162
1 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa sebagai suatu alat komunikasi dalam kehidupan sehari-hari tidak dapat dipisahkan dengan manusia, karena manusia menggunakan bahasa untuk berkomunikasi atau berinteraksi dengan sesama dalam sehari-hari sehingga bahasa memiliki peranan sangat penting bagi suatu masyarakat baik secara individu maupun kelompok. Bahasa dapat digunakan untuk menjalankan semua aktivitas atau kegiatan baik individu maupun kelompok. Bahasa itu merupakan alat komunikasi yang mutlak dan perlu. Bahasa memiliki fungsi sosial untuk berkomunikasi dengan sesama, dengan menggunakan bahasa maka komunikasi antar sesama dapat terjadi dengan baik. Penggunaan bahasa di masyarakat dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial seperti tingkat pendidikan, umur, jabatan, status sosial, dan jenis kelamin. Faktor situasional tentu saja juga dapat memengaruhi penggunaan dan cara manusia menggunakan bahasa. Seseorang yang sedang berbincang dengan teman dekatanya dalam situasi informal tentu akan menggunakan bahasa yang santai dan bisa berbeda dengan jika seseorang itu berada di kantor dalam situasi formal maka dia akan menggunakan bahasa yang baku. Oleh karena itu, faktor situasional yang dapat memengaruhi penggunaan bahasa yaitu seperti yang dirumuskan oleh pakar sosiolinguistik bahwa faktor situasional meliputi who speaks, what language, to whom and when yaitu siapa

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

  • Upload
    lecong

  • View
    225

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

1

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa sebagai suatu alat komunikasi dalam kehidupan sehari-hari tidak dapat

dipisahkan dengan manusia, karena manusia menggunakan bahasa untuk

berkomunikasi atau berinteraksi dengan sesama dalam sehari-hari sehingga

bahasa memiliki peranan sangat penting bagi suatu masyarakat baik secara

individu maupun kelompok. Bahasa dapat digunakan untuk menjalankan semua

aktivitas atau kegiatan baik individu maupun kelompok. Bahasa itu merupakan

alat komunikasi yang mutlak dan perlu. Bahasa memiliki fungsi sosial untuk

berkomunikasi dengan sesama, dengan menggunakan bahasa maka komunikasi

antar sesama dapat terjadi dengan baik. Penggunaan bahasa di masyarakat

dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial seperti tingkat pendidikan, umur, jabatan,

status sosial, dan jenis kelamin. Faktor situasional tentu saja juga dapat

memengaruhi penggunaan dan cara manusia menggunakan bahasa. Seseorang

yang sedang berbincang dengan teman dekatanya dalam situasi informal tentu

akan menggunakan bahasa yang santai dan bisa berbeda dengan jika seseorang itu

berada di kantor dalam situasi formal maka dia akan menggunakan bahasa yang

baku. Oleh karena itu, faktor situasional yang dapat memengaruhi penggunaan

bahasa yaitu seperti yang dirumuskan oleh pakar sosiolinguistik bahwa faktor

situasional meliputi who speaks, what language, to whom and when yaitu siapa

Page 2: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

2

2

yang berbicara, dengan bahasa apa, kapan, dimana, dan mengenai masalah apa

(Fishman dalam Suwito, 1983:2).

Pola perkembangan bahasa yang terus terjadi mengakibatkan bahasa menjadi

tidak tetap atau mengalami perubahan. Perubahan bahasa terjadi karena manusia

merupakan makhluk sosial yang selalu melakukan aktivitas, antara aktivitas yang

satu dengan yang lain tidak sama atau berbeda antara satu dengan yang lainnya,

dalam aktivitas tersebut penggunaan bahasa sangat berperan penting karena

bahasa digunakan sebagai alat untuk berkomuikasi dengan sesama. Bahasa dan

masyarakat tidak dapat dilepaskan karena dalam melakukan sesuatu masyarakat

selalu menggunakan bahasa. Disiplin ilmu sosiolinguistik yang mempelajari

hubungan antar bahasa dan penggunaanya di dalam suatu masyarakat.

Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam masyarakat, sosiolinguistik

menempatkan kedudukan bahasa dalam hubunganya dengan penggunaanya di

dalam masyarakat, ini berarti bahwa sosilinguistik memandang bahasa pertama-

tama sebagai sistem sosial dan sistem komunikasi, serta merupakan bagian dari

masyarakat dan kebudayaan tertentu (Suwito, 1983: 2).

Sebagai masyarakat multilingual penggunaan satu bahasa mungkin sulit

dilakukan. Seseorang menggunakan lebih dari satu bahasa yaitu bahasa Indonesia

sebagai bahasa nasional negara Indonesia dan bahasa daerah sebagai bahasa ibu

atau bahasa yang sering digunakan oleh seseorang yang menempati suatu daerah

tertentu. Oleh karena itu, dalam penggunaan bahasa tidak bisa terlepas dari

peristiwa kontak bahasa. Kontak bahasa merupakan peristiwa saling pengaruh

antara bahasa satu dengan bahasa yang lainnya. Dalam peristiwa kontak maka

masyarakat multilingual akan dihadapkan pada pemilihan kode sehingga muncul

Page 3: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

3

3

peralihan kode yang merupakan peralihan dari satu bahasa ke bahasa yang lain

yang disebut dengan alih kode dan campur kode.

Alih kode dan campur kode tersebut dapat ditemukan pada komunikasi antara

penjual dan pembeli di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan

Nogosari kabupaten Boyolali. Pasar hewan di dusun Purworejo desa Jeron

kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali ini diadakan setiap sepasar (lima hari)

sekali yaitu setiap pasaran Wage. Di pasar hewan ini hewan yang banyak dijual

adalah hewan sapi. Berbagai jenis sapi dijual di pasar ini seperti sapi betina, sapi

jantan, sapi metal, sapi perah serta masih banyak jenis sapi yang lain. Letaknya

yang strategis berada dipinggir jalan sehingga merupakan tempat yang sangat

cocok untuk dijadikan sebagai pasar hewan. Setiap Wage banyak para penjual dan

pembeli sapi mengunjungi pasar ini bahkan banyak pula yang dari luar kota

Boyolali seperti penjual dan pembeli dari Sragen, Karanganyar, Klaten,

Sukoharjo, Surakarta dan kota-kota yang lainnya, banyaknya para pembeli lebih

memilih membeli sapi di pasar ini karena sudah terkenal dengan harganya yang

lebih murah dibandingkan dengan pasar hewan yang lainnya.

Dalam penelitian ini akan membahas mengenai alih kode dan campur kode

dalam komunikasi penjual dan pembeli di pasar hewan dusun Purworejo desan

Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Berikut adalah contoh penggunaan

alih kode dalam komunikasi penjual dan pembeli di pasar hewan dusun Purworejo

desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali yang dapat ditemukan dari

observasi.

Page 4: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

4

4

Data 1

Pembeli (O2) : Sapimu sing etan karo sing kulon regane pas?, daknyang oleh

ora?, sing oleh dinyang sing ndi?

„Sapimu yang timur dan yang barat harganya pas?, saya tawar

boleh tidak?, yang boleh ditawar yang mana?‟

Penjual (O1) : Lha nek nganyang niku angsal mawon Mbah.

„Kalau menawar itu boleh saja Kek‟

Pembeli (O2) : Sing etan pa sing kulon ?

„Yang timur atau yang barat ?‟

Penjual (O1) : Nek sing etan aja, ning nek sing kulon dakwenehke.

„Kalau yang timur jangan, tapi kalau yang barat saya berikan‟

Pembeli (O2) : Aja larang-larang ngono lho.

„Jangan mahal-mahal begitu‟

Peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Senin 21 Desember 2015.

Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai penjual dan (O2) sebagai pembeli. Pada

data (1) tersebut terjadi peristiwa alih kode intern. Alih kode dari bahasa Jawa

ragam Krama ke dalam ragam bahasa Jawa Ngoko yang dilakukan oleh penjual

(O1). Pada awalnya (O1) menggunakan bahasa Jawa Krama kepada pembeli

yaitu, nganyang niku angsal mawon Mbah „menawar itu boleh saja Kek‟

kemudian beralih kode ke bahasa Jawa ragam Ngoko yaitu, nek sing etan aja,

ning nek sing kolon tak wenehi „kalau yang timur jangan, tapi kalau yang barat

saya berikan‟. Data 1 tersebut memiliki bentuk alih kode intern yaitu alih kode

bahasa Jawa ragam krama ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko. Fungsi peralihan

kode dalam data 1 tersebut adalah lebih argumentatif meyakinkan mitra tutur

bahwa boleh menawar dengan harga yang dikehendaki mitra tutur asalkan untuk

sapi yang disebelah barat dan bukan sapi yang sebelah timur. Sedangkan faktor

yang melatarbelakangi penggunakan alih kode pada data 1 tersebut adalah lawan

tutur (O2). Yaitu penjual (O2) mulanya menggunakan bahasa Jawa ragam krama

saat berbicara dengan pembeli (O2) karena menghormati dan belum akrab dengan

(O2) sebagai pembeli. Komunikasi (O1) beralih kode ke bahasa Jawa ragam

Page 5: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

5

5

ngoko karena lawan tutur pembeli (O2) menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko,

sehingga (O1) ingin mengimbangi bahasa yang digunakan oleh lawan tutur.

Bagaimanakah bentuk alih kode, fungsi alih kode, dan faktor yang

melatarbelakangi terjadinya alih kode dalam komunikasi penjual dan pembeli di

pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali

pada data selanjutnya?. Ditemukan bentuk, fungsi, dan faktor yang

melatarbelakangi terjadinya alih kode yang sama dengan data 1 di depan atau

ditemukan bentuk, fungsi, dan faktor yang melatarbelakangi terjadinya alih kode

yang berbeda dengan data 1 di depan?.

Data selanjutnya yaitu contoh penggunaan campur kode dalam komunikasi-

komunikasi penjual dan pembeli di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron

kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali.

Data 2

Penjual (O1) : Piye nek pilih sing tipe iki, luwih apik tinimbang tipe sing kuwi

ngarepmu kuwi mas.

„Bagaimana kalau pilih yang jenis ini, lebih bagus daripada jenis

yang itu depan Anda itu Mas‟

Peristiwa tutur pada data 2 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron

kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung

terjadi pada hari Senin 21 Desember 2015 pukul 09:30 WIB. Komunikasi

dilakukan oleh (O1) sebagai penjual yang menjelaskan tentang jenis-jenis sapi

yang dia jual kepada pembeli agar pembeli tertarik membeli sapinya, situasi

komunikasi yang terjadi santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat peristiwa

campur kode berupa penggunaan kata dari bahasa lain yang dilakukan oleh

pembeli (O2). Pada kalimat berbahasa Jawa ragam ngoko yaitu, piye nek pilih sing

Page 6: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

6

6

tipe iki, luwih apik tinimbang tipe sing kuwi ngarepmu kuwi Mas „Bagaimana

kalau pilih yang jenis ini, lebih bagus daripada jenis yang itu depan Anda itu

Mas‟. Campur kode ini disebut campur kode intern yaitu terdapat penggunaan

kata dari bahasa Indonesia yaitu kata tipe yang disisipkan ke dalam bahasa Jawa

ragam ngoko yang tidak menunjukan adanya fungsi. Beban makna penggunaan

campur kode pada data 2 di depan adalah bahasa yang digunakan lebih bervariasi.

O2 menunjukan bahwa dirinya menguasai bahasa Indonesia sehingga memasukan

kata tipe dalam tuturannya kepada pembeli yang memilih sapi. Latar belakang

yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah keinginan untuk menjelaskan

atau menafsirkan, penutur O1 ingin menjelaskan berbagai jenis sapinya kepada

pembeli sehingga dia memasukan kata dari bahasa lain agar lebih nyaman untuk

menjelaskan. Latar belakang penggunaan campur kode ini disebut dengan faktor

praktikal, karena penutur lebih nyaman menggunakan bahasa lain untuk

menjelaskan atau menafsirkan. Bagaimanakah bentuk campur kode, fungsi

campur kode, dan faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode dalam

komunikasi penjual dan pembeli di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron

kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali pada data selanjutnya?. Ditemukan

bentuk, fungsi, dan faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode yang

sama dengan data 2 di depan atau ditemukan bentuk, fungsi, dan faktor yang

melatarbelakangi terjadinya campur kode yang berbeda dengan data 2 di depan?.

Kedua data tersebut terjadi pada komunikasi penjual dan pembeli di pasar hewan

dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali.

Penelitian sosiolinguistik yang pernah dilakukan terkait dengan alih kode

campur kode sebelumnya adalah sebagai berikut.

Page 7: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

7

7

1. Penggunaan Bahasa Jawa Etnis Cina di Pasar Gede Surakarta dalam

Ranah Jual Beli (Suatu Kajian Sosiolinguistik), skripsi oleh Ayu

Margawati Pamungkas, Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas

Maret Surakarta (2009). Penelitian ini mengkaji bentuk alih kode, campur

kode, dan interferensi dalam penggunaan Bahasa Jawa etnis Cina di Pasar

Gede Surakara. Alih kode yang ditemukan berupa alih kode bahasa

Indonesia ke dalam bahasa Jawa dan alih kode bahasa Jawa ke dalam

bahasa Indonesia. Campur kode yang diemukan berupa campur kode kata,

campur kode reduplikasi, dan campur kode frasa. terdapat interferensi

leksikal BC dan interferensi morfologi dalam penggunaan bahasa Jawa

etnis Cina di Pasar Gede Surakarta.

2. Pemakaian Alih Kode dan Campur Kode Bahasa Jawa di Pasar Elpabes

Proliman Balapan Surakara (Sebuah Tinjauan Sosioinguisik), Skripsi oleh

Sukmawan Wisnu Pradanta, (2013). Penelitian ini mengkaji bentuk alih

kode dan campur kode, fungsi alih kode dan campur kode, fakor yang

melatarbelakangi terjadinya alih kode dan campur kode yang terjadi di

Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta.

3. Alih kode dan Campur Kode Bahasa Jawa dalam Rapat Ibu-ibu PKK

Kepatihan Kulon Surakarta, Skripsi oleh Mundianita Rosita Vinansis,

(2011). Penelitian ini mengkaji bentuk alih kode dan campur kode, fungsi

penggunaan alih kode dan campur kode, dan faktor yang melatarbelakangi

terjadinya alih kode dan campur kode dalam rapat ibu-ibu PKK di

Kepatihan Kulon Surakarta.

Page 8: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

8

8

Dari beberapa penelitian sebelumnya, ternyata belum ada yang meneliti alih

kode dan campur kode dalam komunikasi penjual dan pembeli di pasar hewan

dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Fokus

kajian dalam penelitian ini merupakan fokus kajian yang baru meningat objek

kajiannya adalah baru. Oleh karena itu, penelitian ini diposisikan sebagai

penelitian baru, bukan merupakan penelitian lanjutan atau pemantapan dari

penelitian sebelumnya.

Pertimbangan lain tertarik untuk mengkaji peristwa alih kode dan campur

kode dalam komunikasi penjual dan pembeli di pasar hewan dusun Purworejo

desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali adalah sebagai berikut.

Pertama, pasar hewan di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron

kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali selalu banyak penjual dan pembeli dari

berbagai kota dari dalam maupun luar kota Boyolali sehingga di area tersebut

terjadi proses komunikasi yang besar. Kedua, mayoritas masyarakat yang

mengunjungi pasar hewan di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan

Nogosari kabupaten Boyolali menggunakan bahasa Jawa, tetapi juga menguasi

bahasa Indonesia dan sedikit bahasa asing. Ketiga, penjual dan pembeli di pasar

hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali

berasal dari wilayah yang berbeda-beda, usia, pendidikan, jabatan yang berbeda-

beda sehingga memiliki latar belakang sosial yang berbeda-beda pula. Keempat,

area komunikasi yang strategis yang mencerminkan adanya kedwibahasaan dan

penggunaan dua bahasa yang selalu berganti yang terjadi dalam peristiwa tutur.

Kelima, penelitian mengenai alih kode dan campur kode dalam komunikasi

penjual dan pembeli di pasar hewan di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron

Page 9: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

9

9

kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali belum pernah diteliti. Dari alasan

tersebut maka penulis mengambil judul “Alih Kode dan Campur Kode dalam

Komunikasi penjual dan pembeli di pasar hewan di pasar hewan dusun Purworejo

desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali.

B. Pembatasan Masalah

Untuk memudahkan pembahasan masalah agar sesuai dengan tujuan

penelitian, maka permasalahan dalam penelitian ini membatasi pada bentuk alih

kode dan campur kode, fungsi alih kode dan campur kode, dan faktor yang

melatarbelakangi terjadinya alih kode dan campur kode dalam komunikasi penjual

dengan pembeli di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari

kabupaten Boyolali.

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang tertulis di atas, maka dalam penelitian ini

dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah bentuk alih kode dan campur kode dalam komunikasi

penjual dan pembeli di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron

kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali ?

2. Bagaimanakah fungsi alih kode dan campur kode dalam komunikasi

penjual dan pembeli di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron

kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali ?

3. Bagaimanakah faktor yang melatarbelakangi penggunaan alih kode dan

campur kode dalam komunikasi penjual dan pembeli di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali ?

Page 10: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

10

10

D. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan bentuk alih kode dan campur kode dalam komunikasi

penjual dan pembeli di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron

kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali.

2. Mendeskripsikan fungsi alih kode dan campur kode dalam komunikasi

penjual dan pembeli di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron

kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali.

3. Mendeskripsikan faktor yang melatarbelakangi penggunaan alih kode dan

campur kode dalam komunikasi penjual dan pembeli di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat teoritis dan praktis dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat menambah khazanah teori sosiolinguistik, khususnya

mengenai alih kode dan campur kode Bahasa Jawa.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat:

a. Dapat menambah informasi hasil penelitian dengan kajian

sosiolinguistik.

b. Dapat memberi informasi tentang bahasa yang digunakan oleh penjual

dan pembeli sapi di pasar hewan dusun Purworejo deso Jeron

Page 11: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

11

11

kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali tentang penggunaan dua

bahasa dan satu bahasa dengan variasinya dalam komunikasi antara

penjual dan pembeli di pasar hewan dusun Purworejo deso Jeron

kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali yang mencerminkan adanya

masalah sosial dan situasional.

c. Penelitian ini bisa menjadi bahan acuan bagi penelitian sosiolinguistik

selanjutnya.

F. Landasan Teori

1. Sosiolinguistik

Sosiolinguistik merupakan teori-teori tentang hubungan

masyarakat dengan bahasa, sosiolinguistik juga mempelajari dan

membahas aspek-aspek kemasyarakatan bahasa khususnya perbedaan-

perbedaan yang terdapat dalam bahasa yang berkaitan dengan faktor-

faktor kemasyarakatan (Nababan 1993:2).

Sosiolinguistik merupakan antardisiplin antara sosiologi dan

linguistik. Sosiologi merupakan kajian yang objektif dan ilmiah mengenai

manusia di dalam masyarakat, dan mengenai lembaga-lembaga, dan proses

sosial yang ada di dalam masyarakat. Sedangkan linguistik adalah bidang

ilmu yang mempelajari bahasa, atau bidang ilmu yang mengambil bahasa

sebagai objek kajiannya. Dengan demikian, sosiolinguistik adalah bidang

ilmu antardisiplin yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan

penggunaan bahasa didalam masyarakat (Abdul Chaer dan Leonie

Agustina , 2004:2).

Page 12: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

12

12

Menurut Harimurti sosiolinguistik adalah cabang linguistik yang

mempelajari hubungan dan saling pengaruh antara perilaku bahasa dan

perilaku sosial (Kridalaksana, 2008:225)

Selanjutnya dapat disimpulkan bahwa sosiolinguistik adalah ilmu

interdispliner gabungan antara kebahasaan dan masalah sosial,

sosiolinguistik mempelajari penggunaan bahasa yang digunakan dalam

masyarakat yang menuturkannya.

2. Masyarakat Tutur

Suatu masyarakat atau sekelompok orang yang mempunyai verbal

repertoire yang relatif sama dan mempunyai penilaian yang sama terhadap

norma-norma pemakaian bahasa yang dipergunakan di dalam masyarakat

itu disebut dengan masyarakat tutur. Sifat masyarakat tutur yang besar dan

beragam antara lain ialah bahwa variasi dalam verbal repertoirenya

diperoleh terutama karena pengalaman dan diperkuat dengan interaksi

verbal langsung di dalam kegiatan tertentu (Suwito, 1983:20).

Pengertian ini diperkuat oleh para ahli bahasa lainnya yang

menyebutkan bahwa masyarakat tutur bukanlah hanya sekelompok orang

yang menggunakan bahasa yang sama, melainkan kelompok orang yang

mempunyai norma yang dalam menggunakan bentuk-bentuk bahasa.

Selain itu, untuk dapat disebut masyarakat tutur adalah adanya perasaan di

antara para penuturnya, bahwa mereka merasa menggunakan tutur yang

sama (Abdul Chaer dan Leonie Agustina, 2004: 38).

Dari beberapa pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa

masyarakat tutur adalah sekelompok masyarakat yang menggunakan

Page 13: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

13

13

bahwa yang sama dalam kelompok tersebut dan mempunyai norma yang

sama menggunakan bentuk-bentuk bahasa.

3. Hakikat Kedwibahasaan, Bilingualisme, dan Diglosia

Hakikat kedwibahasaan, bilingualisme, dan diglosia merupakan

kesanggupan atau kemampuan seseorang berdwibahasa yaitu memakai

dua bahasa, disebut bilingualitas (dari bahasa Inggris bilinguality). Jadi

orang yang berdwibahasa mencakup pengertian kebiasaan menggunakan

dua bahasa. Dapat dibedakan pengertian ini dengan kedibahasaan (untuk

kebiasaan) dan kedwibahasawan (untuk kemampuan) (Nababan, 1993:27).

Kedwibahasaan maupun diglosia pada hakikatnya ialah peristiwa

menyangkut pemakaian dua bahasa yang dipergunakan oleh seseorang

atau sekelompok orang dalam suatu masyarakat, maka antara kedua

peristiwa itu Nampak adanya hubungan timbal-balik yang mewarnai sifat

masyarakat tuturnya (Suwito, 1983:47).

Untuk menngunakan dua bahasa tentunya seseorang harus

menguasai kedua bahasa itu. Kedua bahasa tersebut berupa bahasa

pertama atau bahasa ibu dan bahasa kedua. Orang yang dapat

menggunakan dua bahasa itu disebut dengan dwibahasawan, sedangkan

kemampuan untuk menggunakan dua bahasa itu disebut kedwibahasaaan .

Pengertian diglosia diperinci oleh Harimurti Kridalaksana, diglosia

adalah situasi bahasa dengan pembagian fungsional atas variasi-variasi

bahasa yang ada. Satu variasi diberi status “tinggi” dan pakai untuk

penggunaan resmi atau penggunaan publik dan mempunyai status

Page 14: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

14

14

“rendah” dan dipergunakan untuk komunikasi tak resmi dan strukturnya

disesuaikan dengan sluran komunikasi lisan (2008: 50).

Dapat disimpulkan bahwa kedwibahasaan , bilingualisme, dan

diglosia adalah seseorang atau sekelompok orang yang menggunakan

lebih dari dua bahasa atau menguasai dua bahasa . Orang yang

menggunakan dua bahasa disebut dwibahasawan dan kemampuan

menggunakan dua bahasa disebut kedwibahsaaan.

4. Pembagian Tingkat Tutur Bahasa Jawa (Undha-usuk)

Terdapat dua teori pembagian tingkat tutur yaitu pembagian tingkat

tutur tradisional dan pembagian tingkat tutur baru. Pembagian tingkat tutur

tradisional dikemukakan oleh Ki Padmasusastra yang secara sistematis

dapat dipaparkan sebagai berikut:

a. Basa Ngoko: c. Basa Madya

1). Ngoko Lugu 1). madya-ngoko

2). Ngoko andhap (a). antya-basa 2). madya-krama

(b). basa-antya 3). madyantara

b. Basa Krama: d. Krama Desa

1). wredha-krama e. Krama Inggil

2). wudha-krama f. Basa Kedhaton

3). kramantara g. Basa Kasar

Ciri pokok pembagian tingkat tutur tersebut terletak pada bentuk

katanya dimana satu jenis dengan jenis lainya saling berbeda (Ki

Padmasusastra dalam Sudaryanto, 1989: 98-99). Namun menurut para

Page 15: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

15

15

pakar, pembagian tingkat tutur sebagaimana yang dipaparkan di depan

terlalu dikemas, teoretis dan agak artifisial untuk bahasa Jawa sekarang.

Hal tersebut menjadi hambatan untuk generasi muda dalam memahami

tingkat tutur bahasa Jawa saat ini, sehingga muncul pendapat teori tingkat

tutur yang baru.

Teori tingkat tutur yang baru telah diungkapkan oleh beberapa

pakar salah satunya adalah Sudaryanto. Menurutnya, pembagian tingkat

tutur bahasa Jawa secara relistis hanyalah ada empat yaitu ngoko, ngoko

alus, krama, krama alus. Pembagian empat dengan penyebutan atau

penamaan semacam itu menyarankan adanya konsep unsur tingkat halus

yang hadir bersama dan di dalam bentuk ngoko dan krama (1989-103).

Dari uraian di atas, dapat diambil kesimpulan yaitu tingkat tutur

atau unggah-ungguh bahasa Jawa menurut teori tradisional sudah tidak

relevan lagi digunakan di era sekarang ini sehingga digunakan teori tingkat

tutur yang baru. Penelitian ini menggunakan gambaran pembagian tingkat

tutur yang dikemukakan oleh Sudaryanto.

Dapat disimpulkan bahwa tingkat tutur atau unggah-ungguh dibagi

menjadi empat bentuk yaitu ragam ngoko, ngoko alus, krama, krama alus.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan tingkat tutur ngoko dan krama.

5. Kode

Sebelum membicarakan mengenai alih kode dan campur kode

perlu diketahui terlebih dahulu mengenai pengertian kode. Kode adalah

suatu sistem tutur yang penerapannya serta unsur kebahasaannya

mempunyai ciri khas sesuai dengan latarbelakang penutur, relasi penutur

Page 16: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

16

16

dengan lawan tuturnya dalam situasi tutur yang ada (Soepomo

Poedjosoedarmo, 1986: 30).

Kode merupakan lambang atau sistem ungkapan yang dipakai

untuk menggambarkan makna tertentu. Bahasa manusia adalah sejenis

kode. Kode juga dapat disebut sebagai sistem bahasa dalam suatu

masyarakat, dan kode merupakan variasi tertentu dalam suatu bahasa

(Kridalaksana, 2008:127).

Kode merupakan bagian dari bahasa. Istilah kode dimaksudkan

untuk menyebut suatu varian hierarki kebahasaan seperti variasi resional,

variasi khas sosial, ragam, gaya, kegunaaan, dan sebagainya (Suwito,

1983:67).

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kode

adalah unsur kebahasaan yang berupa variasi-variasi bahasa yang

digunakan masyarakat dalam berkomunikasi. Variasi-variasi bahasa bisa

berwujud ragam bahasa, gaya, dialek, dan lain sebagainya sehingga kode

berbeda dengan satuan lingual bahasa.

6. Alih Kode

Menurut Suwito alih kode adalah peristiwa peralihan dari kode

yang satu ke kode yang lain. Apabila yang terjadi adalah antar bahasa asli

dengan bahasa asing, maka disebut alih kode ekstern (1983:68-69).

Menurut Harimurti Kridalaksana mengungkapkan bahwa alih kode

adalah penggunaan variasi bahasa lain atau bahasa lain dalam satu

peristiwa bahasa sebagai strategi menyesuaikan diri dengan peran atau

situasi lain, atau karena adanya partisipan lain (2008: 9).

Page 17: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

17

17

Penggunaan dua bahasa atau lebih, atau dua varian dari sebuah

bahasa dalam suatu masyarakat tutur disebut dengan alih kode. Bahasa

atau ragam yang digunakan tersebut masih memiliki fungsi otonomi

masing-masing dilakukan dengan sadar, dan sengaja dengan sebab-sebab

tertentu (Abdul Chaer dan Leonie Agustina, 2004: 114).

Menurut salah seorang pakar sosiolinguistik bahwa alih kode

merupakan pergantian bahasa atau ragam bahasa tergantung pada keadaan

atau keperluan berbahasa itu. Konsep alih kode ini juga mencakup

kejadian dimana terjadi peralihandari satu ragam fungsiolek ke ragam lain,

atau dari satu dialek ke dialek yang lain, dan sebagainya(Nababan,

1993:31).

Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa alih

kode adalah peralihan dari satu kode ke kode yang lain. Perubahan kode

tersebt tidak semata-mata terjadi begit saja, akan tetapi setiap kode itu

masih memiliki fungsi-fungsi tersendiri sesuai dengan konteks dan fungsi

masing-masing bahasa disesuaikan dengan situasi yang relevan dengan

perubahan konteks.

Contoh alih kode adalah sebagai berikut

Data 3

Pembeli (O1) : Bu, nasi rames dua ya.

„Bu, nasi rames dua ya‟

Penjual (O2) : Paringi endhog boten Mbak? .

„Diberi telur tidak Mbak?‟

Pembeli (O1) : “Setunggal paringi, setunggal boten Bu”

„Satu diberi, satu tidak Bu.‟

Page 18: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

18

18

Peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Senin 21

Desember 2015. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai pembeli dan

(O2) sebagai penjual. Pada data (3) diatas terjadi peristiwa alih kode

intern. Alih kode dari bahasa Indonesia ke dalam ragam bahasa Jawa

krama yang dilakukan oleh pembeli (O1). Pada awalnya (O1)

menggunakan bahasa Jawa Indonesia kepada penjual yaitu, Bu, nasi

rames dua ya „Bu, nasi rames dua ya‟, kemudian beralih kode ke bahasa

Jawa ragam krama yaitu, setunggal paringi, setunggal boten Bu”. „satu

diberi, satu tidak Bu‟. Fungsi peralihan kode dalam komunikasi tersebut

adalah lebih komunikatif menjawab pertanyaan dari lawan tutur penjual

(O2) menjelaskan pesanan makanan yang O1 inginkan. Sedangkan faktor

yang melatarbelakangi menggunakan alih kode adalah lawan tutur (O2).

Yaitu pembeli (O1) mulanya menggunakan bahasa Jawa ragam Indonesia

saat memesan makanan kepada penjual (O2). Komunikasi (O1) beralih

kode ke bahasa Jawa ragam krama karena lawan tutur pembeli (O2)

menggunakan bahasa Jawa ragam krama, sehingga (O1) ingin

mengimbangi bahasa yang digunakan oleh lawan tutur.

a. Bentuk Alih Kode

Alih kode mungkin berwujud alih kode varian, alih ragam , alih

gaya atau alih register. Ciri-ciri alih kode adalah penggunaan dua bahasa

atau lebih ditandai oleh (a) masing-masing bahasa masih mendukung

fungsi-fungsi tersendiri sesuai dengan konteksnya. (b) fungsi masing-

masing bahasa disesuaikan dengan situasi yangrelevan dengan perubahan

konteks (Suwito, 1983: 68-69). Dapat dikatakan bahwa alih kode

Page 19: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

19

19

menunjukkan suatu gejala adanya saling ketergantungan antara fungsi

kontekstual dan situasi relevensial di dalam pemakaian dua bahasa atau

lebih.

Dapat disimpulkan bahwa bentuk alih kode adalah varian , alih

ragam, alih gaya dan alih register. Alih kode dapat dapat dilihat dari alih

bahasa dan alih ragam dalam dua konteks yang berbeda, alih kode ditandai

dengan dialihkannya satu bahasa ke bahasa lain sesuai dengan konteks

situasi yang berbeda.

kode terjadi apabila penuturnya merasa bahwa situasinya relevan

dengan peralihan kodenya. Dengan demikian alih kode menunjukkan suatu

gejala saling ketergantungan antara fungsi kontektual dan relevensial di

dalam pemakaian suatu bahasa atau lebih (Suwito, 1983: 69).

Pendapat lain memberikan gambaran tentang fungsi alih kode

yaitu (1) memenuhi kebutuhan yang bersifat linguistik memilih kata, frasa,

kalimat, wacana yang tepat, (2) menyambung pembicaran sesuai dengan

bahasa yang digunakan terakhir (trigerring), (3) mengutip kalimat orang

lain, (4) menyebutkan orang yang dimaksud dalam pembicaraan, (5)

mempertegas pesan pembicaraan, menyangkut atau menekan argumen

(topper) mempertegas keterlibatan pembicaraan (mempersonifikasikan

pesan ), (7) menandai dan menegaskan identitas kelomok (solidaritas), (8)

menyampaikan hal-hal rahasia, kemarahan, dan kejengkelan, (9) membuat

orang lain yang tak dikehendaki tidak bisa memahami pebbicaraan , dan

(10) mengubah peran pembicaraan, menaikan status, menegaskan otoritas,

memperlihatkan kepandaian (Grosjean dalam Prysta Widyana, 2012:20).

Page 20: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

20

20

Dari acuan di atas fungsi alih kode yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu, (1) lebih argumentatif untuk meyakinkan kepada mitra

tutur, (2) lebih komunikatif, (3) memberikan penghormatan , (4)

mempertegas pembicaraan.

b. Faktor yang Melatarbelakangi Pemakaian Alih Kode

Alih kode adalah peristiwa kebahasaan yang disebabkan oleh

faktor-faktor diluar bahasa, terutama faktor-faktor yang siftnya sosio-

situasional. Beberapa faktor-faktor tersebut yakni sebagai berikut.

1) Penutur (O1)

Seorang penutur kadang-kadang dengan sadar berusaha beralih

kode terhadap lawan tuturnya karena suatu maksud. Biasanya

usaha tersebut dilakukan untuk mengubah situasi, misalnya

situasi resmi menjadi tidak resmi dan sebaliknya.

2) Lawan tutur (O2)

Setiap penutur pada umumya ingin mengimbangi bahasa yang

ingin dipergunakan oleh lawan tuturnya. Di dalam masyarakat

multilingual itu berarti bahwa sesorang penutur mungkin harus

beralih kode sebanyak kali lawan tutur yang dihadapinya.

