32
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Polip nasi adalah massa lunak yang mengandung cairan di dalam rongga hidung, berwarna putih keabu-abuan, agak transparan, permukaan licin mengkilat, bertangkai, yang terjadi akibat inflamasi mukosa. Polip yang berasal dari sinus maksila sering tunggal dan tumbuh ke arah belakang, muncul di nasofaring dan disebut polip koana. 1 Polip nasi merupakan penyebab tersering dari obstruksi hidung dan dapat menyebabkan anosmia. 2 Di dunia, secara keseluruhan insiden polip nasi pada anak 0,1%. Pada dewasa, indisen secara keseluruhan mencapai 1-4% popluasi. 3 Gejala klinis dari polip nasi seperti hidung terasa tersumbat, rinore, hiposmia atau anosmia. obstruksi jalan napas, hiposmia atau anosmia, bersin-bersin, rasa nyeri pada hidung, sakit kepala, mendengkur, suara sengau, batuk bereak karena berhubungan dengan drainse post nasal. Diagnosis polip nasi ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis dengan adanya gejala klinis polip nasi dan pemeriksaan fisik melalui rinoskopi ataupun nasoendoskopi untuk melihat keadaanpada cavum nasi khususnya bagian lateral dinding nasal. 4 Berdasarkan uraian di atas, dikemukakan bahwa polip nasi merupakan penyebab tersering hidung tersumbat sehingga diperlukan penatalaksanaan yang baik. Oleh karena itu, perlunya mengetahui

Referat Polip Nasi Fix

Embed Size (px)

DESCRIPTION

polip nasi

Citation preview

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Polip nasi adalah massa lunak yang mengandung cairan di dalam rongga hidung, berwarna putih keabu-abuan, agak transparan, permukaan licin mengkilat, bertangkai, yang terjadi akibat inflamasi mukosa. Polip yang berasal dari sinus maksila sering tunggal dan tumbuh ke arah belakang, muncul di nasofaring dan disebut polip koana.1Polip nasi merupakan penyebab tersering dari obstruksi hidung dan dapat menyebabkan anosmia.2 Di dunia, secara keseluruhan insiden polip nasi pada anak 0,1%. Pada dewasa, indisen secara keseluruhan mencapai 1-4% popluasi.3Gejala klinis dari polip nasi seperti hidung terasa tersumbat, rinore, hiposmia atau anosmia. obstruksi jalan napas, hiposmia atau anosmia, bersin-bersin, rasa nyeri pada hidung, sakit kepala, mendengkur, suara sengau, batuk bereak karena berhubungan dengan drainse post nasal. Diagnosis polip nasi ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis dengan adanya gejala klinis polip nasi dan pemeriksaan fisik melalui rinoskopi ataupun nasoendoskopi untuk melihat keadaanpada cavum nasi khususnya bagian lateral dinding nasal.4Berdasarkan uraian di atas, dikemukakan bahwa polip nasi merupakan penyebab tersering hidung tersumbat sehingga diperlukan penatalaksanaan yang baik. Oleh karena itu, perlunya mengetahui patogenesis dan penatalaksanaan polip nasi, sehingga dalam referat ini akan dibahas segala aspek mengenai polip nasi.

1.2Batasan Masalah

Pembahasan tulisan ini dibatasi pada anatomi dan fisiologi hidung, definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis banding, penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosis polip nasi.

1.3Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan ini untuk menambah pengetahuan pembaca umumnya dan penulis khususnya mengenai polip nasi.

1.4Metode Penulisan

Tulisan ini merupakan tinjauan kepustakaan yang merujuk pada berbagai literatur.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Hidung

2.1.1. Anatomi Hidung

Hidung luar berbentuk pyramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah: 1) pangkal hidung (bridge), 2) dorsum nasi, 3) puncak hidung, 4) ala nasi, 5) kolumela dan 6) lubang hidung (nares anterior). Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari 1) tulang hidung (os nasalis), 2) prosesus frontalis os maksila dan 3) prosesus nasalis os frontal, sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu 1) sepasang kartilago nasalis lateralis superior, 2) sepasang kartilago nasalis lateralis inferior yang disebut juga sebagai kartilago ala mayor, 3) beberapa pasang kartilago ala minor dan 4) tepi anterior kartilago septum.4

Gambar 2.1 Kerangka tulang dan tulang rawan

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang, dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring4.

Gambar 2.2 Dinding lateral kavum nasi

Bagian kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat di belakang nares anterior, disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisis oleh kulit yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut vibrise.4

Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding, yaitu dinding medial, lateral, inferior dan superior:4

Dinding medial hidung adalah septum nasi. Septum dibentuk oleh tulang dan tulang rawan. Bagian tulang adalah (1) lamina prependikularis os etmoid, (2) vomer, (3) Krista nasalis os maksila dan (4) krista nasalis os palatine. Bagian tulang rawan adalah (1) kartilago septum (lamina kuadrangularis) dan (2) kolumela. Bagian superior dan posterior disusun oleh lamona prependikularis os etmoid dan bagian anterior oleh kartilago septum (quadrilateral), premaksila, dan kolumna membranousa. Bagian inferior, disusun oleh vomer, maksila, dan tulang palatine dan bagian posterior oleh lamina sphenoidalis. Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periostium pada bagian tulang, sedangkan diluarnya dilapisi pula oleh mukosa hidung.

