Upload
ramadhyan-sulistyo
View
98
Download
19
Embed Size (px)
PRESENTASI KASUS
PSORIASIS VULGARIS
Disusun Oleh :
Apriyerti
FK UPN “VETERAN” JAKARTA
1110221068
Moderator:
dr. Silvia Veronica , SpKK
Periode: 24 November 2012 – 29 Desember 2012
Dipresentasikan tanggal 10 Desember 2012
KEPANITERAAN DEPARTEMEN KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO
JAKARTA 2012
1
BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. K
Umur : 47 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : TNI AD
Alamat : Kp. Curug Deding RT 03 RW 03, Bogor
Suku : Jawa
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : 04 Desember 2012
II. ANAMNESA
Autoanamnesa, pada tanggal 04 Desember 2012, jam 10.00 WIB.
Keluhan Utama :
Bercak-bercak kemerahan yang bersisik kasar pada tangan kanan dan kiri, punggung,
dada, perut, wajah, kepala, dan kaki kanan dan kiri
Keluhan Tambahan :
gatal
Riwayat Perjalanan Penyakit :
Sejak lima tahun yang lalu pasien pernah menderita penyakit berupa bercak-bercak
kemerahan di tangan kanan dan kiri. Diatas bercak terdapat sisik yang berwarna putih.
Bercak tersebut dirasakan gatal dan rasa gatal berkurang apabila digaruk. Bercak
kemerahan tersebut teraba kasar dan semakin lama semakin menebal. pasien kemudian
mendapatkan pengobatan berupa salep racikan dari dokter selama 5 bulan didapatkan
perbaikan.
Kemudian satu tahun yang lalu timbul bercak-bercak kemerahan di seluruh tubuh,
awalnya sedikit kemudian bertambah luas. Terdapat sisik yang berwarna putih diatas
bercak tersebut.
Pada tanggal 15 november pasien mengalami keluhan yang sama yaitu berupa
bercak-bercak kemerahan di tangan kanan dan kiri, punggung, dada, perut, wajah,
kepala dan kedua kaki. Diatas bercak terdapat sisik yang berwarna putih. Bercak
tersebut dirasakan gatal dan berkurang apabila pasien menggaruknya. Bercak teraba
kasar dan semakin lama semakin menebal. Keluhan dirasakan hilang apabila pasien
2
minum obat dan kembali timbul apabila pasien mengalami stress. Dimana sekarang
pasien lagi ada masalah yaitu masalah biaya anaknya yang sedang kuliah.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Tidak ada.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada.
III. STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital : TD : 120/80 mmHg
Nadi : 80x/menit
RR : 20x/menit
Suhu: Afebris
Kepala : Normochepali
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Faring : Tidak hiperemis
Tonsil : T1-T1 tenang
Thorak : Hemitorak kanan dan kiri simetris saat statis dan dinamis
Jantung : BJ I-II reguler, gallop (-), murmur (-)
Paru : SD vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Datar, supel, nyeri tekan tidak ada
Hepar dan lien tidak teraba
Ektremitas : Akral hangat, edema tidak ada
KGB : Tidak terdapat pembesaran KGB
IV. STATUS DERMATOLOGIS
Lokasi : Ektensor Ekstremitas superior dextra et sinistra
Efluoresensi : Tampak bercak eritema yang tersebar merata dengan ukuran
bervariasi mulai dari lentikular hingga numularis berbatas tegas
yang disertai dengan skuama berlapis- lapis, kasar dan berwarna
putih di atasnya.
3
4
Lokasi : Trunkus anterior dan posterior
Efluoresensi : Tampak plak eritematosa mulitple dengan ukuran bervariasi mulai
dari numularis hingga plakat, berbatas tegas, yang disertai dengan
skuama berlapis- lapis, kasar dan berwarna putih di atasnya.
5
6
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Fenomena Tetesan Lilin ( hasil positif )
- Tes Auspitz ( hasil positif )
VI. RESUME
Pasien Tn. K, umur 47 tahun dengan keluhan bercak-bercak kemerahan yang
bersisik kasar pada tangan kanan dan kiri, punggung, dada, perut, wajah, kepala, dan
kaki kanan dan kiri. Status dermatologi pada ektensor ektremitas superior dextra et
sinistra tampak bercak eritema yang tersebar merata dengan ukuran bervariasi mulai
dari lentikular hingga numularis yang disertai dengan skuama berlapis- lapis, kasar dan
berwarna putih di atasnya dan di trunkus tampak plak eritematosa mulitple dengan
ukuran bervariasi mulai dari numularis hingga plakat, berbatas tegas, yang disertai
dengan skuama berlapis- lapis, kasar dan berwarna putih di atasnya.
