Author
vuhanh
View
306
Download
28
Embed Size (px)
ISBN: 978 602 1150 21 4
1
PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW
UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN MATERI MIKROORGANISME
SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 BATU
Mohammad Qodri
Guru SMA Negeri 1 Batu
Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman siswa untuk materi
mikroorganisme dengan menerapkan metode pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
Tahapan pembelajaran pada metode ini adalah; (1) materi mikroorganisme dibagi dalam
sub-sub topic, sesuai dengan banyaknya kelompok ahli yang akan ditentukan, (2) siswa
dibagi dalam kelompok-kelompok (asal) yang masing-masing kelompok terdiri dari 5 -8
siswa, (3) setiap anggota kelompok (kelompok asal) kemudian menggabungkan diri
dengan anggota kelompok lain dalam kelompok ahli, yang jumlahnya disesuaikan
dengan pembagian materi, masing-masing kelompok ahli mempunyai tugas mempelajari
satu sub materi, kemudian masing-masing anggota kelompok ahli kembali kepada
kelompok asalnya, untuk menjelaskan materi yang telah dipelajari dari kelompok ahli,
dan (4) melakukan presentasi kelompok dan diskusi klasikal untuk pemantapan materi,
refleksi dan reward (5) memberikan post tes untuk mengukur tingkat pemahaman
siswa.Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan tingkat pemahaman siswa
(perolehan nilai rata-rata kelas) terhadap materi mikroorganisme sebesar 9,14 dan
peningkatan ketuntasan klasikal sebesar 17,65 %.
Kata kunci : pemahaman, jigsaw
Pendidikan merupakan proses terus menerus yang bertujuan menghantarkn siswa secara
individu maupun sosial mampu merubah sikap, perilaku dan kemampuan akademik lebih
baik, sehingga diharapkan terbentuk masyarakat semakin hari semakin meningkat
kualitasnya. Untuk itu siswa sebaga subyek pendidikan harus mau belajar secara terus
menerus. Belajar tidak sekedar menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta, tetapi merupakan
kegiatan menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman yang lebih utuh.
Konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan. Belajar akan
lebih bermakna jika anak mengalami langsung apa yang dipelajarinya.
Untuk melaksanakan proses pembelajaran yang bermakna diperlukan komponen-
komponen pendukung yang memadai, baik kualitas pendidik, sarana dan prasarana,
perangkat pembelajaran, dan dukungan lingkungan serta kesiapan siswa juga harus baik, jika
salah satu dari komponen di atas kurang baik akan mengurangi makna proses dan hasil
pendidikan. Menurut Subanji (2013) pembelajaran bermakna, dapat mendorong siswa: (1)
mengonstruksi pengetahuan (materi) baru melalui pengaitan dengan pengetahuan lama, (2)
memahami materi lebih dari sekedar tahu, (3) menjawab apa, mengapa, dan bagaimana; (4)
menginternalisasi pengetahuan ke dalam diri sedemikian hingga membentuk perilaku, dan (5)
mengolah perilaku menjadi karakter diri.
Materi biologi yang selama ini dianggap cukup sulit dipahami siswa antara lain adalah
materi mikroorganisme. Rendahnya pemahaman materi mikroorganisme pada siswa kelas X
di SMAN 1 Batu dapat dilihat dari nilai rata-rata kelas dan tingkat ketuntasan ulangan KD,
sebagaimana tampak pada Tabel 1.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
2
Tahun
Kelas XMIPA1 Kelas XMIPA2
Rerat
a
Nilai
Tingkat
Ketuntas
an
Rerat
a
Nilai
Tingkat
Ketuntas
an
2014-
2015 68 58 % 64
53 %
2015-
2016 72 67 % 62
61 %
Tabel 1. Nilai rata-rata dan tingkat ketuntasan
Kondisi ini disebabkan oleh berbagai hal, antara lain; mikroorganisme merupakan
material yang cukup sulit diamati karena ukurannya ekstra kecil, dan peralatan (mikroskop)
yang dimiliki sekolah belum mampu untuk mengidentifikasi mikroorganismedengan
memadai, sehingga pemahaman siswa diperoleh dari informasi buku-buku yang juga masih
terbatas, disamping itu minat siswa untuk menghafal istilah-istilah latin yang cukup banyak
dan asing masih rendah.
Berdasarkan wawancara dengan sesama guru pengajar dan beberapa siswa di SMAN 1
Batu deperoleh informasi bahawa metode pembelajaran yang selama ini diterapkan yaitu
ceramah dan diskusi kelas kurang cocok untuk diterapkan untuk materi mikroorganisme.
Karena itu untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi mikroorganisme perlu
diupayakan mencari alternatif metode pembelajaran yang lebih baik dan sesuai untuk materi
tersebut.
Beberapa metode pembelajaran kooperatif yang berkembang saat ini
1. Tipe STAD (Student Team Achievement Division)
Pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD),
Pembelajaran kooperatif tipe STAD terdiri dari lima tahapan utama sebagai berikut: 1)
Presentasi kelas. Materi pelajaran dipresentasikan oleh guru dengan menggunakan metode
pembelajaran. 2) Kerja kelompok. Kelompok terdiri dari 4-5 orang. Dalam kegiatan
kelompok ini, para siswa bersama-sama mendiskusikan masalah yang dihadapi,
membandingkan jawaban, atau memperbaiki miskonsepsi. 3) Tes. Setelah kegiatan
presentasi guru dan kegiatan kelompok, siswa diberikan tes secara individual. Dalam
menjawab tes, siswa tidak diperkenankan saling membantu. 4) Peningkatan skor individu.
Setiap anggota kelompok diharapkan mencapai skor tes yang tinggi karena skor ini akan
memberikan kontribusi terhadap peningkatan skor rata-rata kelompok. 5) Penghargaan
kolompok. Kelompok yang mencapai rata-rata skor tertinggi, diberikan penghargaan.
2. Tipe Think-Pair-Share
Tahapan pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share adalah sebagai berikut; 1)
Berpikir (Think): Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang terkait dengan pelajaran dan
siswa diberi waktu untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri. 2)
Berpasangan (Pair): Guru meminta para siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan
mengenai apa yang telah dipikirkan. Biasanya guru mengizinkan tidak lebih dari 4 atau 5
menit untuk berpasangan. 3) Berbagi (Share): Pada langkah akhir ini guru meminta
ISBN: 978 602 1150 21 4
3
pasangan-pasangan tersebut untuk berbagi atau bekerjasama dengan kelas secara keseluruhan
mengenai apa yang telah mereka bicarakan.
3. Tipe Jigsaw
Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-
temannya di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di
Universitas John Hopkins. Arends (1997) dalam bukunya menyimpulkan dengan kutipan
sebagai berikut.
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang
terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan
bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam
kelompoknya. Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran
kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil masing-masing terdiri dari
4 6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan
bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan
menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok.
4. Tipe NHT (Numbered Heads Together)
Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered heads together (Kepala
Bernomor) dikembangkan Spencer Kagan.
Adapun langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Numbered heads
togetherantara lain: 1) Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok
mendapat nomor. 2) Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok me-
ngerjakannya. 3) Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap
anggota kelompok dapat mengerjakannya/menge-tahui jawabannya. 4) Guru memanggil
salah satu nomor siswa dan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka. 5)
Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain.
5. Tipe GI (Group Investigation)
Tahapan-tahapan dalam menerapkan pembelajaran kooperatif GI adalah sebagai
berikut: 1) Tahap Pengelompokan (Grouping), Yaitu tahap mengidentifikasi topik yang akan
diinvestigasi serta mebentuk kelompok investigasi, dengan anggota tiap kelompok 4 sampai
5 orang. 2) Tahap Perencanaan (Planning), Tahap Planning atau tahap perencanaan tugas-
tugas pembelajaran. 3) Tahap Penyelidikan (Investigation) Tahap Investigation, yaitu tahap
pelaksanaan proyek investigasi siswa. 4) Tahap Pengorganisasian (Organizing), Yaitu tahap
persiapan laporan akhir. 5) Tahap Presentasi (Presenting), Tahap presenting yaitu tahap
penyajian laporan akhir. 6) Tahap Evaluasi (Evaluating), Pada tahap evaluating atau
penilaian proses kerja dan hasil proyek siswa.
Metode Jigsaw, kelebihan dan kelemahannya.
Salah satu model pembelajaran kooperatif yang sering digunakan adalah Kooperatif
Tipe Jigsaw (Iran, 2015; Masdalifa 2013; Viktorino 2013). Iran (2015) menemukan bahwa
pembelajaran jigsaw dapat meningkatkan aktifitas dan kreatifitas siswa. Menurut Masdalifa
(2013), pada pembelajaran model Kooperatif Tipe Jigsaw setiap siswa adalah anggota dari
dua kelompok yang berbeda yaitu kelompok asal dan kelompok ahli. Prinsipnya guru
membagi topik besar menjadi sub-sub topik. Siswa memulai pelajaran dalam kelompok-
kelompok asal. Pada Kooperatif Tipe Jigsaw, setiap anggota kelompok asal diberi tanggung
jawab untuk menyelesaikan dan memahami salah satu sub topik. Untuk memahami sub-sub
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
4
topik setiap anggota tim harus berkerja sama dengan anggota kelompok lain untuk berbagi
pengetahuan secara efektif. Selanjutnya setiap siswa menjadi ahli dan mengajarkan ke
anggota kelompok asalnya.
Menurut Viktorino Teddy Loong (2013), pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
memiliki langkah-langkah: (1) penjelasan dari guru, (2) siswa bekerja di kelompok ahli untuk
menyelesaikan masalah yang berbeda, (3) siswa kembali ke kelompok asal untuk saling
menjelaskan hasil pekerjaan di kelompok ahli kepada temannya, (4) kuis, dan (5) pemberian
penghargaan. Dalam kooperatif Jigsaw para siswa dimotivasi untuk mempelajari materi
pembelajaran yang diberikan sebaik mungkin dan bekerja keras di dalam kelompok ahli
sehingga dapat membantu anggota kelompok lainnya.
Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar, menurut Ibrahim (Evairawati, 2012: 26)
bahwa pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw memiliki beberapa kelebihan : 1) Dapat
memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dengan siswa lain, 2) Siswa dapat
menguasai pelajaran yang disampaikan, 3) Setiap anggota berhak menjadi ahli dalam
kelompoknya, 4) Dalam proses belajar mengajar siswa saling ketergantungan positif, 5)
Setiap siswa dapat saling mengisi satu sama lain. Sedangkan kekurangannya, sebagai berikut
: 1) Membutuhkan waktu yang lama, 2) Siswa cenderung tidak mau apabila ia sendiri yang
pandai dan yang kurang pandai pun merasa minder apabila digabungkan dengan temannya
yang pandai walaupun lama kelamaan perasaan itu akan hilang dengan sendirinya.
Menurut Budairi (2012:1) kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw antara
lain sebagai berikut: 1) Mendorong siswa untuk lebih aktif di kelas, kreatif dalam berfikir
serta bertanggungjawab terhadap proses belajar yang dilakukannya, 2) Mendorong siswa
untuk berfikir kritis dan dinamis, 3) Memberi kesempatan setiap siswa untuk menerapkan dan
mengembangkan ide yang dimiliki untuk menjelaskan materi yang dipelajari kepada siswa
lain dalam kelompok belajar yang telah dibentuk oleh guru, 4) Diskusi tidak didominasi oleh
siswa tertentu saja, tetapi semua siswa dituntut untuk menjadi aktif dalam diskusi tersebut.
