28
REFERAT ILMU PENYAKIT PARU PNEUMOTHORAX Oleh : IMRON ROSYADI 20141040201117 Pembimbing : dr. RUSTAM EFFENDI, Sp.P 1

Referat Pneumothoraks

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Referat Stase ParuFakultas KedokteranUniversitas Muhammadiyah Malang RSUD Jombang

Citation preview

REFERAT

ILMU PENYAKIT PARU

PNEUMOTHORAX

Oleh :IMRON ROSYADI 20141040201117

Pembimbing :dr. RUSTAM EFFENDI, Sp.P

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANGRSUD JOMBANG2014

DAFTAR ISI HalamanJUDULiDAFTAR ISIiiBAB I PENDAHULUAN3BAB II TINJAUAN PUSTAKA2.1 Definisi Pneumothoraks 42.2 Epidemiologi Pneumothoraks 42.3 Klasifikasi Pneumotoraks Berdasarkan Mekanisme Kejadian 42.4 Klasifikasi Pneumotoraks Berdasarkan Jenis Fistula 72.5 Manifestasi Klinis dan Diagnosis Pneumothoraks102.6 Penatalaksanaan Pneumothoraks............................................. 122.7 Komplikasi Pneumothoraks142.8 Prognosis Pneumothoraks16BAB III KESIMPULAN17 DAFTAR PUSTAKA18