Gambar 2.3 Septum Nasi

Bagian depan dinding lateral hidung licin, yang disebut ager nasi dan di belakangnya terdapat konka-konka yang mengisi sebagian besar dinding lateral hidung. Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka, yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil ialah konka media, lebih kecil lagi adalah konka superior, sedangkan yang terkecil disebut konka suprema. Konka suprema ini biasanya rudimenter. Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin etmoid, sedangkan konka media, superior dan suprema merupakan bagian dari labirin etmoid. 4

Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut meatus. Tergantung dari letak meatus, ada tiga meatus yaitu meatus inferior, medius, dan superior. Meatus inferior terletak diantara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus inferior terdapat muara (ostium) duktus nasolakrimalis. Meatus medius terletak diantara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus medius terdapat bula etmoid, prosesus unsinatus, hiatus semilnaris dan infundibulum etmoid. Hiatus semilunaris merupakan suatu celah sempit melengkung dimana terdapat muara sinus frontal, sinus maksila dan sinus etmoid anterior. Pada meatus superior yang merupakan ruang diantara konka superior dan konka media terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sphenoid. Dinding inferior merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os maksila dan os palatum.4

Dinding superior atau atap hidung sangat sempit dan dibentuk oleh lamina kribiformis, yang memisahkan rongga tengkorak dari rongga hidung. Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari a. etmoid anterior dan posterior yang merupakan cabang dari arteri oftalmika, sedangkan a. oftalmika berasal dari a. karotis interna.4

2.1.1 Fisiologi Hidung

Untuk fisiologi hidung terkait dengan polip, pertama kita harus memahami Kompleks Osteomeatal (KOM), dimana struktur ini tersusun dari prosessus unsinatus, infundibulum etmoid, hiatus semilunaris, bula etmoid, agger nasi, dan ressesuss frontalis. KOM ini merupakan unit fungsional yang merupakan tempat ventilasi dan drainase dasri sinus-sinus anterior (maksila, etmoid anterior dan frontal). Karena fungsinya tersebut maka seandainya terjadi obstruksi pada celah yang sempit ini, maka akan terjadi perubahan yang signifikan pada sinus-sinus terkait serta perubahan pada mukosa yang menjadi salah satu predisposisi terjadinya polip hidung.1Beberapa fungsi hidung juga antara lain : 1,4

1. Sebagai jalan nafas

Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, sehingga aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi, udara masuk melalui koana dan kemudian mengikuti jalan yang sama seperti udara inspirasi. Akan tetapi di bagian depan aliran udara memecah, sebagian lain kembali ke belakang membentuk pusaran dan bergabung dengan aliran dari nasofaring. 2. Pengatur kondisi udara (air conditioning)

Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk mempersiapkan udara yang akan masuk ke dalam alveolus. Fungsi ini dilakukan dengan cara:

a. Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir. Pada musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari lapisan ini sedikit, sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya.

b. Mengatur suhu. Fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas, sehingga radiasi dapat berlangsung secara optimal. Dengan demikian suhu udara setelah melalui hidung kurang lebih 37oC.

3. Sebagai penyaring dan pelindung

Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan bakteri dan dilakukan oleh:

a. Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi

b. Silia

Transpor benda asing yang tertimbun dari udara inspirasi ke faring di sebelah posterior, di mana kemudian akan ditelan atau diekspektorans, merupakan kerja silia yang menggerakan lapisan mukus dengan partikel yang terperangkap. Aliran turbulen dalam hidung memungkinkan paparan yang sangat luas antara udara inspirasi dengan epitel hidung dan lapisan mukusnya,lapisan mukus berupa selubung sekret kontinyu yang sangat kental, meluas ke seluruh ruang dan sudut hidung, sinus, tuba eustakius, faring, dan seluruh cabang bronkus.

Mukus hidung disamping berfungsi sebagai alat transportasi partikel yang tertimbun dari udara inspirasi, juga memindahkan panas, normalnya mukus menghangatkan udara inspirasi dan mendinginkan ekpirasi, serta melembabkan udara isnpirasi dengan lebih dari satu liter uap setiap harinya. Namun, bahkan dengan jumlah uap demikian sering kali tidak memadai untuk melembabkan udara yang sangat kering, sering kali terdapat di rumah-rumah dengan pemanasan selama musim dingin. Hal ini dapat berakibat mengeringnya mukosa yang disertai berbagai ganguan hidung. Derajat kelembaban selimut mukus ditentukan oleh stimulasi saraf pada kelenjar seromukosa pada submukosa hidung.