3) Hadirnya penutur ketiga (O3)

Dua orang yang berasal dari kelompok etnik yang sama pada

umumnya saling berinteraksi dengan bahasa kelompok

etniknya. Tetapi apabila hadir orang ketiga dalam

pembicaraaan itu. Dan orang itu berada berbeda latar

Page 21: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

21

21

kebahasaannya, biasanya dua orang yang pertama beralih kode

ke bahasa yang dikuasai oleh ketiganya.

4) Pokok pembicaraan (topik)

Pokok pembicaraan atau topik merupakan faktor yang termasuk

dominan dalam menentukan terjadinya alih kode. Pokok

pembicaraan pada dasarnya dibedakan menjadi dua golongan

besar yaitu pokok pembicaraan yang bersifat formal (baku) dan

pokok pembicaraan yang bersifat informal (santai) Apabila

seseorang penutur mula-mula berbicara tentang hal-hal yang

sifatnya formal, dan kemudian beralih ke masalah-masalah

informal, maka akan dibarengi pula dengan peralihan kode dari

bahasa baku ke bahasa takbaku atau santai

5) Untuk membangkitkan rasa humor

Alih kode dimanfaatkan oleh guru, pemimpin rapat, atau

pelawak untuk membangkitkan rasa humor.

6) Untuk sekedar bergengsi

Sebagai penutur ada yang beralih kode sekedar untuk

bergengsi. Hal itu seiring terjadi apabila baik faktor situasi,

lawan bicara, topik, dan faktor-faktor sosio-situasional yang

lainnya sebenarnya tidak mengharuskan dia untuk beralih kode.

Atau dengan kata lain, baik fungsi kontekstual maupun situasi

releveninya tidak mendukung peralihan kodenya (Suwito,

1983: 72-74).

Page 22: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

22

22

Dari beberapa acuan di atas, faktor yang melatarbelakani alih kode

yang digunakan dalam penelitian ini adalah faktor sosio-situasional, yaitu

(1) penutur (O1), (2) Lawan tutur (O2), (3) Hadirnya penutur ketiga (O3),

(4) topik yang dibicarakan , dan (5) untuk membangkitkan rasa humor.

7. Campur Kode

Menurut Harimurti Kridalaksana, campur kode yaitu penggunaan

satuan bahasa dari bahasa satu ke dalam bahasa lain untuk memperluas

gaya bahasa atau ragam bahasa, termasuk di dalamnya pemakain kata,

klausa, idiom, dan sapaan (2008:40).

Menurut Suwito terjadinya campur kode merupakan

ketergantungan bahasa dalam masyarakat multilingual. Di dalam campur

kode ciri-ciri ketergantungan ditandai oleh hubungan timbal balik antara

peranan dan fungsi kebahasaan. Peranan yang dimaksudkan adalah siapa

yang menggunakan bahasa itu, sedangkan fungsi kebahasaan berarti apa

yang hendak dicapai oleh penutur dengan tuturannya. Ciri lain dari gejala

dari campur kode adalah bahwa unsur-unsur bahasa atau varian-variannya

yang menyisip di dalam bahasa lain tidak lagi memiliki fungsi-fungsi

tersendiri (1983: 75).

Pendapat lain bahwa di dalam campur kode ada sebuah kode utama

atau kode dasar yang digunakan dan memiliki fungsi dan keotonomiannya,

sedangkan kode-kode yang terlontar dalam peristiwa tutur itu hanyalah

Page 23: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

23

23

sebuah serpihan-serpihan (pieces) saja, tanpa fungsi atau keotonomiannya

sebagai sebuah kode (Abdul Chaer dan Leonie Agustina, 2004:114).

Ciri yang menonjol dalam campur kode adalah kesantaian atau

situasi informal. Dalam situas berbahasa formal, jarang terjadi campur

kode, kalau terjadi campur kode dalam keadaan itu karena tidak ada kata

atau ungkapan yang tepat untuk menggantikan bahasa yang sedang dipakai

sehingga perlu memakai kata atau bahasa daerah atau bahasa asing

(Nababan, 1993:32).

Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa

campur kode adalah penyisipan suatu bahasa ke dalam bahasa lain atau

bahasa inti yang berupa kata, klausa, idiom, dan sapaan. Penyisipan suatu

bahasa ke dalam bahasa lain tidak memiliki fungsi tersendiri sehingga

berbeda dengan alih kode.

Contoh campur kode adalah sebagai berikut.

Data 4

Pembeli (O1) : Pit onthel cilikmu kuwi regane pira Mas? .

„Sepeda onthel kecilmu itu harganya berapas Mas?‟

Penjual (O2) : Kuwi durung rampung lehku ndandani Mas.

„Itu belum selesai saya perbaiki Mas‟

Pembeli (O1) : Rampungana sik saknu, tak tukune, second ta kuwi?

„Selesaikan dulu saja, saya beli, second kan itu ?‟

Peristiwa tutur pada data 4 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo

desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur

yang berlangsung terjadi pada hari Sabtu 26 Desember 2015 pukul 12:30

WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai pembeli yang menanyakan

Page 24: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

24

24

harga sepeda kepada penjual (O2), situasi komunikasi yang terjadi santai.

Dalam komunikasi tersebut terdapat peristiwa campur kode berupa

penggunaan kata dari bahasa lain yang dilakukan oleh pembeli (O1). Pada

kalimat berbahasa Jawa ragam ngoko yaitu, rampungana sik saknu, tak

tukune, second ta kuwi? „selesaikan dulu saja, saya beli, second kan itu ? .

Campur kode ini disebut campur kode ekstern yaitu terdapat penggunaan

kata dari bahasa Inggris yaitu kata second yang disisipkan ke dalam

bahasa Jawa ragam ngoko. Beban makna penggunaan campur kode pada

data 4 tersebut adalah lebih mudah dipahami. Latar belakang yang

menyebabkan terjadinya campur kode adalah faktor lingual, karena tidak

ada padanannya dalam bahasa yang digunakan.

a. Bentuk Campur Kode

Campur kode itu dapat berupa pencampuran serpihan kata,

frasa, dan klausa suatu bahasa itu di dalam bahasa lain yang

digunakan (Abdul Chaer dan Leonie Agustina, 2004: 154).

Pendapat ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh salah seorang

pakar sosiolinguistik bahwa berdasarkan unsur-unsur kebahasaan

yang terlibat di dalamnya campur kode dibedakan menjadi:

1) Penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata.

2) Penyisipan unsur-unsur yang berwujud frasa.

3) Penyisipan unsur-unsur yang berwujud baster (gabungan

pembentukan kata asli dan asing).

4) Penyisipan unsur-unsur yang berwujud pengulangan kata

5) Penyisipan unsur-unsur yang berwujud ungkapan atau idiom.

Page 25: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

25

25

6) Penyisipan unsur-unsur yang berwujud klausa (Suwito,

1983:78-80).

Dari acuan di atas bentuk campur kode yang digunakan

dalam penelitian ini adalah campur kode penggunaan unsur bahasa

lain berwujud (1) kata, (2) frasa, (3) perulangan kata.

b. Fungsi Campur Kode

Menurut Suwito (dalam Dwi Sutana, 20: 17) dalam campur

kode ciri-ciri ketergantungan ditandai dengan adanya hubungan

timbal balik antar peranan dan fungsi kebahsaan. Peranan maksud

siapa yang menggunakan bahasa itu, sedangkan fungsi kebahasaan

berarti apa yang hendak dicapai penutur dengan tuturannya.

Berdasarkan pendapat Suwito tersebut, Dwi Sutana (2000 76-89)

membagi beberapa fungsi campur kode adalah (1) sebagai

penghormatan, (2) menegaskan suatu maksud tertentu, (3)

menunjukan identitas diri, (4) pengaruh materi pembicaraan.

Selanjutnya dipaparkan bahwa tujuan penutur (penceramah)

melakukan campur kode pada kegiatan penceramah kegiatan

kegunaan adalah untuk (1) bergengsi, (2) bertindak sopan, (3)

melucu, dan (4) menjelaskan. Kemudian dijelaskan lagi faktor

eksternal ditentukan oleh ketepatan rasa (makna) dan kurangnya

kosakata ( I Nengah Budiasa, 2008: 136).

Dari beberapa acuan di atas, fungsi campur kode yang

digunakan dalam penelitian ini adalah (1) bahasa yang digunakan

Page 26: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

26

26

lebih bervariasi, (2) lebih mudah dipahami, (3) menegaskan

penekanan atau maksud, (4) menunjukkan identitas diri.

c. Faktor yang melatarbelakangi Campur Kode

Campur kode terjadi karena hubungan timbal balik antara

peranan (penutur), bentuk bahasa, dan fungsi bahasa. Artinya

penutur yang mempunyai latarbelakang sosial tertentu. Pemilihan

bentuk campur kode demikian dimaksudkan untuk menunjukkan

status sosial dan identitas pribadinya di dalam masyarakat (Suwito,

1983: 78).

Mengenai latarbelakang terjadinya campur kode pada

dasarnya dapat dikategorikan menjadi dua tipe yaitu tipe yang

melatarbelakangi pada sikap (attitudinal type) dan tipe yang

melatarbelakangi kebahasaan (linguistic type). Kedua tipe itu

saling bergantung dan tidak jarang bertumpang tindih. Atas dasar

tersebut penyebab terjadinya campur kode dapat diidentifikasikan

sebagai beberapa alas an yaitu sebagai berikut.

1) Identifikasi peran sosial (sosial, register edukasional).

2) Identifikasi ragam (ditentukan oleh bahasa dimana penutur

melakukan campur kode yang menempatkan dia pada

hierarki status sosialnya).

3) Keinginan untuk menjelaskan dan menafsirkan (campur

kode menandai sikap dan hubungan terhadap orang lain atau

sebaliknya) (Suwito, 1983:77).

Page 27: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

27

27

Kemudian faktor penyebab terjadinya campur kode juga

dibedakan atas dua aspek, yaitu eksternal dan aspek internal. Aspek

eksternal merupakan potensi di luar bahasa, yaitu mengungkapkan

potensi kebahasaan penutur. Sedangkan aspek internal merupakan

kebalikannya, yaitu terikat dengan potensi bahasa itu sendiri dalam

keberadaannya di masyarakat (I Nengah Budiasa, 2008:134).

Dari beberapa acuan di atas, faktor yang melatarbelakangi campur

kode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, (1) identifikasi peran

sosial penutur, (2) tidak ada padanannya dalam bahasa yang digunakan,

dan (3) keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan.

8. Komponen Tutur

Peristiwa tutur adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi

dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu

penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu,

tempat, situasi tertentu (Chaer dan Agustina, 2004: 46)

Sebuah percakapan baru dapat disebut sebagai sebuah peristiwa

tutur harus memenuhi syarat delapan komponen, yang bila huruf-huruf

pertamanya dirangkaikan sebagai akronim SPEAKING (Del Heymes

dalam Chaer Agustina, 2004:47). Singkatan SPEAKING ini merupakan

fonem awal dari faktor-faktor yang terjadinya peristiwa tutur, berikut

penjelasan akronim tersebut.

S : Setting dan scene yaitu tempat bicara dan suasana bicara

(misalnya ruang diskusi dan suasana diskusi).

Page 28: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

28

28

P : Participant adalah pembicara, lawan bicara dan pendengar.

Dalam diskusi adalah seluruh peserta diskusi.

E : End atau tujuan adalah tujuan akhir diskusi.

A : Act adalah suatu peristiwa di mana seorang pembicara sedang

mempergunakan kesempatan bicaranya.

K : Key adalah nada suara dan ragam bahasa yang digunakan dalam

menyampaikan pendapatnya, dan cara mengemukakan pendapatnya.

I : Instrument adalah alat untuk menyampaikan pendapat. Misalnya

secara lisan, tertulis, lewat telpon dan sebagainya.

N : Norma adalah aturan permainan yang harus ditaati oleh setiap

peserta diskusi.

G : Genre adalah jenis kegiatan diskusi yang mempunyai sifat-sifat

lain dari jenis kegiatan yang lain (Suwito, 1983: 32-33).

Disimpulkan bahwa syarat peristiwa tutur harus memenuhi

komponen tutur SPEAKING. Komponen tutur tersebut merupakan faktor

yang melatarbelakangi tuturan beserta fungsi yang merupakan pengaruh

bentuk tutur. Dalam penelitian ini menggunakan komponen tutur

SPEAKING untuk mengkaji bentuk alih kode dan campur kode, fungsi

penggunaan alih kode dan campur kode, serta faktor yang

melatarbelakangi terjadinya alih kode dan campur kode dalam komunikasi

penjual dan pembeli di Pasar Hewan Dusun Purworejo Desa Jeron

Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali.

Page 29: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

29

29

9. Konsepsi Jual Beli dalam Masyarakat Jawa.

Masyarakat Jawa tentu sudah tidak asing lagi dengan sistem

penanggalan Jawa yang dipakai untuk hari pasaran pancawara (siklus

pekan) yang terdiri dari Legi, Pahing, Pon, Wage, Kiwon. Masyarakat

Jawa sering menggunakan penanggalan dengan sistem siklus pekan

tersebut untuk mengadakan pasar yang hanya di adakan setiap satu pekan

sekali. Pasar hewan di Dusun Purworejo Desa Jeron Kecamatan Nogosari

Kabupaten Boyolali ini diadakan setiap sepasar (lima hari) sekali yaitu

setiap pasaran hari Wage. Di pasar hewan ini hewan yang banyak dijual

ialah hewan sapi. Berbagai jenis sapi dijual di pasar ini seperti sapi betina,

sapi jantan, dan sapi perah. Letaknya yang strategis berada di pinggir jalan

sehingga merupakan tempat yang cocok untuk dijadikan sebagai pasar

hewan. Setiap wage banyak para penjual dan pembeli sapi mengunjungi

pasar ini bahkan banyak pula yang dari luar kota Boyolali seperti penjual

dan pembeli dari Sragen, Karanganyar, Klaten, Sukoharjo, Surakarta dan

kota-kota yang lainnya, banyaknya para pembeli lebih memilih membeli

sapi di pasar ini karena sudah terkenal dengan harganya yang lebih murah

dibandingkan dengan pasar hewan lainnya. Selain penjual dan pembeli

sapi di pasar ini juga banyak penjual barang-barang lain yang masih ada

hubungannya dengan peternakan sapi, seperti penjual obat lain, penjual tali

tambang yang biasa digunakan untuk mengikat sapi, dan masih banyak

lagi.

Page 30: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

30

30

G. Metode Penelitian

Istilah metode dalam penelitian linguistik ditafsirkan sebagai

strategi kerja berdasarkan rancangan tertentu. Dengan demikian, rancangan

tersebut merupakan kerangka berpikir untuk menentukan metode sekaligus

teknik penelitian. Istilah teknik dapat diartikan sebagai langkah dalam

kegiatan yang terdapat pada kerangka srategi kerja tertentu. Secara lebih

khusus teknik adalah pengumpulan data dan teknik analisis data (Edi

Subroto, 1992: 32).

1. Tingkatan Penelitian

Penelitian ini deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif artinya studi

kasusnya mengarah pada pendeskripsian secara rinci, mendalam, dan

benar-benar potret kondisi tentang apa yang sebenarnya terjadi

menurut apa adanya di lapangan (Sutopo, 2002: 111). Sedangkan

penelitian kualitatif artinya teknik penentuan sampelnya dengan

cuplikan (nukilan) yang lazim juga disebut purposive sampling. Teknik

nukilan maksudnya sampel ditentukan secara selektif berdasarkan teori

yang dipakai, tujuan penelitian, dan permasalahan penelitian. Sumber

datanya diarahkan pada sumber data yang memiliki data penting,

produktif, sesuai dengan permasalahan penelitian teori dan tujuan

penelitian. (Sutopo, 2002: 36).

Oleh karena itu penelitian ini mendeskripsikan dan

menggambarkan fenomena kebahasaan serta sosial secara rinci dan

mendalam sesuai dengan fakta di lapangan. Data yang terkumpul

adalah bahasa komunikasi yang berupa kata-kata dan atau kalimat

Page 31: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

31

31

yang dianggap penting sesuai permasalahan yang akan diteliti, tujuan

penelitian, dan teori yang digunakan.

2. Alat Penelitiaan

Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat

utama dan alat bantu. Alat utama merupakan paling dominan dalam

penelitian, sedangkan alat bantu berguna untuk membantu jalannya

penelitian. Alat utama merupakan peneliti sendiri artinya kelenturan

sikap peneliti mampu menggapai makna dari berbagai interaksi

(Sutopo, 2002: 35-36). Selain itu, dengan ketajaman intuisi kebahasaan

(lingual) peneliti mampu membagi data secara baik menjadi beberapa

unsur (Sudaryanto, 1993 31-32). Peneliti sendiri dengan instuisi

lingual (kebahasaan) peneliti bisa bekerja secara serta merta

menghayati terhadap bahasa yang diteliti secara utuh (Edi Subroto,

1992: 23).

Alat bantu dalam penelitian ini meliputi alat elektronik dan alat

tulis-menulis, alat elektonik berupa laptop, handphone (alat perekam),

dan flashdisk. Alat tulis berupa pensil, bolpoin, stabile, kertas dan

buku tulis.

3. Data dan sumber Data

Data dapat dijadikan sebagai bahan penelitian, dan bahan

penelitian yang dimaksud adalah bukan bahan mentah melainkan

bahan jadi (Sudaryanto, 1990: 3). Data dalam penelitian ini adalah data

lisan yang berwujud tuturan yang digunakan dalam komunikasi di

Page 32: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

32

32

Pasar Hewan Dusun Purworejo Desa Jeron Kecamatan Nogosari

Kabupaten Boyolali yang mengandung alih kode dan campur kode.

Tuturan yang diambil adalah tuturan yang alami wajar. Alami atau

wajar maksudnya bahasa yang digunakan tidak direkayasa, tetapi

peristiwa dan bahasa yang berlangsung secara wajar atau alami dalam

komunikasi sehari-hari secara lisan.

Sumber data adalah si penghasil atau pencipta bahasa sekaligus

tentu saja si penghasil atau pencipta data yang dimaksud biasanya

dinamakan narasumber (Sudaryanto, 1993: 35). Sumber data secara

menyeluruh dapat dikelompokkan menjadi beberapa yaitu narasumber

(informan), peristiwa atau aktivitas, tempat atau lokasi, beragam

gambar, dan rekaman, serta dokumen atau arsip (Sutopo,2002: 50-54).

Sumber data pertama, berasal dari informan sebagai pengguna

bahasa dalam penelitian ini. Informan yang dimaksud adalah penjual

dan pembeli di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan

Nogosari kabupaten Boyolali. Sumber data yang kedua, adalah tempat

sasaran penelitian, yaitu pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron

kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Sumber data yang ketiga,

adalah kegiatan komunikasi oleh pedagang dan pembeli di pasar

hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten

Boyolali. Pasar hewan ini dipilih karena sebagai tempat sarana jual beli

hewan yang terdapat banyak penjual dan pembeli sapi dari berbagai

kota dan dengan latar belakang yang berbeda-beda. Oleh karena itu

Page 33: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

33

33

bahasa yang digunakan pun beragam dan memungkinkan terjadinya

alih kode dan campur kode.

4. Sampel

Sampel penelitian adalah data yang berasal dari sumber data yang

disahkan untuk dikaji dan dijadikan objek penelitian sesuai dengan

teori dan rumusan masalah yang digunakan dan tujuan penelitian.

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik

purposive sampling. Pada teknik purposive sampling pilihan sampel

ditentukan secara selektif berdasarkan teori yang dipakai, tujuan

penelitian, dan permasalahan penelitian. Sumber datanya diarahkan

pada sumber data yang memiliki data penting, produktif, sesuai dengan

permasalahan penelitian. (Sutopo, 2002: 36). Adapun sampel dalam

penelitian ini adalah tuturan dalam komunikasi penjual dan pembeli di

Pasar Hewan Dusun Purworejo Desa Jeron Kecamatan Nogosari

Kabupaten Boyolali.

5. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode merupakan cara mendekati, menganalisis, dan menjelaskan

suatu fenomena (Harimurti Kridalaksana, 2008:36). Metode

pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode

simak. Metode simak adalah menyimak penggunaan bahasa. Ini dapat

disejajarkan dengan pengamatan atau observasi dalam ilmu sosial

(Sudaryanto, 1993: 133). Metode simak dilakukan dengan menyimak

pengguaan bahasa penjual dan pembeli di Pasar Hewan Dusun

Page 34: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

34

34

Purworejo Desa Jeron Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali.

Teknik yang digunakan dalam metode ini berupa teknik dasar dan

teknik lanjutan.Teknik dasar yang dipakai adalah teknik sadap yaitu

menyadap penggunan bahasa dalam pembicaraan atau tuturan

informan. Setelah itu dilanjutkan dengan teknik lanjutan berupa teknik

simak bebas libat cakap (SBLC), rekam , dan catat.

Teknik simak bebas libat cakap (SBLC) adalah teknik untuk

memperoleh data di mana peneliti hanya berperan sebagai pengamat

pemakaian bahasa pada tuturan informan (Sudaryanto, 1993: 134).

Pada teknik ini peneliti hanya menyimak pembicaraan dari informan

yang dipilih. Peneliti tidak ikut campur dalam pembicaraan yang

dipilih. Peneliti tidak ikut campur dalam pembicaraan baik sebagai

pembicara maupun lawan bicara.

Teknik rekam yaitu teknik untuk memperoleh data dengan

menggunakan alat perekam yaitu handphone untuk merek am semua

tuturan informan. Perekaman dalam penelitian ini dilakukan tanpa

sepengetahuan penutur sumber data atau pembicara, sehingga data

yang diperoleh merupakan tuturan yang wajar atau alami.

Teknik catat yaitu mencatat data relevan yang sesuai dengan

sasaran atau tujuan penelitian. Teknik catat digunakan untuk mencatat

hasil observasi yang telah dilakukan peneliti. Selain itu, teknik catat

dilakukan untuk mentranskripsikan data yang berbentuk rekaman suara

ke dalam data yang berbentuk tulisan agar memudahkan penelitian.

Page 35: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

35

35

Adapun langkah-langkah pengumpulan data adalah pertama,

peneliti menyimak penggunaan bahasa dalam peristiwa tutur lalu

merekam semua data lisan. Kemudian peneliti mencatat hal-hal yang

dianggap penting dalam peristiwa tutur antara lainidentitas penutur ,

waktu, tempat, suasana tutur, topik pembicaraan. Data rekaman adalah

sumber data primer. Hasil rekaman berupa komunikasi antara penjual

dan pembeli di Pasar Hewan Dusun Purworejo Desa Jeron Kecamatan

Nogosari Kabupaten Boyolali. Kemudian semua hasil rekaman

ditranskripsi dan selanjutnya data yang dikumpulkan dipilih dan

dipilah berdasarkan permasalahan dengan cara menggunakan stabilo.

Kemudian yang terakhir menganalisis data sesuai rumusan yang

diajukan yaitu, bentuk alih kode dan campur kode, fungsi alih kode

dan campur kode, serta factkr yang melatarbelakangi alih kode dn

campur kode menggunakan metode distribusional dan metode padan.

6. Metode dan Teknik Analisis Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu distribusional

dan padan untuk menganalisis data. Metode distribusional yaitu

metode analisis data yang alat penentunya unsur dari bahasa yang

bersangkutan itu sendiri (Sudaryanto, 1993: 15). Metode distribusional

dalam penelitian ini menggunakan teknik BUL. (Bagi Unsur

Langsung). Teknik ini digunakan untuk membagi satuan lingual data,

menjadi unsur-unsur yang lebih kecil. Unsur –unsur yang lebih kecil

itu merupakan ruas-ruas data atau jeda-jeda data. Metode distribusional

dengan teknik BUL utamanya digunakan untuk mengkaji bentuk

Page 36: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

36

36

campur kode. Dari setiap ruas data itu dapat dikaji berdasar atas

SPEAKING.

Selanjutnya untuk menganalisis lebih luas dan mendalam

menggunakan metode padan. Metode padan adalah metode analisis

data yang alat penentunya di luar, terlepas dan tidak menjadi bagian

dari bahasa yang bersangkutan (Sudaryanto, 1993: 13). Teknik dasar

yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik Pilah Unsur

Penentu (PUP). Ada lima subjenis berdasarkan pada alat penentunya

yaitu alat penentunya berupa referent, alat ucap/organ wicara, bahasa

lain, bahasa tulisan, dan lawan bicara (Edi Subroto, 2007: 56-69).

Dalam penelitian ini menggunakan teknik dasar PUP. Dengan alat

penentunya berupa referen. Metode padan dengan alat penentunya

referen yaitu kenyataan yang ditunjuk bahasa (benda, barang, objek,

tindakan, peristiwa, perbuatan, kejadian, sifat, kualitas, keadaan,

derajat, jumlah, dan sebagainya). (Edi Subroto, 2007:59). Dalam

penelitian ini pendekatannya menggunakan SPEAKING. Pendekatan

dengan SPEAKING digunakan untuk mengkaji alih kode serta fungsi

dan faktor yang melatarbelakangi terjadinya alih kode, karena di

dalamnya mengandung fenomena sosial dan situasional penggunaan

bahasa. Contoh penerapan metode distribusional dan metode padan

pada penggunaan alih kode dalam komunikasi penjual dan pembeli di

Pasar Hewan Dusun Purworejo Desa Jeron Kecamatan Nogosari

Kabupaten Boyolali.

Page 37: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

37

37

Data 1

Pembeli (O2) :Sapimu sing etan karo sing kulon regane pas?, daknyang

oleh ora?, sing oleh dinyang sing ndi? .

„Sapimu yang timur dan yang barat harganya pas?, saya

tawar boleh tidak?, yang boleh ditawar yang mana?‟

Penjual (O1) :Lha nek nganyang niku angsal mawon Mbah.

„kalau menawar itu boleh saja Kek‟

Pembeli (O2) :Sing etan pa singkulon ? .

„yang timur apa yang barat‟

Penjual (O1) : Nek sing etan aja, ning nek sing kulon dakwenehke.

„Kalau yang timur jangan, tapi kalau yang barat saya

berikan‟

Pembeli(O2) : Aja larang-larang ngono hlo.

„Jangan mahal-mahal begitu‟

Penerapan analisis menggunakan SPEAKING dapat menjawab

bentuk, fungsi, dan faktor yang melatarbelakangi terjadinya peristiwa

alih kode di atas adalah sebagai berikut. Peristiwa tutur pada data (1)

terjadi di Pasar Hewan Dusun Purworejo Desa Jeron Kecamatan

Nogosari Kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung

terjadi pada hari Senin 21 Desember 2015 pikul 11:13 WIB.

Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai penjual dan (O2) sebagai

pembeli yang sedang berkomunikasi membicarakan tentang

kesepakatan harga sapi. Keduanya belum saling mengenal, situasi

komunikasi yang terjadi adalah santai.

Dalam komununikasi tersebut terdapat alih kode intern, alih kode

dari bahasa Jawa ragam ngoko yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada

awalnya (O1) menggunakan bahasa Jawa ragam krama kepada pembeli

yaitu, nganyang niku angsal mawon Mbah „menawar itu boleh saja

Kek‟ kemudian beralih kode ke bahasa Jawa ragam ngoko yaitu, nek

sing etan aja, ning nek sing kulon dak wenehi ‟kalau yang timur

Page 38: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

38

38

jangan, tapi kalau yang barat saya berikan‟. Alih kode ini disebut alih

kode intern yaitu alih kode dari bahasa Jawa ragam krama ke dalam

bahasa Jawa ragam ngoko yang menimbulkan fungsi baru.

Fungsi penggunaan kode pertama penjual (O1) menggunakan

bahasa Jawa ragam krama kepada pembeli (O2) adalah untuk

memberikan penghormatan kepada pembeli (O2) karena baru

mengenal. Kemudian O1 beralih kode kedua menggunakan bahasa

Jawa ragam ngoko kepada O2. Fungsi peralihan kode tersebut adalah

lebih argumentatif meyakinkan mitra tutur (O2) bahwa boleh menawar

dengan harga yang dikehendaki mitra tutur asalkan untuk sapi yang di

sebelah barat dan bukan sapi yang sebelah timur. Masing-masing masih

mempertahankan fungsi.

Faktor yang melatarbelakangi penggunaan alih kode adalah lawan

tutur (O2) yaitu penjual (O2) pada mulanya menggunakan bahasa Jawa

ragam krama saat berbicara dengan pembeli (O2) karena menghormati

(O2) sebagai pembeli. Kemudian (O1) beralih kode ke bahasa Jawa

ragam ngoko karena lawan tutur pembeli (O2) menggunakan bahasa

Jawa ragam ngoko, sehingga (O1) ingin mengimbangi bahasa yang

dipergunakan oleh (O2). Latar belakang alih kode ini disebut dengan

faktor situasional, karena mengimbangi bahasa yang digunakan oleh

lawan tutur.

Contoh penerapan metode distribusional dan metode padan pada

penggunaan campur kode dalam komunikasi penjual dengan pembeli

Page 39: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

39

39

di Pasar Hewan Dusun Purworejo Desa Jeron Kecamatan Nogosari

Kabupaten Boyolali.

Data 2

Penjual (O1) : Piye nek pilih sing tipe iki, luwih apik tinimbang tipe sing

kuwi ngarepmu kuwi mas.

„Bagimana kalau pilih yang jenis ini, lebih bagus daripada

jenis yang itu depan Anda itu mas‟

Peristiwa tutur pada data 2 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo

desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa

tutur yang berlangsung terjadi pada hari Senin 21 Desember 2015 pukul

09:30 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai penjual yang

menjelaskan tentang jenis-jenis sapi yang dia jual kepada pembeli agar

pembeli tertarik membeli sapinya, situasi komunikasi yang terjadi

santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat peristiwa campur kode

berupa penggunaan kata dari bahasa lain yang dilakukan oleh pembeli

(O2). Pada kalimat berbahasa Jawa ragam ngoko yaitu, piye nek pilih

sing tipe iki, luwih apik tinimbang tipe sing kui ngarepmu kui mas

„gimana kalau pilih yang jenis ini, lebih bagus daripada jenis yang itu

depan Anda itu mas‟, terdapat penggunaan kata dari bahasa Indonesia

yaitu kata tipe dalam tuturan bahasa Jawa ragam ngoko yaitu piye nek

pilih sing tipe iki „bagaimana kalau pilih yang ini‟. Campur kode ini

disebut campur kode ekstern yaitu disisipknnya kata dari bahasa

Indonesia ke dalam tuturan berbahasa Jawa ragam ngoko.

Beban makna penggunaan campur kode pada data 2 di depan

adalah bahasa yang digunakan lebih bervariasi. O2 menunjukan bahwa

Page 40: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

40

40

dirinya menguasai bahasa Indonesia sehingga memasukan kata tipe

dalam tuturannya kepada pembeli yang memilih sapi. Latar belakang

yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah keinginan untuk

menjelaskan atau menafsirkan, penutur O1 ingin menjelaskan berbagai

jenis sapinya kepada pembeli sehingga dia memasukan kata dari bahasa

lain agar lebih nyaman untuk menjelaskan. Masuknya kata itu tidak

menimbulkan fungsi baru. Latar belakang penggunaan campur kode ini

disebut dengan faktor praktikal, karena penutur lebih nyaman

menggunakan bahasa lain untuk menjelaskan atau menafsirkan.

7. Metode Penyajian Hasil Analisis Data

Metode penyajian hasil analisis data pada penelitian ini adalah

metode deskriptif, formal dan informal. Istilah deskriptif itu

meyarankan bahwa penelitian yang dilakukan semata-mata hanya

berdasarkan pada fakta-fakta yang ada atau fenomena-fenomena secara

empiris hidup pada penutu-penuturnya (Sudaryanto, 1992: 62).

Penelitian ini cocok menggunakan penyajian hasil analisis data metode

deskrptif karena penelitian ini berdasarkan fakta-fakta yang hidup pada

penuturnya, sepeti yang dikemukakan oleh Sudaryanto tersebut.

Metode penyajian formal adalah perumusan dengan tanda dan

lambing-lambang. Khusus mengenai penggunaan tanda dan lambang

dalam metode penyajian formal itu, dapat disebut teknik dasar

(Sudaryanto. 1993: 145). Metode penyajian informal adalah perumusan

dengan kata-kata biasa, walaupun dengan terminologi yang teknis

sifatnya (Sudaryanto, 1993: 145). Dengan kata lain metode ini

Page 41: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

41

41

menggunakan kata-kata sederhana agar mudah dipahami. Analisis

metode informal dalam penelitian ini agar dapat mempermudah

pemahaman terhadap setiap hasil penelitian.

Hasil analisis data dalam penelitian ini adalah tuturan-tuturan

dalam komunikasi penjual dan pembeli di Pasar Hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali yang

berupa bahasa Jawa berdasar pada bentuk alih kode dan campur kode.

Selain itu juga fungsi dan faktor yang melatarbelakangi terjadinya alih

kode dan campur kode.

Page 42: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

42

42

BAB II

ANALISIS DATA

Bab II analisis data membahas mengenai tiga hal yaitu, (1) bentuk alih

kode dan campur kode dalam komunikasi penjual dengan pembeli di pasar

hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali,

(2) fungsi alih kode dan campur kode dalam komunikasi penjual dengan

pembeli di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari

kabupaten Boyolali, (3) faktor yang melatarbelakangi penggunaan alih kode

dan campur kode dalam komunikasi penjual dengan pembeli di pasar hewan

dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali.

A. Bentuk alih kode dan campur kode dalam komunikasi penjual dan

pembeli di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan

Nogosari kabupaten Boyolali.

1. Bentuk Alih Kode

Bentuk alih kode dan campur kode dalam komunikasi penjual dan pembeli

di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten

Boyolali, ditemukan alih kode bahasa atau alih kode variasi bahasa yang dapat

dibedakan menjadi 4 macam yaitu, (1) alih kode dari bahasa Jawa ke dalam

bahasa Indonesia, (2) alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko ke dalam

bahasa Jawa ragam Krama, dan (3) alih kode bahasa Jawa ragam krama ke

Page 43: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

43

43

dalam bahasa Jawa ragam ngoko. Berikut ini bentuk pengunaan alih kode dan

campur kode dalam komunikasi penjual dan pembeli di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali.

a. Alih kode dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia

Data 5

Pembeli (O1) : Golek sapi, Mas. kandhange wis padha reget ya.

