61
LAPORAN KEMAJUAN HIBAH GRUP RISET UDAYANA Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik pada Rumpun Bahasa Bagian Timur Melayu-Polinesia Barat Grup Riset PRAGMATIK TIM PENELITI NIDN Ketua : Drs. I Ketut Tika, M.A 0031125325 Anggota : 1. Prof. Drs. I Made Suastra, Ph.D. 0024125407 2. Dr. Ni Luh Nyoman Seri Malini, S.S., M.Hum 0029056907 3 I Made Sena Darmasetiyawan, S.S, M.Hum 9900980508 GRUP RISET PRAGMATIK PROGRAM STUDI SASTRA INGGRIS FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA UNIVERSITAS UDAYANA AGUSTUS 2015 Bidang Unggulan: Pariwisata, Ekonomi dan Sosial Kode/Nama Rumpun Ilmu: 520 /Ilmu Bahasa

Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

  • Upload
    others

  • View
    12

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

1

LAPORAN KEMAJUAN

HIBAH GRUP RISET UDAYANA

Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak,

dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik pada Rumpun

Bahasa Bagian Timur Melayu-Polinesia Barat

Grup Riset

PRAGMATIK

TIM PENELITI NIDN

Ketua : Drs. I Ketut Tika, M.A 0031125325

Anggota :

1. Prof. Drs. I Made Suastra, Ph.D. 0024125407

2. Dr. Ni Luh Nyoman Seri Malini, S.S., M.Hum 0029056907

3 I Made Sena Darmasetiyawan, S.S, M.Hum 9900980508

GRUP RISET PRAGMATIK

PROGRAM STUDI SASTRA INGGRIS

FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA

UNIVERSITAS UDAYANA

AGUSTUS 2015

Bidang Unggulan: Pariwisata, Ekonomi dan Sosial

Kode/Nama Rumpun Ilmu: 520 /Ilmu Bahasa

Page 2: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

2

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………………………………………………… 1

DAFTAR ISI ................................................................................................................... 2

RINGKASAN .................................................................................................................. 3

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 6

BAB III METODE PENELITIAN .................................................................................. 8

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................ 12

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 30

Page 3: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

3

Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali,

Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

pada Rumpun Bahasa Bagian Timur Melayu-Polinesia

Barat

Ringkasan

Umumnya, bahasa-bahasa digunakan dalam kegiatan-kegiatan tradisional dan adat,

agama, seni, di sekolah, di kantor, di rumah, dan sebagainya. Namun, kompleksitas

kategori sosial masyarakatnya, yang meliputi stratifikasi sosial, usia, jenis kelamin, dan

seterusnya, terhubung dengan variasi dalam kode linguistik. Variasi ini kemudian

menghasilkan kategori-kategori tingkat tutur. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengukur dampak dari kategori-kategori sosial (khususnya, status atau kedudukan sosial,

jenis kelamin, dan usia) yang ada pada masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa selaras

dengan keabsahan yang berlaku dalam penggunaan bahasa Bali, Sasak, dan Sumbawa.

Penelitian ini mengunakan metode kualitatif sebagai metode utamanya. Data primer dari

penelitian ini berupa data tertulis dan lisan. Data sekunder akan digunakan untuk

mendukung teori dasar. Metode penelitian dalam kajian ini mencakup metode

pengumpulan data dan pengolahan data. Output dari penelitian ini nantinya berupa

publikasi artikel dalam jurnal internasional dan jurnal nasional terakreditasi.

BAB I. PENDAHULUAN

Bahasa-bahasa lokal merupakan bahasa-bahasa yang dituturkan oleh

suku/kelompok-kelompok tutur di daerah-daerah berbeda di Indonesia. Menurut Blust

(1981), bahasa-bahasa lokal di Indonesia tersebut termasuk ke dalam rumpun Melayu-

Polinesia yang terdiri atas Melayu-Polinesia Barat, Melayu-Polinesia Tengah, dan Melayu

Polinesia Timur. Bahasa-bahasa seperti Sunda, Jawa, Madura, Bali, Sasak, dan Sumbawa

termasuk ke dalam Melayu-Polinesia bagian Barat. Kemudian selanjutnya, bahasa Bali,

Sasak, dan Sumbawa dikelompokkan lagi menjadi sub-kelompok dari Melayu-Polinesia

Barat (Dyen 1982, Mbete 1990).

Sebagai anggota dari satu sub-kelompok, maka bahasa-bahasa ini dikatakan

memiliki kemiripan-kemiripan baik itu yang dilihat secara fonologis, morfologis, leksikon,

atau bahkan sintaktisnya. Sehingg kemudian, pertanyaan yang muncul adalah apakah

bahasa-bahasa tersebut juga memiliki aspek-aspek sosiolinguistik yang sama atau tidak

mengingat bahasa-bahasa tersebut telah lama digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi

dalam beragam kegiatan dan situasi tutur dalam komunitas tuturnya masing-masing.

Page 4: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

4

Melalui penelitian ini, bahasa-bahasa akan dikaji secara menyeluruh, khususnya yang

berkaitan dengan hubungan bahasa-bahasa tersebut dengan kategori-kategori sosialnya.

Umumnya, bahasa-bahasa digunakan dalam kegiatan-kegiatan tradisional dan adat, agama,

seni, di sekolah, di kantor, di rumah, dan sebagainya. Namun, kompleksitas kategori sosial

masyarakatnya, yang meliputi stratifikasi sosial, usia, jenis kelamin, dan seterusnya,

terhubung dengan variasi dalam kode linguistik. Variasi ini lah yang kemudian

menghasilkan kategori-kategori tingkat tutur di masyarakatnya. Hal tersebut pada

kenyataannya jika dilihat berdasarkan kacamata sosiolinguistik, merupakan karakteristik

dari sebagian besar bahasa-bahasa dalam rumpun Melayu-Polinesia Barat seperti bahasa

Sunda, Jawa, Madura, dan Bali (Hardjadibatra 1985, Poedjasoedama 1979, Kersten 1970,

Ward 1973, Bagus 1979, Narayana 1983, Zurbuchen 1987, Hunter 1988, dan Clynes 1989,

Suastra 2002).

Penelitian seperti ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang signifikan

terhadap perkembangan teori tingkat tutur pada umumnya, dan perkembangan yang

berkaitan dengan penggunaan bahasa-bahasa yang sama dengan rumpun Melayu-Polinesia

Barat lainnya pada khususnya. Hasil dari penelitian ini akan membuktikan bahwa semua

bahasa yang tergolong ke dalam rumpun Melayu-Polinesia Barat membawa kategori-

kategori tingkat tutur yang didasari atas aspek-aspek sosial yang berbeda. Penelitian

lanjutan dapat dikembangkan dengan mengambil data dari bahasa-bahasa yang tergolong

pada rumpun Melayu-Polinesia lainnya, yaitu Melayu-Polinesia Tengah dan Timur, jika

penutur dari bahasa-bahasa tersebut diasumsikan memiliki kategori-kategori sosial yang

berbeda. Penelitian ini sejatinya merupakan penelitian lapangan yang produktif untuk

perkembangan bidang sosiolinguistik ke depannya. Hal ini dikarenakan Studi Linguistik

Kebudayaan yang menjadi minat utama Program Pascasarjana Linguistik (Magister dan

Doktoral), Fakultas Sastra, Universitas Udayana ini sedang dikembangkan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur seberapa besar dampak yang

ditimbulkan dari kategori-kategori sosial (khususnya status, jenis kelamin, dan umur) yang

berkembang dalam masyarakat Bali, Sasak, dan Sumbawa selaras dengan keabsahan yang

berlaku dalam penggunaan bahasa Bali, Sasak, dan Sumbawa. Dalam kaitannya dengan

permasalahan tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah:

- untuk menemukan bentuk-bentuk dan fungsi-fungsi dari tingkat tutur bahasa

Bali, Sasak, dan Sumbawa pada komunitas tutur tempat bahasa-bahasa tersebut

dituturkan

- untuk menelaah dampak yang ditimbulkan dari kategori-kategori sosial yang

utamanya berkaitan dengan status/kedudukan sosial, jenis kelamin, dan umur

yang berupa bentuk dan fungsi dari tingkat tutur tersebut.

- untuk membandingkan kategori-kategori sosial yang menentukan struktur dari

tingkat tutur pada bahasa-bahasa yang berbeda.

Page 5: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

5

Fokus penelitian ini adalah permasalahan-permasalahan yang didasari atas dua

faktor, yaitu faktor-faktor kebahasaan dan non-kebahasaan. Sementara itu, pada

penelitian terdahulu, kajian yang dilakukan adalah kajian yang berhubungan dengan

permasalahan tentang status sosial (dari sistem kelas tradisional ke sistem kelas terbuka).

Pada penelitian ini, faktor-faktor non kebahasaan seperti jenis kelamin, umur, dan tingkat

keformalitasan juga digunakan sebagai bahan pertimbangan. Selanjutnya, untuk faktor-

faktor kebahasaannya meliputi fonologi, morfologi, leksikon, sintaksis, dan klausa yang

berhubungan dengan tingkat tutur. Sistem di atas dapat dilihat pada gambar 1. di bawah

ini.

Gambar 1.

Hubungan antara faktor kebahasaan dan non-kebahasaan dalam kajian ini

Faktor-Faktor

Kebahasaan

Faktor-Faktor Non-

Kebahasaan

Fonologi

Morfologi

Leksikon

Sintaksis

Klausa

Status Sosial

Jenis

Kelamin

Umur

Tingkat Honorifik:

Honorifik Penutur (Addressor)

Honorifik Petutur (Addressee)

Honorifik Referen (referent)

Tingkat

Kekasaran

Bentuk-Bentuk dan

Fungsi-Fungsi Tingkat

Tutur

Page 6: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Istilah Tingkat Tutur pertama kali digunakan oleh Geertz (1960) untuk

mengelompokkan etika tutur masyarakat Jawa. Kemudian penggunaan istilah itu diikuti

oleh Martin (1964) dalam tulisannya tentang Tingkat Tutur pada Masyarakat Jepang dan

Korea. Martin membedakan dua tipe bentuk-bentuk honorifik dalam bahasa-bahasa

tersebut, yaitu “honorifik (penghormatan) petutur (penerima/ lawan bicara/ addressee) dan

honorifik referen”. Pembedaan tersebut kemudian diadaptasi oleh linguis lainnya, seperti

Poedjasoedarma (1979) yang mengangkat tentang masyarakat Jawa, Suharno (1980) yang

juga mengangkat hal yang sama, dan Wang (1990) pada masyarakat Korea.

Sehubungan dengan bentuk dan fungsi sosial dari tingkat tutur, Kersten (1970),

Bagus (1981), Ward (1973) Zurbuchen (1987), Hunter (1988), Clynes (1989), dan Suastra

(2001) juga telah melakukan penelitian yang senada, tetapi dengan menggunakan

terminologi, sistem, dan model yang berbeda.

Pada penelitian ini kajian tentang pengkategorisasian dari bentuk-bentuk honorifik

yang meliputi “honorifik penutur (Sor/humble), petutur (Singgih/refine), referen (Sor dan

Singgih/humble and refine), dan bentuk-bentuk kasar” dari tingkat tutur akan diterapkan.

Bentuk-bentuk ini akan ditelaah berdasarkan dua aspek, yaitu:dari hubungan sintagmatik

dan paradigmatiknya (mengikuti kerangka kerja Errington yang menganalisis tentang

tingkat-tingkat tutur bahasa Jawa (1985: 5). Aspek paradigmatik nantinya akan

menjelaskan kata-kata alternatif yang meliputi kategorisasi dari unsur-unsur leksikalnya.

Sementara itu, hubungan sintagmatiknya akan menjelaskan kombinasi-kombinasi kata

yang digunakan untuk menyusun kalimat-kalimat pada masing-masing tingkat tutur.

