27
JOURNAL READING PNEUMOTHORAX IN THE INTENSIVE CARE UNIT - INCIDENCE, RISK FACTORS, AND OUTCOME Arnaud de Lassence, Jean-Francois Timsit, Muriel Tafflet, Elle Azoulay, Samir Jamali, Francois Vincent, Yves Cohen, Maıte Garrouste-Orgeas, Corinne Alberti, Didier Dreyfuss Anesthesiology 2006; 104:5–13 Disusun Oleh : Dorothy Eugene Nindya G99142120 Pembimbing dr. Septian Adi Permana, Sp.An, M.Kes

Jurnal Reading Pneumothoraks Iatrogenik

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Jurnal reading mengenai pneumotoraks iatrogenik. Membahas mengenai sistem skoring dan faktor risiko dari pneumotoraks.

Citation preview

Page 1: Jurnal Reading Pneumothoraks Iatrogenik

JOURNAL READING

PNEUMOTHORAX IN THE INTENSIVE

CARE UNIT - INCIDENCE, RISK

FACTORS, AND OUTCOMEArnaud de Lassence, Jean-Francois Timsit, Muriel Tafflet, Elle Azoulay, Samir Jamali, Francois Vincent,

Yves Cohen, Maıte Garrouste-Orgeas, Corinne Alberti, Didier Dreyfuss

Anesthesiology 2006; 104:5–13

Disusun Oleh :

Dorothy Eugene Nindya G99142120

Pembimbing

dr. Septian Adi Permana, Sp.An, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI

SURAKARTA

2016

Page 2: Jurnal Reading Pneumothoraks Iatrogenik

Pneumothoraks pada Intensive Care Unit -

Insidensi, Faktor Risiko, dan Hasil

Latar belakang: Faktor risiko dan hasil dari pasien sakit kritis dengan

pneumothoraks iatrogenic (IP) belum diteliti dalam populasi intensive care unit

(ICU) yang besar.

Metode: Penulis meneliti secara kohort prospektif pada pasien dewasa yang

dirawat di rumah sakit lebih dari 24 jam. Data dikumpulkan pada saat masuk ICU

dan setiap harinya oleh dokter senior sampai pasien dipulangkan. Faktor risiko IP

diidentifikasi seluruhnya menggunakan kohort. Studi case control yang

dicocokkan digunakan untuk mengevaluasi risiko IP pada pasien yang meninggal.

Hasil: Dari 3.499 pasien, 69 dengan pneumothoraks sebelum masuk ICU

dieksklusikan. Dari sisa 3.430 pasien, 94 mengalami IP dalam waktu 30 hari (42

karena barotrauma dan 52 karena prosedur invasive). Insidensi kumulatif IP

sebesar 1,4% (95% confidence interval [CI], 1,0-1,8) pada hari ke-5 dan 3,0%

(95% CI, 2,4–3,6) pada hari ke-30. Faktor risiko IP (hazard ratio [95% CI])

adalah berat badan kurang dari 80 kg (2,4 [1,3–4,2]), riwayat sindrom

immunodefisiensi saat dewasa (2,8 [1,2–6,4]), diagnosis sindrom distress

respiratori akut (5.3 [2.6–11])atau edema pulmonal kardiogenik saat dirawat (2.0

[1.1–3.6]), insersi kateter pada arteri pulmonal atau vena sentral (1.7 [1.0 –2.7]),

dan penggunaan agen inotropik saat 24 jam pertama (2.1 [1.3–3.4]). Risiko IP

pada pasien yang meninggal adalah 2,6 (95% CI, 1,3–4,9; P= 0.004).

Kesimpulan: Pneumothoraks iatrogenik adalah komplikasi yang mengancam jiwa

yang didapati pada 3% pasien ICU. Pencegahan terhadap factor risiko IP

seharusnya dapat mengurangi angka kejadian IP.

2

Page 3: Jurnal Reading Pneumothoraks Iatrogenik

PNEUMOTHORAKS iatrogenik (IP) adalah salah satu komplikasi iatrogenik

utama pada pasien intensive care unit (ICU). Insidensi IP dalam ICU lebih besar

dari 20% pada tahun 1990an dan sejak itu telah berkurang 3%. IP di ICU

kebanyakan merupakan komplikasi barotrauma yang berhubungan dengan

ventilasi mekanik (IP-MV) atau muncul setelah prosedur tertentu (contohnya,

setelah insersi kateter vena sentral, thorakosentesis, atau operasi). Penelitian

mengenai prognosis dan hasil dari IP kebanyakan berupa retrospektif dan

berfokus pada kategori tunggal IP.

