26
LAPORAN KASUS Preeklamsia Berat dan Impending Eklamsia Oleh : Nama : Bram Ray Leonard D NPM : 08700237

PEB + Impending eklamsi (obgyn)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ftgjncg

Citation preview

Page 1: PEB + Impending eklamsi (obgyn)

LAPORAN KASUSPreeklamsia Berat dan Impending Eklamsia

Oleh :

Nama : Bram Ray Leonard D

NPM : 08700237

SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGIRSUD SIDOARJO

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

2013

Page 2: PEB + Impending eklamsi (obgyn)

BAB IPENDAHULUAN

Diagnosis hipertensi gestasional ditegakkan pada perempuan yang

memiliki tekanan darah >140/90 mmHg untuk pertama kalinya setelah pertengahan

kehamilan, tetapi tidak mengalami proteinuria, hamper separuh perempuan tersebut

selanjutnya mengalami sindrom pre eklamsia, ayng meliputi tanda tanda seperti

proteinuria, dan trombositopenia atau gejala , seperti nyeri nyeri kepala atau nyeri

epigastrik . hipertensi gestasional diklassifikasikan ulang sebagai hipertensi transisional

jika tidak timbul bukti preklamsia, dan tekanan darah kembali ke normal pada 12

minggu pasca partum.

Proteinuria merupakan penanda objektif, yang menunjukan terkjadinya

kebocoran endotel yang luas , suatu ciri khas sindrom pre eklamsia , walaupun begitu

jika tekanan darah meningkat signifikan, akan berbahaya bagi ibu sekaligus janin jika

kenaikan ini diabaikan karena proteinuria masih belum timbul. Seperti yang ditekankan

oleh Chesley (1985) 10 persen kejang eklamsia terjadi sebelum ditemukannya

proteinuria

Page 3: PEB + Impending eklamsi (obgyn)

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Preeklamsi paling tepat digambarkan sebagai sindorm khusu – kehamilan

yang dapat mengenai system organ sperti yang telah diuraikan meskipun

prekelamsia lebih dari sekedar hipertensi gestasional sederhana ditambah

proteinuria timbulnya proteinuria tetap merupakan kriteria diagnostic objektif

yang penting proteinuria didefinisikan sebagai ekskresi protein dalam urin yang

melebihi 300 mg dalam 24 jam rasio protein : creatinin urin >0,3 atau

terdapatnya protein sebanayak 30 mg/dl (carik celup 1+) dalam sampel acak

urin secara menetap : (Lindheimer ,Dkk ; 2008a) tidak adaa satupun nilai yang

bersifat mutlak . kepekatan utrin sanagt bervariasi selama siang hari sehingga

hasil pembacaan carikcelup juga sangat bervariasi karena itu pemeriksaan

bahkan mungkin memberikan hasil 1+ atau 2+ pada specimen urin pekat dari

perempuan yang mengekskresikan < 300 mg / hari , semakain berat hipertensi

atau proteinuria semakin pasti diagnosis preeklasmsia dan semakin mungkin

terjadi komplikasi yang merugikan serupa hal tersebut temuan hal yang

abnormal pada pemeriksaan fungsi ginjal hati dan hematologic akan semakin

memastikan diagnosis preeklamsia. Gejala pendahuluan ekslamsia seperti nyeri

kepala dan nyeri epigastric juga semakin memastikan diagnosis. Meskipun

begitu beberapa dapat mengalami preeklamsia atipikal dengan semua aspek

sindrom tetapi tanpa hipertensi atau proteinuria atau tanpa keduanya (Sibai dan

Stella , 2000)

Page 4: PEB + Impending eklamsi (obgyn)

