Upload
naoto-shirogane
View
74
Download
39
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Pembakuan bahasa
Citation preview
MAKALAH SOSIOLINGUISTIK
PEMBAKUAN BAHASA
OLEH :
KELOMPOK 4
RAHMADONA 1210752026
SYAHIDATUL MARDIAH 1210752027
MUHAMMAD NUR FAJRI 1210752037
MAHDIYYAH AFRIZAL 1210752038
LARA NOVELINA MASDI 1210753002
FITRINA DEWI 1210753005
YUYUN DWI GUSTRIANA 1210753010
LISAGUSTINA 1210753012
AULIA FAJRIANI 1210753021
PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya penulis
dapat menyelesaikan penulisan makalah ini yang membahas tentang “Pembakuan Bahasa”.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Sosiolinguistik dalam program
studi Sastra Jepang di Universitas Andalas.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun
penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain berkat bantuan,
dorongan, dan bimbingan dari banyak pihak, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi
dapat teratasi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah memberikan motivasi dan bantuan demi kesempurnaan makalah ini. Dalam penulisan
makalah ini penulis menyadari masih banyak kekurangan baik pada cara penulisan maupun
materi, mengingat akan kemampuan yang penulis miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua
pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak
yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai.
Atas perhatiannya penulis mengucapkan terima kasih.
Padang, 23 Mei 2015
Penulis
i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebijaksanaan bahasa dapat memilih dan menentukan sebuah bahasa dari sejumlah
bahasa yang ada dalam suatu negara untuk dijadikan bahasa nasional atau bahasa resmi
kenegaraan dari negara tersebut. Kemudian perencanaan bahasa dapat memilih dan
menentukan sebuah ragam bahasa dari ragam-ragam yang ada pada bahasa yang sudah dipilh
untuk mejadi ragam baku atau ragam standar bahasa tersebut.
Proses pemilihan satu ragam bahasa untuk dijadikan ragam bahasa resmi kenegaraan
maupun kedaerahan, serta usaha-usaha pembinaan dan pengembangannya, yang biasa
dilakukan terus-menerus tanpa henti, disebut pembakuan bahasa atau standardisasi bahasa.
Oleh karena itu, dalam makalah ini akan memaparkan secara singkat yang dimaksud dengan
bahasa baku, fungsinya, penggunaannya dan proses pembentukannya. Kemudian untuk lebih
memahaminya akan dikemukakan contoh ciri-ciri bahasa Indonesia baku.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan bahasa baku?
2. Apa fungsi bahasa baku?
3. Bagaimanakah pemilihan ragam baku?
4. Bagaimanakah bentuk atau ciri-ciri bahasa Indonesia baku?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan apa yang dimaksud dengan bahasa baku.
2. Menjelaskan fungsi bahasa baku.
3. Menjelaskan pemilihan ragam baku.
4. Menjelaskan bentuk atau ciri-ciri bahasa Indonesia baku.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Bahasa Baku
Bahasa baku (lebih tepat disebut dengan ragam bahasa baku) dan bahasa nonbaku
merupakan bagian dari variasi bahasa. Bahasa baku adalah salah satu variasi bahasa (dari
sekian banyak bahasa) yang diangkat dan disepakati sebagai ragam bahasa yang akan
dijadikan tolok ukur sebagai bahasa yang “baik dan benar” dalam komunikasi yang bersifat
resmi, baik secara lisan maupun tulisan. Keputusan untuk memilih dan mengangkat salah satu
ragam bahasa, baik regional maupun sosial, merupakan keputusan yang bersifat politis, sosial
dan linguistis.
