28
SINDROMA GUILLAIN BARRE Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu kelainan sistem saraf akut dan difus yang mengenai radiks spinalis dan saraf perifer, dan kadang-kadang juga saraf kranialis, yang biasanya timbul setelah suatu infeksi. Manifestasi klinis utama dari SGB adalah suatu kelumpuhan yang simetris tipe lower motor neuron dari otot-otot ekstremitas, badan dan kadang-kadang juga muka. Sindroma Guillain Barre mempunyai banyak sinonim, antara lain : polineuritis akut pasca infeksi, polineuritis akut toksik, polineuritis febril, poliradikulopati dan acute ascending paralysis. Penyakit ini terdapat di seluruh dunia pada setiap musim, menyerang semua umur. SGB merupakan suatu penyakit autoimun, dimana proses imunologis tersebut langsung mengenai sistem saraf perifer. Mikroorganisme penyebab belum pernah ditemukan pada penderita penyakit ini dan pada pemeriksaan patologis tidak ditemukan tanda- tanda radang. Periode laten antara infeksi dan gejala polineuritis memberi dugaan bahwa kemungkinan kelainan yang terdapat disebabkan oleh suatu respons terhadap reaksi alergi saraf perifer. Pada banyak kasus, infeksi sebelumnya tidak ditemukan, kadang-kadang kecuali saraf perifer dan serabut spinal ventral dan dorsal, terdapat juga gangguan medula spinalis dan medula oblongata. Sampai saat ini belum ada terapi spesifik untuk SGB. Pengobatan secara simtomatis dan perawatan yang baik dapat memperbaiki prognosisnya. INSIDENS Belum diketahui angka kejadian penyakit ini di Indonesia. Angka kejadian penyakit ini di seluruh dunia berkisar antara 1-1,5 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Penyakit ini menyerang semua umur, tersering dikenai umur dewasa muda. Insidensi lebih tinggi pada perempuan daripada laki-laki dengan perbandingan 2 : 1, dan lebih banyak terjadi pada usia muda (umur 4-10 tahun). Umur termuda yang dilaporkan adalah 3 bulan dan tertua adalah 95 tahun, dan tidak ada hubungan antara frekuensi penyakit ini dengan suatu musim tertentu. ETIOLOGI Dahulu sindrom ini diduga disebabkan oleh infeksi virus, tetapi

Sindroma Guillain Barre

Embed Size (px)

DESCRIPTION

SGB yakni mielinisasi pada saraf tepi

Citation preview

Page 1: Sindroma Guillain Barre

SINDROMA GUILLAIN BARRE Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu kelainan sistem saraf akut dan difus yang mengenai radiks spinalis dan saraf perifer, dan kadang-kadang juga saraf kranialis, yang biasanya timbul setelah suatu infeksi. Manifestasi klinis utama dari SGB adalah suatu kelumpuhan yang simetris tipe lower motor neuron dari otot-otot ekstremitas, badan dan kadang-kadang juga muka.

Sindroma Guillain Barre mempunyai banyak sinonim, antara lain : polineuritis akut pasca infeksi, polineuritis akut toksik, polineuritis febril, poliradikulopati dan acute ascending paralysis.Penyakit ini terdapat di seluruh dunia pada setiap musim, menyerang semua umur. SGB merupakan suatu penyakit autoimun, dimana proses imunologis tersebut langsung mengenai sistem saraf perifer. Mikroorganisme penyebab belum pernah ditemukan pada penderita penyakit ini dan pada pemeriksaan patologis tidak ditemukan tanda-tanda radang.Periode laten antara infeksi dan gejala polineuritis memberi dugaan bahwa kemungkinan kelainan yang terdapat disebabkan oleh suatu respons terhadap reaksi alergi saraf perifer. Pada banyak kasus, infeksi sebelumnya tidak ditemukan, kadang-kadang kecuali saraf perifer dan serabut spinal ventral dan dorsal, terdapat juga gangguan medula spinalis dan medula oblongata.Sampai saat ini belum ada terapi spesifik untuk SGB. Pengobatan secara simtomatis dan perawatan yang baik dapat memperbaiki prognosisnya.

INSIDENSBelum diketahui angka kejadian penyakit ini di Indonesia. Angka kejadian penyakit ini di seluruh dunia berkisar antara 1-1,5 kasus per 100.000 penduduk per tahun.Penyakit ini menyerang semua umur, tersering dikenai umur dewasa muda. Insidensi lebih tinggi pada perempuan daripada laki-laki dengan perbandingan 2 : 1, dan lebih banyak terjadi pada usia muda (umur 4-10 tahun). Umur termuda yang dilaporkan adalah 3 bulan dan tertua adalah 95 tahun, dan tidak ada hubungan antara frekuensi penyakit ini dengan suatu musim tertentu.ETIOLOGIDahulu sindrom ini diduga disebabkan oleh infeksi virus, tetapi akhir-akhir ini terungkap bahwa ternyata virus bukan sebagian penyebab. Teori yang dianut sekarang ialah suatu kelainan imunobiologik, baik secara primary immune response maupun immune mediated process.Pada umumnya sindrom ini sering didahului oleh influenza atau infeksi saluran nafas bagian atas atau saluran pencernaan. Penyebab infeksi pada umumnya virus dari kelompok herpes. Sindrom ini dapat pula didahului oleh vaksinasi, infeksi bakteri, gangguan endokrin, tindakan operasi, anestesi dan sebagainya.

PATOGENESIS Akibat suatu infeksi atau keadaan tertentu yang mendahului SGB akan timbul autoantibodi atau imunitas seluler terhadap jaringan sistim saraf-saraf perifer.Infeksi-infeksi meningokokus, infeksi virus, sifilis ataupun trauma pada medula spinalis, dapat menimbulkan perlekatan-perlekatan selaput araknoid. Di negara-negara tropik penyebabnya adalah infeksi tuberkulosis. Pada tempat-tempat tertentu perlekatan pasca

Page 2: Sindroma Guillain Barre

infeksi itu dapat menjirat radiks ventralis (sekaligus radiks dorsalis). Karena tidak segenap radiks ventralis terkena jiratan, namun kebanyakan pada yang berkelompokan saja, maka radiks-radiks yang diinstrumensia servikalis dan lumbosakralis saja yang paling umum dilanda proses perlekatan pasca infeksi. Oleh karena itu kelumpuhan LMN paling sering dijumpai pada otot-otot anggota gerak, kelompok otot-otot di sekitar persendian bahu dan pinggul. Kelumpuhan tersebut bergandengan dengan adanya defisit sensorik pada kedua tungkai atau otot-otot anggota gerak.Secara patologis ditemukan degenerasi mielin dengan edema yang dapat atau tanpa disertai infiltrasi sel. Infiltrasi terdiri atas sel mononuklear. Sel-sel infiltrat terutama terdiri dari sel limfosit berukuran kecil, sedang dan tampak pula, makrofag, serta sel polimorfonuklear pada permulaan penyakit. Setelah itu muncul sel plasma dan sel mast.Serabut saraf mengalami degenerasi segmental dan aksonal. Lesi ini bisa terbatas pada segmen proksimal dan radiks spinalis atau tersebar sepanjang saraf perifer. Predileksi pada radiks spinalis diduga karena kurang efektifnya permeabilitas antara darah dan saraf pada daerah tersebut.