Ditambah lagi, perbedaan-perbedaan yang ditemukan dalam bentuk-bentuk fonologis dan

morfologis juga akan dianalisis.

Gagasan Hymes (1974) dalam karyanya tentang etnografi komunikasi yang

menjabarkan tentang “SPEAKING” (Setting/Tempat Tutur dan Scenes/Suasana Tutur,

Participants/Partisipan, End/Tujuan Tutur, Act sequence/Topik Pembicaraan, Key/Nada

Bicara, Instrumentalities/Sarana Tutur, Norms/Norma Tutur, dan Genre/Jenre) diadopsi

untuk mengevaluasi fungsi-fungsi dari tingkat-tingkat tutur. Setting dan Scene

berhubungan dengan komponen-komponen dari situasi dan tindak tutur. Setting mengacu

pada tempat dan waktu dari sebuah tindak tutur, dan scene merupakan definisi kultural

dari sebuah situasi tutur. Partisipan mengacu pada petutur atau pendengar, serta penutur

atau pembicara sebagai subjek dari komponen-komponen tutur. End/tujuan tutur

merupakan dua aspek tujuan, yaitu tujuan peristiwa tutur dalam bentuk sasaran-sasaran

yang ingin dicapai (goal), dan tujuan yang berupa hasil yang diharapkan (outcomes). Act

sequence/topik pembicaraan mengacu pada bentuk pesan dan isi pesan. Keys/nada tutur

mengacu pada ton (nada), cara, dan penjiwaan pada saat peristiwa tutur itu terjadi.

Page 7: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

7

Instrumentalities/ sarana tutur mengacu pada saluran dan bentuk tutur. Norms/norma-

norma tutur terdiri atas norma-norma interaksi yang berhubungan dengan perilaku dan

sifat yang khusus yang melekat pada tuturan; dan norma interpretasi melibatkan sistem

kepercayaan dalam sebuah komunitas tutur. Pada akhirnya, genre/jenre menyiratkan

kemungkinan mengidentifikasi karakteristik formal dari sebuah peristiwa tutur.

PETA JALAN PENELITIAN

Kajian

Sekarang

Geertz (1960), Martin (1964), Poedjasoedarma (1979), Wang (1990) o, ,

Kersten (1970), Bagus (1981), Ward (1973) Zurbuchen (1987), Hunter

(1988), Clynes (1989), Suastra (2001)

K

a

j

i

a

n

t

e

r

d

a

h

u

l

u

1. untuk menemukan bentuk-bentuk dan fungsi-fungsi dari tingkat

tutur bahasa Bali, Sasak, dan Sumbawa pada komunitas tutur tempat

bahasa-bahasa tersebut dituturkan

2. untuk menelaah dampak yang ditimbulkan dari kategori-kategori

sosial yang utamanya berkaitan dengan status/kedudukan sosial,

jenis kelamin, dan umur yang berupa bentuk dan fungsi dari tingkat

tutur tersebut.

3. untuk membandingkan kategori-kategori sosial yang menentukan

struktur dari tingkat tutur pada bahasa-bahasa yang berbeda

T

u

j

u

a

n

o

u

t

p

u

t

Publikasi dalam:

1. Artikel dalam Jurnal Internasional

2. Artikel dalam Jurnal Nasional Terakreditasi

Page 8: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

8

BAB III. METODE PENELITIAN

Kajan penelitian ini menerapkan metode kualitatif. Data primer dalam penelitian

ini adalah data tulis dan lisan, sedangkan data sekunder digunakan untuk mendukung

teori dasarnya. Metode penelitian ini dibagi menjadi dua sub-bab, yaitu pengumpulan

data, pemrosesan data, dan analisis data.

3.1 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam kajian ini melibatkan observasi partisipasi dan teknik

elisitasi (Labov 1972b: 102-11). Observasi partisipasi diterapkan sebagai teknik dasar

dimana peneliti terlibat dan menjadi bagian dari sebuah kelompok tutur. Penelitian

seperti ini penting dilakukan guna untuk meminimalkan paradoks pengobservasi

(Labov 1972a: 10) dan untuk memperoleh tuturan spontan dari para penutur. Prosedur

teknik elisitasi bisa mengambil berbagai bentuk yang bergantung pada respon alami

yang diinginkan. Dalam penelitian ini respon lisan lebih diutamakan. Akan tetapi,

wawancara individu juga akan dilakukan guna mengumpulkan data tambahan.

Ketika penelitian sosiolinguistik dilakukan, faktor sosiologis dianggap lebih

utama dibandingkan dengan faktor geografis dan kompleksitas struktur sosial yang

membuat pengetahuan individual tentang area tersebut menjadi tidak begitu berterima

(Trudgil 1974:20). Lebih lanjut, kajian ini intinya untuk menjabarkan kategori status

sosial, jenis kelamin, dan umur di masyarakat dimana bahasa tersebut dituturkan.

Guna mengukur kelas sosial secara objektif, digunakan tiga unsur indeks dari

Labov (1972c:115), yaitu: pekerjaan, pendidikan, dan penghasilan. Trudgill (1974:

60) membagi enam unsur indeks: pekerjaan, penghasilan, pendidikan, perumahan,

lokalitas, dan pekerjaan ayah. Chaika (1989-236) mengemukakan indeks karakteristik

status sosial (ISC) yang terdiri dari pekerjaan, pendidikan, penghasilan, dan tempat

tinggal digunakan untuk mengukur subjek status sosial. Sampai sejauh ini, status

sosial dapat diukur oleh empat unsur indeks, yaitu pekerjaan, pendidikan,

penghasilan, dan hubungan sosial. Indeksnya diadaptasikan pada situasi yang

berkembang di masyarakat baru-baru ini.

Analisis kajian ini berupa analisis kategori sosial. Faktor sosio-ekonomi

kemungkin juga penting dalam variasi bahasa yang relevan dengan penggunaan

bahasa secara potensial. Selanjutnya indikator primer informan dalam kajian ini

sebagai berikut:

A. Umur antara 15-60 tahun dan berbicara dengan normal

Page 9: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

9

B. Laki-laki atau perempuan

C. Indeks status sosial;

1. Grup etnik asli berasal dari tempat bahasa dituturkan

2. Memiliki pekerjaan tetap di pemerintahan atau sektor swasta di daerah

sekitar.

3. Anggota dari organisasi lokal tertentu.

4. Menduduki posisi tertentu dalam pekerjaan; misalnya berkedudukan

tinggi, kedudukan menengah, atau kedudukan rendah dalam sebuah

pekerjaan.

5. Berinteraksi aktif dengan pasangan atau pasangan masa depan, orang

tua, kakak laki-laki atau perempuan dan kerabat.

6. Aktif secara sosial di masyarakat.

Dengan metode tersebut peneliti menentukan variabel dalam populasi yang

dikaji untuk memastikan individu yang dikumpulkan mewakili semua profesi, jenis

kelamin, dan umur. Lokasi penelitian ini dilakukan di wilayah bahasa-bahasa tersebut

dituturkan, dengan mengaplikasikan tiga variabel sosial yang ditentukan: umur, jenis

kelamin, dan status sosial. Dari ketiga variabel sosial tersebut akan ada beberapa

kelompok individu yang terdiri atas jenis kelamin (laki-laki dan perempuan), posisi

pekerjaan berbeda (termasuk manajer, kepala kantor, direktur atau pegawai; pegawai

biasa seperti staf, dan pekerja terampil; dan pekerja kantor tingkat rendah atau pekerja

tidak terampil/buruh meliputi pesuruh, supir, penjaga malam, petani, nelayan dan lain-

lain), dan rentang umur antara 15 sampai 60 tahun.

Pemilihan wilayah dimulai dari menghubungkan semua aktivitas sosial dengan

grup etnis yang akan diidentifikasi. Dari grup etnis tersebut paling tidak dipilih

sepuluh tempat dalam setiap komunitas tutur. yang diseleksi secara acak, sejauh

tempat tersebut relevan dengan aktivitas sosial yang dimaksud. Data dan informasi

untuk aktivitas sosial berbeda diperoleh dari organisasi lokal. Setiap tempat yang

diseleksi akan dikunjungi untuk pertama kali untuk mendapat informasi tentang

anggota komunitas. Berdasarkan informasi tersebut, setidaknya informan (seorang

laki-laki dan seorang perempuan) akan diseleksi dari setiap tempat. Dari informan

tersebut akan ada kira-kira 40 informan sebagai informan utama (informan kunci)

secara keseluruhan. Selanjutnya, setiap informan akan digunakan sebagai terusan

untuk menghubungkan individual lain di wilayah tersebut sebagai teman. Informasi-

Page 10: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

10

informasi terseleksi tersebut kemudian diobservasi berdasarkan beragam ranah seperti

keluarga, tetangga, pasar, dan seterusnya.

Sebelum kerja lapangan dilaksanakan, asisten peneliti akan dilatih. Mereka

merupakan mahasisswa yang peminatannya dalam pengerjaan penelitian

sosiolinguistik. Surat izin untuk masuk ke komunitas dari pemerintah lokal disiapkan

sebagai langkah primer. Dengan menggunakan surat ini peneliti akan masuk

komunitas dengan mudah.

Informan terpilih di tempat kerja akan didekati, dan setiap dari mereka akan

diberitahu tujuan dari wawancara yang dlakukan. Ketika itu disetujui, informan di

bawah investigasi akan diminta untuk memperkenalkan peneliti pada teman laki-laki

atau perempuannya di tempat kerja atau di kehidupan sosial lainnya. Mereka akan

diminta untuk berpartisipasi dalam observasi. Sekali informan ditentukan, mereka

akan diminta untuk mengisi kuesioner memfokuskan latar belakang pribadi mereka,

aktivitas-aktivitas sosial, dan kecenderungan berbahasa. Kuesioner menanyai

informan untuk mengindikasikan bahasa apa dan bagaimana mereka berbicara pada

orang-orang dekat, yang mereka hargai, dan yang mereka marahi. Ini memungkinkan

kita memperoleh dampak komposisi linguistik informan dan untuk memungkinkan

pemerolehan informasi informan yang informan dengan latar belakang sosial beragam

akan paling bisa menggunakan bahasa secara tepat. Setelah subjek-subjek yang

dibutuhkan dipilih, peneliti menyediakan kuesioner yang akan mengambil waktu kira-

kira satu bulan untuk dikumpulkan. Peneliti menjadwalkan para informan untuk

wawancara berdasarkan pilihan mereka (instrumen penelitian akan dirancang di

kemudian hari). Semua wawancara berupa wawancara grup. Percakapan grup, yang

terdiri dari minimal dua dan maksimum lima informan akan dilakukan antara di

tempat kerja mereka atau di tempat lain. Semua grup percakapan akan direkam dan

divideokan menggunakan media elektronik radio kaset perekam stereo Sony dan

perekam video-cam Sony. Fungsi peneliti di sini sebagian besar menjadi inisiator dan

monitor. Para informan sendiri melanjutkan percakapan dan peneliti aktif mencatat,

merekam, dan terlibat dalam percakapan seperlunya.

Tujuan umum penelitian ini adalah mengumpulkan rekaman tuturan alami

walaupun dengan kehadiran mikrofon, video-cam, dan peneliti partisipan akan

berbicara bahasa lokal. Demi meraih objektivitas, peneliti perlu bertindak seolah-olah

peneliti sebagai anggota masyarakat yang terlibat di wilayah tersebut. Orang yang

terpilih sebagai partisipan mengerti tujuan penelitian ini dan perilaku objektif peneliti

Page 11: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

11

terhadap bahasa. Secara khusus, para informan dapat mengerti bahwa peneliti

khususnya tidak menginginkan mereka berbicara dalam “bahasa tepat atau standar”.