Penamaan bahasa baku adalah penamaan terhadap salah satu ragam dari sejumlah
ragam yang ada dalam suatu bahasa, karena itu penamaan bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional, bahasa resmi, atau bahasa persatuan adalah penamaan terhadap keseluruhan bahasa
Indonesia sebagai sebuah langue dengan segala macam ragam dan variasinya. Sedangkan
bahasa Indonesia baku hanyalah salah satu ragam dari sekian banyak ragam bahasa Indonesia
yang ada, yang hanya digunakan dalam situasi resmi kenegaraan, termasuk dalam pendidikan,
buku pelajaran, undang-undang dan sebagainya. Berikut beberapa pengertian bahasa baku
menurut para ahli dalam Chaer (2010 : 192) :
a. Halim (1980) menyatakan bahwa bahasa baku adalah ragam bahasa yang
dilembagakan dan diakui oleh sebagian warga masyarakat pemakainya sebagai
ragam resmi dan sebagai kerangka rujukan norma bahasa dan penggunaannya.
Sedangkan ragam tidak baku adalah ragam yang tidak dilembagakan dan ditandai
oleh ciri-ciri yang menyimpang dari norma bahasa baku. Sedangkan kerangka
rujukan, ragam baku ditandai oleh norma dan kaidah yang digunakan sebagai
pengukur benar atau tidaknya penggunaan bahasa.
b. Dittmar (1976 : 8) mengatakan bahwa bahasa baku adalah ragam ujaran dari satu
masyarakat bahasa yang disahkan sebagai norma keharusan bagi pergaulan sosial
atas kepentingan dari berbagai pihak yang dominan di dalam masyarakat itu.
2
c. Hartmann dan Stork (1972 : 218) mengatakan bahwa bahasa baku adalah ragam
bahasa yang secara sosial lebih digandrungi, seringkali lebih berdasarkan pada
ujaran orang-orang yang berpendidikan di dalam dan di sekitar pusat kebudayaan
dan atau politik suatu masyarakat tutur.
d. Pei dan Geynor (1954 : 203) mengatakan bahwa bahasa baku adalah dialek suatu
bahasa yang memiliki keistimewaan sastra dan budaya melebihi dialek-dialek
lainnya, dan disepakati penutur dialek-dialek lain sebagai bentuk bahasa yang
paling sempurna.
2.2 Fungsi Bahasa Baku
Selain fungsi penggunaannya untuk situasi-situasi resmi, ragam bahasa baku menurut
Gravin dan Mathiot (1956 : 785-787) dalam Chaer dan Agustina (2010 : 192-193) juga
mempunyai fungsi lain yang bersifat sosial politik, yaitu fungsi pemersatu, fungsi pemisah,
fungsi harga diri dan fungsi kerangka acuan.
a. Fungsi Pemersatu (the unifying function)
Merupakan kesanggupan bahasa baku untuk menghilangkan perbedaan variasi
dalam masyarakat dan membuat terciptanya kesatuan masyarakat tutur, dalam
bentuk minimal, memperkecil adanya perbedaan variasi dialektal dan menyatukan
masyarakat tutur yang berbeda dialeknya.
b. Fungsi Pemisah (separatist function)
Ragam bahasa baku dapat memisahkan atau membedakan penggunaan ragam
bahasa tersebut untuk situasi yang formal dan yang tidak formal. Para penutur
harus bisa menentukan kapan menggunakan ragam baku dan tidak baku.
Pemisahan fungsi ragam baku dan nonbaku tidak akan menimbulkan persoalan
atau gejolak sosial selama ragam-ragam tersebut digunakan pada tempatnya. Jika
penutur tidak dapt memisahkan fungsi ragam baku dari nonbaku mungkin saja bisa
terjadi masalah sosial tersebut.
c. Fungsi Harga Diri (prestige function)
3
Pemakai ragam baku akan memiliki perasaan harga diri yang lebih tinggi daripada
yang tidak dapat menggunakannya, sebab ragam bahasa baku biasanya tidak dapat
dipelajari dari lingkungan keluarga atau lingkungan hidup sehari-hari. Ragam
bahasa baku hanya dapat dicapai melalui pendidikan formal, yang tidak menguasai
ragam baku tentu tidak dapat masuk ke dalam situasi-situasi formal, di mana ragam
baku itu harus digunakan. Fungsi harga diri sesuai dengan pendaat Fishman (1970)
dalam Chaer & Agustina (2010:193) yang mengatakan bahwa ragam bahasa baku
mencerminkan cahaya kemuliaan, sejarah, dan keunikan seluruh rakyat. Ragam
bahasa baku juga merupakan lambang atau simbol suatu masyarakat tutur.