Perkembangan dari strategi proteksi paru untuk ventilasi, material, teknik, dan

rekomendasi yang baru untuk insersi kateter vena sentral membuat IP sangat bias

dicegah dalam praktek sehari-hari. Namun, munculnya IP erat kaitannya dengan

penyakit yang mendasari ,seperti ARDS. Identifikasi pasien dengan factor risiko

bertujuan untuk mengetahui langkah preventif yang bermanfaat.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menginvestigasi insidensi, faktor risiko,

morbiditas, dan mortalitas IP pada database OUTCOMEREA® yang besar.

Materi dan Metode

Database

Kami menggunakan studi observasional prospektif dalam sebuah database

multicenter (OUTCOMEREA®) sejak Januari 1997 hingga Juni 2003. Database

ini, yang dikelola oleh 11 dokter atau ahli bedah ICU, secara spesifik didesain

untuk merekam keparahan penyakit setiap hari, kejadian iatrogenik, dan infeksi

nosokomial. Sampel pasien yang lebih tua dari 16 tahun dan dirawat di ICU lebih

dari 24 jam dimasukkan ke database setiap tahun. Singkatnya, kita dapat memilih

dua metode sampling random: (1) Rawat berturut-turut pada n bed ICU atau (2)

rawat berturut-turut pada bulan yang ditentukan. Jumlah bed (atau bulan)

dialokasikan ke dalam database setahun sekali oleh steering committee database.

Kami mempelajari semua pasien pada database OUTCOMEREA kecuali pasien

yang dirawat di ICU karena pneumothoraks (n = 69).

3

Page 4: Jurnal Reading Pneumothoraks Iatrogenik

Metode dari Pengumpulan Data. Data dikumpulkan setiap hari oleh dokter

senior pada setiap unit. Untuk setiap pasien, investigator memasukkan data ke

dalam sebuah komputer menggunakan software VIGIREA (OUTCOMEREA;

Rosny sous bois, Perancis) dan memasukkan semua rekam medis ke database

OUTCOMEREA. Semua kode dan definisi dibuat sebelum studi dimulai.

Prosedur. Semua studi ICU mengikuti peraturan yang sama untuk ventilasi

mekanik dan insersi kateter. Pada pasien dengan ventilasi mekanik, volume tidal

ditetapkan untuk mempertahankan tekanan plateau dibawah 30 cm H2O pada

kebanyakan kasus dan tidak lebih dari 35 cm H2O pada semua pasien.

Akses vena sentral dipilih berdasarkan algoritma yang disarankan sebelumnya.

Singkatnya, untuk menghindari infeksi terkait kateter, akses subclavia lebih

dipilih kecuali pada pasien dengan gangguan hemostasis yang berat atau tekanan

oksigen arterial (PaO2)/fraksi oksigen insipirasi (FiO2) kurang dari 150, dengan

pilihan antara melalui jalur femoral atau jugularis interna sesuai dengan

pertimbangan dokter yang hadir. Protokol tertulis juga dibagikan pada ICU yang

berpartisipasi, namun dalam prakteknya tidak diaudit.

Variabel Penelitian. Data-data berikut yang direkam adalah: karakteristik pasien

yang dirawat (usia, jenis kelamin, asal, dan berat badan), diagnosis masuk

(pneumonia, edema pulmonary kardiogenik, eksaserbasi akut dari penyakit paru

obstruktif kronik, atau ARDS), kategori masuk, gejala utama, diabetes, acquired

immunodeficiency syndrome (AIDS), penyakit kronik, skor McCabe, temuan

klinik dan laboratorium, modalitas pengobatan (kebanyakan ventilasi mekanik

[ya/tidak] dan ventilasi endotrakeal mekanik [ya/tidak], agen inotropic, dan

antimikroba), dan kateter. Skor tersebut dimasukkan saat pasien masuk dan setiap

hari sesudahnya: Simplified Acute Physiologic Score (SAPS II), Logistic Organ

Dysfunction (LOD), Sequential Organ Failure Assesment, dan skor Glasgow

Coma Scale. Dan juga durasi pemasangan ventilasi invasif, durasi dirawat di ICU

dan di rumah sakit, hasil saat keluar dari ICU dan rumah sakit juga direkam.