Sedangkan kekurangannya adalah : 1) Proses belajar mengajar (PBM) membutuhkan lebih
banyak waktu dibanding metode yang lain, 2) Bagi guru metode ini memerlukan kemampuan
lebih karena setiap kelompok membutuhkan penanganan yang berbeda.
Berdasakan pendapat tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang menjadi
kelebihan dari pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw yaitu : (1) siswa dapat bekerjasama
dengan teman kelompoknya, (2) siswa bertanggungjawab terhadap tugas diberikan, (3) siswa
dapat menguasai materi lebih dari satu, (4) siswa lebih aktif dan antusias dalam
mengembangkan kemampuan berbicara terhadap anggota kelompoknya.
Sedangkan kelemahannya dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif
tipe Jiigsaw yaitu: (1) membutuhkan waktu yang cukup lama, (2) memerlukan rencana yang
matang dan kemampuan yang lebih dari guru untuk mempersiapkan pembelajarannya.
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh
Elliot Aronson dan kawan-kawannya (1978) dari Universitas Texas, dan kemudian
diadaptasikan oleh Slavin dkk. (1986) di Universitas John Hopkins sebagai metode
Cooperative Learning. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw bisa digunakan dalam pengajaran
membaca, menulis, mendengarkan, ataupun berbicara bahkan bisa digunakan dalam beberapa
ISBN: 978 602 1150 21 4
5
mata pelajaran seperti Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Matematika,
Agama, dan Bahasa.
Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, guru memperhatikan skema atau latar
belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemat ini agar bahan
pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu siswa bekerja dengan sesama siswa dalam
suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan
meningkatkan keterampilan berkomunikasi, (Lie, 2010: 69). Sedangkan menurut Ibrahim
(2000: 73) bahwa : Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model
pembelajaran kooperatif dengan siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6
orang dengan memperhatikan keheterogenan, bekerjasama positif dan setiap anggota
bertanggungjawab untuk mempelajarai masalah tertentu dari materi yang diberikan dan
menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain.
Lebih lanjut, Slavin (2009: 237) mengemukakan bahwa dalam pelaksanaan
pembelajaran koperatif tipe Jigsaw, para siswa bekerja dalam tim yang heterogen seperti
dalam STAD dan TGT, para siswa tersebut diberi tugas untuk membaca beberapa bab atau
unit, dan diberikan lembar ahli yang terdiri atas topik-topik yang berbeda yang harus
menjadi fokus perhatian masing-masing anggota tim saat mereka membaca. Setelah semua
anak selesai membaca, siswa-siswa dari tim yang berbeda yang mempunyai fokus topik yang
sama bertemu dalam kelompok ahli untuk mendiskusikan topik mereka sekitar tiga puluh
menit. Para ahli tersebut kemudian kembali kepada tim mereka dan secara bergantian
mengajari teman satu timnya mengenai topik mereka. Yang terakhir adalah para siswa
menerima penilaian yang mencakup seluruh topik, dan skor kuis akan menjadi skor tim,
seperti dalam STAD.
Johnson (Ayuksumadewi, 2013: 1) menyatakan bahwa Pembelajaran
Kooperatif Jigsaw ialah kegiatan belajar secara kelompok kecil, siswa belajar dan bekerja
sama sampai kepada pengalaman belajar yang maksimal, baik pengalaman individu maupun
pengalaman kelompok. Senada dengan itu Ryashingwa (2013: 3) mengemukakan bahwa
Pembelajaran kooperatif jenis Jigsaw adalah satu jenis pembelajaran kooperatif yang terdiri
dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian
materi belajar dan mampu mengajarkan bagian tersebut kepada anggota lain dalam
kelompoknya.
Gambar 1. Ilustrasi Kelompok Jigsaw
Kelompok Asal (1)
A-1, B-1. C-1, D-1
Kelompok Asal (2)
A-2, B-2. C-2, D-2
Kelompok Asal (3)
A-3, B-3. C-3, D-3
Kelompok Asal (4)
A-4, B-4. C-4, D-4
Kelompok Ahli (1)
A-1, A-2. A-3, A-4
Kelompok Ahli (2)
B-1, B-2. B-3, B-4
Kelompok Ahli (3)
C-1, C-2. C-3, C-4
Kelompok Ahli (4)
D-1, D-2. D-3, D-4
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
6
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif
tipe Jigsaw adalah suatu model pembelajaran kerjasama yang terdiri dari beberapa anggota
dalam satu kelompok yang bertanggung jawab terhadap materi yang
dipelajari dan dapat mengajarkannya kepada anggota lain dalam kelompoknya.
Berdasarkan berbagai alasan di atas, maka peneliti mengadakan penelitian tindakan
kelas pada materi mikroorganisme dengan mengambil judul Penerapan Pembelajaran
Kooperatif Tipe Jigsaw untuk Meningkatkan Pemahaman Materi Mikroorganisme Siswa
Kelas X SMA Negeri 1 Batu.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas menggunakan model pembelaaran
kooperatif tipe jigsaw, dengan langkah-langkah penelitian sebagai berikut :
1) Tahap Perencanaan, pada tahap ini penerliti bekerjasama dengan rekan guru sejawat
menyusun perangkat yang diperlukan antara lain : a) rencana pelaksanaan pembelajaran,
b) lembar kerja siswa, c) pedoman penilaian, d) butir-butir soal, e) lembar observasi, f)
lembar respon siswa, g) lembar penilaian diskusi, h) pengembangan media, i) mennyusun
sumber belajar.
2) Tahap Tindakan (Pengumpulan Data), pada tahap ini peneliti dibantu observer
melaksanakan semua rencana yang telah ditentukan, peneliti melaksanakan kegiatan
pembelajaran sementara observer melakukan pengamatan proses pembelajaran, penelitian
ini dibagi dalam 2 siklus, setiap siklus terdiri dari 2 pertemuan dan setiap pertemuan
berlangsung selama 3 jam pelajaran.
Pada setiap pertemuan pembelajaran, dilakukan tahapan sebagai berikut :
a) Kegiatan pembukaan.
Kegiatan ini diawali dengan memberikan salam yang dilanjutkan dengan berdoa
bersama, kemudian guru melakukan apersepsi dan presensi, menjelaskan indikator dan
tujuan pembelajaran, memberikan soal pretes dan terakhir menjelaskan rencana kegiatan
pembelajaran yang akan dilaksanakan pada hari itu.
b) Kegiatan inti.
Membagi siswa dalam kelompok-kelompok asal, Memberikan sumber materi dan
Lembar Kerja Ssiswa kepada setiap kelompok asal, Menentukan kelompok-kelompok
ahli, Membimbing siswa dalam diskusi kelompok ahli, Membimbing siswa dalam
kelompok asal, Mengatur proses presentasi dan diskusi kelas.
c) Kegiatan penutup.
Memberikan penguatan materi pembelajaran, dan menjawab pertanyaan-pertnyaan dari
siswa, kemudian memberikan post test dan tugas untuk pertemuan berikutnya, terakhir
mengakiri kegiatan pembelajaran dengan memberikan salam.
Siklus I dilakukan 2 kali pertemuan, yaitu pertemua ke-1 pada hari selasa, tanggal 04
Oktober 2016 selama 2 jam pelajaran dan Sabtu, tanggal 08 Oktober 2016 selama 1 jam
pelajaran. Sedangkan pertemuan ke-2 pada hari selasa 11 Oktober 2016 selama 2 jam
pelajaran dan hari Rabu, tanggal 12 Oktober 2016 selama1 jam pelajaran. Demikian juga
dengan siklus II dilakukan 2 kali pertemuan, yaitu pertemuan ke-1 dilaksanakan pada hari
ISBN: 978 602 1150 21 4
7
Rabu, tanggal 26 Oktober 2016 selama 2 jam pelajaran dan Sabtu, tanggal 29 Oktober 2016
selama 1 jam pelajaran. Sedangkan pertemuan ke-2 dilaksanakan pada hari Rabu, 02
November 2016 selama 2 jam pelajaran dan hari sabtu, tangga 05 November 2016 selama 1
jam pelajaran.
Selama kegiatan pembelajaran berlangsung, observer mencatat segala hal yang
dianggap penting dan berkaitan dengan proses pembelajaran, terutama aktifitas siswa. Hasil
observasi menjadi bahan diskusi antara peneliti dan observer, untuk mengevaluasi proses
pembelajaran yang telah direncanakan dan untuk memperbaiki kegiatan pembelajaran
berikutnya.
3) Tahap Analisa data
Data yang diperoleh dari siklus I adalah data-data yang menggambarkan tingkat
pemahaman siswa kelas X-MIPA-1 dalam aspek kognitif, aspek psikomotor dan aspek
sikap siswa terhadap pembelajaran biologi dengan metode kooperatif tipe Jigsaw. Nilai
aspek kognitif diperoleh dari nilai pre test dan post test, nilai aspek psikomotor diperoleh
dengan mengobservasi jalannya diskusi kelas, dan nilai sikap diperoleh dengan
memberikan tabel respon siswa terhadap proses pembelajaran.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perencanaan
Pada tahap perencanaan dilakukan beberapa kegiatan yaitu; menyusun Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) tipe Jigsaw, media pembelajaran, lembar kerja siswa,
format pedoman dan instrumen penilaian, menyusun format observasi yang dilakukan
bersama dengan teman guru sejawat pembina mata pelajaran biologi, hal ini dilakukan untk
menyamakan persepsi dan tindakan dalam proses pembelajaran pada level kelas yang sama
yaitu kelas X semester gasal.
Tahap perencanan pembelajaran siklus I diawali dengan peneliti menyusun RPP model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw untuk mencapai 4 indikator kompetensi materi mikro
organisme, yaitu: (a) mendeskripsikan ciri-ciri, struktur, bentuk, ukuran, (b) menggambarkan
struktur tubuh, (c) menjelaskan cara hidup, (d) menjelaskan cara replikasi, dan (e)
menjelaskan klasifikasinya. Selanjutnya, peneliti menyusun media pembelajaran berupa : (1).
gambar-gambar ragam bentuk dan struktur mikroorganisme, (b) diagram replikasi
mikroorganisme, (c) gambar-gambar penyakit yang disebabkan mikroorganisme, serta (c)
video yang berkaitan dengan proses replikasi dan penularan penyakit oleh mikroorganisme.
Disamping itu peneliti juga menyusun LKS sesuai dengan jumlah kelompok ahli yang
dibentuk yaitu lima buah: (1) LKS tentang sejarah penemuan mikroorganisme, (2) LKS
tentang struktur tubuh mikroorganisme, (3) LKS tentang cara replikasi mikroorganisme, dan
(4) LKS tentang perbedaan siklus litik dan siklus lisogenik, serta (5) LKS tentang
klasifikasi mikroorganisme.
Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I maka perencanaan pembelajaran pada siklus II
telah dilakukan beberapa perubahan utnuk pelaksanaan pembelajaran sebagai berikut: 1) pada
awal pembelajaran dilakukan apersepsi lebih baik, sehingga siswa diarahkan lebih focus pada
proses pembelajaran yang akan dilakukan, 2) akan dilakukan persiapan sarana dan prasarana
lebih baik, 3) membagi materi pembelajaran menjadi 7 bagian, sehingga kelompok ahli
menjadi 7 kelompok, 4) soal-soal pre tes dan postes dibuat uraian terstruktur.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
8
Selanjutnya guru menyiapkan LKS sesuai dengan jumlah kelompok ahli yaitu: (1) LKS
tentang ciri-ciri archaebacteria, (2) LKS tentang ciri-ciri eubacteria, (3) LKS tentang
perbedaan sel archaebacteria dan eubacteria, (4) LKS tentang struktur sel eubakteria, (5)
LKS tentang penggolongan archaebacteria, (6) LKS tentang penggolongan eubacteria, (7)
LKS tentang cara hidup bakteri.
Dalam penelitian ini pengetahuan kognitif siswa diukur dengan instrumen penilaian kognitif
berupa soal-soal pre tes dan post tes dengan rubrik dan skala penilaian masing-masing yang
disusun oleh peneliti sendiri. Aspek sikap diukur dengan lembar observasi respon siswa.
Sedangkan aspek psikomotor dengan lembar observasi diskusi kelas yang dipegang oleh
observer selama proses pembelajaran berlangsung.
Pembelajaran dikatakan berhasil jika telah mencapai target minimal : (1) pada aspek kognitif
jika nilai rata-rata kelas minimal 70, dan tingkat ketuntasan mencapai 80%, (2) untuk aspek
psikomotor nilai rata-rata kelas minimal 75, dan (3) untuk aspek sikap nilai rata-rata kelas
minimal 80.
Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan pembelajaran siklus I dan sikus II pada dasarnya sama, yaitu diawali
dengan kegiatan pembukaan, dimana guru memberikan salam dan menanyakan kondisi siswa
secara umum, lalu guru memberikan apersepsi berupan informasi tentang Kompetensi Dasar
dan indikator yang akan dicapai, lalu menyajikan data atau gambar atau video fenomena yang
yang berkaian dengan mikroorganisme serta memberikan beberapa pertanyaan yang
berkaitan dengan tayangan, kemudian guru memberikan pretes. Terakhir guru menjelaskan
proses pembelajaran yang akan dilakukan pada pertemuan ini; (1) membagi siswa dalam
kelompok-kelompok (kelompok asal), (2) menentukan kelompok ahli, (3) membagi sumber
belajar dan LKS.
Setelah kelompok asal ditentukan maka siswa dari masing-masing kelompok asal akan
menuju ke kelompok ahli untuk mendiskusikan materi masig-masing kelompok ahli yang
telah ditentukan. Saat siswa melakukan diskusi di kelompok ahli untuk membahas atau
menjawab pertayaan-pertanaan yang ada di LKS guru senantiasa memberikan bantuan dan
penjelasan mengenai hal-hal yang belum atau tidak dimengerti oleh siswa, dengan
mengacungkan tangan dan mengemukakan pertanyaan kepada guru, selanjutnya guru akan
memberikan penjelasan kepada kelompok tersebut.
Siswa pada kelompok ahli masing-masing harus menyelesaikan semua pertanyaan
yang ada di LKS dengan benar dan lengkap, karena hasil diskusi pada kelompok ahli akan
dibawa ke kelompok asal masing-masing dan harus dibelajarkan kepada kelompoknya, dalam
diskusi kelompok asal. Setelah diskusi di kelompok asal selesai maka masing-masing
kelompok mengirimkan wakilnya untuk melakukan presentasi dan diskusi klasikal, masing-
masing wakil kelompok mempresentasikan satu sub materi di depan kelas, kemudian
dilakukan diskusi yang dipandu oleh moderator atau guru pembina.
Pada kegiatan penutup peneliti memberikan pemantapan terhadap materi yang
dipelajari oleh siswa, dan memberikan tugas untuk pertemuan berikutnya. Terakhir dilakukan
post test menggunakan soal uraian terstruktur.
Selama proses pembelajaran berlangsung observer mencatat segala hal yang dianggap
perlu untuk digunakan dalam memperbaiki pelaksanaan pembelajaran berikutnya. Adapun
ISBN: 978 602 1150 21 4
9
hasil perolehan nilai rata-rata siswa pada aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomotor selama
pembelajaran siklus I adalah sebagai beikut:
1) Rata-rata nilai pre test dan post test siklus I dan siklus II (Nilai kognitif)
Nilai Siklus I Siklus II Selisih
Pretes Postes Pretes Postes Pretes Postes
Rata-rata 58.51 67.10 65.81 76.24 7.30 9.14
Tertinggi 75.23 78.96 75.23 88.00 0.00 9.04
Terendah 39.43 52.08 44.67 56.32 5.24 4.24
Tingkat ketuntasan kelas 47.06 67.65 73.53 85.29 26.47 17.65
Tabel 2. Perolehan nilai kogntif siklus I daa sikus II
2) Rata-rata nilai respon siswa terhadap pembelajaran (Nilai sikap)
NO PERNYATAAN TS KS S SS
Jml % Jml % Jml % Jml %
1. Materi pelajaran yang dipelajari menjadi
lebih mudah di fahami 2 6.25 4 12.5 20 62.5 6 18.8
2. Lembar Kerja Siswa (LKS) yang
digunakan dapat membantu memahami
materi pelajaran
1 3.13 4 12.5 21 65.6 6 18.8
3. Suasana Belajar di kelas lebih
menyenangkan 2 6.25 2 6.25 23 71.9 5 15.6
4. Model pembelajaran yang digunakan
guru (Jigsaw) membantu untuk lebih
memahami materi pelajaran
0 0 1 3.13 24 75 7 21.9
5. Model pembelajaran yang digunakan
guru (Jigsaw) cocok untuk memahami
materi biologi selanjutnya
2 6.25 3 9.38 19 59.4 8 25
Tabel 3. Perolehan nilai afektif siklus I daa sikus II
3) Rata-rata nilai hasil observasi diskusi kelas ( Nilai Psikomotor)
Klp.
Menyatakan
pendapat Menanggapi Argumentasi Jumlah Skor Nilai
Skl-
1
Skl-
2
Skl-
1
Skl-
2
Skl-
1
Skl-
2
Skl-
1
Skl-
2
Skl-
1
Skl-
2
1 3 3 - 3 3 - 2 3 1 8 9 1 67 75 8
2 3 3 - 2 4 2 3 4 1 8 11 3 67 92 25
3 3 4 1 3 3 - 3 3 - 9 10 1 75 83 8
4 4 4 - 2 2 - 2 3 1 8 9 1 67 75 8
5 4 4 - 3 3 - 4 4 - 11 11 - 92 92 -
Rerata 3.4 3.6 1 2.6 3 2 2.8 3.4 1 8.8 10 1.5 73 83 10
Tabel 4. Perolehan nilai kogntif siklus I dan sikus II
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
10
Pengamatan
Pengamatan pada siklus I dilakukan oleh beberapa orang observer dari teman sejawat,
beberapa temuan hasil observasi yang dilakukan selama proses pmbelajaran dapat dijelaskan
sebagai berikut : (1) siswa pada awal pembelajaran kurang terfokus, tetapi pada saat
selanjutnya semua siswa bisa fokus pada pembelajaran, (2) masih banyak waktu yang
digunakan untuk mempersiapkan sarana pembelajaran yang dibutuhkan, misalnya pengaturan
meja perkelompok, pemberian label meja untuk masing-masing kelompok, (3) sebagian besar
anggota dari kelompok ahli belum menyelesaikan atau menjawab semua persoalan yang
diajukan dalam LKS, (4) soal-soal uraian yang diberikan ( pre tes dan post tes ) terlalu
terbuka, sehingga hasil rekaman (5) pembagian atau pembentukan kelompok yang langsung
dilakukan memerlukan waktu yang cukup banyak.
Pada siklus II pengamatan dilakukan oleh 2 orang observer dari teman sejawat,
beberapa temuan hasil observasi yang dilakukan selama proses pmbelajaran dapat dijelaskan
sebagai berikut : (1) siswa pada awal pembelajaran sudah lebih fokus, tetapi pada saat
selanjutnya semua siswa bisa fokus pada pembelajaran, (2) sebagian besar anggota dari
kelompok ahli telah menyelesaikan atau menjawab semua persoalan yang diajukan dalam
LKS, (3) soal-soal uraian yang diberikan (pre tes dan post tes) lebih terstruktur sehingga
hasil sehingga siswa tidak ada yang Tanya tentang maksud butir-butir soal, (4) pembagian
atau pembentukan kelompok yang langsung dilakukan memerlukan waktu yang lebih baik
dari pada siklus I.
Refleksi
Refleksi telah dilakukan dengan berdiskusi bersama teman sejawat mendapatkan hasil
sebagai berikut :
Pada siklus I : (1) siswa pada awal pembelajaran tidak dapat fokus pada pembelajaran
disebabkan oleh kurangnya guru peneliti dalam melakukan apersepsi; guru pada saat
apersepsi hanya menunjukkan indikator dan tujuan pembelajaran yang akan di capai, guru
tidak memberikan fenomena atau kasus yang dapat menarik siswa unuk lebih focus pada
proses pembelajaran, oleh karena hal ini merupakan kelemahan dalam pelaksanaan siklus I.
(2) masih banyaknya waktu yang digunakan untuk mempersiapkan sarana pembelajaran yang
dibutuhkan (terutama susunan meja untuk diskusi), hal ini disebabkan oleh dekatnya waktu
antara pembelajaran sebelumnya dengan pembelajaran berikutnya, sehingga persiapan untuk
pelaksanaan pembelajaran kurang maksimal, kondisi ini mengakibatkan berkurangnya
alokasi waktu untuk kegiatan-kegiatan pembelajaran berikutnya (baik pembukaan, inti
maupun penutup). Kelemahan ini akan diperbaiki dalam pelaksanaan siklus II. (3) sebagian
besar anggota dari kelompok ahli belum menyelesaikan atau menjawab semua persoalan
yang diajukan dalam LKS.
Adapun sebab-sebab terjadinya permasalahan pada pelaksanan siklus I yang ditemukan
adalah (a) terlalu banyaknya anggota kelompok ahli untuk satu permasalahan, sehingga
proses diskusinya kurang bisa berjalan dengan baik, (b) terlalu luasnya cakupan permasalah
pada satu kelompok ahli, sehingga waktu yang disediakan kurang memadai, (c) sumber
belajar yang jumlahnya terbatas, sehingga satu buku untuk 2-3 siswa, sehingga setiap siswa
kurang mendapatka akses dari sumber belajar yang memadai. (d) soal-soal uraian yang
diberikan ( pre tes dan post tes ) terlalu terbuka, hal ini mengakibatkan perolehan nilai siswa
ISBN: 978 602 1150 21 4
11
kurang atau tidak optimal. (e) pembagian atau pembentukan kelompok yang langsung
dilakukan memerlukan waktu yang cukup banyak, hal ini mengakibatkan banyak waktu yang
tersita, sehigga mengurangi alokasi waktu untuk pembahasan materi.
