanan

pemeriksa

34

Page 34: tinjauan kasus neurologi

o 2 : dapat menggerakkan anggota gerak tetapi tidak kuat menahan berat

dan tidak dapat melawan tekanan pemeriksa

o 1 : terlihat atau teraba getaran kontraksi otot, tetapi tidak ada gerakan

anggota gerak sama sekali

o 0 : paralisis,tidak ada kontraksi otot sama sekali

Pemeriksa kekuatan otot biasanya dilakukan pada anggota gerak,

misalnya disuruh mengangkat bahu sambil ditekan pada bahu yang

sama, kemudian ditakan bahunya dan anak disuruh menahan. Cara lain

dapat pula anak diajak berjabat tangan dan disuruh pronasi dan supinasi

sambil ditahan. Demikian pula dengan anggota gerak yang lain. Pada uji

suatu kekuatan otot harus selalu dibandingkan dengan kekuatan otot

analognya yang kontralateral.1

Meliputi :

1. Observasi

Kita lakukan observasi penderita adalah kelemahan pada saat berjalan (missal

droop foot yakni gaya berjalannya steppage, gait dll), membuka kancing baju,

menaiki tempat tidur dan sebagainya, atau asimetri pada wajah, tubuh dan

ekstremitas.1

2. Palpasi otot (atropi otot/hipertropi, nyeri, kontraktur dan konsistensi)

Konsistensi otot normal adalah kenyal. Pada kelumpuhan tipe LMN

konsistensinya lembek dan kendor sedangkan tipe UMN konsistensinya kenyal

dan lebih tegang. Pada distropi tampak hipertrofi, relief otot menghilang dan

konsistensinya empuk.1

3. Perkusi (normal, miotonik, mioedema)

35

Page 35: tinjauan kasus neurologi

Normal tampak cekung 1-2 detik. Pada miotonik tampak cekung untuk

beberapa detik (bisaanya pada tenar dan lidah) karena kontraksi berlangsung

lama. Sedangkan pada mioedem terjadi penimbunan sejenak ini (dapat

dijumpai pada orang sehat, mixedeme atau gizi buruk).1

4. Tonus (hipotonia, hipertoni)

Pemeriksaan tonus otot dapat dilakukan pada otot manapun juga seperti leher,

tangan, dan sebagainya yang sering dilakukan pemeriksaan tonus biceps/triceps

untuk ekstremitas atas, dan tonus kuadriceps/hamstring untuk ekstremitas

bawah. Cara memeriksa yang terpenting, penderita harus relaks, untuk

mendapatkan kondisi tersebut, dapat dikerjakan dengan mengajak penderita

berbincang-bincang sambil dilakukan pemeriksaan tonus. Hasil pemeriksaan

tonus berupa : normal, hipotoni, dan hipertoni.1

Pada hipotoni

a. Saat palpasi

Kendor, anggota gerak dapat digoyang-goyangkan dengan mudah dan

tahanan otot tidak terasa. Pada tonus otot normal dapat dirasakan adanya

tahanan ringan. Penilaiannya dengan membandingkan kanan/kiri.

b. Secara aktif : otot yang hipotoni sukar mempertahankan sikap bebas.

c. Reflex tendon menurun atau absen

Dapat dijumpai pada :

a) Penyakit LMN : poliomyelitis anterior akuta, syringomieli, polyneuritis,

lesi saraf perifer, DMP

b) Kelainan serebellum

c) Chorea minor

36

Page 36: tinjauan kasus neurologi

d) Spinal shock dapat terjadi beberapa hari sampai dengan 3 minguu, hal

ini karena neuron medulla spinalis terlepas dari pengaruh neuron

supraspinal, sehingga tidak berdaya dalam melakukan fungsinya,

seolah-olah kacau dan tidak dapat berbuat apa-apa karena belum

terbisaa berdiri sendiri.1

Pada hipertoni dibedakan menjadi 2 :

- Spastic phenomena pisau lipat (clask knife dan lead pipe)

- Rigid (cogwell phenomen). Pada phenomena pisau lipat tahanan dirasakan

pada saat awal gerakan, sedangkan pada lead pipe terdapat tahanan yang

terus menerus sepanjang gerakan. Pada rigiditas terdapat tahanan yang

dapat dirasakan seperti roda gigi.

Spastik : manifestasi hilangnya pengaruh inhibisi terhadap γ motorneuron,

lebih sering terjadi pada otot ekstensor daripada flexor.

Tonus otot dapat meningkatkan fisiologis karena : ketegangan mental dan

suhu dingin. Otot badan mendapatkan inervasi kortikal secara bilateral,

sehingga peningkatan tonus tidak jelas.1

5. Kekuatan otot

Periksa masing-masing otot, yang sering dikerjakan untuk ekstremitas atas,

antara lain :

m.deltoid (C5, C6) inervasi oleh n.axillaris

37

Page 37: tinjauan kasus neurologi

Gambar. 8Pemeriksaan m.deltoid11

m.biceps brakii (C5, C6) inervasi oleh n.muskulokutaneus

Gambar. 9Pemeriksaan m. biceps brakii11

38

Page 38: tinjauan kasus neurologi

m.triseps (C6, C7, C8) inervasi oleh n.radialis

Gambar. 10Pemeriksaan m. Trisep11

m.iliopsoas L2 L3 inervasi oleh n.femoralis

Gambar. 11Pemeriksaan m. Iliopsoas11

39

Page 39: tinjauan kasus neurologi

m.kuadriceps femoris terdiri dari m.rectus femoris, m.vastus medialis dan

m.vastus lateralis (L2 L3 L4) inervasi oleh n. femoralis

Gambar. 12Pemeriksaan m. Kuadrisep Femoris11

m.beseps femoris kaput brevis dan kaput longus (L4, L5, S1, S2) inervasi oleh

n.iskiadikus

Gambar. 13Pemeriksaan m. Bisep Femoris11

40

Page 40: tinjauan kasus neurologi

m.gluteus maksimus L5 S1, inervasi oleh n.gluteus superior

Gambar. 14Pemeriksaan m. Gluteus Maksimus11

m.tibialis anterior (L4 S5) inervasi oleh n.peroneus profundus

Gambar. 15Pemeriksaan m. Tibialis anterior11

41

Page 41: tinjauan kasus neurologi

m.gastronecmius L5 S1 inervasi oleh n.tibialis posterior

Gambar. 16Pemeriksaan m. Gastroknemeus11

Perhatikan untuk pemeriksaan m.gastronecmius pasisi penderita lurus dengan

tungkai bawah pasisi lurus, penderita diminta melakukan gerakan plantar flexi

seperti menginjak pegas dengan tangan pemeriksa menahan pada bagian

plantar kaki penderita. Bilamana pada posisi tersebut tungkai bawah diflexikan

pada sendi lutut maka yang akan diperiksa bukan m.gastronecmius akan tetapi

m.soleus (L5 S1), inervasinya oleh n.tibialis posterior juga.

Disamping otot ekstremitas bawah dan atas juga dapat diperiksa kekuatan otot

tubuh, yang sering diperiksa adalah otot perut (Bevor’s sign + → kelemahan

pada otot rectus abdominalis setinggi segmen thoracal IX)

Untuk penilaian kekuatan otot, sebagai berikut :

5 = dapat melawan tahanan kita

4 = dapat melawan tahanan ringan

42

Page 42: tinjauan kasus neurologi

3 = dapat melakukan gerakan melawan gaya gravitasi, tapi tidak dapat

melawan tahanan ringan

2 = dapat melakukan gerakan ke samping, tidak dapat melakukan gerakan

melawan gaya gravitasi

1 = bila hanya kontraksi saja (lebih jelas untuk memperlihatkn adanya

kontraksi, dengan memberikan rangsangan seperti cubitan pada otot

yang diperiksa)

0 = tidak ada gerakan sama sekali (plegi)2

6. Penilaian gerakan sekutu abnormal

Gerakan sekutu adalah gerakan involunter dan reflektorik yang selalu timbul,

pada setiap gerakan volunteer, dalam keadaan patologik, karena :

- Lesi pada traktus ekstrapiramidal : gerakan sekutu lenyap/hilang

- Lesi pada traktus pyramidal : gerakan sekutu justru timbul yang pada

orang sehat tidak ada

- Lesi pada serebellum : gerakan sekutu tidak hilang sehingga gerakan

volunteer menjadi janggal

Berikut ini adalah pemeriksaan, gerakan sekutu abnormal (tes ini dapat

digunakan untuk mengetahui ada/tidaknya parese ringan)

a. Meremas tangan (gerakan sekutu pada jari-jari kontralateral yang bersifat

identik)

Bagian tangan penderita yang sehat disuruh meremas tangan pemeriksa,

maka akan tampak gerakan sekutu yaitu tangan penderita yang parese ikut

meremas.