d. Fungsi Kerangka Acuan (frame of reference function)
Ragam bahasa baku akan dijadikan tolok ukur untuk norma pemakaian bahasa
yang baik dan benar secara umum.
Keempat fungsi di atas akan dapat dilakukan oleh sebuah ragam bahasa baku jika
ragam bahasa baku itu telah memiliki tiga ciri yang sangat penting yaitu,
a. Memiliki ciri kemantapan yang dinamis.
Wujudnya berupa kaidah dan aturan yang tetap. Namun, kemantapan kaidah itu
cukup luwes sehingga dapat menerima kemungkinan perubahan dan perkembangan
yang bersistem, baik di bidang kaidah gramatikal, kosakata, peristilahan maupun
berbagai ragam gaya di bidang sintaksis dan semnatik. Ciri kemantapan ini dapat
diusahakan dengan melakukan kodifikasi bahasa terhadap dua aspek yaitu bahasa
menurut situasi pemakai dan pemakaiannya, dan berkenaan dengan strukturnya
sebagai suatu sistem komunikasi.
b. Memiliki ciri kecendekiaan
Kecendekiaan bahasa baku harus diupayakan agar bahasa itu dapat digunakan
untuk membicarakan ilmu pengetahuan, teknologi dan kehidupan modern.
Kecendekiaan dapat dilakukan dengan memperkaya kosakata dalam segala bidang
kegiatan dan keilmuan. Kecendekiaan bahasa itu harus tampak secara struktural.
c. Memiliki ciri kerasionalan
Kerasionalan bahasa harus tampak dalam penggunaan bahasa, baik di bidang
kosakata maupun struktur sintaksis. Kosakata dengan makna-makna tang
4
paradoksal dan kontroversial tidak mencerminkan kerasionalan. Kerasionalan
bahasa baku sangat tergantung pada kecendekiaan penutur untuk menyusun
kalimat yang secara logika dapat diterima isinya.
Ketiga ciri di atas bukan merupakan sesuatu yang sudah tersedia di dalam kode bahasa
itu, melainkan harus diusahakan keberadaanya melalui usaha yang terus-menerus dilakukan
dan tidak terlepas dari rangkaian kegiatan perencanaan bahasa.
2.3 Pemilihan Ragam Baku
Ragam atau variasi bahasa yang harus dipilih untuk dijadikan ragam bahasa baku
menurut Moeliono (1975 : 2) dalam Chaer (2010: 194), mengatakan bahwa pada umumnya
yang layak dianggap baku ialah ujaran dan tulisan yang dipakai oleh golongan masyarakat
yang paling luas pengaruhnya dan paling besar kewibawaannya. Termasuk di dalamnya para
pejabat negara, para guru, warga media massa, alim ulama dan cendekiawan. Ada beberapa
dasar pemilihan ragam bahasa baku yaitu:
1. Dasar Otoritas
Dasar otoritas adalah penentuan baku atau tidak baku berdasarkan kewenangan orang
yang dianggap ahli atau kewenangan buku tata bahasa atau kamus. Namun, dasar
otoritas ini dibatasi oleh waktu sehingga hanya bisa dipakai pada masa tertentu saja.
Maksudnya adalah pendapat ahli atau buku yang sudah tidak sesuai dengan zaman
sekarang tidak boleh atau tidak bisa diikuti lagi, karena bahasa merupakan salah satu
bentuk dari budaya manusia yang tidak lepas dari perubahan dan perkembangan
zaman.