4

Page 5: Jurnal Reading Pneumothoraks Iatrogenik

Kualitas Database. Data dikumpulkan setiap hari oleh dokter ICU dengan

komputer. Software secara automatis mengecek variabel yang dimasukkan oleh

investigator. Pada setiap ICU, prosedur pengontrolan kualitas termasuk pada

dokter ICU senior dari ICU lain yang mengecek 2% sampel secara random.

Koefisien korelasi interrater berkisar antara 0,67-1 untuk variabel klinis, skor

keparahan, dan skor disfungsi organ, dan koefisien ƙ untuk variabel kualitatif

berkisar 0,5-0,9. Nilai yang hilang terjadi hanya pada usia dan berat badan

(kurang dari 1% dari kelompok), yang digantikan oleh nilai spesifik median dari

jenis kelamin.

Definisi IP. Rontgen dada diambil setidaknya sekali sehari selama sebulan

pertama pada semua pasien dengan ventilasi, secara rutin setelah thoracentesis

atau insersi kateter vena sentral, dan ketika diindikasikan secara klinis. CT Scan

dilakukan ketika rontgen dada tidak dapat mengkonfirmasi diagnosis klinis yang

dicurigai. IP juga didiagnosis ketika dibutuhkan drainase tension pneumothorax

sebelum rontgen dada.

Semua pasien di-screening IP setiap hari selama dirawat di ICU. Empat kategori

IP dibedakan menjadi IP sekunder barotrauma yang disebabkan oleh ventilasi

mekanik invasif (IP-MV), IP setelah insersi kateter vena sentral (IP-CVC), IP

setelah thoracentesis, dan IP yang terkait dengan penyebab lain.

Analisis Statistik

Variabel kuantitatif dan kualitatif disajikan sebagai median [interquartile range

(IQR)] dan n (%). Kami mempelajari kejadian IP pertama (dalam 30 hari

pertama), "pasien hidup pulang dari ICU tanpa mengalami IP" sebagai risiko yang

bersaing. Kami menggunakan insidensi kumulatif, tidak dengan plot Kaplan-

Meier.

Episode pertama IP dalam 30 hari pertama di ICU dipertimbangkan. Sebuah

model hazard proporsional digunakan untuk menghitung waktu terjadinya IP dan

5

Page 6: Jurnal Reading Pneumothoraks Iatrogenik

untuk menyelidiki faktor risiko IP. Kami menggunakan ekstensi Fine and Gray

dari model Cox mengambil risiko bersaing ke dalam akun.

Variabel secara signifikan terkait dengan IP pada tingkat risiko 0,05 dipilih

menggunakan model Cox bivariat. Analisis multivariat dilakukan dengan cara

bertahap. Karena kita mengantisipasi kolinearitas diantara skor keparahan dan

disfungsi organ, hal ini diperkenalkan berturut-turut pada langkah pertama dari

analisis multivariat.

Risiko proporsional dan hipotesis log-linearitas diperiksa untuk semua model.

Untuk variabel kontinyu, ketika log linearitas tidak dikonfirmasi, kita memotong

variabel pada break point dari kurva spline. Sebuah uji interaksi dua arah

digunakan untuk melihat interaksi yang signifikan antara variabel dalam model

akhir. Hasil dilaporkan sebagai rasio hazard dan interval kepercayaan 95% (CI).

Sebuah skor risiko pneumotoraks dikembangkan dari koefisien regresi yang

terkait dengan setiap variabel. Validasi internal dari skor risiko pneumotoraks

dilakukan dengan bootstrapping, yang melibatkan analisis sejumlah besar

subsampel (400 replika independen) dengan penggantian dari sampel penuh.

Bootstrapping memberikan perkiraan yang objektif dari koefisien β pada regresi

akhir. Validasi eksternal juga dilakukan dengan menggunakan data eksternal

pasien termasuk dalam database diantara Juni 2003 dan November 2004 (n =

1.798).

