100
KATA PENGANTAR Sebelumnya saya ucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan bimbingan-Nya saya dapat menyelesaikan referat ini dengan baik dan lancar, walaupun berbagai halangan dan hambatan telah saya alami bahkan terlalu banyak sehingga tidak dapat saya sebutkan satu persatu, tetapi yang terutama adalah tugas pendidikan yang dibebankan kepada saya. Laporan ini dibuat untuk memenuhi tugas pembelajaran saya dalam studi kepaniteraan kedokteran yang saya jalankan saat ini. Dalam referat ini berisikan mengenai tinjauan kepustakaan yang saya pelajari mengenai penyakit sinusitis akibat infeksi jamur. Hasil pembelajaran yang saya dapat dari peninjauan kepustakaan tersebut saya tuangkan dalam referat ini. Saya harap referat ini dapat memberi informasi yang berguna bagi para pembacanya, baik bagi teman-teman sejawat saya, kalangan medis lain, maupun kalangan awam yang sangat membutuhkan informasi mengenai penyakit ini. Akhir kata, Saya mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang ikut berpartisipasi dalam pembuatan referat ini, terutama kepada dosen pembimbing saya, Dokter Ivan Djajalaga, M. Kes, Sp. THT-KL serta teman- teman sejawat saya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. 1

Referat Sinusitis Jamur Pink

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Referat Sinusitis Jamur Pink

KATA PENGANTAR

Sebelumnya saya ucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa,

karena atas rahmat dan bimbingan-Nya saya dapat menyelesaikan referat ini dengan

baik dan lancar, walaupun berbagai halangan dan hambatan telah saya alami bahkan

terlalu banyak sehingga tidak dapat saya sebutkan satu persatu, tetapi yang terutama

adalah tugas pendidikan yang dibebankan kepada saya.

Laporan ini dibuat untuk memenuhi tugas pembelajaran saya dalam studi

kepaniteraan kedokteran yang saya jalankan saat ini.

Dalam referat ini berisikan mengenai tinjauan kepustakaan yang saya pelajari

mengenai penyakit sinusitis akibat infeksi jamur.

Hasil pembelajaran yang saya dapat dari peninjauan kepustakaan tersebut saya

tuangkan dalam referat ini.

Saya harap referat ini dapat memberi informasi yang berguna bagi para

pembacanya, baik bagi teman-teman sejawat saya, kalangan medis lain, maupun

kalangan awam yang sangat membutuhkan informasi mengenai penyakit ini.

Akhir kata, Saya mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang ikut

berpartisipasi dalam pembuatan referat ini, terutama kepada dosen pembimbing saya,

Dokter Ivan Djajalaga, M. Kes, Sp. THT-KL serta teman-teman sejawat saya yang

tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Saya juga mohon maaf jika terdapa kesalahan dalam referat ini baik kesalahan

dalam pemilihan kata-kata maupun penulisan. Saya menyadari bahwa referat ini

masih jauh dari sempurna, oleh karenanya saran dan kritik sangat saya harapkan dari

para pembaca.

Jakarta, Mei 2011

Penulis

ALVINA

1

Page 2: Referat Sinusitis Jamur Pink

2

Page 3: Referat Sinusitis Jamur Pink

3

Page 4: Referat Sinusitis Jamur Pink

4

Page 5: Referat Sinusitis Jamur Pink

5

Page 6: Referat Sinusitis Jamur Pink

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Hidung Bagian Luar ................................................................................. 12

Gambar 2. Tulang Hidung Bagian Luar Tampak Anterolateral ................................. 13

Gambar 3. Tulang Hidung Bagian Luar Tampak Inferior .......................................... 14

Gambar 4. Batas lateral kavum nasi (lubang hidung) ................................................ 14

Gambar 5. Kartilago septum nasi sisi lateral .............................................................. 15

Gambar 6. Concha Nasalis ......................................................................................... 16

Gambar 7. Innervasi Rongga Hidung Tampak Lateral .............................................. 18

Gambar 8. Anatomi Mikroskopis Mukosa Hidung ................................................... 18

Gambar 9. Sinus Paranasalis ..................................................................................... 22

Gambar 10. Dinding Hidung Lateral ......................................................................... 23

Gambar 11. Anatomi Sinus Paranasalis .................................................................... 24

Gambar 12. Potongan sagital sinus fontalis .............................................................. 31

Gambar 13. Potongan sagital sinus frontalis dan sinus sfenoid ............................... 33

Gambar 14. Mikroskopis Aspergillus fumigatus ....................................................... 39

Gambar 15. Mikroskopis Curvularia lunata .............................................................. 39

Gambar 16. Endoskopi pasien dengan Fungal ball ................................................... 43

6

Page 7: Referat Sinusitis Jamur Pink

Gambar 17. Fungal ball yang telah dikeluarkan ......................................................... 43

Gambar 18. Fungal ball Pada Sinus Maxillaris Kanan ................................................ 44

Gambar 19. CT Scan Potongan Sagital Sinus Mycetoma ............................................. 45

Gambar 20. CT Scan Potongan Axial dari sinus ethmoid. Menunjukan adanya

kekeruhan penuh dari sinus anterior dan posterior ethmoid kanan serta pada sinus

sfenoid kanan. Hiperdensitas jelas terlihat pada anterior dan posterior sinus

ethmoi

d ........................................................................................................................................ 45

Gambar 21. Mukus yang kental di Sinus Maxillaris ...................................................... 49

Gambar 22. CT Scan Potongan Coronal Pasien dengan Sinusitis Alergi Jamur yang

Unilateral menunjukan gambaran hiperdens dan inhomogenitas sinus; opaksifikasi:

terdapat musin alergi ........................................................................................................... 50

Gambar 23. Mikroskopis Elemen-elemen Jamur yang Menyebar ( hifa ) dengan

eosinofilik ( alergi ) mucin ( pewarnaan Gomori Methemine Silver Pembesaran 200x )

............................... .......................................... ................................................................. 51

Gambar 24. Invasif Fungal Sinusitis ............................................................................. 54

Gambar 25. Rigid Nasal Endoscopy (0o) menunjukan daerah nekrotik – muncul di

konka media kanan (MT) dan septum hidung (S). TI adalah konka inferior ............. 55

Gambar 26. Foto pasien 24 jam setelah presentasi. Adanya pengerasan kulit dan kulit

kehitaman dari philtrum, dorsum nasi, ala nasi kiri, dan ujung hidung yang jelas .... 56

7

Page 8: Referat Sinusitis Jamur Pink

Gambar 27. Penampilan setelah debridemen dari semua jaringan yang non viabel.

Hidung eksternal, septum anterior, philtrum, bagian tengah, pipi kiri dan kanan, kiri

dan kanan dari canthal daerah medial, serta glabella diperlukan debridement .......... 56

Gambar 28. CTScan Potongan Coronal Pasien dengan Sinusitis Jamur Invasif Akut

Pada Sinus Maxillaris Kanan dengan gambaran destruksi dinding Lateral Sinus

Maxillaris .......................................................................................................................... 57

Gambar 29. CT Scan Potongan Coronal Pasien dengan Sinusitis Jamur Invasif Kronik

Pada Sinus Maxillaris Kanan, Rongga Hidung Kanan, dan Sinus Sfenoid; erosi fossa

kranial anterior, dengan ekstensi intrakranial pada sisi kanan ...................................... 60

Gambar 30. Pasien dengan obstruksi nasi dan epistaksis; gambaran massa di sinus

maksilaris kanan dengan destruksi dinding medial, ekstensi ke rongga hidung;

diagnosis radiologi: sinusitis jamur, histopatologi: inverted papilloma ....................... 64

Gambar 31. Gambaran pasien dengan alergik fungal sinisitis, terjadi proptosis bagian

kanan, telekantus, pendataran malar, posisi mata asimetrisdan ala nasi bagian kanan

terdorong kebawah. ......................................................................................................................... 65

8

Page 9: Referat Sinusitis Jamur Pink

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Sinus paranasalis, muara, inervasi, vaskularisasi dan limfatikusnya ........... 33

Tabel 2. Pembagian Klasifikasi Fungal Sinusitis ....................................................... 41

9

Page 10: Referat Sinusitis Jamur Pink

BAB I

PENDAHULUAN

Hidung merupakan salah satu organ penting yang seharusnya mendapat

perhatian lebih dari biasanya dan hidung merupakan salah satu organ pelindung tubuh

terhadap lingkungan yang tidak menguntungkan. Dalam hidung manusia mempunyai

sekitar 12 rongga disepanjang atap dan bagian latral rongga udara hidung dengan

jumlah , bentuk, ukuran, dan simetri yang bervariasi. Sinus-sinus inilah yang

membentuk rongga didalam beberapa tulang wajah dan menjadi salah satu bagian dari

hidung yang sering kali menjadi permasalahan dikalangan masyarakat umum.1

Sinusitis adalah peradangan yang terjadi pada rongga sinus. Sinus atau sering

pula disebut dengan sinus paranasalis adalah rongga udara yang terdapat pada bagian

padat dari tulang tenggkorak di sekitar wajah, yang berfungsi untuk memperingan

tulang tenggkorak. Rongga ini berjumlah empat pasang kiri dan kanan. Sinus frontalis

terletak di bagian dahi, sedangkan sinus maksilaris terletak di belakang pipi.

Sementara itu, sinus sphenoid dan sinus ethmoid terletak agak lebih dalam di

belakang rongga mata dan di belakang sinus maksilaris. Dinding sinus terutama

dibentuk oleh sel sel penghasil cairan mukus. Udara masuk ke dalam sinus melalui

sebuah lubang kecil yang menghubungkan antara rongga sinus dengan rongga hidung

yang disebut dengan ostia. Jika oleh karena suatu sebab lubang ini buntu maka udara

tidak akan bisa keluar masuk dan cairan mukus yang diproduksi di dalam sinus tidak

akan bisa dikeluarkan.1, 2

Beberapa penyebab dapat menjadi pencetus terjadinya sinusitis, salah satunya

adalah jamur, selain ada pula penyebab lain seperti bakteri, ataupun virus. 1

Jamur adalah suatu organisme yang mirip seperti tumbuhan namun tidak

memiliki klorofil yang cukup oleh karena mereka tidak memiliki klorofil, jamur harus

menyerap makanan dari bahan-bahan organik yang telah mati. Dalam siklus hidupnya

jamur dan bakteri bekerjasama untuk memecah hamper semua substansi organik

kompleks (selulosa) dan juga mendaur ulang elemen-elemen lain, terutama elemen

10

Page 11: Referat Sinusitis Jamur Pink

karbon untuk tetap hidup. Pada dasarnya jamur hanya mengabsorpsi makanan dari

benda mati saja, namun terkadang jamur juga mengasorbsi makanan dari organism

yang masih hidup, dan salah satunya adalah tubuh kita. Dari sinilah awal mula

terjadinya infeksi jamur pada tubuh kita. Pada sinusitis jamur bagian yang terinfeksi

adalah rongga sinus pada hidung manusia.3

Infeksi jamur pada sinus paranasal jarang terjadi dan biasanya terjadi pada

individu dengan system imun tubuh yang kurang . Namun, baru-baru ini, terjadinya

sinusitis jamur telah meningkat pada populasi imunokompeten.1, 2, 3

Ketika system imun tubuh menurun, jamur memiliki kesempatan untuk masuk

dan berkembang dalam tubuh. Oleh  karena  organisme  ini  tidak membutuhkan

cahaya untuk memproduksi makanannya, maka Jamur dapat hidup dilingkungan yang

lembab dan gelap. Sinus paranasalis yang terdapat pada hidung menjadi suatu tempat

yang alami dan paling strategis dimana jamur dapat ditemukan. Hal inilah yang

menyebabkan  timbulnya  sinusitis  jamur. Jenis patogen yang paling umum adalah

dari jenis Aspergillus sp dan Mucor sp.3

Infeksi sinus oleh jamur jarang terdiagnosis karena sering luput dari perhatian.

Penyakit  ini  mempunyai  gejala  yang  mirip  dengan  sinusitis  kronik  yang

disebabkan oleh bakteri, adakalanya gejala yang timbul non-spesifik, bahkan tanpa

gejala, oleh karenanya pemahaman lebih mendalam terhadap infeksi ini akan sangat

membantu dalam menegakan diagnosis dan penentuan penatalaksanaan yang akan

dilakukan.1, 3

11

Page 12: Referat Sinusitis Jamur Pink

BAB II

ANATOMI DAN FISIOLOGI HIDUNG

2.1 Anatomi Hidung

Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung dalam. Hidung luar menonjol pada

garis tengah diantara pipi dengan bibir atas, struktur hidung luar dapat dibedakan atas

tiga bagian yaitu: paling atas kubah tulang yang tak dapat digerakkan, dibawahnya

terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan dan yang paling bawah adalah

lobulus hidung yang mudah digerakkan. Bagian puncak hidung biasanya disebut

apeks. Agak keatas dan belakang dari apeks disebut batang hidung (dorsum nasi),

yang berlanjut sampai kepangkal hidung dan menyatu dengan dahi. Yang disebut

kolumela membranosa mulai dari apeks, yaitu diposterior bagian tengah pinggir dan

terletak sebelah distal dari kartilago septum. Titik pertemuan kolumela dengan bibir

atas dikenal sebagai dasar hidung. Disini bagian bibir atas membentuk cekungan

dangkal memanjang dari atas kebawah yang disebut filtrum. Sebelah menyebelah

kolumela adalah nares anterior atau nostril (Lubang hidung) kanan dan kiri, sebelah

latero-superior dibatasi oleh ala nasi dan sebelah inferior oleh dasar hidung.1, 2, 4-6

12

Page 13: Referat Sinusitis Jamur Pink

Gambar 1. Hidung Bagian Luar

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi

oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau

menyempitkan lubang hidung. Bagian hidung dalam terdiri atas struktur yang

membentang dari os internum disebelah anterior hingga koana di posterior, yang

memisahkan rongga hidung dari nasofaring. Rongga hidung atau kavum nasi

berbentuk terowongan dari depan kebelakang, dipisahkan oleh septum nasi dibagian

tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi

bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares posterior

(koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring. Bagian dari kavum nasi

yang letaknya sesuai ala nasi, tepat dibelakang nares anterior, disebut dengan

vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang banyak kelenjar sebasea dan

rambut-rambut panjang yang disebut dengan vibrise. 1, 2, 4-6

Gambar 2. Tulang Hidung Bagian Luar Tampak Anterolateral

13

Page 14: Referat Sinusitis Jamur Pink

Gambar 3. Tulang Hidung Bagian Luar Tampak Inferior

Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu dinding medial, lateral,

inferior dan superior.