„Nyari sapi, Mas?. Kandangnya semua kotor ya‟

Penjual (O2) : jarene mulai pembangunan Pak?

„Katanya mulai pembangunan Pak?‟

Pembeli (O1) :Kata pak Lurah, kemarin juga sudah maju kok

proposalnya.

„Katanya pak Lurah, kemarin juga sudah maju kok

proposalnya‟

Penjual (O2) : Wah berarti ya segera itu.

„ Wah berarti ya segera itu‟

Pembeli (O1) : lha kudune ya ngono ya Mas, delok wae engko.

„Harusnya ya gitu ya Mas, lihat aja nanti‟

Peristiwa tutur pada data 5 terjadi di di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Senin 21 Desember

2015 pukul 10:15 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai pembeli

dan (O2) sebagai penjual yang sedang membicarakan tentang keadaan

kandang di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari

kabupaten Boyolali yang sudah mulai kotor dan jelek keduanya sudah

saling mengenal, pembeli yang ingin membeli sapi sekaligus sebagai carik

di dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali,

situasi komunikasi yang terjadi adalah santai. Dalam komunikasi tersebut

terdapat alih kode intern, alih kode dari bahasa Jawa yang dilakukan oleh

Page 44: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

44

44

pembeli (O1). Pada awalnya (O1) menggunakan bahasa Jawa kepada (O2)

yaitu golek sapi, Mas. kandhange wis padha reget ya „nyari sapi, Mas?.

Kandangnya semua kotor ya‟ kemudian beralih kode ke bahasa Indonesia

yaitu kata pak Lurah, kemarin juga sudah maju lho proposale

„Katanya pak Lurah, kemarin juga sudah maju lho proposalnya‟. Alih kode

tersebut disebut alih kode intern yaitu alih kode dari bahasa Jawa ragam

ngoko ke bahasa Indonesia yang menimbulkan fungsi baru.

Fungsi peralihan kode tersebut adalah lebih komunikatif

memberitahu kepada mitra tutur bahwa proposal pembangunan pasar

hewan sudah diurus oleh Pak lurah dan sudah diterima oleh pemerintah.

Faktor yang melatarbelakangi penggunaan alih kode adalah lawan

tutur (O2) yaitu penjual menggunakan bahasa Indonesia untuk menjawab

pertanyaan dari pembeli (O1) yang sebagai pembeli sekaligus seorang Pak

carik di desa Jeron. Kemudian pembeli (O1) yang pada mulanya

menggunakan bahasa Jawa kemudian beralih kode ke dalam bahasa

Indonesia, sehingga (O1) ingin mengimbangi bahasa yang digunakan oleh

(O2). Latar belakang alih kode ini disebut dengan faktor situasional,

karena mengimbangi bahasa yang digunakan oleh lawan tutur.

Data 6

Penjual (O1) : Anu ki Mas, jinise lho anakan apa rodo gedhe Mas ?

„Gini Mas, jenisnya itu yang kecil apa agak besar Mas?‟

Pembeli (O2) : Punya Bapak dari kanan ini?

„ Punya Bapak dari kanan ini?‟

Penjual (O1) : Iya kanan ini, ini lho Mas satu baris.

„Iya kanan ini, ini lho Mas satu baris‟

Pembeli (O2) : Besar-besar nggih.

„Besar-besar ya‟

Penjual (O1) : Pak Paidi sing rada anakan kecil Mas.

Page 45: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

45

45

„ Pak Paidi yang agak anakan kecil Mas‟

Pembeli (O2) : Pak Paidi udah satu tadi.

„ Pak Paidi sudah satu tadi‟

Peristiwa tutur pada data 6 terjadi di di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Senin 21 Desember

2015 pukul 09:38 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O2) sebagai penjual

yang sedang membicarakan tentang sapi yang kemarin sudah dibicarakan

yang ingin dibeli oleh (O1) dan ditanyakan kembali oleh (O2) kepada (O1)

lalu (O1) memberikan beberapa pilihan, situasi komunikasi yang terjadi

adalah santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode intern, alih

kode dari bahasa Jawa yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada awalnya

(O1) menggunakan bahasa Jawa kepada (O2) yaitu anu ki Mas, jinise lho

anakan apa rada gedhe Mas? „Gini Mas, jenisnya itu lho kecil apa agak

besar Mas?‟ kemudian beralih kode ke bahasa Indonesia yaitu iya kanan

ini, ini lho Mas satu baris „iya kanan ini, ini lho Mas satu baris‟. Alih

kode tersebut disebut alih kode intern, yaitu alih kode dari bahasa Jawa

ragam ngoko ke bahasa Indonesia yang menimbulkan fungsi baru.

Fungsi peralihan kode tersebut adalah mempertegas pembicaraan

yaitu memberitahu kepada mitra tutur bahwa sapi yang dia jual berada satu

baris dari kanan. Karena berasal dari Jakarta dan sedkit mengetahui

tentang bahasa Jawa maka lebih sering menggunakan bahasa Indonesia

kemudian penjual mempertegas pembicaraan menggunakan bahasa

Indonesia agar pembeli jelas dengan apa yang dia bicarakan.

Page 46: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

46

46

Faktor yang melatarbelakangi penggunaan alih kode adalah lawan

tutur (O2) yaitu penjual (O1) pada mulanya menggunakan bahasa Jawa

karena dia penduduk asli, kemudian saat menjawab pertanyaan pembeli

(O2) menggunakan bahasa Indonesia karena ingin mengimbangi bahasa

yang digunakan oleh (O2) dan agar bahasa yang digunakan lebih

dimengerti karena pembeli (O2) berasal dari Jakarta. Latar belakang alih

kode ini disebut dengan faktor situasional, karena mengimbangi bahasa

yang digunakan oleh lawan tutur.

Data 7

Penjual (O1) : Pesen apa wae mau Dhik?

„Pesen apa saja tadi Dek?‟

Pembeli (O2) : Mie ayam satu, mieso satu Buk.

„Mie ayam satu, mieso satu Buk‟

Penjual (O1) : Minumnya apa aja Dhik.

„Minumnya apa saja Dek?‟

Pembeli (O2) : Es teh manis sama es teh tawar Buk.

„Es teh manis sama es teh tawar Buk‟

Peristiwa tutur pada data 7 terjadi di di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Selasa 11 Oktober 2016

pukul 13:00 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai penjual dan

(O2) sebagai pembeli, pemjual menanyakan pesanan kepada pembeli,

komunikasi yang terjadi adalah santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat

alih kode intern, alih kode dari bahasa Jawa yang dilakukan oleh penjual

(O1). Pada awalnya (O1) menggunakan bahasa Jawa kepada (O2) yaitu

pesen apa wae mau Dhik? „Pesen apa saja tadi Dek?‟, kemudian beralih

kode ke bahasa Indonesia yaitu minumnya apa aja Dhik? „Minumnya

Page 47: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

47

47

apa saja Dek?‟. Alih kode tersebut disebut alih kode intern, yaitu alih kode

dari bahasa Jawa ragam ngoko ke bahasa Indonesia yang menimbulkan

fungsi baru.

Fungsi peralihan kode tersebut adalah lebih kominukatif

menanyakan pesanan makanan kepada pembeli (O2) karena (O2)

menggunakan bahasa Indonesia saat menjawab pertanyaan, kemudian

penjual (O1) juga menggunakan bahasa Indonesia saat menanyakan

kembali kepada (O2).

Faktor yang melatarbelakangi penggunaan alih kode adalah lawan

tutur (O2) yaitu penjual (O1) pada mulanya menggunakan bahasa Jawa

karena penjual (O1) sudah terbiasa menggunakan bahasa Jawa, kemudian

saat menjawab pertanyaan pembeli (O2) menggunakan bahasa Indonesia

karena ingin mengimbangi bahasa yang digunakan oleh (O2). (O2) yang

merupakan seorang pelajar sekolah menengah atas yang biasa

menggunakan bahasa Indonesia. Latar belakang alih kode ini disebut

dengan faktor situasional, karena mengimbangi bahasa yang digunakan

oleh lawan tutur.

b. Alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko ke dalam bahasa Jawa

ragam Krama

Data 8

Penjual (O1) : Dudohi ki urung karuan nek mathuk, mengko bali neh

golek neh, nek ketok barange neng kene ngono genah.

„Memberi tahu itu belum tentu cocok, nanti balik lagi

mencari lagi, kalau keliatan barangnya di sini gitu pasti‟

Pembeli (O2) : Lha nganyang boten?

„Lha menawar tidak?‟

Page 48: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

48

48

Penjual (O1) : Jenengan wau rak nika ta nyuwune? .

„Anda tadi kan yang itu kan mintanya?‟

Pembeli (O2) : Nggih nika sing gagah sanes niki.

„Iya, itu yang gagah bukan yang ini‟

Penjual (O1) : Lha nggih, nek nika pas boten saget kurang.

„Lha iya, kalau itu pas tidak bisa kurang‟

Peristiwa tutur pada data 8 terjadi di di pasar hewan dusun Purworejo

desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur

yang berlangsung terjadi pada hari Senin 21 Desember 2015 pukul 08:38

WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai penjual yang menawarkan

dan membeli pilihan sapi kepada pembeli (O2), situasi komunikasi yang

terjadi adalah penuh dengan keseriusan. Dalam komunikasi tersebut

terdapat alih kode intern, alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko yang

dilakukan oleh penjual (O1). Pada awalnya (O1) menggunakan bahasa

Jawa ragam ngoko kepada (O2) yaitu dudohi ki urung karuan nek

mathuk, mengko bali neh golek neh, nek ketok barange neng kene

ngono genah „memberi tahu itu belum tentu cocok, nanti kembali lagi

mencari lagi, kalau kelihatan barangnya di sini gitu pasti‟ kemudian

beralih kode ke bahasa Jawa ragam krama yaitu jenengan wau rak nika ta

nyuwune? „anda tadi kan yang itu kan mintanya?‟. Alih kode tersebut

disebut alih kode intern yaitu alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko ke

bahasa Jawa ragam krama yang menimbulkan fungsi baru.

Fungsi peralihan kode tersebut adalah untuk mempertegas

pembicaraan menanyakan pilihan sapi yang semula dipilih oleh pembeli

(O2) untuk tidak menawar karena harga sapinya bagus dan pas tidak boleh

ditawar lagi.

Page 49: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

49

49

Faktor yang melatarbelakangi penggunaan alih kode adalah lawan

tutur (O2), penutur (O1) sengaja beralih kode dari bahasa Jawa ragam

ngoko ke dalam bahasa Jawa ragam krama karena ingin mengimbangi

bahasa yang digunakan pembeli (O2) yang menggunakan bahasa Jawa

ragam krama untuk menanyakan tentang tawar menawar, kemudian

penjual (O1) beralih kode ke dalam bahasa Jawa ragam krama . Latar

belakang alih kode ini disebut dengan faktor situasional, karena penutur

dengan sengaja beralih kode karena ingin mengimbangi bahasa yang

digunakan oleh mitra tutur.

Data 9

Penjual (O1) : Iki suk mbok dol meneh bathi genah, tenan ora kok aku

gawe-gawe.

„Ini besok kalau Anda jual lagi pasti untung, bener tidak

kok saya bikin-bikin‟

Pembeli (O2) : Pama ora sapi perah, ning sapi kepu ngene ki lho Mas.

„Seumpama bukan perah, tapi sapi kepu gini ini lho Mas‟

Penjual (O1) : Wis gede, pancene boten kok semi-semi ngeten niki.

„sudah besar, memang bukan semi-semi seperti ini‟

Pembeli (O2) : Nek sing lor kae? .

„Kalau yang utara itu?‟

Penjual (O1) : Nggih sae, napa putih niki?

„Iya bagus, apa putih ini?‟

Pembeli (O2) : Iki ?

„Ini ?‟

Penjual (O1) : Lha niku, iki selak mulih masalahe Mas.

„Iya itu, ini segera akan pulang masalahnya Mas‟

Peristiwa tutur pada data 9 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo

desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur

yang berlangsung terjadi pada hari sabtu 29 Desember 2015 pukul 11:14

WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai penjual yang menjelaskan

Page 50: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

50

50

tentang sapi yang dia jual besar dan bagus kepada pembeli (O2).

Komunikasi yang terjadi adalah penuh dengan keseriusan. Dalam

komunikasi tersebut terdapat alih kode intern, alih kode dari bahasa Jawa

ragam ngoko yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada awalnya (O1)

menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada (O2) yaitu Iki suk mbok

dol meneh bathi genah, tenan ora kok aku gawe-gawe „Ini besok kalau

Anda jual lagi pasti untung, bener tidak kok saya bikin-bikin‟ kemudian

beralih kode ke bahasa Jawa ragam krama pancene boten kok semi-semi

ngeten niki „sudah besar, memang bukan semi-semi kaya gini‟.Alih kode

tersebut disebut alih kode intern yaitu alih kode dari bahasa Jawa ragam

ngoko ke bahasa Jawa ragam krama yang menimbulkan fungsi baru.

Fungsi peralihan kode tersebut adalah untuk mempertegas

pembicaraan menjelaskan tentang sapi yang dijual oleh penjual (O1)

bahwa sapinya dijamin bagus dan akan menghasilkan keuntungan jika

dipelihara sampai besar nanti kepada pembeli (O2).

Faktor yang melatarbelakangi penggunaan alih kode adalah penutur (O1),

penutur (O1) sengaja beralih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko ke

dalam bahasa Jawa ragam krama karena ingin menghargai pembeli (O2)

karena sudah menanyakan sapi yang dijual oleh penjual (O1) dan agar

pembeli (O2) segera memilih sapi karena penjual (O1) akan segera pulang,

kemudian penjual (O1) beralih kode ke dalam bahasa Jawa ragam krama .

Latar belakang alih kode ini disebut dengan faktor situasional, karena

penutur ingin bersikap sopan kepada mitra tutur.

Page 51: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

51

51

Data 10

Penjual (O1) : Sing endi ta Mbah?

„Yang mana Kek?‟

Pembeli (O2) : Kae lho kae, ayo rana sik.

„Itu lho itu, ayo kesana dulu‟

Penjual (O1) : Ayo jajal, endi jal sing kaya ngapa penasaran aku.

„Ayo coba, mana coba yang seperti apa penasaran saya‟

Pembeli (O2) : Iki lho karepku ki, karo dodolane dhewe kok lali.

„Ini maksud saya, dengan dagangannya sendiri mengapa

lupa‟

Penjual (O1) : alah, niki ta Mbah?, lha nek sing niki ya regine nambah

niku, Pripun? .

„Ini ya Kek?, kalau yang ini harganya nambah,

bagaimana?‟

Peristiwa tutur pada data 10 terjadi di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Kamis 6 Oktober 2016

pukul 12:10 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai penjual dan

(O2) sebagai pembeli, keduanya sedang berbincang-bincang tentang jenis

sepeda yang diinginkan oleh pembeli (O2), karena O2 ingin membeli

sepeda kepada O1. Komunikasi yang terjadi adalah penuh dengan

keseriusan. Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode intern, alih kode

dari bahasa Jawa ragam ngoko yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada

awalnya (O1) menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada (O2) yaitu

ayo jajal, endi jal sing kaya ngapa penasaran aku „ayo coba, mana coba

yang seperti apa penasaran saya‟ kemudian beralih kode ke bahasa Jawa

ragam krama oalah, niki ta Mbah?, lha nek sing niki ya regine nambah

niku, Pripun? „ini ya Kek?, kalau yang ini harganya nambah,

bagaimana?‟. Alih kode tersebut disebut alih kode intern yaitu alih kode

Page 52: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

52

52

dari bahasa Jawa ragam ngoko ke bahasa Jawa ragam krama yang

menimbulkan fungsi baru.

Fungsi peralihan kode tersebut adalah untuk memberikan

penghormatan, O1 beralih kode menggunakan bahasa Jawa ragam krama

karena agar lebih sopan menanyakan harga kepada O2 sebagai pembeli .

Faktor yang melatarbelakangi penggunaan alih kode adalah penutur

(O1), penutur (O1) sengaja beralih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko ke

dalam bahasa Jawa ragam krama karena ingin menghargai pembeli (O2)

agar bersedia menambah harga untuk membeli sepeda dagangannya. Latar

belakang alih kode ini disebut dengan faktor situasional, karena penutur

ingin bersikap sopan kepada mitra tutur.

c. Alih kode dari bahasa Jawa ragam krama ke dalam bahasa Jawa

ragam ngoko

Data 11

Pembeli (O1) : Wong itungan kok kabeh ngroyok, sing genah ning pasar

ya ning pasar wae Mbah.

„Orang lagi hitungan kok semua merubung, yang bener di

pasar ya di pasar aja Kek‟

Penjual (O2) : Niki lho kleru dhuite sampeyan mengke.

„Ini lho salah uang Anda nanti‟

Pembeli (O1) : Sik wae Mbah, sik wong duwite ya jik digawa anakku.

„Nanti aja Kek, uangnya juga masih dibawa anak saya‟

Penjual (O2) : gene wae, nek mathuk karo mbahe ndang wehana kana

raketang satus rongatus.

„Gini saja, kalau setuju sama kakek buruan kasihkan sana

sekitar seratus duaratus‟

Pembeli (O1) : Sik Mbah, ngenteni anakku wae.

„Nanti Kek, nunggu anak saya saja‟

Page 53: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

53

53

Peristiwa tutur pada data 11 terjadi di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Sabtu 29 Desember

2015 pukul 09:15 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O2) sebagai pembeli

yang mengeluhkan tentang ramainya para penjual yang mengeroyok

pembeli (O2) karena banyaknya tawaran harga dari para penjual sapi.

Komunikasi yang terjadi adalah santai tetapi serius. Dalam komunikasi

tersebut terdapat alih kode intern, alih kode dari bahasa Jawa ragam krama

yang dilakukan oleh penjual (O2). Pada awalnya (O2) menggunakan

bahasa Jawa ragam krama kepada (O1) yaitu niki lho kleru dhuite

sampeyan mengke „Ini lho salah uang Anda nanti‟ kemudian beralih kode

ke bahasa Jawa ragam ngoko ngene wae, nek mathuk karo mbahe ndang

wehana kana raketang satus rongatus „gini saja, kalau setuju sama kakek

buruan kasihkan sana sekitar seratus duaratus‟. Alih kode tersebut disebut

alih kode intern yaitu alih kode dari bahasa Jawa ragam krama ke bahasa

Jawa ragan ngoko yang menimbulkan fungsi baru.

Fungsi peralihan kode tersebut adalah lebih komunikatif merayu

pembeli (O1) untuk memberikan uang muka agar membeli sapi yang

ditawarkan oleh penjual (O1) karena pembeli (O2) tidak segera memberi

keputusan.

Faktor yang melatarbelakangi penggunaan alih kode adalah

bergantinya topik awalnya penutur (O1) menggunakan bahasa Jawa ragam

krama agar lebih sopan karena pembeli (O2) sedikit jengkel, kemudian

penutur (O1) sengaja beralih kode ke bahasa Jawa ragam ngoko karena

Page 54: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

54

54

topik yang dibicarakan berbeda dan agar lebih santai berbicara dengan

pembeli (O2). Latar belakang alih kode ini disebut dengan faktor

situasional, karena topik yang dibicarakan berbeda dan (O2) ingin

mengubah situasi tutur dari situasi yang sopan dan serius ke situasi santai.

Data 12

Penjual (O1) : Wo, yawis nek selak kanggo ning nyuwun sewu menawi

enten rembuk kula sing boten mranani, kula nyuwun

ngapura.

„Ow, yauda kalau keburu dipakai tapi minta maaf kalau ada

pembicaraan saya yang tidak enak, saya minta maaf‟

Pembeli (O2) : Nggih.

„Iya‟

Penjual (O1) : Aku wong tuwa pada wong tuwa nek di ulek-ulek wong

mesakne aku tak lunga.

„Saya orang tua sama orang tua kalau dikerubuti orang

banyak saya akan pergi‟

Pembeli (O2) : Nggih kula matur nuwun.

Iya saya berterimakasih‟

Penjual (O1) : Nuwun sewu, kula boten kok ngajak rame

„Minta maaf, sata tidak mau mengajak ramai‟

Peristiwa tutur pada data 12 terjadi di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Senin 21 Desember

2015 pukul 10:09 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai penjual

yang ingin meminta maaf jika sikapnya kurang berkenan untuk pembeli

(O2) karena terlalu memaksa dan mengerubung pembeli (O2). Komunikasi

yang terjadi adalah santai dan penuh penyesalan. Dalam komunikasi

tersebut terdapat alih kode intern, alih kode dari bahasa Jawa ragam krama

yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada awalnya (O1) menggunakan

bahasa Jawa ragam krama kepada (O2) yaitu nuwun sewu menawi enten

Page 55: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

55

55

rembuk kula sing boten mranani, kula nyuwun ngapura „minta maaf

kalau ada pembicaraan saya yang tidak enak, saya minta maaf‟ kemudian

beralih kode ke bahasa Jawa ragam ngoko aku wong tuwa pada wong

tuwa nek di ulek-ulek wong mesakne aku tak lunga „saya orang tua sama

orang tua kalau dikerubuti orang banyak saya akan pergi‟. Alih kode

tersebut disebut alih kode intern yaitu alih kode dari bahasa Jawa ragam

krama ke bahasa Jawa ragam ngoko yang menimbulkan fungsi baru.

Fungsi peralihan kode tersebut adalah lebih mempertegas pembicaraan

bahwa penjual (O1) benar-benar ingin meminta maaf karena sikapnya dan

agar (O2) memaafkan dan mengerti tentang pembicaraan yang dijelaskan

oleh (O1).

Latarbelakangi penggunaan alih kode adalah penutur (O1) awalnya

penutur (O1) menggunakan bahasa Jawa ragam krama untuk mengatakan

permintaan maafnya kepada (O2) karena rasa penyesalanya kemudian

penutur (O1) sengaja beralih kode ke bahasa Jawa ragam ngoko untuk

menjelaskan perasaanya ketika dalam keadaan yang sama dan agar lebih

akrab dengan (O2). Latar belakang alih kode ini disebut dengan faktor

situasional, karena penutur (O1) dengan sengaja beralih kode karena ingin

mengubah situasi tutur untuk lebih akrab dengan mitra tutur.

Data 13

Penjual (O1) : Dipendhet piyambak napa enten rencange, Pak?

„Di bawa sendiri atau ada temannya Pak?‟

Pembeli (O2) : Kae enek koncone kok Mas, nek dhewe aku ya ora wani

ta.

„Itu ada temannya Mas, kalau semdiri saya tdak berani‟

Penjual (O1) : Lha iya ta, wis umur tuwa kok ya, ndi konen rene, Pak.

„Lha iya, sudah umur tua kok ya, mana disuruh kesini Pak‟

Page 56: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

56

56

Peristiwa tutur pada data 13 terjadi di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Kamis 6 Oktober 2016

pukul 10:30 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai penjual

menanyakan pembeli (O2) sapinya mau di bawa pulang sendiri atau ada

temannya, lalu (O2) menjawab dengan temannya. Komunikasi yang terjadi

adalah santai dan sedikit bercanda. Dalam komunikasi tersebut terdapat

alih kode intern, alih kode dari bahasa Jawa ragam krama yang dilakukan

oleh penjual (O1). Pada awalnya (O1) menggunakan bahasa Jawa ragam

krama kepada (O2) yaitu dipendhet piyambak napa enten rencange,

Pak? „di bawa sendiri atau ada temannya Pak?‟ kemudian beralih kode ke

bahasa Jawa ragam ngoko lha iya ta, wis umur tuwa kok ya, ndi konen

rene, Pak „lha iya, sudah umur tua kok ya, mana disuruh kesini Pak‟. Alih

kode tersebut disebut alih kode intern yaitu alih kode dari bahasa Jawa

ragam krama ke bahasa Jawa ragam ngoko yang menimbulkan fungsi

baru.

Fungsi peralihan kode tersebut adalah lebih lebih komunikatif untuk

berkomunikasi dengan pembeli (O2), dan O1 ingin lebih santai sambil

bercanda dengan O2.

Latarbelakangi penggunaan alih kode adalah untuk membangkitkan

rasa humor, awalnya penjual (O1) menggunakan bahasa Jawa ragam

krama untuk bertanya kepada pembeli (O2) kemudian beralih kode

menggunakan baasa Jawa ragam ngoko karena agar terliat lebih akrab

dengan sedikit bercanda membahasa tentang umur yang sudah semakin

Page 57: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

57

57

bertambah. Latar belakang alih kode ini disebut dengan faktor situasional,

karena penutur (O1) dengan sengaja beralih kode karena ingin mengubah

situasi tutur untuk lebih akrab dengan bercanda.

2. Bentuk Campur Kode

Bentuk alih kode dan campur kode dalam komunikasi penjual dan

pembeli di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari

kabupaten Boyolali, ditemukan campur kode bahasa atau alih kode variasi

bahasa yang dapat dibedakan menjadi 4 macam yaitu (1) campur kode

penggunaan kata dari bahasa lain, (2) campur kode penggunaan frasa dari

bahasa lain, (3) campur kode penggunaan perulangan kata dari bahasa lain.

Berikut ini bentuk pengunaan campur kode dalam komunikasi penjual dan

pembeli di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari

kabupaten Boyolali.

a. Campur kode penggunaan kata dari bahasa lain.

Data 14

Pembeli (O1) :Mbak, mie ayam loro.

„Mbak, mie ayam dua‟

Penjual (O2) :O nggih, minume napa?

„O iya, minumnya apa?‟

Pembeli (O1) :Es teh siji, es jeruk siji, cepakna, tak tinggal bayar sapi sik.

„Es teh siji, es jeruk siji, siapkan dulu, saya tinggal

membayar sapi dulu‟

Peristiwa tutur pada data 14 terjadi di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Sabtu 26 Desember

Page 58: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

58

58

2015 pukul 12:30 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai pembeli

yang memesan makanan kepada penjual (O2) kemudian (O2) bertanya

minuman yang akan dipesan pembeli (O1). Situasi komunikasi yang

terjadi santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat peristiwa campur kode

berupa penggunaan kata dari bahasa lain yang dilakukan oleh penjual

(O2). Pada kalimat berbahasa Jawa ragam krama yaitu, O nggih, minume

napa? „O iya, minumnya apa?‟, terdapat penggunaan kata dari bahasa

Indonesia yaitu kata minume yang terdapat dalam tuturan kedua di bagian

kedua. Campur kode dalam tuturan di atas disebut campur kode intern

yaitu disisipkannya kata dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa

ragam krama.

Salah satu komponen tutur disini menyatakan beban makna dalam

tuturan adalah lebih mudah dipahami, sehingga lawan tutur paham dengan

maksud penutur, hal ini terlihat dari jawaban pembeli yang menjawab

pertanyaan penjual sehingga komunikasi menjadi lancar. Masuknya kata

itu tidak menimbulkan fungsi baru. Latarbelakang yang menyebabkan

terjadinya campur kode adalah keinginan untuk menjelaskan atau

menafsirkan O2 memasukan kata dari bahasa lain karena untuk

menjelaskan aau menafsirkan pertanyaan tentang minuman yang akan

pembeli (O1) pesan. Latar belakang penggunaan campur kode ini disebut

dengan faktor praktikal, karena lebih nyaman menegaskan maksud tuturan.

Page 59: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

59

59

Data 15

Pembeli (O1) :Warung nek masakane enak, amba ora umpel-umpelan, tur

bersih sisan, wis mesthi akeh sing padha mara jajan.

„Warung kalau masakannya enak, luas tidak desak-desakan,

dan bersih juga, sudah pasti banyak yang datang untuk

jajan‟

Peristiwa tutur pada data 15 terjadi di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Selasa 11 Oktober 2016

pukul 08:49 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai pembeli yang

menjelaskan tentang keadaan warung yang baik agar pembeli berdatangan

,situasi komunikasi yang terjadi santai. Dalam komunikasi tersebut

terdapat peristiwa campur kode berupa penggunaan kata dari bahasa lain

yang dilakukan oleh pembeli (O1). Pada kalimat berbahasa Jawa ragam

ngoko yaitu, warung nek masakane enak, amba ora umpel-umpelan, tur

bersih sisan, wis mesthi akeh sing padha mara jajan „warung kalau

masakannya enak, luas tidak desak-desakan, dan bersih juga, sudah pasti

banyak yang datang untuk jajan‟, terdapat penggunaan kata dari bahasa

Indonesia yaitu kata bersih yang terdapat dalam tuturan di atas di bagian

ketiga. Campur kode dalam tuturan di atas disebut campur kode intern

yaitu disisipkannya kata dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa

ragam ngoko.

Salah satu komponen tutur disini menyatakan beban makna dalam

tuturan adalah menegaskan penekanan atau maksud. Kata bersih

memberikan penekanan atau maksud bahwa warung yang bersih akan

banyak pembeli yang berdatangan. Masuknya kata itu tidak menimbulkan

Page 60: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

60

60

fungsi baru. Latar belakang yang menyebabkan terjadinya campur kode

adalah keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan O1 memasukan

kata dari bahasa Indonesia untuk menjelaskan atau menafsirkan bahwa

warung yang bersih akan banyak pembeli yang berdatangan. Latar

belakang penggunaan campur kode ini disebut dengan faktor praktikal,

karena digunakan untuk menegaskan maksud tuturan.

Data 16

Pembeli (O1) : Mbak, sega ya, lawuhe kaya biasane.

„Mbak, nasi ya, lauknya seperti biasanya‟

Pembeli (O2) : Iwake isih digoreng ki Mas, nunggu sik ya?

„Ayamnya masih digreng ini Mas, nunggu dulu ya?‟

Penjual (O1) : Siap, tak sambine nonton tipi sik, iki endi remote tipine?

„Siap, sambil saya menonton televisi dulu, ini mana remote

televisinya?‟

Peristiwa tutur pada data 16 terjadi di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Sabtu 26 Desember

2015 pukul 08:00 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai pembeli

yang memesan makanan kepada penjual (O2) dan penjual meminta

pembeli untuk menunggu karena makanan sedang dimasak, situasi

komunikasi yang terjadi santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat

peristiwa campur kode berupa penggunaan kata dari bahasa lain yang

dilakukan oleh pembeli (O1). Pada kalimat berbahasa Jawa ragam ngoko

yaitu, siap, tak sambine nonton tivi sik, iki endi remote tipine? „siap,

sambil saya menonton televisi dulu, ini mana remote televisinya?‟,

terdapat penggunaan kata dari bahasa Inggris yaitu kata remote yang

Page 61: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

61

61

terdapat dalam tuturan pertama di bagian ketiga . Campur kode dalam

tuturan di atas disebut campur kode ekstern yaitu disisipkannya kata dari

bahasa Inggris ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko.

Salah satu komponen tutur disini menyatakan beban makna dalam

tuturan adalah lebih mudah dipahami. O1 menyisipkan kata dari bahasa

yang lazim digunakan karena agar mudah dipahami oleh lawan tutur (O2)

dengan benda yang dia maksud. Masuknya kata itu tidak menimbulkan

fungsi baru. Latar belakang yang menyebabkan terjadinya campur kode

adalah tidak ada padanannya dalam bahasa yang digunakan. O1

memasukkan kata dari bahasa Indonesia ke dalam tuturannya karena tidak

adanya padanan yang sesuai dalam bahasa asli penutur yaitu bahasa Jawa.

Latar belakang penggunaan campur kode ini disebut dengan faktor lingual,

karena tidak adanya kosa kata yang tepat dalam bahasa Jawa.

Data 17

Pembeli (O1) : Wah edan, Lik Nano saiki tambah gantheng wae, piye

kabare suwe ora kepethuk.

„Wah astaga, Paman Nano sekarang semakin ganteng saja,

bagaimana kabarnya sudah lama tidak bertemu‟

Pembeli (O2) : Gantheng apane, wong tambah tuwa ngene, tur aku saiki

gawa kathok jeans senantiku wis ora penak blas, apik-apik

wae aku, lha kowe piye?

„ganteng apanya, sudah semuakin tua seperti ini dan saya

sekarang memakai celana jeans sudah merasa tidak

nyaman, saya baik-baik saja, kamu bagaimana?‟

Peristiwa tutur pada data 17 terjadi di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Kamis 6 Oktober 2016

pukul 11:15 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai pembeli dan

Page 62: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

62

62

(O2) yang juga sebagai pembeli berbincang-bincang mananyakan keadaan

karena sudah lama tidak bertemu. Dalam komunikasi tersebut terdapat

peristiwa campur kode berupa penggunaan kata dari bahasa lain yang

dilakukan oleh pembeli (O2). Pada kalimat berbahasa Jawa ragam ngoko

yaitu, gantheng apane, wong tambah tuwa ngene, tur aku saiki gawa

kathok jeans senantiku wis ora penak blas, apik-apik wae aku, lha kowe

piye?, „ganteng apanya, sudah semuakin tua seperti ini dan saya sekarang

memakai celana jeans sudah terasa tidak nyaman, saya baik-baik saja,

kamu bagaimana?‟, terdapat penggunaan kata dari bahasa Inggris yaitu

kata jeans yang terdapat dalam tuturan kedua di bagian ketiga. Campur

kode dalam tuturan di depan disebut campur kode ekstern yaitu

disisipkannya kata dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko.

Salah satu komponen tutur disini menyatakan beban makna dalam

tuturan agar mudah dipahami. O2 memasukkan kata dari bahasa Inggris

yang sudah lazim digunakan untuk sebagian besar masyarakat Jawa jadi

mudah memahami. Masuknya kata itu tidak menimbulkan fungsi baru.

Latar belakang yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah tidak

ada padanannya dalam bahasa yang digunakan. O2 memasukkan kata dari

bahasa Inggris ke dalam tuturannya karena tidak adanya padanan yang

sesuai dalam bahasa asli penutur yaitu bahasa Jawa. Latar belakang

penggunaan campur kode ini disebut dengan faktor lingual, karena tidak

adanya kosa kata yang tepat dalam bahasa Jawa.

Page 63: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

63

63

b. Campur kode penggunaan frasa dari bahasa lain.

Data 18

Penjual (O1) : Jare dinyang sanga seprapat.

„Katanya ditawar sembilan seperempat‟

Pembeli (O2) : Bathi nuw, halah malah gawe omah wong bathi og,

golekne wong panggung hiburan loro kana.

