39
BAB I PENDAHULUAN Obat antipsikotik atau disebut juga Neuropleptik. telah digunakan dalam dunia medis sudah lebih dari 60 tahun. Adalah Pierre Deniker, Henri Leborit dan Jean Delay, sekelompok ilmuwan Perancis yang pertama kali menemukan obat antipsikotik pada awal 1950. Chlorpromazine adalah obat yang pertama kali ditemukan dan saat itu menjadi pilihan utama dalam pengobatan schizophrenia dan gangguan psikotik. Karena penggunaan obat antipsikotik pada pengobatan psikotik berlangsung dalam jangka waktu yang cukup panjang. Dibutuhkan waktu beberapa minggu untuk mengontrol gejala dari schizophrenia dan membutuhkan terapi dengan dosis maintenance untuk beberapa tahun lamanya. Oleh karena itu efek samping dalam penggunaan obat antipsikotik ini tidak dapat dihindarkan. Salah satu efek samping yang paling sering timbul adalah efek samping gangguan ekstrapiramidal, yang tidak jarang gangguan ini bersifat irreversible. Hampir semua obat neuroleptik adalah antagonis reseptor dopamin. Diperkirakan bahwa terjadi peningkatan aktifitas dopaminrgik di bagian mesolimbik dan mesocortical pada penderita schizophrenia. Hal ini dibuktikan bahwa amfetamin, suatu zat yang menstimulasi pelepasan dopamin dapat menyebabkan gejala psikotik pada orang-orang normal yang menggunakannya. Pada beberapa

Referat AntiPsikotik

Embed Size (px)

DESCRIPTION

psikiatri

Citation preview

Page 1: Referat AntiPsikotik

BAB I

PENDAHULUAN

Obat antipsikotik atau disebut juga Neuropleptik. telah digunakan dalam dunia medis

sudah lebih dari 60 tahun. Adalah Pierre Deniker, Henri Leborit dan Jean Delay, sekelompok

ilmuwan Perancis yang pertama kali menemukan obat antipsikotik pada awal 1950.

Chlorpromazine adalah obat yang pertama kali ditemukan dan saat itu menjadi pilihan utama

dalam pengobatan schizophrenia dan gangguan psikotik. Karena penggunaan obat antipsikotik

pada pengobatan psikotik berlangsung dalam jangka waktu yang cukup panjang. Dibutuhkan

waktu beberapa minggu untuk mengontrol gejala dari schizophrenia dan membutuhkan terapi

dengan dosis maintenance untuk beberapa tahun lamanya. Oleh karena itu efek samping dalam

penggunaan obat antipsikotik ini tidak dapat dihindarkan. Salah satu efek samping yang paling

sering timbul adalah efek samping gangguan ekstrapiramidal, yang tidak jarang gangguan ini

bersifat irreversible.

Hampir semua obat neuroleptik adalah antagonis reseptor dopamin. Diperkirakan bahwa

terjadi peningkatan aktifitas dopaminrgik di bagian mesolimbik dan mesocortical pada penderita

schizophrenia. Hal ini dibuktikan bahwa amfetamin, suatu zat yang menstimulasi pelepasan

dopamin dapat menyebabkan gejala psikotik pada orang-orang normal yang menggunakannya.

Pada beberapa penelitian yang sudah dilakukan menggunakan Single Photon Emission

Computed Tomography ( SPECT ) pada orang dengan schizophrenia ditemukan peningkatan

fungsi secara bermakna pada receptor D2, sehingga menstimulasi pelepasan dopaminrgik.

Obat neuroleptik selain mengantagonis reseptor dopamin di susunan saraf pusat juga

memiliki efek-efek lain, seperti :

1. Memblokade reseptor muskarinik, menyebabkan : mulut kering, pengelihatan kabur,

konstipasi dan retensi urin.

2. Memblokade α-adrenoreseptor, menyebabkan : hipotensi postural, hipotermia.

3. Memblokade reseptor histamin dan serotonin

Page 2: Referat AntiPsikotik

4. Memblokade reseptor D2 pada mesolimbik sistem, menyebabkan : sedasi dan efek

antipsikotik.

5. Memblokade reseptor D2 pada tuberoinfudibular, menyebabkan : peningkatan

prolaktin, peningkatan berat badan, ketidakteraturan menstruasi, galaktorea,

ginekomastia dan impotensi.

6. Memblokade reseptor D2 pada nigostriatal, menyebabkan : parkinsonisme, akathisia,

dystonia, tardive dyskinesia, dyskinesia.

Oleh karena banyaknya efek yang ditimbulkan oleh obat neuroleptik maka

dikembangkangkanlah generasi-generasi obat neuroleptik baru dengan tujuan meminimalisasi

efek-efek negative yang ditimbulkan, terutama efek samping ekstrapiramidal tetapi juga efektif

mengurangi gejala positif dari schizophrenia. Obat ini lebih dikenal dengan atipikal antipsikotik

dan salah satu contoh obat pilihan utamanya adalah Risperidone.

Page 3: Referat AntiPsikotik

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISIObat antipsikotik adalah sekelompok obat yang termasuk psikofarmaka yang

menghilangkan atau mengurangi gejala psikosis. Antipsikotik bekerja secara selektif pada

susunan saraf pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan

perilaku serta digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik. Selain itu, antipsikosis juga

digunakan untuk pengobatan psikosis lainnya dan agitasi.

II. FARMAKOKINETIKSebagian besar obat anti psikotik yang sudah digunakan tidak sepenuhnya

diserap. kebanyakan obat antipsikotik tersebut melalui metabolisme tahap pertama.

Dosis oral klopromazin dan thioridazin yang berhasil memasuki sirkulasi sistemik hanya

sekitar 25-35%, dimana haloperidol dapat memasuki sirkulasi sistemik sebesar 65%.

Kebanyakan obat antipsikotik larut dalam lemak dan terikat oleh protein (92-

99%) dan memiliki volume distribusi yang besar(sekitar >7L/kg). kemungkinan karena

obat tersebut sangat larut dalam komponen lemak tubuh dan mempunyai afinitas tinggi

terhadap reseptor neurotransmitter di sistem saraf pusat. Hal ini berhubungan dengan

fungsi dari reseptor dopamin D2 di otak. Metabolit klopromazin akan di ekskresi bersama

urin beberapa minggu terhitung dosis terakkhir yang digunakan.

III. EFEK FARMAKOLOGIS

Derivat phenotiazin generasi pertama dengan klopromazin sebagai prototipe

karena memiliki efek yang luas terhadap sistem saraf pusat, otonom, dan endokrin. Hal

tersebut ditunjukkan dengan blokade reseptor alfa adrenergik, muskarinik, H1 histamin,

serotonin (5HT2), dan dopamin yang merupakan target utama dari kerja obat tersebut.

Page 4: Referat AntiPsikotik

A. Efek Fisiologis

Sebagian besar obat antipsikotik menyebabkan efek subjektif yang tidak

menyenangkan terhadap orang normal seperti mengantuk, gelisah, dan gejala otonom.

