21
PENURUNAN KESADARAN TUTORIAL Disusun Oleh : DHINI OKTAVIA PANDAN SARI (42100067) RANI OKTAVIANI SIDAURUK (4210075) CAROLINE JOHANSYAH (42100078) BAGIAN ILMU SARAF RS BETHESDA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA YOGYAKARTA 2015 1

PENURUNAN KESADARAN

Embed Size (px)

DESCRIPTION

penurunan kesadaran , koma

Citation preview

PENURUNAN KESADARANTUTORIAL

Disusun Oleh :

DHINI OKTAVIA PANDAN SARI (42100067) RANI OKTAVIANI SIDAURUK (4210075) CAROLINE JOHANSYAH (42100078)

BAGIAN ILMU SARAF RS BETHESDAFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANAYOGYAKARTA2015

DEFINISIIstilah sadar atau kesadaran bermakna luas, bergantung pada ruang lingkup bahasan masing-masing cabang ilmu yang berkaitan dengannya, misalnya psikologi, psikiatri, neurologi, anatomi, fisiologi, hukum dan sebagainya. Dengan demikian kesadaran tidak begitu mudah untuk didefinisikan. Namun demikian apabila terjadi gangguan kesadaran maka kita akan cepat mengetahuinya melalui gejala-gejala tertentu yang muncul.Dalam bidang kedokteran kesadaran dapat didefinisikan sebagai keadaan yang mencerminkan pengintegrasian impuls eferen dan aferen. Semua impuls aferen dapat disebut input dan semua impuls eferen dapat dinamakan output susunan saraf pusat.Dalam hal penurunan kesadaran dikenal beberapa istilah yang tetap dipakai di klinik, ialah : komposmentis, somnolen, stupor atau sopor, soporokoma dan koma. Terminologi tersebut dapat bersifat kualitatif. Sementara itu penurunan kesadaran dapat pula dinilai secara kuantitatif, ialah dengan mengunakan skala koma Glasgow (SKG). Berikut penjelasan tentang terminologi kualitatif tersebut diatas. Komposmentis berarti kesadaran normal, menyadari seluruh asupan dari panca indera dan bereaksi secara optimal terhadap seluruh rangsangan baik dari luar maupun dari dalam, atau dalam keadaan awas dan waspada.1. Somnolen atau drowsiness atau clouding of consciousness, berarti mengantuk, mata tampak cenderung menutup, masih dapat dibangunkan dengan perintah, masih dapat menjawab pertanyaan walaupun sedikit bingung, tampak gelisah dan orientasi terhadap sekitar menurun.2. Stupor atau sopor lebih rendah daripada somnolen. Mata tertutup dengan rangsang nyeri atau suara keras baru membuka mata atau bersuara satu-dua kata. Motorik hanya berupa gerakan mengelak terhadap rangsang nyeri.3. Semikoma atau soporokoma, mata tetap tertutup walaupun dirangsang nyeri secara kuat, hanya dapat mengerang tanpa arti; motorik hanya berupa gerakan primitif.4. Koma merupakan penurunan kesadaran yang paling rendah. Dengan rangsang apapun tidak ada reaksi sama sekali, baik dalam hal hal membuka mata, berbicara maupun reaksi motorik.

KLASIFIKASIKlasifikasi koma lebih bersifat memberi gambaran umum tentang koma, bukan untuk tujuan terapeutik yang spesifik. Klasifikasi koma didasarkan anatomi, patofisiologi, serta gambaran klinik.1. Klasifikasi koma berdasarkan anatomi dan patofisiologia. Koma kortikal-bihemisferikMerupakan koma/ensefalopati metabolik dan/atau gangguan fungsi/lesi struktur korteks bihemisferik. Faktor penyebab antara lain : sinkop, renjatan, gangguan cairan dan elektrolit, intoksikasi, demam tinggi.b. Koma diensefalikDapat bersipat supratentorial, infratentorial dan kombinasi antara supratentorial dan infratentoral. Terjadinya koma melalui mekanisme herniasi unkus, tentorian, atau sentral. Faktor penyebab antara lain : stroke atau GDPO, tumor ota, abses otak,edem otak, perdarahan traumatik, hidrosefalus obstruktif, meningitis dan ensefalitis.