„Untung dong, halah nanti dibuat rumah bisa untung kok,

dicarikan orang panggung hiburan dua sana‟

Penjual (O1) : Woo, lha ya nuw.

„Oh, lha iya dong‟

Pembeli (O2) : Haha, yawis nek ngono matur nuwun ya.

„Haha, yaudah kalau begitu terimakasih ya‟

Peristiwa tutur pada data 18 terjadi di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Kamis 31 Desember

2015 pukul 09:15 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai penjual

dan (O2) sebagai pembeli yang membahas tentang keuntungan hasil

penjualan sapi kemudian menjadi pembahasan humor, situasi komunikasi

yang terjadi santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat peristiwa campur

kode berupa penggunaan frasa dari bahasa lain yang dilakukan oleh

pembeli (O2). Pada kalimat berbahasa Jawa ragam ngoko yaitu, bathi nuw,

halah malah gawe omah wong bathi og, golekne wong panggung hiburan

loro kana „untung dong, halah malah buat rumah orang untung kok,

dicarikan orang panggung hiburan dua sana‟, terdapat penggunaan frasa

yaitu unsur kalimat yang terdiri dari dua kata yang berkedudukan sebagai

obyek, dari bahasa Indonesia yaitu kata panggung hiburan yang terdapat

dalam tuturan kedua di bagian ketiga. Campur kode dalam tuturan di atas

Page 64: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

64

64

disebut campur kode intern yaitu disisipkannya frasa dari bahasa Indonesia

ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko.

Salah satu komponen tutur disini menyatakan beban makna dalam

tuturan adalah bahasa yang digunakan lebih bervariasi. O2 menunjukan

bahwa dirinya menguasai bahasa Indonesia sehingga memasukan frasa

panggung hiburan dalam tuturannya dan sedikit ingin melucu dengan O1.

Masuknya kata itu tidak menimbulkan fungsi baru. Latar belakang yang

menyebabkan terjadinya campur kode adalah identifikasi peran sosial

penutur O2 memasukan frasa dari bahasa Indonesia karena O2 merupakan

seorang pegawai kecamatan yang sering menggunakan bahasa Indonesia

dengan rekan-rekan di kecamatan.. Latar belakang penggunaan campur

kode ini disebut dengan faktor status sosial, karena penutur merupakan

seorang pegawai kecamatan.

Data 19

Penjual (O1) : Arep nuku ya hurung wani nek saiki, dhuitku entek bar

bayar study tour anakku ning Bali.

„Akan membeli ya tidak berani kalau sekarang, uang saya

habis untuk membayar perjalanan belajar anak saya ke

Bali.‟

Peristiwa tutur pada data 19 terjadi di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Kamis 9 Oktober 2016

pukul 08:45 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai penjual

memberitahu kepada mitra tutur, situasi komunikasi yang terjadi santai.

Dalam komunikasi tersebut terdapat peristiwa campur kode berupa

Page 65: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

65

65

penggunaan frasa dari bahasa lain yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada

kalimat berbahasa Jawa ragam ngoko yaitu, Arep nuku ya hurung wani nek

saiki, dhuitku entek bar bayar study tour anakku ning Bali, „akan membeli

ya tidak berani kalau sekarang, uang saya habis untuk membayar

perjalanan belajar anak saya ke Bali, kata isrtimu kemarin‟, terdapat

penggunaan frasa yaitu unsur kalimat yang terdiri dari dua kata yang

berkedudukan sebagai predikat, dari bahasa Inggris yaitu kata study tour

yang terletak pada tuturan didepan di bagian kedua. Campur kode ini

disebut campur kode intern yaitu disisipkannya frasa dari bahasa Indonesia

ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko yang tidak menimbulkan fungsi baru.

Salah satu komponen tutur disini menyatakan beban makna dalam

tuturan adalah bahasa yang digunakan lebih bervariasi. O1 menunjukan

bahwa dirinya menguasai sedikit bahasa Inggris sehingga memasukan

frasa study tour pada tuturan didepan di bagian kedua dalam tuturannya.

Latar belakang yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah

keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan. O1 memasukan frasa dari

bahasa Indonesia karena ingin mejelaskan bahwa kata rumah akan

merupakan tempat makan yang lebih besar dari warung makan. Latar

belakang penggunaan campur kode ini disebut dengan faktor status sosial,

karena penutur ingin menjelaskan atau menafsirkan tuturan yang dia

tuturkan kepada mitra tuturnya.

Page 66: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

66

66

c. Campur kode penggunaan pengulangan kata dari bahasa lain.

Data 20

Pembeli (O1) : Pit-pit mini-mini ngeteniki nek anyar pintenan kira-kira?,

sejutanan nganti boten nggih?, dienggo anak wedok, nangis

wae jaluk pit, mumet aku.

„Sepeda-sepeda mini-mini seperti ini kalau baru berapa

kira-kira?, satu jutaan sampai tidak ya?, dipakai anak

perempuan, nangis terus minta sepeda, pusing saya‟

Peristiwa tutur pada data 20 terjadi di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Kamis 31 Desember

2015 pukul 13:00 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai pembeli

yang menanyakan harga sepeda kecil unuk anak-anak, situasi komunikasi

yang terjadi santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat peristiwa campur

kode berupa penggunaan perulangan kata dari bahasa lain yang dilakukan

oleh pembeli (O1). Pada kalimat berbahasa Jawa ragam krama yaitu, pit-

pit mini-mini ngeteniki nek anyar pintenan kira-kira?, sejutanan nganti

boten nggih?, di enggo anak wedok nangis wae jaluk pit, mumet aku

„Sepeda-sepeda mini-mini seperti ini kalau baru berapa kira-kira?, satu

jutaan sampai tidak ya?, dipakai anak perempuan, nangis terus minta

sepeda, pusing saya‟, terdapat penggunaan perulangan kata utuh dari

bahasa Indonesia yaitu kata mini-mini yang terdapat dalam tuturan di atas

di bagian pertama. Campur kode dalam tuturan di depan disebut campur

kode intern yaitu disisipkannya pengulangan kata utuh dari bahasa

Indonesia ke dalam bahasa Jawa ragam krama.

Page 67: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

67

67

Salah satu komponen tutur disini menyatakan beban makna dalam

tuturan adalah lebih mudah dipahami, O1 memasukan perulangan kata dari

bahasa Indonesia agar pertanyaan tentang jenis sepeda yang dia inginkan

lebih mudah dipahami oleh lawan tuturnya karena kebanyakan orang Jawa

menyebut jenis sepeda kecil dengan kata tersebut. Masuknya kata itu tidak

menimbulkan fungsi baru. Latar belakang yang menyebabkan terjadinya

campur kode adalah keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan, kata

tersebut digunakan oleh penutur agar lebih mudah dipahami dalam

menyampaikan maksud pembicaraannya. Latar belakang penggunaan

campur kode ini disebut dengan faktor praktikal, karena penutur lebih

nyaman menggunakan bahasa lain untuk menjelaskan atau menafsirkan.

Data 21

Penjual (O1) : Mandhek kene wae, lha kene hop stop stop, kene wae lak

gampang ngunggahne sapine, ora ngganggu dalan yoan.

„Berhenti disini saja, iya sini berhenti berhenti, sini saja

supaya gampang menaikkan sapinya, tidak mengganggu

jalan juga‟

Peristiwa tutur pada data 21 terjadi di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Selasa 11 Oktober 2016

pukul 11:00 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai penjual sapi

yang sedang memerintah temannya supaya memberhentikan mobil untuk

mengangkut sapi, situasi komunikasi yang terjadi santai. Dalam

komunikasi tersebut terdapat peristiwa campur kode berupa penggunaan

pengulangan kata dari bahasa lain yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada

Page 68: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

68

68

kalimat berbahasa Jawa ragam ngoko yaitu, mandhek kene wae, lha kene

hop stop stop, kene wae lak gampang ngunggahne sapine, ora ngganggu

dalan yoan „berhenti disini saja, iya sini berhenti berhenti, sini saja supaya

gampang menaikkan sapinya, tidak mengganggu jalan juga‟, terdapat

penggunaan perulangan kata utuh dari bahasa Inggris yaitu kata stop-stop

yang terdapat dalam tuturan di depan di bagian kedua. Campur kode di

depan disebut campur kode ekstern yaitu disisipkannya pengulangan kata

utuh dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko.

Salah satu komponen tutur disini menyatakan beban makna dalam

tuturan adalah bahasa yang digunakan lebih bervariasi, O1 memasukan

perulangan kata dari bahasa Inggris menunjukan bahwa dirinya menguasai

bahasa lain yaitu bahasa Inggris. Latar belakang yang menyebabkan

terjadinya campur kode adalah keinginan untuk menjelaskan atau

menafsirkan, kata tersebut digunakan oleh penutur agar lebih mudah

dipahami dalam menyampaikan maksud pembicaraannya. Masuknya kata

itu tidak menimbulkan fungsi baru. Latar belakang penggunaan campur

kode ini disebut dengan faktor praktikal, karena penutur lebih nyaman

menggunakan bahasa lain untuk menjelaskan atau menafsirkan.

Page 69: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

69

69

B. Fungsi alih kode dan campur kode dalam komunikasi penjual dan

pembeli di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari

kabupaten Boyolali.

1. Fungsi Alih Kode

Fungsi alih kode yang ditemukan dalam komunikasi penjual dan

pembeli di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari

kabupaten Boyolali yaitu, (1) lebih argumentatif untuk meyakinkan kepada

mitra tutur, (2) lebih komunikatif, (3) memberikan penghormatan , (4)

mempertegas pembicaraan.

a. Lebih Argumentatif untuk Meyakinkan Kepada Mitra Tutur

Data 22

Penjual (O1) : Raurung balik mriki melih ngaten Mbah?, pripun?

„Pada akhirnya balik kesini lagi gitu Kek?, bagaimana?‟

Pembeli (O2) : Aku wis mubeng nganti sikilku kemeng kabeh iki ora entuk

apa-apa blas.

„Saya sudah keliling sampai kaki saya pegal semua ini tidak

dapat apa-apa‟

Penjual (O1) : Kandhani gugua aku wae Mbah, ora patia akeh hambok

pilih iki suk riyaya kurban sedheng wis gedhe wayah

dibeleh kok.

„Dibilangin nurut saya saja Kek, tidak terlalu banyak

mending pilih ini besok hari raya kurban sudah besar

waktunya disembelih kok‟

Pembeli (O2) : Karepku jane yo arep tak nggo kurban suk, wis timbang

kesel kacek sitik wis ben wae, angger mbok terne mengko.

„Kepinginnya saya juga akan saya berikan buat kurban

besok, yasudah daripada capek selisih sedikit tidak apa-apa,

asalkan anda antarkan nanti‟

Penjual (O1) : Yo iki nek wis bar langsung dakterne Mbah, rausah mikir

wisan.

„Ya ini kalau sudah selesai langsung saya antar Kek, tidak

usah mikir lagi‟

Page 70: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

70

70

Peristiwa tutur pada data 22 terjadi di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Sabtu 26 Desember

2015 pukul 12:05 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai penjual

yang meyakinkan pembeli (O2) untuk membeli sapinya saja agar tidak

lelah mencari sapi yang sesuai kemudian (O2) menyetujuinya. Komunikasi

yang terjadi adalah santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode

intern, alih kode dari bahasa Jawa ragam krama yang dilakukan oleh

penjual (O1). Pada awalnya (O1) menggunakan bahasa Jawa ragam

krama kepada (O2) yaitu raurung balik mriki melih ngoten Mbah?,

pripun? „pada akhirnya balik kesini lagi gitu Kek?, bagaimana?‟

kemudian beralih kode ke bahasa Jawa ragam ngoko kandhani gugua aku

wae Mbah, ora patia akeh hambok pilih iki suk riyaya kurban sedheng

wis gedhe wayah dibeleh kok „dibilangin nurut saya saja Kek, tidak terlalu

banyak mending pilih ini besok hari raya kurban sudah besar waktunya

disembelih kok‟. Alih kode tersebut disebut alih kode intern yaitu alih

kode dari bahasa Jawa ragam krama ke bahasa Jawa ragam ngoko, yang

menimbulkan fungsi baru.

Fungsi penggunaan kode pertama penjual (O1) menggunakan bahasa

Jawa ragam krama kepada O2 adalah untuk memberikan penghormatan,

karena baru mengenal O2. Kemudian O1 beralih kode kedua

menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada O2. Fungsi peralihan

kode tersebut adalah lebih argumentatif untuk meyakinkan mitra tutur

bahwa sapi O1 sesuai jika ingin dipakai untuk hari raya idul adha maka O1

Page 71: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

71

71

meyakinkan O2 untuk membeli sapinya agar tidak lelah mencari sapi

keliling pasar hewan. Masing-masing tuturan masih mempertahankan

fungsi.

Latarbelakangi penggunaan alih kode adalah penutur (O1) awalnya

penutur (O1) menggunakan bahasa Jawa ragam krama untuk menanyakan

karena pembeli (O2) datang kembali ke tempat penjual (O1), kemudian O1

sebisa mungkin beralih kode menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko

dengan maksud untuk mengubah situasi tutur menjadi lebih santai dan

lebih akrab sehingga mitra tutur percaya bahwa apa yang dikatakannya

benar. Latar belakang alih kode ini disebut dengan faktor situasional,

karena penutur (O1) dengan sengaja mengubah situasi tutur untuk lebih

akrab dengan mitra tutur.

Data 23

Pembeli (O1) : Landhep tenan ora iki?

„Tajam beneran tidak ini?‟

Penjual (O2) : Niki mang cobi riyen pripun?

„Ini silahkan anda coba dulu bagaimana?‟

Pembeli (O1) : Sing wingi kae apa landhep sedina, sesuke wis gowang

kabeh.

„Yang kemarin apa tajam sehari, besoknya sudah tumpul

semua‟

Penjual (O2) : Mosok neh?, nera ya landhep, nek ora landhep apa ya

dak dol ngono lho, koe kui kok yo senengane ki, nek

aritku ki genahe landhep nyatane ya awet-awet kok

angger saka kene, glo..glo.. iki glo, empan tenan to

dienggo ngarit mathuk thok iki.

„Masa sih?, pasti ya tajam, kalau tidak tajam apa ya saya

jual gitu lho, kamu itu kok ya sukanya gitu, kalau sabit saya

ini pasti tajam kenyataanya ya pada awet-awet kok asal dari

siji, ni..ni.. ini ni, tajam beneran kan buat cari rumput cocok

sekali ini‟

Pembeli (O1) : Kene siji, sik rada cilik kuwi sik wae.

„Mana satu, yang gak kecil dulu saja‟

Page 72: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

72

72

Peristiwa tutur pada data 23 terjadi di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Senin 21 Desember

2015 pukul 09:00 WIB. Komunikasi dilakukan oleh pembeli (O1) dan

penjual (O2) yang sedang membicarakan tentang golok yang dijual oleh

penjual golok (O2). Komunikasi yang terjadi adalah santai. Dalam

komunikasi tersebut terdapat alih kode intern, alih kode dari bahasa Jawa

ragam krama yang dilakukan oleh penjual (O2). Pada awalnya (O2)

menggunakan bahasa Jawa ragam krama kepada (O1) yaitu niki mang

cobi riyen pripun? „ini silahkan anda coba dulu bagaimana?‟ kemudian

beralih kode ke bahasa Jawa ragam ngoko mosok neh?, nera ya landhep,

nek ora landhep apa ya dak dol ngono lho, koe kui kok yo senengane ki,

nek aritku ki genahe landep nyatane ya do awet-awet kok angger saka

kene, glo..glo.. iki glo, empan tenan to dienggo ngarit mathuk thok iki.

„masa sih?, pasti ya tajam, kalau tidak tajam apa ya saya jual gitu lho,

kamu itu kok ya sukanya gitu, kalau sabit saya ini pasti tajam kenyataanya

ya pada awet-awet kok asal dari siji, ni..ni.. ini ni, tajam beneran kan buat

cari rumput cocok sekali ini‟. Alih kode tersebut disebut alih kode intern

yaitu alih kode dari bahasa Jawa ragam krama ke bahasa Jawa ragam

ngoko yang menimbulkan fungsi baru.

Fungsi penggunaan kode pertama penjual (O2) menggunakan bahasa

Jawa ragam krama kepada pembeli (O1) adalah memberikan

penghormatan, karena baru mengenal O1. Kemudian O2 beralih kode

kedua menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada O1. Fungsi

Page 73: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

73

73

peralihan kode tersebut adalah lebih argumentatif untuk meyakinkan mitra

tutur bahwa golok yang O2 jual benar-benar tajam dan terbukti setiap

orang yang membeli di tempat O2 jual selalu mengeluh awet dan tahan

lama. Masing-masing tuturan masih mempertahankan fungsi.

Latarbelakangi penggunaan alih kode adalah bergantinya topik

pembicaraan awalnya O2 menggunakan bahasa Jawa ragam krama agar

lebih sopan menyuruh O1 mencoba dan membuktikan sendiri bahwa golok

yang dia jual benar-benar tajam dan awet, kemudian O2 beralih kode

menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko untuk menjelaskan karena O1

tetap tidak percaya dan O2 berusaha mengubah situasi tutur dengan

maksud agar lebih akrab dan O1 percaya dengan apa yang dia katakan.

Latar belakang alih kode ini disebut dengan faktor situasional, karena

bergantinya topik yang dibicarakan.

Data 24

Penjual (O1) : Padhos napa Mas ?

„Cari apa Mas ?‟

Pembeli (O2) : Dadung loro Mbak.

„Tali dadung dua Mbak‟

Penjual (O1) : Sing ageng napa sing alit ?

„Yang besar atau yang kecil ?‟

Pembeli (O2) : Cilik wae, mung dienggo mbakohi sapi kok, ben ora

polah.

„Kecil saja, hanya dipakai untuk engencangkan sapi, supaya

tidak gerak‟

Penjual (O1) : Cilik ?, telu sisan wae Mas, regane malah luwih murah

nek telu, tambah siji sisan ya.

„Kecil ?, tiga sekalian saja Mas, harganya lebih murah

kalau tiga, tambah satu sekalian ya‟

Pembeli (O2) : Dengah-dengah kono Mbak.

„Terserah saja Mbak‟

Page 74: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

74

74

Peristiwa tutur pada data 24 terjadi di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Kamis 6 Oktober 2016

pukul 08:30 WIB. Komunikasi dilakukan oleh penjual (O1) menanyakan

ingin membeli apa kepada pembeli (O2). Komunikasi yang terjadi adalah

santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode intern, alih kode dari

bahasa Jawa ragam krama yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada

awalnya (O1) menggunakan bahasa Jawa ragam krama kepada (O2) yaitu

sing ageng napa sing alit „yang besar atau yang kecil ?‟ kemudian beralih

kode ke bahasa Jawa ragam ngoko cilik ?, telu sisan wae Mas, regane

malah luwih murah nek telu3, tambah siji sisan ya „kecil ?, tiga sekalian

saja Mas, harganya lebih murah kalau tiga, tambah satu sekalian ya‟. Alih

kode tersebut disebut alih kode intern yaitu alih kode dari bahasa Jawa

ragam krama ke bahasa Jawa ragam ngoko yang menimbulkan fungsi

baru.

Fungsi penggunaan kode pertama penjual (O1) menggunakan bahasa

Jawa ragam krama kepada pembeli (O2) adalah untuk memberikan

penghoramatan karena baru mengenal O2. Kemudian O1 beralih kode

kedua menggunakn bahasa Jawa ragam ngoko kepada O2. Fungsi

peralihan kode tersebut adalah lebih argumentatif untuk meyakinkan mitra

tutur untuk membeli tali dengan jumlah tiga sekalian karena harganya

akan lebih murah jika membeli tiga tali. Masing-masing tuturan masih

mepertahankan fungsi.

Page 75: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

75

75

Latarbelakangi penggunaan alih kode adalah penutur (O1). Awalnya

O1 menggunakan bahasa Jawa ragam krama agar lebih sopan bertanya

kepada pembeli (O2) yang baru saja dia kenal, kemudian O1 beralih kode

menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko untuk menjelaskan dan supaya

lebih akrab bahwa harga tali yang akan dibeli oleh O2 akan lebih murah

jika membeli dengan jumlah 3 sekaligus. Latar belakang alih kode ini

disebut dengan faktor situasional, karena penutur (O1) dengan sengaja

mengubah situasi tutur untuk menjaleskan dan supaya lebih akrab dengan

mitra tutur

b. Lebih Komunikatif

Data 25

Penjual (O1) : Itungan neng kantor wae mengko, aja neng kene.

„Hitungannya di kantor saja nanti, jangan disini‟

Pembeli (O2) : Saiki wae ya, sisan dhuite pas apa orane iki.

„Sekarang saja ayo, sekalian uangnya cukup apa tidak ini‟

Penjual (O1) : Mau lak mathuk wolulas setengah ta, Dhi?, wau lak

ngoten nggih Pak?

„Tadi kan setuju delapanbelas setengah kan, Di? Tadi itu

begitu ya Pak?‟

Penjual (O3) : Iya wolulas setengah wis dibayar rongewu, kurang

enembelas setengah.

„Iya delapanbelas setengah sudah dibayar duaribu, kurang

enambelas setengah‟

Peristiwa tutur pada data 25 terjadi di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Kamis 31 Desember

2015 pukul 10:00 WIB. Komunikasi dilakukan oleh penjual (O1) dan

pembeli (O2) membicarakan transaksi pembayaran hewan yang akan

dibeli oleh pembeli (O2) kemudian hadir penjual (O3) . Komunikasi yang

Page 76: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

76

76

terjadi adalah santai tetapi serius. Dalam komunikasi tersebut terdapat alih

kode intern, alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko yang dilakukan oleh

penjual (O1). Pada awalnya (O1) menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko

kepada (O2) yaitu mau lak mathuk wolulas setengah ta, Dhi? „tadi kan

setuju delapanbelas setengah kan, Di?‟, kemudian beralih kode ke bahasa

Jawa ragam krama wau lak ngoten nggih Pak?. „tadi itu begitu ya Pak?‟.

Alih kode tersebut disebut alih kode intern yaitu alih kode dari bahasa

Jawa ragam ngoko ke bahasa Jawa ragam krama yang menimbulkan

fungsi baru.

Fungsi penggunaan kode pertama penjual (O1) menggunakan bahasa

Jawa ragam ngoko kepada pembeli (O2) adalah untuk mengaskan maksud

terentu, dan O1 mengunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada O2 karena

sudah mengenal akrab. Kemudian O1 beralih kode kedua menggunakan

bahasa Jawa ragam krama kepada penjual (O3) yang merupakan atasanya,

peralihan kode tersebut adalah lebih komunikatif menanyakan kekurangan

harga kepada penjual (O3) karena O3 merupakan juragan atau atasan dari

O1, maka O1 beralih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko untuk berbicara

dengan pembeli karena sudah mengenal kemudian beralih kode ke bahasa

Jawa ragam krama untuk menghormati O3 yang merupakan atasannya.

Masing-masing tuturan masih mepertahankan fungsi.

Latarbelakangi penggunaan alih kode adalah hadirnya penutur ketiga

(O3) awalnya O1 menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada pembeli

(O2) karena sudah saling mengenal, kemudian O2 beralih kode

menggunakan bahasa Jawa ragam krama kepada O3 agar lebih

Page 77: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

77

77

menghormati O3 yang merupakan atasannya. Latar belakang alih kode ini

disebut dengan faktor situasional, karena hadirnya penutur ketiga.

Data 26

Pembeli (O1) : Nyo, tak genepi sisan nyo.

„Nih, saya lunasi sekalian nih‟

Penjual (O2) : Walah susuke kok akehmen iki, sik. Dhe gadhah pecah

satus ewu?

„Walah kembaliannya kok banyak sekali ini, sebentar. Pak

punya pecahan seratus ribu?‟

Penjual (O3) : Wah ora, ora nduwe aku nek satus.

„Wah tidak, tidak punya saya kalau seratus‟

Peristiwa tutur pada data 26 terjadi di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Sabtu 26 Desember

2015 pukul 11:20 WIB. Komunikasi dilakukan oleh pembeli (O1) dan

penjual (O2) tentang uang pembayaran dari O2 yang tidak ada

kembaliannya kemudia O2 bermaksud untuk menukar uang tersebut

kepada penjual yang lain (O3). Komunikasi yang terjadi adalah sedikit

tergesa-gesa. Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode intern, alih

kode dari bahasa Jawa ragam ngoko yang dilakukan oleh penjual (O2).

Pada awalnya (O2) menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada (O1)

yaitu walah susuke kok akehmen iki, sik „walah kembaliannya kok

banyak sekali ini, sebentar‟. kemudian beralih kode ke bahasa Jawa ragam

krama Dhe gadhah pecah satus ewu?‟ „Pak punya pecahan seratus ribu?‟.

Alih kode tersebut disebut alih kode intern yaitu alih kode dari bahasa

Jawa ragam ngoko ke bahasa Jawa ragam krama yang menimbulkan

fungsi baru.

Page 78: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

78

78

Fungsi penggunaan kode pertama penjual (O2) menggunakan bahasa

jawa ragam ngoko kepada pembeli (O1) adalah untuk menegaskan suatu

maksud tertentu dan karena sudah mengenal akrab dengan pembeli (O1).

Kemudian O2 beralih kode kedua menggunakan bahasa Jawa ragam

krama kepada penjual (O3). Fungsi peralihan kode tersebut adalah lebih

komunikatif menanyakan pecahan uang seratus ribu rupiah kepada penjual

(O3) untuk mengembalikan uang kembalian untuk pembeli (O1) karena

O3 lebih tua dari O2. Masing-masing tuturan masih mepertahankan fungsi.

Latarbelakangi penggunaan alih kode adalah hadirnya penutur

ketiga (O3) awalnya O2 gunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada

pembeli (O1) karena O1 menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko maka

O2 juga menjawab menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko, kemudian

beralih kode ke dalam bahasa Jawa ragam krama kepada penjual yang lain

(O3) untuk menghormati karena usia 03 jauh lebih tua dari O2. Latar

belakang alih kode ini disebut dengan faktor situasional, karena hadirnya

penutur ketiga. Masing-masing tuturan masih memperthankan fungsi.

Data 27

Pembeli (O1) : Dawet kalih Pak, pinten ?

„Dawet dua Pak, berapa ?‟

Penjual (O2) : O.. Nggih niki Mbak, gangsal ewu.

„O.. iya ini Mbak, lima ribu‟

Pembeli (O1) : Niki.

„Ini‟

Penjual (O2) : Susuk gangsal ewu nggih Mbak, kae dolono sik Le, tak

nyusuki Mbake iki sik.

“Kembali lima ribu ya Mbak, itu layani dulu Nak, saya

akan memberi kembalian kepada Mbak ini dulu‟

Penjual (O3) : Pinten ?

„Berapa ?‟

Page 79: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

79

79

Peristiwa tutur pada data 27 terjadi di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Selasa 11 Oktober 2015

pukul 11:15 WIB. Komunikasi dilakukan oleh pembeli memesan kepada

penjual (O2) kemudian hadir penjual (O3) lalu penjual (O2) meminta O3

untuk membantu melayani pelanggan lain yang datang untuk membeli.

Komunikasi yang terjadi adalah santai. Dalam komunikasi tersebut

terdapat alih kode intern, alih kode dari bahasa Jawa ragam krama yang

dilakukan oleh penjual (O2). Pada awalnya (O2) menggunakan bahasa

Jawa ragam krama kepada (O1) yaitu susuk gangsal ewu nggih Mbak

„kembali lima ribu ya Mbak‟, kemudian beralih kode ke bahasa Jawa

ragam ngoko, kae dolono sik Le, tak nyusuki Mbake iki sik „itu layani

dulu Nak, saya akan memberi kembalian kepada Mbak ini dulu‟. Alih

kode tersebut disebut alih kode intern yaitu alih kode dari bahasa Jawa

ragam krama ke bahasa Jawa ragam ngoko yang menimbulkan fungsi

baru.

Fungsi penggunaan kode pertama penjual (O2) menggunakan bahasa

Jawa ragam krama kepada pembeli (O1) adalah untuk memberikan

penghormatan kepada pembeli (O1) untuk menanyakan pesanan.

Kemudian O2 beralih kode kedua menggunakan bahasa Jawa ragam

krama kepada penjual (O3). Fungsi peralihan kode tersebut adalah lebih

komunikatif menyuruh penjual (O3) untuk membantu melayani pembeli

lain. O3 merupakan anak dari O2, maka O2 beralih kode dari bahasa Jawa

ragam ngoko untuk berbicara kepada O3 dan karena sudah terbiasa

Page 80: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

80

80

menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada O3. Masing-masing

tuturan masih mempertahankan fungsi.

Latarbelakangi penggunaan alih kode adalah hadirnya penutur ketiga

(O3) awalnya O2 menggunakan bahasa Jawa ragam krama kepada

pembeli (O1) karena sudah belum saling mengenal dan lebih

menghormati, kemudian O2 beralih kode menggunakan bahasa Jawa

ragam ngoko kepada O3 karena sudah terbiasa dan O3 yang merupakan

anak dari O2. Latar belakang alih kode ini disebut dengan faktor

situasional, karena hadirnya penutur ketiga.

c. Memberikan Penghormatan

Data 28

Penjual (O1) : Bar niliki gone Samidi, sapine telu lemu-lemu.

„Habis melihat milik Samidi, sapinya tiga gemuk-gemuk‟

Penjual (O2) : Wingi dinyang jagal lor ora oleh kok.

„Kemarin ditawar jagal utara tidak boleh‟

Pembeli (O3) : Mas enek perah ora?

„Mas, ada sapi perah tidak?‟

Penjual (O1) : Niki kalih mas Muji mawon, nggen kula sampun telas

niku.

„Itu sama mas Muji saja, punya saya sudah habis ini‟

Peristiwa tutur pada data 28 terjadi di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Kamis 31 Desember

2015 pukul 13:00 WIB. Komunikasi dilakukan oleh penjual (O1) dan

penjual (O2) berbincang-bincang tentang sapi milik teman mereka yang

bagus kemudian datang pembeli (O3) yang menanyakan sapi karena ingin

membeli. Komunikasi yang terjadi adalah santai dan penuh rasa hormat.

Page 81: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

81

81

Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode intern, alih kode dari bahasa

Jawa ragam ngoko yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada awalnya (O1)

menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada (O2) yaitu bar niliki gone

Samidi, sapine telu lemu-lemu „habis melihat miliknya Samidi, sapinya

tiga gemuk-gemuk‟. Kemudian beralih kode ke bahasa Jawa ragam krama

Niki kalih mas Muji mawon, nggen kula sampun telas niku „itu sama

mas Muji saja, punya saya sudah habis ini‟. Alih kode tersebut disebut alih

kode intern yaitu alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko ke bahasa Jawa

ragam krama yang menimbulkan fungsi baru.

Fungsi penggunaan kode pertama penjual (O1) menggunakan bahasa

Jawa ragam ngoko kepada penjual (O2) adalah untuk lebih komunikatif

berbicara dengan O2 karena mereka sudah saling mengenal dan sudah

terbiasa menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko untuk berkomunikasi.

Kemudian O1 beralih kode kedua menggunakan bahasa Jawa ragam

krama kepada pembeli (O3). Fungsi peralihan kode tersebut tersebut

adalah untuk memberikan penghormatan. O1 menunjukan kesopanan

bahasanya kepada O3 yang merupakan pembeli dengan cara beralih kode

dari bahasa Jawa ragam ngoko beralih menggunakan bahasa Jawa ragam

krama agar sopan terhadap pembeli. Masing-masing tuturan masih

mempertahankan fungsi.

Latarbelakangi penggunaan alih kode adalah hadirnya penutur ketiga

(O3). Awalnya O1 gunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada penjual

(O2) yang berbincang-bincang tentang sapi milik temannya karena O2

merupakan teman dari O1 yang memiliki profesi sama sebagai penjual

Page 82: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

82

82

sapi di pasar hewan, kemudian beralih kode ke dalam bahasa Jawa ragam

krama kepada pembeli (O3) untuk menghormati karena O3 merupakan

pembeli agar lebih menghormati kemudian O1 beralih kode menggunakan

bahasa yang lebih sopan. Latar belakang alih kode ini disebut dengan

faktor situasional, karena hadirnya penutur ketiga dan agar lebih sopan.

Data 29

Pembeli (O1) : Iki alamate, terna saiki ditunggu bocahku mengko ning

kandhang kana.

„Ini alamatnya, antarkan sekarang ditunggu orang saya

nanti di kandang sana‟

Penjual (O2) : Iya, bar iki tak nali siji iki gek budhal rana.

„Iya, setelah ini menali satu ini terus brangkat kesana‟

Penjual (O3) : Ndang saiki wae Min, mumpung dalan sepi, engko nek

wayah bubaran malah rame, tak taline kene.

„Cepat sekarang saja Min, mumpung jalanan sepi, nanti

kalau waktu pulang pasti rame, saya talikan saja sini‟

Penjual (O2) : Ngoten? Oo.. Nggih kula budhal sakniki.

„Begitu? Oo.. Iya saya berangkat sekarang‟

Peristiwa tutur pada data 29 terjadi di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Kamis 31 Desember

2015 pukul 10:45 WIB. Komunikasi dilakukan oleh pembeli (O1)

menyuruh penjual (O2) agar segera mengantar sapi yang O1 beli kerumah.

Komunikasi yang terjadi adalah tergesa-gesa dan penuh rasa hormat.

Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode intern, alih kode dari bahasa

Jawa ragam ngoko yang dilakukan oleh penjual (O2). Pada awalnya (O2)

menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada (O1) yaitu iya, bar iki tak

nali siji iki gek budhal rana „iya, setelah ini menali satu ini terus brangkat

Page 83: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

83

83

kesana‟. Kemudian beralih kode ke bahasa Jawa ragam krama ngoten?

Oo.. Nggih kula budhal sakniki „begitu? Oo.. Iya saya berangkat

sekarang‟. Alih kode tersebut disebut alih kode intern yaitu alih kode dari

bahasa Jawa ragam ngoko ke bahasa Jawa ragam krama yang

menimbulkan fungsi baru.

Fungsi penggunaan kode pertama penjual (O2) menggunakan bahasa

Jawa ragam ngoko kepada pembeli (O1) adalah untuk lebih komunikatif

berbicara dengan O2 karena mereka sudah saling mengenal dan sudah

terbiasa menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko untuk berkomunikasi.

