26
BAB I PENDAHULUAN Kanker payudara merupakan kanker yang paling umum terjadi pada wanita baik di negara maju maupun negara berkembang, meliputi 16% dari semua kanker yang diderita oleh wanita. Pada tahun 2004, 519.000 wanita meninggal karena kanker payudara, dan meskipun kanker payudara dianggap sebagai penyakit negara maju, mayoritas (69%) dari semua kematian akibat kanker payudara terjadi di negara berkembang (WHO, 2004). Dari 600.000 kasus kanker payudara baru yang didiagnosis setiap tahunnya sebanyak 350.000 diantaranya ditemukan di negara maju, sedangkan sisanya ditemukan di negara yang sedang berkembang. Seorang wanita yang hidup hingga usia 90 tahun memiliki satu dari delapan kemungkinan menderita kanker payudara. Pada tahun 2007 diperkirakan 178.480 perempuan didiagnosa menderita kanker payudara invasif, 62.030 dengan karsinoma in situ, dan lebih dari 40.000 wanita meninggal karena penyakit ini. Survival rates kanker payudara sangat bervariasi di seluruh dunia, mulai dari 80% atau lebih di Amerika Utara, Swedia dan Jepang menjadi sekitar 60% di negara-negara berpenghasilan menengah dan di bawah 40% di negara-negara berpenghasilan rendah (Coleman et al., 2008). Tingkat kelangsungan hidup yang rendah di negara-negara kurang berkembang dapat dijelaskan oleh kurangnya program deteksi dini, sehingga proporsi perempuan dengan penyakit stadium akhir menjadi tinggi. Pada tahun 2000 insiden kanker payudara di Indonesia berdasarkan ASR adalah sebesar 20,6 (20,6 per 100.000 penduduk) dengan mortalitas sebesar 10,1 (10,1 per 100.000 penduduk) atau se banyak 10.753 orang. Sedangkan pada tahun 2005 mortalitas akibat kanker payudara menurut ASR adalah sebesar 10,9 per 100.000 penduduk dengan jumlah kematian sebanyak 12.352 orang. Kanker payudara merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting, karena morbiditas dan mortalitasnya yang tinggi Insiden kanker payudara meningkat di negara-negara berkembang termasuk Indonesia karena meningkatnya angka harapan hidup, peningkatan urbanisasi dan adopsi gaya hidup Barat. Meskipun beberapa pengurangan risiko mungkin dicapai dengan pencegahan, strategi ini tidak dapat menghilangkan sebagian besar kanker payudara yang berkembang di negara berpenghasilan rendah dan menengah di mana kanker payudara didiagnosis pada tahap sangat

refarat-mamografi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

151824498

Citation preview

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    Kanker payudara merupakan kanker yang paling umum terjadi pada wanita baik di

    negara maju maupun negara berkembang, meliputi 16% dari semua kanker yang diderita oleh

    wanita. Pada tahun 2004, 519.000 wanita meninggal karena kanker payudara, dan meskipun

    kanker payudara dianggap sebagai penyakit negara maju, mayoritas (69%) dari semua

    kematian akibat kanker payudara terjadi di negara berkembang (WHO, 2004).

    Dari 600.000 kasus kanker payudara baru yang didiagnosis setiap tahunnya sebanyak

    350.000 diantaranya ditemukan di negara maju, sedangkan sisanya ditemukan di negara yang

    sedang berkembang.

    Seorang wanita yang hidup hingga usia 90 tahun memiliki satu dari delapan

    kemungkinan menderita kanker payudara. Pada tahun 2007 diperkirakan 178.480 perempuan

    didiagnosa menderita kanker payudara invasif, 62.030 dengan karsinoma in situ, dan lebih

    dari 40.000 wanita meninggal karena penyakit ini.

    Survival rates kanker payudara sangat bervariasi di seluruh dunia, mulai dari 80% atau

    lebih di Amerika Utara, Swedia dan Jepang menjadi sekitar 60% di negara-negara

    berpenghasilan menengah dan di bawah 40% di negara-negara berpenghasilan rendah

    (Coleman et al., 2008). Tingkat kelangsungan hidup yang rendah di negara-negara kurang

    berkembang dapat dijelaskan oleh kurangnya program deteksi dini, sehingga proporsi

    perempuan dengan penyakit stadium akhir menjadi tinggi.

    Pada tahun 2000 insiden kanker payudara di Indonesia berdasarkan ASR adalah sebesar

    20,6 (20,6 per 100.000 penduduk) dengan mortalitas sebesar 10,1 (10,1 per 100.000

    penduduk) atau se banyak 10.753 orang. Sedangkan pada tahun 2005 mortalitas akibat kanker

    payudara menurut ASR adalah sebesar 10,9 per 100.000 penduduk dengan jumlah kematian

    sebanyak 12.352 orang. Kanker payudara merupakan masalah kesehatan masyarakat yang

    penting, karena morbiditas dan mortalitasnya yang tinggi

    Insiden kanker payudara meningkat di negara-negara berkembang termasuk Indonesia

    karena meningkatnya angka harapan hidup, peningkatan urbanisasi dan adopsi gaya hidup

    Barat. Meskipun beberapa pengurangan risiko mungkin dicapai dengan pencegahan, strategi

    ini tidak dapat menghilangkan sebagian besar kanker payudara yang berkembang di negara

    berpenghasilan rendah dan menengah di mana kanker payudara didiagnosis pada tahap sangat

  • terlambat. Oleh karena itu, deteksi dini untuk meningkatkan outcome kanker payudara dan

    kelangsungan hidup tetap menjadi landasan pengendalian kanker payudara.