GAMBARAN KLINISPenyakit infeksi dan keadaan prodromal :Pada 60-70 % penderita gejala klinis SGB didahului oleh infeksi ringan saluran nafas atau saluran pencernaan, 1-3 minggu sebelumnya (2). Sisanya oleh keadaan seperti berikut : setelah suatu pembedahan, infeksi virus lain atau eksantema pada kulit, infeksi bakteria, infeksi jamur, penyakit limfoma dan setelah vaksinasi influensa (1,4).

Masa latenWaktu antara terjadi infeksi atau keadaan prodromal yang mendahuluinya dan saat timbulnya gejala neurologis. Lamanya masa laten ini berkisar antara satu sampai 28 hari, rata-rata 9 hari (4). Pada masa laten ini belum ada gejala klinis yang timbul.

Keluhan utamaKeluhan utama penderita adalah prestasi pada ujung-ujung ekstremitas, kelumpuhan ekstremitas atau keduanya. Kelumpuhan bisa pada kedua ekstremitas bawah saja atau terjadi serentak pada keempat anggota gerak.

Gejala Klinis1.KelumpuhanManifestasi klinis utama adalah kelumpuhan otot-otot ekstremitas tipe lower motor neurone. Pada sebagian besar penderita kelumpuhan dimulai dari kedua ekstremitas bawah kemudian menyebar secara asenderen ke badan, anggota gerak atas dan saraf kranialis. Kadang-kadang juga bisa keempat anggota gerak dikenai secara serentak, kemudian menyebar ke badan dan saraf kranialis.Kelumpuhan otot-otot ini simetris dan diikuti oleh hiporefleksia atau arefleksia. Biasanya derajat kelumpuhan otot-otot bagian proksimal lebih berat dari bagian distal, tapi dapat juga sama beratnya, atau bagian distal lebih berat dari bagian proksimal (2,4).2.Gangguan sensibilitasParestesi biasanya lebih jelas pada bagian distal ekstremitas, muka juga bisa dikenai dengan distribusi sirkumoral (3). Defisit sensoris objektif biasanya minimal dan sering dengan distribusi seperti pola kaus kaki dan sarung tangan. Sensibilitas ekstroseptif lebih sering dikenal dari pada sensibilitas proprioseptif. Rasa nyeri otot sering ditemui seperti

Page 3: Sindroma Guillain Barre

rasa nyeri setelah suatu aktifitas fisik (1,4).3.Saraf KranialisSaraf kranialis yang paling sering dikenal adalah N.VII. Kelumpuhan otot-otot muka sering dimulai pada satu sisi tapi kemudian segera menjadi bilateral, sehingga bisa ditemukan berat antara kedua sisi. Semua saraf kranialis bisa dikenai kecuali N.I dan N.VIII. Diplopia bisa terjadi akibat terkenanya N.IV atau N.III. Bila N.IX dan N.X terkena akan menyebabkan gangguan berupa sukar menelan, disfonia dan pada kasus yang berat menyebabkan kegagalan pernafasan karena paralisis n. laringeus (4).4.Gangguan fungsi otonomGangguan fungsi otonom dijumpai pada 25 % penderita SGB9 (4). Gangguan tersebut berupa sinus takikardi atau lebih jarang sinus bradikardi, muka jadi merah (facial flushing), hipertensi atau hipotensi yang berfluktuasi, hilangnya keringat atau episodic profuse diaphoresis. Retensi urin atau inkontinensia urin jarang dijumpai (1,4). Gangguan otonom ini jarang yang menetap lebih dari satu atau dua minggu.5.Kegagalan pernafasanKegagalan pernafasan merupakan komplikasi utama yang dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan baik. Kegagalan pernafasan ini disebabkan oleh paralisis diafragma dan kelumpuhan otot-otot pernafasan, yang dijumpai pada 10-33 persen penderita (1,4).6.PapiledemaKadang-kadang dijumpai papiledema, penyebabnya belum diketahui dengan pasti. Diduga karena peninggian kadar protein dalam cairan otot yang menyebabkan penyumbatan villi arachoidales sehingga absorbsi cairan otak berkurang (4).7.Perjalanan penyakitPerjalan penyakit ini terdiri dari 3 fase, seperti pada gambar 1. Fase progresif dimulai dari onset penyakit, dimana selama fase ini kelumpuhan bertambah berat sampai mencapai maksimal. Fase ini berlangsung beberapa dari sampai 4 minggu, jarang yang melebihi 8 minggu (3,4).Segera setelah fase progresif diikuti oleh fase plateau, dimana kelumpuhan telah mencapai maksimal dan menetap. Fase ini bisa pendek selama 2 hari, paling sering selama 3 minggu, tapi jarang yang melebihi 7 minggu (3).Fase rekonvalesen ditandai oleh timbulnya perbaikan kelumpuhan ektremitas yang berlangsung selama beberapa bulan.Seluruh perjalanan penyakit SGB ini berlangsung dalam waktu yang kurang dari 6 bulan.Gambar 1. Perjalanan alamiah SGB skala waktu dan beratnya kelumpuhan bervariasi antara berbagai penderita SGB (3).