2.2. Epidemiologi

Preeklampsia/eklampsia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi di dunia khususnya negara-negara sedang berkembang. Pada negara sedang berkembang frekuensi dilaporkan berkisar antara 0,3 persen sampai 0,7 persen, sedang di negara-negara maju angka eklampsia lebih kecil, yaitu 0,05 persen sampai 0,1 persen.5 Di Indonesia preeklampsia berat dan eklampsia merupakan penyebab kematian ibu berkisar1,5 persen sampai 25 persen, sedangkan kematian bayi antara 45 persen sampai 50 persen.Eklampsia menyebabkan 50.000 kematian/tahun di seluruh dunia, 10 persen dari total kematian maternal. Kematian preeklampsia dan eklampsia merupakan kematian obsetrik langsung, yaitu kematian akibat langsung dari kehamilan, persalinan atau akibat komplikasi tindakan pertolongan sampai 42 hari pascapersalinan.Banyak faktor yang menyebabkan meningkatnya insiden preeklamsia pada ibu hamil. Faktor risiko yang dapat meningkatkan insiden preeklampsia antara lain molahidatidosa, nulipara, usia kurang dari20 tahun atau lebih dari 35 tahun, janin lebih dari satu, multipara, hipertensi kronis, diabetes mellitus atau penyakit ginjal. Preeklampsia/eklampsia dipengaruhi juga oleh paritas, genetik dan faktor lingkungan

2.3. Etiologi

laporan mengenai eklamsia telah ditelsuri hingga sejauh sebelum 2200 tahun

(Lindheimer,Dkk 2009) sejumlah besar mekaninsme telah diajukan untuk menjelaskan

penyebabnya . preeklamsia tidaklah sederhana “satu penyakit” , melainakna

merupakan hasil akhir berbagai factor yang kemungkinan meliputi sejumlah factor pada

ibu, plasenta, dan janin. Factor factor yang saat ini dinggap penting mencakup :

1. implantasi plasenta disertai invasi trofoblastik abnormal pada pembuluh darah

uterus

2. toleransi imunologis yang bersifat mal adaptif diantara jaringan maternal;,

paternal (plasental) fetal

3. mal adaptasi maternal terhadap perubahan kardiovaskular atau inflammatory

yang terjadi pada kehamilan normal

4. factor factor genetic , termasuk gen predisposisi yang diwariskan , serta

pengaruh epigenetic.

Page 5: PEB + Impending eklamsi (obgyn)

2.4 Patofisiologi

Penyebab preeklamsia masih belum dikatahuai bukti manifestasinya mulai

tampak sejak awal kehamilan , berupa perubahan patofisologi tersamar yang

terakumulasi sepnajang kehamilan , dan akirnya menjadi nyata secara klinis.

Kecuali prosesnya di interupsi oleh kelahiran , perubahan perubahan ini akirnya

menyebabkan keterlibatan organ multiple dengan spectrum klinis yang

berkisradari nyaris tidak nyata hingga penurunan patofisologis katastrofik yang

dapat mengancam nyawa ibu maupun janin. Tanda klinis ini di duga merupakan

akibat vasospasme , disfungsi endotel, iskemia. Meskipun sejumlah besar

dampak sindrom preeklasmsia pada ibu biasanya diuraikan per system organ ,

manifestasi klinis ini sering kali multiple dan bertumpang tindih secara klinis.

Sistem kardiovaskular

gangguan berat pada fungsi kardiovaskular normal lazim terjadi pada

prekelamsia taau eklamsia . gangguan ini berkaitan dengan :

1. peningkatan afterload jantung yang disebabkan hipertensi

2. preload jantung, yang sangat dipengaruhi oleh tidak adannya hypervolemia pada

kehamilan akibat penyakit atau justru meingkat secara iatrogenic akibat infus

larutan kristaloid atau onkotik intravena

3. aktivasi endotel disertai ekstravasasi cairan intravascular kedalma ruang

ekstrasel dan yang penting , kedalam paru – paru salaam kehamilan normal ,

masa ventrikel kiri bertambah , tetapi tidak terdapat bukti yag meyakinkan

mengenai perubahan structural lain yang diinduksi preeklamsia . (Hibbart,Dkk ;

