Upload
arul-widya
View
214
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7/30/2019 Penegakkan Diagnosis Apendisitis-Peritonitis
1/12
Penegakkan Diagnosis Apendisitis yang mengalami komplikasi Peritonitis
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANGNyeri akut abdomen adalah suatu kegawatan abdomen yang sering dikeluhkan dan menjadi
alasan utama pasien datang ke dokter. Tetapi, nyeri abdomen yang dijadikan sebagai keluhan
utama masih memberikan banyak kemungkinan diagnosis karena nyeri dapat berasal baik dari
organ dalam abdomen (nyeri viseral) maupun dari lapisan dinding abdomennya (nyeri somatik).
Nyeri akut abdomen yang timbul bisa tiba-tiba atau sudah berlangsung lama. Namun, penentuan
lokasi dari nyeri abdomen mampu membantu dokter untuk mengarahkan lokasi pada organ yangmenyebabkan nyeri tersebut, walaupun nyeri yang dirasakan mungkin akibat dari penjalaran
organ lain. Salah satu lokasi nyeri abdomen yang paling sering terjadi yaitu pada titik Mc
Burney.Nyeri pada titik ini mengarah pada infeksi di apendiks (apendisitis). Apendisitis adalah
penyakit pada bedah mayor yang paling sering terjadi dan biasanya sebagian besar dialami oleh
para remaja dan dewasa muda. Dalam kasus ringan, apendisitis dapat sembuh tanpa perawatan,
tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran apendiks yang terinfeksi. Bila
tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika
apendiks yang terinfeksi mengalami perforasi. Berdasarkan pada keadaan tingginya insidensi dan
komplikasi yang terjadi akibat apendisitis tersebut menjadi dasar penulis untuk mengulas lebih
dalam mengenai apendisitis serta penatalaksanaanya.
2. PERMASALAHANPada skenario ini didapatkan seorang pasien (, 17 tahun) datang ke IGD RSUD dr.
Moewardi dengan keluhan utama nyeri perut bagian bawah sejak 1 hari yang lalu, disertai mual
dan muntah, tapi masih bisa kentut dan BAB. Badan terasa panas, sumer-sumer (subfebril).
Pemeriksaan fisik : Tensi 120/ 80 mmHg; nadi 86 kali permenit; RR 20 X / menit; dan suhu
37,5 derajat celcius.
Pemeriksaan abdomen :
Inspeksi : sejajar dengan rongga dada
7/30/2019 Penegakkan Diagnosis Apendisitis-Peritonitis
2/12
Auskultasi : bising usus positif normal
Palpasi : nyeri tekan di daerah Mc Burney, defans muskular negatif
Rectal toucher : tonus spincter ani normal, mukosa licin, nyeri tekan jam 10-11, sarung tangan
lendir darah/ darah negatif, faeces positif.
Laboratorium : Hb 13,5 gr%; lekosit 11.000; Hct 40 %Netrophil segmen 85 %
Oleh dokter disarankan untuk operasi, tapi pasien menolak dan pulang
Satu minggu kemudian pasien tersebut datang lagi dengan keluhan nyeri seluruh perut,
kembung, dan ada gangguan BAB.
Pemeriksaan fisik: Tensi 100/ 70 mmHg; nadi 120 kali permenit; RR 28 X / menit; dan suhu 39
derajat celcius.
Pemeriksaan abdomen :
Inspeksi : distensi ringan
Auskultasi : bising usus hilang
Palpasi : nyeri tekan di seluruh perut, defans muskular positif
Rectal toucher : tonus sphincter ani menurun, mukosa licin, nyeri tekan di seluruh lapangan,
sarung tangn lendir/ darah negatif, faeces positif
Laboratorium :Hb 13, 5 gr%;Lekosit 20.000/ dl; Hct 42 %; Netrophil segmen 85
3. TUJUAN PENULISANPenulisan laporan ini bertujuan untuk :
1. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep proses patofisiologis penyakit gastrointestinal dengan
keluhan utama nyeri perut bagian kanan bawah.