Gambar 4. Batas lateral kavum nasi (lubang hidung)

14

Page 15: Referat Sinusitis Jamur Pink

Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum nasi ini dibentuk oleh

tulang dan tulang rawan, dinding lateral terdapat konkha superior, konkha media dan

konkha inferior. Yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah konkha inferior,

kemudian yang lebih kecil adalah konka media, yang lebih kecil lagi konka superior,

sedangkan yang terkecil ialah konka suprema dan konka suprema biasanya

rudimenter.4-6

Gambar 5. Kartilago septum nasi sisi lateral

Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan

labirin etmoid, sedangkan konka media, superior dan suprema merupakan bagian dari

labirin etmoid. Celah antara konka inferior dengan dasar hidung dinamakan meatus

inferior, berikutnya celah antara konkha media dan inferior disebut meatus media dan

sebelah atas konkha media disebut meatus superior. Meatus medius merupakan salah

satu celah yang penting dan merupakan celah yang lebih luas dibandingkan dengan

meatus superior. Disini terdapat muara dari sinus maksilla, sinus frontal dan bahagian

anterior sinus etmoid. Dibalik bagian anterior konka media yang letaknya

menggantung, pada dinding lateral terdapat celah yang berbentuk bulat sabit yang

dikenal sebagai infundibulum. Ada suatu muara atau fisura yang berbentuk bulan

15

Page 16: Referat Sinusitis Jamur Pink

sabit menghubungkan meatus medius dengan infundibulum yang dinamakan hiatus

semilunaris. Dinding inferior dan medial infundibulum membentuk tonjolan yang

berbentuk seperti laci dan dikenal sebagai prosesus unsinatus.1, 2, 4-6

Gambar 6. Concha Nasalis

Di bagian atap dan lateral dari rongga hidung terdapat sinus yang terdiri atas

sinus maksilla, etmoid, frontalis dan sphenoid. Dan sinus maksilla merupakan sinus

paranasal terbesar diantara lainnya, yang berbentuk pyramid iregular dengan dasarnya

menghadap ke fossa nasalis dan puncaknya kearah apex prosesus zigomatikus os

maksilla (Akan dibahas lebih lanjut pada BAB II).1, 2, 4-6

2.2 Vaskularisasi Hidung

Secara garis besar perdarahan hidung berasal dari tiga sumber utama, yaitu:

1. Arteri Etmoidalis anterior

2. Arteri Etmoidalis posterior cabang dari arteri oftalmika

3. Arteri Sfenopalatina, cabang terminal arteri maksilaris interna yang berasal dari

arteri karotis eksterna.4

16

Page 17: Referat Sinusitis Jamur Pink

Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang arteri

maksilaris interna, diantaranya ialah ujung arteri palatina mayor dan arteri

sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama nervus sfenopalatina

dan memasuki rongga hidung dibelakang ujung posterior konka media. Bagian depan

hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri fasialis.

Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang arteri

sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri labialis superior dan arteri palatina mayor,

yang disebut pleksus kieesselbach (little’s area). Pleksus Kiesselbach letaknya

superfisialis dan mudah cedera oleh truma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis

(epistaksis anterior).

Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan

dengan arterinya. Vena divestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke vena

oftalmika yang berhubungan dengan sinus kavernesus.1, 2, 4-6

2.3 Innervasi Rongga Hidung

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari

nervus etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari nervus nasosiliaris, yang

berasal dari nervus oftalmikus. Saraf sensoris untuk hidung terutama berasal dari

cabang oftalmikus dan cabang maksilaris nervus trigeminus. Cabang pertama nervus

trigeminus yaitu nervus oftalmikus memberikan cabang nervus nasosiliaris yang

kemudian bercabang lagi menjadi nervus etmoidalis anterior dan etmoidalis posterior

dan nervus infratroklearis. Nervus etmoidalis anterior berjalan melewati lamina

kribrosa bagian anterior dan memasuki hidung bersama arteri etmoidalis anterior

melalui foramen etmoidalis anterior, dan disini terbagi lagi menjadi cabang nasalis

internus medial dan lateral. Rongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat

persarafan sensoris dari nervus maksila melalui ganglion sfenopalatinum. Ganglion

sfenopalatina, selain memberi persarafan sensoris, juga memberikan persarafan

vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabut serabut

sensorid dari nervus maksila. Serabut parasimpatis dari nervus petrosus profundus.

Ganglion sfenopalatinum terletak dibelakang dan sedikit diatas ujung posterior

konkha media.

17

Page 18: Referat Sinusitis Jamur Pink

Nervus Olfaktorius turun melalui lamina kribosa dari permukaan bawah

bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa

olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.1, 2, 4-6

Gambar 7. Innervasi Rongga Hidung Tampak Lateral

2.4 Struktur Histologi Rongga Hidung

Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional

dibagi atas mukosa pernafasan (respiratori) dan mukosa penghidu (olfaktori). Mukosa

pernafasan biasanya berwarna merah muda, sedangkan pada daerah mukosa penghidu

berwarna coklat kekuningan.1

Gambar 8. Anatomi Mikroskopis Mukosa Hidung18

Page 19: Referat Sinusitis Jamur Pink

Mukosa pernapasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan

permukaannya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu yang mempunyai silia dan

diantaranya terdapat sel – sel goblet. Pada bagian yang lebih terkena aliran udara

mukosanya lebih tebal dan kadang – kadang terjadi metaplasia menjadi sel epital

skuamosa. Dalam keadaan normal mukosa berwarna merah muda dan selalu basah

karena diliputi oleh palut lendir (mucous blanket) pada permukaannya. Palut lendir ini

dihasilkan oleh kelenjar mukosa dan sel goblet.2

Lamina propria dan kelenjar mukosa tipis pada daerah dimana aliran udara

lambat atau lemah. Jumlah kelenjar penghasil secret dan sel goblet, yaitu sumber dari

mucus, sebanding dengan ketebalan lamina propria.

Silia memiliki struktur mirip rambut, panjangnya sekitar 5-7 mikron, terletak

pada permukaan epitel dan bergerak serempak secara cepat ke arah aliran lapisan,

kemudian membengkok dan kembali tegak secara lambat. Silia yang terdapat pada

permukaan epitel mempunyai fungsi yang penting.. Dengan gerakan silia yang teratur,

palut lendir di dalam kavum nasi akan didorong ke arah nasofaring. Dengan demikian

mukosa mempunyai daya untuk membersihkan dirinya sendiri dan juga untuk

mengeluarkan benda asing yang masuk ke dalam rongga hidung. Gangguan pada

fungsi silia akan menyebabkan banyak sekret terkumpul dan menimbulkan keluhan

hidung tersumbat. Gangguan gerakan silia dapat disebabkan oleh pengeringan udara

yang berlebihan, radang, sekret kental dan obat – obatan.

Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan

sepertiga bagian atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis semu dan

tidak bersilia (pseudostratified columnar non ciliated epithelium). Epitelnya dibentuk

oleh tiga macam sel, yaitu sel penunjang, sel basal dan sel reseptor penghidu. Epitel

organ pernafasan yang biasa berupa toraks bersilia, bertingkat palsu, berbeda-beda

pada berbagai bagian hidung, bergantung pada tekanan dan kecepatan aliran udara,

demikian pula suhu, dan derajat kelembaban udara. Mukoa pada ujung anterior konka

dan septum sedikit melampaui internum masih dilapisi oleh epitel berlapis torak tanpa

silia, lanjutan dari epitel kulit vestibulum. Sepanjang jalur utama arus inspirasi epitel

menjadi toraks bersilia pendek dan agak ireguler. Sel-sel meatus media dan inferior

yang terutama menangani arus ekspirasi memiliki silia yang panjang dan tersusun

rapi. 1, 2, 4-6

19

Page 20: Referat Sinusitis Jamur Pink

2.5 Fisiologi Hidung

1. Sebagai jalan nafas

Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi

konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, sehingga aliran udara

ini berbentuk lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi, udara masuk melalui koana dan

kemudian mengikuti jalan yang sama seperti udara inspirasi. Akan tetapi di bagian

depan aliran udara memecah, sebagian lain kembali ke belakang membentuk pusaran

dan bergabung dengan aliran dari nasofaring.

2. Pengatur kondisi udara (air conditioning)

Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk mempersiapkan

udara yang akan masuk ke dalam alveolus. Fungsi ini dilakukan dengan cara :

a. Mengatur kelembaban udara.

Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir. Pada musim panas, udara hampir jenuh

oleh uap air, penguapan dari lapisan ini sedikit, sedangkan pada musim dingin

akan terjadi sebaliknya.

b. Mengatur suhu.

Fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya pembuluh darah di bawah epitel

dan adanya permukaan konka dan septum yang luas, sehingga radiasi dapat

berlangsung secara optimal. Dengan demikian suhu udara setelah melalui

hidung kurang lebih 37o C.

3. Sebagai penyaring dan pelindung

Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan bakteri dan

dilakukan oleh :

a. Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi

b. Silia

c. Palut lendir (mucous blanket). Debu dan bakteri akan melekat pada palut

lendir dan partikel – partikel yang besar akan dikeluarkan dengan refleks

bersin. Palut lendir ini akan dialirkan ke nasofaring oleh gerakan silia.

d. Enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri, disebut lisosim.

4. Indra penghirup

Hidung juga bekerja sebagai indra penghirup dengan adanya mukosa

olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum.

20

Page 21: Referat Sinusitis Jamur Pink

Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau

bila menarik nafas dengan kuat.

5. Resonansi suara

Penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan hidung

akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar suara sengau.

6. Proses bicara

Membantu proses pembentukan kata dengan konsonan nasal (m,n,ng) dimana

rongga mulut tertutup dan rongga hidung terbuka, palatum molle turun untuk aliran

udara.

7. Refleks nasal

Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran

cerna, kardiovaskuler dan pernafasan.

Contohnya antara lain; adanya iritasi mukosa hidung menyebabkan refleks

bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau tertentu menyebabkan sekresi kelenjar liur,

lambung dan pankreas. 1

21

Page 22: Referat Sinusitis Jamur Pink

BAB III

ANATOMI DAN FISIOLOGI SINUS PARANASALIS

Sinus paranasalis berjumlah empat pasang kiri dan kanan, dan diberi nama

sesuai: sinus maksilaris, sfenoidalis, frontalis, dan etmoidalis. Sinus frontalis kanan

dan kiri, terletak di bagian dahi, sedangkan sinus maksilaris kanan dan kiri (antrium

highmore) terletak di belakang pipi. Sementara itu, sinus sphenoid kanan dan kiri,

serta sinus ethmoid kanan dan kiri (anterior dan posterior) terletak agak lebih dalam

di belakang rongga mata dan di belakang sinus maksilaris. Yang terakhir biasanya

berupa kelompok-kelompok sel etmoidalis anterior dan posterior yang saling

berhubungan,  masing-masing  kelompok  bermuara  ke  dalam  rongga hidung

melalui ostium masing-masing. Seluruh sinus dilapisi oleh epitel saluran pernapasan

yang mengalami modifikasi, dan mampu menghasilkan mukus, dan bersilia, sekret

disalurkan ke dalam rongga hidung. Pada orang sehat, rongga terutama berisi udara.

Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga

hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid

dan sinus frontal. Jadi tidak heran jika pada foto rontgen anak-anak belum ada sinus

frontalis karena belum terbentuk.

Sinus maksila dan etmoid telah ada sejak anak lahir,sedangkan sinus frontalis

berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun.

Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian

postero-superior rongga hidung. Sinus-sinus ini umumnya mencapai besar maksimal

pada usia antara 15-18 tahun. 1, 2, 4-7

Gambar 9. Sinus Paranasalis

22

Page 23: Referat Sinusitis Jamur Pink

3.1 Anatomi Dinding Lateral Hidung

Dinding lateral nasal meliputi sebagian os ethmoidale, os maxilla, palatina,

lacrimale, dan lamina pterygoideus medialis os sphenoidale, os nasal dan concha

nasalis inferior. Tiga hingga empat concha terproyeksi dari dinding tersebut; concha

nasalis suprema, superior dan media terproyeksi dari os ethmoidale. Concha nasalis

inferior dianggap sebagai struktur mandiri. Setiap struktur ini melapisi ruangan udara

di bawahnya dan di sebelah lateralnya yang dikenal dengan nama meatus. Sepotong

kecil tulang yang terproyeksi dari os ethmoidale yang menutupi muara sinus

maxillaris yang terletak di lateral dan membentuk palung di posterior concha nasalis

media.Bagian tulang yang tipis disebut processus uncinatus. Dinding samping nasal

bagian superior terdiri atas cellula ethmoidalis yang membatasi epitel olfaktori dan

lamina cribosa di sebelah lateral. Di sebelah superior cellula ethmoidalis anterior

terdapat sinus frontalis yang bermuara diantara cellula. Bagian superoposterior

dinding nasus bagian lateral adalah dinding anterior sinus sphenoidalis yang berada di

inferior sella turcica dan sinus cavernosus. 1, 2

Gambar 10. Dinding Hidung Lateral

23

Page 24: Referat Sinusitis Jamur Pink

3.2 Anatomi Sinus Paranasalis

Gambar 11. Anatomi Sinus Paranasalis

3.2.1 Sinus Maxillaris

3.2.1.1 Perkembangan

Sinus maxillaris (antrum Highmori) adalah sinus yang pertama berkembang.

Struktur ini biasanya terisi cairan saat lahir. Pertumbuhan sinus ini terjadi dalam dua

fase sela pertumbuhan tahun 0-3 dan 7-12. Selama fase terakhir, pneumatisasi

menyebar lebih ke arah inferior ketika gigi permanen erupsi. Pneumatisasi dapat

sangat luas hingga akar gigi terlihat dan selapis tipis jaringan lunak menutupi mereka.