Arah gerakan mukus dalam hidung umumnya ke belakang. Karena silia lebih aktif pada meatus media dan inferior yang terkandung, maka cenderung menarik lapisan mukus dari lapisan meatus komunis ke dalam celah-celah ini. Arah gerakan septum adalah kebelakang dan agak ke bawah menuju dasar. Pada dasar hidung, arahnya kebelakang dengan kecenderungan bergerak di bawah konka inferior ke dalam meatus inferior. Pada sisi medial konka, arah gerakan kebelakang dan kebawah, lewat dibawah tepi inferior dari meatus yang bersesuaian. Drainase dari daerah tak bersilia pada sepertiga anterior hidung sebelumnya praktis lewat meatus. Ini merupakan daerah yang paling banyak mengumpulkan kontaminan udara.

Lapisan mukus, disamping menangkap dan mengeluarkan partikel lemah, juga merupakan sawar terhadap alergen, virus dan bakteri. Akan tetapi walaupun organisme hidup mudah dibiak dari segmen hidung anterior, sulit untuk mendapat suatu biakan postnasal yang positif. Lisozim, yang terdapat pada lapisan mukus, bersifat destruktif terhadap dindiong sebagian bakteri. Fagositosis aktif dalam membran hidung merupakan bentuk proteksi di bawah permukaan. Membran sel pernapasan juga memberikan imunitas induksi seluler.

Sejumlah imunoglobulin dibentuk dalam mukosa hidung, sesuai kebutuhan fisiologik, telah diamati adanya IgG, IgA dan IgE. Rinitis alergika terjadi bila alergen yang terhirup berkontak dengan antibodi IgE sehingga antigen tersebut terfiksasi pada mukosa hidung dan sel mast submukosa. Selanjutnya dihasilkan dan dilepaskan mediator radang yang menimbulkan perubahan mukosa hidung yang khas.

4. Indra Penghidu

Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dengan adanya mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum. Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila menarik nafas dengan kuat.

5. Resonansi suara

Penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar suara sengau.

6. Proses bicara

Membantu proses pembentukan kata dengan konsonan nasal (m,n,ng) dimana rongga mulut tertutup dan rongga hidung terbuka, palatum molle turun untuk aliran udara.

7. Refleks nasal

Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh: iritasi mukosa hidung menyebabkan refleks bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau tertentu menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.

2.2 Definisi

Polip hidung adalah massa lunak yang mengandung cairan di dalam rongga hidung, berwarna putih keabu-abuan, agak transparan, permukaan licin mengkilat, bertangkai, yang terjadi akibat inflamasi mukosa. Tempat asal tumbuh polip terutama dari kompleks ostio-meatal di meatus medius dam sinus etmoid.1Polip yang tumbuh ke arah belakang dan membesar di nasofaring disebut polip koana. Polip koana kebanyakan berasal dari dalam sinus maksila dan disebut juga polip antro-koana.1Polip nasi terbagi menjadi 4 stadium yaitu5:

Stadium 0: tidak ada polip

Stadium 1: polip terbatas dalam meatus media tidak keluar ke rongga hidung tidak tampak dengan pemeriksaan rinoskopi anterior hanya terlihat dengan nasoendoskopi.

Stadium 2: polip sudah keluar dari meatus media dan tampak dirongga hidung tetapi tidak memenuhi /menutupi rongga hidung.

Stadium 3: polip sudah memenuhi rongga hidung.

Gambar 2.4. Gambaran Polip Nasi

2.3 Epidemiologi

Polip nasi ditemukan 1-4% dari total populasi, 36% penderita dengan intoleransi aspirin, 7% pada penderita asma. Polip pada dewasa berkisar 1-4% sedangkan 0,1% ditemukan pada anak-anak. Polip nasi terutama ditemukan pada laki-laki dibanding wanita dengan rasio 2,4:1. Biasanya terjadi setelah umur 20 tahun dan banyak pada umur 40 tahun ke atas.5Polip antrokoanal meliputi 4-6% dari seluruh polip nasal, merupakan jenis polip nasal yang banyak ditemukan pada anak dan usia muda, 33% polip nasal pada anak adalah polip antrokoanal. Distribusi umur penderita polip antrokoanal adalah antara 7 sampai 75 tahun, dengan umur rata-rata 20 tahun. Rasio kejadian antara pria dan wanita adalah 1.31.5 : 1.6Pada orang dewasa di Eropa prevalensi polip nasi dilaporkan 1-2% dan 4,2% di Finlandia. Di Amerika Serikat prevalensi polip nasi diperkirakan antara 1-4%. Pada anak-anak sangat jarang ditemukan dan dilaporkan hanya sekitar 0,1%. Penelitian Larsen dan Tos di Denmark memperkirakan insidensi polip nasi sebesar 0,627 per 1000 orang per tahun. Di Indonesia studi epidemiologi menunjukkan bahwa perbandingan pria dan wanita 2-3:1 dengan prevalensi 0,2%-4,3%.72.4 Etiologi

Sampai saat ini belum ada kesepakatan mengenai etiologi polip nasi, terdapat sejumlah hipotesis mengenai asal dari polip nasi eosinofilik dan neutrofilik yang berkisar dari predisposisi genetik, variasi anatomi, infeksi kronis, alergi inhalan, alergi makanan, sampai ketidakseimbangan vasomotor.1

Beberapa teori menganggap polip nasi konsek uensi dari kondisiyang menyebabkan inflamasi kronis pada hidung dan sinus hidung. Telah diasumsikan bahwa alergi predisposisi terjadinya polip nasi karena gejala hidung berair dan pembengkakan mukosa tampak pada kedua penyakit tersebut bersamaan dengan tingginya kadar eosinophil dalam sekresi hidung.82.5 Patogenesis

Etiologi dan patogenesis belum diketahui tetapi ada 3 faktor penting pada terjadinya polip, yaitu9:1.Adanya peradangan kronik yang berulang pada mukosa hidung dan sinus.

