6
OBAT SISTEM SYARAF OTONOM (ANTIKOLINERGIK) I. TUJUAN 1. Menghayati secara lebih baik pengaruh b erbagai sistem syaraf otonom dalam pengendalian fungsi-fungsi vegetatif tubuh. 2. Mengenal suatu teknik untuk mengevaluasi aktivitas obat antikolinergik  pada neoroefektor parasimpatikus. II. PRINSIP 1. Inhibisi Pemberian zat kolinergik pada hewan percobaan menyebabkan salivasi dan hipersalivasi yang dapat diinhibisi oleh zat antikolinergik. III. TEORI Sistem saraf pusat merupakan sistem saraf eferen (motorik) yang mempersarafi organ-organ dalam seperti otot-otot polos, otot jantung, dan berbagai kelenjar.1 Sistem ini melakukan fungsi kontrol, semisal: kontrol tekanan darah, motilitas gastrointestinal, sekresi gastrointestinal, pengosongan kandung kemih, proses berkeringat, suhu tubuh, dan beberapa fungsi lain. Karakteristik utam SSO adalah kemampuan memengaruhi yang sangat cepat (misal: dalam beberapa detik saj denyut jantung dapat meningkat hampir dua kali semula, demikian juga dengan tekanan darah dalam belasan detik, berkeringat yang dapat terlihat setelah dipicu dalam beberapa detik, juga pengosongan kandung kemih).Sifat ini menjadikan SSO tepat untuk melakukan pengendalian terhadap homeostasis mengingat gangguan terhadap homeostasis dapat memengaruhi seluruh sistem tubuh manusia. Dengan demikian, SSO merupakan komponen dari refleks viscer al (Guyton, 2006). Sistem saraf otonom membawa impuls saraf dari susunan saraf pusat ke organ efektor melalui 2 jenis serat saraf eferen yaitu saraf praganglion dan saraf pascaganglion.

Teori Dasar Obat Sistem Saraf Otonom

Embed Size (px)

Citation preview

OBAT SISTEM SYARAF OTONOM (ANTIKOLINERGIK)

I. TUJUAN1.Menghayati secara lebih baik pengaruh berbagai sistem syaraf otonom dalam pengendalian fungsi-fungsi vegetatif tubuh.2.Mengenal suatu teknik untuk mengevaluasi aktivitas obat antikolinergik pada neoroefektor parasimpatikus.II. PRINSIP1. Inhibisi Pemberian zat kolinergik pada hewan percobaan menyebabkan salivasi dan hipersalivasi yang dapat diinhibisi oleh zat antikolinergik.

III.TEORISistem saraf pusat merupakan sistem saraf eferen (motorik) yang mempersarafi organ-organ dalam seperti otot-otot polos, otot jantung, dan berbagai kelenjar.1 Sistem ini melakukan fungsi kontrol, semisal: kontrol tekanan darah, motilitas gastrointestinal, sekresi gastrointestinal, pengosongan kandung kemih, proses berkeringat, suhu tubuh, dan beberapa fungsi lain. Karakteristik utam SSO adalah kemampuan memengaruhi yang sangat cepat (misal: dalam beberapa detik saj denyut jantung dapat meningkat hampir dua kali semula, demikian juga dengan tekanan darah dalam belasan detik, berkeringat yang dapat terlihat setelah dipicu dalam beberapa detik, juga pengosongan kandung kemih).Sifat ini menjadikan SSO tepat untuk melakukan pengendalian terhadap homeostasis mengingat gangguan terhadap homeostasis dapat memengaruhi seluruh sistem tubuh manusia. Dengan demikian, SSO merupakan komponen dari refleks visceral (Guyton, 2006). Sistem saraf otonom membawa impuls saraf dari susunan saraf pusat ke organ efektor melalui 2 jenis serat saraf eferen yaitu saraf praganglion dan saraf pascaganglion. Lingkaran refleks saraf otonom terdiri atas serat aferen yang sentripetal disalurkan melalui N vagau, pelvikus, splanikus dan saraf otonom lainnya. Badan sel serat-serat ini terletak di ganglia dalam kolumna dorsalis dan ganglia sensorik dari saraf kranial tertentu.Tidak jelas perbedaan antara serabut aferen sistem saraf otonom dengan serabut aferen sistem somatik sehingga tidak dikenal obat yang sevara spesifik dapat mempengaruhi serabut aferen otonom. Serat eferen yang disalurkan melalui saraf praganglion, ganglion, dan saraf pascaganglion berakhir pada sel efektor. Saraf otonom juga berhubungan dengan saraf somatik, sebaliknya kejadian somatik dapat mempengaruhi fungsi organ otonom (Departemen Farmakologi dan Teurapeutik FKUI, 2007).Serat eferen terbagi atas sistem simpatis dan parasimpatis. Sistem simpatis disalurkan melalui serat torakolumbal dari torakal 1 sampai lumbal 3, dalam sistem ini termasuk ganglia paravertebral, pravertebral, dan ganglia terminal. Sistem parasimpatis atau kraniosinal outflow disalurkan melalui saraf otak ke III, VII, IX dan X. Sebagian besar neuron praganglion parasimpatis berakhir di sel-sel ganglion yang tersebar merata atau yang terdapat pada dinding organ efektor (Departemen Farmakologi dan Teurapeutik FKUI, 2007).Obat otonom berdasarkan efek utamabya terbagi dalam lima golongan, yaitu :1. Parasimpatomimetik atau kolinergik yaitu efek obat golongan ini memiliki efek yang menyerupai efek yang ditimbulkan oleh aktivitas susunan saraf parasimpatis.2. Simpatomimetik atau adrenergik yaitu obat golongan ini memiliki efek yang menyerupai efek yang ditimbulkan oleh aktivitas susunan saraf simpatis.3. Parasimpatolitik atau antikolinergik yaitu menghambat timbulnya efek akibat aktivitas susunan saraf parasimpatis.4. Simpatolitik atau antiadrenergik yaitu menghamabat timbulnya efek akibat aktivitas saraf simpatis.5. Obat ganglion yaitu golongan obat yang merangsang atau menghambat penerusan impuls di ganglion. (Departemen Farmakologi dan Teurapeutik FKUI, 2007).