1.Variasi klinisDi samping penyakit SGB yang klasik seperti di atas, kita temui berbagai variasi klinis seperti yang dikemukakan oleh panitia ad hoc dari The National Institute of Neurological

Page 4: Sindroma Guillain Barre

and Communicate Disorders and Stroke (NINCDS) pada tahun 1981 adalah sebagai berikut :Sindroma Miller-FisherDefisit sensoris kranialisPandisautonomia murniChronic acquired demyyelinative neuropathy.2.Pemeriksaan laboratoriumGambaran laboratorium yang menonjol adalah peninggian kadar protein dalam cairan otak : > 0,5 mg% tanpa diikuti oleh peninggian jumlah sel dalam cairan otak, hal ini disebut disosiasi sito-albuminik. Peninggian kadar protein dalam cairan otak ini dimulai pada minggu 1-2 dari onset penyakit dan mencapai puncaknya setelah 3-6 minggu (2,4,11). Jumlah sel mononuklear < 10 sel/mm3. Walaupun demikian pada sebagian kecil penderita tidak ditemukan peninggian kadar protein dalam cairan otak. Imunoglobulin serum bisa meningkat. Bisa timbul hiponatremia pada beberapa penderita yang disebabkan oleh SIADH (Sindroma Inapproriate Antidiuretik Hormone).3.Pemeriksaan elektrofisiologi (EMG)Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnosis SGB adalah (11) :Kecepatan hantaran saraf motorik dan sensorik melambatDistal motor retensi memanjangKecepatan hantaran gelombang-f melambat, menunjukkan perlambatan pada segmen proksimal dan radiks saraf.Di samping itu untuk mendukung diagnosis pemeriksaan elektrofisiologis juga berguna untuk menentukan prognosis penyakit : bila ditemukan potensial denervasi menunjukkan bahwa penyembuhan penyakit lebih lama dan tidak sembuh sempurna (12).

DIAGNOSISDiagnosis SGB berdasarkan gambaran klinis yang spesifik, disosiasi sito-albuminik dan kelainan elektrofisiologis. Kriteria diagnosis yang luas dipakai adalah kriteria diagnosis dari NINCDS tahun 1981 (11).

Tabel 1. Garis besar kriteria diagnosis SGBGambaran yang diperlukan untuk diagnosisKelemahan motorik yang progresisArefleksi atau hipofleksiaGambaran yang mendukung diagnosisGambaran klinisProgresif cepatRelatif simetrisKeluhan gejala sensoris yang ringanDikenainya saraf otakPenyembuhan dimulai setelah 4 minggu fase progresif berakhirGangguan otonomAfebril pada saat onsetGambaran cairan otakPeninggian kadar protein setelah satu minggu onsetJumlah sel mononuklear cairan otak < 10 sel/mm3Gambaran EMGTerdapat perlambatan atau blok hantaran saraf

Page 5: Sindroma Guillain Barre

Gambaran yang meragukan diagnosisKelumpuhan asimetris yang menetapGangguan kandung kemih dan defikasi yang menetapGangguan kandung kemih dan defikasi pada onsetJumlah sel mononuklear dalam cairan otak > 50 sel mm3Terdapat leukosit PMN dalam cairan otakGangguan sensibilitas berbatas tegasGambaran yang menyingkirkan diagnosisTerdapat sangkaan adanya riwayat, gambaran klinis atau laboratorium dari :Pemakaian uap n-heksanPorfiria intermitten akutInfeksi difteriNeuropati karena keracunan timah hitamPoliomielitis, botulisme, histeri atau neuropati toksik

DIAGNOSIS BANDINGDiagnosis banding dari SGB adalah polimielitis, botulisme, hysterical paralysis, neuropati toksik (misalnya karena nitrofurantoin, dapsone, organofosfat), diphtheric paralysis, porfiria intermitten akut, neuropati karena timbal, mielitis akut (2,4,11).

PROGNOSISDahulu sebelum adanya ventilasi buatan lebih kurang 20 % penderita meninggal oleh karena kegagalan pernafasan. Sekarang ini kematian berkisar antara 2-10 % (1,3,6), dengan penyebab kematian oleh karena kegagalan pernafasan, gangguan fungsi otonom, infeksi paru dan emboli paru.Sebagian besar penderita (60-80 %) sembuh secara sempurna dalam waktu enam bulan. Sebagian kecil (7-22 %) sembuh dalam waktu 12 bulan dengan kelainan motorik ringan dan atrofi otot-otot kecil di tangan dan kaki (2,3). Kira-kira 3-5 % penderita mengalami relaps (2).

TERAPISampai saat ini belum ada pengobatan spesifik untuk SGB, pengobatan terutama secara simptomatis. Tujuan utama pengobatan adalah perawatan yang baik dan memperbaiki prognosisnya.1.Perawatan umum dan fisioterapi (1,4,13)Perawatan yang baik sangat penting dan terutama ditujukan pada perawatan kulit, kandung kemih. Saluran pencernaan, mulut, faring dan trakhea. Infeksi paru dan saluran kencing harus segera diobati.Respirasi diawasi secara ketat, terhadap perubahan kapasitas vital dan gas darah yang menunjukkan permulaan kegagalan pernafasan. Setiap ada tanda kegagalan pernafasan maka penderita harus segera dibantu dengan pernafasan buatan. Jika pernafasan buatan diperlukan untuk waktu yang lama maka trakheotomi harus dikerjakan.Fisioterapi yang teratur dan baik juga penting. Fisioterapi dada secara teratur untuk mencegah retensi sputum dan kolaps paru. Gerakan pasti pada kaki yang lumpuh mencegah deep voin thrombosis spint mungkin diperlukan untuk mempertahakan posisi anggota gerak yang lumpuh, dan kekakuan sendi dicegah dengan gerakan pasif.

Page 6: Sindroma Guillain Barre

Segera setelah penyembuhan mulai (fase rekonvalesen) maka fisioterapi aktif dimulai untuk melatih dan meningkatkan kekuatan otot. Disfungsi otonom harus dicari dengan pengawasan teratur dari irama jantung dan tekanan darah. Bila ada nyeri otot dapat dapat diberikan analgetik.

2.Pertukaran plasmaPertukaran plasma (plasma exchange) bermanfaat bila dikerjakan dalam waktu 3 minggu pertama dari onset penyakit. Jumlah plasma yang dikeluarkan per exchange adalah 40-50 ml/kg. Dalam waktu 7-14 hari dilakukan tiga sampai lima kali exchange.

3.Kortikosteroid Walaupun telah melewati empat dekade pemakaian kortikosteroid pada SGB masih diragukan manfaatnya. Namun demikian ada yang berpendapat bahwa pemakaian kortikosteroid pada fase dini penyakit mungkin bermanfaat.DAFTAR PUSTAKA

1.Hadinoto, S, 1996, Sindroma Guillain Barre, dalam : Simposium Gangguan Gerak, hal 173-179, Badan Penerbit FK UNDIP, Semarang.