Orang normal yang mengkonsumsi obat antipsikotik juga mengakibatkan

terhambatnya aktivitas psikomotor. Namun bagi orang psikotik, sebaliknya

menunjukkan perkembangan dengan berkurangnya gejala psikotik.

B. Efek Endokrin

Obat antipsikotik generasi pertama menghasilkan efek samping yang

mencolok pada sistem reproduksi. Amenorea, galaktorea, dan positif palsu dalam

tes kehamilan, serta libido yang meningkat terjadi pada wanita. Lalu efek yang

bertentangan seperti menurunnya libido dan ginekomastia terjadi pada pria. Efek-efek

tersebut disebabkan oleh blokade reseptor dopamin terhadap hambatan sekresi

prolaktin. Selain itu karena meningkatnya konversi androgen ke estrogen di perifer.

C. Efek Kardiovaskular

Hipotensi ortostatik dan peningkatan denyut jantung saat istirahat biasanya sering terjadi pada fenotiazin. Tekanan arteri rata-rata (MAP), resistensi perifer dan curah jantung menurun namun frekuensi jantung meningkat. Hal ini diperkirakan karena efek otonom dari obat antipsikosis tersebut. Penggunaan thiriodazin juga pernah dilaporkan menyebabkan EKG yang abnormal, diantaranya pemanjangan interval QT dan abnormalitas dari ST segmen dan gelombang T. Perubahan-perubahan tersebut akan berkurang dengan penghentian pengguanaan obat tersebut.

IV. INDIKASIA. Indikasi Psikiatri

Skizofrenia merupakan indikasi utama dari obat antipsikotik, dimana obat

tersebut masih merupakan pilihan utama dan tidak tergantikan. Sayangnya kerja obat

ini kurang optimal, kebanyakan pasien menunjukkan perbaikan yang minimal dan

hampir tidak menunjukkan respon yang penuh terhadap pengobatan dengan

antipsikotik.

Antipsikotik juga diindikasikan untuk gangguan skizoafektif dimana terdapat

dua gejala bersamaan yaitu skizofrenia dan gangguan afektif. Beberapa gejala

psikotik yang membutuhkan pengobatan dengan obat antipsikotik dimana juga

Page 5: Referat AntiPsikotik

dikombinasikan dengan obat lain seperti antidepresan, lithium, dan asam valproate.

Episode manik dari gangguan afektif bipolar juga membutuhkan pengobatan dengan

obat antipsikotik. Penelitian terbaru menunjukkan keampuhan monoterapi dengan

antipsikosis atipikal di fase manik akut dan olanzapine juga diindikasikan.

Dewasa ini pengobatan manik dengan obat antipsikotik sudah tidak

dianjurkan meskipun pada pengobatan dengan dosis pemeliharaan, antipsikosis

atipikal masih diperbolehkan. Indikasi lain dari penggunaan obat antipsikosis yaitu

sindrom tourette, gangguan perilaku pada penyakit alzheimer dan dengan

antidepresan, depresi psikotik. Antipsikotik tidak diindikasikan terhadap pengobatan

bermacam-macam withdrawal syndromes, seperti kecanduan opioid.

B. Indikasi Non PsikiatriSebagian besar antipsikotik generasi terdahulu kecuali thioridazin mempunyai

efek anti muntah yang kuat. Hal ini disebabkan karena blokade reseptor dopamin,

baik sentral(CTZ) dan perifer (Reseptor di lambung). Beberapa obat seperti

prokloperazin dan benzokuinamid lebih diindikasikan sebagai obat anti muntah.

Prometazin juga digunakan sebagai sedasi pada preoperasi. Derivat butirofenon yaitu

droperidol digunakan sebagai kombinasi dengan opioid, fentanil pada

neuroleptanesia.

V. KLASIFIKASI OBAT ANTIPSIKOTIKObat antipsikotik sekarang ini dibagi menjadi 2 golongan, yaitu golongan Tipikal dan

Atipikal. Hal ini didasarkan atas besarnya efek ekstrapiramidal yang di sebabkan.

Disebut golongan atipikal karena golongan ini sedikit menyebabkan gangguan

ekstrapiramidal, sedangkan disebut golongan tipikal karena efek ekstrapiramidal yang

dihasilkan cukup besar.

Obat golongan atipikal pada umumnya memiliki afinitas yang lemah terhadap reseptor

D2, Selain itu juga memiliki afinitas terhadap reseptor D4, serotonin, histamin, reseptor

muskarinik dan reseptor alfa adrenergik. Kebanyakan antipsikosis golongan tipikal

mempunyai afinitas tinggi dalam menghambat reseptor D2, hal inilah yang diperkirakan

menyebabkan efek ekstrapiramidal yang kuat.

Page 6: Referat AntiPsikotik

A. Antipsikotik Generasi Pertama (APG I) / Tipikal

Penggunaan antipsikotik tipikal/ APG I memberikan efek eleminasi gejala-

gejala positif dan gangguan organisasi isi pikir pasien pada 60-70% pasien

skizofrenia maupun pasien psikotik dengan gangguan afek. Efek antipsikotik ini

terlihat beberapa hari hinga beberapa minggu pemberian.

Metabolisme APG I umumnya berlangsung di sitokrom P450, yang

berlangsung di hepar melalui proses hidroksilasi dan demetilasi agar lebih larut dan

mudah diekskresikan melalui ginjal. Dikarenakan oleh banyaknya metabolit aktif

pada APG I maka sulit untuk menemukan korelasi yang bermakna terhadap kadar

metabolit dalam plasma dengan respon klinis. Puncak komsentrasi didalam plasma

umumnya 1-4 jam setelah dikonsumsi (obat oral) atau sekitar 30-60 menit (secara

parenteral).

Antipsikotik yang memiliki potensial rendah lebih memberikan efek sedatif,

antikolinergik, dan lebih menyebabkan hipotensi postural. Sedangkan antipsikotik

potensial tinggi memiliki kecenderungan untuk memberikan gejala ekstrapiramidal.

Kerja dari APG I menurunkan hiperaktivitas dopamin di jalur mesolimbik

sehingga menyebabkan gejala positif menurun tetapi ternyata APG I tidak hanya

memblok reseptor D2 di mesolimbik tetapi juga memblok reseptor D2 di tempat lain

seperti di jalur mesokortikal, nigrostriatal, dan tuberoinfundibular. Apabila APG I

memblok reseptor D2 di jalur mesokortikal dapat memperberat gejala negatif dan

kognitif disebabkan penurunan dopamin di jalur tersebut. blokade reseptor D2 di

nigrostriatal secara kronik dengan menggunakan APG I menyebabkan gangguan

pergerakan hiperkinetik (tardive dyskinesia). Blokade reseptor D2 di

tuberoinfundibular menyebabkan peningkatan kadar prolaktin sehingga dapat

menyebabkan disfungsi seksual dan peningkatan berat badan.