Demi meminimalkan efek paradoks pengobservasi (Labov, 1972), informan didorong

untuk berbicara satu sama lain daripada pada peneliti, dan untuk berbicara

senaturalnya. Observasi dilaksanakan di ranah berbeda. Janji dengan informan dibuat

untuk mengamati pembawaan mereka pada percakapan dalam ranah tertentu. Oleh

karena wilayah penelitiannya di komunitas berbeda (Sasak dan Sumbawa), kategori

sosial tiap komunitas juga berbeda. Oleh sebab itu, metode akan dimodifikasi menurut

kepentingan sesuai dengan situasi dalam komunitas tutur masing-masing

3.2 Pemrosesan data

Keseluruhan sumber data dalam kajian ini adalah bahasa lisan. Bahan yang telah

terekam akan diseleksi untuk membentuk data korpus. Setiap rekaman memiliki

durasi kira-kira 35 sampai 50 menit. 10 menit pertama dalam percakapan tidak akan

ditinjau karena diyakini tuturan spontan dengan kehadiran mikrofon tidak

memungkinkan di percakapan awal. Kemudian, sisa rekaman tersebut ditanskrrip.

Konvensi transkripsi diadaptasi dari Edward (1993:43). Kalimat atau klausa dari

pembicara individual berbeda diklasifikasikan dan dihitung berdasarkan tingkatan-

tingkatan tutur.

Untuk mempermudah pengkategorian faktor linguistik pada data, program khusus

untuk analisis teks akan digunakan dan sistem pengkodean akan diterapkan. Sistem

pengkodean meliputi prosedur pemilahan dalam kata atau program pemrosesan klausa

dan program persetujuan untuk menghitung dan menandai data linguistik dalam level

tertentu dan untuk mengelompokkan bersama semua aspek linguistik berbeda dari

tiper tertentu untuk klasifikasi dsn analisis lebih jauh.

3.3. Analisis Data

Pada dasarnya, korpus data dianalisis di level individual lalu data dikelompokkan

berdasarkan karakteristik penutur seperti jenis kelamin, umur, dan status sosial. Grup

ditentukan pada dasar analisis level individual. Unit data dalam level grup

menunjukkan perbedaan perilaku verbal diukur oleh tingkat tutur. Unsur-unsur

linguistik akan dianalisis dengan ketentuan level paradigmatik dan sintagmatik.

Kemudian hubungan antara tiap level akan dikorelasikan ke status, jenis kelamin, dan

umur.

Page 12: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

12

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Formulasi Tingkat-Tingkatan Bahasa Bali

Bahasa Bali merefleksikan suatu tenunan budaya yang kompleks akibat

akulturasi budaya yang pernah mewarnai Bali dalam lintasan sejarah. Kompleksitas

itu salah satunya dapat dilihat dari tingkat-tingkatan bahasa yang digunakan oleh

masyarakat Bali dalam suatu tuturan. Tingkat-tingkatan bahasa (speech level) dalam

bahasa Bali dipadankan dengan beberapa istilah oleh para peneliti. Istilah-istilah

tersebut di antaranya warna-warna bahasa (Kersten, 1970), mabasa, masor-singgih

basa (Bagus, 1977; Tinggen, 1986; Suarjana, 2010), unda usuk (Bagus, 1979), rasa

basa bahasa Bali (Suasta, 2003) dan anggah-ungguhing basa Bali (Naryana, 1983:

30). Istilah warna-warna bahasa digunakan oleh Kersten (1970:3) untuk menyatakan

perilaku berbahasa masyarakat Bali pada saat berbicara kepada seseorang maupun

membicarakan seseorang dengan ragam bahasa yang diklasifikasikannya menjadi

basa kasar, basa alus, basa singgih, dan basa ipun. Pemakaian ragam bahasa ini

ditentukan oleh stratifikasi sosial masyarakat Bali yang disebutnya sebagai

masyarakat golongan atas dan golongan bawah (Kersten, 1970: 4).

Sementara itu, Bagus (1977) menggunakan istilah mabasa maupun masor-

singgih basa untuk menyatakan norma sopan santun berbahasa (speech level) dalam

masyarakat Bali. Istilah mabasa secara lebih spesifik diartikan cara berbahasa sesuai

dengan sistem budaya yang berlaku dalam kehidupan masyarakat Bali (1977: 91).

Norma sopan santun ini secara garis besarnya dapat dikatakan bahwa ada sopan

santun berbahasa yang mengatur tingkat-tingkat bicara sesuai dengan wangsa-nya,

yaitu dalam hal ini orang yang berwangsa tri wangsa akan memperoleh bentuk

hormat (halus), sedangkan sebaliknya seorang yang berasal dari golongan jaba akan

mendapatkan bentuk lepas hormat (kasar). Sehubungan dengan pemakaian bentuk

lepas hormat ini, bukanlah bermaksud menggunakan bahasa yang kasar atau kurang

sopan, melainkan suatu cara orang berbahasa yang wajar, asal pemakaiannya

disesuaikan dengan status orang bersangkutan (Kersten, 1970: 91).

Istilah rasa basa basa Bali digunakan oleh Suasta (2006) untuk menyatakan

pentingnya penguasaan kaidah anggah-ungguhing basa Bali dalam menggunakan

bahasa Bali. Penggunaan istilah ini didasarkan atas kenyataan bahwa dalam berbicara

menggunakan anggah-ungguhing basa Bali secara tepat, seseorang dapat memilih

kosakata bahasa Bali yang telah mengandung nilai rasa sosial (2003: 11). Suasta

Page 13: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

13

(2003) lebih lanjut mengatakan bahwa stratifikasi sosial merupakan dasar penggunaan

sistem berbahasa ini. Pada masa lalu, stratifikasi masyarakat suku Bali ditandai

dengan adanya tingkat-tingkatan sosial berdasarkan keturunan, senioritas, kekuasaan,

dan keahlian. Pelapisan masyarakat suku Bali yang telah mengendap dalam adat

adalah pelapisan masyarakat suku Bali yang berdasarkan keturunan, senioritas,

kekuasaan, sedangkan pelapisan masyarakat suku Bali yang berdasarkan keahlian

belum mengendap. Berdasarkan keturunan, menyebabkan terjadinya golongan

masyarakat bangsawan, dan golongan masyarakat kebanyakan. Berdasarkan senioritas

menyebabkan terjadinya golongan masyarakat suku Bali yang tua-tua berkuasa dalam

ranah adat, dan golongan masyarakat suku Bali yang muda dalam pengalaman.

Berdasarkan kekuasaan, menyebabkan munculnya golongan penguasa dan golongan

masyarakat. Pembedaan berdasarkan keahlian menyebabkan adanya golongan

masyarakat suku Bali yang memiliki keahlian tertentu dan tidak memiliki keahlian

tertentu.

Pada masyarakat Bali Aga, lebih dominan struktur sosialnya dipengaruhi oleh

senioritas. Sementara itu, masyarakat Bali dataran lebih dipengaruhi oleh unsur

pembeda yang berdasarkan keturunan. Pelapisan masyarakat suku Bali Aga tidak

begitu mempengaruhi bahasa yang digunakan sebagai alat berkomunikasi. Berbeda

dengan masyarakat Bali dataran yang pelapisan sosial masyarakatnya dipengaruhi

oleh keturunan yang sangat dominan mempengaruhi pemakaian bahasanya, sampai

menyebabkan terjadinya anggah-ungguhing basa Bali (Suasta, 2006 : 10). Stratifikasi

masyarakat suku Bali modern pada dasarnya juga berasal dari suku Bali Tradisional

yang menganut sistem budaya Hindhu dalam bentuk kerajaan yang mengalami

perubahan penghargaan, karena perkembangan zaman. Namun demikian, pelapisan

masyarakat suku Bali yang berdasarkan atas keturunan atau wangsa masih tetap ada,

yang mengendap dalam adat masyarakat suku Bali. Kemajuan zaman mengakibatkan

adanya perubahan yang mempengaruhi keadaan stratifikasi masyarakat suku Bali

yang berdasarkan pendidikan, pangkat, kekuasaan, dan jabatan tertentu menyebabkan

golongan ini juga mendapatkan penghormatan dalam kehidupan masyarakat. Hal

inilah yang menjadi faktor penyebab munculnya sistem kesantunan berbahasa yang

disebutnya rasa basa basa Bali.

Perbedaan istilah yang digunakan untuk menyebutkan realitas penggunaan

bahasa Bali dalam kehidupan masyarakat Bali itu sempat dibicarakan dalam

Pesamuhan Agung Bahasa di Singaraja tahun 1974. Pesamuhan Agung yang agenda

Page 14: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

14

utamanya membahas tentang pembakuan bahasa Bali saat itu menyepakati istilah

anggah-ungguhing basa Bali sebagai istilah baku untuk menyebutkan tingkat-

tingkatan bahasa Bali. Secara leksikal, anggah-ungguh artinya tata cara. Sementara

itu, anggah-ungguhing basa Bali adalah tata cara berbahasa masyarakat Bali yang

diikat oleh oleh adanya tingkat-tingkatan bahasa.

Penggunaan tingkat-tingkatan bahasa dalam kehidupan masyarakat Bali

seperti yang telah disinggung di atas disebabkan oleh adanya stratifikasi sosial

masyarakat Bali sebagai penutur bahasa Bali. Stratifikasi sosial ini pada umumnya

dibedakan menjadi dua yaitu secara tradisional dan modern. Secara tradisional, yang

dimasukkan sebagai golongan atas adalah orang-orang yang berstatus tri wangsa

(Brahmana, Wesia, dan Sudra). Sementara itu, yang dimasukkan dalam golongan

bawah adalah wangsa jaba. Apabila ditinjau secara modern, pembagian stratifikasi

masyarakat Bali yang dapat digolongkan dalam golongan atas adalah wangsa tri

wangsa dan jaba. Sedangkan golongan bawah juga terdiri atas tri wangsa dan jaba.

Maksudnya, secara modern kedua golongan masyarakat baik tri wangsa maupun jaba

memiliki peluang yang sama untuk menempati golongan atas maupun golongan

bawah. Dengan demikian, status sosial seseorang diklasifikasikan secara prgamatis

(tidak semata-mata karena kelahiran atau keturunan, tetapi juga karena jabatan atau

kedudukan, finansial dan yang lainnya) (Suarjana, 2011: 86).

Untuk lebih jelasnya hal tersebut dapat digambakan dalam skema berikut ini:

1. Secara Tradisional : A Golongan atas (Tri Wangsa)

B Golongan bawah (Wangsa Jaba)

2. Secara Modern : A Golongan Atas (Tri Wangsa + Jaba)

B Golongan Bawah (Tri Wangsa + Jaba)

Penggunaan bahasa Bali yang mengenai sor-singgih-nya ini, agar sesuai

dengan kosep tuturannya dapat ditempuh dengan jalan bertanya terlebih dahulu

kepada lawan bicara untuk mengetahui status sosialnya, apakah sebagai lawan bicara

yang patut di singgih-kan atau tidak. Caranya adalah dengan menggunakan kalimat

tanya seperti ini: “Nawegang titiang nunasang antuk linggih?” yang secara bebas

artinya “Maaf saya ingin mengenal identitas Anda”, atau dengan menanyakan

langsung indik pagenahan “tentang rumah atau tempat tinggal (masudnya di griya, di

puri, di jero)” dan swakaryannyane (pekerjaannya). Di samping dengan menanyakan

identitas di atas, konsep yang secara konvensional tidak dapat dilanggar dalam tuturan

Page 15: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

15

bahasa Bali adalah penggunaan bahasa alus sor apabila seseorang menjadi penutur

pertama dalam suatu dialog. Hal ini berlaku untuk semua golongan baik tri wangsa

maupun jaba. Dengan demikian, tidak terjadi fenomena penggunaan bahasa untuk

menghaluskan diri sendiri atau ngalusang raga (Suarjana, 2011: 87).

Penggunaan bahasa Bali dalam suatu tuturan dapat diformulasikan secara

garis besar menjadi empat yaitu.