2.Harsono, 1996, Sindroma Guillain Barre, dalam : Neurologi Klinis, edisi I : hal 307-310, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

3.Mardjono M, 1989, Patofisiologi Susunan Neuromuskular, dalam : Neurologi Klinis Dasar, edisi V : hal 41-43, PT Dian Rakyat, Jakarta.

4.Sidharta, P, 1992, Lesu-Letih-Lemah, dalam : Neurologi Klinis dalam praktek Umum : ha; 160-162, PT Dian Rakyat, Jakarta.

5.Staf Pengajar IKA FKUI, 1985, Sindroma Guillain Barre, dalam : Ilmu Kesehatan Anak, Jilid II : ha; 883-885, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FKUI, Jakarta.

Kamis, 25 Oktober 2007

http://medlinux.blogspot.com/2007/10/sindroma-guillain-barre.html

Lumpuh Akibat Sindroma Guillain-Barre

Senin, 01-10-2007 09:20:48 oleh: Yulius Haflan

Kanal: Kesehatan

Suatu ketika saya mendapat e-mail dari milis almamater saya di Surabaya. Ternyata suatu kisah sedih, salah seorang alumni kakak

Page 7: Sindroma Guillain Barre

angkatan saya mengalami musibah. Beliau mengidap suatu penyakit yang disebut sebagai Sindroma Guillain-Barre (SGB). Nama penyakit ini agak asing bagi telinga saya, dan saya jamin juga para pembaca kurang paham soal sindroma ini.

Tak ada yang tahu pasti seperti apa penyakit ini dan seberapa berbahayanya penyakit ini. Setelah saya coba searching, akhirnya saya menemukan sedikit info tentang penyakit ini. Menurut Dr. Iskandar Japardi dari Fakultas Kedokteran USU, SGB merupakan penyebab kelumpuhan yang cukup sering dijumpai pada usia dewasa muda. SGB ini seringkali mencemaskan penderita dan keluarganya karena terjadi pada usia produktif, apalagi pada beberapa keadaan dapat menimbulkan kematian. Presiden paling populer AS, Franklin Delano Roosevelt, yang mengalami kelumpuhan akibat polio, diduga kuat oleh para ahli mengidap SGB ini, bukan polio.

SGB ternyata mempunyai sejumlah nama, seperti Idiopathic polyneuritis, Acute Febrile Polyneuritis, Infective Polyneuritis, Post Infectious Polyneuritis, Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy, Guillain Barre Strohl Syndrome, Landry Ascending paralysis, dan Landry Guillain Barre Syndrome. Namun biasanya lebih ringkasnya disebut dengan Sindroma Guillain-Barre.

Seperti yang dikatakan sebelumnya, SGB sering menyerang pada orang-orang di usia produktif, yaitu antara 15 sampai dengan 35 tahun. Dan tidak jarang SGB juga menyerang pada usia 50 sampai dengan 74 tahun. Jarang sekali SGB menyerang pada usia di bawah 2 tahun. Untuk di Indonesia, kasus SGB masih belum begitu banyak, rata-rata yang terkena kasus ini berusia 23,5 tahun.

Secara etiologi SGB sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti penyebabnya dan masih menjadi bahan perdebatan. Beberapa keadaan/penyakit yang mendahului dan mungkin ada hubungannya dengan terjadinya SGB, antara lain:

1. Infeksi2. Vaksinasi

3. Pembedahan

4. Penyakit sistematik, seperti keganasan, systemic lupus erythematosus, tiroiditis, dan penyakit Addison

5. Kehamilan atau dalam masa nifas

Page 8: Sindroma Guillain Barre

Namun secara umum kasus SGB banyak berhubungan dengan infeksi, baik yang disebabkan oleh virus maupun bakteri. Namun bagaimana proses terjadinya SGB dari infeksi, masih belum diketahui dengan jelas. Diduga SGB terjadi akibat proses mekanisme imunlogi (ya semacam proses respon antibodi terhadap virus atau bakteri) yang menimbulkan kerusakan pada syaraf tepi hingga terjadi kelumpuhan.

Namun jangan khawatir, sebagian besar penderita dapat sembuh sendiri. Pengobatan secara umum bersifat simtomik. Meskipun dikatakan bahwa penyakit ini dapat sembuh sendiri, namun perlu adanya waktu perawatan yang cukup lama dan angka kecacatan (gejala sisa) cukup tinggi sehingga pengobatan tetap harus diberikan.

http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=4111

KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS GBS (Guillain-Barre Syndrome)

Sindroma Guillain-Barre (GBS) atau disebut juga dengan radang polineuropati demyelinasi akut (AIDP), poliradikuloneuritis idiopatik akut, polyneuritis idiopatik akut, Polio Perancis, paralisis asendens Landry, dan sindroma Landry Guillain Barre adalah suatu penyakit autoimun yang menyerang sistem saraf perifer; dan biasanya dicetuskan oleh suatu proses infeksi yang akut. GBS termasuk dalam kelompok penyakit neuropati perifer

Komplikasi

Komplikasi GBS yang paling berat adalah kematian, akibat kelemahan atau paralisis pada otot-otot pernafasan. Tiga puluh persen% penderita ini membutuhkan mesin bantu pernafasan untuk bertahan hidup, sementara 5% penderita akan meninggal, meskipun dirawat di ruang perawatan intensif. Sejumlah 80% penderita sembuh sempurna atau hanya menderita gejala sisa ringan, berupa kelemahan ataupun sensasi abnormal, seperti halnya kesemutan atau baal. Lima sampai

Page 9: Sindroma Guillain Barre

sepuluh persen mengalami masalah sensasi dan koordinasi yang lebih serius dan permanen, sehingga menyebabkan disabilitas berat; 10% diantaranya beresiko mengalami relaps.