2. Mahasiswa mampu menyusun dan menjelaskan penatalaksanaan promotif, preventif dan kuratif
berbagai penyakit gastrointestinal dengan keluhan utama nyeri perut bagian kanan bawah.
3. Mahasiswa mampu untuk menentukan efekifitas suatu tindakan yang dilakukan serta dapat
merujuk ke spesialis yang relevan
4. MANFAAT PENULISAN
7/30/2019 Penegakkan Diagnosis Apendisitis-Peritonitis
3/12
1. Mahasiswa mampu melakukan diagnosis dari anamnesis, pemeriksaan umum serta pemeriksaan
penunjang yang meliputi pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan tambahan bagi pasien
dengan keluhan nyeri perut bagian kanan bawah.
2. Mahasiswa mampu untuk melakukan penatalaksaan yang tepat bagi pasien dengan keluhan nyeri
perut bagian kanan bawah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI APENDIKS
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya bervariasi berkisar antara 2-22 cm.
Letak basis apendiks berada pada posteromedial sekum pada pertemuan ketiga taenia coli, kira-
kira 1-2 cm di bawah ileum. Dari ketiga taenia tersebut terutama taenia anterior yang digunakan
sebagai penanda untuk mencari basis apendiks. Basis apendiks terletak di fossa iliaca kanan, bila
diproyeksikan ke dinding abdomen terletak di kuadran kanan bawah yang disebut dengan titik
Mc Burney. Kira-kira 5% penderita mempunyai apendiks yang melingkar ke belakang sekum
dan naik (ke arah kranial) pada posisi retroperitoneal di belakang kolon askenden. Apabila
sekum gagal mengalami rotasi normal mungkin apendiks bisa terletak di mana saja di dalam
kavum abdomen.
Apendix kekurangan sakulasi dan mempunyai lapisan otot longitudinal, mukosanya
diinfiltrasi jaringan limfoid. Vaskularisasi appendiks mendapatkan darah dari cabang a.
ileokolika berupa appendiksularis yang merupakan satu-satunya feeding arteri untuk appendiks ,
sehingga apabila terjadi trombus pada appendisitis akuta akan berakibat berbentuk gangren, dan
bahkan perforasi dari appendiks.
B. FISIOLOGI APENDIKS
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke
dalam lumen dan selanjutnya dialirkan ke sekum. Fungsi appendix pada manusia belum
diketahui secara pasti. Namun, di dalam apendiks terdapat immunoglobulin sekretoal dihasilkan
oleh GALT (Gut Associted Lympoid Tisue) yang merupakan zat pelindung efektif terhadap
infeksi (berperan dalam sistem imun). Dan immunoglobulin yang banyak terdapat di dalam
apendiks adalah IgA. Namun demikian, adanya pengangkatan terhadap apendiks tidak
mempengaruhi sistem imun tubuh. Ini dikarenakan jumlah jaringan limfe yang terdapat pada
apendiks kecil sekali bila dibandingkan dengan yang ada pada saluran cerna lain.
7/30/2019 Penegakkan Diagnosis Apendisitis-Peritonitis
4/12
Karena apendiks merupakan suatu kantong yang buntu dengan lumen yang sempit dan
seperti traktus intestinalis lainnya secara normal berisi bakteri, resiko stagnasi dari isi apendiks
yang terinfeksi selalu ada. Resiko ini akan bertambah hebat dengan adanya suatu mekanisme
valvula pada pangkal apendiks yang dikenal dengan valvula Gerlach . Dengan adanya benda-
benda asing yang terperangkap dalam lumen apendiks, posisinya yang mobil, dan adanya
kinking, bands, adhesi dan lain-lain keadaan yang menyebabkan angulasi dari apendiks, maka
keadaan akan semakin diperburuk. Banyaknya jaringan limfoid pada dindingnya juga akan
mempermudah terjadinya infeksi pada apendiks.