1. Jika pembicara atau orang pertama (O1), yang diajak bicara (O2), dan

yang dibicarakan (O3) semuanya termasuk dalam golongan bawah. Maka,

bahasa yang digunakan oleh O1 kepada O2 tentang O3 adalah basa Bali

Andap. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut :

A

B

O1 O2

O3

Keterangan Gambar.

A : Golongan Atas

B : Golongan Bawah

O1 : Orang Pertama

O2 : Orang Kedua

O3 : Orang yang Dibicarakan

Komunikasi antargolongan bawah yang juga membicarakan seseorang dari

golongan bawah itu dapat ditemukan dalam beberapa contoh kalimat berikut.

1. Bapan icange liu ngelah pangina, jani suba mataluh

„Ayah saya banyak mempunyai ayam betina, sekarang sudah bertelur‟

2. Yan saja iluh demen teken beli, beli suba ngorahang teken reraman beline

jumah.

„Jika engkau memang benar-benar mencintaiku, aku sudah mengatakan

kepada orang tuaku di rumah‟

2. Jika pembicara atau orang pertama (O1) sebagai golongan bawah, berbicara pada

orang kedua (O2) dan yang dibicarakan atau orang ke (O3) dari golongan atas,

maka bahasa yang digunakan oleh orang pertama kepada orang kedua itu adalah

Page 16: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

16

bahasa alus singgih. Sementara itu, apabila orang pertama tersebut membicaraka

tentang dirinya, maka ia menggunakan bahasa alus sor. Hal itu dpat digambarkan

seperti berikut.

O2

A O3

B O1

Keterangan Gambar.

A : Golongan Atas

B : Golongan Bawa

O1 : Orang Pertama

O2 : Orang Kedua

O3 : Orang yang Dibicarakan

Komunikasi antara golongan bawah dengan golongan atas yang

membicarakan golongan atas tersebut dapat dilihat pada beberapa contoh di bawah

ini.

1. Ida Ayu Priya sampun ngranjing ring kapale.

„Ida Ayu Priya sudah naik ke atas kapal‟

2. Okan Idane taler nyarengin makta anaman.

„Anaknya juga ikut membawa ketupat‟

(3) Jika pembicara atau orang pertama (O1) sebagai golongan bawah, berbicara

dengan orang kedua dari golongan atas (O2), dan yang dibicarakan dari golongan

bawah (O3), maka bahasa yang digunakan orang pertama saat berbicara pada

orang kedua adalah bahasa alus singgih. Sedangkan yang mengenai orang

pertama dengan orang ketiga menggunakan bahasa alus sor. Hal itu, dapat

digambarkan seperti berikut.

O2

A

B O1 O3

Page 17: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

17

Keterangan Gambar.

A : Golongan Atas

B : Golongan Bawa

O1 : Orang Pertama

O2 : Orang Kedua

O3 : Orang yang Dibicarakan

Komunikasi antara golongan bawah dengan golongan atas, yang membicarakan

golongan bawah itu dapat dilihat pada beberapa contoh di bawah ini.

1. Titiang pajarina tangkil olih ipun dibi sande.

„Saya disuruh datang olehnya kemarin malam‟

2. Bantenge sampun wehin ipun neda, durusang ratu nyuryanin mangkin.

„Sapi itu sudah diberikannya makan, silakan Anda melihatnya sekarang‟

4. Jika pembicara atau orang pertama (O1) sebagai golongan bawah berbicara pada

orang kedua (O2) yang juga berasal dari golongan bawah, sedangkan yang

dibicarakan adalah orang ketiga (O3) yang berasal dari golongan atas, maka bahasa

yang digunakan orang pertama ketika berkomunikasi dengan orang kedua

menggunakan bahasa andap. Sedangkan, bahasa yang mengenai orang ketiga

menggunakan bahasa alus singgih. Sementara itu, bahasa mengenai pembicara

pertama dengan kedua menggunakan bahasa alus sor. Hal ini dapat digambarkan

sebagai berikut.

O3

A

B O1 O2

Keterangan Gambar.

A : Golongan Atas

B : Golongan Bawa

O1 : Orang Pertama

Page 18: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

18

O2 : Orang Kedua

O3 : Orang yang Dibicarakan

Komunikasi antara golongan bawah dengan glongan bawah yang mengenai

golongan atas itu dapat dilihat dalam beberapa contoh di bawah ini.

1. Apake jani Luh suba nawang, indik Ida jagi makerabkambe?‟

„Apakah sekarang Luh sudah tahu, tentang beliau yang aka menikah?‟

2. Sotaning dadi parekan, icang ajak cai sing dadi nulak pikayunan ida.

„Kewajiban setiap abdi, seperti aku dan kami tidak boleh menolah keinginan

beliau.

Pola komunikasi antargolongan di atas menyebabkan bagian-bagian dari

bahasa yang digunakan oleh penutur dalam konteks tertentu menjadi berbeda-beda.

Istilah yang digunakan para peneliti mengenai pembagian anggah-ungguhing basa

Bali juga tidak sama satu dengan yang lainnya. Perbedaan itu pada umumnya

mempertentangkan dikotomi bahasa halus dan bahasa kasar dengan berbagai macam

sebutan. Bagus (2009) membagi jenis anggah-ungguhing basa Bali menjadi tiga yaitu

(1) bahasa kasar, (2) bahasa madia, (3) bahasa halus. Tinggen membagi jenis anggah-

ungguhing basa Bali menjadi tiga (1) basa kasar, (2) basa kepara (basa biasa, basa

lumbrah, basa biasa), dan (3) basa halus. Dinas Pengajaran Daerah Provinsi Bali

membagi jenis anggah-ungguhing basa Bali menjadi tiga yakni (1) basa kepara (basa

lumbrah), (2) basa madia, dan (3) basa singgih. Kersten membagi jenis anggah-

ungguhing basa Bali menjadi (1) basa kasar, (2) basa halus, (3) basa singgih (4) basa

ipun (5) basa madia. Naryana (1983) membagi jenis anggah-ungguhing basa Bali

menjadi (1) basa kasar, (2) basa andap, (3) basa madia dan (4) basa alus.

Pembagian anggah-ungguhing basa Bali yang diikuti dalam tulisan ini adalah

pembagian dari Naryana (1983). Pemilihan pembagian menurut Naryana didasarkan

atas pertimbangan bahwa pembagian itu lebih tegas memberikan batasan terhadap

bahasa andap dengan bahasa kasar. Oleh sebab itulah, uraian mengenai pembagian

sistem anggah-ungguhing basa Bali dalam tulisan ini sebagian besar merujuk pada

pandangannya. Adapun pembagian tersebut secara lebih rinci dijelaskan sebagai

berikut.

Page 19: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

19

1. Basa Kasar

Basa kasar adalah tingkatan bahasa Bali yang memiliki rasa bahasa paling

rendah. Bahasa kasar ini dibedakan menjadi dua yakni basa kasar pisan dan basa

kasar jabag, yang masing-masing akan diuraikan di bawah ini.

a. Basa Kasar Pisan

Basa kasar pisan adalah bahasa Bali yang dalam penggunaannya tergolong

tidak sopan, yang sering digunakan dalam situasi emosional, jengkel, marah, dengki,

dan caci maki. Basa kasar ini dibentuk dari basa andap yang disertai dengan intonasi

tertentu (biasanya tajam dan keras). Dalam keadaan yang emosional ragam bahasa ini

dapat dikenakan pada siapa saja, termasuk tri wangsa. Adapun beberapa contoh basa

kasar pisan ini dapat dilihat di bawah ini.

1. Cicing iba, ngaleklek gen mai.

„Anjing engkau, makan saja kesini‟

2. Madak apang bangka polone, mula jelema amah temah.

„Semoga kamu mampus, dasar manusia terkutuk‟

Bahasa kasar pisan ini tidak hanya digunakan pada situasi marah, kesal, dan

yang lainnya saja, tetapi digunakan juga pada saat basa basi dalam hubungan yang

sangat erat. Dengan demikian, rasa bahasa yang ditimbulkan sangat disesuaikan

dengan konteks situasinya.

b. Basa Kasar Jabag

Basa kasar jabag adalah bahasa Bali yang dalam penggunaannya tidak sesuai

dengan etika dan situasi pembicaraan. Artinya, kata-kata dalam bahasa yang

digunakan itu tidak mengindahkan tingkat-tingkatan yang ada dalam bahasa Bali,

kadangkala melampau etika pembicaraan. Ragam bahasa ini dianggap tidak sopan dan

kurang wajar, serta seringkali dinilai salah sasaran. Motivasi penggunaan bahasa ini

tidak semata-mata karena penguasaan anggah-ungguh basa yang tidak baik,

melainkan terkadang ingin menunjukkan keangkuhan, kelebihan, dan keakrabannya.

Misalnya :

1. Dayu ngaba apa ento? baang ja ngidih abesik.

„Dayu membawa apa itu? berikan saya satu‟

2. Gung yen payu pesu, beliang icang roko akatih.

„Gung kalau jadi keluar, belikan aku rokok sebatang‟

Page 20: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

20

2. Basa Andap

Basa andap adalah tingkatan bahasa Bali yang digunakan dalam suasana

bersahaja (dalam pergaulan yang akrab dan sopan) sehingga sering disebut basa Bali

Lumbrah atau Kepara. Bahasa Bali sebagai bahasa sopan digunakan dalam pergaulan

yang sifatnya akrab, misalnya sesama wangsa, sama kedudukan, sama umur, sama

pendidikan, sama jabatan, bahasa kekeluargaan. Bahasa ini juga seringkali digunakan

sebagai bahasa nyeburin ketika wangsa dari golongan yang lebih tinggi kepada

golongan yang lebih rendah. Misalnya antara raja dengan abdinya, orang tua dengan

anak-anaknya, guru dengan muridnya, atasan dengan bawahan, dan yang lainnya.

Adapun contoh penggunaan basa andap ini di antaranya.

1. Dija Gus uli tuni meplalianan, paling aji ngalihin.

„Kemana Gus dari tadi bermain, bingung ayah mencari.

2. Kemu ke warung Luh, beliang bapa roko akatih.

„Kesanalah ke warung Luh, belikan ayah sebatang rokok.

3. Basa Madia

Basa madia adalah tingkatan bahasa Bali yang tergolong menengah, yang nilai

rasa bahasanya berada di antara bahasa Bali andap dan bahasa Bali alus. Artinya

konotasi bahasa madia tidak terlalu halus dan tidak terlalu kasar. Dalam praktiknya,

bahasa ini tidaklah terlalu hormat, dan biasanya ditandai dengan kata-kata yang

tergolong madia. Kata-kata madia akan membentuk kalimat madia. Semakin banyak

unsur andapnya, maka bahasa ragam ini akan cenderung lebih rendahlah konotasinya.

Demikian pula sebaliknya, apabila semakin banyak mengandung unsur bahasa alus,

maka akan semakin tinggi kesantunannya. Bahasa madia biasanya digunakan apabila

wangsa atau status sosial seseorang lebih tinggi berbicara pada orang yang status

sosialnya lebih rendah, tetapi umurnya lebih tua atau lebih disegani karena menempati

kedudukan tertentu dalam masyarakat atau instansi pemerintahan. Contoh penggunaan

bahasa madia dapat dilihat di bawah ini.

1. Tiang ampun rauh, duk i ratu kantun mesiram.

‘Saya sudah datang ketika anda masih mandi.‟

2. Durusang mangkin ngajeng.

„Silakan makan sekarang‟

Page 21: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

21

4. Basa Alus

Basa alus adalah tingkatan bahasa Bali yang mempunyai nilai rasa bahasa

yang tinggi atau sangat hormat. Bahasa ini biasanya digunakan dalam situasi resmi

(seperti rapat, pertemuan, sarasehan, seminar, acara adat, agama, kesenian dan yang

lain sebagainya). Bahasa halus dapat dibagi menjadi tiga yakni bahasa alus sor,

bahasa alus mider, dan bahasa alus singgih.

a. Alus Sor

Bahasa alus sor adalah tingkatan bahasa Bali alus atau bentuk hormat

mengenai diri sendiri atau digunakan untuk merendahkan diri sendiri dan juga untuk

orang lain atau objek yang dibicarakan yang status sosialnya lebih rendah. Misalnya.