Angka kematian di rumah sakit pada pasien dengan IP, ventilasi invasif pada hari

terjadinya IP, durasi rawat inap sebelum dan setelah IP, kematian setelah IP, dan

perubahan LOD setiap hari sebelum dan sesudah IP dipelajari secara berurutan.

Kami menyelidiki apakah risiko IP meningkat pada pasien meninggal, dengan

faktor seperti keparahan dan durasi rawat di ICU. Untuk tujuan ini, kami

merancang sebuah studi kasus kontrol yang membandingkan pasien yang

meninggal di rumah sakit dan pasien yang selamat. Sedikitnya 631 kasus dan

kontrol diperlukan untuk mendeteksi peningkatan odds ratio (OR) IP dari 2

6

Page 7: Jurnal Reading Pneumothoraks Iatrogenik

asumsi prevalensi IP 3% pada pasien selamat (dengan α 0,05 dan β 0.20). Kriteria

kasus kontrol (1: 1) yang sesuai adalah kemungkinan kematian di rumah sakit

(SAPS II) ±5%, durasi rawat di ICU ±20%, ventilasi invasif saat masuk, dan

transfer dari bangsal.

Kami menggunakan regresi logistik bersyarat dengan dan tanpa penyesuaian

kriteria yang cocok, faktor risiko kematian, dan faktor-faktor risiko untuk IP.

Interaksi dua arah secara klinis yang relevan dipilih dalam model akhir dan diuji.

Analisis sensitivitas dari risiko IP dilakukan pada pasien yang dipasang ventilasi

selama setidaknya 24 jam, pada mereka dengan nilai SAPS II intermedia (27- 48

poin, yaitu dari persentil ke-25 sampai ke-75), dan pada pasien yang memutuskan

untuk mengakhiri perawatan (keputusan yang diambil oleh konsensus pada

anggota staf ICU dan dikomunikasikan kepada intensivist yang bertugas atau yang

ditulis dalam rekam medis pasien).

Semua uji statistik berbentuk two tailed, dan nilai P kurang dari 0,05 dianggap

signifikan. Semua analisa statistik dilakukan dengan menggunakan software SAS

8.02 (SAS Inc, Cary, NC) dan S-plus 2000 (Mathsoft Inc., Seattle, WA).

Hasil

Populasi Studi

Dari 10.339 pasien yang dimasukkan dalam OUTCOMEREA ICU selama periode

penelitian, 3.430 (29%) masuk dalam 11 ICU yang ikut perpartisipasi (40.472 hari

ICU). Diantara ini, 94 (2,7%; 95% CI, 2,2-3,2%) mengalami sedikitnya satu

episode IP dalam 30 hari pertama (Gambar 1); 7 pasien mengalami dua episode

(termasuk 1 episode pada hari ke-31).

7

Page 8: Jurnal Reading Pneumothoraks Iatrogenik

Gambar 1. Diagram penelitian. *Pneumothoraks iatrogenik (IP) sebelum 30 hari di intensive care unit. ** IP-CVC = IP setelah kateter vena sentral; IP-MV = IP yang diakibatkan barotrauma karena ventilasi invasif; IP-Oth = penyebab lain IP; IP-TC = IP setelah

thoracentesis.

Diantara 3.430 pasien yang diteliti, 2.299 (67%) mendapatkan ventilasi mekanik

invasif selama setidaknya 24 jam dan 1.949 (57%) selama 48 jam. IP dikaitkan

dengan durasi rawat di ICU yang lebih lama (7 [IQR, 4 –13] vs. 17,5 [IQR, 9 –

32] hari; P < 0,001) dan dirawat di rumah sakit (18 [IQR, 10–33] vs. 31 [IQR, 14–

46] hari; P < 0,001). Tingkat mortalitas di ICU (22 vs. 45%; P < 0,001) dan rumah

sakit (28 vs. 51%; P < 0,001) juga lebih tinggi pada pasien dengan IP.