    Mammografi merupakan pemeriksaan radiologis khusus menggunakan sinar X dosis

    rendah untuk mendeteksi secara dini keganasan pada payudara, bahkan sebelum adanya

    perubahan yang terlihat pada payudara atau benjolan yang dirasakan pasien. Mammografi

    dianggap sebagai senjata yang paling efektif untuk mengidentifikasi dan mendeteksi adanya

    kanker pada payudara, hal ini disebabkan tingkat akurasi yang mencapai hampir 80%-90%

    dari semua kasus kanker payudara. Mammografi tidak mencegah atau bahkan mengobati,

    namun dapat mengurangi resiko terjadinya kematian dengan mengidentifikasi keberadaan

    tumor pada jaringan payudara dalam tingkat yang masih dapat ditangani dengan lebih mudah.

    Sebelum tahun 1980, dimana pencitraan payudara belum banyak digunakan, pengobatan

    untuk kanker payudara dimulai pada tahap akhir dari penyakit dibandingkan dengan

    sekarang. Pencitraan Payudara telah meningkatkan deteksi tumor yang lebih kecil dari yang

    ditemukan pada pemeriksaan payudara secara klinis dan telah memungkinkan pasien untuk

    menghindari operasi yang tidak perlu. Selain itu, manfaat kedua diagnosis dini adalah bahwa

    pasien dengan kanker payudara dapat diberikan lebih banyak pilihan pengobatan,seperti

    lumpectomy dengan terapi radiasi yang merupakan pilihan dibandingkan mastektomi pada

    pasien tertentu.

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Anatomi Payudara

    Payudara terletak pada bagian anterior dinding thorax, mulai dari costae 2 atau 3 sampai

    costae 6 atau 7, terletak diatas otot pektoralis mayor, otos pektoralis minor dan sebagian dari

    otot seratus anterior dan otot eksternus abdominal obliqua. Batas medial dari payudara

    menempati margo lateral dari sternum dan batas lateral dari payudara mengikuti garis anterior

    dari axila. Prosesus aksilaris dari payudara memanjang ke arah atas dan lateral menuju aksila

    dimana berhubungan dengan pembuluh darah aksila. Bagian payudara ini secara klinis

    signifikan karena tingginya insidens kanker payudara dalam drainase limfatik prosesus

    aksilaris.

    Gambar 1.1. Anatomi Payudara

  • Payudara berbentuk kerucut, simetris, serta bervariasi dalam bentuk dan ukurannya yang

    dipengaruhi oleh genetikm umur, persentase lemak tubuh dan kehamilan. Payudara terdiri

    dari papila, areola, kulit, lemak subkutis, jaringan parenkim dan jaringan ikat. Tiap payudara

    terdiri dari 15 sampai 20 lobus yang dipisahkan oleh jaringan lemak yang bervariasi

    jumlahnya. Jumlah jaringan lemak tersebut menentukan ukutan dan bentuk dari payudara.

    Setiap lobus dibagi menjadi lobulus yang berisi glandula mammae yang merupakan

    modifikasi dari kelenjar keringat. Diantara lobulus terdapat jaringan ikat yang disebut

    ligamentum Cooper yang memberi rangka untuk payudara. Tiap lobulus terdiri atas sejumlah

    asinus, atau kelenjar yang berada didalam jaringan ikat longgar dan berhubungan dengan

    duktus intralobularis. Tiap asinus tersusun atas dua tipe sel yaitu epitel dan mioepitel. Sel

    epitel merupakan sel sekresi. Sel epitel dikelilingi oleh sel mioepitel yang mengandung

    protein kontraktil yang mempunyai fungsi mekanik. Glandula mammae mensekresikan susu

    ke duktus mammaria yang bermuara ke duktus laktiferus. Lumen setiap duktus laktiferus

    meluas didekat puting membentuk sinus laktiferus. Puting payudara merupakan proyeksi

    silindris dari payudara yang mengandung jaringan erektil. Puting dikelilingi oleh areola yang

    berbentuk sirkular dan berpigmen. Permukaan areola tampak tidak rata karena terdapat

    kelenjar keringan yang letaknya dekat dengan permukaan.

  • B. Karsinoma Mamae

    Karsinoma mammae merupakan proliferasi malignan dari sel epitel yang melapisi duktus

    atau lobulus payudara, yang dapat disebabkan akibat interaksi dari faktor genetik dan

    lingkungan yang menyebabkan akumulasi progresif dari perubahan genetik dan epigenetik

    dari sel kanker payudara.

    Di dunia, kanker payudara merupakan kanker tersering yang terjadi pada wanita dan

    merupakan penyebab utama kematian pada wanita.

    Pada tahap awal, kanker payudara biasanya tidak menimbulkan gejala. Kanker payudara

    sering kali terdeteksi pertama kali sebagai abnormalitas pada pemeriksaan mamogram

    sebelum timbul keluhan pada pasien. Pendekatan umum untuk evaluasi kanker payudara telah

    diformulasikan sebagai tiga penilaian yaitu: pemeriksaan klinis, pencitraan (mamografi

    dan/atau ultrasonografi) dan biopsi jarum.

    2.1. Etiologi, Faktor Resiko dan Patofisiologi

    Karsinoma invasif tumbuh melalui alterasi molekular pada level selular yang

    menyebabkan terjadinya pertumbuhan dan penyebaran dari sel epitel payudara yang tidak

    terkontrol.