VII. DIAGNOSIS KERJA
Psoriasis Vulgaris
7
VIII. DIAGOSIS BANDING
Tidak ada
IX. PEMERIKSAAN ANJURAN
- Histopatologi
X. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa
Hindari faktor pencetus ( stress emosional )..
Menjaga kebersihan diri pribadi.
Hindari kebiasaan untuk menggaruk-garuk di tempat lesi.
Medikamentosa
Obat sistemik :
Loratadine 1 x 10 mg (jika gatal)
Obat topikal :
R/ Acidum salicycum 5 %
Dexametason cream 50 gr
Vaselin album ad 100 gr
m.f da in pot
S. ue
XI. PROGNOSIS
• Quo ad vitam : Bonam
• Quo ad fungsionam : Bonam
• Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
BAB II
8
TINJAUAN PUSTAKA
PSORIASIS VULGARIS
II. 1 Definisi
Psoriasis ialah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan residif,
ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema bebatas tegas dengan skuama yang
kasar, berlapis-lapis, dan transparan; disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan
Köbner.1
II. 2 Sinonim
Psoriasis juga disebut psoriasis vulgaris berarti psoriasis yang biasa, karena ada
psoriasis lain, misalnya psoriasis pustulosa.1
II. 3 Epidemiologi
Kasus Psoriasis makin sering dijumpai. Insiden pada kulit orang putih lebih tinggi
daripada penduduk kulit berwarna. Meskipun penyakit ini tidak menyebabkan
kematian tetapi menyebabkan gangguan kosmetik terlebih mengingat bahwa
perjalanannya menahun dan residif. Penyakit ini bisa terjadi pada siapa saja. Insidens
pada orang kulit putih lebih tinggi daripada penduduk kulit berwarna. Di Eropa
dilaporkan sebanyak 3-7%, di Amerika Serikat 1-2%, sedangkan di Jepang 0,6%.
Pada bangsa kulit hitam, misalnya di Afrika, jarang dilaporkan, begitu pula dengan
bangsa Indian di Amerika. Insiden pada pria agak lebih banyak daripada wanita.
Psoriasis terdapat pada semua usia tetapi umumnya pada orang dewasa.1,2
II.4 Etiologi
Penyebab Psoriasis yang pasti belum diketahui. Ada beberapa faktor predisposisi
dan pencetus yang dapat menimbulkan penyakit ini.3
Faktor-faktor predisposisi:3
1. Faktor genetik. Bila orang tuanya tidak menderita psoriasis, risiko mendapat
psoriasis 12%, sedangkan jika salah seorang orangtuanya menderita psoriasis,
risikonya mencapai 34-39%. Berdasarkan awitan penyakit dikenal 2 tipe:
Psoriasis tipe I dengan awitan dini bersifat familial, Psoriasis tipe II dengan
awitan lambat bersifat non-familial. Hal lain yang menyokong adanya factor
genetik ialah bahwa psoriasis berkaitan dengan HLA. Psoriasis tipe I
berhubungan dengan HLA-B13, B17, Bw57, dan Cw6. Psoriasis tipe II berkaitan
dengan HLA-B27 dan Cw2.1
2. Faktor imunologik. Defek genetik diekspresikan pada salah satu dari 3 jenis sel,
yakni limfosit T, sel penyaji antigen (dermal), atau keratinosit. Keratinosit
9
psoriasis membutuhkan stimuli untuk aktivasinya. Lesi psoriasis matang
umumnya penuh dengan sebukan limfosit T pada dermis yang terutama terdiri
atas limfosit T CD4 dengan sedikit sebukan limfositik dalam epidermis,
sedangkan pada lesi baru umumnya lebih banyak didominasi oleh limfosit T
CD8. Pada lesi psoriasis terdapat sekitar 17 sitokin yang produksinya bertambah.
Sel Langerhans juga berperan pada imunopatogenesis psoriasis. Terjadinya
proliferasi epidermis diawali dengan adanya pergerakan antigen, baik eksogen
maupun endogen oleh sel Langerhans. Pada psoriasis, pembentukan epidermis
(turn over time) lebih cepat, hanya 3-4 hari, sedangkan pada kulit normal lamanya
27 hari.1
3. Faktor psikis, seperti stress dan gangguan emosi. Penelitian menyebutkan bahwa
68% penderita psoriasis menyatakan stress, dan kegelisahan menyebabkan
penyakitnya lebih berat dan hebat.
4. Infeksi fokal. Infeksi menahun di daerah hidung dan telinga, tuberkulosis paru,
dermatomikosis, arthritis, dan radang menahun ginjal.
