17
TUGAS PRESENTASI KASUS VERUKA VULGARIS Tutor: dr. Ismiralda Okke P. Sp.KK Disusun Oleh : Dera Fakhrunnisa G1A009020

Presus kulit (veruka vulgaris).docx

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Presus kulit (veruka vulgaris).docx

TUGAS PRESENTASI KASUS

VERUKA VULGARIS

Tutor:

dr. Ismiralda Okke P. Sp.KK

Disusun Oleh :

Dera Fakhrunnisa G1A009020

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANJURUSAN KEDOKTERAN

PURWOKERTO

2012

Page 2: Presus kulit (veruka vulgaris).docx

LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

Telah dipresentasikan dan disahkan presentasi kasus dengan judul:

“Veruka Vulgaris”

Disusun Oleh :

Dera Fakhrunnisa G1A009020

Pada tanggal , Desember 2012

Pembimbing,

dr. I smiralda Okke P. Sp.KK

NIP. 19796022.201012.200.1

Page 3: Presus kulit (veruka vulgaris).docx

BAB I

PENDAHULUAN

Veruka vulgaris merupakan kasus yang banyak dijumpai di kalangan masyarakat.

Penyakit ini sering dikenal sebagai common wart adalah proliferasi jinak dari kulit dan

mukosa yang disebabkan infeksi human papillomavirus (HPV). Tempat predileksi veruka

vulgaris terutama di ekstremitas bagian ekstensor, walaupun demikian penyebarannya

dapat ke bagian tubuh lain termasuk mukosa mulit dan hidung. Veruka vulgaris ini

bentuknya bulat dan berwarna abu-abu, besarnya lenticular atau kalau berkonfluensi

berbentuk plakat, permukaan kasar (verukosa). Dengan goresan dapat timbul autoinokulasi

sepanjang goresan (fenomen Kobner) (Handoko, 2008). Cara transmisi veruka vulgaris

adalah melalui kontak langsung atau tidak langsung langsung (melalui objek yang

terkontaminasi). Autoinokulasi (melalui garukan) dari satu lokasi ke lokasi yang lain di

badan juga bisa menyebarkan virus HPV (Fabbrocini et al., 2009).

Veruka vulgaris tersebar luas pada populasi di seluruh dunia. Veruka Vulgaris

diperkirakan mempengaruhi sekitar 7-12% dari populasi meskipun frekuensinya tidak

diketahui. Pada anak usia sekolah, prevalensinya 10-20%. Frekuensi meningkat juga

terlihat di antara pasien imunosupresi. Meskipun Veruka vulgaris dapat mempengaruhi ras

apapun, Veruka vulgaris umum muncul sekitar dua kali lebih sering pada orang kulit putih

daripada orang kulit hitam atau Asia. Hiperplasia epitel fokal (penyakit Heck) adalah lebih

umum di kalangan Indian Amerika dan Inuit.Male-wanita pendekatan rasio 1:1. Veruka

vulgaris dapat terjadi pada semua usia. Peningkatan kejadian di antara anak usia sekolah,

dan puncak pada 12-16 tahun (Senefeit, 2011).

Terdapat beberapadata mengenai populasi pada insidendan prevalensikutil umum.

prevalensimungkinsangat bervariasiantara berbagaikelompok umur, populasi dan

periodewaktu. Dua studi besar mengenai populasi menemukan tingkat prevalensi masing-

masing 0-84% dan 12-9%. Tingkat prevalensi tertinggi adalah pada anak-anakdan dewasa

muda. Studi pada populasi sekolah menunjukkan tingkat prevalensi 12% pada anak usia 4-

6 tahun dan 24% pada 16-18tahun.Insiden usia spesifik kutil non-genital berbeda dari kutil

genital yang jarang terjadi pada anak (Sam, 2003).

