Referat Sinusitis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

radiologi

Citation preview

SinusitisMuhammad Fajrianto, Asira Aris

I. PendahuluanSinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter sehari-hari bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia. sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi dan pembengkakan membrana mukosa sinus paranasal. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Sesuai anatomi sinus yang terdapat pada tulang wajah adalah sinus maxillaris, sinus ethmoidalis, sinus frontalis, dan sinus sphenoidalis. Yang kesemuanya dapat menjadi tempat terjadi penyakit radang sinus atau sinusitis. (1,2)Yang paling sering ditemukan adalah sinusitis maxilla dan sinusitis ethmoid, sedangkan sinusitis frontal dan sinusitis sphenoid lebih jarang ditemukan. (1)Klasifikasi sinusitis dapat dikategorikan sebagai gejala berlangsung kurang dari 4 minggu dimana dengan pengobatan yang tepat dan cepat pasien bisa sembuh sepenuhnya. Sinusitis subakut merupakan perkembangan gejala selama 4 hingga 12 minggu dan dinyatakan sinusitis kronis bila gejala berlangsung melebihi 3 bulan. (3)

II. Insidens dan epidemiologiSetiap 1 dari 7 orang dewasa di Amerika Serikat dideteksi positif sinusitis dengan lebih dari 30 juta manusia didiagnosa sinusitis setiap tahun. Sinusitis lebih sering terjadi dari awal musim gugur dan musim semi. Insiden terjadinya sinusitis meningkat seiring dengan meningkatnya kasus asma, alergi, dan penyakit traktus respiratorius lainnya. Perempuan lebih sering terkena sinusitis dibandingkan laki-laki karena mereka lebih sering kontak dengan anak kecil. Angka perbandingannya 20% perempuan dibanding 11.5% laki-laki. Sinusitis lebih sering diderita oleh anak-anak dan dewasa muda akibat rentannya usia ini dengan infeksi Rhinovirus. (3)

III. Etiologi dan patofisiologiSeperti yang diketahui, terdapat banyak faktor menjadi penyebab sesuatu penyakit timbul, antaranya faktor internal seperti daya tahan tubuh yang menurun akibat defisiensi gizi yang menyebabkan tubuh rentan dijangkiti penyakit dan faktor eksternal seperti perubahan musim yang ekstrim, terpapar lingkungan yang tinggi zat kimiawi, debu, asap tembakau dan lain-lain. (3)Faktor-faktor lokal tertentu juga dapat menjadi predisposisi penyakit sinusitis, berupa deformitas rangka, alergi, gangguan geligi, benda asing dan neoplasma. Adapun agen etiologinya dapat berupa virus, bakteri atau jamur. (2)a.Virus, sinusitis virus biasanya terjadi selama infeksi saluran napas atas, infeksi virus yang lazim menyerang hidung dan nasofaring juga menyerang sinus. Mukosa sinus paranasalis berjalan kontinyu dengan mukosa hidung dan penyakit virus yang menyerang hidung perlu dicurigai dapat meluas ke sinus. Antara agen virus tersering menyebabkan sinusitis antara lain: Rhinovirus, influenza virus, parainfluenza virus dan adenovirus.(2)b. Bakteri, organisme penyebab tersering sinusitis akut mungkin sama dengan penyebab otitis media. Yang sering ditemukan antara lain: Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza, Branhamella cataralis, Streptococcus alfa, Staphylococcus aureus dan Streptococcus pyogenes. Penyebab dari sinusitis kronik hampir sama dengan bakteri penyebab sinusitis akut. Namun karena sinusitis kronik berhubungan dengan drainase yang kurang adekuat ataupun fungsi mukosiliar yang terganggu, maka agen infeksi yang terlibat cenderung bersifat opportunistik, dimana proporsi terbesar merupakan bakteri anaerob (Peptostreptococcus, Corynobacterium, Bacteroides, dan Veillonella). (2) c. Jamur, sinusitis yang disebabkan oleh jamur sebenarnya jarang, biasanya muncul disertai dengan alergi oleh karena jamur tersebut. adapun jamur penyebab infeksi biasanya berasal dari genus Curvularia lunata, Aspergillus fumigatus,danBipolaris. (3) Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan kelancaran klirens dari mukosiliar didalam komplek osteo meatal (KOM). Disamping itu mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan. (1)Bila terinfeksi organ yang membentuk KOM mengalami oedem, sehingga mukosa yang berhadapan akan saling bertemu. Hal ini menyebabkan silia tidak dapat bergerak dan juga menyebabkan tersumbatnya ostium. Hal ini menimbulkan tekanan negatif didalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi atau penghambatan drainase sinus. Efek awal yang ditimbulkan adalah keluarnya cairan serous yang dianggap sebagai sinusitis non bakterial yang dapat sembuh tanpa pengobatan. Bila tidak sembuh maka sekret yang tertumpuk dalam sinus ini akan menjadi media yang poten untuk tumbuh dan multiplikasi bakteri, dan sekret akan berubah menjadi purulen yang disebut sinusitis akut bakterialis yang membutuhkan terapi antibiotik. Jika terapi inadekuat maka keadaan ini bisa berlanjut, akan terjadi hipoksia dan bakteri anaerob akan semakin berkembang. Keadaan ini menyebabkan perubahan kronik dari mukosa yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista. (1)