5. Penyakit Metabolik, seperti diabetes mellitus yang laten.
6. Gangguan pencernaan.
7. Faktor cuaca. Beberapa kasus menunjukkan tendensi untuk menyembuh pada
musim panas, sedangkan pada musim penghujan akan kambuh dan lebih hebat.
Faktor-faktor pencetus:3
1. Faktor trauma. Gesekan dan tekanan pada kulit sering dapat menimulkan lesi
psoriasis pada tempat traumam dan ini disebut fenomena Köbner.
2. Faktor infeksi. Infeksi streptokokus di faring dapat menjadi factor pencetus pada
penderita psoriasis. Pada bentuk psoriasis ini, sebaiknya dilakukan apusan
tenggorokan untuk mencari infeksi fokal.
3. Obat-obatan. Kortikosteroid merupakan obat bermata dua. Pada permulaan,
kortikosteroid dapat menyembuhkan psoriasis, tetapi apabila obat ini dihentikan
penyakit ini akan kambuh kembali, bahkan lebih berat daripada sebelumnya
menjadi psoriasis pustulosa atau generalisata. Obat-obat lain seperti antimalaria
(klorokuin) dan obat antihipertensi betabloker dapat memperberat penyakit
psoriasis.
4. Sinar UV dapat menghambat pertumbuhan sel-sel epidermis, tetapi bila penderita
sensitive terhadap sinat matahari, malahan penyakit psoriasis akan bertambah
hebat karena reaksi isomorfik.
10
5. Stres psikologik.
6. Kehamilan. Kadang-kadang wanita yang menderita psoriasis dapat sembuh saat
hamil, tetapi akan kambuh kembali sesudah bayinya lahir, dan penyakit ini akan
kebal terhadapt pengobatan selama beberapa bulan.
II. 5 Cara Penularan
Penyakit ini tidak dapat ditularkan secara langsung melainkan dapat diturunkan
karena merupakan penyakit autoimun sehingga faktor genetik, imunologi, dan
beberapa faktor pencetus ( stres psikis, obat, gangguan metabolik, dll ) sangat
berperan.2,4
II.6 Patogenesis
Psoriasis merupakan penyakit multifaktorial yang disebabkan aktivitas berbagai
gen yang berinteraksi dengan lingkungan, berhubungan kuat dengan alel HLA-CW-6 .
The Human Genom Project akan membantu mengidentifikasi major
histocompatibility Complex ( MHC ) dan gen non MHC yang terlibat pada psoriasis.
Patogenesis psoriasis tetap tidak diketahui tetapi beberapa penulis percaya bahwa
penyakit ini merupakan autoimun murni dan sel T mediated. Beberapa penemuan
mendukung autoimun ini seperti histokompatibiliti kompleks mayor ( MHC ) antigen,
akumulasi sel T terutama memori, serta adanya lapisan anti korneum dan anti
keratinosit antibodi nukleus. Beragam data yang diperoleh akhir-akhir ini pada
penyelidikan psoriasis menekankan bahwa terdapat aktivitas infiltrasi sel-sel CD4
pada lesi-lesi kulit. Lesi psoriasis lama umumnya penuh dengan sebukan limfosit T
pada dermis yang terutama terdiri atas limfosit T CD4 dengan sedikit sebukan
limfositik dalam epidermis.5
Pada psoriasis terdapat sekitar 17 sitokin yang produksinya bertambah. Sel
langerhans juga berperan pada imunopatogenesis. Terjadinya proliferasi epidermis
diawali dengan adanya pergerakan antigen, baik eksogen maupun endogen oleh sel
Langerhans. Beberapa sitokin dan reseptornya memperlihatkan peningkatan level
pada epidermis psoriasis.5
Perubahan-perubahan biokimia yang ditemukan pada psoriasis meliputi :
Konsentrasi lipid yang tinggi dan peningkatan level enzim protein nuklear pada
glikolitik pathway yang menyebabkan turn over sel meningkat. Perhatian yang
sungguh-sungguh difokuskan pada level siklik nukleotida terutama AMP siklik
(cAMP) yang mengontrol epidermopoesis. Juga dilaporkan terjadinya kenaikan yang
menyolok dari level siklik GMP ( cGMP ) dalam epidermis.5
11
Walaupun demikian peningkatan cGMP yang menyebabkan peningkatan
kecepatan proliferasi seluler tidak diketahui hingga saat ini. cAMP epidermis sangat
menurun selanjutnya asam arakidonik meningkat dalam epidermis. Perubahan
morfologik dan keruskan sel epidermis akan menimbulkan akumulasi sel monosit dan
limfosit pada puncak papil dermis dan di dalam stratum basalis sehingga