APG I mempunyai peranan yang cepat dalam menurunkan gejala positif

seperti halusinasi dan waham, tetapi juga menyebabkan kekambuhan setelah

penghentian pemberian APG I.

Kerugian Keuntungan

Page 7: Referat AntiPsikotik

1. Mudah terjadi EPS dan tardive

dyskinesia

2. Memperburuk gejala negatif dan kognitif

3. Peningkatan kadar prolaktin

4. Sering menyebabkan terjadinya

kekambuhan

Jarang menyebabkan terjadinya Sindrom

Neuroleptik Malignant (SNM) dan cepat

menurunkan gejala negatif.

APG I terbagi menjadi 3 kelas yakni golongan phenotiazine, golongan

butyrophenone, dan golongan diphenyl buthyl piperidine.

Golongan phenotiazine terbagi menjadi tiga rantai yakni

o Rantai aliphatic contohnya Chlorpromazine dan levomepromazine

o Rantai piperazine contohnya Perphenazine, Trifluoperazine, dan Fluphenazine

o Rantai piperidin contohnya Thioridazine.

Golongan butyrophenone yakni Haloperidol

Golongan diphenyl buthyl piperidine yakni Pimozide.

Klorpromazin (CPZ)

Efek farmakologis klorpromazin meliputi susunan saraf pusat, sistem otonom, dan

sistem endokrin. Efek ini terjadi karena antipsikosis menghambat berbagai reseptor,

diantaranya dopamin reseptor, α-adrenergik, muskarinik, histamin H1 dan reseptor

serotonin 5HT2 dengan afinitas yang berbeda. Klorpromazin selain memiliki afinitas

pada reseptor dopamin, juga memiliki afinitas yang tinggi terhadap reseptor α-

adrenergik.

CPZ menimbulkan efek sedatif yang disertai sikap acuh tak acuh terhadap rangsang

dari lingkungan. Pada pemakaian lama dapat timbul toleransi terhadap efek sedasi.

Timbulnya sedasi amat tergantung dari status emosional pasien sebelum minum obat.

CPZ tidak dapat mencegah timbulnya konvulsi akibat rangsang listrik maupun

rangsang oleh obat. CPZ yang merupakan golongan fenotiazin mempengaruhi ganlia

basal, sehingga menimbulkan gejala parkinsonisme (efek ekstrapiramidal). CPZ dapat

mengurangi atau mencegah muntah yang disebabkan oleh rangsangan pada

chemoreceptor trigger zone.

Page 8: Referat AntiPsikotik

Pada dosis berlebihan semua derivate fenotiazin dapat menyebabkan gejala

ekstrapiramidal serupa dengan yang terlihat pada Parkinson. Dikenal 6 gejala sindrom

neurologik yang karateristik dari obat ini. Empat diantaranya biasa terjadi sewaktu obat

diminum, yaitu distonia akut, akatisia, parkinsonisme, dan sindrom neuroleptic malignan.

Dua sindrom lainya terjadi setelah pengobatan berbulan-bulan sampai bertahun-tahun,

berupa tremor perioral dan dyskinesia tardii. CPZ dapat menimbulkan relaksasi otot

rangka yang berada dalam keadaan spastik. Cara kerja relaksasi ini diduga bersifat sentral

sebab sambungan saraf otot dan medula spinalis tidak dipengaruhi CPZ.

CPZ memiliki efek samping terhadap sistem reproduksi, terhadap wanita dapat terjadi

amenorea, galaktorea, dan peningkatan libido, sedangkan pada pria penurunan libido dan

ginekomastia. Efek ini terjadi karena efek sekunder dari hambatan dopamin yang

menyebabkan hiperprolaktinemiam serta adanya kemungkinan peningkatan perubahan

androgen menjadi estrogen di perifer.

Hipotensi ortostatik dan peningkatan denyut nadi saat istirahat biasanya sering terjadi

dengan derivate fenotiazin. Tekanan arteri rata-rata, resistensi perifer, curah jantung

menurun dan frekuensi jantung meningkat. Efek ini diperkirakan karena efek otonon dari

obat psikosis.

Klorpromazin memiliki bioavaibilitas berkisar antara 25%-35%, besifat larut dalam

lemak dan terikat kuat dengan protein plasma (92%-99%) serta memiliki volume

distribusi besar. Metabolit klorpromazin ditemukan di urin sampai beberapa minggu

setelah pemberian obat terakhir.

Haloperidol

Haloperidol berguna untuk menenangkan keadaan mania pasien psikosis yang karena

halt tertentu tidak dapat diberikan fenitiazin. Reaksi ekstrapiramidal timbul pada 80%

pasien yang diobati haloperidol.

Struktur haloperidol berbeda dengan fenotiazin. Haloperidol memperlihatkan

antipsikosis yang kuat dan efektif untuk fase mania pneyakit manik depresi dan

skizofenia.

Haloperidol menenangkan dan menyebabkan tidur pada orang yang mengalami

ekstasi. Efek sedatif haloperidol kurang kuat disbanding dengan CPZ, sedangkan efek

haloperidol terhadap EEG menyerupai CPZ yakni memperlambat dan menghambat

Page 9: Referat AntiPsikotik

jumlah gelombang teta. Haloperidol dan CPZ sama kuat menurunkan ambang rangsang

konvulsi. Haloperidol menghambat sistem dopamin dan hipotalamus, juga menghambat

muntah yang ditimbulkan oleh apomorfin.

Efek haloperidol terhadap sistem saraf otonom lebih kecil daripada efek antipsikotik

lain, walaupun demikian haloperidol dapat menyebabkan pandangan kabur (blurring of

vision). Obat ini menghambat aktivasi respetor α-adrenergik , tetapi hambatanya tidak

sekuat hambatan CPZ.

Haloperidol menyebabkan hipotensi, tetapi tidak sesering dan sehebat CPZ.

Haloperidol juga menyebabkan takikardia. Seperti CPZ, haloperidol menyebabkan

galaktorea dan respon endokrin lainya.

Haloperidol cepat diserap dari saluran cerna. Kadar puncaknya dalam plasma tercapai

dalam waktu 2-6 sejak menelan obat, menetap sampai 72 jam dan masih dapat ditemukan

dalam plasma sampai berminggu-minggu.

Obat ini ditimbun dalam hati dan kita-kira 1% dari dosis yang diberikan

diekskresikan melalui empedu.Ekskresi haloperidol lambat melalui ginjal, kira-kira 40%

obat dikeluarkan selama 5 hari sesudah pemberian dosis tunggal.

Haloperidol menimbulkan reaksi ekstrapiramidal dengan insiden yang tinggi terutama

pada pasien usia muda.

Pengobatan dengan haloperidol harus dimulai dengan hati-hati, dapat terjadi depresi

akibat reversi keadaan mania. Perubahan hematologi ringan dapat terjadi, seperti

leukopenia dan agranulositosis. Frekuensi keadaan ikterus akibat haloperidol rendah.

