14
1 PEDOMAN PENGKAJIAN FENOTIP KUALITATIF DALAM UNIT PEMBENIHAN IKAN Oleh: Bruri Melky Laimeheriwa, S.Pi., M.Si (Program Studi Budidaya Perairan, Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura, Jl. Mr. Chr. Soplanit – Ambon; email: [email protected] ) (Materi dipublikasikan pada website Masyarakat Akuakultur Indonesia www.aquaculture-mai.org Mulai tanggal 28 Januari sampai dengan 10 Pebruari 2012) 1. Pendahuluan Dalam suatu unit perbenihan ikan berlangsung suatu proses untuk menghasilkan benih ikan untuk keperluan akuakultur. Dalam proses tersebut, benih ikan merupakan hasil perkawinan antara tetua ikan betina (induk) dan tetua ikan jantan. Pada dasarnya perkawinan itu adalah untuk menentukan waktu yang paling tepat dalam pembuahan telur oleh spermatozoa (sperma). Pada proses pembuahan inilah terbentuk pasangan kromosom pada individu ikan yang baru (keturunannya). Setiap pasang kromosom berasal dari induk betina dan dari tetua jantan. Jumlah kromosom ikan bervariasi sesuai spesimennya, demikian pula dengan karyotipnya adalah tetap. Kromosom berada di dalam inti sel. Di dalam kromosom tersebut terdapat apa yang biasa disebut gen (genes: jamak). Satu gen atau suatu set gen berisi cetak biru (blue prints) atau instruksi-instruksi kimiawi untuk memproduksi suatu potensi tertentu, yang nantinya akan menghasilkan berbagai fenotipe seperti warna, jenis kelamin, Jumlah jari-jari sirip, pola sisik, panjang sirip, panjang badan dan sebagainya. Di dalam ilmu genetik, proses tersebut dapat dikatakan bahwa suatu genotipe menentukan suatu fenotipe. Yang dimaksud dengan genotipe disini adalah satu atau lebih gen yang mengendalikan pembentukan fenotipe tertentu.

Pedoman pengkajian fenotip kualitatif

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pedoman pengkajian fenotip kualitatif

1

PEDOMAN PENGKAJIAN FENOTIP KUALITATIF DALAM UNIT PEMBENIHAN IKAN

Oleh: Bruri Melky Laimeheriwa, S.Pi., M.Si

(Program Studi Budidaya Perairan, Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura,

Jl. Mr. Chr. Soplanit – Ambon; email: [email protected] ) (Materi dipublikasikan pada website Masyarakat Akuakultur Indonesia

www.aquaculture-mai.org Mulai tanggal 28 Januari sampai dengan 10 Pebruari 2012)

1. Pendahuluan

Dalam suatu unit perbenihan ikan berlangsung suatu proses untuk

menghasilkan benih ikan untuk keperluan akuakultur. Dalam proses tersebut,

benih ikan merupakan hasil perkawinan antara tetua ikan betina (induk) dan

tetua ikan jantan. Pada dasarnya perkawinan itu adalah untuk menentukan

waktu yang paling tepat dalam pembuahan telur oleh spermatozoa (sperma).

Pada proses pembuahan inilah terbentuk pasangan kromosom pada

individu ikan yang baru (keturunannya). Setiap pasang kromosom berasal dari

induk betina dan dari tetua jantan. Jumlah kromosom ikan bervariasi sesuai

spesimennya, demikian pula dengan karyotipnya adalah tetap. Kromosom

berada di dalam inti sel.

Di dalam kromosom tersebut terdapat apa yang biasa disebut gen (genes:

jamak). Satu gen atau suatu set gen berisi cetak biru (blue prints) atau

instruksi-instruksi kimiawi untuk memproduksi suatu potensi tertentu, yang

nantinya akan menghasilkan berbagai fenotipe seperti warna, jenis kelamin,

Jumlah jari-jari sirip, pola sisik, panjang sirip, panjang badan dan sebagainya. Di

dalam ilmu genetik, proses tersebut dapat dikatakan bahwa suatu genotipe

menentukan suatu fenotipe. Yang dimaksud dengan genotipe disini adalah satu

atau lebih gen yang mengendalikan pembentukan fenotipe tertentu.