menyebabkan pembesaran dan pemanjangan papil dermis. Sel epidermodermal
bertambah luas, lipatan di lapisan bawah stratum spinosum bertambah banyak.5
II.7 Gejala Klinis
Pada penderita Psoriasis keadaan umum tidak dipengaruhi, kecuali pada Psoriasis
yang menjadi Eritroderma. Sebagian penderita mengeluh gatal ringan. Tempat
predileksinya pada skalp, perbatasan daerah tersebut dengan muka, ekstremitas bagian
ekstensor terutama siku serta lutut, dan daerah lumbosakral. Kelainan kulit terdiri atas
bercak-bercak eritema yang meninggi ( plak ) dengan skuama diatasnya. Eritema
sirkumskrip dan merata, tetapi pada stadium penyembuhan sering eritema yang di
tengah menghilang dan hanya terdapat di pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar dan
berwarna putih seperti mika, serta transparan. Besar kelainan bervariasi, dari
lentikuler, numuler atau plakat, dapat berkonfluensi. 1.2,5,6
Pada Psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin ( Kaarsvlek phenomena ), Auspitz,
dan Kobner ( isomorfik ). Kedua fenomena yang disebut lebih dahulu dianggap khas,
sedangkan yang terakhir tidak khas, hanya kira-kira 47% yang positif dan didapati
pula pada penyakit lain, misalnya Liken Planus dan Veruka Plana Juvenilis. Pada
fenomena tetesan lilin ialah skuama dikerok, maka akan timbul garis-garis putih pada
goresan seperti lilin yang digores, disebabkan oleh berubahnya indeks bias.
Sedangkan fenomena Auspitz tampak serum atau darah berbintik-bintik yang
disebabkan oleh papilomatosis yaitu dengan dikerok terus secara hati-hati sampai ke
dasar skuama. Trauma pada kulit penderita Psoriasis misalnya garukan, dapat
menyebabkan kelainan Psoriasis dan disebut fenomena Kobner yang timbul kira-kira
setelah 3 minggu.2,5,6
12
Gambar Tempat predileksi psoriasis
Bentuk Klinis 1,3
1. Psoriasis vulgaris
Bentuk ini lazim terdapat, karena itu disebut vulgaris, dinamakan pula tipe plak
karena lesi-lesinya umumnya berbentuk plak.
2. Psoriasis Gutata
Diameter kelainan biasanya tidak melebihi 1 cm. Timbulnya mendadak dan
diseminata, umumnya setelah infeksi Streptococcus di saluran napas bagian atas
sehabis influenza atau morbili, terutama pada anak dan dewasa muda. Dapat juga
timbul setelah infeksi lain.
3. Psoriasis pustulosa
Kadang-kadang di atas makula eritem psoriasis dapat timbul pustula-pustula kecil
dengan ukuran 1-2 mm. Penyebabnya tidak jelas.2 Terdapat dua bentuk:
a) Psoriasis pustulosa palmoplantar (Barber).
Jenis ini adalah bentuk lokalisata. Bentuk ini biasanya menyerang telapak
tangan, telapak kaki, ujung-ujung jari, dan biasanya simetrik. Pada daerah
tersebut, di atas makula eritem timbul pustula-pustula miliar steril, yang dapat
meluas sampai ke arah punggung tangan dan kaki. Kuku mengalami lisis pada
bagian distal serta pada pangkal kuku timbul bintik-bintik nanah. Pustula-
pustula tersebut dapat pecah, tetapi dapat juga menghilang sendiri sesudah 1-2
minggu.
b) Psoriasis pustulosa generalisata akut (von Zumbusch).
Gejala awalnya ialah kulit yang nyeri, hiperalgesia disertai gejala umum
berupa demam, malaise, nausea, anoreksia. Plak psoriasis makin eritematosa.
13
Setelah beberapa jam timbul banyak plak edematosa dan eritematosa pada
kulit yang normal. Lalu, timbul banyak pustul miliar pada plak-plak tersebut.
Dalam sehari, pustul-pustul berkofluensi membentuk “lake of
pus”.pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukositosis, kultur pus dari
pustul steril.
4. Psoriasis seboroik (seboriasis)1
Gabungan antara psoriasis dan dermatitis seboroik. Skuama menjadi agak
berminyak dan agak lunak. Selain berlokasi pada tempat yang lazim, juga terdapat
pada tempat seboroik.
5. Psoriasis fleksural (inversa)
Psoriasis yang mempunyai tempat predileksi pada daerah fleksor.
6. Psoriasis eksudativa
Bentuk ini sangat jarang.