1. Titiang sampung mapajar ring pianak ipune

„Saya sudah dapat menyampaikan pada anaknya‟

2. Benjang semeng ipun jagi tangkil meriki.

„Besok pagi dia akan kesini‟

b. Alus Mider

Bahasa alus mider adalah tingkatan bahasa Bali alus yang memiliki nilai rasa

yang sangat hormat yang dapat digunakan untuk berkomunikasi pada golongan bawah

maupun golongan atas. Bahasa ini dalam percakapan sehari-hari dapat digunakan

untuk diri sendiri, lawan bicara, maupun orang ketiga. Misalnya:

1. Titiang nenten maderbe jinah, i ratu akeh madue jinah.

„Saya tidak memiliki uang, anda banyak mempunyai uang‟

2. Ipun makta asiki, Ida makta kalih.

„Dia membawa satu, Beliau membawa dua‟

c. Alus Singgih

Bahasa alus singgih adalah tingkatan bahasa dalam bahasa Bali yang memiliki

nilai rasa tinggi dan hormat. Bahasa alus singgih dapat digunakan pada pembicara

untuk menghormati orang yang patut dimuliakan, maupun lawan bicara, atau orang

yang dibicarakan. Misalnya :

1. Dayu Biang akuda sampun madue oka?

„Dayu Biang sudah berapa mempunyai anak?

2. I Ratu kayun ngrayunang ulam bawi ?

„Anda ingin makan daging babi?‟

Page 22: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

22

5. Basa Mider

Basa Mider adalah kata-kata dalam bahasa Bali yang tidak memiliki tingkat-

tingkatan rasa bahasa, sehingga bahasa ini dapat digunakan oleh golongan mana saja.

Misalnya :

1. Kija beli ituni, paling icang ngalih.

„Kemana kakak tadi, bingung saya mencari‟

2. Da bas makelo nyongkok, semutan batise.

„Jangan lama jongkok, nanti kesemutan kakinya‟

Seperti yang dipaparkan sebelumnya, stratifikasi sosial di Bali menyebabkan

adanya penggunaan tingkatan-tingkatan Bahasa Bali. Berikut merupakan percakapan

bahasa Bali oleh komunitas tutur bahasa Bali dataran yang masih erat kaitannya

dengan pelapisan sosial masyarakat berdasarkan keturunan Wangsa sehingga

penggunaan tingkatan-tingkatan bahasa Bali sangat kental. Menurut data lapangan

yang telah dikumpulkan, penggunaan bahasa masyarakat Bali tetap dipengaruhi

stratifikasi sosial, tetapi mengalami perkembangan khususnya perilaku verbal penutur

terhadap petutur dengan kecenderungan bertolak pada stratifikasi modern yaitu

stratifikasi sosial terdiri atas golongan atas (Triwangsa+Jaba) dan golongan bawah

(Tri Wangsa+Jaba). Komunikasi etnografi SPEAKING (Setting and Scenes,

Participants, End, Act Sequence, Key, Instrumentalities, Norms, and Genre) yang

dikemukakan Hymes (1974) membantu menjelaskan fungsi penggunaaan tingkatan-

tingkatan bahasa Bali. Tingkatan-tingkatan bahasa Bali semakin terlihat dalam tataran

kalimat yang mengandung unsur-unsur pendukung lain untuk menentukan bentuk

Berikut percakapan yang menunjukkan penggunaan tingkatan-tingkatan bahasa Bali

berdasarkan ranah keluarga, tetangga, kantor pasar, dan agama.

1. Ranah Keluarga

Ranah keluarga dibatasi dari latarnya yaitu percakapan keluarga dengan latar

rumah, sehingga dapat dipastikan contoh percakapan ini diketahui latar tempatnya

dengan pasti yaitu di rumah. Tingkatan-tingkatan bahasa Bali oleh masyarakat Bali

dalam ranah keluarga umumnya ditemukan penggunaan basa Bali andap yang sering

disebut basa Bali kepara lebih banyak, tetapi kondisi-kondisi tertentu yang

mendorong penutur dan petutur menggunakan basa Madya yang menunjukkan rasa

bahasa yang ada di tengah di antara biasa dan alus.

Page 23: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

23

L: Uli dije busan, Luh?

„darimana tadi, Luh?‟

P: ne ngateh adi, li sepatu, Po Nik

„ini, mengantar adik beli sepatu, Po Nik‟ (1)

Percakapan (1) adalah percakapan beda usia antara laki-laki yang lebih tua

daripada perempuan tetapi keduanya memiliki status sosial yang sama. Penggunaan

bahasa yang digunakan adalah basa kepara yang biasa digunakan dalam suasana

bersahaja. Panggilan Luh merupakan panggilan anak perempuan di Bali dengan status

sosial Jaba yang juga memiliki suasana bersahaja serta menunjukkan keakraban,

sedangkan Po Nik merupakan panggilan yang bermakna literal „bapa cenik‟ panggilan

khusus untuk paman bungsu dengan status sosial yang sama yaitu Jaba.

P: Om Swastyastu, mriki ngajeng dumun Dewa Man, Jero twn sareng?

„Om Swastyastu, sini makan dulu, Dewa Man. Jero ga ikut‟

L:Om Swastyastu, tyang sampun Mek Yan, ten Ibu ten sareng.

„Om Swastyastu. Saya sudah makan, Mek Yan. Tidak Ibu tidak ikut‟ (2)

Percakapan (2) adalah percakapan antara perempuan dan laki-laki berbeda usia

dan berbeda status sosial. Perempuan memiliki usia yang lebih tua dari laki-laki,

tetapi sebaliknya, status sosial wrga brjenis kelamin laki-laki ini memiki status sosial

yang lebih tinggi dari perempuan tersebut sebagai lawan bicaranya. Dalam

percakapan ini penutur dan petutur menggunakan basa alus madya karena kedudukan

status sosial petutur (Laki-laki) lebih tinggi walaupun memiliki usia yang lebih muda

daripada penutur. Fenomena ini banyak ditemyukan akhir-akhir ini dii ranah keluarga

karena banyaknya pernikahan antara Tri Wangsa dan Jaba terjadi sehingga pihak

Jaba yang biasanya perempuan memiliki panggilan Jero sebagai penanda bahwa

status sosialnya sudah naik lebih tinggi di masyarakat.

2. Ranah Tetangga

Ranah tetangga juga dibatasi seperti ranah keluarga dengan membatasi latar dan

topik percakapan, percakapan ranah tetangga berlangsung di rumah tetangga dengan

percakapan sehari-hari yang tidak berkaitan dengan ranah pasar dan keagamaan.

Berikut contoh percakapan yang diambil di lapangan.

L1: mangkin sampun memenjor, Pak Kelian?

„sekarang sudah membuat penjor, Pak Kelian?‟

L2: nggih, ngemalunin gis Man

„ya. Mendahului sedikit Man‟ (3)

Page 24: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

24

Percakapan (3) adalah percakapan antara laki-laki dan laki-laki yang bertetangga

memiliki usia dan status sosial yang berbeda. Penutur yang memiliki status sosial

lebih rendah dari petutur menggunakan basa alus madia yang menunjukkan adanya

suasana bersahaja dan rasa hormat penutur kepada petutur sebagai orang yang

kedudukan lebih tinggi di masyarakat sebagai perangkat dusun. Percakapan tersebut

dalam situasi normal tanpa melibatkan emosional keduanya sehingga bahasa yang

digunakan adalah basa madia.

L1: liu sajan ngutang di warung, dije Kae Rik? Oke gedeg

„banyak sekali berhutang di warung, dimana Kamu Rik? aku gedeg‟

L2: adi bani ngojog umah Kae? Pesu!

„kok berani-beraninya mendatangi rumahku?‟ (4)

Percakapan (4) merupakan percakapan antara laki-laki dan laki-laki yang

memiliki usia dan status sosial sama. Keadaan kedua laki-laki tersebut sedang marah

sehingga menggunakan basa kasar yang ditegaskan dengan panggilan Oke „aku‟ pada

dirinya sendiri dan kae „kamu‟ pada lawan bicaranya.

3. Ranah Kantor

Latar ranah kantor yaitu di kantor dengan topik pembicaraan yang berkaitan

dengan kantor seperti administratif, kegiatan di kantor tanpa menyentuh topik jual beli

di pasar dan keagamaan. Ranah kantor yang lebih luas dari ranah keluarga dan

tetangga membuat penggunaan tingkatan-tingkatan bahasa Bali lebih intensif

penggunaannya serta bahasa semakin halus menyesuaikan rasa bahasa yang sarat akan

rasa hormat dan penghargaan kepada lawan bicara.

P: semengan be ngopi pegawai ne

„pagi-pagi sudah ngopi pegawai ini‟

L: mriki sareng Bu Bos, ijin jebos

„mari ikut Bu Bos, ijin sebentar‟ (5)

Percakapan (5) adalah percakapan antara perempuan dan laki-laki yang memiliki

kedudukan yang berbeda dalam pekerjaan. Keduanya berjenis kelamin yang berbeda

tetapi terlihat pada percakapan tersebut petutur (pembicara laki-laki) menggunakan

basa madia kepada penutur karena kedudukan pembicara perempuan lebih tinggi

dalam pekerjaan. Percakapan di aas menunjukkan situasi normal.

Page 25: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

25

4. Ranah Pasar

Latar ranah pasar adalah di pasar dengan topik pembicaraan yang berkaitan

dengan pasar seperti pengiriman barang dagangan, jual beli, harga barang yang naik

turun dan obrolan seputar kegiatan antarpedagang. Pada ranah ini lebih banyak

ditemukan penggunaan basa kepara dan madia karena situasinya juga situasi

informal.

P1: Mriki belinin tysng Geg, mare teka cekalang ne gede-gede bin

„sini berbelanjalah pada saya Geg, ikan cakalangnya baru saja datang, besar

besar lagi‟

P2: kude a kilo, Bu?

„berapa sekilo Bu?‟ (6)

Percakapan (6) adalah percakapan antara pedagang dan pembeli yang sama-sama

perempuan tetapi berbeda usia. Dalam percakapan di atas, pedagang yang berumur

lebih tua menggunakan basa madia pada awal tuturannya pada pembeli yang lebih

muda darinya. Percakapan di atas menunjukkan adanya penggunaan tingkatan-tingkat

bahasa Bali dalam ranah pasar disebabkan oleh kedudukan kedua pembicara yang

berbeda dan tidak memperhitungkan perbedaan umur yang umumnya juga menjadi

indikator penggunaan tingkatan-tingkatan bahasa Bali. Percakapan di atas merupakan

percakapan dengan situasi normal.

5. Ranah Keagamaan

Ranah keagamaan merupakan ranah dengan latar di tempat-tempat kegiatan

keagamaan berlangsung dan tempat berkumpul seperti balai banjar yang berkaitan

dengan topik pembicaraan dan kegiatan keagamaan. Umumnya penggunaan bahasa

Bali dalam ranah keagamaan cenderung ke situasi normal sehingga bahasa Bali yang

memiliki rasa bahasa halus, sopan, dan rasa hormat digunakan.

Dewasa: Damuh Alit sampun sami makta canang angge mebakti?

„anak-anak sudah semua membawa canang untuk sembahyang?‟

Anak: Sampun, Jero Mangku

„sudah, Jero Mangku‟ (7)

Percakapan (7) merupakan percakapan antara penutur dewasa dan anak-anak

yang menggunakan basa alus mider yang digunakan untuk menunjukkan rasa sangat

hormat walaupun dalam percakapan tersebut lawan bicara penutur dewasa adalah

anak-anak tetapi anak-anak tersebut juga dihormati sehingga penggunaan basa alus

mider digunakan dalam percakapan di atas.