43

Page 43: tinjauan kasus neurologi

b. Tanda ibu jari Wartenberg

Bila tidak ada parese UMN, maka ibu jari akan ikut menekuk apabila jari-

jari tangan lainnya melakukan penarikan sekuat-kuatnya. Bilamana ibu jari

itu tidak ikut menekuk, melainkan tinggal pasif lurus saja, maka tangan

yang bersangkutan harus dianggap sudah memperlihatkan tanda gangguan

di susunan pyramidal kontralateralnya.

c. Aduksi lengan (tanda sterling)

Pasien disuruh mengaduksikan lengan yang sehat melawan tahanan yang

dilakukan oleh pemeriksa. Tanda sterling berupa ikut beraduksinya lengan

yang paretic pada waktu pasien melakukan perintah tersebut diatas.

d. Aduksi kaki (tanda tungkai Ralmiste)

Tanda ini homolog dengan tanda sterling. Pasien diperiksa dalam posisi

berbaring dengan kedua tungkainya berabduksi. Kemudian pasien disuruh

mengaduksikan tungkai yang sehatnya melawan tahanan yang dilakukan

oleh pemeriksa. Tanda Raimiste positif kalau tungkai lainnya ikut

beraduksi pada waktu pasien melaksanakan perintah tersebut diatas.

e. Tanda mengepal, dibandingkan kedua tangan (tanda radialis Strumpell)

Lengan yang sehat dapat mengepal tanpa dorsoleksi di sendi ….. lengan.

Tetapi dengan adanya lesi di susunan ektrapiramidal, tangan pada otot

kontralateral, dapat mengepal hanya dengan melakukan dorsoflexi secara

reflektorik. Tanda ini harus diungkapkan dengan pemeriksaan ke dua

tangan secara simultan dan banding, sehingga perbedaannya menonjol.

44

Page 44: tinjauan kasus neurologi

f. Tanda pronator Strumpell

Lengan yang sehat dapat melakukan flexi maksimal di sendi siku sehingga

tangan tiba di bahu dengan telapak tangan menghadap ke bahu tidak

dengan telapak tangannya tetapi dengan dorsum manusnya.

g. Dari posisi ke jongkok (respon flexi lengan)

Bila orang sehat melakukan gerakan untuk berjongkok maka kedua

tangannya bersikap lurus. Pasien dengan hemipoaresis UMN yang ringan

sekali akan memflexikan lengan yang paretiknya sewaktu ia melakukan

gerakan untuk berjongkok.

h. Dari posisi berdiri ke membungkuk (lengan ke depan atau kaki flexi)

Orang sehat yang disuruh membungkuk akan melaksanakan perintah itu

dengan gerakan sekutu pada lengan yang berupa flexi ringan di sendi.

Tetapi pasien dengan hemiparesis UMN ringan, melakukan gerakan yang

diperintahkan itu dengan melurukan lengan yang paretic atau memfleksikan

tungkai yang paretic atau memfleksikan tungkai yang paretic di sendi siku.

i. Dari posisi tidur sudah bangun (tanda flexi paha-badan babinski)

Orang sehat yang berbaring terlentang dengan kedua tangannya yang

ditempatkan diatas perutnya dapat mengangkat badannya untuk duduk

tanpa mengangkat tungkainya. Tetapi orang hemiparetik ringan melakukan

gerakan tersebut selalu dengan mengangkat tungkai yang paretic juga.

j. Dari posisi tidur kaki menggantung disuruh bangun (tanda ekstensi paha-

badan)

Orang sehat yang duduk di tepi tempat tidur dengan kedua tungkainya

digantung, dapat merebahkan badannya di atas tempat tidur dengan ke dua

tungkainya tetap digantung. Tetapi irang hemiparetik UMN ringan dapat

45

Page 45: tinjauan kasus neurologi

melaksanakan gerakan tersebut hanya dengan mengangkat tungkai yang

paretiknya, sehingga tungkai yang paretic dan badan menjadi kurus.1

2.2.5 Pemeriksaan Sensorik

Pemeriksaan ini sangat subyektif dan memerlukan kerjasama yang baik

dengan pasien, meliputi :

1. Eksteroseptif/protopatik (nyeri/suhu, raba halus/kasar)

Sebelum dilakukan pemeriksaan yang sebenarnya, ditunjukan lebih dahulu cara

akan dikerjakan kepada pasien.

Sepotong kain atau kapas disentuhkan pada kulit yang diperiksa dan anak

disuruh menjawab apakah terasa tersentuh.

Untuk nyeri : jarum bundle, cara memegangnya seperti memegang pensil.

Untuk panas digunakan dengan air dengan suhu 40-45oC, sedangkan dingin

dengan air dingin bersuhu 10-15oC. Untuk raba halus dengan ujung-ujung

bebas kapas. Reseptor untuk panas adalah Ruffini (berbentuk sisir), dingin

adalah Krause (berbentuk bunga mawar yang kucup), raba halus adalah

Merkel, raba kasar adalah Meisner. Cara memeriksa mulai dari daerah yang

mengalami gangguan sensibilitas ke daerah normal, dan sebaliknya, titik temu

keduanya merupakan batas kelainannya.4

Nyeri dan suhu

Reseptor → nervus perifer → sinaps di ganglion spinale akar dorsal (Dorsal

Root Ganglia) → traktus dorsolateralis Lissauer → naik 1-3 segmen MS →

cornu posterior subtansia grisea MS → sinaps di substansia gelatinosa →

menyilang linea mediana ke columna lateralis subt. Alba MS → traktus

spinothalamicus lateralis → traktus thalamocorticalis → VPL thalamus →

cortex 3,2,1.2

46

Page 46: tinjauan kasus neurologi

Pemeriksaan ini dilakukan dengan mempergunakan jarum yang tajam dan

tumpul. Ditunjukan lebih dahulu caranya dengan mata pasien terbuka dan anak

diminta membedakan ujung jarum tajam dan tumpul. Setelah itu anak disuruh

menutup mata, kemudian uji dilakukan di kulit tangan, kaki, pipi, rahang, dan

anak kembali disiruh membedakan ujung jarum yang tajam dan tumpul.

2. Propioseptik

Uji dilakukan dengan garpu tala yang bergetar yang ditempelkan pada sendi

jari, ibu jari kaki,serta maleolus lateral dan medial. Pasien boleh membuka

mata, tetapi tidak boleh melihat, kemudian ditanyakan apakah terasa ada

getaran.

Untuk gerak dan posisi dapat dilakukan pemeriksaan pada jari-jari tangan

maupun kaki, dengan memegang sisi lateral jari pasien yang diperiksa,

kemudian digerakkan ke atas atau ke bawah. Yang penting adalah tangan kita

tidak menyentuh jari-jari pasien lainnya saat kita memegang jari pasien pada

sisi lateralnya. Sebelumnya pasien diberikan contoh dan saat diperiksa mata

pasien ditutup atau diberi penghalang untuk meyakinkan bahwa penderita tidak

melihat jari-jari yang diperiksa.

Untuk getar menggunakan garpu tala dengan frekuensi 125Hz, dengan

meletakkan garpu tala yang telah digetarkan pada anggota gerak penderita

(bisaanya pada malleolus medialis, bisa juga pada tempat-tempat lain).

Untuk pemeriksaan tekan, dilakukan dengan melakukan penekanan pada betis,

sternum dan lain-lain. Reseptor untuk propioseptik adalah pacini.4

Jaras : Badan sel pada ganglion spinale akar dorsal → naik ipsilateral fasc.

Gracillis (ekstremitas inferior) & fasc. Cuneatus (ekstremitas superior) →

sinaps di nucleus gracilis & nucleus cuneatus (med-obl posterior) → menyilang

47

Page 47: tinjauan kasus neurologi

fasciculus arcuatus ke med-obl ventral → lemnicus medialis → trac

thalamocorticalis → VPL thalamus → cortex 3,2,1.2

3. Enteroseptik (nyeri rujukan/referred pain)

Cara memeriksanya : pada daerah yang terasa nyeri, dilakukan penekanan,

gerakan aktif, pasif dan gerakan isometric. Bilamana penderita tidak merasakan

nyeri ditempat yang dilakukan manipulasi tersebut, maka nyeri rujukan (+).2

4. Kombinasi

Diberikan beberapa benda missal kubus, segitiga, bola kemudian ditanyakan

kepada penderita bentuk benda yang ditanganinya.

Pada tangan penderita diminta untuk membandingkan berat, misalnya karet

dengan besi berat yang mana.

Dilakukan goresan pada tangan penderita, penderita diminta untuk

menyebutkan apa yang digoreskan misalnya angka 3, 7 dan sebagainya.