7. Eritroderma psoriatik
Jenis ini dapat disebabkan oleh pengobatan topical yang terlalu kuat atau oleh
penyakitnya sendiri yang meluas. Biasanya lesi yang khas tidak tampak lagi karena
terdapat eritema dan skuama tebal universal.
II. 8 Histopatologi
Terdapat gambaran yang khas, yaitu hiperkeratosis, parakeratosis, acanthosi. Pada
stratum spinosum terdapat kelompok leukosit yang disebut Agses Munro, di
subepidermis terdapat papilomatosis dan vasodilatasi.1
II. 9 Diagnosis
Gambaran klinis yang khas, yaitu makulo-papula eritema dengan batas tegas,
ditutup skuama kasar, putih mengkilat seperti perak, disertai adanya fenomena
bercak lilin dan tanda Auspitz.1,2
Bila gambaran klinis kurang jelas, dilakukan pemeriksaan histopatologi.
II. 10 Diagnosis Banding
1) Dermatofitosis (Tinea dan Onikomikosis)
Pada stadium penyembuhan psoriasis telah dijelaskan bahwa eritema dapat terjadi
hanya di pinggir, hingga menyerupai dermatofitosis. Perbedaannya adalah
skuama umumnya pada perifer lesi dengan gambaran khas adanya central
healing, keluhan pada dermatofitosis gatal sekali dan pada sediaan langsung
ditemukan jamur.1
2) Sifilis Psoriasiformis
14
Sifilis pada stadium II dapat menyerupai psoriasis dan disebut sifilis
psoriasiformis. Perbedaannya adalah skuama berwarna coklat tembaga dan sering
disertai demam pada malam hari (dolores nocturnal), STS positif (tes serologik
untuk sifilis), terdapat senggama tersangka (coitus suspectus), dan pembesaran
kelenjar getah bening menyeluruh serta alopesia areata.1
3) Dermatitis Seboroik
Predileksi Dermatitis Seboroik pada alis, lipatan nasolabial, telinga sternum dan
fleksura. Sedangkan Psoriasis pada permukaan ekstensor terutama lutut dan siku
serta kepala. Skuama pada psoriasis kering, putih, mengkilap, sedangkan pada
Dermatitis Seboroik skuama berminyak, tidak bercahaya. Psoriasis tidak lazim
pada wajah dan jika skuama diangkat tampak basah bintik perdarahan dari kapiler
(Auspitz sign), dimana tanda ini tidak ditemukan pada dermatitis seboroik.1
4) Pitiriasis Rosea
Pada pitiriasis Rosea, lokasi erupsi pada lengan atas, badan dan paha, bentuk
oval, distribusi memanjang mengikuti garis tubuh (pohon cemara), skuama
sedikit tidak berlapis-lapis dan didahului oleh herald patch.2
5) Mikosis Fungoides
Pada Mikosis Fungoides gambaran plak identik dengan psoriasis dan hanya bisa
dibedakan dengan biopsi. Plak pada miksosis fungoides pada umumnya asimetris
dan tebalnya bervariasi dengan sedikit atau tidak ada skuama.2
6) Dermatitis Atopi
Distribusi biasanya tidak ada pada permukaan ekstensor siku dan lutut, biasanya
disertai eksudasi dengan skuama keabu-abuan disertai gatal berat.2
II. 11 Pengobatan
Secara garis besar, pengobatan pada psoriasis terdiri dari pengobatan secara
sistemik, pengobatan secara topical, terapi penyinaran dengan PUVA dan pengobatan
dengan cara Goeckman.1,2
1. Pengobatan Sistemik
a. Kortikosteroid
Kortikosteroid dapat mengontrol psoriasis dengan dosis ekuivalen
prednisone 30mg per hari. Setelah membaik dosis diturunkan perlahan-lahan
lalu diberikan dosis pemeliharaan. Penghentian obat secara mendadak akan
menyebabkan kekambuhan dan dapat terjadi psoriasis pustulosa generalisata. 1,2
15
b. Obat Sitostatik
Obat sitistatik yang biasa digunakan adalah metotrexate. Obat ini bekerja
dengan cara menghambat enzim dihidrofolat reduktase, sehingga menghambat
sintesis timidilat dan purin. Obat ini menunjukkan hambatan replikasi dan
fungsi sel T dan mungkin juga sel B karena adanya efek hambatan sintesis.
