55
i DAFTAR ISI No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1 BAB II TUJUAN ................................................................................. 4 BAB III METODE PENELITIAN .......................................................... 5 BAB IV DESKRIPTIF KLASTER POTENSIAL KABUPATEN BANYUWANGI ....................................................................... 7 4.1 Klaster Industri Batu Bata .......................................................... 7 4.2 Klaster Industri Tahu ................................................................. 9 4.3 Klaster Industri Kerajinan Bambu ............................................... 12 4.4 Klaster Industri Gula Kelapa ....................................................... 15 4.5 Klaster Industri Kerajinan Hasil Kelapa ........................................ 18 4.6 Klaster Industri Pengolahan Hasil Perikanan ................................ 20 4.7 Klaster Industri Kerajinan Bordir ................................................. 22 4.8 Klaster Industri Makanan Ringan ................................................ 24 4.9 Klaster Industri Industri Batik ..................................................... 27 4.10 Klaster Industri Usaha Kerajinan Monte ...................................... 30 4.11 Klaster Industri Genteng ............................................................ 33 4.12 Klaster Industri Kerajinan Kayu .................................................. 35

No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TUJUAN 4 BAB III ... · kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TUJUAN 4 BAB III ... · kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami

i

DAFTAR ISI

No Judul Hal

BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1

BAB II TUJUAN ................................................................................. 4

BAB III METODE PENELITIAN .......................................................... 5

BAB IV DESKRIPTIF KLASTER POTENSIAL KABUPATEN

BANYUWANGI ....................................................................... 7

4.1 Klaster Industri Batu Bata .......................................................... 7

4.2 Klaster Industri Tahu ................................................................. 9

4.3 Klaster Industri Kerajinan Bambu ............................................... 12

4.4 Klaster Industri Gula Kelapa ....................................................... 15

4.5 Klaster Industri Kerajinan Hasil Kelapa ........................................ 18

4.6 Klaster Industri Pengolahan Hasil Perikanan ................................ 20

4.7 Klaster Industri Kerajinan Bordir ................................................. 22

4.8 Klaster Industri Makanan Ringan ................................................ 24

4.9 Klaster Industri Industri Batik ..................................................... 27

4.10 Klaster Industri Usaha Kerajinan Monte ...................................... 30

4.11 Klaster Industri Genteng ............................................................ 33

4.12 Klaster Industri Kerajinan Kayu .................................................. 35

Page 2: No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TUJUAN 4 BAB III ... · kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami

ii

BAB V PEMBANGUNAN KLASTER INDUSTRI DI KABUPATEN

BANYUWANGI ....................................................................... 39

BAB VI PENUTUP .............................................................................. 48

5.1 Kesimpulan ............................................................................... 48

5.2 Saran ........................................................................................ 50

Page 3: No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TUJUAN 4 BAB III ... · kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami

iii

DAFTAR GAMBAR

No Judul Hal

4.1 Peta Klaster Industri Batu Bata di Kabupaten Banyuwangi ............ 8

4.2 Peta Klaster Industri Tahu di Kabupaten Banyuwangi ................... 10

4.3 Peta Klaster Industri Kerajinan Bambu di Kabupaten Banyuwangi . 13

4.4 Peta Klaster Industri Gula Kelapa di Kabupaten Banyuwangi ........ 16

4.5 Peta Klaster Industri Kerajinan Hasil Kelapa di Kabupaten

Banyuwangi ............................................................................... 19

4.6 Peta Klaster Industri Pengolahan Hasil Perikanan

di Kabupaten Banyuwangi .......................................................... 21

4.7 Peta Klaster Industri Kerajinan Bordir di Kabupaten Banyuwangi .. 23

4.8 Peta Klaster Industri Makanan Ringan di Kabupaten Banyuwangi . 25

4.9 Peta Klaster Industri Batik di Kabupaten Banyuwangi ................... 27

4.10 Peta Klaster Industri Usaha Kerajinan Monte di Kabupaten

Banyuwangi ............................................................................... 31

4.11 Peta Klaster Industri Genteng di Kabupaten Banyuwangi ............. 33

4.12 Peta Klaster Industri Kerajinan Kayu di Kabupaten Banyuwangi .... 37

Page 4: No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TUJUAN 4 BAB III ... · kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami

iv

DAFTAR TABEL

No Judul Hal

4.1 Desa Lokasi Klaster Industri Batu Bata di Kabupaten

Banyuwangi ............................................................................... 8

4.2 Peta Klaster Industri Tahu di Kabupaten Banyuwangi .................. 10

4.3 Desa Lokasi Klaster Industri Kerajinan Bambu

di Kabupaten Banyuwangi .......................................................... 14

4.4 Desa Lokasi Klaster Industri Gula Kelapa di Kabupaten

Banyuwangi ............................................................................... 16

4.5 Desa Lokasi Klaster Industri Kerajinan Hasil Kelapa

di Kabupaten Banyuwangi .......................................................... 19

4.6 Desa Lokasi Klaster Industri Pengolahan Hasil Perikanan

di Kabupaten Banyuwangi .......................................................... 21

4.7 Desa Lokasi Klaster Industri Kerajinan Bordir

di Kabupaten Banyuwangi .......................................................... 23

4.8 Desa Lokasi Klaster Industri Makanan Ringan

di Kabupaten Banyuwangi .......................................................... 26

4.9 Desa Lokasi Klaster Industri Batik di Kabupaten Banyuwangi ........ 28

4.10 Desa Lokasi Klaster Industri Usaha Kerajinan Monte

di Kabupaten Banyuwangi .......................................................... 31

4.11 Desa Lokasi Klaster Industri Genteng di Kabupaten Banyuwangi .. 34

4.12 Desa Lokasi Klaster Industri Kerajinan Kayu di Kabupaten

Banyuwangi ............................................................................... 36

Page 5: No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TUJUAN 4 BAB III ... · kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami

1

I. PENDAHULUAN

Kabupaten Banyuwangi merupakan salah satu wilayah di Propinsi Jawa

Timur sedang tumbuh pesat hal ini terlihat dari pencapaian pertumbuhan ekonomi

yang mampu mendekati dan melampaui tingkat pertumbuhan ditingkat propinsi.

Selama lima tahun terakhir tingkat pertumbuhan ekonomi tertinggi adalah sebesar

7,21% mendekati pertumbuhan ekonomi di Provpinsi Jawa Timur sebesar 7,27.

Selama lima tahun terakhir terdapat dua kali pertumbuhan ekonomi Kabupaten

Banyuwangi melampaui pencapaian pertumbuhan ekonomi d Propinsi Jawa Timur

yaitu pada tahun 2009 dan tahun 2013.

Perekonomian Kabupaten Banyuwangi didominasi oleh peran dari sektor

pertanian sebagai penyumbang terbesar. Peranan sektor pertanian dalam adalah

sebesar 44,36%. Sektor ekonomi penyumbang terbesar kedua adalah dari sektor

perdagangan, hotel dan restoran dengan kontribusi sebesar 28,11%, dan

penyumbang terbesar ketiga adalah sektor industri pengolahan dengan kontribusi

sebesar 6.32%.

Data PDRB menunjukan potensi pertanian di Kabupaten Banyuwangi sangat

besar. Potensi pertanian yang besar tersebut sebenarnya sangat memungkinkan

untuk berkembangnya sektor lainnya terutama sektor industri pengolahan. Dengan

potensi pertanian yang ada akan banyak jenis industri yang dapat tumbuh di

Kabupaten Banyuwangi. Pengembangan sektor industri pengolahan ini sangat

penting terhadap sektor pertanian sebab merupakan cara untuk penciptaan nilai

tambah sektor pertanian.

Page 6: No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TUJUAN 4 BAB III ... · kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami

2

Kabupaten Banyuwangi tahun 2013 setidaknya telah memiliki industri

sebanyak 18.305 yang tersebar di seluruh kecamatan. Industri yang ada terdiri dari

beragam jenis mulai industri makanan minuman, minuman, tekstil, industri kayu

serta beragam jenis industri lainnya. Besarnya potensi industri tersebut tentunya

berimplikasi terhadap besarnya penyerapan tenaga kerja. Setidaknya dengan jumlah

indutri yang ada tersebut mampu menyerap 63.305 tenaga kerja.

Negara Indonesia tahun 2015 ini dihadapkan pada pelaksanaan perjanjian

Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Globalisasi membawa dampak dan tantangan

yang sangat besar bagi negara-negara berkembang di dunia termasuk Indonesia.

Pemerintah di banyak negara juga telah melakukan berbagai strategi untuk

menyikapi fenomena globalisasi yang menyebabkan terbentuknya stabilitas baru

dalam sistem perekonomian dunia. Salah satu bukti upaya tersebut adalah ditandai

dengan muncul fenomena klaster di banyak negara. Pendekatan klaster industri

merupakan pendekatan baru yang mampu menjawab market failure, government

failure/policy failure, dan systemic failure, sehingga telah diakui sebagai pendekatan

paling penting untuk bertahan hidup dan bersaing di pasar internasional (Nibedita,

dkk, 2011) dan terbukti berhasil dalam meningkatkan pertumbuhan industri maupun

ekonomi regional.