Haloperidol sebaiknya tidak diberikan kepada wanita hamil, karena belum dapat terbukti

bahwa obat ini tidak menimbulkan efek teratogenik.

Dibenzoksazepin

Obat ini mewakili golongan antipsikosis yang baru, namun sebagian besar memiliki

efek farmakologiknya sama.

Loksapin memiliki efek antiemetik, sedatif, antikolinergik dan antiadrenergik. Obat

ini berguna untuk mengobati skizofrenia dan psikosis lainnya. Obat ini memiliki efek

ekstrapiramidal dan diskinesia tardif, serta dapat menurunkan ambang bangkita pasien,

sehingga harus digunakan hati-hati pada pasien dengan riwayat kejang.

Page 10: Referat AntiPsikotik

Loksapin diarbsorbsi baik peroral, kadar puncak plasma dicapai dalam waktu 1 jam

(IM) dan 2 jam (oral). Waktu paruh loksapin ialah 3,4. Metabolit utamanya memiliki

waktu paruh lebih lama (9jam).

B. Antipsikotik Generasi Kedua (APG II) / Atipikal

APG II sering disebut juga sebagai Serotonin Dopamin Antagosis (SDA) atau

antipsikotik atipikal. APG II mempunyai mekanisme kerja melalui interaksi anatar

serotonin dan dopamin pada ke 4 jalur dopamin di otak. Hal ini yang menyebabkan

efek samping EPS lebih rendah dan sanagat efektif untuk mengatasi gejala negatif.

Perbedaan antara APG I dan APG II adalah APG I hanya dapat memblok reseptor D2

sedangkan APG II memblok secara bersamaan reseptor serotonin (5HT2A) dan

reseptor dopamin (D2). APG yang dikenal saat ini adalah clozapine, risperidone,

olanzapine, quetiapine, zotepine, ziprasidone, aripiprazole. Saat ini antipsikotik

ziprasidone belum tersedia di Indonesia.

Kerja obat antipsikotik generasi kedua pada dopamin pathways:

1. Mesokortikal Pathways

Antagonis 5HT2A tidak hanya akan menyababkan berkurangnya blokade terhadap

antagonis D2 tetapi juga menyababkan terjadinya aktivitas dopamin pathways

sehingga terjadi keseimbangan antara keseimbangan antara serotonin dan dopamin.

APG II lebih berpengaruh banyak dalam memblok reseptor 5HT2A dengan demikian

meningkatkan pelepasan dopamin dan dopamin yand dilepas menang daripada yang

dihambat di jalur mesokortikal. Hal ini menyebabkan berkurangnya gejala negatif

maka tidak terjadi lagi penurunan dopamin di jalur mesokortikal dan gejala negatif

yang ada dapat diperbaiki.

APG II dapat memperbaiki gejala negatif jauh lebih baik dibandingkan APG I karena

di jalur mesokortikal reseptor 5HT2A jumlahnya lebih banyak dari reseptor D2, dan

APG II lebih banyak berkaitan dan memblok reseptor 5HT2A dan sedikti memblok

reseptor D2 akibatnya dopamin yang di lepas jumlahnya lebih banyak, karena itu

defisit dopamin di jalur mesokrtikal berkurang sehingga menyebabkan perbaikan

gejala negatif skizofrenia.

Page 11: Referat AntiPsikotik

2. Mesolimbik Pathways

APG II di jalur mesolimbik, antagonis 5HT2A gagal untuk mengalahkan antagonis D2

di jalur tersebut. jadi antagonsis 5HT2A tidak dapat mempengaruhi blokade reseptor

D2 di mesolimbik, sehingga blokade reseptor D2 menang. Hal ini yang menyababkan

APG II dapat memperbaiki gejala positif skizofrenia. Pada keadaan normal serotonin

akan menghambat pelepasan dari dopamin.

3. Tuberoinfundibular Pathways

APG II di jalur tuberoinfundibular, antagonis reseptor 5HT2A dapat mengalahkan

antagonis reseptor D2. Hubungan antara neurotransmiter serotonin dan dopamin

sifatnya antagonis dan resiprokal dalam kontrol sekresi prolaktin dari hipofise.

Dopamin akan menghambat pengelepasan prolaktin, sedangkan serotonin

menigkatkan pelepasan prolaktin. Pemberian APG II dalam dosis terapi akan

menghambat reseptor 5HT2A sehingga menyebabkan pelepasan dopamin menigkat.

Ini mengakibatkan pelepasan prolaktin menurun sehingga tidak terjadi

hiperprolaktinemia.

Keuntungan

1. APG II menyebabkan EPS jauh lebih kecil dibandingkan APG I, umunya pada dosis terapi sangat

jarang terjadi EPS.

2. APG II dapat mengurangi gejala negatif dari skzofrenia dan tidak memperburuk gejala negatif

seperti yang terjadi pada pemberian APG II.

3. APG II menurunkan gejalan afektif dari skizofrenia dan sering digunakan untuk pengobatan

depresi dan gangguan bipolar yang resisten.

4. APG II menurunkan gejala kognitif pada pasien skizofrenia dan penyakit Alzheimer.

Antipsikotik generasi kedua yang digunakan sebagai:

First line: Risperidone, Olanzapine, Quetiapine, Ziprasidone, Aripiprazole

Second line: Clozapine.

Obat antipsikotik yang sering digunakan ada 21 jenis yaitu 15 jenis berasal dari

APG I dan 6 jenis berasal dari APG II. Keuntungan yang didapatkan dari pemakaian

APG II selain efek samping yang minimal juga dapat memperbaiki gejala negatif,

Page 12: Referat AntiPsikotik

kognitif dan mood sehingga mengurangi ketidaknyamanan dan ketidakpatuhan pasien

akibat pemakian obat antipsikotik.

Pemakaian APG II dapat meningkatkan angka remisi dan menigkatkan kualitas

hidup penderita skizofrenia karena dapat mengembalikan fungsinya dalam

masyarakat. Kualitas hidup seseorang yang menurun dapat dinilai dari aspek

occupational dysfunction, social dysfunction, instrumental skills deficits, self-care,

dan independent living.

Klozapin

Merupakan antipsikotik atipikal pertama dengan potensi lemah. Disebut atipikal

karena obat ini hampir tidak menimbulkan efek ekstrapiramidal dan peningkatan kadar

prolaktin serum. Klozapin efektif untuk mengontrol gejala-gejala psikosis dan

schizophrenia baik yang positif ( iritabilitas ) maupun yang negative (social disinterest

dan incompetence, personal neatness) . Efek yang bermanfaat terlihat dalam waktu 2

minggu, diikuti perbaikan secara bertahap pada minggu-minggu berikutnya. Obat ini

berguna untuk pengobatan pasien yang refrakter terhadap obat standar. Selain itu

Klozapin juga cocok digunakan pada pasien yang menunjukan gejala ekstrapiramidal

berat pada pemberian antipsikosis tipikal. Namun karena klozapin memiliki resiko

timbulnya agranulositosis yang lebih tinggi dibanding dengan antipsikosis lain. Maka

penggunanannya dibatasi hanya pada pasien yang resisten atau tidak dapat mentoleransi

antipsikosis yang lain. Pasien yang diberi klozapin perlu dipantau jumlah sel darah

putihnya setiap minggu.