Hasil refleksi pelaksanaan siklus I tampak bahwa masih banyak ditemukan kelemahan-
kelemahan, sebagaimana telah disajikan pada paragraph di atas. Oleh karena itu perlu
diadakan perencanaan dan pelaksanaan yang lebih baik pada siklus II. Pada siklua II telah
dilakukan perbaikan pada tahap perencanaan dan pelaksanaan, perbaikan-perbaikan tersebut
antara lain adalah : (1) pada saat apersepsi guru memberikan fenomena atau kasus yang
dapat menarik siswa untuk lebih fokus pada proses pembelajaran, (2) guru telah menata
sarana untuk pelaksanaan pembeajaran lebih baik (penataan meja kelompok, nomor
kelompok asal, nomor kelompok ahli, pembagian LKS, pembagian kelompok asal), (3) guru
telah memecah materi pembelajaran menjadi bagian-bagian yang lebih banyak yaitu 7 sub
bahasan, sehingga jumlah kelompok ahli akan lebih banyak tetapi cakupan materi setiap
kelompok ahli lebih sedikit, diharapkan dengan demikian alokasi waktu yang tersedia cukup
untuk membahas soal atau masalah di kelompok ahli, (4) guru telah menyusun soal-soal pre
dan post test uraian terstruktur, tidak terbuka.
Simpulan
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw yang telah dilakukan baik dari siklus I dan siklus II
dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut:
1. Bahwa secara akademik penerapan metode kooperatf tipe Jigsaw dapat meningkatkan
pemahaman siswa terhadap materi mikroorganisme;
2. Dari aspek afektif, metode kooperatf tipe Jigsaw dapat meningkatkan katertarikan siswa
terhadap materi mikroorganisme;
3. Pada aspek psikomotor, metode kooperatf tipe Jigsaw dapat meningkatkan keterampilan
siswa terhadap materi mikroorganisme.
Saran
Dalam hal pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode Kooperatif tipe Jigsaw
maka peneliti mempnyai saran-saran sebagai berikut:
1. Hendaknya segala hal yang menjadi sarana pendukung pelaksanaan pembelajaran
disiapkan dengan benar, agar tidak menjadi hambatan pelaksanaan pembelajaran;
2. Hendaknya pembagian kelompok-kelompok ahli memperhatikan cakupan materi yang
akan dipecahkan oleh kelompok tersebut dan waktu yang tersedia;
3. Hendaknya sumber-sumber belajar ( buku-buku, hand out, web site, dll.) disediakan
dengan baik, begitu pula lembar kerja mesti disediakan dengan cukup;
4. Hendaknya perencanaan waktu masing-masing tahapan pembelajaran diperhatikan
dengan baik, sehingga pada saat pelaksanaan pembelajaran tidak terjadi permasalahan;
5. Hendaknya hasil refleksi dari siklus sebelumnya benar-benar dijadikan pertimbangan
untuk memperbaiki perencanaan dan pelaksanaan siklus berikutnya.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
12
DAFTAR RUJUKAN
Arends, R. I. 1997. Classroom Instruction and Management. New York: McGraw Hill
Companies
Ayukusumadewi.2013. PembelajaranKooperatifTipejigsaw, (Online),(http://ayukusumadewi.
wordpress.com/2013/02/08/pembelajaran-kooperatif tipe-jigsaw/. Diakses 15
September 2016)
Budairi, A. 2012. Pendidikan/ Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Jigsaw dan
STAD, Diakses 15 Januari 2014.
Ibrahim, M., Fida R., Nur, M. dan Ismono. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Unesa
Press.
Lie, A., 1994. Jigsaw: A Cooperative Learning Method for the Reading Class.Waco, Texas:
Phi Delta Kappa Society.
Marlina, 2014. Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Opeasi Hitung Campuran
Melalui Model Pembelajaran Koopeatif Tipe Jigsaw. J-TEQIP, Tahun V, Nomor 2,
2014 Jurnal Peningkatan Kualitas Guru.
Ryashingwa.2013. ModelPembelajaranTipeJigsaw, (Online), (http://riyashingwa.blogspot.co
m/2013/05/model-pembelajaran-tipe-jigsaw.html, Diakses 15 September 2016).
Slavin. 1995. Cooperative Learning Theory. Second Edition. Massachusetts: Allyn and
Bacon Publisher.
Subanji, 2013. Revitalisasi Pembelajaran Bermakna dan Penerapannya dalam Pembelajaran
Matematika Sekolah. Proseding seminar Nasional J-TEQIP 2011.
Viktorino Teddy Loong, 2013. Peningkatan Prestasi Belajar Materi Kesebangunan dan
Kongruensi Melalui Metode Pembelajaran Kooperatif Model Jigsaw Pada Siswa
Kelas IXA SMP Negeri 4 Tahun Pelajaran 2013/2014. Prosiding Seminar Nasional
J-TEQIP 2013.
ISBN: 978 602 1150 21 4
13
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN MAKE A MATCH UNTUK
MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR MATERI JARINGAN
TUMBUHAN PADA SISWA KELAS X SMK NEGERI 2 BATU
Siti Sulichah
SMK Negeri 2 Batu
Abstark : Materi jaringan tumbuhan sulit dipahami oleh siswa karena banyak memuat
nama nama dan tampilan gambar jaringan yang hampir sama, sehingga siswa sulit
mengingat dalam mendeskripsikan materi tersebut. Untuk itu diperlukan metode yang
mampu mengatasi hal itu. Penelitian ini menggunakan pendekatan Make and Match
untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa melalui mengingat nama-nama
jaringan tumbuhan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa dengan pembelajaran
kooperatif model Make and Match terdapat kenaikan meningkatkan keaktifan siswa pada
siklus I dengan nilai rata-rata 56,9 mengalami peningkatan pada siklus II dengan nilai rata-
rata 75,1, meningkatkan hasil belajar siswa yaitu pada siklus I dengan nilai rata-rata 60
mengalami peningkatan pada siklus II dengan nilai rata-rata 78,9. Prosentase peningkatan
pada keaktifan siswa sebesar 18,2% dan prosentase peningkatan pada hasil belajar siswa
sebesar 18,9%.
Kata Kunci : jaringan tumbuhan, make and match
Jaringan tumbuhan adalah sekelompok sel yang memiliki fungsi, asal dan struktur
yang sama. Jaringan dipelajari secara khusus dalam ilmu histologi. Dalam arti sempit,
Pengertian jaringan tumbuhan adalah apabila sel-sel berkumpul pada tumbuhan. Jaringan
pada tumbuhan dibagi menjadi 2 macam yaitu: jaringan meristem, yaitu jaringan yang sel-
selnya aktif membelah dan jaringan permanen/dewasa, yaitu jaringan yang sudah mengalami
pengkhususan/spesialisasi, selnya sudah tidak mengalami perubahan lagi (Syamsuri, Istamar.
2004).
Materi Jaringan tumbuhan ini merupakan materi yang harus dikuasai siswa dengan
baik karena materi ini penting dan prasyarat bagi siswa untuk lebih mendalami materi lainnya
yang terkait dengan program keahlian agribisnis yang mereka masuki. Kenyataan di
lapangan, meskipun materi ini merupakan materi prasyarat, siswa cenderung kurang aktif dan
tidak antusias dalam menerima pembelajaran di kelas. Hal ini berakibat tidak tercapainya
tujuan pembelajaran dan KKM yang sudah ditetapkan. Guru dengan berbagai cara telah
mengusahakan agar semua siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran. Pembelajaran standar
juga telah dilaksanakan, berbagai media pembelajaran yang ada di sekolah telah
dimanfaatkan, berbagai bentuk penugasan telah diberikan untuk dilaksanakan oleh siswa,
baik di dalam maupun di luar kelas, mulai dari tugas melakukan observasi, melakukan
eksperimen, membuat laporan singkat hasil eksperimen atau hasil observasi, mengerjakan
LKS, dan lain sebagainya. Namun demikian, dalam berbagai kesempatan tanya jawab,
diskusi kelas, maupun ulangan harian, prestasi belajar mereka masih sangat rendah.
Berdasarkan catatan guru, aktivitas siswa dalam tanya jawab dan diskusi kelas
masing-masing hanya sebesar 30% dan 35% dari 24 siswa yang ada. Sebagian besar dari
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
14
siswa justru memperlihatkan aktivitas yang tidak relevan dengan pembelajaran, seperti
kelihatan bengong dan melamun, kurang bergairah, kurang memperhatikan, bermain-main
sendiri, berbicara dengan teman ketika dijelaskan, canggung berbicara atau berdialog dengan
teman waktu diskusi, dan lain sebagainya. Sementara itu dari hasil ulangan harian prestasi
belajar mereka hanya sebesar 45% yang berhasil mencapai batas KKM (Kriteria Ketuntasan
Minimal). Padahal KKM yang ditetapkan bagi Kelas X SMK Negeri 2 Batu Tahun Pelajaran
2016/2017 untuk mata pelajaran biologi hanya sebesar 75.
Melihat data aktivitas dan prestasi belajar siswa yang demikian rendah tersebut jelas
hal itu mengindikasikan adanya permasalahan serius dalam kegiatan pembelajaran yang harus
segera dicarikan pemecahannya. Bertolak dari permasalahan tersebut kemudian dilakukan
refleksi dan konsultasi dengan guru sejawat untuk mendiagnosis faktor-faktor yang mungkin
menjadi penyebab timbulnya masalah. Dari situ diperoleh beberapa faktor kemungkinan
penyebab, di antaranya adalah: (1) faktor rendahnya minat dan motivasi belajar siswa; (2)
faktor penyampaian materi dari guru; (3) faktor pengelolaan kelas; dan (4) faktor kesulitan
adaptasi dan kerjasama di antara siswa.
Dari berbagai faktor kemungkinan penyebab tersebut Guru lebih condong pada faktor
ke-2, yaitu faktor penyampaian materi dari guru, diantaranya adalah pembelajaran yang
terpusat pada guru, dimana guru dominan menggunakan metode ceramah sehingga
pengetahuan yang didapat oleh siswa berasal dari guru bukan dibangun sendiri secara
bertahap oleh siswa atas dasar pemahaman sendiri, selain itu, kemampuan guru dalam
menyampaikan materi kurang memadai sehingga pembelajaran terasa kurang menarik dan
cenderung membosankan.
Salah satu solusi yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah yang dihadapi
adalah dengan mengembangkan metode pembelajaran yang dapat menciptakan suasana
belajar yang aktif, menyenangkan, membantu siswa memahami materi pelajaran yang sulit,
dan membantu guru mengajarkan materi yang kompleks, adalah metode pembelajaran Make
and Match , Model pembelajaran Make and Match atau mencari pasangan dikembangkan
oleh Lorna Curran (1994). Pembelajaran kooperatif tipe Make and Match merupakan salah
satu model pembelajaran yang digunakan untuk mengatasi keterbatasan sarana dan dapat
meningkatkan hasil belajar siswa. Pembelajaran kooperatif memberikan keuntungan bagi
semua golongan siswa yang terlibat bekerjasama dalam menyelesaikan tugas-tugas
akademiknya.