Pendekatan klaster industri merupakan salah satu kebijakan yang diterapkan

pemerintah untuk dapat memajukan industri skala kecil yang berusaha

mengoptimalkan pembangunan melalui konsep keterkaitan dalam aktivitas ekonomi

masing dalam mencapai keunggulan kompetitifnya dalam cakupan wilayah regional

Page 7: No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TUJUAN 4 BAB III ... · kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami

3

atau fungsional ekonomi tertentu. Melalui pendekatan ini, diharapkan terjadi pola

keterkaitan antar kegiatan baik dalam sektor industri itu sendiri (keterkaitan

horizontal) maupun antara sektorindustri dengan seluruh jaringan produksi dan

distribusi yang terkait dengan industri inti (keterkaitan vertikal). Sehingga biaya

ekonomi produksi dapat lebih efisien dengan penguatan klaster yang akan

meningkatkan daya saing industri dan diharapkan dapat menghadapi persaingan

global.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka pembentukan klaster industri di

Kabupaten Banyuwangi sangat penting untuk segera dilaksanakan sehingga dapat

memacu pembangunan ekonomi di Kabupaten Banyuwangi. Dengan adanya klaster

industri, pengambilan kebijakan ekonomi, baik dalam hal investasi dan

pengembangan produk serta pemasarannya akan menjadi lebih terarah dan sesuai

sasaran.

Page 8: No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TUJUAN 4 BAB III ... · kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami

4

II. TUJUAN

Tujuan yang hendak dicapai dalam kajian Pembentukan Klaster Industri Di

Kabupaten Banyuwangi ini adalah sebagai berikut

a. Memetakan potensi industri dan daerah penghasil bahan baku pada setiap

kecamatan di Kabupaten Banyuwangi;

b. Menganalisis daya saing dan daya dukung wilayah berdasarkan sarana dan

prasarana yang dimiliki oleh masing-masing kecamatan di Kabupaten

Banyuwangi;

c. Menganalisis pembentukan klaster industri yang sesuai dengan potensi yang

dimiliki oleh Kabupaten Banyuwangi; dan

d. Tersusunnya Dokumen Pembentukan Klaster Industri di Kabupaten

Banyuwangi.

Page 9: No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TUJUAN 4 BAB III ... · kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami

5

III. METODE PENELITIAN

Penelitian ini tidak secara murni menggunakan pendekatan deskriptif analitis

yang di dalamnya terdapat pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan ini

dipilih karena di dalamnya selain terdapat penerapan pendekatan penelitian

kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini

diperlukan terutama untuk memahami potensi wilayah serta permasalahan dan

peluang dalam pembentukan klaster industri.

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh langsung melalui metode in depth interview dengan

menggunakan kuisoner sebagai pedoman wawancara. Responden dalam penelitian

ini adalah perangkat kecamatan, perangkat desa serta pelaku usaha yang merupakan

informan kunci.

Sedangkan data sekunder diperoleh melalui BPS Jawa Timur, BPS

Kabupaten Banyuwangi, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten

Banyuwangi, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Banyuwangi, dan

dinas-dinas terkait lainnya. Untuk mendukung ketersediaan data lainnya yang lebih

lengkap, sumber data juga diakses melalui publikasi artikel maupun makalah/jurnal

ilmiah dari internet.

Metode analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini disesuaikan

dengan rumusan masalah yang telah ditetapkan pada bab sebelumnya. Adapun

metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: (i) pemetaan potensi

industri dan wilayah penghasil bahan baku pada setiap kecamatan di Banyuwangi;

Page 10: No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TUJUAN 4 BAB III ... · kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami

6

dengan menggunakan metode deskriptif analitis dan deskripsi interpretatif

berdasarkan data sekunder dan data primer yang didapatkan dari informasi-

informasi yang didapatkan dari key informan; (ii)menganalisa daya saing dan daya

dukung wilayah berdasarkan sarana dan prasarana yang dimiliki oleh masing-

masing kecamatan di Kabupaten Banyuwangi; serta (iii) menganalisis pembentukan

klaster industri yang sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh Kabupaten

Banyuwangi dengan menggunakan analisis klaster. Selanjutnya berdasarkan hasil

analisa yang dilakukan, akan disusun dokumen pembentukan klaster industri di

Kabupaten Banyuwangi.

Page 11: No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TUJUAN 4 BAB III ... · kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami

7

IV. DESKRIPTIF KLASTER POTENSIAL

KABUPATEN BANYUWANGI

Berdasarkan hasil analisis klaster, dapat diketahui bahwa terdapat 12 jenis

industri yang potensial untuk dikembangkan jika dilihat berdasarkan kriteria tenaga

kerja terbesar, nilai produksi terbesar, nilai investasi terbesar, jumlah unit usaha

terbanyak serta ktiteria khusus yang berkaitan dengan industri kreatif dan industri

khas Kabupaten Banyuwangi. Jenis industri potensial tersebut adalah industri batu

bata, industri tahu, industri gula kelapa, industri genteng, industri batik, industri

kerajinan bordir, industri kerajinan monte, industri kerajinan bambu, industri

kerajinan berbahan kayu, industri makanan ringan, industri kerajinan hasil kelapa,

dan industri pengolahan ikan. Secara lebih jelas, berkut gambaran lokasi dan

permasalahan dari masing-masing klaster industri potensial tersebut.

1. Klaster Industri Batu Bata

Kabupaten Banyuwangi memiliki potensi industri berupa klaster industri batu

bata. Perkembangan industri bata ini tidak lepas dari potensi sumberdaya alam

berupa tanah galian sebagai bahan baku pembuatan batu bata yang masih berlimpah.

Klaster Industri batu bata di Kabupaten Banyuwangi tersebar di beberapa kecamatan

seperti pada tabel dan gambar sebagai berikut.

Page 12: No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TUJUAN 4 BAB III ... · kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami

8

Gambar 4.1 Peta Klaster Industri Batu Bata di Kabupaten Banyuwangi

Tabel 4.1 Desa Lokasi Klaster Industri Batu Bata di Kabupaten Banyuwangi

Kecamatan Desa

Genteng Kembiritan

Purwoharjo Glagahagung

Karetan

Purwoharjo

Tegaldlimo Wringipitu

Rogojampi Kedaleman

Watu Kebo

Srono Kebaman

Parijatah kulon

Kalipuro Bulusan

Sempu Temuasri

Temuguruh

Kabat Pakistaji

Macan Putih

Glagah Paspan

Bakungan

Rejosari

Banjarsari

Banyuwangi Sumberrejo

Pengantigan

Page 13: No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TUJUAN 4 BAB III ... · kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami

9

Adapun permasalahan yang dihadapi oleh klaster industri batu bata di

Kabupaten Banyuwangi antara lain sebagai berikut:

a. Sebagian pengusaha batu bata masih kesulitan mengikuti perkembangan

teknologi produksi batu bata. Alat-alat pembuatan batu bata modern dinilai

masih terlalu mahal bagi pengusaha batu batadi daerah tersebut.

b. Produsen batu bata di wilayah Kecamatan Tegaldlimo sudah memiliki

perkumpulan antar produsen batubata tetapi untuk melakukan kegiatannya

masih terkendala biaya operasional sehingga anggota kurang peduli pada

perkumpulan tersebut.

c. Fasilitas pemerintah masih kurang mendukung pengusaha batubata.

Pelatihan, seminar untuk inovasi produk dan potensi pasar serta bantuan

permodalan untuk mendukung perkembangan usaha batubata belum

menyentuh para produsen batubata.

d. Preferensi konsumen berubah pada penggunaan batako sehingga menurunkan

permintaan batu bata.

e. Belum ada pengusaha batu bata yang memiliki izin usaha karena dianggap

tidak mempengaruhi produksi batu bata.

2. Klaster Industri Tahu

Industri tahu merupakan salah satu potensi industri di Kabupaten

Banyuwangi. Tingginya produksi kedelai dan jumlah permintaan terhadap tahu

menyebabkan banyak industri tahu berkembang, bahkan hampir setiap kecamatan di

Kabupaten Banyuwangi terdapat pengusaha tahu. Selain untuk memenuhi

permintaan pasar domestik di Kabupaten Banyuwangi produksi tahu asal Kabupaten

Page 14: No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TUJUAN 4 BAB III ... · kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami

10

Banyuwangi sudah terkenal sampai keluar daerah antara lain Surabaya, Malang,

Jember dan sebagainya.

Berdasarkan analisa klaster dengan variabel jumlah unit produksi dan tingkat

produksi maka wilayah yang masuk dalam klaster industri tahu adalah sebagai

berikut.

Gambar 4.2 Peta Klaster Industri Tahu di Kabupaten Banyuwangi

Tabel 4.2 Desa Lokasi Klaster Industri Tahu di Kabupaten Banyuwangi

Kecamatan Desa

Gambiran

Gambiran

Dusun Stembel

Jajag

Purwodadi

Yosomulyo

Genteng Kaligondo

Setail

Kembiritan

Page 15: No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TUJUAN 4 BAB III ... · kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami

11

Industri tahu merupakan usaha yang potensial mengingat tahu merupakan

salah satu makanan pokok yang banyak dikonsumsi masyarakat sedangkan jumlah

penduduk semakin meningkat setiap tahunnya. Tingginya permintaan akan produk

tahu meningkatnya tingkat produksi dan munculnya pengusaha baru.Industri tahu

umumnya berupa industri rumahan yang tenaga kerjanya lebih banyak berasal dari

daerah tersebut. Salah satu Kecamatan dengan jumlah produsen tahu terbanyak

adalah Kecamatan Gambiran khususnya di Desa Stembel dengan jumlah pengusaha

tahu hampir mencapai 40 orang dengan rata-rata tenaga penyerapan tenaga kerja 4 -

11 orang per industri rumahan tahu yang semuanya berasal dari desa tersebut.

Dengan jumlah penduduk sekitar 500 orang atau 100 kepala keluarga maka hampir

semua tenaga kerja akan terserap diindustri rumahan tahu.