Apabila pasien tidak dapat mengenal angka tersebut bisa jadi mungkin angka

tersebut terlalu kecil atau goresan terlalu cepat, maka ulangilah tes tersebut

dengan menulis angka yang lebih besar dengan goresan yang tepat.2

Dilakukan penusukan pada 2 tempat pada saat yang sama dengan

menggunakan alat Gordon Holmes atau dengan menggunakan 2 jarum bundle.

Normalnya untuk stimulasi di lidah 1 mm, ujung jari tangan 2-7 mm, dorsum

manus 20-30 mm, telapak tangan 8-12, dada, lengan bawah, dan tungkai 40

mm, punggung, lengan atas dan paha 70-75 mm dan jari kaki 3-8 mm.2

Pada saat yang bersamaan, pada sisi tubuh yang sepadan, misalnya betis kiri

dan kanan kita berikan rangsangan dengan jarum bundle, kemudian kita

tanyakan pada pasien bagian mana yang dia rasakan. Kalau pasien hanya

48

Page 48: tinjauan kasus neurologi

merasakan satu sisi tubuh saja maka pada pasien tersebut sensory extinction

positif.2

Cara memeriksanya : kita tanyakan tangannya dan berapa, kakinya atau

telinganya ada berapa dan seterusnya, pada pasien dengan loss of body image

akan menjawab satu sisi saja, jadi dia akan menjawab ada satu saja bukan dua.

Karena pada pasien tersebut terdapat negiect/pengabaian, yaitu pengabaian

terhadap salah satu sisi tubuhnya, dia tidak merasa memiliki tubuh yang

diabaikan.2

2.2.6 Pemeriksaan Reflek Fisiologis

Reflex Monosinaps : (patella, biceps, Achilles) → 2 neuron, 1 sinaps

Reseptor anulospiral ‘muscle spindel’ → serabut saraf sensorik → badan sel

ganglion spinale → neuron motoric alfa → motor and plate pada otot rangka.3

Meliputi :

1. Reflex superficial (custaneus)

Refleks dinding abdomen diperiksa dengan cara menggores kulit abdomen

dengan 4 goresan yang membentuk segi empat dengan titik-titik sudut di

bawah xifoid, di atas simfisis, dan di kanan kiri umbilicus. Umbilikus akan

bergerak pada setiap goresan. Pada bayi kurang dari 1 tahun refleks ini belum

ada; pada anak dengan poliomyelitis atau anak dengan lesi sentral atau

piramidalb refleks ini negatif. Refleks kremaster di lakukan dengan menggores

kulit paha bagian dalam. Dalam keadan normal testis anak naik.Refleks

kremaster yang negatif terdapat pada lesi medulla spinalis misalnya

poliomyelitis. Pada bayi normal di bawah anak 6 bulan dan anak di atas 12

tahun refleksi ini dapat negative.3

49

Page 49: tinjauan kasus neurologi

Gambar. 17Pemeriksaan Reflek Abdomen10

Sifat : polisinaptik, respon lebih lama daripada reflex tendon. True negative →

lesi UMN, False negative : multipara, obesitas, post laparatomi.

Reflex dinding perut : goresan dinding perut dengan jarum bundle dari lateral

ke medial (kea rah umbilicus). Respon yang kita lihat yakni kontraksi rectus

abdominis → gerak umbilicus kea rah rangsang.3

Afferent dan eferen sama : n.intercostalis T 5-7 (epigastrik)

n. intercostalis T 7-9

(supraumbilical)

n. intercostalis T 9-11

(umbilical)

n.intercostalis T 11- L 1

(infraumbilical)

Reflex cremaster : goresan dengan jarum pada sisi medial paha dari atas ke

bawah atau dapat dilakukan pemijatan dengan tangan pada daerah tersebut.

Responnya positif bila terdapat kontraksi testis (elevasi/terangkatnya testis) sisi

ipsilateral. Negative → hidrocel, orchitis3

50

Page 50: tinjauan kasus neurologi

Aferen : n.ilioinguinalis

Eferen : n.genitofemoralis

Reflex gluteal : goresan jarum daerah gluteus, respon : gerakan

reflektorik/kontraksi m.gluteus.

Aferen : n.lumbalis posterior (L4-S1)

Eferen : n.gluteus inferior

Reflex plantar : Menggores pada plantar kaki, respon : plantarflexi jempol &

jari kaki. Inervasi : n.tibialis (L4-S2)

Reflex anal Superficial / Anal Wink : menggores kulit atau membrane mukosa

perianal, respon : kontraksi sphincter externa.

Inervasi : n.hemorrhoidal inferior (S2-S5). Negative → cauda equine & conus

medullaris syndrome.

Reflex Bulbocavernosus (BCR) : goresan pada glans penis/clitoris, respon:

kontraksi sphincter externa. Negative → cauda equine, lower secral roots &

conus medullaris.6

2. Reflex Deep Tendon/Perlosteum

Refleks tendon dalam biasanya diperiksa pada tendon biseps, triseps, patella

dan Achilles. Pada repleks biseps terjadi fleksi sendi siku bila tendon biseps

diketuk; pada refleks triseps terjadi ekstensi sendi siku bila tendon triseps

diketuk. Refleks patella (knee jerk) diperiksa dengan mengetuk tendon patela;

normal akan terjadi ekstensi sendi lutut. Pada refleks tendon Achilles terjadi

fleksi plantar kaki apabila tendon Achilles diketuk. 6

Perlu ditekankan bahwa pemeriksaan harus dilakukan dengan pasien dalam

keadaan santai; lebih baik apabila dokter mengajak berbicara agar pasien tidak

menyadari pemeriksaan. Pada bayi dan anak kecil ketukan cukup dilakukan

51

Page 51: tinjauan kasus neurologi

dengan jari tangan, pemukul refleks hanya dipakai pada anak yang besar. Perlu

dibandingkan refleks kanan dan kiri. Refleks tendon dalam akan meninggi pada

lesi upper motor neuron, hipertiroidisme, hipokalsemia atau tumor batang otak.

Hiporefleksi terjadi pada lesi lower motor neuron, sindrom Down, malnutrisi,

atau beberapakelainanmetabolik.6

Pada penderita sadar GCS 4-5-6, suruh penderita dalam kondisi relaks.

Responnya :

0 → kalau tidak ada gerakan sendi dan kontraksi

1+ → kalau hanya terdapat kontraksi saja

2+ → bila selain kontraksi juga ada gerakan sendi

3+ → respon sama dengan +2 hanya lebih kuat kontraksinya dan ada perluasan

4+ → sama dengan +3 ditambah dengan adanya klonus6

a. Reflex biceps

Gambar. 18Pemeriksaan Reflek Bisep10

Posisikan lengan sehingga sendi siku membentuk sudut > 90o, tempatkan 2

jari pemeriksa (jari 2 dan 3) pada tendo m.biceps sebagai alas untuk

mengetok dengan hammer reflex (karena tendo musculus biceps tidak

langsung melekat pada tulang).7

Kemudian ketok dengan gentle dibandingkan kiri-kanan.

52

Page 52: tinjauan kasus neurologi

Responsnya : gerakan fleksi lengan bawah pada sendi siku.

Afferent/eferen : n.musculocutaneus (C5-6).

b. Reflex triceps

Posisikan lengan seperti memeriksa BPR, sedikit pronasi, bedanya di sini

sudutnya 90o, ketoklah tendon m.triceps tanpa memakai alas tangan (karena

tendonnya langsung menempel pada tulang), dibandingkan kiri-kanan.

Responnya : gerakan ekstensi lengan bawah pada sendi siku.

Aferen/eferen : n.radialis (C6,7,8)7

Gambar 19Pemeriksaan Reflek Trisep10

53

Page 53: tinjauan kasus neurologi

c. Reflex periostoradialis

Posisikan lengan setengah fleksi dan sedikit pronasi, kemudian dilakukan

ketokan pada procesus styloideus radii.

Responnya : flexi lengan bawah di sendi siku dan supinasi karena kontraksi

m.brachioradialis.

Afferent/eferen : n.radialis (C5-6)7

d. Reflex perlostoulnaris

Posisikan lengan setengah fleksi dan antara pronasi-supinasi, dilakukan

ketukan pada periosteum processus styloideus ulnae. Responnya : pronasi

tangan akibat kontraksi m.pronator quadratus.

Aferen/eferen : n.ulnaris (C8-T1).7

e. Reflex patella

Dilakukan pemeriksaan kedua patella secara bersamaan, dengan

memposisikan kedua lutut dengan tangan kiri pemeriksa atau dengan

mengganjal menggunakan bantal, sedangkan tangan kanan pemeriksa

melakukan pengetukan dengan hammer reflex. Responnya : eksternal

tungkai bawah karena kontraksi m.quadriceps femoris.