Indikasinya ialah untuk psoriasis, psoriasis pustulosa, psoriasis arthritis
dengan lesi kulit dan eritroderma karena psoriasis yang sukar terkontrol
dengan obat standar. Kontraindikasinya ialah bila terdapat kelainan hepar,
ginjal, system hematopoetik, kehamilan, penyakit infeksi aktif (misalnya TBC,
Ulkus peptikum, colitis ulserosa dan psikosis). Pada awalnya metotrexate
diberikan dengan dosis inisial 5 mg per orang dengan psoriasis untuk melihat
apakah ada gejala sensitivitas atau gejala toksik. Jika tidak terjadi efek yang
tidak diinginkan maka MTX diberikan dengan dosis 3 x 2.5mg dengan interval
12 jam selama 1 minggu dengan dosis total 7.5mg. Jika tidak ada perbaikan
maka dosis dinaikkan 2,5 - 5 mg per minggu dan biasanya dengan dosis 3 x 5
mg akan tampak ada perbaikan. Cara lain adalah dengan pemberian MTX i.m
dosis tunggal sebesr 7,5 – 25 mg. Tetapi dengan cara ini lebih banyak
menimbulkan reaksi sensitivitas dan reaksi toksik. Jika penyakit telah
terkontrol maka dosis perlahan diturunkan dan diganti ke pengobatan secara
topical. 1
Setiap 2 minggu dilakukan pemeriksaan hematologic, urin lengkap, fungsi
ginjal dan fungsi hati. Bila jumlah leukosit < 3500/uL maka pemberian MTX
dihentikan. Bila fungsi hepar baik maka dilakukan biopsy hepar setiap kali
dosis mencapai dosis total 1,5 gram, tetapi bila fungsi hepar abnormal maka
dilakukan biopsy hepar bila dosis total mencapai 1 gram.
Efek samping dari penggunaan MTX adalah nyeri kepala, alopecia,
saluran cerna, sumsul tulang, hepar dan lien. Pada saluran cerna berupa
nausea, nyeri lambung, stomatitis ulcerosa dan diare. Pada reaksi yang hebat
dapat terjadi enteritis hemoragik dan perforasi intestinal. Depresi sumsum
tulang menyebabkan timbulnya leucopenia, trombositopenia dan kadang-
kadang anemia. Pada hepar dapat terjadi fibrosis dan sirosis. 1
c. Levodopa
Levodopa sebenarnya dipakai untuk penyakit Parkinson. Pada beberapa
pasien Parkinson yang juga menderita psoriasis dan diterapi dengan levodopa
16
menunjukkan perbaikan. Berdasarkan penelitian, Levodopa menyembuhkan
sekitar 40% pasien dengan psoriasis. Dosisnya adalah 2 x 250 mg – 3 x 250
mg. Efek samping levodopa adalah mual, muntah, anoreksia, hipotensi,
gangguan psikis dan gangguan pada jantung. 1
d. Diaminodifenilsulfon
Diaminodifenilsulfon (DDS) digunakan pada pengobatan psoriasis
pustulosa tipe Barber dengan dosis 2 x 100 mg sehari. Efek sampingnya adalah
anemia hemolitik, methemoglobinuria dan agranulositosis. 1
e. Etretinat & Asitretin
Etretinat merupakan retinoid aromatik, derivat vitamin A digunakan bagi
psoriasis yang sukar disembuhkan dengan obat-obat lain mengingat efek
sampingnya. Etretinat efektif untuk psoriasis pustular dan dapat pula
digunakan untuk psoriasis eritroderma. Pada psoriasis obat tersebut
mengurangi proliferasi sel epidermal pada lesi psoriasis dan kulit normal.
Dosisnya bervariasi : pada bulan pertama diberikan 1mg/kgbb/hari, jika belum
terjadi perbaikan dosis dapat dinaikkan menjadi 1½ mg/kgbb/hari. Efek
sampingnya berupa kulit menipis dan kering, selaput lendir pada mulut, mata,
dan hidung kering, kerontokan rambut, cheilitis, pruritus, nyeri tulang dan
persendian, peninggian lipid darah, gangguan fungsi hepar, hiperostosis, dan
teratogenik. Kehamilan hendaknya tidak terjadi sebelum 2 tahun setelah obat
dihentikan. Asitretin (neotigason) merupakan metabolit aktif etretinat yang
utama. Efek sampingnya dan manfaatnya serupa dengan etretinat.