C. APENDISITIS
Apendisitis adalah suatu peradangan pada apendiks . Apendicitis disebabkan oleh infeksi
bakteri, namun faktor pencetusnya ada beberapa kemungkinan yang sampai sekarang belum
dapat diketahui secara pasti. Di antaranya faktor penyumbatan (obstruksi) pada lapisan saluran
(lumen) appendiks oleh timbunan tinja/feces yang keras (fekalit), hyperplasia (pembesaran)
jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit, benda asing dalam tubuh, cancer primer dan striktur.
Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk dan memegang perut.
Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung
sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa
dilihat pada massa atau abses appendiculer
2. Palpasi
Dengan palpasi di daerah titik Mc. Burney didapatkan tanda-tanda peritonitis lokal yaitu:
- Nyeri tekan di Mc. Burney.
- Nyeri lepas.
- Defans muscular lokal. Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietal
Pada appendix letak retroperitoneal, defans muscular mungkin tidak ada, yang ada nyeri
pinggang .
Tanda-tanda khas yang didapatkan pada palpasi appendicitis yaitu:
a. Nyeri tekan (+) Mc.Burney
Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan bawah atau titik Mc Burney dan ini
merupakan tanda kunci diagnosis
7/30/2019 Penegakkan Diagnosis Apendisitis-Peritonitis
5/12
b. Nyeri lepas (+)
Rebound tenderness (nyeri lepas tekan ) adalah rasa nyeri yang hebat (dapat dengan melihat
mimik wajah) di abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah
sebelumnya dilakukan penekanan yang perlahan dan dalam di titik Mc Burney.
c. Defens musculer (+)
Defence muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang menunjukkan adanya
rangsangan peritoneum parietale.
d. Rovsing sign (+)
Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah, apabila kita melakukan penekanan
pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini diakibatkan oleh adanya tekanan yang merangsang
peristaltik dan udara usus, sehingga menggerakan peritoneum sekitar appendix yang meradang
sehingga nyeri dijalarkan karena iritasi peritoneal pada sisi yang berlawanan (somatik pain)
e. Psoas sign (+)
Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh peradangan yang terjadi pada
apendiks
Ada 2 cara memeriksa :
1. Aktif : Pasien telentang, tungkai kanan lurus ditahan pemeriksa, pasien memfleksikan
articulatio coxae kanan maka akan terjadi nyeri perut kanan bawah.
2. Pasif : Pasien miring kekiri, paha kanan dihiperekstensikan pemeriksa, nyeri perut kanan
bawah
f. Obturator Sign (+)
Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut difleksikan kemudian
dirotasikan kearah dalam dan luar (endorotasi articulatio coxae) secara pasif, hal tersebut
menunjukkan peradangan apendiks terletak pada daerah hipogastrium
3. Auskultasi
Peristaltik usus sering normal. Peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis
generalisata akibat appendicitis perforata
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
- Pemeriksaan darah : akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut
terutama pada kasus dengan komplikasi. Pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat
7/30/2019 Penegakkan Diagnosis Apendisitis-Peritonitis
6/12
- Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin.
Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi
saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan
appendicitis
2. Pemeriksaan Colok Dubur
Akan didapatkan nyeri kuadran kanan pada jam 9-12. Pada appendicitis pelvika akan didapatkan
nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur.
3. Abdominal X-Ray
Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab appendicitis.
Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak
4. USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG, terutama pada
wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan
diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya
5. Barium enema
Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus.
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendicitis pada jaringan
sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding.
6. CT-Scan
Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga dapat menunjukkan komplikasi
dari appendicitis seperti bila terjadi abses.