2009)

Page 6: PEB + Impending eklamsi (obgyn)

Perubahan Hemodinamik

Penyimpangan kardiovaskular pada penyakit hipertensiv terkait kehamilan bervariasi

bergantung pda sejumlah factor . penyimpangan ini berpusat pada peningkatan after

load , dan mencakup keparahan hipertensi, adanya penyakit kronis yang mendasari,

adanaya prre eklamsia, dan stadium perjalanan saat mereka dipelajari. Terdapat

sejumlah klaim bahwa pada beberapa perempuan , perubahan ini bahkan dpaat

mendahului awitan hipertensi (Bosio 1999 ; De pacho 2008 ; easterling , 1990 ;

Hibbard,2009 , Dkk) meskipun begitu saat awitan klinis pre eklamsia , terjadi penurunan

keluaran jantung , kemungkinan karena peningkatan tahanan perifer

Volume Darah

Setelah diketahuai selama hamper 100 tahun bahwa hemokonsentrasi merupakan

tanda utama eklamsia. Zeeman dkk., (2009a) memperluas hasil pengamatan Peritchard

, dkk ., (1984) mereka menemukan bahwa pada perempuan eklamtik , hypervolemia

yang normalnya ada mengalami penuruan yang hebat , bahkan tidak terjadi pada

sebagian perempuan . perempua nayng memiliki ukuran tubuh sedang seharusnya

seharusnya memiliki volume darah yang hampir mencpai 5000 ml pada beberapa

minggu terakir kehamilan normal , dibandingkan dengan sekitar 3000 ml saat tidak

hamil. Namun pada eklamsia , sebagian besar atau seluruh penambahan volume

sebanayak 1500 ml ini tidak tercapai . hemo konsentrasi tersebut terjaid akibat

vasokonstriksi generalisata yang mengikuti aktivasi endotel dan kebocoran plasnma

kedalam ruang interistial akibat bertambahanya permeabilitas. Pada perempuan yang

mengalami pre eklamsia , dan bergantung pada keparahannya hemokonsentrasi

biasanya tidak sedemikina nyata. Perempuan dengan hipertensi gestasional tetapi

tanpa preeklamsia , biasnaya memiliki volume darah yang normal (Silver , dkk 1998)

pda perempuan dengan hemokonsetreasi berat , dahulu diajarkan abhwa penuruan

mendadak kadar hematokrit menandakan resolusi preeklamsia , paad scenario ini

terjadi hemodilusi mengikuti pemulihan endotel , disertai kembalinya cairan endotel

kedalam intravascular.

Page 7: PEB + Impending eklamsi (obgyn)

Faktor factor pembekuan lain

Trombofilia adalah defisiensi factor pembekuan darah yang menyebabkan kondisi

hiperkoagulabilitas . tromobfilia dapat berkaitan dengan preeklamsia awitan dini .

fibronectin , suatu gliko protein terkait membrane basal , endotel vascular meningkat

kadarnya pada perempuan yang mengalami preeklamsia (Brubaker, dkk 1992) temjuan

ini sesuai dengan pandangan abhwa preeklamsia menyembabkan endotel pembulkuh

draah yang diikuti dengan gangguan hematologis

Page 8: PEB + Impending eklamsi (obgyn)

2.5. KlasifikasiPreeklamsia

Page 9: PEB + Impending eklamsi (obgyn)

2.6. Diagnosis

1. Anamnesis

Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis preeklamsi lainnya,

faktor resiko serta kemungkinan komplikasi yang terjadi.

2. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan meliputi; peningkatan tekanan

sistolik 30mmHg dan diastolik 15 mmHg atau tekanan darah meningkat lebih dari

140/90mmHg. Tekanan darah pada preeklampsia berat meningkat lebih dari

160/110 mmHg dan disertai kerusakan beberapa organ. Selain itu kita juga akan

menemukan takikardia, takipnu, edema paru, perubahan kesadaran, hipertensi

ensefalopati, hiperefleksia, pendarahan otak (Michael, 2005).