Insidensi dan Epidemiologi dari IP

Episode pertama IP yang merupakan efek sekunder barotrauma selama ventilasi

invasif (IP-MV) pada 42 pasien, dengan waktu rawat inap rata-rata untuk IP

adalah 5 hari [IQR, 3-10 hari] dan dari inisiasi ventilasi mekanik untuk IP adalah

4 hari [IQR, 2-8 hari]. IP yang diikuti insersi kateter vena sentral (IP-CVC) pada

28 pasien, dengan waktu rata-rata dari mulai masuk sampai terjadinya IP adalah

3,5 hari [IQR, 2,5-9 hari]. IP terjadi setelah thoracentesis pada 21 pasien, dengan

waktu rata-rata dari mulai masuk sampai terjadinya IP adalah 7 hari [IQR, 3-12

hari]. IP yang dikarenakan penyebab lain terdapat pada 3 pasien, dengan waktu

8

Page 9: Jurnal Reading Pneumothoraks Iatrogenik

rata-rata dari mulai masuk sampai terjadinya IP adalah 20 hari [IQR, 10 -26 hari].

Secara keseluruhan, waktu median dari mulai pasien masuk sampai ke episode

pertama IP adalah 5,5 hari [IQR, 3-11 hari].

Insiden kumulatif IP adalah 1,4% (95% CI, 1,0-1,8) pada hari ke-5, 2,1% (95%

CI, 1,6-2,6) pada hari ke-10, dan 3,0% (95% CI, 2,4-3,6) pada hari ke-30 (Gambar

2). Pada hari ke-30, insiden kumulatif adalah sebagai berikut: IP-MV, 1,3% (95%

CI, 0,9-1,7); IP-CVC, 0,9% (95% CI, 0,5-1,2); dan IP setelah thoracocentesis,

0,7% (95% CI, 0,4-1,0).

Gambar 2. Keterlambatan munculnya pneumothoraks iatrogenik pertama dan 95% confidence intervals. Diagram ini menunjukkan insidensi kumulatif ketika “pulang dari ICU

hidup tanpa pneumothoraks iatrogenik” dianggap sebagai risiko yang bersaing.

Keparahan penyakit menurut SAPS II, LOD, dan Sequential Organ Failure

Assessment lebih besar pada pasien dengan IP (tabel 1). Pasien dengan IP

memiliki perbandingan yang lebih besar dibandingkan pasien tanpa IP untuk

mengidap AIDS, pneumonia saat masuk, edema paru, atau ARDS. Pasien dengan

IP lebih mungkin untuk mendapat ventilasi invasif dan memerlukan insersi kateter

arterial, sentral, dan juga arteri pulmonalis.

Dari 94 pasien dengan IP, 10 meninggal pada hari yang sama atau sehari sesudah

terjadinya IP. Tension IP menyebabkan henti jantung pada 10 pasien (10,6%).

9

Page 10: Jurnal Reading Pneumothoraks Iatrogenik

Tabel 1. Karakteristik Pasien yang Masuk dalam Penelitian

Drainase chest tube diperlukan pada 87 pasien (93%), untuk durasi rata-rata 6 hari

[3-10 hari]. Rekam medis dari 7 pasien yang tersisa ditinjau secara retrospektif.

Dua dari pasien ini memiliki gangguan hemostasis berat dan mengalami IP lokal

setelah terbebas dari ventilasi mekanik. Pada 5 pasien lainnya, IP lokal terjadi

selama pernapasan spontan, setelah thoracentesis (n = 2), insersi vena kateter

sentral (n = 2), atau biopsi transbronkial (n = 1) dan diselesaikan dengan terapi

oksigen.

Keparahan sesuai dengan nilai LOD meningkat secara signifikan antara hari

sebelum dan hari setelah IP. Rata-rata peningkatan skor LOD adalah +0,59 [+0,13

10

Page 11: Jurnal Reading Pneumothoraks Iatrogenik

sampai +1,05], P = 0,004, pada hari IP dan +1,38 [+0,57 sampai +1,86], P <

0,001, pada hari setelah IP.

Faktor Risiko IP

Analisis univariat dan multivariat faktor risiko IP dilaporkan dalam tabel 1 dan 2.

Pada langkah terakhir dari analisis multivariat, enam faktor secara independen

terkait dengan IP: riwayat AIDS, diagnosis edema pulmonal kardiogenik saat

dirawat, diagnosis ARDS saat dirawat, insesrsi kateter vena sentral atau arteri

pulmonal dalam 24 jam pertama, dan penggunaan agen vasoaktif dalam 24 jam

pertama (tabel 2). Analisis bootstrap tidak mempengaruhi tipe atau signifikansi

dari faktor risiko independen (tabel 2).