Page 2: Pedoman pengkajian fenotip kualitatif

2

Suatu gen dapat terdiri atas lebih dari satu bentuk. Macam-macam bentuk

tersebut adalah yang biasa sebagai allel. Pada suatu kelompok atau populasi

ikan, satu gen dapat berada dalam satu bentuk saja yang berarti bahwa gen itu

hanya terdiri atas satu allel dalam lokus tertentu (lokus gen) atau dapat juga

satu gen itu terdiri atas beberapa bahkan belasan allel dalam satu lokusnya.

Pada ikan diploid, kromosom selalu dalam bentuk berpasangan. Bila

pasangan allel dalam satu lokus adalah identik, maka dapat dikatakan bahwa

individu ikan itu sebagai homozigot (homo zygous) pada lokus tersebut. Apabila

pasangan atau allel pada lokus tersebut tidak identik maka disebut heterozigot

(hetero zygous) pada lokusnya.

Alasan yang utama perbedaan individu atas homozigot dan heterozigot,

karena bentuk gen yang berbeda (allel) akan menghasilkan bentuk-bentuk yang

berbeda pula protein dari gennya. Umpamanya beragam warna ikan dihasilkan

juga oleh beragam allel yang mengendalikan warna tersebut. Perbedaan-

perbedaan ini bila dipahami dengan baik akan dapat dimanfaatkan untuk suatu

program seleksi dalam hal warna atau bahkan kecepatan tumbuh atau sifat-sifat

lainnya yang memiliki nilai ekonomis tinggi.

Dalam makalah ini hanya akan diuraikan bagaimana pengelola suatu unit

perbenihan dapat mengkaji dan memahami tentang genetik fenotip kualitatif.

Fenotipe kualitatif adalah sifat-sifat yang dikendalikan hanya oleh satu atau

beberapa gen saja, yaitu seperti warna, pola sisik, dan jenis kelamin.

2. Genetika Mengenai Fenotipe Kualitatif

2.1. Gen autozome tunggal

Gambar 1 menunjukkan contoh fenotipe kualitatif yang dikendalikan oleh

gen autozome tunggal. Contoh yang paling umum untuk fenotipe ini adalah

Page 3: Pedoman pengkajian fenotip kualitatif

3

warna pada ikan konsumsi atau ikan hias (kecuali ikan koi).

Gambar 1. Contoh Fenotipe Kualitatif yang dikendalikan

oleh gen autosome tunggal

Gambar 1 menunjukkan bahwa gen A mengendalikan warna hitam yang

bersifat dominan lengkap, sedangkan gen (x yang menentukan warna putih

sebagai gen yang positif. Dengan demikian bila ikan dengan genotipe AA

tersebut dikawinkan dengan ikan genotipe aa, keturunnya adalah semua

berwarna hitam dengan genotipe Act (heterozigot).

Pada gen B (genetipe B hitam) yang disini dikatakan sebagai bersifat

dominan tidak lengkap, biia dikawinkan dengan ikan memiliki gen b (genotipe

bb, resesif), maka keturunannya adalah bergenotif Bb yang berwarna agak

hitam (warna hitam Bb lebih lernah dari warna hitam genotipe BB).

Gen C dan gen c' mengendalikan warna hitam dan putih yang bersifat

aditif. Kedua-duanya tidak ada yang dominan, karena itu genetipe Cc'

Page 4: Pedoman pengkajian fenotip kualitatif

4

menghasilkan warna baru yang intermediet dari warna hitam dan putih, yaitu

abu-abu, atau warna yang lain dari warna kedua tetuanya.

Gambar 2. Warna pada tipe lain atau pigmen normal dan warna merah ungu

(pink) pada ikan nila (Wile tilapie).

Gambar 2 menunjukkan tentang warna pada tipe lain atau pigmen normal

dan warna merah ungu (pink) pada ikan nila (Wile tilapie). Fenotipe ini

dikendalikan oleh gen autozome tunggal yang bersifat dominan lengkap

(sempurna) yang disini disebutsebagai gen B. Gen B menghasilkan warna

pigmen normal, sedangkan gen b yang resesif mengendalikan warna merah

ungu (pink). Karena gen B bersifat dominan lengkap terhadap gen b, maka

keturunannya yang semua bergenotipe Bb adalah fenotipe pigmen normal.

Page 5: Pedoman pengkajian fenotip kualitatif

5

Warna merah MUda hanya akan muncul pada ikan nila homosigot resesif (bb).