2.8. Diagnosis banding

1. Hipertensi Kronis

2. Hipertensi Gestasional

3. Preeklamsia

2.9. Penatalaksanaan

1) Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:

• Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih, atau

kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih setelah 20 minggu kehamilan dengan riwayat

tekanan darah normal.

• Proteinuria kuantitatif ≥ 0,3 gr perliter atau kualitatif 1+ atau 2+ pada urine kateter atau

midstream.

2) Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut:

• Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.

• Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau 4+.

• Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam.

• Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di epigastrium.

Page 10: PEB + Impending eklamsi (obgyn)

• Terdapat edema paru dan sianosis

• Trombositopeni

• Gangguan fungsi hati

• Pertumbuhan janin terhambat (Lanak, 2004).

Penatalaksanaan Preeklampsia Berat a) Penanganan umum. • Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi, sampai tekanan diastolik

diantara 90-100 mmHg.

• Pasang infus RL ( Ringer Laktat )

• Ukur keseimbangan cairan, jangan sapai terjadi overload

• Kateterisasi urin untuk pengeluaran volume dan proteinuria

• Jika jumlah urin < 30 ml perjam:

o Infus cairan dipertahankan 1 1/8 jam

o Pantau kemungkinan edema paru

• Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat mengakibatkan

kematian ibu dan janin.

• Observasi tanda vital, refleks, dan denyut jantung janin setiap jam.

• Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru. Krepitasi merupakan tanda edema

paru. Jika terjadi edema paru, stop pemberian cairan dan berikan diuretik misalnya

furosemide 40 mg intravena.

• Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan bedside. Jika pembekuan tidak terjadi

sesudah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulapati (Abdul Bari, 2001).

b) Antikonvulsan. Pada kasus preeklampsia yang berat dan eklampsia, magnesium sulfat yang diberikan

secara parenteral adalah obat anti kejang yang efektif tanpa menimbulkan depresi

susunan syaraf pusat baik bagi ibu maupun janinnya. Obat ini dapat diberikan secara

intravena melalui infus kontinu atau intramuskular dengan injeksi intermiten. Infus

intravena kontinu

Page 11: PEB + Impending eklamsi (obgyn)

• Berikan dosis bolus 4 – 6 gram MgSO4 yang diencerkan dalam 100 ml cairan dan

diberikan dalam 15-20 menit.

• Mulai infus rumatan dengan dosis 2 g/jam dalam 100 ml cairan intravena.

• Ukur kadar MgSO4 pada 4-6 jam setelah pemberian dan disesuaikan kecepatan

infuse untuk mempertahankan kadar antara 4 dan 7 mEg/l (4,8-8,4 mg/l).

• MgSO4 dihentikan 24 jam setelah bayi lahir.

Injeksi intramuskular intermiten:

• Berikan 4 gram MgSO4 sebagai larutan 20% secara intravena dengan kecepatan

tidak melebihi 1 g/menit.

Lanjutkan segera dengan 10 gram MgSO4 50%, sebahagian (5%) disuntikan dalam di

kuadran lateral atas bokong (penambahan 1 ml lidokain 2 % dapat mengurangi nyeri).

Apabila kejang menetap setelah 15 menit, berikan MgSO4 sampai 2 gram dalam

bentuk larutan 20% secara intravena dengan kecepatan tidak melebihi 1g/menit.

Apabila wanita tersebut bertubuh besar, MgSo4 dapat diberikan sampai 4 gram

perlahan.

• Setiap 4 jam sesudahnya, berikan 5 gram larutan MgSO4 50% yang disuntikan dalam

ke kuadran lateral atas bokong bergantian kiri-kanan, tetapi setelah dipastikan bahwa:

o Refleks patela (+)

o Tidak terdapat depresi pernapasan

o Pengeluaran urin selama 4 jam sebelumnya melebihi 100 ml • MgSO4 dihentikan 24

jam setelah bayi lahir.