Tabel 2. Faktor Risiko IP: Analisis Multivariat

Faktor risiko IP memperlihatkan sedikit perubahan ketika analisis dilakukan ulang

pada pasien dengan ventilasi mekanik saja atau pada pasien dengan sedikitnya

satu kateter vena sentral atau kateter arteri pulmonal. AIDS merupakan faktor

risiko untuk IP-MV namun bukan untuk IP-CVC.

Berdasarkan rasio hazard variabel yang disesuaikan termasuk model akhir,

dibuatlah sebuah skor risiko IP (tabel 3). Skor ini berkisar dari 0 sampai 6. Dua

11

Page 12: Jurnal Reading Pneumothoraks Iatrogenik

poin menunjukkan ARDS saat dirawat, dan satu poin untuk setiap faktor risiko

lainnya. Insidensi kumulatif IP menurut skor risiko dapat dilihat pada gambar 3.

Risiko kumulaitf pada hari ke-30 berkisar dari 0,9% (95% CI, 0-1,9%) dengan

skor nol sampai 34% (95% CI, 9,5-59%) dengan skor 5 atau lebih besar (gambar

3A). Model tersebut diujikan pada set data eksternal berdasarkan populasi terbaru

yang dimasukkan dalam database (n = 1.798 pasien). Terdapat 32 kasus IP

(1,9%). Seperti terlihat pada gambar 3B, risiko IP dalam 30 hari pertama pada

populasi eksternal ini sebesar 0% saat skor risiko IP 0, bernilai 9,1% saat skor

risiko 4, dan 15,1% saat skor risiko 5 atau 6.

Tabel 3. Skor Risiko Pneumothoraks Iatrogenik

Peningkatan risiko IP pada pasien meninggal: Studi Case Control

Dari 982 pasien meninggal, 745 berhasil dicocokkan dengan pasien yang hidup.

Kecocokan bernilai sebesar 100% untuk probabilitas kematian di rumah sakit

berdasarkan SAPS II saat masuk dan saat rawat inap di ICU, 87% untuk ventilasi

12

Page 13: Jurnal Reading Pneumothoraks Iatrogenik

invasif, dan 83% pada pasien yang ditransfer dari bangsal. Pada 745 pasang

pasien yang dicocokkan (1.490 pasien), 39 kasus IP (5,2%) muncul pada pasien

meninggal, dan 17 (2,2%) muncul pada pasien hidup (P = 0,003). Populasi yang

dimasukkan pada studi case-control ini dapat dilihat pada tabel 4.

Gambar 3. Insidensi kumulatif pneumothoraks iatrogenik (IP) menurut level skor risiko pada set data model (A) dan set data validasi (B).

Analisis multivariat: Regresi Logistik Bersyarat

Pada analisis multivariat, kami mengambil semua variabel yang digunakan untuk

dicocokkan dan beberapa variabel tambahan yang mungkin mempengaruhi hasil,

13

Page 14: Jurnal Reading Pneumothoraks Iatrogenik

seperti LOD, penyakit kronik, kategori pasien masuk, usia, dan juga faktor risiko

IP seperti diagnosis masuk pneumonia, edema pulmonal, ARDS; berat badan;

insersi arteri pulmonal atau kateter sentral; dan AIDS. Interaksi dua arah klinis

juga diuji (LOD dengan usia, penyakit kronik, berat badan < 80 kg, operasi yang

tidak dijadwalkan, ventilasi invasif; diagnosis pneumonia dengan operasi yang

tidak terjadwal; dan penyakit kronik dengan operasi tidak terjadwal, probabilitas

kematian di rumah sakit, dan berat badan).

Pneumothorax iatrogenik lebih sering terjadi pada pasien meninggal: OR yang

tidak disesuaikan bernilai 2,37 (95% CI, 1,32-4,26; P = 0,0028), dan OR

disesuaikan pada variabel yang disebutkan di atas sebesar 2,56 (95% CI, 1,34-

4,89; P = 0,0043).

Akhirnya, tingginya risiko kematian yang terkait dengan IP-MV (OR, 2,44; 95%

CI, 0,96-6,24) tidak berbeda dengan yang berhubungan dengan IP-CVC (OR,

2,67; 95% CI, 1,1-6,45).