Aferen/eferen : n.femoralis (L2-3-4)7

54

Page 54: tinjauan kasus neurologi

Gambar. 20Pemeriksaan Reflek Patella10

f. Reflex Achilles

Posisikan kaki penderita yang akan diperiksa di atas tulang kering

kontralateral, sambil melakukan dorsofleksi ringan pada jari-jari kaki

penderita yang ditahan dengan tangan kiri pemeriksa. Dilakukan ketukan

pada tendon Achilles. Responnya : plantarflexi kaki karena kontraksi

m.gastrocnemius.

Aferen/eferen : n.tibialis (L5-S1)1

Gambar. 21Pemeriksaan Reflek Achilles10

g. Klonus lutut

Pegang os patella dan kita gerakkan kea rah proksimal, kemudian dilakukan

secara cepat, responnya berupa kontraksi reflektoris m.quadriceps femoris

selama stimulus berlangsung.1

h. Klonus kaki

55

Page 55: tinjauan kasus neurologi

Posisikan tungkai bawah flexi dan dalam kondisi relax tangan kiri

pemeriksa memegang pada fosa popliteal, kemudian kita lakukan gerakan

dorsofleksi secara mendadak dengan tangan kanan pemeriksa. Responnya :

kontraksi reflektoris otot betis selama stimulus berlangsung.

Bagaimana cara membedakan true clonus dengan pseudoclonus.

Pada true klonus dapat dihentikan dengan fleksi plantar kaki atau ibu jari

sedangkan pada pseudoklonus tidak dapat. Disamping itu, pada

pseudoklonus, klonus yang muncul sulit dipertahankan dan irregular.1

2.2.7 Pemeriksaan Reflek Patologis

Terdapat pelbagai perasat untuk memeriksa terdapatnya reflaks patologis, tetapi

hanya dikemukakan yang sering dilakukan pada bayi dan anak

Refleks Babinski dilakukan dengan menggores permukaan plantar kaki dengan

alat yang sedikit runcing. Bila positif akan terjadi reaksi berupa ekstensi ibu

jari kaki disertai dengan menyebarnya jari-jari kaki yang lain. Refleks ini

normal pada bayi sampai umur 18 bulan; bila masih terdapat pada umur 2

sampai 2,5 tahun, mungkin terdapat lesi pyramidal.7

Refleks Oppenheim dilakukan dengan menekan sisi medial pergelangan kaki;

reaksi yang terjadi adalah seperti pada refleks Babinski. Pada pemeriksaan

refleks Hoffmann dilakukan ketukan pada falang terakhir jari kedua; apabila

positif akan terjadi fleksi jari pertama dan ketiga. Tanda Hoffman juga

menunjukkan terjadinya lesi pyramidal (upper motor neuron), tetapi tanda ini

juga terdapat pada pasien tetani.7

Klonus pergelangan kaki diperiksa dengan cara melakukan dorsofleksi kaki

pasien dengan cepat dan kuat sementara sendi lutut diluruskan dengan tangan

lain pemeriksaan yang diletakkan pada fosa popliteal. Bila klonus positif terjadi

56

Page 56: tinjauan kasus neurologi

gerakan fleksi dan ekstensi kaki secara terus-menerus dan cepat. Klonus patela

adalah gerakan patella naik turun dengan cepat, timbul bila patella ditekan

kuat-kuat dan cepat, sementara tungkai dalam keadaan ekstensi dan lemas.

Klonus seringkali menyertai setiap keadaan dengan hiper-refleksi dan refleks

patologis.1

Pemeriksaan reflex patologis

1. Babinski

Penggoresan telapak kaki bagian lateral dari arah posterior ke anterior.

Responnya : ekstensi (dorsofleksi) ibu jari kaki dan pengembangan (fanning)

jari-jari kaki.1

Gambar 21Pemeriksaan Babinski10

2. Chaddock

Penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral, sekitar malleolus lateral dari

posterior ke anterior. Responnya seperti babinski.1

57

Page 57: tinjauan kasus neurologi

Gambar 23Pemeriksaan Chaddock10

3. Oppenheim

Pengurutan crista anterior tibiae dari proksimal ke distal. Responnya : seperti

babinsko.1

Gambar 24Pemeriksaan Oppenheim10

4. Gordon

Penekanan pada betis secara keras, dengan posisi tungkai bawah difleksikan

pada sendi lutut. Responnya seperti babinski.1

58

Page 58: tinjauan kasus neurologi

Gambar 25Pemeriksaan Gordon10

5. Scaeffer

Melakukan pemencetan pada tendon Achiles secara keras. Responnya : seperti

babinski.1

Gambar 26Pemeriksaan Scaeffer10

59

Page 59: tinjauan kasus neurologi

6. Gonda

Penekanan flantarfleksi maksimal jari kaki ke empat. Responnya seperti

babinski.1

Gambar 27Pemeriksaan Gonda10

7. Stransky

Penekukan ke lateral secara maksimal jari kaki ke 5. Responnya seperti

babinski.1

8. Rossolimo

Pengerutan pada telapak kaki bagian atas. Responnya : fleksi jari-jari kaki pada

sendi interphalangealnya.1

9. Mendel-Bechterew

Pengetukan dorsum pedis pada daerah os cuboideum (lurus dengan jari kaki ke

empat kea rah proksimal di depan talus).1

60

Page 60: tinjauan kasus neurologi

Gambar 28Pemeriksaan Rossolimo dan Mendel-Bechtrew10

10. Hoffman

Goresan pada kuku jari tengah (jari III) pasien. Responnya fleksi ibu jari

tangan diikuti jari-jari lainnya.1

11. Tromner

Colekan pada kuku jari tengah (jari III) pasien. Responnya fleksi ibu jari

tangan diikuti jari-jari lainnya.1

Gambar 29Pemeriksaan Hoffman dan Tromner10

12. Leri

61

Page 61: tinjauan kasus neurologi

Posisikan tangan pasien dengan sikap lengan diluruskan bagian volar/ventral

menghadap ke atas, kemudian dilakukan fleksi maksimal tangan pada

pergelangan tangan. Responnya normal kalau terjadi fleksi di sendi siku.1

13. Meyer

Fleksikan maksimal jari tengah pasien kea rah telapak tangan.

Responnya : normal kalau terjadi oposis1

Juga terdapat beberapa reflex primitive/regresi antara lain :

- Sucking reflex

Sentuhan pada bibir, responnya : gerakan bibir, lidah, rahang seolah-olah

menyusu.1

- Snout reflex

Ketukan pada bibir atas, responnya : kontraksi otot-otot di sekitar bibir di

bawah hidung (menyungur)1

- Grasp reflex

Penekanan/penempatan jari si pemeriksa pada telapak tangan pasien,

respon : tangan mengepal.1

- Palmomental reflex

Goresan ujung pena/ibu jari tangan pemeriksa terhadap kulit telapak

tangan bagian thenar pasien, responnya kontraksi otot mentalis dan

orbicularis oris ipsilateral.1

2.2.8 Pemeriksaan Serebellum

Syarat : kesadaran harus baik, GCS 4568

Tidak ada parese, jika ada parese maka hasil pemeriksaan menjadi tidak valid.

Pemeriksaan serebellum, meliputi :

1. Pemeriksaan Koordinasi

62

Page 62: tinjauan kasus neurologi

Asinergia/disenergia : menyuruh pasien menggambar lingkaran, mengambil

gelas dari meja untuk diminum, penderita tidak mampu melakukannya. Semua

tes dilakukan untuk mengevaluasi asinergia/disinergia.

Diadokinesia : gerakan bolak-balik, bila tidak dapat melakukan disebut

disdiadokinesis.

Metria : kemampuan untuk mengukur ketepatan gerakan, kalau tidak dapat

melakukan disebut dismetria, sebagai contoh tes telunjuk hidung.8

Tes memelihara sikap

a. Rebound fenomen

b. Tes lengan lurus caranya ke dua lengan diluruskan setinggi bahu, kemudian

mata penderita dipejamkan, lengan yang satu diturunkan, selanjutnya

penderita disuruh mengembalikan lengan yang diturunkan oleh pemeriksa

ke posisi semula. Pada orang normal dapat melakukan gerakan tersebut

dengan baik, sedangkan pada penderita dengan kelainan serebellum tidak

dapat melakukannya. Untuk memelihara sikap orang sehat tersebut tidak

perlu bantuan mata, tapi pada lesi serebellum perlu bantuan mata.

Bicara : disatria dan scanning speech.8

2. Keseimbangan

- Sikap duduk : dilihat dari trunkal ataxia, yaitu tubuh bergoyang-goyang

yang akhirnya jatuh ke sisi lesi pada saat penderita dalam posisi duduk.