2.Adanya gangguan keseimbangan vasomotor.

3.Adanya peningkatan tekanan cairan interstitial dan edema mukosa hidungBeberapa hipotesis dari keadaan tersebut antara lain9,10,11:

a. Alergi

Alergi merupakan faktor yang banyak menjadi sorotan karena tiga hal, yaitu karena sebagian besar polip hidung terdiri dari eosinofil, berhubungan dengan asma, serta temuan klinis pada nasal yang menyerupai gejala dan tanda alergi. Paparan alergen udara menahun, diduga berperan dalam terjadinya polip hidung melalui inflamasi yang terus-menerus pada mukosa hidung.Ditemukan sekitar 7 % pasien dengan asma memiliki polip hidung. Akan tetapi ditemukan bahwa pada pasien non atopik angka kejadian polip hidung juga lebih tinggi yaitu 13%. Akan tetapi studi lain menunjukkan bahwa asma dengan onset yang telat (late onset asthma) akan berkembang menjadi nasal polip sekitear 10-15%.

b. Ketidakseimbangan VasomotorTeori ini dikemukakan karena pada banyak kondisi tidak ditemukan adanya tanda-tanda atopi dan tidak ada riwayat pajanan alergen yang ditemukan. Akan tetapi pasien cenderung mengalami rinitis prodromal sebelum pada akhirnya berkembang menjadi polip hidung. Polip hidung bisanya memiliki vaskularisasi yang kurang dan berkurangnya inervasi vasokonstriktor. Selanjutnya gangguan dalam regulasi vaskular dan peningkatan permeabilitas dapat menyebabkan edema dan pembentukan polip.

c. Bernouli FenomenaFenomena Bernoulli terjadi karena adanya penurunan tekanan yang selanjutnya menyebabkan konstriksi. Hal ini akan menimbulkan tekanan negatif dalam KOM, yang mempengaruhi mukosa disekitarnya. Karena tekanan negatif ini kemudian akan terjadi inflamasi mukosa yang selanjutnya menjadi awal terbentuknya polip. d. Teori Ruptur Epitel

Rupturnya epitel dari mukosa nasal karena alergi atau karena infeksi daspat menyebabkan prolaps dari lamina propria, yang selanjutnya akan membentuk polip. Defek dari faktor ini mungkin semakin membesar karena pengaruh gravitasi atau drainase vena mengalami obstruksi. Akan tetapi dari scanning dengan pengamatan mikroskopik tidak ditemukan adanya defek epitel yang bermakna pada pasien dengan polip hidung.e. Intoleransi AspirinBanyak konsep yang menjelaskan bagaimana patogenesis dari intoleransi aspirin serta hubungannya dengan polip hidung. Terdapat sindrom klinis yang jelas, bagaimana obat-obatan NSAID khususnya aspirin dapat memicu terjadinya rinitis dan serangan asma. Respon Cyclooxygenase (COX) umumnya sangat berbeda pada pasien dengan intoleransi aspirin dibandingkan normal. Dapat dibuktikan bahwa terjadi perubahan pada COX1 dan COX2 yang menghasilkan metabolit tertentu yang akan menstimulasi cysteinyl leukotriene (Cys-LT). Perubahan ini selanjutnya menyebabkan metabolisme asam arachidonat menjadi jalur leukotriene inflamasi tinggi, yang selanjutnya akan mengurangi kadar PGE2 (yang merupakan PG antiinflamasi). Eksperi berlebihan dari LTC4 synthase selanjutnya akan meningkatkan jumlah cysteinyl LTs, menyebabkan respon inflamasi tak terkontrol dan inflamasi kronis.