Risiko kematian yang diperkirakan tidak berubah pada analisis terpisah dengan

pasien yang terventilasi (530 pasien; OR 2,68; 95% CI, 1,32-5,45; P = 0,0065),

pasien dengan keparahan sedang (SAPS II diantara 27 dan 48; 254 pasang; OR,

3,19; 95% CI, 0,98-10,4; P = 0,055), dan pasien dengan keputusan untuk tidak

melanjutkan perawatan penunjang hidup (450 pasang; OR, 2.72; 95% CI, 1.08 –

7.22; P = 0.032).

14

Page 15: Jurnal Reading Pneumothoraks Iatrogenik

Tabel 4. Karakteristik Pasien yang Terinklusi pada Peneltian Case-Control

Diskusi

Hasil dari penelitian multicenter ini menunjukkan bahwa IP adalah komplikasi

mengancam jiwa yang terkait dengan peningkatan risiko kematian dua kali lipat.

Insidensi IP selama 30 hari sebesar 3% pada populasi keseluruhan. Timbulnya IP

bergantung dengan faktor risiko yang dapat dengan mudah ditemukan saat pasien

dirawat di ICU.

Insidensi keseluruhan IP yang disebabkan ventilasi mekanik di ICU belum

diketahui dengan jelas karena kebanyakan penelitian menginvestigasi barotrauma

terkait ventilasi mekanik tanpa memisahkan dengan jelas antara pneumothorax,

pneumomediastinum, pneumoperitoneum, dan empisema subkutis. Selanjutnya,

15

Page 16: Jurnal Reading Pneumothoraks Iatrogenik

IP pascaprosedur juga tidak disamakan dengan kejadian terkait prosedur

mekanikal seperti perdarahan, posisi kateter yang menyimpang, atau kegagalan

pada kateter vena sentral.

Tingkat keseluruhan IP pada pasien ICU adalah 8% pada tahun 1980an dan secara

bertahap berkurang 3-4%. Bahkan pada penelitian terbaru, tingkat insidensi

pneumothoraks sebesar 7-14% pada pasien yang mendapat ventilasi mekanik dan

paling tinggi pada pasien dengan cedera paru akut dan ARDS. Ventilasi mekanik

merupakan penyebab paling sering pada IP pada penelitian kami, sama halnya

dengan laporan sebelumnya. Namun, prosedur invasif tetap menjadi penyebab

utama IP, kebanyakan karena insersi vena sentral, thoracentesis, dan

bronkhoskopi dengan biopsi transbronkial.

Kurva insidensi kumulatif menunjukkan 3% risiko IP setelah 30 hari. Risiko

tertinggi selama 5 hari pertama ICU dan menurun bertahap sesudahnya.

Timbulnya IP meningkat pada durasi rawat inap di ICU dan rumah sakit. Selain

itu, menggunakan studi case-control dengan penyesuaian yang teliti pada

keparahan saat dirawat dan durasi pajanan berisiko, kami membuktikan bahwa IP

berhubungan dengan peningkatan risiko kematian yang dua kali lipat lebih besar.

Berbeda dengan Chen et al, kami mengobservasi bahwa peningkatan risiko

kematian sama halnya dengan IP-MV dan IP pascaprosedural. Hasil ini sesuai

dengan evaluasi pasien berventilasi mekanik, pasien dengan cedera paru akut, dan

pasien dengan AIDS. Pada satu penelitian yang melibatkan sebuah grup pasien

dengan ARDS, IP-MV tidak berkaitan dengan penigkatan risiko kematian.

Namun, pada penelitian ini, mortalitas pada pasien tanpa kebocoran udara (39%)

tidak lebih rendah daripada pasien dengan IP-MV (46%). Kami juga menemukan

skor LOD meningkat setelah IP. Selain itu, IP berkaitan dengan henti jantung

pada 10 pasien dan dengan cepat muncul sebelum kematian pada 10 pasien lain,

mendukung besarnya risiko kematian terkait IP.