- Sikap berdiri :

a. Wide base/broad base stance (berdiri dengan kaki melebar)

b. Modifikasi Romberg : jatuh ke sisi lesi

c. Dekomposisi sikap

Berdiri satu kaki

63

Page 63: tinjauan kasus neurologi

Dari duduk ke berdiri : pada orang normal dapat melakukan urut-

urutan gerakan dari duduk ke berdiri yaitu dengan membungkukkan

badannya baru berdiri, tapi pada penderita dengan kelainan cerebellum

langsung dari duduk ke berdiri sehingga mudah jatuh.

Membungkuk jauh ke depan : orang normal dapat melakukannya tanpa

jatuh, pada penderita dengan lesi cerebellum akan jatuh.3

- Berjalan/giat (penderita tidak dapat melakukan gerakan dengan baik dan

jatuh ke sisi lesi) :

a. Tandem walking : berjalan lurus ke depan dengan satu kaki

ditempatkan didepan jari-jari kaki lainnya

b. Berjalan memutari kursi atau meja

c. Berjalan maju atau mundur

d. Lari ditempat3

3. Tonus

Pendular (dilakukan pengetukan patella dengan hammer reflex dengan tangan

kanan pada posisi lutut menggantung, sambil penderita melakukan jendrasik

maneuver pada kedua tangan, atau tangan penderita disuruh meremas kuat

tangan kiri pemeriksa, responnya berupa gerakan seperti bandul lonceng atau

pendular.4

4. Tremor

Terminal tremor yaitu timbul tremor justru saat akan mencapai atau mendekati

target. Misalnya menyuruh ujung jarinya didaratkan ke ujung hidungnya, pada

saat ujung jarinya mendekati ujung hidung timbul tremor.4

2.2.9 Tanda Tetani (Tanda Chvovsteck)

64

Page 64: tinjauan kasus neurologi

Terdapatnya tetani dapat diperiksa dengan melakukan ketukan di depan telinga,

daerah keluarnya N. fasialis, dengan jari atau pengetuk refleks. Uji disebut

positif apabila terdapat kontraksi sebagian atau seluruh otot yang dipersarafi

oleh N. fasialis ipsilateral. Dapat pula dibuat derajat positifnya; positif ringan

apabila ada getaran ringan sudut mulut atau bibir atas, positif sedang bila ada

gerakan cuping hidung dan seluruh sudut mulut, positif kuat (maksimal) apabila

ada kontraksi seluruh otot dahi, kelopak mada dan pipi.1

2.2.10 Tambahan

Beberapa hal yang juga perlu diketahui :

Pemeriksaan untuk menentukan tinggi lesi :

Motoric (terdapatnya kelemahan)

Sensorik

ANS / autonomy nervus system yaitu perspirasi, bladder and bowel

Reflex yang menurun

Sign atau tanda missal : bevor’s sign berarti tinggi lesi thorakal X (umbilicus)

caranya : penderita posisi berbaring, dengan kedua tangan ditempatkan

dibelakang kepala dan penderita disuruh bangkit seperti gerakan sit up. Kita

perhatikan umbilicus penderita, bila terangkat ke atas berarti Bevor’s sign (+),

bila di tengah berarti (-).

Nyeri tekan atau ketok, nyeri tarik sumbu, nyeri tekan sumbu

Radicular pain : Lhernitte’s sign

Syndrom-syndrom

Reflex meningkat : dinilai dari :

- Perluasan

- Intensitas

65

Page 65: tinjauan kasus neurologi

- Reflex patologis (+)

- Klonus

Larutan untuk perspirasi tdd :

Alcohol 300 cc

Yodium 5 gr

Oil rinii 30 cc

Bila tidak ada yodium penggantinya :

FeCl3 + Tanic acid berwarna coklat atau

Alcohol + cobal berwarna merah

Langkah melakukan tes perspirasi adalah

Persiapan selama setengah jam sebelum tes diberi 1 gr paracetamol +

minum banyak

Tubuh dibersihkan dulu dengan diseka air

Kemudian bersihkan dulu dengan alcohol

Diberikan larutan perspirasi tes

Tunggu kering

Taburi amylum

Pasang sungkup perspirasi tes (di dalamnya terdapat dop lampu 300 watt @

75 watt sebanyak 4 buah) selama ± ½ jam. Perspirasi (+) berwarna ungu,

negative (-) berarti tidak ada keringat, warnanya tetap putih (amylum).

Cara membedakan sindrom horner central dan perifer sebagai berikut :

Horner sentracl (preganglioner yaitu dari thalamus sampai dengan ganglion

cervikalis superior) dilatasi pupil1

66

Page 66: tinjauan kasus neurologi

a. Diberi kokain 4% terjadi dilatasi pupil karena kokain menghambat reuptake

katekolamin endogen (pada horner central serabut post ganglionernya masih

utuh sehingga masih bisa memproduksi katekolamin dengan cara

mengeblok MAO (Monoamin oksidase) yaitu enzim yang merusak epinefrin

dan norepinefrin. Dapat juga diberikan hidroksi ampetamin (paredrin) maka

terjadi dilatasi pupil karena merangsang pelepasan norepinefrin dari

presinaps4

b. Diberi epedrin 1/1000, tidak terjadi dilatasi

Horner perifer (postganglioner) yaitu setelah ganglion cervicalis superior4

a. Dengan kokai 4% tidak terjadi dilatasi pupil

b. Dengan epedrin 1/1000 terjadi dilatasi pupil karena pada horner perifer

hubungan dengan serabut sentralnya terputus, sehingga terdapat

hipersensitivitas denervasi akibatnya dengan pemberian larutan serendah itu

sudah dapat membangkitkan midriasis. Sedangkan pada orang sehat, larutan

epedrin 1/1000 tidak bereaksi apa-apa pada pupil.4

Kebalikan syndrome horner adalah syndrome Claude Bernard yakni karena

lesi iritatif saraf simpatis bagian cervical dan kepala.

Cara membedakan winging scapula karena m.trapezlus dan m.seratus anterior,

yakni pada saat lengan diluruskan :

Bila karena m.trapezius (n.asesorius/n XI) scapula akan jatuh

Bila karena m.seratus anterior (n.thoracalis longus) scapula akan menjauh dari

garis tengah.

Cara membedakan drop hand, karena lesi UMN dan LMN yakni disuruh

memegang benda menggunakan tangan yang menjulai / drop hand :

67

Page 67: tinjauan kasus neurologi

- Pada lesi UMN : dapat langsung memegang dengan mendorsoflexikan tangan

terlebih dahulu.

- Pada lesi LMN : dapat memegang dengan mengangkat seluruh lengan

bawahnya terlebih dahulu.

Membedakan kelumpuhan organic dengan malingering dengan menggunakan

hover sign yaitu ; kedua tangan pemeriksa diletakkan pada masing-masing

kaki penderita dengan menahan pada bagian tumitnya, kemudian penderita

diminta untuk mengangkat kedua kakinya bersama-sama. Bila terdapat

tahanan pada tangan pemeriksa berarti Hoover sign (+) menunjukkan kelainan

organic, bila sama sekali tidak didapatkan tahanan berarti (-0 menunjukkan

psikogenik/malingering.4

Pemeriksaan untuk mengetahui adanya parese ringan sebagai berikut :

(gambar dapat dilihat pada buku priguna)

1. Tanda pronasi strumpell

2. Tes sikap tangan sembahyang

3. Tes lengan jatuh

4. Menggoyang-goyangkan lengan

5. Tes deviasi lengan

6. Posisi kaki miring samping

7. Tanda tungkai Barre

8. Tes lutut jatuh Wartenberg

9. Dan gerakan abnormal seperti yang disebut di atas pada bagian

pemeriksaan motorik4

Tanda Rosenbach : tremor halus pada kelopak mata yang tampak kalau kedua

mata di tutup sering terlihat pada hypertiroid dan histeri.

68

Page 68: tinjauan kasus neurologi

Flapping tremor/asteriksis/liver flap : dijumpai pada kegagalan hepar, ginjal,

insufisiensi pulmonal dan syndrome malapsorsi.

Beda beberapa jenis tremor sebagai berikut :

Tremor Parkinson : kasar 2-7 kali/detik

Tremor esensial dan tremor fisiologis : halus 8-12 kali/detik4

Tremor serebelar : kasar 3-5 detik di bagi 2 yaitu :

a. Tremor rubral karena lesi pada dermatorubral : dapat timbul saat istirahat

tapi paling jelas saat lengan/tangan memelihara suatu sikap tertentu.

b. Tremor serebelopetal & serebelum bersifat terminal yakni lebih jelas & hebat

pada akhir gerakan tangkas intensional.