Dengan penatalaksanaan respirasi yang lebih modern, komplikasi yang lebih sering terjadi lebih diakibatkan oleh paralisis jangka panjang, antara lain sebagai berikut:

1. Paralisis otot persisten2. Gagal nafas, dengan ventilasi mekanik

3. Aspirasi

4. Retensi urin

5. Masalah psikiatrik, seperti depresi dan ansietas

6. Nefropati, pada penderita anak

7. Hipo ataupun hipertensi

8. Tromboemboli, pneumonia, ulkus

9. Aritmia jantung

10. Ileus

Prognosis

Prognosis buruk dihubungkan dengan perburukan gejala yang sangat cepat, usia tua, penggunaan ventilator jangka panjang (lebih dari 1 bulan), dan berkurangnya potensial aksi pada pemeriksaan neuromuskuler. Sebuah laporan menyebutkan kesembuhan sempurna pada 50-95% kasus. Peningkatan jumlah protein enolase spesifik pada pemeriksaan cairan serebrospinal dihubungkan

Page 10: Sindroma Guillain Barre

dengan durasi penyakit yang lebih panjang. Meningkatnya IgM anti-GM1 memprediksikan lambatnya penyembuhan.

Sekuelae neurologis dilaporkan pada 10-40% kasus; yang paling buruk adalah tetraplegia yang muncul dalam 24 jam dengan masa penyembuhan yang tidak sempurna setelah 18 bulan atau lebih. Sekuelae paling ringan adalah kesulitan berjalan derajat ringan, dengan penyembuhan dalam beberapa minggu. Namun yang paling sering didapat adalah puncak gejala dalam 10-14 hari dengan masa penyembuhan dalam hitungan minggu hingga bulan. Rata-rata masa perawatan dalam ventilator adalah 50 hari. Angka mortalitas bervariasi dari 5 hingga 10%; sebagian besar akibat instabilitas otonomik ataupun akibat komplikasi intubasi lama, paralisis,2 dan aritmia.17

Sekitar 10% penderita tidak sembuh sempurna dan tergantung pada kursi roda, ataupun hidup dengan kelemahan atau kesemutan permanen.17

Tabel 1 di bawah ini merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan hasil keluaran pada penderita GBS. Prognosis favorable dihubungkan dengan 90% kemungkinan dapat berjalan secara mandiri dalam waktu 6 bulan, sementara prognosis unfavorable dihubungkan dengan kemungkinan kemampuan berjalan mandiri kurang dari 20% kasus setelah 6 bulan gejala.

Favorable Unfavorable

Usia (tahun)Alat bantu nafas (ventilator)Defisit maksimum dalam waktu <7 hari

Amplitudo distal respon-M

<40Tidak adaTidak ada

Normal

>40YaYa

<20% normal

Perjalanan penyakit penderita dewasa dan anak hampir sama, namun menurut Sarada et al (1994), penderita anak memiliki prognosis berjalan secara mandiri yang lebih baik dibandingkan dewasa. Sekitar 35% penderita hidup dengan disabilitas jangka panjang, sementara 38% penderita harus melakukan modifikasi pekerjaan akibat penyakitnya; 44% kasus mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas di waktu senggang dan dalam keadaan psikososial yang kurang baik.

Sindroma Guillain-Barre adalah penyakit poliradikuloneuropati demielinasi monofasik yang idiopatik, akut, dan sebagian besar reversibel. Sebagai patofisiologi kelainan ini, diduga terdapat gangguan dari respon autoimun yang menyerang saraf tepi, yakni myelin dan/atau mungkin antigen aksolemnal. Pada dua pertiga kasus, paralisis flasid ini didahului oleh penyakit infeksi.

Pada bentuk sindroma sensorimotor yang klasik, kelemahan terjadi secara akut dalam hitungan hari, ataupun subakut alam waktu 2-4 minggu. Paresis yang terjadi umumnya terdistribusi secara simetris dan refleks tendon akan berkurang atau hilang. Terdapat bermacam varian dari sindroma Guillain-Barre, antara lain bentuk motorik murni, Miller-Fisher, dan bentuk aksonal primer.

Diagnosis dilakukan berdasarkan gambaran dan temuan klinis, serta pemeriksaan penunjang yakni pemeriksaan elektrofisiologis yang menunjukkan adanya demyelinasi serta meningkatnya protein pada pemeriksaan cairan serebrospinal. Namun pada minggu pertama setelah onset, baik perubahan demyelinasi pada hantaran saraf dan peningkatan protein ini dapat tidak ditemukan.

Page 11: Sindroma Guillain Barre

Terapi pada fase akut ditujukan terutama untuk melawan proses imunopatogenesis, termasuk plasmapheresis dan infus immunoglobulin dosis tinggi. Monitoring adanya gangguan otonom dan perawatan intensif telah memperbaiki prognosi penderita sindroma Guillain-Barre. Selama rehabilitasi, perbaikan fungsi yang signifikan dapat dilihat dengan metode pengukuran standard.

Berdasarkan gejala yang timbul, dapatlah disimpulkan ada 4 problem utama dalam penatalaksanaan fisioterapi pada kasus sindroma Guillain-Barre, yakni

1. problem muskuloskeletal2. kardiopulmonari

3. sensori

4. gangguan sistem saraf otonom.

Pada pelaksanaan rehabilitasi medik, masing-masing bentuk latihan dilakukan dengan berdasarkan pada tahap penyembuhan pasien, yakni tahap awal dan lanjut.

Pada tahap awal atau fase progresif, rehabilitasi terutama ditujukan pada pemeliharaan fungsi dan kondisi; sehingga pada tahap ini masalah kardiopulmoner dan muskuloskeletal menjadi fokus perhatian utama. Gangguan sistem saraf otonomi biasanya belum menjadi problem bagi fisioterapis pada tahap ini, karena biasanya belum dilakukan mobilisasi. Pada tahap ini kerjasama dengan perawatan sangat diharapkan.

Pada tahap akhir, yakni masa penyembuhan, rehabilitasi ditujukan lebih kepada peningkatan fungsi, terutama peningkatan kekuatan otot serta peningkatan fungsi penderita secara maksimal. Namun, fungsi paru tetap harus dijaga dan ditingkatkan untuk mendukung peningkatan aktivitas dan metabolisme. Rehabilitasi terhadap modalitas sensorik juga perlu dilakukan.

Diperlukan adanya kerjasama antar anggota tim medik yang baik dari tahap awal hingga akhir, karena akan menentukan hasil akhir kondisi pasien, yakni supaya penderita dapat berfungsi secara maksimal dengan segala keterbatasan atau impairment dan disabilitasnya

Penyakit GBS (Guillain-Barre Syndrome) : KOMPLIKASI DAN PROGNOSISDesember 13, 2009

http://koranindonesiasehat.wordpress.com/2009/12/13/penyakit-gbs-guillain-barre-syndrome-komplikasi-dan-prognosis/

Waspadai Gejala GBS (Mirip Flu) !!Ditulis oleh luxboy pada 07 Jan, 2009 | Kategori: Kedokteran

78 Share

Perubahan cuaca sering membuat daya tahan tubuh melemah. AKibatnya, berbagai gangguan kesehatan mudah terjangkit. Salah satunya, Guillain Barre Syndrome (GBS).