2. Klasifikasi koma berdasarkan gambaran klinika. Koma dengan defisit neurologik fokalDefisit neurologik fokal dapat berupa hemiplegia, paralisis nervi kraniales, pupil anisokoria, afasia, refleks fisiologik/patologik asimetri, rigiditas dekortikasi atau deserebrasi. Faktor penyebab meliputi GPDO, tumor otak, ensefalitis, abses otak, kontusio serebri, perdarahan epidural, dan perdarahan subdural.b. Koma dengan tanda rangsangan meningealFaktor penyebab antara lain : meningitis, meningoensefalitis, perdarahan subaraknooidal, tumor di fosa posterior.

c. Koma tanpa dengan defisit neurologik fokal/rangsangan meningealFaktor penyebab antara lain : intoksikasi, gangguan metabolik, sinkop, renjatan, komosio serebri, hipertermia, hipotermia, sepsis, malaria otak, ensefalopati hipertensi, eklamsia, dan epilepsi umum.

ETIOLOGIUntuk memudahkan mengingat dan menelusuri kemungkinan-kemungkinan penyebab koma, model berikut ini dapat dipergunakan di klinik : SEMENITE ( Sirkulasi meliputi stroke dan penyakit jantung ; Ensefalitis dengan tetap mempertimbangkan adanya infeksi sistemik atau sepsis yang mungkin melatarbelakanginya atau muncul secara bersamaan; Metabolik misalnya hiperglikemia, hipoglikemia, hipoksia, uremia dan koma hepatikum; Elektrolit misalnya pada diare dan muntah; Neoplasma, tumor otak baik primer maupun metastasis ;Intoksikasi,berbagai macam obat atau bahan kimia; Trauma, terutama trauma kapitis : komosio, kontusio, perdarahan epidural, perdarahan subdural, dan dapat pula trauma abdomen dan dada; serta Epilepsi, pasca serangan grand mal atau pada status epileptikus).

PATOFISIOLOGI Koma disebabkan oleh gangguan pada korteks secara menyeluruh misalnya pada gangguan metabolik, dan dapt pula disebabkan oleh gangguan langsung atau tidak langsung terhadap formasio retikularis di talamu, mesensefalon, atau pons.Secara anatomik letaklesi yang menyebabkan koma dapat dibagi sebagai berikut : supratentorial (15%), infratentorial (15%), dan difus (70%) misalnya pada intoksikasi obat dan gangguan metabolik.1. Koma kortikal-bihemisferikOksigen dan glukosa memegang peranan yang penting dalam memelihara keutuhan kesadaran. Namun demikian, walaupunpenyediaan oksigen dan glukosa tidak terganggu, kesadaran individu dapat terganggu oleh adanya gangguan asam-basa darah, elektrolit, osmolalitas, ataupun defisiensi vitamin.