Pada penelitian kami, Aids, berat badan kurang dari 80 kg, diagnosis masuk

edema pulmonal kardiogenik atau ARDS, insersi kateter arteri pulmonal atau vena

16

Page 17: Jurnal Reading Pneumothoraks Iatrogenik

sentral, dan pemberian inotropik pada hari pertama di ICU merupakan faktor

risiko independen untuk IP pada pasien ICU. Temuan kami konsisten dengan

penelitan sebelumnya mengenai ARDS dan berat badan rendah. Pasien AIDS

sering dirawat karena penyakit paru interstitial atau pneumonia Pneumocystis

carinii, yang dikaitkan dengan tingginya fisiko IP. Akhirnya, insersi kateter vena

cava superior dikaitkan dengan risiko IP sebesar 0,5-3%.

Terdapat beberapa keterbatasan pada penelitian kami. Pertama, barotrauma

simtomatik tanpa IP tidak dicatat. Hal ini mungkiin mempengaruhi estimasi β

kovariat dan menurunkan kekuatan penelitian. Sebagai tambahan, karena CT Scan

tidak dilakukan secara rutin, insidensi IP mungkin di atas perkiraan. Juga, karena

foto thoraks tidak dilakukan secara rutin setelah kematian, kasus IP yang

diakibatkan pompa jantung selama prosedur resusitasi jantung juga bisa

terlewatkan. Kedua, tidak adanya tekanan plateau dan volume tidak pada databse

dapat mempengaruhi hasil dari evaluasi faktor risiko dan skor risiko IP. Namun,

tekanan plateau secara hati-hati dipertahankan dibawah 30 cm H2O pada semua

ICU yang diteliti. Pada situasi ini, plateau bukanlah faktor risiko pada IP dalam

dua penelitian terakhir. Ketiga, rendahnya angka IP mungkin dapat membatasi

kekuatan penelitian untuk mengidentifikasi faktor risiko. Terakhir, edema

pulmonal kardiogenik didiagnosis oleh investigator berdasarkan temuan fisik dan

hasil echocardiography. Tekanan kapilar pulmonal tidak diukur secara rutin.

Karena itu, reproduktifitas variabel ini terbuka untuk ditanyakan.

Kami menggunakan hasil kami untuk membuat skor risiko IP yang dapat

dievaluasi pada perawatan di ICU. Risiko untuk mengalami IP dalam 30 hari

pertama kurang dari 1% ketika skor bernilai 0 dan 15% ketika skor bernilai 4.

Skor risiko ini membutuhkan validasi eksternal lebih lanjut pada database lainnya.

Namun, hasil yang didapatkan dari databse OUTCOMEREA mendukung

reliabilitas dari skor risiko IP ini.

Pneumothoraks iatrogenik harus menjadi indikator kualitas yang baik karena

berhubungan erat dengan mortalitas di ICU. Perbandingan hasil pada ICU

17

Page 18: Jurnal Reading Pneumothoraks Iatrogenik

termasuk pengukuran yang akurat dan komprehensif, ukuran sampel yang cukup

tanpa bias, dan penyesuaian risiko melalui aplikasi model yang valid dengan data

yang dapat diandalkan. Skor risiko IP dapat berguna untuk membandingkan

tingkat IP di berbagai ICU menurut level risikonya. Skor tersebut juga dapat

digunakan untuk mengidentifikasi pasien dengan risiko IP tinggi, yang akan

berguna dari prosedur spesifik untuk pemasangan kateter vena sentral seperti

estimasi risiko dan keuntungan, tempat pemasangan kateter yang tidak berisiko IP

(pembuluh darah femoral), penggunaan ultrasound Doppler jika vena subclavia

atau jugular interna dibutuhkan, pemasangan oleh dokter yang berpengalaman,

dan penghentian prosedur bila dua pemasangan yang pertama gagal.

Pneumothoraks adalah kejadian iatrogenik utama yang terdapat pada pasien ICU

dan dapat dengan mudah didiagnosis. Penelitian kami mengkonfirmasi bahwa IP

berhubungan dengan peningkatan bertahap pada lama rawat inap di ICU,

penggunaan sumber daya, dan mortalitas. Intervensi seperti ventilator pada pasien

ARDS, meningkatkan pengalaman dokter dengan insersi kateter, dan penggunaan

ultrasound untuk kanulasi vena sentral mengurangi tingkat barotrauma. Kami

menyarankan tingkat IP dapat membantu pengukuran hasil di ICU. Penggunaan

skor risiko IP memperlihatkan perbandingan antara grup, pusat ksesehatan, atau

tahun yang dapat diandalkan.

18