BAB IPENDAHULUAN

Pneumothoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura. Pada keadaan normal rongga pleura tidak terisi udara, supaya paru-paru leluasa mengembang terhadap rongga dada (Hisyam & Budiono, 2009).Pneumothoraks dapat terjadi secara spontan atau traumatik. Pneumothoraks spontan dibagi menjadi primer dan sekunder, primer jika penyebabnya tidak diketahui, sedangkan sekunder jika terdapat latar belakang penyakit paru. Pneumothoraks traumatik dibagi menjadi pneumothoraks traumatik iatrogenik dan bukan iatrogenik (Hisyam & Budiono, 2009).Diperkirakan terdapat 20.000 kasus pneumotoraks spontan setiap tahunnya di Amerika serikat. Berdasarkan penelitian Takeno dari Jepang, mulai dari tahun 1986 sampai dengan 1997, jika dibandingkan kasus tahun 1986 dengan tahun 1995 terjadi peningkatan 1,7 kali dan hasil survei tahun 1998 memperlihatkan terjadinya peningkatan 1,5 kali pada data kasus 5 tahunan (periode 1993-1997). Di Instalasi Gawat Darurat ( IGD) Persahabatan Jakarta pada tahun 1999 didapat 253 penderita pneumotoraks dan angka ini merupakan 5,5 % kunjungan dari seluruh kasus respirasi yang datang (Nirwan, 2000). Tujuan dari pembuatan referat ini adalah untuk menambah pengetahuan tentang Pneumothoraks sebagai salah satu penyakit di bidang ilmu Penyakit Paru sehingga dapat melakukan diagnosis dini untuk menentukan terapi bagi pasien.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi PneumothoraksPneumothorak adalah adanya gas di rongga pleura (Light, 2008). Pneumothoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura. Pada keadaan normal rongga pleura tidak terisi udara, supaya paru-paru leluasa mengembang terhadap rongga dada (Hisyam & Budiono, 2009).2.2 Epidemiologi PneumothoraksInsidensinya sama, antara pneumotoraks primer dan sekunder, namun pria lebih banyak terkena dibanding wanita dengan perbandingan 6:1. Pada pria, resiko pneumotoraks spontan akan meningkat pada perokok berat dibanding non perokok. Pneumotoraks spontan sering terjadi pada usia muda, dengan insidensi puncak pada dekade ketiga kehidupan (20-40 tahun) (Berck, 2010).Sementara itu, pneumotoraks traumatik dapat disebabkan oleh trauma langsung maupun tidak langsung pada dinding dada, dan diklasifikasikan menjadi iatrogenik maupun non-iatrogenik. Pneumotoraks iatrogenik merupakan tipe pneumotoraks yang sangat sering terjadi (Berck, 2010).Antara tahun 1991 dan 1995 tingkat MRS di UK Hospital baik untuk pneumotoraks spontan primer dan sekunder adalah 16,7 per 100.000 orang per tahun dan 5,8 per 100.000 perempuan per tahun (Korom, 2011).2.3 Klasifikasi Pneumotoraks Berdasarkan Mekanisme KejadianPneumothoraks dapat terjadi secara spontan atau traumatik dan klasifikasi pneumothoraks berdasarkan mekanisme kejadian adalah sebagai berikut :a. Pneumothoraks SpontanAdalah pneumothoraks yang terjadi tiba-tiba tanpa adanya suatu penyebab trauma atau iatrogenik, ada 2 jenis yaitu : Pneumothoraks Spontan Primer (PSP)Suatu pneumothoraks yang terjadi tanpa riwayat penyakit paru yang mendasari sebelumnya, umumnya pada indivisu sehat, dewasa muda, tidak berhubungan dengan aktifitas fisik yang berat tetapi justru pada saat istirahat dan sampai sekarang belum diketahui penyebabnya (Hisyam & Budiono, 2009).Mekanisme yang diduga mendasari terjadinya PSP adalah ruptur bleb subpleura pada apeks paru-paru. Udara yang terdapat di ruang intrapleura tidak didahului oleh trauma, tanpa disertai kelainan klinis dan radiologis. Namun banyak pasien yang dinyatakan mengalai PSP mempunyai penyakit paru-paru subklinis. Riwayat keluarga dengan kejadian serupa dan kebiasaan merokok meningkatkan resiko terjadinya pneumotoraks ini (Heffner and Huggins, 2004).Faktor yang saat ini diduga berperan dalam patomekanisme PSP adalah terdapat sebagian parenkim paru-paru yang meningkat porositasnya. Peningkatan porositas menyebabkan kebocoran udara viseral dengan atau tanpa perubahan emfisematous paru-paru. Hubungan tinggi badan dengan peningkatan resiko terjadinya PSP adalah karena gradien tekanan pleurameningkat dari dasar ke apeks paru. Akibatnya, alveoli pada apeks paru-paru orang bertubuh tinggi rentan terhadap meningkatnya tekanan yang dapat mendahului proses pembentukan kista subpleura (Mackenzie and Gray, 2007)PSP umumnya dapat ditoleransi dengan baik oleh penderitanyakarena tidak adanya penyakit paru-paru yang mendasari (Heffner and Huggins,2004). Pada sebagian besar kasus PSP, gejala akan berkurang atau hilang secara spontan dalam 24-48 jam (Mackenzie and Gray, 2007). Pneumothoraks Spontan Sekunder (PSS)Penumothoraks yang terjadi karena penyakit paru yang mendasari. PSS paling banyak disebabkan oleh penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Secara umum udara pada PSS memasuki rongga pleura melalui alveoli yang melebar atau rusak (Heffner and Huggins, 2004). PSS lebih berbahaya daripada PSP dikarenakan fungsi paru yang lebih buruk daripada pasien PSP. Hampir semua pasien PSS harus