Page 4: Presus kulit (veruka vulgaris).docx

BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI

Veruka vulgaris (veruka vulgaris) adalah proliferasi jinak (hiperplasia) pada kulit

dan mukosa di bagian epidermis yang disebabkan oleh Human Papilloma Virus (HPV)

tipe tertentu. Tipe virus yang sering menimbulkan veruka vulgaris adalah HPV tipe 2, 4,

27, 29 dan tipe yang jarang adalah HPV tipe 1 (Handoko, 2010).

B. ETIOLOGI DAN PREDISPOSISI

Etiologi veruka vulgaris ialah Human Papilloma Virus (HPV). HPV merupakan

virus berantai DNA ganda, ganda dengan kapsid ikosahedral dari 72 capsomers dan

berukuran 50-55 nm. HPV merupakan famili Papovaviridae, kelompok Papova dan

subkelompok papiloma.. Terdapat paling sedikit 100 tipe HPV. Veruka vulgaris dapat

disebabkan oleh HPV tipe 1, 2, 4, 26, 27, 29, 57, 65, dan 77 (Arenas, 2001).

Faktor predisposisi veruka vulgaris diantaranya adalah sering kontak langsung

dengan daging. Prevalensi mencapai 50% pada mereka yang sering kontak langsung

dengan daging. Maserasi kulit juga merupakan faktor predisposisi yang penting karena

apda beberapa penelitian ditemukan adanya peningkatan insidensi veruka vulgaris pada

perenang yang sering mengguanakn kolam renang umum (Androphy & Lowy, 2008).

C. PATOFISIOLOGI

Infeksi HPV terjadi melalui inokulasi virus pada epidermis yang viabel melalui

defek pada epitel. Meskipun reseptor seluler untuk HPV belum diidentifikasi, permukaan

sel heparan sulfat, yang dikode oleh proteoglikan dan berikatan dengan partikel HPV

dengan afinitas tinggi, dibutuhkan sebagai jalan masuknya. Untuk mendapat infeksi yang

persisten, mungkin penting untuk memasuki sel basal epidermis yang juga sel punca (sel

stem) atau diubah oleh virus menjadi sesuatu dengan properti (kemampuan/ karakter)

seperti sel punca. Single copy atau sebagian besar sedikit copy genom virus dipertahankan

sebagai suatu plasmid ekstrakromosom dalam sel basal epitel yang terinfeksi. Ketika sel-

sel ini membelah, genom virus juga bereplikasi dan berpartisi menjadi tiap sel progeni,

kemudian ditransportasikan dalam sel yang bereplikasi saat mereka bermigrasi ke atas

untuk membentuk lapisan yang berdifferensiasi (Androphy & Lowy, 2008).

Page 5: Presus kulit (veruka vulgaris).docx

Setelah eksperimen inokulasi HPV, veruka biasanya muncul dalam 2 sampai 9

bulan. Observasi ini mengimplikasikan bahwa periode infeksi subklinis yang relatif

panjang dan dapat merupakan sumber yang tidak terlihat dari virus infeksius. Permukaan

yang kasar dari veruka vulgaris dapat merusak kulit yang berdekatan dan memungkinkan

inokulasi virus ke lokasi yang berdekatan, dengan perkembangan veruka vulgaris yang

baru dalam periode minggu sampai bulan. Tiap lesi yang baru diakibatkan paparan insial

atau penyebaran dari veruka vulgaris yang lain (Androphy & Lowy, 2008).

Ekspresi virus (transkripsi) sangat rendah sampai lapisan Malpigi bagian atas,

persis sebelum lapisan granulosum, dimana sintesis DNA virus menghasilkan ratusan kopi

genom virus tiap sel. Protein kapsid virus disintesis menjadi virion di sel nukleus. DNA

virus yang baru disintesis ini dikemas menjadi virion dalam nukleus dari sel-sel Malpigi

yang berdifferensiasi ini. Protein virus yang dikenal dengan E1-E4 (produk RNA yang

membelah dari gen-gen E1 dan E4) dapat menginduksi terjadinya kolaps dari jaring-jaring

filamen keratin sitoplasma ini. Hal ini dipostulasikan untuk memfasilitasi pelepasan virion

dari sitoskeleton yang saling berikatan silang dari keratinosit sehingga virus dapat

diinokulasikan ke lokasi lain atau berdeskuamasi ke lingkungan (Androphy & Lowy,

2008).