3.2.1.2 Struktur

Sinus maxillaris dewasa berbentuk piramida yang bervolume sekitar 15 ml

(34x33x23 mm). Basis sinus adalah dinding nasus dengan puncak menunjuk ke arah

processus zygomaticus.

Dinding anterior mempunyai foramen infraorbital yang terletak pada pars

midsuperior yang dilalui oleh nervus infraorbital pada atap sinus dan keluar melalui

foramen tersebut. Bagian tertipis dinding anterior terletak di superior gigi caninus

pada fossa canina. Atap dibentuk oleh lantai cavum orbita dan dipisahkan oleh

perjalanan nervus infraorbitalis. Dinding posterior tidak jelas. Di sebelah posterior 24

Page 25: Referat Sinusitis Jamur Pink

dinding ini terdapat fossa pterygomaxillaris yang dilewati arteri maxillaris interna,

ganglion sphenopalatina dan canalis Vidian yang dilewati nervus palatinus mayor dan

foramen rotundum. Lantai, seperti didiskusikan di atas, bervariasi ketinggiannya. Dari

lahir hingga usia 9 tahun, lantai sinus berada di atas cavitas nasalis. Pada usia 9 tahun,

lantai sinus biasanya berada sejajar dengan lantai nasus. Lantai biasanya terus

berkembang ke inferior seiring dengan pneumatisasi sinus maxillaris.

Karena hubungannya berdekatan dengan gigi geligi, penyakit gigi dapat

menyebabkan infeksi sinus maxillaris dan ekstraksi gigi dapat mengakibatkan fistula

oroantral.

3.2.1.3 Suplai Darah

Sinus maxillaris disuplai oleh arteri maxillaris interna. Arteri ini termasuk

mempercabangkan arteri infraorbitalis (berjalan bersama nervus infraorbitalis),

sphenopalatina rami lateralis, palatina mayor dan arteri alveolaris. Drainase vena

berjalan di sebelah anterior menuju vena facialis dan di sebelah posterior menuju vena

maxillaries dan jugularis terhadap sistem sinus dural.

3.2.1.4 Persyarafan

Sinus maxillaris dipersarafi oleh rami maxillaris. Secara rinci, nervus palatina

mayor dan nervus infraorbital.

3.2.1.5 Struktur yang Terkait

a. Ductus nasolacrimalis

Ductus nasolacrimalis merupakan drainase saccus lacrimalis dan berjalan dari

fossa lacrimalis pada cavum orbita, dan bermuara pada bagian anterior meatus nasalis

inferior. Ductus terletak sangat berdekatan dengan ostium maxillaris kira-kira 4-9 di

sebelah anterior ostium.

b. Ostium Natural

Ostium maxillaris terletak di bagian superior dinding medial sinus. Ostium ini

biasanya terletak setengah posterior infundibulum ethmoidalis atau di sebelah

posterior sepertiga inferior processus uncinatus. Tepi posterior ostia bersambungan

dengan lamina papyracea, sehingga menjadi patokan batas lateral diseksi bedah.

Ukuran ostium kira-kira 2,4 mm tetapi dapat bervariasi dari 1 – 17 mm. Delapan

25

Page 26: Referat Sinusitis Jamur Pink

puluh delapan persen ostium maxillaris tersembunyi di posterior processus uncinatus

dan dengan demikian tidak dapat terlihat dengan endoskopi.

c. Ostium accessoris/ Fontanella Anterior/ Posterior

Ostium ini non-fungsional dan berfungsi untuk drainase sinus jika ostium natural

tersumbat dan tekanan atau gravitasi intrasinus menggerakkan material keluar dari

ostium. Ostium accessoris biasanya ditemukan di fontanela posterior.

3.2.2 Sinus Ethmoidalis

3.2.2.1 Perkembangan

Sinus ethmoidalis terlihat jelas sebagai struktur yang berisi cairan pada bayi

yang baru lahir. Selama perkembangan fetus, cellula ethmoidalis anterior berkembang

terlebih dahulu, yang kemudian diikuti dengan cellula ethmoidalis posterior.

Cellula berkembang bertahap dan berukuran optimal pada usia 12 tahun.

Cellula biasanya tidak nampak pada radiografi hingga usia satu tahun. Septa bertahap

menipis dan berpneumatisasi ketika usia bertambah.

Cellula ethmoidalis adalah sinus yang paling bervariasi dan kadang ditemukan

di superior cavum orbita, lateral terhadap sinus sphenoidalis, ke arah atap sinus

maxillaris dan di sebelah superoanterior sinus frontalis. Cellula-cellula ini memiliki

nama. Cellula di sebelah superior cavum orbit disebut cellula supraorbital dan

ditemukan pada sekitar 15% pasien. Invasi cellula ethmoidalis hingga lantai sinus

frontalis disebut bulla frontalis. Perluasan hingga ke concha nasalis media disebut

concha bullosa. Cellula di atap sinus maxillaris (infraorbital) disebut “cellula Haller”,

dan ditemukan pada 10% populasi. Cellula ini dapat menyumbat ostium,

menyempitkan infundibulum dan mengakibatkan gangguan fungsi normal sinus.

Sedangkan cellula yang meluas secara anterolateral ke arah sinus sphenoidalis disebut

cellula Onodi (10%). Variabilitas umum cellula ini menjadikan pencitraan preoperatif

penting untuk assesment anatomi individu pasien.

3.2.2.2 Struktur

Cellula ethmoidalis posterior dan anterior bervolume 15 ml (3,3 x 2,7 x 1,4

cm). Cellula ethmoidalis berbentuk seperti piramida dan terbagi menjadi cellula kecil

jamak yang dipisahkan oleh septum tipis. Atap cellula ethmoidalis terdiri atas struktur

penting. Atap cellula ethmoidalis melandai ke posterior (15 derajat) dan medial. Dua-

pertiga anterior atap tebal dan kuat dan terdiri atas os frontal dan foveola ethmoidalis. 26

Page 27: Referat Sinusitis Jamur Pink

Sepertiga posterior lebih superior di sebelah lateral dan melandai ke inferior ke arah

lamina et foramina cribosa. Perbedaan ketinggian antara atap lateral dan medial

bervariasi, antara 15 – 17 mm. Bagian posterior cellula ethmoidalis berbatasan dengan

sinus sphenoidalis. Dinding lateral adalah lamina papyracea/ lamina orbitalis.

3.2.2.3 Suplai Darah

Sinus ethmoidalis disuplai dari arteri carotis interna dan externa. Arteri

sphenopalatina dan arteri opthalmicus (yang bercabang menjadi arteri ethmoidalis

anterior dan posterior) mensuplai sinus. Drainase vena mengikuti aliran arteri

sehingga dapat mengetahui infeksi yang terjadi intrakranial.

3.2.2.4 Persyarafan

Nervus maxillaris dan mandibularis menginervasi sinus ethmoidalis. Nervus

maxillaris menginervasi bagian superior sedangkan nervus mandibularis menginervasi

regio inferior. Inervasi parasimpatis melalui nervus Vidian. Inervasi simpatis melalui

ganglion simpatis cervicalis dan melalui arteri ke arah mukosa sinus.

3.2.2.5 Struktur yang Terkait

a. Lamella Basalis Concha Nasalis Media

Struktur ini memisahkan antara cellula ethmoidalis anterior dan posterior;

merupakan perlekatan concha nasalis media dan berjalan pada tiga bidang yang

berbeda dalam perjalanannya dari anterior dan posterior. Bagian paling anterior

terletak vertical dan terinsersi pada crista ethmoidalis dan basis cranii. Sepertiga

media berjalan oblik dan terinsersi pada lamina papyracea. Sepertiga posterior

berjalan horizontal dan berinsersi pada lamina papyracea. Ruang di sebelah inferior

concha nasalis media diistilahkan meatus nasi media, yang menjadi drainase sinus

maxxillaris, sinus frontalis dan sinus ethmoidalis. Kerusakan akibat bedah terhadap

bagian anterior atau posterior concha nasalis media dapat melabilkan struktur ini dan

di sebelah anterior berisiko merusak lamina et foramina cribosa.

b. Cellula Ethmoidalis Anterior dan Posterior

Cellula ethmoidalis anterior terletak anterior terhadap lamella basalis. Cellula

ethmoidalis anterior berdrainase ke meatus nasi media melalui infundibulum 27

Page 28: Referat Sinusitis Jamur Pink

ethmoidalis. Cellula ethmoidalis anterior termasuk agger nasi, bulla ethmoidalis dan

cellula ethmoidalis anterior lainnya. Cellula ethmodalis posterior berdrainase ke

meatus nasalis superior dan berbatasan dengan sinus sphenoidalis. Cellula ethmoidalis

anterior lebih sedikit jumlahnya dan lebih besar ukurannya daripada cellula

ethmoidalis anterior.

c. Cellula agger nasi

Cellula agger nasi terletak pada os lacrimalis di sebelah anterior dan superior

terhadap persimpangan antara concha nasalis media dengan dinding nasal (sering

dideskripsikan sebagai penonjolan pada dinding nasus lateral dimana concha nasalis

media melekat). Agger nasi tersembunyi di posterior bagian paling anterior processus

uncinatus dan berdrainase menuju hiatus semilunaris. Agger nasi adalah cellula yang

berpneumatisasi pada bayi yang baru lahir dan prominen selama masa kanak-kanak.

Jumlahnya dari satu hingga tiga. Dinding posterior cellula membentuk dinding

anterior recessus frontalis. Atap cellula ethmoidalis adalah dasar sinus frontalis, dan

dengan demikian menjadi patokan penting pembedahan sinus frontalis.

d. Bulla Ethmoidalis

Bulla ethmoidalis adalah patokan yang letaknya paling konstan untuk tindakan

bedah. Bulla ethmoidalis terletak di sebelah superior infundibulum ethmoidalis dan

tepi superior dan permukaan lateral/ inferior processus uncinatus membentuk hiatus

semilunaris. Bulla ethmoidalis biasanya paling besar diantara cellula ethmoidalis

anterior. Arteri ethmoidalis anterior biasanya berjalan melawati atap cellula ini.

Recessus suprabulla dan retrobulla dapat terbentuk ketika bulla ethmoidalis tidak

meluas hingga basis cranii. Recessus suprabulla terbentuk ketika terdapat celah

diantara atap bulla ethmoidalis dan fovea. Spasia retrobulla terbentuk ketika terdapat

celah antara lamella basalis dan bulla ethmoidalis. Spasia retrobulla terbuka menuju

struktur yang disebut hiatus semilunaris superior.

e. Infundibulum Ethmoidalis

Perkembangan infundibulum mendahului sinus. Recessus ini, dimana sinus

ethmoidalis, sinus maxillaris dan sinus frontalis berdrainase dibentuk oleh bermacam-

macam struktur. Dinding anterior terbentuk oleh processus uncinatus, dinding medial

adalah processus frontalis os maxilla dan lamina papyracea. Dinding anterior berjalan

ke anterior berkelanjutan dengan recessus frontalis hingga batas posterior dimana

28

Page 29: Referat Sinusitis Jamur Pink

processus uncinatus melekat ke lamina. Lubang di sebelah superior recessus disebut

hiatus semilunaris. Sinus maxillaris juga ditemukan pada daerah ini.

f. Arteri Ethmoidalis Posterior

Anterior Arteri ethmoidalis anterior dan posterior dipercabangkan dari arteri

opthalmicus di cavum orbita. Arteri anterior menembus musculus rectus medialis dan

berpenetrasi lamina papyracea. Arteri kemudian melintasi atap sinus ethmoidalis,

kadang mensuplai lamina et foramina cribosa dan septum anterior. Arteri ini biasanya

single dan besar dan dapat menutup ke inferior menuju cellula. Posisinya berdekatan

dengan struktur yang letaknya lebih medial, yaitu fovea ethmoidalis. Arteri

ethmoidalis posterior melewati musculus rectus medialis, menembus lamina

papyracea dan berjalan melalui cellula ethmoidalis posterior (biasanya berhubungan

dengan dinding anterior cellula ethmoidalis paling-posterior) hingga ke septum. Arteri

ini mensuplai sinus ethmoidalis posterior, bagian concha nasalis superior dan media

dan sebagian kecil septum posterior. Arteri ini biasanya lebih kecil dan bercabang.

Posisi arteri ethmoidalis posterior berhubungan dengan posisi nervus opticus yang

berdekatan dengan atap cavum orbita.

3.2.3 Sinus Frontalis

3.2.3.1 Perkembangan

Os frontal adalah tulang membranosa saat lahir sehingga jarang lebih dari satu

recessus hingga tulang mulai menulang sekitar usia dua tahun. Dengan demikian,

radiografi jarang menunjukkan struktur ini sebelum usia dua tahun. Pertumbuhan

sejati bermula pada usia lima tahun dan berlanjut hingga akhir usia belasan tahun.

3.2.3.2 Struktur

Volume sinus sekitar 6 – 7 ml (28 x 24 x 20 mm). Anatomi sinus frontalis sangat

bervariasi, tetapi pada umumnya berbentuk corong dan mengarah ke superior.

Kedalaman sinus adalah dimensi yang paling signifikan secara bedah karena

menentukan limitasi pendekatan bedah. Kedua sinus frontalis mempunyai ostia di

sebelah posteromedial. Hal ini yang menyebabkan sinus ini jarang terlibat dalam

penyakit infeksi. Baik dinding anterior dan posterior sinus terdiri atas diploe. Meski

demikian, dinding posterior (memisahkan sinus frontalis dengan fossa cranii anterior)

jauh lebih tipis. Dasar sinus ikut membentuk atap cavum orbital.

29

Page 30: Referat Sinusitis Jamur Pink

3.2.3.3 Suplai Darah

Sinus frontal disuplai oleh arteri oftalmik melalui supraorbital dan supratroclear arteri.

Drainase vena melalui vena oftalmik lebih unggul dari gua sinus dan melalui venulae

kecil di dinding posterior yang mengalir ke sinus dural.

3.2.3.4 Persyarafan

Sinus frontal adalah diinervasi oleh cabang V1. Secara khusus, saraf ini

termasuk cabang supraorbital dan supratrochlear.