IV. Anatomi dan fisiologiHidung adalah organ penciuman atau sebagai indra penghidu, menyiapkan udara inhalasi agar dapat digunakan paru-paru. Manusia mempunyai sekitar 12 rongga di sepanjang superior dan bagian lateral rongga hidung. Sinus-sinus ini membentuk rongga di dalam tulang wajah yaitu sinus maxillaris, sinus frontalis, sinus ethmoidalis dan sinus sphenoidalis. (2)

Gambar 1. Anatomi sinus paranasalis (dikutip dari kepustakaan 4)

Gambar 2. Anatomi sinus paranasalis (dikutip dari kepustakaan 5)

Gambar 3. Gambar axial dengan panah menunjuk ke sinus frontal. (dikutip dari kepustakaan 16)

Gambar 4. Gambar Axial sinus maksilaris pada tingkat septum nasi ditandai dengan panah. (MS: maxillary sinus, NLD: nasolacrimal duct, IT: inferior turbinate). (dikutip dari kepustakaan 16)

Gambar 5. Gambar Axial menunjukkan kanal tulang untuk anterior dan posterior arteri ethmoidal (CG: crista galli, AC: anterior clinoid process, OC: optic canal, SP: sphenoid sinus). (dikutip dari kepustakaan 16)

Gambar 6. Gambar Axial menunjukkan sinus sphenoid (SpS) dan sphenoethmoidal recess ditandai dengan (*). (AE: anterior ethmoid, PE: posterior ethmoid, CC: carotid canal, NS: nasal septum). (dikutip dari kepustakaan 16)

