39
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Arahan Strategi Kebijakan Reklamasi Lahan Pasca Penambangan PT. Aneka Tambang Tbk Unit Bisnis Pertambangan Nikel Daerah Operasi Maluku Utara Penambangan nikel oleh PT. Aneka Tambang Tbk Unit Bisnis Pertambangan Nikel Daerah Operasi Maluku Utara Kabupaten Halmahera Timur di Tanjung Buli berlangsung sejak Tahun 2001. Luas kuasa pertambangan eksploitasi adalah 39.040 Ha meliputi tiga lokasi yaitu Pulau Gee, Tanjung Buli dan Mornopo. Untuk wilayah Tanjung Buli sampai dengan triwulan I tahun 2007 lahan yang telah di leklamasi seluas 92,79 Ha. Kebijakan reklamasi ditujukan agar pembukaan lahan untuk pertambangan seoptimal mungkin dan setelah digunakan dapat segera dipulihkan fungsi lahannya. Meningkatkan kualitas lahan dengan cara melakukan reklamasi lahan pasca penambang merupakan kepentingan masyarakat banyak sehingga tujuan reklamasi harus mengakomodir aspek ekologi, ekonomi, sosial serta kelembagaan. Untuk mendapatkan skenario arahan strategi kebijakan reklamasi lahan pasca penambangan nikel pada lahan konsesi PT. Aneka Tambang Tbk maka digunakan pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP). Metode yang digunakan ialah comparative judgment atau skala banding secara berpasangan, prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitanya dengan tingkat di atasnya. Nilai bobot dari bobot 1 sampai dengan 9. Nilai bobot 1 menggambarkan sama penting, ini berarti atribut yang sama skalanya, nilai bobotnya 1, sedangkan nilai bobot 9 menggambarkan kasus atribut yang penting absolut dibandingkan dengan yang lainnya. Menentukan arahan strategi kebijakan reklamasi lahan pasca penambangan diperlukan pembobotan peran dan fungsi para stakehoder agar mengetahui tingkat kontribusi dalam pengelolaan lahan pasca penambangan Stakeholders yang berperan yaitu PEMDA, Perusahaan, LSM, Perguruan Tinggi/Lembaga Penelitian dan Masyarakat. Hasil pembobotan peran menunjukan PEMDA berperan penting dibandingkan stakeholders lainya dengan bobot peran 0,501. Fungsi dan peran PEMDA adalah sebagai regulator, mediator dan konsultan dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan (PERDA) tentang pengelolaan lahan pasca penambangan.

Bab Reklmasi Hal 24

Embed Size (px)

DESCRIPTION

penghijauan

Citation preview

Page 1: Bab Reklmasi Hal 24

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Arahan Strategi Kebijakan Reklamasi Lahan Pasca Penambangan PT. Aneka Tambang Tbk Unit Bisnis Pertambangan Nikel Daerah Operasi Maluku Utara

Penambangan nikel oleh PT. Aneka Tambang Tbk Unit Bisnis Pertambangan

Nikel Daerah Operasi Maluku Utara Kabupaten Halmahera Timur di Tanjung Buli

berlangsung sejak Tahun 2001. Luas kuasa pertambangan eksploitasi adalah 39.040

Ha meliputi tiga lokasi yaitu Pulau Gee, Tanjung Buli dan Mornopo. Untuk wilayah

Tanjung Buli sampai dengan triwulan I tahun 2007 lahan yang telah di leklamasi

seluas 92,79 Ha. Kebijakan reklamasi ditujukan agar pembukaan lahan untuk

pertambangan seoptimal mungkin dan setelah digunakan dapat segera dipulihkan

fungsi lahannya. Meningkatkan kualitas lahan dengan cara melakukan reklamasi

lahan pasca penambang merupakan kepentingan masyarakat banyak sehingga

tujuan reklamasi harus mengakomodir aspek ekologi, ekonomi, sosial serta

kelembagaan. Untuk mendapatkan skenario arahan strategi kebijakan reklamasi

lahan pasca penambangan nikel pada lahan konsesi PT. Aneka Tambang Tbk maka

digunakan pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP).

Metode yang digunakan ialah comparative judgment atau skala banding

secara berpasangan, prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan

relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitanya dengan tingkat di

atasnya. Nilai bobot dari bobot 1 sampai dengan 9. Nilai bobot 1

menggambarkan sama penting, ini berarti atribut yang sama skalanya, nilai

bobotnya 1, sedangkan nilai bobot 9 menggambarkan kasus atribut yang penting

absolut dibandingkan dengan yang lainnya.