3.2.3.5 Struktur yang Terkait

a. Recessus Frontalis

Recessus frontalis adalah ruangan yang ada diantara sinus frontalis dengan hiatus

semilunaris. Batas anterior dengan cellula agger nasi dan di sebelah superior dengan

sinus frontalis, di sebelah medial dengan concha nasalis media dan di sebelah lateral

dengan lamina papyracea. Kavitas menyerupai dumbbel, sinus frontalis menyempit

pada ostium sinus dan kemudian terbuka lagi menuju recessus frontalis yang melebar.

Tergantung dari perluasan pneumatisasi sinus ethmoidalis, recessus ini dapat

berbentuk tubuler sehingga penyempitan dumbbell menjadi lebih panjang. Struktur

anomali seperti sinus lateralis (sebelah posterior recessus frontalis pada basis cranii)

dan bulla frontalis (sebelah anterior recessus pada dasar sinus frontalis) dapat

disalahartikan sebagai sinus frontalis selama pembedahan sinus.

Gambar 12. Potongan sagital sinus fontalis

30

Page 31: Referat Sinusitis Jamur Pink

3.2.4 Sinus Sphenoidalis

3.2.4.1 Perkembangan

Sinus sphenoidalis adalah sinus yang unik karena tidak berasal dari

outpouching cavum nasi. Sinus ini berasal dari kapsul nasalis embrio. Sinus

sphenoidalis tetap tidak berkembang sampai usia tiga tahun. Pada usia tujuh tahun,

pneumatisasi telah mencapai sella turcica. Pada usia 18 tahun, sinus telah mencapai

ukuran penuh.

3.2.4.2 Struktur

Pada akhir usia belasan tahun, sinus mencapai ukuran penuh dengan volume

7,5 ml (23x 20 x 17 mm). Pneumatisasi sinus ini, seperti sinus frontalis, sangat

bervariasi. Umumnya, struktur bilateral ini terletak di bagian posterosuperior cavum

nasi. Pneumatisasi dapat meluas hingga clivus, ala sphenoidalis dan foramen

magnum. Dinding sinus sphenoidalis bervariasi dalam ketebalan dengan dinding

anterosuperior dan atap paling tipis (0,1 – 1,5 mm). Dinding lainnya lebih tebal.

Bagian paling tipis dinding anterior adalah 1 cm dari fovea ethmoidalis. Posisi sinus

dan hubungan anatomi tergantung pada perluasan pneumatisasi. Sinus dapat terletak

di sebelah anterior ataupun di sebelah inferior sella turcica (concha, presella, sella,

sella/ postsella). Posisi paling posterior dapat terletak berdekatan dengan struktur vital

seperti arteri carotis, nervus opticus, nervus maxillaris, nervus Vidian, pons, sella

turcica, dan sinus cavernosus. Struktur-struktur ini kadang diidentifikasi sebagai

lekukan pada atap dan dinding sinus. Pengambilan septa sinus harus berhati-hati

karena berlanjutan dengan canalis carotis dan canalis opticus dan dapat

mengakibatkan kematian dan kebutaan.5

Ostium sinus sphenoidalis bermuara ke recessus sphenoethmoidalis. Ostium sangat

kecil (0,5 – 4 mm) dan terletak sekitar 10 mm di atas dasar sinus. Tiga-puluh derajat

sudut yang digambar dari dasar cavum nasi anterior dapat digunakan sebagai

perkiraan lokasi ostium dinding nasal posterosuperior. Ostium biasanya terletak di

sebelah medial concha nasalis suprema/ superior, dan hanya beberapa milimeter dari

lamina et foramina cribosa.

3.2.4.3 Suplai Darah

31

Page 32: Referat Sinusitis Jamur Pink

Arteri ethmoidalis posterior mensuplai atap sinus sphenoidalis. Bagian sinus lainnya

disuplai oleh arteri sphenopalatina. Drainase vena melalui vena maxillaries menuju

pleksus jugularis dan pterygoideus.

3.2.4.4 Persyarafan

Sinus sphenoidalis dipersarafi oleh ramus nervus maxillaris dan mandibularis. Nervus

nasociliaris (cabang nervus maxillaris) berjalan menuju nervus ethmoidalis posterior

dan mensuplai atap sinus. Cabang nervus sphenopalatina (nervus maxillaris)

mensuplai dasar sinus.

3.2.4.5 Struktur yang Terkait

a. Recessus Sphenoethmoidalis

Recessus sphenoethmoidalis adalah ruang di sebelah posterior dan superior

concha nasalis superior. Batas ruangan ini dibentuk oleh banyak struktur. Dinding

anterior sinus sphenoidalis membentuk bagian posterior. Septum nasalis dan lamina et

foramina cribosa membentuk bagian medial dan superior. Perluasan di sebelah

anterolateral ditentukan melalui concha nasalis superior. Recessus terbuka ke cavum

nasi di sebelah inferior. Cellula ethmoidalis posterior dan sinus sphenoidalis bermuara

menuju regio ini.

b. Rostrum sphenoidalis

Struktur ini adalah proyeksi pada midline dinding sinus sphenoidalis anterior.

Rostrum berartikulasi dengan lamina perpendicular dan vomer.

c. Cellula Onodi

Seperti yang telah didiskusikan di atas, cellula ini adalah cellula ethmoidalis yang

terletak di sebelah anterolateral sinus sphenoidalis. Struktur penting seperti arteri

carotis dan nervus opticus dapat melalui cellula ini. Diseksi yang teliti pada area ini

dan pemeriksaan radiografi preoperatif yang baik penting untuk menghindari hasil

yang tidak diinginkan.

32

Page 33: Referat Sinusitis Jamur Pink

Gambar 13. Potongan sagital sinus frontalis dan sinus sfenoid

Tabel 1. Sinus paranasalis, muara, inervasi, vaskularisasi dan limfatikusnya

3.3 Struktur Histologi Sinus Paranasalis

Sinus dilapisi oleh epitel kolumner pseudostratifikasi bersilia yang berlanjut

dengan mukosa cavum nasi. Epitel sinus lebih tipis dibandingkan dengan epitel nasus.

Ada empat tipe dasar tipe sel: sel epitel kolumner, sel kolumner non-siliaris, sel-sel

basal dan sel goblet. Sel-sel bersilia mempunyai 50 – 200 silia per sel dengan 9 – 11

mikrotubulus dan lengan dynein. Data eksperimental menunjukkan bahwa sel ini

berdenyut 700 – 800 kali per menit, menggerakkan dengan kecepatan 9 mm/ menit.

Sel- sel non-siliaris ditandai dengan adanya mikrofili yang menutupi bagian apikal sel

dan berfungsi untuk meningkatkan area permukaan (untuk memfasilitasi kelembaban

dan menghangatkan udara yang dihirup). Menarik untuk dicacat bahwa terdapat

peningkatan konsentrasi (lebih dari 50%) pada ostium sinus.

Fungsi sel-sel basal tidak diketahui. Sel- sel ini bervariasi dalam bentuk,

ukuran dan jumlah. Beberapa peneliti menyatakan bahwa sel basal bertindak sebagai

sel induk yang dapat berdiferensiasi jika diperlukan. Sel goblet menghasilkan

glikoprotein yang berperan untuk viskositas dan elastisitas mukus. Sel-sel goblet

diinervasi oleh sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Dengan demikian, stimulasi 33

Page 34: Referat Sinusitis Jamur Pink

parasimpatis menginduksi mukus yang lebih tebal sedangkan stimulasi simpatis

menginduksi sekresi mukus yang lebih serus.

Lapisan epitel disokong dengan membran basalis, lamina propia dan

periosteum. Glandula serosa dan mukosa terdapat di lamina propia. Penelitian

anatomis menunjukkan bahwa sel-sel goblet dan glandula submukosa pada sinus lebih

sedikit dibandingkan pada mukosa nasus. Diantara semua sinus, sinus maxillaris

mempunyai kepadatan sel goblet tertinggi. Ostium sinus maxillaris, sphenoidalis dan

ethmoidalis anterior mempunyai peningkatan jumlah glandula submukosa serosa dan

mukosa.

3.4 Fisiologi Sinus

Secara fisiologis sinus paranasalis memiliki peran yang sangat penting bagi

manusia. Beberapa fungsi sinus paranasal, antara lain:

1. Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)

Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk mamanaskan dan mengatur

kelembaban udara inspirasi. Volume pertukaran udara dalam ventilasi sinus

kurang lebih 1/1000 volume sinus pada tiap kali bernafas, sehingga

dibutuhkan beberapa jam untuk pertukaran udara total dalam sinus

2. Sebagai panahan suhu (thermal insulators)

Sinus paranasal berfungsi sebagai (buffer) panas, melindungi orbita dan

fossa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah.

3. Membantu keseimbangan kepala

Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang

muka. Akan tetapi, bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya akan

memberikan pertambahan berat sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori

ini tidak dianggap bermakana.

4. Membantu resonansi udara

Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi udara dan

mempengaruhi kualitas udara. Akan tetapi ada yang berpendapat, posisi sinus

dan ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonansi yang

efektif.

5. Sebagai peredam perubahan tekanan udara

34

Page 35: Referat Sinusitis Jamur Pink

Fungsi ini akan berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan

mendadak, misalnya pada waktu bersin dan beringus.

6. Membantu produksi mukus

Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil

dibandingkan dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk

membersihkan partikel yang turut masuk dalam udara.

Penelitian paling mutakhir mengenai fungsi sinus berfokus pada molekul

Nitrous Oxide (NO). Penelitian menunjukkan bahwa produksi NO intranasal terutama

di dalam sinus. NO toksik terhadap bakteri, jamur dan virus pada tingkat 100 ppb.

Konsentrasi substansi NO dalam nasus dapat mencapai 30.000 ppb sehingga beberapa

peneliti mengusulkan sebagai mekanisme sterilisasi sinus. NO juga dapat

meningkatkan motilitas silia. Fisiologi dan fungsi sinus paranasalis adalah subjek

yang merefleksikan kompleksitas anatominya. Penelitian berkelanjutan akan dapat

mengungkapkan bahwa fungsi ini merupakan bagian dari gambaran yang lebih besar

dari yang nampak sekarang.

3.5 Clearance Mucocilliar

Sel-sel bersilia pada setiap sinus bergerak ke arah spesifik. Karena banyak

sinus yang berkembang dengan cara ke arah luar dan inferior, mukosa bersilia kadang

menggerakkan material melawan gravitasi menuju muara sinus. Hal ini berarti mucus

diproduksi berdekatan dengan muara sinus. Ini adalah salah satu alasan bahwa adanya

ostia accessoris pada tempat selain ostium fisiologis tidak berpengaruh signifikan

terhadap drainase sinus. Faktanya, mukus mengalir dari ostia memasuki sinus kembali

melalui ostia baru dan berputar melalui sinus lagi. Hilding adalah yang pertama

mendeskripsikan bahwa setiap aliran mukus sinus mengikuti pola tertentu, dan hasil

observasinya masih valid hingga sekarang. Peneliti selanjutnya mendeskripsikan

fenomena stagnasi yang terjadi ketika dua permukaan bersilia berkontak (terutama

pada kompleks osteomeatus). Hal ini dapat mengganggu klirens mukus dan dapat

mengakibatkan sinusitis. 1, 2, 4-7

35

Page 36: Referat Sinusitis Jamur Pink

BAB IV

FUNGAL SINUSITIS

[SINUSITIS JAMUR]

4.1 Sinusitis

36

Page 37: Referat Sinusitis Jamur Pink

Sinusitis adalah peradangan pada mukosa sinus paranasalis. Sebagian besar

kasus inflamasi sinus berasal dari hidung dan meluas ke rongga sinus, ataupun dapat

juga terjadi sebaliknya, inflamasi tersebut didahului di daerah sinus kemudian meluas

kerongga hidung. Beberapa ahli mengadopsi terminologi rhinosinusitis adalah

menggambarkan kondisi patologis pada hidung dan sinus karena sangat dekat

kaitannya. Sinusitis diberi nama sesuai dengan sinus yang terkena. Bila mengenai

beberapa sinus disebut multisinusitis. Bila mengenai semua sinus paranasalis disebut

pansinusitis. 1, 2

Terjadinya sinusitis dapat merupakan perluasan infeksi dari hidung (rhinogen),

gigi dan gusi (dentogen), faring, tonsil serta penyebaran hematogen walaupun jarang.

Sinusitis juga dapat terjadi akibat trauma langsung, barotrauma, berenang atau

menyelam. Selain itu beberapa faktor predisposisi yang mempermudah terjadinya

sinusitis seperti kelainan anatomi hidung, hipertrofi konka, polip hidung, dan rinitis

alergi juga perlu diwaspadai.

Sinusitis dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa bentuk, yaitu

berdasarkan bagaimana proses infeksinya, lamanya proses, lokasi proses, dan

peranan mikrobiologi penyebabnya seperti virus, bakteri dan jamur. 1, 2, 4

4.2 Fungal Sinusitis / Sinusitis Jamur

Sinusitis adalah merupakan keadaan inflamasi pada sinus paransal yang

sebabkan oleh infeksi. Jamur adalah merupakan salah satu jenis mikroorganisme yang

dapat menyebabkan infeksi pada sinus paransal. Banyak hal yang dapat menimbulkan

infeksi jamur pada sinus paranasal diantaranya adalah pemakaian obat – obatan yang

tidak rasional seperti penggunaan antibiotika dan steriod yang berkepanjangan,

gangguan ventilasi sinus dan lingkungan yang lembab.8

Infeksi sinus yang disebabkan jamur jarang terdiagnosis oleh karena sering

luput dari perhatian. Penyakit ini mempunyai gejala mirip dengan rinosinusitis kronis

yang disebabkan oleh bakteri. Apabila kasus sinuisitis tidak mengalami perbaikan

dengan pengobatan antibiotika dan dekongestan, perlu dipikirkan kemungkinan

adanya infeksi jamur pada sinus. 8-10

Jenis jamur yang sering ditemukan sebagai penyebab infeksi pada sinus

paranasal ialah Aspergilus sp ( A. fumigatus, A. flavus, dan A.nigra). pada awalnya

infeksi jamur pada hidung dan sinus paransal disebut sebagai aspergilosis, tetapi

37

Page 38: Referat Sinusitis Jamur Pink

bersamaan dengan kemajuan di bidang mikologi diketahui infeksi jamur tidak hanya

disebabkan oleh aspergilus, tetapi dapat pula disebabkan dari jamur golongan lainnya

seperti : Candida, Mucorales ( Mucor, Rhizopus, Absidia), Dematiaceaous fungi yaitu

golongan jamur yang pada dinding selnya terdapat pigmen melanin seperti: Bipolaris

sp, Curvularia sp, Altenaria sp, Exserahillum sp, Cladosporium sp. 8-12

4.2.1 Epidemiologi

Telah menjadi suatu kesepakatan bahwa infeksi jamur pada hidung dan sinus

paranasal jarang, tapi dalam dua dekade terakhir ini hampir seluruh ahli setuju bahwa

telah terjadi peningkatan frekuensi rinosinusitis yang disebabkan oleh infeksi jamur.

