Upload
rahmanangsau4
View
4.639
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
PTK tentang materi Kebebasan Berorganisasi Kelas V semester 2
Citation preview
i
UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PKN KONSEP
ORGANISASI MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN
KOOPERATIF TIPE JIGSAW PADA SISWA KELAS V SDN
UJUNG BATU 2 KECAMATAN PELAIHARI KABUPATEN
TANAH LAUT
SKRIPSI
OLEH
AULIA RAHMAN
NIM. A1E 307927
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
BANJARMASIN
JUNI 2011
ii
iii
UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PKN KONSEP
ORGANISASI MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN
KOOPERATIF TIPE JIGSAW PADA SISWA KELAS V SDN
UJUNG BATU 2 KECAMATAN PELAIHARI KABUPATEN
TANAH LAUT
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam penyelesaian
Program Sarjana (S1) pada Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar
FKIP Unlam Banjarmasin
OLEH :
AULIA RAHMAN
NIM. A1E 307927
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
BANJARMASIN
JUNI 2011
iv
v
vi
ABSTRAK
Rahman, Aulia. 2011. Upaya Meningkatkan Hasil Belajar PKn Konsep
Organisasi Menggunakan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Jigsaw pada Siswa Kelas V SDN Ujung
Batu 2 Kecamatan Pelaihari Kabupaten Tanah Laut.
Skripsi S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar Jurusan Ilmu
Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin.
Pembimbing (I) Drs. H. Mahlan Asmar, M. Pd,
Pembimbing (II) Dra. Hj. Ike Hananik, M. Pd
Kata Kunci: Konsep Organisasi, PKn, Model Pembelajaran Kooperatif, dan
Jigsaw.
Permasalahan dalam proses pembelajaran, yakni kurangnya
persiapan/motivasi belajar siswa, siswa kurang mampu dalam memahami materi
PKn yang bersifat teoritis, dan kurangnya kemampuan siswa merumuskan contoh-
contoh implementasi konsep PKn dalam kehidupan, sehingga hasil belajar rendah.
Guru melakukan pembelajaran satu arah, sehingga siswa menjadi bosan dan pasif.
Oleh karena itu, perlu dicari strategi baru untuk melibatkan proses pembelajaran
yang melibatkan siswa secara aktif. Penyampaian pembelajaran tidak sekedar
ceramah seperti yang selama ini dilakukan oleh guru. Pembelajaran Kooperatif
tipe Jigsaw merupakan salah satu alternatif yang dapat dipergunakan untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Tujuannya
adalah untuk meningkatkan aktivitas guru, meningkatkan aktivitas siswa, dan
meningkatkan hasil belajar siswa.
Metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
yang dilaksanakan dalam dua siklus, dimana tiap siklus terdiri dari dua
pertemuan. Setting penelitian adalah siswa kelas V SDN Ujung Batu 2 Kecamatan
Pelaihari Kabupaten Tanah Laut tahun ajaran 2010/2011, dengan jumlah siswa 14
orang yaitu terdiri dari 6 siswa laki-laki dan 8 siswa perempuan. Instrumen
penelitian yang digunakan adalah lembar observasi aktivitas guru dan siswa dalam
pembelajaran, dan tes evaluasi siswa untuk mengetahui hasil belajar siswa setiap
akhir pertemuan. Teknik analisis data digunakan, distribusi, frekuensi, persentasi,
dan interpretasi.
Hasil penelitian membuktikan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe
jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi konsep organisasi di
kelas V SDN Ujung Batu 2 Kecamatan Pelaihari Kabupaten Tanah Laut. Aktivitas
guru meningkat, yakni rata-rata siklus I 76,55% meningkat menjadi 88,28% pada
siklus II. Rata-rata aktivitas siswa pada siklus I adalah 78,47% meningkat menjadi
menjadi 93,05% pada siklus II. Hasil belajar siswa meningkat yakni pada evaluasi
siklus I 76,42 meningkat menjadi 86,07 pada evaluasi siklus II. Ketuntasan
klasikal pada siklus I mencapai 64,28% meningkat menjadi 92,85% pada siklus II.
Berdasarkan hasil penelitian ini maka disimpulkan bahwa hasil belajar PKn
Konsep Organisasi menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw
pada siswa kelas V SDN Ujung Batu 2 Kecamatan Pelaihari Kabupaten Tanah
Laut meningkat dan hipotesis dapat diterima. Disarankan untuk menjadikan model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini sebagai alternatif pembelajaran PKn
dikelas khususnya pada materi konsep organisasi.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat Rahmat-
Nya jualah sehingga penulis berhasil melaksanakan penelitian dan membuat
laporan akhir ini untuk penyelesaian skripsi yang berjudul : “Upaya
Meningkatkan Hasil Belajar PKn Konsep Organisasi Menggunakan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw pada Siswa Kelas V SDN Ujung Batu 2
Kecamatan Pelaihari Kabupaten Tanah Laut”.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan dengan
segala kerendahan hati telah mempersiapkan dan menyusun laporan hasil
penelitian ini banyak menerima bimbingan, masukan dan dukungan dari Bapak
Drs. Mahlan Asmar,M. Pd, selaku pembimbing I dan Ibu Dra. Hj. Ike Hananik,M.
Pd, selaku pembimbing II yang juga telah meluangkan waktu dan tenaga untuk
memberikan arahan dalam penulisan skripsi ini.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada:
1. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, selaku Penyelenggara PHK A S1 PGSD
Terintegrasi Banjarmasin.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Muhammd Ruslan, M.Si selaku Rektor UNLAM
Banjarmasin
3. Bapak Drs. H. Ahmad Sofyan, MA, selaku Dekan FKIP UNLAM
Banjarmasin.
4. Bapak Drs. H. Sihabbudin Chalid, M. M.Pd selaku Plt Kepala Dinas
Pendidikan Kabupaten Tanah Laut
5. Bapak Drs. H. A. Suriansyah, M. Pd, selaku Ketua Pengembang
PGSD/PGTK FKIP UNLAM Banjarmasin.
6. Bapak Dr. H. Karyono Ibnu Ahmad, selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan
FKIP UNLAM Banjarmasin.
7. Ibu Dra. Hj. Aslamiah, M. M.Pd, selaku Ketua Program Strata-I PGSD FKIP
UNLAM Banjarmasin.
8. Bapak Drs. H. Fansuri, M. Pd, selaku ketua UPP PGSD FKIP UNLAM
Banjarbaru.
9. Seluruh Dosen dan Staf Program S1 PGSD FKIP UNLAM yang telah banyak
memberi Ilmu pengetahuan kepada penulis.
viii
10. Bapak Drs. H. Soemidjan, B. Sc, selaku Ketua Asrama PGSD UNLAM
Banjarbaru periode 2007-2010.
11. Ibu Sami, S,Pd selaku Kepala SDN Ujung Batu 2, Kecamatan Pelaihari
Kabupaten Tanah Laut
12. Seluruh dewan guru dan siswa siswi kelas V SDN Ujung Batu 2 Kecamatan
Pelaihari Kabupaten Tanah Laut.
13. Orang tua, saudara dan keluarga yang telah mendoakan serta mendukung.
14. Semua pihak yang membantu terlaksananya Penelitian Tindakan Kelas ini.
Penulis merasa banyak sekali kekurangan yang terdapat pada laporan ini
dan berharap kiranya ada kritik dan saran yang membangun.
Semoga bantuan dan dukungan yang Bapak/Ibu berikan mendapat berkah
dari Allah SWT. Mudah-mudahan hasil penelitian ini bermanfaat bagi saya dan
bagi kita semua sebagai insan pendidik untuk meningkatkan keprofesionalan guru
dimasa mendatang.
Banjarmasin, Juni 2011
Peneliti
Aulia Rahman
NIM A1E307927
ix
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN SAMPUL ...................................................................................... i
LEMBAR LOGO .............................................................................................. ii
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. iv
LEMBAR PERSETUJUAN PENGUJI .......................................................... v
LEMBAR ABSTRAK ....................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 6
C. Rencana Pemecahan Masalah ........................................................ 7
D. Tujuan ............................................................................................ 10
E. Manfaat .......................................................................................... 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori .............................................................................. 12
1. Belajar dan Mengajar ................................................................. 12
2. Teori-Teori Belajar .................................................................... 20
3. Pendidikan Kewarganegaraan .................................................... 24
4. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw ............................ 29
5. Hakikat Peserta Didik ................................................................ 40
x
6. Peran Guru dalam Pembelajaran Kooperatif ............................. 45
7. Penelitian yang Relevan ............................................................. 47
B. Kerangka Berpikir .......................................................................... 49
C. Hipotesis ........................................................................................ 50
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian .................................................... 51
B. Setting Penelitian ........................................................................... 55
C. Faktor Yang Diteliti ....................................................................... 55
D. Skenario Tindakan ......................................................................... 57
E. Cara Pengumpulan Data ................................................................ 66
F. Indikator Keberhasilan ................................................................... 68
G. Jadwal Penelitian ........................................................................... 69
BAB IV PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN TEMUAN
A. Deskripsi Setting/Lokasi Penelitian ............................................... 70
B. Persiapan Penelitian Tindakan Kelas ............................................. 71
C. Pelaksanaan Tindakan Kelas ......................................................... 72
D. Pembahasan ................................................................................... 113
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................... 125
B. Saran .............................................................................................. 126
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 127
LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................... 129
xi
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 1.1 Rencana Pemecahan ............................................................................. 8
Tabel 2.1 Kompetensi Dasar, Materi Pokok, dan Indikator materi Organisasi .... 28
Tabel 2.2 Sintaks Pembelajaran Kooperatif ......................................................... 33
Tabel 3.1 Rencana Pelaksanaan Tindakan Siklus 1 .............................................. 58
Tabel 3.2 Indikator dan Tujuan Siklus I Pertemuan 1 .......................................... 59
Tabel 3.3 Indikator dan Tujuan Siklus I Pertemuan 2 .......................................... 62
Tabel 4.1 Tanggal Pelaksanaan Tindakan Kelas Siklus I ..................................... 73
Tabel 4.2 Perbandingan Aktivitas Guru Siklus I .................................................. 79
Tabel 4.3 Perbandingan Aktivitas Siswa Siklus I ................................................. 83
Tabel 4.4 Distribusi Nilai Hasil Belajar Kelompok Siklus I ................................. 86
Tabel 4.5 Distribusi Nilai Hasil Belajar Individu Siklus I .................................... 87
Tabel 4.6 Ketuntasan Klasikal Hasil Belajar Siklus I ........................................... 89
Tabel 4.7 Tanggal Pelaksanaan Tindakan Kelas Siklus II .................................... 95
Tabel 4.8 Perbandingan Aktivitas Guru Siklus II ................................................. 101
Tabel 4.9 Perbandingan Aktivitas Siswa Siklus II ................................................ 104
Tabel 4.10 Distribusi Nilai Hasil Belajar Kelompok Siklus II ............................. 106
Tabel 4.11 Distribusi Nilai Hasil Belajar Individu Siklus II ................................. 108
Tabel 4.12 Ketuntasan Klasikal Hasil Belajar Siklus II ........................................ 109
xii
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 3.1 Alur Penelitian Tindakan Kelas ........................................................ 52
Gambar 4.1 Perbandingan Aktivitas Guru Pada Tiap Pertemuan Siklus I ........... 82
Gambar 4.2 Perbandingan Aktivitas Siswa Siklus I ............................................. 85
Gambar 4.3 Hasil Belajar Kelompok Siklus I ....................................................... 86
Gambar 4.4 Persentasi Ketuntasan Klasikal Hasil Belajar Siklus I ...................... 90
Gambar 4.5 Perbandingan Aktivitas Guru Pada Tiap Pertemuan Siklus II .......... 103
Gambar 4.6 Perbandingan Aktivitas Siswa Siklus II ............................................ 105
Gambar 4.7 Hasil Belajar Kelompok Siklus II ..................................................... 107
Gambar 4.8 Persentasi Ketuntasan Klasikal Hasil Belajar Siklus II ..................... 110
Gambar 4.9 Perbandingan Aktivitas Guru Siklus I dan Siklus II ......................... 114
Gambar 4.10 Perbandingan Aktivitas Siswa Siklus I dan Siklus II ...................... 117
Gambar 4.11 Perbandingan Nilai Hasil Belajar Siswa Siklus I dan Siklus II ...... 121
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
Silabus .............................................................................................................. 129
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Pertemuan Pertama Siklus I ........ 134
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Pertemuan Kedua Siklus I ........... 147
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Pertemuan Pertama Siklus II ....... 162
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Pertemuan Kedua Siklus II ......... 177
Soal Evaluasi Siklus I ...................................................................................... 190
Soal Evaluasi Siklus II ..................................................................................... 194
Foto-Foto Kegiatan Penelitian Tindakan Kelas ............................................... 199
Lembar Observasi Aktivitas Guru Pertemuan Pertama Siklus I ...................... 203
Lembar Observasi Aktivitas Guru Pertemuan Kedua Siklus I......................... 205
Lembar Observasi Aktivitas Guru Pertemuan Pertama Siklus II ..................... 207
Lembar Observasi Aktivitas Guru Pertemuan Kedua Siklus II ....................... 209
Lembar Observasi Aktivitas Siswa Pertemuan Pertama Siklus I..................... 211
Lembar Observasi Aktivitas Siswa Pertemuan Kedua Siklus I ....................... 213
Lembar Observasi Aktivitas Siswa Pertemuan Pertama Siklus II ................... 215
Lembar Observasi Aktivitas Siswa Pertemuan Kedua Siklus II ...................... 217
Rekapitulasi Nilai Evaluasi Siswa ................................................................... 219
Hasil Kerja Siswa ............................................................................................. 225
Bimbingan Skripsi Pembimbing I .................................................................... 259
Bimbingan Skripsi Pembimbing II .................................................................. 260
Jurnal Revisi ..................................................................................................... 261
Surat Izin Penelitian dari Program Studi S1 PGSD UNLAM Banjarmasin .... 262
xiv
Surat Izin Penelitian dari Dinas Pendidikan Kabupaten Tanah Laut ............... 263
Surat Keterangan Penelitian dari SDN Ujung Batu 2 ...................................... 264
Berita Acara (Nilai) .......................................................................................... 265
Surat Pernyataan Keaslian Penelitian............................................................... 266
Riwayat Hidup Peneliti .................................................................................... 267
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia yang mengamanatkan Pemerintah Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia berusaha untuk melaksanakan
amanat tersebut yang terwujud dengan lahirnya Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003, yang pada pasal 1 ayat 1
menyebutkan “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
negara”. Pada pasal 1 ayat 4 “Peserta didik adalah anggota masyarakat yang
berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang
tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu”.
Pasal 3 yang memuat tentang fungsi dan tujuan pendidikan nasional
yang berbunyi “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
2
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab” (UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003).
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
paradigma pembelajaran di sekolah banyak mengalami perubahan, terutama
dalam pelaksanaan proses pembelajaran dari yang bersifat behavioristik
menjadi konstruktivistik, dari berpusat pada guru (teaching centered) menuju
berpusat pada siswa (student centered).
Konstruktivisme mengajarkan bahwa belajar adalah membangun
pemahaman atau pengetahuan (constructing understanding or knowledge),
yang dilakukan dengan cara mencocokkan fenomena, ide atau aktivitas yang
baru dengan pengetahuan yang telah ada dan sudah pernah dipelajari.
Konsekuensi dari konsep belajar seperti itu adalah siswa dengan sungguh-
sungguh membangun konsep pribadi (mind concept) dalam sudut pandang
belajar bermakna dan bukan sekedar hafalan atau tiruan.
Oleh karena itu, peranan guru tidak semata-mata hanya memberikan
ceramah yang sifatnya teksbook (book oriented) kepada siswa, melainkan
guru harus mampu merangsang/memotivasi siswa agar mampu membangun
pengetahuan dalam pikirannya. Cara yang dapat dilakukan oleh guru adalah
dengan membangun jaring-jaring komunikasi dan interaksi belajar yang
bermakna melalui pemberian informasi yang sangat bermakna dan relevan
dengan kebutuhan siswa. Upaya guru tersebut dilakukan dengan cara
memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan
3
sendiri ide-ide dan mengajak siswa untuk belajar menggunakan strategi-
strategi mereka sendiri. Implementasinya adalah setiap manusia memiliki
gaya belajar yang unik, dan setiap manusia memiliki kekuatan sendiri dalam
belajar. Dengan demikian peranan guru hanya terbatas pada pemberian
rangsangan kepada siswa agar ia dapat mencapai tingkat tertinggi, namun
harus diupayakan siswa sendiri yang mencapai tingkatan tertinggi itu dengan
cara dan gayanya (ktiptk,2009: online).
Terdapat anggapan umum bahwa Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
merupakan mata pelajaran yang mudah sehingga tidak perlu dirisaukan
kesanggupan siswa untuk menguasainya. Namun kenyataan tidak semua
siswa menunjukkan hasil belajar yang memuaskan, dan belum mampu
menunjukkan sikap kerjasama dalam pergaulan sehari-hari serta berbagai
sikap positif seorang warga negara, seperti tolong menolong, taat beribadah,
dan lain-lain.
Hal ini sangat jauh dari tujuan pembelajaran PKn yakni: berpikir secara
kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan;
berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, serta bertindak cerdas
dalam kegiatan kemasyararakatan, berbangsa dan bernegara; berkembang
secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan pada
karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan
bangsa lainnya; berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam pecaturan
dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi (Tim Penyusun, 2005:34).
4
Gambaran tersebut menujukkan adanya kesenjangan antara kondisi
aktual yang dihadapi di kelas dengan kondisi optimal yang diharapkan.
Kesenjangan tersebut terjadi disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain,
dari sudut pandang siswa: rendahnya kemampuan siswa dalam memahami
materi PKn yang bersifat teoritis, kurangnya kemampuan siswa merumuskan
contoh-contoh implementasi konsep PKn dalam kehidupan, kurangnya
persiapan/motivasi belajar siswa sehingga hasil belajar rendah. Sedangkan
dari sudut pandang guru, belum optimalnya usaha yang dilakukan guru untuk
membantu kesulitan belajar siswa, kurang kondusifnya metode mengajar
yang digunakan guru untuk memotivasi belajar siswa di kelas(ktiptk,2009:
online).
Jika permasalahan tersebut di atas tidak segera dipecahkan akan
memberikan dampak negatif terhadap kelancaran proses pembelajaran di
kelas, antara lain: kesulitan dalam menghidupkan suasana kelas, karena
kurangnya keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran, kurangnya motivasi
siswa dalam belajar PKn, dan prestasi belajar siswa mata pelajaran PKn
kurang memuaskan. Hal tersebut yang terjadi pada siswa kelas V SDN Ujung
Batu 2 dimana ketuntasan hasil belajar siswa yang hanya mencapai 28,57%
atau sekitar 71,42% yang masih belum tuntas.
Oleh karena itu, perlu dicari strategi baru untuk melibatkan proses
pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif. Penyampaian pembelajaran
tidak sekedar ceramah seperti yang selama ini dilakukan dalam pembelajaran.
Guru harus merubah proses pembelajaran yang berpusat dari guru menjadi
pembelajaran yang berpusat pada siswa, untuk mendukung pencapaian tujuan
5
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Pembelajaran Kooperatif tipe
Jigsaw merupakan salah satu alternatif yang dapat dipergunakan untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.
Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) sesuai dengan fitrah
manusia sebagai makhluk sosial yang penuh ketergantungan dengan orang
lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama, pembagian tugas, dan
rasa senasib. Dengan memanfaatkan kenyataan itu, belajar berkelompok
secara kooperatf siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing)
pengetahuan, pengalaman, tugas, dan tanggung jawab. Saling membantu dan
berlatih berinteraksi-komunikasi-sosialisasi karena kooperatif adalah miniatur
dari hidup bermasyarakat, belajar menyadari kekurangan dan kelebihan
masing-masing (Suyatno, 2009:51).
Model pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa tipe dengan
langkah yang berbeda-beda. Salah satunya adalah tipe jigsaw, dengan sintak
sebagai berikut: pengarahan, informasi bahan ajar, buat kelompok heterogen,
berikan bahan ajar (LKS) yang terdiri dari beberapa bagian sesuai dengan
banyak siswa dalam kelompok. Tiap anggota kelompok bertugas membahas
bagian tertentu, bahan belajar tiap kelompok adalah sama sehingga terjadi
kerjasama dan diskusi. Kembali ke kelompok asal, pelaksana tutorial pada
kelompok asal oleh anggota kelompok ahli, penyimpulan, evaluasi, dan
refleksi (Suyatno, 2009:53).
Model jigsaw dapat digunakan secara efektif di tiap level dimana siswa
telah mendapatkan keterampilan akademis dari pemahaman, membaca,
maupun keterampilan kelompok untuk belajar bersama. Jenis materi yang
6
paling mudah digunakan untuk pendekatan ini adalah bentuk naratif seperti
ditemukan dalam literatur, penelitian sosial membaca, dan ilmu pengetahuan
(Isjoni, 2010:58). Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
Abdul Azis yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
dalam meningkatkan hasil belajar PKn di sekolah dasar, dimana hasil
ketuntasan belajar siswa mencapai 85,3 di atas ketentuan yang ditetapkan
yaitu 70 (Azis, 2010: online).
Berdasarkan masalah dan alternatif tindakan diatas, maka perlu
dilakukan penelitian dengan judul:
“Upaya Meningkatkan Hasil Belajar PKn Konsep Organisasi
Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw pada Siswa
Kelas V SDN Ujung Batu 2 Kecamatan Pelaihari Kabupaten Tanah
Laut”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang dapat
dirumuskan dalam penelitian ini yaitu, antara lain:
1. Apakah dengan menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Jigsaw dapat meningkatkan aktivitas guru di kelas V SDN Ujung Batu
2 Kecamatan Pelaihari Kabupaten Tanah Laut?
2. Apakah dengan menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Jigsaw dapat meningkatkan aktivitas siswa dikelas V SDN Ujung Batu
2 Kecamatan Pelaihari Kabupaten Tanah Laut?
7
3. Apakah dengan menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa tentang Organisasi pada
siswa kelas V SDN Ujung Batu 2 Kecamatan Pelaihari Kabupaten
Tanah Laut?
C. Rencana Pemecahan Masalah
Rendahnya hasil belajar PKn siswa sekolah dasar yang disebabkan oleh
berbagai faktor diantaranya sistem penyampaiannya lebih menekankan pada
pembelajaran satu arah dengan dominasi guru yang lebih menonjol,
rendahnya kemampuan siswa dalam memahami materi PKn yang bersifat
teoritis, dan kurangnya kemampuan siswa merumuskan contoh-contoh
implementasi konsep PKn dalam kehidupan.
Peneliti memilih model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw sebagai
alternatif pemecahan masalah dalam pembelajaran PKn materi organisasi.
Alasan pemilihan tersebut karena materi organisasi pada pelajaran PKn kelas
V cukup luas dan alokasi waktu yang diberikan sedikit. Namun, materi
organisasi tersebut terpecah dalam beberapa bagian, sehingga memudahkan
dalam menggunakan model jigsaw. Hal itulah yang juga menjadi alasan
kenapa peneliti tidak memilih model role playing dalam memecahkan
masalah tersebut. Model role playing memerlukan waktu yang cukup banyak,
sehingga dikhawatirkan alokasi waktu yang ada tidak mencukupi. Selain itu,
siswa kelas V sudah mulai memasuki tahap operasional konkrit, dimana sifat
egosentrisnya sudah mulai berkurang sehingga dapat bekerjasama dengan
teman sebayanya.
8
Tabel 1.1 Rencana Pemecahan
Siklus Pertemuan Indikator Materi
I 1 Produk (Kognitif)
1. Menjelaskan pengertian
organisasi.
2. Menjelaskan pentingnya
berorganisasi.
3. Menyebutkan ciri-ciri
organisasi.
Proses (Psikomotor)
Mempraktekkan cara
berorganisasi.