Pada kondisi itu, muncul serangkaian gejala yang menyerang saraf tepi secara mendadak. Pemicunya ialah peradangan (inflamasi). Akibatnya, pasien mengalami kelumpuhan mendadak yang memungkinkan berdampak kematian.

Page 12: Sindroma Guillain Barre

GBS itu dulu ditemukan Guillain , Barre dan Strohl pada tubuh para tentara. Kondisi tersebut termasuk post virus infection. Maksudnya, gangguan kesehatan itu terjadi setelah tubuh mengalami infeksi virus. Misalnya, setelah terkena radang tenggorok atau flu. Jika mendadak kaki dan tangan lumpuh, segera bawa ke dokter. Jangan ditunda, ada kemungkinan terkena GBS.

Pada pengidap GBS, sistem kekebalan tubuh yang memerangi virus bekerja tak terkendali dan menyerang sistem saraf tepi. Akibatnya, sarung saraf rusak. Padahal, sistem saraf itulah yang mengatur gerak anggota tubuh. Bila sarung saraf rusak, perintah menggerakkan anggota badan yang dikirim otak tidak akan sampai ke organ tubuh yang dimaksud. Gejala awal yang dirasakan penderita GBS adalah rasa seperti ditusuk-tusuk jarum di ujung jari kaki dan tangan atau mati rasa di bagian tuuh tersebut. Kaki mungkin juga terasa berat, kaku, atau mengeras. Bisa juga, lengan terasa lemah dan telapak tangan tidak bisa menggenggam erat atau memutar sesuatu dengan baik. Misalnya, kegagalan membuka kunci ataupun kaleng. AKhirnya, tangan dan kaki lumpuh total.

Pada kasus akut, GBS bahkan mengakibatkan kesulitan menelan hingga bernapas. Karena perkembangan penyakit ini sangat cepat, penderita GBS harus segera mendapat perawatan. Terlambat sedikit, akibatnya bisa fatal.

Pada tahap awal, GBS sulit terdiagnosis karena gejalanya sangat umum. Penetapan GBS baru bisa dilakukan setelah muncul kelumpuhan dan dilakukan pemeriksaan tertentu. Dokter harus memperhatikan riwayat kesehatan penderita dan keluarganya.

GBS kebanyakan menyerang orang dewasa. Namun, anak-anak pun bisa mengalaminya. Penderita anak sekitar 2-3 persen di antara total kasus yang ada. Secara global disebutkan, sekitar dua diantara sepuluh ribu penduduk menderita GBS.

Yang melegakan, GBS memungkinkan disembuhkan. Asal, dilakukan deteksi dini untuk mengidentifikasinya. Kebanyakan, dokter berusaha memperbaiki sistem imunitas pasien dulu. Bila daya tahan tubuh membaik, pasien umumnya dapat sembuh total.

Sebab, imunitas itulah yang akan membunuh “benda asing” yang menyerang sarun saraf. Bila kemampuan tersebut tak memadai, kemungkinan sembuh relatif kecil. Bahkan, ada kemungkinan terjadi kerusakan permanen.

Cara yang efektif adalah menambahkan imunoglobulin untuk membantu pembentukan imunitas tubuh. Obat tersebut diberikan secara intra vena selama lima hari. Terapi lainnya adalah dengan pemberian kortikosteroid.

Ditulis oleh luxboy pada 07 Jan, 2009

http://gugling.com/waspadai-gejala-gbs-mirip-flu.html

Penyakit GBS (Guillain-Barre Syndrome) : KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS

KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS GBS (Guillain-Barre Syndrome)

Sindroma Guillain-Barre (GBS) atau disebut juga dengan radang polineuropati demyelinasi akut (AIDP), poliradikuloneuritis idiopatik akut, polyneuritis idiopatik akut, Polio Perancis, paralisis asendens Landry, dan sindroma Landry Guillain Barre adalah suatu penyakit autoimun yang menyerang sistem saraf perifer; dan biasanya dicetuskan oleh suatu proses infeksi yang akut. GBS termasuk dalam kelompok penyakit neuropati perifer

Page 13: Sindroma Guillain Barre

Komplikasi

Komplikasi GBS yang paling berat adalah kematian, akibat kelemahan atau paralisis pada otot-otot pernafasan. Tiga puluh persen% penderita ini membutuhkan mesin bantu pernafasan untuk bertahan hidup, sementara 5% penderita akan meninggal, meskipun dirawat di ruang perawatan intensif. Sejumlah 80% penderita sembuh sempurna atau hanya menderita gejala sisa ringan, berupa kelemahan ataupun sensasi abnormal, seperti halnya kesemutan atau baal. Lima sampai sepuluh persen mengalami masalah sensasi dan koordinasi yang lebih serius dan permanen, sehingga menyebabkan disabilitas berat; 10% diantaranya beresiko mengalami relaps.

Dengan penatalaksanaan respirasi yang lebih modern, komplikasi yang lebih sering terjadi lebih diakibatkan oleh paralisis jangka panjang, antara lain sebagai berikut:

1. Paralisis otot persisten2. Gagal nafas, dengan ventilasi mekanik

3. Aspirasi

4. Retensi urin

5. Masalah psikiatrik, seperti depresi dan ansietas

6. Nefropati, pada penderita anak

7. Hipo ataupun hipertensi

8. Tromboemboli, pneumonia, ulkus

9. Aritmia jantung

10. Ileus

Page 14: Sindroma Guillain Barre

Prognosis

Prognosis buruk dihubungkan dengan perburukan gejala yang sangat cepat, usia tua, penggunaan ventilator jangka panjang (lebih dari 1 bulan), dan berkurangnya potensial aksi pada pemeriksaan neuromuskuler. Sebuah laporan menyebutkan kesembuhan sempurna pada 50-95% kasus. Peningkatan jumlah protein enolase spesifik pada pemeriksaan cairan serebrospinal dihubungkan dengan durasi penyakit yang lebih panjang. Meningkatnya IgM anti-GM1 memprediksikan lambatnya penyembuhan.