Kelebihannya, waktu paruh eliminasinya hanya 2 hari, dibandingkan dengan
etretinat yang lebih dari 100 hari. 2
f. Siklosporin
Siklosporin berikatan dengan siklofilin selanjutnya menghambat
kalsineurin. Kalsineurin adalah enzim fosfatase dependent kalsium dan
memgang peranan kunci dalam defosforilasi protein regulator di sitosol, yaitu
NFATc (Nuclear Factor of Activated T Cell). Setelah mengalami defosforilasi,
NFATc ini mengalami translokasi ke dalam nukleus untuk mengaktifkan gen
yang bertanggung jawab dalam sintesis sitokin, terutama IL-2. Siklosporin
juga mengurangi produksi IL-2 dengan cara meningkatkan ekspresi TGF-ß
yang merupakan penghambat kuat aktivasi limfosit T oleh IL-2. Meningkatnya
17
ekspresi TGF-ß diduga memegang peranan penting pada efek imunosupresan
siklosporin.2
Efeknya ialah imunosupresif. Dosisnya 1-4 mg/kgbb/hari. Bersifat
nefrotoksik dan hepatotoksik. Hasil pengobatan untuk psoriasis baik, hanya
setelah obat dihentikan dapat terjadi kekambuhan. 2
g. Terapi biologic
Obat biologic merupakan obat yang baru dengan efeknya memblok
langkah molecular spesifik yang penting paa pathogenesis psoriasis. Contoh
obatnya adalah alefaseb, efalizumab dan TNF-α-antagonist.2
2. Pengobatan Topikal
a. Preparat Ter
Obat topikal yang biasa digunakan adalah preparat ter, yang efeknya
adalah anti radang. Menurut asalnya preparat ter dibagi menjadi 3, yakni yang
berasal dari:1
Fosil, misalnya iktiol.
Kayu, misalnya oleum kadini dan oleum ruski.
Batubara, misalnya liantral dan likuor karbonis detergens
Preparat ter yang berasal dari fosil biasanya kurang efektif untuk psoriasis,
yang cukup efektif ialah yang berasal dari batubara dan kayu. Ter dari
batubara lebih efektif daripada ter berasal dari kayu, sebaliknya kemungkinan
memberikan iritasi juga besar. Pada psoriasis yang telah menahun lebih baik
digunakan ter yang berasal dari batubara, karena ter tesbut lebih efektif
daripada ter yang berasal dari kayu dan pada psoriasis yang menahun
kemungkinan timbulnya iritasi kecil. Sebaliknya pada psoriasis akut dipilih ter
dari kayu, karena jika dipakai ter dari batu bara dikuatirkan akan terjadi iritasi
dan menjadi eritroderma.
Ter yang berasal dari kayu kurang nyaman bagi penderita karena berbau
kurang sedap dan berwarna coklat kehitaman. Sedangkan likuor karbonis
detergens tidak demikian. Konsentrasi yang biasa digunakan 2 – 5%, dimulai
dengan konsentrasi rendah, jika tidak ada perbaikan konsentrasi dinaikkan.
Supaya lebih efektif, maka daya penetrasi harus dipertinggi dengan cara
menambahkan asam salisilat dengan konsentrasi 3 – 5 %. Sebagai vehikulum
harus digunakan salap karena salap mempunyai daya penetrasi terbaik.1
b. Kortikosteroid
18
Kortikosteroid topikal memberi hasil yag baik. Potensi dan vehikulum
bergantung pada lokasinya. Pada skalp, muka dan daerah lipatan digunakan
krim, di tempat lain digunakan salap. Pada daerah muka, lipatan dan genitalia
eksterna dipilih potensi sedang, bila digunakan potensi kuat pada muka dapat
memberik efek samping di antaranya teleangiektasis, sedangkan di lipatan
berupa strie atrofikans. Pada batang tubuh dan ekstremitas digunakan salap
dengan potensi kuat atau sangat kuat bergantung pada lama penyakit. Jika
telah terjadi perbaikan potensinya dan frekuensinya dikurangi.1
c. Ditranol (Atralin)
Obat ini dikatakan efektif. Kekurangannya adalah mewarnai kulit dan
pakaian. Konsentrasi yang digunakan biasanya 0,2-0,8 persen dalam pasta,
salep, atau krim. Lama pemakaian hanya ¼ – ½ jam sehari sekali untuk
mencegah iritasi. Penyembuhan dalam 3 minggu.1
d. Pengobatan dengan Penyinaran
Seperti diketahui sinar ultraviolet mempunyai efek menghambat mitosis,
sehingga dapat digunakan untuk pengobatan psoriasis. Cara yang terbaik ialah
penyinaran secara alamiah, tetapi sayang tidak dapat diukur dan jika
berlebihan akan memperberat psoriasis. Karena itu digunakan sinar ultraviolet
artifisial, diantaranya sinar A yang dikenal dengan UVA. Sinar tersebut dapat
digunakan secara tersendiri atau berkombinasi dengan psoralen (8-
metoksipsoralen, metoksalen) dan disebut PUVA, atau bersama-sama dengan
preparat ter yang dikenal sebagai pengobatan cara Goeckerman. 1
Dapat juga digunakan UVB untuk pengobatan psoriasis tipe plak, gutata,
pustular, dan eritroderma. Pada yang tipe plak dan gutata dikombinasikan
dengan salep likuor karbonis detergens 5 -7% yang dioleskan sehari dua kali.