7. Laparoscopi
Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukkan dalam abdomen,
appendix dapat divisualisasikan secara langsung.Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh
anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada appendix
maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan pengangkatan appendix
Komplikasi yang mungkin timbul pada appendisitis akut, antara lain:
a. Perf orasi :
Terjadi pada 20% kasus yang tidak terdiagnosis dengan baik. Rasa nyeri bertambah dahsyat
dan mulai dirasa menyebar, demam tinggi (rata-rata 38,3 der. C). Jumlah lekosit yang meninggi
merupakan tanda khas kemungkinan sudah terjadi perforasi.
7/30/2019 Penegakkan Diagnosis Apendisitis-Peritonitis
7/12
b. Peri toniti s :
Peritonitis lokal merupakan akibat dari mikroperforasi dari appendicitis yang telah
mengalami gangrene. Sedangkan peritonitis umum adalah merupakan tindak lanjut daripada
peritonitis lokal tersebut. Bertambahnya rasa nyeri, defans musculer yang meluas, distensi
abdomen, bahkan ileus paralitik, merupakan gejala-gejala peritonitis umum. Bila demam makin
tinggi dan timbul gejala-gejala sepsis, menunjukkan peritonitis yang makin berat.
c. Abses / inf il trat:
Merupakan akibat lain dari perforasi. Teraba masa lunak di abdomen kanan bawah. Seperti
tersebut diatas karena perforasi terjadilah walling off (pembentukan dinding) oleh omentum
atau viscera lainnya, sehingga terabalah massa (infiltrat) di regio abdomen kanan bawah tersebut.
Masa mula-mula bisa berupa plegmon, kemudian berkembang menjadi rongga yang berisi pus.
Dengan USG bisa dideteksi adanya bentukan abses ini. Untuk massa atau infiltrat ini, beberapa
ahli menganjurkan anti biotika dulu, setelah 6 minggu kemudian dilakukan appendektomi. Hal
ini untuk menghindari penyebaran infeksi.
D. FLATUS
1. Definisi
Flatus adalah gas atau udara di dalam saluran cerna yang dikeluarkan melalui anus
2. Asal
Udara yang tertelan terutama pada saat makan, gas yang dihasilkan dari fermentasi bakteri di
kolon, dan hasil pencernaan makanan.
4. Komposisi
- Nitrogen
- Karbon dioksida, metana, dan hidrogen (hasil dari bakteri dalam usus)
Proporsi dari masing-masing gas tergantung dari: Jenis makanan, jumlah udara yang tertelan,
jenis bakteri dalam usus, dan berapa lama kita menhan flatus
5. Fisiologis
- Bau busuk pada flatus dikarenakan oleh kandungan hidrogen sulfida dan merkaptan (yang
mengandung sulfur) produksi dari bakteri usus.
7/30/2019 Penegakkan Diagnosis Apendisitis-Peritonitis
8/12
- Mekanisme bunyi flatus: sewaktu gas hendak ekspulsifotot-otot abdomen dan sfingter ani
eksternus kontraksitekanan intra-abdomen meningkatmelawan sfingter ani (gradien tekanan
mendorong udara keluar dengan kecepatan tinggi)gas keluar melalui lubang anus yang kecil
dan sempitvibrasibunyi khas
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien pada skenario datang ke IGD RSUD dr. Muwardi dengan keluhan utama nyeri
perut bagian bawah sejak 1 hari yang lalu, disertai mual dan muntah, tetapi masih bisa kentut dan
BAB. Nyeri abdomen dapat berasal dari organ dalam abdomen termasuk peritoneum viseral
(nyeri viseral) atau peritonium parietal atau dari otot, lapisan dari dinding perut (nyeri somatik).
Pada awal terjadinya akut abdomen biasanya disertai dengan muntah sebagai akibat rangsangan
refleks dari pusat muntah di formasio retikularis medulla oblongata. Sinyal sensoris yang
mencetuskan muntah terutama berasal dari faring, esofagus, lambung dan bagian atas usus halus.