• Siapkan antidotum

Jika terjadi henti napas, berikan bantuan dengan ventilator atau berikan kalsium

glukonat 2 g (20 ml dalam larutan 10%) secara intravena perlahan-lahan sampai

pernapasan mulai lagi.

Page 12: PEB + Impending eklamsi (obgyn)

c) Antihipertensi. • Obat pilihan adalah hidralazin, yang diberikan 5 mg intravena pelan-pelan selama 5

menit sampai tekanan darah turun.

• Jika perlu, pemberian hidralazin dapat diulang setiap jam, atau 12,5 intramuskular

setiap 2 jam.

Jika hidralazin tidak tersedia, dapat diberikan: o Nifedipine dosis oral 10 mg yang diulang tiap 30 menit.

o Labetalol 10 mg intravena sebagai dosis awal, jika tekanan darah tidak membaik

dalam 10 menit, maka dosis dapat ditingkatkan sampai 20 mg intravena (Cunningham,

2003).

d) Persalinan. Pada preeklampsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam. Jika seksio sesarea

akan dilakukan, perhatikan bahwa tidak terdapat koagulopati. Anestesi yang

aman/terpilih adalah anastesia umum. Jangan lakukan anastesia lokal, sedangkan

anestesia spinal berhubungan dengan hipotensi.

Komplikasi

Komplikasi:1. Solusio plasenta

2. Payah: ginjal,jantung,paru disebabkan edema,lever oleh karena nekrosis

3. Pendarahan otak

4. Siendrom HELLP: hemolisis,eleved lever enzyms,low platelet

5. Kematian ibu dan janin.

6. Hypofibrinogenemia

7. Kelainan mata

8. Nekrosif hati.

9. Kelainan ginjal.

10. Prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intrauterina

Page 13: PEB + Impending eklamsi (obgyn)

BAB III LAPORAN KASUS

I. Identitas pasien

Nama : Ny. Kusmiatini

Umur : 38 tahun

Tanggal lahir : -

Agama : Islam

Alamat : pekarungan sukodono RT 18/RW 16 Sidoarjo

pendidikan : SMA

Pekerjaan : swasta

Tanggal pemeriksaan : 21 – 09 – 2013

II. Anamnesis (21-09-2013)

Keluhan utama : kenceng - kenceng

Perjalanan penyakit :

• Pasien datang ke rumah sakit pada tanggal 21-09-2013 dengan keluhan kenceng –

kenceng , pusing

Riwayat penggunaan KB : -

Riwayat pernikahan : suami ke I, menikah 1x selama 15 tahun.

Riwayat persalinan : 2 kali melahirkan

Riwayat abortus : tidak pernah mengalami keguguran.

Riwayat penyakit dahulu : penyakit jantung, paru, hati, ginjal, DM dan hipertensi.

disangkal

Riwayat penyakit keluarga : tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit

seperti ini

Page 14: PEB + Impending eklamsi (obgyn)

Riwayat penyakit keganasan pada keluarga : tidak ada anggota keluarga yang

menderita penyakit keganasan.

Riwayat alergi : tidak mempunyai alergi terhadap obat-obatan, makanan dan cuaca.

III. Pemeriksaan fisik (22-09-2013)

Status present

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Tensi : 180/100 mmHg

Nadi : 82x/menit

Nafas : 20x/menit

Tinggi badan : 154 cm

Berat badan : 63 kg

Status general

Kepala : Normocephali

Mata : Anemis (-/-), ikterik (-/-)

Thorak : Cor S1, S2 tunggal, reguler, murmur (-)

Pulmo : Rhonki-/-, Wheezing-/-

Abdomen : Bising usus (+) normal

Ekstremitas : Edema - / +

Status ginekologi

Abdomen : TFU 22 cm,

Palpasi : Nyeri tekan (-)

Inspekulo : Fluksus (-)

pemeriksaan penunjang : USG :sesuai umur kehamilan

Page 15: PEB + Impending eklamsi (obgyn)

V. Diagnosis Kerja

GII P2002 + 31/32 minggu + TH + letkep+ PEB impending + HELLP Syndrome + BSC + Tbj 1300g

Penatalaksanaan Preeklampsia Berata) Penanganan umum. • Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi, sampai tekanan diastolik

diantara 90-100 mmHg.