Sekuelae neurologis dilaporkan pada 10-40% kasus; yang paling buruk adalah tetraplegia yang muncul dalam 24 jam dengan masa penyembuhan yang tidak sempurna setelah 18 bulan atau lebih. Sekuelae paling ringan adalah kesulitan berjalan derajat ringan, dengan penyembuhan dalam beberapa minggu. Namun yang paling sering didapat adalah puncak gejala dalam 10-14 hari dengan masa penyembuhan dalam hitungan minggu hingga bulan. Rata-rata masa perawatan dalam ventilator adalah 50 hari. Angka mortalitas bervariasi dari 5 hingga 10%; sebagian besar akibat instabilitas otonomik ataupun akibat komplikasi intubasi lama, paralisis,2 dan aritmia.17

Sekitar 10% penderita tidak sembuh sempurna dan tergantung pada kursi roda, ataupun hidup dengan kelemahan atau kesemutan permanen.17

Tabel 1 di bawah ini merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan hasil keluaran pada penderita GBS. Prognosis favorable dihubungkan dengan 90% kemungkinan dapat berjalan secara mandiri dalam waktu 6 bulan, sementara prognosis unfavorable dihubungkan dengan kemungkinan kemampuan berjalan mandiri kurang dari 20% kasus setelah 6 bulan gejala.

Favorable Unfavorable

Usia (tahun)Alat bantu nafas (ventilator)Defisit maksimum dalam waktu <7 hari

<40Tidak adaTidak ada >40YaYa

Page 15: Sindroma Guillain Barre

Amplitudo distal respon-M Normal <20% normal

Perjalanan penyakit penderita dewasa dan anak hampir sama, namun menurut Sarada et al (1994), penderita anak memiliki prognosis berjalan secara mandiri yang lebih baik dibandingkan dewasa. Sekitar 35% penderita hidup dengan disabilitas jangka panjang, sementara 38% penderita harus melakukan modifikasi pekerjaan akibat penyakitnya; 44% kasus mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas di waktu senggang dan dalam keadaan psikososial yang kurang baik.

Sindroma Guillain-Barre adalah penyakit poliradikuloneuropati demielinasi monofasik yang idiopatik, akut, dan sebagian besar reversibel. Sebagai patofisiologi kelainan ini, diduga terdapat gangguan dari respon autoimun yang menyerang saraf tepi, yakni myelin dan/atau mungkin antigen aksolemnal. Pada dua pertiga kasus, paralisis flasid ini didahului oleh penyakit infeksi.

Pada bentuk sindroma sensorimotor yang klasik, kelemahan terjadi secara akut dalam hitungan hari, ataupun subakut alam waktu 2-4 minggu. Paresis yang terjadi umumnya terdistribusi secara simetris dan refleks tendon akan berkurang atau hilang. Terdapat bermacam varian dari sindroma Guillain-Barre, antara lain bentuk motorik murni, Miller-Fisher, dan bentuk aksonal primer.

Diagnosis dilakukan berdasarkan gambaran dan temuan klinis, serta pemeriksaan penunjang yakni pemeriksaan elektrofisiologis yang menunjukkan adanya demyelinasi serta meningkatnya protein pada pemeriksaan cairan serebrospinal. Namun pada minggu pertama setelah onset, baik perubahan demyelinasi pada hantaran saraf dan peningkatan protein ini dapat tidak ditemukan.

Terapi pada fase akut ditujukan terutama untuk melawan proses imunopatogenesis, termasuk plasmapheresis dan infus immunoglobulin dosis tinggi. Monitoring adanya gangguan otonom dan perawatan intensif telah memperbaiki prognosi penderita sindroma Guillain-Barre. Selama rehabilitasi, perbaikan fungsi yang signifikan dapat dilihat dengan metode pengukuran standard.

Berdasarkan gejala yang timbul, dapatlah disimpulkan ada 4 problem utama dalam penatalaksanaan fisioterapi pada kasus sindroma Guillain-Barre, yakni

1. problem muskuloskeletal2. kardiopulmonari

3. sensori

4. gangguan sistem saraf otonom.

Pada pelaksanaan rehabilitasi medik, masing-masing bentuk latihan dilakukan dengan berdasarkan pada tahap penyembuhan pasien, yakni tahap awal dan lanjut.

Pada tahap awal atau fase progresif, rehabilitasi terutama ditujukan pada pemeliharaan fungsi dan kondisi; sehingga pada tahap ini masalah kardiopulmoner dan muskuloskeletal menjadi fokus perhatian utama. Gangguan sistem saraf otonomi biasanya belum menjadi problem bagi

Page 16: Sindroma Guillain Barre

fisioterapis pada tahap ini, karena biasanya belum dilakukan mobilisasi. Pada tahap ini kerjasama dengan perawatan sangat diharapkan.

Pada tahap akhir, yakni masa penyembuhan, rehabilitasi ditujukan lebih kepada peningkatan fungsi, terutama peningkatan kekuatan otot serta peningkatan fungsi penderita secara maksimal. Namun, fungsi paru tetap harus dijaga dan ditingkatkan untuk mendukung peningkatan aktivitas dan metabolisme. Rehabilitasi terhadap modalitas sensorik juga perlu dilakukan.

Diperlukan adanya kerjasama antar anggota tim medik yang baik dari tahap awal hingga akhir, karena akan menentukan hasil akhir kondisi pasien, yakni supaya penderita dapat berfungsi secara maksimal dengan segala keterbatasan atau impairment dan disabilitasnya

Desember 13, 2009

http://koranindonesiasehat.wordpress.com/2009/12/13/penyakit-gbs-guillain-barre-syndrome-komplikasi-dan-prognosis/

Gullain Barre Syndrome (GBS)

Sekilas Tentang Fisioterapi pada GBS

Pengertian

• Guillain-Barre Syndrome ( GBS ) yaitu salah satu penyakit ‘ demyelinating ‘ saraf (Nolte 1999 )

yang juga merupakan salah satu polineuropati.

• Merupakan kumpulan gejala gangguan pada saraf spinalis dan saraf cranialis

• Paralisis pada bagian ascenden atau paralisis landry

• Penyebab belum diketahui, umumnya terjadi paska infeksi virus (pernafasan dan saluran cerna)

• Terjadi proses autoimmune dengan respon inflamasi pada radiks dan saraf tepi (poliradikulopati

dan polineuropati)

• Terjadi AIDP (Acute Inflamatory Demyelinating Poliradiculopathy)

• Umumnya didahului dengan gangguan respirasi dan gangguan gastrostinal setelah 30 hari.