a. Sinus maksilaMerupakan sinus paranasal yang terbesar saat lahir sinus maksila bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa. Sinus maksila berbentuk piramid. Dinding anterior sinus adalah permukaan fasial os maksila yang disebut fossa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal maxilla, dinding medialnya adalah dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya ialah prosessus alveolaris dan palatum. (1)b. Sinus frontalSinus frontalis terletak di os frontal, terbagi dua kanan dan kiri yang biasanya tidak simetris, satu lebih besar daripada lainnya dan dipisahkan oleh sekat yang terletak digaris tengah. Sinus frontalis biasanya tersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fossa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontalis mudah menyebar ke daerah ini. (1)c. Sinus EthmoidSinus ini berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon yang terdapat di dalam massa bagian lateral os ethmoid, yang terletak diantara konka media dan dinding medial orbita. Berdasarkan letaknya, sinus ethmoidalis dibagi menjadi sinus ethmoidalis anterior dan posterior. Sinus ethmoidalis anterior bermuara di meatus medius dan sinus ethmoidalis posterior bermuara di meatus superior. (1)d. Sinus sphenoidSinus sphenoidalis terletak dalam os sphenoid di belakang sinus ethmoidalis posterior. Sinus sphenoidalis dibagi oleh dua sekat yang disebut septum intersphenoid. Batas-batasnya adalah sebelah superior terdapat fossa serebri median dan kelenjar hipofise, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus cavernosus dan arteri karotis interna (sering tampak sebagai indentasi), dan sebelah posteriornya berbatasan dengan fossa serebri posterior di daerah pons. (1)Didalam rongga hidung terdapat tiga chonca : superior, media, dan inferior. Ruang udara dibawah masing-masing chonca dikenal sebagai meatus dari chonca yang bersangkutan. Drainase dari setiap kelompok sel sinus menuju ke meatus-meatus ini : sinus frontalis, maxillaris, dan ethmoidalis anterior menuju ke meatus medius; dari sinus ethmoidalis posterior menuju ke meatus superior; dan dari sinus sphenoidalis menuju ke rhesesus spenoethmoidalis dibelakang rongga hidung. (6)Meatus medius memiliki arti khusus karena mengandung kompleks osteomeatal (OMC). OMC merupakan daerah anatomis di dinding lateral hidung yang bertulang dan terdiri atas berbagai rhesesus dan saluran sempit berlapis mukosa yang menjadi tempat drainase sinus-sinus besar. OMC berperan secara fisiologis sebagai kamar depan bagi sinus frontalis, maxillaris, dan ethmoidalis anterior. Berbagai iritan dan antigen terkumpul ditempat ini sehingga dapat menyebabkan edema mukosa. Karena cela di OMC berukuran sempit, edema ringan saja mampu meyumbat aliran keluar dan menganggu ventilasi sinus-sinus besar. (6)

V. Diagnosisa. Gambaran klinikSecara umum rhinosinusitis diartikan sebagai peradangan hidung dan sinus paranasalis yang ditandai oleh dua gejala atau lebih seperti berikut : sumbatan/kongesti, pengeluaran sekret:anterior/postnasal drip, nyeri/rasa tertekan di wajah, berkurang atau hilangnya indra penciuman. (6)Gejala lebih lanjut adalah bersin, rinore encer, gatal di hidung dan mata. Penyakit yang timbul sampai 12 minggu dikelompokkan sebagai akut, dan bila lebih dari waktu itu dinamakan kronik. (6)b. Gambaran radiologiPemeriksaan radiologis untuk mendapatkan informasi dan untuk mengevaluasi sinus paranasal adalah: pemeriksaan foto kepala dengan berbagai posisi yang khas, pemeriksaan CT-Scan, pemeriksaan MRI, pemeriksaan USG. Dengan pemeriksaan radiologis tersebut para ahli radiologi dapat memberikan gambaran anatomi atau variasi anatomi, kelainan-kelainan patologis pada sinus paranasalis dan struktur tulang sekitarnya, sehingga dapat memberikan diagnosis yang lebih dini. (7,9) Pemeriksaan foto kepala Pemeriksaan foto kepala untuk mengevaluasi sinus paranasal terdiri atas berbagai macam posisi antara lain:a. Foto kepala posisi Caldwell Foto ini diambil pada posisi kepala meghadap kaset, bidang midsagital kepala tegak lurus pada film. Idealnya pada film tampak pyramid tulang petrosum diproyeksi pada 1/3 bawah orbita atau pada dasar orbita. Hal ini dapat tercapai apabila orbito-meatal line tegak lurus pada film dan membentuk 1500 kaudal. (7)

Gambar 7. Foto posisi Caldwell (dikutip dari kepustakaan 7)

b. Foto kepala lateralDilakukan dengan film terletak di sebelah lateral dengan sentrasi di luar kantus mata, sehingga dinding posterior dan dasar sinus maksilaris berhimpit satu sama lain. (7)