HPV tidak bertunas dari nukleus atau membran plasma, seperti halnya banyak

virus seperti virus herpes simpleks atau human immnodeficiency virus (HIV). Oleh karena

itu, mereka tidak memiliki selubung lipoprotein yang menyebabkan kerentanan terhadap

inaktivasi yang cepat oleh kondisi lingkungan seperti pembekuan, pemanasan, atau

dehidrasi dengan alkohol. Berlainan dengan itu, virion HPV resisten terhadap desikasi dan

deterjen nonoksinol-9, meskipun paparan virion dengan formalin, deterjen yang kuat

seperti sodium dodesil sulfat, atau temperatur tinggi berkepanjangan mengurangi

infektivitasnya. HPV dapat tetap infeksius selama bertahun-tahun ketika disimpan di

gliserol dalam temperatur ruangan. Memang, bentuk L1 dan L2 membentuk kapsid protein

yang sangat stabil dan terbungkus rapat (Androphy & Lowy, 2008).

Karena replikasi virus terjadi pada tingkatan yang lebih tinggi dari epitel dan yang

terdiri dari keratinosit yang tidak bereplikasi, HPV harus memblok differensiasi akhir dan

menstimulasi pembelahan sel untuk memungkinkan enzim-enzim dan kofaktor yang

penting untuk replikasi DNA virus. HPV perlu memblok diferensiasi terminal dan

menstimulasi pembelahan sel. HPV memiliki protein yang dapat mengubah proliferasi sel dan

menggangu kematian sel lewat apoptosis. Gen E6 dan gen E7 pada virus ini dapat menginaktivasi

Page 6: Presus kulit (veruka vulgaris).docx

tumor suppressor genes pada manusia sehingga proliferasi sel ini terus terjadi sehinggal

menghasilkan hiperplasia dari epitel kulit (Androphy & Lowy, 2008).

D. PENEGAKAN DIAGNOSIS

1. Anamnesa

Pada anamnesis pasien biasanya mengeluhkan adanya papul yang membesar

secara perlahan. Selain itu, mungkin ditemukan adanya faktor predisposisi untuk

veruka vulgaris seperti sering kontak dengan daging (Androphy & Lowy, 2008).

2. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik menunjukkan gambaran klinis veruka vulgaris berupa

papul yang membesar secara perlahan dengan ukuran yang bervariasi, berbatas tegas,

dan tampak “red or brown dots” yang merupakan patogmonik dari penyakit ini. Lesi

berupa papul atau nodul berduri, bersisik, kasar yang dapat ditemukan pada permukaan

kulit di berbagai tempat di tubuh, dapat tunggal maupun berkelompok, ukuran

bervariasi mulai dari pinpoint hingga lebih dari 1 cm, tetapi rata-rata 5 mm.

Bertambahnya ukuran lesi berlangsung beberapa pekan hingga beberapa bulan. Lesi

berwarna abu-abu dengan permukaan kasar yang disebut verukosus (Sterling, 2004).

Gambar 1. Gambaran klinis Veruka vulgaris

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan histopatologi

Pada pemeriksaan histopatologis ditemukan gambaran epidermis yang

akantotik dengan papillomatosis, hiperkeratosis, dan parakeratosis (Westhoven,

2001). Rete ridges yang memanjang seringkali tertuju langsung pada pusat veruka

vulgaris. Pembuluh darah kapiler dermis ialah prominen dan mungkin mengalami

Page 7: Presus kulit (veruka vulgaris).docx

trombosis. Sel-sel mononuklear mungkin ada. Keratinosit besar dengan nukleus

piknosis eksentrik dikelilingi oleh halo perinukleus (sel koilositotik atau koilosit)

merupakan karakteristik dari papilloma yang dikaitkan dengan HPV. Koilosit yang

divisualisasikan dengan pengecatan Papanicolaou (Pap) menggambarkan tanda

terjadinya infeksi HPV. Sel yang terinfeksi PV mungkin memiliki granul-granul

eosinofilik kecil dan kelompok padat granul-granul keratohialin basofilik. Sel

koilositotik biasanya sangat banyak, menunjukkan sumber lesi virus (Androphy &

Lowy, 2008).