Agranulositosis merupakan efek samping utama yang ditimbulkan pada

pengobatan menggunakan klozapin. Penggunaan obat ini tidak boleh lebih dari 6 minggu

kecuali bila terlihat adanya perbaikan yang signifikan. Efek samping lain yang dapat

terjadi antara lain hipertermia, takikardia, sedasi, pusing kepala, hipersalivasi. Gejala

overdosis meliputi, letargi, koma, delirium, takikardia, depresi napas, aritmia, kejang dan

hipertermia.

Klozapin diabsorpsi secara cepat dan sempurna pada pemberian per oral. Kadar

puncak plasma tercapai pada kira-kira 1.6 jam setelah pemberian obat. Diekskresi lewat

urin dan tinja, dengan waktu paruh rata-rata 11.8 jam.

Risperidon

Page 13: Referat AntiPsikotik

Risperidon yang merupakan derivate dari benzisoksazol mempunyai afinitas yang

tinggi terhadap reseptor serotonin (5HT2), dan aktivitas menengah terhadap reseptor

dopamin D2, alfa 1 dan alfa 2 adrenergik dan reseptor histamine. Aktivitas antipsikosis

diperkirakan melalui hambatan terhadap reseptor serotonin dan dopamin.

Bioavailibilitas oral sekitar 70%. Diplasma risperidon terikat dengan albumin dan alfa1

glikoprotein. Risperidon dan metabolitnya dieliminasi lewat urin dan sebagian kecil lewat

feses.

Indikasi risperidon adalah terapi skizofrenia baik untuk gejala positif dan gejala

negative, gangguan bipolar, depresi dengan cirri psikosis.Secara umum risperidon dapat

ditoleransi dengan baik. Efek samping yang dilaporkan adalah insomnia, agitasi, ansietas,

somnolen, mual, muntah, peningkatan berat badan, hiperprolaktinemia dan reaksi

ekstrapiramidal terutama tardive diskinesia. Efek samping ekstrapiramidal umumnya

lebih ringan disbanding antipsikosis tipikal.

Olanzapin

Merupakan derivat tienobezondiazepin dan memiliki struktur kimia mirip

klozapin. Olanzapin memiliki afinitas terhadap reseptor dopamin (D2, D3, D4, D5),

serotonin(5HT2), muskarinik, histamin(H1) dan reseptor alfa 1. Obat ini diabsorbsi

dengan baik setelah pemberian oral, dengan kadar plasma tercapai setelah 4-6 jam

pemberian. Olanzapin mengalami metabolisme enzim CYP 2D6 dan diekskresi lewat

urin.

Indikasi utama dari olanzapin adalah mengatasi gejala negatif dan positif dari

skizofrenia dan dapat juga digunakan sebagai antimania. Selain itu, depresi dengan gejala

psikotik juga dapat dapat mendapat terapi olanzapin.

Tidak seperti klozapin, olanzapin tidak dapat menimbulkan agranulositosis.

Olanzapin dapat ditoleransi dengan baik dengan efek samping ekstrapiramidal terutama

tardiv diskinesia yang minimal. Selain itu, peningkatan berat badan dan gangguan

metabolik seperti intoleransi glukosa, hiperglikemia, dan hiperlipidemia sering

dilaporkan pada penggunaan olanzapin.

Quetiapin

Page 14: Referat AntiPsikotik

Quetiapin memiliki afinitas terhadap reseptor dopamin(D2), serotonin(5HT2) dan

bersifat agonis parsial terhadap reseptor serotonin (5HT1A) yang diperkirakan mendasari

efektivitas obat ini untuk gejala positif maupun negatif skizofrenia.

Absorbsi quetiapin cepat setelah pemberian oral. Kadar plasma maksimal tercapai

setelah pemberian 1-2 pemberian dan terikat protein sekitar 83%. Quetiapin

dimetabolisme melalui hati oleh enzim CYP 3A4 dan diekskresi sebagian besar melalui

urin dan sebagian kecil melalui feses.

Quetiapin digunakan pada penderita skizofrenia dengan gejala positif maupun

negatif.obat ini dilaporkan dapat meningkatkan kemampuan kognitif seperti perhatian,

kemampuan berpikir, berbicara, dan kemampuan mengingat membaik. Selain itu

quetiapin juga diindikasikan untuk gangguan depresi dan mania.

Efek samping yang umum terjadi pada penggunaan quetiapin yaitu sakit kepala,

somnolen, dan dizziness.efek samping yang sering terjadi pada penggunaan anti psikosis

atipikal lainnya seperti berat badan meningkat, gangguan metabolik dan

hiperprolaktinemia juga terjadi pada quetiapin. Namun gejala ekstrapiramidal minimal.

Ziprasidon

Obat ini dikembangkan daengan harapan memiliki spektrum skizofrenia yang

luas, baik gejala positif, negatif maupun gejala afektif dengan efek samping yang

minimal terhadap prolaktin, metabolik, gangguan seksual, dan efek antikolinergik. obat

ini memiliki afinitas tinggi terhadap reseptor serotonin(5HT2), dan dopamin(D2).

Absorbsi ziprasidon cepat setelah pemberian oral dan di metabolisme di hati lalu

diekskresikan sebagian kecil melalui ginjal dalam bentuk urin. Ziprasidon berikatan erat

dengan protein plasma(sekitar 99%).

Ziprasidon diindikasikan pada keadaan akut skizofreni, gangguan skizoafektif

serta gangguan bipolar.

Efek samping ziprasidon hampir sama dengan efek samping antipsikosis atipikal

lainnya, namun ziprasidon dapat menimbulkan kelainan kardiovaskular yaitu

pemanjangan interval QT.

Page 15: Referat AntiPsikotik

VI. EFEK SAMPING ANTIPSIKOTIK

a. Gejala Ekstrapiramidal (Extrapyramidal syndrome)

Gejala ekstrapiramidal (EPS) mengacu pada suatu gejala atau reaksi yang ditimbulkan

oleh penggunaan jangka pendek atau panjang dari medikasi antipsikotik golongan tipikal.

Obat antipsikotik tipikal yang paling sering memberikan efek samping gejala

ekstrapiramidal yakni Haloperidol, Trifluoperazine, Perphenazine, Fluphenazine, dan

dapat pula oleh Chlorpromazine. Namun lebih sering diakibatkan oleh obat dengan

potensial tinggi yang memiliki afinitas yang kuat pada reseptor muskarinik.1 Gejala

bermanifestasikan sebagai gerakan otot skelet, spasme atau rigitas, tetapi gejala-gejala itu

diluar kendali traktus kortikospinal (piramidal).

Gejala ekstrapiramidal sering di bagi dalam beberapa kategori yaitu reaksi distonia

akut, tardive diskinesia, akatisia, dan sindrom Parkinson.