• Pasang infus RL ( Ringer Laktat )

• Ukur keseimbangan cairan, jangan sapai terjadi overload

• Kateterisasi urin untuk pengeluaran volume dan proteinuria

• Jika jumlah urin < 30 ml perjam:

o Infus cairan dipertahankan 1 1/8 jam

o Pantau kemungkinan edema paru

• Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat mengakibatkan

kematian ibu dan janin.

• Observasi tanda vital, refleks, dan denyut jantung janin setiap jam.

• Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru. Krepitasi merupakan tanda edema

paru. Jika terjadi edema paru, stop pemberian cairan dan berikan diuretik misalnya

furosemide 40 mg intravena.

• Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan bedside. Jika pembekuan tidak terjadi

sesudah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulapati (Abdul Bari, 2001).

b) Antikonvulsan. Pada kasus preeklampsia yang berat dan eklampsia, magnesium sulfat yang diberikan

secara parenteral adalah obat anti kejang yang efektif tanpa menimbulkan depresi

susunan syaraf pusat baik bagi ibu maupun janinnya. Obat ini dapat diberikan secara

intravena melalui infus kontinu atau intramuskular dengan injeksi intermiten. Infus

intravena kontinu

Page 16: PEB + Impending eklamsi (obgyn)

• Berikan dosis bolus 4 – 6 gram MgSO4 yang diencerkan dalam 100 ml cairan dan

diberikan dalam 15-20 menit.

• Mulai infus rumatan dengan dosis 2 g/jam dalam 100 ml cairan intravena.

• Ukur kadar MgSO4 pada 4-6 jam setelah pemberian dan disesuaikan kecepatan

infuse untuk mempertahankan kadar antara 4 dan 7 mEg/l (4,8-8,4 mg/l).

• MgSO4 dihentikan 24 jam setelah bayi lahir.

Injeksi intramuskular intermiten:

• Berikan 4 gram MgSO4 sebagai larutan 20% secara intravena dengan kecepatan

tidak melebihi 1 g/menit.

Lanjutkan segera dengan 10 gram MgSO4 50%, sebahagian (5%) disuntikan dalam di

kuadran lateral atas bokong (penambahan 1 ml lidokain 2 % dapat mengurangi nyeri).

Apabila kejang menetap setelah 15 menit, berikan MgSO4 sampai 2 gram dalam

bentuk larutan 20% secara intravena dengan kecepatan tidak melebihi 1g/menit.

Apabila wanita tersebut bertubuh besar, MgSo4 dapat diberikan sampai 4 gram

perlahan.

• Setiap 4 jam sesudahnya, berikan 5 gram larutan MgSO4 50% yang disuntikan dalam

ke kuadran lateral atas bokong bergantian kiri-kanan, tetapi setelah dipastikan bahwa:

o Refleks patela (+)

o Tidak terdapat depresi pernapasan

o Pengeluaran urin selama 4 jam sebelumnya melebihi 100 ml • MgSO4 dihentikan 24

jam setelah bayi lahir.

• Siapkan antidotum

Jika terjadi henti napas, berikan bantuan dengan ventilator atau berikan kalsium

glukonat 2 g (20 ml dalam larutan 10%) secara intravena perlahan-lahan sampai

pernapasan mulai lagi.

Page 17: PEB + Impending eklamsi (obgyn)

c) Antihipertensi. • Obat pilihan adalah hidralazin, yang diberikan 5 mg intravena pelan-pelan selama 5

menit sampai tekanan darah turun.