Sikap (Afektif)
Mengaplikasikan
konsep berorganisasi
dalam kehidupan sehari-
hari.
Pengertian Organisasi,
Pentingnya Organisasi,
Ciri-Ciri Organisasi, dan
Manfaat Organisasi
2 Produk (Kognitif)
1. Menyebutkan organisasi
yang ada di lingkungan
sekolah.
2. Menyebutkan organisasi
yang ada di lingkungan
masyarakat.
Proses (Psikomotor)
Membuat struktur
organisasi yang ada di
sekolah dan masyarakat.
Sikap (Afektif)
Mengaplikasikan
konsep berorganisasi
dalam kehidupan sehari-
hari.
Organisasi Sekolah,
Organisasi Kelas, Rukun
Tetangga (RT), dan Rukun
Warga (RW)
Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw memiliki beberapa
kelebihan antara lain:
1) Melibatkan seluruh peserta didik dalam belajar dan sekaligus mengajarkan
kepada orang lain.
9
2) Meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya
sendiri dan juga pembelajaran orang lain.
3) Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga
harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota
kelompok yang lain.
4) Siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan bekerjasama secara
kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan.
5) Melatih peserta didik agar terbiasa berdiskusi dan bertanggungjawab
secara individu untuk membantu memahamkan tentang suatu materi pokok
kepada teman sekelasnya.
Kelebihan-kelebihan yang dimiliki jigsaw tersebut diharapkan dapat
membuat perubahan sikap dari peserta didik kearah yang lebih baik, seiring
dengan peningkatan hasil belajarnya.
Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Siswa dikelompokkan ke dalam 4 – 5 orang anggota tim (sesuai dengan
jumlah bagian materi), kelompok ini disebut kelompok asal.
2. Setiap orang dalam tim diberikan bagian materi yang berbeda.
3. Anggota dari tim yang berbeda yang telah dipelajari bagian/ sub bab yang
sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan
sub bab mereka dan bagaimana menyampaikan dengan anggota kelompok
asal.
4. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli, tiap anggota kembali ke kelompok
asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab yang
10
mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh-
sungguh.
5. Tiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi.
6. Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual.
7. Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan.
8. Guru memberikan evaluasi.
9. Penutup
D. Tujuan Penelitian
1. Bagaimana peningkatan aktivitas guru di kelas V SDN Ujung Batu 2
Kecamatan Pelaihari Kabupaten Tanah Laut dengan menggunakan Model
Pembelajaran Koopertif Tipe Jigsaw.
2. Bagaimana peningkatan aktivitas siswa di kelas V SDN Ujung Batu 2
Kecamatan Pelaihari Kabupaten Tanah Laut dengan menggunakan Model
Pembelajaran Koopertif Tipe Jigsaw.
3. Bagaimana peningkatan hasil belajar siswa di kelas V SDN Ujung Batu 2
Kecamatan Pelaihari Kabupaten Tanah Laut dengan menggunakan Model
Pembelajaran Koopertif Tipe Jigsaw.
E. Manfaat Hasil Penelitian
1. Bagi Guru
Sebagai bahan informasi ilmiah tentang metode pembelajaran dengan
pendekatan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, di samping itu juga dapat
meningkatkan kemampuan dan pengalaman dalam mengembangkan
11
pendekatan, media dan metode pembelajaran yang lebih efektif dalam
upaya memperbaiki proses pembelajaran PKn kearah yang lebih baik.
2. Bagi Siswa
Siswa akan mempunyai pengalaman belajar yang lebih baik bermakna
sehingga dapat memudahkan pemahaman dan penugasan bukan hanya
pada materi pelajaran akan tetapi juga mampu meningkatkan prestasi
belajar dan perubahan tingkah laku.
3. Bagi Kepala Sekolah
Hasil penelitian ini akan memberikan sumbangan yang signifikan bagi
inovasi sekolah dalam rangka menigkatkan mutu pembelajaran.
4. Sebagai bahan masukan untuk penelitian berikutnya.
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Belajar dan Mengajar
a. Konsep Belajar, Mengajar, dan Pembelajaran
Menurut Gagne, belajar adalah perubahan disposisi atau
kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan
disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan
seseorang secara alamiah (Suprijono, 2010: 2).
James O. Whittaker merumuskan belajar sebagai proses di
mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau
pengalaman. Cronbach berpendapat bahwa learning is shown by a
change in behaviour as result of experience. Belajar sebagai suatu
aktivitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil
dari pengalaman. Howard L. Kingskey mengatakan bahwa learning is
the process by which behavior (in the border sense) is originated or
changed through practice or training. Belajar adalah proses dimana
tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktek
atau latihan (Djamarah, 2008:12).
Dapat disimpulkan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan
jiwa dan raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan
lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor
13
Mengajar adalah menyampaikan pengetahuan pada anak didik.
Kemudian dalam pengertian luas, mengajar diartikan sebagai suatu
aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya
dan menghubungkan dengan anak, sehingga terjadi proses belajar.
Mengajar dapat diartikan sebagai kegiatan mengorganisasi proses
belajar (Sardiman, 2006: 47-50).
Jadi, mengajar pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk
menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan
memungkinkan untuk berlangsungnya proses belajar.
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat
terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan
kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada
peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk
membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik
(Krisna,2009:online).
Pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu sistem atau
proses membelajarkan subjek didik/pembelajar yang direncanakan
atau didesain, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar
subjek didik/pembelajar dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran
secara efektif dan efisien (Komalasari, 2010:3).
Dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran adalah usaha
sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya
14
perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar, dimana
perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku
dalam waktu yang relatif lama dan karena adanya usaha.
b. Hakikat Belajar
Hakikat belajar adalah perubahan dan tidak setiap perubahan
adalah sebagai hasil belajar (Djamarah, 2008: 15).
c. Tujuan Belajar
Ditinjau secara umum, maka tujuan belajar itu ada tiga jenis:
1. Untuk mendapatkan pengetahuan
Hal ini ditandai dengan kemapuan berpikir. Pemilikan
pengetahuan dan kemampuan berpikir sebagai yang tidak dapat
dipisahkan. Dengan kata lain, tidak dapat mengembangkan
kemampuan berpikir tanpa bahan pengetahuan, sebaliknya
kemampuan berpikir akan memperkaya pengetahuan. Tujuan
inilah yang memiliki kecenderungan lebih besar
perkembangannya di dalam kegiatan belajar. Dalam hal ini
peranan guru sebagai pengajar lebih menonjol.
Adapun jenis interaksi atau cara yang digunakan untuk
kepentingan pada umumnya dengan model kuliah (presentasi),
pemberian tugas-tugas bacaan. Dengan cara demikian, anak
didik/siswa akan diberikan pengetahuan sehingga menambah
pengetahuannya dan sekaligus akan mencarinya sendiri untuk
15
mengembangkan cara berpikir dalam rangka memperkaya
pengetahuannya.
2. Penanaman konsep dan keterampilan
Penanaman konsep atau merumuskan konsep, juga
memerlukan suatu keterampilan. Jadi soal keterampilan yang
bersifat jasmani maupun rohani. Keterampilan jasmaniah adalah
keterampilan-keterampilan yang dapat dilihat, diamati, sehingga
akan menitikberatkan pada keterampilan gerak/penampilan dari
anggota tubuh seseorang yang sedang belajar. Termasuk dalam
hal ini masalah-masalah “teknik” dan “pengulangan”.
Sedangkan keterampilan rohani lebih rumit, karena tidak selalu
berurusan dengan masalah-masalah keterampilan yang dapat
dilihat bagaimana ujung pangkalnya, tetapi lebih abstrak,
menyangkut persoalan-persoalan penghayatan, dan keterampilan
berpikir serta kreativitas untuk menyelesaikan dan merumuskan
suatu masalah atau konsep. Jadi semata-mata bukan soal
“pengulangan”, tetapi mencari jawaban yang cepat dan tepat.
3. Pembentukan sikap
Pembentukan sikap mental dan prilaku anak didik, tidak
akan terlepas dari soal penanaman nilai-nilai, transfer of values.
Oleh karena itu, guru tidak sekedar “pengajar”, tetapi betul-betul
sebagai pendidik yang akan memindahkan nilai-nilai itu kepada
anak didiknya. Dengan dilandasi nilai-nilai itu, anak didik/siswa
akan tumbuh kesadaran dan kemauannya untuk mempraktekkan
16
segala sesuatu yang sudah dipelajarinya (Sardiman, 2006 :26-
28).
Jadi, pada intinya tujuan belajar itu adalah ingin mendapatkan
pengetahuan, keterampilan dan penanaman sikap mental/nilai-nilai.
Pencapaian tujuan belajar berarti akan menghasilkan sebuah hasil
belajar.
Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-
pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan. Merujuk
pemikiran Gagne, hasil belajar berupa:
1. Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan
dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan
merespons secara spesifik terhadap rangsangan spesifik.
Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol,
pemecahan masalah maupun penerapan aturan.
2. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan
konsep dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari
kemampuan mengkategorisasi, kemampuan analisis-sintesis
fakta-konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan.
Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan
aktivitas kognitif bersifat khas.
3. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan
mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini
meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan
masalah.
17
4. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian
gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud
otomatisme gerak jasmani.
5. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek
berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa
kemampuan menginternalisasikan dan eksternalisasi nilai-nilai.
Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai
standar prilaku.
Menurut Bloom, hasil belajar mencakup kemampuan kognitif,
afektif, dan psikomotorik. Domain kognitif adalah knowledge
(pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan,
meringkas, contoh), application (menerapkan), analysis
(menguraikan, menentukan hubungan) synthesis (mengorganisasikan,
merencanakan, membentuk bangunan baru), evaluation (menilai).
Domain afektif adalah receiving (sikap menerima), responding
(memberikan respons), valuing (nilai), organization (organisasi),
characterization (karakterisasi). Domain psikomotor meliputi
initatory, pre-routine, rountinized. Psikomotor juga mencakup
keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, managerial, dan
intelektual. Sementara, menurut Lindgren hasil pembelajaran meliputi
kecakapan, informasi, pengertian, dan sikap. Yang harus diingat, hasil
belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya
salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Artinya, hasil
pembelajaran yang dikategorisasi oleh para pakar pendidikan
18
sebagaimana tersebut di atas tidak dilihat secara fragmentaris atau
terpisah melainkan komprehensif (Suprijono, 2010: 5-7).
Jadi, hasil belajar adalah pencapaian dari tujuan belajar dalam
aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar antara
lain:
1. Faktor Lingkungan
Lingkungan merupakan bagian dari kehidupan anak didik.
Selama hidup anak didik tidak bisa menghindarkan diri dari
lingkungan alami dan lingkungan sosial budaya. Interaksi dari
kedua lingkungan yang berbeda ini selalu terjadi dalam mengisi
kehidupan anak didik. Keduanya mempunyai pengaruh cukup
signifikan terhadap belajar anak didik di sekolah.
2. Faktor Instrumental
Setiap sekolah mempunyai tujuan yang akan dicapai. Tujuan
tentu saja pada tingkat kelembagaan. Dalam rangka melicinkan
kearah itu diperlukan seperangkat kelengkapan dalam berbagai
bentuk dan jenisnya. Semuanya dapat diberdayagunakan
menurut fungsi masing-masing kelengkapan sekolah. Kurikulum
dapat dipakai oleh guru dalam merencanakan program
pengajaran. Program sekolah dapat dijadikan acuan untuk
meningkatkan kualitas belajar mengajar. Sarana dan fasilitas
yang tersedia harus dimanfaatkan sebaik-baiknya agar berdaya
19
guna dan berhasil guna bagi kemajuan belajar anak didik di
sekolah.
3. Kondisi Fisiologis
Kondisi fisiologi pada umumnya sangat berpengaruh terhadap
kemampuan belajar seseorang. Orang yang dalam keadaan segar
jasmaninya akan berlainan belajarnya dari orang yang dalam
keadaan kelelahan. Selain itu, hal yang tidak kalah pentingnya
adalah kondisi panca indera (mata, hidung, pengecap, telinga
dan tubuh), terutama mata sebagai alat untuk melihat dan telinga
sebagi alat untuk mendengar karena sebagian besar yang
dipelajari manusia (anak) yang belajar berlangsung dengan
membaca, melihat contoh atau model, melakukan observasi,
mengamati hasil-hasil eksperimen, mendengarkan keterangan
guru, mendengarkan ceramah, mendengarkan keterangan orang
lain dalam diskusi dan sebagainya.
4. Kondisi Psikologis
Belajar pada hakikatnya adalah proses psikologis. Oleh karena
itu, semua keadaan dan fungsi psikologis tentu saja
mempengaruhi belajar seseorang. Itu berarti belajar bukanlah
berdiri sendiri, terlepas dari faktor lain seperti faktor dari luar
maupun faktor dari dalam. Faktor psikologis sebagai faktor dari
dalam tentu saja merupakan hal yang utama dalam menentukan
intesitas belajar seorang anak. Meski faktor dari luar
mendukung, tetapi faktor psikologis tidak mendukung, maka
20
faktor luar itu akan kurang signifikan. Oleh karena itu, minat,
kecerdasan, bakat, motivasi, dan kemampuan-kemampuan
kognitif adalah faktor-faktor psikologis yang utama
mempengaruhi proses dan hasil belajar anak didik (Djamarah,
2008: 176-191).
Jadi dapat disimpulkan, ada 4 faktor yang mempengaruhi hasil
belajar, yakni faktor lingkungan, faktor instrumental, kondisi fisiologi,
dan kondisi psikologis.
2. Teori-Teori Belajar
a. Teori Belajar Menurut Para Ahli
1) Menurut Thorndike
Thorndike adalah orang yang mengemukakan teori
konektionisme. Dari penelitiannya dia menyimpulkan bahwa
respon lepas dari kurungan itu lambat laun diasosiasikan dengan
situasi stimulus dalam belajar coba-coba, trial and error. Inilah
kesimpulan Thorndike terhadap prilaku binatang dalam kurungan.
Ada tiga hukum belajar yang utama dan ini diturunkannya
dari hasil-hasil penelitiannya. Ketiganya adalah hukum efek,
hukum latihan, dan hukum kesiapan.
Jadi, menurut Thorndike dasar dari belajar tidak lain adalah
asosiasi antara kesan panca indera dengan impuls untuk
bertindak. Asosiasi ini dinamakan connecting. Sama maknanya
dengan belajar adalah pembentukan hubungan antara stimulus
21
dan respon, antara aksi dan reaksi. Antara stimulus dan respons
ini akan terjadi suatu hubungan yang erat bila sering dilatih.
Berkat latihan yang terus menerus, hubungan antara stimulus dan
respon itu akan menjadi terbiasa dan otomatis (Djamarah,
2008:24).
2) Teori Belajar Menurut Skinner
Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar
lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu
menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih
komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan
respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang
kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah
sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya.
Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana
itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling
berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi
respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki
konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang
nantinya mempengaruhi munculnya perilaku. Oleh karena itu
dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus
memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya,
serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai
konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner
juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-
22
perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku
hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang
digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya
(Madziatul,2009:online).
3) Teori Belajar Menurut Ausubel
David Ausubel adalah seorang ahli psikologi pendidikan.
Menurut Ausubel (1996) bahan pelajaran yang dipelajari haruslah
“bermakna” (meaning full). Pembelajaran bermakna merupakan
suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep
relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Struktur
kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-
generalisasi yang telah dipelajari dan diingat siswa.
Misalnya, dalam hal pembelajaran sejarah, bukan hanya
sekedar menekankan pada pengertian konsep-konsep sejarah
belaka, tetapi bagaimana melaksanakan proses pembelajarannya,
dan meningkatkan kualitas proses pembelajaran tersebut menajdi
benar-benar bermakna. Dengan cooperative learning tentu materi
sejarah yang dipelajarinya tidak hanya sekedar menjadi sesuatu
yang dihafal dan diingat, melainkan ada sesuatu yang dapat
dipraktekkan dan dilatihkan dalam situasi nyata dan terlibat dalam
pemecahan masalah. Untuk memperlancar proses tersebut
diperlukan bimbingan langsung dari guru, bak lisan maupun
dengan contoh tindakan. Sedangkan siswa diberi kebebasan untuk
membangun pengetahuannya sendiri (Isjoni, 2010:35-36).
23
b. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) di SD
Lampiran Permendiknas No 22 tahun 2006 mengemukakan bahwa
“mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata
pelajaran yang memfokuskan pada pembentukkan warga negara yang
memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya
untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan
berkarekter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945”.
Berdasarkan Pemendiknas No. 22 tahun 2006 ruang lingkup mata
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Pendidikan Dasar dan
Menengah secara umum meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
1) Persatuan dan Kesatuan Bangsa
2) Norma, Hukum dan Peraturan
3) Hak Asasi Manusia
4) Kebutuhan Warga Negara
5) Konstitusi Negara
6) Kekuasaan dan Politik
7) Pancasila
8) Globalisasi
PKn mata pelajaran dengan visi utama sebagai pendidikan
demokrasi yang bersifat multidimensional. PKn merupakan
pendidikan demokrasi, pendidikan moral, pendidikan sosial, dan
masalah pendidikan politik.
PKn dinilai sebagai mata pelajaran yang mengusung misi
pendidikan nilai dan moral, dengan alasan sebagai berikut:
24
1) Materi PKn adalah konsep- konsep nilai Pancasila dan UUD 1945
beserta dinamika perwujudan dalam kehidupan masyarakat negara
Indonesia.
2) Sasaran akhir belajar PKn adalah perwujudan nilai-nilai tersebut
dalam perilaku nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Proses pembelajaran menuntut terlibatnya emosional, intelektual,
dan sosial dari peserta didik dan guru sehingga nilai-nilai itu bukan
hanya dipahami (bersifat kognitif) tetapi dihayati (bersifat objektif)
dan dilaksanakan (bersifat perilaku) (Ian,2010:online).
3. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
a. Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan adalah merupakan mata
pelajaran yang memfokuskan pada pembentukkan diri yang beragam
dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa untuk
menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan
berkarakter yang dilandasi oleh Pancasila dan UUD 1945
(Ian,2010:online).
b. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
Pendidikan kewarganegaraan (Civic Education) adalah merupakan
mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang
beragam dari segi agama, sosio kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa
untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan
25
berkarakter yang dilandasi oleh Pancasila dan UUD 1945 (Tim
Penyusun, 2005:33).
Pendidikan kewarganegaraan adalah program pendidikan
berdasarkan nilai-nilai pancasila sebagai wahana untuk
mengembangkan dan melestatikan nilai luhur dan moral yang berakar
pada budaya bangsa Indonesia yang diharapkan menjadi jati diri yang
diwujudkan dalam bentuk prilaku dalam kehidupan sehari-hari para
mahasiswa baik sebagai individu, sebagai calon guru/pendidik,
anggota masyarakat dan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa
(Ian,2010:online).
c. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
Tujuan mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan adalah untuk
mengembangkan kemampuan-kemampuan sebagai berikut:
1) Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu
kewarganegaraan.
2) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, serta bertindak
cerdas dalam kegiatan kemasyararakatan, berbangsa dan bernegara.
3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri
berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar
dapat hidup bersama dengan bangsa lainnya.
4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam pecaturan dunia
secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi (Ian,2010:online).
26
d. Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan
Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan berfungsi sebagai
wahana membentuk warga negara cerdas, terampil, dan berkarakter
yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan
dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat
Pancasila dan UUD 1945.
Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dapat menjadi
pengikat untuk menyatukan visi peserta didik yang beragam dari segi
agama, sosio-kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa tentang budaya
kebersamaan atau persatuan yang dapat mendukung tetap berdirinya
Negara Kesatuan Republik Indonesia (Tim Penyusun, 2005: 34-35).
e. Karakteristik Mata Pelajaran Kewarganegaraan
Mata pelajaran pendidikan Kewarganegaraan memiliki tiga ciri
khas, yaitu pengetahuan, keterampilan dan karakter kewarganegaraan.
Ketiga hal tersebut merupakan bekal bagi peserta didik untuk
meningkatkan kecerdasan multidimensional yang memadai untuk
menjadi warga negara yang baik.
Isi pengetahuan (body of knowledge) dari mata pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan diorganisasikan secara interdisipliner
dari berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial seperti ilmu politik, hukum,
tata negara, psikologi, dan berbagai bahan kajian lainnya yang berasal
dari kemasyarakatan, nilai-nilai budi pekerti, dan hak asasi manusia
dengan penekanan pada hubungan antarwarga, warga negara, dan
27
pemerintahan warga negara, serta warga negara dan warga dunia (Tim
Penyusun, 2005: 38).
f. Jenis-Jenis Materi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
Materi Pendidikan Kewarganegaraan yang tertuang dalam setiap
jenjang kelas mengandung norma Pancasila yang harus dikembangkan
pada tingkat/kelas yang dinyatakan kompetensi dasar, indikator, dan
materi pokok.
Pada dasarnya jenis-jenis dan isi materi Pendidikan
Kewarganegaraan dibedakan menjadi 5 (lima) macam yaitu: fakta,
konsep, prinsip, prosedur, dan nilai (Tim Penyusun, 2005 : 44-45).
Pada penelitian ini, materi yang diangkat sebagai judul adalah
materi Organisasi pada Kelas V semester II. Materi ini tergolong
dalam jenis materi konsep. Materi yang berjenis konsep berisikan
definisi atau arti sesuatu obyek baik bersifat abstrak maupun konkrit.
Berikut peneliti sajikan kompetensi dasar, indikator, dan materi
pokok dari materi organisasi yang diangkat sebagai permasalahan dari
penelitian ini.
28
Tabel 2.1 Kompetensi Dasar, Materi Pokok, dan Indikator Materi Organisasi
Kompetensi Dasar Materi Pokok Indikator
3.1 Mendeskripsikan
pengertian organisasi
Organisasi 1. Menjelaskan pengertian
organisasi.
2. Menjelaskan manfaat dari
organisasi.
3. Menyebutkan unsur-unsur
organisasi.
4. Menyebutkan tugas-tugas
pengurus organisasi.
5. Mempraktekkan cara
berorganisasi.
6. Mengaplikasikan konsep
berorganisasi dalam
kehidupan sehari-hari.
3.2 Menyebutkan contoh
organisasi di sekolah
dan masyarakat
Organisasi
dilingkungan
sekolah dan
masyarakat
1. Menyebutkan organisasi yang
ada di lingkungan sekolah.
2. Membuat struktur organisasi
yang ada di sekolah.
3. Mengaplikasikan konsep
berorganisasi dalam
kehidupan sehari-hari.
4. Menyebutkan organisasi yang
ada di lingkungan masyarakat.
5. Membuat struktur organisasi
yang ada di masyarakat.
6. Mengaplikasikan konsep
berorganisasi dalam
kehidupan sehari-hari.
3.3 Menampilkan peran
serta dalam memilih
organisasi di sekolah.
Berorganisasi
di sekolah
1. Menyebutkan hal-hal yang
perlu diperhatikan sebelum
berorganisasi.
2. Mengetahui peran dan tugas
pengurus organisasi di
sekolah.
3. Menjelaskan cara memilih
pengurus organisasi di
sekolah.
4. Mempraktekkan cara memilih
pengurus organisasi di
sekolah.
5. Mengaplikasikan konsep
berorganisasi dalam
kehidupan sehari-hari.
29
4. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
a. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Cooperative Learning berasal dari kata cooperative yang artinya
mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu
satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau tim. Slavin (1995)
mengemukakan bahwa Cooperative Learning adalah suatu model
pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-
kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga
merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar (Isjoni, 2010: 15).
Anita Lie menyebut Cooperative Learning dengan istilah
pembelajaran gotong-royong, yaitu sistem pembelajaran yang
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama
dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur (Isjoni, 2010:
16).