Kemudian O2 beralih kode kedua menggunakan bahasa Jawa ragam

krama kepada penjual (O3). Fungsi peralihan kode kedua tersebut adalah

untuk memberikan penghormatan. O2 menunjukan kesopanan bahasanya

kepada O3 yang merupakan atasan dari O2 maka O2 menggunakan bahasa

Jawa ragam krama karena menghormati dan sudah biasa menggunakan

bahasa Jawa ragam krama untuk berkomunikasi dengan pimpinannya.

Masing-masing tuturan masih mempertahankan fungsi.

Latarbelakangi penggunaan alih kode adalah hadirnya penutur ketiga

(O3). Awalnya O2 gunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada pembeli

(O1) yang yang menyuruh agar segera mengantar sapinya kerumah karena

O1 merupakan pembeli yang sudah langganan maka O1 dan O2 sudah

sering bertemu dan akrab, kemudian beralih kode ke dalam bahasa Jawa

ragam krama kepada penjual (O3) untuk menghormati karena O3

merupakan atasan atau pimpinan dari O2 karena sudah biasa menggunakan

bahasa Jawa ragam krama dalam berkomunikasi sehari-sahi maka O2

Page 84: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

84

84

menjawab perintah dari O3 dengan menggunakan bahasa Jawa ragam

krama juga karena agar lebih sopan. Latar belakang alih kode ini disebut

dengan faktor situasional, karena hadirnya penutur ketiga dan agar lebih

sopan.

Data 30

Penjual (O1) : Yahmene rek arek mulih, lha apa wis kepayon?

„Jam segini kok mau pulang, apa sudah laku?‟

Penjual (O2) : Hurung eg, dibel bojoku kon mulih, dijak tilik wong loro

neng Jebres.

„Belum, ditelfon istri saya disuruh pulang, diajak

menjenguk orang sakit di Jebres‟

Penjual (O3) : To, kowe mau ngerti Lilik ora?

„To, kamu tadi melihat Lilik tidak?‟

Penjual (O2) : Wau turene ajeng wangsul niku Pak, napa dereng pamit

jenengan? „Tadi katanya akan pulang gitu Pak, apa belum berpamitan

dengan Anda?‟

Penjual (O3) : Owalah mulih jebule, yawis nek ngono.

„Owalah pulang ternyata, yasudah kalau begitu‟

Peristiwa tutur pada data 30 terjadi di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Kamis 6 Oktober 2016

pukul 09:30 WIB. Komunikasi dilakukan oleh penjual (O1) bertanya

kepada penjual (O2) karena O2 akan pulang lebih awal dari biasanya.,

kemudian hadir penjual (O3) sebagai penutur ketiga yang datang

menanyakan rekan kerjanya kepada O2. Komunikasi yang terjadi adalah

santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode intern, alih kode dari

bahasa Jawa ragam ngoko yang dilakukan oleh penjual (O2). Pada

awalnya (O2) menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada (O1) yaitu

hurung eg, dibel bojoku kon mulih, dijak tilik wong loro neng Jebres

Page 85: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

85

85

„belum, ditelfon istri saya disuruh pulang, diajak menjenguk orang sakit di

Jebres‟. Kemudian beralih kode ke bahasa Jawa ragam krama kepada

penjual (O3) wau turene ajeng wangsul niku Pak, napa dereng pamit

jenengan?, „tadi katanya akan pulang gitu Pak, apa belum berpamitan

dengan Anda?‟. Alih kode tersebut disebut alih kode intern yaitu alih kode

dari bahasa Jawa ragam ngoko ke bahasa Jawa ragam krama yang

menimbulkan fungsi baru.

Fungsi penggunaan kode pertama penjual (O2) menggunakan bahasa

Jawa ragam ngoko kepada penjual (O1) adalah untuk lebih komunikatif

berbicara dengan O2 karena mereka sudah saling mengenal dan sudah

terbiasa menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko untuk berkomunikasi.

Kemudian O2 beralih kode kedua menggunakan bahasa Jawa ragam

krama kepada penjual (O3). Fungsi peralihan kode kedua tersebut adalah

memberikan penghormatan. O2 menunjukan kesopanan bahasanya kepada

O3 karena O3 lebih tua dari O2, maka O2 menggunakan bahasa Jawa

ragam krama karena menghormati dan sudah biasa menggunakan bahasa

Jawa ragam krama untuk berkomunikasi dengan O3. Masing-masing

tuturan masih mempertahankan fungsi.

Latarbelakangi penggunaan alih kode adalah hadirnya penutur ketiga

(O3). Awalnya O2 gunakan bahasa Jawa ragam ngoko untuk menjawab

pertanyaan dari penjual (O1) karena O1 merupakan teman yang sudah

lama dikenal , kemudian beralih kode ke dalam bahasa Jawa ragam krama

kepada penjual (O3) untuk menghormati karena O3 lebih tua darinya dan

sudah biasa menggunakan bahasa Jawa ragam krama dalam

Page 86: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

86

86

berkomunikasi sehari-sahi maka O2 menjawab pertanyaan dari O3 dengan

menggunakan bahasa Jawa ragam krama karena agar lebih sopan. Latar

belakang alih kode ini disebut dengan faktor situasional, karena hadirnya

penutur ketiga dan agar lebih sopan.

d. Mempertegas Pembicaraan

Data 31

Penjual (O1) : Sapi eloke kaya ngene kok jik kurang piye

horok?,karepmu lak sing gelem mangan suket tur ora

nolak damen ta? tenang saja nanti tak ambile lagi kalau

nolak damen, jangan khawatir ngono lho.

„Sapi bagusnya kaya gini kok masih kurang gimana coba?,

kamu meminta yang doyan makan ruput dan tidak menolak

jerami kan?, tenang saja nanti saya ambil lagi kalau nolak

jerami, jangan khawatir gitu lho‟

Pembeli (O2) : Hahaha.. Ngono cocok, tenan lho ya.

„Hahaha.. seperti itu cocok, beneran ya‟

Peristiwa tutur pada data 31 terjadi di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Sabtu 31 Desember

2015 pukul 10:45 WIB. Komunikasi dilakukan oleh penjual (O1) dan

pembeli (O2) tentang sapi jika sapinya tidak sesuai yang dharapkan

pembeli (O2) maka akan diambil kembali oleh (O1). Komunikasi yang

terjadi adalah santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode intern,

alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko yang dilakukan oleh penjual

(O1). Pada awalnya (O1) menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada

(O2) yaitu sapi elok’e kaya ngene kok jik kurang piye horok? karepmu

lak sing ora nolak damen ta? „sapi bagusnya kaya gini kok masih kurang

gimana coba?, kamu meminta yang tidak menolak jerami kan?‟. Kemudian

Page 87: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

87

87

beralih kode ke bahasa Indonesia tenang saja nanti tak ambile lagi kalau

nolak damen, jangan khawatir „tenang saja nanti saya ambil lagi kalau

menolak jerami, jangan khawatir‟. Alih kode tersebut disebut alih kode

intern yaitu alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko ke bahasa Indonesia

yang menimbulkan fungsi baru.

Fungsi penggunaan kode pertama penjual (O1) menggunakan bahasa

Jawa ragam ngoko kepada pembeli (O2) adalah untuk menegaskan suatu

maksud. Kemudian O1 beralih kode kedua menggunakan bahasa Indonesia

kepada O2. Fungsi peralihan kode tersebut adalah mempertegas

pembicaraan. O1 mempertegas pembicaraannya dengan akan mengambil

kembali sapi yang sudah dibeli oleh pembeli jika sapi tersebut tidak sesuai

yang diharpkan oleh pembeli (O2), dan menyuruh agar O2 tidak khawatir.

Masing-masing masih mempertahankan fungsi.

Latarbelakangi penggunaan alih kode adalah membangkitkan rasa

humor. Awalnya O1 gunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada pembeli

(O2), kemudian beralih kode ke dalam bahasa Indonesia karena O1

sengaja mengubah suasana tutur ingin melucu mempertegas

pembicaraannya serta meyakinkan agar pembeli yakin dengan apa yang

O1 katakan. Latar belakang alih kode ini disebut dengan faktor situasional,

karena ingin membangkitkan rasa humor dan mengubah situasi tutur.

Data 32

Penjual (O1) : Dudohi ki urung karuan nek mathuk, mengko bali neh

golek neh, nek kethok barange neng kene ngono genah.

„Memberi tahu itu belum tentu cocok, nanti kembali lagi

mencari lagi, kalau kelihatan barangnya di sini gitu pasti‟

Pembeli (O2) : Lha nganyang boten?

Page 88: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

88

88

„Lha menawar tidak?‟

Penjual (O1) : Jenengan wau rak nika ta rembuge?

„Anda tadi yang itu kan bilangnya?‟

Pembeli (O2) : Nggih nika sing gagah sanes niki.

„Iya, itu yang gagah bukan yang ini‟

Peristiwa tutur pada data 32 terjadi di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Senin 21 Desember

2015 pukul 12:00 WIB. Komunikasi dilakukan oleh penjual (O1) dan

pembeli (O2) berdepat memilih sapi dengan harga yang sesuai dengan

pembeli. Komunikasi yang terjadi adalah penuh dengan keseriusan. Dalam

komunikasi tersebut terdapat alih kode intern, alih kode dari bahasa Jawa

ragam ngoko yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada awalnya (O1)

menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada (O2) yaitu dudohi ki

urung karuan nek mathuk, mengko bali neh golek neh, nek kethok

barange neng kene ngono genah „memberi tahu itu belum tentu cocok,

nanti kembali lagi mencari lagi, kalau kelihatan barangnya di sini gitu

pasti‟. Kemudian beralih kode ke bahasa Jawa ragam krama jenengan

wau rak nika ta rembuke? „anda tadi yang itu kan bilangnya‟. Alih kode

tersebut disebut alih kode intern yaitu alih kode dari bahasa Jawa ragam

ngoko ke bahasa Jawa ragam krama yang menimbulkan fungsi baru.

Fungsi penggunaan kode pertama penjual (O1) menggunakan bahasa

Jawa ragam ngoko kepada pembeli (O2) adalah agar lebih komunikatif

dalam berkomunikasi dengan O2. Kemudian O1 beralih kode kedua

menggunakan bahasa Jawa ragam krama kepada O2. Fungsi peralihan

kode tersebut adalah mempertegas pembicaraan. O1 mempertegas

Page 89: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

89

89

pembicaraannya dengan memberikan pertanyaan kepada O2 dengan

pilihan sapinya yang pertama. Masing-masing tuturan masih

mempertahankan fungsinya.

Latarbelakangi penggunaan alih kode adalah bergantinya topik yang

dibicarakan. Awalnya O1 gunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada

pembeli (O2), kemudian beralih kode ke dalam bahasa Jawa ragam krama

karena topik yang dibicarakan berbeda O1 sengaja mengubah suasana

tutur ingin menjadi lebih serius karena awalnya santai dan agar lebih sopan

memberikan pertanyaan kepada O2. Latar belakang alih kode ini disebut

dengan faktor situasional, karena bergantinya topik yang dibicarakan.

Data 33

Penjual (O1) : Dhahar napa wau Mas? rames kok nggih?

„Makan apa tadi Mas? nasi rames ya?‟

Pembeli (O2) : Iya Bu, siji, biasa ora usah gawa endhog.

„Iya Bu, satu, biasa tidak pakai telur”

Penjual (O1) : Ngeneki? biasa sayur thok ora gawa endhog

ngene?,tempene iya pa rak? „Seperti ini? Biasa sayur saja tidak pakai telur begini?

tempenya iya apa tidak?‟

Pembeli (O2) : Iya uwis ngono thok.

„Iya sudah begitu saja‟

Peristiwa tutur pada data 33 terjadi di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Kamis 6 Oktober 2015

pukul 09:15 WIB. Komunikasi dilakukan oleh penjual (O1) dan pembeli

(O2) saling tanya jawab menanyakan pesanan makanan. Komunikasi yang

terjadi adalah santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode intern,

alih kode dari bahasa Jawa ragam krama yang dilakukan oleh penjual

Page 90: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

90

90

(O1). Pada awalnya (O1) menggunakan bahasa Jawa ragam krama

kepada (O2) yaitu dhahar napa wau Mas? rames kok nggih? „Makan apa

tadi Mas? nasi rames ya?‟. Kemudian beralih kode ke bahasa Jawa ragam

ngoko ngeneki? biasa sayur thok ora gawa endhog ngene? tempene iya

pa rak? „seperti ini? Biasa sayur saja tidak pakai telur begini?, tempenya

iya apa tidak?‟. Alih kode tersebut disebut alih kode intern yaitu alih kode

dari bahasa Jawa ragam krama ke bahasa Jawa ragam ngoko yang

menimbulkan fungsi baru.

Fungsi penggunaan kode pertama penjual (O1) menggunakan bahasa

Jawa ragam krama kepada pembeli (O2) adalah untuk memberikan

penghormatan karena O2 merupakan serang pembeli dan agar terlihat

sopan. Kemudian O1 beralih kode menggunakan bahasa Jawa ragam

ngoko kepada O2. Fungsi peralihan kode tersebut adalah mempertegas

pembicaraan. O1 mempertegas pembicaraannya untuk menanyakan

kejelasan makanan yang dipesan oleh pembeli (O2) dan agar terlihat lebih

akrab. Masing-masing tuturan masih mempertahankan fungsinya.

Latarbelakangi penggunaan alih kode adalah bergantinya topik yang

dibicarakan. Awalnya O1 gunakan bahasa Jawa ragam krama kepada

pembeli (O2), kemudian beralih kode ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko

karena topik yang dibicarakan berbeda O1 sengaja sengaja mengubah

beralih kode menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko karena agar lebih

nyaman memperjelas pertanyaan kepada pembeli (O2). Latar belakang alih

kode ini disebut dengan faktor situasional, karena bergantinya topik yang

dibicarakan.

Page 91: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

91

91

2. Fungsi Campur Kode

Fungsi campur kode yang ditemukan dalam komunikasi penjual dan

pembeli di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari

kabupaten Boyolali yaitu, (1) bahasa yang digunakan lebih bervariasi, (2)

lebih mudah dipahami, (3) menegaskan penekanan atau maksud, (4)

menunjukkan identitas diri.

a. Bahasa yang digunakan Lebih Bervariasi

Data 34

Penjual (O1) : Tunggunen sapi iki sedilit, tak jupuk anakku sik.

„Tungguin sapi ini sebentar, saya jemput anak saya dulu‟.

Penjual (O2) : Kuwi anakmu ngono kok.

„Itu anakmu kan‟

Penjual (O1) : Apa iya? Endi?

„Apa iya? Mana?‟

Penjual (O2) : Lha kuwi wis dijemput ngono kok

„Itu sudah dijemput begitu‟.

Penjual (O1) : Woalah iya.

„Walah iya‟.

Peristiwa tutur pada data 34 terjadi di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Kamis 31 Desember

2015 pukul 11:00 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai penjual

dan (O2) yang juga sebagai penjual, O1 yang meminta tolong agar O2

menjaga sapinya karena O1 ingin menjemput anaknya yang sudah pulang

sekolah tetapi ternyata sudah dijemput, situasi komunikasi yang terjadi

santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat peristiwa campur kode berupa

penggunaan kata dari bahasa lain yang dilakukan oleh penjual (O2). Pada

Page 92: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

92

92

kalimat berbahasa Jawa ragam ngoko yaitu, lha kuwi wis dijemput ngono

kok „Itu sudah dijemput begitu, terdapat campur kode dari bahasa

Indonesia yaitu kata dijemput yang terdapat dalam tuturan kedua di bagian

kedua. Campur kode ini disebut campur kode intern yaitu disisipkannya

kata dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko.

Fungsi penggunaan campur kode pada data 34 di atas adalah

bahasa yang digunakan lebih bervariasi. O2 menunjukan bahwa dirinya

juga menguasai bahasa lain sehingga dia memasukan frasa dari bahasa

Indonesia dalam tuturannya. Latar belakang yang menyebabkan terjadinya

campur kode adalah keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan, kata

tersebut digunakan oleh O2 karena ingin mejelaskan kepada O1 bahwa

anaknya sudah dijemput jadi O2 tidak perlu menunggu sapinya. Masuknya

kata itu tidak menimbulkan fungsi baru. Latar belakang penggunaan

campur kode ini disebut dengan faktor praktikal, karena penutur

menggunakan bahasa lain untuk menjelaskan atau menafsirkan.

Data 35

Penjual (O1) : Iki? O.. ya tidak, kadohan. Kae suk riyoyo mesthi uwis

ndaging, cepet kae timbang iki, ngandela.

„Ini? O.. ya tidak, jauh. Itu besok hari raya pasti sudah

banyak dagingnya, cepat itu daripada ini, percaya saja‟

Peristiwa tutur pada data 35 terjadi di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Kamis 31 Desember

2015 pukul 09:00 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai penjual

Page 93: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

93

93

yang menjelaskan tentang perbandingan sapi yang lebih besar dan O1 juga

berusaha meyakinkan mitra tuturnya untuk percaya dengan pendapatnya,

situasi komunikasi yang terjadi santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat

peristiwa campur kode berupa penggunaan kata dari bahasa Indonesia

yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada kalimat berbahasa Jawa ragam

ngoko yaitu, iki? O.. ya tidak, kadohan. Kae suk riyoyo mesthi uwis

ndaging, cepet kae timbang iki, ngandela „ini? O.. ya tidak, jauh. Itu besok

hari raya pasti sudah banyak dagingnya, cepat itu daripada ini, percaya

saja‟, terdapat penggunaan kata dari bahasa Indonesia yaitu kata tidak

yang terdapat dalam tuturan di depan di bagian kedua. Campur kode ini

disebut campur kode intern yaitu disisipkannya kata dari bahasa Indonesia

ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko.

Fungsi penggunaan campur kode pada data 35 di atas adalah

bahasa yang digunakan lebih bervariasi. O1 menunjukan bahwa dirinya

sangat tidak setuju dengan pendapat mitra tuturnya sehingga dia

memasukan kata dari bahasa Indonesia dalam tuturannya. Latar belakang

yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah keinginan untuk

menjelaskan atau menafsirkan, kata tersebut digunakan oleh O1 karena

ingin mejelaskan bahwa O1 sangat tidak setuju dan lebih meyakini bahwa

sapi pilihannya lebih siap dipakai untuk hari raya Kurban daripada sapi

yang ditunjukan oleh mitra tuturnya. Masuknya kata itu tidak

menimbulkan fungsi baru. Latar belakang penggunaan campur kode ini

disebut dengan faktor praktikal, karena penutur menggunakan bahasa lain

untuk menjelaskan bahwa penutur sangat tidak setuju.

Page 94: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

94

94

Data 36

Pembeli (O1) : Nyoh tak bayar separo sik, mengko nek uwis tekan omah

tak bayar cash ya.

„Nih saya bayar setengah dulu, nanti kalau sudah sampai

rumah saya bayar lunas ya‟

Peristiwa tutur pada data 36 terjadi di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Selasa 11 Oktober 2015

pukul 11:45 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai pembeli yang

menjelaskan tentang pembayaran sapi yang dibelinya, situasi komunikasi

yang terjadi santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat peristiwa campur

kode berupa penggunaan kata dari bahasa Inggris yang dilakukan oleh

penjual (O1). Pada kalimat berbahasa Jawa ragam ngoko yaitu, nyoh tak

bayar separo sik, mengko nek wis tekan omah tak bayar cash ya, „Nih

saya bayar setengah dulu, nanti kalau sudah sampai rumah saya bayar

lunas ya‟, terdapat penggunaan kata dari bahasa Indonesia yaitu kata cash

yang terdapat dalam tuturan di atas di bagian kedua. Campur kode ini

disebut campur kode intern yaitu disisipkannya kata dari bahasa Indonesia

ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko.

Fungsi penggunaan campur kode pada data 36 di atas adalah

bahasa yang digunakan lebih bervariasi. O1 menunjukan bahwa dirinya

menguasai bahasa lain yaitu bahasa Inggris sehingga dia memasukan kata

dari bahasa Inggris dalam tuturannya. Masuknya kata itu tidak

menimbulkan fungsi baru. Latar belakang yang menyebabkan terjadinya

campur kode adalah keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan, kata

Page 95: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

95

95

tersebut digunakan oleh O1 karena ingin mejelaskan cara pembayaran

yang akan dilakukannya yaitu membayar setengah harga dulu setelah sapi

diantar sampai rumah maka akan dibayar lunas. Latar belakang

penggunaan campur kode ini disebut dengan faktor praktikal, karena

penutur menggunakan bahasa lain untuk menjelaskan cara pembayaran.

b. Lebih Mudah Dipahami

Data 37

Penjual (O1) : Aku mau critane mubeng-mubeng, gara-gara enek razia

ning pertelon Kaliwuni, kok dengaren ngono lho yahmene,

biasane rada awan ngono kae.

„Aku tadi ceritanya keliling, karena ada razia di pertigaan

Kaliwuni, kok tumben gitu jam segini, biasanya agak siang

gitu‟

Penjual (O2) : Kecekel kowe? apa ora gableg SIM?

„Tertangkap kamu? apa tidak punya SIM?‟

Peristiwa tutur pada data 37 terjadi di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Sabtu 1 Oktober 2015

pukul 09:30 Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai penjual yang

menceritakan bahwa ada polisi di pertigaan Kaliwuni dalam perjalanannya

menuju ke pasar hewan, situasi komunikasi yang terjadi santai. Dalam

komunikasi tersebut terdapat peristiwa campur kode berupa penggunaan

kata dari bahasa lain yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada kalimat

berbahasa Jawa ragam ngoko yaitu, aku mau critane keliling, karena enek

razia ning pertelon Kaliwuni, kok dengaren ngono lho yahmene, biasane

rada awan ngono kae „aku tadi ceritanya muter-muter, gara-gara ada razia

di pertigaan Kaliwuni, kok tumben gitu jam segini, biasanya agak siang

Page 96: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

96

96

gitu‟, terdapat penggunaan kata dari bahasa Indonesia yaitu kata razia

yang terdapat dalam tuturan pertama di bagian kedua. Campur kode ini

disebut campur kode intern yaitu disisipkannya kata dari bahasa Indonesia

ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko.

Fungsi penggunaan campur kode pada data 37 di atas adalah agar

mudah dipahami. O1 memasukkan kata dari bahasa Indonesia untuk

menjelaskan tentang adanya razia polisi dalam perjalanan menuju ke

pasar. Masuknya kata itu tidak menimbulkan fungsi baru. Latar belakang

yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah keinginan untuk

menjelaskan atau menafsirkan O1 memasukkan kata dari bahasa Indonesia

ke dalam tuturannya dengan maksud menjelaskan bahwa sedang ada razia

polisi di pertigaan Kaliwuni dan secara tidak langsung ingin memberitahu

bagi para pengendara yang belum memiliki surat-surat agar berhati-hati.

Latar belakang penggunaan campur kode ini disebut dengan faktor

praktikal, karena penutur menggunakan bahasa lain untuk menjelaskan

atau mempertegas.

Data 38

Penjual (O1) : Dek ben ndhek Besar dak batheni, ngarepe hari raya dak

batheni rong atus.

„Dulu waktu besar saya beri untung, sebelum hari raya saya

beri untung dua ratus‟

Penjual (O2) : Nyat dodolan ki penere ben bathi kok.

„Memang jualan itu harusnya biar untung kok‟

Peristiwa tutur pada data 38 terjadi di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Kamis 31 Desember

Page 97: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

97

97

2015 pukul 11:23 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai penjual

dan (O2) yang juga sebagai penjual, keduanya berbincang-bincang

membicarakan tentang keuntungan penjualan, situasi komunikasi yang

terjadi santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat peristiwa campur kode

berupa penggunaan kata dari bahasa lain yang dilakukan oleh penjual

(O1). Pada kalimat berbahasa Jawa ragam ngoko yaitu, dek ben dhek

Besar dak batheni, ngarepe hari raya dak batheni rong atus „dulu waktu

besar saya beri untung, sebelum hari raya saya beri untung dua ratus‟,

terdapat penggunaan kata dari bahasa Indonesia yaitu kata Besar yang

terdapat dalam tuturan pertama di bagian pertama dan kata hari raya yang

terdapat dalam tuturan pertama di bagian kedua. Campur kode ini disebut

campur kode intern yaitu disisipkannya kata dari bahasa Indonesia ke

dalam bahasa Jawa ragam ngoko.

Fungsi penggunaan campur kode pada data 38 di atas adalah agar

mudah dipahami. O1 awalnya memasukkan kata dari bahasa Indonesia

yaitu kata Besar kemudian memasukkan kata dari bahasa Indonesia yaitu

kata hari raya maksudnya kata besar merupakan hari raya idul adha yang

biasanya orang Jawa lebih sering menggunakan kata besar untuk sebutan

hari raya idul adha. Masuknya kata itu tidak menimbulkan fungsi baru.

Latar belakang yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah

keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan. Disisipkannya kata dari

bahasa Indonesia ke dalam tuturan agar mitra tutur lebih mengerti maksud

dari waktu yang dibicarakan oleh penutur. Latar belakang penggunaan

Page 98: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

98

98

campur kode ini disebut dengan faktor praktikal, karena penutur

menggunakan bahasa lain untuk menjelaskan atau menafsirkan.

Data 39

Pembeli (O1) : Susuke pas ya Dhe.

„Kembaliannya pas ya Dhe‟

Penjual (O2) : Ho‟o, mengko nek ora sesuai balekna aku.

„Iya, nanti kalai tidak sesuai kembalikan ke saya‟

Peristiwa tutur pada data 39 terjadi di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Kamis 6 Oktober 2015

pukul 10:15 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai pembeli dan

(O2) yang juga sebagai penjual, situasi komunikasi yang terjadi santai.

Dalam komunikasi tersebut terdapat peristiwa campur kode berupa

penggunaan kata dari bahasa lain yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada

kalimat berbahasa Jawa ragam ngoko yaitu, ho‟o, mengko nek ora sesuai

balekna aku „iya, nanti kalai tidak sesuai kembalikan ke saya‟, terdapat

penggunaan kata dari bahasa Indonesia yaitu kata sesuai yang terdapat

dalam tuturan kedua di bagian kedua. Campur kode ini disebut campur

kode intern yaitu disisipkannya kata dari bahasa Indonesia ke dalam

bahasa Jawa ragam ngoko.

Fungsi penggunaan campur kode pada data 39 di atas adalah agar

mudah dipahami. O2 memasukan kata sesuai ke dalam bahasa Jawa ragam

ngoko agar lebih mudah dipahami oleh pembeli (O1) jika barang yang O1

beli tidak seperti yang di inginkan maka bisa dikembalikan ke O2. Latar

belakang yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah keinginan

Page 99: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

99

99

untuk menjelaskan atau menafsirkan. Disisipkannya kata dari bahasa

Indonesia ke dalam tuturan agar mitra tutur lebih mengerti maksud dari

kesepakatan yang dibicarakan oleh O2. Masuknya kata itu tidak

menimbulkan fungsi baru. Latar belakang penggunaan campur kode ini

disebut dengan faktor praktikal, karena penutur menggunakan bahasa lain

untuk menjelaskan atau menafsirkan.

c. Menegaskan Penekanan atau Maksud.

Data 40

Penjual (O1) : Goreng endhog apik nek gawa iki.

„Menggoreng telur bagus kalau pakai ini‟.

Penjual (O2) : Daknyang dek wingi larang ki.

Saya tawar kemarin mahal itu‟

Penjual (O1) : Pancene iki rada mahal, ning teflon ki nek di nggo

goreng endhog penak, iso apik warnane barang.

„‟Memang ini agak mahal, tapi teflon ini kalau dipakai

menggoren telur enak, bisa bagus warnanya juga‟

Peristiwa tutur pada data 40 terjadi di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Sabtu 1 Oktober 2016

pukul 11:30 WIB. Komunikasi dilakukan oleh para penjual makanan yang

berbincang-bincang tentang penggunaan alat masak untuk memasak telur.

situasi komunikasi yang terjadi santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat

peristiwa campur kode berupa penggunaan kata dari bahasa lain yang

dilakukan oleh penjual (O1). Pada kalimat berbahasa Jawa ragam ngoko

yaitu, Pancene iki rada mahal, ning teflon ki nek di nggo goreng endhog

penak, iso apik warnane barang, „Memang ini agak mahal, tapi teflon ini

kalau dipakai menggoren telur enak, bisa bagus warnanya juga‟. Campur

Page 100: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

100

100

kode ini disebut campur kode intern yaitu disisipkannya kata dari bahasa

Indonesia yang terdapat dalam tuturan pertama di bagian pertama dan di

bagian kedua ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko.

Fungsi penggunaan campur kode pada data 40 di atas adalah

menegaskan penekanan atau maksud. Kata mahal memberi penekanan

bahwa yang dimaksud dengan harga mahal adalah teflon alat dapur yang

digunakan untuk menggoreng telur yang digunakan oleh penjual (O1).

Latar belakang yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah

keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan. Masuknya kata itu tidak

menimbulkan fungsi baru. Dengan memasukan kata dari bahasa Indonesia

ke dalam tuturannya O1 ingin menjelaskan atau menafsirkan bahwa

meskipun teflon harganya mahal tetapi ada juga manfaatnya. Latar

belakang penggunaan campur kode ini disebut dengan faktor praktikal,

karena penutur menggunakan bahasa lain untuk menjelaskan atau

menafsirkan.

Data 41

Pembeli (O1) : Es teh setunggal Bu, anak wedok niki.

„Es teh satu Bu, anak perempuan ini‟

Penjual (O2) : E..e..e anak wedok cantike neh..neh, gelas napa plastik

Pak.

„E..e..e anak perempuan cantiknya, gelas apa plastik Pak?‟.

Pembeli (O1) : Plastik mawon Bu.

„Plastik mawon Bu‟

Peristiwa tutur pada data 41 terjadi di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Sabtu 21 Desember

Page 101: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

101

101

2016 pukul 11:35 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai pembeli

yang memesan es untuk anak perempuannya. situasi komunikasi yang

terjadi santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat peristiwa campur kode

berupa penggunaan kata dari bahasa lain yang dilakukan oleh penjual

(O2). Pada kalimat berbahasa Jawa ragam krama yaitu ee..e anak wedok

cantike neh..neh, gelas napa plastik Pak, „e.e..e anak perempuan

cantiknya, gelas apa plastik Pak?‟, terdapat penggunaan kata dari bahasa

Indonesia yaitu kata cantike yang terdapat dalam tuturan kedua di bagian

pertama. Campur kode ini disebut campur kode intern yaitu disisipkannya

kata dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa ragam krama.

Fungsi penggunaan campur kode pada data 41 di atas adalah

menegaskan penekanan atau maksud. Kata cantik memberikan penekanan

bahwa anak perempuan dari pembeli itu memiliki wajah yang cantik.

Masuknya kata itu tidak menimbulkan fungsi baru. Latar belakang yang

menyebabkan terjadinya campur kode adalah keinginan untuk menjelaskan

atau menafsirkan. Dengan memasukan kata dari bahasa Indonesia ke

dalam tuturannya O2 ingin menjelaskan atau menafsirkan bahwa anak dari

pembeli yang memesan minuman kepada penjual (O2) itu memiliki wajah

yang cantik. Latar belakang penggunaan campur kode ini disebut dengan

faktor praktikal, karena penutur menggunakan bahasa lain untuk

menjelaskan atau menafsirkan.

Page 102: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

102

102

Data 42

Pembeli (O1) : Nika Mbak, aqua dingin setunggal, pinten?

„Itu Mbak, aqua dingin satu, berapa?‟

Penjual (O2) : Nggih, tigangewu Mas.

„Iya, tiga ribu Mas‟

Peristiwa tutur pada data 42 terjadi di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Selasa 11 Oktober 2016

pukul 12:30 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai pembeli yang

bertanya harga minuman dingin kepada penjual (O2). situasi komunikasi

yang terjadi santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat peristiwa campur

kode berupa penggunaan kata dari bahasa lain yang dilakukan oleh

pembeli (O1). Pada kalimat berbahasa Jawa ragam krama yaitu nika

Mbak, aqua dingin setunggal, pinten?, „itu Mbak, aqua dingin satu,

berapa?‟, terdapat penggunaan kata dari bahasa Indonesia yaitu kata

dingin yang terdapat dalam tuturan pertama di bagian kedua . Campur

kode ini disebut campur kode intern yaitu disisipkannya kata dari bahasa

Indonesia ke dalam bahasa Jawa ragam krama.

Fungsi penggunaan campur kode pada data 42 di atas adalah

menegaskan penekanan atau maksud. Kata dingin memberikan penekanan

atau maksud minuman yang sudah dingin karna diambil di dalam lemari es

pendingin. Masuknya kata itu tidak menimbulkan fungsi baru. Latar

belakang yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah keinginan

untuk menjelaskan atau menafsirkan. Dengan memasukan kata dari bahasa

Indonesia ke dalam tuturannya O1 ingin menjelaskan atau menafsirkan

Page 103: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

103

103

bahwa yang di maksud adalah harga minuman yang sudah dingin. Latar

belakang penggunaan campur kode ini disebut dengan faktor praktikal,

karena penutur menggunakan bahasa lain untuk menjelaskan atau

menafsirkan.

d. Menunjukkan Identitas Diri

Data 43

Penjual (O1) : Undhakne sithik isa jane.

„Tambahin sedikit bisa sebenarnya‟

Penjual (O2) : Halah, uwis bathi lak ya wis Alhamdulillah ta.

„Halah, sudah untung gitu ya sudah Alhamdulillah kan‟

Penjual (O1) : Nggur satus seket rek.

„Hanya seratus limapuluh saja‟

Penjual (O2) : Lah-lah angger bathi ngono neh.

„Asalkan untung kan ya sudah‟

Peristiwa tutur pada data 43 terjadi di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Senin 21 Desember

2015 pukul 09:10 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai pembeli

dan (O2) yang juga sebagai pembeli keduanya membicarakan tentang

keuntungan yang didapatkan oleh (O2), situasi komunikasi yang terjadi

santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat peristiwa campur kode berupa

penggunaan frasa dari bahasa lain yang dilakukan oleh penjual (O2). Pada

kalimat berbahasa Jawa ragam ngoko yaitu halah, uwis bathi lak ya wis

Alhamdulillah ta „halah, sudah untung gitu ya sudah Alhamdulillah kan‟,

terdapat penggunaan frasa dari bahasa Arab yaitu kata Alhamdulillah

yang terdapat dalam tuturan kedua di bagian kedua. Campur kode ini

Page 104: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

104

104

disebut campur kode ekstern yaitu disisipkannya frasa dari bahasa Arab

ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko.