Dengan potensi pertumbuhan yang tinggi home industri tahu harus terus

dikembangkan. Saat ini kondisi peningkatan permintaan tahu yang cukup tinggi

bukan hanya untuk Kabupaten Banyuwangi melainkan untuk daerah sekitarnya

seperti Kabupaten Jember dan beberapa kabupaten lain di Jawa Timur. Dari kondisi

tersebut terbuka peluang bagi home industri tahu untuk memperluas pemasaran tidak

hanya berorientasi pada pasar lokal tetapi juga dipasar regional agar memberi

dampak yang lebih tinggi bagi pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Banyuwangi.

Adapun permasalahan yang terjadi dalam pengembangan klaster industri tahu

di Kabupaten Banyuwangi adalah sebagai berikut:

a. Industri tahu memanfaatkan kedelai lokal, kendala kestabilan terhadap

pasokan kedelai lokal, kestabilan harga kedelai lokal serta kestabilan kualitas

dari kedelai lokal masih sering ditemui oleh pengusaha tahu.

Page 16: No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TUJUAN 4 BAB III ... · kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami

12

b. Tingkat persaingan antar pengusaha tahu masih rendah. Inovasi produk

melalui diversifikasi produk maupun strategi perluasan pasar untuk

meningkatkan nilai penjualan tidak ada.

c. Pengusaha tahu sangat bergantung pada teknik pembuatan tahu konvensional

sehingga membatasi perkembangan teknik pembuatan tahu modern yang

tentunya meningkatkan kualitas hasil produknya

d. Harga bahan baku utama (kedelai) dan bahan baku pendukung sering

berfluktuasi sehingga pengusaha tahu mendapat keuntungan yang lebih

rendah.

e. Belum semua pengusaha tahu memiliki izin usaha karena izin usaha dianggap

tidak mempengaruhi produksi tahu.

f. Fasilitasi pemerintah masih kurang mendukung home industri tahu. Pelatihan,

seminar untuk inovasi produk dan potensi pasar serta bantuan permodalan

untuk mendukung perkembangan usaha tahu belum menyentuh para produsen

tahu.

g. Asosiasi sebagai wadah untuk memperkuat kelembagaan belum berjalan

sebagaimana fungsinya sehingga tidak ada manfaat yang dihasilkan dari

terbentuknya asosiasi tersebut

3. Klaster Kerajinan Bambu

Kabupaten Banyuwangi memiliki potensi industri kerajinan bambu yang

sangat besar. Potensi sumberdaya alam berupa tanaman bambu dapat dimanfaatkan

untuk beragam produk seperti godong (besek ikan), keranjang ikan, dinding bambu,

Page 17: No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TUJUAN 4 BAB III ... · kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami

13

peralatan memasak, peralatan rumah tangga, sampai kepada pemanfaatan untuk

aneka kerajinan dan asesoris.

Industri Kerajinan Bambu di Kabupaten Banyuwangi saat ini dapat

memenuhi kebutuhan lokal dalam negeri juga menembus pasar internasional, seperti

pasar Malaysia, Singapura, dan Brunai Darussalam. Hal ini menunjukkan bahwa

kerajinan bambu merupakan suatu potensi yang perlu dikembangkan lebih lanjut di

Kabupaten Banyuwangi. Wilayah produksi kerajinan bambu hampir tersebar

diseluruh kecamatan di Kabupaten Banyuwangi tetapi hanya ada beberapa

kecamatan yang membentuk klaster industri kerajinan bambu.

Gambar 4.3 Peta Klaster Industri Kerajinan Bambu di Kabupaten Banyuwangi

Page 18: No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TUJUAN 4 BAB III ... · kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami

14

Klaster industri kerajinan bambu tersebar di beberapa kecamatan yaitu

Kecamatan Srono, Muncar, Rogojampi, Cluring, Kalipuro, Genteng, Siliragung,

Tegalsari. Industri kerajinan bambu di Kecamatan yang masuk dalam klaster

beragam, untuk wilayah Kecamatan Srono, Muncar, Cluring, Tegalsari kerajinan

bambu yang dibuat berupa godong atau keranjang ikan, Kerajinan bambu dalam

bentuk asesoris, dan aneka kerajinan lainnya diproduksi di Kecamatan Rogojampi

terutama di Desa Gintangan. Produk Kerajinan bambu di Kecamatan Genteng lebih

didominasi untuk pembuatan Tusuk sate. Kerajinan Bambu untuk peralatan rumah

tangga seperti lasah, capil, tempat nasi, Tompo,

Tabel 4.3 Desa Lokasi Klaster Industri Kerajinan Bambu di Kabupaten Banyuwangi

Kecamatan Desa Produk

Srono Kepundungan, Godong, Keranjang ikan

Kebaman Godong, keranjang ikan

Bagorejo godong, keranjang ikan

Rejoagung Godong, Keranjang ikan

Muncar Tapanrejo Godong, keranjang ikan

Blambangan Godong, Keranjang ikan

Rogojampi Gintangan Aneka kerajinan bamboo

Cluring Sraten Godong, Keranjang ikan

Sarimulyo Godong, Keranjang ikan

Kalipuro Gombengsari

tempat nasi, lasah, keranjang, kurungan, aneka

anyaman bambu

Kalipuro Dinding bambu, anyaman bambu,

Genteng Kembiritan Tusuk Sate

Siliragung Buluagung Kalo

Seneporejo Rinjing

Tegalsari Tegalsari Godong, Kalo, Tompo

Sumber data : survey 2015

Page 19: No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TUJUAN 4 BAB III ... · kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami

15

Adapun permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan klaster industri

kerajinan bambu adalah sebagai berikut:

a. Regenerasi tenaga kerja yang kurang cepat.

b. Pelatihan yang dilakukan oleh pemerintah, kadang kurang sesuai dengan

yang diharapkan (contoh pemerintah memberikan pelatihan desain, tetapi

selama ini para pengrajin mendapatkan pelatihan anyaman, untuk tenaga

kerja baru)

c. Bahan baku rotan yang harus membeli diluar daerah, sehingga memakan

banyak biaya

d. Kalau pesanan banyak, anyaman yang dihasilkan tidak dapat memenuhi

jumlah pesanan (membuatnya membutuhkan waktu banyak), sedangkan

tenaga kerja yang mengayam kurang/terbatas.

e. Ongkos kirim produk yang mahal, jika di kirim keluar daerah.

f. Modal pribadi kadang tidak cukup, sehingga terpaksa harus meminjam ke

bank.

g. Pengerajin godong ikan rata-rata merupakan pekerjaan sampingan, sehingga

kurang memperhatikan peningkatan kapasitas produksi.

4. Klaster Gula Kelapa

Kabupaten Banyuwangi memiliki potensi pertanian subsektor tanaman

perkebunan yaitu komoditas kelapa. Potensi komoditas kelapa memunculkan

peluang berkembangnya industri argosalah satunya industri gula kelapa. Industri

gula kelapa hampir di seluruh wilayah penghasil kelapa terdapat industri rumahan

pengolah gula kelapa. Berdasarkan unit usaha dan kapasitas produksi industri gula

Page 20: No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TUJUAN 4 BAB III ... · kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami

16

kelapa di masing-masing kecamatan di Kabupaten Banyuwangi sebaran klaster

industri gula kelapa adalah sebagai berikut:

Gambar 4.4 Peta Klaster Industri Gula Kelapa di Kabupaten Banyuwangi

Tabel 4.4 Desa Lokasi Klaster Industri Gula Kelapa di Kabupaten Banyuwangi

Kecamatan Desa

Srono Wonosobo

Rejo agung

Glenmore Sepanjang

Bumiharjo

Sumbergondo

Tulungrejo

Sempu Sempu

Tegal Arum

Jambewangi

Karangsari

Temuguruh

Pesanggaran Sarongan

Pesanggaran

Page 21: No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TUJUAN 4 BAB III ... · kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami

17

Kecamatan Desa

Kandangan

Rogojampi Gintangan

Watukebo

Kabat Kabat

Macan Putih

Dadapan

Pondok Nongko

Siliragung Barurejo

Seneporejo

Bangorejo Ringintelu

Sukorejo

Muncar Sumberberas

Wringinpitu

Kalibaru Kalibarumanis

Industri gula kelapa yang ada di Kabupaten Banyuwangi tersebar di wilayah

Kecamatan Wongsorejo, Kalipuro, Banyuwangi, Rogojampi, Glagah, Licin, Kabat,

Songgon, Srono, Tegalsari, Cluring dan Gambiran. Kecamatan yang menjadi

sasaran penelitian adalah Kecamatan Srono dan Kecamatan Rogojampi sebagai

contoh dalam pembentukan klaster industri gula kelapa.

Adapun permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan klaster industri

gula kelapa adalah sebagai berikut:

a. Bahan baku (nira), tergantung dengan cuaca : kalau musim panas dan banyak

angin, maka nira yang didapat sedikit, sehingga produksi turun.

b. Harga beli bahan baku kayu bakar yang mahal

c. Rata-rata peralatan yang digunakan seperti wajan dan cetakan sudah lama,

sehingga produk yang di hasilkan kurang higeinis.