f. Cystic FibrosisCystic Fibrosis merupakan salah satu penyakit autosomal resesif pada kelompok orang kulit putih. Cystic fibrosis disebabkan karena mutasi gen tunggal pada kormosom 7 yang disebut cystic fibrosis transmembrane regulator (CFTR). Hal ini menyebabkan tidak adanya cyclic AMP-regulated chloride chanel yang menyebabkan impermeabilitas klorida dan peningkatan absorpsi natrium. Peningkatan absorpsi natrium dan penurunan sekresi klorida menyebabkan pergerakan air ke sel dan ruang interstitial, selanjutnya menimbulkan retensi air, sehingga terjadi pembentukan polip. Defek migrasi protein CFTR juga menyebabkan terjadinya inflamasi kronis sekunder.g. Nitric OxideNitric Oxida merupakan gas radikal bebas, yang memainkan peran besar dalam terjadinya reaksi imunologis nonspesifik, regulasi dari tone vaskular, pertahanan host, dan inflamasi pada berbagai jaringan. Radikal bebas biasanya dipertahankan dalam keadaan seimbang oleh antioxidan defense system superoxide dismutase , catalase dan glutahione peroxidase. Ketika radikal bebas ini dapat melebihi kemampuan pertahanan dari antioxidant, maka akan terjadi defek seluler, defek jaringan, dan penyakit kronis. Ditemukan laporan akan meningkatnya kadar nitric oxide dan penurunan scavangeing enzim pada pasien polip hidung dibandingkan dengan kontrol, yang menunjukkan adanya penumpukan radikal bebas pada polip hidung.h. InfeksiBagaimana infeksi dapat menjadi faktor yang juga penting terhadap pembentukan polip, diduga terkait dengan adanya gangguan pada epitel dengan proliferasi jaringan granulasi. Hal ini biasanya terjadi pada infeksi Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus, atau Bacteroides fragilis (semua jenis patogen yang sering ditemukan pada rinosinusitis). Bagaimana granuloma menginduksi terjadinya polip hidung masih belum benar-benar dipahami.i. Superantigen HipotesisStaphylococcus aureus ditemukan sekitar 60-70% pada daerah mukus didekat polif masif. Organisme ini selalu memproduksi toxin, staphylococcus enterotoxin A (SEA), staphylococcus enterotoxin B (SEB) dan toxic shock syndrome toxin-1 (TSST-1) yang akan berperan sebagai supetantigen, menyebabkan aktifasi dan ekspansi klonal dari limfosit pada lateral hidung. Aktifasi dari limfosit ini, akan menghasilkan sitokin Th1 dan Th2 (IFN-gama, IL-2, IL-4, IL-4), hal ini akan menyebabkan chronic lymphocytic-eosinophil muchosal disease. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya antibodi spesifik IgE terhadap SEA dan SEB sebanyak 50% pada penderita polip hidung.Berbagai faktor lain seperti faktor genetik, jamur, biofilm juga berperan dalam patogenesis polip nasi. Secara histopatologi, karakteristik polip nasi menunjukkan adanya kerusakan epitel, penebalan membran dasar, dan edema pada jaringan stroma kadang-kadang fibrosis, dengan berkurangnya jumlah pembuluh darah dan kelenjar, tapi hampir tidak ada struktur saraf. Polip menunjukkan peningkatan jumlah sel mast, eosinofil, limfosit T, sitokin, kemokin, interleukin, TNF-a dan molekul adhesi.12a. Peran Faktor Genetik di Patogenesis

Selama dua dekade terakhir, banyak penelitian telah dilakukan untuk menentukan profil ekspresi gen diferensial antara polip nasi dan jaringan hidung normal, untuk mengidentifikasi gen rentan yang berkaitan dengan polip nasi. Sejumlah studi hubungan genetik menemukan korelasi yang signifikan antara alel human leukocyte antigen (HLA) dan polip nasi. Risiko berkembangnya polip nasi 5,53 kali pada subyek dengan HLA-DQA1 * 0201-DQB1 * 0201 haplotype. Pengembangan dan peradangan mukosa yang menetap pada polip nasi telah dilaporkan berhubungan dengan banyak gen dan potensi polimorfisme nukleotida tunggal. Sebuah penelitian baru menunjukkan bahwa pada jaringan polip nasi, 192 gen yang diregulasi setidaknya dua kali lipat, dan 156 gen yang menurunkan regulasi setidaknya 50% pada jaringan polip nasi dibandingkan dengan mukosa sinus spenoid. Ini juga telah menunjukkan bahwa respon kekebalan mukosa normal mendasari patogenesis penyakit. Ada sejumlah gen yang terlibat dalam maintenance barrier epitel dan perbaikan pada fase inflamasi polip nasi. Sebagai contoh, karbonat anhidrase (CA) adalah enzim logam seng yang berpartisipasi dalam proses biologis dari berbagai epitel mengangkut cairan, termasuk ion dan transportasi air. Tingkat ekspresi penurunan CA ditemukan untuk dihubungkan dengan gangguan elektrolit dan transportasi air di sel epitel, yang akan mengakibatkan edema jaringan polip nasi. Mengidentifikasi gen penyebab dan varian di polip nasi dapat bermanfaat untuk perbaikan pencegahan, diagnosis dan pengobatan polip nasi. 12b. Peran Jamur

Di antara kemungkinan penyebab, jamur telah mendapatkan perhatian dalam beberapa tahun terakhir. Meskipun partikel jamur yang ada di mukosa sinonasal pada orang yang sehat juga, tetapi partikel jamur bertindak sebagai antigen dalam mukosa individu peka, sehingga muncul sel inflamasi (eosinophil) dan mengeluarkan Major Basic Protein (MBP), yang akhirnya menyebabkan kerusakan mukosa dan superinfeksi dengan cara migrasi sel inflamasi lain ke mukosa yang rusak. Antigen jamur ini berasal dari spora jamur berkecambah dan hifa. Aspergillus dan Alternaria adalah spesies jamur yang paling umum terlibat dalam patogenesis polip nasi. 12c. Peran Biofilm