Banyak model dalam pembelajaran kooperatif. Salah Satu diantaranya adalah model
Make and Match (Istarani: 2015). Menurut Rohendi (2010), langkah langkah penerapan
make a match sebagai berikut: a) guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa
konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya
kartu jawaban, b) setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal atau jawaban,
c) tiap siswa memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang dipegangnya, d) setiap siswa
mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya, e) setiap siswa yang dapat
mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi nilai, f) jika siswa tidak dapat
mencocokkan kartunya dengan temannya (tidak dapat menemukan kartu soal atau kartu
jawaban) akan mendapatkan hukuman yang telah disepakati bersama, g) setelah satu babak,
kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian
seterusnya, h) Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi
ISBN: 978 602 1150 21 4
15
pelajaran. Model pembelajaran make a match dipilih karena model ini memiliki keunggulan
yaitu siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam
suasana yang menyenangkan. Diharapkan dengan menerapkan model Make and Match akan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencari pasangan dan merespon serta saling
kerja sama satu sama lain, sehingga kegiatan pembelajaran lebih kondusif, sederhana,
bermakna, dan menyenangkan sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa (Sholihah,
2010). Metode pembelajaran Make and Match digunakan untuk menyelesaikan masalah
yang dihadapi karena metode pembelajaran ini dapat memupuk kerja sama siswa dalam
menjawab pertanyaan dengan mencocokkan kartu yang ada di tangan mereka, proses
pembelajaran lebih menarik dimana tampak sebagian besar siswa lebih antusias mengikuti
proses pembelajaran, keaktifan siswa tampak sekali pada saat siswa mencari pasangan
kartunya masing-masing, dan mampu meningkatkan hasil belajar siswa.
Berdasarkan fakta tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan menerapkan metode pembelajaran Make and Match dalam mata pelajaran biologi
pada materi Struktur & Fungsi Jaringan pada tumbuhan kompetensi dasar Memahami
konsep keterkaitan antara struktur sel pada jaringan dengan fungsi organ pada tumbuhan dan
hewan di kelas X Semester ganjil SMK Negeri 2 Batu Tahun Pelajaran 2016/2017.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan Rancangan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan
tindakan pendekatan kooperatif metode Make and Match. Penelitian ini dilaksanakan di SMK
Negeri 2 Batu pada bulan Oktober tahun 2016, adapun yang menjadi subyek dalam penelitian
ini adalah siswa kelas X APT A, dengan jumlah siswa sebanyak 24 orang.
Penelitian dilakukan dalam bentuk siklus yang terdiri dari 2 siklus dengan uraian
sebagai berikut,
1. Siklus I
- Persiapan
Membuat RPP dengan metode Make and Match
- Tindakan
Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan RPP
- Observasi
Melakukan pengamatan kegiatan pembelajaran dikelas.
Mencatat setiap kegiatan dan perubahan yang terjadi dengan metode make and match.
- Refleksi
Melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang sudah dilaksanakan
2. Siklus II
Dilakukan seperti siklus I dengan pembenahan dari hasil refleksi siklus II
3. Kesimpulan
Diambil setelah siklus I dan II didapatkan hasilnya.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
16
Alur penelitian tindakan kelas yang digunakan disajikan pada Gambar 1.
Ya
Belum
Gambar 1 : Alur penelitian tindakan kelas
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Siklus I
Persiapan
Tahap persiapan dilakukan dengan penyusunan RPP yang disesuaikan dengan metode
pembelajaran yang digunakan yaitu Make and Match, membuat media pembelajaran berupa
kartu soal dan jawaban, membuat Lembar Kerja Siswa (LKS) dan menyusun evaluasi
disertai pedoman penilaiannya.
Tindakan
Tahap tindakan berupa pelaksanaan RPP yang meliputi tiga kegiatan, yaitu kegiatan
pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Kegiatan pendahuluan diawali memberi
salam, memberi pertanyaan untuk mengaitkan dengan pembelajaran sebelumnya,
menanyakan apakah siswa di rumah sudah membaca dan mempelajari materi sebelumnya,
dan menjelaskan tujuan pembelajaran pada hari ini serta sintak dari metode yang digunakan
yaitu metode Make and Match.
Model Make and Match di awali oleh guru dengan mengocok kartu kemudian
membagikan kepada semua siswa, secara bersama-sama siswa membuka dan membaca
kartunya kemudian siswa akan mencari pasangan dari kartunya, setelah lengkap dan benar
siswa melaporkan kepada guru dan guru akan memberikan penilaian. Kegiatan ini dilakukan
dua kali. Pada saat pencarian kartu pasangan, guru juga melakukan pengamatan untuk
menilai keaktifan ketelitian dan kejujuran siswa, setelah semua siswa mendapatkan kartu
pasangannya (empat orang), siswa yang memperoleh kartu dalam satu kelompok jaringan
bergabung dalam satu kelompok, masing masing kelompok mempresentasikan nama,
gambar, ciri-ciri, dan fungsi jaringan pada kartu yang didapatnya, kelompok yang lain
bertindak sebagai penyanggah dan penanya.
Pada kegiatan penutup guru dan siswa Guru bersama-sama membuat rangkuman
/simpulan pelajaran, guru melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang
sudah dilaksanakan, guru memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran,
Ber-
hasil
?
Observasi awal
siklus perencanaan
Observasi
pelaksanaan
Refleksi dan analisis
data
Pelaksanaan tindakan
ISBN: 978 602 1150 21 4
17
Guru menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya, yaitu melanjutkan
kegiatan presentasi ,
Pada pertemuan ke dua, kegiatan pendahuluan diawali dengan pemberian salam ,
mengingatkan tentang kegiatan pembelajaran minggu lalu, dilanjutkan dengan kegiatan inti
yaitu presentasi dari kelompok yang belum tampil, pada kegiatan penutup guru bersama
siswa menyimpulkan kegiatan pembelajaran dipertemuan ke dua dan melaksanakan kegiatan
post test.
Observasi
Pada kegiatan observasi dan monitoring ada beberapa temuan dari observer antara
lain sebagai berikut 1) pada awal sampai akhir kegiatan siswa berkonsentrasi dan antusias
dalam mengikuti permainan, meskipun ada juga yang tidak memperhatikan dan beraktifitas
sendiri atau bercanda dengan temannya bukan tentang pelajaran, 2). beberapa siswa ada yang
salah memasangkan karena tidak membaca materi yang sebelumnya sudah diberikan , 3)
pada saat presentasi kelompok beberapa siswa masih ramai dan tidak mendengarkan 4) pada
saat guru merefleksi kegiatan pembelajaran dengan bertanya kepada siswa tentang materi,
ada beberapa siswa yang tidak bisa menjawabnya.
Refleksi
Kegiatan refleksi berupa diskusi dilakukan bersama observer setelah kegiatan
observasi dilaksanakan, hasil dari diskusi adalah sebagai berikut: 1) Pada kegiatan awal tidak
semua siswa berkonsentrasi mendengarkan penjelasan guru, sehingga perlu adanya
pemberian motivasi yang menarik, terkait dengan materi pembelajaran agar siswa lebih
berkonsentrasi, 2) pada awal kegiatan inti siswa antusias tapi lama kelamaan antusias siswa
berkurang mungkin karena waktu bermain memasangkan kartu hanya sebentar dimana
setelah siswa mendapatkan kartu pasangannya permainan sudah selesai, meskipun kegiatan
tersebut diulang dua kali. 3) Siswa hanya memahami secara mendalam pada satu atau dua
macam jaringan saja, karena metode Make and Match yang digunakan secara klasikal
akibatnya ketika tahap penutup dan guru memberi pertanyaan beberapa siswa tidak dapat
menjawabnya.
Dari hasil refleksi pada siklus 1, dapat disimpulkan bahwa peneliti belum berhasil,
perlu ada revisi pada RPP yang sudah disusun, antara lain pada kegiatan pendahuluan yaitu
pada pemberian motivasi, pada kegiatan inti dimana permainan tidak dilaksanakan secara
klasikal tapi secara kelompok dengan harapan pemahaman siswa pada materi bisa
menyeluruh. Kegiatan presentasi ditiadakan di gantikan dengan mengerjakan LKS.
Rencana Siklus II
Persiapan
Siklus II dilakukan untuk memperbaiki siklus I, karena pada siklus I ada banyak
temuan masalah yang menyebabkan hasil belum maksimal, baik pada RPP maupun
pelaksanaan RPP. Berdasarkan hasil refleksi pembelajaran pada siklus I, maka dibuatlah
perencanaan tindakan siklus II. Bentuk perencanaan tersebut meliputi:1) Penentuan topik
bahasan lanjutan, 2) Pembuatan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) perbaikan yang
disesuaikan dengan pokok bahasan dan refleksi yang pertama, 3) Pembuatan lembar
observasi kegiatan guru dalam melaksanakan pembelajaran Biologi berbasis saintifik dengan
model Make and Match, 4) Pembuatan Kartu Permainan (berupa kartu soal dan jawaban) dan
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
18
perangkat penunjang, 5) membuat Lembar Kerja Siswa (LKS) dan menyusun evaluasi
disertai pedoman penilaiannya.
Tindakan
Tindakan II dan observasi II dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 8 Nopember 2016.
Tahap tindakan berupa pelaksanaan RPP yang meliputi tiga kegiatan, yaitu kegiatan
pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Kegiatan pendahuluan diawali memberi
salam, memberi pertanyaan untuk mengaitkan dengan pembelajaran sebelumnya,
menanyakan apakah siswa di rumah sudah membaca dan mempelajari materi sebelumnya,
dan menjelaskan tujuan pembelajaran pada hari ini serta sintak dari metode yang digunakan
yaitu metode Make and Match, dilanjutkan dengan menanyangkan video tentang penyakit-
penyakit pada jaringan hewan
Kegiatan inti dimulai dengan kegiatan permainan, guru membagi siswa melalui
kelompok-kelompok, tiap-tiap kelompok mendapat satu set kartu, salah satu siswa mengocok
kartu dan membagi ke anggota kelompoknya masing-masing satu dan membiarkan satu kartu
terbuka, selanjutnya siswa memeriksa kartu masing-masing apakah kartunya cocok dengan
kartu yang terbuka (seperti permainan domino atao omben) diikuti dengan siswa lain, yang
kartunya tidak cocok mengambil kartu lagi demikian seterusnya sampai kartu habis, siswa
dengan kartu yang habis terlebih dahulu akan mendapat reward, permainan kartu ini
dilakukan sampai tiga kali putaran, setelah putaran terakhir siswa mengerjakan LKS dan
dikumpulkan sebagai bagian dari penilaian guru. Pada kegiatan penutup guru bersama siswa
melakukan refleksi tanya jawab dan mengambil kesimpulan, dilanjutkan dengan mengerjakan
post test
Observasi
Pada kegiatan observasi dan monitoring ada beberapa temuan dari observer antara
lain sebagai berikut 1) pada awal sampai akhir siswa berkonsentrasi dan antusias dalam
mengikuti permainan, karena mereka mempunyai aktivitas sendiri-sendiri yang
membutuhkan konsentrasi, dibandingkan kegiatan pembelajaran pada siklus I, dimana
kegiatan permainan dilakukan secara klasikal 2). Pada kegiatan permainan beberapa siswa
masih ada yang salah memasangkan karena tidak membaca materi yang sebelumnya sudah
diberikan tapi sudah di atasi oleh adanya kunci pemasangan kartu yang bisa dilihat untuk
memastikan kecocokan kartu , 3) pada saat mengerjakan LKS beberapa siswa ada yang sibuk
mengerjakan sendiri tanpa diskusi dengan kelompoknya seperti yang diinstruksikan guru 4)
pada saat refleksi pembelajaran siswa sudah menjawab dengan baik dan benar 5) pada saat
guru melakukan post test siswa tertib menjawab soal post test.