    Berbagai studi epidemiologi telah mengidentifikasi banyak faktor resiko yang

    meningkatkan kemungkinan seorang wanita terkena kanker payudara. Kesamaan dari

    beberapa faktor resiko tersebut adalah efeknya pada kadar dan durasi pajanan terhadap

    estrogen endogen.

    Faktor resiko tersebut antara lain adalah:

    Menarche dini, nuliparitas, menopause lama yang meningkatkan lama pajanan

    terhadap estrogen pada wanita premenopause

    Obesitas dan hormon replacement therapy yang meningkatkan pajanan estrogen pada

    wanita postmenopause. Peningkatan resiko pada wanita obes mungkin disebabkan

    karena konversi lemak menjadi estrogen.

    Pajanan hormonal meningkatkan jumlah target sel potensial dengan menstimulasi

    pertumbuhan payudara selama pubertas, siklus menstruasi dan kehamilan. Pajanan hormonal

    juga merangsang proliferasi sel yang meningkatkan resiko terjadinya kerusakan dna. Setelah

    sel prakanker atau sel kanker hadir, hormon estrogen dapat menstimulasi pertumbuhan

  • mereka, termasuk pertumbuhan normal sel epitel dan sel stroma yang dapat membantu

    pertumbuhan sel kanker.

    Estrogen juga memiliki peranan langsung dalam karsinogenesis. Metabolit dari estrogen

    dapat menyebabkan mutasi dan menghasilkan radikal bebas yang menyebabkan kerusakan

    dna pada sel. Selain itu, varian gen dalam sintesis estrogen dan metabolitnya dapat

    meningkatkan resiko terjadinya kanker payudara. Varian tersebut analog dengan alel

    sitokrom p-450 yang mengganggu metabolisme tamoxifen

    Selain faktor resiko diatas, riwayat keluarga juga merupakan salah satu faktor resiko

    terjadinya kanker payudara. Memiliki hubungan keluarga derajat pertama dengan penderita

    kanker payudara merupakan salah satu resiko terjadinya kanker payudara.

    Resiko terkena kanker payudara meningkat 4x lipat bila memiliki ibu atau saudara

    perempuan dengan kanker payudara.

    Resiko menjadi 5x lipat lebih besar bila memiliki 2 atau lebih keluarga derajat

    pertama dengan kanker payudara.

    Riwayat keluarga dengan kanker ovarium pada keluaga derajat pertama, terutama

    jika terjadi sebelum umur 50 tahun juga meningkatkan resiko terjadinya kanker

    payudara.

    walaupun 20-30% wanita dengan kanker payudara memiliki paling tidak 1 keluarga

    dengan riwayat kanker payudara, hanya 5-10% wanita dengan kanker payudara memiliki

    predisposisi herediter yang teridentifikasi. BRCA1 dan BRCA2 bertanggungjawab terhadap

    3-8% kasus kanker payudara dan 15-20% kasus keluarga.

    Mutasi gen BRCA1 pada kromosom 17 dan BRCA2 pada kromosom 13,

    bertanggungjawab terhadap mayoritas dominan autosomal kanker payudara. Kedua gen

    tersebut diduga merupakan gen tumor supresor yang mempertahankan integritas dna dan

    regulasi transkripsional.

    Mutasi BRCA1, paling sering terjadi pada wanita ashkenazi jewish (8,3%), diikuti oleh

    wanita hispanik (3,5%), wanita berkulit putih non-hispanik (2,2%), wanita kulit hitam (1,3%)

    dan wanita asia (0,5%). Wanita yang memiliki mutasi gen BRCA1 atau BRCA2 memiliki

    resiko dengan estimasi sebesar 50-80% terkena kanker payudara.

    .

  • 2.2. Manifestasi Klinis

    Kebanyakan kanker payudara pada stadium awal tidak menimbulkan gejala, terlebih lagi

    jika ditemukan melalui skrining mamogram. Tumor yang besar dapat bermanifestasi sebagai

    massa yang tidak nyeri. Nyeri bukanlah gejala yang biasa terjadi pada kanker payudara.

    Hanya 5% dari pasien dengan keganasan payudara mengalami rasa nyeri.

    Tanda dan gejala yang mengindikasikan kemungkinan terjadinya kanker payudara antara

    lain adalah:

    Benjolan pada payudara

    Perubahan bentuk dan ukuran payudara

    Perubahan dan retraksi kulit (penebalan, pembengkakan, kemerahan)

    Perubahan dan abnormalitas puting (ulkus, retraksi, discharge)

    Pembesaran kgb pada ketiak

    2.3. Klasifikasi

    Lebih dari 95% dari keganasan payudara merupakan adenokarsinoma yang terbagi

    menjadi karsinoma insitu dan karsinoma invasif. Karsinoma in situ merupakan proliferasi

    neoplastik yang terbatas pada membran basalis duktus dan lobulus, sedangkan karsinoma

    invasif telah menembus membran basalis hingga ke stroma. Pada karsinoma invasif, sel-sel

    ganas berpotensi untuk menginvasi struktur vaskular hingga mencapai nodus limfe regional

    dan menyebar ke tempat lain.

    2.3.1. Karsinoma In Situ

    a. Karsinoma Intraduktus In Situ

    Merupakan 15-30% karsinoma payudara pada populasi yang terskrining dengan baik.