Gambar 3. Kejadian warna hitam, hitam kuning (bronze) dan warna keemasan

(golden) pada ikan mujair (Tilepie. mossambica),

Gambar 3 memperlihatkan tentang kejadian warna hitam, hitam kuning

(bronze) dan warna keemasan (golden) pada ikan mujair (Tilepie. mossambica),

Warna ini dikendalikan oleh gen autozome tunggal juga, tapi adalah gen

dominan tidak lengkap yaitu gen G. Karena allel g yang resesif, maka genotype

Page 6: Pedoman pengkajian fenotip kualitatif

6

heterosigot (Gg) menghasilkan warna yang tidak seperti genotipe GG yang

berwarna hitam, tetapi warna hitam kekuningan (Gg). Dan genotipe gg (resesif)

menghasilkan fenottipe keemasan.

2.2. Gen Autozome Ganda

Contoh yang paling populer mengenai gen autozome ganda adalah pola

sisik pada ikan mas. Pola sisik ditentukan oleh interaksi epistatis antara gen S

clan gen N. Gen S adalah gen yang menentukan bahwa ikan rnas itu bersisik

penuh (genotipe SS clan genotipe Ss) ataukah bersisik jarang (genotipe ss).

Kemudian keberadaan sisik itu ditentukan juga oleh gen N. Gen N merupakan

gen yang memodifikasi fenotipe bersisik menjadi kurang atau bahkan telanjang

(tanpa sisik sama sekali). Genotipe pola sisik yang mengandung genotipe NN

menyebabkan genotipe yang letal atau kematian pada fase awal (embrio atau

larva), misalnya genotipe SS, NN, Ss NN, ss, NN. Selanjutnya genotipe Nn

merubah fenotipe pola sisik menjadi pola sisik garis yaitu genotipe SS, Nn, Ss,

Nn. Genotipe Nn merubah pola sisik jarang/menyebar (ss, nn) menjadi pola

tanpa sisik sama sekali (nude, leather) yaitu genotipe ss, Nn. Dalam bentuk

gambar untuk genotipe-genotipe tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.

Page 7: Pedoman pengkajian fenotip kualitatif

7

Gambar 4. Pola sisik pada ikan Mas sebagai contoh gen autosome ganda

2.3. Populasi Ikan Galur Murni (Breeds true)

Yang dimaksud dengan populasi galur murni disini adalah populasi yang

dapat menghasilkan keturunan (offsprings), memiliki karakteristik tertentu yang

mana fenotipe sama seperti induknya, umpamanya dapat dilihat dalam hal

warna atau pola sisik. Dengan bekal pemahaman mengenai fenotipe dan

genotipe maka dapat dibuat suatu program untuk membuat galur murni untuk

fenotipe tertentu. Beberapa contoh dikemukakan berikut ini.

Page 8: Pedoman pengkajian fenotip kualitatif

8

(1) Ikan nila merah muda (pink)

Bila pigmen yang terdapat pada populasi ikan nila, terdiri dari yang

berpigmen normal dan yang merah muda (pink), kemudian ingin membuat

populasi yang merah muda semua, maka dapat dilakukan hal-hal berikut. Ikan-

ikan yang berpigmen normal (allel B dominan) disisihkan dari populasi. Ini

berarti semua ikan yang memiliki allel B dikeluarkan dari populasi. Sisanya

adalah ikan yang berwarna merah muda (fenotipe resesif) yaitu ikan-ikan yang

resesif homozigot (bb). Karena itu ikan nila merah muda hasil seleksi tersebut

bila dipijahkan di antara mereka akan memberikan keturunan yang semuanya

berwarna merah muda (pink) (Gambar 5).

Page 9: Pedoman pengkajian fenotip kualitatif

9

Gambar 5. Pemilihan Populasi Galur Murni

Cara yang sama dapat dilakukan juga pada ikan warna lain, misalnya

untuk ikan mujair berwarna keemasan (gold mozambique tilapie) atau yang

berpigmen normal (genotipe BB). Dengan demikian populasi galur murni hanya

dapat dibuat dari populasi yang memiliki genotipe homozigot dominan atau

homozigot resesif (Gambar 6) seperti genotipe GG yang berwarna hitam, tetapi

warna hitam kekuningan (Gg) dan genotipe gg (resesif) menghasilkan fenotipe

keemasan.