Page 26: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

26

5.2 Bahasa Sasak Dialek Meno Mene di Daerah Lombok Barat

No Penutur Percakapan Bahasa Indonesia situasi Ranah

1 Pasangan

laki-laki

sama usia

Helmi: Mori, embe

jaq me laiq?

Mori: Ne, jaq jok

bale batur

semendaq.

Helmi : O aoq,

onyak-onyak meno

Helmi: Mori, kamu

mau kemana?

Mori: Ini, mau ke

rumah teman

sebentar.

Helmi: O ya, hati-

hati kalau begitu.

Normal tetangga

2 Pasangan

laki-laki

beda usia

Hinda: Pak Man,

side te empoh siq

Pak Aji.

Pak Man: Araq ape?

Hinda: Ndeq tiang

taoq, side te anteh

leq balen.

Pak Man: Aoq,

badaq semendaq

juluq.

Hinda: Pak Man,

anda dipanggil oleh

Pak Haji.

Pak Man: Aa apa?

Hinda: Saya tidak

tahu, anda ditunggu

di rumahnya.

Pak Man: Ya,

bilang sebentar

dulu.

Normal tetangga

3 Pasangan

laki-laki

dan anak

Pak Sabri: He,

apem gaweq tie?

Titto: Ndeq araq.

Pak Sabri: Lekakm

doang. Uleq to!

Empohan doang

inaqm bareh.

Pak Sabri: Hei, apa

yang kamu

kerjakan?

Titto: Tidak ada.

Pak Sabri: Bohong

kamu. Pulang sana!

Nanti saya panggil

ibu kamu.

Marah Tetangga

4 Pasangan

laki-laki

dan

perempuan

sama usia

Pembeli: Pire aji ne

bawang setekel biq?

Pedagang: selae iu.

Pire mele?

Pembeli: due likur

wah aoq. Jaq ke

beli sekeq doang.

Pembeli: Berapa

harga bawang satu

kilo bi?

Pedagang: Dua

puluh lima ribu.

Mau berapa?

Pembeli: Dua puluh

dua ribu ya. Saya

mau beli satu kilo

saja.

Normal Pasar

5 Pasangan

perempuan

sama usia

Pembeli: Pire aji ne

nangke ne sekilo

biq?

Pembeli: Berapa

harga nangka ini

satu kilo bi?

Kesal Pasar

Page 27: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

27

Pedagang: sepulu

ribu sekilo, manis

ne.

Pembeli: Pituq ribu

wah aoq.

Pedagang: Petaq

wah leq lain lamun

mauq aji pituq ribu,

nangke ye bagus

manis ne.

Pedagang:

Sepuluhg ribu satu

kilo, manis ni.

Pembeli: Tujuh

ribu saja ya.

Pedagang: Cari saja

di tempat lain kalau

bisa dapat harga

tujuh ribu, nangka

ini bagus dan manis

6 Pasangan

perempuan

beda usia

Pembeli: Inaq, pire

side dagang udang

ne?

Pedagang: enem

pulu ribu sekilo.

Pire kilo melem?

Pembeli: lime pulu

lime nggih Inaq,

beli due kilo.

Pedagang : Aoq

menon jaq

Pembeli: Bu,

berapa anda jual

udang ini?

Pedagang: Enam

puluh ribu satu

kilo. Kamu mau

berapa kilo?

Pembeli: Lima

puluh lima ribu ya

Bu, beli dua kilo.

Pedagang: Ya

sudah kalau begitu.

Normal Pasar

7 Pasangan

laki-laki

beda usia

(anak dan

dewasa)

Rian: Pak, leq embe

side toloq kunci

motor?

Bapak: No

tegantung leq deket

lawang.

Rian: Pak, dimana

anda meletakkan

kunci motor?

Bapak: Itu

digantung di dekat

pintu.

Normal Keluarga

8 Pasangan

laki-laki

sama usia

Upik: Buhari, ye

dateng jok te oneq

Juki, araq masalah

ape?

Buhari: Aku

langgar motorn

oneq,

Upik: kebaun, wah

endeng maap?

Terus ape unin?

Buhari: Wah ku

Upik: Buhari, tadi

Juki datang kesini,

ada masalah apa?

Buhari: Tadi saya

menabrak

motornya.

Upik: Kok bisa,

sudah minta maaf?

Lalu dia bilang

apa?

Buhari: Saya sudah

Normal Keluarga

Page 28: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

28

endeng maap, laguq

jaq ku ganti rugi

endah.

minta maaf, tapi

saya akan ganti rugi

juga.

9 Pasangan

perempuan

dengan laki-

laki

(perempuan

di posisi

kakak dan

laki-laki di

posisi adik)

Indra: Ani, embe

sandelk?

Ani: Leq bawaq

lemari tie diq.

Indra: Ani, dimana

sandalku?

Ani: Di bawah

lemari itu dik.

normal Keluarga

10 Pasangan

laki-laki

sama usia

(atasan dan

bawahan)

Amir (bawahan) :

Pak, tiang ijin sugul

semendaq nggih.

Pak Budi (atasan):

Oo aoq, endaq sue

laloq.

Amir: Nggih Pak.

Amir: Pak, minta

ijin keluar sebentar

ya.

Pak Budi: Oh ya,

jangan terlalu lama.

Amir: Ya Pak.

Normal Kantor

PEMBAHASAN

Dalam penggunaan bahasa sasak khususnya dalam kejadian tindak tutur terdapat

tingkatan dalam berbicara yang meliputi tuturan yang dianggap halus ataupun tuturan

yang dianggap kasar. Di beberapa daerah, salah satunya Ampenan yang menggunakan

dialek meno mene, bahasa sasak yang digunakan tergolong masih kasar. Ada pun

yang menggunakan bahasa yang sedikit halus, hanya dalam ranah-ranah tertentu saja.

Tingkat kehalusannya pun jika dibandingkan dengan daerah yang masih kental

dengan status sosial (kebangsawanannya) masih tergolong kasar. Yang menentukan

ucapan atau tuturan itu dianggap kasar atau halus ditandai oleh beberapa hal, antara

lain:

1. Struktur kalimat:

Tuturan itu dikatakan kasar atau halus apabila di dalamnya terdapat kata-kata

spesifik yang diucapkan oleh penutur. Apabila dalam kalimat kasar yang

diuacapkan terdapat satu kata yang bersifat halus, maka kalimat itu akan bisa

dianggap halus dengan kata lain, kata tersebut menghaluskan kalimat kasar

yang telah dituturkan. Misalnya dalam kalimat “Inaq, pire side dagang udang

ne?”, pada kalimat tersebut, kata “side” yang digunakan oleh penutur kepada

Page 29: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

29

lawan tutur memberikan penghalusan pada kalimat tersebut meskipun kata

lainnya yang digunakan bersifat kasar.

2. Kata :

Pada bahasa sasak yang digunakan di daerah Ampenan, beberapa kata yang

menggambarkan bahwa bahasa itu dihaluskan yaitu kata- kata sebagai berikut;

side (kamu), nggih (ya), samoun (sudah), napi (apa), niki (ini), silaq

(silahkan), ngelor (makan).

3. Ranah :

Terdapat ranah-ranah tertentu dimana penutur menggunakan bahasa kasar atau

halus. Biasanya, kata-kata halus digunakan ketika berbicara dengan lawan

tutur yang lebih tua (umur) atau dengan seseorang yang memiliki status sosial

lebih tinggi, selain itu perbedaan gender antara bahasa yang digunakan

perempuan pada laki-laki.

a. Ranah keluarga: seseorang yang lebih muda akan selalu menghaluskan

kata pada yang lebih tua meskipun di beberapa daerah misalnya daerah

Ketejer – Lombok Tengah dan beberapa daerah di Lombok Timur masih

menggunakan bahasa kasar meskipun kepada orang yang lebih tua.

Misalnya kata “side” (kamu).

b. Ranah Tetangga / lingkungan : seperti halnya dengan ranah keluarga, pada

ranah tetangga, seseorang yang lebih muda juga akan menghaluskan kata

yang digunakan kepada yang lebih tua.

c. Ranah Perkantoran : Seorang yang memiliki jabatan lebih rendah akan

cenderung menghaluskan tuturan yang digunakan kepada atasan,

sementara atasan akan menggunakan bahasa yang biasa saja.

d. Ranah Pertemanan : dalam ranah ini, biasanya pemilihan kata halus tidak

begitu digunakan meskipun salah satu teman memiliki kelas sosial yang

lebih tinggi, namun bahasa yang digunakan tetap bahasa sehari-hari yang

tidak terlalu halus. Bahkan semakin kasar kata yang digunakan,

menujukkan keakraban dalam hubuingan tersebut.

Page 30: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

30

DAFTAR PUSTAKA

.

Bagus, I Gusti Ngurah. 1978/1979. Unda Usuk Bahasa Bali. Laporan Penelitian tim

Penelitian

Fakultas Sastra Universitas Udayana, Proyek Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia

dan Daerah Bali. Denpasar: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Bailey, Guy. 2002. Real and apparent time.. In J.K Chambers, Peter Trudgill, and

NatalieSchiling-Estes. The Handbook of Language Variation and Change. Oxford:

Blackwell Publishing, pp 312-332.

Bhadra, Ranajit K. 1991. Caste and Class: Social Stratification in Assam. New Delhi:

Hindustan Publishing Corporation.

Blust, Robert A. 1981. The Soboyo Reflexes of Proto-Austronesian S. In R.A. Blust (ed.)

Historical Linguistics in Indonesia. Part I. NUSA 10: 21-30. Jakarta Badan

Penyelenggara Seri NUSA.

Chambers, J.K. 2003. Sociolinguistic Theory. Oxford: Blackwell Publishing.

Clynes, Adrian. 1989. Speech Styles in Javanese and Balinese: A Comparative Study. MA

thesis, Australian National University, Canberra.

Clynes, Adrian. 1994. Old Javanese influence in Balinese: Balinese speech styles. In Tom

Dutton and Darrell T. Tryon, eds Language Contact and Change in the Austronesian

World, 141-179. Berlin: Mouton de Gruyter.

Dittmar, Norbert and Peter Schlobinski, eds 1988. The Sociolinguistics of Urban

Vernaculars. Case Studies and their Evaluation. Berlin: Walter de Gruyter.

Duranti, A. 1997. Linguistic Anthropology. Melbourne: Cambridge University Press.

Dyen, Isidore. 1982. The Present Status of Some Austronesian Subgrouping Hypothesis. In

A.

Halim et.al (Eds.). Paper from the TICAL. PL Series C, No 75, Vol. 2:31-35.

Edwards, Jane A. 1993. Principles and contrasting system of discourse transcription. In Jane

A. Edwards and Martin D. Lampert, eds Talking Data. Transcription and Coding in

Discourse Research, 3-43. Hillsdale, New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates.

Fishman, J. A. 1972. Domains and the relationship between micro and macro

sociolinguistics. In John J. Gumperz and Dell Hymes, eds Directions in

Sociolinguistics, 435-453. New York: Holt, Rinehart and Winston.

Geertz, C. 1960. Linguistic etiquette. Reprinted in J.B. Pride and Janet Holmes, eds

Sociolinguistics, 167-179. New York: Penguin.

Geertz, H. and Clifford Geertz. 1975. Kinship in Bali. Chicago: University of Chicago

Press.

Greenberg, J.H. 1956. Concerning inferences from linguistic to non linguistic data. In H.

Page 31: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

31

Hoijer, ed. Language in Culture, 3-19. Chicago: University of Chicago Press.

Gumperz, J. 1971. Language in Social Groups. Stanford: Stanford University Press.