Gambar 8. Foto lateral menunjukkan gambaran air fluid level di sinus maksilla (dikutip dari kepustakaan 3)

c. Foto kepala posisi WatersFoto ini dilakukan dengan posisi dimana kepala menghadap film, garis orbito meatus membentuk sudut 370 dengan film. Pada foto ini, secara ideal piramid tulang petrosum diproyeksikan pada dasar sinus maxillaris sehingga kedua sinus maxillaris dapat dievaluasi sepenuhnya. Foto Waters umumnya dilakukan pada keadaan mulut tertutup. Pada posisi mulut terbuka akan dapat menilai dinding posterior sinus sphenoid dengan baik. (7)

Gambar 9. Foto posisi Waters mulut terbuka (dikutip dari kepustakaan 8)Gambar 10. Foto posisi Waters (dikutip dari kepustakaan 9)

d. Foto kepala posisi SubmentoverteksFoto diambil dengan meletakkan film pada vertex, kepala pasien menengadah sehingga garis infraorbito meatal sejajar dengan film. Sentrasi tegak lurus film dalam bidang midsagital melalui sella turcica kearah vertex. Posisi ini biasa untuk melihat sinus frontalis dan dinding posterior sinus maxillaris. (7)

Gambar 11. Foto posisi submentoverteks (dikutip dari kepustakaan 7)

Pemeriksaan foto polos kepala air fluid level merupakan gambaran yang paling umum pada sinusitis bakteri akut dan umumnya tidak terlihat dalam bentuk lain dari sinusitis. Pemeriksaan ini paling baik dan paling utama untuk mengevaluasi sinus paranasal. Karena banyaknya unsur-unsur tulang dan jaringan lunak yang tumpang tindih pada daerah sinus paranasal, kelainan-kelainan jaringan lunak, erosi tulang kadang-kadang sulit dievaluasi. Pemeriksaan ini dari sudut biaya cukup ekonomis dan pasien hanya mendapat radiasi yang minimal. (7,9) Pemeriksaan CT-ScanCT scan sinus bidang koronal telah menjadi metode pencitraan standar internasional untuk mengevaluasi sinus paranasal yang terkena sinusitis. Pemeriksaan harus mencakup penilaian terhadap pola, batas, dan kemungkinan penyebab penyakit, serta rincian anatomi yang relevan dan diperlukan untuk perencanaan penatalaksanaan. (6,9)Pada sinusitis akut dapat dilihat tingkat air-fluid, penebalan mukosa, dan completeopacification sinus. Apabila terdapat darah di sinus karena trauma ini mungkin dapat meniru air fluid level dalam sinus, namun mudah dibedakan dengan pengukuran kepadatan. Dalam sinusitis kronis, sinus ethmoid umumnya terlibat. Temuan meliputi penebalan mukosa, completeopacification, remodeling tulang dan penebalan karena osteitis, dan poliposis. (6,9)

Gambar 12. Foto CT scan posisi coronal menggambarkan Sinusitis jamur. Jaringan lunak menempati sinus maksilaris kanan dan ethmoid dengan daerah hyperattenuating pusat khas jamur sinusitis. Dinding medial sinus yang terkena terkikis. (dikutip dari kepustakaan 9)Gambar 13. Foto CT scan posisi coronal menggambarkan sinusitis pada sisi kanan sinus spenoethmodal. (dikutip dari kepustakaan 9)

Pemeriksaan MRIMeskipun CT scan tetap menjadi modalitas utama untuk kriteria standar diagnosis sinusitis, tetapi MRI diindikasikan pada kasus-kasus klinis yang dicurigai dapat menjadi komplikasi, terutama pada pasien dengan komplikasi intrakranial dan infeksi yang besifat extension atau pada mereka yang suspek superior sagittal venous thrombosis. (9)MRI meningkatkan diferensiasi jaringan lunak, tetapi itu tidak membantu dalam mengevaluasi tulang. MRI jelas menggambarkan tumor dari inflamasi pada jaringan sekitar dan sekresi pada sinus. Pada MRI T2-weighted, membran edema dan lendir jelas terlihat hiperintens. (9)