Fungsi penggunaan campur kode pada data 43 di atas adalah

menunjukan identitas diri. Dengan memasukan bahasa Arab O1

menunjukan bahwa dirinya merupakan seorang muslim yang bersyukur

atas keuntungan yang didapatkan walaupun hanya sedikit. Masuknya kata

itu tidak menimbulkan fungsi baru. Latar belakang yang menyebabkan

terjadinya campur kode adalah identifikasi peran sosial penutur O1

menunjukan bahwa dirinya seorang muslim karena memasukan frasa dari

bahasa Arab kedalam tuturannya. Latar belakang penggunaan campur

kode ini disebut dengan faktor sosial, karena status sosial penutur adalah

seorang muslim.

Data 44

Penjual (O1) : Dodolan ki pancene sok kepayon akeh, sok ya mulih blas

ra kelong, kuwi uwis biasa, angger bismillah wae muga-

muga ya sabendina kepayon lumayan.

„Jualan itu memang kadang laku banyak, kadang juga

pulang sama sekali tidak kurang, itu sudah biasa, asalkan

bismillah saja semoga ya setiap hari laku lumayan‟

Peristiwa tutur pada data 44 terjadi di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Kamis 31 Desember

2015 pukul 12:00 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai penjual

membicarakan resiko dan keuntungan sebagai seorang yang berprofesi

sebagai pedagang, situasi komunikasi yang terjadi santai. Dalam

komunikasi tersebut terdapat peristiwa campur kode berupa penggunaan

Page 105: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

105

105

frasa dari bahasa lain yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada kalimat

berbahasa Jawa ragam ngoko yaitu dodolan ki pancene sok kepayon akeh,

sok ya mulih blas ra kelong, kuwi uwis biasa, angger bismillah wae muga-

muga ya sabendina kepayon lumayan, „jualan itu memang kadang laku

banyak, kadang juga pulang sama sekali tidak kurang, itu sudah biasa,

asalkan bismillah saja semoga ya setiap hari laku lumayan‟, terdapat

penggunaan frasa dari bahasa Arab yaitu frasa bismillah yang terletak

dalam tuturan di atas di bagian keempat. Campur kode ini disebut campur

kode ekstern yaitu disisipkannya frasa dari bahasa Arab ke dalam bahasa

Jawa ragam ngoko.

Fungsi penggunaan campur kode pada data 44 di atas adalah

menunjukan identitas diri. Dengan memasukan bahasa Arab O1

menunjukan bahwa dirinya merupakan seorang muslim yang memulai

suatu kegiatan dengan niat dan tekat yang kuat serta yakin. Masuknya kata

itu tidak menimbulkan fungsi baru. Latar belakang yang menyebabkan

terjadinya campur kode adalah identifikasi peran sosial penutur O1

menunjukan bahwa dirinya seorang muslim karena memasukan frasa dari

bahasa Arab kedalam tuturannya. Latar belakang penggunaan campur

kode ini disebut dengan faktor sosial, karena status sosial penutur adalah

seorang muslim.

Page 106: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

106

106

C. Faktor yang melatarbelakangi alih kode dan campur kode dalam

komunikasi penjual dan pembeli di pasar hewan dusun Purworejo

desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali.

1. Faktor yang Melatarbelakangi Alih Kode

Faktor yang melatarbelakangi alih kode yang ditemukan dalam

komunikasi penjual dan pembeli di pasar hewan dusun Purworejo desa

Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali yaitu, (1) penutur (O1), (2)

Lawan tutur (O2), (3) Hadirnya penutur ketiga (O3), (4) topik yang

dibicarakan , dan (5) untuk membangkitkan rasa humor.

a. Penutur (O1)

Data 45

Pembeli (O1) : Ampun kados wingi nika lhe Mbah, sing benten. Kaya

gone Paimo kae kira-kira umur pira ta jane, sakmana

kae pas jane Mbah.

„Jangan yang kaya kemarin itu lho Kek, yang beda. Seperti

miliknya Paimo itu kira-kira umur berapa sih, segitu itu pas

sebenarnya Kek‟

Penjual (O2) : Kae jik anakan pedhet paling pirang sasi ngono kok.

„Itu masih anak sapi paling baru berapa bulan gitu kok‟

Peristiwa tutur pada data 45 terjadi di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Sabtu 26 Desember

2015 pukul 09:00 WIB. Komunikasi dilakukan oleh pembeli (O1) dan

penjual (O2) berbincang-bincang memilih sapi karena O1 ingin membeli

sapi yang beda dari yang kemarin. Komunikasi yang terjadi adalah santai.

Page 107: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

107

107

Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode intern, alih kode dari bahasa

Jawa ragam krama yang dilakukan oleh pembeli (O1). Pada awalnya

(O1) menggunakan bahasa Jawa ragam krama kepada (O2) yaitu ampun

kados wingi nika lhe Mbah, sing benten „jangan yang kaya kemarin itu

lho Kek, yang beda‟. Kemudian beralih kode ke bahasa Jawa ragam ngoko

kaya gone Paimo kae kira-kira umur piro to jane, sakmana kae pas jane

Mbah „seperti miliknya Paimo itu kira-kira umur berapa sih, segitu itu pas

sebenarnya Kek‟. Alih kode tersebut disebut alih kode intern yaitu alih

kode dari bahasa Jawa ragam krama ke bahasa Jawa ragam ngoko yang

menimbulkan fungsi baru.

Salah satu komponen tutur disini menyatakan beban makna dalam

tuturan lebih komunikatif berkomunikasi dengan penjual agar terlihat lebih

akrab.

Latarbelakangi penggunaan alih kode adalah penutur (O1). Awalnya

O1 gunakan bahasa Jawa ragam krama kepada pembeli (O2), kemudian

beralih kode ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko karena O1 sengaja

mengubah suasana tutur ingin menjadi lebih santai dan lebih akrab agar

lebih nyaman merbincang-bincang dengan lawan tuturnya. Latar belakang

alih kode ini disebut dengan faktor situasional, karena penutur (O1)

berusaha mengubah situasi tutur.

Data 46

Penjual (O1) : Lha kuwi lak ngene ta mas Banjar, wong aku ki mung

mernahne aku ngomong “Jenengan gadhah penyakit

ngoten mang ati-ati” aku lak mung ngono, itungan karo

tangga desa kuwi lak padha karo itungan karo tunggal

dewe, sing genah wong tangga dewe aku ngandhani

ngono.

Page 108: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

108

108

‘kan gini kan mas Banjar, orang saya ini hanya meluruskan

saya bicara “Anda punya penyakir seperti itu harap hati-ati”

saya kan hanya bilang begitu, hitungan sama tetangga desa

itu kan sama saja hitungan dengan sodara sendiri, yang

jelas tetangga desa saya memberi tahu begitu‟

Penjual (O2) : Kene ya mung ngandhani perkara kana tanggap apa ora

ya wis karepe kana wae.

„Sini ya hanya memberitahu masalah itu dia mengerti apa

tidak yasudah terserah dia saja‟

Peristiwa tutur pada data 46 terjadi di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Senin 21 Desember

2015 pukul 11:00 WIB. Komunikasi dilakukan oleh penjual (O1)

menceritakan suatu kejadian kepada penjual (O2). Komunikasi yang

terjadi adalah penuh dengan keseriusan. Dalam komunikasi tersebut

terdapat alih kode intern, alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko yang

dilakukan oleh pembeli (O1). Pada awalnya (O1) menggunakan bahasa

Jawa ragam ngoko kepada (O2) yaitu lha kui lak ngene ta mas Banjar,

wong aku ki mung mernahne aku ngomong „‘kan gini kan mas Banjar,

orang saya ini hanya meluruskan saya bicara‟. Kemudian beralih kode ke

bahasa Jawa ragam krama Jenengan gadhah penyakit ngoten mang ati-

ati „anda punya penyakit seperti itu harap hati-ati‟. Alih kode tersebut

disebut alih kode intern yaitu alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko ke

bahasa Jawa ragam krama yang menimbulkan fungsi baru.

Salah satu komponen tutur disini menyatakan beban makna dalam

tuturan mempertegas pembicaraan. O1 mempertegas pembicaraan

memberitahu kepada O2 kalimat yang dia bicarakan kepada lawan tutur

yang sebelumnya..

Page 109: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

109

109

Latarbelakangi penggunaan alih kode adalah penutur (O1). Awalnya

O1 gunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada penjual (O2), kemudian

beralih kode ke dalam bahasa Jawa ragam krama karena O1 sengaja

beralih kode menggunakan bahasa Jawa ragam krama memberitahukan

bahwa dia berkomunikasi dengan lawan tutur sebelumnya menanyakan

pertanyaan tersebut dengan menggunakan bahasa Jawa krama karena O1

menghormati. Latar belakang alih kode ini disebut dengan faktor

situasional, karena penutur (O1) dengan sengaja beralih kode.

Data 47

Penjual (O1) : Rega semene jane aku uwis mepet banget.

„Harga segini sebenarnya saya sudah mepet sekali‟

Pembeli (O2) : Dhuwite kurang nek semono.

„Uangnya kurang kalau segitu‟

Penjual (O1) : Iki nek ora mergo kandhangku arep dakbangun ora

dakdol Mbah.

„Ini kalau tidak karena kandang saya akan saya bangun

juga tidak saya jual Kek‟

Pembeli (O2) : Regane dukna, dak bayare.

„Harganya turunkan, saya bayar‟

Penjual (O1) : Boten saget Mbah, lha pripun sios boten?

„Tidak bisa Kek, bagaimana jadi atau tidak?‟

Pembeli (O2) : Yawis kene sida, ning dak rembukan sik, entenano.

„Yaudah jadi sini, tapi saya bicara dulu, tunggulah‟

Peristiwa tutur pada data 47 terjadi di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Kamis 6 Oktober 2015

pukul 10:45 WIB. Komunikasi dilakukan oleh penjual (O1) dan pembeli

(O2) membicarakan tentang kesepakan harga sapi. Komunikasi yang

terjadi adalah serius. Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode intern,

alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko yang dilakukan oleh penjual

Page 110: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

110

110

(O1). Pada awalnya (O1) menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada

(O2) yaitu iki nek ora mergo kandhangku arep dakbangun ora dakdol

Mbah „ini kalau tidak karena kandang saya akan saya bangun juga tidak

saya jual Kek‟. Kemudian beralih kode ke bahasa Jawa ragam krama

boten saget Mbah, lha pripun sios boten?, „tidak bisa Kek, bagaimana

jadi atau tidak?‟. Alih kode tersebut disebut alih kode intern yaitu alih

kode dari bahasa Jawa ragam ngoko ke bahasa Jawa ragam krama yang

menimbulkan fungsi baru.

Salah satu komponen tutur disini menyatakan beban makna dalam

tuturan memberikan penghormatan. O1 menggunakan bahasa Jawa ragam

krama karena ingin memberikan penghormatan menanyakan tentang jadi

atau tidaknya membeli sapi dengan harga yang sudah tidak bisa dikurangi

lagi. Latarbelakangi penggunaan alih kode adalah penutur (O1). Awalnya

O1 gunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada penjual (O2), kemudian

beralih kode ke dalam bahasa Jawa ragam krama karena O1 sengaja

beralih kode menggunakan bahasa Jawa ragam krama karena O1

menghormati O2 dengan menanyakan pertanyaan tentang jadi atau

tidaknya membeli sapi dengan harga yang sudah tidak bisa dikurangi lagi.

Latar belakang alih kode ini disebut dengan faktor situasional, karena

penutur (O1) dengan sengaja beralih kode karena ingin menghormati

lawan tutur (O2).

Page 111: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

111

111

b. Lawan Tutur (O2)

Data 48

Penjual (O1) : Saking etan mengulon niki benten.

„Dari timur ke barat ini beda‟

Pembeli (O2) : Iki? Lha iki mosok beda regane?

„Ini? Lha ini masa beda harganya?‟.

Penjual (O1) : Mang milih riyin, mengke kula itung kula ajeng ijol arta

riyin, jujul niki.

„Silahkan milih dulu, nanti saya hitung saya mau tukar uang

dulu, kembalian ini‟

Pembeli (O2) : Suwe ora? Aku selak kesusu iki ditunggu kae.

„Lama tidak? Saya terburu-buru ini ditungguin itu‟

Penjual (O1) : Ora-ora, sedilit iki lho ngarepan iki ijole.

„Tidak-tidak, sebentar ini lho depan ini tukarnya‟

Peristiwa tutur pada data 48 terjadi di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Sabtu 26 Desember

2015 pukul 12:30 WIB. Komunikasi dilakukan oleh penjual (O1) yang

mempersilahkan pembeli (O2) memilih golok yang dijual terlebih dahulu

karena akan ditinggal menukar uang, namun pembeli (O2) tidak sabar.

Komunikasi yang terjadi adalah santai tetapi terburu-buru. Dalam

komunikasi tersebut terdapat alih kode intern, alih kode dari bahasa Jawa

ragam krama yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada awalnya (O1)

menggunakan bahasa Jawa ragam krama kepada (O2) yaitu mang milih

riyen, mengke kula itung kula ajeng ijol arta riyin, jujul niki „Silahkan

milih dulu, nanti saya hitung saya mau tukar uang dulu, kembalian ini‟.

Kemudian beralih kode ke bahasa Jawa ragam ngoko ora-ora, sedilit iki

lho ngarepan iki ijole „tdak-tidak, sebentar ini lho depan ini tukarnya‟.

Alih kode tersebut disebut alih kode intern yaitu alih kode dari bahasa

Page 112: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

112

112

Jawa ragam krama ke bahasa Jawa ragam ngoko yang menimbulkan

fungsi baru.

Salah satu komponen tutur disini menyatakan beban makna dalam

tuturan mempertegs pembicaraan. O1 mempertegas pembicaraan kepada

O2 bahwa tidak lama dia akan segera kembali setelah menukaran uang.

Latarbelakangi penggunaan alih kode adalah lawan tutur (O2).

Awalnya O1 gunakan bahasa Jawa ragam krama kepada pembeli (O2),

kemudian beralih kode ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko karena lawan

tutur menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko sehingga ingin

mengimbangi bahasa yang digunakan oleh O2. Latar belakang alih kode

ini disebut dengan faktor situasional, karena mengimbangi bahasa yang

digunakan oleh lawan tutur (O2).

Data 49

Penjual (O1) : Sapi napa pedhet nika wau?

“Sapi apa anak sapi itu tadi?

Pembeli (O2) : Durung genah.

„Belum pasti‟

Penjual (O1) : Piye kok, gage ta selak dakcatet

„Gimana sih, buruan keburu mau saya catat‟

Pembeli (O2) : Woo ya anu sapi siji pedhet loro.

„Ohh ya itu sapi satu anak sapi dua‟

Penjual (O1) : Lha ngono, wong tuku barang.

„Ya gitu dong, orang beli juga‟

Peristiwa tutur pada data 49 terjadi di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Kamis 31 Desember

2015 pukul 12:47 WIB. Komunikasi dilakukan oleh penjual (O1)

menanyakan jenis sapi kepada pembeli (O2) kemudian O2 menjawab

Page 113: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

113

113

belum pasti dan O1 menanggapi dengan sedikit kesal karena

ketidakjelasan O2. Komunikasi yang terjadi adalah penuh dengan

keseriusan dan sedikit kesal. Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode

intern, alih kode dari bahasa Jawa ragam krama yang dilakukan oleh

penjual (O1). Pada awalnya (O1) menggunakan bahasa Jawa ragam krama

kepada (O2) yaitu sapi napa pedhet nika wau? „sapi apa anak sapi itu

tadi?‟.Kemudian beralih kode ke bahasa Jawa ragam ngoko piye kok, gage

ta selak dakcatet „Gimana sih, buruan keburu mau saya catat‟.Alih kode

tersebut disebut alih kode intern yaitu alih kode dari bahasa Jawa ragam

krama ke bahasa Jawa ragam ngoko yang menimbulkan fungsi baru.

Salah satu komponen tutur disini menyatakan beban makna dalam

tuturan mempertegas pembicaraan. O1 mempertegas pembicaraan kepada

O2 menanyakan kejelasan sapi yang telah dipilih O2 karena O2 memberi

jawaban yang belum jelas kepada O1 yang sedang terburu-buru.

Latarbelakangi penggunaan alih kode adalah lawan tutur (O2).

Awalnya O1 gunakan bahasa Jawa ragam krama kepada pembeli (O2),

kemudian beralih kode ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko karena lawan

tutur menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko sehingga ingin

mengimbangi bahasa yang digunakan oleh O2. Latar belakang alih kode

ini disebut dengan faktor situasional, karena mengimbangi bahasa yang

digunakan oleh lawan tutur (O2).

Data 50

Pembeli (O1) : Janganan dibungkus gangsalewu Buk, kalih gorengan

tigangewu, mang dadekne setunggal mengke kula

pendhete.

Page 114: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

114

114

„Sayur dibungkus lima ribu Buk, dan gorengan tiga ribu,

jadikan satu nanti saya ambil‟

Penjual (O2) : Jangan apa Mbak?, sing ndi miliha sik.

„Sayur apa Mbak?, silahkan memilih dulu‟

Pembeli (O1) : Apa ya Buk, iki wae Buk jangan gori iki wae, dak

tinggal sik ya. .

„Apa ya Bu, ini saja Bu sayur nangka ini saja, saya tingga

dulu ya‟

Penjual (O2) : ho‟o Mbak.

„Iya Mbak‟.

Peristiwa tutur pada data 50 terjadi di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Selasa 11 Oktober 2016

pukul 09.15 WIB. Komunikasi dilakukan oleh pembeli (O1) yang

memesan makanan kepada penjual (O2) dan O2 menanyakan tentang jenis

sayuran yang diinginkan O1. Komunikasi yang terjadi adalah santai.

Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode intern, alih kode dari bahasa

Jawa ragam krama yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada awalnya (O1)

menggunakan bahasa Jawa ragam krama kepada (O2) yaitu janganan

dibungkus gangsalewu Buk, kalih gorengan tigangewu, mang dadekne

setunggal mengke kula pendhete „sayur dibungkus lima ribu Buk, dan

gorengan tiga ribu, jadikan satu nanti saya ambil‟. Kemudian beralih kode

ke bahasa Jawa ragam ngoko apa ya Buk, iki wae Buk jangan gori iki

wae, dak tinggal sik ya „apa ya Bu, ini saja Bu sayur nangka ini saja, saya

tingga dulu ya‟. Alih kode tersebut disebut alih kode intern yaitu alih kode

dari bahasa Jawa ragam krama ke bahasa Jawa ragam ngoko yang

menimbulkan fungsi baru.

Salah satu komponen tutur disini menyatakan beban makna dalam

tuturanlebih komunikatif. O1 beralih kode dari bahasa Jawa ragam krama

Page 115: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

115

115

ke bahasa Jawa ragam ngoko agar lebih komunikatif berkomunikasi

dengan penjual (O2) dan untuk menjawab pertanyaan dari O2 karena O2

menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko. Latarbelakang penggunaan alih

kode adalah lawan tutur (O2). Awalnya O1 gunakan bahasa Jawa ragam

krama kepada penjual (O2), kemudian beralih kode ke dalam bahasa Jawa

ragam ngoko karena lawan tutur menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko

sehingga O1 ingin mengimbangi bahasa yang digunakan oleh O2. Latar

belakang alih kode ini disebut dengan faktor situasional, karena O1 ingin

mengimbangi bahasa yang digunakan oleh lawan tutur (O2).

c. Hadirnya Penutur Ketiga (O3)

Data 51

Penjual (O1) : Wani rawani aku Mas, iki pesenan ning sida apa ora ya

durung genah jane.

„Berani tidak berani saya Mas, itu pesanan tapi jadi apa

tidakny juga belum pasti sebenarnya‟.

Pembeli (O2) : Iki dak bayar siji mbok terne saiki, ning sijine dak bayar

neng omah terno bareng dhuwite salok jik nok ngomah.

Rak ngoten nggih Pak sekeca kalih kula ta?

„Ini saya bayar satu kamu antarkan sekarang, tapi satunya

saya bayar di rumah anterin barengan uangnya sebagian

masih di rumah. Begitu kan Pak setuju dengan saya kan?‟

Pembeli (O3) : Iyo Mas, siji dhuwite isih neng omah, gagasanku arep

jimuk siji tok jane.

„Iya Mas, satu uangnya masih di rumah, pikir saya mau

mengambil satu saja sebenarnya‟

Peristiwa tutur pada data 51 terjadi di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Kamis 31 Desember

2015 pukul 10:00 WIB. Komunikasi dilakukan oleh penjual (O1) dan

pembeli (O2) serta pembeli (O3) yang berbincang-bincang tentang

Page 116: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

116

116

kesepakatan pembelian sapi dan pembayaran yang akan dilakukan oleh

pembeli. Komunikasi yang terjadi adalah santai tetapi serius. Dalam

komunikasi tersebut terdapat alih kode intern, alih kode dari bahasa Jawa

ragam ngoko yang dilakukan oleh pembeli (O2). Pada awalnya (O2)

menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada (O1) yaitu iki dak bayar

siji mbok terne saiki, ning sijine dak bayar neng omah terno bareng

dhuwite salok jik nok ngomah „ini saya bayar satu kamu antarkan

sekarang, tapi satunya saya bayar di rumah anterin barengan uangnya

sebagian masih di rumah.. Kemudian beralih kode ke bahasa Jawa ragam

krama rak ngoten nggih Pak sekeca kalih kula ta? „begitu kan Pak setuju

dengan saya kan?‟ kepada pembeli (O3). Alih kode tersebut disebut alih

kode intern yaitu alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko ke bahasa Jawa

ragam krama yang menimbulkan fungsi baru.

Salah satu komponen tutur disini menyatakan beban makna dalam

tuturan lebih komunikatif menanyakan kepada pembeli untuk menyetujui

atau sepakat dengan yang diinginkan oleh O2.

Latarbelakangi penggunaan alih kode adalah hadirnya penutur ketiga

(O3). Awalnya O2 gunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada penjual

(O2) karen keduanya sudah saling mengenal dan akrab karena

berlangganan, kemudian beralih kode ke dalam bahasa Jawa ragam krama

ke pembeli (O3) karena O3 merupakan teman sesama pembelinya tetapi

sangat dihormati karena umurnya yang berbeda dan lebih tua. lawan tutur.

Latar belakang alih kode ini disebut dengan faktor situasional, karena

melihat siapa lawan tuturnya yang diajak bicara.

Page 117: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

117

117

Data 52

Pembeli (O1) : Iki alamate, terno saiki ditunggu bocahku mengko ning

kandhang kana.

„Ini alamatnya, antarkan sekarang ditunggu orang saya

nanti di kandang sana‟

Penjual (O2) : Iya, bar iki daknali siji iki gek budhal rana.

„Iya, setelah ini menali satu ini terus brangkat kesana‟

Penjual (O3) : Ndang saiki wae Min, mumpung dalan sepi, mengko nek

wayah bubaran malah rame, daktaline kene.

„Buruan sekarang saja Min, mumpung jalanan sepi, nanti

kalau waktu pulang pasti rame, saya talikan saja sini‟

Penjual (O2) : Ngoten? Oo.. Nggih kula budhal sakniki.

„Begitu? Oo.. Iya saya berangkat sekarang‟.

Peristiwa tutur pada data 52 terjadi di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Kamis 31 Desember

2015 pukul 10:45 WIB. Komunikasi dilakukan oleh pembeli (O1)

menyuruh penjual (O2) agar segera mengantar sapi yang O1 beli kerumah.

Komunikasi yang terjadi adalah tergesa-gesa dan penuh rasa hormat.

Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode intern, alih kode dari bahasa

Jawa ragam ngoko yang dilakukan oleh penjual (O2). Pada awalnya (O2)

menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada (O1) yaitu iyo, bar iki

daknali siji iki gek budhal rana „iya, setelah ini menali satu ini terus

brangkat kesana‟. Kemudian beralih kode ke bahasa Jawa ragam krama

ngoten? Oo.. Nggih kula budhal saknik „begitu? Oo.. Iya saya berangkat

sekarang‟. Alih kode tersebut disebut alih kode intern yaitu alih kode dari

bahasa Jawa ragam ngoko ke bahasa Jawa ragam krama yang

menimbulkan fungsi baru.

Salah satu komponen tutur disini menyatakan beban makna dalam

tuturan memberikan penghormatan. O2 menunjukan kesopanan bahasanya

Page 118: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

118

118

kepada O3 yang merupakan atasan atau pimpinan daro O2 maka O2

menggunakan bahasa Jawa ragam krama karena menghormati dan sudah

biasa menggunakan bahasa Jawa ragam krama untuk berkomunikasi

dengan pimpinannya.

Latarbelakangi penggunaan alih kode adalah hadirnya penutur ketiga

(O3). Awalnya O2 gunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada pembeli

(O1) yang yang menyuruh agar segera mengantar sapinya kerumah karena

O1 merupakan pembeli yang sudah langganan maka O1 dan O2 sudah

sering bertemu dan akrab, kemudian beralih kode ke dalam bahasa Jawa

ragam krama kepada penjual (O3) untuk menghormati karena O3

merupakan atasan atau pimpinan dari O2 karena sudah biasa menggunakan

bahasa Jawa ragam krama dalam berkomunikasi sehari-sahi maka O2

menjawab perintah dari O3 dengan menggunakan bahasa Jawa ragam

krama juga karena agar lebih sopan. Latar belakang alih kode ini disebut

dengan faktor situasional, karena hadirnya penutur ketiga dan agar lebih

sopan.

Data 53

Penjual (O1) : Model ngeneki sepuluh ewunan, nek sing ngeneki

limalas ewunan.

„Model seperti ini sepuluh ribuan, kalau yang seperti ini

limabelas ribuan‟

Pembeli (O2) : Wolongewu mawon nggih?, daktumbas kalih nek angsal

wolongewu.

„Delapan ribu saja ya?, Saya beli dua kalau boleh delapan

ribu‟

Penjual (O1) : Tambahi limangatus rapapa wis.

„Tambahin limaratus tidak apa-apa‟

Pembeli (O3) : Iya wolongewu wae, aku dak ya tuku.

„Iya delapanribu saja, saya juga akan beli‟

Pembeli (O2) : Glo, enek sing arep tuku meneh malahan.

Page 119: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

119

119

„Tuh, ada yang akan beli juga‟

Penjual (O1) : Yawis-yawis enggo penglaris.

„Yasudah-yasuda buat penglaris‟

Peristiwa tutur pada data 56 terjadi di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Selasa 11 Oktober 2015

pukul 12:00 WIB. Komunikasi dilakukan oleh penjual (O1) dan pembeli

(O2) membicarakan kesepakatan harga lalu hadir peutur ketiga yang juga

seorang pembeli. Komunikasi yang terjadi adalah santai. Dalam

komunikasi tersebut terdapat alih kode intern, alih kode dari bahasa Jawa

ragam krama yang dilakukan oleh pembeli (O2). Pada awalnya (O2)

menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada (O1) yaitu wolongewu

mawon nggih?, daktumbas kalih nek angsal wolongewu „delapan ribu

saja ya?, Saya beli dua kalau boleh delapan ribu‟. Kemudian beralih kode

ke bahasa Jawa ragam ngoko glo, enek sing arep tuku neh malahan, „tuh,

ada yang akan beli juga‟. Alih kode tersebut disebut alih kode intern yaitu

alih kode dari bahasa Jawa ragam krama ke bahasa Jawa ragam ngoko

yang menimbulkan fungsi baru.

Salah satu komponen tutur disini menyatakan beban makna dalam

tuturanmempertegas pembicaraan. O2 menggunakan bahasa Jawa ragam

ngoko setelah hadirnya penutur ketiga karena ingin mempertegas

pembicaraan kalau penjual (O1) memberi harga delapan ribu maka akan

ada pembeli lain yang akan beli. Latarbelakangi penggunaan alih kode

adalah hadirnya penutur ketiga (O3). Awalnya O2 menggunakan bahasa

Jawa ragam krama kepada penjual (O1) karena ingin memberikan

Page 120: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

120

120

penghormatan kepada penjual yang belum dikenal, kemudian beralih kode

ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko kepada penjual (O1) setelah hadirnya

penutur ketiga (O3) yang juga seorang pembeli dan menggunakan bahasa

Jawa ragam ngoko kepada penjual (O1). Latar belakang alih kode ini

disebut dengan faktor situasional, karena bearlihnya kode setelah hadirnya

penutur ketiga.

d. Topik yang Dibicarakan

Data 54

Pembeli (O1) : Apa sida mbok tuku Mas mau?, larang kanggoku.

„Apa jadi Anda beli Mas tadi?, mahal menurut saya‟.

Pembeli (O2) : Sios Mas, rencang kula senenge kalih niku thok, kula

nggih manut.

„Jadi Mas, teman saya sukanya sama itu saja, saya ya

menuruti‟.

Pembeli (O1) : Jane pama aku mau tak wedeni rasida tuku ngono genah

kana mundur kok.

„Sebenarnya kalau saya tadi menakuti jika tidak jadi beli

gitu pasti dia mundur kok.‟

Pembeli (O2) : Halah wis kebacut Mas, timbang mulih gela wis ben

idhep-idhep sodakoh ngono wae nek pancen kana

kakehan.

„Halah sudah terlanjur Mas, daripada pulang menyesal

sudah tidak apa-apa anggap saja sedekah gitu saja kalau

memang sana kebanyakan‟

Peristiwa tutur pada data 54 terjadi di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Sabtu 26 Desember

2015 pukul 13:00 WIB. Komunikasi dilakukan oleh pembeli (O1) dan

(O2) yang juga seorang pembeli berbincang-bincang menanyakan sapi

yang jadi dibeli oleh pembeli O1. Komunikasi yang terjadi adalah santai.

Page 121: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

121

121

Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode intern, alih kode dari bahasa

Jawa ragam krama yang dilakukan oleh pembeli (O2). Pada awalnya

(O2) menggunakan bahasa Jawa ragam krama kepada (O1) yaitu sios Mas,

rencang kula senenge kalih niku thok, kula nggih manut „jadi Mas,

teman saya sukanya sama itu saja, saya ya menuruti‟. Kemudian beralih

kode ke bahasa Jawa ragam ngoko halah wis kebacut Mas, timbang

mulih gela wis ben idhep-idhep sodakoh ngono wae nek pancen kana

kakean „halah sudah terlanjur Mas, daripada pulang menyesal sudah tidak

apa-apa anggap saja sedekah gitu saja kalau memang sana kebanyakan‟.

Alih kode tersebut disebut alih kode intern yaitu alih kode dari bahasa

Jawa ragam krama ke bahasa Jawa ragam ngoko yang menimbulkan

fungsi baru.

Salah satu komponen tutur disini menyatakan beban makna dalam

tuturan mempertegas pembicaraan. O2 mempertegas tidak menyesal

membeli seekor sapi dengan harga yang menurut O1 lumayan mahal.

Latarbelakangi penggunaan alih kode adalah bergantinya topik

pembicaraan. Awalnya O2 gunakan bahasa Jawa ragam krama kepada

penjual (O1) karena belum saling mengenal, kemudian beralih kode ke

dalam bahasa Jawa ragam ngoko kepada penjual (O2) saat membicarakan

bahwa O2 tidak menyesal dengan harga yang menurut O2 lumayan mahal

dan beranggapan bahwa O2 bersedekah jika memang harganya lebih dari

harga pada umumnya. Latar belakang alih kode ini disebut dengan faktor

situasional, karena bergantinya topik pembicaraan.

Page 122: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

122

122

Data 55

Penjual (O1) :Pripun kabare anak?, mpun mantuk saking puskesmas?

„Bagaimana kabarnya anak?, sudah pulang dari

puskesmas?‟

Penjual (O2) : Uwis Mas, ndek wingi sore, gegeri ngajak mulih wae kok.

Ayo sarapan Mas.

„Sudah Mas, kemarin sore, bingung ngajak pulang saja

kok. Ayo sarapan Mas‟

Penjual (O1) : Ya syukur nek ngono Mas, sarapan apa? serku rica-rica,

ning dengaren malah tutup, engko wae.

„ya syukurlah kalau begitu Mas, sarapan apa? Pengennya

rica-rica, tapi tumben tutup, nanti saja‟

Penjual (O2) : Ya apa kono neh, tak disik, luwe aku.

„Ya apa sana deh, saya duluan, laper saya‟

Peristiwa tutur pada data 55 terjadi di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Kamis 6 Oktober 2016

pukul 09.00 WIB. Komunikasi dilakukan oleh penjual (O1) yang

menanyakan kabar anak dari penjual (O2), lalu O2 mengajak O1 untuk

sarapan. Komunikasi yang terjadi adalah santai. Dalam komunikasi

tersebut terdapat alih kode intern, alih kode dari bahasa Jawa ragam krama

yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada awalnya (O1) menggunakan

bahasa Jawa ragam krama kepada (O2) yaitu pripun kabare anak?, mpun

mantuk saking puskesmas? „bagaimana kabarnya anak?, sudah pulang

dari puskesmas?‟. Kemudian beralih kode ke bahasa Jawa ragam ngoko

ya syukur nek ngono Mas, sarapan apa? serku rica-rica, ning dengaren

malah tutup, engko wae „ya syukurlah kalau begitu Mas, sarapan apa?

Pengennya rica-rica, tapi tumben tutup, nanti saja‟. Alih kode tersebut

Page 123: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

123

123

disebut alih kode intern yaitu alih kode dari bahasa Jawa ragam krama ke

bahasa Jawa ragam ngoko yang menimbulkan fungsi baru.

Salah satu komponen tutur disini menyatakan beban makna dalam

tuturan lebih komunikatif. O1 menjawab ajakan dari O2 dengan bahasa

Jawa ragam ngoko karena O2 juga menggunakan bahasa Jawa ragam

ngoko jadi agar lebih komunikatif dalam berkomunikasi.