Page 22: No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TUJUAN 4 BAB III ... · kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami

18

d. Pengerajin gula kelapa tidak bisa menjual langsung kepasar, tetapi melalui

pengepul.

e. Pengambilan gula kelapa oleh pengepul terhadang terlambat, sehingga

pengerajin terpaksa mengantar kerumah pengepul.

f. Jalan akses masuk desa banyak yang rusak

g. Teknologi (peralatan) yang digunakan masih sangat sederhana

h. Tidak mempunyai izin usaha

5. Kerajinan Hasil Kelapa

Kerajinan hasil kelapa di Kabupaten Banyuwangi merupakan salah satu

potensi industri yang memliki prospek besar untuk berkembang. Perkembangan

potensi industri hasil kelapa ditopang oleh potensi jumlahtanaman pohon kelapa

yang banyak. Tanaman pohon kelapa mampu dimanfaatkan menjadi beragam barang

yang memiliki nilai tambah dan nilai ekonomi yang tinggi.

Kerajinan hasil kelapa yang ada di Kabupaten Banyuwangi memiliki produk

yang beracam-macam seperti kerajinan batok kelapa, cobek, uleg, piring lidi,

telenan, lemper, dan banyak lagi macamnya. Daerah penghasil hasil kelapa di

Kabupaten Banyuwangi meliputi Kecamatan Rogojampi, Kalipuro, Kabat,

Wongsorejo, Rogojampi, Tegalsari, Songgon, Banyuwangi, Glagah, Cluring, dan

Gambiran.

Page 23: No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TUJUAN 4 BAB III ... · kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami

19

Gambar 4.5 Peta Klaster Industri Kerajinan Hasil Kelapa di Kabupaten Banyuwangi

Industri Kerajinan hasil kelapa di Kabupaten Banyuwangi saat ini bukan

hanya memenuhi kebutuhan lokal dalam daerah namun juga menembus pasar luar

daerah, seperti pasar Situbondo, Bali, Pasuruan, Madura, Jember, Malang,

danYogyakarta. Hal ini menunjukkan bahwa kerajinan hasil kelapa merupakan suatu

potensi yang perlu dikembangkan lebih lanjut di Kabupaten Banyuwangi. Industri

kerajinan hasil kelapa di Kabupaten Banyuwangi sebagian besar merupakan usaha

pribadi. Hal ini menunjukkan minat masyarakat Kabupaten Banyuwangi dalam

wirasusaha hasil kelapa cukup tinggi dan membuka peluang usaha bagi masyarakat

lainnya.

Adapun permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan klaster industri

kerajinan hasil kelapa di Kabupaten Banyuwangi adalah sebagai berikut:

a. Bahan baku kayu kelapa kadang sulit didapat.

b. Harga bahan baku terutama kayu kelapa yang sangat mahal.

Page 24: No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TUJUAN 4 BAB III ... · kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami

20

c. Modal pribadi tidak cukupuntuk melakukan produksi

d. Pengerajin yang tidak mempunyai mesin pembubut, terpaksa harus

membubutkan dirumah tetangga.

e. Selama ini peran pemerintah dirasa masih kurang (seperti mengadakan

pelatihan)

f. Kalau pesanan banyak, maka harus kerja lembur karena tenaga kerja yang

memproduksi tidak mencukupi

g. Ongkos pengiriman barang yang mahal

h. Kerajinan lidi dijual melalui pengepul, tidak langsung dijual sendiri

6. Pengolahan Hasil Perikanan

Industri pengolahan hasil perikanan diKabupaten Banyuwangi merupakan

industri pengolahan hasil perikanan yang sudah terkenal baik secara lokal maupun

luar daerah bahkan sampai keluar negeri. Sebelas Kecamatan di Kabupaten

Banyuwangi merupakan wilayah yang berpantai dengan produksi ikan laut, sehingga

Kabupaten Banyuwangi memiliki potensi dalam pengolahan hasil perikanan yang

cukup besar.

Salah satu wilayah di Kabupaten Banyuwangi yang terkenal dengan

pengolahan hasil perikanan adalah Kecamatan Muncar yang memiliki pelabuhan

terbesar kedua yang ada di Indonesia setelah Bagan Siapi – api di Sumatra.

Kecamatan dengan potensi pembentukan klaster pengolahan hasil perikanan

sebagaimana pada gambar dan tabel.

Page 25: No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TUJUAN 4 BAB III ... · kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami

21

Gambar 4.6 Peta Klaster Industri Pengolahan Ikan di Kabupaten Banyuwangi

Tabel 4.6 Desa Lokasi Klaster Industri Pengolahan Ikan di Kabupaten Banyuwangi

Kecamatan Desa

Muncar Tambakrejo

Kedungrejo

Banyuwangi Kampung Mandar

Sempu Gendoh

Berdasarkan hasil lapang, dapat diketahui bahwa permasalahan yang dihadapi

dalam pengembangan klaster industri pengolahan ikan di Kabupaten Banyuwangi

adalah sebagai berikut:

a. Bahan baku ikan tergantung pada musim dan cuaca, disaat musim tertentu

bahan baku sulit untuk didapatkan.

b. Listrik yang sering padam

Page 26: No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TUJUAN 4 BAB III ... · kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami

22

c. Harga bahan baku ikan yang semakin mahal

d. Mutu ikan kadang kurang bagus, sehingga hasil produksi kurang maksimal.

e. Modal pribadi kadang tidak mencukupi, sehingga harus pinjam ke bank.

f. Kalau bahan baku dilokal sulit untuk didapat, maka terpaksa harus membeli

bahan baku keluar daerah, padahal bahan baku yang dibeli diluar daerah

kualitasnya kurang baik.

g. Pengolah ikan tradisional belum memiliki sarana prasarana yang memadai

sebagai standar keamanan pangan yang baik. Persoalan sanitasi dan higienitas

belum bisa diwujudkan dengan sarana dan prasarana yang dimiliki

pengusaha.

h. Pengusaha ikan olahan tradisional kadang juga sulit untuk diajak melakukan

inovasi, karena mereka takut produk yang dihasilkan malah tidak laku

7. Klaster Industri Kerajinan Bordir

Industri Bordir merupakan salah satu jenis industri yang banyak

berkembangdan menjadi sentra di Kabupaten Banyuwangi. Terdapat sekitar 150

industri bordir di Kabupaten Banyuwangi dengan berbagai macam olahan yang

dapat memenuhi pasar lokal maupun pasar regional. Beberapa wilayah yang telah

berkembang menjadi sentra industri bordir diantaranya adalah di Kecamatan

Genteng, Kecamatan Rogojampi, dan Kecamatan Singojuruh. Wilayah yang

merupakan klaster industri bordir adalah sebagai berikut :

Page 27: No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TUJUAN 4 BAB III ... · kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami

23

Gambar 4.7 Peta Klaster Industri Kerajinan Bordir di Kabupaten Banyuwangi

Tabel 4.7 Desa Lokasi Klaster Industri Kerajinan Bordir di Kabupaten Banyuwangi

Kecamatan Desa

Songgon Balak

Badewang

Songgon

Parangharjo

Sumberbulu

Kabat Bareng

Gombolirang

Benelan lor

Pakistaji

Rogojampi Gintangan

Gladak

Pengatigan

Genteng Kembiritan

Genteng wetan

Page 28: No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TUJUAN 4 BAB III ... · kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami

24

Kecamatan Desa

Genteng kulon

Singojuruh Gambor

Benelan kidul

Gambiran Purwodadi

Wringinagung

Wringinrejo

Berdasarkan hasil penelitian lapang, dapat diketahui bahwa permasalahan

yang menghambat pengembangan klaster industri kerajinan bordir di Kabupaten

Banyuwangi adalah sebagai berikut:

a. Ketergantungan pasokan bahan baku dari luar Kabupaten Banyuwangi seperti

dari wilayah Bali.

b. System kotrak yang tergantung dengan pengusaha besar dari wilayahBali

c. Kurangnya inovasi desain karena ketergantungan desain dari wilayah Bali

d. Kurangnya motivasi pengerajin untuk menciptakan desain karena rendahnya

tingkat keterampilan mendesain.

8. Klaster Makanan Ringan

Salah satu industri yang banyak berkembang adalah industri pengolahan

makanan ringan. Ragam makanan ringan yang diproduksi sangat beragam mulai

makanan khas Banyuwangi sampai makanan ringan khas Jawa Timur. Beberapa

makanan ringan khas Banyuwangi seperti Kue Bagiak, Sale Pisang, dan Kelemben

(bolu). Makanan ringan lainnya yang juga banyak diproduksi adalah rengginang,

marning jagung, manisan dan beberapa pangan olahan lainnya.

Page 29: No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TUJUAN 4 BAB III ... · kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami

25

Industri makanan ringan berdasarkan analisa klaster terdapat wilayah

potensial klaster yaitu di Kecamatan Banyuwangi dan Kecamatan Rogojampi.

Kondisi pengusaha makanan ringan ini pada umumnya bersifat menyebar dan

menggerombol dalam satu wilayah desa. Beberapa wilayah yang potensial

pengembangan industri makanan ringan adalah sebagai berikut:

Gambar 4.8 Peta Klaster Industri Makanan Ringan di Kabupaten Banyuwangi

Klaster industri makanan ringan untuk wilayah Kecamatan Rogojampi

terdapat di wilayah Desa Lemahbang dengna produk yang dihasilkan berupa

makanan khas Banyuwangi seperti Sale Pisang, Bagiak, serta makanan ringan

lainnya seperti masning, opak gulung. Wilayah Kecamatan Banyuwangi yang

merupakan wilayah penghasil makanan ringan terdapat di wilayah Kelurahan Lateng

dengan produk yang dihasilkan berupa bagiak, sale pisang serta beberapa makanan

ringan lainnya

Page 30: No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TUJUAN 4 BAB III ... · kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami

26

Tabel 4.8 Desa Lokasi Klaster Industri Makanan Ringan di Kabupaten Banyuwangi

Kecamatan Wilayah Produk

Kalipuro

Banyuwangi

Desa Pesucen

Kelurahan Lateng

Kelurahan Panderejo

Manisan Pala, Cerme,

Tomat, Asem dan

manisan lainya.