Mikroorganisme seperti bakteri dan jamur yang ada dalam dua bentuk utama dalam cavum sinonasal: mengambang bebas sel replikasi planktonik dan biofilm. Biofilm didefinisikan sebagai komunitas mikroorganisme yang bekerja sama yang melekat pada permukaan lembab atau hidup di permukaan yang memproduksi matriks polimer terdiri dari exopolysaccharides, asam nukleat, dan protein. Sifat struktural biofilm dan karakteristik sel sessile menghasilkan resistensi terhadap agen antimikroba, sehingga lingkungan yang memberi perlindungan terhadap kondisi buruk dan pertahanan tuan rumah. Bakteri dalam biofilm ini, sementara dilindungi dari pertahanan host dan antibiotik, metabolisme aktif dan menghasilkan endotoksin serta faktor virulensi lainnya. Hal ini dapat mengabadikan respon host inflamasi, bahkan tanpa adanya bakteri planktonik. 122.6 Manifestasi Klinis

Polip hidung dapat menyebabkan hidung tersumbat, yang selanjutnya dapat menginduksi rasa penuh atau tekanan pada hidung dan rongga sinus. Kemudian dirasakan hidung yang berair (rinorea) mulai dari yang jernih sampai purulen, hiposmia atau anosmia serta dapat juga dirasakan nyeri kepala daerah frontal. Gejala lain yang dapat timbul tergantung dari penyertanya, pada infeksi bakteri dapat disertai pula dengan post nasal drip serta rinorea purulen. Gejala sekunder yang dapat timbul adalah bernafas melalui mulut, suara sengau, halitosis, gangguan tidur, dan gannguan kualitas hidup.1Dapat juga menyebababkan gejala pada saluran nafas bawah, berupa batuk kronik dan mengi, terutama pada penderita polip hidung dengan asma. 1Selain itu harus dicari riwayat penyakit lain seperti alergi, asma, intoleransi aspirin.12.7 Diagnosis

Diagnosis polip nasi didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.1. Anamnesis

Keluhan utama penderita polip nasi ialah hidung rasa tersumbat dari yang ringan sampai berat, rinore mulai yang jernih sampai purulen, hiposmia atau anosmia. Mungkin disertai bersin-bersin, rasa nyeri pada hidung disertai sakit kepala daerah frontal. Bila disertai infeksi sekunder mungkin didapati post nasal drip dan rinore purulen. Gejala sekunder yang dapat timbul ialah bernafas melalui mulut, suara sengau, halitosis, gangguan tidur dan penurunan kualitas hidup. Dapat menyebabkan gejala pada saluran napas bawah, berupa batuk kronik dan mengi, terutama pada penderita polip nasi dengan asma. Selain itu harus ditanyakan riwayat rhinitis alergi, asma, intoleransi terhadap aspirin dan alergi obat lainnya serta alergi makanan.12. Pemeriksaan fisik1- Inspeksi

Terlihat deformitas hidung luar sehingga hidung tampak melebar

- Rhinoskopi anterior

Memperlihatkan massa translusen pada rongga hidung. Deformitas septummembuat pemeriksaan menjadi lebih sulit. Tampak sekret mukus danpolip multipel atau soliter. Polip kadang perlu dibedakan dengan konka nasiinferior, yakni dengan cara memasukan kapas yang dibasahi dengan larutanefedrin 1% (vasokonstriktor), konka nasi yang berisi banyak pembuluh darah akan mengecil, sedangkan polip tidak mengecil. Polip dapat diobservasi berasal dari daerah sinus etmoidalis, ostium sinus maksilaris atau dari septum.

- Rhinoskopi Posterior

Kadang - kadang dapat dijumpai polip koanal. Sekret mukopurulen ada kalanya berasal dari daerah etmoid atau rongga hidung bagian superior, yang menandakan adanya rinosinusitis.2.8 Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan penunjang polip nasi dapat dilakukan pemeriksaan Naso-endoskopi nasal dan sinus untuk memastikan adanya polip nasal maupun sinus dan untuk menentukan letak polip nasal tersebut. Dapat pula dilakukan pemeriksaan radiologis seperti CT-scan, tes alergi, dan kultur tetapi hal ini dilakukan atas indikasi.2.8.1 Naso-endoskopi

Jika terdapat fasilitas endoskopi akan sangat membantu dalam mendiagnosis kasus polip yang baru. Pada polip stadium 1 dan 2 kadang-kadang tidak terlihat dengan pemeriksaan rinoskopi anterior tetapi pada pemeriksaan nasoendoskopi akan dapat terlihat. Selain itu, pada kasus polip koanal juga sering dapat dilihat tangkai polip yang berasal dari ostium asesorius sinus maksila.12.8.2 Pemeriksaan Histologis