Akatisia = kegelisahan motoric penderita menggoyang-goyangkan tungkai dan

kakinya terus menerus baik waktu duduk/berdiri sambil mulutnya melakukan

gerakan mengunyah terus menerus.4

Tardive kinesia : gerakan involunter akibat pengaruh obat mayor transquilizer

atau antihipertensi golongan alkaloid seperti reserpin, scrapes, serpasil, juga

pada orang tua lanjut tanpa obat. Gerakannya berupa gerakan mulut komat-

kamit, mengunyah-ngunyah, rahang bawah bergoyang bolak-balik ke samping

secara halus, bibir mengecap-kecap, berulang-ulang, kepala bergoyang-goyang

halus kian kemari dan terus menurun.4

Kontraksi otot ada 2 macam yakni :

- Kontraksi isometric : otot tidak memendek selama kontraksi

- Kontraksi isotonic : waktu otot memendek tekanan pada otot tetap konstan.

Untuk membedakan pupiltgerakan mulut komat-kamit, mengunyah-ngunyah,

rahang bawah bergoyang bolak-balik ke samping yang lebar dan reflex cahaya

negative karena blockade atropine dan kerusakan simpatis sebagai berikut :

69

Page 69: tinjauan kasus neurologi

- Karena blockade atropine : tidak dapat menguncup jika ditetesi dengan

pilocarpin (acytilcolin esterase inhibitor).

- Karena kerusakan simpatis (n III terputus), m.spincther pupil masih bisa

berkontraksi dengan penetesan pilocarpin sehingga miosis.4

Diplopia ringan dapat diketahui dengan cara :

1. Kaca madox

2. Menutup mata secara berselingan : penyimpangan ke dua mata sewaktu

mata ditutup diukur dengan kaca prisma, pada mata yang parese terdapat

penyimpangan yang lebih besar.4

Diplopia tidak selalu ikut manifestasi kelumpuhan otot ocular saja, segala

proses yang dapat merubah posisi bola mata sesisi atau kedua sisi dapat

menghasilkan diplopia, seperti :

- Fraktur orbita

- Hematoma bola mata

- Subluxio lentis

- Edema macular

- Miastenia gravis

- Oftalmoplegi tiroid

- Polyneuritis kranialis

- Multiple sclerosis

- Kelumpuhan N III, IV, VI

Strabismus ada 2 tipe yaitu :

- Paralitik

- Non paralitik (tidak ada diplopia) karena satu otot lebih panjang dari yang lain,

disebabkan kelainan bawaan.

70

Page 70: tinjauan kasus neurologi

Kelemahan otot wajah ada 2 jenis :

1. Volunteer (lesi pada korteks piramidalis) gerakan volunteer tidak dapat

dilakukan, perubahan raut wajah waktu emosi justru masih bisa (tertawa

spontan, mengerutkan dahi saat marah).

2. Involunter (lesi pada korteks frontalis) : otot wajah kontralateral masih

dapat digerakkan secara bolunteer, tapi tidak ikut bergerak jika tertawa

atau merengut.4

Tanda Bell (Bell’s Phenomen)

Cara memeriksanya : penderita disuruh memejamkan mata, pada sisi yang

sakit kelopaj mata tak dapat menutupi bola mata dan dapat kita saksikan

berputarnya bola mata ke atas. Pada penderita bell’s palsy adanya gejala sisa

berupa sinkinesis (gerakan yang mengikuti gerakan otot kelompok lain)

menyebabkan sudut mulut sisi yang pernah lumpuh tampak lebih tinggi

kedudukannya dibandingkan pada sisi sehat.4

Perlu diperhatikan, pada ompong (tidak punya gigi), lipatan nasolabialnya

mendatar. Bila orang tersebut pernah menderita bell’s palsy unilateral, lipatan

nasolabialnya akan menjadi lebih nyata pada sisi yang sakit karena adanya

kontraksi otot fasialis, sedangkan pada sisi yang sehat justru mendatar.4

Beda tuli konduksi dan tuli persepsi :

Tuli konduksi Tuli persepsi

1. Tuli untuk menangkap bunyi

nada rendah : seperti rumah,

Tuli nada tinggi seperti sisa,

susah, sapu, Surabaya,

71

Page 71: tinjauan kasus neurologi

mama, bamboo, bandung,

malang, lawing, dan

sebagainya

salatiga, singkawang

2. Tes Swabach memendek Memendek

3. Tes Rinne negative Positif

4. Tes Weber, lateralisasi ke

telinga yang tuli

Ke telinga yang baik

5. Tinnitus bernada rendah Bernada tinggi

Gangguan pendengaran tanpa gangguan vestibuler terutama gangguan

konduksi sedangkan gangguan pendengaran + gangguan vestibuler terutama

tuli persepsi.4

Bila ada mata menutup satu, maka kelopak mata kita buka pada bagian mata

yang menutup :

- Bila mata tenggelam : terdapat kelainan n III

- Bila mata tenggelam dan pupil miosis : horner syndrome

- Bila mata tidak tenggelam : miastenia gravis (karena kelainannya pada ototnya

saja yaitu (pada mioneural junction))

Beda nistagmus perifer dan sentral

Perifer Sentral

Periode laten + -

Lamanya < 2 menit > 2 menit

72

Page 72: tinjauan kasus neurologi

Vertigo + -

Lelah fase

istirahat

+ -

Habituasi terus

menerus

+ -

Pemeriksaan tulang belakang dilakukan pada penderita dalam posisi berdiri,

normalnya gerakan flexi ke depan adalah sekitar 40-60o, ekstensi 20-50o, flexi

ke samping 15-20o dan rotasi 3-18o. Untuk gerakan rotasi lebih baik diperiksa

dalam posisi duduk karena pinggul dan pelvis lebih stabil pada posisi duduk.

Evaluasi neurologis umum adalah bagian integral pemeriksaan fisis pediatric.

Bila dalam evaluasi umum terdapat atau dicurigai ada penyimpangan dari

keadaan normal, maka pemeriksaan neurologis perlu diulangi dan dicatat di

dalam bagian terpisah. 4

2.3 Pemeriksaan Neurologis pada Neonatus

Pemeriksaan neurologis pada neonatus seharusnya dilakukan pada semua bayi,

baik yang sehat maupun sakit. Pada bayi sehat dilakukan pemeriksaan

neurologis untuk menyakinkan orangtua, bahwa bayinya benar-benar tidak

menderita kelainan neurologis. Pada bayi sakit pemeriksaan neurologis untuk

menentukan diagnosis, pengobatan, dan prognosis.1

2.3.1 Inspeksi

Jangan memegang atau merangsang pasien, tetapi cukup diperhatiakan.

Perhatikan terdapatnya malformasi, trauma fisis, dan kejang. Pada bayi dengan

riwayat kejang harus diperhatikan lebih teliti dan lama. Pada keadaan normal

bayi cukup bulan lebih sering tidur, rata-rata pada hari pertama tidur selama 17

73

Page 73: tinjauan kasus neurologi

jam. Perhatikan pada waktu istirahat, pada neonatus normal dengan masa

kehamilan 32-40 minggu terlihat abduksi pada paha, dan fleksi pada sendi

anggota gerak (siku, panggul dan kaki), simetris kanan dan kiri. Pada bay lahir

sungsang kadang-kadang posisi bayi agak lain yakni tungkai tetap dalam posisi

lurus. Pada neonatus dengan masa kehamilan 25-30 minggu lengan dalam

keadaan fleksi, dan tungkai dalam fleksi atau ekstensi.