Krupuk, Bagiak, Sale

Pisang makanan ringan

lainnya

Bagiak, Sale pisang, dan

makanan ringan lainnya

Rogojampi Desa Pengatigan

Desa Lemahbang

Marning jagung

Bagiak, Sale pisang,

makanan ringan lainnya Sumber : Survey lapang, 2015

Produksi makanan ringan di Kabupaten Banyuwangi terutama di Kecamatan

Banyuwangi dan Kecamatan Rogojampi sangat banyak ragamnya daripada produksi

dari Kecamatan lainnya, yang sifat usahanya menyebar dan individual.

Adapun permasalahan yang menjadi kendala dalam pengembangan klaster

industri makanan ringan di Kabupaten Banyuwangi adalah sebagai berikut:

a. Harga bahan baku yang terus meningkat sehingga mengurangi tingkat

keuntungan pengusaha.

b. Beberapa produk tergantung kepada beberapa moment seperti moment

perayaan hari besar/hari raya.

c. Masih lemahnya akses informasi pasar terutama guna memasarkan produk

dengan merk sendiri.

d. Inovasi produk yang masih belum terlalu berkembang

Page 31: No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TUJUAN 4 BAB III ... · kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami

27

9. Klaster Industri Batik

Kabupaten Banyuwangi menyimpan potensi industri batik yang potensial.

Dalam perkembangan industri batik telah membentuk beberapa wilayah klaster

diantaranya:

Gambar 4.9 Peta Klaster Industri Kerajinan Batik di Kabupaten Banyuwangi

Wilayah yang merupakan klaster industri batik diantaranya yaitu wilayah

Kecamatan Kabat, Cluring, Banyuwangi, Sempu dan kalipuro. Bebrapa wilayah

yang menjadi obyek penelitian adalah di Kecamatan Kabat yaitu desa Pakistaji,

Kecamatan cluring desa Tampo dan Kecamatan Banyuwangi di Kelurahan

Temenggungan.

Page 32: No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TUJUAN 4 BAB III ... · kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami

28

Tabel 4.9 Desa Lokasi Klaster Industri Kerajinan batik di Kabupaten Banyuwangi

Kecamatan Desa/Kelurahan

Kabat Pakistaji

Cluring Tampo

Banyuwangi Temenggungan

Batik Banyuwangi merupakan sebuah perwujudan nilai estetika ragam hias

khas Banyuwangi. Motif-motif Batik Banyuwangi tidak hanya sebuah perwujudan

estetika dari ragam hias namun juga memiliki nilai–nilai yang dianut oleh

masyarakat Banyuwangi. Semua nama motif dari batik asli Bumi Blambangan

ternyata banyak dipengaruhi oleh kondisi alam.

Banyak motif khas dari batik khas Bumi Blambangan, sampai saat ini, sekitar

21 jenis motif batik asli Banyuwangi yang telah diakui secara nasional. Beberapa

motif Batik Banyuwangi yaitu Gajah Oling, Kangkung Setingkes, Alas Kobong,

Paras Gempal, Kopi Pecah, Sembruk Cacing, Gedegan, Ukel, Blarak Semplah, Moto

Pitik, dan lain sebagainya.

Batik motif Gajah Oling atau Gajah Uling, motifnya berupa hewan seperti

belut yang ukurannya cukup besar. Motif Gajah Oling yang diyakini sebagai motif

asli dari Batik Banyuwangi melambangkan sesuatu kekuatan yang tumbuh dari

dalam jati diri masyarakat Banyuwangi. Pemaknaan motif Gajah Oling berkaitan

dengan karakter masyarakat Banyuwangi yang bersifat religius dengan penyebutan

“Gajah Eling” yang memilki pengertian yaitu gajah yang merupakan hewan

bertubuh besar, berarti maha besar, sedangkan uling berarti eling (ingat), secara utuh

dapat diartikan bahwa Batik Gajah Oling mengajak untuk selalu ingat kepada

Page 33: No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TUJUAN 4 BAB III ... · kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami

29

kemahabesaran Sang Pencipta adalah dasar dari perjalanan hidup masyarakat

Banyuwangi. Ada juga yang menyebutkan gajah uling berbentuk melengkung

layaknya belalai gajah. Ciri batik ini berbentuk seperti tanda tanya, yang secara

filosofis merupakan bentuk belalai gajah dan sekaligus bentuk uling. Di samping

unsur utama, karakter batik tersebut juga dikelilingi sejumlah atribut lain. Di

antaranya, kupu-kupu, suluran (semacam tumbuhan laut), dan manggar (bunga

pinang atau bunga kelapa). Saat ini motif Gajah Oling dikembangkan konsepnya

dengan sedemikian rupa mengikuti selera pasar.

Motif Sembruk Cacing juga motifnya seperti cacing dan motif Gedegan juga

seperti gedeg (anyaman bambu). Motif-motif batik yang ada merupakan cerminan

kekayaan alam yang ada di Banyuwangi. Motif batik seperti di Banyuwangi ini tidak

akan ditemui di daerah lain dan merupakan khas Banyuwangi.

Kota Banyuwangi memiliki beberapa sentra pembatikan, yaitu Sayu Wiwit,

Tirta Wangi, Sritanjung, dan Srikandi yang terletak di kecamatan Banyuwangi,

Virdes Batik di Kecamatan Cluring. Masing – masing sentra pembatikan memiliki

ciri khas, yang mencolok adalah Sanggar batik Sayuwiwit dan Virdes. Sayuwiwit

tetap mempertahankan motif batik Banyuwangi secara konvensional, berdasarkan

pakem lama hanya memainkan warna dan memadukan corak, sedangkan Virdes

mengembangkan Batik Banyuwangi, memadukan pakem dan permintaan konsumen.

Upaya pelestarian batik di Kabupaten Banyuwangi dilakukan oleh Pemkab

setempat, mulai 2009 setiap hari Kamis, Jumat dan Sabtu semua pegawai

Pemerintahan Daerah dan Pegawai Negeri Sipil di Banyuwangi wajib memakai

seragam batik dengan motif Gajah Oling. Upaya lain yang dilakukan yaitu

Page 34: No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TUJUAN 4 BAB III ... · kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami

30

pemakaian busana kesenian khas Banyuwangi yaitu tari Gandrung dan upacara adat

Seblang, serta untuk busana khas daerah Banyuwangi yaitu Jebeng dan Thulik (Pada

Thulik motif batik Gajah Oling dipakai pada udeng tongkosan dan sembong sedang

pada Jebeng motif batik Gajah Oling dipakai untuk kain panjang). Motif batik ini

juga digunakan untuk seragam batik sekolah mulai dari tingkat TK sampai pada

tingkat SMA. Pengeksplorasian terhadap motif-motif baru juga dilakukan untuk

menambah keanekaragaman motif Batik Banyuwangi. Upaya pengenalan Batik

Banyuwangi selain melalui pameran dan rangkaian pelatihan juga dilakukan upaya

pengenalan lebih jauh melalui buku.

Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan klaster industri kerajinan

batik di Kabupaten Banyuwangi adalah sebagai berikut:

a. Regenerasi pembatik, dan ketersediaan tenaga pembatik yang terampil

b. Biaya tenaga kerja yang masih relative mahal sehingga harga jual masih

relatif lebih tinggi

c. Ketergantungan pasokan bahan baku dari wilayah Jawa Tengah dan Bali

d. Ketergantungan terhadap beberapa pasar terutama pasar di Wilayah Bali

10. Klaster Usaha Kerajinan Monte

Kerajinan monte merupakan salah satu industri potensial di kabupaten

Banyuwangi. Perkembangan industri monte tersebar dibeberapa wilayah kecamatan

yaitu Kecamatan Rogojampi, Srono dan Glagah

Page 35: No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TUJUAN 4 BAB III ... · kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami

31

Gambar 4.10 Peta Klaster Industri Kerajinan Monte di Kabupaten Banyuwangi

Tabel 4.10 Desa Lokasi Klaster Industri Kerajinan Monte di Kabupaten Banyuwangi

Kecamatan Desa

Rogojampi Rogojampi

Blimbingsari

Patoman

Gladak

Mangir

Aliyan

Srono Sumbersari

Parijatah kulon

Glagah Kemiren

Page 36: No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TUJUAN 4 BAB III ... · kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami

32

Kerajinan monte merupakan salah satu kerajinan tangan dimana bahan-

bahannya terdiri dari mayoritas monte sebagai hiasannya. Kerajinan Monte menjadi

salah satu kerajinan tangan yang mempunyai nilai seni tersendiri bagi sebagian

penggemar seni kerajinan tangan. Satu bentuk produk kerajinan monte merupakan

asesoris yang banyak digunakan oleh kaum wanita, meski sebenarnya produk untuk

kaum pria juga tersedia.

Bermacam produk Kerajinan Tangan Monte banyak kita temui di galeri

kerajinan, toko asesoris, mall, pasar rakyat, pameran maupun momen-

momen/kegiatan pengenalan produk, diantaranya tas jinjing, tas panggul, dompet,

sabuk pinggang, gelang, kalung dan masih banyak lagi bentuk-bentuk hasil

Kerajinan Tangan Monte.

Inovasi produk menjadi salah satu kunci didalam melakukan pengembangan

produk Kerajinan Tangan Monte, sehingga lebih dapat menarik minat penggemar

seni Kerajinan Monte.