Secara histologis, polip hidung ditandai dengan epitel kolumnar semu bersilia, penebalan membran epitel basal dan beberapa ujung saraf. Stroma polip hidung edema. Vaskularisasi yang sangat sedikit dan tidak memiliki persarafan, kecuali di dasar polip.3 Polip hidup diklafikasian berdasarkan gambaran histologis sehingga perlu dilakukannya pemeriksaan histologis. Berikut adalah gambaran histologis yang diklasifikasikan menurut Hellquist HB:13

Gambar 2.5 Gambaran Histolopatologi Polip NasiHasil pemeriksaan histopatologi polip nasi dengan pewarnaan hematoxilin-eosin dengan pembesaran 400x. 13A. Tipe I (tipe eosinofilik) didapatkan stroma edema dengan infiltrasi dominan sel-sel eosinofil.

B. Tipe II (tipe neutrofilik) didapatkan stroma tidak edema dengan infiltrasi sel-sel netrofil dan limfosit.

C. Tipe III d (tipe eosinofilik) idapatkan stroma tidak edema dengan infiltrasi dominan sel-sel eosinofil dan didapatkan potongan kelenjar seromusin

Berdasarkan sumber lain klasifikasi histologist dari polip nasi Menurut Hellquist yang dikutip oleh Zulka, terdapat subtipe histologis yaitu tipe I polip alergik dengan eosinofil yang dominan, tipe II polip fibroinflamatorik dengan neutrofil yang dominan, tipe III polip dengan hiperplasia kelenjar seromusinosa dan tipe IV polip dengan stroma atipik. Sementara Chmielik membagi polip berdasarkan histologi menjadi 3 jenis yaitu polip eosinofilik, polip inflamatori, stroma atipik.52.8.3 Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan foto polos sinus paranasal (Posisi Waters, AP, Caldwell, dan lateral) dapat memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara cairan di dalam sinus, tetapi pemeriksaan foto polos kurang bermanfaat pada kasus polip.1,3

Pemeriksaan dengan tomografi computer atau CT Scan sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung, dan sinu paranasal apakah ada proses radang, kelainan anatomi, polip atau sumbatan pada kompleks ostiomeatal. Pemeriksaan CT Scan tertama dilakukan pada kasus polip yang gagal diobati dengan terapi medikamentosa.1:

.

Gambaran 2.6. Gambaran CT Scan pada Polip nasi2.8.4 Uji Alergi

Uji alergi perlu dilakukan terutama pada anak-anak yang disesuaikan dengan proses patologi dari rhinitis sehingga perlu dilakukan evaluasi dengan melakukan pemeriksaan patch test ataupun prick test.32.9 Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari polip nasi adalah :

a. Angiofibroma Nasofaring Juvenil

Etiologi dari tumor ini belum diketahui. Menurut teori, jaringan asal tumor ini mempunyai tempat perlekatan spesifik di dinding posterolateral atap rongga hidung. Dari anamnesis diperoleh adanya keluhan sumbatan pada hidung dan epistaksis berulang yang masif. Terjadi obstruksi hidung sehingga timbul rhinorhea kronis yang diikuti gangguan penciuman. Oklusi pada tuba Eustachius akan menimbulkan ketulian atau otalgia. Jika ada keluhan sefalgia menandakan adanya perluasan tumor ke intrakranial. 14Pada pemeriksaan fisik dengan rhinoskopi posterior terlihat adanya massa tumor yang konsistensinya kenyal, warna bervariasi dari abu-abu sampai merah muda, diliputi oleh selaput lendir keunguan. Mukosa mengalami hipervaskularisasi dan tidak jarang ditemukan ulcerasi. Pada pemeriksaan penunjang radiologik konvensional akan terlihat gambaran klasik disebut sebagai tanda Holman Miller yaitu pendorongan prosesus Pterigoideus ke belakang. 14Pada pemeriksaan CT scan dengan zat kontras akan tampak perluasan tumor dan destruksi tulang sekitarnya. Pemeriksaan arteriografi arteri karotis interna akan memperlihatkan vaskularisasi tumor. Pemeriksaan PA tidak dilakukan karena merupakan kontra indikasi karena bisa terjadi perdarahan. Angiofibroma Nasofaring Juvenil banyak terjadi pada anak atau remaja laki-laki. 14b. Tumor Jinak pada hidung

Tumor jinak hidung yang tersering adalah papiloma skuamosa. Secara makroskopis mirip dengan polip, tetapi lebih vaskuler, padat dan tidak mengkilat. Terdapat 2 jenis papiloma, pertama eksofitik atau fungiform dan yang kedua endofitik disebut papiloma inverted. Papiloma inverted cenderung untuk residif dan dapat berubah menjadi ganas. Lebih sering terjadi pada laki-laki usia tua. Terapi pada tumor ini adalah bedah radikal.12.10 Penatalaksanaan