Gambar 2. Gambaran histopatologi Veruka vulgaris

E. PENATALAKSANAAN

1. Medikamentosa

a. Terapi sistemik

Simetidin oral dengan dosis 30-40 mg/kgBB/hari telah dilaporkan mampu

meresolusi veruka vulgaris.

b. Terapi topikal

1) Elektrokauterisasi.

Elektrokauterisasi ini efektivitasnya tinggi dalam menghancurkan jaringan yang

terinfeksi dan HPV.

2) Krioterapi

Merupakan pilihan utama untuk hampir semua veruka vulgaris. Proses krioterapi

biasanya menggunakan likuid nitrogen (temperatur -196° C). Idealnya

pengobatan dilakukan setiap dua atau tiga pekan sampai lepuh terkelupas.

Page 8: Presus kulit (veruka vulgaris).docx

Komplikasi dari krioterapi diantaranya terjadinya hipopigmentasi dan timbul

jaringan parut (skar).

3) Laser karbondioksida

Laser karbondioksida dapat digunakan untuk pengobatan beberapa variasi dari

veruka baik pada kulit maupun mukosa. Pengobatan ini efektif untuk

menghilangkan beberapa jenis veruka, seperti veruka vulgaris periungual dan

subungual (Rata IG, 2010).

4) Asam salisilat 12-26%

Asam salisilat 12-26% dengan atau tanpa asam laktat efektif untuk pengobatan

veruka vulgaris dimana efikasinya sebanding dengan krioterapi. Efek keratolitik

asam salisilat mampu membantu mengurangi ketebalan veruka dan menstimulasi

respon inflamasi.

5) Glutaraldehid

Glutaraldehid merupakan agen virusidal yang terdiri dari 10% glutaraldehid

dalam etanol cair atau dalam formulasi bentuk gel. Pengobatan hanya terbatas

pada lesi di tangan (Rata IG, 2010).

6) Bleomisin

Bleomisin memiliki efikasi yang tinggi dan penting untuk pengobatan veruka

vulgaris terutama yang keras. Bleomisin yang digunakan memiliki konsentrasi 1

unit/ml yang diinjeksikan di dekat bagian bawah veruka hingga terlihat memucat.

Saat injeksi terasa nyeri sehingga pada beberapa pasien dapat diberikan anestesi

local (Androphy & Lowy, 2008).

7) Dinitrochlorobenzene (DNCB)

DNCB dilaporkan mampu meresolusi veruka pada 85% kasus. Caranya: DNCB

dilarutkan dalam aseton, kolodion atau petrolatum. Dosis awal DNCB dengan

konsentrasi 2-5%, tetapi diturunkan menjadi 0,2-0,5% jika timbul reaksi yang berat.

Veruka mulai pecah setelah sekali hingga dua puluh kali pengobatan dengan rata-rata

dibutuhkan 2-3 bulan pengobatan.

2. Nonmedikamentosa

a. Tidak menyikat, menjepit, menyisir, atau mencukur daerah yang berveruka vulgaris

untuk menghindari penyebaran virus.

b. Tidak menggunakan pemotong kuku yang sama pada veruka vulgaris dan kuku yang

sehat.