    Hampir setengah keganasan payudara yang terdeteksi dengan mamografi merupakan

    karsinoma intraduktal. Sebagian besar karsinoma intraduktal terdeteksi dengan

    ditemukannya kalsifikasi pada mamografi. Selain itu, juga dapat terlihat fibrosis

    periduktus yang mengelilingi karsinoma intraduktus walaupun jarang terjadi. Terkadang,

    karsinoma intraduktus juga menyebabkan keluarnya discharge dari puting payudara.

    Karsinoma intraduktus terdiri dari populasi sel klonal ganas yang terbatas pada

    membran basalis duktus dan lobulus. Sel-sel mioepitelial tetap ada, walaupun dapat

  • berkurang jumlahnya. Karsinoma intraduktus dapat menyebar melalui duktus dan lobulus

    dan menyebabkan lesi yang ekstensif dan melibatkan seluruh bagian payudara.

    b. Karsinoma Lobular In Situ

    Karsinoma lobular in situ terjadi pada 1-6% karsinoma payudara dan tidak

    menyebabkan kalsifikasi maupun reaksi stroma sehingga tidak terlihat gambaran

    perubahan densitas pada mamografi. Oleh karena itu, karsinoma lobular in situ biasanya

    terdeteksi melalui pemeriksaan biopsi.

    2.3.2. Karsinoma Invasif

    Karsinoma invasif hampir selalu menimbukan massa yang dapat diraba yang terjadi

    akibat metastasis dari kelenjar getah bening aksila pada 50% pasien. Keganasan yang lebih

    besar dapat terfiksasi pada dinding dada atau menyebabkan retraksi kulit payudara. Jika

    keganasan terjadi pada bagian sentral dari payudara, dapat menyebabkan terjadinya retraksi

    puting payudara. Saluran limfatik juga dapat terlibat sehingga dapat menghambat drainase

    dari kulit dan menyebabkan limfeedema dan penebalan dari kulit. Pada kasus tersebut,

    penarikan kulit oleh ligamentum cooper menyebabkan tampilan kulit seperti kulit jeruk.

    Pada wanita yang lebih tua yang menjalani mamografi, karsinoma invasif sering terlihat

    sebagai massa radiodense. Kurang dari 20% pasien mengalami metastasis ke kelenjar getah

    bening.

    Karsinoma inflamasi merupakan istilah untuk tumor yang disertai dengan payudara

    eritem dan bengkak yang disebabkan karena invasi ekstensif dan obstruksi limfatik kulit oleh

    sel tumor. Keganasan yang mendasari biasanya difus infiltratif dan tidak membentuk massa

    yang dapat diraba.

    Terkadang keganasan payudara terlihat sebagai metastasis pada kelenjar getah bening

    aksila maupun metastasis di tempat lain sebelum terdeteksi pada payudara itu sendiri.

    a. Karsinoma Duktus Invasif

    Karsinoma duktus invasif merupakan 70-80% karsinoma invasif

    b. Karsinoma Lobular Invasif

    Biasanya bermanifestasi sebagai massa yang dapat diraba dan perubahan densitas

    pada mamografi dengan batas ireguler. Namun, pada kasus, tumor menginfiltrasi

    jaringan secara difus sehingga sulit terdeteksi dengan palpasi dan hanya menyebabkan

    sedikit perubahan pada pemeriksaan mamografi.

  • c. Karsinoma Medularis

    Merupakan karsinoma yang paling sering terjadi pada wanita berusia sekitar 60 tahun

    dan bermanifestasi sebagai massa berbatas tegas. Karsinoma ini dapat menyerupai lesi

    jinak secara klinis dan radiologis, dan dapat juga bermanifestasi sebagai massa yang

    tumbuh dengan cepat.

    d. Karsinoma Mucinous (Colloid)

    Karsinoma mucinous terjadi pada wanita dengan usia rata-rata 71 tahun dan

    biasanya tumbuh dengan lambat selama bertahun-tahun.

    e. Karsinoma Tubular

    Biasanya terdeteksi sebagai gambaran densitas mamografi yang kecil dan ireguler

    pada wanita berusia 40an.

    f. Karsinoma Invasif Papiler

    Jarang terjadi, hanya sekitar 1% dari seluruh karsinoma invasif

    g. Karsinoma Metaplastik

    Terdiri dari beberapa tipe jarang karsinoma payudara (

  • C. Mammografi

    Mammografi merupakan pemeriksaan radiologis khusus pada payudara menggunakan

    sinar X dosis rendah. Pemeriksaan mamografi pada pasien tanpa gejala disebut dengan

    mamografi skrining, sedangkan pemeriksaan pada pasien dengan tanda dan gejala kanker

    payudara disebut dengan mamografi diagnostik.

    Penggunaan mamografi dalam prosedur diagnostik akan memperoleh nilai ketepatan

    diagnostik sebesar 94%. Bila mamografi dan ultrasonografi dipakai bersama dalam prosedur

    diagnostik, akan meningkatkan nilai ketepatan diagnostik menjadi 97%.

    Mamografi lebih berperan pada payudara yang mempunyai jaringan lemak lebih

    dominan dari jaringan fibroglandular yang biasanya ditemukan pada wanita dewasa diatas 40

    tahun dimana kekerapan kejadian keganasan payudara meningkat pada usia tersebut. Peranan

    mamografi berkurang pada payudara yang memiliki jaringan fibroglandular yang lebih padat

    dimana keadaan biasanya ditemukan pada wanita muda dibawah 30 tahun.