Menentukan arahan strategi kebijakan reklamasi lahan pasca penambangan

diperlukan pembobotan peran dan fungsi para stakehoder agar mengetahui tingkat

kontribusi dalam pengelolaan lahan pasca penambangan Stakeholders yang berperan

yaitu PEMDA, Perusahaan, LSM, Perguruan Tinggi/Lembaga Penelitian dan

Masyarakat. Hasil pembobotan peran menunjukan PEMDA berperan penting

dibandingkan stakeholders lainya dengan bobot peran 0,501. Fungsi dan peran

PEMDA adalah sebagai regulator, mediator dan konsultan dalam merumuskan dan

menetapkan kebijakan (PERDA) tentang pengelolaan lahan pasca penambangan.

Page 2: Bab Reklmasi Hal 24

107

Aspek-aspek yang menjadi pertimbangan dalam kebijakan seperti ekologi, ekonomi,

sosial dan kelembagaan, melalui proses AHP menunjukan bahwa aspek ekologi yang

berperan penting dengan bobot 0,324. Aspek ekologi menunjang keberlanjutan

aspek-aspek lainnya dalam menentukan keberlanjutan kehidupan masyarakat sekitar

lahan pasca penambangan.

Dengan mengakomodir peran dan aspek yang mendominasi tersebut,

tersusunlah beberapa alternatif arahan strategi kebijakan. Analisis diarahkan untuk

menemukan alternatif yang memuaskan dan terbaik di antara alternatif-alternatif yang

tersedia. Strategi kebijakan pengelolaan lahan pasca penambangan berbasis

lingkungan dan berkelanjutan serta bernilai ekonomis bagi masyarakat setempat

menjadi prioritas karena perekonomian masyarakat mengandalkan sumberdaya alam

sebagai sumber penyedia bahan mentah untuk kelangsungan hidup.

Page 3: Bab Reklmasi Hal 24

109

Hasil penggabungan pendapat kelompok stakeholders yang terlibat menggunakan

metode AHP diolah dengan software expert choice 2000 (Tabel lampiran 2) dengan

indeks inkonsistensi 0,02 dan diperoleh aktor yang berkepentingan dalam

peningkatan kualitas lahan untuk pengelolaan reklamasi lahan pasca penambangan

nikel di PT. Aneka Tambang Tbk adalah PEMDA sebagai instansi teknis yang sangat

terkait dengan pengelolaan reklamasi lahan pasca penambangan mendapat prioritas

pertama dengan bobot nilai 0,501, prioritas kedua yang berpengaruh adalah

Perusahaan dengan bobot nilai 0,219, aktor berikutnya adalah LSM dengan bobot

nilai 0,109, Perguruan Tinggi/Lembaga Penelitian dengan bobot nilai 0,102 dan aktor

yang terakhir adalah Masyarakat dengan bobot nilai 0,068. Untuk nilai prioritas

kelompok stakeholder dapat dilihat pada Tabel 29 dan Tabel lampiran 2.

Tabel 29. Nilai prioritas kelompok stakeholders

No. Aktor Bobot kepentingan Prioritas

1. PEMDA 0,501 1

2. Perusahaan 0,219 2

3. LSM 0,109 3

4. Perguruan Tinggi/Lembaga Penelitian 0,102 4

5. Masyarakat 0,068 5

Tabel 30 menunjukan peran dan fungsi masing-masing kelompok

stakeholders. Adanya kegiatan penambangan nikel di PT. Aneka Tambang Tbk,

PEMDA mengharapkan pengembangan sumberdaya mineral yang merupakan

mesin pembangunan yang berkelanjutan, sedangkan pihak perusahaan

mengharapkan keuntungan yang memadai. Kedua aktor tersebut memiliki

tanggung jawab terhadap pengelolaan lingkungan. LSM mempunyai peran untuk

melakukan pemantauan dan pengawasan di lapangan, baik terhadap kualitas

lingkungan, pengelolaan lingkungan pasca penambangan maupun terhadap usaha-

usaha penegakan hukum lingkungan. PT/LP diharapkan menjadi penyedia

informasi pengetahuan dan teknologi (IPTEKS) serta hasil-hasil penelitian

pengelolaan lahan pasca penambangan. Masyarakat mempunyai hak untuk

dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan. Dengan melibatkan

masyarakat dari tahap perencanaan, pelaksanaan kegiatan, sampai monitoring dan

evaluasi serta pemanfaatan hasil-hasil kegiatan secara berkelanjutan.