a. Hipoventilasi diperkirakan berhubungan dengan hipoksemia, hiperkapnia, gagal jantung kongestif, infeksi sistemik, serta kemampuan respiratorik yang tidak efektif lagi. Dasar mekanisme terjadinya gangguan kesadaran pada hipoventilasi belum diketahui secara jelas. Hipoksia merupakan faktor pontensial untuk terjadinya ensefalopati, tetapi bukan merupakan faktor tunggal karena gagaljantung kongestif masih mempunyai toleransi erhadap hipokseia dan pada kenyataannya tidak menimbulkan ensefalopati. Retensi CO2 malahan berhubungan erat dengan gejala neurologik. Sementara itu, munculnya gejala neurologik bergantung pula pada lama kondisi hipoventilasi.b. Anoksia iskemik adalah suatu keadaan dimana darah masih cukup atau dapat pula kurang cukup membawa oksigen tetapi aliran darah otak tidak cukup memberi darah ke otak. Penyakit yang mendari biasanya menurunkan curah jantung misalnya : infark jantung, aritmia, renjatan dan refleks vasovagal, atau penyakit yang meningkatkan resistensi vaskular serebral misalnya oklusi arterial (stroke) atau spasme. Iskemia pada umumnya lebih berbahaya dari pada hipoksia karena asam laktat tidak dapat dikeluarkan.c. Anoksia anoksik merupakan gambaran tidak cukupnya oksigen masuk ke dalam darah. Dengan demikan baik isi maupun tekanan oksigen dalam darah menurun. Keadaan demikian ini terdapat pada telanan oksigen lingkungan rendah atau oleh ketidakmampuan oksigen untuk mencapai dan menembus membran kapiler alveoli.d. Anoksia anemik disebabkan oleh jumlah hemoglobin yang mengikat dan membawa oksigen dalam darah menurun, sementara oksigen yang masuk ke dalam darah cukup. Keadaan ini terdapat pada anemia dan keracunan karbon monoksida.e. Hipoksia atau iskemia difus akut desebabkan oleh dua keadaan, ialah kadar oksigen mdalam darah menurun cepat sekali atau aliran darah otak menurun secara mendadak. Penyebab utamanya antara lain : obstruksi jalan napas, obstruksi arteri serebral secara masif, dan keadaan yang menyebabkan menurunnya curah jantung secara mendadak.f. Gangguan metabolisme karbohidrat meliputi hiperglikemia, hipoglikemia dan asidosis laktat. Penyebab potensial koma pada DM bervariasi, antara lain : hiperosmolaritas, ketoasidosis, asidosis lakta, iatrogenik, hiponatremia, uremia, infark otak dan hipotensi. Hiperglikemia menganggu sintesis asetilkolin di dalam otak. Hal ini akan menimbulkan blokade jalur kolinergik. Kegagalan transmisi kolinergik tadi akan sangan menurunkan fungsi sejumlah asam amino. Sementara ituaspartat meningkat empat kali, dan amonia meningkat empat belas kali sehingga menurunkan kesadaran sampai koma. Hipoglikemia akan mengganggu korteks otak secara difus, atau mengganggu fungsi batang otau atau keduanya. Terdapat kerusakan neuron secara dini dan paling berat di korteks otak, sementara neuron di batang otak dan ganglia basalis lebih ringan kerusakannya.g. Gangguan keseimbangan asam-basa meliputi asidosis respiratorik dan metabolik serta alkalosis respiratorik dan metabolik. Dari 4 jenis gangguan asam-basa tadi, hanya asidosis respiratorik yang bertindak sebgai penyebab langsung timbulnya stupor dan koma. Satu alasan mengapa gangguan keseimbangan asam-basa sistemik sering tidak mengganggu otak ialah adanya mekanisme fisiologik dan biokimiawi yang melindungi keseimbangan asam-basa di otak terhadap perubahan pH serum yang cukup besar. h. Uremia sering kali menganggu kesadaran penderita. Namun demikian, walaupun telah dilakukan penelitian yang cukup luas, penyebab pasti disfungsi otak pada uremia belum diketahui.i. Koma hepatik seringkali dijumpai di klinik. Defisiensi atau bahan-bahan toksik diperkirakan sebagai penyebab potensial koma hepatik tetapi tidak satu pun yang memberi kejelasan tentang patofisiologinya. Meningkatnya kadar amonia dalam darah di otak dianggap sebagai faktor utama terjadinya koma hepatik. Amonia dalam kadar tinggi dapat bersifat tiksik langsung terhadap otak. Disamping itu, amonia dapat menganggu pompa natrium dan mungkin pula mengganti kalium intraselular untuk kemudian menganggu aktivitas NA-K-ATPase. Lebih dari itu, amonia berkadar tinggi akan mengganggu metabolime energi sel otak yang mirip dengan keadaan hipoksia berat.j. Defisiensi vitamin B seringkali mengakibatkan delirium, demensia, dan mungkin pula stupor. Defisiensi tiamin menimbulkan penyakit Wernicke, suatu kompleks gejala yang disebabkan oleh kerusakan neuron dan vaskular di substansia grisea, daerah sekitar ventrikulus, dan akuaduktus.

2. Koma diensefalikKoma akibat gangguan fungsi atau lesi atau lesi struktural formasio retikularis di daerah mesensefalon dan diensefalon disebut koma diensefalik. Secara anatomik koma diensefalik dibagi menjadi dua bagian utama, ialah koma akibat lesi supratentorial dan lesi infratentorial.a. Lesi supratentorial pada umumnya berbentuk proses desak ruang atau space occupying process (SOP), misalnya gangguan peredaran peredaran darah otak dalam bentuk perdarahan, neoplasma, abses, edema otak, dan hidrosefalus obstruktif. Proses desak ruang tadi menyebabkan tekanan intrakranial meningkat dan kemudian menekan formasio retikularis di mesensefalon dan diensefalon.b. Herniasi sentral disebabkan oleh meningkatnya TIK secara menyeluruh. Terjadi herniasi otak melalui tentorium serebeli scara simetris. Penyebab tersering adalah perdarahan talamus, edema otak akut dan hidrosefalus obstruktif akut.c. Herniasi unkus merupakan herniasi lobus temporalis bagian medial terutama unkus. Herniasi ini disebakan oleh kompresi retrokaudal progresif : secara bertahap tekanan makin ke kaudal dan makin memberat, dan dikenal secara empat tahap dengan sindrom yang khas. Pertama kali yang tertekan adalah diensefalon dan nukleus hipotalamus. Tahap berikutnya merupakan penekanan terhadap mesensefalon. Dan keadaan ini N.III ipsilateral akan terjepit di antara arteri serebri posterior dan arteri serebeli superior sehingga terjadilah oftalmoplegi ipsilateral. Apabila penekanan terus berlanjut maka pons akan tertekan dan akhirnya akan berlanjut menekan medula oblongata. Tahap terakhir ini merupakan tahap agonia. Faktor penyebab adalah gangguan peredaran darah otak, neoplasma,abses, dan edema otak.