dilakukan thorakostomi (Light, 2008)Untuk penangan PSS, ACCP merekomendasikan pemasangan chest tube atau thorakostomi untuk setiap pasien PSS, dan pleurodesis pada episode pertama PSS guna mencegah rekurensi. Sedangkan BTS merekomendasikan aspirasi dengan syringe dan kateter untuk pasien pneumotoraks kecil dengan penyakit paru ringan yang mendasari. Sebagian besar pasien membutuhkan drainase melalui chest tube. Pelepasan chest tube dilakukan setelah terjadi re-ekspansi paru dan resolusi kebocoran udara. Pleurodesis merupakan terapi pilihan terakhir dan dilakukan pada pasien dengan kebocoran udara yang tidak teratasi dan mengalami pneumotoraks rekuren (Mackenzie and Gray, 2007).b. Pneumothoraks TraumatikAdalah pneumothoraks yang terjadi akibat suatu trauma, baik trauma penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru. Pneumothoraks traumatik dibagi menjadi 2 yaitu: Pneumothoraks Traumatik IatrogenikSuatu pneumothoraks yang terjadi akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumothoraks jenis inipun masih dibedakan menjadi 2 yaitu : a) Pneumothoraks Traumatik Iatrogenik Aksidental yaitu penumothoraks yang terjadi akibat tindakan medis karena kesalahan/komplikasi tindakan medis tersebut, b) Pneumothoraks Traumatik Iatrogenik Artifisial yaitu penumothoraks yang sengaja dilakukan dengan cara mengisi udara ke dalam rongga pleura melalui jarum dengan suatu alat Maxwell box (Hisyam & Budiono, 2009). Pneumothoraks Traumatik bukan IatrogenikPenumothoraks yang terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada baik terbuka maupun tertutup (Hisyam & Budiono, 2009).Pneumotoraks jenis ini terjadi akibat trauma tumpul atau tajam yang merusak pleura viseralis atau parietalis. Pada trauma tajam, luka menyebabkan udara dapat masuk ke rongga pleura langsung ke dinding toraks atau menuju pleura viseralis melalui cabang-cabang trakeobronkial. Luka tusuk atau luka tembak secara langsung melukai paru-paru perifer menyebabkan terjadinya hemothoraks dan pneumotoraks di lebih dari 80% lesi di dada akibat benda tajam (Sharma, 2009).Pada trauma tumpul pneumotoraks terjadi apabila pleura viseralis terobek oleh fraktur atau dislokasi costa. Kompresi dada tiba-tiba menyebabkan peningkatan tekanan alveolar secara tajam dan kemudian terjadi ruptur alveoli. Saat alveoli ruptur udara masuk ke rongga intersisiel dan terjadi diseksi menuju pleura viseralis atau mediastinum. Pneumotoraks terjadi saat terjadi ruptur pada pleura viseralis atau mediastinum dan udara masuk ke rongga pleura. Manifestasi klinisnya dapat berupa fallen lung sign/peptic lung sign di mana hilus paru terletak lebih rendah dari normal atau terdapat pneumotoraks persisten dengan chest tube terpasang dan berfungsi dengan baik (Sharma, 2009).Pneumotoraks traumatik bukan iatrogenik juga dapat terjadi akibat barotrauma. Pada suhu konstan, volume massa udara berbanding terbalik dengan tekanannya, sehingga apabila ditempatkan pada ketinggian 3050 m, volume udara yang tersaturasi pada tubuh meningkat 1,5 kali lipat daripada saat di ketinggian permukaan laut. Pada peningkatan tekanan tersebut, udara yang terjebak dalam bleb dapat mengalami ruptur dan menyebabkan pneumotoraks. Hal ini biasanya terjadi pada kru pesawat terbang. Sedangkan pada penyelam, udara yang terkompresi dialirkan ke paru-paru harus melalui regulator dan sewaktu naik ke permukaan barotrauma dapat terjadi seiring dengan penurunan tekanan secara cepat sehingga udara yang terdapat di paru-paru dapat menyebabkan pneumotoraks (Sharma, 2009)2.4 Klasifikasi Pneumotoraks Berdasarkan Jenis Fistulaa. Pneumothoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar. Tekanan di dalam rongga pleura awalnya mungkin positif, namun lambat laun berubah menjadi negatif karena diserap oleh jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum mengalami reekspansi, sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di dalamnya sudah kembali negatif. Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan udara di rongga pleura tetap negatif. Misal terdapat robekan pada pleura viseralis dan paru atau jalan nafas atau esofagus, sehingga masuk kavum pleura karena tekanan kavum pleura negatif (Alsagaff, 2009)b. Pneumothoraks Terbuka (Open Pneumothorax)Gambar 2.1 Open PneumothoraxPneumotoraks terbuka yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga pleura dengan bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar karena terdapat luka terbuka pada dada. Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada pneumotoraks terbuka tekanan intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan tekanan yang disebabkan oleh gerakan pernapasan. Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi tekanan menjadi positif. Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam keadaan normal, tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka (sucking wound) (Alsagaff, 2009).c. Pneumothoraks Ventil (Tension Pneumothorax)