Refleksi
Kegiatan refleksi berupa diskusi bersama observer, setelah kegiatan observasi
dilaksanakan, hasil dari diskusi adalah sebagai berikut: 1) Pada kegiatan awal semua siswa
berkonsentrasi mendengarkan penjelasan guru, 2) kegiatan berikutnya berupa penayangan
video yang membuat siswa lebih berkonsentrasi memperhatikan dan menjawab pertanyaan
guru terkait tayangan tersebut 3) pada awal sampai akhir kegiatan inti siswa antusias dalam
melakukan permainan, ada kekurangan permainan putaran pertama beberapa siswa kurang
ISBN: 978 602 1150 21 4
19
memahami peraturan kegiatan permainan sehingga perlu adanya penjelaskan peraturan
permainan dalam bentuk tertulis dan dibagikan perkelompok, tetapi diputaran berikutnya
sudah mulai lancar, 4) penjelasan guru lebih ditekankan agar pada saat mengerjakan LKS
sesuai dengan instruksi yang diberikan, 5) pada saat post test siswa mengerjakan dengan baik
dan tertib.
Hasil dari refleksi pada siklus II terdapat peningkatan prosentase aktifitas siswa
dibanding pada siklus I, dengan rincian 4 siswa memperoleh nilai keaktifan 88%, 12 siswa
77% dan 8 siswa 66% , dengan rata-rata 77%, nilai post test pada siklus II juga terdapat
peningkatan dibandingkan dengan nilai post test pada siklus I. Dari hasil post test yang
diperoleh siswa pada siklus II didapat nilai rata-rata 78,9. Siswa yang tuntas belajar sejumlah
21 anak ( 87,5%) dan siswa yang tidak tuntas belajar sejumlah 3 anak ( 12,5 %). Secara
umum siswa telah mampu memahami konsep, macam, letak dan fungsi jaringan hewan ,
namun masih perlu ditingkatkan agar hasil yang didapat lebih lagi.
Secara hasil penelitian dapat dirangkum dalam tabel berikut :
Tabel 1. Prosentase keaktifan siswa pada siklus I dan siklus II
Siklus Prosentase siswa
yang tuntas
Prosentase siswa
yang tidak tuntas Nilai Rata-rata
Siklus I 25 % 75 % 56,9
Siklus II 77 % 23 % 75,1
Perbandingan peningkatan aktifitas siswa antara siklus I dan siklus II dideskripsikan
sebagai berikut: Pada siklus I nilai rata-rata kelas adalah 56,9 dan pada siklus II adalah 75,1
Hal ini berarti terjadi peningkatan nilai rata-rata kelas sebesar 18,2%. Dengan melihat
prosentase aktifitas siswa, pada siklus I prosentase siswa yang tuntas 25% dan prosentase
siswa yang tidak tuntas 75 % sedangkan pada siklus II prosentase siswa yang tuntas 77% dan
prosentase siswa yang tidak tuntas 23%. Terjadi peningkatan prosentase siswa yang tuntas
sebesar 52%.
Tabel 1. Hasil belajar siswa pada siklus I dan siklus II
Siklus Prosentase siswa
yang tuntas
Prosentase siswa
yang tidak tuntas Nilai Rata-rata
Siklus I 8,3 % 91,6 % 60
Siklus II 87,5 % 12,5 % 78,9
Perbandingan hasil belajar siswa antara siklus I dan siklus II dideskripsikan sebagai
berikut: Pada siklus I nilai rata-rata kelas adalah 60 dan pada siklus II adalah 78,9 Hal ini
berarti terjadi peningkatan nilai rata-rata kelas sebesar 18,9%. Dengan melihat prosentase
hasil belajar, pada siklus I prosentase siswa yang tuntas 8,3% dan prosentase siswa yang tidak
tuntas 91,6 % sedangkan pada siklus II prosentase siswa yang tuntas 87,5% dan prosentase
siswa yang tidak tuntas 12,5%. Terjadi peningkatan prosentase siswa yang tuntas sebesar
79,2%.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
20
KESIMPULAN
Berdasarkan paparan, analisis data hasil penelitian, mulai dari siklus I dan siklus II
maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Make and Match dapat
meningkatkan keaftifan dan hasil belajar materi jaringan tumbuhan pada siswa kelas X SMK
Negeri 2 Batu.
Saran yang dapat diberikan untuk meningkatkan keaftifan dan hasil belajar,
disarankan kepada guru bidang studi IPA/Biologi untuk me-nerapkan pembelajaran Make
and Match pada materi tertentu yang sekarakter dengan materi jaringan tumbuhan.
DAFTAR RUJUKAN
Istarani, 2014. 58 Model Pembelajaran.
Syamsuri, Istamar. 2004. Biologi untuk SMA kelas XI. semester 1. Penerbit Erlangga: Jakarta.
Sholihah, Barid. 2010. Upaya Meningkatkan Kemampuan Kognitif dalam Pembelajaran IPA
dengan Model Make a Match pada Siswa kelas 2 SDN 01 Pulosari Kebakkramat
Karanganyar. Skripsi tidak diterbitkan. Surakarta: Universitas Muhammadiyah
Surakarta
Rohendi, D. 2010. Penerapan Cooperative Learning Tipe Make A Match untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Siswa Kelas VII Dalam Pembelajaran Teknologi Informasi dan
Komunikasi. Jurnal Pendidikan Teknologi Informasi dan Komunikasi PTIK. ISSN
1979-9462 Vol. 3 No.1/Juni 2010.
ISBN: 978 602 1150 21 4
21
PENERAPAN MODEL KOOPERATIFTHINK PAIR SHARE (TPS) BERBANTUAN
KEMASAN MINUMAN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SPLDV
BAGI SISWA KELAS X TEKNIK KIMIA SMK NEGERI 2 BATU
Suhermin Rahayu
SMK Negeri 2 Batu Jawa Timur Indonesia
Abstrak :Berdasakan pengalaman, hasil belajar siswa tentang SPLDV masih rendah.
Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki hasil belajar SPLDV. Jenis penelitian adalah
penelitian tindakan kelas dengan dua siklus dan 2 kali pertemuan. Subyek penelitian adalah
29 orang, 15 laki-laki dan 14 perempuan, siswa kelas X Teknik Kimia SMK Negeri 2
Batu.Pembelajaran dilaksanakan pada minggu ke 3 bulan Oktober 2016, dengan
menerapkan model kooperatif TPS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi
peningkatan ketuntasan dari 65% pada siklus I menjadi 80% pada siklus II. Juga terjadi
peningkatan keaktifan dan percaya diri siswa.
Kata Kunci :TPS, SPLDV
Standar proses dalam Kurikulum 2013 mensyaratkan bahwa pembelajaran harus
berorientasi pada Student Center (siswa sebagai subyek aktif). Hal ini dimaksudkan agar
siswa lebih antusias dan aktif juga kreatif apabila sebagai pemeran utama. Untuk membuat
siswa menjadi aktif diperlukan ada sebuah metode pembelajaran yang dapat mewadahinya.
Observasi awal yang dilakukan oleh penulis di Kelas X Teknik Kimia SMK Negeri 2
Batu diperoleh fakta bahwa pembelajaran yang biasa dilakukan di kelas selama ini: (1) guru
menjelaskan, siswa mendengarkan, (2) guru memberi contoh, siswa mencatat setiap contoh
yang disampaikan,(3) guru memberilatihan soal dari buku,dan siswa mengerjakan,dan(4)
pemberian tes. Pembelajaran dengan model tersebut membuat siswa menjadi bosan. Siswa
hanya mampu meniru contoh yang diberikan oleh guru. Ketika soal yang diberikan berbeda
(meskipun hanya sedikit), siswa sudah tidak bisa menyelesaikan. Akibatnya hasil belajar
siswa rendah dan banyak yang tidak tuntas, dari 29 siswa di kelas X Teknik Mesin hanya
30% yang mengalami ketuntasan. Guru dan siswa hanya sebagai pendengar yang tentunya
sangat membosankan dan tidak menarik. Pembelajaran yang terpusat pada Guru kurang
memberikan peluang siswa untuk mengungkapkan ide dan gagasannya (terlalu monoton). Hal
senada yang dilakukan rekan sejawat yang sama-sama menggunakan metode ceramah
hasilnya tidak jauh berbeda dengan pengalaman penulis.
Proses pembelajaran yang dapat mengedepankan keaktifan siswa adalah dengan
metode lain yang lebih terpusat pada siswa. Hal ini juga didukung oleh Ningsih (2015), bawa
pembelajaran yang dilakukan dengan dominasi guru bisa menghambat proses belajar siswa.
Karena itu perlu perbaikan pembelajaran, salah satunya dengan metode TPS. Pembelajaran
TPS telah dikaji oleh beberapa peneliti (Ningsih, 2015; Subanji,2015;Siti,2012; Sukarmin
dan Zulkifli,2013; Atik 2007). Ningsih (2015) melakukan penelitian tentang penerapan model
Kooperatif tipe Think Pair Share dengan alat peraga KOTIF mampu meningkatkan kualitas
proses dan hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri 04 Padang Ulak Tanding.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
22
Menurut Subanji (2013), pembelajaran bermakna merupakan suatu proses sistematis dan
terencana yang dirancang oleh guru untuk membelajarkan siswa sehingga terjadi kon-struksi
pengetahuan melalui pengaitan pe-ngetahuan baru dengan pengetahuan lama dan siswa
mampu: memahami materi lebih dari sekedar tahu; menjawab apa, mengapa, dan bagaimana;
menginternalisasi pe-ngetahuan ke dalam diri sedemikian hingga membentuk perilaku; dan
mengolah pe-rilaku menjadi karakter diri. Frank Lyman(dalam Siti,2012) menyatakan
bahwa TPS memberikan kesempatan pada siswa untuk berfikir dan merespon serta saling
bantu satu sama lain, keungulan lain dari pembelajar ini adalah optimalisasi partisipasi siswa.
Kagan (dalam Atik, 2007) menyatakan manfaat TPS sebagai berikut : 1. Para siswa
menggunakan waktu lebih banyak untuk mengerjakan tugasnya dan mendengarkan satu sama
lain ketika mereka terlibat dalam TPS lebih banyak siswa yang mengangkat tangan mereka
untuk menjawab setelah berlatih dalam pasangannya. Para siswa mengingat secara lebih
sering penambahan waktu tunggu dan kualitas jawaban mungkin menjadi lebih baik, 2. Para
guru juga mempunyai waktu yg lebih banyak untuk berfikir ketika menggunakan TPS,
mereka lebih konsentrasi mendengarkan jawaban siswa mengamati reaksi siswa dan
mengajukan pertanyaan tingkat tinggi.