    Pada mamografi dapat dibedakan kepadatan jaringan tumor dengan jaringan sekitarnya,

    hal ini disebabkan karena absorpsi sinar X oleh jaringan tumor akan lebih banyak daripada

    jaringan sekitarnya.

    3.1. Indikasi Pemeriksaan Mamografi

    Indikasi pemeriksaan skrining mamografi antara lain adalah:

    Mencari tanda keganasan yang tersembunyi pada pasien wanita asimptomatis berusia

    50 tahun atau lebih,

    Mencari tanda keganasan pada pasien wanita asimtomatis berusia 35 tahun atau lebih

    yang memiliki resiko tinggi terkena kanker payudara yaitu:

    o Pasien dengan keluarga derajat pertama terdiagnosa kanker payudara

    premenopause

    o Pasien dengan faktor resiko histologis yang ditemukan saat prosedur

    pembedahan seperti hyperplasia ductus atipikal.

    Sedangkan indikasi pemeriksaan diagnostik mamografi adalah:

    Terdapatnya benjolan pada payudara atau tanda dan gejala keganasan seperti kulit

    payudara berkerut, retraksi puting, dan keluarnya discharge dari payudara

  • Hasil pemeriksaan skrining mamografi yang abnormal

    Pasien dengan riwayat resiko tinggi untuk keganasan payudara

    Pembesaran kelenjar aksiler yang meragukan

    Adanya metastasis tanpa diketahui asal tumor primer

    3.2. Tehnik Pembuatan Mamografi

    Pemeriksaan standar untuk wanita baik diagnostik mamografi maupun skrining

    mamografi terdiri dari proyeksi medio-lateral (MLO) dan kranio-kaudal (CC) untuk setiap

    payudara.

    Gambar 3.2.1. A) Proyeksi Kraniokaudal B) Proyeksi Mediolateral

    Pada proyeksi CC standar, sinar X-ray diarahkan dari atas ke inferior. Posisi ini dicapai

    dengan menarik payudara ke atas dan ke depan menjauh dari dinding dada, dengan kompresi

    diterapkan dari atas. Kompresi yang dilakukan pada pemeriksaan mamografi memberikan

    imobilisasi payudara selama eksposure dan dispersi dari bayangan jaringan payudara,

    sehingga memungkinkan pemisahan visual yang lebih baik dari struktur payudara. Pada

    proyeksi CC hampir semua bagian payudara tercakup kecuali bagian lateralnya. Proyeksi CC

    dengan posisi yang baik menunjukkan bagian subareolar, medial dan lateral dari payudara.

    Otot pektoralis mayor terletak di tengah film CC pada sekitar 30% dari individu.

    Pada proyeksi MLO, sinar X-ray diarahkan dari superomedial ke inferolateral, pada

    sudut 30-60o, dengan kompresi yang diterapkan miring di dinding dada, tegak lurus dengan

    A B

  • sumbu panjang dari otot pektoralis mayor. Proyeksi MLO sangat penting karena merupakan

    satu-satunya proyeksi yang dapat menunjukkan gambaran seluruh jaringan payudara.

    Proyeksi MLO dengan posisi yang adekuat menunjukkan profil puting susu, permukaan

    anterior otot pektoralis terlihat sejajar sampai puting, lipatan kulit inframmary harus terlihat,

    payudara harus terangkat dengan baik dan terkompresi dengan baik sehingga jaringan

    payudara tersebar dengan rata diantara piringan kompresi dan film.

    Gambar 3.2.2 Posisi Adekuat untuk Proyeksi Mediolateral

    Gambar 3.2.3. Gambaran Normal Mamografi Proyeksi A) Kraniokaudal B) Mediolateral

    a. Profil puting

    b. Otot pektoralis mayor terlihat

    sejajar sampai puting

    c. Lipatan inframamary terlihat

    d. Jaringan glandular terlihat

    terkompresi dengan rata

    A B

  • Untuk menampilkan jaringan pada bagian posterolateral payudara, dibutuhkan proyeksi

    kraniokaudal tambahan dengan merotasi pasien kearah medial sehingga bagian lateral

    payudara dan axillary tail dapat terlihat. Sebaliknya, jika ingin menampilkan jaringan pada

    bagian posteromedial, dibutuhkan proyeksi kraniokaudal tambahan dengan merotasi pasien

    ke arah lateral.

    Proyeksi dengan pembesaran (magnifikasi) paling sering dilakukan untuk memeriksa

    area mikrokalsifikasi dalam payudara, untuk menentukan ciri dan menetapkan luas dari

    kalsifikasi tersebut. Proyeksi dengan magnifikasi biasanya dilakukan dalam proyeksi

    kraniokaudal dan lateral.

    Proyeksi dengan kompresi lokal diperoleh dengan menggunakan alat kompresi kecil dan

    dapat digunakan bersamaan dengan magnifikasi. Proyeksi ini digunakan untuk membedakan

    lesi nyata dari superimposisi jringan normal dan untuk menentukan batas dari massa.

    Gambar 3.2.4 Proyeksi dengan kompresi lokal

    3.3. Pembacaan Mamogram

    Mammogram harus dilihat dalam kondisi pencahayaan yang optimal. Film-film harus

    diperiksa apakah identifikasi label benar dan kualitas radiografi. Pola parenkim keseluruhan

    payudara dinilai. Standar gambaran proyeksi MLO dan CC dipelajari dengan tepat pada film

    payudara kiri dan kanan secara bolak-balik sehingga simetri dari jaringan payudara dapat

    diperiksa. Pencarian sistematis untuk tanda-tanda mammografi abnormal dibuat dan tanda-

    tanda abnormal apapun harus dianalisis untuk memutuskan perlunya pemeriksaan lainnya.