Gambar 2.2 Tension PneumothoraxPneumotoraks ventil adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Pada waktu inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus serta percabangannya dan selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di dalam rongga pleura tidak dapat keluar. Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura makin lama makin tinggi dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal napas (Alsagaff, 2009).

2.5 Manifestasi Klinis dan Diagnosis Pneumothoraks2.5.1 Anamnesisa) Nyeri dada hebat yang tiba-tiba pada sisi paru terkena khususnya pada saat bernafas dalam atau batuk.b) Sesak, dapat sampai berat, kadang bisa hilang dalam 24 jam, apabila sebagian paru yang kolaps sudah mengembang kembalic) Mudah lelah pada saat beraktifitas maupun beristirahat.d) Warna kulit yang kebiruan disebabkan karena kurangnya oksigen (cyanosis). Gejala tersebut dapat berdiri sendiri maupun kombinasi dan menurut Mills dan Luce derajat gangguannya bisa mulai dari asimptomatik atau menimbulkan gangguan ringan sampai berat (Hisyam & Budiono, 2009).2.5.2 Pemeriksaan Fisika) Inspeksi: dapat terjadi pergeseran trakea, pencembungan dan pada waktu pergerakan nafas, tertinggal pada sisi yang sakit.b) Palpasi: Pada sisi yang sakit ruang sela iga dapat normal atau melebar, iktus jantung terdorong kesisi thoraks yang sehat. Fremitus suara melemah sampai menghilang.c) Perkusi: Suara ketok hipersonor sampai timpani, batas jantung terdorong ke thoraks yang sehat.d) Auskultasi: suara nafas melemah sampai menghilang, nafas dapat amforik apabila ada fistel yang cukup besar.e) 2.5.3 Pemeriksaan Penunjanga) Radiologis:1. Garis pleura viseralis tampak putih lurus atau cembung terhadap dinding dada dan terpisah dari garis pleura parietalis. Celah antara kedua garis pleura tersebut tampak lusen karena berisi kumpulan udara dan tidak didapatkan corakan vaskuler pada daerah tersebut.2. Bila pneumotoraks berat dapat menyebabkan terjadinya kolaps dari paru- paru sekitarnya, sehingga massa jaringan paru yang terdesak ini lebih padat dengan densitas seperti bayangan tumor.3. Biasanya arah kolaps ke medial4. Perdorongan pada jantung misalnya pada pneumotoraks ventil 5. Mediastinum dan trakea dapat terdorong kesisi yang berlawanan.b) BGA: untuk memeriksa kadar oksigen dalam darah.2.6 Penatalaksanaan Pneumothoraks2.6.1 Penatalaksanaan Awal pada PneumotoraksPenatalaksanaan awal pada semua pasien trauma adalah dilakukan stabilisasi leher hingga dipastikan pasien tidak mengalami cedera cervical dengan cara memasang cervical collar. Evaluasi tingkat kesadaran dengan menyapa pasien dan dilanjutkan dengan pemeriksaan ABC (airway, breathing, circulation) (Boon, 2008).Pada pemeriksaan jalan nafas yaitu membuka jalan nafas dengan jaw thrust (bila dicurigai terdapat cedera cervical/pada pasien tidak sadar) atau head tilt chin lift dilanjutkan dengan membersihkan rongga mulut dengan swab mengunakan jari telunjuk, mempertahankan jalan nafas agar tetap terbuka. Pada pasien tidak sadar dilakukan pemasangan orofaringeal tube untuk mencegah lidah jatuh dan menutup jalan nafas (Boon, 2008).Pemeriksaan pernafasan yaitu melihat, mendengar, dan merasakan dilakukan secara bersamaan. Pada pasien dengan pneumotoraks perkembangan dinding dada asimetris, deviasi trakea ke paru yang sehat, JVP meningkat, suara nafas menurun bahkan menghilang dan pada perkusi didapatkan hipersonor. Bila didapatkan tanda-tanda tersebut, langsung dilakukan tindakan needle thoracostomy (Boon, 2008).Pemeriksaan nadi karotis dan radialis didapatkan takhikardi, akral dan memeriksa capillary refill test. Dilakukan pemasangan intravenous line, bila terjadi perdarahan masif dilakukan pemasangan double line dengan cairan kristaloid (Boon, 2008).2.6.2 Penatalaksanaan Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)Kebanyakan simple pneumothorax akan membutuhkan pemasangan intecostal chest drain sebagai terapi definitif. Pneumothorax kecil, khususnya yang hanya terlihan dengan CT Scan dapat diobservasi. Keputusan untuk data diobservasi berdasarkan status klinis pasien prosedur yang direncanakan berikutnya. Pemasangan chest tube cocok pada kasus yang terdapat multiple injury, pasien yang menjalani anestesia yang berkepanjangan, atau pasien yang akan ditransfer dengan jarak yang jauh dimana deteksi peningkatan atau tension pneumothorax mungkin sulit atau tertunda (Brohi, 2004).