Gambar 14. Foto MRI menggambarkan sinusitis ethmodal bilateral. (dikutip dari kepustakaan 9)Gambar 15. Foto MRI menggambarkan sinusitis ethmodal dengan ekstensi intrakranial dan juga perluasan ke orbit kiri. (dikutip dari kepustakaan 9)

Gambar 16. Foto MRI menggambarkan sinusitis ethmodal kanan dengan ekstensi intraorbital. (dikutip dari kepustakaan 9)Gambar 17. Foto MRI axial menggambarkan sinusitis yg menyebabkan extensi intraorbital kanan dengan perpindahan M. Rectus medialis ke arah medial. (dikutip dari kepustakaan 9)

Pemeriksaan USGSecara umum, ultrasonografi belum dianggap berguna dalam diagnosis sinusitis. Namun, beberapa karya yang diterbitkan telah menunjukkan bahwa USG menjadi lebih akurat daripada MRI atau radiografi polos dalam mendiagnosis maxillary sinusitis. Ultrasonografi telah menjadi alat yang handal dalam diagnosis sinusitis maksilaris akut. Namun, kontroversi masih ada mengenai keandalan ultrasonografi dalam mendeteksi retensi cairan atau pembengkakan mukosa pada pasien dengan rinosinusitis polypous kronis atau dalam transantrally operated-on maxillary sinuses. (9)Ultrasonografi memiliki beberapa keterbatasan dalam diagnosis sinusitis tetapi ultrasonografi juga dapat menunjukkan hasil diagnosa positif dengan adanya cairan antral, tapi sonogram tidak mendefinisikan penyebab cairan. Sonogram tidak bisa memberikan informasi tentang detil tulang, dan sulit mendiagnosis sinus apa yg terkena. ultrasonografi juga tidak dapat digunakan untuk membedakan penyakit sinus dari bakteri, virus, jamur, dan penyebab alergi. (9)c. Pemeriksaan laboratoriumHitung darah lengkap menujukkan kadar eosinifil. Bila dicurigai ada penyakit sistemik pada saat bersamaan, uji yang lebih rumit untuk memeriksa ada tidaknya granuloma Wagener dan sarkoidosis perlu dikerjakan. Kada imunoglobulin juga perlu diukur. (6)d. Pemeriksaan penunjang Uji alergiPenderita harus menjalani skreening alergi terhadap serbuk sari yang umu seperti rumput, pohon dan semak-semak, tungau debu rumah, dan kutu binatang melalui uji cukit kulit (skin prick testing) bila memang ditunjang oleh anamnesis. Kadar IgE darah juga berperan terhadap diagnosis alergi dan bermanfaat jika ditemukan dermatografisme. (6)

Uji KhususWaktu bersihan mukosiliar hidung dapat diukur dengan menggunakan sakarin dan, dipusat spesialis, apus hidung (nasal brushing) untuk melihat frekuensi sapuan. Pemeriksaan mikroskop elektron silia dapat dikerjakan. Anak ygg menderita polip perlu menjalani pemeriksaan untuk mengetahui ada tidaknya fibrosis kistik melalui analisis keringat dan uji genotipe. (6)

VI. Diferensial diagnosa1. Fibrosa kistikPada gambaran CT Scan, lebih dari 90% pasien fibrosa kistik juga terdapat gambaran seperti sinusitis kronik yaitu tampak gambaran perselubungan dan displacement dari dinding lateral cavum nasi pada meatus medius. Tampak pula pembengkakan pada dinding lateral cavum nasi dengan penumpukan mucus pada sinus maxillaris. (10)

Gambar 18. Menunjukkan poliposis nasal unilateral dengan bagian medial menonjol di dinding lateral hidung dan dan tampak sekresi lengket di sinus maksilaris. (dikutip dari kepustakaan 10)

2. Polip NasiPada gambaran CT Scan tampak pembesaran/ penebalan dinding nasal lateral, polip antral-choanal juga dapat memberikan gambaran perselubungan pada sinus maxillaris dengan lesi yang menonjol ke atas dari antrum maxillaris ke choanae. (11)