    Evaluasi dari gambaran mamogram harus terdiri dari tepi, bentuk, densitas, lokasi dan

    jumlah massa. Yang paling penting dari penilaian ini adalah tepi. Proyeksi magnifikasi dapat

  • digunakan untuk mengoptimalkan evaluasi dari margin suatu lesi. Ada 5 kategori dari

    gambaran tepi suatu masa yaitu:

    Berbatas tegas atau sirkumsrip (biasanya lesi jinak)

    Mikrolobular

    Batas kabur (biasanya dikarenakan terhalang jaringan payudara yang berdekatan)

    Batas tidak jelas (kemungkinan infiltrat)

    Berspikula (biasanya suatu keganasan)

    Bentuk dari lesi bermacam-macam, mulai dari bulat, oval hingga ireguler atau terjadi

    distorsi arsitektural. Densitas dari suatu massa juga dapat membedakan lesi jinak maupun

    ganas. Biasanya jika suatu massa berdensitas rendah, menunjukkan bahwa massa tersebut

    mengandung lemak, dan cendrung jinak (kista atau hamartoma), walaupun kemungkinan dari

    terjadinya liposarcoma yang sangat jarang terjadi harus dipikirkan. Namun, tanda-tanda ini

    tidak begitu berarti pada wanita dengan payudara yang besar yang memiliki massa sangat

    kecil, yang dapat terlihat sebagai massa berdensitas rendah padahal merupakan suatu

    keganasan.

    Lesi pada kulit dan kista sebaseosa terletak pada jaringan subkutan. Kelenjar getah

    bening payudara biasanya terletak di upper outer quadrant namun dapat juga terletak di lokasi

    lain walaupun sangat jarang. Kecurigaan harus diberikan pada massa yang terletak dibagian

    medial, karna bagian payudara ini memiki jaringan lemak yg lebih banyak, sehingga suatu

    area densitas pada bagian ini bukanlah suatu jaringan fibroglandular dan harus dicurigai

    sebagai suatu keganasan. Jumlah lesi yang multiple biasanya menunjukkan massa yang jinak

    (kista, fibroadenoma). Namun, karsinoma multifokal juga dapat terjadi dan suatu metastasis

    juga harus dipikirkan.

  • 3.4. Gambaran Normal Mamogram

    3.4.1. Parenkim

    Jaringan fibroglandular payudara terlihat sebagai gambaran opak tidak jelas dengan

    densitas medium dan ukuran bervariasi (>1mm). Densitas jaringan fibroglandular pada

    mammogram sangat bervariasi. Pada wanita muda biasanya jaringan fibroglanduler sangat

    padat, sedangkan dengan bertambahnya umur maka parenkim akan lebih banyak

    mengandung jaringan lemak.

    Gambar 3.4.1. Parenkim Payudara A) Dominasi jaringan lemak B) Dominasi jaringan

    fibroglandular

    Pada tahun 1976, Wolfe mengajukan pola parenkim mamogram sebagai indikator resiko

    kanker payudara. Klasifikasi gambaran mamografi payudara menurut Wolfe terbagi menjadi

    empat pola yaitu:

    N1 pola mengacu pada payudara dengan jaringan lemak berproporsi tinggi, sedikit

    peningkatan densitas dan tidak tampak bayangan duktus.

    DY pola mengacu pada jaringan payudara yang sangat padat, dengan jaringan

    kelenjar yang lebih dominan dan disebut dengan dysplastic breast

    P1 mengacu pada payudara didominasi jaringan lemak dengan jaringan kelenjar

    terlihat di bagian anterior >25% volume payudara.

    P2 mengacu pada payudara dengan pola jaringan kelenjar lebih dominan terlihat

    >25% volume payudara

    Resiko terkena kanker payudara berhubungan dengan pola wolfe ditemukan rendah pada

    pola NI dan P1 dan tinggi pada pola P2 dan DY.

    A B

  • Tabar (1997) mengklasifikasikan gambaran mamogram menjadi 5 pola berdasarkan

    proporsi dari densitas nodular, linear, jaringan fibroglandular dan jaringan lemak, yaitu:

    I : Proporsi seimbang dari seluruh komponen payudara dengan sedikit predominasi

    dari jaringan fibroglandular.

    II : Predominasi dari jaringan lemak

    III : Predominasi dari jaringan lemak dengan jaringan fibroglandular residual

    retroareolar

    IV : Predominasi densitas nodular

    V : Predominasi jaringan fibroglandular

    Gambar 3.4.2. Pola I-V berdasarkan klasifikasi Tabar

    Pola I, II, III dianggap sebagai resiko rendah keganasan payudara sedangkan pola IV dan

    V dianggap sebagai resiko tinggi terjadinya keganasan payudara

    3.4.2. Jaringan Ikat

    Struktur trabekular yang merupakan kondensasi dari jaringan ikat, terlihat sebagai linea

    opasitas tipis (< 1 mm) dengan densitas medium hingga tinggi. Ligamentum Cooper

    merupakan jaringan penyokong payudara yang memberikan karakteristik bentuk pada

    payudara, terlihat sebagai garis berlekuk di sekitar lobulus lemak sepanjang permukaan kulit

    parenkim di setiap payudara.

    3.4.3. Lemak

    Payudara disusun oleh lemak dalam jumlah yang besar, yang terlihat sebagai gambaran

    lusen pada mamogram. Lemak terdistribusi pada lapisan subkutan, diantara jaringan

    parenkim, dan di lapisan retromammary disebelah anterior otot pektoralis.