Page 9: Presus kulit (veruka vulgaris).docx

c. Tidak menggigit kuku jika memiliki veruka vulgaris didekat kuku

d. Tidak mencungkil kuku karena dapat menyebabkan luka dan memudahkan

masuknya infeksi virus.

e. Mencuci tangan dan kulit secara teratur dan benar

f. Mandi dua kali sehari untuk menjaga kebersihan kulit

g. Kenakan selalu alas kaki, bila perlu yang tahan air atau anti selip terutama saat

menggunakan fasilitas umum

F. PROGNOSIS

Sekitar 23% kasus veruka vulgaris regresi spontan dalam waktu 2 bulan, 30% dalam

waktu 3 bulan dan 65%-78% dalam 2 tahun. Pasien yang sebelumnya telah terinfeksi

memiliki risiko lebih tinggi untuk pengembangan veruka vulgaris baru daripada mereka

tidak pernah terinfeksi.Tingkat kesembuhan dipengaruhi oleh factor-faktor seperti jenis

virus, status kekebaln tubuh, tingkat dan durasi veruka vulgaris (Sterling, 2004).

G. KOMPLIKASI

Komplikasi yang mungkin terjadi pada veruka vulgaris adalah :

1. Penyebaran ke anggota tubuh yang lain

2. Infeksi sekunder

3. Rekurensi

4. Skar yang dapat timbul akibat terapi yang dilakukan

Page 10: Presus kulit (veruka vulgaris).docx

BAB III

KESIMPULAN

1. Veruka vulgaris (veruka vulgaris) adalah proliferasi jinak (hiperplasia) pada kulit dan

mukosa di bagian epidermis yang disebabkan oleh Human Papilloma Virus (HPV) tipe

tertentu.

2. Tipe virus yang sering menimbulkan veruka vulgaris adalah HPV tipe 2, 4, 27, 29 dan tipe

yang jarang adalah HPV tipe 1.

3. Faktor predisposisi veruka vulgaris diantaranya adalah sering kontak dengan daging dan

maserasi kulit.

4. Gambaran klinis veruka vulgaris berupa papul yang membesar secara perlahan dengan

ukuran yang bervariasi, berbatas tegas, dan tampak “red or brown dots”.

5. Pemeriksaan histopatologis pada veruka vulgaris ditemukan gambaran epidermis yang

akantotik dengan papillomatosis, hiperkeratosis, dan parakeratosis serta rete ridges yang

memanjang.

6. Komplikasi yang dapat terjadi pada veruka vulgaris dapat berupa penyebaran ke anggota

tubuh yang lain, infeksi sekunder, rekurensi dan skar yang dapat timbul akibat terapi yang

dilakukan.

7. Sekitar 23% kasus veruka vulgaris regresi spontan dalam waktu 2 bulan, 30% dalam

waktu 3 bulan dan 65%-78% dalam 2 tahun.

Page 11: Presus kulit (veruka vulgaris).docx

DAFTAR PUSTAKA

Androphy, Elliot J., Lowy, Douglas R. 2008. Wart: Human Papiloma Virus, Common Wart

edited by Klaus Wolff, Lowell A. Goldsmith, etc. in Fitzpatrick’s Dermatology In General

Medicine, 7th Ed. New York: McGraw-Hill.

Gayle S. Westhoven. 2001. Papillomatosis, Atrophy and Alterations of the Granular Layer

edited by Ramon L. Sanchez, Sharon S. Raimer in Dermatopathology. Texas: Landes

Bioscience.

G. Fabbrocini, S. Cacciapuoti, G. Monfrecola. 2009. Human Papillomavirus Infection in

Child. Dermatology Journal. 3: 111-116.

Handoko, RP. 2010. Penyakit Virus. In: Djuanda A, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.

Edisi Keenam. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.

Rata, IG. 2010. Tumor Kulit. In: Djuanda A, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi

Keenam. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.

Arenas, Roberto. 2001. Viral Warts/Focal Epithelial Hyperplasia edited by Roberto Arenas,

Roberto Estrada in Tropical Dermatology. Texas: Landes Bioscience.

Sterling, J.C. 2004. Viral Infection: Human Papiloma Virus, Common Wart in Rook’s

Textbook of Dermatology 7th Ed. Blackwell Publishing Inc. USA.

Sam, Gibbs. 2003. Local Treatment for Cutaneous Warts edited by Hywel Williams, Michael

Bigby, Thomas Diepgen, Andrew Herxheimer, Luigi Naldi, Berthold Rzany in Evidence-

based Dermatology. London: BMJ Books.