Page 4: Bab Reklmasi Hal 24
Page 5: Bab Reklmasi Hal 24

Ill

Mengingat pentingnya peran PEMDA seperti pada Tabel 30, maka pengelolaan

reklamasi lahan pasca penambangan nikel di PT. Aneka Tambang Tbk menjadi

prioritas pertama bagi PEMDA dengan bobot nilai 0,501. Pengelolaan reklamasi

lahan pasca penambangan nikel di PT. Aneka Tambang Tbk menjadi prioritas

PEMDA tetapi perusahaan juga diharapkan bersama-sama dengan PEMDA untuk

melakukan hal tersebut, disebabkan pada kenyataan di lapang (defacto) maupun

secara de jure (dilandasi dengan hukum), pengaruh dan peran dari PEMDA dan

pihak perusahaan ini mengacu pada UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup maupun peraturan tentang reklamasi lahan pasca penambangan

Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 1211. K/008/M.PE/1995 tentang

Pencegahan dan Penanggulangan Perusakan dan Pencemaran Lingkungan pada

Kegiatan Usaha Pertambangan Umum, KEPDIRJEN Pertambangan Umum

No. 336. K/271/DDJP/1996 tentang jaminan reklamasi dan saat ini telah di perkuat

dengan diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, pasal

22 menyatakan dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai kewajiban :

butir (b) meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dan butir (k) melestarikan

lingkungan hidup. Oleh sebab itu maka pemerintah daerah memiliki kekuasaan

penuh untuk melakukan pengelolaan lahan pasca penambangan. Namun dari

pemantauan di lapangan, ada beberapa kewajiban PEMDA sebagai perpanjangan

tangan pemerintah pusat dalam pengelolaan sumberdaya alam yang belum

terpenuhi, seperti tidak melakukan tindakan atas pelanggaran yang dilakukan obh

pihak perusahaan. Kekurangan PEMDA ini yang secara tidak langsung berperan

dalam penurunan kualitas pengelolaan reklamasi lahan pasca penambangan.

Matriks evaluasi peran PEMDA pada Gambar 26 menunjukkan peran PEMDA

dalam merumuskan dan menetapkan PERDA tentang pengelolan lahan pasca

penambangan sangat penting agar pengelolaan lahan pasca penambangan sesuai

dengan kebijakan yang telah ada. Disamping itu tujuan dan sasaran PERDA tersebut

diarahkan untuk meningkatkan kualitas pengelolaan lahan pasca penambangan dan

mendorong kemitraan dalam hal pengelolaan lahan pasca penambangan.

Dari ketiga peran PEMDA tersebut, efektivitas terendah adalah peran dalam

mendorong kemitraan yang hanya memperoleh 0,4 hal ini disebabkan oleh

kurangnya koordinasi antar stakeholders yang ada. Peran meningkatkan

Page 6: Bab Reklmasi Hal 24

112

pengelolan lingkungan sesuai kebijakan memiliki efektivitas 0,6 sedangkan peran

merumuskan dan menetapkan PERDA efektivitasnya sebesar 0,8. PERDA telah

mampu disusun oleh PEMDA terkait dengan pengelolaan lingkungan (AMDAL)

namun pada pelaksanaannya PEMDA masih kurang tegas melaksanakan dan

menjalankan kebijakan tersebut terbukti dengan masih ditemukan pelanggaran

yang dilakukan oleh pihak perusahaan penambangan dan BAPEDALDA sebagai

instansi yang berwenang tidak menindakknjuti hal tersebut. Untuk meningkatkan

peran dari PEMDA setempat maka diperlukan perbaikan kualitas SDM yang

masih terbatas dan komitmen kepedulian terhadap lingkungan yang kuat sehingga

kinerja yang diharapkan dapat optimal.

Gambar 26. Matriks evaluasi peran PEMDA

Prioritas kedua adalah perusahaan dengan bobot nilai 0,219. Sebagai aktor

Page 7: Bab Reklmasi Hal 24

yang mendapatkan izin kuasa penambangan (KP) dari pemerintah untuk

melakukan eksplorasi dan eksploitasi terhadap sumberdaya alam pertambangan

nikel di Tanjung Buli, maka perusahaan wajib memenuhi dan melaksanakan

semua peraturan yang terkait dengan kegiatan penambangan dan pengelolaan

lingkungan, salah satunya adalah dengan mereklamasi lahan pasca penambangan.