  • 3.4.4. Nodus Limfe

    Nodus limfe ditemukan di aksila dan terkadang di payudara.

    3.4.5. Vena

    Vena terlihat melintasi payudara sebagai opasitas linear uniform, dengan diameter sekitar

    1-5 mm

    3.4.6. Arteri

    Arteri terlihat sebagai densitas linear uniform yang tipis dan terlihat paling baik jika

    terjadi kalsifikasi seperti pada pasien dengan atherosklerosis, diabetes atau penyakit ginjal.

    Gambar 3.4.3. Gambaran Normal Proyeksi Mediolateral dan Sketsa Proyeksi Mediolateral

    3.5. Gambaran Patologi Payudara

    3.5.1. Kelainan Jinak Payudara

    Massa jinak di payudara biasanya berbentuk bulat, oval, atau berlobus dan berbatas

    tegas, kecuali bila terjadi superposisi dengan jaringan fibroglanduler di sekitarnya. Gambaran

    halo sign yang merupakan garis tipis radiolusens di sekitar massa sering dikaitkan dengan

    lesi jinak. Gambaran lemak dalam massa juga menunjukkan lesi jinak. Kalsifikasi pada lesi

    jinak ukurannya relatif besar dengan bentuk kurviliner, popcorn atau eggshell, dan jarang

    berupa mikrokalsifikasi.

  • Kalsifikasi Eggshell

    a. Kista

    Kista merupakan massa berbatas tegas tersering yang teridentifikasi pada mamografi.

    Kista tumbuh pada duktus lobularis terminal dan paling sering terjadi pada wanita usia

    30-50 tahun. Pada mamografi kista terlihat sebagai gambaran lesi dengan batas yang

    tegas (terkadang disertai halo) berdensitas rendah, berdiameter 1-3 cm dan terkadang

    multiple dan bilateral. Kalsifikasi dapat terjadi pada dinding kista. Diagnosis kista dapat

    dikonfirmasi dengan ultrasound yang dapat membedakan kista dari lesi padat.

    Gambar 3.5.1 Gambaran kista pada mamografi

  • b. Fibroadenoma

    Fibroadenoma merupakan massa padat payudara yang paling sering di evaluasi pada

    pemeriksaan pencitraan payudara. Fibroadenoma biasanya tunggal namun dapat juga

    multiple dan biasanya terjadi pada wanita muda dengan insidens puncak pada usia 30-an.

    Pada pemeriksaan mamografi, fibroadenoma terlihat sebagai massa berbatas tegas

    dengan ukuran yang beragam. Dengan pertambahan usia, fibroadenoma dapat

    mengalami kalsifikasi sehingga terlihat area kalsifikasi tebal dan kasar pada mamografi.

    Namun, fibroadenoma juga dapat menunjukkan kalsifikasi halus dengan gambaran

    pleomorfism yang dapat meningkatkkan kecurigaan pada keganasan.

    Gambar 3.5.2. Fibroadenoma Dengan Kalsifikasi Ireguler dan Kasar

    c. Tumor jinak

    Tumor jinak terdiri dari papilloma intraduktus dan tumor phyllodes. Papilloma soliter

    biasanya terjadi pada bagian retroareolar pada payudara dan dapat membentuk kalsifikasi

    seperti mulberi. Lesi ini berbeda dengan palpiloma multipel yang terjadi di bagian perifer

    payudara. papilloma soliter biasanya tidak memiliki potensi keganasan, sebaliknya

    papilloma multiple memiliki potensi untuk menjadi keganasan. Tumor phyllodes

    bervariasi dari jinak hingga ganas dan biasanya ditemukan pada dekade ke 5 dan 6. Pada

    pemeriksaan mamografi, papilloma dan phyllodes tumor terlihat sebagai massa bulat

    atau multilobular.

  • Gambar 3.5.3. Gambaran tumor phyllodes, massa berbatas tegas dan mulilobular A. Proyeksi

    MLO B. Proyeksi CC

    d. Lipoma dan Hamartoma

    Lipoma dan hamartoma (lipofibroadenoma) merupakan lesi yang mengandung

    lemak yang pada mammografi terlihat sebagai gambaran massa lusen (lipoma) dan

    massa dengan campuran radiolusen-radiodens dan tepi lusen (hamartoma). Hamartoma

    dapat mencapai diamester hingga 10 cm.

    Gambar 3.5.4. Gambaran massa lusen pada lipoma

  • 3.5.2. Kelainan Ganas Payudara

    Tanda keganasan pada mamogram dibagi menjadi 2 yaitu tanda primer dan tanda

    sekunder. Tanda primer meliputi adanya massa dan kalsifikasi, sedangkan tanda sekunder

    berupa penebalan dan retraksi kulit, areola, dan puting, perubahan arsitektur payudara,

    gambaran duktus yang abnormal, perningkatan vaskularisasi dan limfadenopati.