d. Herniasi singuli terjadi di bawah falks serebri, disebabkan oleh proses penekanan dari sati sisi hemisfer otak. Akibat dari herniasi singuli adalah tertekannya sistem arteri dan vena serebri anterior yang kemudian mengganggu fungsi lobus frontalis bagian puncak dan medial. Keadaan ini akan menimbulkan inkontinesia urin dan alvi serta gejala gegenhalten dan negativisme motorik atau paratonia.e. Lesi infratentorial meliputi dua macam proses patologik dalam ruang infratentorial (fosa kranii posterior). Pertama, proses diluar batang otak atau serebelum yang mendesak sistem retikularis, dan kedua merupakan proses didalam batang otak yang secara langsung mendesak dan merusak sistem retikularis batang otak. Proses yang timbul berupa penekanan langsung terhadap tegmentum mesenfalon, herniasi serebelum dan batang otak ke rostral melewati tentorium serebeli yang kemudian menekan formasio retikularis di mesensefalon, dan herniasi tonsilo-serebelum ke bwah melalui foramen magnum sekaligus menekan medula oblongata.

GAMBARAN KLINIKManifestasi klinik penurunan kesadaran dapat bersifat sangat akut atau bertahap. Dipandang dari penampilan klinik, penderita koma dapat bersikap tenang seakan-akan tidur pulas atau bersikap gelisah, banyak gerak, dan atau berteriak.Penurunan kesadaran dapat disertai oleh tanda dan gejala klinik lainnya, bergantung pada penyakit yang mendasarinya atau pada komplikasi yang muncul setelah terjadinya penurunan kesadaran. Dengan demikian manifestasi klinik penurunan kesadaran sangat bervariasi.Tanda dan gejala klinik yang dapat menyertai koma antara lain: demam, gelisah, kejang, retensi lendir/ sputum di tenggorok, retensi atau inkontinensia urin, hipertensi, hipotensi, takikardi, bradikardi, takipnea, dispnea, edema fokal atau anasarka, ikterus, sianosis dan pucat. Pada lesi intracranial dapat terjadi hemiplegia, deficit nervi kraniales, kaku kuduk, deviasi mata, perubahan diameter pupil, edema pupil. Pada trauma kapitis dapat terjadi hematoma kacamata, hematoma belakang telinga, perdarahan telinga dan hidung dan likorea.Dengan demikian setiap kasus koma harus diperiksa secara menyeluruh dan teliti. Adalah tidak berlebihan apabila dalam penanganan kasus koma diperlukan pengetahuan kedokteran secara menyeluruh, mengingat setiap perubahan nilai fisiologik harus dipahami makna, sebab dan akibatnya.