Sebelum melakukan kegiatan reklamasi, perusahaan perlu perencanaan yang baik.

Hasil pemantauan terhadap kualitas biofisik menjadi dasar dalam perencanaan

tersebut dan dari hasil pemantauan di lapangan, pelaksanaan reklamasi lahan

pasca penambangan oleh perusahaan perlu dilakukan analisis sifat fisik, kimia dan

biologi tanah sebelum melakukan kegiatan reklamasi.

Page 8: Bab Reklmasi Hal 24

Gambar 27. Matriks evaluasi peran perusahaan

Gambar 27 menunjukkan tiga peran perusahaan yaitu sebagai penyedia modal

dan teknologi pada lahan yang telah di reklamasi agar lahan pasca penambangan

tersebut ramah lingkungan dan baik untuk dikembangkan sebagai media tubuh

tanam, penciptaan lapangan kerja baru terutama kepada masyarakat lokal, serta

memberikan pemasukan dan berpartisipasi dalam mengembangkan fasilitas di

sekitar lahan pasca penambangan. Tabel 24 menunjukan perusahaan telah

menyediakan sejumlah modal/biaya untuk mereklamasi lahan pasca

penambangan, kegiatan tersebut memperkerjakan masyarakat lokal sebagai

operator dan mekanis alat. Baik perusahaan maupun pekerja telah memberikan

pemasukan bagi PEMDA melalui pajak penghasilan.

Peran perusahaan dalam menyediakan modal dan teknologi memiliki

efektivitas sebesar 1,8. Bentuk peran tersebut diantaranya bantuan dana untuk

pengembangan di sektor pertanian, bantuan teknologi alat tangkap untuk sektor

113

Page 9: Bab Reklmasi Hal 24

perikanan dan kelautan. Adanya aktifitas penambangan oleh PT. Aneka Tambang

Tbk di Tanjung Buli maka secara langsung perusahaan telah memberikan

pemasukan berupa pajak dan pengembangan fasilitas masyarakat sebagai bentuk

tanggung jawab perusahaan, efektivitas peran ini adalah 1,2. Peran yang

efektivitasnya masih rendah adalah menciptakan lapangan kerja terutama kepada

masyarakat lokal yaitu 0,9. Posisi dalam manajemen hingga posisi mekanis

dalam proses penambangan umumnya didominasi oleh tenaga kerja non lokal/

pendatang, penduduk lokal masih terbatas sebagai tenaga kerja yang dilibatkan

dalam kegiatan reklamasi.

Page 10: Bab Reklmasi Hal 24

114

Prioritas ketiga yang berpengaruh dalam pengelolaan reklamasi lahan pasca

penambangan adalah LSM yang mempunyai bobot nilai 0,109. Stakeholders ini

mempunyai peran untuk melakukan pemantauan dan pengawasan di lapangan,

baik terhadap kualitas lingkungan, pengelolaan lingkungan pasca penambangan

maupun terhadap usaha-usaha penegakan hukum lingkungan. Pemantauan

ditujukan untuk memantau aktivitas-aktivitas di sekitar kawasan penambangan,

sehingga akan didapalkan informasi-informasi yang jelas tentang penyebab

terjadinya degradasi kualitas lingkungan di kawasan penambangan.

A 0

0 0,2 0,4 0,6 0,8 Persentase peran

1,2 1,4 1,6 1,8

Mendorong keterbukaan PEMDA dalam pengamb

Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakf

Melakukan advokasi dan memberikan bantuan per

lankebijakan n dan program PEMDA

dan perusahaan indungan hukum pada

masyarakat

Gambar 28. Matriks evaluasi peran LSM

Gambar 28 menunjukkan LSM sangat berperan untuk mendorong keterbukaan

pemerintah dalam pengambilan kebijakkan pengelolaan lahan pasca penambangan,

memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan serta program PEMDA dan

perusahaan. Selain itu LSM berperan melakukan advokasi dan memberikan bantuan

perlindungan hukum bagi masyarakat, tetapi sejauh pengamatan di lapangan

menunjukkan bahwa peran-peran tersebut belum terlaksana secara maksimal karena

jumlah LSM yang konsen terhadap bidang pertambangan dan lingkungan di

Tanjung Buli berjumlah 3 yaitu WALHI, PERHAPI dan MPT, jumlah tersebut

masih kurang.