Impuls saraf kemudian ditransmisikan oleh serabut saraf aferen vagal maupun oleh saraf simpatis
ke berbagai nukleus yang tersebar di batang otak yang kemudia dibawa oleh impuls-impuls
motorik melalui jalur saraf kranialis V, VII, IX, X, dan XII ke traktus gastrointestinalis bagian
atas, melalui nervus vagus dan simpatis ke traktus yang lebih bawah melalui saraf spinalis ke
diafragma dan otot abdomen. Pada tahap awal dari iritasi atau distensi berlebihan
gastrointestinal, antiperistaltik mulai terjadi dan ikut mendorong makanan yang sudah berada
pada lambung dan usus halus kembali ke saluran pencernaan bagian atas. Refleks muntah pada
awal terjadinya akut abdomEn biasanya tidak progresif. Keadaan pasien yang masih bisa kentut
dan BAB menandakan refleks flatus dan defekasi pasien masih normal, tidak ada gangguan
disekitar anus dan tidak terjadinya penumpukkan gas serta bahan-bahan sisa di abdomen.
Untuk menegakkan diagnosa pada pasien tersebut, telah dilakukan anamnesa dan beberapa
pemeriksaan fisik serta laboratorium. Vital sign pasien saat pemeriksaan pertama masih dapat
dikategorikan normal (TD: 120/80; nadi: 86 x/menit; RR: 20 x/menit) tetapi dengan suhu
tubuhnya 37,5C (subfebril). Dari hasil pemeriksaan abdomen, pada tahap inspeksi dilaporkan
bahwa abdomen sejajar dengan dada yang menandakan bahwa terjadi pembesaran abdomen
ringan. Hasil auskultasi bising usus positif normal yang berarti gerakan peristaltik dalam usus
masih berlangsung dan dalam batasan normal. Namun hasil palpasi nyeri tekan di daerah Mc
Burney yang positif menguatkan adanya radang pada appendix (appendisitis). Sedangkan
7/30/2019 Penegakkan Diagnosis Apendisitis-Peritonitis
9/12
defans muskular negatif menunjukkan tidak adanya rangsangan peritoneum parietale. Pada
pemeriksaan rectal toucher didapatkan tonus spincter ani normal dan mukosa licin, hal ini
menujukkan bahwa pasien dapat melakukan flatus dan BAB dengan baik dan tidak ada gangguan
disekitar anus. Pemeriksaan sarung tangan lendir/ darah negatif berarti tidak didapatkan tanda-
tanda keganasan.
Nyeri tekan pada jam 10-11 turut menguatkan adanya radang pada appendix, seperti telihat
pada pada gambar dibawah ini.
Pada pemeriksaan laboratorium diketahui : Hb 13,5 gr%, lekosit 11.000, Hct 40 %,
Netrophil segmen 85%. Kadar hemoglobin (N=12-16 gr/dl) dan hematokrit (N=38-48%)dalam
keadaan normal, namun jumlah leukosit (N=4,5-11.103/mm
3) tampak pada normal tinggi disertai
dengan peningkatan netrophil segmen (N=40-60%). Hal ini menunjukkan pasien mengalami
inflamasi awal yang berhubungan dengan nyeri daerah Mc Burney dan nyeri tekan pada jam 10-
11 pada rectal toucher sehingga kemungkinan besar pasien mengalami radang appendix
(appendicitis) tahap awal.