DIAGNOSISPendekatan diagnostic tidak berbeda dengan kasus-kasus lainnya, yaitu melalui urut-urutan anamnesis, pemeriksaan fisik neurologic dan pemeriksaan penunjang (patologi klinik, mikrobiologi, elektrofisiologi dan radiologi). a. Anamnesis, perlu ditanyakan secara cermat adanya penyakit atau keadaan yang mendahului penurunan kesadaran, demikian pula adanya keadaan klinik tertentu yang muncul bersamaan dengan terjadinya proses penurunan kesadaran. Awitan atau onset penurunan kesadaran dapat dijadikan petunjuk untuk memperkirakan penyebabnya. Awitan yang sangat akut (abrupt) menunjuk ke arah GPDO, dan awitan yang akut menunjukkan kemungkinan adanya GPDO, ensefalitis, hidrosefalus obstruktif akut atau pascatrauma kapitis. Sementara itu awitan subakut atau bertahap pada umumnya terjadi pada gangguan metabolic, edema otak, neoplasma, atau abses.b. Pemeriksaan klinik, dilakukan secara cermat dan sistemik dari ujung kepala sampai ujung kaki. Periksa dan evaluasi tanda vital. Pemeriksaan mata sangat penting untuk mengevaluasi penurunan kesadaran. Pupil (miosis, midriasis, anisokoria), papil nervus optikus (atrofi, edema), retina (perdarahan, edema, kelainan profil arteri/ vena), kedudukan dan gerakan bola mata, konjungtiva (anemia, perdarahan, edema), palpebra (hematoma, ptosis, lagoftalmous, edema), sclera (ikterus atau perubahan warna lainnya). Bau nafas dapat memberi petunjuk adanya proses patologik tertentu misalnya uremia, ketoasidosis, intoksikasi obat atau bahan kimia tertentu. Pemeriksaan dada dan abdomen dilakukan untuk mengetahui adanya dekompensasi jantung, gangguan paru-paru akut maupun kronis, sirosis hati, asites, hepatoma, retensi urin dan sebagainya. Sepanjang koma tidak dalam, maka adanya hemiplegi masih dapat diperiksa dengan memberi rangsangnyeri pada kedua lengan dan tungkai. Reflex babinski bilateral dapat member petunjuk kea rah edema otak, perdarahan subaraknoidal, perdarahan intraventrikuler dan perdarahan intraserebral yang besar atau luas. Tanda-tanda bekas trauma perlu diperiksa secara teliti, tidak hanya di daerah kepala, namun juga di daerah dada dan abdomen. Adanya edema di tungkai atau lengan. Edema anasarka dapat terjadi pada beberapa keadaan mislnya nefrosis, hipoproteinemia. Keadaan kulit apakah terdapat perubahan warna (sianosis, ikterus, pucat, merah karena ptekia atau purpura, hitam), perubahan turgor (dehidrasi), tanda luka (luka, hematoma).c. Kedalaman penurunan kesadaran yang dapat dinilai dengan GCSd. Pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan darah lengkap, glukosa darah, fungsi ginjal, elektrolit, fungsi hati, EKG, radiologi dan analisis gas darah.e. Pemeriksaan elektrofisiologi seperti EKG, CT Scan dan EEG.

TATALAKSANALife SavingTindakan berpedoman pada prinsip 5 B (breath, blood, brain, bladder, bowel)a. Breath : membebaskan dan membersihkan jalan napas. Jika terdapat tanda-tanda kesulitan atau gagal napas maka pasanglah intubasi (endotracheal tube) atau bahkan dapat langsung dilakukan trakeostomi.b. Blood : memelihara sirkulasi darah secara umum dan menjaga perfusi darah ke otak agar selalu cukup. Hal ini meliputi pemantauan tekanan darah, pemeriksaan keadaan jantung dan pemasangan infuse larutan garam fisiologik.c. Brain : menjaga fungsi otak secara optimal yang meliputi ADO, kebutuhan oksigen dan glukosa. Perlu diperhatikan adanya kejang maupun hiperpireksia. Apabila kejang dapat diberikan diazepam 10 mg iv dan dapat diulang 15-30 menit. Hiperpireksia yang terjadi bersifat sentral sehingga sulit untuk diturunkan. Oleh karena itu perlu dipikirkan penyebab hiperpireksia lain.d. Bladder : menjaga fungsi vesika urinaria secara optimal dengan cara memasang kateter. Urin yang keluar ditampung selama 24 jam untuk menghitung keseimbangan cairan dan elektrolit.e. Bowel : memperhatikan nutrisi dan fungsi usus dengan memasang NGT

Secara ringkas, tindakan pertama terhadap penderita koma adalah sebagai berikut:1. Berilah oksigen2. Pertahankan sirkulasi darah secara optimal3. Berilah glukosa4. Turunkan tekanan intracranial5. Hentikan segera setiap serangan kejang6. Obati setiap infeksi yang ada7. Perbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit8. Awasi dan pertahankan suhu tubuh normal9. Berilah tiamin10. Pertimbangkan antidotum spesifik11. Kontrol setiap agitasi