Satu kesempatan untuk dapat mengembangkan usaha, dengan melihat

kecenderungan penghobi kerajinan monte yang mulai meningkat. hingga

mencapai/menembus manca negara.

Adapun permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan klaster industri

monte di Kabupaten Banyuwangi adalah sebagai berikut:

a. Bahan baku utama yaitu monte banyak dipasok dari luar wilayah

Banyuwangi terutama dari wilayah Bali.

b. Ketergantungan terhadap motif pesananPengepul Besar dari Bali.

c. Rendahnya tingkat inovasi desain dari para pengrajin

Page 37: No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TUJUAN 4 BAB III ... · kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami

33

d. Lemahnya inovasi pengerajin dalam menciptakan desain karena masih

lemahnya tingkat keterampilan.

11. Klaster Industri Genteng

Kabupaten Banyuwangi memiliki banyak pengusaha bahkan selalu ada

pengusaha genteng disetiap kecamatan. Dari seluruh kecamatan ada pengusaha

genteng yang membentuk klaster yaitu, Kecamatan Tegaldlimo khususnya di sentra

batu bata Desa Kedunggebang dengan jumlah pengusaha sekitar 20 orang,

Kecamatan Genteng khususnya di wilayah kembiritan dengan jumlah pengusaha

sekitar 10 orang, dan Kecamatan Wongserejo dengan jumlah pengusaha sekitar 10

orang.

Gambar 4.11 Peta Klaster Industri Genteng di Kabupaten Banyuwangi

Page 38: No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TUJUAN 4 BAB III ... · kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami

34

Tabel 4.11 Desa Lokasi Klaster Industri Genteng di Kabupaten Banyuwangi

Kecamatan Lokasi Usaha

Tegaldlimo Kedunggebang

Muncar Kumendung

Wongserejo Wongsorejo

Dengan memahami karakteristik klaster genteng di kecamatan yang telah

disebutkan diharapkan akan memunculkan kebijakan pembangunan atau

pengembangan jenis usaha genteng sebagai salah satu pendukung khususnya

pereknomian bagi masyarakat diwilayah tersebut dan pertumbuhan ekonomi

Kabupaten Banyuwangi pada umumnya.

Berdasarkan hasil penelitian lapang, permasalahan yang dihadapi dalam

pengembangan klaster industri genteng adalah sebagai berikut:

a. Sebagian pengusaha genteng khususnya diwilayah Kecamatan Muncar,

Kecamatan Genteng, dan Kecamatan Wongserojo masih kesulitan mengikuti

perkembangan teknologi produksi genteng. Alat-alat pembuatan genteng

modern dinilai masih terlalu mahal bagi pengusaha gentengdi daerah tersebut.

b. Kendala akses permodalan menjadi faktor utama bagi pengusaha genteng di

tigaKecamatan yang telah disebut diatas dalam mengikuti perkembangan

tekonologi produksi genteng.

c. Preferensi konsumen berubah pada penggunaan genteng plastik sehingga

menurunkan permintaan genteng berbahan baku tanah.

Page 39: No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TUJUAN 4 BAB III ... · kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami

35

d. Tingkat persaingan antar pengusaha genteng masih rendah. Strategi perluasan

pasar untuk meningkatkan nilai penjualan tidak ada.

e. Ketersediaan bahan baku utama (tanah liat) mulai sulit. Bahan baku utama

jauh dari tempat produksi sehingga menambah biaya produksi sedangkan

harga genteng tetap.

f. Belum adanya pengusaha genteng yang memiliki izin usaha karena izin

dianggap tidak mempengaruhi produksi genteng.

g. Asosiasi sebagai wadah untuk memperkuat kelembagaan belum ada.

h. Fasilitas pemerintah masih kurang mendukung pengusaha genteng. Pelatihan,

seminar untuk inovasi produk dan potensi pasar serta bantuan permodalan

untuk mendukung perkembangan usaha genteng belum menyentuh para

produsen genteng

12. Klaster Industri Kerajinan Kayu

Kabupaten Banyuwangi memiliki potensi industri Kerajinan Kayu. Wilayah

sentra produksi kerajinan kayu mebel yang di Kabupaten Banyuwangi adalah di

Kecamatan Cluring, dan Kecamatan Kabat dan Kecamatan Rogojampi. Sentra ini

terbentuk secara alami, bukan atas bentukan pemerintah, sejak 30 tahun yang lalu

lokasi ini sudah mulai terbentuk menjadi sentra industri kerajinan kayu mebel.

Berdasarkan pemaparan tersebut, maka penelitian ini berusaha untuk

mendeskripsikan fenomena klaster industri di ketigaKecamatan yang disebutkan

diatas.

Page 40: No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TUJUAN 4 BAB III ... · kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami

36

Tabel 4.12 Desa Lokasi Klaster Industri Kerajinan Kayu di Kabupaten Banyuwangi

Berdasarkan analisa klaster dengan variabel unit usaha dan tingkat produksi

hasil sebaran industri kerajinan kayu terdapat di beberapa wilayah seperti

Kecamatan Kabat, Banyuwangi, Kalipuro, Rogojampi, Wongsorejo, Purwoharjo,

Glagah, dan Singojuruh. Industri kerajinan kayu mengolah bahan baku kayu menjadi

beraneka macam produk diantara kursi, meja, daun pintu, daun jendela, kusen pintu,

kusen jendela, perabot masak, asesoris, serta beberapa produk lainnya.

Page 41: No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TUJUAN 4 BAB III ... · kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami

37

Tabel 4.12 Desa Lokasi Klaster Industri Kerajinan Kayu di Kabupaten Banyuwangi

Kecamatan Des / Kelurahan

Kabat Kalirejo

Macan Putih

Banyuwangi Lateng

Tukang kayu

Kalipuro Bulusari

Gombengsari

Klatak

Rogojampi Gintangan

Pengatigan

Wongsorejo Sidowangi

Alasbulu

Alasrejo

Purwoharjo Grajakan

Purwoharjo

Glagah Kenjo

Rejosari

Kemiren

Singojuruh Alas malang

Kemiri

Cantuk

Singolatren

Page 42: No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TUJUAN 4 BAB III ... · kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami

38

Adapun permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan klaster industri

kerajinan berbahan kayu adalah sebagai berikut:

a. Bahan baku utama (kayu) yang penjualannya mulai dibatasi oleh Perhutani

membuat pengusaha kayu sulit menambah kapasitas produksi.

b. Perabotan rumah tangga (mebel) dari kayu mulai ditinggalkan konsumen

karena dianggap kurang modern.

c. Tenaga kerja terampil untuk mengukir motif pada kerajinan kayu masih

terbatas. Untuk melatih tenaga kerja baru membutuhkan waktu yang cukup

lama.

d. Hasil olahan kayu terpaku pada motif klasik sehingga perkembangan dan

inovasi produk olahan kayu kurang berkembang.

e. Wilayah pemasaran hanya berorientasi pada pasar lokal. Sebagian pengusaha

hasil kerajian kayu hanya melayani permintaan dari Bali yang motif dan

bentuknya sudah ditentukan sehingga tidak ada inisiatif untuk berinovasi.

f. Fasilitasi pemerintah masih kurang mendukung home industri pengrajin kayu.

Pelatihan, seminar untuk inovasi produk dan potensi pasar serta bantuan

permodalan untuk mendukung perkembangan usaha kerajinan kayu belum

menyentuh para produsen kerajinan kayu.

Page 43: No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TUJUAN 4 BAB III ... · kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami

39

V. PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI

DI KABUPATEN BANYUWANGI

Kabupaten Banyuwangi memiliki potensi industri yang sangat besar terutama

industri kecil dan menengah. Keberadaan industri terdiri dari beragam jenis serta

tersebar di seluruh wilayah kecamatan yang ada. Berdasarkan pengamatan lapangan

diketahui terdapat beragam karakteristik industri yaitu terdapat industri yang berdiri

sendiri secara individualis dan tidak menggerombol antar usaha yang sama, namun

juga terdapat industri yang bergerombol dengan usaha sejenis dalam wilayah yang

sangat berdekatan.

Pembentukan klaster industri ini memiliki tujuan untuk meningkatkan

capabilitas dan peforma dari suatu industri. Industri yang membentuk klaster dan

bergerombol dalam suatu wilayah tertentu diyakini memiliki peforma yang lebih

baik dibandingkan dengan industri yang berdiri sendiri secara individual. Dengan

sebuah klaster setidaknya akan tercipta eksternalitas positif bagi ekonomi

diantaranya sebagai berikut :

1. Adanya identitas spasial dimana dengan adanya identitas tertentu suatu

industri dalam suatu wilayah akan memudahkan dalam proses informasi pasar,

disisi lain akan memudahkan pertukaran informasi pemasok serta informasi

lainnya.

2. Adanya kompetisi yang mendorong kepada peningkatan kualitas barang dan

berusaha untuk meningkatkan kemampuan permintaan pasar. Sehingga hasil

akhir dari klaster diharapkan akan menaikkan daya saing dalam suatu industri.

Page 44: No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TUJUAN 4 BAB III ... · kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami

40

Pembentukan klaster dapat berawal dari sejarah panjang usaha disuatu

wilayah, dimana perkembangan tersebut disebabkan oleh adanya knowledge

spillover pertukaran informasi dari pemilik usaha awal sampai banyak usaha yang

berkembang disana. Perkembangan klaster juga dapat disebabkan oleh faktor buatan

yaitu adanya campurtangan pemerintah dalam membentuk klaster usaha di suatu

wilayah.