Pada neonatus dengan masa kehamilan 25 minggu atau lebih, apabila dalam

keadaan istirahat semua anggota geraknya berada dalam posisi ekstensi berarti

tidak normal. Sikap frog leg juga berarti pasien tidak normal; kedua tungkai

abduksi penuh sedemikian pula lengannya; fleksi pada siku dengan bagian

dorsal tangan menempel di alas tempat periksa, dan telapak tangan menghadap

ke atas di samping kepala.1

2.3.2 Pemeriksaan kepala

Ubun-ubun besar dan sutura diraba secara lembut. Tentukanlah ukurannya dan

ketegangannya. Diameter ubun-ubun besar normal adalah 2,1 cm ± 1,5 cm, dan

sutura tidak dapat dimasuki ujung jari. Sutura yang lebar, dengan ubun-ubun

besar tegang dan membonjol terdapat pada tekanan intrakranial meninggi

seperti pada hidrosefalus. Ubun-ubun besar yang tegang dan membonjol pada

bayi yang dalam keadaan tidur berarti tidak normal. Ubun-ubun besar tegang

tidak selalu abnormal, mungkin juga normal karena adanya edema, molding

yang berlebihan, perdarahan subgaleal atau bekas infus yang salah.1

Pasien dibangunkan dengan memegang dadanya dengan ibu jari dan telunjuk

sambil digoyang-goyang secara lembut. Pasien yang sadar akan bangun

membuka mata, mengerenyutkan muka, menangis, dan menggerakkan anggota

geraknya. Bayi dengan masa kehamilan 34 minggu atau lebih sekali bangun

74

Page 74: tinjauan kasus neurologi

tetap bangun selama pemeriksaan. Bayi dengan masa kehamilan 28-33 minggu

hanya bangun sebentar kemudian tidur lagi, dan bayi dengan masa kehamilan

25-27 minggu lebih sukar lagi membangunkannya. Bila bayi tidak dapat

dibangunkan, dan tidak ada kerutan muka dan gerakan ekstremitas berarti

abnormal yakni kesadaran menurun. Tingkat kesadaran terdiri atas sadar,

apatik / letargi, somnolen, sopor dan koma.1

Ada keadaan yang disebut jitteriness/tremulousness, yakni gerakan gemetaran

pada anggota gerak dan rahang; keadaan ini dapat dibedakan dengan kejang

dengan monitoring EEG atau dengan kriteria klinis berupa tidak adanya gerakan

bola mata, tidak ada perubahan pernapasan, timbulnya dapat diprovokasi, dan

gerakan berhenti bila anggota gerak difleksikan secara pasif.1

2.3.3 Pemeriksaan saraf otak

Pemeriksaan saraf otak pada neonatus agak berbeda dengan pada anak. Tidak

usah urut mulai saraf otak I dan seterusnya, akan tetapi mana yang lebih dahulu

dapat diperiksa dilakukan lebih dahulu. Pada waktu pasien bangun,

mengerenyutkan muka dan mengangis perhatikan mata dan sudut mulutnya

untuk memeriksa saraf otak VII (saraf fasialis). Pada paresis saraf fasialis akan

terlihat mulut mencong ke sisi sehat, mata tidak dapat menutup dan lipatan

nasolabialis hilang pada sisi yang paresis. Pada waktu menangis dan membuka

mulut perhatikan lidah dan langit-langit untuk memeriksa saraf XII dan IX.

Pada lidah perhatikan ukurannya dan gerakan simetris atau asimetris, apakah

ada fasikulasi (saraf XII). Pada langit-langit perhatikan gerakan arkus farings

dan uvula. Pada paresis saraf IX akan terlihat arkus sisi paresis tertinggal.

Pada pasien yang sudah bangun harus diusahakan agar tetap bangun selama

pemeriksaan saraf otak dengan jalam memberikan kesempatak kepada pasien

75

Page 75: tinjauan kasus neurologi

untuk mengisap. Refleks rooting diperiksa dengan menyentuhkan ujung jari di

sudut mulut pasien, maka pasien akan menengok ke arah rangsangan dan

berusaha memasukkan ujung jari tersebut kemulutnya, kalau ujung jari

dimasukkan ke dalam mulutnya 3 cm akan diisap, dan disebut sucking reflex

(refleks) isap. Pemeriksaan refleks rooting dan refleks isap dilakukan untuk

menentukan kelainan saraf V, VII dan XII. Reaksi refleks rooting sempurna

terjadi pada bayi dengan umur kehamilan 332 minggu atau lebih, pada umur

kehamilan 28 minggu reaksinya lambat dan tidak sempurna. Pemeriksaan

refleks rooting reaksinya tidak selalu konstan, kalau hanya diperiksa sekali pada

hari pertama hasilnya negatif belum tentu abnormal.1

Pemeriksaan refleks menelan dilakukan untuk memeriksa saraf IX dan X. Pada

waktu mengisap mata pasien biasanya terbuka secara spontan, dan pada saat

inilah kesempatan untuk memeriksa pergerakkan bola mata untuk menilai saraf

III, IV, dan VI. Doll’s eye maneuver dilakukan dengan memutar kepala pasien

ke kiri dan kanan untuk menilai gerakan bola mata ke lateral. Pada waktu kepala

diputar kesatu sisi maka akan terjadi deviasi mata ke kontralateral. Doll’s eye

maneuver juga dapat digunakan untuk memeriksa saraf VIII bagian vestibular.

Pemeriksaan saraf VIII bagian pendengaran sukar dilakukan secara obyektif,

akan tetapi bila bayi yang mendengar suara keras menjadi kaget atau berkedip

atau menghentikan kegiatan motornya agaknya pendenganrannya baik. Untuk

pemeriksaan pendengaran lebih teliti dilakukan elektrofisiologi (brain stem

auditory evoked responses).1

Refleks pupil sebenarnya sudah ada pada neonatus tetapi sukar dinilai, karena

kalau ada cahaya neonatus segera akan menutup mata dan sukat dibuka lagi.

Pada waktu mata terbuka segera perhatikan apakah pupilnya isokor atau

76

Page 76: tinjauan kasus neurologi

anisokor. Penciuman (saraf I) pada neonatus sukar diperiksa secara obyektif,

tetapi menurut beberapa ahli sebenarnya penciuman sudah ada, hal ini terbukti

apabila tercium bau yang menyenangkan akan menghentikan aktivitasnya.

Penglihatan (saraf II) sukar untuk diperiksa secara obyektif, namun penglihatan

sebenarnya sudah ada, yang dapat diperiksa dengan cahaya atau benda berwarna

merah yang digerak-gerakkan didepannya. Pada waktu ada cahaya bayi akan

berkedip atau menutup mata. Test penciuman dan pengecap kurang berguna

sedangkan pemeriksaan saraf XI sukar dilakukan pada neonatus.1

2.3.4 Pemeriksaan Motor

Pemeriksaan motor yang penting ialah pemeriksaan tonus. Yang dimaksud

dengan tonus adalah tahanan otot terhadap regangan. Ada 2 macan tonus, yaitu

tonus fasik dan tonus postural.1

2.3.5 Tonus Fasik

Tonus fasik diperiksa dengan menguji tahanan anggota gerak untuk bergerak

dan aktivitas refleks tendon. Pada neonatus predominan dalam posisi fleksi, dan

kalau dicoba diluruskan tahanannya minimal, mudah diluruskan dan kemudian

akan fleksi kembali kembali, namun kadang-kadang tetap dalam posisi ekstensi.

Pada pasien dengan permulaan spastisitas anggota gerak sukar diluruskan

(tahanannya berat), dan bila dilepaskan segera kembali fleksi. Refleks tendon

yang selalu ada pada neonatus adalah refleks patela. Untuk memeriksa refleks

patela kepala pasien diletakkan dengan muka di garis tengah, lutut dalam posisi

semifleksi, kemudian tendon diketuk dengan telunjuk atau jari tengah, dan akan

terjadi ekstensi tangkai bawah. Refleks hammer tidak meninggikan hasil, namun

sering menggoyang seluruh kaki, sehingga mengacaukan kontraksi refleks.

77

Page 77: tinjauan kasus neurologi

Refleks biseps dan Achilles kurang berarti. Klonus pergelangan kaki dapat

dipicu dengan cara: panggul dan lutut bayi dalam keadaan fleksi, kemudian

dilakukan dorsofleksi pada kaki secara tiba-tiba sambil tungkai diluruskan

perlahan-lahan.1

2.3.6 Tonus Postural

Tonus postural adalah tahanan terhadap tarikan gaya berat. Terdapat 3 macam

pemeriksaan tonus postural, yaitu reaksi tarikan, suspensi vertikal dan

horizontal. Reaksi tarikan paling sensitif dan paling berguna oleh karena dapat

dilakukan walaupun pasien dengan endotracheal tube. Caranya dengan

meletakkan telunjuk di telapak tangan pasien, maka telunjuk akan dipegang

oleh pasien dengan adanya refleks memegang (grasp reflex), akan tetapi agar

lebih kuat pegangannya tangan pemeriksa juga memegang tangan pasien,

kemudian ditarik perlahan-lahan kearah duduk, pada bayi normal kepala segera

mengikuti dan hanya tertinggal sedikit.1

Pada waktu dalam posisi duduk kepala dapat tetap tegak sejenak, kemudian

jatuh kedepan. pada waktu ditarik bayi juga menarik, sehingga posisi bayi selalu

fleksi disiku, lutut, dan pergelangan kaki. Apabila kepala tertinggal jauh, lengan

ekstensi selama tarikan berarti tidak normal. Pemeriksaan ini tidak perlu

dilakukan pada bayi dengan umur kehamilan kurang dari 33 minggu. suspensi

vertikal ini dilakukan dengan cara meletakkan kedua tangan pemeriksaaan di

ketiak pasien tanpa meraba torak, kemudian bayi diangkat keatas lurus. Pada

waktu diangkat kepala pasien tetap tegak sebentar, dan tungkai tetap pada posisi

fleksi pada sendi-sendi lutut, panggul, dan pergelangan kaki.1

Suspensi horizontal dilakukan dengan memegang toraks pasien dan kemudian

mengangkat horizontal. Suspensi vertikal juga dapat digunakan untuk

78

Page 78: tinjauan kasus neurologi

memeriksa deviasi mata ke lateral dengan cara memegang pasien berhadapan

dengan tangan pemeriksaan diluruskan ke depan, Kemudian pemeriksa

memutar, maka mata pasien melirik ke sisi berlawanan. Pada bayi normal

kepala diangkat bergantian dengan fleksi anggota gerak untuk menahan gaya

berat. Pada bayi abnormal kepala, badan, dan anggota gerak menggantung

lemas.1

2.3.7 Pemeriksaan Refleks Neonatal Primer

Refleks Moro

Ini adalah suatu reaksi kejutan dengan menimbulkan perasaan jatuh pada bayi.