• Jika perlu, pemberian hidralazin dapat diulang setiap jam, atau 12,5 intramuskular

setiap 2 jam.

Jika hidralazin tidak tersedia, dapat diberikan: o Nifedipine dosis oral 10 mg yang diulang tiap 30 menit.

o Labetalol 10 mg intravena sebagai dosis awal, jika tekanan darah tidak membaik

dalam 10 menit, maka dosis dapat ditingkatkan sampai 20 mg intravena (Cunningham,

2003).

d) Persalinan. Pada preeklampsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam. Jika seksio sesarea

akan dilakukan, perhatikan bahwa tidak terdapat koagulopati. Anestesi yang

aman/terpilih adalah anastesia umum. Jangan lakukan anastesia lokal, sedangkan

anestesia spinal berhubungan dengan hipotensi.

Komplikasi

VI. Terapi (post op) cek Darah lengkap, SE post op

infus Rd5 1000cc / 24 JAM

injeksi SM 40 % 4g IM boka / boki selang 6 JAM s/d 24 jam post SC

injeksi Furosemid 3x1

injekksi Alinan 3x1

inj vit C

injeksi Ketorolac 3X1

tab as. Mefenamat 3 x 500 mg

injeksi dexamethasone 4 x 2 ampul

tab nifedipin 3 x 10 mg

bila Hb < 8 pro thrombin PRC s/d Hb> 8

Page 18: PEB + Impending eklamsi (obgyn)

BAB IV PEMBAHASAN

Pre-eklampsia merupakan penyakit dengan tanda-tanda hipertensi,edema,dan

proteinuria yang timbul karena kehamilan. Ekslampsia merupakan penyakit akut dengan

kejang-kejang dan koma pada wanita hamil dan wanita dalam masa nifas disertai dengan

hipertensi,edema,dan proteinuria.

Diagnosis PE ditegakkan berdasarkan adanya dua dari tiga gejala:

Penambahan berat badan yang berlebihan → terjadi kenaikan 1 kg seminggu

beberapa kali

Edema → peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari tangan dan muka

Hipertensi (diukur setelah pasien beristirahat selama 30 menit)

Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg ATAU

Tekanan sistolik meningkat > 30 mmHg ATAU

Tekanan diastolik > 15 mmHg

Tekanan diastolik pada trimester II yang > 85 mmHg patut dicurigai sebagai

bakat PE.

Protein urine.

ProteinuriaTerdapat protein sebanyak 0,3 g/l dalam urin 24 jam ATAU

pemeriksaan kualitatif +1 / +2.

Kadar protein ≥ 1 g/l dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter/urin

porsi tengah, diambil 2 kali dengan jarak waktu 6 jam.

Page 19: PEB + Impending eklamsi (obgyn)

Pemeriksaan tambahan yang diperlukan untuk penegakan diagnosa adalah:

1)   Pemeriksaan laboratorium: Pemeriksaan darh lengkap denagn hapusan darah,

penurunan hemoglobin( nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin untuk wanita hamil

adalah 12-14 gr% ), hematokrit meningkat ( nilai rujukan 37 – 43 vol% ), trombosit

menurun( nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3).

2)   Urinalisis: Ditemukan protein dalam urin

3)   Pemeriksaan fungsi hati

Bilirubin meningkat ( N= < 1 mg/dl )

LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat

Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60 ul.

Serum Glutamat pirufat transaminase ( SGPT ) meningkat ( N= 15-45)

Serum glutamat oxaloacetic trasaminase ( SGOT ) meningkat ( N= <31 u/l )

Total protein serum menurun ( N= 6,7-8,7 g/dl )

Page 20: PEB + Impending eklamsi (obgyn)

BAB V

DAFTAR PUSTAKA

Sutoto J .S. M., 2005, tumor jinak pada alat-alat genetalia dalam. Buku ilmu kandungan. Yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22337/4/Chapter%20II.pdf

Williams Obstetric, 23rd Ed. , 2009