Reaksi distonia akut

Merupakan spasme atau kontraksi involunter satu atau lebih otot skelet yang

timbul beberapa menit. Kelompok otot yang paling sering terlibat adalah otot wajah,

leher, lidah atau otot ekstraokuler, bermanifestasi sebagai tortikolis, disastria bicara,

krisis okulogirik, sikap badan yang tidak biasa hingga opistotonus (melibatkan

keseluruhan otot tubuh). Hal ini akan mengganggu pasien, dapat menimbulkan nyeri

hingga mengancam kehidupan seperti distonia laring atau diafragmatik. Reaksi

distonia akut sering terjadi dalam satu atau dua hari setelah pengobatan dimulai, tetapi

dapat terjadi kapan saja. Terjadi pada kira-kira 10% pasien, lebih lazim pada pria

muda, dan lebih sering dengan neuroleptik dosis tinggi yang berpotensi tinggi, seperti

haloperidol, trifluoperazine dan flufenazine.

Akatisia

Manifestasi berupa keadaan gelisah, gugup atau suatu keinginan untuk tetap

bergerak, atau rasa gatal pada otot. Pasien dapat mengeluh karena anxietas atau

kesukaran tidur yang dapat disalah tafsirkan sebagai gejala psikotik yang memburuk.

Sebaliknya, akatisia dapat menyebabkan eksaserbasi gejala psikotik akibat perasaan

tidak nyaman yang ekstrim. Agitasi, pemacuan yang nyata, atau manifestasi fisik lain

dari akatisisa hanya dapat ditemukan pada kasus yang berat.

Sindrom Parkinson

Page 16: Referat AntiPsikotik

Terdiri dari akinesia, tremor, dan bradikinesia. Akinesia meliputi wajah topeng,

jedaan dari gerakan spontan, penurunan ayunan lengan pada saat berjalan, penurunan

kedipan, dan penurunan mengunyah yang dapat menimbulkan pengeluaran air liur.

Pada bentuk yang yang lebih ringan, akinesia hanya terbukti sebagai suatu status

perilaku dengan jeda bicara, penurunan spontanitas, apati dan kesukaran untuk

memulai aktifitas normal, kesemuanya dapat dikelirukan dengan gejala skizofrenia

negatif. Tremor dapat diteukan pada saat istirahat dan dapat pula mengenai rahang.

Gaya berjalan dengan langkah yang kecil dan menyeret kaki diakibatkan karena

kekakuan otot.

Tardive diskinesia

Disebabkan oleh defisiensi kolinergik yang relatif akibat supersensitif reseptor

dopamine di puntamen kaudatus. Merupakan manifestasi gerakan otot abnormal,

involunter, menghentak, balistik, atau seperti tik yang mempengaruhi gaya berjalan,

berbicara, bernapas, dan makan pasien dan kadang mengganggu. Faktor predisposisi

dapat meliputi umur lanjut, jenis kelamin wanita, dan pengobatan berdosis tinggi atau

jangka panjang. Gejala hilang dengan tidur, dapat hilang timbul dengan berjalannya

waktu.

b. Sindrom Neuropleptik Maligna

Sindrom neuroleptik maligna merupakan gabungan dari hipertermia, rigiditas, dan

disregulasi autonomik yang dapat terjadi sebagai komplikasi serius dari penggunaan obat

antipsikotik. Sindrom ini pertama kali dikenal tahun 1960 setelah observasi pasien yang

diberikan obat antipsikotik potensial tinggi.

Mekanisme antipsikotik sehingga dapat menyebabkan SNM berhubungan dengan

sifat antagonism obat terhadap reseptor D-2 dopamine. Blokade pusat reseptor D-2 pada

hipotalamus, jalur nigrostriatal, dan di medulla spinalis menyebabkan terjadinya

peningkatan rigiditas otot dan tremor berkaitan yang dengan jalur ekstrapiramidal.

Blockade reseptor D2 hipotalamus juga menghasilkan peningkatan titik temperatur dan

gangguan mekanisme pengaturan panas tubuh. Sementara itu efek antipsikotik di perifer

tubuh menyebabkan peningkatan pelepasan kalsium dari retikulum sarkoplasma sehingga

terjadi peningkatan kontraktilitas yang juga dapat berkontribusi dalam terjadinya

hipertermia, rigiditas, dan penghancuran sel otot.

Page 17: Referat AntiPsikotik

Semua golongan antipsikotik dapat menyebabkan sindrom neuroleptik maligna baik

neuroleptik potensial rendah maupun potensial tinggi. Berdasarkan penelitian SNM lebih

sering ditemukan pada pasien yang mengkonsumsi haloperidol dan chlorpromazine.

Antipsikotik atipikal yang terbaru walaupun tidak diklasifikasikan secara akurat sebagai

golongan neuroleptik juga dapat mengakibatkan sindrom ini. Contoh obat antipsikotik

atipikal yang juga dapat menyebabkan sindrom neuroleptik maligna (SNM) seperti

olanzapine, risperidone, ziprasidone, dan quetiapine.

Faktor resiko yang berhubungan erat dengan kejadian SNM yakni penggunaan

antipsikosis dosis tinggi, waktu yang singkat dalam menaikkan dosis pengobatan,

penggunaan injeksi antipsikotik kerja lama, kondisi pasien yang mengalami dehidrasi,

kelelahan, dan agitasi. Selain itu pada pasien yang telah mengalami SNM juga memiliki

resiko tinggi untuk terjadi SNM rekurens.

Secara epidemiologi belum terdapat adanya penelitian mengenai kejadian SNM yang

berhubungan dengan suku. Namun penelitian di Cina menunjukkan terdapat insidens

0,12% dari pasien yang menggunakan obat neuroleptik sementara di India terdapat

0.14%. SNM dapat terjadi kapan pun dari waktu pengobatan dan resiko kejadian

meningkat pada pasien yang berusia kurang dari 40 tahun. Namun 2/3 kasus terjadi pada

minggu pertama setelah pemberian obat. Angka kematian sekitar 10-20% dan umumnya

resiko kematian meningkat bila pasien telah mengalami nekrosis sel-sel otot yang

menyebabkan rhabdomyolisis.