Pada laporan terdahulu infeksi jamur diperkirakan terdapat pada 10% dari

keseluruhan pasien yang memerlukan pembedahan hidung dan sinus. Ponikau et al,

dalam penelitiannya menduga jamur ditemukan pada 96% pasien dengan sinusitis

kronis. 8, 14

Angka kejadian meningkat dengan meningkatnya penggunaan antibiotik,

kortikosteroid, imunosupresan, dan radioterapi. Kondisi predisposisi pada pasien

dengan diabetes mellitus, neutropenia, penderita AIDS, dan pasien yang lama dirawat

di rumah sakit. Jenis jamur yang paling sering menyebabkan sinusitis jamur adalah

Aspergillus dan Candida. 7

4.2.2 Etiologi

Pada Sinusitis jamur non invasif ada dua bentuk yaitu allergic fungal sinusitis

dan sinus mycetoma/fungal ball. Kebanyakan penyebabnya adalah Curvularia lunata,

Aspergillus fumigatus, Bipolaris dan Drechslera. A. Fumigatus dan jamur

dematiaceous kebanyakan menyebabkan sinus mycetoma.

Pada sinusitis jamur invasif termasuk tipe akut fulminan, di mana mempunyai

angka mortalitas yang tinggi apabila tidak dikenali dengan cepat dan ditangani secara

agresif, dan tipe kronik dan granulomatosa.

Jamur saprofit selain Mucorales, termasuk Rhizopus, Rhizomucor, Absidia,

Mucor, Cunninghammela, Mortierella, Saksenaea, dan Apophysomyces sp,

menyebabkan sinusitis jamur invasif akut. A. Fumigatus satu-satunya jamur yang

dihubungkan dengan sinusitis jamur invasif kronik. Aspergillus flavus khusus

dihubungkan dengan sinusitis jamur invasif granulomatosa. 8-14

38

Page 39: Referat Sinusitis Jamur Pink

Gambar 14. Mikroskopis Aspergillus fumigatus

Gambar 15. Mikroskopis Curvularia lunata

4.2.3 Faktor predisposisi Fungal Sinusitis

Terdapat beberapa faktor penyebab meningkatnya insiden infeksi jamur pada

sinusitis kronis, yaitu : 8

39

Page 40: Referat Sinusitis Jamur Pink

1. Kemajuan di bidang mikologi, serologi, dan radiologi yang dapat membantu

dalam menegakkan infeksi jamur pada hidung dan sinus paranasal.

2. Terjadinya peningkatan pertumbuhan jamur pada hidung dan sinus paranasal

yang disebabkan tingginya penggunaan antibiotika spektrum luas dan obat

topikal hidung yang tidak proporsional.

3. Terjadinya peningkatan frekuensi infeksi jamur invasif yang berhubungan

dengan peningkatan jumlah penderita dengan sistem imun yang rendah,

termasuk penderita diabetes melitus, penurunan sistem imun karena

penggunaan radiasi atau kemoterapi, AIDS, penggunaan obat-obatan yang

dapat menurunkan daya tahan tubuh setelah transplantasi organ dan

penggunaan steroid yang berkepanjangan.

4.2.4 Karakteristik Fungal Sinusitis

Beberapa jamur yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia adalah

merupakan organisme safrofit normal tetapi menjadi patogen oleh karena suatu

keadaan yang tidak biasa. Netropil adalah merupakan faktor penting bagi pertahanan

tubuh untuk mencegah infeksi jamur, gangguan fungsi netropil dapat menjadi faktor

predisposisi infeksi jamur opurtunistik seperti yang terdapat pada penderita diabetes

melitus dan keganasan (Aspergillus fumigatus, Paelomyces, Aspergillus flavus,

Penicillium, Aspergillus niger, Pseudallescheria boydii, Altenaria, Rhizopus / Mucor,

Bipolaris, Scedosporium apiospermum, Candida, Scopulariopsis, Curvularia, Yeast

not Candida, Fusarium). 8

Pada beberapa penelitian dikemukakan bahwa jamur tersebut terdapat di

sekitar kita dan dapat teridentifikasi pada sampah, debu dan alat rumah tangga. Jamur

adalah merupakan organisme sederhana yang mudah beradaptasi pada lingkungan

yang berbeda.

Beberapa jamur mempunyai kemampuan merubah jalur enzim untuk tumbuh,

morfologi,dan reproduksi. Jamur ini memerlukan materi organik dan lingkungan

lembab, tidak mengherankan jamur tersebut dapat ditemukan pada hidung individu

normal.

Infeksi jamur harus menjadi pertimbangan diagnosis banding pada semua

penderita yang tidak diketahui penyebab infeksinya, penyakit berulang atau penyakit

yang agresif pada hidung dan sinus paranasal.

40

Page 41: Referat Sinusitis Jamur Pink

Secara luas sinusitis jamur didefenisikan sebagai kondisi patologi pada sinus

paranasal disertai inflamasi sinus yang disebabkan oleh infeksi jamur. Berdasarkan

gambaran klinis dan jaringan yang terinvasi, sinusitis jamur dikelompokkan menjadi

dua grup : Sinusitis jamur non invasif dan invasif . Pada grup non invasif terdiri dari 3

bentuk : Mikosis sinus superfisial (superficial sinosal mycosis), misetoma (Fungal

ball), sinusitis alergi jamur (allergic fungal sinusitis). Pada grup invasif terdapat dua

bentuk : Sinusitis jamur kronis invasif (indolen) dan sinusitis jamur akut invasif

(fulminan). Tergantung daya tahan tubuh penderita, infeksi jamur non invasif ini

dapat berkembang menjadi tipe invasif. Sinusitis jamur dapat juga dilihat sebagai

suatu rangkaian penyakit berkelanjutan, diawali dengan mikosis sinus superfisial dan

dapat berkembang menjadi bentuk ganas berupa sinusitis jamur akut invasif

(fulminan). Ukuran, virulensi, inokulasi dan tempat tumbuhnya jamur mempunyai

hubungan dengan perluasan infeksi jamur pada sinus paranasal. 8-14

4.2.5 Klasifikasi8-14

Tabel 2. Pembagian Klasifikasi Fungal Sinusitis

Sinusitis jamur ekstramukosa (non invasif)

Mikosis sinus superfisial

Misetoma (Fungal ball)

Sinusitis alergi jamur

Sinusitis jamur invasif

Sinusitis jamur kronis invasif (indolen)

Sinusitis jamur akut invasif (fulminan)

Sinusitis jamur invasif granulomatosus

4.2.5.1 Fungal Sinusitis Non Invasive / Sinusitis Jamur Non Invasif

Keadaan ini timbul pada saat infeksi jamur ekstramukosa yang menyebabkan

inflamasi pada sinus. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh lingkungan, faktor pejamu,

terutama pengaruh genetik yang diperantarai oleh imunoglobulin E (IgE) mediasi

alergi. 8

4.2.5.1.1 Superficial Sinosal Mycosis / Mikosis Sinus Superfisial

41

Page 42: Referat Sinusitis Jamur Pink

Mikosis sinus superfisial adalah merupakan suatu keadaan inflamasi mukosa

sinus paranasal yang disebabkan infeksi jamur ekstramukosal. Pemeriksaan kultur

sekret yang dicurigai dapat ditemukan adanya jamur. Keadaan ini jarang ditemukan

dalam keadaan yang berat oleh karena patogenisitasnya rendah. 8

i. Manifestasi Klinis

Tidak ada keluhan yang khas pada penderita. Penderita hanya melaporkan

adanya tercium bau tidak enak pada hidung yang disertai krusta atau debris.

Bentuk sinusitis jamur ini paling khas diidentifikasi pada saat nasoendoskopi,

tampak materi jamur yang tumbuh pada krusta hidung. Biasanya krusta

tersebut terdapat pada daerah hidung yang tinggi aliran udaranya seperti pada

bagian tepi anterior konka dan dapat juga pada rongga sinus yang luas. Pada

pemeriksaan dengan menggunakan endoskopi tampak pada bagian dibawah

krusta memperlihatkan mukosa yang eritem, edema dan disertai adanya pus.

Pemeriksaan Kultur pada krusta tersebut menunjukkan adanya pertumbuhan

bakteri dan jamur. 8

ii. Patogenesis

Infeksi jamur tipe ini tidak akan menjadi infeksi yang berat. tetapi potensial

menjadi penyebab sinusitis kronis. Beberapa pendapat menyatakan bahwa

kondisi ini timbul oleh karena berkumpulnya spora jamur dengan konsentrasi

yang tinggi sehingga dapat mencetuskan sinusitis pada individu yang memiliki

kemungkinan untuk alergi terhadap jamur. 8

iii. Penatalaksanaan

Terapi meliputi pembersihan daerah yang terinfeksi dan meminimalkan

penggunaan antihistamin dan steroid topikal. Perlu dilakukan pemberian

antibiotika untuk bakteri yang mendasari infeksi jamur, hidung dilembabkan

dengan irigasi dan perlu diberikan mukolitik seperti guaifenesin. Anti jamur

sistemik tidak digunakan secara khusus pada kondisi ini. Karena mikosis

sinonasal superfisial cenderung timbul kembali maka endoskopi ulangan

diperlukan untuk memonitor hasil pengobatan. Pada kondisi yang berbeda

42

Page 43: Referat Sinusitis Jamur Pink

apabila infeksi jamur disebabkan oleh Candida Sp, maka perlu pertimbangan

untuk memberikan anti jamur sistemik atau topikal. 8-9

4.2.5.1.2 Sinus Mycetoma / Fungal Ball

Fungal Ball atau misetoma adalah merupakan kumpulan hifa jamur yang

berbentuk seperti bola atau massa tanpa disertai adanya invasi jamur ke jaringan dan

reaksi granulomatosa. Mackenzie pada tahun 1893 adalah yang pertama kali

mengumumkan kasus infeksi sinus yang disebabkan oleh fungal ball. Fungal ball ini

biasanya mengenai satu sisi sinus. Sinus maksila adalah lokasi yang paling sering

menjadi tempat infeksi jamur tipe ini. 8-14

Gambar 16. Endoskopi pasien dengan Fungal ball

Gambar 17. Fungal ball yang telah dikeluarkan

i. Manifestasi Klinis

43

Page 44: Referat Sinusitis Jamur Pink

Gejala klinik awal fungal ball umumnya tidak khas. Gejalanya mirip dengan

sinusitis kronik yang hanya mengenai satu sinus. Fungal ball biasanya tanpa

gejala sehingga sulit terdeteksi. Fungal ball ini dapat terjadi pada keseluruhan

sinus paranasal dan sinus maksila adalah yang paling sering. Rentang umur

penderita dengan fungal ball adalah 18 - 86 tahun dengan umur rata-rata 59,5

tahun. Sering di temukan pada wanita dengan rasio 2:1. Gejala yang tampak

dapat berupa gangguan penglihatan, kakosmia (selalu mencium bau busuk),

demam, batuk, hidung tersumbat, sekret hidung dan kadang – kadang disertai

nyeri pada wajah dan sakit kepala. Edema wajah unilateral yang disertai nyeri

pipi pada perabaan, atau kelainan pada mata dapat terlihat pada pemeriksaan.

Pada nasoendoskopi menunjukkan adanya sinusitis minimal yang disertai

dengan mukosa eritem, edema, disertai ada atau tidak adanya polip dan sekret

mukopurulen. 8

Gambar 18. Fungal ball Pada Sinus Maxillaris Kanan

ii. Pemeriksaan

1. Radiologi

Meskipun gambaran fungal ball tidak khas, pada radiografi polos

menunjukkan penebalan mukoperiosteal disertai opasifikasi sinus yang homogen.

CT scan adalah pemeriksaan radiologi paling baik, secara khas dapat

menunjukkan batas tipis antara jaringan lunak sepanjang dinding tulang sinus

44

Page 45: Referat Sinusitis Jamur Pink

yang terlibat dimana hampir keseluruhannya teropasifikasi. Tampak beberapa

fokus hiperdens jelas dapat terlihat dengan ukuran yang bervariasi. Jaringan tulang

sekitarnya tampak menebal karena respon peradangan dan efek tekanan karena

proses penyakit yang kronis. 13

Gambar 19. CT Scan Potongan Sagital Sinus Mycetoma

Gambar 20. CT Scan Potongan Axial dari sinus ethmoid. Menunjukan adanya kekeruhan penuh

dari sinus anterior dan posterior ethmoid kanan serta pada sinus sfenoid kanan. Hiperdensitas

jelas terlihat pada anterior dan posterior sinus ethmoid.

