Pengaruh Penggunaan Antipsikotik Pada Pasangan Usia Muda

Embed Size (px)

Citation preview

Pengaruh Penggunaan Antipsikotik Pada Pasangan Usia MudaQuamila Fahrizani Afdi (P.828) Melany Shoviana Saragi (P.843) Preseptor : Dr. Nadjmir, SpKJ

Pengertian Antipsikotik Antipsikotik sekelompok bermacam-macam obat yang menghambat reseptor dopamine tipe 2 (D2) Indikasi utama untuk pemakaian obat adalah terapi skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya. Kelas obat antipsikotik adalah termasuk chlorpromazine, thioridazine, fluphenazine dan haloperidol. Walaupun risperidone adalah antagonis reseptor D2 yang poten, ia memiliki ciri farmakologis tambahan yang memberikan keuntungan terapeutik dan memperbaiki profil efek samping, dibandingkan dengan antagonis reseptor dopamine yang tersedia sebelumnya.

Antipsikotik dan antagonis reseptor dopamine tidak sepenuhnya sama. Clozapine adalah suatu antipsikotik yang efektif tetapi berbeda dengan semua obat karena memiliki aktivitas pada reseptor D2 yang kecil. Obat-obat ini dinamakan sebagai neuroleptik dan transkuiliser mayor. Istilah neuroleptik menekankan efek neurologis dan motorik dari sebagian besar obat.

Perkembangan senyawa baru, seperti risperidone dan remoxipine, yang disertai dengan efek neurologis yang sedikit menyebabkan pemakaian istilah neuroleptik menjadi tidak akurat sebagai label keseluruhan senyawa. Istilah transkuiliser mayor secara tidak akurat menekankan bahwa efek primer dari obat adalah untuk mensedasi pasien dan dikacaukan oleh obat yang disebut transkuiliser minor, seperti benzodiasepin.

Sejarah Reserpine (serpasil) bukan merupakan antagonis reseptor dopamine, tapi menurunkan cadangan nerurotransmitter amin biogenik prasinaptik, termasuk dopamine. Reserpinik secara historik merupakan obat antipsikotik efektif pertama. Reserpine unsur dari semak belukar rauwolfa, yang tumbuh di daerah India, Afrika, dan Amerika Selatan dan telah dicampurkan kedalam campuran obat-obatan tradisional selama berabad-abad.

Di tahun 1931 Sen dan Bose menerbitkan tulisan pertama yang melaporkan efektivitas rauwolfa dalam hipertensi dan mania. Di tahun 1953 unsur aktif, reserpine, diidentifikasi dan dengan cepat masuk ke dalam pendekatan farmakologis yang terbatas untuk psikosis. Chlorpromazine, suatu derivate phenotiazine selanjutnya terbukti merupakan antagonis reseptor dopamine yang pertama dinamakan antipsikotik klasik atau tipikal yang disintesis pada awal tahun 1950-an dan memasuki pemakaian klinis yang luas.

Chlorpromazine awalnya tambahan anestesi, tetapi dua ahli anestesiologi di Perancis, Henry Laborit dan Huguenard, mengamati adanya psikis yang tidak biasa dari senyawa. Dua dokter psikiatrik Perancis, Jean Delay dan Pierre Deniker, mencoba obat pada pasien skizofrenik dan melaporkan keberhasilanya di tahun 1952. Dibandingkan dengan reserpine, chlorpromazine lebih efektif dan memiliki onset yang cepat

Pengenalan klinis chlorpromazine dengan cepat diikuti oleh pengenalan senyawa phenotiazine lain, seperti perpherazine (Trifalon) dan fluphenazine Disusul dengan ditemukannya efek samping dan antipsikotik atipikal

Klasifikasi dan kimiawi Penggolongan obat antipsikotik: Tipikal 1. Phenothiazine Rantai Aliphatic: Chlorpromazine, Levomepromazine Rantai Piperazine: Perphenazine, Trifluoperazine Rantai Piperidine: Thioridazine

2. Butyrophenone: Haloperidol 3. Diphenyl-butyl-piperidine: Pimozide

Atipikal 1. Benzamide: Sulpiride 2. Dibenzodiazepine: Clozapine, Olanzapine, Quetiapine 3. Benzisoxazole: Risperidone Dengan tidak memasukkan reserpine dan clozapine, delapan belas obat biasanya dikelompokkan bersama-sama sebagai antipsikotik antagonis reseptor dopamine. Tujuh dari kelas tersebut terdiri dari obat yang biasanya disebut antipsikotik tipikal: phenothiazine, thioxanthine, dibenzoxapine, dihydroindole,butyrophenone, diphenylkbutylpiperidine, dan benzamine.