2.6.3 Penatalaksanaan Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax)Oksigen 100% harus diberikan melalui facemask. Intubasi harus dipertimbangkan bila oksigenasi atau ventilasi tidak adekuat. Intubasi tidak boleh menunda pemasangan chest tube dan penutupan luka. Manajemen definitif pada open pneumotoraks adalah menutup luka dan segera memasang intercostal chest drain (Brohi, 2004). Bila chest drain tidak tersedia dan pasien jauh dari fasilitas yang bisa melakukan terapi definitive, perban dapat diletakkan di atas luka dan diplester pada tiga sisinya. Secara teori, hal tersebut bertindak sebagai katup-flap untuk memungkinkan udara keluar dari pneumotoraks selama ekspirasi, namun tidak masuk selama inspirasi. Hal ini mungkin sulit bila dilakukan pada luka yang luas dan efeknya sangat bervariasi. Sesegera mungkin chest drain harus dipasangdan luka ditutup (Brohi, 2004).2.6.4 Penatalaksanaan Tension Pneumothorax 2.6.4.1 Needle Thoracostomy Manajemen klasik tension pneumothorax adalah dekompresi dada emergensi dengan needle toracostomy. Jarum ukuran 14-16 G ditusukkan pada Intercostal Space (ICS) II Mid Clavicular Line (MCL). Jarum dipertahankan hingga udara dapat dikeluarkan melalui spuit yang terhubung dengan jarum. Jarum ditarik dan kanul dibiarkan terbuka di udara. Udara yang keluar dengan cepat dari dada menunjukkan adanya tension pneumothorax. Manuver ini mengubah tension pnemothorax menjadi simple pneumothorax (Brohi, 2004).