Djahiri K menyebutkan Cooperative Learning sebagai
pembelajaran kelompok kooperatif yang menuntut diterapkannya
pendekatan belajar yang siswa sentries, humanistik, dan demokratis
yang disesuaikan dengan kemampuan siswa dan lingkungan
belajarnya (Isjoni, 2010: 19).
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan berdasarkan teori
belajar kooperatif kontruktivis. Hal ini terlihat pada salah satu teori
Vigotsky yaitu penekanan pada hakikat sosio kultural dari
pembelajaran Vigotsky yakni bahwa fase mental yang lebih tinggi
pada umumnya muncul pada percakapan atau kerjasama antara
30
individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi terserap dalam
individu tersebut. Implikasi dari teori Vigotsky dikehendakinya
susunan kelas berbentuk kooperatif (Amri dan Ahmadi, 2010:67).
Pembelajaran kooperatif sesuai dengan fitrah manusia sebagai
makhluk sosial yang penuh ketergantungan dengan orang lain,
mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama, pembagian tugas dan
rasa senasib. Dengan memanfaatkan kenyataan itu, belajar
berkelompok secara kooperatf siswa dilatih dan dibiasakan untuk
saling berbagi (sharing) pengetahuan, pengalaman, tugas, dan
tanggung jawab. Saling membantu dan berlatih berinetraksi-
komunikasi-sosialisasi karena kooperatif adalah miniatur dari hidup
bermasyarakat, belajar menyadari kekurangan dan kelebihan masing-
masing.
Metode belajar yang menekankan belajar dalam kelompok
heterogen saling membantu satu sama lain, bekerjasama
menyelesaikan masalah, dan menyatukan pendapat untuk memperoleh
keberhasilan yang optimal baik kelompok maupun individual.
Jadi, model pembelajaran kooperatif adalah kegiatan pembelajaran
dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu
mengkonstruksi konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri.
Menurut teori dan pengalaman agar kelompok kohesif (kompak dan
partispatif), tiap anggota kelompok heterogen (kemampuan, gender,
dan karakter), ada kontrol dan fasilitasi, dan meminta tanggung jawab
hasil kelompok berupa laporan atau presentasi (Suyatno, 2009: 51).
31
Tujuan utama dalam penerapan model belajar mengajar
cooperative learning adalah agar peserta didik dapat belajar secara
berkelompok bersama teman-temannya dengan cara saling
menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain
untuk mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat
mereka secara berkelompok (Isjoni, 2010: 21).
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar
dan sengaja mengembangkan interaksi yang silih asuh untuk
menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat
menimbulkan permusuhan, sebagai latihan hidup di masyarakat
(Sugiyanto, 2010:40).
Beberapa ciri dari cooperative learning adalah:
1) Setiap anggota memiliki peran.
2) Terjadi hubungan interaksi langsung diantara siswa.
3) Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan
juga teman-teman sekelompoknya.
4) Guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan
interpersonal kelompok.
5) Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.
(Isjoni, 2010: 20)
Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua
belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk
mencapai hasil yang maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran
kooperatif harus diterapkan. Lima unsur tersebut adalah:
32
1) Possitive interdependence (saling ketergantungan positif).
2) Personal responsibility (tanggung jawab perseorangan).
3) Face to face promotive interaction (interaksi promotif).
4) Interpersonal skill (komunikasi antar anggota).
5) Group processing (pemrosesan kelompok).
Unsur pertama pembelajaran kooperatif adalah saling
ketergantungan positif. Unsur ini menunjukkan bahwa dalam
pembelajaran kooperatif ada dua pertanggungjawaban kelompok.
Pertama, mempelajari bahan yang ditugaskan kepada kelompok.
Kedua, menjamin semua anggota kelompok secara individu
mempelajari bahan yang ditugaskan tersebut.
Unsur kedua pembelajaran kooperatif adalah tanggung jawab
individual. Pertanggungjawaban ini muncul jika dilakukan
pengukuran terhadap keberhasilan kelompok. Tujuan pembelajaran
kooperatif adalah membentuk semua anggota kelompok menjadi
pribadi yang kuat. Tanggung jawab perseorangan adalah kunci untuk
menjamin semua anggota yang diperkuat oleh kegiatan belajar
bersama.
Unsur ketiga pembelajaran kooperatif adalah interaksi promotif.
Unsur ini penting karena dapat menghasilkan saling ketergantungan
positif.
Unsur keempat pembelajaran kooperatif adalah keterampilan
sosial. Untuk mengoordinasikan kegiatan peserta didik dalam
pencapaian tujuan peserta didik harus:
33
1) Saling mengenal dan mempercayai.
2) Mampu berkomunikasi secara akurat dan tidak ambisius.
3) Saling menerima dan saling mendukung.
4) Mampu menyelesaikan konflik secara konstruktif.
Unsur kelima pembelajaran kooperatif adalah pemrosesan
kelompok. Pemrosesan mengandung arti menilai. Melalui pemrosesan
kelompok dapat diidentifikasikan dari urutan atau tahapan kegiatan
kelompok dan kegiatan dari anggota kelompok. Siapa di antara
anggota kelompok yang sangat membantu dan siapa yang tidak
membantu. Tujuan pemrosesan kelompok adalah meningkatkan
efektivitas anggota dalam memberikan konstribusi terhadap kegiatan
kolaboratif untuk mencapai tujuan kelompok (Suprijono, 2010: 58-
61).
Tabel 2.2 Sintaks Pembelajaran Kooperatif
FASE-FASE PERILAKU GURU
Fase 1: Present goals and set
Menyampaikan tujuan dan
mempersiapkan peserta didik
Menjelaskan tujuan pembelajaran dan
mempersiapkan peserta didik siap belajar
Fase 2: Present information
Menyajikan informasi
Mempresentasikan informasi kepada
peserta didik secara verbal
Fase 3: Organize students into learning
teams
Mengorganisir peserta didik kedalam tim-
tim belajar
Memberikan penjelasan kepada peserta
didik tentang cara pembentukan tim belajar
dan membantu kelompok melakukan
transisi yang efisien
Fase 4: Assist team work and study
Membantu kerja tim dan belajat
Membantu tim-tim belajar selama peserta
didik mengerjakan tugasnya
Fase 5: Test on the materials
Mengevaluasi
Menguji pengetahuan peserta didik
mengenai berbagai materi pembelajaran
atau kelompok-kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya
Fase 6: Provide recognition
Memberikan pengakuan atau penghargaan
Mempersiapkan cara untuk mengakui
usaha dan prestasi individu maupun
kelompok
(Suprijono, 2010: 65).
b. Jigsaw
34
Jigsaw dikembangkan dan diuji oleh Elliot Aronson dan rekan-
rekan sejawatnya (Arends, 2008 : 13). Model belajar kooperatif
jigsaw merupakan model belajar kooperatif, dengan siswa belajar
dalam kelompok kecil yang terdiri dari tiga sampai enam orang secara
heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan positif dan
bertanggung jawab secara mandiri. Setiap anggota kelompok adalah
bertangggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang
harus dipelajari dan menyampaikannya kepada anggota kelompok
yang lainnya. Selain itu, siswa bekerja dengan sesama anggota
kelompok dalam suasana kooperatif dan mempunyai banyak
kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan
keterampilan komunikasi (Takari, 2009: 103).
Pembelajaran kooperatif jigsaw merupakan salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling
membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai prestasi
yang maksimal. Dalam model belajar ini terdapat tahap-tahap dalam
penyelenggaraannya. Tahap pertama siswa dikelompokkan dalam
bentuk kelompok-kelompok kecil. Pembentukan kelompok-kelompok
siswa tersebut dapat dilakukan guru berdasarkan pertimbangan
tertentu. Untuk mengoptimalkan manfaat belajar kelompok
keanggotaan seyogyanya heterogen, baik dari segi kemampuan
maupun karakteristik lainnya. Dengan demikian, cara yang efektif
untuk menjamin heterogenitas kelompok ini adalah guru membuat
kelompok-kelompok itu. Jika siswa dibebaskan membuat kelompok
35
sendiri maka biasanya siswa akan memilih teman-teman yang sangat
disukainya misalnya sesama jenis, sesama etnik, dan sama dalam
kemampuan.
Hal ini cenderung menghasilkan kelompok-kelompok yang
homogen dan seringkali siswa tertentu tidak masuk dalam kelompok
manapun. Oleh karena itu, memberikan kebebasan siswa untuk
membentuk kelompok sendiri bukanlah cara yang baik, kecuali guru
membuat batasan-batasan tertentu sehingga dapat menghasilkan
kelompok-kelompok yang heterogen. Pengelompokkan secara acak
juga dapat digunakan, khusus jika pengelompokkan itu terjadi pada
awal tahun ajaran baru dimana guru baru sedikit mempunyai
informasi tentang siswa-siswanya.
Jumlah siswa yang bekerja sama dalam masing-masing kelompok
harus dibatasi, agar kelompok-kelompok yang terbentuk dapat bekerja
sama secara efektif, karena suatu ukuran kelompok mempengaruhi
kemampuan produktivitasnya. Dalam hal ini, Soejadi (2000)
mengemukakan, jumlah anggota dalam satu kelompok apabila makin
besar, dapat mengakibatkan makin kurang efektif kerjasama antar para
anggotanya.
Menurut Edward (1989), kelompok yang terdiri dari empat orang
terbukti sangat efektif. Sedangkan Sudjana (1989) mengemukakan,
beberapa siswa dihimpun dalam satu kelompok dapat terdiri 4-6 orang
siswa. Jumlah yang paling tepat adalah menurut hasil penelitian Slavin
adalah hal itu dikarenakan kelompok yang beranggotakan 4-6 orang
36
lebih sepaham dalam menyelesaikan suatu permasalahan
dibandingkan dengan kelompok yang beranggotakan 2-4 orang.
Dalam jigsaw ini setiap anggota kelompok ditugaskan untuk
mempelajari materi tertentu. Kemudian siswa-siswa atau perwakilan
dari kelompoknya masing-masing bertemu dengan anggota-anggota
dan kelompok lain yang mempelajari materi yang sama. Selanjutnya
materi tersebut didiskusikan, dipelajari, serta memahami setiap
masalah yang dijumpai sehingga perwakilan tersebut dapat memahami
dan menguasai materi tersebut.
Pada tahap ketiga, setelah masing-masing perwakilan tersebut
dapat menguasai materi yang ditugaskannya, kemudian masing-
masing perwakilan tersebut kembali ke kelompok masing-masing atau
kelompok asalnya. Selanjutnya masing-masing anggota tersebut saling
menjelaskan pada teman satu kelompoknya sehingga teman satu
kelompoknya dapat memahami materi yang ditugaskan guru.
Pada tahap ini siswa akan banyak menemui permasalahan yang
tahap kesukarannya bervariasi. Pengalaman seperti ini sangat penting
terhadap perkembangan mental anak. Piaget (dalam Ruseffendi, 1991)
menyatakan, “... bila menginginkan pekembangan mental maka lebih
cepat dapat masuk kepada tahap yang lebih tinggi, supaya anak
diperkaya dengan banyak pengalaman”. Lebih lanjut Russefendi
mengemukakan, kecerdasan manusia dapat ditingkatkan hingga bats
optimalnya dengan pengayaan melalui pengalaman.
Pada tahap selanjutnya siswa diberi tes/kuis, hal tersebut dilakukan
37
untuk mengetahui apakah siswa sudah dapat memahami suatu materi.
Dengan demikian, secara umum penyelenggaran model belajar jigsaw
dalam proses belajar mengajar dapat menumbuhkan tanggung jawab
siswa sehingga terlibat langsung secara aktif dalam memahami suatu
persoalan dan menyelesaikannya secara kelompok. Pada kegiatan ini
keterlibatan guru dalam proses belajar mengajar semakin berkurang
dalam arti guru menjadi pusat kegiatan kelas. Guru berperan sebagai
fasilitator yang mengarahkan dan memotivasi siswa untuk belajar
mandiri serta menumbuhkan rasa tanggung jawab serta siswa akan
merasa senang berdiskusi tentang Matematika dalam kelompoknya.
Mereka dapat berinteraksi dengan teman sebayanya dan jua dengan
gurunya sebagai pembimbing. Dalam model pembelajaran biasa atau
tradisional guru menjadi pusat semua kegiatan kelas. Sebaliknya, di
dalam model belajar tipe jigsaw, meskipun guru tetap mengendalikan
aturan, ia tidak lagi menjadi pusat kegiatan kelas, tetapi siswalah yang
menjadi pusat kegiatan kelas (Isjoni, 2010: 54-57).
Ciri-ciri pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, yaitu: setiap anggota
terdiri 5-6 orang yang disebut kelompok asal, kelompok asal tersebut
dibagi lagi menjadi kelompok ahli, kelompok ahli dari masing-masing
kelompok asal berdiskusi sesuai keahliannya, dan kelompok ahli
kembali ke kelompok asal untuk saling bertukar informasi (Suyatno,
2009:54).
Langkah-langkah dalam penerapan teknik Jigsaw adalah sebagai
berikut :
38
1) Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan
setiap kelompok terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan yang
berbeda. Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota
dalam kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi
pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan
pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe jigsaw ini, setiap
siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi
pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi pembelajaran
yang sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut
kelompok ahli (Counterpart Group/CG). Dalam kelompok ahli,
siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta
menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya
jika kembali ke kelompok asal. Kelompok asal ini oleh Aronson
disebut kelompok Jigsaw (gigi gergaji). Misal suatu kelas dengan
jumlah 40 siswa dan materi pembelajaran yang akan dicapai sesuai
dengan tujuan pembelajarannya terdiri dari 5 bagian materi
pembelajaran, maka dari 40 siswa akan terdapat 5 kelompok ahli
yang beranggotakan 8 siswa dan 8 kelompok asal yang terdiri dari
5 siswa. Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok
asal memberikan informasi yang telah diperoleh atau dipelajari
dalam kelompok ahli. Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik
yang ada pada kelompok ahli maupun kelompok asal.
2) Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok
asal, selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok
39
atau dilakukan pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan
hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat
menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah
didiskusikan.
3) Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual.
4) Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor
penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar
individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya.
5) Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa
bagian materi pembelajaran.
6) Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan jigsaw untuk belajar
materi baru maka perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi
yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat
tercapai (Sudrajat,2008:online).
Jumlah peserta kadang tidak dapat dibagi tepat dengan banyaknya
segmen pembelajaran. Bila hal ini terjadi, kita dapat menyesuaikannya
dengan menggunakan partner belajar sebagai pengganti kelompok.
Bagilah materi pembelajaran hanya menjadi dua segmen , berikan satu
segmen kepada salah satu anggota pasangan dan segmen lain kepada
partnernya. Misalnya, dalam handout yang berisi tujuh poin, satu
orang yang ditugaskan mulai dari poin 1 sampai 4. Dan partnernya
dapat ditugaskan mulai dari poin 5 sampai 7. Bentuklah “teman
belajar” dari anggota pasangan yang mempunyai tugas yang sama.
40
Kemudian pasangan aslinya bertemu kembali untuk saling
mengajarkan apa yang telah mereka pelajari (Silberman, 2010:178).
Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw memiliki beberapa
kelebihan antara lain:
1) Melibatkan seluruh peserta didik dalam belajar dan sekaligus
mengajarkan kepada orang lain.
2) Meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap
pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain.
3) Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi
mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi
tersebut pada anggota kelompok yang lain.
4) Siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan bekerjasama
secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan.
5) Melatih peserta didik agar terbiasa berdiskusi dan
bertanggungjawab secara individu untuk membantu memahamkan
tentang suatu materi pokok kepada teman sekelasnya.
Kelebihan-kelebihan yang dimiliki jigsaw tersebut diharapkan
dapat membuat perubahan sikap dari peserta didik kearah yang lebih
baik, seiring dengan peningkatan hasil belajarnya.
5. Hakikat Peserta Didik
a. Pengertian Peserta Didik
Menurut Sinolungan (1997) peserta didik dalam arti luas adalah
setiap orang yang terkait dengan proses pendidikan sepanjang hayat,
41
sedangkan dalam arti sempit adalah setiap siswa yang belajar di
sekolah. Departemen Pendidikan Nasional (2003) menegaskan bahwa,
peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan dirinya melalui, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.
Peserta didik usia SD/MI adalah semua anak yang berada pada
rentang usia 6-12/13 tahun yang sedang berada dalam jenjang
pendidikan SD/MI (Kurnia, 2007: 4).
b. Karakteristik Peserta Didik Usia Sekolah Dasar (SD)
Menurut Nasution (1993) masa usia sekolah dasar sebagai masa
kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia enam tahun hingga
kira-kira sebelas atau dua belas tahun. Usia ini ditandai dengan
mulainya anak masuk sekolah dasar, dan dimulainya sejarah baru
dalam kehidupannya yang kelak akan mengubah sikap-sikap dan
tingkah lakunya. Para guru mengenal masa ini sebagai “masa
sekolah”. Tetapi bisa juga dikatakan bahwa masa usia sekolah adalah
masa matang untuk belajar maupun masa matang untuk sekolah.
Disebut masa sekolah, karena anak sudah menamatkan taman kanak-
kanak, sebagai lembaga persiapan bersekolah yang sebenarnya.
Disebut masa matang untuk belajar, karena anak sudah berusaha untuk
mencapai sesuatu, tetapi perkembangan aktivitas bermain yang hanya
bertujuan untuk mendapatkan kesenangan pada waktu melakukan
aktivitasnya itu sendiri. Disebut masa matang untuk bersekolah,
karena anak sudah menginginkan kecakapan-kecakapan baru, yang
42
dapat diberikan sekolah. Pada masa keserasian bersekolah ini secara
relatif anak-anak lebih mudah dididik daripada masa sebelum dan
sesudahnya. Masa ini menurut Suryobroto dapat diperinci menjadi dua
fase, yaitu:
a. Masa Kelas-Kelas Rendah Sekolah Dasar
Beberapa sifat khas anak-anak pada masa ini antara lain adalah
seperti yang disebutkan dibawah ini:
1) Adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan kesehatan
pertumbuhan jasmani dengan prestasi sekolah.
2) Adanya sikap yang cenderung untuk mematuhi peraturan-
peraturan permainan yang tradisional.
3) Ada kecendrungan memuji diri sendiri.
4) Suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak lain kalau
hal itu dirasanya menguntungkan untuk meremehkan anak lain.
5) Kalau tidak dapat menyelesaikan sesuatu soal, maka soal itu
dianggapnya tidak penting.
6) Pada masa ini (terutama pada umur 6-8 tahun) anak
menghendaki nilai (angka rapor) yang baik, tanpa mengingat
apakah prestasinya memang pantas diberi nilai baik atau tidak.
b. Masa Kelas-Kelas Tinggi Sekolah Dasar
Beberapa sifat khas anak-anak pada masa ini adalah sebagai
berikut.
43
1) Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang
konkret, hal ini menimbulkan adanya kecendrungan untuk
membandingkan pekerjaan-pekerjaan yang praktis.
2) Amat realistik, ingin tahu, dan ingin belajar.
3) Menjelang akhir masa ini telah ada minat terhadap hal-hal dan
mata pelajaran khusus, yang oleh para ahli ditafsirkan sebagai
mulai menonjolnya faktor-faktor.
4) Sampai kira-kira umur 11 tahun anak membutuhkan guru atau
orang-orang dewasa lainnya.
5) Anak-anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya
biasanya untuk dapat bermain bersama-sama. Di dalam
permainan ini biasanya anak tidak lagi terikat pada aturan
permainan yang tradisional, mereka membuat peraturan sendiri.
Melihat sifat-sifat khas anak seperti dikemukakan di atas, maka
memang beralasan pada saat umur anak antara umur 7 sampai dengan 12
tahun dimasukkan oleh para ahli kedalam tahap perkembangan intelektual
(Djamarah, 2008: 123-125).
Para ahli psikologi dan ahli pendidikan banyak yang telah melakukan
penelitian tentang perkembangan intelektual/perkembangan kognitif atau
mental anak. Hasil penelitian yang paling popular adalah Jean Piaget.
Piaget adalah ahli ilmu jiwa anak dari Swiss. Ia berkeyakinan bahwa
dengan memahami proses berpikir yang terjadi pada anak, dia dapat
menajwab pertanyaan: “Bagaimana memperoleh pengetahuan?”; dan
“Bagaiman kita tahu apa yang kita ketahui?” (Depdiknas, 2005:7).
44
Jean Piaget membagi perkembangan kognitif menjadi empat tahapan,
yaitu: Tahap Sensori Motoris, tahap ini dialami pada usia 0-2 tahun. Pada
tahap ini anak berada dalam suatu masa pertumbuhan yang ditandari oleh
kecendrungan-kecenderungan sensori motoris yang amat jelas. Segala
perbuatan merupakan perwujudan dari proses pematangan aspek sensori
motoris tersebut. Tahap praoperasional, tahap ini berlangsung pada usia 2-
7 tahun. Tahap ini disebut juga tahap intuisi sebab perkembangan
kognitifnya memperlihatkan kecendrungan yang ditandari oleh suasana
intuitif; dalam arti semua perbuatan rasionalnya tidak didukung oleh tapi
oleh unsur perasaan, kecendrungan alamiah, sikap-sikap yang diperoleh
dari orang-orang bermakna, dan lingkungan sekitarnya. Pada tahap ini
menurut Piaget, anak sangat bersifat egosentris sehingga seringkali
mengalami masalah dengan lingkungannya, termasuk dengan orang
tuanya. Tahap operasional konkrit, tahap ini berlangsung antara usia 7-11
tahun. Pada tahap ini anak mulai menyesuaikan diri dengan realitas konkrit
dan sudah mulai berkembang rasa ingin tahunya. Pada tahap ini, menurut
Piaget, interaksinya dengan lingkungan, termasuk dengan orang tuanya,
sudah semakin berkembang dengan baik karena egosentrisnya sudah
semakin berkurang. Anak sudah dapat mengamati, menimbang,
mengevaluasi, dan menjelaskan pikiran-pikiran orang lain dalam cara-cara
yang kurang egosentris dan lebih obyektif. Tahap operasional formal,
tahap ini dialami oleh anak pada usia 11 tahun ke atas. Pada masa ini anak
telah mampu mewujudkan suatu kesuluruhan dalam pekerjaannya yang
merupakan hasil dari berpikir logis. Aspek perasaan dan moralnya juga
45
telah berkembang sehingga dapat mendukung penyelesaian tugas-tugasnya
(Asrori, 2007:49).
6. Peran Guru dalam Pembelajaran Kooperatif
Peran guru dalam pelaksanaan cooperative learning adalah sebagai
fasilitator, mediator, director-motivator, dan evaluator. Sebagai fasilitator
seorang guru harus memiliki sikap-sikap sebagai berikut: 1) mampu
menciptakan suasan kelas yang nyaman dan menyenangkan, 2) memabntu
dan mendorong siswa untuk mengungkapkan dan menjelaskan keinginan
dan pembicaraannya baik secara individual maupun kelompok, 3)
membantu kegiatan-kegiatan dan menyediakan sumber atau peralatan serta
membantu kelancaran belajar mereka, 4) membina siswa agar setiap orang
merupakan sumber yang bermanfaat bagi yang lainnya, dan 5)
menjelaskan tujuan kegiatan pada kelompok dan mengatur penyebaran
dalam bertukar pendapat.
Sebagai mediator, guru berperan sebagai penghubung dalam
menjembatani mengaitkan materi pembelajaran yang sedang dibahas
melalui cooperative learning dengan permasalahan yang nyata ditemukan
di lapangan. Peran ini sangat penting dalam menciptakan pembelajaran
yang bermakna (meaningful learning), yaitu istilah yang dikemukakan
Ausubel untuk menunjukkan bahan yang dipelajari memiliki kaitan makna
dan wawasan dengan apa yang menjadi milik siswa.
Guru juga berperan dalam menyediakan sarana pembelajaran, agar
suasana belajar tidak monoton dan membosankan. Dengan kreativitasnya,
46
guru dapat mengatasi keterbatasan sarana sehingga tidak menghambat
suasana pembelajaran dikelas.