Gambaran gejala klinis SNM dapat berupa :

Disfagia

Resting tremor

Inkontinensia

Delirium yang berkelanjutan pada letargi, stupor hingga koma (level kesadaran yang

fluktuatif)

Tekanan darah yang labil/berubah-ubah

Sesak nafas, takipnea

Agitasi psikomotrik

Takikardia dan hipertermia (demam tinggi)

Rigiditas

Page 18: Referat AntiPsikotik

Pemeriksaan laboratorium pada pasien dengan SNM memperlihatkan peningkatan

Kreatinin kinase (CK) akibat penghancuran dan nekrosis sel-sel otot, peningkatan

aminotransferase (aminotransferasi aspartat/GOT dan aminotransferasealanine/GPT),

peningkatan Laktat dehidrogenase (LDH) yang juga menggambarkan terjadinya nekrosis

dan dapat dengan cepat berkembang menjadi rhabdomyolisis yang memberikan hasil

laboratorium hiperkalemia, hiperfosfatemia, hiperurisemia, dan hipokalsemia. Selain itu

bila terdapat peningkatan kadar myoglobin dalam darah atau myoglobinuria merupakan

tanda terjadinya kegagalan ginjal. Sementara untuk pemeriksaan darah rutin dapat

ditemukan leukositosis, trombositosis, dan tanda-tanda dehidrasi.

c. Gangguan fungsi kognitif

Terdapat konsensus bahwa antipsikotik yang bersifat antimuskarinik kuat dapat

mengganggu fungsi memori. Gangguan untuk memusatkan perhatian, menyimpan

memori, dan memori semantik yang mungkin memang terdapat pada pasien skizofrenia

di episode awal penyakit dapat menjadi lebih berat. Selain itu kemampuan memecahkan

masalah sosial, keterampilan sosial juga memperlihatkan penurunan.

d. Efek hormonal

Obat psikotik tipikal yang digunakan dalam jangka waktu yang panjang dapat

menyebabkan peningkatan produksi hormon prolaktin terutama pada wanita.

Blokade pada traktur tuberoinfundibular yang terproyeksikan ke hipotalamus dan

kelenjar hipofisis mengakibatkan berbagai efek samping neuroendokrine, yakni

peningkatan pelepasan hormone prolaktin .

Prolaktin serum yang meningkat dapat mempengaruhi fungsi seksual pada wanita

maupun pria yang dapat bermanifestasi sebagai galaktorrhea, amenorrhea dan

poembesaran payudara pada wanita, gangguan fungi ereksi dan pencapaian orgasme,

gangguan libido, impotensi, dan ginekomasti pada pria.

e. Efek samping pada sistem lainnya

Page 19: Referat AntiPsikotik

Efek lain antipsikotik tipikal seperti efek antikolinergik baik sentral maupun perifer

melalui blokade reseptor muskarinik. Gejala pada efek sentral seperti agitasi yang

berat, disorientasi waktu, tempat dan orang, halusinasi, dan dilatasi pupil. Sedangkan

efek perifer antikolinergik berupa mulut dan hidung yang kering umumnya

dilaporkan pada pasien dengan pengobatan antipsikotik tipikal potensi rendah,

contohnya chlorpromazine dan mesoridazine. Efek antikolinergik autonomik lainnya

seperti konstipasi.

Fotosensitivitas dapat terjadi pada pasien yang mengkonsumsi golongan potensi

rendah seperti chlorpromazine sehingga pasien perlu diinstruksikan untuk berhati-hati

ketika terpapar sinar matahari. Selain itu dermatitis alergi dapat terjadi di awal

pengobatan.

Efek sedasi terjadi akibat mekanisme hambatan reseptor histamine H1 yang mungkin

akan berpengaruh dalam pekerjaan bila pasien merupakan orang yang masih aktif

bekerja. Akibat inhibisi psikomotorik menjadikan aktivitas psikomotorik menurun,

kewaspadaan berkurang dan kemampuan kognitif menurun.

Efek autonomik yang muncul seperti hipotensi postural dimediasi oleh blokade

adrenergik umumnya pada pengguna obat tipikal potensial rendah seperti

chlorpromazine dan thioridazine. Sehingga penggunaan obat tipikal potensial rendah

intramuscular memerlukan pemantauan tekanan darah (saat berbaring dan berdiri)

untuk mencegah pasien pingsan ataupun jatuh saat berdiri.

Gangguan irama jantung merupakan efek antipsikotik yang mengganggu

kontraktilitas jantung, menghancurkan enzim kontraktilitas sel-sel miokardium.

Antipsikotik tipikal mampu menurunkan ambang batas seseorang untuk mengalami

kejang. Chlorpromazine dan thioridazine diperkirakan bersifat lebih epiloeptogenik

sehingga resiko untuk kejang selama masa pengobatan perlu dipertimbangkan dalam

gangguan kejang atau lesi pada otak.

Selain itu efek yang mungkin timbul juga dapat berupa peningkatan berat badan yang

kebanyakan terdapat pada pasien yang mengkonsumsi chlorpromazine dan

thioridazine. Paling sering karena pengobatan antipsikotik atipikal. Nafsu makan

yang meningkat erat kaitannya dengan blokade reseptor alpha1- adrenergic dan

Histaminergic.

Page 20: Referat AntiPsikotik

Efek hematologi dapat terjadi berupa leukopenia dengan sel darah putih 3.500

sel/mm3 merupakan masalah yang umum. Agranulositosis yang mampu mengancam

kehidupan dapat terjadi pada 1 : 10.000 pasien yang dirawat dengan antipsikotik

tipikal.

OBAT ANTI PSIKOSIS EFEK

EKSTRAPI

RAMIDAL

EFEK

ANTIEM

ETIK

EFEK

SEDATIF

EFEK

HIPOTENSIF

A. DERIVAT FENOTIAZIN

1. Senyawa dimetilaminopropil :

Klorpromazin

Promazin

Triflupromazin

2. Senyawa piperidil :

Mepazin

Tioridazin

3. Senyawa piperazin :

Asetofenazin

Karfenazin

Flufenazin

Perfenazin

Proklorperazin

Trifluoperazin tiopropazat

B. NON-FENOTIAZIN

Klorprotiksen

C. BUTYROPHENONE

Haloperidol

++

++

+++

++

+

++

+++

+++

+++

+++

+++

++

+++

++

++

+++

++

+

++

+++

+++

+++

+++

+++

++

+++

+++

++

+++

+++

++

+

++

++

+

++

++

+++

+

++

+++

+

++

++

+

++

+

+

+

+

++

+

Tabel . Efek samping Antipsikosis

Sistem oragan yang Manifestasi Mekanisme

Page 21: Referat AntiPsikotik

dipengaruhi

Sistem saraf otonom Gangguan penglihatan, mulut

kering, sulit miksi, konstipasi

Hipotensi ortostatik,

impotensi

Gangguan ejakulasi

Hambatan reseptor muskarinik

Hambatan reseptor adrenergic

Susunan saraf pusat Sindrom Parkinson, akatisia

dystonia

Dyskinesia tardif

Kejang

Hambatan reseptor dopamine

Supersensitivitas reseptor

dopamin

Hambatan reseptor muskarinik

Sistem endokrin Amenorea, galaktorea,

infertilitas, impotensi

Hambatan reseptor dopamin

yang menyebabkan

hiperprolaktinemia

Sistem lain Peningkatan berat badan Kemungkinan hambatan

reseptor H1 dan 5-HT2

Tabel . EFEK SAMPING NEUROLOGIK OBAT NEUROLEPTIK

EFEKGAMBARAN

KLINIS

WAKTU

RESIKO

MAKSIMAL

MEKANISME PENGOBATAN

Distonia akut

Spasme otot

lidah, wajah,

leher, punggung ;