Secara anatomi sususnan saraf otonom terdiri atas saraf praganglion, ganglion dan pasca ganglion yang mempersarafi sel efektor. Serat eferen persarafan otonom terbagi atas sistem persarafan simpatis dan parasimpatis. Sistem saraf simpatis (Torakolumbal segmen susunan saraf otonom) disalurkan melalui serat torakolumbal 1 sampai lumbal 3. Serat saraf eferennya kemudian berjalan ke ganglion vertebral, pravertebral dan ganglia terminal. Sistem persarafan parasimpatis (segmen kraniosakral susunan saraf otonom) disalurkan melalui beberapa saraf kranial yaitu N III, N.VII, N.IX, N.X dan serat saraf yang berasal dari sakral 3 dan 4 (Moveamura, 2008).Didalam sistem saraf otonom terdapat obat otonom. Obat otonom adalah obat yang bekerja pada berbagai bagaian susunan saraf otonom, mulai dari sel saraf sampai dengan sel efektor. Banyak obat dapat mempengaruhi organ otonom, tetapi obat otonom mempengaruhinya secara spesifik dan bekerja pada dosis kecil. Obat-obat otonom bekerja mempengaruhi penerusan impuls dalam susunan saraf otonom dengan jalan mengganggu sintesa, penimbunan, pembebasan atau penguraian neurohormon tersebut dan khasiatnya atas reseptor spesifik (Pearce, 2002).Berdasarkan macam-macam saraf otonom tersebut, maka obat berkhasiat pada sistem sarafootonom0digolongkanomenjadi:a. Obat yang berkhasiat terhadap saraf simpatik, yang diantaranya sebagai berikut: Simpatomimetik atau adrenergik, yaitu obat yang meniru efek perangsangan dari saraf simpatik(oleh noradrenalin). Contohnya, efedrin, isoprenalin, dan lain-lain. Simpatolitik atau adrenolitik, yaitu obat yang meniru efek bila saraf parasimpatik ditekan atau melawan efek adrenergik, contohnya alkaloida sekale, propanolol, dan lain-lain.