Latarbelakangi penggunaan alih kode adalah bergantinya topik

pembicaraan. Awalnya O1 menggunakan bahasa Jawa ragam krama

kepada penjual (O2) karena agar lebih sopan menanyakan tentang keadaan

anak dari penjual (O2), kemudian beralih kode ke dalam bahasa Jawa

ragam ngoko kepada penjual (O2) agar lebih nyaman saat menjawab

ajakan untuk sarapan dengan O2. Latar belakang alih kode ini disebut

dengan faktor situasional, karena bergantinya topik pembicaraan.

e. Untuk Membangkitkan Rasa Humor

Data 56

Penjual (O1) : Baru-baru semua ini Pak, dari Boyolali, pilih yang

mana?

„Baru-baru semua ini Pak, dari Boyolali, pilih yang mana?‟.

Pembeli (O2) : Alah apa ta Mas, tak nonton sik coba. Padahal ora

nggawa duit.

„Halah apa ta Mas, saya melihat dulu coba. Padahal tidak

membawa uang‟

Penjual (O1) : Utang-utang yarapapa Pak, angger bar sejam dibayar

hahaha.

„Hutang-hutang juga tidak apa-apa Pak, asalkan setelah satu

jam dibayar, hahaha‟

Pembeli (O2) : Hahaha.. Mas Pardi ki kok ya senengane ngrayu wong

ben nduwe utang ngono pa piye.

„Hahaha.. Mas Paridi ini kok ya sukanya merayu orang

supaya punya hutang gitu apa gimana‟

Page 124: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

124

124

Peristiwa tutur pada data 56 terjadi di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Kamis 31 Desember

2015 pukul 10:45 WIB. Komunikasi dilakukan oleh penjual (O1) dan

pembeli (O2) menawarkan dan merayu pembeli (O2) agar membeli sapi-

sapinya yang baru dan didatangkan dari Boyolali. Komunikasi yang terjadi

adalah santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode intern, alih

kode dari bahasa Indonesia yang yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada

awalnya (O1) menggunakan bahasa Indonesia kepada (O2) yaitu baru-

baru semua ini Pak, dari Boyolali, pilih yang mana? „baru-baru semua

ini Pak, dari Boyolali, pilih yang mana?‟. Kemudian beralih kode ke

bahasa Jawa ragam ngoko utang-utang yorapapa Pak, angger bar sejam

dibayar hahaha „hutang-hutang juga tidak apa-apa Pak, asalkan setelah

satu jam dibayar, hahaha. Alih kode tersebut disebut alih kode intern yaitu

alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa ragam ngoko yang

menimbulkan fungsi baru.

Salah satu komponen tutur disini menyatakan beban makna dalam

tuturan lebih argumentatif untuk meyakinkan kepada mitra tutur. O1

meyakinkan O2 agar membeli seekor sapinya dengan dibayar hutang tapi

segera dilunasi setelahnya.

Latarbelakangi penggunaan alih kode adalah membangkitkan rasa

humor. Awalnya O1 menggunakan bahasa Indonesia kepada pembeli (O2)

karena O2 merupakan pegawai kelurahan, kemudian beralih kode ke

dalam bahasa Jawa ragam ngoko karena O1 sengaja mengubah suasana

Page 125: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

125

125

tutur dan ingin melucu. Latar belakang alih kode ini disebut dengan faktor

situasional, karena ingin membangkitkan rasa humor.

Data 57

Penjual (O1) : Lhadalah, nawar kok terus ora nganggo mandhek.

„Lhadalah, menawar kok terus tidak pakai berhenti‟

Pembeli (O2) : Iki wis mandek iki, semono oke?

„Ini sudah berhenti ini, segitu oke?‟

Penjual (O1) : Gini gini, pitulas, tambah satu tambah dua jadi

duapuluh, cocok, hahaha... „Gini-gini, tujuhbelas, tambah satu tambah dua jadi

duapuluh, cocok, hahaha..‟

Pembeli (O2) : Lha kuwi rek kaya guru matematika ngulang muride

malahan, wa wis.

„Lha kok kaya guru matematika sedang mengajar muridnya

malah, wah gimana‟

Peristiwa tutur pada data 57 terjadi di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Kamis 31 Desember

2015 pukul 09:25 WIB. Komunikasi dilakukan oleh penjual (O1) dan

pembeli (O2) berbincang-bincang saling tawar-menawar mencari

kesepakatan harga. Komunikasi yang terjadi adalah santai. Dalam

komunikasi tersebut terdapat alih kode intern, alih kode dari bahasa Jawa

ragam ngoko yang yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada awalnya (O1)

menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada (O2) yaitu lhadalah,

nawar kok terus ora nganggo mandhek „lhadalah, menawar kok terus

tidak pakai berhenti‟. Kemudian beralih kode ke bahasa Indonesia gini

gini, pitulas, tambah satu tambah dua jadi duapuluh, cocok, hahaha..

„gini-gini, tujuhbelas, tambah satu tambah dua jadi duapuluh, cocok,

Page 126: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

126

126

hahaha..‟. Alih kode tersebut disebut alih kode intern yaitu alih kode dari

bahasa Jawa ragam ngoko ke bahasa Indonesia yang menimbulkan fungsi

baru.

Salah satu komponen tutur disini menyatakan beban makna dalam

tuturan mempertegas pembicaraan. O1 mempertegas jumlah harga yang

akan dia berikan untuk pembeli (O2).

Latar belakang penggunaan alih kode adalah membangkitkan rasa

humor. Awalnya O1 menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada

pembeli (O2) karena keduanya sudah saling mengenal, kemudian beralih

kode ke dalam bahasa Indonesia karena O1 sengaja mengubah suasana

tutur dan ingin melucu. Latar belakang alih kode ini disebut dengan faktor

situasional, karena ingin membangkitkan rasa humor.

2. Faktor yang Melatarbelakangi Campur Kode

Faktor yang melatarbelakangi campur kode yang ditemukan dalam

komunikasi penjual dan pembeli di pasar hewan dusun Purworejo desa

Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali yaitu, (1) identifikasi peran

sosial penutur, (2) tidak ada padanannya dalam bahasa yang digunakan,

dan (3) keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan.

a. Identifikasi Peran Sosial Penutur

Data 58

Penjual (O1) : Lerena sik kana, daktunggune genti wong ya aku wis

mulih saka sekolahan e lho, makan siang kana wis jam

semene, rarung ora enek sing tuku paling wong wis jam

semene.

„Istirahatlah dulu sana, gantian saya yang tunggu orang

saya juga sudah pulang dari sekolah, makan siang sana

Page 127: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

127

127

sudah jam segini, paling juga tidak ada yang beli orang

sudah jam segini‟

Peristiwa tutur pada data 58 terjadi di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Sabtu 26 Desember

2015 pukul 12:15 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai penjual

yang menyuruh pegawainya untuk makan siang karena waktu sudah siang.

Dalam komunikasi tersebut terdapat peristiwa campur kode berupa

penggunaan bahasa lain yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada kalimat

berbahasa Jawa ragam ngoko yaitu, lerena sik kana, daktunggune genti

wong ya aku wis mulih saka sekolahan e lho, makan siang kana wis jam

semene, rarung ora enek sing tuku paling wong wis jam semene

„istirahatlah dulu sana, gantian saya yang tunggu orang saya juga sudah

pulang dari sekolah, makan siang sana sudah jam segini, paling juga tidak

ada yang beli orang sudah jam segini‟. terdapat penggunaan bahasa

Indonesia yaitu makan siang yang terdapat dalam tuturan di atas di bagian

ketiga. Campur kode ini disebut campur kode intern yaitu disisipkannya

bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko.

Salah satu komponen tutur disini menyatakan beban makna dalam

tuturan bahasa yang digunakan lebih bervariasi. O1 menunjukan bahwa

dirinya menguasai bahasa Indonesia makan memasukkan frasa dari bahasa

Indonesia ke dalam tuturannya. Latar belakang yang menyebabkan

terjadinya campur kode adalah identifikasi peran sosial penutur. O1

merupakan seorang pengajar sehingga dia lebih terbiasa menggunakan

Page 128: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

128

128

frasa makan siang dari pada dalam bahasa Jawa mangan awan. Latar

belakang penggunaan campur kode ini disebut dengan faktor sosial, karena

penutur merupakan seorang pengajar.

Data 59

Pembeli (O1) : Wong dodol perabotan rumah tangga sing biasane

mandhek ning kene kae kok dengaren ora enek ya ?

„Orang jualan perabotan rumah tangga yang biasanya

berhenti di sini itu kok tumben tidak ada ya?‟

Penjual (O2) : Yahketen pun lunga Bu, nika mandhek nek esuk thok

biasane.

„Jam segini sudah pulang Bu, itu berhenti kalau pagi saja

biasanya‟.

Peristiwa tutur pada data 59 terjadi di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Selasa 11 Oktober 2016

pukul 11:15 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai pembeli yang

yang bertanya kepada penjual makanan (O2), situasi yag terjadi santai.

Dalam komunikasi tersebut terdapat peristiwa campur kode berupa

penggunaan bahasa lain yang dilakukan oleh pembeli (O1). Pada kalimat

berbahasa Jawa ragam ngoko yaitu, wong dodol perabotan rumah tangga

sing biasane mandhek ning kene kae kok dengaren ora enek ya ? „Orang

jualan perabotan rumah tangga yang biasanya berhenti di sini itu kok

tumben tidak ada ya?‟. terdapat penggunaan bahasa Indonesia yaitu

perabotan rumah tangga yang terdapat dalam tuturan pertama di bagian

pertama. Campur kode ini disebut campur kode intern yaitu disisipkannya

bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko.

Page 129: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

129

129

Salah satu komponen tutur disini menyatakan beban makna dalam

tuturan bahasa lebih mudah dipahami. O1 menyisipkan bahasa Indonesia

ke dalam tuturannya agar pedagang yang dia maksud lebih mudah

dipahami oleh lawan tuturnya. Latar belakang yang menyebabkan

terjadinya campur kode adalah identifikasi peran sosial penutur. O1

merupakan seorang pegawai negeri sipil sehingga dia lebih nyaman

dengan menyebut perabotan rumah tangga dan terbiasa menggunakan

bahasa Indonesia ketika sedang dinas. Latar belakang penggunaan campur

kode ini disebut dengan faktor sosial, karena penutur merupakan seorang

pegawai negeri sipil.

b. Tidak Ada Padanannya dalam Bahasa yang Digunakan

Data 60

Pembeli (O1) : Tetep nganggo garansi lho ya kudune.

„Tetap pakai garansi lho ya harusnya‟

Penjual (O2) : Niku sampun, mengke nek sulaya balekne lak sampun ta

Bu.

„Itu sudah, nanti kalau bermasalah dikembalikan kan sudah

kan Bu‟

Peristiwa tutur pada data 60 terjadi di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Senin 21 Desember

2015 pukul 12:30 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai pembeli

yang memohon kepada penjual (O2) untuk memberi garansi, situasi

komunikasi yang terjadi santai tetapi serius . Dalam komunikasi tersebut

terdapat peristiwa campur kode berupa penggunaan kata dari bahasa lain

Page 130: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

130

130

yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada kalimat berbahasa Jawa ragam

ngoko yaitu, tetep nganggo garansi lho ya kudune „tetap pakai garansi lho

ya harusnya‟, terdapat penggunaan kata dari bahasa Indonesia yaitu kata

garansi yang terdapat dalam tuturan pertama di bagian pertama. Campur

kode ini disebut campur kode intern yaitu disisipkannya kata dari bahasa

Indonesia ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko.

Salah satu komponen tutur disini menyatakan beban makna dalam

tuturan agar mudah dipahami. O1 memasukkan kata dari bahasa Indonesia

untuk memohon kepada penjual (O2) agar penjual (O2) mudah memahami

tuturannya. Latar belakang yang menyebabkan terjadinya campur kode

adalah tidak ada padanannya dalam bahasa yang digunakan. O1

memasukkan kata dari bahasa Indonesia ke dalam tuturannya karena tidak

adanya padanan yang sesuai dalam bahasa asli penutur yaitu bahasa Jawa.

Latar belakang penggunaan campur kode ini disebut dengan faktor lingual,

karena tidak adanya kosa kata yang tepat dalam bahasa Jawa.

Data 61

Pembeli (O1) : Nek nyedaki dealer pinggir dalan aku kabarana Mas,

dakpapak, bene ora kangelan golekimu.

„Kalau mendekati dealer pinggir jalan kabarin saya Mas,

saya jemput, biar Anda tidak kesusahan mencarinya‟

Peristiwa tutur pada data 61 terjadi di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Kamis 31 Desember

2015 pukul 13:13 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai pembeli

Page 131: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

131

131

yang memberi saran kepada mitra tuturnya. Dalam komunikasi tersebut

terdapat peristiwa campur kode berupa penggunaan kata dari bahasa lain

yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada kalimat berbahasa Jawa ragam

ngoko yaitu, nek nyedaki dealer pinggir dalan aku kabarana Mas, tak

papak, bene ora kangelan golekimu „kalau mendekati dealer pinggir jalan

kabarin saya Mas, saya jemput, biar Anda tidak kesusahan mencarinya‟,

terdapat penggunaan kata dari bahasa Inggris yaitu kata dealer yang

terdapat dalam tuturan di depan di bagian pertama. Campur kode ini

disebut campur kode ekstern yaitu disisipkannya kata dari bahasa Inggris

ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko.

Salah satu komponen tutur disini menyatakan beban makna dalam

tuturan agar mudah dipahami. O1 memasukkan kata dari bahasa Inggris

yang sudah lazim digunakan untuk sebagian besar masyarakat Jawa jadi

mudah memahami. Latar belakang yang menyebabkan terjadinya campur

kode adalah tidak ada padanannya dalam bahasa yang digunakan. O1

memasukkan kata dari bahasa Inggris ke dalam tuturannya karena tidak

adanya padanan yang sesuai dalam bahasa asli penutur yaitu bahasa Jawa.

Latar belakang penggunaan campur kode ini disebut dengan faktor lingual,

karena tidak adanya kosa kata yang tepat dalam bahasa Jawa.

Data 62

Penjual (O1) : Tulisana kene kabeh jinis-jinise sapi sing kepayon dina iki

mau, karo jeneng-jenenge sing dodol sing tuku, di enggo

bukti transaksi laporan ning kelurahan.

„Tuliskan disini semua jenis-jenis sapi yang terjual hari ini

tadi, dan nama-nama yang menjual yang membeli, untuk

bukti transaksi laporan di kelurahan‟

Page 132: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

132

132

Peristiwa tutur pada data 62 terjadi di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Kamis 6 Oktober 2016

pukul 09:15 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai penjual yang

meminta rekan kerjanya mencatat semua sapi yang terjual untuk bukti

laporan ke kelurahan Jeron. Dalam komunikasi tersebut terdapat peristiwa

campur kode berupa penggunaan bahasa lain yang dilakukan oleh penjual

(O1). Pada kalimat berbahasa Jawa ragam ngoko yaitu, tulisana kene

kabeh jinis-jinise sapi sing kepayon dina iki mau, karo jeneng-jenenge

sing dodol sing tuku, di enggo bukti transaksi laporan ning kelurahan

„tuliskan disini semua jenis-jenis sapi yang terjual hari ini tadi, dan nama-

nama yang menjual yang membeli, untuk bukti transaksi laporan di

kelurahan, terdapat penggunaan bahasa Indonesia yaitu transaksi laporan

yang terdapat dalam tuturan di depan di bagian ketiga. Campur kode ini

disebut campur kode intern yaitu disisipkannya kata dari bahasa Indonesia

ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko.

Salah satu komponen tutur di sini menyatakan beban makna dalam

tuturan agar mudah dipahami. O1 memasukkan kata dari bahasa Indonesia

yang sudah lazim digunakan untuk sebagian besar masyarakat Jawa jadi

mudah memahami. Latar belakang yang menyebabkan terjadinya campur

kode adalah tidak ada padanannya dalam bahasa yang digunakan. O1

memasukkan kata dari bahasa Indonesia ke dalam tuturannya karena tidak

adanya padanan yang sesuai dalam bahasa asli penutur yaitu bahasa Jawa.

Page 133: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

133

133

Latar belakang penggunaan campur kode ini disebut dengan faktor lingual,

karena tidak adanya kosa kata yang tepat dalam bahasa Jawa.

c. Keinginan untuk Menjelaskan atau Menafsirkan

Data 63

Penjual (O1) : Toko kidul masjid kae apa ora adol ta?, Kayae adol kok,

anakku biyen tuku kana enek, alah cedak simpang tiga cilik

kae pokoke.

„Toko selatan masjid itu apa tidak jual? Sepertinya jual kok

anak saya dulu pernah beli di sana ada, yang dekat simpang

tiga kecil itu pokoknya‟

Peristiwa tutur pada data 63 terjadi di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Kamis 31 Desember

2015 pukul 10:15 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) yang merupakan

seorang penjual menjelaskan tempat yang menjual tali. Dalam komunikasi

tersebut terdapat peristiwa campur kode berupa penggunaan bahasa lain

yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada kalimat berbahasa Jawa ragam

ngoko yaitu toko kidul masjid kae apa ora adol ta?, Koyoe adol kok,

anakku biyen tuku kana enek, alah cedak simpang tiga cilik kae pokoke

„toko selatan masjid itu apa tidak jual? Sepertinya jual kok anak saya dulu

pernah beli di sana ada, yang dekat simpang tiga kecil itu pokoknya‟,

terdapat penggunaan kata dari bahasa Indonesia yaitu simpang tiga yang

terdapat dalam tuturan di atas di bagian keempat . Campur kode ini disebut

campur kode intern yaitu disisipkannya bahasa Indonesia ke dalam bahasa

Jawa ragam ngoko.

Page 134: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

134

134

Salah satu komponen tutur disini menyatakan beban makna dalam

tuturan bahasa yang digunakan lebih bervariasi. O1 memasukkan bahasa

Indonesia menunjukan bahwa dirinya menguasai bahasa lain. Latar

belakang yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah keinginan

untuk menjelaskan atau menafsirkan. O1 memasukkan bahasa Indonesia

ke dalam tuturannya karena ingin menjelaskan lokasi kepada lawan

tuturnya agar lebih mudah dipahami. Latar belakang penggunaan campur

kode ini disebut dengan faktor praktikal karena lebih mudah dimengerti.

Data 64

Penjual (O1) : Aku rada lali omahe, pama dalane mengko jik iso dieling-

eling.

„Saya agak lupa rumahnya, seumpama jalannya nanti

masih bisa diingat-ingat‟

Penjual (O2) : Jagal Ngumbul Banaran mosok lali?, omahe kiri jalan

nek saka kene, cat iso, kandhange ketok saka ngarepan.

„Penjagal Ngumbul Banaran masa lupa?, rumahnya kiri

jalan kalau dari sini, cat hijau, kandangnya kelihatan dari

depan‟

Peristiwa tutur pada data 64 terjadi di pasar hewan dusun

Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu

peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Selasa 11 Oktober 2015

pukul 11:10 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) yang bertanya kepada

penjual (O2) denah lokasi rumah untuk mengantar sapi kepada pembeli.

Dalam komunikasi tersebut terdapat peristiwa campur kode berupa

penggunaan frasa dari bahasa lain yang dilakukan oleh penjual (O2). Pada

kalimat berbahasa Jawa ragam ngoko yaitu jagal Ngumbul Banaran

mosok lali?, omahe kiri jalan nek saka kene, cat iso, kandhange ketok

saka ngarepan „penjagal Ngumbul Banaran masa lupa?, rumahnya kiri

Page 135: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

135

135

jalan kalau dari sini, cat hijau, kandangnya kelihatan dari depan‟, terdapat

penggunaan bahasa Indonesia yaitu simpang tiga yang terdapat dalam

tuturan kedua di bagian kedua. Campur kode ini disebut campur kode

intern yaitu disisipkannya bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa ragam

ngoko.

Salah satu komponen tutur disini menyatakan beban makna dalam

tuturan bahasa yang digunakan menegaskan penekanan atau maksud. O1

memasukkan bahasa Indonesia untuk memberikan maksud denah rumah

yang ingin dia jelaskan kepada O1. Latar belakang yang menyebabkan

terjadinya campur kode adalah keinginan untuk menjelaskan atau

menafsirkan. O1 memasukkan bahasa Indonesia ke dalam tuturannya

karena ingin menjelaskan lokasi kepada lawan tuturnya agar lebih mudah

dipahami. Latar belakang penggunaan campur kode ini disebut dengan

faktor praktikal karena lebih mudah dimengerti.

Page 136: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

136

136

BAB III

PENUTUP

A. SIMPULAN

Brdasarkan analisis data yang diperoleh dalam AK dan CK dalam

komunikasi penjual dan pembeli di Pasar Hewan Dusun Purworejo Desa

Jeron Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali adalah sebagai berikut:

1. Bentuk AK dalam komunikasi penjual dan pembeli di Pasar Hewan

Dusun Purworejo Desa Jeron Kecamatan Nogosari Kabupaten

Boyolali ditemukan AK bahasa dan atau alih variasi yang dapat

dibedakan menjadi 3 yaitu: (1) AK dari bahasa Jawa ke dalam bahasa

Indonesia, (2) AK bahasa Jawa ragam ngoko ke dalam bahasa Jawa

ragam krama, dan (3) AK bahasa Jawa ragam krama ke dalam bahasa

Jawa ragam ngoko. Masing-masing bentuk AK tersebut ditandai

dengan satuan lingual berupa kalimat. AK yang dominan terjadi adalah

AK dari bahasa Jawa ragam krama ke bahasa Jawa ragam ngoko dan

AK dari bahasa Jawa ragam ngoko ke bahasa Jawa ragam krama,

karena sebagian besar penjual dan pembeli di Pasar Hewan Dusun

Purworejo Desa Jeron Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali

adalah asli masyarakat Jawa, maka lebih sering menggunakan bahasa

Jawa dengan ragamnya seperti Bahasa Jawa ragam ngoko dan bahasa

Jawa ragam krama daripada bahasa lain Selanjutnya bentuk CK dalam

komunikasi penjual dan pembeli di Pasar Hewan Dusun Purworejo

Page 137: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

137

137

Desa Jeron Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali dibagi menjadi 4

macam yaitu: (1) CK penggunaan kata dari bahasa lain, (2) CK

penggunaan frasa dari bahasa lain, (3) CK penggunaan perulangan kata

dari bahasa lain. Masing-masing bentuk CK tersebut ditandai dengan

satuan lingual berupa kata dan frasa. Bentuk CK yang dominan adalah

bentuk CK penggunaan kata dari bahasa lain, karena para penjual dan

pembeli Pasar Hewan Dusun Purworejo Desa Jeron Kecamatan

Nogosari Kabupaten Boyolali memasukan kata dan frasa dari bahasa

lain untuk menjelaskan atau menafsirkan maksud dan tidak ada

padanannya dalam bahasa asli yaitu bahasa Jawa.

2. Fungsi AK yang ditemukan dalam komunikasi penjual dan pembeli di

Pasar Hewan Dusun Purworejo Desa Jeron Kecamatan Nogosari

Kabupaten Boyolali adalah: (1) lebih argumentatif untuk meyakinkan

kepada mitra tutur, (2) lebih komunikatif, (3) memberikan

penghormatan , (4) mempertegas pembicaraan. Fungsi AK ditandai

dalam perubahan situasi tutur, misalnya dari situasi santai, situasi yang

mempertimbangkan ketegangan atau keseriusan, situasi yang

mempertimbangkan kesopanan. Fungsi AK yang dominan adalah lebih

argumentatif meyakinkan mitra tutur dan fungsi AK memberikan

penghormatan Selanjutnya fungsi CK yang ditemukan dalam

komunikasi penjual dan pembeli di Pasar Hewan Dusun Purworejo

Desa Jeron Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali adalah: (1)

bahasa yang digunakan lebih bervariasi, (2) lebih mudah dipahami, (3)

menegaskan penekanan atau maksud, (4) menunjukkan identitas diri.

Page 138: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

138

138

Fungsi CK juga ditandai dalam perubahan situasi tutur. Fungsi CK

yang dominan adalah bahasa yang digunakan lebih bervariasi dan lebih

mudah dipahami.

3. Faktor yang melatarbelakangi penggunaan AK dan CK dalam

komunikasi penjual dan pembeli di Pasar Hewan Dusun Purworejo

Desa Jeron Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali adalah: (1) faktor

sosial, (2) faktor situasional. Faktor yang melatarbelakangi

penggunaan CK adalah: (1) faktor lingual, (2) faktor praktikal.

Penggunaan AK dan CK yang dominan terjadi karena dilatarbelakangi

oleh faktor praktikal dan faktor situasional. Penggunaan CK yang

terjadi adalah masuknya bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan bahasa

Arab.

B. SARAN

Penelitian alih kode dan campur kode dalam komunikasi penjual

dan pembeli di Pasar Hewan Dusun Purworejo Desa Jeron Kecamatan

Nogosari Kabupaten Boyolali ini merupakan penelitian baru dan awal,

kiranya perlu diadakan penelitian lanjutan karena bahasa selalu mengalami

perubahan dan perkembangan, sehingga diperoleh penelitian yang lebih

komprehensi.

Penelitian ini membahas mengenai alih kode dan campur kode

dalam komunikasi penjual dan pembeli di Pasar Hewan Dusun Purworejo

Desa Jeron Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali yang ditinjau dari

segi sosiolinguistik. Oleh karena itu perlu penelitian di area lain yang

Page 139: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

139

139

komponen tuturnya lebih bervariasi, sehingga mungkin ditemukan alih

kode dan campur kode yang berbeda. Selain itu bahasa tuturan campur

kode dalam penelitian ditemukan kata, frasa, perulangan kata. Hal tersebut

sangat memungkinkan adanya campur kode yang berupa diolek, juga

sangat mungkin terjadi integrasi maupun interferensi (penyimpangan).

Maka kiranya perlu penelitian lebih lanjut dalam ungkapan sosiolinguistik

dengan fokus kajian integrasi dan interferensi.

Page 140: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

140

140

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul dan Leoni Agustina. 2004. Sosiolinguistik: Perkenalan

Awal.Jakarta: Rineka Cipta.

I Nengah Budiasa. 2008. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Alih Kode dalam

Dharma Wacana Agama Hindu di Kota Denpasar (Bunga Rampai:

Jurnal). Denpasar: Balai Bahasa Denpasar.

Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik Edisi Keempat: Cetakan

Pertama. Jakarta: Gramedia Pustaka Umum.

Nababan, P.W.J. 1993. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta:GramediaPustaka

Umum.

Pamungkas, Ayu Margawati. 2009. SKRIPSI . “Penggunaan Bahasa Jawa Etnis

Cina di Pasar Gede Surakarta dalam Ranah Jual Beli (Suatu Kajian

Sosiolinguistik)”. Surakarta. Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas

Sebelas Maret.

Poedjosoedarma, Soepomo. 1986. Kode dan Alih Kode. Yogyakarta: Balai

Penelitian Bahasa

Pradanta, Wisnu. 2013. SKRIPSI. “Pemakaian Alih Kode dan Campur Kode

Bahasa Jawa di Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta (Sebuah

Tinjauan Sosiolinguistik)”. Surakarta. Fakultas Sastra dan Seni

Rupa Universitas Sebelas Maret.

Subroto, D. Edi.2007. Pengantar Metode Penelitian Linguistik Struktural.

Surakarta: Sebelas Maret University Press.

Suwito. 1983. Sosiolinguistik & Teori dan Problema. Surakarta. Henary Offset

Solo.

Sudaryanto. 1989, Pemanfaatan Potensi Bahasa. Yogyakarta: Kanisius.

Sudaryanto. 1990, Aneka Konsep Kedataan Lingual dalam Linguistik.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

. 1992, Metode Linguistik. Yogyakarta: Gatjah Mada University

Press.

. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa (Pengantar

Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistik). Yogyakarta:

Duta Wacana University Press.

Sutana, Dwi. 2000. Alih Kode dan Campur Kode dalam Majalah Djaka Lodang

(Suatu Studi Kasus).Yogyakarta: Balai Bahasa Yogyakarta.

Sutopo. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press

Page 141: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

141

141

Tim Penyusun Pedoman Penulisan Skripsi/Tugas Akhir. 2013.Pedoman

Penulisan Skripsi/ T ugas Akhir. Surakarta: Fakultas Sastra dan Seni

Rupa Universitas Sebelas Maret.

Vinansis, Mundianita Rosita. 2001. SKRIPSI. “Alih Kode dan Campur Kode

Bahasa Jawa dalam Rapat Ibu-ibu PKK di Kepatihan Kulon Surakarta”.

Surakarta. Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret.

Widyana, Prista. 2012. SKRIPSI. “Pemakaian Bahasa Jawa Etnik Arab di

Kecamatan Pasar Kliwon Surakarta”. Surakarta. Fakultas Sastra dan

Seni Rupa Universitas Sebelas Maret.

Page 142: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

142

142

LAMPIRAN DATA

Data 1

Pembeli (O2) : Sapimu sing etan karo sing kulon regane pas?, daknyang oleh

ora?, sing oleh dinyang sing ndi?

„Sapimu yang timur dan yang barat harganya pas?, saya tawar

boleh tidak?, yang boleh ditawar yang mana?‟

Penjual (O1) : Lha nek nganyang niku angsal mawon Mbah.

„Kalau menawar itu boleh saja Kek‟

Pembeli (O2) : Sing etan pa sing kulon ?

„Yang timur atau yang barat ?‟

Penjual (O1) : Nek sing etan aja, ning nek sing kulon dakwenehke.

„Kalau yang timur jangan, tapi kalau yang barat saya berikan‟

Pembeli (O2) : Aja larang-larang ngono lho.

„Jangan mahal-mahal begitu‟

Data 2

Penjual (O1) : Piye nek pilih sing tipe iki, luwih apik tinimbang tipe sing kuwi

ngarepmu kuwi mas.

„Bagaimana kalau pilih yang jenis ini, lebih bagus daripada jenis

yang itu depan Anda itu Mas‟

Data 3

Pembeli (O1) : Bu, nasi rames dua ya.

„Bu, nasi rames dua ya‟

Penjual (O2) : Paringi endhog boten Mbak?

„Diberi telur tidak Mbak?‟

Pembeli (O1) : Setunggal paringi, setunggal boten Bu.

„Satu diberi, satu tidak Bu‟

Data 4

Pembeli (O1) : Pit onthel cilikmu kuwi regane pira Mas?

„Sepeda onthel kecilmu itu harganya berapas Mas?‟

Penjual (O2) : Kuwi durung rampung lehku ndandani Mas.

„Itu belum selesai saya perbaiki Mas‟

Pembeli (O1) : Rampungana sik saknu, tak tukune, second ta kuwi?

„Selesaikan dulu saja, saya beli, second kan itu ?‟

Page 143: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

143

143

Data 5

Pembeli (O1) : Golek sapi, Mas. kandhange wis padha reget ya.

„Nyari sapi, Mas?. Kandangnya semua kotor ya‟

Penjual (O2) : jarene mulai pembangunan Pak?

„Katanya mulai pembangunan Pak?‟

Pembeli (O1) :Kata pak Lurah, kemarin juga sudah maju kok proposalnya.

„Katanya pak Lurah, kemarin juga sudah maju kok proposalnya‟

Penjual (O2) : Wah berarti ya segera itu.

„ Wah berarti ya segera itu‟

Pembeli (O1) : lha kudune ya ngono ya Mas, delok wae engko.

„Harusnya ya gitu ya Mas, lihat aja nanti‟

Data 6

Penjual (O1) : Anu ki Mas, jinise lho anakan apa rodo gedhe Mas ?

„Gini Mas, jenisnya itu yang kecil apa agak besar Mas?‟

Pembeli (O2) : Punya Bapak dari kanan ini?

„ Punya Bapak dari kanan ini?‟

Penjual (O1) : Iya kanan ini, ini lho Mas satu baris.

„ Iya kanan ini, ini lho Mas satu baris‟

Pembeli (O2) : Besar-besar nggih.

„ Besar-besar ya‟

Penjual (O1) : Pak Paidi sing rada anakan kecil Mas.

„ Pak Paidi yang agak anakan kecil Mas‟

Pembeli (O2) : Pak Paidi udah satu tadi.

„ Pak Paidi sudah satu tadi‟

Data 7

Penjual (O1) : Pesen apa wae mau Dhik?

„Pesen apa saja tadi Dek?‟

Pembeli (O2) : Mie ayam satu, mieso satu Buk.

„Mie ayam satu, mieso satu Buk‟

Penjual (O1) : Minumnya apa aja Dhik.

„Minumnya apa saja Dek?‟

Pembeli (O2) : Es teh manis sama es teh tawar Buk.

„Es teh manis sama es teh tawar Buk‟

Data 8

Penjual (O1) : Dudohi ki urung karuan nek mathuk, mengko bali neh golek

neh, nek ketok barange neng kene ngono genah.

„Memberi tahu itu belum tentu cocok, nanti balik lagi mencari lagi,

kalau keliatan barangnya di sini gitu pasti‟

Pembeli (O2) : Lha nganyang boten?

„Lha menawar tidak?‟

Page 144: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

144

144

Penjual (O1) : Jenengan wau rak nika ta nyuwune?

„Anda tadi kan yang itu kan mintanya?‟

Pembeli (O2) : Nggih nika sing gagah sanes niki.

„Iya, itu yang gagah bukan yang ini‟

Penjual (O1) : Lha nggih, nek nika pas boten saget kurang.

„Lha iya, kalau itu pas tidak bisa kurang‟

Data 9

Penjual (O1) : Iki suk mbok dol meneh bathi genah, tenan ora kok aku gawe-

gawe.

„Ini besok kalau Anda jual lagi pasti untung, bener tidak kok saya

bikin-bikin‟

Pembeli (O2) : Pama ora sapi perah, ning sapi kepu ngene ki lho Mas.

„Seumpama bukan perah, tapi sapi kepu gini ini lho Mas‟

Penjual (O1) : Wis gede, pancene boten kok semi-semi ngeten niki.

„sudah besar, memang bukan semi-semi seperti ini‟

Pembeli (O2) : Nek sing lor kae?

„Kalau yang utara itu?‟

Penjual (O1) : Nggih sae, napa putih niki?

„Iya bagus, apa putih ini?‟

Pembeli (O2) : Iki ?

„Ini ?‟

Penjual (O1) : Lha niku, iki selak mulih masalahe Mas.