Hardjadibrata, R.R. 1985. Sundanese: A Syntactical Analysis. Pacific Linguistics D-65.

Canberra: Australian National University.

Hwang, Juck-Ryoon. 1990. Deference versus politeness in Korean speech. International

Journal of the Sociology of Language 82, 41-55.

Hymes, Dell. 1974. Foundation in Sociolinguistics: An Ethnographic Approach.

Philadelphia: University of Pennsylvania Press.

Labov, W. 1971(a). Methodology. In W.O. Dingwall, ed. A Survey of Linguistic Science,

412-491. Maryland: Linguistics Program, University of Maryland.

Labov, W. 1971(b). The study of language in its social context. Reprinted in J.B. Pride and

Janet Holmes, eds. Sociolinguistics, 180-202. New York: Penguin.

Labov, W. 1972(a). The Design of a Sociolinguistic Research Project. Report of the

Sociolinguistics Workshop held by the Central Institute of Indian Language in Mysore

India.

Labov, W. 1972(b). Some principles of linguistic methodology. Language in Society 1, 97-

120.

Labov, W. 1984. Field methods of the project on linguistic change and variation. In John

Baugh and Joel Sherzer, eds Language in Use. Reading in Sociolinguistics, 28-53.

Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall.

Martin, Samuel E. 1964. Speech levels in Japanese and Korean. Reprinted in Dell Hymes,

ed. Language in Culture and Society, 407-415. New York: Harper & Row.

Mbete, A. M. 1990. Rekonstrusi Proptobahasa Bali- Sasak-Sumbawa. Desertasion.

University of Indonesia.

Milroy, Lesley. 1980. Language and Social Networks. Oxford: Basil Blackwell.

Milroy, Lesley. 1987. Observing and Analysing Natural Language. Oxford: Basil Blackwell.

Milroy, Lesley and J. Milroy. 1992. Social network and social class: Toward an integrated

sociolinguistic model. Language in Society 21, 1-26.

Narayana, I.B. Udara. 1983. Anggah Ungguhing Basa Bali dan Peranannya Sebagai alat

Komunikasi bagi Masyarakat Suku Bali. Denpasar: Faksas, Universitas Udayana.

Poedjasoedarma, Soepomo et al. 1979. Tingkat Tutur Bahasa Jawa. Jakarta: Pusat

Penelitian dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Saville-Troike, Muriel. 1982. The Ethnography of Communication. Oxford: Basil

Blackwell.

Shadeg, S.V.D. 1977. Balinese Basic Vocabulary. Denpasar: Dharma Bakti

Simpen, I W. AB. 1985. Kamus Bahasa Bali. Denpasar: PT Mabhakti.

Stevens, Alan M. 1965. Language levels in Madurese. Language 41, 294-302.

Page 32: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

32

Suastra, I Made. 2001. The Categorisation in Balinese Speech Levels. A paper presented in

International Seminar on Astro Oseanean Languages. Denpasar, Bali.

Trudgill, Peter. 1974. The Social Differentiation of English in Norwich. Cambridge:

Cambridge University Press.

Vago, Steven. 1980. Social Change. New York: Holt, Rinehart & Winston.

Wang, Hahn-Sok. 1990. Toward a description of the organisation of Korean speech levels.

International Journal of the Sociology of Language.82, 25-39.

Ward, Jack Haven. 1973. Phonology, Morphophonemics and the Dimension of Variation in

Spoken Balinese. PhD thesis, Cornell University.

Wiana, I Ketut and Raka Santri. 1993. Kasta Dalam Hindu. Kesalahpahaman Berabad-abad.

Denpasar: Yayasan Dharma Naradha.

Woods, Anthony, P. Fletcher and A. Hughes. 1986. Statistics in Language Study.

Cambridge: Cambridge University Press.

Zurbuchen, Mary Sabina. 1987. The Language of Balinese Shadow Theater. Princeton:

Princeton University Press.

Page 33: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

33

LAMPIRAN PENELITIAN

LAMPIRAN 1: FOTO (DOKUMENTASI) PENELITIAN

Foto 1: Para Informan Lombok mengisi Kuesioner

Page 34: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

34

Foto 2: Para Informan Lombok

Page 35: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

35

Foto 3: Kantor Desa Beraim, Lombok Tengah

Foto 4

Wawancara dengan Informan (kiri), Penggunaan bahasa Sasak di Ranah Pasar (Kanan)

Page 36: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

36

Foto 5: Penggunaan Bahasa Bali di Ranah Pasar

Page 37: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

37

Foto 6: Penggunaan Bahasa Bali di Ranah Adat dan Agama

Page 38: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

38

Foto 7: Penggunaan Bahasa Bali di Ranah Tetangga

Foto 8: Penggunaan Bahasa Bali di Ranah Kantor

Page 39: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

39

LAMPIRAN 2: DAFTAR INFORMAN

Informan Bahasa Sasak:

1. Dr. Muhammad Sukri, S.Pd. M.Hum, Sekretaris Program Studi S-2

Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Negeri Mataram (UNRAM),

2. Muhammad Kherul Ihwan (Iwan) yang berasal dari desa Ketejer Kecamatan

Praya Lombok Tengah. Informan berumur 38 tahun dan memiliki dua orang

anak. Informan bekerja di lembaga keuangan di daerah setempat

3. Muhammad Kurnain (Kurnain) yang berasal dari desa Selat kecamatan

Narmada Lombok Barat. Beliau merupakan pedagang Pasar

TradisionalNarmada. Informan berumur 48 tahun dan telah memiliki dua

orang putri.

4. H. Hasan Basyri, S. Sos. Beliau berumur 55 tahun dan bekerja di kantor camat

Narmada Lombok Barat. Beliau memiliki tiga orang putri

5. Taufan Jaya Rahmana. Beliau bekerja sebagai staf desa di Kantor Desa

Beraim Kecamatan Peraya Tengah kabupaten Lombok Tengah dan sudah

berkeluarga serta memiliki satu orang putri

6. Lalu Ichwan Hasbiadi, Baiq Farida Astini, Baiq Muhanis, S.Pd., Baiq Ami

Faranita, Lalu Adam, Lalu Masrif, Fuad, Rosalina Febrianti, Baiq Annisa

Salwa Fadia (Lombok Tengah)

7. Baiq Reni Nurlia, Issyatul Mardiah, Baiq Devi Maramitha, S.Pd. (Lombok

Timur)

8. Lalu Sukendar, Sailah, Taufik Al-Banjari (Ampenan-Lombok Barat)

Informan Bahasa Bali:

1. I Ketut Tumbuh (Laki-laki) 51 Tahun, Tukang Ukir, Desa Susut, Tabanan

2. Nyoman Widia (Laki-laki) 57 Tahun, Kelian Dinas Dalung, Badung

3. Ni Wayan Tingkes (Perempuan) 45 Tahun, Pedagang Kuliner Tradisional

4. Desak Supadmini (Perempuan) 43 Tahun, Desa Jegu, Tabanan

5. I Ketut Selebes (Laki-Laki) 43 Tahun, Guru, Tabanan

6. Ni Wayan Srati (Perempuan) 39 Tahun, PNS, Denpasar

7. Seka Truna di beberapaBanjar sekitaran Denpasar dan Tabanan

8. Pedagang-pedagang di Pasar

Page 40: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

40

LAMPIRAN 3: KUESIONER BAHASA SASAK

Nama :

Lokasi :

SOAL KUISIONER

1. Apakah anda mampu menggunakan bahasa Sasak halus?

a. Ya b. Tidak

2. Apakah bahasa Sasak yang anda gunakan tergolong pada bahasa Sasak yang

paling halus?

a. Ya b. Tidak

3. Apakan anda berbicara menggunakan bahasa Sasak halus di lingkungan

tempat anda tinggal?

a. Ya b. Tidak

4. Ketika anda berbicara dengan bangsawan (Raden/ Lalu), apakah anda

menggunakan bahasa Sasak halus?

a. Ya b. Tidak

5. Apakah perbedaan status sosial (bangsawan) mempengaruhi penggunaan

bahasa Sasak anda ketika berkomunikasi?

a. Ya b. Tidak

6. Apakah perbedaan status sosial (pekerjaan) mempengaruhi penggunaan bahasa

Sasak anda ketika berkomunikasi?

a. Ya b. Tidak

7. Ketika anda berbicara dengan seorang bangsawan (Raden/ Lalu) yang

memiliki pekerjaan rendah, apakah anda menggunakan bahasa Sasak halus?

a. Ya b. Tidak

8. Apakah perbedaan gender mempengaruhi penggunaan bahasa Sasak anda?

a. Ya b. Tidak

Page 41: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

41

9. Apakah perbedaan usia mempengaruhi penggunaan bahasa Sasak Anda?

a. Ya b. Tidak

10. Apakah anda menggunakan bahasa Sasak halus ketika berbicara dengan anak

kecil?