Sebagai director motivator, guru berperan dalam membimbing serta
mengarahkan jalanya diskusi, membantu kelancaran diskusi tapi tidak
memberikan jawaban. Disamping itu, sebagai motivator guru berperan
sebagi pemberi semangat pada siswa untuk aktif berpartisipasi. Peran ini
sangat penting dalam rangka memberikan semangat dan dorongan belajar
kepada siswa dalam mengembangkan keberanian siswa, baik dalam
mengembangkan keahlian dalam bekerjasama yang meliputi
mendengarkan dengan seksama, mengembangkan ras empati, maupun
berkomunikasi saat bertanya, mengemukakan pendapat atau
menyampaikan permasalahannya.
Berdasarkan teori motivasi, peranan teman sebaya dalam belajar
bersama memegang peranan yang penitng untuk memunculkan motivasi
dan keberanian siswa agar mampu mengembangkan potensi belajarnya
secara maksimal. Oleh karena itulah, sebagai seorang guru harus
menciptakan iklim yang kondusif, agar terjalin interaksi dan dialog yang
hangat, baik antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa
lainnya.
Sebagai evaluator, guru berperan dalam menilai kegiatan belajar
mengajar yang sedang berlangsung. Penilaian ini tidak hanya pada hasil,
tapi lebih ditekankan pada proses pembelajaran. Penilaian dilakukan baik
secara perorangan maupun secara berkelompok. Alat yang digunakan
dalam evaluasi selain berbentuk tes sebagai alat pengumpul data juga
47
berbentuk catatan observasi guru untuk melihat kegiatan siswa di kelas
(Isjoni, 2010: 62-64).
Gage dan Berliner, mengemukakan peran guru dalam proses pembelajaran
peserta didik, yang mencakup :
a. Guru sebagai perencana (planner) yang harus mempersiapkan apa yang
akan dilakukan di dalam proses belajar mengajar (pre-teaching
problems).
b. Guru sebagai pelaksana (organizer), yang harus dapat menciptakan
situasi, memimpin, merangsang, menggerakkan, dan mengarahkan
kegiatan belajar mengajar sesuai dengan rencana, di mana ia bertindak
sebagai orang sumber (resource person), konsultan kepemimpinan yang
bijaksana dalam arti demokratik & humanistik (manusiawi) selama
proses berlangsung (during teaching problems).
c. Guru sebagai penilai (evaluator) yang harus mengumpulkan,
menganalisa, menafsirkan dan akhirnya harus memberikan
pertimbangan (judgement), atas tingkat keberhasilan proses
pembelajaran, berdasarkan kriteria yang ditetapkan, baik mengenai
aspek keefektifan prosesnya maupun kualifikasi produknya.
(http://education-mantap.blogspot.com/2010/06/peranan-guru-dalam-
proses-pembelajaran.html)
7. Penelitian Yang Relevan
Penelitian yang relevan adalah penelitian yang dilakukan oleh Abdul
Azis pada tahun 2010 dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran
48
Jigsaw untuk Meningkatkan Hasil Belajar PKn Materi Globalisasi Pada
Siswa Kelas IV SDN Pungging, Tutur, Pasuruan”. Penelitian ini berlatar
belakang adanya kualitas praktek pembelajaran di kelas IV SDN Pungging
yang relatif rendah. Kurang aktifnya siswa dalam proses pembelajaran
tentang globalisasi disebabkan guru kurang kreatif dalam penggunaan
model pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar. Keaktifan siswa
dalam belajar masih rendah, siswa-siswa kurang kreatif, kurang
menyenangkan karena pembelajaran yang masih cenderung berpusat pada
guru, dan hasil dari peneliti lain menunjukkan adanya peningkatan prestasi
belajar siswa dengan penerapan model pembelajaran Jigsaw.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan prestasi
belajar PKn setelah mendapat pembelajaran PKn materi globalisasi dengan
menerapkan model pembelajaran Jigsaw. Peningkatan ini dilihat dari
partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran dan hasil belajar yang
ditunjukkan oleh skor hasil tes. Dilihat dari hasil belajar siswa sebelum
penerapan model jigsaw memperoleh nilai rata-rata menjadi 72,4 pada
siklus I dan menjadi 83 pada siklus II. Sedangkan pada penilaian proses
sebelum penerapan model pembelajaran jigsaw memperoleh nilai rata-rata
66,7 menjadi 74,3 pada siklus I dan menjadi 85,3 pada siklus II.
Berdasarkan hasil penelitian ini, pembelajaran dengan menggunakan
model pembelajaran jigsaw dapat dipertimbangkan sebagai alternatif
model pembelajaran tentang globalisasi. Hasil ketuntasan belajar siswa
mencapai 85,3 di atas ketentuan yang ditetapkan yaitu 70. Hasil penelitian
ini sangat dimungkinkan dapat diterapkan di kelas IV sekolah lain jika
49
kondisinya relatif sama atau mirip dengan sekolah yang menjadi latar
penelitian ini (Azis,2010:online).
B. Kerangka Berpikir
Usia siswa kelas V pada umumnya berkisar 10-11 tahun. Menurut Piaget
anak dalam rentang umur tersebut masuk dalam tahap operasional konkrit.
Salah satu ciri dari anak yang masuk pada tahap tersebut adalah anak mulai
menyukasi hal-hal yang bersifat konkrit dan sifat egosentrisnya yang sudah
mulai berkurang, sehingga anak lebih mudah dalam bekerja sama. Kelas V
termasuk dalam kelas tinggi, dimana anak pada kelas ini umumnya menyukai
membentuk kelompok-kelompok untuk bermain dengan teman sebayanya.
Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan berfungsi sebagai wahana
membentuk warga negara cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada
bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan
berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945. Untuk
itu diperlukan kemampuan dasar kewarganegaraan yang mencakup
kemampuan belajar, berpikir, bersikap, dan hidup bersama dalam masyarakat.
Oleh karena itu, diperlukan suatu pendekatan belajar yang sejalan dengan
Pendidikan Kewarganegaraan dan juga sesuai dengan perkembangan anak
pada usia tersebut atau kelas V.
Salah satu pendekatan belajar yang dapat digunakan dan sesuai dengan
karakteristik anak adalah dengan model pembelajaran kooperatif. Pada model
ini siswa lebih aktif belajar bersama dengan teman-temannya, peranan guru
lebih kepada fasilitator dan siswa menjadi subjek belajar. Model
50
pembelajaran kooperatif memiliki banyak tipe, salah satunya yang dapat
digunakan dalam penelitian ini adalah tipe Jigsaw. Model belajar kooperatif
jigsaw merupakan model belajar kooperatif, dengan siswa belajar dalam
kelompok kecil yang terdiri dari tiga sampai enam orang secara heterogen dan
bekerja sama saling ketergantungan positif dan bertanggung jawab secara
mandiri. Setiap anggota kelompok adalah bertangggung jawab atas
ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan
menyampaikannya kepada anggota kelompok yang lainnya. Selain itu, siswa
bekerja dengan sesama anggota kelompok dalam suasana kooperatif dan
mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan
keterampilan komunikasi. Hal ini juga didukung dengan penelitian yang
dilakukan oleh Abdul Azis yang juga menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw pada pembelajaran PKn.
C. Hipotesis
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini
adalah: “Jika menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, maka
hasil belajar siswa kelas V semester II SDN Ujung Batu 2 Kecamatan
Pelaihari Kabupaten Tanah Laut dapat ditingkatkan”.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
51
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas adalah
bagaimana sekelompok guru dapat mengorganisasikan kondisi praktek
pembelajaran mereka, dan belajar dari pengalaman mereka sendiri. Mereka
dapat mencobakan suatu gagasan perbaikan dalam praktek pembelajaran
mereka, dan melihat pengaruh nyata dari upaya itu (Wiriaatmadja, 2008: 13).
Penelitian tindakan kelas (PTK) adalah sebuah kegiatan refleksi diri yang
dilakukan oleh para pelaku pendidikan dalam situasi kependidikan untuk
memperbaiki rasionalitas dan keadilan tentang:
1. Praktek-praktek kependidikan mereka.
2. Pemahaman mereka tentang praktek-praktek tersebut.
3. Situasi dimana praktek-praktek tersebut dilaksanakan
(Kunandar, 2010:46).
Menurut Kemmis dan McTaggart (dalam Soly Abimanyu, 1995),
penelitian tindakan adalah studi yang dilakukan untuk memperbaiki diri
sendiri, pengalaman kerja sendiri, tetapi dilaksanakan secara sistematis,
terencana, dan sikap mawas diri (Suwandi, 2010:9).
Tujuan utama dalam penelitian tindakan kelas ini adalah untuk
peningkatan dan perbaikan praktek pembelajaran yang seharusnya dilakukan
oleh guru (Sukidin, dkk, 2008: 38).
Selain itu, dengan melakukan penelitian tindakan kelas dapat mengubah
citra dan meningkatkan keterampilan professional guru. Seorang guru yang
profesional adalah yang selalu mengembangkan diri untuk memenuhi
52
tuntutan dalam tugasnya sebagai pendidik dan dengan melakukan penelitian
tindakan kelas adalah sebagai salah satu cara untuk meningkatkan cara
mengajar.
Ada beberapa ahli yang mengemukakan model penelitian tindakan
dengan bagan yang berbeda, namun secara garis besar terdapat empat tahapan
yang lazim dilalui, yaitu tahap: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3)
pengamatan, dan (4) refleksi. Adapun model dan penjelasan untuk masing-
masing tahap adalah sebagai berikut.
Gambar 3.1 Alur Penelitian Tindakan Kelas
(Suharsimi, dkk, 2010: 16).
Tahap 1: Perencanaan tindakan
Tahap ini peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, di mana,
oleh siapa, dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan. Penelitian tindakan
Perencanaan
Refleksi Pelaksanaan SIKLUS
I
Pengamatan
Perencanaan
Refleksi SIKLUS
II
Pelaksanaan
Pengamatan
?
53
yang ideal sebetulnya dilakukan secara berpasangan antara pihak yang
melakukan tindakan dan pihak yang mengamati proses jalannya tindakan
(apabaila dilaksanakan secara kolaboratif). Cara ini dikatakan ideal karena
adanya upaya untuk mengurangi unsur subjektivitas pengamat serta mutu
kecermatan amatan yang dilakukan. Bila dilaksanakan sendiri oleh guru
sebagai peneliti maka instrumen pengamatan harus disiapkan disertai lembar
catatan lapangan. Yang perlu diingat bahwa pengamatan yang diarahkan pada
diri sendiri biasanya kurang teliti dibanding dengan pengamatan yang
dilakukan terhadap hal-hal yang berada di luar diri, karena adanya unsur
subjektivitas yang berpengaruh, yaitu cenderung mengunggulkan dirinya.
Dalam pelaksanaan pembelajaran rencana tindakan dalam rangka penelitian
dituangkan dalam bentuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
Tahap 2: Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan, yaitu implementasi atau penerapan isi rencana tindakan di
kelas yang diteliti. Hal yang perlu diingat adalah bahwa dalam tahap 2 ini
pelaksana guru harus ingat dan berusaha mentaati apa yang sudah dirumuskan
dalam rencana tindakan, tetapi harus pula berlaku wajar, tidak kaku dan tidak
dibuat-buat. Dalam refleksi, keterkaitan antara pelaksanaan dengan
perencanaan perlu diperhatikan.
Tahap 3: Pengamatan terhadap tindakan
Pengamatan terhadap tindakan yaitu kegiatan pengamatan yang
dilakukan oleh pengamat (baik oleh orang lain maupun guru sendiri). Seperti
54
telah dijelaskan sebelumnya bahwa kegiatan pengamatan ini tidak terpisah
dengan pelaksanaan tindakan karena pengamatan dilakukan pada waktu
tindakan sedang dilakukan. Jadi keduanya berlangsung dalam waktu yang
sama. Sebutan tahap 2 dan 3 dimaksudkan untuk memberikan peluang kepada
guru pelaksana yang berstatus juga sebagai pengamat, yang mana ketika guru
tersebut sedang melakukan tindakan tentu tidak sempat menganalisis
peristiwanya ketika sedang terjadi. Oleh karena itu kepada guru pelaksana
yang berstatus sebagai pengamat ini untuk melakukan “pengamatan balik”
terhadap apa yang terjadi ketika tindakan berlangsung. Sambil melakukan
pengamatan balik ini guru pelaksana mencatat sedikit demi sedikit apa yang
terjadi.
Tahap 4: Refleksi terhadap tindakan
Merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang sudah
dilakukan. Istilah “refleksi” dari kata bahasa Inggris reflection, yang
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia pemantulan. Kegiatan refleksi ini
sebetulnya lebih tepat dikenakan ketika guru pelaksana sudah selesai
melakukan tindakan, kemudian berhadapan dengan peneliti untuk
mendiskusikan implementasi rancangan tindakan. Inilah inti dari penelitian
tindakan, yaitu ketika guru pelaku tindakan mengatakan kepada peneliti
pengamat tentang hal-hal yang dirasakan sudah berjalan baik dn bagian mana
yang belum. Apabila guru pelaksana juga berstatus sebagai pengamat, maka
refleksi dilakukan terhadap diri sendiri. Dengan kata lain guru tersebut
melihat dirinya kembali, melakukan “dialog” untuk menemukan hal-hal yang
sudah dirasakan memuaskan hati karena sudah sesuai dengan rancangan dan
55
mengenali hal-hal yang masih perlu diperbaiki. Dalam hal seperti ini maka
guru melakukan “self evaluation” yang diharapkan dilakukan secara obyektif.
Untuk menjaga obyektifitas tersebut seringkali hasil refleksi ini diperiksa
ulang atau divalidasi oleh orang lain, misalnya guru/teman sejawat yang
diminta mengamati, ketua jurusan, kepala sekolah atau nara sumber yang
menguasai bidang tersebut. Jadi pada intinya kegiatan refleksi adalah
kegiatan evaluasi, analisis, pemaknaan, penjelasan, penyimpulan dan
identifikasi tindak lanjut dalam perencanaan siklus selanjutnya.
Keempat tahap dalam penelitian tindakan tersebut adalah unsur untuk
membentuk sebuah siklus, yaitu satu putaran kegiatan beruntun, dari tahap
penyusunan rancangan sampai dengan refleksi, yang tidak lain adalah
evaluasi. Apabila dikaitkan dengan “bentuk tindakan” sebagaimana
disebutkan dalam uraian ini, maka yang dimaksud dengan bentuk tindakan
adalah siklus tersebut. Jadi bentuk penelitian tindakan tidak pernah
merupakan kegiatan tunggal tetapi selalu berupa rangkaian kegiatan yang
akan kembali ke asal, yaitu dalam bentuk siklus (Faiq,2009:online)
B. Setting Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada mata pelajaran PKn kelas
V semester 2 SDN Ujung Batu 2 tahun ajaran 2010/2011 dengan materi
organisasi. Jumlah siswa pada kelas V SDN Ujung Batu 2 adalah 14 orang
yang terdiri dari 6 siswa laki-laki dan 8 siswa perempuan. Siswa kelas V
berada dalam tahap operasional konkrit, dimana anak pada usia tersebut rasa
ingin tahunya sangat besar terhadap hal-hal yang ada disekitarnya termasuk
56
disekolah. Selain itu, anak pada usia tersebut sudah mulai berkurang sifat
egosentrisnya dan cenderung lebih menyukai membentuk kelompok-
kelompok dengan teman sebayanya. Hal ini tentu saja sesuai dengan
pembelajaran kooperatif yang mengutamakan pembentukan kelompok dan
kerjasama. Anak selain belajar, juga dapat berlatih bekerjasama sekaligus
bermain. sehingga sasaran akhir dari pembelajaran PKn yakni dapat
menerapkan konsep yang ada dalam kehidupan sehari-hari anak dapat
terwujud.
C. Faktor yang diteliti
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana upaya
meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran PKn dengan materi
organisasi. Adapun faktor-faktor yang diteliti dalam tindakan kelas ini yaitu :
1. Faktor Guru, yaitu mengamati kegiatan dan langkah-langkah dalam guru
dalam menyampaikan dan menyajikan materi pelajaran serta kegiatan
membimbing siswa dalam kelompok pada materi organisasi dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
2. Faktor Siswa, yaitu mengamati kegiatan belajar kelompok dengan diskusi
untuk menyelesaikan tugas yang berhubungan dengan materi organisasi
dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
Aktivitas siswa diukur secara kuantitatif. Adapun aktivitas siswa yang
diukur atau diamati adalah sebagai berikut:
a. Aktivitas siswa dalam memperhatikan guru.
b. Aktivitas siswa dalam bertanya.
57
c. Aktivitas siswa dalam mempelajari materi yang diberikan.
d. Aktivitas siswa dalam bekerjasama dalam kelompok.
e. Aktivitas siswa dalam menyampaikan penjelasan materi dengan
teman sekelompoknya (tutor sebaya).
f. Aktivitas siswa dalam menyajikan hasil kerja kelompok.
3. Faktor Hasil Belajar, yaitu mengetahui peningkatan hasil belajar siswa
setelah menjalani proses pembelajaran dengan model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw melalui tes tertulis.
D. Skenario Tindakan
Seperti yang sudah dijelaskan tindakan ang dilakukan membentuk sebuah
siklus. Satu siklus terdiri dari empat bagian, yakni perencanaan tindakan,
pelaksanaan tindakan, observasi tindakan, dan refleksi tindakan serta
diadakan dua kali pertemuan untuk tiap siklus.
1. Perencanaan Tindakan
Pada tahap perencanaan tindakan ini ada beberapa hal yang dikerjakan,
yakni:
a. Membuat skenario pembelajaran berdasarkan rencana pembelajaran
dan media yang sesuai dengan pembelajaran.
b. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
c. Membuat atau menyusun lembar observasi untuk pengamat. (lembar
observasi terlampir)
d. Membuat atau menyusun lembar aktivitas siswa. (lembar aktivitas
siswa terlampir)
58
Tabel 3.1 Rencana Pelaksanaan Tindakan Siklus I
2. Pelaksanaan Tindakan
Pada tahap pelaksanaan tindakan ini terdiri dari empat kali pertemuan
atau tatap muka yang terbagi dalam dua siklus dengan skenario sebagai
berikut:
Siklus 1 Pertemuan 1
Mata pelajaran : Pendidkan Kewarganegaraan (PKn)
Kelas / Semester : V/ 2
Alokasi Waktu : 2 x 35 Menit
Pokok Bahasan : Organisasi
Tabel 3.2 Indikator dan Tujuan Siklus I Pertemuan 1
Siklus Pertemuan Materi Pokok Pendekatan dan
Model
Lokasi
Pembelajaran
1 I Organisasi Pendekatan
Koopeartif model
Jigsaw
SDN Ujung Batu 2
Kecamatan
Pelaihari
II Organisasi di
Lingkungan
Sekolah
Pendekatan
Koopeartif model
Jigsaw
SDN Ujung Batu 2
Kecamatan
Pelaihari
Indikator Tujuan
Produk 1. Menjelaskan
pengertian organisasi.
1. Siswa dapat menjelaskan
pengertian organisasi.
59
A. Kegiatan Awal ( 10 menit )
1. Guru mengkondisikan kelas secara fisik dan psikis.
2. Melakukan apersepsi dengan memberikan pertanyaan-
pertanyaan seputar organisasi kelas untuk memotivasi
siswa.
3. Menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
4. Menyampaikan materi dan penjelasan uraian kegiatan
sesuai silabus.
B. Kegiatan inti ( 50 menit )
1. Guru membagi siswa dikelas kedalam beberapa kelompok
yang beranggotakan 4 orang siswa secara heterogen,
kelompok ini disebut kelompok asal.
2. Menjelaskan
pentingnya
berorganisasi.
3. Menyebutkan ciri-ciri
organisasi.
2. Siswa dapat menjelaskan
pentingnya berorganisasi.
3. Siswa dapat menyebutkan
ciri-ciri organisasi.
Proses Mempraktekkan cara
berorganisasi.
Siswa dibentuk menjadi
kelompok, sehingga siswa
dapat mempraktekkan cara-
cara berorganisasi dalam
kelompok tersebut.
Sikap Mengaplikasikan konsep
berorganisasi dalam
kehidupan sehari-hari.
Siswa dapat mengaplikasikan
konsep berorganisasi dalam
kehidupan sehari-hari.
60
2. Guru memberikan pengarahan pada siswa tentang tugas
kelompok yang akan dilaksanakan.
3. Guru membagikan materi yang berbeda tiap anggota
kelompoknya, yakni pengertian organisasi, ciri-ciri
organisasi, manfaat organisasi, dan unsur-unsur organisasi.
4. Anggota dari tim yang sudah mendapat tugas dan
materi/masalah yang sama dengan anggota kelompok yang
lain bertemu dalam kelompok baru yang disebut kelompok
ahli.
5. Guru memberikan masing-masing siswa dikelompok ahli
Lembar Kerja Siswa (LKS) untuk didiskusikan.
6. Kelompok ahli mendiskusikan materi yang diberikan sesuai
LKS yang sudah dibagikan dan merencanakan bagaimana
menjelaskan materinya kepada anggota kelompoknya
semula (kelompok asal).
7. Guru memberikan bimbingan kepada setiap kelompok ahli.
8. Setelah selesai diskusi dengan kelompok ahli selesai, siswa
kembali ke kelompok asal untuk menjelaskan secara
bergiliran materi/masalah yang dikuasainya kepada teman-
teman di kelompok asal dan tiap anggota lainnya
mendengarkan dengan sungguh-sungguh.
9. Masing-masing kelompok asal mempresentasikan hasil
diskusi kelompoknya didepan kelas.
10. Guru memberi kuis kepada tiap siswa.
61
11. Kelompok yang anggotanya paling banyak menjawab benar
diberikan penghargaan.
C. Kegiatan akhir ( 10 Menit )
1. Guru bersama-sama siswa menyimpulkan pelajaran yang
telah dibahas.
2. Guru melakukan penilaian dan refleksi.
3. Guru memberikan umpan balik.
4. Guru memberikan pekerjaan rumah (PR) sebagai tindak
lanjut.
5. Guru menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan
berikutnya.
Siklus 1 Pertemuan 2
Mata pelajaran : Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
Kelas / Semester : V/ 2
Alokasi Waktu : 2 x 35 Menit
Pokok Bahasan : Organisasi
Tabel 3.3 Indikator dan Tujuan Siklus I Pertemuan 2
Indikator Tujuan
Produk 1. Menyebutkan contoh
organisasi
dilingkungan sekolah.
1. Siswa dapat menyebutkan
contoh organisasi
dilingkungan sekolah.
62
A. Kegiatan Awal ( 10 menit )
1. Guru mengkondisikan kelas secara fisik dan psikis.
2. Melakukan apersepsi dengan mengulang pelajaran pada
pertemuan lalu yakni tentang pengertian organisasi dan
unsur-unsur organisasi serta cara berorganisasi.
3. Menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
4. Menyampaikan materi dan penjelasan uraian kegiatan
sesuai silabus.
B. Kegiatan inti ( 50 menit )
1. Guru membagi siswa dikelas kedalam beberapa kelompok
yang beranggotakan 4 orang siswa secara heterogen,
kelompok ini disebut kelompok asal.
2. Menyebutkan contoh
organisasi
dilingkungan
masyarakat.
2. Siswa dapat menyebutkan
contoh organisasi
dilingkungan masyarakat.
Proses Membuat struktur
organisasi yang ada di
sekolah dan masyarakat.
Siswa dapat membuat struktur
organisasi yang ada di sekolah
dan masyarakat.
Sikap Mengaplikasikan konsep
berorganisasi dalam
kehidupan sehari-hari.
Siswa dapat mengaplikasikan
konsep berorganisasi dalam
kehidupan sehari-hari.
63
2. Guru memberikan pengarahan pada siswa tentang tugas
kelompok yang akan dilaksanakan.