Menurut Sukarmin dan Zulkifli (2013) penerapan cooperative learning TPS dalam
pembelajaran matematika pada diskusi klasikal semua siswa terlihat antusias, siswa
mendapatkan pengalaman langsung tidak hanya membayangkan saja. Hal ini ternyata
menimbulkan kesenangan pada siswa dan juga meningkatkan pemahaman siswa. Artikel ini
membahas hasil penelitian tindakan kelas tentang penerapan model kooperatif Think Pair
Share (TPS) berbantuan kemasan minunan yang dapat meningkatkan hasil belajar SPLDV
siswa Kelas X Teknik Kimia SMK Negeri 2 Batu.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dalam kegiatan bentuk PTK (Penelitian Tindakan Kelas).
Penelitian dilakukan dengan menggunakan dua siklus yang diadopsi dari metode Kemmis &
McTaggart. Tahapan dari tiap siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan tindakan,
observasi, dan refleksi (Sutarto, 2013). Alur penelitian tindakan kelas yang digunakan
disajikan pada Gambar 1.
Permasalahan Perencanaan Pelaksanaan tindakan I tindakan I
Siklus I
Refleksi Pengumpulan
tindakan I data tindakan
Perencanaan Pelaksanaan
tindakan II tindakan II
Siklus II
Refleksi Pengumpulan
tindakan II
data tindakan
Laporan PTK
Gambar 1. Alur Penelitan Tindakan Kelas
ISBN: 978 602 1150 21 4
23
Setiap siklus terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan refleksi. Pelaksanaan
tahapan pada setiap siklus dilakukan di SMKN 2 Batu. Materi pada siklus 1 adalah sistem
persamaan linier dua variabel dan materi pada siklus 2 adalah system pertidaksamaan linier.
Di akhir siklus 1 dilakukan refleksi untuk perencanaan tahapan pada siklus 2. Refleksi yang
dilakukan difokuskan pada aspek kegiatan guru dan kegiatan siswa, termasuk mencermati
tahapan pembelajaran kooperatif model TPS mulai dari pendahuluan, kegiatan inti, maupun
dalam kegiatan penutup.
Garis besar pembelajaran TPS dimulai dengan penyajian masalah realistik kepada
siswa untuk dipikirkan (Think), dilanjutkan pembagian pasangan (Pair) untuk mendiskusikan
masalah yang diberi oleh guru, kemudian diakhiri dengan presentasi hasil kerja kelompok
(Share). Untuk pembentukan kelompok, setiap kelompok terdiri dari 2 siswa dengan
kemampuan yang berbeda (tinggi, sedang, dan rendah). Jika mungkin anggota kelompok
berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender. Saat
kerja individu maupun kelompok guru selalu berusaha untuk membantu siswa belajar,
mengarahkan untuk membuat rangkuman, dan memberikan penegasan di akhir pertemuan.
Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dibantu dengan 3 orang teman sejawat
sebagai observer. Intrumen penelitian berupa tes dengan materi sistem persamaan dan
pertidaksamaan linear, tes hasil belajar. Observasi kegiatan siswa dilaksanakan selama proses
pembelajaran secara menyeluruh di dalam kelas dengan mencatat dan mendokumentasikan
kegiatan siswa dalam pembelajaran meliputi kemampuan kerja sama, keaktifan, dan capaian
hasil belajar. Instrumen angket respon siswa diberikan kepada peserta didik setelah Siklus 2
berakhir untuk memberikan jawaban sejumlah pertanyaan yang terkait dengan pembelajaran.
Pada tahap akhir dilakukan analisis data secara kualitatif dari data yang terkumpul dari tiap-
tiap siklus.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Siklus I
Pelaksanaan penelitian Siklus I : Selasa, tanggal 11 Oktober 2016 sampai dengan hari
Rabu, tanggal 17 Oktober 2016. Dengan subyek penelitian adalah siswa kelas X Teknik
Kimia SMK Negeri 2 Kota Batu pada semester Ganjil Tahun Pelajaran 2016-2017 sebanyak
29 siswa terdiri atas 15 laki-laki dan 14 perempuan.
Perencanaan
Persiapan yang dilakukan oleh guru untuk proses pada pembelajaran siklus I diawali
dengan kegiatan: (1) membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dalam dua kali
pertemuan, (2) menyusun skenario pembelajaran, (3) memilih media yang akan digunakan
pada proses pembelajaran, (4) membuat soal-soal berupa kuis, (5) membuat aturan /
kesepakatan, (6) menyiapkan kelengkapan media pembelajaran, (7) menyusun test evaluasi,
dan (8) menyusun lembar pedoman observasi .
Penyusunan RPP diawali dengan 1) menentukan Kompetensi Dasar (KD) yaitu KD.
Mendeskripsikan konsep sistem persamaan linier dua variabel dan mampu menerapkan
berbagai strategi yang efektif dalam menentukan himpunan penyelesaiannya serta memeriksa
kebenaran jawabannya dalam pemecahan masalah matematika. Membuat model matematika
berupa SPLDV dari situasi nyata dan matematika, serta menentukan jawab dan menganalisis
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
24
model sekaligus jawabnya.2) Selanjutnya peneliti menyusun scenario pembelajaran dengan
menentukan kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup.
Adapun kegiatan pendahuluan sebagai berikut : a) guru menyiapkan peserta didik
secara psikis dan fisik untuk mengikuti pembelajaran membuka dengan salam dan
melakukan presensi peserta didik, b) guru mengajak siswa menyerukan yel-yel untuk
menumbuhkan semangat ,memberi motivasi belajar secara kontekstual sesuai manfaat dan
aplikasi materi ajar dalam kehidupan sehari-hari. Guru mengingatkan dan bertanya kepada
siswa tentang materi SPLDV di SMP, dan mengembangkan pertanyaan yang bisa dikaitkan
dengan SPLDV seperti pertanyaan berikut ini : Bila kalian memperoleh 1 teh kotak dan 1
ultramilk dengan membelanjakan Rp 10.000 tanpa sisa. Berapakah harga dua ultramilk dan
dua teh kotak ? dengan mengarahkan siswa untuk membuat model matematika dari
permasalahan realistik tersebut, c) guru memberikan penjelasan tentang tujuan pembelajaran
menyelesaikan SPLDV dengan menggunakan media manipulatif minuman kemasan.
Kegiatan inti sebagai berikut : a) guru mengorganisasi siswa membagi siswa menjadi
kelompok yang berpasangan (anggota pasangan ditentukan oleh guru dan bersifat heterogen),
karena metode TPS maka anggota kelompok hanya terdiri dari 2 orang., b) guru membagikan
aturan permainan kemasan teh kotak dan ultramilk pada masing-masing kelompok.
Guru menjelaskan aturan permainan dan siswa mencermati. Kemudian pada kegiatan
inti guru meminta salah salah satu anggota kelompok untuk mengambil nomor undian dan
mengambil amlop sesuai nomor undian. Guru meminta siswa dalam kelompok untuk
berdiskusi menyelesaikan masalah dalam amplop dan menuliskan persamaan linearnya .
Guru mengamati diskusi kelompok dan membimbing kelompok yang mengalami kesulitan.
Guru meminta salah satu anggota kelompok untuk bertukar pada kelompok yang telah
ditetapkan. Guru meminta siswa dalam kelompok baru untuk saling menjelaskan masalah dan
solusi masalah pada kelompok semula. Guru meminta siswa yang bertukar kembali pada
kelompok semula. Guru meminta siswa dalam kelompok diskusi menentukan solusi yang
sama dari dua persamaan linear yang telah didapat. Guru membimbing jalannya diskusi
dalam kelompok. Guru meminta 7 kelompok dengan masalah yang berbeda untuk
mempresentasikan hasil diskusinya. Guru meminta siswa untuk memberi tepuk tangan pada
siswa yang telah presentasi.
Kegiatan penutup Salah satu siswa diminta untuk menyimpulkan dari apa yang telah
dipelajari (ciri-ciri, definisi serta model permasalahan dari SPLDV). Guru memberi
penguatan bahwa solusi yang sama dari dua persamaan linear tersebut adalah solusi dari Guru
memberikan Kuis 1 dan dikumpulkan (Soal penilaian Kuis 1). Pada bagian akhir kgiatan
penutup, guru menyampaikan jawaban kuis 1 dan memberikan tugas rumah, serta dilanjutkan
dengan guru menutup pelajaran dengan salam.
Pelaksanaan Tindakan
Pada tahap pelaksanaan tindakan ini dibagi dalam tiga tahap yaitu (1). Kegiatan
pendahuluan (2) kegiatan inti, dan (3) kegiatan penutup.
Pelaksanaan pada pendahuluan pembelajaran diawali dengan kegiatan pendahuluan
yang dilakukan dengan mengungkap pengetahuan awal siswa dengan melakukan tanya jawab
sebagai berikut:
G: Apa yang kalian bawa jika pergi ke Alfamart ata Indomart ?
S: Uang bu
ISBN: 978 602 1150 21 4
25
G: Untuk apa ?
S: Belanja bu beli-beli snack dan lain-lain
G :Jika ada hari ini saya bagikan uang kepada kalian sebesar Rp. 10.000,- dan
saya minta kalian untuk membeli Teh kotak dan Ultra milk hingg uang itu tak
bersisa apa kalian sanggup?
S : Sanggup.
G: Baiklah coba masing- masing memikirkan belanjaan dengan tanpa sisa
Gambar 1. siswa memainkan uang mainan
Dari dialog tersebut tampak bahwa siswa telah memiliki pengetahuan awal terkait
materi SPLDV. Tindakan dilanjutkan dengan kegiatan inti sesuai dengan langkah-langkah
TPS, yaitu pembentukan kelompok sesuai dengan metode TPS jumlah kelompok ada 2 orang
dan pasangan ditentukan oleh guru ( 14 pasang siswa), kemudian masing-masing kelompok
mengambil nomor undian dan mengambil amplop yang berisi tugas, pemberian tugas untuk
dipikirkan sendiri,dan selanjutnya diselesaikan berdua dengan pasangannya. Kemudian dari
masing-masing pasangan kelompok bertukar anggota dengan pasangan lain untuk
menyelesaikan dan menemukan solusi dari dua persamaan dengan cara mengeliminasi untuk
menentukan harga teh kotak (x) dan ultramilk (y).
Dari kegiatan bertukar pasangan dan memasangkan dua persamaan yang berbeda
masing-masing pasangan baru menemukan bahwa harga teh kotak (x) adalah Rp. 3000,- dan
ultramilk (y) sebesar Rp. 5.000,-.dari 14 pasangan baru ditemukan 2 pasang kelompok
seberapa pasang yaitu kelompok 1 bertemu dengan kelompok 12 tidak menghasilkan harga
yang sama dengan kelompok lain. Ternyata setelah diselidiki bahwa penyebab dari perbedaan
tersebut bukan karena kesalahan siswa menghitung dan bukan siswa tidak teliti, tetapi karena
soal pada kelompok 1 kurang tepat, sebagaimana tampak pada Gambar 2.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
26
Gambar 2. soal tak tepat
Setelah masing-masing pasangan menyelesaikan permasalahan dan menemukan solusinya,
diminta pasangan untuk mempresentasikan hasil diskusinya.