Appendicitis dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab, antara lain fecalit, infeksi
(menyebabkan hiperplasia jaringan limfoid submukosa) dan neoplasma yang ketiganya dapat
menyebabkan obstruksi lumen appendix. Adanya obstruksi berakibat mukus yang diproduksi
tidak dapat keluar dan tertimbun di dalam lumen appendix. Hal ini dapat menyebabkan
pembengkakan, infeksi dan ulserasi. Bila tekanan intraluminal meningkat karena penutupan
saluran maka dapat terjadi oklusi arteria terminalis (end artery) appendicularis yang akan
menyebabkan hipoksemia jaringan appendix.Akibat lain dari tertimbunnya mucus dan cidera
7/30/2019 Penegakkan Diagnosis Apendisitis-Peritonitis
10/12
iskemik didalam lumen appendix adalah terjadinya proliferasi bakteri normal dalam usus. Fase
inilah yang menyebabkan terjadi peningkatan jumlah limfosit dan netrophil segmen pada
pemeriksaan laboratorium. Selain itu, pasien juga mengeluh nyeri tekan kanan bawah, terutama
pada daerah Mc Burney.
Bila diagnosis sudah pasti, maka penatalaksanaan standar untuk penyakit radang usus buntu
(appendicitis) adalah operasi. Pada kondisi dini apabila sudah dapat langsung terdiagnosa
kemungkinan pemberian obat antibiotika dapat saja dilakukan, namun demikian tingkat
kekambuhannya mencapai 35%. Jika terjadi berkepanjangan maka bakteri tersebut dapat
menginvasi atau masuk ke dalam lumen usus dan menyebabkan radang di seluruh dinding
mukosa. pasien akan mengeluh nyeri yang bertambah parah di perut kanan bawah dan disertai
mual dan muntah. Bila radang mengenai peritoneum parietale appendix maka pasien akan
merasakan nyeri saat gerak aktif maupun pasif disertai defans muskular lokal karena rangsangan
peritoneum parietale.
Pembedahan dapat dilakukan secara terbuka atau semi-tertutup (laparoskopi). Setelah
dilakukan pembedahan, harus diberikan antibiotika selama 7-10 hari. Selanjutnya adalah
perawatan luka operasi yang harus terhindar dari kemungkinan infeksi sekunder dari alat yang
terkontaminasi. Namun pasien pada skenario tidak berkenan untuk dilakukan operasi.
Pada keadaan lebih lanjut akan terjadi appendicitis gangrenosa sehingga pasien mengalami
demam sedang, takikardi, dan leukositosis. Demam mengindikasikan adanya kuman yang telah
mencapai ambang endogen dan spirogen panas tubuh. Pada dasarnya inflamasi merupakan reaksi
lokal dari jaringan hidup terhadap suatu jejas. Reaksi tersebut meliputi reaksi vaskuler,
neurologik, humoral dan seluler. Fungsi inflamasi di sini adalah memobilisasi semua bentuk
pertahanan tubuh dan membawa mereka pada tempat yang terkena jejas dengan cara:
1. Mempersiapkan berbagai bentuk fagosit (lekosit polimorfonuklear, makrofag) pada tempat
tersebut.
2. Pembentukan berbagai macam antibodi pada daerah inflamasi.
3. Menetralisir dan mencairkan iritan.
4. Membatasi perluasan inflamasi dengan pembentukan fibrin dan terbentuknya dinding jaringan
granulasi.
Apendicitis gangrenosa bertambah parah dan menyebabkan perforasi. Kuman dan atau
toksin kuman menyebar ke seluruh bagian perut dan menimbulkan peritonitis. Peritonitis akut
7/30/2019 Penegakkan Diagnosis Apendisitis-Peritonitis
11/12
menyebabkan penurunan aktivitas motorik usus intestinal. Keadaaan ini menahan cairan dan gas
dalam tubuh lebih banyak. Oleh karena itu pada pemeriksaan abdomen didapat distensi abdomen
dan gangguan flatus. Akumulasi cairan juga menurunkan rangsang intake makanan. Oral intake
yang berkurang menurunkan volume intravena dan berefek pada jantung. Aliran balik jantung
yang berkurang berakibat pada penurunan cardiac output. Tubuh berusaha megompensasi
dengan meningkatan heart rate. Namur tekanan darah pasien menurun.