Penjabaran mengenai beberapa klaster potensial dalam bab sebelumnya dapat

terlihat terlihat bagaimana usaha tersebut berkembang pada suatu wilayah. Terdapat

beberapa usaha yang bersifat menggerombol dalam suatu kawasan tertentu seperti

industri tahu di Desa Stembel Kecamatan Gambiran, Industri Bordir di Desa

Gambor Kecamatan Singojuruh, serta beberapa industri lainnya yang telah banyak

dijabarkan.

Kondisi eksisting usaha yang ada dapat menjadi landasan manakala akan

dikembangkan. Klaster merupakan upaya untuk membuat suatu bentuk spesialisasi

ekonomi dari suatu wilayah, spesialisasi tenaga kerja, kemudahan aksesibilitas

informasi, adanya kompetisi, pemasok spesialis, dan organisasi serta dukungan

pemerintah.

Dalam pengamatan terhadap 12 jenis industri yaitu industri tahu, industri

gula kelapa, industri bordir, industri kerajinan monte, industri kerajinan bambu,

industri kerajinan kayu, industri makanan ringan, industri pengolahan ikan industri

batik serta beberapa ragam industri lainnya yang diamati ditinjau dari segi sejarah

awal munculnya memperlihatkan beberapa klaster memiliki sejarah panjang sampai

pada akhirnya dalam satu wilayah spasial yang sama, yaitu 1 (satu) dusun memiliki

Page 45: No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TUJUAN 4 BAB III ... · kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami

41

tingkat keahlian usaha yang turun temurun. Contoh industri bordir di Kecamatan

Singojuruh, industri kerajinan bambu di Gintangan Kecamatan Rogojampi, industri

tahu di Kecamatan Gambiran serta banyak lagi wilayah klaster industri lainnya.

Tingkat keahlian yang dimiliki dari daerah yang menjadi pengamatan

penelitian menunjukkan bahwa di wilayah tersebut dari tingkat tenaga kerja spesialis

sudah tercipta. Dimana pembentukan tenaga kerja spesialis tersebut merupakan hasil

dari pertukaran dan transfer pengetahuan dan keahlian dari pemilik usaha awal

sehingga sampai saat ini akhirnya banyak masyarakat yang memiliki keahlian

dibidang usaha tersebut. Banyaknya usaha serupa yang berkembang menyebabkan

banyak orang semakin mengenal wilayah tersebut dengan usahanya sehingga

beberapa daerah identitas spasialnya sudah terlihat.

Berdasarkan pengamatan lapangan terhadap 12 jenis usaha dengan melihat

perkembangan di beberapa wilayah, terlihat bahwa hal yang masih kurang terlihat

adalah dari sisi tingkat kompetisinya. Sebagai contoh adalah dari klaster bordir, jika

diamati dari sisi kemampuan membordir sudah sangat merata hampir di seluruh desa

tersebut mampu untuk membordir, namun tingkat kompetisinya kurang terlihat

sebab selama ini motif bordir seluruhnya termasuk bahan baku seluruhnya pasokan

dan pesanan dari Bali. Kondisi industri bordir ini masuk dalam kondisi klaster pasif

karena produk tidak berkembang seluruhnya hanya berdasarkan perintah, pasar tidak

berkembang hanya mengandalkan pasar Bali dari pengusaha di Bali.

Kondisi kurang kompetitifnya dari industri yang ada juga terlihat pada

industri makanan manisan pala, dalam industri tersebut tingkat teknologi yang

digunakan tidak berkembang, produk yang dihasilkan juga kurang berkembang,

Page 46: No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TUJUAN 4 BAB III ... · kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami

42

mayoritas pengusaha manisan menggunakan teknologi pengemasan yang sangat

sederhana dan kurang ada motivasi untuk mengembangkan kemasan produk.

Kondisi pasar yang relatif tergantung kepada pesanan pengepul.

Dari seluruh pengamatan terhadap industri yang potensial, kondisi klaster

yang terbentuk lebih mengarah kepada kondisi klaster pasif. Industri yang mengarah

kepada klaster aktif adalah dari klaster industri batik, hal tersebut terlihat dari upaya

inovasi motif batik yang terus dikembangkan dan perluasan pemasaran. Klaster

lebih bersifat aktif karena beberapa hal sebagai berikut:

a. Produk berkembang sesuai dengan permintaan pasar (kualitas)

b. Teknologi berkembang untuk memenuhi kualitas produk di pasar

c. Pamasaran lebih aktif mencari pembeli;

d. Terbentuknya informasi pasar;

e. Berkembangnya kegiatan bersama untuk produksi dan pasar (misalnya

pembelian bahan baku bersama, kantor pemasaran bersama dst).

Keunggulan terbentuknya klaster diantaranya adalah terdapat sinergitas

aktivitas yang saling berhubungan antar sesama pengusaha, adanya kompetisi untuk

pengembangan produk terutama peningkatan kualitas produk, aktivitas untuk

memudahkan terbentuknya akses pasar.

Industri yang terdapat di beberapa kecamatan di kabupaten Banyuwangi

potensinya sangat besar seperti industri bordir dimana di beberapa desa klaster

sebagian besar masyarakatnya telah memiliki kemampuan membordir. Contoh

lainnya juga terdapat pada industri tahu, industri monte dan beberapa industri

Page 47: No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TUJUAN 4 BAB III ... · kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami

43

lainnya. Kondisi klaster yang ada masih terlihat mencirikan klaster yang bersifat

pasif, sebab :

a. Produk tidak berkembang (cenderung mempertahankan produk yang sudah

ada)

b. Teknologi tidak berkembang (memakai teknologi yang ada, biasanya

tradisional, tidak ada investasi untuk peralatan dan mesin)

c. Pasar lokal (memperebutkan pasar yang sudah ada, tidak termotivasi untuk

memperluas pasar, ini mendorong terjadinya persaingan pada tingkat harga

bukan kualitas) dan tergantung pada perantara/pedagang perantara.

d. Tingkat keterampilan pelakunya statis (keterampilan turun temurun) Tingkat

kepercayaan pelaku dan antar pelaku rendah (modal sosialnya rendah,

mendorong saling menyembunyikan informasi pasar, teknis produksi dsb)

e. Informasi pasar sangat terbatas (hanya perorangan atau kelompok tertentu

yang mempunyai akses terhadap pembeli langsung).

Kondisi industri yang ada dalam klaster lebih cenderung tidak berkembang

karena produk yang dihasilkan tidak berkembang, peralatan sederhana kurang mau

untuk mengiventariskan peralatan yang lebih baik. Sepertiindustri manisan pala di

Desa Pesucen apabila di lihat jumlah pengusaha manisan disana sudah sekitar 20

pengusaha di satu desa. Dinilai dari spesialisasi tenaga kerja diwilayah tersebut

sudah terlihat pengusaha sudah sangat terampil (spesialisasi tenaga kerja) untuk

menghasilkan produk manisan yang berkualitas namun hanya sedikit pengusaha

Page 48: No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TUJUAN 4 BAB III ... · kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami

44

yang memiliki kemauan untuk berkembang untuk memperbanyak jenis manisan, dan

perbaikan kualitas kemasan.

Keberadaan klaster ini seharusnya memberikan eksternalitas positif dengan

semakin terpacu pengusaha sejenis untuk saling berkompetisi dalam perbaikan

kualitas hasil produksi namun di beberapa pengamatan kondisi tersebut tidak terjadi.

Beberapa hal yang menyebabkan kurang terjadinya kompetisi antar pengusaha

adalah sebagai berikut :

1. Pengetahuan akan diversifikasi produk masih lemah.

2. Motivasi pengusaha yang masih rendah

3. Kekhawatiran akan ketiadaan pasar terhadap produk olahan terbarunya

4. Belum kuatnya organisasi yang menaungi keberadaan usaha untuk

mendorong kearah yang lebih maju.

5. Masih lemahnya akses informasi pasar.

Kondisi klaster industri pada umumnya memperlihatkan kondisi karakteristik

klaster pasif. Kondisi klaster tesebut membuat kawasan setra industri menjadi

kurang berkembang. Salah satu upaya agar industri dapat lebih berkembang adalah

mendorong sentra yang ada bergeser dari kondisi klaster pasif menjadi klaster aktif.

Upaya mendorong suatu sentra industri dari jenis klaster apasif menjadi

klaster aktif bukan suatu upaya yang mudah. Terdapat beberapa kendala yang

dihadapi terkait masalah rendahnya motivasi pelaku usaha untuk berkembang. Salah

satu ekternalitas positif dari adanya klaster adalah munculnya kompetisi yang

Page 49: No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TUJUAN 4 BAB III ... · kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami

45

membuat usaha dalam sebuah klaster menjadi lebih cepat berkembang. Tahapan

dalam pengembangan menuju klaster aktif adalah sebagai berikut:

1. Tahapan Pembentukan Kelompok.

Tinggi rendahnya tingkat kompetisi yang ada dalam klaster sangat

ditentukan oleh tingkat motivasi para pelaku usaha. Tingkat pertumbuhan

klaster menjadi aktif sangat ditentukan oleh motivasi pelaku usaha maka dalam

mendorong klaster pasif menjadi klaster aktif. Upaya pembentukan kelompok

usaha kreatif ini sebagai embrio dalam memotivasi pelaku usaha dapat lebih

berkembang. Pemerintah dapat melakukan upaya inisiasi, motivasi dan

pendampingan mengenai manfaat kelompok usaha kreatif. Upaya ini dapat

dilakukan oleh beberapa SKPD terkait mulai Dinas Perindustrian, perdagangan

dan Pertambangan, Dinas Koperasi dan UMKM, Dinas Pemuda dan Olahraga,

serta instansi lain untuk mendorong terbentuknya kelompok usaha kreatif.