„Iya itu, ini segera akan pulang masalahnya Mas‟

Data 10

Penjual (O1) : Sing endi ta Mbah?

„Yang mana Kek?‟

Pembeli (O2) : Kae lho kae, ayo rana sik.

„Itu lho itu, ayo kesana dulu‟

Penjual (O1) : Ayo jajal, endi jal sing kaya ngapa penasaran aku

„Ayo coba, mana coba yang seperti apa penasaran saya‟

Pembeli (O2) : Iki lho karepku ki, karo dodolane dhewe kok lali.

„Ini maksud saya, dengan dagangannya sendiri mengapa lupa‟

Penjual (O1) : Oalah, niki ta Mbah?, lha nek sing niki ya regine nambah niku,

Pripun? „Ini ya Kek?, kalau yang ini harganya nambah, bagaimana?‟

Data 11

Pembeli (O1) : Wong itungan kok kabeh ngroyok, sing genah ning pasar ya ning

pasar wae Mbah.

Page 145: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

145

145

„Orang lagi hitungan kok semua merubung, yang bener di pasar ya

di pasar aja Kek‟

Penjual (O2) : Niki lho kleru dhuite sampeyan mengke.

„Ini lho salah uang Anda nanti‟

Pembeli (O1) : Sik wae Mbah, sik wong duwite ya jik digawa anakku.

„Nanti aja Kek, uangnya juga masih dibawa anak saya‟

Penjual (O2) : Ngene wae, nek mathuk karo mbahe ndang wehana kana

raketang satus rongatus.

„Gini saja, kalau setuju sama kakek buruan kasihkan sana sekitar

seratus duaratus‟

Pembeli (O1) : Sik Mbah, ngenteni anakku wae.

„Nanti Kek, nunggu anak saya saja‟

Data 12

Penjual (O1) : Wo, yawis nek selak kanggo ning nyuwun sewu menawi enten

rembuk kula sing boten mranani, kula nyuwun ngapura.

„Ow, yauda kalau keburu dipakai tapi minta maaf kalau ada

pembicaraan saya yang tidak enak, saya minta maaf‟

Pembeli (O2) : Nggih.

„Iya‟

Penjual (O1) : Aku wong tuwa pada wong tuwa nek di ulek-ulek wong

mesakne aku tak lunga.

„Saya orang tua sama orang tua kalau dikerubuti orang banyak saya

akan pergi‟

Pembeli (O2) : Nggih kula matur nuwun.

Iya saya berterimakasih‟

Penjual (O1) : Nuwun sewu, kula boten kok ngajak rame.

„Minta maaf, sata tidak mau mengajak ramai‟

Data 13

Penjual (O1) : Dipendhet piyambak napa enten rencange, Pak?

„Di bawa sendiri atau ada temannya Pak?‟

Pembeli (O2) : Kae enek koncone kok Mas, nek dhewe aku ya ora wani ta.

„Itu ada temannya Mas, kalau semdiri saya tdak berani‟

Penjual (O1) : Lha iya ta, wis umur tuwa kok ya, ndi konen rene, Pak.

„Lha iya, sudah umur tua kok ya, mana disuruh kesini Pak‟

Data 14

Pembeli (O1) :Mbak, mie ayam loro.

„Mbak, mie ayam dua‟

Penjual (O2) :O nggih, minume napa?

Page 146: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

146

146

„O iya, minumnya apa?‟

Pembeli (O1) :Es teh siji, es jeruk siji, cepakna, tak tinggal bayar sapi sik.

„Es teh siji, es jeruk siji, siapkan dulu, saya tinggal membayar sapi

dulu‟

Data 15

Pembeli (O1) : Warung nek masakane enak, amba ora umpel-umpelan, tur bersih

sisan, wis mesthi akeh sing padha mara jajan.

„Warung kalau masakannya enak, luas tidak desak-desakan, dan

bersih juga, sudah pasti banyak yang datang untuk jajan‟

Data 16

Pembeli (O1) : Mbak, sega ya, lawuhe kaya biasane.

„Mbak, nasi ya, lauknya seperti biasanya‟

Pembeli (O2) : Iwake isih digoreng ki Mas, nunggu sik ya?

„Ayamnya masih digreng ini Mas, nunggu dulu ya?‟

Penjual (O1) : Siap, tak sambine nonton tipi sik, iki endi remote tipine?

„Siap, sambil saya menonton televisi dulu, ini mana remote

televisinya?‟

Data 17

Pembeli (O1) : Wah edan, Lik Nano saiki tambah gantheng wae, piye kabare

suwe ora kepethuk.

„Wah astaga, Paman Nano sekarang semakin ganteng saja,

bagaimana kabarnya sudah lama tidak bertemu‟

Pembeli (O2) : Gantheng apane, wong tambah tuwa ngene, tur aku saiki gawa

kathok jeans senantiku wis ora penak blas, apik-apik wae aku, lha

kowe piye?

„ganteng apanya, sudah semuakin tua seperti ini dan saya sekarang

memakai celana jeans sudah merasa tidak nyaman, saya baik-baik

saja, kamu bagaimana?‟

Data 18

Penjual (O1) : Jare dinyang sanga seprapat.

„Katanya ditawar sembilan seperempat‟

Pembeli (O2) : Bathi nuw, halah malah gawe omah wong bathiog, golekne wong

panggung hiburan loro kana.

„Untung dong, halah nanti dibuat rumah bisa untung kok, dicarikan

orang panggung hiburan dua sana‟

Penjual (O1) :Woo, lha ya nuw.

„Oh, lha iya dong‟

Pembeli (O2) : Haha, yawis nek ngono matur nuwun ya.

„Haha, yaudah kalau begitu terimakasih ya‟

Page 147: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

147

147

Data 19

Penjual (O1) :Arep nuku ya hurung wani nek saiki, dhuitku entek bar bayar

study tour anakku ning Bali.

„Akan membeli ya tidak berani kalau sekarang, uang saya habis

untuk membayar perjalanan belajar anak saya ke Bali.‟

Data 20

Pembeli (O1) : Pit-pit mini-mini ngeteniki nek anyar pintenan kira-kira?,

sejutanan nganti boten nggih?, dienggo anak wedok, nangis wae

jaluk pit, mumet aku.

„Sepeda-sepeda mini-mini seperti ini kalau baru berapa kira-kira?,

satu jutaan sampai tidak ya?, dipakai anak perempuan, nangis terus

minta sepeda, pusing saya‟

Data 21

Penjual (O1) : Mandhek kene wae, lha kene hop stop stop, kene wae lak

gampang ngunggahne sapine, ora ngganggu dalan yoan.

„Berhenti disini saja, iya sini berhenti berhenti, sini saja supaya

gampang menaikkan sapinya, tidak mengganggu jalan juga‟

Data 22

Penjual (O1) : Raurung balik mriki melih ngaten Mbah?, pripun?

„Pada akhirnya balik kesini lagi gitu Kek?, bagaimana?‟

Pembeli (O2) : Aku wis mubeng nganti sikilku kemeng kabeh iki ora entuk apa-

apa blas.

„Saya sudah keliling sampai kaki saya pegal semua ini tidak dapat

apa-apa‟

Penjual (O1) : Kandhani gugua aku wae Mbah, ora patia akeh hambok pilih

iki suk riyaya kurban sedheng wis gedhe wayah dibeleh kok.

„Dibilangin nurut saya saja Kek, tidak terlalu banyak mending pilih

ini besok hari raya kurban sudah besar waktunya disembelih kok‟

Pembeli (O2) : Karepku jane yo arep tak nggo kurban suk, wis timbang kesel

kacek sitik wis ben wae, angger mbok terne mengko.

„Kepinginnya saya juga akan saya berikan buat kurban besok,

yasudah daripada capek selisih sedikit tidak apa-apa, asalkan anda

antarkan nanti‟

Penjual (O1) : Yo iki nek wis bar langsung dakterne Mbah, rausah mikir wisan.

„Ya ini kalau sudah selesai langsung saya antar Kek, tidak usah

mikir lagi‟

Page 148: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

148

148

Data 23

Pembeli (O1) : Landhep tenan ora iki?

„Tajam beneran tidak ini?‟

Penjual (O2) : Niki mang cobi riyen pripun?

„Ini silahkan anda coba dulu bagaimana?‟

Pembeli (O1) : Sing wingi kae apa landhep sedina, sesuke wis gowang kabeh.

„Yang kemarin apa tajam sehari, besoknya sudah tumpul semua‟

Penjual (O2) : Mosok neh?, nera ya landhep, nek ora landhep apa ya dak dol

ngono lho, koe kui kok yo senengane ki, nek aritku ki genahe

landhep nyatane ya awet-awet kok angger saka kene, glo..glo.. iki

glo, empan tenan to dienggo ngarit mathuk thok iki.

„Masa sih?, pasti ya tajam, kalau tidak tajam apa ya saya jual gitu

lho, kamu itu kok ya sukanya gitu, kalau sabit saya ini pasti tajam

kenyataanya ya pada awet-awet kok asal dari siji, ni..ni.. ini ni,

tajam beneran kan buat cari rumput cocok sekali ini‟

Pembeli (O1) : Kene siji, sik rada cilik kuwi sik wae.

„Mana satu, yang gak kecil dulu saja‟

Data 24

Penjual (O1) : Padhos napa Mas ?

„Cari apa Mas ?‟

Pembeli (O2) : Dadung loro Mbak.

„Tali dadung dua Mbak‟

Penjual (O1) : Sing ageng napa sing alit ?

„Yang besar atau yang kecil ?‟

Pembeli (O2) : Cilik wae, mung dienggo mbakohi sapi kok, ben ora polah.

„Kecil saja, hanya dipakai untuk engencangkan sapi, supaya tidak

gerak‟

Penjual (O1) : Cilik ?, telu sisan wae Mas, regane malah luwih murah nek

telu, tambah siji sisan ya.

„Kecil ?, tiga sekalian saja Mas, harganya lebih murah kalau tiga,

tambah satu sekalian ya‟

Pembeli (O2) : Dengah-dengah kono Mbak.

„Terserah saja Mbak‟

Data 25

Penjual (O1) : Itungan neng kantor wae mengko, aja neng kene.

„Hitungannya di kantor saja nanti, jangan disini‟

Pembeli (O2) : Saiki wae ya, sisan dhuite pas apa orane iki.

„Sekarang saja ayo, sekalian uangnya cukup apa tidak ini‟

Penjual (O1) : Mau lak mathuk wolulas setengah ta, Dhi?, wau lak ngoten

nggih Pak?

Page 149: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

149

149

„Tadi kan setuju delapanbelas setengah kan, Di? Tadi itu begitu ya

Pak?‟

Penjual (O3) : Iya wolulas setengah wis dibayar rongewu, kurang enembelas

setengah.

„Iya delapanbelas setengah sudah dibayar duaribu, kurang

enambelas setengah‟

Data 26

Pembeli (O1) : Nyo, tak genepi sisan nyo.

„Nih, saya lunasi sekalian nih‟

Penjual (O2) : Walah susuke kok akehmen iki, sik. Dhe gadhah pecah satus

ewu?

„Walah kembaliannya kok banyak sekali ini, sebentar. Pak punya

pecahan seratus ribu?‟

Penjual (O3) : Wah ora, ora nduwe aku nek satus.

„Wah tidak, tidak punya saya kalau seratus‟

Data 27

Pembeli (O1) : Dawet kalih Pak, pinten ?

„Dawet dua Pak, berapa ?‟

Penjual (O2) : O.. Nggih niki Mbak, gangsal ewu.

„O.. iya ini Mbak, lima ribu‟

Pembeli (O1) : Niki

„Ini‟

Penjual (O2) : Susuk gangsal ewu nggih Mbak, kae dolono sik Le, tak nyusuki

Mbake iki sik.

“Kembali lima ribu ya Mbak, itu layani dulu Nak, saya akan

memberi kembalian kepada Mbak ini dulu‟

Penjual (O3) : Pinten ?

„Berapa ?‟

Data 28

Penjual (O1) : Bar niliki gone Samidi, sapine telu lemu-lemu.

„Habis melihat milik Samidi, sapinya tiga gemuk-gemuk‟

Penjual (O2) : Wingi dinyang jagal lor ora oleh kok.

„Kemarin ditawar jagal utara tidak boleh‟

Pembeli (O3) : Mas enek perah ora?

„Mas, ada sapi perah tidak?‟

Penjual (O1) : Niki kalih mas Muji mawon, nggen kula sampun telas niku.

„Itu sama mas Muji saja, punya saya sudah habis ini‟

Page 150: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

150

150

Data 29

Pembeli (O1) : Iki alamate, terna saiki ditunggu bocahku mengko ning kandhang

kana.

„Ini alamatnya, antarkan sekarang ditunggu orang saya nanti di

kandang sana‟

Penjual (O2) : Iya, bar iki tak nali siji iki gek budhal rana.

„Iya, setelah ini menali satu ini terus brangkat kesana‟

Penjual (O3) : Ndang saiki wae Min, mumpung dalan sepi, engko nek wayah

bubaran malah rame, tak taline kene.

„Cepat sekarang saja Min, mumpung jalanan sepi, nanti kalau

waktu pulang pasti rame, saya talikan saja sini‟

Penjual (O2) : Ngoten? Oo.. Nggih kula budhal sakniki.

„Begitu? Oo.. Iya saya berangkat sekarang‟

Data 30

Penjual (O1) : Yahmene rek arek mulih, lha apa wis kepayon?

„Jam segini kok mau pulang, apa sudah laku?‟

Penjual (O2) : Hurung eg, dibel bojoku kon mulih, dijak tilik wong loro neng

Jebres.

„Belum, ditelfon istri saya disuruh pulang, diajak menjenguk orang

sakit di Jebres‟

Penjual (O3) : To, kowe mau ngerti Lilik ora?

„To, kamu tadi melihat Lilik tidak?‟

Penjual (O2) : Wau turene ajeng wangsul niku Pak, napa dereng pamit

jenengan? „Tadi katanya akan pulang gitu Pak, apa belum berpamitan dengan

Anda?‟

Penjual (O3) : Owalah mulih jebule, yawis nek ngono.

„Owalah pulang ternyata, yasudah kalau begitu‟

Data 31

Penjual (O1) : Sapi eloke kaya ngene kok jik kurang piye horok?,karepmu lak

sing gelem mangan suket tur ora nolak damen ta? tenang saja

nanti tak ambile lagi kalau nolak damen, jangan khawatir ngono

lho.

„Sapi bagusnya kaya gini kok masih kurang gimana coba?, kamu

meminta yang doyan makan ruput dan tidak menolak jerami kan?,

tenang saja nanti saya ambil lagi kalau nolak jerami, jangan

khawatir gitu lho‟

Pembeli (O2) : Hahaha.. Ngono cocok, tenan lho ya.

„Hahaha.. seperti itu cocok, beneran ya‟

Page 151: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

151

151

Data 32

Penjual (O1) : Dudohi ki urung karuan nek mathuk, mengko bali neh golek

neh, nek kethok barange neng kene ngono genah.

„Memberi tahu itu belum tentu cocok, nanti kembali lagi mencari

lagi, kalau kelihatan barangnya di sini gitu pasti‟

Pembeli (O2) : Lha nganyang boten?

„Lha menawar tidak?‟

Penjual (O1) : Jenengan wau rak nika ta rembuge?

„Anda tadi yang itu kan bilangnya?‟

Pembeli (O2) : Nggih nika sing gagah sanes niki.

„Iya, itu yang gagah bukan yang ini‟

Data 33

Penjual (O1) : Dhahar napa wau Mas? rames kok nggih?

„Makan apa tadi Mas? nasi rames ya?‟

Pembeli (O2) : Iya Bu, siji, biasa ora usah gawa endhog

„Iya Bu, satu, biasa tidak pakai telur”

Penjual (O1) : Ngeneki? biasa sayur thok ora gawa endhog ngene?,tempene

iya pa rak? „Seperti ini? Biasa sayur saja tidak pakai telur begini? tempenya

iya apa tidak?‟

Pembeli (O2) : Iya uwis ngono thok.

„Iya sudah begitu saja‟

Data 34

Penjual (O1) : Tunggunen sapi iki sedilit, tak jupuk anakku sik.

„Tungguin sapi ini sebentar, saya jemput anak saya dulu‟.

Penjual (O2) : Kuwi anakmu ngono kok.

„Itu anakmu kan‟

Penjual (O1) : “Apa iya? Endi?”

„Apa iya? Mana?‟

Penjual (O2) : Lha kuwi wis dijemput ngono kok.

„Itu sudah dijemput begitu‟.

Penjual (O1) : Woalah iya.

„Walah iya‟.

Data 35

Penjual (O1) : Iki? O.. ya tidak, kadohan. Kae suk riyoyo mesthi uwis ndaging,

cepet kae timbang iki, ngandela.

„Ini? O.. ya tidak, jauh. Itu besok hari raya pasti sudah banyak

dagingnya, cepat itu daripada ini, percaya saja‟

Page 152: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

152

152

Data 36

Pembeli (O1) : Nyoh tak bayar separo sik, mengko nek uwis tekan omah tak

bayar cash ya.

„Nih saya bayar setengah dulu, nanti kalau sudah sampai rumah

saya bayar lunas ya‟

Data 37

Penjual (O1) : Aku mau critane mubeng-mubeng, gara-gara enek razia ning

pertelon Kaliwuni, kok dengaren ngono lho yahmene, biasane rada

awan ngono kae.

„Aku tadi ceritanya keliling, karena ada razia di pertigaan

Kaliwuni, kok tumben gitu jam segini, biasanya agak siang gitu‟

Penjual (O2) : Kecekel kowe? apa ora gableg SIM?

„Tertangkap kamu? apa tidak punya SIM?‟

Data 38

Penjual (O1) : Dek ben ndhek Besar dak batheni, ngarepe hari raya dak batheni

rong atus.

„Dulu waktu besar saya beri untung, sebelum hari raya saya beri

untung dua ratus‟

Penjual (O2) : “Nyat dodolan ki penere ben bathi kok”

„Memang jualan itu harusnya biar untung kok‟

Data 39

Pembeli (O1) : Susuke pas ya Dhe.

„Kembaliannya pas ya Dhe‟

Penjual (O2) : Ho‟o, mengko nek ora sesuai balekna aku” .

„Iya, nanti kalai tidak sesuai kembalikan ke saya‟

Data 40

Penjual (O1) : Goreng endhog apik nek gawa iki.

„Menggoreng telur bagus kalau pakai ini‟.

Penjual (O2) : Daknyang dek wingi larang ki.

Saya tawar kemarin mahal itu‟

Penjual (O1) : Pancene iki rada mahal, ning teflon ki nek di nggo goreng

endhog penak, iso apik warnane barang.

„‟Memang ini agak mahal, tapi teflon ini kalau dipakai menggoren

telur enak, bisa bagus warnanya juga‟

Page 153: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

153

153

Data 41

Pembeli (O1) : Es teh setunggal Bu, anak wedok niki.

„Es teh satu Bu, anak perempuan ini‟

Penjual (O2) : E..e..e anak wedok cantike neh..neh, gelas napa plastik Pak.

„E..e..e anak perempuan cantiknya, gelas apa plastik Pak?‟.

Pembeli (O1) : Plastik mawon Bu.

„Plastik mawon Bu‟

Data 42

Pembeli (O1) : Nika Mbak, aqua dingin setunggal, pinten?

„Itu Mbak, aqua dingin satu, berapa?‟

Penjual (O2) : Nggih, tigangewu Mas.

„Iya, tiga ribu Mas‟

Data 43

Penjual (O1) : Undhakne sithik isa jane.

„Tambahin sedikit bisa sebenarnya‟

Penjual (O2) : Halah, uwis bathi lak ya wis Alhamdulillah ta.

„Halah, sudah untung gitu ya sudah Alhamdulillah kan‟

Penjual (O1) : Nggur satus seket rek.

„Hanya seratus limapuluh saja‟

Penjual (O2) : Lah-lah angger bathi ngono neh.

„Asalkan untung kan ya sudah‟

Data 44

Penjual (O1) : Dodolan ki pancene sok kepayon akeh, sok ya mulih blas ra

kelong, kuwi uwis biasa, angger bismillah wae muga-muga ya

sabendina kepayon lumayan.

„Jualan itu memang kadang laku banyak, kadang juga pulang sama

sekali tidak kurang, itu sudah biasa, asalkan bismillah saja semoga

ya setiap hari laku lumayan‟

Data 45

Pembeli (O1) : Ampun kados wingi nika lhe Mbah, sing benten. Kaya gone

Paimo kae kira-kira umur pira ta jane, sakmana kae pas jane

Mbah.

„Jangan yang kaya kemarin itu lho Kek, yang beda. Seperti

miliknya Paimo itu kira-kira umur berapa sih, segitu itu pas

sebenarnya Kek‟

Page 154: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

154

154

Penjual (O2) : Kae jik anakan pedhet paling pirang sasi ngono kok.

„Itu masih anak sapi paling baru berapa bulan gitu kok‟

Data 46

Penjual (O1) : Lha kuwi lak ngene ta mas Banjar, wong aku ki mung

mernahne aku ngomong “Jenengan gadhah penyakit ngoten

mang ati-ati” aku lak mung ngono, itungan karo tangga desa

kuwi lak padha karo itungan karo tunggal dewe, sing genah

wong tangga dewe aku ngandhani ngono.

‘kan gini kan mas Banjar, orang saya ini hanya meluruskan saya

bicara “Anda punya penyakir seperti itu harap hati-ati” saya kan

hanya bilang begitu, hitungan sama tetangga desa itu kan sama saja

hitungan dengan sodara sendiri, yang jelas tetangga desa saya

memberi tahu begitu‟

Penjual (O2) : Kene ya mung ngandhani perkara kana tanggap apa ora ya wis

karepe kana wae.

„Sini ya hanya memberitahu masalah itu dia mengerti apa tidak

yasudah terserah dia saja‟

Data 47

Penjual (O1) : Rega semene jane aku uwis mepet banget.

„Harga segini sebenarnya saya sudah mepet sekali‟

Pembeli (O2) : Dhuwite kurang nek semono.

„Uangnya kurang kalau segitu‟

Penjual (O1) : Iki nek ora mergo kandhangku arep dakbangun ora dakdol

Mbah.

„Ini kalau tidak karena kandang saya akan saya bangun juga tidak

saya jual Kek‟

Pembeli (O2) : Regane dukna, dak bayare.

„Harganya turunkan, saya bayar‟

Penjual (O1) : Boten saget Mbah, lha pripun sios boten?

„Tidak bisa Kek, bagaimana jadi atau tidak?‟

Pembeli (O2) : Yawis kene sida, ning dak rembukan sik, entenano.

„Yaudah jadi sini, tapi saya bicara dulu, tunggulah‟

Data 48

Penjual (O1) : Saking etan mengulon niki benten.

„Dari timur ke barat ini beda‟

Pembeli (O2) : Iki? Lha iki mosok beda regane?

„Ini? Lha ini masa beda harganya?‟

Penjual (O1) : Mang milih riyin, mengke kula itung kula ajeng ijol arta riyin,

jujul niki.

Page 155: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

155

155

„Silahkan milih dulu, nanti saya hitung saya mau tukar uang dulu,

kembalian ini‟

Pembeli (O2) : Suwe ora? Aku selak kesusu iki ditunggu kae.

„Lama tidak? Saya terburu-buru ini ditungguin itu‟

Penjual (O1) : Ora-ora, sedilit iki lho ngarepan iki ijole.

„Tidak-tidak, sebentar ini lho depan ini tukarnya‟

Data 49

Penjual (O1) : Sapi napa pedhet nika wau?

„Sapi apa anak sapi itu tadi?‟

Pembeli (O2) : Durung genah.

„Belum pasti‟

Penjual (O1) : Piye kok, gage ta selak dakcatet.

„Gimana sih, buruan keburu mau saya catat‟

Pembeli (O2) : Woo ya anu sapi siji pedhet loro.

„Ohh ya itu sapi satu anak sapi dua‟

Penjual (O1) : Lha ngono, wong tuku barang.

„Ya gitu dong, orang beli juga‟

Data 50

Pembeli (O1) : Janganan dibungkus gangsalewu Buk, kalih gorengan

tigangewu, mang dadekne setunggal mengke kula pendhete.

„Sayur dibungkus lima ribu Buk, dan gorengan tiga ribu, jadikan

satu nanti saya ambil‟

Penjual (O2) : Jangan apa Mbak?, sing ndi miliha sik.

„Sayur apa Mbak?, silahkan memilih dulu‟

Pembeli (O1) : Apa ya Buk, iki wae Buk jangan gori iki wae, dak tinggal sik ya.

„Apa ya Bu, ini saja Bu sayur nangka ini saja, saya tingga dulu ya‟

Penjual (O2) : Ho‟o Mbak.

„Iya Mbak‟.

Data 51

Penjual (O1) : Wani rawani aku Mas, iki pesenan ning sida apa ora ya durung

genah jane.

„Berani tidak berani saya Mas, itu pesanan tapi jadi apa tidaknya

juga belum pasti sebenarnya‟.

Pembeli (O2) : Iki dak bayar siji mbok terne saiki, ning sijine dak bayar neng

omah terno bareng dhuwite salok jik nok ngomah. Rak ngoten

nggih Pak sekeca kalih kula ta?

„Ini saya bayar satu kamu antarkan sekarang, tapi satunya saya

bayar di rumah anterin barengan uangnya sebagian masih di

rumah. Begitu kan Pak setuju dengan saya kan?‟

Page 156: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

156

156

Pembeli (O3) : Iyo Mas, siji dhuwite isih neng omah, gagasanku arep jimuk siji

tok jane.

„Iya Mas, satu uangnya masih di rumah, pikir saya mau mengambil

satu saja sebenarnya‟

Data 52

Pembeli (O1) : Iki alamate, terno saiki ditunggu bocahku mengko ning kandhang

kana.

„Ini alamatnya, antarkan sekarang ditunggu orang saya nanti di

kandang sana‟

Penjua l (O2) : Iya, bar iki daknali siji iki gek budhal rana.

„Iya, setelah ini menali satu ini terus brangkat kesana‟

Penjual (O3) : Ndang saiki wae Min, mumpung dalan sepi, mengko nek wayah

bubaran malah rame, daktaline kene.

„Buruan sekarang saja Min, mumpung jalanan sepi, nanti kalau

waktu pulang pasti rame, saya talikan saja sini‟

Penjual (O2) : Ngoten? Oo.. Nggih kula budhal sakniki.

„Begitu? Oo.. Iya saya berangkat sekarang‟.

Data 53

Penjual (O1) : Model ngeneki sepuluh ewunan, nek sing ngeneki limalas

ewunan.

„Model seperti ini sepuluh ribuan, kalau yang seperti ini limabelas

ribuan‟

Pembeli (O2) : Wolongewu mawon nggih?, daktumbas kalih nek angsal

wolongewu.

„Delapan ribu saja ya?, Saya beli dua kalau boleh delapan ribu‟

Penjual (O1) : Tambahi limangatus rapapa wis.

„Tambahin limaratus tidak apa-apa‟

Pembeli (O3) : Iya wolongewu wae, aku dak ya tuku.

„Iya delapanribu saja, saya juga akan beli‟

Pembeli (O2) : Glo, enek sing arep tuku meneh malahan.

„Tuh, ada yang akan beli juga‟

Penjual (O1) : Yawis-yawis enggo penglaris.

„Yasudah-yasuda buat penglaris‟

Data 54

Pembeli (O1) : Apa sida mbok tuku Mas mau?, larang kanggoku.

„Apa jadi Anda beli Mas tadi?, mahal menurut saya‟.

Pembeli (O2) : Sios Mas, rencang kula senenge kalih niku thok, kula nggih

manut.

„Jadi Mas, teman saya sukanya sama itu saja, saya ya menuruti‟.

Page 157: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

157

157

Pembeli (O1) : Jane pama aku mau tak wedeni rasida tuku ngono genah kana

mundur kok.

„Sebenarnya kalau saya tadi menakuti jika tidak jadi beli gitu pasti

dia mundur kok.‟

Pembeli (O2) : Halah wis kebacut Mas, timbang mulih gela wis ben idhep-

idhep sodakoh ngono wae nek pancen kana kakean.

„Halah sudah terlanjur Mas, daripada pulang menyesal sudah tidak

apa-apa anggap saja sedekah gitu saja kalau memang sana

kebanyakan‟

Data 55

Penjual (O1) : Pripun kabare anak?, mpun mantuk saking puskesmas?

„Bagaimana kabarnya anak?, sudah pulang dari puskesmas?‟

Penjual (O2) : Uwis Mas, ndek wingi sore, gegeri ngajak mulih wae kok. Ayo

sarapan Mas.

„Sudah Mas, kemarin sore, bingung ngajak pulang saja kok. Ayo

sarapan Mas‟

Penjual (O1) : Ya syukur nek ngono Mas, sarapan apa? serku rica-rica, ning

dengaren malah tutup, engko wae.

„ya syukurlah kalau begitu Mas, sarapan apa? Pengennya rica-rica,

tapi tumben tutup, nanti saja‟

Penjual (O2) : Ya apa kono neh, tak disik, luwe aku.

„Ya apa sana deh, saya duluan, laper saya‟

Data 56

Penjual (O1) : Baru-baru semua ini Pak, dari Boyolali, pilih yang mana?

„Baru-baru semua ini Pak, dari Boyolali, pilih yang mana?‟.

Pembeli (O2) : Alah apa ta Mas, tak nonton sik coba. Padahal ora nggawa dhuit.

„Halah apa ta Mas, saya melihat dulu coba. Padahal tidak

membawa uang‟

Penjual (O1) : Utang-utang yarapapa Pak, angger bar sejam dibayar hahaha.

„Hutang-hutang juga tidak apa-apa Pak, asalkan setelah satu jam

dibayar, hahaha‟

Pembeli (O2) : Hahaha.. Mas Pardi ki kok ya senengane ngrayu wong ben nduwe

utang ngono pa piye.

„Hahaha.. Mas Paridi ini kok ya sukanya merayu orang supaya

punya hutang gitu apa gimana‟

Data 57

Penjual (O1) : Lhadalah, nawar kok terus ora nganggo mandhek.

„Lhadalah, menawar kok terus tidak pakai berhenti‟

Pembeli (O2) : Iki wis mandek iki, semono oke?

Page 158: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

158

158

„Ini sudah berhenti ini, segitu oke?‟

Penjual (O1) : Gini gini, pitulas, tambah satu tambah dua jadi duapuluh,

cocok, hahaha... „Gini-gini, tujuhbelas, tambah satu tambah dua jadi duapuluh,

cocok, hahaha..‟

Pembeli (O2) : Lha kuwi rek kaya guru matematika ngulang muride malahan, wa

wis.

„Lha kok kaya guru matematika sedang mengajar muridnya malah,

wah gimana‟

Data 58

Penjual (O1) : “Lerena sik kana, daktunggune genti wong ya aku wis mulih saka

sekolahan e lho, makan siang kana wis jam semene, rarung ora

enek sing tuku paling wong wis jam semene”

„Istirahatlah dulu sana, gantian saya yang tunggu orang saya juga

sudah pulang dari sekolah, makan siang sana sudah jam segini,

paling juga tidak ada yang beli orang sudah jam segini‟

Data 59

Pembeli (O1) : Wong dodol perabotan rumah tangga sing biasane mandhek

ning kene kae kok dengaren ora enek ya ?

„Orang jualan perabotan rumah tangga yang biasanya berhenti di

sini itu kok tumben tidak ada ya?‟

Penjual (O2) : Yahketen pun lunga Bu, nika mandhek nek esuk thok biasane.

„Jam segini sudah pulang Bu, itu berhenti kalau pagi saja

biasanya‟.

Data 60

Pembeli (O1) : Tetep nganggo garansi lho ya kudune.

„Tetap pakai garansi lho ya harusnya‟

Penjual (O2) : Niku sampun, mengke nek sulaya balekne lak sampun ta Bu.

„Itu sudah, nanti kalau bermasalah dikembalikan kan sudah kan

Bu‟

Data 61

Pembeli (O1) : Nek nyedaki dealer pinggir dalan aku kabarana Mas, dakpapak,

bene ora kangelan golekimu.

„Kalau mendekati dealer pinggir jalan kabarin saya Mas, saya

jemput, biar Anda tidak kesusahan mencarinya‟

Page 159: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

159

159

Data 62

Penjual (O1) : Tulisana kene kabeh jinis-jinise sapi sing kepayon dina iki mau,

karo jeneng-jenenge sing dodol sing tuku, di enggo bukti transaksi

lapora n ning kelurahan.

„Tuliskan disini semua jenis-jenis sapi yang terjual hari ini tadi,

dan nama-nama yang menjual yang membeli, untuk bukti transaksi

laporan di kelurahan‟

Data 63

Penjual (O1) : Toko kidul masjid kae apa ora adol ta?, Kayae adol kok, anakku

biyen tuku kana enek, alah cedak simpang tiga cilik kae pokoke.

„Toko selatan masjid itu apa tidak jual? Sepertinya jual kok anak

saya dulu pernah beli di sana ada, yang dekat simpang tiga kecil itu

pokoknya‟

Data 64

Penjual (O1) : Aku rada lali omahe, pama dalane mengko jik iso dieling- eling.

„Saya agak lupa rumahnya, seumpama jalannya nanti masih bisa

diingat-ingat‟

Penjual (O2) : Jagal Ngumbul Banaran mosok lali?, omahe kiri jalan nek saka

kene, cat iso, kandhange ketok saka ngarepan.

„Penjagal Ngumbul Banaran masa lupa?, rumahnya kiri jalan kalau

dari sini, cat hijau, kandangnya kelihatan dari depan‟

Page 160: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

160

160

Gambar 1. Papan nama pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan

Nogosari kabupaten Nogosari.

Gambar 2. Daftar Buku tamu pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan

Nogosari kabupaten Boyolali.

Page 161: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

161

161

Gambar 3. Suasana pasar hewan saat pagi hari.

Gambar 4. Para penjual dan pembeli yang sedang tawar menawar harga.

Gambar 5. Suasana pasar hewan saat transaksi jual beli.

Page 162: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112006_bab5.pdf · Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam ... sebagai bahasa nasional

162

162

Gambar 5. Aktifitas Pasar Hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan

Nogosari kabupaten Boyolali.

Gambar 6. Suasana pasar hewan saat para pembeli akan membawa sapi yang telah

mereka beli