2. Dasar Bahasa Penulis-penulis Terkenal
Alisjahbana mengatakan dalam Chaer (2010: 196) bahwa dari penulis terkenal
sebaiknya digunakan sebagai patokan bahasa yang baik. Namun ditemukan 3
kelemahan, yaitu:
a. Bahasa yang digunakan manusia bukanlah bahasa tulis saja tapi juga bahasa lisan.
Jadi yang diperlukan dalam pembakuan bahasa bukanlah bahasa tulis saja tapi juga
bahasa lisan.
5
b. Tidak ada yang bisa menjamin bahasa penulis terkenal sudah sesuai dengan kaidah
atau aturan tata bahasa.
c. Penulis-penulis terkenal biasanya berada pada masa yang lalu, karena bahasa selalu
mengalami perkembangan, maka tidak dijamin kalau bahasa penulis terkenal dapat
dijadikan patokan bahasa baku.
3. Dasar Demokrasi
Dasar demokrasi adalah penentuan bahasa baku berdasarkan data statistik, yaitu setiap
bentuk satuan bahasa harus diselidiki, dicatat lalu dihitung satuan frekuensi
penggunannya. Mana yang terbanyak itulah yang dianggap benar. Namun juga
ditemukan kelemahan, yaitu dapat atau tidaknya hal tersebut dilaksanakan, karena
tentu saja akan memerlukan waktu yang lama dan biaya yang besar.
4. Dasar Logika
Dasar logika adalah penentuan baku atau tidaknya bahasa berdasarkan pemikiran
logika. Namun, dasar ini tidak dapat digunakan untuk penentuan bahasa baku karena
seringkali struktur bahasa tidak sesuai dengan pemikiran logika.
5. Dasar Bahasa Orang-orang yang Dianggap Terkemuka dalam Masyarakat
Dasar ini mengajukan bahwa penentuan baku atau tidaknya suatu bahasa didasarkan
pada bahasa orang-orang yang terkemuka. Namun, tidak adanya yang menjamin bahwa
bahasa orang-orang yang terkemuka sudah berdasarkan aturan tata bahasa.
Karena dasar diatas mempunyai kelemahan sebagai dasar penentu bahasa baku, khususnya
untuk bahasa Indonesia, maka Baradja mengemukakan bahwa kelima dasar di atas dapat
digunakan jika digabungkan dengan dasar yang pertama, yaitu dasar otoritas.
Otoritas untuk menentukan pembakuan bahasa Indonesia saat ini ada pada Lembaga
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan atau
lebih dikenal dengan Pusat Bahasa.
Ada beberapa sarana dalam usaha pembakuan bahasa yaitu:
a. Pendidikan
Jalur pendidikan formal merupakan salah satu sarana yang paling tepat untuk
menghidupkan eksistensi bahasa baku. Disini bisa disebarluaskan bahasa baku.
6
b. Industri Buku
Melalui bukulah ragam bahasa baku (tulis) dapat ditampilkan dan disebarluaskan
ditengah masyarakat.
c. Perpustakaan
Perpustakaan merupakan penyedia buku-buku yang dapat dibaca oleh masyarakat
secara gratis. Sehingga bahasa baku akan lebih cepat tersebar ke berbagai kalangan
karena tidak harus membeli buku.
d. Administrasi Negara
Kelangsungan eksistensi bahasa baku dapat terjamin dengan adanya administrasi
negara yang rapi, tertib, dan teratur. Administrasi negara yang kacau dan tidak teratur
dapat merusak kelangsungan eksistensi bahasa baku, sebab salah satu tempat
digunakannya bahasa baku adalah pada administrasi kenegaraan.
e. Media Massa
Surat kabar dan majalah merupakan sarana bacaan yang paling banyak mendekati
masyarakat. Maka melalui media massa akan lebih menjamin tercapainya pembakuan
bahasa dengan lebih luas.
f. Tenaga
Pembakuan bahasa memerlukan tenaga-tenaga terlatih dan terdidik dalam bidang
kebahasaan, dan alangkah baiknya bila pada tempat-tempat tertentu tersedia tenaga
kebahasaan sehingga bagi yang memerlukan informasi kebahasaan dapat dipermudah
dengan keberadaan tenaga-tenaga tersebut.
g. Penelitian
Tanpa adanya penelitian yang terus-menerus dalam bidang kebahasaan, maka usaha
pengembagan dan pembakuan bahasa tidak akan mencapai kemajuan.