a. Ya b. Tidak

11. Bahasa Sasak apa yang anda gunakan dalam ranah keluarga?

a. Bahasa Sasak halus b. Bahasa Sasak kasar

12. Bahasa Sasak apa yang anda gunakan dalam ranah pertemanan?

a. Bahasa Sasak halus b. Bahasa Sasak kasar

13. Bahasa Sasak apa yang anda gunakan dalam ranah pasar?

a. Bahasa Sasak halus b. Bahasa Sasak kasar

14. Bahasa Sasak apa yang anda gunakan dalam ranah tetangga?

a. Bahasa Sasak halus b. Bahasa Sasak kasar

15. Bahasa Sasak apa yang anda gunakan dalam ranah agama?

a. Bahasa Sasak halus b. Bahasa Sasak kasar

Page 42: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

42

LAMPIRAN 4: LAPORAN PENGGUNAAN ANGGARAN

PENGGUNAAN ANGGARAN NO JUMLAH TOTAL

Belanja Bahan Non Operasional Lain

29 Mei 2015 Konsumsi Rapat 1 3x25,000 75,000

12 Juni 2015 Konsumsi Rapat 2 3x25,000 75,000

26 Juni 2015 Snack Rapat 1 5x10,000 50,000

10 Juli 2015 Snack Rapat 2 6x10,000 60,000

15 Juli 2015 Konsumsi Rapat 3 9x25,000 225,000

Snack Rapat 3 9x10,000 90,000

24 Juli 2015 Konsumsi Lapangan Lombok 1 213,000

Snack Lapangan Lombok 1 148,000

25 Juli 2015 Konsumsi Lapangan Lombok 2 329,500

Snack Lapangan Lombok 2 27,500

26 Juli 2015 Konsumsi Lapangan Lombok 3 177,000

Snack Lapangan Lombok 3 40,000

Penginapan 3 x 2 x 300,000 1,800,000

30 Juli 2015 Konsumsi Lapangan Bali 1 63,000

Snack Lapangan Bali 1 58,000

31 Juli 2015 Konsumsi Lapangan Bali 2 94,000

Snack Lapangan Bali 2 44,600

1 Agustus 2015 Konsumsi Lapangan Bali 3 201,000

Snack Lapangan Bali 3 22,000

2 Agustus 2015 Konsumsi Lapangan Bali 4 169,000

Snack Lapangan Bali 4 20,500

12 Agustus 2015 Konsumsi Rapat 4 (seluruh anggota) 9x25,000 225,000

Snack Rapat 4 9x10,000 90,000

Pendaftaran SENASTEK 900,000 900,000

Belanja Bahan

20 Mei 2015 Print Proposal Penelitian 40 x 250 10,000

Fotokopi Proposal Penelitian 10 x 40 x 175 70,000

Jilid Proposal Penelitian 10 x 5,000 50,000

23 Juli 2015 ATK

164,400

8,600

Sewa Alat Rekam 7 x 2 x 50,000 700,000

Tinta Laserjet P1005 (2) 2 x 700,000 1,400,000

Tinta HP Deskjet D2600 hitam dan

warna

575,000

Flashdisk 3 x 85,000 255,000

Obat-Obatan

65,800

Page 43: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

43

Fotokopi Instrumen Penelitian 2 x 50 x 175 17,500

30 Juli 2015 Sewa Alat Rekam 7 x 2 x 50,000 700,000

Pulsa Telepon 5 x 27,000 135,000

Pulsa Modem 2 x 100,000 204,000

11 Agustus 2015

Fotokopi Tabulasi dan Analisis Data

Awal 18 x 10 x 175 31,500

Fotokopi Laporan Kemajuan Awal 10 x 32 x 175 56,000

Jilid Laporan Kemajuan Awal 10 x 5,000 50,000

5-Sep-15 Fotokopi Laporan Kemajuan fixed 50 x 10 x 175 87,500

Jilid Laporan Kemajuan Awal fixed 10 x 5,000 50,000

24 Juli 2015

Fotokopi dan Jilid Bahan Pustaka

37,500

30 Juli 2015 92,900

2 Agustus 2015 163,100

3 Agustus 2015 296,500

Biaya Perjalanan lainnya

21 Mei 2015 Bensin 75,000 75,000

24 Juli 2015 Tiket Kapal Berangkat 3 x 130,000 390,000

Sewa Kendaraan + Bensin (3 hari) 3 x 550,000 1,650,000

26 Juli 2015 Tiket Kapal Pulang 3 x 130,000 390,000

30 Juli 2015 Bensin (Motor) 2x20000 40,000

Bensin (Motor) 2 x 22,000 44,000

Sewa Kendaraan (2 hari) 2x200,000 400,000

Bensin (Mobil) 200,000 200,000

Bensin (Mobil) 150,000 150,000

Honor Output Kegiatan dan lain-lain

Honor Tenaga Lapangan

(Pembantu Peneliti) 5x 750,000 3,750,000

Honor Tabulasi Data 5x 450,000 2,250,000

Biaya Operasional Lain-lain 5,000,000

PPh Pasal 21 15% untuk Golongan

IV (Ketua) 585,000

PPh Pasal 21 15% untuk Golongan

IV (Anggota 1) 495,000

PPh Pasal 21 15% untuk Golongan

IV (Anggota 2) 495,000

PPh Pasal 21 5% untuk Golongan

III (Anggota 3) 165,000

TOTAL 26,496,400

Page 44: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

44

LAMPIRAN 5: BUKTI NOTA DAN KUITANSI

Page 45: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

45

Page 46: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

46

Page 47: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

47

Page 48: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

48

Page 49: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

49

Page 50: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

50

Page 51: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

51

Page 52: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

52

Page 53: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

53

Page 54: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

54

Page 55: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

55

Page 56: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

56

LAMPIRAN 6: CATATAN HARIAN (LOG BOOK)

Catatan Harian (Log Book):

Kegiatan Hibah : PNBP

Judul Kegiatan : Bahasa dan Kategori-Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik pada

Rumpun Bahasa Bagian Timur Melayu-Polinesia Barat

NO TANGGAL

PELAKSANAAN URAIAN KEGIATAN

JUMLAH DANA

TERPAKAI

PERSENTASE

PELAKSANAAN BERKAS

1. 21 Mei 2015 Penandatanganan Kontrak

Print, Fotokopi, dan Jilid

Proposal Penelitian: Rp.

130.000,-

Bensin: Rp. 75.000,-

80%

2. 29 Mei 2015 Rapat Tim Peneliti Inti: Membahas tentang

kelanjutan dari proposal penelitian

Konsumsi Rapat: Rp.

75.000,- 20%

3. 12 Juni 2015

Rapat Tim Peneliti Inti: Membahas tentang

persiapan penelitian lapangan, dan segala prosedur

(administratif) yang diperlukan

Konsumsi Rapat: Rp.

75.000,- 40%

4. 26 Juni 2015 Rapat Tim Peneliti Inti dengan asisten peneliti

untuk wilayah Lombok (Bahasa Sasak) Snack Rapat: Rp. 50.000,- 60%

5. 10 Juli 2015 Rapat Tim Peneliti Inti dengan asisten peneliti

untuk wilayah Bali (Bahasa Bali) Snack Rapat: Rp. 60.000,- 80%

6. 15 Juli 2015

Rapat Tim Peneliti dengan seluruh tim lapangan:

membahas tentang persiapan penelitian ke

lapangan, yang meliputi batasan, ranah,

kelengkapan-kelengkapan teknis, dan instrumen

kuesioner yang dipakai sebagai bahan penelitian

lapangan

Snack Rapat: Rp. 90.000,-

Konsumsi Rapat: Rp.

225.000,-

80%

Page 57: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

57

7. 23 Juli 2015 Persiapan Penelitian Lapangan

ATK: Rp.173.000,-

Tinta dan Flashdisk: Rp.

2.230.000,-

Obat-Obatan: Rp. 65.800,-

Print dan Fotokopi Instrumen

Penelitian: Rp.17.500,-

50%

8. 24 Juli 2015

Penelitian Lapangan Lombok (Hari Pertama)

Tim berangkat ke Lombok

menemui informan Dr. Muhammad Sukri,

S.Pd. M.Hum, Sekretaris Program Studi S-2

Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas

Negeri Mataram (UNRAM), yang berada di

daerah pusat kota Mataram, Lombok Barat,

terutama untuk melihat referensi-referensi

yang berkaitan dengan penggunaan tingkat

tutur bahasa sasak yang telah dipublikasikan

Tim menuju sekitaran Lombok Barat untuk

melihat penggunaan bahasa Sasak di ranah

pasar daerah yang menggunakan dialek Meno-

Mene, yaitu daerah Narmada dan Ampenan,

selain itu juga tim ke rumah-rumah untuk

mengamati tingkat tuturan yang terjadi dalam

ranah keluarga. Pengambilan data dilakukan

dengan cara wawancara dan kuesioner.

Tiket Kapal: Rp. 390.000,-

Sewa Kendaraan (3 hari): Rp.

1.650.000,-

Makan pagi: Rp. 67.000,-

Makan siang: Rp. 80.000,-

Makan malam: Rp. 66.000,-

Snack dan Minuman: Rp.

148.000,-

Fotokopi bahan pustaka: Rp.

37.500,-

70%

9. 25 Juli 2015 Hari Kedua Makan pagi: Rp. 82.000,- 70%

Page 58: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

58

menuju kantor Beraim, kecamatan Peraya

Tengah Lombok Tengah untuk mengamati

tingkatan tuturan dalam ranah perkantoran

khususnya antara atasan dan bawahan dalam

dialek Meno-Mene bahasa sasak Lombok.

penelitian dilanjutkan dengan ke rumah-rumah

penduduk, di desa Ketejer, kecamatan Praya dan

di daerah Penujak, bertemu beberapa informan,

untuk mendapatkan informasi tentang bahasa

sasak khususnya dialek Meno-Mene, dan juga

tingkat tutur penggunaan bahasa Sasak terutama

di kalangan bangsawan (Lalu dan Baiq)

Makan siang: Rp. 132.000,-

Makan malam:Rp. 115.500

Snack dan Minuman: Rp.

27.500

10. 26 Juli 2015

Hari Ketiga

Tim melakukan pengambilan data di sekitaran

Lombok Timur, melalui wawancara dan

kuesioner, khususnya untuk melihat penggunaan

bahasa Sasak di ranah rumah tangga dan tetangga

Tim melanjutkan perjalanan kembali ke Denpasar

Makan pagi: Rp. 62.000,-

Makan siang: Rp. 78.000,-

Makan malam: Rp. 37.000,-

Snack dan Minuman: Rp.

23.000,-

Penginapan: Rp. 1.800.000,-

Tiket Kapal: Rp. 390.000,-

70%

11. 27 Juli – 1

Agustus 2015 Transkripsi dan Tabulasi Data Bahasa Sasak

80%

12. 30 Juli 2015

Penelitian lapangan Tim Bahasa Bali (setelah libur

panjang Galungan dan Kuningan) – Hari Pertama

Tim bergerak ke kantor-kantor di sekitaran

Denpasar untuk melihat penggunaan bahasa

Bali dalam ranah kantor

Kemudian, tim juga mengumpulkan data

dari sumber data tertulis, dan referensi-

referensi sejenis, seperti novel, tresnane

Sewa Alat Rekam: Rp.

700.000,-

Bensin: Rp. 20.000,-

Makan siang: Rp. 63.000,-

Snack dan Minuman: Rp.

58.000,-

Pulsa Telp dan Modem: Rp.

339.000,-

70%

Page 59: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

59

lebur ajur santonden kembang karya

Djelantik Santha (1981) Pustaka Ekspresi

Tabanan

Fotokopi dan Jilid Bahan

Pustaka: Rp. 92.900,-

13. 31 Juli 2015

Hari Kedua

Tim bergerak ke rumah-rumah di seputaran

Denpasar dan sekitaranya untuk melihat

penggunaan bahasa Bali dalam ranah

keluarga dan tetangga.

Makan pagi: Rp. 34.000,-

Makan siang: Rp. 60.000,-

Snack dan Minuman:Rp.

44.600,-

Bensin: Rp. 44.000

70%

14. 1 Agustus 2015

Hari Ketiga

Tim bergerak ke sekitaran pasar-pasar

tradisional di Denpasar dan sekitarnya untuk

penggunaan bahasa Bali dalam ranah pasar

Tim a menuju ke daerah Tabanan, yaitu di

sekitaran desa Jegu, Penebel, untuk melihat

penggunaan bahasa Bali baik itu di ranah

keluarga, pasar, maupun agama

Sewa Kendaraan: Rp.

400.000,-

Bensin: Rp. 200.000,-

Makan pagi: Rp. 39.000,-

Makan siang: Rp. 120.000,-

Makan malam: Rp. 42.000,-

Snack dan Minuman: Rp.

22.000,-

70%

15. 2 Agustus 2015

Hari Keempat

Tim bergerak ke sekitaran banjar (seka

truna), dan pura di sekitaran Denpasar dan

sekitarnya untuk melihat penggunaan bahasa

Bali dalam ranah agama dan Adat

Kemudian, tim bergerak ke daerah Tabanan

Bensin: Rp. 150.000,-

Makan pagi: Rp. 54.000,-

Makan siang: Rp. 55.000,-

Makan malam: Rp. 60.000,-

Snack dan Minuman: Rp.

20.500,-

70%

Page 60: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

60

dan sekitarnya, yaitu di sekitaran desa

Tunjuk, dan Susut untuk melihat

penggunaan bahasa Bali baik itu di ranah

keluarga, tetangga maupun agama.

Fotokopi dan Jilid Bahan

Pustaka: Rp. 163.100,-

16. 3- 11 Agustus

2015

Transkripsi dan Analisis data awal baik itu data dari

bahasa Sasak maupun Bali

Fotokopi dan Jilid Bahan

Pustaka: Rp. 296.500,-

Pendaftaran SENASTEK:

Rp. 900.000,-

Honor Pembantu Peneliti:

5 x Rp. 750.000,-

= Rp. 3.750.000,-

80%

17. 12 Agustus 2015

Rapat Seluruh Tim Peneliti, membahas tentang

analisis data awal, dan penyusunan laporan

kemajuan

Snack Rapat: Rp. 90.000,-

Konsumsi Rapat: Rp.

225.000,-

Fotokopi Tabulasi dan

Analisis data awal: Rp.

137.500,-

Honor Tabulasi Data

5xRp. 450.000,-

= Rp. 2.250.000,-

80%

18. 13 – 5 September

2015

Penyusunan laporan kemajuan, catatan harian, dan

laporan penggunaan anggaran.

Print, Fotokopi, dan Jilid

laporan kemajuan awal: Rp.

137.500,-

Pajak: Rp. 1.740.000,-

80%

Page 61: Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan … · 2017. 6. 6. · Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak dan Sumbawa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik

61