    3.5.2.1. Tanda Primer

    a. Massa

    Gambaran massa pada karsinoma payudara sangat bervariasi, cenderung berdensitas

    tinggi dan biasanya di klasifikasikan dalam 3 kategori yaitu:

    Stellata

    Lesi stellata berhubungan dengan proliferasi jaringan fibrosa/jaringan ikat, bersifat

    infiltratif dan disertai tanda sekunder berupa penebalan kulit, retraksi dan distorsi struktur

    payudara dan kalsifikasi. Lesi stellata terdiri atas masa tumor jaringan lunak di sentral dan

    spikula pada permukaan yang menyebar ke sekitarnya. Bagian sentral massa terlihat

    radioopak tanpa disertai bagian-bagian yang lusens sedangkan spikulanya tipis, radioopak

    dan menyebar ke segala arah terutama puting susu. Semakin besar tumor, akar spikula

    akan semakin panjang disertai dengan kalsifikasi yang kasar.

    Gambar 3.5.5 Gambaran massa berspikula pada karsinoma duktus infiltratif

  • Nodular

    Massa nodular atau Knobby lebih bersifat seluler, tumbuh sangat cepat dan biasanya

    berbentuk massa kecil-kecil yang saling tumpang tindih sehingga membentuk lesi yang

    padat dengan gambaran radioopak dengan batas tak tegas. Lesi ini dapat membentuk

    gambaran spikula disertai penebalan dan retraksi kulit, juga dapat disertai kalisifikasi

    yang bersifat malignan.

    Berbatas tegas

    Lesi radiopak berbatas tegas dapat berbentuk bulat, oval, atau berlobus-lobus dengan

    batas tegas sebagian atau seluruhnya, kadang-kadang disertai halo sign. Halo sign

    merupakan tanda patognoomonik untuk lesi jinak tetapi beberapa lesi ganas seperti

    karsinoma papiler, meduler dan mucinous, sarkoma, limfoma, leukimia, mieloma,

    metastasis juga sering disertai halo sign.

  • b. Kalsifikasi

    Mikrokalsifikasi dengan berbagai bentuk (pleomorfik) dan berkelompok dengan atau

    tanpa suatu massa merupakan tanda mamografi primer dari kanker payudara. Gambaran

    kalsifikasi terlihat pada lebih dari setengah kanker payudara. Sekitar 1/3 dari kanker

    payudara hanya bermanifestasi dengan gambaran kalsifikasi saja tanpa disertai dengan

    massa. Tanda kalsifikasi malignan sangat bervariasi baik distribusi ukuran, bentuk,

    densitas maupun jumlahnya. Bentuk kalsifikasi cendrung berkelompok, dengan jumlah

    dalam satu kelompok sangat bervariasi, dapat tunggal maupun multiple. Letaknya dapat

    didalam maupun di dekat massa dengan distribusi yang acak dan kadang-kadang sesuai

    dengan gambaran duktus mammaria.

    Ukuran kalsifikasi ganas biasanya lebih kecil dari kalsifikasi jinak dengan ukuran

    sekitar 0,08 5 mm dan rata-rata ukuran < 0,2 mm. Bentuk kalsifikasi pada keganasan

    dapat linier, bercabang-cabang, bulat, bersudut, atau granuler dengan batas kontur yang

    ireguler dan densitasnya lebih rendah dari kalsifikasi jinak.

    Kalsifikasi pada keganasan disebabkan karena abnormalitas dari jaringan. Kalsifikasi

    dapat terjadi pada debris tumor yang telah mengalami nekrosis, dan bisa juga terjadi akibat

    cairan sekresi yang mengalami stagnansi karena terjebak diantara sel-sel kanker.

    Bentuk-bentuk mikrokalsifikasi

  • Kalsifikasi linear

    Mikrokalsifikasi Malignan Pleomorfik

  • 3.4.2.2. Tanda Sekunder

    Timbulnya tanda sekunder pada keganasan payudara disebabkan karena adanya

    perubahan dalam struktur payudara karena massa tumor. tanda sekunder tersebut antara lain:

    a. Penebalan dan retraksi kulit

    Retraksi kulit disebabkan oleh fibrosis dan pemendekkan ligamentum Cooper.

    Ketebalan kulit payudara normal bervariasi antara 1,5-3 mm dan simetris bilateral dengan

    bagian inframamaria biasanya lebih tebal. Penebalan kulit yang terlokalisasi biasanya

    terletak dekat tumor dan menunjukkan fase lanjut dari keganasan.

    b. Penebalan dan retraksi areola dan puting

    Retraksi puting unilateral yang terjadi secara akut harus dicurigai sebagai keganasan.

    Retraksi ini disebabkan oleh perubahan dan pemendekkan duktus retroareolar sebagai

    akibat kanker retroareolar.

    c. Perubahan arsitektur payudara / distorsi struktur

    Distorsi struktur parenkim disebabkan karena peningkatan jaringan kolagen, periduktal

    dan sarkoma sehingga menyebabkan perubahan abnormal ligamentum coope dan duktus

    mammaria. Pada payudara yang sangat padat seringkali distorsi struktur parenkim yang

    merupakan satu-satunya kelainan yang ditemukan dan harus tampak pada dua proyeksi

    yang berbeda.

    d. Gambaran duktus abnormal

  • Keganasan menyebabkan pemendekkan, distorsi dan dilatasi duktus mamaria dengan

    gambaran sebagian duktus-duktus yang menonjol dan berkelok-kelok atau pelebaran

    tunggal dari duktus.

    e. Peningkatan vaskularisasi

    Terjadi peningkatan vaskularisasi baik dari segi ukuran maupun jumlah vena (1,5 kali

    vena normal)

    f. Limfadenopati

    Peningkatan jumlah, densitas, dan ukuran kelenjar limfe aksilar menunjukkan adanya

    karsinoma metastasis. Kelenjar limfa abnormal biasanya ovoid, dan tidak ada bayangan

    lemaknya.