dapat menyerupai

bangkitan ; bukan

histeria

1-5 hariBelum

diketahui

Dapat diberikan

berbagai pengobatan,

obat anti Parkinson

bersifat diagnostik dan

kuratif

Akatisia Ketidak- 5-60 hari Belum Kurangi dosis atau ganti

Page 22: Referat AntiPsikotik

tenangan,

motorik, bukan

ansietas atau

agitasi

diketahui

obat; obat anti

Parkinson,

benzodiazepin, atau

propanolol

Parkinsonisme

Bradikinesia,

rigiditas, macam-

macam tremor,

wajah topeng,

suffling gait

5-30 hari

Antagonisme

dengan

dopamin

Obat anti Parkinson

menolong

Sindroma

malignan

Katatonik,

stupor, demam,

tekanan darah

tidak stabil,

mioglobinemia,;

dapat fatal

Berminggu-

minggu, dapat

bertahan

beberapa hari

setelah obat

dihentikan

Ada kontribusi

antagonisme

dengan

dopamin

Hentikan neuroleptik

segera; dantrolene atau

bromokriptin dapat

menolong; obat anti

Parkinson lainnya tidak

efektif

Tremor perioral

(sindroma

kelinci)

Tremor perioral

(mungkin sejenis

perkinsonisme

yang dating

terlambat)

pengobatan

Setelah

berbulan-

bulan atau

bertahun-

tahun

Belum

diketahui

Obat antiparkinson

sering menolong

Diskinesia tardif

Diskinesia mulut-

wajah;

koreoatetosis

atau distonia

meluas

Setelah

berbulan-

bulan atau

bertahun-

tahun

(memburuk

dengan

penghentian)

Diduga :

kelebihan efek

dopamin

Sulit dicegah,

pengobatan tidak

memuaskan

VII. PENATALAKSANAAN

a. Gejala Ekstrapiramidal (Extrapyramidal syndrome)

Page 23: Referat AntiPsikotik

Pasien yang mengalami reaksi distonia akut harus segera ditangani. Penghentian

obat-obatan psikotik yang sangat dicurigai sebagai penyebab reaksi harus dilakukan

sesegera mungkin. Pemberian terapi antikolinergik merupakan terapi primer yang

diberikan. Bila reaksi distonia akut berat harus mendapatkan penanganan cepat dan

agresif. Umumnya diberikan Benztropin dengan jalur intravena atau difenhidramin

intramuskuler.

Penatalaksanaan akatisia dengan memberikan antikolinergik dan amantadin, dan

pemberian proanolol dan benzodiazepine seperti klonazepam dan lorazepam.

Untuk sindrom Parkinson diberikan agen antikolinergik. Sementara untuk tardive

diskinesia ditangani dengan pemakaian obat neuroleptik secara bijaksana untuk dosis

medikasinya. Penggunaan golongan Benzodiazepin dapat mengurangi efek gerakan

involunter pada banyak pasien.

b. Sindrom Neuroleptik Maligna (SNM)

Penanganan yang paling utama bila pasien mengalami SNM adalah penghentian

terlebih dahulu konsumsi obat-obatan antipsikotik. Gejala akan berkurang dalam 1-2

minggu. Untuk mempertahankan fungsi organ-organ vital tubuh dan mencegah dari

komplikasi yang lebih buruk perlu diperhatikan untuk menjaga kestabilan sirkulasi

dan ventilasi pasien, temperatur yang meningkat diatasi dengan pemberian antipiretik

dan resusitasi cairan secara agresif dan mengontrol keseimbangan cairan bila

terdapat tanda yang mengarahkan kemungkinan terjadi gagal ginjal. Terapi

farmakologi yang diberikan yakni bromocriptine yang merupakan agonis dan

prekursor reseptor dopamine.

BAB III

KESIMPULAN

Page 24: Referat AntiPsikotik

Antipsikotik adalah sekelompok bermacam-macam obat yang menghambat reseptor

dopamine tipe 2 (D2). Obat antipsikotik baik tipikal maupun atipikal selain berfungsi untuk

mengobati penyakit psikotik khsusnya skizofrenia, tentunya juga memiliki efek samping.

Obat-Obatan Antipsikotik dapat diklasifikasikan dalam kelompok tipikal dan atipikal.

Dopamine memiliki peran yang sangat penting dalam etiologi psikosis. Antipsikotik tipikal

merupakan golongan obat yang memblokade dopamine pada reseptor pasca-sinaptik neuron di

otak, khususnya sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal (dopamine D-2 receptor antagonist).

Walaupun efek blokade reseptor dopamine D-2 di mesokortikal dan mesolimbik dipercaya

sebagai terapi pada gangguan psikotik namun juga menjadi penyebab utama timbulnya berbagai

efek samping gangguan kognitif dan perilaku. Efek samping yang mungkin terjadi akibat

penggunaan antipsikotik tipikal dapat berupa gangguan fungsi kognitif, efek sedatif yang

mungkin tidak diharapkan pada pasien yang masih bisa aktif bekerja, dan efek antikolinergik

berupa mulut kering dan hipotensi postural. Efek gangguan hormonal dapat berupa amenorrhea

pada wanita, gangguan fungi ereksi dan pencapaian orgasme pada pria, gangguan libido,

impotensi, dan ginekomasti.

Untuk efek samping yang perlu diperhatikan yakni gangguan ekstrapiramidal

(extrapyramidal syndrome) berupa reaksi distonia akut, tardive diskinesia, akatisia, dan sindrom

Parkinson. Sedangkan efek samping yang perlu diwaspadai dan memerlukan tindakan segera dan

agresif yakni Sindrom Neuroleptik maligna yang bila tidak segera ditangani dapat menyebabkan

kematian

DAFTAR PUSTAKA

Page 25: Referat AntiPsikotik

1. Maslim,Rusdi. Panduan Praktis Penggunaan Obat Psikotropik. Edisi Keempat. Jakarta.

2014

2. Ganiswarna SG, Setiabudy R, Suyatna FD, Purwantyastuti, Nafrialdi. Farmakologi dan

Terapi. Edisi 4. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran- Universitas

Indonesia; 1995.

3. Katzung BG. Basic & Clinical Pharmacology. 8th ed. New York: McGraw-Hill; 2001.

4. Sadock, Benjamin J, Virginia A. Buku Ajar Psikiatri Klinis. 2. Jakarta : EGC, 2010 .

5. Maramis, Willy F. dan Maramis, Albert A. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. 2. Surabaya :

Airlangga University Press, 2009.

6. Gan Sulistia, Arozal Wawaimuli. Antipsikosis. Buku Ajar Farmakologi dan Terapi.

Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007

7. Loebis B. Skizofrenia : Penanggulangan memakai antipsikotik. Universitas Sumatera

Utara : Medan. 2007.

8. Katzung, Bertram G. Farmakologi dasar dan klinik. 6. Jakarta : EGC, 1997.