Bayi dalam posisi telentang, kemudian kepalanya dibiarkan jatuh dengan cepat

beberapa sentimeter dengan hati-hati ke tangan pemeriksa. Reaksinya bayi akan

kaget, lengan direntangkan dalam posisi abduksi eksentensi, dan tangan terbuka

disusul dengan gerakan lengan adduksi dan fleksi. Pada bayi prematur, setelah

ia merentangkan lengan tidak selalu diikuti oleh gerakan fleksi. Gerakan

tungkai bukan merupakan bagian yang khas untuk refleks Moro. kalau tidak ada

reakasi merentangkan lengan sama sekali berarti abnormal, demikian pula kalau

rentangan lengan asimetri.1

Refleks tonic neck

Bayi diletakkan dalam posisi telentang, kepala digaris tengah dan anggota gerak

dalam posisi fleksi, kemudian kepala ditengokkan ke kanan, maka akan terjadi

ekstensi pada anggota gerak sebelah kanan, dan fleksi pada anggota gerak

sebelah kiri. yang selalu terjadi adalah ekstensi lengan, sedangkan tungkai tidak

selalu ekstensi, dan fleksi anggota gerak kontralateral juga tidak selalu terjadi.

setelah selesai ganti kepala dipalingkan ke kiri,Tonus ekstensor meniingi

79

Page 79: tinjauan kasus neurologi

meninggi pada anggota gerak arah muka berpaling. Tonus fleksor anggota gerak

kontralateral meninggi.1

Refleks withdrawal

Pemeriksaan dilakukan dengan jarum untuk merangsang telapak kaki, maka

akan terjadi fleksi pada tungkai yang dirangsang dan terjadi ekstensi pada

tungkai kontralateral, tetapi ekstensi tungkai kontralateral ini tidak selalu ada.

Refleks plantar grasp

Refleks ini dilakukan dengan meletakkan sesuatu (misalnya jari pemeriksaan)

pada telapak kaki pasien, maka akan terjadi fleksi jari-jari kaki.

Refleks palmar grasp

Pemeriksaan dilakukan dengan meletakkan sesuatu pada telapak tangan pasien,

maka akan terjadi fleksi jari-jari tangan.1

2.3.8 Pemeriksaan Oftalmoskopi

Pemeriksaan oftalmoskopi dilakukan secara indirek dengan obat midriatikum

atau secara direk tanpa obat. Pemeriksaan direk lebih baik dilakukan pada

waktu pasien sedang menyusu, oleh karena biasanya mata bayi terbuka. Bayi

jangan disentuh, langsung lakukan pemeriksaan oftalmoskopi. Kalau mata kiri

yang bebas dan terbuka, lakukan pemeriksaan pada mata kiri, kemudian pasien

diputar agar mata kanan bebas diperiksa dengan mata kanan. Perhatikanlah

terdapatnya pendarahan atau korioretinitis. Pendarahan retina biasanya

berhubungan dengan pendarahan otak, sedangkan korioretinitis berhubungan

dengan infeksi intrauterin. Keadaan retina lebih jelas terlihat bila dilakukan

pemeriksaan dengan oftalmoskopi indirek.1

2.3.9 Pemeriksaan sensibilitas

80

Page 80: tinjauan kasus neurologi

Pemeriksaan sensibilitas jarang merupakan bagian pemeriksaan neurologis pada

neonatus. Namun demikian pemeriksaan refleks withdrawal, refleks rooting,

refleks sentuhan dan rangsang sakit yang menyebabkan bayi menangis dapat

pula dipakai sebagai cara untuk uji sensibilitas.1

2.3.10 Pengukuran lingkar kepala

Kepala pasien harus diam selama diukur. Pita pengukur ditempatkan melingkar

dikepala pasien melalui bagian yang paling menonjol dibagian kepala belakang

(protuberansia oksipitalis) dan dahi (glabela). Pita pengukur harus cukup

kencang mengikat kepala. Alat yang dipakai sebaiknya pita pengukur yang

terbuat dari metal yang fleksibel; pita yang terbuat dari kain cenderung akan

memanjang bila telah lama dipakai.1

2.4 Diagnosis Topis

2.4.1 Serebrum

Dua belahan (hemisfer) otak, kiri dan kanan, dihubungkan oleh sekumpulan

serabut saraf yang besar (korpus kalosum).

Kortek Serebri pada permukaan otak terdapat beberapa fisura dan sulkus

yang memisahkan lobus-lobus frontalis, parientalis, temporalis, dan oksipitalis.

Lesi pada korteks serebri dapat menimbulkan sindroma kortkal. Lesi destruktif

(paralitik) mengakibatkan defisit neurologik, sedang lesi iritatif mengakibatkan

fenomena positif.

Subkorteks merupakan substansia alba di bagian tengah hemisfer serebri

(disebut : sentrum semiovale) berisi serabut-serabut transversal (komisural),

proyeksi dan asosiasi.

Ganglia basalis adalah masa yang terdiri dari sekumpulan inti-inti di

substantia abu-abu pada bagian dalam hemisfer otak. Terdiri dari: nukleus

81

Page 81: tinjauan kasus neurologi

kaudatus, putamen, globus palidus dan area abu-abu lain di dasar otak. Aspek

klinis lesi pada globus palidus dan substantia nigra mengakibatkan sindroma

hipokinesia-hipertonia. Sedangkan lesi pada putamen dan nukleus kaudatus

mengakibatkan sindroma hiperkinesia-hipotonia (khorea, atenosis).

Kapsula interna adalah sekumpulan serabut-serabut saraf bermyelin

yang memisahkan nukleus lentiformis dengan nukleus kaudatus dan

talamus. Pada potongan horisontal, kapsula interna berbentuk seperti huruf

V, dengan genu menghadap ke medial.

Talamus merupakan masa abu-abu berbentuk oval yang terdapat pada

tiap-tiap hemisfer otak dan masing-masing memiliki 5 kelompok inti, yaitu

kelompok inti anterior, median (midline), medial, lateral, dan posterior.

Aspek klinis lesi pada talamus ditandai adanya hemianastesi (kontralateral).

Dapat pula terjadi hiperpatia (sensasi tidak menyenangkan yang terajdi

spontan atau saat disentuh). Pada sisi tubuh yang terganggu (misalnya pada

fase enyembuhan infark talamus).

Hipotalamus berada dibawah dan didepan talamus, merupakan lantai

dan dinding bawah ventrikel III. Beratnya 0,3% dari berat otak. Aspek klinis

lesi pada hipotalamus, sebagai pusat susunan saraf otonom, dapat

mengakibatkan kelainan metabolisme dan endoktrin, di sampibg gangguan

neurolog. Dapat jumpai adanya obesitas, bulemia, gangguan regulasi suhu

tubuh, diabet insipidus, gangguan siklus tidur.

Subtalamus terletak antara tegmentum mesensefalon dan talamus bagian

dorsal. Aspek klinis lesi pada inti subtalmikum mengakibatkan

hemibalismus, yaitu gerakan seperti melempar, iregular, terutama mengani

bagian proksimal anggora gerak.

82

Page 82: tinjauan kasus neurologi

Epitalamus lesi klinis pada tumor pinel dapat mengakibatkan

hidrosefalus (obstruksi akwaduktus rebri) dan sindroma Parinaud (tidak

mampu melakukan gerakan vertikal mata dan konvergensi). Pada

germinoma dapat terjadi kematangan seksual. Lesi yang mengenai komisura

posterior mengakibatkan hilangnya refleks konsensual.

2.4.2 Batang Otak

Batang otak mempunyai struktur anatomi yang padat, dengan fungsi yang

beragam. Lesi yang kecil pada batang otak dapat mengakibatkan kerusakan

sejumlah inti, pusat-pusat refleks, jaras-jaras dan lintasan di batang otak,

sehingga menimbulkan sejumlah gejaa dan tanda klinik (sindroma) neurologik.

2.4.3 Serebelum

Tanda khas lesi pada serebelum berupa hipotonia (hilangnya tonus otot,

timbulnya gerakan pendular) dan ataksia (gangguan koordinasi gerakan otot).

Pada umumnya, lesi pada satu sisi serebelum akan mengakibatkan gangguan

gerak pada sisi yang sama (ipsilateral).

83