Pada tahapan penutup, masing-masing siswa mengerjakan kuis untuk keperluan
evaluasi, guru memantau siswa untuk melihat kemungkinan-kemungkinan yang dialami
siswa dari kesulitan dan temuan baru. Dari hasil tes diperoleh 65% siswa mengerjakan soal
kuis dengan benar.
Pengamatan
Pada saat kegiatan pembelajaran, peneliti didampingi 3 teman sejawat sebagai observer
yang melakukan pengamatan terhadap proses pembelajaran yang sedang berlangsung. Dari
hasil pengamatan tersebut, observer mengemukakan bahwa saat membuka pelajaran, peneliti
sudah memberikan motivasi, apersepsi, dan tujuan pembelajaran. Kemudian pada kegiatan
inti, peneliti mengikuti langkah-langkah strategi pembelajaran kooperatif tipe TPS yang
meliputi: penyajian masalah realistik kepada siswa untuk dipikirkan (Think), dilanjutkan
pembagian pasangan (Pair) untuk mendiskusikan masalah yang diberi oleh guru, kemudian
diakhiri dengan presentasi hasil kerja kelompok (Share). Pada kegiatan inti ini, peneliti juga
mengamati dan melakukan penilaian terhadap aspek afektif siswa yang meliputi kemampuan
kerja sama dalam berdiskusi, menjawab pertanyaan, serta mengkomunikasikan secara lisan.
Dari hasil pengamatan, peserta didik ikut terlibat secara aktif dan tidak terlalu
menggantungkan kepada guru, tetapi mereka merasa bertanggung jawab, bekerja sama, dan
mempunyai rasa percaya diri yang kuat dalam diri peserta didik bahwa mereka mampu
menjadi sumber belajar bagi temannya.
ISBN: 978 602 1150 21 4
27
Gambar 3. siswa presentasi
Refleksi
Refleksi dilakukan sebagai bagian akhir dari Siklus I. Berdasarkan hasil pengamatan
guru dan observer terhadap sikap siswa menunjukkan masih ada beberapa siswa yang kurang
aktif dan tidak serius dalam diskusi kelompok, serta adanya beberapa siswa yang merasa
kebingungan dikarenakan belum terbiasa bekerja sama dengan kelompok diskusi. Hasil test
siklus I ternyata baru 65% siswa yang memenuhi KKM (lebih dari 80). Hal tersebut
disebabkan karena ada sejumlah 6 siswa yang hasil testnya masih memprihatinkan karena
tidak memahami materi pelajaran. Untuk lebih meningkatkan persentase nilai ketuntasan
belajar siswa, maka perlu dilakukan beberapa revisi terhadap tindakan-tindakan yang telah
dilakukan pada Siklus I. Revisi tindakan tersebut selanjutnya akan diterapkan pada Siklus II.
Adapun revisi tindakan yang akan dilakukan adalah: (1) memvariasikan metode pembelajaran
kooperatif tipe TPS dengan pemberian kuis yang pelaksanaannya dilakukan setelah presentasi
kelas, dimana setiap siswa bekerja sendiri-sendiri menjawab pertanyaan kuis sehingga siswa
akan menjadi lebih aktif, (2) mengamati keaktifan siswa saat melaksanakan kegiatan diskusi
melalui lembar observasi, serta (3) dengan meningkatkan kerjasama siswa dalam kegiatan
diskusi.
Siklus II
Pelaksanaan penelitian Siklus I : Selasa, tanggal 1 November 2016 sampai dengan hari
Rabu, tanggal 9 November 2016. Dengan subyek penelitian adalah siswa kelas X Teknik
Kimia SMK Negeri 2 Kota Batu pada semester Ganjil Tahun Pelajaran 2016-2017 sebanyak
31 siswa terdiri atas 15 laki-laki dan 14 perempuan. Secara prinsip langkah-langkah
pelaksanaan skilus II sama dengan pelaksanaan siklus I, perbedaan terletak pada materi dan
fokus pengamatan kepada siswa sebagimana saran perbaikan hasil refleksi siklus I.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
28
Perencanaan
Persiapan yang dilakukan oleh guru untuk proses pada pembelajaran siklus II diawali
dengan kegiatan: (1) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dalam dua kali
pertemuan, (2) Menyusun skenario pembelajaran, (3) Memilih media yang akan digunakan
pada proses pembelajaran, (4) Membuat soal-soal berupa kuis, (5) Membuat aturan /
kesepakatan, (6) Menyiapkan kelengkapan media pembelajaran, (7) Menyusun test evaluasi,
dan (8) Menyusun lembar pedoman observasi.
Penyusunan RPP diawali dengan 1) Menentukan Kompetensi Dasar (KD) yaitu KD.
Mendeskripsikan konsep sistem pertidaksamaan linier dua variabel dan mampu menerapkan
berbagai strategi yang efektif dalam menentukan himpunan penyelesaiannya serta memeriksa
kebenaran jawabannya dalam pemecahan masalah matematika. Membuat model matematika
berupa SPtLDV dari situasi nyata dan matematika, serta menentukan jawab dan menganalisis
model sekaligus jawabnya.2) Selanjutnya peneliti menyusun scenario pembelajaran dengan
menentukan kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup.
Adapun kegiatan pendahuluan sebagai berikut : a) Guru mengajak siswa menyerukan
yel-yel untuk menumbuhkan semangat, memberi motivasi belajar secara kontekstual sesuai
manfaat dan aplikasi materi ajar dalam kehidupan sehari-hari. Guru mengingatkan dan
bertanya kepada siswa tentang materi SPtLDV di SMP, dan mengembangkan pertanyaan
yang bisa dikaitkan dengan SPtLDV seperti pertanyaan berikut ini: Bila harga teh kotak Rp
2000,- per kotak dan harga ultramilk Rp3000,- per kotak. Selidikilah banyak teh kotak dan
ultramilk yang bisa didaptkan bila kalian hanya memiliki uang Rp 10.000,- ?, c) Guru
memberikan penjelasan tujuan pembelajaran menyelesaikan SPtLDV dengan menggunakan
media manipulatif minuman kemasan.
Kegiatan inti sebagai berikut : a) Guru mengorganisasi siswa membagi siswa menjadi
kelompok yang berpasangan (anggota pasangan ditentukan oleh guru dan bersifat heterogen),
karena metode TPS maka anggota kelompok hanya terdiri dari 2 orang., b) Guru
membagikan aturan permainan kemasan teh kotak dan ultramilk pada masing-masing
kelompok.
Guru menjelaskan aturan permainan dan siswa mencermati. Kemudian pada kegiatan
inti Guru meminta salah salah satu anggota kelompok untuk mengambil nomor undian dan
mengambil amlop sesuai nomor undian. Guru meminta siswa dalam kelompok untuk
berdiskusi menyelesaikan masalah dalam amplop dan menuliskan pertidaksamaan linearnya.
Guru mengamati diskusi kelompok dan membimbing kelompok yang mengalami kesulitan.
Guru meminta salah satu anggota kelompok untuk bertukar pada kelompok yang telah
ditetapkan. Guru meminta siswa dalam kelompok baru untuk saling menjelaskan masalah dan
solusi masalah pada kelompok semula. Guru meminta siswa yang bertukar kembali pada
kelompok semula. Guru meminta siswa dalam kelompok diskusi menentukan solusi yang
sama dari dua pertidaksamaan linear yang telah didapat. Guru membimbing jalannya diskusi
dalam kelompok. Guru meminta 7 kelompok dengan masalah yang berbeda untuk
mempresentasikan hasil diskusinya. Guru meminta siswa untuk memberi tepuk tangan pada
siswa yang telah presentasi.
Kegiatan penutup salah satu siswa diminta untuk menyimpulkan dari apa yang telah
dipelajari (ciri-ciri, definisi serta model permasalahan dari SPtLDV). Guru memberi
penguatan bahwa solusi dari dua pertidaksamaan linear tersebut berupa pasangan banyak
ISBN: 978 602 1150 21 4
29
tehkotak dan ultramilk yang bisa diperoleh dengan uang tertentu. Guru memberikan Kuis 2
dan dikumpulkan (Soal penilaian Kuis 2). Guru menyampaikan jawaban kuis 2 dan
memberikan tugas rumah, tentang cara menyelesaikan SPtLDV untuk dipelajari pada
pertemuan berikutnya. Guru menutup pelajaran dengan salam.
Pelaksanaan Tindakan
Tahap pelaksanaan tindakan ini dibagi dalam tiga tahap yaitu (1). kegiatan pendahuluan
(2) kegiatan inti, (3) kegiatan penutup.
Pelaksanaan kegiatan pendahuluan pembelajaran diawali dengan mengungkap pengetahuan
awal siswa melalui tanya jawab sebagai berikut.
G: Harga teh kotak Rp 2000,- per kotak dan harga ultramilk Rp 3000,- per kotak.
Bila Bu Eni memiliki uang Rp 10.000,- , Selidikilah berapa banyak teh kotak dan
ultramilk yang bisa dibeli Bu Eni ?
S: Ya macam-macam bu !
G: Jika kalian sebagai Bu Eni apa yang kalian lakukan ?
S : Mencoba satu per satu dari masing-masing teh kotak dan ultramilk.
G: Apakah ada syaratnya ?
S: Ada Bu......, yaitu total harganya tidaklebih dari Rp 10.000,-
G: Baiklah coba masing- masing menentukan banyak teh kotak dan ultramilk yang
mungkin bisa dibeli Bu Eni.........
Berdasarkan dialog tersebut nampak bahwa siswa telah memiliki pengetahuan awal
terkait materi SPtLDV. Tindakan berikutnya adalah kegiatan inti yang disesuaikan dengan
langkah-langkah TPS, yaitu pembentukan kelompok sesuai dengan metode TPS jumlah
kelompok ada 2 orang sebanyak 6 pasang , dan sepasang beranggotakan 3 siswa dan
pasangan ditentukan oleh guru ( 14 pasang siswa), kemudian masing-masing kelompok
mengambil nomor undian dan mengambil amplop yang berisi tugas, pemberian tugas untuk
dipikirkan sendiri, dan selanjutnya diselesaikan berdua dengan pasangannya. Kemudian dari
masing-masing pasangan kelompok bertukar anggota dengan pasangan lain untuk
menyelesaikan dan menemukan solusi dari dua pertidaksamaan dengan memisalkan banyak
teh kotak adalah dan banyak ultramilk .
Pada kegiatan bertukar pasangan dan memasangkan dua pertidaksamaan yang berbeda
masing-masing pasangan baru menemukan bahwa banyak teh kotak (x) dan banyak ultramilk
(y) memperoleh hasil yang berbeda-beda sesuai dengan banyak uang yang ada dalam amplop.
Dan harga masing-masing teh kotak dan ultramilk. Setelah masing-masing pasangan
menyelesaikan permasalahan dan menemukan solusinya, diminta pasangan untuk
mempresentasikan hasil diskusinya.
Pada tahapan penutup, masing-masing siswa mengerjakan kuis untuk keperluan
evaluasi, guru memantau siswa untuk melihat kemungkinan-kemungkinan yang dialami
siswa dari kesulitan dan temuan baru. Ternyata siswa sudah lebih 80 % bisa mengerjakan
soal kuis yang diberikan oleh guru.
Pengamatan
Pada saat kegiatan pembelajaran, peneliti didampingi 3 teman sejawat sebag