PERAWATAN UMUMPerawatan umum penderita koma bersifat komples. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah tenaga perawat, teknik perawatan, tersedianya obat-obatan dan alat medik tertentu, tersedianya alat-alat non medik, dan pengawasan ketat terhadap seluruh perangkat keperawatan.Kepada setiap perawat perlu ditekankan bahwa merawat penderita koma adalah sepihak,dengan arti bahwa tidak dapat diajak bekerjasama. Disamping itu, refleks-refelks fisiologik pada umumnya menurun atau bahkan menghilang. Dengan demikian setiap perawat harus memberi perhatian khusus dari waktu ke waktu dengan sikap yang baik dan telaten. Pelaksanaan seluruh instruksi harus diperhatikan selama 24 jam. Hal-hal yang harus segera dilaporkan perlu dicatat secara khusus. Kepada pihak keluarga penderita seyogyanya bersifat terbuka, terutama dalam hal maju-mundurnya keadaan penderita.Teknik perawatan penderita koma bersifat lebih khusus, mulai dari menyiapkan tempat tidur sampai dengan pemasangan alat tertentu yang kadang-kadang membutuhkan ketelitian atau kecermatan yang tinggi. Pemasangan infus harus hati-hati agar tidak timbul flebitis di kemudian hari, dan dalam kaitan ini janganlah memasang infus di lengan atau tungkai yang mengalami kelumpuhan. Apabila terpaksa karena keempat anggota tubuh lumpuh semua, maka tempat masuknya jarum harus sering dikontrol apakah ada tanda-tanda flebitis.Pemasangan intubasi dan NGT memerlukan keterampilan tersendiri. Secara berkala periksalah apakah ada sumbatan intubasi ataupun penumpukan lendir. Terhadap NGT perlu pula diperiksa apakah ada kelainan cairan lambung.Apabila terpasang saliran (drain) maka periksalah secara berkala apakah berfungsi dengan baik atau apakah cairan/darah masih keluar atau tidak. Apabila terpasang kateter maka periksalah secara berkala, apakah urin keluar dengan lancar atau justru terjadi retensi urin karena kateternya tersumbat jendalan darah dan sebagainya.Mata penderita koma kadang-kadang tidak dapat menutup secara rapat dan hal demikian ini dapat menimbulkan ulserasi atau infeksi kornea. Untuk mencegah hal tersebut maka berilah salep mata dan kemudian kedua mata ditutup dengan kasa steril dan diplester. Setiap pagi dan sore harus dikontrol dengan cermat.Pengubahan posisi baring setiap 2 jam akan sangat membantu dalam pencegahan dekubitus maupun pneumonia. Terhadap anggota tubuh yang lumpuh perlu dilakukan latihan atau gerakan pasif. Hal ini perlu untuk mencegah kontraktur atau flebitis di vena bagian dalam.Pada saat memandikan penderita maka ada kesempatan untuk memeriksa situasi tubuh penderita secara menyeluruh. Perhatikanlah daerah lipatan apakah ada tanda-tanda peradangan. Daerah tumit, pantat, skapula dan kepala bagian belakang serta siku biasanya merupakan daerah yang mudah terkena dekubitus. Tempat tidur harus selalu bersih dan jangan sampai ada lipatan. Urin atau feses yang merembes mempermudah terjadinya dekubitus. Waspadailah adanya serangga kecil yang kadang-kadang tertarik bau khusus dari tubuh penderita.Keluarga penderita hendaknya diberi pengertian tentang tatacara berkunjung. Setiap kali menjenguk hendaknya maksimal 2 orang yang masuk kamar penderita. Bila perlu penderita tidak boleh ditengok oleh siapapun, kecuali ada keperluan khusus. Kesegaran udara dikamar penderita harus dijaga dengan sebaik-baiknya.RUJUKAN PENDERITAYang perlu dipertimbangkan adalah Perlu dirujuk atau tidak Akan dirujuk kemana Alat transportasi yang digunakan Persetujuan pihak keluarga

PROGNOSISPrognosis bergantung pada banyak faktor yaitu penyebab penurunan kesadaran, gejala klinis, kecepatan tindakan, kelengkapan fasilitas, penyulit yang muncul dan kemampuan tenaga medis yang menanganinya.

BRAIN DEATH (Mati batang otak)

Mati batang otak adalah kerusakan otak ireversibel yang menyebabkan destruksi permanen fungsi batang otaksehingga terjadi kematian pasien ( fungsi KV dan respirasi dapat dipertahankan dengan ventilator).

Kriteria Mati Batang Otak1. Tidak ada respon pupil terhadap cahaya2. Tidak ada refleks kornea3. Tidak ada refleks vestibulo-okular4. Tidak ada refleks muntah atau respons terhadap pengisapan trakea5. Tidak ada respons motorik pada daerah nervus kranial terhadap rengsang nyeri6. Tidak ada gerakan pernapasan ketika ventilator dilepaskan

1