Gambar 19. terlihat gambaran soft-tissue density berbentuk besar dan bulat yang terlihat dalam antrum maksilaris kiri. (dikutip dari kepustakaan 12)

VII. KomplikasiKomplikasi sinusitis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila tidak mendapatkan penanganan yang baik dan adekuat. Letak sinus paranasal yang berdekatan dengan mata dan kranial sangat berperan pada infeksi sinusitis akut ataupun kronik.(1)Beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab terjadinya komplikasi antara lain karena : 1). terapi yang tidak adekuat, 2). daya tahan tubuh yang rendah 3). virulensi kuman dan 4). penanganan tindakan operatif (yang seharusnya) terlambat dilakukan. (1)Komplikasi yang sering ditimbulkan antara lain sebagai berikut: (13,14) 1. Asma flare-up. Sinusitis akut dapat memicu serangan asma.2. Sinusitis kronis adalah sinusitis yang berlangsung lebih dari delapan minggu.3. Meningitis. Hal ini terjadi ketika infeksi menyebar ke selaput otak.4. Infeksi telinga. Sinusitis akut dapat terjadi dengan infeksi telinga.5. Gangguan penglihatan. Jika infeksi menyebar ke rongga mata Anda, dapat menyebabkan penglihatan berkurang atau bahkan kebutaan. Ini adalah keadaan darurat medis yang membutuhkan perawatan segera untuk mencegah kerusakan yang berpotensi permanen.6. Aneurisma atau pembekuan darah. Infeksi dapat menyebabkan masalah di pembuluh darah sekitar sinus, mengganggu suplai darah ke otak dan berisiko terkena stroke.

VIII. PenatalaksanaanTujuan terapi sinusitis ialah mempercepat penyembuhan, mencegah komplikasi dan mencegah akut menjadi kronik. Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di kompleks ostio-meatal (KOM) sehingga drainase dan ventilasi sinus-sinus pulih secara alami. (1)1. Penatalaksanaan MedisAntibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bakterial, untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan ostium sinus. Antibiotik yang dipilih adalah golongan penicilin. Jika diperkirakan kuman telah resisten, maka dapat diberikan amoxicilin-klavulanat atau jenis sefalosporin genserasi ke-2. Pada sinusitis, antibiotik diberikan selama 10-14 hari meskipun gejala klinik telah hilang. (1)Pada sinusitis kronik diberikan antibiotik yang sesuai untuk kuman gram negatif dan anaerob. (1)Selain dekongestan oral dan topikal, terapi lain dapat diberikan jika diperlukan, seperti analgetik, mukolitik, steroid oral atau topikal, pencucian rongga hidung dengan NaCl atau pemanasan (diatermi). Antihistamin tidak rutin diberikan, karena sifat antikolinergiknya dapat menyebabkan sekret jadi lebih kental. Bila ada alergi berat sebaiknya diberikan antihistamin generasi ke-2. Irigasi sinus maxilla atau protz displacement therapy juga merupakan terapi tambahan yang dapat bermanfaat. (1)Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien menderita kelainan alergi yang berat. (1)

2. Penatalaksanaan BedahBedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/FESS) merupakan operasi terkini untuk sinusitis kronik yang memerlukan operasi. Tindakan ini telah menggantikan hampir semua jenis bedah sinus terdahuli karena memberikan hasil yang lebih memuaskan dan tindakan lebih ringan dan tidak radikal. (1)Indikasi berupa : sinusitis kronik yang tidak membaik setelah terapi adekuat; sinusitis kronik disertai kista atau kelainan yang irreversible; polip ekstensif, adanya komplikasi sinusitis serta sinusitis jamur. (1)

IX. PrognosisKebanyakan infeksi sinus dapat disembuhkan dengan tindakan perawatan diri dan pengobatan. Jika kemudian didapati serangan berulang-ulang, Anda harus diperiksa karena penyebabnya mungkin karena polip hidung atau masalah lain, seperti alergi. (15)1