3. Guru membagikan materi yang berbeda tiap anggota
kelompoknya, yakni organisasi sekolah, organisasi
masyarakat, struktur organisasi sekolah, dan struktur
organisasi yang ada dimasyarakat.
4. Anggota dari tim yang sudah mendapat tugas dan
materi/masalah yang sama dengan anggota kelompok yang
lain bertemu dalam kelompok baru yang disebut kelompok
ahli.
5. Guru memberikan masing-masing siswa dikelompok ahli
Lembar Kerja Siswa (LKS) untuk didiskusikan.
6. Kelompok ahli mendiskusikan materi yang diberikan sesuai
LKS yang sudah dibagikan dan merencanakan bagaimana
menjelaskan materinya kepada anggota kelompoknya
semula (kelompok asal).
7. Guru memberikan bimbingan kepada setiap kelompok ahli.
8. Setelah selesai diskusi dengan kelompok ahli selesai, siswa
kembali ke kelompok asal untuk menjelaskan secara
bergiliran materi/masalah yang dikuasainya kepada teman-
teman di kelompok asal dan tiap anggota lainnya
mendengarkan dengan sungguh-sungguh.
9. Masing-masing kelompok asal mempresentasikan hasil
diskusi kelompoknya didepan kelas.
64
10. Guru memberi kuis kepada seluruh siswa.
11. Kelompok yang anggotanya paling banyak menjawab benar
diberikan penghargaan.
C. Kegiatan akhir ( 10 Menit )
1. Guru bersama-sama siswa menyimpulkan pelajaran yang
telah dibahas.
2. Guru melakukan penilaian dan refleksi.
3. Guru memberikan umpan balik.
4. Guru memberikan pekerjaan rumah (PR) sebagai tindak
lanjut.
5. Guru menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan
berikutnya.
3. Observasi Tindakan
Pada tahapan ini diadakannya kegiatan observasi terhadap kegiatan
pembelajaran, aktivitas guru, dan aktivitas siswa dengan menggunakan
lembar pengamatan yang telah dibuat dan dilanjutkan dengan evaluasi
terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan.
Observasi yang dilaksanakan dalam tindakan kelas ini dilakukan dengan
dua cara yaitu :
a. Pengamatan langsung yang dilaksanakan oleh peneliti terhadap
aktivitas siswa dalam kelompok.
65
b. Pengamatan yang dilakukan oleh observer terhadap jalannya
pembelajaran yang dilaksanakan oleh peneliti.
4. Refleksi Tindakan
Hasil observasi dan evaluasi dengan menggunakan lembar observasi
guru, lembar observasi aktivitas siswa, dan hasil tes evaluasi, yang
diperoleh setiap pertemuan, dianalisis kembali pada tahap ini secara
deskriptif, yakni data kuantitatif dan data kualitatif, kemudian
diinterpretasikan untuk mengetahui sejauh mana peningkatan
pemahaman siswa, ketercapaian tujuan yang diinginkan, dan juga dapat
digunakan oleh guru untuk mengevaluasi dirinya, sejauh mana
kemampuan dalam mengajar dan mengelola kelas, sehingga dapat
dijadikan sebagai acuan untuk peningkatan proses pembelajaran dalam
pelaksanaan siklus selanjutnya.
Penelitian tindakan kelas ini berhasil apabila memenuhi beberapa syarat
yaitu aktivitas guru sudah mencapai ≥ 70% atau pada kriteria baik,
aktivitas siswa sudah mencapai ≥ 70% atau pada kriteria baik, dan hasil
belajar siswa telah memenuhi indikator keberhasilan yakni mencapai
ketuntasan belajar secara individual dengan nilai minimal ≥70 serta
dapat mencapai ketuntasan belajar secara klasikal minimal sebesar 80%
mendapat nilai ≥75.
E. Cara Pengumpulan Data
Peneliti dalam penelitian ini menggunakan jenis data kuantitatif dengan
66
cara mengumpulkan hasil pekerjaan siswa setiap akhir pertemuan untuk
mengukur tingkat penguasaan siswa terhadap materi yang diberikan.
1. Sumber Data
Sumber data dari penelitian ini adalah siswa kelas V Semester 2
tahun ajaran 2010/2011 SDN Ujung Batu 2 Kecamatan Pelaihari,
Kabupaten Tanah Laut. Data ini diperoleh dengan melakukan Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan pada siswa kelas V Semester 2
tahun ajaran 2010/2011 SDN Ujung Batu 2 yang berjumlah 14 siswa
yang terdiri dari 6 siswa laki-laki dan 8 siswa perempuan.
2. Jenis Data
a. Data kuantitatif yaitu data tentang hasil belajar siswa setelah
mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw.
b. Data kualitatif yaitu data tentang aktivitas guru dalam pembelajaran,
aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran dan kegiatan siswa
dalam berkelompok (kelompok asal dan kelompok ahli) dalam
model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
3. Alat Pengambilan Data
a. Data aktifitas siswa diambil atau dikumpulkan dengan teknik
observasi menggunakan lembar observasi aktivitas siswa.
b. Data aktifitas guru diambil atau dikumpulkan dengan teknik
observasi menggunakan lembar observasi aktivitas guru.
c. Data hasil belajar siswa diperoleh dari tes tertulis pada akhir proses
pembelajaran menggunakan lembar evaluasi.
67
4. Analisis Data
a. Data Kuantitatif
Data kuantitatif berupa nilai evaluasi pada akhir pertemuan
dianalisis dengan teknik persentase, kemudian didistribusikan dalam
bentuk tabel, dan difrekuensikan dengan grafik. Ketuntasan
individual dan klasikal dihitung dengan rumus:
Persentase = 100% x siswaseluruh Jumlah
belajar tuntasyang siswaJumlah
(Rosadi, 2009: 50).
b. Data Kualitatif
Data kualitatif berupa observasi aktivitas guru dan siswa selama
proses pembelajaran. Persentase keaktifan guru dan siswa diolah
dengan rumus sebagai berikut:
Y = MaksimumNilai
Perolehan Nilai X 100%
Keterangan:
Y = Persentase keaktifan guru dan siswa
Nilai Perolehan = Total nilai yang didapat dari hasil
observasi aktifitas guru dan siswa
Nilai Maksimum = Nilai tertinggi hasil observasi aktifitas
guru.
Interpretasi persentase keaktifan guru dan siswa tersebut di
tentukan dengan cara sebagai berikut:
68
Tabel 3.4 Interpretasi persentasi keaktifan guru dan siswa
Angka Persentasi Keterangan
81,00 % - 100,00 %
61,00 % - 80,00 %
41,00 % - 60,00 %
21,00 % - 40,00 %
00,00 % - 20,00 %
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
Kurang sekali
(Darmadi, 2009: 91)
F. Indikator Keberhasilan
1. Indikator Peningkatan Aktivitas Guru
Aktivitas guru bisa dikatakan meningkat atau berhasil jika persentase
aktivitas guru mencapai ≥ 70,00% berdasarkan tabel interpretasi
keaktifan guru dan siswa.
2. Indikator Peningkatan Aktivitas Siswa
Aktivitas siswa bisa dikatakan meningkat atau berhasil jika persentase
aktivitas siswa mencapai ≥ 70,00% berdasarkan tabel interpretasi
keaktifan guru dan siswa.
3. Indikator Ketuntasan Hasil Belajar
Indikator keberhasilan penelitian ini adalah apabila ketuntasan belajar
individual mencapai ≥70 sesuai dengan KKM sekolah untuk mata
pelajaran PKn. Indikator keberhasilan pada ketuntasan klasikal minimal
mencapai 80% mendapat nilai ≥75.
69
BAB IV
PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN TEMUAN
A. Deskripsi Setting/ Lokasi Penelitian
SDN Ujung Batu 2 terletak di Desa Ujung Batu 2, Kecamatan
Pelaihari, Kabupaten Tanah Laut. Kelas yang dijadikan sebagai objek
penelitian adalah kelas V. Jumlah siswa di kelas V adalah 14 siswa yang
terdiri dari 6 siswa laki-laki dan 8 siswa perempuan. Siswa di kelas ini
seluruhnya adalah etnis Jawa dan siswa berkomunikasi dengan temannya
menggunakan bahasa jawa, tetapi bahasa pengantar yang digunakan di kelas
tetap menggunakan Bahasa Indonesia.
Suasana kelas cukup mendukung pelaksanaan pembelajaran karena
penerangan dan sirkulasi udara yang cukup baik dan segar, hal ini disebabkan
oleh letak SDN Ujung Batu 2 yang berada di daerah areal perkebunan sawit
sehingga selain lebih segar, suasananya juga lebih tenang, ditambah lagi
pepohonan yang ada disekitar sekolah menambah suasana sejuk. Penataan
tempat duduk siswa disusun berderet ke belakang dengan bagian depan
menghadap arah timur, yang terdiri dari empat kolom dan empat baris serta
mereka duduk secara berpasangan. Tempat duduk yang digunakan adalah
kursi yang terbuat dari kayu dengan meja kayu, sedangkan papan tulis
menggunakan papan tulis hitam (blackboard) dengan kapur sebagai alat
tulisnya. Didalam kelas banyak sekali dipajang hasil-hasil pekerjaan siswa.
Nilai rata-rata hasil belajar siswa masih belum mencapai standar
ketuntasan yakni berkisar pada 64,53 dan KKM yang ditetapkan sekolah
untuk mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ini adalah 70.
70
Proses pembelajaran yang monoton dan masih terpusat pada guru
adalah masalah yang mendasar yang dialami siswa kelas V SDN Ujung Batu
2 pada pelajaran PKn. Sehingga para siswa kurang bersemangat dalam belajar
dan pada akhirnya menyebabkan nilai hasil belajar mereka juga menjadi
rendah.
B. Persiapan Penelitian Tindakan Kelas
Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas ini terlebih dahulu diawali
dengan persiapan peneliti dari berbagai aspek, antara lain:
1. Persiapan Administrasi
Persiapan administrasi meliputi:
a. Pengajuan permohonan izin penelitian secara tertulis yang diajukan
kepada Ketua Program Studi S1 PGSD FKIP UNLAM Banjarmasin.
b. Terbitnya surat pengantar/ izin penelitian dari Ketua Progaram Studi S1
PGSD FKIP UNLAM Banjarmasin dengan nomor
417/H8.1.2.5.3/PS/2011 pada tanggal 5 April 2011, yang ditujukan
kepada Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Tanah Laut.
c. Diberikannya surat rekomendasi dari Dinas Pendidikan Kabupaten
Tanah Laut dengan nomor 070/739/Disdik pada tanggal 25 April 2011,
untuk diserahkan kepada SDN Ujung Batu 2 sebagai tempat
dilakukannya penelitian tindakan kelas.
71
2. Persiapan Observer
Observer pada penelitian tindakan kelas ini adalah Wali Kelas V, yakni
Bapak Sutrisno, A.Ma.Pd. Sebelum melaksanakan penelitian di kelas,
peneliti terlebih dahulu melakukan konsultasi dengan observer tentang
kegiatan yang akan dilaksanakan dan penggunaan lembar observasi guru
yang akan digunakan oleh observer.
C. Pelaksanaan Tindakan Kelas
1. Pelaksanaan Tindakan Kelas Siklus I
a. Perencanaan
Pelaksanaan tindakan kelas siklus I ini dilaksanakan dalam dua
kali pertemuan dan dilaksanakan dikelas V SDN Ujung Batu 2 dengan
menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw pada mata
pelajaran PKn yakni Kebebasan Berorganisasi. Adapun kegiatan
tersebut dengan perencanaan terlebih dahulu sebelum melaksanakan
pembelajaran:
1) Membuat skenario pembelajaran sesuai dengan langkah-langkah
Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw.
2) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk 2 kali
pertemuan dengan tema Kebebasan Berorganisasi.
3) Membuat atau menyusun lembar observasi guru untuk pengamat
(observer).
4) Membuat atau menyusun lembar aktivitas siswa.
5) Membuat media pembelajaran.
72
6) Menyiapkan lembar kerja untuk kegiatan siswa (LKS dan LKK).
7) Mempersiapkan alat evaluasi (lembar evaluasi) untuk mengetahui
sejauh mana keberhasilan siswa dalam menguasai materi yang
diajarkan pada tiap pertemuan.
8) Melakukan koordinasi dengan observer/kepala sekolah, baik
jadwal dan waktu pelaksanaan.
Tabel 4.1 Tanggal Pelaksanaan Tindakan Kelas Siklus I
b. Pelaksanaan
1) Siklus I Pertemuan ke 1
Indikator pada pertemuan pertama ini ada 3, yaitu indikator
produk (kognitif), yakni menjelaskan pengertian organisasi,
menjelaskan manfaat dari organisasi, menyebutkan unsur-unsur
organisasi, menyebutkan tugas-tugas pengurus organisasi.
Indikator proses (psikomotor) yakni mempraktekkan cara
No. Hari/
Tanggal
Pertemuan
ke
Jumlah
Jam Materi Penilaian
1. Selasa, 19
April
2011 1 2
Pengertian Organisasi
Manfaat Organisasi
Pengurus Organisasi
Unsur-Unsur Organisasi
Tes tertulis
(pilihan
ganda)
2. Rabu , 20
April
2011
2 2
Organisasi-organisasi yang
ada dilingkungan sekolah
Struktur organisasi sekolah
Tes tertulis
(pilihan
ganda)
3. Kamis, 21
April
2011
Evaluasi Siklus I
Tes tertulis
(pilihan
ganda)
73
berorganisasi. Indikator sikap (afektif) yakni mengaplikasikan
konsep berorganisasi dalam kehidupan sehari-hari.
a) Kegiatan awal.
Guru masuk ke dalam ruang kelas V dengan memberi
salam, mengkondisikan siswa baik fisik maupun psikisnya
untuk siap belajar dengan menanyakan kabar dan meminta
siswa untuk menyiapkan perlengkapan belajar. Guru memulai
pelajaran dengan melakukan apersepsi dengan menanyakan
kepada siswa siapa yang menjadi ketua kelas, wakil ketua,
sekretaris dan bendahara Kemudian guru menyampaikan
tujuan pembelajaran kepada siswa yakni menjelaskan dan
menyebutkan pengertian, manfaat, unsur-unsur, dan pengurus
organisasi. Terakhir, guru menyampaikan uraian singkat
tentang materi yang akan dipelajari dan kegiatan pembelajaran
yang akan dilakukan siswa.
b) Kegiatan inti.
Guru membentuk siswa ke dalam 3 kelompok yang
beranggotakan 4 orang siswa. Karena ada penambahan jumlah
siswa (siswa baru), maka ada 2 kelompok yang beranggotakan
5 siswa. Kelompok ini disebut kelompok asal. Guru
membagikan bahan bacaan yang berbeda kepada masing-
masing anggota kelompok, yakni bahan bacaan pengertian
organisasi, manfaat organisasi, unsur-unsur organisasi, dan
pengurus organisasi. Siswa diberi kesempatan untuk membaca
74
terlebih dahulu materi yang diberikan. Setelah itu, setiap
anggota kelompok asal berpisah dan membentuk kelompok
baru berdasarkan kesamaan materi atau bahan bacaan yang
dimiliki. Kelompok ini disebut dengan kelompok ahli.
Terdapat 4 kelompok ahli yakni, kelompok ahli pengertian
organisasi, kelompok ahli manfaat organisasi, kelompok ahli
unsur-unsur organisasi dan kelompok ahli pengurus organisasi.
Setiap siswa dalam kelompok ahli mempelajari materinya
bersama-sama dengan teman sekelompoknya. Untuk
mempermudah setiap siswa dalam kelompok ahli
memperdalam materinya, guru memberikan lembar kerja siswa
(LKS), sehingga diskusi dalam kelompok ahli menjadi lebih
terarah dan masing-masing siswa memiliki catatan untuk
dibawa ke kelompok asal. Setelah belajar dan berdiskusi dalam
kelompok ahli, setiap siswa kembali lagi ke kelompok asalnya.
Didalam kelompok asal ini, siswa kembali belajar dan
berdiskusi bersama dengan teman sekelompoknya. Setiap
siswa saling memberikan informasi tentang materi yang
dipelajarinya kepada teman yang lainnya, sehingga terjadi tutor
sebaya (peer teaching). Kemudian setiap kelompok
mengerjakan Lembar Kerja Kelompok (LKK) yang diberikan
guru. Hasil LKK tersebut kemudian dipresentasikan oleh
masing-masing kelompok. Setelah melakukan presentasi,
setiap siswa kembali ketempat duduknya dan mengerjakan
75
kuis individu dalam bentuk kartu soal. Nilai LKK akan
digabung dengan nilai individu siswa dari kuis untuk
menentukan kelompok mana yang memperoleh penghargaan.
c) Kegiatan akhir.
Guru bersama siswa menyimpulkan pelajaran. Siswa
mengerjakan soal evaluasi berupa soal pilihan ganda sebanyak
20 soal, kemudian guru melakukan refleksi terhadap
pembelajaran yang telah dilakukan. Guru mengakhiri pelajaran
dengan memberikan menjelaskan kegiatan yang akan
dilakukan pada pertemuan berikutnya.
2) Siklus I Pertemuan ke 2
Indikator pada pertemuan kedua ini ada 3, yakni indikator
produk (kognitif), yakni menyebutkan organisasi yang ada di
lingkungan sekolah. Indikator proses (psikomotor) yakni,
membuat struktur organisasi yang ada di sekolah. Indikator sikap
(afektif) yakni, mengaplikasikan konsep berorganisasi dalam
kehidupan sehari-hari.
a) Kegiatan awal.
Guru masuk ke dalam ruang kelas V dengan memberi
salam, mengkondisikan siswa baik fisik maupun psikisnya
untuk siap belajar. Guru memulai pelajaran dengan melakukan
apersepsi dengan mengingat pelajaran pada pertemuan pertama
tentang pengertian, unsur-unsur, manfaat, dan pengurus
76
organisasi. Kemudian guru menyampaikan tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai yakni siswa dapat
menyebutkan organisasi yang ada di lingkungan sekolah, siswa
dapat membuat struktur organisasi kelas, dan siswa dapat
mengaplikasikan konsep berorganisasi dalam kehidupan
sehari-hari. Terakhir, guru menyampaikan uraian singkat
tentang materi yang akan dipelajari dan kegiatan pembelajaran
yang akan dilakukan siswa.
b) Kegiatan inti.
Guru membentuk siswa ke dalam 3 kelompok yang
beranggotakan 4-5 orang siswa. Kelompok ini disebut
kelompok asal. Guru membagikan bahan bacaan yang berbeda
kepada masing-masing anggota kelompok, yakni bahan bacaan
organisasi sekolah dan kelas, koperasi sekolah, pramuka dan
UKS, dan struktur organisasi sekolah. Siswa diberi kesempatan
untuk membaca terlebih dahulu materi yang diberikan. Setelah
itu, setiap anggota kelompok asal berpisah dan membentuk
kelompok baru berdasarkan kesamaan materi atau bahan
bacaan yang dimiliki. Kelompok ini disebut dengan kelompok
ahli.
Terdapat 4 kelompok ahli yakni, kelompok ahli organisasi
sekolah dan kelas, kelompok ahli koperasi sekolah, kelompok
ahli pramuka dan UKS dan kelompok ahli struktur organisasi
sekolah. Setiap siswa dalam kelompok ahli mempelajari
77
materinya bersama-sama dengan teman sekelompoknya. Untuk
mempermudah setiap siswa dalam kelompok ahli
memperdalam materinya, guru memberikan lembar kerja siswa
(LKS), sehingga diskusi dalam kelompok ahli menjadi lebih
terarah dan masing-masing siswa memiliki catatan untuk
dibawa ke kelompok asal. Setelah belajar dan berdiskusi dalam
kelompok ahli, setiap siswa kembali lagi ke kelompok asalnya.
Didalam kelompok asal ini, siswa kembali belajar dan
berdiskusi bersama dengan teman sekelompoknya. Setiap
siswa saling memberikan informasi tentang materi yang
dipelajarinya kepada teman yang lainnya, sehingga terjadi tutor
sebaya (peer teaching). Kemudian setiap kelompok
mengerjakan Lembar Kerja Kelompok (LKK) yang diberikan
guru. Hasil LKK tersebut kemudian dipresentasikan oleh
masing-masing kelompok. Setelah melakukan presentasi,
setiap siswa kembali ketempat duduknya dan mengerjakan
kuis individu dalam bentuk kartu soal. Nilai LKK akan
digabung dengan nilai individu siswa dari kuis untuk
menentukan kelompok mana yang memperoleh penghargaan.
c) Kegiatan akhir.
Guru bersama siswa menyimpulkan pelajaran. Siswa
mengerjakan soal evaluasi berupa soal pilihan ganda sebanyak
20 soal, kemudian guru melakukan refleksi terhadap
pembelajaran yang telah dilakukan. Guru memberikan PR
78
sebagai tindak lanjut. Guru mengakhiri pelajaran dengan
memberikan menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan pada
pertemuan berikutnya.
c. Observasi
Observasi yaitu kegiatan pengamatan yang dilakukan oleh
pengamat (baik oleh orang lain maupun guru sendiri) yang dilakukan
pada waktu tindakan sedang dilakukan.
1) Hasil Observasi Aktivitas Guru
Berdasarkan hasil pengamatan pada siklus I menyimpulkan
kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan masih belum efektif.
Hal ini dapat dilihat ada beberapa tahapan-tahapan mengajar yang
masih belum terlaksana. Ini disebabkan karena pengelolaan waktu
yang dilakukan peneliti masih kurang optimal.
Tabel 4.2 Perbandingan Aktivitas Guru Siklus 1
S P Kegiatan
Awal Kegiatan Inti Kegiatan Akhir ∑ % Ket
S1
P1 1 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4
47 73,43 Baik 2 3 4 4 2 4 4 2 4 1 4 3 4 2 3 1
Ṝ (%) 62,5% 66,67% 62,5%
P2 1 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4
51 79,68 Baik 3 3 4 4 2 4 4 2 4 4 4 3 4 2 2 2
Ṝ (%) 75% 72,91% 62,5%
Keterangan:
S1 = Siklus 1
P1 = Pertemuan ke 1
P2 = Pertemuan ke 2
79
Kegiatan Awal
1. Sesuaikah kegiatan apersepsi dengan materi ajar
2. Menyampaikan kompetensi (tujuan) yang akan dicapai
Kegiatan Inti
1. Pembagian kelompok terorganisir dengan membagi siswa secara
heterogen
2. Membagikan materi yang berbeda untuk anggota kelompok
3. Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan tingkat kompetensi
(tujuan) yang akan dicapai dan karakteristik siswa
4. Anggota kelompok mendapatkan materi yang berbeda
5. Anggota tim yang berbeda bertemu dalam kelompok baru
(kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab yang akan
didiskusikan
6. Mengarahkan/membimbing siswa dalam kerja kelompok
7. Tim ahli bergantian mengajarkan sub bab yang mereka kuasai di
kelompok asal.
8. Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi
9. Melaksanakan kuis secara individu
10. Memberikan penghargaan tim
Kegiatan Akhir
1. Melaksanakan evaluasi
2. Melakukan refleksi pembelajaran
3. Menyusun rangkuman dengan melibatkan siswa
4. Melakukan tindak lanjut
80
Skor yang diberikan atas pertimbangan:
1 = tidak terlaksana
2 = terlaksana sistematis, tapi tidak tepat
3 = terlaksana tepat, tapi tidak sistematis
4 = terlaksana sistematis dan tepat
Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa aktivitas guru pada
pertemuan ke 1, kegiatan awal memperoleh persentase 62,5%,
kegiatan inti sebesar 66,67 %, dan kegiatan akhir memperoleh
persentase 62,5% dan secara keseluruhan persentase kegiatan
pembelajaran pada pertemuan 1 ini adalah 73,43%. Sedangkan
pada pertemuan ke 2 dapat dilihat bahwa persentase pada
kegiatan awal meningkat sebanyak 12,5% menjadi 75 %, kegiatan
inti juga mengalami peningkatan sebesar 6,24% menjadi 72,91%,
dan untuk kegiatan akhir tidak mengalami peningkatan ataupun
penurunan tetap 62,5%. Sehingga secara keseluruhan aktivitas
guru pada kegiatan pembelajaran pertemuan kedua ini adalah
79,68%. Secara keseluruhan aktivitas guru dalam kegiatan
pembelajaran baik pada pertemuan pertama maupun kedua sudah
mencapai indikator keberhasilan aktivitas guru yang ditetapkan
peneliti yakni 70,00%. Namun, pada bagian-bagian tertentu harus
ditingkatkan seperti pada pertemuan pertama yakni kegiatan
apersepsi agar lebih disesuaikan lagi dengan materi. Kemudian
pembelajaran harus lebih disesuaikan lagi dengan karakteristik
anak dan perlu lebih banyak lagi memberikan kepada anak baik di
81
kelompok ahli maupun di kelompok asal. Karena pengelolaan
waktu yang kurang efektif, kegiatan refleksi menjadi kurang
optimal bahkan kegiatan presentasi dan pemberian PR menjadi
tidak terlaksana. Pada pertemuan kedua, pengelolaan waktu sudah
diperbaiki meskipun belum begitu efektif, sehingga semua
kegiatan sudah dapat dilaksanakan. Namun, masih kurang optimal
seperti kegiatan refleksi, kesimpulan, dan pemberian PR. Sama
pada pertemuan pertama kegiatan pembelajaran harus lebih
disesuaikan lagi dengan karakteristik anak dan perlu lebih banyak
lagi memberikan kepada anak baik di kelompok ahli maupun di
kelompok asal. Oleh karena itu, perlu diperbaiki dan ditingkatkan
lagi pada siklus berikutnya agar dapat mencapai indikator yang
ditetapkan dan kegiatan pembelajaran yang direncanakan dapat
berlangsung optimal.
Gambar 4.1. Perbandingan Aktivitas Guru Pada Tiap Pertemuan Siklus I
0.00%10.00%20.00%30.00%40.00%50.00%60.00%70.00%80.00%90.00%
100.00%
Pertemuan 1
62.50%66.67%75%
73.43%K. Awal
K. Inti
K. Akhir
Total Pembelajaran 0.00%
10.00%20.00%30.00%40.00%50.00%60.00%70.00%80.00%90.00%
100.00%
Pertemuan 2
75.00%72.91%
75%
79.68% K. Awal
K. Inti
K. Akhir
Total Pembelajaran
82
2) Observasi Aktivitas Siswa
Hasil pengamatan dapat kita lihat melalui lembar observasi aktivitas siswa siklus I pertemuan pertama dan pertemuan
kedua. Aktivitas siswa yang di observasi adalah kegiatan siswa dalam berkelompok dan diamati sendiri oleh peneliti.
Berikut adalah tabel perbandingan aktivitas siswa pada sikus I.
Tabel 4.3 Perbandingan Aktivitas Siswa Siklus I
S P A B C D E F ∑ % Ket
S1
Kelompok 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
57 79,16 Baik
P1 3 2 3 2 2 2 4 4 4 3 2 3 4 4 4 4 3 4
P2 3 3 3 2 2 2 4 3 4 4 2 3 4 3 3 4 3 4 56 77,78 Baik
Ṝ (%) 75 62,5 75 50 50 50 100 87,5 100 87,5 50 75 100 87,5 87,5 100 75 100
Keterangan :
A = Aktivitas siswa dalam memperhatikan guru
B = Aktivitas siswa dalam bertanya dikelompok
C = Aktivitas siswa dalam mempelajari materi yang diberikan
D = Aktivitas siswa dalam bekerjasama dalam kelompok
E = Aktivitas siswa dalam menyampaikan penjelasan materi dengan teman sekelompoknya (tutor sebaya)
F = Aktivitas siswa dalam menyajikan hasil kerja kelompok (presentasi)
Skor 1 = Semua siswa tidak melakukan aktivitas yang diamati
83
Skor 2 = Sebagian kecil siswa melakukan aktivitas yang diamati
Skor 3 = Sebagian besar siswa melakukan aktivitas yang diamati
Skor 4 = Semua siswa melakukan aktivitas yang diamati
Berdasarkan tabel perbandingan aktivitas siswa pada siklus I, setiap
kelompok menunjukkan hasil yang memuaskan pada beberapa aspek yang
dinilai. Namun, setiap kelompok masih menunjukkan hasil yang kurang
memuaskan pada aspek bertanya dalam kelompok, yakni setiap kelompok
hanya memperoleh rata-rata persentase sebesar 50%. Hal ini mungkin
disebabkan kurangnya pemberian motivasi dari guru, sehingga siswa enggan
untuk bertanya. Selain itu, keaktifan kelompok 2 masih perlu ditingkatkan,
yakni pada aspek memperhatikan guru (62,5%) dan aspek bekerjasama
dalam kelompok (50%).
Nilai persentase tersebut masih belum mencapai indikator keberhasilan
aktivitas siswa yang ditetapkan peneliti yakni 70,00%. Sehingga pada siklus
berikutnya masih perlu ditingkatkan lagi. Berikut data pada tabel 4.3
disajikan dalam bentuk grafik.
84
Gambar 4.2 Perbandingan Aktivitas Siswa Siklus 1
Keterangan :
A = Aktivitas siswa dalam memperhatikan guru
B = Aktivitas siswa dalam bertanya dikelompok
C = Aktivitas siswa dalam mempelajari materi yang diberikan
D = Aktivitas siswa dalam bekerjasama dalam kelompok
E = Aktivitas siswa dalam menyampaikan penjelasan materi dengan teman sekelompoknya (tutor sebaya)
F = Aktivitas siswa dalam menyajikan hasil kerja kelompok (presentasi)
Observasi pada hasil belajar kelompok siklus I pertemuan ke 1 dan pertemuan ke 2 dapat dilihat pada tabel berikut ini:
75%
50%
75%
100% 100% 100%100% 100% 100%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3
Pertemuan 1
A
B
C
D
E
F
75% 75% 75%
100%
75%
100%100%
75% 75%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3
Pertemuan 2
A
B
C
D
E
F
85
Tabel 4.4. Distribusi Hasil Belajar Kelompok Siklus I
Siklus Pertemuan
Kelompok
1 2 3
S 1
1 100 100 75
2 90 80 100
Rata-Rata 95 90 87,5
Berdasarkan tabel 12 dapat dilihat, pada pertemuan pertama
kelompok 1 mendapat nilai 100, kelompok 2 mendapat nilai 100,
dan kelompok 3 mendapat nilai 75. Pada pertemuan kedua,
kelompok 1 mengalami penurunan menjadi 90, kelompok 2
mengalami penurunan nilai menjadi 80, dan kelompok 3
mengalami peningkatan menjadi 100. Nilai-nilai tersebut
diperoleh dari nilai LKK yang dikerjakan siswa secara. Data pada
tabel 12 dapat digambarkan dalam bentuk grafik berikut ini.
Gambar 4.3 Hasil Belajar Kelompok Siklus I
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3
100 100
75
90
80 80
Pertemuan 1
Pertemuan 2
86
3) Observasi Hasil Belajar Siswa
Data hasil belajar siswa diperoleh dari evaluasi yang
dilakukan setiap akhir pertemuan, ditambah dengan evaluasi yang
dilakukan pada akhir siklus I. Evaluasi yang dilakukan berbentuk
soal pilihan ganda sebanyak 20 butir soal yang mencakup tujuan
pembelajaran tiap pertemuan. Kemudian untuk evaluasi siklus I
mencakup soal pada pertemuan 1 dan pertemuan 2. Untuk
evaluasi siklus 1 juga berjumlah 20 soal. Berikut data hasil belajar
siswa pada pertemuan pertama, pertemuan kedua, dan evaluasi
siklus I yang didistribusikan kedalam bentuk tabel.
Tabel 4.5. Distribusi Nilai Hasil Belajar Individu Siklus 1
No Nilai Pertemuan 1 Pertemuan 2 Evaluasi Siklus I
Keterangan F (%) F (%) F (%)
1. 95 0 0,00 1 7,14 0 0,00 Tuntas
2. 90 0 0,00 1 7,14 1 7,14 Tuntas
3. 85 0 0,00 1 7,14 3 21,43 Tuntas
4. 80 2 14,29 2 14,29 3 21,43 Tuntas
5. 75 2 14,29 2 14,29 2 14,29 Tuntas
6. 70 4 28,57 0 0,00 2 14,29 Tuntas
7. 65 1 7,14 2 14,29 3 21,43 Belum
8. 60 0 0,00 3 21,43 0 0,00 Belum
9. 55 1 7,14 0 0 0 0,00 Belum
10. 50 2 14,29 0 0 0 0,00 Belum
11. 45 1 7,14 1 7,14 0 0,00 Belum
12. 40 1 7,14 0 0 0 0,00 Belum
13. 35 0 0,00 1 7,14 0 0,00 Belum
Jumlah 14 100 14 100 14 100
Rata-rata 63,92 69,28 76,42
Ketuntasan
Individual 57,11% 50% 78,57%
Ketuntasan
Klasikal 28,57% 50% 64,28%
87
Berdasarkan tabel 4.5, pada pertemuan pertama ada 8 siswa
yang berhasil mencapai ketuntasan individual (≥70) atau sekitar
57% dan masih ada 6 siswa yang belum mencapai ketuntasan
individual. Adapun ketuntasan klasikal pada pertemuan pertama
ini hanya mencapai 28,57% atau hanya 4 siswa yang mencapai
ketuntasan klasikal (≥75). Rata-rata kelas yang diperoleh pada
pertemuan pertama ini adalah 63,92. Sehingga dapat disimpulkan
hasil belajar siswa pada pertemuan pertama ini masih belum
mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan peneliti secara
klasikal, yakni 80% siswa mendapat nilai 75.
Pada pertemuan kedua, jumlah siswa yang mencapai
ketuntasan individual mengalami penurunan. Jika pada pertemuan
pertama ketuntasan individual mencapai 57% (8 siswa), maka
pada pertemuan kedua ini hanya mencapai 50% (7 siswa).
Namun, terjadi peningkatan pada ketuntasan klasikal, yakni dari
28,57% menjadi 50% (7 siswa). Rata-rata kelas pun mengalami
peningkatan yakni dari 63,92 menjadi 69,28 atau naik sebanyak
5,36. Namun, hasil belajar pada pertemuan kedua ini tetap masih
belum mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan peneliti
yakni 80% siswa mendapat nilai ≥75.
Pada akhir siklus I, juga dilaksanakan evaluasi akhir siklus I
yang mencakup materi pada pertemuan pertama dan pertemuan
kedua. Dapat dilihat pada tabel 4.5, terdapat peningkatan-
peningkatan yang cukup signifikan. Ketuntasan individual naik
88
menjadi 78,57% atau 11 siswa. Ketuntasan klasikal pun naik
menjadi 64,28% atau 9 siswa. Rata-rata kelas juga mengalami
peningkatan menjadi 76,42. Sehingga dapat disimpulkan hasil
belajar pada evaluasi akhir siklus I ini mengalami peningkatan
dari sebelumnya. Namun, peningkatan tersebut masih belum
mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan peneliti yakni
80% siswa mendapat nilai ≥75.
Berdasarkan tabel 4.5 dapat dibuat tabel ketuntasan klasikal
siswa berdasarkan indikator yang ditetapkan yakni 80% siswa
mendapat nilai 75.
Tabel 4.6 Ketuntasan Klasikal Hasil Belajar Siklus 1
Nilai Pertemuan 1 Pertemuan 2 Evaluasi S1
Ket F % F % F %
≥75 4 28,57 7 50% 9 64,28% Tuntas
<75 10 71,42 7 50% 5 35,72% Tidak Tuntas
Dilihat dari tabel 14, ketuntasan klasikal masih belum
memenuhi indikator yang ditetapkan peneliti, baik pada
pertemuan pertama, pertemuan kedua, dan evaluasi siklus I.
Dimana indikator keberhasilan yang ditetapkan peneliti untuk
ketuntasan klasikal adalah 80% siswa mendapatkan nilai 75.
Berikut ini dibuat diagram nilai ketuntasan secara klasikal
siklus I adalah sebagai berikut :
89
Gambar 4.4 Persentasi Ketuntasan Klasikal Hasil Belajar Siklus I
d. Refleksi
Berdasarkan hasil pengamatan melalui observasi kegiatan
pembelajaran dan kegiatan siswa serta nilai hasil belajar pada siklus I,
maka dapatlah direfleksikan hal-hal sebagai berikut:
1) Aktivitas Guru
Pada pertemuan pertama, banyak sekali kekurangan-
kekurangan dalam proses pembelajaran. Faktor yang menjadi
penyebabnya adalah, peneliti tidak melakukan pengelolaan waktu
dengan baik, sehingga ada kegiatan yang direncanakan tidak
dapat dilaksanakan, yakni kegiatan presentasi dan pemberian PR
sebagai tindak lanjut. Oleh karena itu, pada pertemuan
berikutnya, kegiatan yang direncanakan akan disesuaikan dengan
situasi dan kondisi dikelas, agar proses pembelajaran dapat
terlaksana dengan baik, efektif, dan efisien. Pada pertemuan
kedua, kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru sudah
berlangsung dengan baik. Semua kegiatan yang direncanakan
sudah dapat dilaksanakan, meskipun ada beberapa kegiatan yang
50%50%
Pertemuan 2
Tuntas Tidak Tuntas
29%
71%
Pertemuan 1
Tuntas Tidak Tuntas
64%
36%
Evaluasi Siklus I
Tuntas Tidak Tuntas
90
belum dilakukan dengan tepat dan sistematis. Sehingga pada
siklus II, kegiatan pembelajaran diharapkan dapat berjalan dengan
lebih baik lagi.
2) Aktivitas Siswa
Aktivitas siswa pada pertemuan pertama sudah menunjukkan
hasil yang cukup memuaskan. Namun, ada beberapa aspek yang
masih perlu ditingkatkan, yakni aspek memperhatikan penjelasan
guru. Mungkin karena siswa belum terbiasa diajar oleh peneliti
sehingga siswa kurang memperhatikan penjelasan dari guru.
Aspek bertanya dikelompok, kurangnya motivasi yang diberikan
guru mungkin menjadi penyebab siswa kurang bertanya dalam
kelompok. Aspek bekerjasama dalam kelompok, para siswa
masih canggung dalam belajar dikelompok bersama dengan
teman-teman yang lain, karena siswa terbiasa belajar secara
individual. Oleh karena itu, pada pertemuan berikutnya peneliti
akan memberikan motivasi yang lebih kepada siswa agar siswa
menjadi lebih bersemangat dalam belajar berkelompok. Pada
pertemuan kedua, siswa sudah mulai paham dengan kegiatan
pembelajaran yang dilakukan dengan model jigsaw ini, sehingga
para siswa lebih bersemangat dan antusias dalam belajar. Hal ini
dapat dilihat dari peningkatan aktivitas siswa dalam
pembelajaran. Berbagai aspek kegiatan siswa mengalami
peningkatan. Namun, masih ada aspek yang masih perlu
91
ditingkatkan, yakni aspek bertanya. Hal inilah yang akan
dijadikan perbaikan pada siklus II dengan cara pemberian
motivasi yang lebih banyak lagi, sehingga aktivitas siswa menjadi
lebih baik lagi.
3) Hasil Belajar
Hasil belajar siswa pada pertemuan pertama masih belum
memuaskan dan masih belum mencapai indikator ketuntasan yang
ditetapkan baik secara individual maupun klasikal. Secara
individual hanya 8 siswa (57%) yang mencapai indikator yang
ditetapkan (≥ 70). Secara klasikal, ketuntasan yang diperoleh
hanya 29% atau 71% yang masih belum tuntas. Hal ini sangat
jauh dari indikator keberhasilan yang ditetapkan peneliti, yakni
80%. Salah satu yang menjadi penyebabnya adalah konsentrasi
siswa yang sudah mulai menurun dan pengelolaan waktu yang
masih kurang dari guru sehingga waktu yang digunakan siswa
untuk mengerjakan evaluasi terbatas. Selain itu, ada 2 butir soal
evaluasi yang lebih dari 80% siswa tidak dapat menjawabnya atau
salah, yakni soal nomor 12 dan 13. Soal tersebut memiliki
jawaban yang hampir mirip, sehingga siswa kesulitan untuk
mennetukan jawaban yang tepat. Secara keseluruhan hasil belajar
siswa pada pertemuan kedua mengalami peningkatan. Nilai rata-
rata kelas pada pertemuan pertama 63,92 menjadi 69,28. Namun,
masih jauh dari standar ketuntasan yang ditetapkan oleh peneliti.
92
Ketuntasan individual dan ketuntasan klasikal hanya mencapai
50%. Pada pertemuan kedua, lebih dari 80% siswa tidak dapat
menjawab soal nomor 4 dengan benar, yakni tentang pramuka.
Hal ini mungkin disebabkan karena mereka jarang mengikuti
kegiatan pramuka dan disekolah tersebut hanya pernah beberapa
kali saja mengadakan kegiatan pramuka (tidak rutin). Sama pada
pertemuan pertama, pengelolaan waktu yang kurang efektif oleh
peneliti menyebabkan siswa tergesa-gesa dalam mengerjakan soal
evaluasi. Hal ini terlihat ketika siswa mengerjakan soal evaluasi
siklus I, dimana peneliti menyediakan waktu yang lebih banyak,
nilai rata-rata yang diperoleh siswa meningkat menjadi 76,42
dengan ketuntasan individual 78,57% dan ketuntasan klasikal
64,28%. Meskipun begitu, masih ada soal yang tidak bisa dijawab
dengan benar oleh lebih dari 80% siswa, yakni soal nomor 3. Hal
ini mungkin disebabkan karena jawaban dari soal yang hampir
mirip.
Berdasarkan temuan-temuan pada kegiatan pelaksanaan yang
dijabarkan pada refleksi, maka perlu dilaksanakan siklus ke-2. Adapun
tindakan-tindakan yang akan dilakukan peneliti pada siklus ke-2
adalah sebagai berikut:
1) Melakukan pengelolaan waktu secara efektif dan efisien dengan
mengatur waktu kegiatan pembelajaran pada model jigsaw.
2) Memberikan lebih banyak motivasi lagi kepada para siswa dalam
belajar.
93
3) Memperbaiki soal-soal evaluasi dengan cara menyesuaikan
dengan karakteristik berpikir siswa.
2. Pelaksanaan Tindakan Kelas Siklus II
a. Perencanaan
Pelaksanaan tindakan kelas siklus II ini dilaksanakan dalam dua
kali pertemuan dan dilaksanakan dikelas V SDN Ujung Batu 2 dengan
menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw pada mata
pelajaran PKn yakni Kebebasan Berorganisasi. Adapun kegiatan
tersebut dengan perencanaan terlebih dahulu sebelum melaksanakan
pembelajaran:
1) Membuat skenario pembelajaran sesuai dengan langkah-langkah
Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw.
2) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk 2 kali
pertemuan dengan tema Kebebasan Berorganisasi.
3) Membuat atau menyusun lembar observasi guru untuk pengamat
(observer).
4) Membuat atau menyusun lembar aktivitas siswa.
5) Membuat media pembelajaran.
6) Menyiapkan lembar kerja untuk kegiatan siswa (LKS dan LKK).
7) Mempersiapkan alat evaluasi (lembar evaluasi) untuk mengetahui
sejauh mana keberhasilan siswa dalam menguasai materi yang
diajarkan pada tiap pertemuan.
94
8) Melakukan koordinasi dengan observer/kepala sekolah, baik
jadwal dan waktu pelaksanaan.
Tabel 4.7 Tanggal Pelaksanaan Tindakan Kelas Siklus II
b. Pelaksanaan
1) Pertemuan ke 1
a) Kegiatan awal.
Guru masuk ke dalam ruang kelas V dengan memberi
salam, mengkondisikan siswa baik fisik maupun psikisnya
untuk siap belajar dengan menanyakan kabar dan meminta
siswa untuk menyiapkan perlengkapan belajar. Guru memulai
pelajaran dengan melakukan apersepsi dengan menanyakan
kepada siswa organisasi-organisasi apa saja yang ada di
sekolah. Kemudian guru menyampaikan tujuan pembelajaran
kepada siswa yakni siswa dapat menyebutkan organisasi yang
No. Hari/
Tanggal
Pertemuan
ke
Jumlah
Jam Materi Penilaian
1. Selasa, 26
April
2011 1 2
Organisasi-organisasi yang
ada dilingkungan masyarakat
Struktur organisasi
masyarakat (kelurahan)
Tes tertulis
(pilihan
ganda)
2. Rabu, 27
April
2011
2 2
Kebebasan Berorganisasi
Berorganisasi di Sekolah
Tes tertulis
(pilihan
ganda)
3. Kamis, 28
April
2011
Evaluasi Siklus II
Tes tertulis
(pilihan
ganda)
95
ada di lingkungan masyarakat, siswa dapat membuat struktur
organisasi kelurahan, siswa dapat mengaplikasikan konsep
berorganisasi dalam kehidupan sehari-hari. Terakhir, guru
menyampaikan uraian singkat tentang materi yang akan
dipelajari dan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan
siswa.
b) Kegiatan inti.
Guru membentuk siswa ke dalam 3 kelompok yang
beranggotakan 4 orang siswa. Kelompok ini disebut kelompok
asal. Guru membagikan bahan bacaan yang berbeda kepada
masing-masing anggota kelompok, yakni bahan bacaan
organisasi berdasarkan proses pembentukannya, organisasi
berdasarkan tujuannya, organisasi berdasarkan hubungannya
dengan pemerintah, dan struktur organisasi dilingkungan
masyarakat. Siswa diberi kesempatan untuk membaca terlebih
dahulu materi yang diberikan. Setelah itu, setiap anggota
kelompok asal berpisah dan membentuk kelompok baru
berdasarkan kesamaan materi atau bahan bacaan yang dimiliki.
Kelompok ini disebut dengan kelompok ahli.
Terdapat 4 kelompok ahli yakni, kelompok ahli organisasi
berdasarkan proses pembentukannya, kelompok ahli organisasi
berdasarkan tujuannya, kelompok ahli organisasi berdasarkan
hubungannya dengan pemerintah dan kelompok ahli struktur
organisasi dilingkungan masyarakat. Setiap siswa dalam
96
kelompok ahli mempelajari materinya bersama-sama dengan
teman sekelompoknya. Untuk mempermudah setiap siswa
dalam kelompok ahli memperdalam materinya, guru
memberikan lembar kerja siswa (LKS), sehingga diskusi
dalam kelompok ahli menjadi lebih terarah dan masing-masing
siswa memiliki catatan untuk dibawa ke kelompok asal.
Setelah belajar dan berdiskusi dalam kelompok ahli, setiap
siswa kembali lagi ke kelompok asalnya. Didalam kelompok
asal ini, siswa kembali belajar dan berdiskusi bersama dengan
teman sekelompoknya. Setiap siswa saling memberikan
informasi tentang materi yang dipelajarinya kepada teman
yang lainnya, sehingga terjadi tutor sebaya (peer teaching).
Kemudian setiap kelompok mengerjakan Lembar Kerja
Kelompok (LKK) yang diberikan guru. Hasil LKK tersebut
kemudian dipresentasikan oleh masing-masing kelompok.
Setelah melakukan presentasi, setiap siswa kembali ketempat
duduknya dan mengerjakan kuis individu dalam bentuk kartu
soal. Nilai LKK akan digabung dengan nilai individu siswa
dari kuis untuk menentukan kelompok mana yang memperoleh
penghargaan.
c) Kegiatan akhir.
Guru bersama siswa menyimpulkan pelajaran. Siswa
mengerjakan soal evaluasi berupa soal pilihan ganda sebanyak
20 soal, kemudian guru melakukan refleksi terhadap
97
pembelajaran yang telah dilakukan. Guru memberikan tindak
lanjut berupa PR. Guru mengakhiri pelajaran dengan
memberikan menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan pada
pertemuan berikutnya.