Indicator keberhasilan dari kelompok usaha kreatif ini adalah dari peran

aktif kelompok usaha dalam mencoba berbagai upaya pengembangan industri,

semisal usaha bordir apabila sudah terbentuk kelompok usaha dapat terlihat

aktivitas kelompok yang mendorong para pengusaha mampu untuk

menghasilkan motif bordir khas sendiri, dan beberbagai upaya pengembangan

lainnya.

2. Peningkatan Inovasi Produk

Tahapan Kedua dalam upaya mendorong sebuah klaster adalah dengan

meningkatkan inovasi produk. Klaster pasif salah satu karakteristiknya adalah

produk yang dihasilkan kurang berkembang dan investasi peralatan masih

Page 50: No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TUJUAN 4 BAB III ... · kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami

46

kurang. Dalam tahapan ini adalah merupakan upaya untuk meningkatkan

tingkat inovasi dari produk. Upaya inisiasi peningkatan produk ini dimulai

dari kelompok usaha kreatif yang diharap-kan dapat menjadi pilot

percontohan terhadap pengusaha yang lainnya.

Peningkatan inovasi produk dapat berupa perbaikan mutu produk,

penambahan diversifikasi produk, serta perbaikan kualitas kemasan. Inovasi

produk dapat pula berupa peningkatan legalisasi usaha karena selama ini

industri yang ada tanpa perizinan, sehingga beberapa usaha tidak memiliki

hak merk. Dengan peningkatan legalisasi usaha diharapkan industri yang ada

akan lebih berkembang.

Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dalam upaya pengembangan

inovasi produk ini dapat mengambil peran dengan program-program

pelatihan perbaikan kualitas produk, program pelatihan adopsi teknologi,

program-program pemberian bantuan peralatan produksi, program bantuan

perizinan. Bebrapa pihak yang dapat terlibat diantaranya adalah Dinas

Perindustrian, perdagangan, dan Pertambangan, Dinas Koperasi dan UMKM,

Dinas Pertanian, perkebunan dan Kehutanan, Dinas Peternakan, Dinas

Kelautan & Perikanan,dandinas-dinas teknis lainnya.

Hasil yang dituju dari upaya pengembangan inovasi produk ini adalah

semakin meningkatnya kualitas produk baik rasa, bentuk dari produk

tersebut, kemasan produk sampai kepada bagaimana industri yang ada

memiliki legalitas.

Page 51: No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TUJUAN 4 BAB III ... · kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami

47

3. Penguatan Akses informasi

Tahapan ketiga dalam upaya pengembangan klaster adalah dengan

meningkatkan akses informasi baik akses informasi input sampai informasi

pasar. Kendala utama dalam pengembangan produk adalh masih rendahnya

tingkat penjualan dimana salah satu penyebabnya adalah minimnya informasi

yang dimiliki pengusaha.

Keberadaan klaster industri ini memberikan peluang terbukanya

informasi. Kondisi wilayah sentra industri memperlihatkan masih minimnya

sarana informasi pemasaran. Berdasarkan tahapan-tahapan sebelumnya agar

produk yang telah dihasilkan dapan lebih berkembang perlu untuk ditunjang

oleh upaya pemasaran, namun pemasaran ini adalah bagaimana usha tersebut

dapat langsung bertemu dengan pembeli.

Pemerintah daerah dalam upaya meningkatkan tingkat informasi

pengusaha dapt mengambil peran dengan memberikan sarana prasaran untuk

memperkenalkan sentra industri seperti pembangunan gapura, banner, Baliho,

maupun media lainnya yang menginformasikan identitas wilayah tersebut.

Selain itu upaya pemasaran melalu media informastika seperti media internet

juga dapat menjadi salah satu langkah untuk meningkatkan akse informasi

keberadaan industri tersebut sehingga identitas spasial akan semakin kuat.

Page 52: No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TUJUAN 4 BAB III ... · kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami

48

VI. PENUTUP

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa klaster di Kabupaten Banyuwangi terdapat

beberapa kesimpulan sebagai berikut:

a. Kabupaten Banyuwangi memiliki potensi industri mikro-kecil sebanyak

18.302 unit usaha yang terdiri dari beragam jenis usaha dan tersebar di

seluruh kecamatan.

b. Dengan mempertimbangkanfaktor-faktor: unit usaha, nilai produksi,

investasi, dan jumlah tenaga kerja, penelitian yang fokus pada 12 jenis

industri. Berdasarkan hasil analisa klaster dengan menggunakan variabel

tersebut, maka didapatkan gambaran sebaran klaster sebagai berikut:

Klaster Kerajinan bambu terpusatdi Kecamatan Srono, Rogojampi, dan

Kalipuro.

Klaster Industri Gula Kelapa terpusat di Kecamatan Srono dan

Rogojampi.

Klaster Industri Batu bata terpusatdi Kecamatan Genteng, Tegaldlimo

dan Kabat.

Klaster Industri Kerajinan Monteterpusatdi Kecamatan Rogojampi, Srono

dan Glagah.

Klaster Industri Kerajinan Bordir terpusatdi Kecamatan Rogojampi,

Genteng, dan Singojuruh.

Page 53: No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TUJUAN 4 BAB III ... · kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami

49

Klaster Industri Kerajinan kayu terpusatdi Kecamatan Kabat, Rogojampi,

dan Cluring.

Klaster Industri Genteng terpusatdi Kecamatan Tegaldlimo, Wongserejo

dan Muncar.

Klaster Industri tahu terpusatdi Kecamatan Gambiran, Cluring dan

Genteng

Klaster Industri Makanan Ringan terpusatdi Kecamatan Banyuwangi,

Kalipuro dan Rogojampi.

Klaster Industri Kerajinan Hasil Kelapa terpusatdi Kecamatan Kabat,

danGlagah

Klaster Industri pengolahan ikan terpusatdi Kecamatan Muncar,

Banyuwangi, Srono dan Sempu.

Klaster Kerajinan Batik terpusatdi Kecamatan Kabat, Cluring,dan

Banyuwangi

c. Wilayah klaster terhadap masing-masing usaha memperlihatkan bahwa

kegiatan usaha IKM dalam wilayah tersebut memiliki sejarah panjang yang

pada akhirnya menjadikan wilayah tersebut memiliki kekhususan dalam

tenaga kerja spesialis dan identitas spasialnya, baik dari hulu hingga hilir.

d. Mayoritas IKM masih masuk dalam kategori klaster pasif, yaitu industri batu

bata, industri genteng, industri tahu, industri bordir, industri monte, industri

gula kelapa, industri makanan ringan, industri bambu dan industri genteng

yang dicirikan oleh produk tidak berkembang (jenis dan kualitasnya),

Page 54: No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TUJUAN 4 BAB III ... · kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami

50

investasi teknologi rendah, informasi pasar rendah, dan tergantung pihak

perantara.

e. Beberapa industri yang mencerminkan klaster aktif, diantaranya industri

industri batik, industri kayu, industri pengolahan ikan, dicirikan oleh kondisi

produk berkembang baik jenis maupun kualitas, investasi teknologi

berkembang, informasi pasar lebih berkembang.

f. Kendala pengembangan klaster terletak kepada kurangnya kompetisi akibat

kurangnya inovasi pelaku usaha untuk mengembangkan usahanya karena

beberapa hal diantaranya kurangnya motivasi pelaku usaha, tingkat

pengetahuan pelaku usaha untuk pengembangan produk, ketiadaan sarana

pendukung untuk pengembangan produk.

g. Permasalahan lainnya adalah belum adanya suatu bentuk

kelembagaan/organisasi yang memayungi serta aktif mendorong pelaku usaha

untuk terus berkembang.Ketiadaan akses pasar dan infrastruktur pemasaran

yang memadai, menyebabkan pola pemasaran masih relatif stagnan (misalkan

monte dan bordir ) dan yang tergantung pada kontrak pengusaha besar di

Bali.

2. Saran

Pengklasteran wilayah industri kecil menengah (IKM) ini adalah

menghasilkan data base yang cukup penting dan strategis bagi Pemerintah

Kabupaten Banyuwangi. Sehubungan dengan itu, beberapa saran yang perlu

mendapat perhatian untuk pengembangan klaster IKM ke depan, adalah:

Page 55: No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TUJUAN 4 BAB III ... · kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami

51

a. Bagi setiap klaster industri (terutama terbanyak tergolong pasif), faktor yang

perlu mendapat perhatian dalam peningkatan kemampuan inovasi pelaku

usaha adalah pembentukan kelompok usaha kreatif.Untuk maksud tersebut

perlukajian peningkatan peran klaster melalui penataan klaster dan

peningkatan inovasi melalui pembentukan kelompok usaha kreatif.

b. Penataan dan pengelolaan IKM di Kabupaten Banyuwangi dalam

membangun networking (hulu – hilir), diperlukan dukungan sarana dan

prasarana produksi dan pemasaran, peralatan dan dukungan pembinaan-

pembinaan sumberdaya manusia pelaku IKM.

c. Untuk menunjang pemasaran hasil produksi IKM di Kabupaten Banyuwangi,

perlu dikaji penetapan networking dan outlet berbagai output strategis.

d. Sebagai penguatan eksistensi IKM di Kabupaten Banyuwangi, perlu ditelaah

secara akademis berbagai faktor pendukung sebagai muatan ilmiah

penyusunan regulasi peningkatan dan pengembangan peran Industri kecil

menengah secara berkelanjutan.