2.4 Bahasa Indonesia Baku
Secara resmi fonem-fonem bahasa Indonesia telah ditentukan keberadaannya tetapi
mengenai pelafalannya atau ucapannya belum pernah dilakukan pembakuan. Namun, ada
semacam kosensus yang rumusnya berbentuk negatif, bahwa yang disebut lafal bahasa
Indonesia yang benar adalah lafal yang tidak lagi menampakkan ciri-ciri bahasa daerah.
7
Pembakuan dalam bidang ejaan telah selesai dilakukan untuk bahasa Indonesia.
Pembakuan ejaan ini telah melalui proses cukup panjang. Dimulai dengan ditetapkannya ejaan
Van Ophuijsen pada tahun 1901, dilanjutkan dengan perbaikannya yang disebut ejaan
Suwandi atau ejaan republik pada tahun 1947. Lalu diteruskan dengan penyempurnaan dengan
ditetapkannya Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan pada tahun 1972 (dan revisinya
pada tahun 1988), yang diatur dalam ejaan adalah cara menggunakan huruf, cara penulisan
kata dasar, kata ulang, kata gabung, cara penulisan kalimat, dan juga cara penulisan unsur-
unsur serapan. Berikut ini contoh penulisan bentuk kata yang baku dan yang tidak baku.
Bentuk baku Bentuk tidak baku
Administratif Administratip
Ahli Akhli
Anarki Anarkhi, Anarsi
Anggota Anggauta
Anjlok Anjlog
Apotek Apotik,apothek
Doa Do’a
Hadis Hadist, Hadith
Izin Idzin, ijin
Maaf Ma’af, Maap
Panitia Panitya
Teater Theather
Walafiat Wal’afiat
Mengindonesiakan Meng-indonesiakan
Pembakuan dalam bidang tata bahasa juga sudah dilakukan yakni dengan
diterbitkannya buku tata bahasa yang diberi nama Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
Meskipun masih banyak kritik dilancarkan terhadap buku tersebut, yang barangkali karena
perbedaan persepsi dan teori ketatabahasaan yang dianut, kehadiran buku tersebut sebagai
upaya dalam pembakuan tata bahasa merupakan sesuatu yang sangat berharga. Berikut adalah
bentuk bahasa baku secara gramatikal :
8
Bentuk baku Bentuk tidak baku
Rektor meninjau perumahan karyawan
IKIP.
Rektor tinjau perumahan karyawan
IKIP.
Kuliah sudah berjalan dengan baik. Kuliah sudah sudah jalan dengan baik.
Bapak Cahyono pergi ke Surabaya. Bapak Cahyono ke Surabaya.
Dia tahu bahwa saya belum menikah lagi. Dia tahu, saya belum menikah lagi.
Dia dimarahi guru karena sering terlambat. Dia dimarahi guru, dia sering
terlambat.
Surat Saudara sudah saya baca. Surat Saudara saya sudah baca.
Mereka harus membersihkan dulu ruangan
itu.
Mereka harus bikin bersih dulu
ruangan ini.
Jika diperhatikan dan bandingkan struktur kalimat pada deretan kiri dan deretan kanan, maka
akan bisa memahami aturan gramatikal bahasa baku yang ada dalam bahasa Indonesia.
Pembakuan bahasa Indonesia dalam bidang kosakata dan peristilahan juga telah lama
dilakukan. Kebakuan unsur leksikal dapat dilihat dari (1) ejaannya, (2) lafalnya, (3)
bentuknya, (4) sumber pengambilannya. Kebakuan menurut bentuk, misalnya, tetapi dan
begitu adalah bentuk yang baku, sedangkan tapi dan gitu adalah bentuk yang tidak baku.