2.6.4.2 Pemasangan Chest TubePemasangan chest tube merupakan terapi definitif pada tension pneumothorax. Chest tube harus tersedia dengan cepat di ruang resusitasi dan pemasangannnya biasanya cepat. Pemasangan terkontrol chest tube lebih baik untuk blind needle thoracostomy. Hal ini menyebabkan status respiratori dan hemodinamik pasien akan menoleransi beberapa menit tambahan untuk melakukan surgical thoracostomy. Setelah pleura dimasuki (diseksi tumpul), tekanan akan didekompresi dan pemasangan chest tube dapat dilakukan tanpa terburu-buru. Hal ini terutama berlaku bagi pasien yang terventilasi manual dengan tekanan positif (Brohi, 2004).2.7 Komplikasi PneumothoraksKomplikasi yang dapat terjadi pada pneumotoraks antara lain adalah pneumomediastinum dan emfisema subkutis. Pneumomediastinum dapat terjadi melalui tiga tahap yang umum disebut dengan efek Macklin. Urutan kejadiannya adalah terjadinya ruptur alveolar kemudian terjadi diseksi sepanjang selubung bronkovaskuler menuju daerah hilus dan akhirnya udara mencapai mediastinum.Pneumomediastinum jarang menyebabkan komplikasi klinis yang signifikan. Tetapi pada beberapa kasus, tension pneumomediastinum dapat menyebabkan peningkatan tekanan mediastinum sehingga terjadi penekanan langsungterhadap jantung atau menurunkan aliran darah balik sehingga terjadi penurunan curah jantung. Pneumomediastinum dapat berkembang menjadi emfiesema subkutis. Apabila udara pada subkutan dan mediastinum sangat banyak dapat terjadi kompresi jalan napas dan jantung (Carolan, 2010).Gambar 2.1 PneumomediastinumGambaran pneumomediastinum pada fotothoraks tampak sebagai daerah radiolusens di sekitar batas jantung kiri.Mediastinum berhubungan dengan daerah submandibula, retrofaringeal, dan selubung pembuluh darah leher, dan toraks lateral (Carolan, 2010). Emfisema subkutis terjadi akibat udara memasuki daerah-daerah tersebut dan bermanifestasi sebagai pembengkakan tidak nyeri. Pada palpasi akan terasa seperti kertas. Gambaran radiologis untuk emfisema subkutis adalah radiolusen di tepian struktur anatomi terkait. Komplikasi ini dapat memperparah keadaan pasien dengan pneumotoraks akibat kompresi jalan napas. Pertolongan pertama yang dapat dilakukan apabila terjadi distres adalah insisi kulit denganpisau pada daerah kulit yang mengalami pembengkakan (Paramasivam, 2008).2.8 Prognosis PneumothoraksPasien dengan pneumothoraks spontan hamper separuhnya akan mengalami kekambuhan, setelah sembuh dari observasi maupun setelah pemasangan tube thoracostomy. Kekambuhan jarang terjadi pada pasien-pasien pneumothoraks yang dilakukan torakotomi terbuka. Pasien yang penatalaksanaannya cukup baik jarang dijumpai komplikasi. Pasien pneumthoraks spontan sekunder tergantung penyakit paru yang mendasarinya, misalkan pada pasien PSS dengan PPOK harus lebih berhati-hati karena sangat berbahaya.

BAB IIIKESIMPULAN

Dari uraian sebelumnya dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:1. Pneumotoraks merupakan suatu kondisi dimana terdapat udara pada kavum pleura akibat robeknya pleura viseralis atau robeknya dinding dada dan pleura parietalis.2. Pneumotoraks diklasifikasikan berdasarkan mekanisme kejadian yakni spontan dan primer, jenis fistel menjadi simple dan tension pneumotoraks,dan lokalisasinya.3. Diagnosa pneumotoraks ditegakkan melalui anamnesa dan pemeriksaan fisik, serta ditunjang oleh pemeriksaan radiologis.4. Penatalaksanaan awal pneumotoraks dilakukan berdasarkan pemeriksaan Airway, Breathing, dan Circulation sedangkan penatalaksanaanlanjutan seperti pemasangan chest tube, thoracotomy, dan pleurodesis, dilakukan berdasarkan jenis pneumotoraks dan perkembangan keadaanklinis pasien.5. Komplikasi yang dapat berkembang dari kejadian pneumotoraks antara lain emfisema subkutis dan pneumomediastinum dapat berlanjut menjadi depresi saluran napas gangguan kontraksi jantung dan berujung pada kematian.

DAFTAR PUSTAKAAlsagaff H, Mukty HA. 2009.Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:Airlangga University PressAlmani, Surabaya.Mackenzie, SJ, and Gray, A. 2007.Primary Spontaneous Pneumothorax: why all the confusion over first-line treatment?. Journal of Royal College of Physicians of Edinburgh; 37:335-338Paramasivam, E. 2008. Air Leaks, Pneumothorax, and Chest Drains:Subcutaneous Emphysema, Pneumomediastinum, and Pneumopericardium. Cont edu Anaesth Crit Care & Pain. 8(6): 204-209.Oxford University Press.

12