Perforasi berusaha diatasi oleh tubuh dengan proses pendindingan. Proses pendindingan
yang tidak berhasil menyebabkan keluhan nyeri bertambah sering dan parah, demam meninggi,
dehidrasi, toksik, sampai syok. Abses juga bisa terjadi dan menimbulkan demam yang remiten.
Sedangkan pendindingan yang berhasil menyisakan massa di perut kanan bawah namun keadaan
umum akan terus berangsur membaik. Dari penjelasan tersebut, pasien pada skenario tidak dapat
melakukan pendindingan dengan baik dan memperburuk keadaan.
Management peritonitis tergantung dari diagnosis penyebabnya. Hampir semua penyebab
peritonitis memerlukan tindakan pembedahan (laparotomi eksplorasi) termasuk untuk pasien
dalam skenario yang mengalami peritonitis akibat apendicits. Pertimbangan dilakukan
pembedahan antara lain :
1 Pada pemeriksaan fisik didapatkan defans muskuler yang meluas, nyeri tekan terutama jika meluas,
distensi perut, massa yang nyeri, tanda perdarahan (syok, anemia progresif), tanda sepsis (panas
tinggi, leukositosis), dan tanda iskemia (intoksikasi, memburuknya pasien saat ditangani)
2 Pada pemeriksaan radiology didapatkan pneumo peritoneum, distensi usus, extravasasi bahan
kontras, tumor, dan oklusi vena atau arteri mesenterika.
3 Pemeriksaan endoskopi didapatkan perforasi saluran cerna dan perdarahan saluran cerna yang tidak
teratasi.
4 Pemeriksaan laboratorium.
Pembedahan dilakukan bertujuan untuk :
1 Mengeliminasi sumber infeksi.
2 Mengurangi kontaminasi bakteri pada cavum peritoneal
3 Pencegahan infeksi intra abdomen berkelanjutan.
Apabila pasien memerlukan tindakan pembedahan maka kita harus mempersiapkan pasien untuk
tindakan bedah antara lain:
1 Mempuasakan pasien untuk mengistirahatkan saluran cerna.
7/30/2019 Penegakkan Diagnosis Apendisitis-Peritonitis
12/12
2 Pemasangan NGT untuk dekompresi lambung.
3 Pemasangan kateter untuk diagnostic maupun monitoring urin.
4 Pemberian terapi cairan melalui I.V
5 Pemberian antibiotic
6 Terapi bedah pada peritonitis antara lain :
Kontrol sumber infeksi, dilakukan sesuai dengan sumber infeksi.
1 Tipe dan luas dari pembedahan tergantung dari proses dasar penyakit dan keparahan infeksinya.
2 Pencucian ronga peritoneum: dilakukan dengan debridement, suctioning,kain kassa, lavase, irigasi
intra operatif.
3 Pencucian dilakukan untuk menghilangkan pus, darah, dan jaringan yang nekrosis.
4 Debridemen : mengambil jaringan yang nekrosis, pus dan fibrin.Irigasi kontinyu pasca operasi.
Terapi post operasi harus tetap dilakukan untuk menjaga stabilitas pasien, berupa:
1 Pemberian cairan I.V, dapat berupa air, cairan elektrolit, dan nutrisi.
2 Pemberian antibioticOral-feeding, diberikan bila sudah flatus, produk ngt minimal, peristaltic usus
pulih, dan tidak ada distensi abdomen.
Prognosis pasien peritonitis yang menjalani operasi umumnya baik. Namun bila tidak
dilakukan operasi, peritonitis ada pasien dapat bertambah parah dan menyebabkan syok, sepsis
bahkan berujung kematian.
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
Pada pemeriksaan I, pasien menderita apendicitis akut. Namun karena pasien menolak
dioperasi, apendicitis telah mengalai perforasi dan meluas menjadi peritonitis. Peritonitis dapat
diatasi dengan operasi. Penanganan dan manajement yang baik dapat menghindari keluhan
bertambah parah dan mencegah terjadinya syok dan sepsis.