Kebakuan kosakata menurut sumber pengambilannya disebut tidak baku kalau kosakata itu
adalah kosakata bahasa daerah atau jelas-jelas bukan kosakata bahasa baku. Misalnya, kata
tidak dan uang adalah baku, sedangkan nggak dan duit adalah tidak baku.
Sering kali bahasa baku “harus” meminjam unsur leksikal dari kosata tidak baku
karena memang diperlukan. Sepanjang memang diperlukan karena belum ada padanannya
dalam kosakata bahasa baku maka hal itu tidak menjadi permasalahan, unsur leksikal bisa saja
diperlukan sebagai unsur pinjaman atau serapan. Artinya, aturan mengenai unsur pinjaman
dapat dikenakan kepada kosakata tidak baku tersebut.
9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bahasa baku (lebih tepat disebut dengan ragam bahasa baku) dan bahasa nonbaku
merupakan bagian dari variasi bahasa. Bahasa baku adalah salah satu variasi bahasa (dari
sekian banyak bahasa) yang diangkat dan disepakati sebagai ragam bahasa yang akan
dijadikan tolok ukur sebagai bahasa yang “baik dan benar” dalam komunikasi yang bersifat
resmi, baik secara lisan maupun tulisan. Keputusan untuk memilih dan mengangkat salah satu
ragam bahasa, baik regional maupun sosial, merupakan keputusan yang bersifat politis, sosial
dan linguistis.
Selain fungsi penggunaannya untuk situasi-situasi resmi, ragam bahasa baku juga
mempunyai fungsi lain yang bersifat sosial politik, yaitu fungsi pemersatu, fungsi pemisah,
fungsi harga diri dan fungsi kerangka acuan. Keempat fungsi tersebut akan dapat dilakukan
oleh sebuah ragam bahasa baku jika ragam bahasa baku itu telah memiliki tiga ciri yang
sangat penting yaitu, memiliki ciri kemantapan yang dinamis, memiliki ciri kecendekiaan dan
memiliki ciri kerasionalan. Ketiga ciri tersebut bukan merupakan sesuatu yang sudah tersedia
di dalam kode bahasa, melainkan harus diusahakan keberadaanya melalui usaha yang terus-
menerus dilakukan dan tidak terlepas dari rangkaian kegiatan perencanaan bahasa.
Dasar pemilihan ragam bahasa baku terdiri atas dasar otoritas, dasar bahasa penulis-
penulis terkenal, dasar demokrasi, dasar Logika, dan dasar bahasa orang-orang yang dianggap
terkemuka dalam masyarakat. Ada beberapa sarana dalam usaha pembakuan bahasa yaitu:
pendidikan, industri buku, perpustakaan, administrasi negara, media massa, tenaga dan
penelitian.
Pembakuan dalam bidang ejaan telah selesai dilakukan untuk bahasa Indonesia. Secara
resmi fonem-fonem bahasa Indonesia telah ditentukan keberadaannya tetapi mengenai
pelafalannya atau ucapannya belum pernah dilakukan pembakuan. Namun, ada semacam
kosensus yang rumusnya berbentuk negatif, bahwa yang disebut lafal bahasa Indonesia yang
benar adalah lafal yang tidak lagi menampakkan ciri-ciri bahasa daerah.
10
3.2 Saran
Penulis mengharapkan melalui makalah ini dapat menambah wawasan bagi para
pembaca tentang Pembakuan Bahasa. Penulis juga mengharapkan para pembaca untuk
mempelajari tentang Pembakuan Bahasa dari berbagai sumber tidak hanya berpatokan pada
makalah ini, karena penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan
materi yang disajikan hanya secara garis besar saja. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.
11
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta : Rineka
Cipta.
12