2. Histopatologi45

Page 46: Referat Sinusitis Jamur Pink

Secara makroskopis lesi pada fungal ball dapat berbentuk mulai dari debris

halus yang basah, berpasir atau bergumpal. Warna yang bervariasi dari putih

kekuningan, kehijauan, coklat hingga hitam. Diagnosis fungal ball ditegakkan

secara mikroskopis dengan tidak adanya infiltrasi sel radang yang nyata dan

banyaknya kumpulan hifa jamur. Mukosa di sekitarnya menunjukkan adanya

peradangan yang kronis dengan sel plasma ringan hingga menengah dan infiltrasi

sel limfosit. Neutrofil dan eosinofil dapat dijumpai dan kadang – kadang dapat di

jumpai kristal oksalat. 8

3. Mikrobiologi

Ferreiro et al melaporkan bahwa 17 dari 22 kultur yang dikirim ke

laboratorium untuk mikologi ternyata negatif. Organisme yang sering dijumpai

pada kultur adalah Aspergilus fumigatus atau Aspergilus flavus. Pseudallescheria

boydii pernah dilaporkan pada kasus fungal ball.. 8-10

iii. Patogenesis

Meskipun mekanisme terbentuknya fungall ball belum dapat diketahui secara

pasti, secara teori hal ini dapat timbul pada saat spora jamur terhirup, spora

tersebut masuk kedalam rongga sinus dan menjadi antigen yang dapat

menyebabkan iritasi dan proses inflamasi mukosa sinus sehingga pada

akhirnya terjadi obstruksi ostium sinus. Oleh karena sinus merupakan rongga

lembab yang cocok untuk perkembangan jamur maka terjadi pengumpulan

hifa jamur yang berbentuk seperti bola. Fungal ball di Eropa berhubungan erat

dengan penyakit akar gigi. Oksida seng dapat dijumpai pada gigi yang

menonjol pada sinus maksila dan diketahui zat tersebut dapat menghambat

tumbuhnya bakteri sehingga dapat menstimulasi tumbuhnya jamur secara in

vitro. Fungal ball ini dapat berkembang menjadi bentuk invasif apabila

terdapat penurunan status imun penderita. 8

iv. Penatalaksanaan

Penanganan utama fungal ball adalah memperbaiki ventilasi sinus yang

diduga terinfeksi. Drainase sinus yang adekuat dan pengembalian fungsi

bersihan mukosilia dapat mencegah terjadinya kekambuhan. Perlu dilakukan

46

Page 47: Referat Sinusitis Jamur Pink

pelebaran atau pembukaan ostium sinus secara endoskopik agar dapat

mengembalikan fungsi sinus secara normal. Apabila sulit untuk melakukan

ekstraksi fungal ball secara utuh melalui ostium, maka dapat dilakukan insisi

eksterna pada ginggivobukal (Luc Operation). Irigasi sinus tekanan rendah

dapat dilakukan untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi melalui struktur

vital penting disekelilingnya. Pembersihan antrum bukan merupakan terapi

yang adekuat untuk fungal ball karena metode ini tidak mampu

membersihkan keseluruhan debris jamur dan menjamin ventilasi sinus secara

adekuat. Ostium sinus harus cukup lebar untuk memungkinkan pengangkatan

keseluruhan elemen jamur dan memudahkan perawatan setelah operasi..

Terapi medis diperlukan untuk mengurangi edema mukosa, termasuk

pemberian mukolitik (guaifenesin), irigasi hidung dan steroid. penggunaan

antibiotik diberikan berdasarkan kultur. Hal ini dimaksudkan untuk

mengobati infeksi bakteri yang sering timbul bersamaan dengan fungal ball.

Terapi medis awal preoperatif dapat diberikan untuk mengurangi edema pada

rongga sinus dan memudahkan pengangkatan fungal ball pada saat

pembedahan. 8-14

v. Prognosis

Pada kelainan ini prognosis baik jika operasi debridement dan pengisian udara

di sinus adekuat. Follow-up sangat penting. Penggunaan topikal steroid jangka

panjang mengontrol kekambuhan. Sistemik steroid jangka pendek digunakan

bila kekambuhan terjadi. 11

4.2.5.1.3 Alergic Fungal Sinusitis / Sinusitis Jamur Alergi

Sinusitis jamur alergik ini merupakan keadaan kronik yang dikarakteristikkan

dengan 3 kondisi : (1) Adanya Jamur pada mucin alergik yang dapat diperiksa secara

mikologi atau histopatologi, (2) tidak adanya invasi jaringan subepitel oleh jamur

yang dibuktikan dengan pemeriksaan histopatologi (3) dijumpai alergi yang

diperantarai IgE terhadap jamur tertentu atau family-nya. 8-14

i. Sejarah

47

Page 48: Referat Sinusitis Jamur Pink

Miller et al pada 1981 yang pertama kali mengumumkan adanya hubungan

antara Aspergilosis alergik sinus dan Aspergilosis bronkopulmoner alergik

(APBA). Miller et al melaporkan 5 penderita dengan sinusitis kronik yang

disebabkan oleh Aspergilus fumigatus. Materi biopsi yang didapatkan dari

sinus pasien tersebut mempunyai persamaan dengan sputum yang didapat dari

pasien APBA. Keseluruhan reaksi kulit pasien tersebut bereaksi terhadap

Aspergilus. Katzentein dan rekannya, 2 tahun kemudian, mengusulkan teori

baru yang mereka sebut “Allergic Aspergillus sinusitis”.

Waxman et al, 1987, melaporkan 8 kondisi tambahan pasien dengan bukti

klinis dan histologik adanya sinusitis aspergilus alergik. Meskipun pada

awalnya kultur jamur negatif, aspergilus sp diyakini menjadi mikroorganisme

penyebab pada pemeriksaan histologi. Sejak penelitian menemukan bahwa

sinusitis alergi jamur tidak hanya disebabkan oleh aspergilus sp, jamur lain

seperti Alternaria, Exserohilum, Culvaria, Drehslera, dan Bipolaris, telah

dilaporkan menjadi penyebab sinusitis jamur alergik. Oleh karena itu, istilah

‘sinusitis jamur alergik’ sekarang lebih umum digunakan dari pada ‘sinusitis

Aspergilus alergik’. 8 , 12, 14

Kontroversi pada Patogenesis

Beberapa ahli mengatakan bahwa sinusitis alergi jamur adalah suatu keadaan

yang diperantarai oleh alergi, sedangkan ahli yang lain berpendapat keadaan

ini merupakan suatu infeksi dan sebagian ahli berperinsip bahwa keadaan ini

merupakan gabungan dari keduanya. Secara teori, sinusitis alergi jamur timbul

setelah terhirup dan terperangkapnya spora jamur yang memungkinkan

antigen jamur tersebut bereaksi dengan sel mast yang telah disensitisasi IgE.

Reaksi imunologik yang terjadi selanjutnya menyebabkan inflamasi yang

kronik dan diikuti dengan destruksi jaringan. Terjadinya penumpukan

eosinofil dan terperangkapnya hifa jamur pada sekret memungkinkan

terjadinya stimulasi antigen secara terus menerus. Pada saat terjadinya

degenerasi eosinofil, granul enzimatik yang kaya akan major basic protein

pun dilepaskan. Major basic protein adalah suatu mediator peradangan yang

toksik terhadap jaringan dan biasanya sering dijumpai pada penyakit kronis. 8

48

Page 49: Referat Sinusitis Jamur Pink

Ponikau et al menggunakan kultur jaringan pada pemeriksaan mikologi dan

pemeriksaan histopatologi untuk mengidentifikasi jamur dari sinus dan

hidung. Diyakini bahwa pemeriksaan alergi tidak diperlukan untuk

menegakkan diagnosis sinusitis alergi jamur. Dalam penelitian tersebut hampir

seluruh sampel pemeriksaan yang berasal dari penderita rinosinusitis kronis

positif adanya jamur pada pemeriksaan kultur, sehingga seluruh penderita

dikatakan sebagai “rinosinusitis jamur eosinofilik”. Dalam percobaan tersebut

digunakan mikroskop elektron untuk memeriksa adanya eosinofil yang

terdapat pada lumen sinus yang terinfeksi jamur dan dapat dikatakan bahwa

sekret eosinofilik merupakan suatu respon tubuh terhadap infeksi jamur. 8 , 12, 14

ii. Manifestasi Klinis

Diagnosis sinusitis alergi jamur harus dicurigai pada penderita rinosinusitis

kronis yang tidak sembuh dengan terapi medikamentosa khususnya pada

pasien dengan riwayat polip nasi berulang dan telah dilakukan beberapa kali

pembedahan sebelumnya. Gambaran klinis sinusitis alergi jamur dapat mulai

dari gejala alergi ringan, polip dan mucin alergi yang disertai adanya hifa

hingga penyakit masif yang dapat meluas ke arah intrakranial dan orbita yang

disertai komplikasinya. Pada pemeriksaan fisik biasanya sinusitis alergi jamur

ini sama seperti sinusitis kronis, yaitu mukosa sinus yang edema, eritema dan

polipoid dan kadangkadang dapat disertai adanya polip. Pemeriksaan

endoskopi pada rongga sinus dapat terlihat sekret mucin alergi. Secara

makroskopis mucin alergi tersebut berupa sekret yang tebal, berwarna coklat

ke emasan dengan konsistensi lunak. 8 , 11, 12, 14

Gambar 21. Mukus yang kental di Sinus Maxillaris

49

Page 50: Referat Sinusitis Jamur Pink

iii. Pemeriksaan

Evaluasi alergi imunologi

Penderita sinusitis alergi jamur dapat mempunyai kriteria sebagai berikut,

antara lain:

(1) Adanya peningkatan eosinofil pada darah tepi,

(2) Adanya reaksi test kulit yang positif terhadap jamur penyebab,

(3) peningkatan kadar serum IgE total,

(4) adanya antibodi pencetus pada allergen penyebab, dan

(5) peningkatan IgE spesifik jamur.

Manning et al merekomendasikan pemeriksaan RAST sebagai test klinik rutin

untuk mendiagnosis sinusitis alergi jamur. 8 , 11, 12, 14

1. Radiologi

Foto polos sinus paranasal akan menunjukan opasifitas pada beberapa atau

seluruh inus paranasal yang terlibat. CT scan merupakan metode pencitraan yang

terpilih untuk keadaan ini. 13

Gambar 22. CT Scan Potongan Coronal Pasien dengan Sinusitis Alergi Jamur yang Unilateral

menunjukan gambaran hiperdens dan inhomogenitas sinus; opaksifikasi: terdapat musin alergi

50

Page 51: Referat Sinusitis Jamur Pink

2. Histopatologi

Secara histologi kondisi ini ditandai dengan adanya hifa jamur pada sekret

dengan disertai eosinofil yang sangat banyak dan adanya kristal Charcot-Leyden.

Sekret tersebut adalah merupakan “allergic mucin”. Allergic mucin ini

dikarakteristikan dengan kumpulan eosinofil yang nekrotik dan debris seluler

lainnya, granul eosinofil bebas dengan latar belakang pucat, dan sekret eosinofilik

hingga basofilik yang amorf. Keadaan ini dibedakan dari sekret inflamasi non

alergi yang banyak netrofil. Allergic mucin diidentifikasi dengan pewarnaan

standar hematoksilin-eosin. Kristal Charcot Leyden ini dapat dilihat dengan

pewarnaan hematoksilin-eosin atau Brown&Brenn. 8

Gambar 23. Mikroskopis Elemen-elemen Jamur yang Menyebar (hifa) dengan eosinofilik

(alergi) mucin (pewarnaanGomori Methemine Silver Pembesaran 200x)

3. Mikrobiologi

Spesies Aspergilus dan Dematiaceous merupakan organisme penyebab

terbanyak. Pada beberapa literatur menyatakan bahwa famili Dematiaceous

(pigmen gelap) merupakan organisme terbanyak dibandingkan Aspergilus. Famili

Dematiaceous merupakan jamur yang paling banyak dijumpai di tanah, debu dan

berbagai tumbuhan, termasuk Bipolaris, Curvularia, Alternaria, Exserohilum dan

Drechslera. Jamur Dematiaceous mengandung melanin pada dinding selnya

51

Page 52: Referat Sinusitis Jamur Pink

sehingga dapat menghasilkan warna gelap pada jaringan dan kultur. Hal ini yang

membedakannya dari Aspergilus. 8 , 12, 14

iv. Patogenesis

Karena secara histologi pada pemeriksaan sekret alergi yang mengandung

jamur hampir identik dengan yang di temukan pada paru, patogenesis sinusitis

alergi jamur diyakini hampir menyerupai Aspergilosis bronkopulmoner alergi.

Sinusitis alergi jamur yang tidak diterapi secara adekuat dapat menyebabkan

terjadinya komplikasi serius sehingga dapat mengakibatkan erosi tulang dan

deformitas wajah, komplikasi orbita dan perluasan intrakranial. Apabila

penyakit meluas ke orbita, lemahnya otot ekstraokuler juga sering dijumpai

sedangkan keterlibatan n. optikus dan invasi sistem saraf pusat jarang

dijumpai. Hal ini menggambarkan bahwa rongga orbita terlibat secara

langsung pada perluasan infeksi. 8 , 11, 12, 14

v. Penatalaksanaan

Penanganan terbaik yang disertai resolusi sempurna pada sinusitis alergi

jamur belum diketahui secara pasti. Tetapi para ahli berpendapat bahwa

penatalaksanaan sinusitis alergi jamur terbaik adalah dengan kombinasi

medikamentosa dengan pembedahan. Diagnosis ditegakkan melalui gejala

klinis, pemeriksaan radiologi, pemeriksaan alergi dan serologi. Drainase sinus

yang baik serta perbaikan fungsi ventilasi merupakan terapi utama. Tindakan

bedah saja tidaklah cukup untuk mengatasi keadaan ini. Pembedahan diyakini

dapat menurunkan jumlah antigen jamur dan secara teori dapat menurunkan

stimulus yang menyebabkan gejala alergi fase cepat dan lambat dan dapat

menurunkan kemotaksis eosinofil ke lumen sinus. Pembedahan juga dapat

menyebabkan kembali normalnya bersihan mukosiliar. Pendekatan bedah

harus dikerjakan dengan menggunakan tehnik bedah sinus endoskopi.

Terapi medikamentosa termasuk pemberian antibiotik yang berdasarkan

kultur, antihistamin, steroid sistemik, imunoterapi dan anti jamur. Karena

proses inflamasi berhubungan dengan manifestasi klinis, terapi multimodalitas

diperlukan untuk jangka panjang. Bakteri dapat terlibat secara langsung

sebagai pencetus timbulnya sinusitis alergi jamur dengan mempengaruhi

52

Page 53: Referat Sinusitis Jamur Pink

frekuensi gerakan silia. Data in vitro menunjukan Stafilokokus aureus,

Hemofilus influenza dan Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri yang

dapat menyebabkan terjadinya penurunan frekuensi gerakan silia.