b.Obat yang berkhasiat terhadap saraf parasimpatik, yang diantaranya sebagai berikut : Parasimpatomimetik atau kolinergik, yaitu obat yang meniru perangsangan dari saraf parasimpatik oleh asetilkolin, contohnya pilokarpin dan phisostigmin (Pearce, 2002).Parasimpatolitik atau antikolinergik, yaitu obat yang meniru bila saraf parasimpatik ditekan atau melawan efek kolinergik, contohnya alkaloida belladonna (Pearce, 2002).Kolenergika atau parasimpatomimetika adalah sekelompok zat yang dapat menimbulkan efekyang sama dengan stimulasi Susunan Parasimpatis (SP), karena melepaskan neurohormonasetilkolin (ACh) diujung-ujung neuronnya. Tugas utama SP adalah mengumpulkan energi darimakanan dan menghambat penggunaannya, singkatnya berfungsi asimilasi. Bila neuron SPdirangsang, timbullah sejumlah efek yang menyerupai keadaan istirahat dan tidur. Efekkolinergis faal yang terpenting seperti: stimulasi pencernaan dengan jalan memperkuat peristaltikdan sekresi kelenjar ludah dan getah lambung (HCl), juga sekresi air mata, memperkuat sirkulasi,antara lain dengan mengurangi kegiatan jantung, vasodilatasi, dan penurunan tekanan darah,memperlambat pernafasan, antara lain dengan menciutkan bronchi, sedangkan sekresi dahakdiperbesar, kontraksi otot mata dengan efek penyempitan pupil (miosis) dan menurunnya tekananintraokuler akibat lancarnya pengeluaran air mata, kontraksi kantung kemih dan ureter denganefek memperlancar pengeluaran urin, dilatasi pembuluh dan kotraksi otot kerangka, menekanSSP setelah pada permulaan menstimulasinya, dan lain-lain. (Tan dan Rahardja, 2002).Antikolinergik adalah ester dari asam aromatik dikombinasikan dengan basa organik.Ikatan ester adalah esensial dalam ikatan yang efektif antara antikolinergik dengan reseptorasetilkolin. Obat ini berikatan secara blokade kompetitif dengan asetilkolin dan mencegahaktivasi reseptor. Efek selular dari asetilkolin yang diperantarai melalui second messengerseperti cyclic guanosine monophosphate (cGMP) dicegah.Reseptor jaringan bervariasisensitivitasnya terhadap blokade. Faktanya : reseptor muskarinik tidak homogen dan subgrupreseptor telah dapat diidentifikasikan : reseptor neuronal (M1),cardiak (M2) dan kelenjar(M3) (Askep, 2009).Obat antikolinergik (dikenal juga sebagai obat antimuskatrinik, parasimpatolitik, penghambat parasimpatis). Saat ini terdapat antikolinergik yang digunakan untuk (1). mendapatkan efek perifer tanpa efek sentral misalnya antispasmodik(2). Penggunaan lokal pada mata sebagai midriatikum(3). Memperoleh efek sentral, misalnya untuk mengobati penyakit parkinson. Contoh obat-obat antikolinergik adalah atropin, skopolamin, ekstrak beladona, oksifenonium bromida dan sebagainya. Indikasi penggunaan obat ini untuk merangsang susunan saraf pusat (merangsang nafas, pusat vasomotor dan sebagainya, antiparkinson), mata (midriasis dan sikloplegia), saluran nafas (mengurangi sekret hidung, mulut, faring dan bronkus, sistem kardiovaskular (meningkatkan frekuensi detak jantung, tak berpengaruh terhadap tekanan darah), saluran cerna (menghambat peristaltik usus/antispasmodik, menghambat sekresi liur dan menghambat sekresi asam lambung) (Moveamura, 2008).Obat antikolinergik sintetik dibuat dengan tujuan agar bekerja lebih selektif dan mengurangi efek sistemik yang tidak menyenangkan. Beberapa jenis obat antikolinergik misalnya homatropin metilbromida dipakai sebagai antispasmodik, propantelin bromida dipakai untuk menghambat ulkus peptikum, karamifen digunakan untuk penyakit parkinson (Moveamura, 2008).Pilokarpin juga merupakan salah satu pemacu sekresi kelenjar yang terkuat pada kelenjarkeringat, air mata, dan saliva, tetapi obat ini tidak digunakan untuk maksud demikian.Pilokarpin adalah obat terpilih dalam keadaan gawat yang dapat menurunkan tekanan bolamata baik glaukoma bersudut sempit maupun bersudut lebar. Obat ini sangat efektif untukmembuka anyaman trabekular di sekitar kanal Schlemm, sehingga tekanan bola mata turundengan segera akibat cairan humor keluar dengan lancar. Kerjanya ini dapat berlangsungsekitar sehari dan dapat diulang kembali. Obat penyekat kolinesterase, seperti isoflurofatdan ekotiofat, bekerja lebih lama lagi. Disamping kemampuannya dalam mengobatiglaukoma, pilokarpin juga mempunyai efek samping. Dimana pilokarpin dapat mencapaiotak dan menimbulkan gangguan SSP. Obat ini merangsang keringat dan salivasi yangberlebihan (Mycek, 2001).

DAFTAR PUSTAKA

Askep. 2009. Obat-Obat Antikolinergik. Available online at http://askepterlengkap.blogspot.com/2009/06/obat-obatantikolinergik.html?zx=bf1c0f73d60de0ae[Diakses 27 Maret 2011]Moveamura. 2008. Drug Affecting Nervous System.Available online athttp://moveamura.wordpress.com/farmakologi/[Diakses tanggal 27 Maret 2011]Guyton, A. C. 2006. Textbook of medical physiology11th edition. Elsevier Inc. Philadelphia.Mycek, J. M. 2001. FarmakologiUlasanBergambarEdisi ke-2.PT Elex Media KomputindoKelompokGramedia. Jakarta.Pearce, Evelyn C. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Gramedia Pustaka Umum. Jakarta.Tan, H. T. dan Rahardja. 2002. Obat-Obat Penting. Gramedia Pustaka Umum. Jakarta.