Pengobatan polip hidung berhubungan dengan derajat dan gambaran histologinya. Polip hidung yang didominasi oleh sel eosinofil memberikan respon yang baik terhadap terapi kortikosteroid sistemik dan topikal, sedangkan pada polip hidung tipe neutrofilik kurang memberikan respon terhadap pengobatan kortikosteroid sehingga sering memerlukan pembedahan. Menurut panduan penatalaksanaan polip hidung PERHATI-KL, apabila dari pemeriksaan histopatologi didapatkan tipe eosinofilik, maka langsung diterapi dengan kortikosteroid. Jika tipe neutrofilik, maka dilakukan pembedahan.13Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Thailand didapatkan kelompok yang diterapi kortikosteroid memberikan hasil signifikan yang ditandai dengan berkurangnya gejala pada hidung, dan ukuran dari polip dibandingkan dengan kelompok yang hanya diberikan plasebo.15 Penggunaan dari kortikosteroid sistemik atau oral umumnya berupa kombinasi dengan terapi kortikosteroid intranasal. Penggunaan fluocortolone dengan total dosis 560 mg selama 12 hari atau 715 mg selama 20 hari dengan pengurangan dosis perhari disertai pemberian budesonide spray 0,2 mg dapat mengurangi gejala yang timbul serta memperbaiki keluhan sinus dan mengurangi ukuran polip.16Akan tetapi dari penelitian lain, penggunaan kortikosteroid sistemik tunggal yaitu methylprednisolone 32 mg selama 5 hari, 16 mg selama 5 hari, dan 8 mg selama 10 hari ternyata dapat memberikan efek yang signifikan dalam mengurangi ukuran polip hidung serta gejala nasal selain itu juga meningkatkan kemampuan penghidu.17Indikasi untuk terapi pembedahan antara lain dapat dilakukan pada pasien yang tidak memberikan respon adekuat dengan terapi medikal, pasien dengan infeksi berulang, serta pasien dengan komplikasi sinusitis, selain itu pasien polip hidung disertai riwayat asma juga perlu dipertimbangkan untuk dilakukan pembedahan guna patensi jalan nafas. Tindakan yang dilakukan yaitu berupa ekstraksi polip (polipektomi), etmoidektomi untuk polip etmoid, operasi Caldwell-luc untuk sinus maxila. Untuk pengembangan terbaru yaitu menggunakan operasi endoskopik dengan navigasi komputer dan instrumentasi power. 11,16Berdasarkan European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps (EPOS) 2012 terdapat skema penatalaksanaan rhinosinusitis kronik dengan polip hidung pada dewasa sebagai berikut18:

2.9 Prognosis

Prognosis polip nasi mengingat etiopatogenesisnya yang kompleks dan belum diketahui secara jelas menyebabkan prognosis dari polip nasi belum terjamin, walaupun sudah dilakukan tindakan dengan teknik paling modern, dan bahkan operasi ablasi sinus, tidak dapat mencegah rekurensi dari polip nasi. Akibatnya, seringkali tidak ada alternatif untuk profilaksis medis jangka panjang dengan steroid topical spray.4Pada penelitian lain ditemukan angka kekambuhan pada polip nasi setelah dilakukan ESS sekitar 60%. Selain itu ditemukan pemberian Kortikosteroid oral dan topical setelah operasi memiliki potensi anti inflamasi dan merupakan terapi untuk rinosinusitis dengan polip nasi. Kortikosteroid topikal diberikan untuk mengurangi ukuran polip dan mengurangi kekambuhan pada pasien setelah polipektomi.5BAB 3

KESIMPULAN

Polip nasi adalah massa lunak yang mengandung cairan di dalam rongga hidung, berwarna putih keabu-abuan, agak transparan, permukaan licin mengkilat, bertangkai, yang terjadi akibat inflamasi mukosa. Polip nasi merupakan penyebab tersering dari obstruksi hidung dan dapat menyebabkan anosmia.

Faktor yang menjadi penyebab polip nasi yaitu adanya peradangan kronik yang berulang pada mukosa hidung dan sinus, adanya gangguan keseimbangan vasomotor, dan adanya peningkatan tekanan cairan interstitial dan edema mukosa hidung. Beberapa hipotesis terjadinya polip nasi yaitu alergi, ketidakseimbangan vasomotor, fenomena Bernouli, teori ruptur epitel, intoleransi aspirin, cystic fibrosis, nitric oxide, infeksi, hipotesis superantigen. Selain itu adanya peran faktor genetik, peran jamur, dan peran biofilm.

Diagnosis polip nasi ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis didapatkan adanya hidung tersumbat yang selanjutnya dapat menginduksi rasa penuh atau tekanan pada hidung dan rongga sinus. Kemudian dirasakan hidung yang berair (rinorea) mulai dari yang jernih sampai purulen, hiposmia atau anosmia serta dapat juga dirasakan nyeri kepala daerah frontal. Pada pemeriksaan fisik rinoskopi anterior didapatkan massa translusen pada rongga hidung, sekret mukus dan polip multipel atau soliter.

Tatalaksana polip nasi dapat dengan cara konservatif yaitu pemberian kortikosteroid dan operatif yaitu pembedahan polipektomi.

Gambar2.3 Septum nasi