Irigasi hidung juga diyakini dapat menurunkan stasis mukous dan

menurunkan konsentrasi bakteri dan jamur. Topikal steroid intranasal tidak

efektif bila digunakan sendiri tetapi dapat memberikan efek pencegahan

jangka panjang setelah pemberian steroid sistemik. Perlu diingat bahwa

pemberian steroid yang tidak rasional pada sinusitis alergi jamur dapat

menyebabkan penyakit yang berulang. 8 -14

vi. Prognosis

Keadaan ini memiliki prognosis yang sangat baik jika fungus ball dapat

diangkat dan pengisian udara yang adekuat pada sinus dapat dilakukan

kembali. Tidak dibutuhkan follow-up jangka panjang untuk sebagian besar

pasien. 12, 14

4.2.5.2 Fungal Sinusitis Invasive / Sinusitis Jamur Invasif

Kondisi ini terjadi pada saat terdapat invasi jamur ke jaringan sinus. Sinusitis

jamur kelompok ini dibagi menjadi dua bentuk : sinusitis jamur invasif kronik

(indolen) dan sinuistis jamur invasif akut (fulminan). Sinusitis jamur invasif kronik

banyak ditemukan pada penderita sinusitis yang imunokompeten, sedangkan pada

tipe fulminan sering ditemukan pada penderita dengan penurunan sistem imun

(imunokompromis). Sinusitis jamur invasif dipengaruhi oleh lingkungan dan keadaan

penderita yang berhubungan dengan faktor alergi. Bentuk campuran antara tipe

invasif dan non invasif dapat terjadi pada beberapa individu. Berdasarkan sifat jamur

yang dapat menginvasi daerah sekitarnya rinosinusitis jamur tipe invasif dapat

mematikan oleh karena itu klinisi harus dapat menegakkan diagnosa sedini mungkin.8

53

Page 54: Referat Sinusitis Jamur Pink

Gambar 24. Invasif Fungal Sinusitis

4.2.5.2.1 Acute Invasive Fungal Sinusitis ( Fulminant )

Sinusitis jamur invasif ini perjalanan penyakitnya sangat cepat, infeksi jamur

tipe ini banyak ditemukan pada individu dengan sistem imun yang menurun, seperti

pada pasien yang mendapatkan transplantasi organ, diabetes melitus dan pasien yang

sedang dilakukan kemoterapi. Perjalanan penyakitnya hanya memerlukan waktu

beberapa hari atau bulan saja Mucorales (Mucor, Rhizopus, Absidia) adalah

merupakan jamur yang sering ditemukan pada penderita diabetes melitus, sedangkan

Aspergilus sp, sering ditemukan pada pasien non-diabetes dengan penurunan sistem

imun (imunokompromis). Karena rendahnya imunitas tubuh penderita, dan sifat jamur

yang angioinvasif, perjalanan klinis biasanya sangat cepat meluas dan dapat

menghancurkan sinus yang terlibat kemudian dapat meluas ke daerah sekitarnya

seperti orbita, sinus kavernosus, parenkim otak sehingga dapat menyebabkan

kematian dalam beberapa jam apabila tidak dikenali dan dilakukan penanganan secara

cepat. 8 , 11

i. Manifestasi Klinis

Secara umum infeksi jamur tipe ini sering terdapat pada penderita diabetes

melitus yang tidak terkontrol, individu yang menerima transplantasi organ,

dan pada penderita yang sedang mendapatkan kemoterapi. Pada penderita

54

Page 55: Referat Sinusitis Jamur Pink

dengan penurunan daya tahan tubuh dengan gejala dan tanda rinosinusitis

harus kita curigai dengan infeksi jamur tipe ini. Gejala klinisnya diawali

dengan demam yang tidak respon dengan pemberian antibiotik, adanya

keluhan pembengkakan pada wajah dan orbita, nyeri atau kebas pada wajah

yang disetai kerusakan saraf kranial unilateral atau perubahan penglihatan

akut dengan gangguan pergerakan mata dan penurunan tajam penglihatan.Pada

pemeriksaan fisik ditemukan edema di daerah muka atau periorbita disertai

eritema, kemosis, proptosis, dan oftalmoplegia. Adanya gejala tersebut yang

disertai penurunan tajam penglihatan menandakan telah terjadi keterlibatan

orbita yang progresif. Pada pemeriksaan rongga mulut dapat ditemukan

eschar pada ginggiva dan palatum. Pemeriksaan endoskopik dapat ditemukan

edema mukosa hidung yang disertai sekret purulen, tetapi umunya secara khas

rongga hidung tampak kering disertai krusta darah. Adanya eschar pada

rongga hidung, merupakan tanda patognomonik dari rinosinusitis jamur

invasif akut. 11

Gambar 25. Rigid Nasal Endoscopy (0o) menunjukan daerah nekrotik – muncul di konka media

kanan (MT) dan septum hidung (S). TI adalah konka inferior.

55

Page 56: Referat Sinusitis Jamur Pink

Gambar 26. Foto pasien 24 jam setelah presentasi. Adanya pengerasan

kulit dan kulit kehitaman dari philthrum, dorsum nasi, ala nasi kiri,

dan ujung hidung yang jelas.

Gambar 27. Penampilan Setelah Debridemen dari Semua Jaringan

yang Nonviable. Hidung eksternal, septum anterior, philthrum, bagian tengah dan pipi kiri

dan kanan, kiri dan kanan canthal daerah medial, dan glabella diperlukan debridement.

56

Page 57: Referat Sinusitis Jamur Pink

ii. Pemeriksaan

1. Radiologi

CT scan merupakan pemeriksaan radiologi yang harus dilakukan segera,

diperlukan untuk mengetahui apakah sudah terjadi erosi tulang dan keterlibatan

jaringan lunak. Pemeriksaan radiologi sinus konvensional tidak dapat digunakan

karena tidak spesifik. Pada CT scan tampak penebalan jaringan yang berbentuk

nodular pada mukosa sinus dan disertai adanya destruksi dinding sinus. Perluasan

ke arah orbita dapat terjadi langsung melewati lapisan tipis lamina papirasea atau

melewati pembuluh darah etmoid. Destruksi tulang jarang ditemukan pada awal

infeksi dan dapat ditemukan apabila telah terjadi nekrosis jaringan lunak.

Penggunaan MRI digunakan untuk mengetahui apakah sudah terjadi

keterlibatan mata, khususnya untuk mengevaluasi keadaan orbita, sinus

kavernosus, dan otak. Temuan utama pada pemeriksaan dengan MRI termasuk

keterlibatan bagian dasar hemisfer otak, batang otak, dan daerah hipotalamus. 13

Gambar 28. CTScan Potongan Coronal Pasien dengan Sinusitis Jamur Invasif Akut Pada Sinus

Maxillaris Kanan dengan gambaran destruksi dinding Lateral Sinus Maxillaris

2. Mikrobiologi

Mucor sp dan Aspergilus sp adalah merupakan organsime yang sering

ditemukan pada infeksi jamur tipe ini, tetapi beberapa jenis jamur lainnya juga

dapat menyebabkan infeksi yang berhubungan dengan rinosinusitis jamur akut,

seperti Pseudallescheria boydii. 8 , 11

57

Page 58: Referat Sinusitis Jamur Pink

iii. Patogenesis

Pada pemeriksaan mikroskopi dari jaringan yang dicurigai dengan

mengunakan 2 atau 3 tetes larutan KOH 10% atau 20% dapat melihat adanya

jamur dalam beberapa menit setelah dilakukan prosedur biopsi. Apabila ada

infeksi disebabkan jamur golongan Mucor maka pada pemeriksaan

histopatologi didapati bentuk hifa yang besar, tidak beraturan, tidak bersepta

dan bercabang dengan arah sudut kekanan. Sedangkan apabila pada

Aspergilus, dapat dicurigai apabila di temukan hifa dengan ukuran yang lebih

kecil yaitu 2.5 sampai 5µm dibandingkan dengan ukuran hifa pada Mucor

yang berukuran 6 sampai 50 µm. Bentuk lainnya yang dapat membedakan

jenis jamur tersebut yaitu pada Aspergilus di temukan bentuk hifa yang

bersepta dan beraturan, dan pada bagian cabangnya membentuk sudut 45 0.

Temuan tersebut dapat di identifikasi dengan pewarnaan hematoxylin – Eosin

dan dapat lebih mudah dikenali dengan pewarnaan khusus, seperti periodic

acid-Schiff (PAS) dan pewarnaan methenamine silver. 8-14

iv. Penatalaksanaan

Terapi yang optimal termasuk (1) melakukan penatalaksanaan penyakit

metabolik atau imunologik yang mendasari, (2) penggunaan anti jamur

sistemis yang tepat, (3) pembedahan dengan debrideman luas pada

keseluruhan daerah yang terinfeksi, temasuk daerah mulut ,hidung, sinus

paranasal, dan jaringan orbita (4) mempertahankan drainase daerah hidung,

sinus paranasal dan orbita yang adekuat (5) secara terus menerus memonitor

agar tidak terjadi kekembuhan. Penatalaksanaan medis pada penyakit yang

mendasarinnya adalah merupakan faktor paling penting dalam meningkatkan

survival rate. 8 , 11

Terapi anti jamur

Amfoterisin masih merupakan obat pilihan untuk terapi sistemis pada hampir

kebanyakan rinosinusitis jamur akut, walaupun masalah toksisitas obat ini

tinggi, oleh kerena itu perlu dilakukan pemantauan yang baik. Pemberian

Amfoterisin B dapat menyebabkan efek samping yang akut seperti, demam,

58

Page 59: Referat Sinusitis Jamur Pink

mengigil, sakit kepala, tromboflebitis, mual, dan muntah. Walupun obat ini

tidak dieksresikan langsung oleh ginjal, obat ini sangat nefrotoksik dan dapat

menyebabkan (biasanya reversibel) asidosis tubuler. Reaksi lanjutannya

adalah termasuk hipokalemia, nefrotoksik, penekanan sumsum tulang, dan

ototoksik. Toksisitas Amfoterisin B ini sangat perlu dipertimbangkan pada

pasien dengan gangguan metabolik. Apabila serum kreatinin menjadi lebih

dari 3.0 mg/dl, pemberian obat ini ditunda sampai fungsi ginjal kembali stabil.

Dosis total yang optimum dan durasi dengan menggunakan amfoterisin ini

masih belum jelas, secara umum digunakan dosis tes 1 mg dalam dextrosa 5 %

pada hari pertama terapi, kemudian dilakukan peningkatan dosis 5 mg sampai

tercapai dosis 1 mg /kg berat badan. Pada pasien dengan infeksi yang lebih

berat dapat diberikan dosis tes 1 mg yang diberikan dalam beberapa jam

kemudian diikuti dosis ulangan tiap 12 jam yaitu 10 sampai 15 mg sampai

tercapai dosis 0,7 sampai 1 mg / kg berat badan. 8-11

v. Prognosis

Keadaan memiliki prognosis yang kurang baik. Angka mortalitas dilaporkan

50%, meskipun dengan operasi yang agresif dan pengobatan. Kekambuhan

sering terjadi. 11, 12

4.2.5.2.2 Chronic Invasive Fungal Sinusitis ( Indolen )

Sinusitis jamur invasif kronik (indolen) ini perjalanan penyakitnya bisa

membutuhkan waktu berbulan-bulan sampai tahun, dan banyak terdapat pada

penderita dengan imunokompeten, tipe ini dihubungkan dengan gambaran

granulomatosa pada pemeriksaan histopatologi. Sinusitis jamur invasif kronik ini

adalah bentuk yang jarang ditemukan. Tanda khas dari infeksi jamur tipe ini adalah

adanya invasi jamur ke dalam jaringan mukosa sinus. Infeksi jamur tipe ini dapat

diawali oleh misetoma sinus (Fungal ball) kemudian menjadi invasif oleh karena

perubahan status imun penderita. Oleh karena prognosis yang buruk, tipe ini

disarankan dilakukan pentalaksanaan secara agresif. 8 -12, 14

59

Page 60: Referat Sinusitis Jamur Pink

i. Manifestasi Klinis

Gejala dari infeksi jamur tipe ini secara umum sama seperti rinosinusitis

kronis yaitu berupa sakit kepala dan sumbatan hidung. Pada keadaan tertentu

dapat ditemukan massa pada daerah sinus, massa tersebut dapat mengerosi

pembatas anatomi ke dalam pipi, orbita, palatum durum, otak ataupun kelenjar

pituitari. Keluhan pandangan ganda, termasuk proptosis sering ditemukan.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan biopsi yang menggambarkan adanya invasi

jaringan oleh hifa jamur. Pada pemeriksaan fisik, terdapat deformitas wajah,

proptosis, dan disfungsi saraf kranialis. Pemeriksaan endoskopi hidung

tampak gambaran yang sangat mirip dengan fungal ball (misetoma). Tampak

inflamasi kronis pada sinus yang terinfeksi disertai jaringan granulasi yang

mudah berdarah.8-11

ii. Pemeriksaan

1. Radiologi

Pemeriksaan dengan CT scan dianjurkan, dan didapatkan gambaran penebalan

jaringan yang meluas ke bagian tulang. Pemeriksaan dengan MRI

direkomendasikan pada pasien dengan infeksi yang meluas ke rongga orbita dan

kompartemen intrakranial. 13

Gambar 29. CT Scan Potongan Coronal Pasien dengan Sinusitis Jamur Invasif Kronik Pada

Sinus Maxillaris Kanan, Rongga Hidung Kanan, dan Sinus Sfenoid; erosi fossa kranial anterior,

dengan ekstensi intrakranial pada sisi kanan

60

Page 61: Referat Sinusitis Jamur Pink

2. Mikrobiologi

Aspergilus adalah organisme yang paling sering ditemukan pada infeksi jamur

tipe ini. Hifa Aspergilus sedikit dan sulit dilihat dengan pemeriksaan yang

menggunakan pewarnaan rutin. Gambaran Aspergilus ini seperti lobang pada giant

cell yang dapat diidentifikasi dengan pewarnaan perak. Organisme ini berpendar

(berfluoresensi) pada pemeriksaan dengan lampu ultraviolet. 8

iii. Patogenesis

Terdapat invasi jaringan dibawah epitel termasuk tulang dan pembuluh darah.