2) Pertemuan ke 1
a) Kegiatan awal.
Guru masuk ke dalam ruang kelas V dengan memberi
salam, mengkondisikan siswa baik fisik maupun psikisnya
untuk siap belajar. Guru memulai pelajaran dengan melakukan
apersepsi dengan meminta siswa untuk menyebutkan jenis-
jenis organisasi dilingkungan masyarakat dan organisasi-
organisasi apa saja yang ada dilingkungan masyarakat.
Kemudian guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang
ingin dicapai yakni siswa dapat menyebutkan hal-hal yang
perlu diperhatikan sebelum berorganisasi, siswa dapat
mengetahui peran dan tugas pengurus organisasi di sekolah,
siswa dapat menjelaskan cara memilih pengurus organisasi di
sekolah, siswa dapat mempraktekkan cara memilih pengurus
organisasi di sekolah, dan siswa dapat mengaplikasikan konsep
berorganisasi dalam kehidupan sehari-hari. Terakhir, guru
menyampaikan uraian singkat tentang materi yang akan
dipelajari dan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan
siswa.
98
b) Kegiatan inti.
Guru membentuk siswa ke dalam 3 kelompok yang
beranggotakan 4-5 orang siswa. Kelompok ini disebut
kelompok asal. Guru membagikan bahan bacaan yang berbeda
kepada masing-masing anggota kelompok, yakni bahan bacaan
cara memilih organisasi disekolah, bahan bacaan pengurus
organisasi sekolah, bahan bacaan cara memilih pengurus
organisasi sekolah dan bahan bacaan pemimpin dan anggota.
Siswa diberi kesempatan untuk membaca terlebih dahulu
materi yang diberikan. Setelah itu, setiap anggota kelompok
asal berpisah dan membentuk kelompok baru berdasarkan
kesamaan materi atau bahan bacaan yang dimiliki. Kelompok
ini disebut dengan kelompok ahli.
Terdapat 4 kelompok ahli yakni, kelompok ahli organisasi
sekolah dan kelas, kelompok ahli koperasi sekolah, kelompok
ahli pramuka dan UKS dan kelompok ahli struktur organisasi
sekolah. Setiap siswa dalam kelompok ahli mempelajari
materinya bersama-sama dengan teman sekelompoknya. Untuk
mempermudah setiap siswa dalam kelompok ahli
memperdalam materinya, guru memberikan lembar kerja siswa
(LKS), sehingga diskusi dalam kelompok ahli menjadi lebih
terarah dan masing-masing siswa memiliki catatan untuk
dibawa ke kelompok asal. Setelah belajar dan berdiskusi dalam
kelompok ahli, setiap siswa kembali lagi ke kelompok asalnya.
99
Didalam kelompok asal ini, siswa kembali belajar dan
berdiskusi bersama dengan teman sekelompoknya. Setiap
siswa saling memberikan informasi tentang materi yang
dipelajarinya kepada teman yang lainnya, sehingga terjadi tutor
sebaya (peer teaching). Kemudian setiap kelompok
mengerjakan Lembar Kerja Kelompok (LKK) yang diberikan
guru. Hasil LKK tersebut kemudian dipresentasikan oleh
masing-masing kelompok. Setelah melakukan presentasi,
setiap siswa kembali ketempat duduknya dan mengerjakan
kuis individu dalam bentuk kartu soal. Nilai LKK akan
digabung dengan nilai individu siswa dari kuis untuk
menentukan kelompok mana yang memperoleh penghargaan.
c) Kegiatan akhir.
Guru bersama siswa menyimpulkan pelajaran. Siswa
mengerjakan soal evaluasi berupa soal pilihan ganda sebanyak
20 soal, kemudian guru melakukan refleksi terhadap
pembelajaran yang telah dilakukan. Guru memberikan PR
sebagai tindak lanjut. Guru mengakhiri pelajaran dengan
memberikan menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan pada
pertemuan berikutnya.
100
c. Observasi
Observasi yaitu kegiatan pengamatan yang dilakukan oleh
pengamat (baik oleh orang lain maupun guru sendiri) yang dilakukan
pada waktu tindakan sedang dilakukan.
1) Hasil Observasi Aktivitas Guru
Berdasarkan hasil pengamatan pada siklus II menyimpulkan
kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan sudah berlangsung
dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari semua tahapan-tahapan
yang sudah terlaksana dengan baik.
Tabel 4.8 Perbandingan Aktivitas Guru Siklus 2
S P Kegiatan
Awal Kegiatan Inti Kegiatan Akhir ∑ % Ket
S2
P1 1 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4
56 87,5 Sangat
Baik 3 4 4 4 3 4 4 3 4 4 4 3 3 3 4 2
Ṝ (%) 87,5% 92,5% 75%
P2 1 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4
57 89,06 Sangat
Baik 4 4 4 4 3 4 4 3 4 4 4 3 3 3 4 2
Ṝ (%) 100% 92,5% 75%
Keterangan:
S2 = Siklus 2
P1 = Pertemuan ke 1
P2 = Pertemuan ke 2
Kegiatan Awal
1. Sesuaikah kegiatan apersepsi dengan materi ajar
2. Menyampaikan kompetensi (tujuan) yang akan dicapai
Kegiatan Inti
1. Pembagian kelompok terorganisir dengan membagi siswa secara
heterogen
101
2. Membagikan materi yang berbeda untuk anggota kelompok
3. Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan tingkat kompetensi
(tujuan) yang akan dicapai dan karakteristik siswa
4. Anggota kelompok mendapatkan materi yang berbeda
5. Anggota tim yang berbeda bertemu dalam kelompok baru
(kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab yang akan
didiskusikan
6. Mengarahkan/membimbing siswa dalam kerja kelompok
7. Tim ahli bergantian mengajarkan sub bab yang mereka kuasai di
kelompok asal
8. Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi
9. Melaksanakan kuis secara individu
10. Memberikan penghargaan tim
Kegiatan Akhir
1. Melaksanakan evaluasi
2. Melakukan refleksi pembelajaran
3. Menyusun rangkuman dengan melibatkan siswa
4. Melakukan tindak lanjut
Skor yang diberikan atas pertimbangan:
1 = tidak terlaksana
2 = terlaksana sistematis, tapi tidak tepat
3 = terlaksana tepat, tapi tidak sistematis
4 = terlaksana sistematis dan tepat
102
Berdasarkan tabel 4.8 dapat dilihat bahwa aktivitas guru pada
siklus 2 pertemuan ke 1, kegiatan awal memperoleh persentase
87,5%, kegiatan inti sebesar 92,5 %, dan kegiatan akhir
memperoleh persentase 75% dan secara keseluruhan persentase
kegiatan pembelajaran pada pertemuan 1 ini adalah 87,5%.
Sedangkan pada pertemuan ke 2 dapat dilihat bahwa persentase
pada kegiatan awal meningkat sebanyak 12,5% menjadi 100%,
kegiatan inti tetap 92,5%, dan kegiatan akhir juga tetap 75%.
Sehingga secara keseluruhan aktivitas guru pada kegiatan
pembelajaran pertemuan kedua ini adalah 89,06%. Setiap
kegiatan pembelajaran pada pertemuan 1 dan pertemuan 2 sudah
mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan peneliti yakni
70%. Dan secara keseluruhan kegiatan pembelajaran juga
menunjukkan hasil yang memuaskan. Hanya saja pemberian
tindak lanjut dalam bentuk PR masih kurang begitu optimal,
karena PR yang diberikan hanya secara lisan saja.
Gambar 4.5 Perbandingan Aktivitas Guru Pada Tiap Pertemuan Siklus II
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
70.00%
80.00%
90.00%
100.00%
Pertemuan 1
K. Awal
K. Inti
K. Akhir
Total Pembelajaran
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
70.00%
80.00%
90.00%
100.00%
Pertemuan 2
K. Awal
K. Inti
K. Akhir
Total Pembelajaran
103
2) Observasi Aktivitas Siswa
Hasil pengamatan dapat kita lihat melalui lembar observasi aktivitas siswa siklus II pertemuan pertama dan pertemuan
kedua. Aktivitas siswa yang di observasi adalah kegiatan siswa dalam berkelompok dan diamati sendiri oleh peneliti.
Berikut adalah tabel perbandingan aktivitas siswa pada sikus II.
Tabel 4.9 Perbandingan Aktivitas Siswa Pada Siklus II
S P A B C D E F ∑ % Ket
S1
Kelompok 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
63 87,5 Baik
P1 4 3 3 3 3 3 4 4 4 4 3 3 4 3 3 4 4 4
P2 4 3 3 4 3 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 67 93,05 Baik
Ṝ (%) 100 75 75 87,5 75 75 100 100 100 100 75 87,5 100 87,5 87,5 100 100 100
Keterangan :
A = Aktivitas siswa dalam memperhatikan guru
B = Aktivitas siswa dalam bertanya dikelompok
C = Aktivitas siswa dalam mempelajari materi yang diberikan
D = Aktivitas siswa dalam bekerjasama dalam kelompok
E = Aktivitas siswa dalam menyampaikan penjelasan materi dengan teman sekelompoknya (tutor sebaya)
F = Aktivitas siswa dalam menyajikan hasil kerja kelompok (presentasi)
Skor 1 = Semua siswa tidak melakukan aktivitas yang diamati
104
Skor 2 = Sebagian kecil siswa melakukan aktivitas yang diamati
Skor 3 = Sebagian besar siswa melakukan aktivitas yang diamati
Skor 4 = Semua siswa melakukan aktivitas yang diamati
Berdasarkan tabel perbandingan aktivitas siswa pada siklus II, baik pada pertemuan pertama maupun kedua, semua
aspek yang dinilai sudah menunjukkan hasil yang memuaskan. Kesemua aspek sudah mencapai target indikator
keberhasilan yang ditetapkan oleh peneliti. Berikut data pada tabel 4.9 disajikan dalam bentuk grafik.
Gambar 4.6 Perbandingan Aktivitas Siswa Siklus II
100%
75% 75%
100% 100% 100%100%
75% 75%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3
Pertemuan 1
A
B
C
D
E
F
100%
75% 75%
100% 100% 100%100% 100% 100%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3
Pertemuan 2
A
B
C
D
E
F
105
Keterangan :
A = Aktivitas siswa dalam memperhatikan guru
B = Aktivitas siswa dalam bertanya dikelompok
C = Aktivitas siswa dalam mempelajari materi yang diberikan
D = Aktivitas siswa dalam bekerjasama dalam kelompok
E = Aktivitas siswa dalam menyampaikan penjelasan materi
dengan teman sekelompoknya (tutor sebaya)
F = Aktivitas siswa dalam menyajikan hasil kerja kelompok
(presentasi)
Berdasarkan grafik diatas semua kelompok mengalami
peningkatan aktivitas dalam belajar dikelompok dan secara
keseluruhan, aktivitas siswa masuk dalam kategori baik.
Kemudian untuk hasil belajar kelompok siklus II pertemuan ke 1
dan pertemuan ke 2 dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.10 Distribusi Nilai Hasil Belajar Kelompok Siklus II
Siklus Pertemuan
Kelompok
1 2 3
S 2
1 100 75 100
2 100 80 100
Rata-Rata 100 77,5 100
Berdasarkan tabel 4.10 dapat dilihat, pada pertemuan pertama
kelompok 3 mendapat nilai 100, kelompok 2 mendapat nilai 75,
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
100
Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3
100
75
100100
80 80
Pertemuan 3
Pertemuan 4
106
dan kelompok 3 mendapat nilai 100. Pada pertemuan kedua,
kelompok 1 mendapat nilai 100, kelompok 2 meningkat menjadi
80, dan kelompok 3 mendapat nilai 100. Nilai-nilai tersebut
diperoleh dari nilai LKK yang dikerjakan siswa secara
berkelompok. Data pada tabel 12 dapat digambarkan dalam
bentuk grafik berikut ini.
Gambar 4.7 Hasil Belajar Kelompok Siklus II
3) Hasil Belajar Siswa
Data hasil belajar siswa diperoleh dari evaluasi yang dilakukan
setiap akhir pertemuan, ditambah dengan evaluasi yang dilakukan
pada akhir siklus II. Evaluasi yang dilakukan berbentuk soal
pilihan ganda sebanyak 20 butir soal yang mencakup tujuan
pembelajaran tiap pertemuan. Kemudian untuk evaluasi siklus II
mencakup soal pada pertemuan 1 dan pertemuan 2 serta
mencakup tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Untuk
evaluasi siklus II juga berjumlah 20 soal. Berikut data hasil
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3
100
75
100100
80
80
Pertemuan 1
Pertemuan 2
107
belajar siswa pada pertemuan pertama, pertemuan kedua, dan
siklus II yang didistribusikan kedalam bentuk tabel.
Tabel 4.11 Distribusi Nilai Hasil Belajar Individu Siklus II
No Nilai Pertemuan 1 Pertemuan 2 Evaluasi Siklus II
Keterangan F (%) F (%) F (%)
1. 100 0 0,00 1 7,14 2 14,29 Tuntas
2. 95 1 7,14 3 21,43 1 7,14 Tuntas
3. 90 1 7,14 2 14,29 5 35,71 Tuntas
4. 85 2 14,29 3 21,43 1 7,14 Tuntas
5. 80 2 14,29 1 7,14 2 14,29 Tuntas
6. 75 6 42,85 3 21,43 2 14,29 Tuntas
7. 70 0 0,00 0 0,00 0 0,00 Tuntas
8. 65 2 14,29 1 7,14 1 7,14 Belum
9. 60 0 0,00 0 0,00 0 0,00 Belum
10. 55 0 0,00 0 0,00 0 0,00 Belum
11. 50 0 0,00 0 0,00 0 0,00 Belum
12. 45 0 0,00 0 0,00 0 0,00 Belum
13. 40 0 0,00 0 0,00 0 0,00 Belum
Jumlah 14 100 14 100 14 100
Rata-rata 78,21 85 86,07
Ketuntasan
Individual 85,71% 92,85% 92,85%
Ketuntasan
Klasikal 85,71% 92,85% 92,85%
Berdasarkan tabel 4.11, pada pertemuan pertama ini ada 12
siswa atau 85,71% yang sudah mencapai indikator ketuntasan
individual (≥70). Adapun ketuntasan klasikal pada pertemuan
pertama ini berhasil mencapai indikator ketuntasan yang
ditetapkan yakni 85,71%, dimana indikator yang ditetapkan yakni
80% siswa mendapat nilai ≥75. Rata-rata kelas yang diperoleh
pada pertemuan pertama ini adalah 78,21. Sehingga dapat
disimpulkan hasil belajar siswa pada pertemuan pertama ini,
108
ketuntasan klasikal sudah dapat tercapai. Namun, secara
individual masih perlu ditingkatkan lagi.
Pada pertemuan kedua rata-rata kelas, ketuntasan individual,
dan ketuntasan klasikal mengalami peningkatan. Rata-rata kelas
meningkat menjadi 85. Jumlah siswa yang mencapai ketuntasan
individual meningkat menjadi 13 siswa atau 92,85%. Ketuntasan
klasikal pun meningkat menjadi 92,85%. Sehingga dapat
disimpulkan hasil belajar siswa pada pertemuan kedua ini
meningkat.
Pada akhir siklus II, juga dilaksanakan evaluasi akhir siklus II
yang mencakup tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada
pertemuan pertama dan kedua. Dapat dilihat pada tabel 4.11,
meskipun tidak terdapat peningkatan-penigkatan yang signifikan
seperti pertemuan keempat, namun pada evaluasi siklus II
menunjukkan hasil yang sangat memuaskan. Ketuntasan
individual mencapai 92,85% dan ketuntasan klasikal mencapai
92,85%.
Berdasarkan tabel 4.11 dapat dibuat tabel ketuntasan klasikal
siswa berdasarkan indikator yang ditetapkan yakni 80% siswa
mendapat nilai 75.
Tabel 4.12 Ketuntasan Klasikal Hasil Belajar Siklus 2
Nilai Pertemuan 1 Pertemuan 2 Evaluasi S2
Ket F % F % F %
≥75 12 85,71 13 92,85 13 92,85 Tuntas
<75 2 14,28 1 7,14 1 7,14 Tidak Tuntas
109
Dilihat dari tabel 4.12, indikator keberhasilan ketuntasan
klasikal yang ditetapkan peneliti yakni 80% siswa mendapatkan
nilai ≥ 75 berhasil dipenuhi. Sehingga dapat disimpulkan hasil
belajar siswa pada siklus II ini berhasil.
Berikut ini dibuat diagram nilai ketuntasan secara klasikal
siklus II adalah sebagai berikut :
Gambar 4.8 Persentasi Ketuntasan Klasikal Hasil Belajar Siklus II
d. Refleksi
Berdasarkan hasil pengamatan melalui observasi kegiatan
pembelajaran dan kegiatan siswa serta nilai hasil belajar pada siklus
II, maka dapatlah direfleksikan hal-hal sebagai berikut:
1) Aktivitas Guru
Berdasarkan refleksi pada siklus I, maka proses pembelajaran
diperbaiki pada siklus II ini. Hasilnya pada pertemuan pertama
semua kegiatan pembelajaran yang direncanakan sudah terlaksana
dengan baik. Setiap kegiatan pembelajaran memperoleh persentase
yang cukup tinggi. Begitu pun pada pertemuan kedua, kegiatan
86%
14%
Pertemuan 1
Tuntas Tidak Tuntas
93%
7%
Pertemuan 2
Tuntas Tidak Tuntas
93%
7%
Evaluasi Siklus II
Tuntas Tidak Tuntas
110
pembelajaran sudah terlaksana dengan baik. Tidak ada lagi
kegiatan yang sudah direncanakan belum terlaksana. Hal ini karena
pengelolaan waktu yang efektif dan efisien oleh guru. Setiap sintak
atau kegiatan belajar siswa diberi batasan waktu yang cukup.
Sehingga dengan waktu yang ada, semua kegiatan dapat terlaksana
dan juga tanpa mengurangi kualitas proses pembelajaran itu
sendiri.
2) Aktivitas Siswa
Aktivitas siswa pada siklus II ini sudah menunjukkan hasil
yang sangat memuaskan. Pada pertemuan kedua aktivitas siswa
mengalami peningkatan yang signifikan dari pertemuan
sebelumnya. Semua aspek yang dinilai sudah siswa laksanakan
dengan baik. Hasilnya pun cukup memuaskan, hal ini dapat dilihat
dari persentase keaktifan siswa yang meningkat pada setiap
aspeknya. Begitu juga pada pertemuan kedua, aktivitas siswa juga
mengalami peningkatan dari pertemuan pertama. Peningkatan-
peningkatan ini tidak lepas dari pemberian motivasi dari guru
sehingga aspek yang pada siklus I masih rendah yakni asperk
bertanya dalam kelompok dapat ditingkatkan pada siklus II ini.
Selain itu, siswa sudah terbiasa belajar dengan menggunakan
model jigsaw ini dan para siswa menyukainya sehingga
aktivitasnya pun meningkat. Apalagi dengan adanya pemberian
111
penghargaan membuat para siswa lebih termotivasi dan antusias
dalam belajar.
3) Hasil Belajar
Hasil belajar siswa pada pertemuan pertama siklus II
mengalami peningkatan yang signifikan daripada pertemuan
sebelumnya. Secara individual 12 siswa atau 85,71% sudah
berhasil mencapai indikator ketuntasan individual yang ditetapkan
peneliti, yakni ≥70. Begitu juga dengan ketuntasan klasikal sudah
mencapai indikator yang ditetapkan peneliti yakni 80% siswa
mendapat nilai ≥75. Ketuntasan klasikal yang diperoleh pada
pertemuan pertama ini adalah 85,71%. Niali rata-rata kelas juga
mengalami peningkatan, yakni pada pertemuan pertama ini adalah
78,21. Meskipun pada pertemuan pertama ini masih ada dua siswa
yang belum mencapai ketuntasan individual. Pada pertemuan
kedua, hasil belajar mengalami peningkatan lagi. Ketuntasan
individu meningkat menjadi 92,85% dan ketuntasan klasikal
meningkat menjadi 92,85%. Rata-rata kelas meningkat menjadi 85.
Pada evaluasi siklus II, tidak terjadi peningkatan, baik pada
ketuntasan individual maupun klasikalnya. Namun, rata-rata kelas
meningkat menjadi 86,01. Peningkatan-peningkatan hasil belajar
pada siklus II ini tidak lepas dari dua hal yakni kegiatan
pembelajaran dan aktivitas siswa. Dua hal tersebut mengalami
peningkatan sehingga hasil belajar pun juga meningkat. Kegiatan
112
pembelajaran mengalami peningkatan karena pengelolaan waktu
yang efektif, sehingga waktu untuk siswa dalam mengerjakan soal
evaluasi lebih banyak. Kemudian, peningkatan aktivitas siswa
disebabkan karena siswa mulai terbiasa dengan model jigsaw ini
dan motivasi yang diberikan oleh guru, sehingga pemahaman siswa
terhadap materi yang diberikan juga meningkat. Pemahaman akan
materi inilah yang juga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
D. Pembahasan
Penelitian ini dilaksanakan di kelas V SDN Ujung Batu 2 Kecamatan
Pelaihari Kabupaten Tanah Laut pada mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn). Penelitian ini terdiri dari 2 siklus, dimana setiap
siklusnya terdiri dari 2 pertemuan, dengan jumlah siswa 14 orang yakni 6
siswa laki-laki dan 8 siswa perempuan. Penelitian ini menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw untuk meningkatkan hasil belajar siswa
pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) materi Kebebasan
Berorganisasi. Adapun pembahasannya adalah sebagai berikut:
1. Aktivitas Guru
Berikut perbandingan rata-rata aktivitas guru pada siklus I dan siklus II
yang digambarkan dalam bentuk grafik 4.9 berikut ini
113
Gambar 4.9 Perbandingan Aktivitas Guru Siklus I dan Siklus II
Berdasarkan gambar 4.9 pada siklus I, rata-rata aktivitas guru mencapai
76,55%. Persentasi ini sudah termasuk baik, namun masih perlu
ditingkatkan lagi. Karena dengan persentasi tersebut berarti masih ada
kegiatan pembelajaran dengan model jigsaw yang masih belum terlaksana
dengan baik atau bahkan belum terlaksana sama sekali, seperti presentasi
dan pemberian PR. Seperti yang dikatakan Gage dan Berliner salah satu
peran guru dalam pembelajaran peserta didik adalah sebagai pelaksana
(organizer), yang harus dapat menciptakan situasi, memimpin,
merangsang, menggerakkan, dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar
sesuai dengan rencana, di mana ia bertindak sebagai orang sumber
(resource person), konsultan kepemimpinan yang bijaksana dalam arti
demokratik & humanistik (manusiawi) selama proses berlangsung (during
teaching problems) (education, 2010:Online). Karena guru belum begitu
melaksanakan perannya sebagai pelaksana yang baik, dalam hal ini
0.00%10.00%20.00%30.00%40.00%50.00%60.00%70.00%80.00%90.00%
100.00%
73.43%79.68% 76.55%
87.50% 89.06% 88.28%
Perbandingan Aktivitas Guru Siklus I dan Siklus II
Aktivitas Guru
114
mengatur pengelolaan waktu yang efektif dan efisien, sehingga ada
kegiatan yang direncanakan tidak dapat terlaksana.
Selain itu, peran guru dalam pelaksanaan cooperative learning adalah
sebagai fasilitator, mediator, director-motivator, dan evaluator (Isjoni,
2010: 62-64). Pada siklus ini, peneliti kurang melaksanakan perannya
sebagai director-motivator sehingga siswa kurang aktif dalam
berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran, apalagi model pembelajaran
yang digunakan siswa sama sekali belum pernah melakukannya.