Sebelum disinar dicuci dahulu. Dosis UVB pertama 12 -23 m J menurut tipe
kulit, kemudian dinaikkan berangsur-angsur. Setiap kali dinaikkan sebagai
15% dari dosis sebelumnya. Diberikan seminggu tiga kali. Target pengobatan
ialah pengurangan 75% skor PASI (Psoriasis Area and Severity Index). Hasil
baik dicapai pada 73,3% kasus terutama tipe plak. 1
e. Calcipotriol
Calcipotriol ialah sintetik vitamin D. Preparatnya berupa salep atau krim
50 mg/g. Perbaikan setelah satu minggu. Efektivitas salep ini sedikit lebih baik
daripada salap betametason 17-valerat. Efek sampingnya pada 4 – 20% berupa
19
iritasi, yakni rasa terbakar dan tersengat, dapat pula telihat eritema dan
skuamasi. Rasa tersebut akan hilang setelah beberapa hari obat dihentikan.1
f. Tazaroten
Merupakan molekul retinoid asetilinik topikal, efeknya menghambat
proliferasi dan normalisasi petanda differensiasi keratinosit dan menghambat
petanda proinflamasi pada sel radang yang menginfiltrasi kulit. Tersedia dalam
bentuk gel, dan krim dengan konsentrasi 0,05 % dan 0,1 %. Bila
dikombinasikan dengan steroid topikal potensi sedang dan kuat akan
mempercepat penyembuhan dan mengurangi iritasi. Efek sampingnya ialah
iritasi berupa gatal, rasa terbakar dan eritema pada 30 % kasus, juga bersifat
fotosensitif.1
g. Emolien
Efek emolien ialah melembutkan permukaan kulit. Pada batang tubuh
(selain lipatan), ekstremitas atas dan bawah biasanya digunakan salep dengan
bahan dasar vaselin 1-2 kali/hari, fungsinya juga sebagai emolien dengan
akibat meninggikan daya penetrasi bahan aktif. Jadi emolien sendiri tidak
mempunyai efek antipsoriasis.1
3. PUVA
Karena psoralen bersifat fotoaktif, maka dengan UVA akan terjadi efek yang
sinergik. Mula-mula 10 – 20 mg psoralen diberikan per os, 2 jam kemudian
dilakukan penyinaran. Terdapat bermacam-macam bagan, di antaranya 4 x
seminggu. Penyembuhan mencapai 93% setelah pengobatan 3 – 4 minggu,
setelah itu dilakukan terapi pemeliharaan seminggu sekali atau dijarangkan untuk
mencegah rekuren. PUVA juga dapat digunakan untuk eritroderma psoriatik dan
psoriasis pustulosa. Beberapa penyelidik mengatakan pada pemakaan yang lama
kemungkinan akan terjadi kanker kulit.1
4. Pengobatan Cara Goeckerman
Pada tahun 1925 Goeckerman menggunakan pengobatan kombinasi ter
berasal dari batubara dan sinar ultraviolet. Kemudian terdapat banyak modifikasi
mengenai ter dan sinar tersebut. Yang pertama digunakan ialah crude coal ter
yang bersifat fotosensitif. Lama pengobatan 4 – 6 minggu, penyembuhan terjadi
setelah 3 minggu. Ternyata bahwa UVB lebih efektif daripada UVA. 2
II. 12 Prognosis
20
Meskipun Psoriasis tidak menyababkan kematian, tetapi bersifat kronis dan
residif. Belum ada cara yang efektif dan memberi penyembuhan yang sempurna.1
DAFTAR PUSTAKA
21
1. Djuanda A. Dermatosis eritroskuamosa. Dalam: Djuanda A, Mochtar H, Aisah S,
editors. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-5. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2008. Hal.189-196.
2. Murtiastutik D, Ervianti E, Agusni I, et all. Penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-2.
Surabaya: Pusat penerbitan dan pencetakan Unair; 2011. Hal.131-136.
3. Harahap, Marwali. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates; 2000. Chapter 10,
Psoriasis; Hal. 116-121
4. Siregar RS. Psoriasis. Altlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi ke-2. Jakarta:
EGC; 1996. Hal. 94-103
5. Hartadi. Psoriasis. Dalam: Hartadi, editor. Dermatosis Non Bakterial. Semarang:
Balai Penerbit UNDIP; 1992. h. 26-40.
6. Wolff K, Johnson RA. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology.
6th ed. United States: The McGraw-Hill Companies; 2009. Hal.53-61.
22