Kelas benzamide juga memiliki suatu obat yang dianggap atipikal, remoxipride. Beberapa klinisi dan peneliti juga menganggap thioridazine, suatu piperidine phenothiazine, sebagai atipikal, karena disertai dengan efek samping neurologis yang lebih sedikit dibandingkan antipsikotik lain. Kelas kedelapan, benzioxazole, sekarang hanya terdiri dari satu obat, risperidone.

Phenotiazine Phenothiazine digolongkan menurut sifat rantai samping: alifatik (sebagai contohnya chlorpromazine), piperzine (sebagai contohnya fluphenazine) atau piperidine (sebagai contohnya thioridazine). Turunan dari phenotiazine yang mewakili efek seluruh derivate phenotiazine adalah chlorpromazine atau CPZ, turunan dari rantai aliphatic, salah satu obat antipsikotik yang sering digunakan sebab paling berefek luas sehingga dikatakan largactil (Large action).

Pada susunan saraf pusat, CPZ menimbulkan efek sedasi disertai sikap acuh tak acuh terhadap rangsangan dari lingkungan (apati) Pada otot rangka, CPZ dapat menimbulkan relaksasi otot skelet yang berada dalam keadaan spastik. Cara kerja relaksasi ini diduga bersifat sentral, sebab sambungan saraf-otot, dan medulla spinalis tidak dipengaruhi CPZ

Efek endokrin, yaitu menghambat ovulasi dan menstruasi. Juga menghambat sekresi ACTH. Efek pada system endokrin ini terjadi berdasarkan efeknya terhadap hipotalamus. Semua derivate phenotiazine kecuali klozapine menimbulkan hiperprolaktinemia lewat penghambatan efek sentral dopamine. Gejala idiosinkerasi mungkin timbul, berupa ikterus, dermatitis, leukopenia. Reaksi ini disertai eosinofilia dalam darah perifer.

Pada dosis yang berlebihan, semua derivate phenotiazine dapat menyebabkan gejala ektrapiramidal. Dikenal 6 gejala sindrom neurologik yang karakteristik dari obat ini. Empat diantaranya terjadi sewaktu minum obat, yaitu distonia akut, akatasia, parkinsonisme, dan sindrom neuroleptik malignant. Dua sindrom yang lain terjadi setelah pengobatan berbulan-bulan sampai bertahun-tahun, berupa tremor perioral, dan tardive dyskinesia.

Butyrophenone Dua butyrophenone yang tersedia adalah haloperidol dan droperidole. Haloperidole kemungkinan merupakan antipsikotik paling luas digunakan Efek dari butyrophenon yaitu menenangkan dan menyebabkan tidur pada orang yang mengalami eksitasi. Efek sedasinya kurang kuat dibandingkan phenotiazine.

Menghambat muntah yang ditimbulkan oleh apomorfin, dan menghambat system dopamine dan hipotalamus. Pada system saraf otonom, obat-obat pada golongan ini dapat menyebabkan pandangan kabur. Juga menghambat aktivasi reseptor yang disebabkan oleh amin simpatomimetik, tetapi hambatannya tidak sekuat phenotiazine. Sedangkan efek pada system kardivaskular dan respirasi, obat ini dapat menyebabkan hipotensi namun tidak sekuat CPZ.

Sama dengan phenotiazine, butyrophenon juga dapat menghambat respirasi. Pada system endokrin, obat ini dapat menyebabkan galaktore dan respon endokrin lainnya. Efek ekstrapiramidal memiliki insiden tinggi pada pemakaian obat ini, terutama pada penderita usia muda. Dapat terjadi depresi akibat reverse keadaan mania atau sebagai efek samping sebenarnya.

Benzisoxazole Risperidone adalah benzisoxazole pertama yang diperkenalkan di Amerika Serikat untuk terapi skizofrenia. Secara kimia adalah berbeda dari semua antipsikotik lain. Afinitasnya yang bermakna untuk reseptor serotonin tipe 2 (5-HT2). Data yang tersedia menyatakan bahwa risperidone lebih efektif dalam terapi gejala negative dibandingkan dengan haloperidol Risperidone juga disertai dengan efek merugikan neurologis yang lebih sedikit dibandingkan dengan obat lain dalam kelas ini.

Dibenzodiazepin Klozapin merupakan golongan yang menunjukkan efek antipsikotik yang lemah. Klozapin efektif untuk mengontrol gejal psikotik dan skizofrenia baik positif maupun negative. Efek samping yang utama pada penggunaan obat ini adalah agranulositosis.