Berdasarkan hasil observasi dan refleksi siklus I, peneliti harus
melakukan pengelolaan waktu yang efektif dan efisien pada siklus II,
ditambah lagi dengan pemberian motivasi, sehingga kegiatan pembelajaran
dengan model jigsaw dapat berlangsung dengan optimal. Hasilnya, rata-
rata aktivitas guru pun meningkat pada siklus II ini yakni sebanyak
88,28%. Nilai ini sudah termasuk dalam kategori sangat baik. Pengelolaan
waktu yang tepat menjadi kunci peningkatan aktivitas guru. Peneliti
memberikan batasan waktu untuk tiap kegiatan pembelajaran, sehingga
semua kegiatan pembelajaran dapat dilaksanakan. Pembatasan waktu yang
dilakukan tidak mengurangi kualitas dari pembelajaran, tapi justru malah
membuat kegiatan pembelajaran itu sendiri menjadi lebih optimal. Selain
itu, pada kegiatan ini keterlibatan guru dalam proses belajar mengajar
semakin berkurang dalam arti guru menjadi pusat kegiatan kelas. Guru
berperan sebagai fasilitator yang mengarahkan dan memotivasi siswa
untuk belajar mandiri serta menumbuhkan rasa tanggung jawab serta
siswa akan merasa senang berdiskusi tentang Matematika dalam
115
kelompoknya. Mereka dapat berinteraksi dengan teman sebayanya dan
juga dengan gurunya sebagai pembimbing. Dalam model pembelajaran
biasa atau tradisional guru menjadi pusat semua kegiatan kelas.
Sebaliknya, di dalam model belajar tipe jigsaw, meskipun guru tetap
mengendalikan aturan, ia tidak lagi menjadi pusat kegiatan kelas, tetapi
siswalah yang menjadi pusat kegiatan kelas (Isjoni, 2010: 54-57).
Selain teori diatas, peningkatan aktivitas guru dengan menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini juga didukung dengan
penelitian-penelitian sebelumnya, seperti penelitian yang dilakukan oleh
H. Salman yang berjudul “Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Tentang
Pengerjaan Hitung Campuran Dengan Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Jigsaw pada Kelas IV SDN Pingaran Ulu Kecamatan Astambul
Kabupaten Banjar”, dimana aktivitas guru mengalami peningkatan dalam
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
jigsaw, pada pertemuan ke I terlaksana 60%, pertemuan ke 2 terlaksana
71%, pada pertemuan ke 3 terlaksana 83%, dan pada pertemuan ke 4
terlaksana 85% (Salman, 2011: 117). Hasil serupa juga diperoleh dari
penelitian yang dilakukan oleh H. Bastian dalam penelitiannya yang
berjudul “Meningkatkan Hasil Belajar Operasi Hitung Campuran Melalui
Model Kooperatif Tipe Jigsaw Kelas IV SDN Hamparaya Kecamatan
Batumandi-Balangan”. Dalam penelitiannya keaktifan guru pada
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw berjalan efektif dengan persentase
rata-rata sebesar 67,50% pada siklus I dan meningkat pada siklus II dengan
persentase rata-rata sebesar 82,50% sehingga keaktifan guru dalam
116
pembelajaran dapat dikategorikan tinggi (Bastian, 2011:120). Aktivitas
guru juga terjadi peningkatan dari kategori cukup baik pada siklus I
menjadi kategori baik pada siklus II, merupakan hasil penelitian dari Sujito
dalam penelitiannya yang berjudul “Meningkatkan Hasil Belajar Materi
Kerajaan Hindu, Budha, Dan Islam Di Indonesia Melalui Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Siswa Kelas V SDN Bagak
Kecamatan Hatungun Kabupaten Tapin” (Sujito, 2011:119).
2. Aktivitas Siswa
Berikut perbandingan rata-rata aktivitas siswa pada siklus I dan Siklus
II yang digambarkan dalam bentuk grafik berikut ini:
Gambar 4.10 Perbandingan Aktivitas Siswa Siklus I dan Siklus II
Berdasarkan gambar 4.10, rata-rata aktivitas siswa pada siklus I adalah
78,47%. Pada pertemuan kedua siklus I, aktivitas siswa sempat menurun.
Hal itu disebabkan karena konsentrasi siswa yang mulai menurun pada jam
0.00%10.00%20.00%30.00%40.00%50.00%60.00%70.00%80.00%90.00%
100.00%79.16% 77.78% 78.47%
87.49%93.05% 90.27%
Perbandingan Aktivitas Siswa Siklus I dan Siklus II
Aktivitas Siswa
117
terakhir. Meskipun nilai ini masuk dalam kategori baik, namun masih
perlu ditingkatkan. Hal-hal yang perlu ditingkatkan antara lain, aspek
bertanya dalam kelompok dan kerjasama dalam kelompok. Motivasi guru
dan faktor kebiasaan siswa adalah hal yang perlu diperbaiki pada siklus II.
Guru masih kurang dalam memberikan motivasi kepada siswa, seperti
dijelaskan pada poin aktivitas guru, pada siklus I guru kurang melakukan
perannya sebagai director motivator dalam pembelajaran kooperatif
sehingga siswa menjadi enggan untuk bertanya. Kemudian, siswa masih
belum terbiasa dengan belajar kelompok, sehingga ketika belajar mereka
kurang bekerja sama.
Perbaikan pada siklus II yang berdasarkan hasil observasi dan refleksi
siklus I, membuat rata-rata aktivitas siswa pada siklus II meningkat, yakni
menjadi 90,27%. Peningkatan ini terjadi karena guru mulai memperbanyak
memberikan motivasi kepada siswa dan juga siswa sudah mulai terbiasa
dengan kegiatan belajar berkelompok (kooperatif). Hal yang perlu digaris
bawahi adalah ketika siswa sudah terbiasa dan pada akhirnya siswa merasa
senang serta antusias dengan kegiatan pembelajaran yang dilakukan, hal
ini dibuktikan dengan peningkatan aktivitas siswa pada siklus II. Karena
pembelajaran kooperatif sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk
sosial yang penuh ketergantungan dengan orang lain, mempunyai tujuan
dan tanggung jawab bersama, pembagian tugas dan rasa senasib. Dengan
memanfaatkan kenyataan itu, belajar berkelompok secara kooperatf siswa
dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing) pengetahuan,
pengalaman, tugas, dan tanggung jawab. Saling membantu dan berlatih
118
berinetraksi-komunikasi-sosialisasi karena kooperatif adalah miniatur dari
hidup bermasyarakat, belajar menyadari kekurangan dan kelebihan
masing-masing. Metode belajar yang menekankan belajar dalam kelompok
heterogen saling membantu satu sama lain, bekerjasama menyelesaikan
masalah, dan menyatukan pendapat untuk memperoleh keberhasilan yang
optimal baik kelompok maupun individual (Suyatno, 2009: 51).
Hal lain yang mendukung adalah menurut Djamarah anak-anak pada
masa ini (masa kelas tinggi) gemar membentuk kelompok sebaya biasanya
untuk dapat bermain bersama-sama. Di dalam permainan ini biasanya anak
tidak lagi terikat pada aturan permainan yang tradisional, mereka membuat
peraturan sendiri (Djamarah, 2008: 125). Jadi, pembelajaran kooperatif
sangat cocok diterapkan pada anak pada masa usia kelas tinggi (kelas V).
Hal tersebut juga didukung oleh hasil penelitian Rizeky Rahmawati
yang dilakukan pada tahun 2009 yang berjudul “Meningkatkan Hasil
Belajar Siswa tentang Struktur dan Fungsi Bagian Tumbuhan
Menggunakan Model Pembelajaran Cooperative Learning Type Jigsaw
pada Siswa Kelas IV SDN Hilir Mesjid Kecamatan Anjir Pasar Kabupaten
Barito Kuala” yang menyebutkan bahwa aktivitas siswa mengikuti
kegiatan pembelajaran terjadi peningkatan terlihat dari nilai-rata-rata yang
diperoleh pada siklus 1 dengan kriteria cukup aktif dengan nilai rata-rata
41,92 dan pada siklus 2 mendapatkan kriteria aktif dengan nilai rata-rata
48,08. Dengan demikian aktivitas siswa telah meningkat pada kegiatan
pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
jigsaw (Rahmawati, 2009:168-169).
119
Penelitian H. Salman menunjukkan aktivitas siswa dalam
pembelajaran tentang pengerjaan hitung campuran dengan model
pembelajaran koopertif tipe jigsaw juga mengalami peningkatan. Pada
pertemuan ke 1 mencapai 58,9%, pada pertemuan ke 2 mencapai 68,12%,
pada pertemaun ke 3 mencapai 70,2%, dan pada pertemuan ke 4 mencapai
71,3% (Salman, 2011: 117). Hasil serupa juga diperoleh dari penelitian H.
Bastian, dimana keaktifan siswa pada pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
meningkat. Pada siklus I rata-rata persentase keaktifan siswa dalam
kelompok hanya sebesar 71,56%, persentase tersebut meningkat pada
siklus II dimana keaktifan siswa mencapai 83,75% (Bastian, 2011: 120).
Terakhir, penelitian yang dilakukan oleh Sujito, model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan aktivitas siswa dari 45,9% pada
siklus I meningkat menjadi 82% pada siklus II.
Selain itu, pembelajaran kooperatif jigsaw merupakan salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling membantu
dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal
(Isjoni, 2010: 54). Jadi, keaktifan siswa dapat ditingkatkan dengan
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini, sehingga dengan keaktifan
tersebut mendorong siswa untuk menguasai materi pelajaran yang
diberikan. Penguasaan materi pelajaran inilah yang akan mempengaruhi
hasil belajar siswa nantinya.
120
3. Hasil Belajar Siswa
Gambar 4.11 Perbandingan Nilai Hasil Belajar Siswa Siklus I dan Siklus II
Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-
pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan. Menurut Bloom, hasil
belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik
(Suprijono, 2010: 5-7). Oleh karena itu, hasil belajar siswa diperoleh dari
tes evaluasi yang dilakukan pada tiap akhir pertemuan dan untuk
mengukur kemampuan siswa dalam menguasai materi yang diberikan
sesuai dengan tujuan pembelajaran pada pertemuan tersebut, juga
dilakukan evaluasi pada tiap akhir siklus yang mencakup tujuan
pembelajaran pada dua pertemuan di siklus tersebut. Evaluasi yang
dilakukan dalam bentuk soal pilihan ganda sebanyak 20 butir soal. Tujuan
pembelajaran pada tiap pertemuan itulah yang mencakup 3 kemampuan
menurut Bloom, yakni kognitif, afektif, dan psikomotorik.
63.9269.28
76.42 78.2185 86.07
0102030405060708090
100
Perbandingan Nilai Hasil Belajar Siswa Siklus I dan Siklus II
Nilai Hasil Belajar
121
Berdasarkan tabel 4.15, nilai hasil belajar siswa dari evaluasi pertemuan
pertama siklus I hingga evaluasi akhir siklus II terus mengalami
peningkatan. Pada evaluasi pertemuan pertama nilai rata-rata kelas hanya
mencapai 63,92, kemudian meningkat menjadi 69,28 pada evaluasi
pertemuan kedua dan pada evaluasi akhir siklus I meningkat menjadi
76,42. Namun, peningkatan-peningkatan pada siklus I ini masih belum
mencapai indikator ketuntasan hasil belajar yang ditetapkan peneliti yakni
80% siswa mendapat nilai ≥75. Sehingga masih perlu diadakan perbaikan
lagi pada siklus II.
Nilai evaluasi pertemuan pertama siklus II adalah 78,21 dan berhasil
mencapai ketuntasan klasikal yang ditetapkan peneliti. Namun, masih ada
2 siswa yang belum mencapai ketuntasan secara individual yang
dittetapkan yakni ≥70. Pada evaluasi pertemuan kedua siklus II nilai rata-
rata kelas kembali meningkat menjadi 85. Ketuntasan klasikal pun
meningkat menjadi 92,85%. Tidak ada peningkatan ketuntasan klasikal
pada evaluasi akhir siklus II, tetapi nilai rata-rata kelas meningkat menjadi
86,07. Peningkatan-peningkatan hasil belajar yang terjadi pada siklus II
tidak lepas dari aktivitas guru dan aktivitas siswa itu sendiri. Aktivitas
guru meningkat karena pengelolaan waktu yang efektif, sehingga setiap
kegiatan pembelajaran yang dilakukan siswa menjadi lebih optimal dan
aktivitas siswa pun menjadi juga meningkat. Pengelolaan waktu yang
efektif dan aktivitas siswa yang meningkat menggunakan model
pembelajaran koopertif tipe jigsaw, menjadi faktor yang menyebabkan
hasil belajar siswa meningkat. Sesuai yang diungkapkan Isjoni,
122
pembelajaran kooperatif jigsaw merupakan salah satu tipe pembelajaran
kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam
menguasai materi pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal
(Isjoni, 2010: 54).
Selain itu, motivasi juga mempengaruhi hasil belajar siswa. Motivasi
termasuk dalam faktor psikologis, yaitu salah satu faktor yang
mempengaruhi hasil belajar siswa. Faktor psikologis sebagai faktor dari
dalam tentu saja merupakan hal yang utama dalam menentukan intesitas
belajar seorang anak. Meski faktor dari luar mendukung, tetapi faktor
psikologis tidak mendukung, maka faktor luar itu akan kurang signifikan
(Djamarah, 2008: 178).
Peningkatan hasil belajar pada penelitian ini senada dengan penelitian
yang dilakukan oleh Abdul Azis pada tahun 2010 dengan judul “Penerapan
Model Pembelajaran Jigsaw untuk Meningkatkan Hasil Belajar PKn
Materi Globalisasi Pada Siswa Kelas IV SDN Pungging, Tutur, Pasuruan”.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan prestasi
belajar PKn setelah mendapat pembelajaran PKn materi globalisasi dengan
menerapkan model pembelajaran Jigsaw. Peningkatan ini dilihat dari
partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran dan hasil belajar yang
ditunjukkan oleh skor hasil tes. Dilihat dari hasil belajar siswa sebelum
penerapan model jigsaw memperoleh nilai rata-rata menjadi 72,4 pada
siklus I dan menjadi 83 pada siklus II. Sedangkan pada penilaian proses
sebelum penerapan model pembelajaran jigsaw memperoleh nilai rata-rata
123
66,7 menjadi 74,3 pada siklus I dan menjadi 85,3 pada siklus II
(Azis,2010:online).
Hasil belajar siswa dengan ukuran keberhasilan klasikal yaitu 75%
siswa mencapai nilai 65 atau lebih mengalami peningkatan yang
signifikan. Pada siklus I sebanyak 45% siswa mampu mencapai nilai
tuntas dan 55% tidak tuntas sedangkan pada siklus II sebanyak 90% siswa
mencapai nilai tuntas dan hanya 10% siswa yang tidak mencapainya
(Salman, 2011: 117). Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat
meningkatkan hasil belajar siswa pada materi operasi hitung campuran di
kelas IV sdn hamparaya. Pada siklus I rata-rata ketuntasan klasikal hanya
mencapai 20,83% sedangkan pada siklus II rata-rata ketuntasan tersebut
meningkat menjadi 77,08% (Bastian, 2011:120). Model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw sangat efektif dan dapat meningkatkan hasil belajar
siswa dari rata-rata 71,67 dengan ketuntasan 75% pada siklus I meningkat
menjadi rata-ata 83,33 dengan ketuntasan 91,7% (Sujito, 2011: 119).
Berdasarkan hasil penelitian inilah, peneliti menyimpulkan bahwa
dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat
meningkatkan hasil belajar PKn materi Kebebasan Berorganisasi pada
siswa kelas V SDN Ujung Batu 2 Kabupaten Tanah Laut. Sehingga
hipotesis pada Bab II yang berbunyi “Jika menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, maka hasil belajar siswa kelas V
semester II SDN Ujung Batu 2 Kecamatan Pelaihari Kabupaten Tanah
Laut dapat ditingkatkan” dapat diterima.
124
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, Upaya Meningkatkan
Hasil Belajar PKn Konsep Organisasi Menggunakan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Jigsaw pada Siswa Kelas V SDN Ujung Batu 2 Kecamatan
Pelaihari Kabupaten Tanah Laut diperoleh peningkatan yang signifikan.
Peningkatan tersebut dapat dilihat dalam beberapa indikator berikut ini:
1. Aktivitas guru meningkat setelah menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw, yakni rata-rata siklus I 76,55% meningkat menjadi
88,28% pada siklus II.
2. Aktivitas siswa pada siklus I pertemuan pertama adalah 79,16% dan
pertemuan kedua 77,78%. Peningkatan terjadi pada siklus II pertemuan
pertama menjadi 87,49%, kemudian meningkat lagi pada pertemuan kedua
menjadi 93,05%.
3. Hasil belajar siswa meningkat setelah menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw, yakni pada siklus I, rata-rata nilai evaluasi
pertemuan pertama adalah 63,92 meningkat menjadi 69,28 pada
pertemuan kedua, kemudian meningkat lagi pada evaluasi siklus I yakni
76,42. Pada siklus II, rata-rata nilai evaluasi pertemuan pertama adalah
78,21 meningkat menjadi 85 pada pertemuan kedua, kemudian meningkat
lagi pada evaluasi siklus II yakni 86,07. Ketuntasan klasikal pada siklus I
mencapai 64,28% meningkat menjadi 92,85% pada siklus II.
125
B. Saran
Sebagai tindak lanjut terhadap hasil penelitian yang telah dilakukan,
peneliti dapat memberikan beberapa saran, antara lain:
1. Kepada guru hendaknya dapat menerapkan model pembelajaran kooperatif
tipe jigsaw agar dapat meningkatn hasil belajar siswa.
2. Kepada siswa agar lebih meningkatkan lagi aktivitasnya pada materi ini
dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw,
sehingga dapat meningkatkan hasil belajar.
3. Kepada kepala sekolah hendaknya dapat meningkatkan penggunaan
model-model pembelajaran agar dapat meningkatkan kualitas proses dan
hasil belajar siswa.
4. Kepada teman-teman sejawat yang ingin melakukan Penelitian Tindakan
Kelas terutama yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
jigsaw, hendaknya menjadikan penelitian ini sebagai bahan masukan.
126
DAFTAR PUSTAKA
Amri, Sofan & Ahmadi, Lif Khoiru.2010.Proses Pembelajaran Kreatif dan
Inovatif dalam Kelas. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.
Arends, Richard I.2008. Learning to Teach Belajar untuk Mengajar. Jakarta:
Pustaka Pelajar.
Arikunto, Suharsimi, dkk.2010.Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Asrori, Muhammad.2007. Psikologi Pembelajaran.Bandung: Wacana Prima.
Bastian.2011. Meningkatkan Hasil Belajar Operasi Hitung Campuran Melalui
Model Kooperatif Tipe Jigsaw Kelas IV SDN Hamparaya Kecamatan
Batumandi-Balangan. Banjarmasin: Tidak diterbitkan.
Darmadi.2009. Penerapan Model Kooperatif Tipe STAD sebagai Upaya
Meningkatkan Pemahaman Operasi Hitung Campuran Bilangan Bulat di
SDN Hilir Mesjid Kecamatan Anjir Pasar Kabupaten Barito Kuala.
Banjarmasin: Tidak diterbitkan.
Darmono, Ikhwan Sapto dan Sudarsih.2008.Pendidikan Kewarganegaraan Untuk
SD/MI Kelas V.Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan
Nasional.
Depdiknas.2005.Materi Pelatihan Terintegrasi: Ilmu Pengetahuan
Alam.Jakarta:Depdiknas.
Depdiknas.2008. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Dasar Model
Silabus Kelas V.Jakarta: Depdiknas.
Djamarah, Syaiful Bahri.2008. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Fatchan, Achmad & Wayan Dasna.2009.Metode Penelitian Tindakan
Kelas.Malang:Jenggala Pustaka Utama.
Ian.2010.hakikat fungsi dan tujuan pendidikan kewarganegaraan di SD.
(Online).(http://ian43.wordpress.com/2010/10/18/hakikat-fungsi-dan-
tujuan-pendidikan-kewarganegaraan-di-sd/,16 Maret 2011 Pukul 20.00
WITA).
Isjoni.2010.COOPERATIVE LEARNING Efektivitas Pembelajaran
Kelompok.Bandung: CV Alfabeta.
Komalasari, Kokom.2010.Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi.
Bandung: Refika Aditama
Krisna.2009.Pengertian dan Ciri-Ciri Pembelajaran.
(Online).(http://krisna1.blog.uns.ac.id/2009/10/19/pengertian-dan-ciri-
ciri-pembelajaran/, Diakses pada tanggal 14 Maret 2011 Pukul 19.30
WITA).
Kunandar.2010.Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai
Pengembangan Profesi Guru.Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Kurnia, Ingridwati.2007.Perkembangan Belajar Peserta Didik. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Madziatul. 2009. Teori Belajar Behavioristik. (Online).
(http://madziatul.blogspot.com/2009/07/teori-belajar-behavioristik-
dan.html, Diakses pada tanggal 20 Nopember 2010 Pukul 21.00 WITA).
Rosadi, Abdi.2009.Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Learning Tipe
Team Games Tournament (TGT )Untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Siswa Pada Materi Perkalian Dan Pembagian Di Kelas Iv Sdn 1
127
Karatungan Kabupaten Hulu Sungai Tengah Pada Tahun Ajaran
2009/2010. Banjarmasin: Tidak diterbitkan.
Sardiman.2006.Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar.Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada.
Silberman, Mel.2010.101 Cara Pelatihan dan Pembelajaran Aktif.Jakarta : PT
Indeks.
Salman.2011. Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Tentang Pengerjaan Hitung
Campuran Dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Pada
Kelas IV SDN Pingaran Ulu Kecamatan Astambul Kabupaten Banjar.
Banjarmasin: Tidak diterbitkan.
Sudrajat, Akhmad. 2008. Cooperative Learning Teknik Jigsaw. (Online).
(http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/07/31/cooperative-learning-
teknik-jigsaw/, Diakses pada tanggal 2 Oktober 2010 Pukul 20.30
WITA).
Sugiyanto.2010.Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta:Yuma Pustaka.
Sujito.2011. Meningkatkan Hasil Belajar Materi Kerajaan Hindu, Budha, dan
Islam di Indonesia Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Siswa Kelas V SDN Bagak Kecamatan Hatungun Kabupaten Tapin.
Banjarmasin: Tidak diterbitkan.
Sukidin, dkk.2008.Manajemen Penelitian Tindakan Kelas.Jakarta:Insan Cendekia.
Sulhan, Nadjib, dkk.Mari Belajar Pendidikan Kewarganegaraan Untuk SD/MI
Kelas V.Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Suprijono, Agus.2010.Cooperative Learning Teori dan Aplikasi
PAIKEM.Yogyakarta:Pustaka Belajar.
Suwandi, Sarwiji.2010. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan Penulisan Karya
Ilmiah. Surakarta: Yuma Pustaka.
Suyatno.2009.Menjelajah Pembelajaran Inovatif.Surabaya: Masmedia Buana
Pustaka.
Takari, Enjah.2009.Pembelajaran IPA dengan SAVI dan Kontekstual. Sumedang:
PT Genesindo.
Tim Penyusun.2005.Materi Pelatihan Terintegrasi Pendidikan
Kewarganegaraan. Jakarta: Depdiknas.
Tim Penyusun.2010.Pendidikan Kewarganegaraan Untuk SD dan MI Kelas
V.Klaten: Intan Pariwara.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional
Wiriaatmadja, Rochiati.2008.Metode Penelitian Tindakan Kelas.Bandung:PT
Remaja Rosdakarya.
----------.2009. laporan penelitian tindakan kelas ptk pkn.(Online)
(http://ktiptk.blogspirit.com/archive/2009/01/02/laporan-penelitian-
tindakan-kelas-ptk-pkn.html, Diakses pada tanggal 15 Maret 2011
Pukul20.30 WITA).
----------.2010.peranan guru dalam proses pembelajaran.
(Online).(http://education-mantap.blogspot.com/2010/06/peranan-guru-
dalam-proses-pembelajaran.html, Diakses pada tanggal 20 Nopember
2010 Pukul 21.00 WITA).