Keterlibatan pembuluh darah tidak menyebabkan nekrosis jaringan akut

seperti pada sinusitis jamur akut invasif. Secara histologi, terdapat reaksi

inflamasi kronis dengan pembentukan giant sel dan granulasi pada jaringan.

Perbedaan antara rinosinusitis jamur kronis invasif dengan misetoma tidak

terlalu jelas. Hanya dapat dibedakan dengan cara memastikan adanya hifa

jamur pada jaringan sinus. 8 , 11

iv. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang paling baik adalah dikombinasikan dengan tindakan

bedah. Diagnosis dikonfirmasikan melalui pemeriksaan histopatologi

potongan beku dari jaringan yang dicurigai. Reseksi lokal yang luas

merupakan pilihan dan dikombinasikan dengan pemberian anti jamur sistemik.

Tergantung lokasi sinus yang terinfeksi dan pengalaman ahli bedah,

pembedahan dapat dilakukan dengan tehnik minimal invasif atau tehnik

operasi terbuka. Biasanya diperlukan tindakan biopsi ulang untuk mengetahui

apakah ada sisa jamur atau penyakit yang berulang. Penggunan anti jamur

dipilih berdasarkan jamur yang menginfeksi. Amfoterisin merupakan anti

jamur yang paling sering digunakan. Lamanya pengobatan tergantung dari sisa

infeksi jamur atau letak infeksi, kemungkinan penyakit berulang yang

dipengaruhi oleh penurunan daya tahan tubuh penderita dan respon

pengobatan. Kekambuhan sering terjadi, walaupun telah diberikan pemberian

anti jamur sistemis setelah pembedahan. Biasanya tidak perlu dilakukan

61

Page 62: Referat Sinusitis Jamur Pink

pembedahan ulang, dan pasien dapat terapi dengan pilihan anti jamur lainnya

seperti Itrakonazol. 7-14

v. Prognosis

Prognosis baik pada pasien yang menerima anti jamur sistemik dalam waktu

yang lama. Pasien yang menerima anti jamur sistemik dalam waktu singkat

sering kambuh, dengan demikian memerlukan terapi lebih lanjut. 11

4.2.5.2.3 Granulomatous Invasive Fungal Sinusitis

i. Manifestasi Klinis

Pasien penderita sinusitis jamur invasif granulomatosus datang dengan gejala

sinusitis kronik yang berhubungan dengan proptosis. Pada pemeriksaan hidung

dapat tidak tampak jelas, namun dengan pemeriksaan mata biasanya lebih jelas

mengungkapkan kesan. 11

ii. Pemeriksaan

1. Histopatologi

Ditemukannya granuloma dengan sel raksasa multinuklear dengan disertai

nekrosis akibat tekanan, dan erosi yang ditemukan dalam granulomatosa

sinusitis jamur invasif.11

iii. Patogenesis

Penyakit ini mulai sering dilaporkan terjadi pada individu imunokompeten dari

Afrika Utara. Penyakit granulomatosa sinusitis jamur invasif ini pada

umumnya dikaitkan dengan proptosis.10-11

iv. Penatalaksanaan

Debridemen bedah menjadi pilihan utama yang terbaik dalam pengobatan,

diikuti dengan pemberian pengobatan secara sistemik dengan obat antijamur.

Rekurensi kekambuhan dari penyakit ini jarang terjadi. Endoskopi dan

pendekatan eksternal dapat menjadi pertimbangan dalam penatalaksanaan

penderita granulomatosa sinusitis jamur invasif.9, 10, 11

62

Page 63: Referat Sinusitis Jamur Pink

v. Prognosis

Pengalaman mengenai penyakit ini sungguh jarang dan terbatas bahkan sedikit

sekali. Secara umum prognosisnya baik namun terdapat kecenderungan

terjadinya kekambuhan. 11

4.2.6 Diagnosis

Infeksi jamur pada sinus harus dipertimbangkan pada semua penderita

sinusitis kronis yang tidak respon terhadap pengobatan antibiotika dan pembedahan.

Sinusitis jamur invasif biasanya terdapat pada penderita dengan penurunan sistem

imun dengan disertai gejala akut seperti demam, batuk, ulserasi pada mukosa hidung,

epistaksis dan sakit kepala. Bentuk kronis invasif dapat timbul dengan gejala

proptosis atau sindroma apeks orbital.

Beberapa faktor yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis sinusitis

jamur yaitu : gejala yang kompleks, perjalanan penyakit (hari, minggu, tahun),

keadaan sistem imun penderita, pemeriksaan fisik (endoskopi hidung), dan

pemeriksaan radiologi, patologi, dan mikologi. Semua faktor tersebut ada sangat

penting dalam menentukan penanganan penderita pada fase awal. Adanya invasi

jaringan dapat dicurigai pada pasien yang mempunyai resiko penurunan sistem imun

atau secara klinis jelas tampak adanya keterlibatan jaringan di sekitar sinus. Erosi

pada daerah sekitar harus dapat dibedakan dengan invasi jaringan. Bentuk noninvasif

dapat ditandai dengan proses erosi tanpa adanya invasi jaringan. Pemeriksaan

histopatologi selalu digunakan untuk membedakan suatu keadaan bentuk invasif atau

noninvasif. Infeksi jamur pada sinus mempunyai bentuk akut dan kronis. Status imun

penderita sangat mempengaruhi perkembangan penyakit. Misetoma dapat timbul

tanpa gejala dalam beberapa tahun atau hanya dengan gejala sumbatan hidung kronis

yang disertai sekret pada hidung, sedangkan bentuk akut invasif perkembangan

penyakitnya sangat cepat, dengan gejala nyeri, pembengkakan pada daerah wajah,

gangguan orbita dan gangguan saraf pusat yang disebabkan perluasan penyakit pada

daerah sekitarnya. Diagnosis awal sinusitis jamur fulminan sangatlah penting oleh

karena penyakit ini perjalanannya sangat singkat dan dapat terjadi kematian dalam

beberapa jam.8-11

63

Page 64: Referat Sinusitis Jamur Pink

4.2.7 Diagnosis Banding

Diagnosis banding sinusitis jamur adalah neoplasma benigna maupun maligna.

Sinusitis jamur invasif dengan neoplasma maligna sulit dibedakan atau tidak dapat

dibedakan dari gambaran radiologi. Tetapi dapat dibedakan dari gambaran

histopatologi. Pada sinusitis jamur invasif ada tanda yang khas yaitu adanya invasi ke

jaringan mukosa. 11

Gambar 30. Pasien dengan obstruksi nasi dan epistaksis; gambaran massa di sinus maksilaris

kanan dengan destruksi dinding medial, ekstensi ke rongga hidung; diagnosis radiologi: sinusitis

jamur, histopatologi: inverted papilloma

4.2.8 Pembedahan / Surgical Therapy

Sebelum dilakukan tindakan bedah, ahli THT harus mempertimbangkan

prognosa pasien secara keseluruhan, termasuk penyakit yang mendasarinya. Perluasan

eksisi bedah harus dipertimbangkan dengan perluasan infeksi. Secara umum

dikatakan, bahwa debrideman semua daerah yang terinfeksi dan perbaikan fungsi

adalah merupakan tujuan utama pembedahan. Debrideman setelah operasi dan

pemantauan pasien sangat penting dan perlu dilakukan biopsi ulang pada dareah

operasi. Terapi medis terus diberikan sampai diyakini infeksi telah teratasi dan

keadaan status imun penderita telah stabil. CT scan ulang diperlukan untuk

memastikan tidak ada lagi perkembangan penyakit. Setelah pembedahan, irigasi pada

rongga hidung dapat dilakukan untuk mencegah adanya krusta dan invasi jamur.

Amfoterisin B ( 50 mg / liter air) irigasi ( 20 ml, empat kali sehari ) dapat diberikan

melalui selang kateter pada sinus yang terinfeksi. Debrideman ulang dilakukan,

apabila terdapat krusta yang menetap atau terjadi kekambuhan. 8, 11

64

Page 65: Referat Sinusitis Jamur Pink

4.2.9 Komplikasi

Pada alergic fungal sinusitis dapat terjadi erosi pada struktur yang di dekatnya

jika tidak diterapi. Erosi sering dapat terlihat pada pasien yang mengalami proptosis.

Pada mycetoma fungal sinusitis jika tidak diterapi dapat memperburuk gejala-gejala

sinusitis yang berpotensi untuk terjadi komplikasi ke orbita dan sistem saraf pusat.

Pada Acute Invasive Fungal Sinusitis dapat menginvasi struktur di dekatnya yang

menyebabkan kerusakan jaringan dan nekrosis. Selain itu juga dapat terjadi trombosis

sinus kavernosus dan invasi ke susunan saraf pusat. Pada chronic Invasive Fungal

Sinusitis dan pada Chronic Granulomatous Fungal Sinusitis dapat menginvasi

jaringan sekitarnya sehingga terjadi erosi ke orbita atau susunan saraf pusat. 11, 12, 14

Gambar 31. Gambaran pasien dengan alergik fungal sinisitis, terjadi proptosis bagian

kanan, telekantus, pendataran malar, posisi mata asimetrisdan ala nasi bagian kanan

terdorong kebawah.

65

Page 66: Referat Sinusitis Jamur Pink

BAB V

PENUTUP

Sinusitis jamur merupakan salah satu penyakit hidung yang sebelumnya jarang

sekali menjadi topik bahasan kalangan pakar medis di bidang telinga, hidung dan

tenggorokan serta kepala leher. Namun semakin hari insiden terjadinya penyakit ini

semakin banyak ditemui dan di keluhkan oleh pasien. Hal ini membuat penyakit ini

menjadi salah satu pokok bahasan menarik di kalangan pakar medis bidang telinga,

hidung dan tenggorokan serta kepala leher. Penelitian-penelitian mengenai penyakit

ini pun semakin banyak dilakukan. Dengan demikian pemahaman kita tentang

berbagai hal mengenai penyakit ini pun terus berkembang seiringnya waktu.

Adanya tingkat kesadaran yang tinggi para dokter dan juga kemajuan

teknologi radiologi yang semakin canggih sekarang ini memberi kemudahan dalam

mendiagnosa penyakit ini.

Dokter harus memiliki perhatian khusus dan kecurigaan yang tinggi untuk

mendiagnosa penyait ini karena kenampakan gejala penyakit ini samar dan tidak

begitu berbeda secara umum dengan penyakit radang mukosa hidung lainnya.

Pendekatan yang menyeluruh dan anamnesa yang terarah serta pemeriksaan

fisik yang dikombinasikan dengan computed tomography serta endoskopi

hidung menjadi andalan dan sangat membantu dalam menegakan diagnosis sinusitis

setiap jenis jamur.

Seiring dengan kemajuan dalam bedah sinus endoskopi fungsional,

kemampuan kita untuk mengobati dan memberantas penyakit sinusitis jamur terus

meningkat dan membaik. Berbgai penelitian di masa depan harus mengarah

pada kemajuan lebih lanjut dalam pengobatan dan bedah sinusitis jamur.

66

Page 67: Referat Sinusitis Jamur Pink

DAFTAR PUSTAKA

1. Soetjipto D, Mangunkusumo E. Sinus Paranasal. In: Buku ajar ilmu kesehatan

telinga, hidung, tenggorok, kepala leher. Soepardi EA, Iskandar N, editors. Edisi

ke-5. FKUI. Jakarta; 2001.

2. Hilger PA. Hidung dan Sinus Paranasalis. Dalam Boies buku ajar penyakit THT.

Effendi H, Santoso K, editors. Edisi ke-6. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Jakarta; 1997.

3. Fungal Sinusitis. Diunduh dari

http//www.americanacademyofotolaryngologic.org/Fungal_sinusitis.html, 2008.

4. Graney DO, Rice DH. Anatomy. In: Otolaryngology-head and neck surgery.

Cummings CW, Frederickson JM, Harker LA, Krause CJ, Schuller DE, editors. 2nd

ed. Mc Graw Hill. New York; 1999.

5. Rita Anggraini D. Anantomi dan Fungsi Sinus Paranasal. Jurnal Kedokteran

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara, 2005.

6. Subarkah Asep. Anatomi Hidung dan Sinus Paranasalis. Diunduh dari

http://www.klinikindonesia.com/tht-kl/anatomi-hidung-sinus-paranasalis.php, 16

Juni 2010.

7. Citardi MJ. Brief Overview of Sinus and Nasal Anatomy. Diunduh dari

http//www.american-rhinologic.org.html, 2011.

8. Tri Andhika Nasution M. Frekuensi Penderita Rinosinusitis Maksila Kronis Yng

Disebabkan Infeksi Jamur. Jurnal Kedokteran Fakultas Kedokteran Unversitas

Sumatera Utara, 2007.

9. Fungal Sinus Infection. Diunduh dari http://www.sinusinfectionhelp.com/fungal-

sinus-infection.html, 2011.

10. Amin P. Fungal Sinusitis. Journal Physician and Intensivist, Bombay Hospital &

Medical Research Centre of Mumbai. Diunduh dari

http://www.bhj.org/journal/1999_4104_oct99/sp_677.html, 2011.

11. Ramadan H H, MD, MSc. Sinusitis, Fungal. Diunduh dari

http://emedecine.medscape.com/article/863062, 22 April 2009.

12. McClay JE. Allergic Fungal Sinusitis. Diunduh dari

http//www.emedicine.com/allergicfungalsinusitis/html, 17 November 2009.

67

Page 68: Referat Sinusitis Jamur Pink

13. Fungal Sinusitis. Diunduh dari

http//www.radiology.uthescsa.edu/CAR/ELTXT/FS/fungalsinusitis.html, 2008.

14. Ponikau JU, Sherris DA, Kern EB, Homburger HA, Frigas E, Gaffey TA, et all.

The Diagnosis and Incidence of Allergic Fungal Sinusitis. Diunduh dari

http//www.mayoclinic.com, 24 Januari 1999.

68