Hal ini sering terjadi pada pasien yang mendapatkan pengobatan dengan klozapin lebih dari 4 minggu. Efek samping lain yang terlihat adalah antara lain hipertermia, takikardi, sedasi, pusing, dan hipersalivasi. Gejala takar lajak (kelebihan dosis) dapat meliputi: kantuk, letargi, koma, disoreintasi, delirium,takikardi, depresi napas, aritmia,dan kejang.

Efek SampingTIPIKAL 1. Gangguan pergerakan seperti distonia, bradikinesia, tremor, akatisia, koreoatetosis. 2. 3. 4. 5. 6. Anhedonia Sedasi Peningkatan beratbadan yang sedang Disregulasi tempertur, poikilotermia. Hiperprolaktinemia, dengan galaktorea dan amenorea pada wanita dan ginekomastia pada pria, serta disfungsi seksual pada pria dan wanita. 7. 8. 9. Hipotensi postural (ortostatik). Kuli terbakar Interval QT memanjang, risiko terjadi fatal aritmia. ATIPIKAL 1.Peningkatan berat badan sedang sampai berat 2. Diabetes mellitus 3.Hiperkolesterolemia 4.Sedasi 5.Gangguan pergerakan yang sedang 6.Hipotensi postural 7.Hiperprolaktinemia 8.Kejang 9.Salivasi Nocturnal 10.Agrabulositosis 11.Miokarditis 12.Lensa mata bertambah.

Interaksi Obat Tidak ditemukan adanya efek sinergi antara 2 obat antipikotik, misalnya memberikan CPZ dengan Reserpine. Tetapi pada pemberian antipsikotik dengan antidepresan trisiklik dapat menyebabkan efek samping antikolinergik meningkat, sehiggah harus berhati-hati pada pasien hipertopfi prostat, glaucoma, ileus, terutama penyakit jantung.

Pemberian antianxietas dengan antipsikotik meningkatkan efek sedasi, bermanfaat untuk kasus dengan gejala agitasi dan gaduh gelisah yang sangat hebat. Dianjurkan untuk tidak memberikan obat antipsikosis pada pagi hari sebelum dilakukan ECT karena angina mortalitas dapat meningkat. Pemberian bersama obat antikonvulsan akan menurunkan ambang konvulsi, kemungkinan serangan kejang meningkat. Pada pemberian bersama antasida, dapat menurunkan efektivitas antipsikotik disebabkan oleh gangguan absorpsi.

Pengaruh Antipsikotik Pada Pasangan MudaFungsi Seksual Pada Skizofrenia pasien yang terlibat dalam hubungan seksual berada dalam keadaan bahaya karena bisa memperburuk penyakit mereka (Pinderhughes et al, 1972), dan begitu pula di banyak institusi, aktivitas seksual sangat tidak diberi dukungan, sebagian besar karena takut terhadap eksploitasi dan kehamilan pada pasien yang rentan (Akhtar et al, 1977)

Meskipun delusi dan halusinasi somatik seksual bisa membentuk bagian dari psikopatologi skizofrenia, psikosis sering dikaitkan dengan berkurangnya aktivitas seksual (Rozan et al, 1971). Psikosis persistent juga berhubungan dengan penurunan minat seksual, aktivitas dan kepuasan (Lyketsos et al, 1983).

Efek Samping Seksual dari Antipsikotik Tipikal Masalah seksual yang muncul akibat pengobatan antipsikotik telah digambarkan sebagai 'efek samping antipsikotik tak terucapkan' (Peuskens et al, 1998). Sebuah survei kuesioner kepuasan pasien dengan pengobatan antipsikotik ditemukan bahwa 43% dari 202 responden melaporkan disfungsi seksual (Wallace, 2001)

Tidak jelas apakah efek seksual tak diinginkan dari antipsikotik obat muncul terutama dari efek farmakologi langsung (seperti reseptor dopamin antagonisme) atau dari gangguan endokrin sekunder.

Obat antipsikotik konvensional dapat meningkatkan kadar prolaktin untuk berbagai disfungsi seksual berhubungan dengan pasien non-psikiatri, sehingga hiperprolaktinemia adalah penjelasan kemungkinan beberapa disfungsi seksual yang terlihat selama pengobatan dengan antipsikotik.

Efek Samping Seksual dari Antipsikotik Atipikal Beberapa obat antipsikotik atipikal (misalnya quetiapine) memiliki afinitas penting untuk reseptor 5-HT2 serta untuk reseptor dopamin D2. Sebagai antagonis 5-HT2, dapat memfasilitasi perilaku seksual Golongan obat ini diperkirakan akan menyebabkan lebih sedikit efek samping seksual dibandingkan mereka yang tidak menggunakan