• Defisiensi Motorik dan Sensorik

• Prevalensi diumpai 1 hingga 2 kasus per 100 ribu orang

• Dapat terjadi pada semua kelompok usia

Page 17: Sindroma Guillain Barre

• Frekuensi tertinggi pada dewasa muda

• Laki-laki > Perempuan

• Kulit putih > kulit hitam

Gejala Klinis

• Sulit dideteksi pada awal kejadian

– Gejala berupa flu, demam, headache, pegal dan 10 hari kemudian muncul gejala lemah.

– Selang 1-4 minggu, sering muncul gejala berupa :

• Paraestasia (rasa baal, kesemutan)

• Otot-otot lemas (pada tungkai, tubuh dan wajah)

• Saraf-saraf cranialis sering terjadi patologi, shg ganguan gerak bola mata,

mimik wajah, bicara, dll

• Gangguan pernafasan (kesulitan inspirasi)

• Ganggua saraf-saraf otonom (simpatis dan para simpatis)

– Gangguan frekuensi jantung

– Ganggua irama jantung

– Gangguan tekanan darah

• Gangguan proprioseptive dan persepsi thd tubuh

• Diikuti rasa nyeri pada bagian punggung dan daerah lainnya.

Patofisiologi

• Gangguan sistem saraf perifer yang terjadi di selubung milin sel schawn.

• Terjadi proses demielinisasi yang ditandai dengan gejala paralisis atau parese otot mendadak.

Page 18: Sindroma Guillain Barre

• Kerusakan axon dapat terjadi

• Kerusakan axon dan demielinisasi terjadi karena proses inflamasi.

• Radikal bebas dan protease yang dihasilkan oleh macrofage saat masuk ke selubung mielin.

• Autoimmun terjadi karena anti bodi yang bersirkulasi masuk dan mengikat antigen dan

menempel diatas selubung meilin dan mengaktifkan makrofag

• Inflamasi selubung meilin mengakibatkan hantaran impuls terhmbat atau terputus.

• Umumnya yang terkena pada bagian Anterior nerve root akan tetapi bagian posterior juga

dapat terganggu

• Umumnya selubung meilin yang terserang dimulai dari saraf perifer yang paling rendah dan

terus ke level yang diatasnya.

• Gejala-gejala GBS menghilang setelah serangan autoimmun berhenti.

• Kerusakan pada sel body akan mengakibatkn gangguan yang bersifat permanen.

• Gangguan berupa sensorik dan motorik serta gangguan respirasi akibat defisit saraf otonom.

• Gangguan pada aspek muskuloskeletal

• Menurunnya kekuatan otot dari gengguan konduktifitas saraf

• Kardiopulmonal

• Menurunnya fungsi otot-otot intercostalis, diafragma sehingga ekspansi thoraks

menurun.

• Menurunnya kapasitas vital paru

• Ventilasi menurun

• Saraf Otonom

• Gangguan dapat mencapai n. vagus seingga terjadi gangguan parasimpatis

• Meninggkatnya tekanan darah

• Keringat berlebihan

Page 19: Sindroma Guillain Barre

• Sensorik

• Gangguan sensasi (baal, kesemutan, nyeri dll)

Pemeriksaan FT

• Anamnesis

– Keluhan utama pasien

• Rasa lemas seluruh badan dan disertai adanya rasa nyeri

• Paraestasia jari kaki s/d tungkai

• Progresive weakness > 1 Ekstremitas

• Hilangnya refleks tendon

– Pendukung

• Weakness berkembang cepat dalam 4 minggu

• Gangguan sensory Ringan

• Wajah nampak lelah meliputi otot-otot bibir terkesan bengkak

• Tachicardi, cardiac arytmia, Tekanan Darah labil

• Tidak ada demam

• Inspeksi

– Tampak kelelahan pada wajah

– Otot-otot bibir terkesan bengkak

– Kemungkinan adanya atropi

– Kemungkinan adanya tropic change

• Palpasi

– Nyeri tekan pada otot

Page 20: Sindroma Guillain Barre

• Auskultasi

– Breathsound terdengar cepat

• Vital Sign

– Blood Preasure

• Labil (selalu berubah-ubah)

– Heart Rate

• Tachicardy

• Cardiac arythmia

– Respiratory Rate

• Hyperventilasi

Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar

• Aktif

– Kekuatan otot

• Pasif

– Lingkup Gerak Sendi, endfeel

• Tes Isometrik Melawan Tahanan

– Pada ketiga tes tersebut dominan menunjukkan adanya kelemahan.

– Gangguan sendi dimungkinkan pada kasus yang telah lama

Pemeriksaan Khusus

Page 21: Sindroma Guillain Barre

– Kekuatan Otot

• MMT

– Vital Capacity (Spirometry)

– Sensorik

• Dermatom Test

• Myotom Test

– Mobilitas Thorax

• Mid line lingkar thorax

– Tendon refleks

– Lingkar otot

• Mid line lingkar otot

– ROM

• ROM Test (Goniometer)

– Fungsional

• ADL

• IADL

– Laboratorium

– Lumbar punksi

• Cairan cerebrospinal dijumpai peningkatan protein, berisi 10 atau sedikit

mononuclear leukosit/mm3

– Electro Diagnostik (EMG)

• Kecepatan hantar saraf melemah

Prinsip Penanganan

Page 22: Sindroma Guillain Barre

• Pemeliharaan sistem pernapasan

• Mencegah kontraktur

• Pemeliharaan ROM

• Pemeliharaan otot-otot besar yng denervated

• Re-edukasi otot

• Dilakukan sedini mungkin

• Deep breathing Exercise

• Mobilisasi ROM

• Monitor Kekuatan Otot hingga latihan ktif dapat dimulai

• Change position untuk mencegah terjadinya decubitus

• Gerak pasif general ekstermitas sebatas toleransi nyeri untuk mencegah kontraktur

• Gentle massage untuk memperlancar sirkulasi darah

• Edukasi terhadap keluarga

Prognosis

• Umumnya sembuh

• 20 % menyisakan deficit neurologik

• > 1th 67% sembuh yang komplit

• 20 % menyisakan disability

• > 2 th 8% tdk dpt sembuh

http://dhaenkpedro.wordpress.com/gullain-barre-syndrome-gbs/