Page 10: Pedoman pengkajian fenotip kualitatif

10

Gambar 6. Populasi galur murni dari genotipe homozigot doninan atau homozigot resesif

Contoh lain adalah untuk ikan mas galur murni pola sisik jarang

(menyebar, mirror, scattered) atau pola sisik penuh (scaled) yang

bergenotipe homozigot (SS, nn, ss, nn) yang dapat dilihat pada gambar 6

dan 7.

Page 11: Pedoman pengkajian fenotip kualitatif

11

Gambar 7. Galur murni dari pola sisik jarang

Dengan demikian, ini berarti bahwa fenotipe yang dikendalikan oleh

genotipe yang heterozigot tidak dapat dijadikan sebagai galur murni (cannot

breed true), dapat dilihat pada gambar 8 dan 9.

Page 12: Pedoman pengkajian fenotip kualitatif

12

Gambar 8. Pemilihan populasi galur murni dari Genotipe heterozigot

Gambar 9. Pemilihan populasi galur murni dari Genotipe heterozigot

Page 13: Pedoman pengkajian fenotip kualitatif

13

3. Genetika Fenotipe Kuantitatif

Yang dimaksud dengan fenotipe kuantitatif adalah fenotipe yang dapat

diukur atau dihitung seperti bobot, panjang, jumlah jari-jari sirip, jumlah

vertebrae dan sebagainya. Fenotipe kuantitatif biasanya dikendalikan oleh

banyak gene (poligenik). Karena itu strategi pengkajian untuk fenotipe

kuantitatif tidak dapat dianalisis secara sederhana seperti fenotipe kualitatif

yang hanya dikendalikan oleh satu atau dua gen.

Fenotipe kuantitatif pada ikan yang penting di antaranya adalah

pertambahan bobot atau kecepatan tumbuh. Fenotipe ini biasanya merupakan

karakter yang menjadi tujuan utama program seleksi atau peuliaan ikan, baik

seleksi individu maupun seleksi famili.

4. Indikator-indikator genetik

Di dalam suatu unit perbenihan yang memperhatikan secara baik kualitas

benih yang dihasilkannya harus memperhatikan beberapa indikator terjadinya

inbreeding.

Indikator-indikator terjadinya inbreeding dalam suatu pembenihan di

antaranya adalah munculnya fenotipe yang resesif dan fenotipe abnormal.

Fenotipe resesif yang muncul karena terjadinya inbreeding diantaranya adalah

warna albino atau putih. Munculnya sejumlah benih yang albino merupakan

indikator telah terjadinya inbreeding yang terus menerus. Hal ini dapat

menyebabkan terjadinya penurunan kualitas benih, khususnya penurunan

kualitas tumbuh dan melemahnya daya tahan terhadap penyakit atau perubahan

lingkungan. Indikator lain adalah abnormalitas morfologis yang dapat berupa

munculnya sebagian sirip punggung atau sirip lainnya. Kemudian abnormalitas

dapat diukur juga dengan asimetri, artinya adalah bila makin tinggi jumlah

Page 14: Pedoman pengkajian fenotip kualitatif

14

individu yang asimetri dalam populasi ikan, maka makin kuat indikasi terjadinya

inbreeding dalam unit pembenihan tersebut.

5. Penutup

Demikianlah pokok-pokok pikiran yang sederhana mengenai strategi

pengkajian genetika dalam unit pembenihan ikan. Kiranya dapat bermanfaat

bagi pengelola atau pihak manajemen dalam mengatasi berbagai permasalahan

genetika yang sering terjadi dalam unit pembenihan ikan.

DAFTAR RUJUKAN

Ayala, F. and J.A. Kiger. 1984. Modern Genetics. The Benjamin

Cummings, Menlo Park. 923 p. (tidak ada)

Falconer, D.S. 1981. Introduction to quantitative genetics. John Wiley and Sons, 438 p. (tidak ada)

King, R.C. and W.D. Stansfield. 2002. A dictionary of genetics. 6th Ed..

Oxford University Press Inc., New York. 530 p.

Ryman, N. and F. Utter (Eds.). 1987. Population genetics anf fishery management. University of Washington Press, Seatlle. 420 p.

(ada)

Stansfield, W.D. 1989. Schum’s outline of genetics. McGraw-Hill, New York. 392 p.

Strickberger, M.W. 1985. Genetics. Macmillan Publisher Co. Inc, New York.

Tave, D. 1993. Genetics for fish hatchery managers. Van Nostrand

Reinhold, New York. 415 p.