LSM sebagai lembaga independen aktif mendorong keterbukaan PEMDA

dalam pengambilan kebijakan contohnya saat penyampaian AMDAL oleh

perusahaan maupun seminar tentang pertambangan dan lingkungan, LSM ikut

terlibat. Efektivitas peran tersebut sebesar 1,5. Untuk peran memantau dan

Page 11: Bab Reklmasi Hal 24

115

mengevaluasi, LSM masih kurang berkontribusi disebabkan kurangnya porsi yang

diberikan oleh PEMDA maupun perusahaan, efektivitas peran ini adalah 0,7.

Advokasi untuk masyarakat masih sangat kecil disebabkan jumlah LSM yang

konsen terhadap bidang pertambangan dan lingkungan terbatas serta pengetahuan

hukum yang masih minim, sehingga efektivitasnya 0,3.

Prioritas keempat adalah Perguruan Tinggi/Lembaga Penelitian dengan bobot

nilai Q102. Peran stakeholders ini adalah penyedia informasi pengetahuan dan

teknologi (IPTEKS) dalam bidang pertambangan khususnya mengenai reklamasi

lahan pasca penambangan. Hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh Perguruan

Tinggi/Lembaga Penelitian dapat menjadi masukan dalam perencanaan maupun

pemantauan pengelolaan reklamasi lahan pasca penambangan, baik bagi PEMDA,

perusahaan, LSM maupun masyarakat akan tetapi hal tersebut tidak ditemukan di

lapangan.

08

c

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,8 2

Persentase peran

Melembagakan partisipasi stakeholders dalam pengelolaan lahan pasca penambangan

Mengembangkan IPTEKS dan penelitian dalam pengelolaan lahan pasca penambangan Mema

ntau dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan dan program PEMDA dan perusahaan

Gambar 29. Matriks evaluasi peran Perguruan Tinggi/Lembaga Penelitian

Gambar 29 menunjukkan peran Perguruan Tinggi/Lembaga Penelitian untuk

mendorong partisipasi stakeholders dalam pengelolaan lahan pasca penambangan

memiliki efektivitas 1,3. PT/LP melakukan sosialisasi tentang pentingnya

lingkungan dan cara pengelolaannya seiring dengan pelaksanaan CD oleh

perusahaan. Berlangsungnya kegiatan penambangan oleh PT. Aneka Tambang Tbk

hakekatnya dapat menjadi alternatif lokasi penelitian terkait bidang pertambangan

dan lingkungan. Efektifitas peran PT/LP dalam hal ini hanya sebesar 0,8 disebabkan

keterbatasan dana, minat yang kurang dalam bidang pengelolaan lingkungan dan

Page 12: Bab Reklmasi Hal 24

116

pandangan mereka bahwa KP milik BUMN umumnya dilindungi oleh negara.

Sebagai civitas akamedika, peran PT/LP dalam memantau dan mengevaluasi

pelaksanaan kebijakan dan program PEMDA masih minim, efektivitasnya hanya

0,2. Kondisi ini disebabkan terbatasnya keterlibatan PT/LP dalam pemantauan

tersebut, PT/LP masih di pandang hanya berperan sebagai sumber IPTEKS saja.

Prioritas kelima/terakhir adalah masyarakat dengan bobot nilai 0,068.

Masyarakat merupakan komponen yang terkena dampak akibat adanya kegiatan

penambangan baik dampak positif maupun dampak negatif, sehingga masyarakat

mempunyai hak untuk dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan

Masyarakat berada pada posisi kelima dalam struktural stakeholders dalam

pengelolaan reklamasi lahan pasca penambangan Masyarakat sekitar

penambangan perlu dilibatkan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan

kegiatan, sampai monitoring dan evaluasi serta pemanfaatan hasil-hasil kegiatan

secara berkelanjutan

Page 13: Bab Reklmasi Hal 24

Gambar 30. Matriks evaluasi peran masyarakat

Gambar 30 menunjukan masyarakat berperan efektif dalam partisipasi mendorong

stakeholders dalam pengelolaan lahan pasca penambangan dengan efektivitas 1,6.

Lokasi penambangan merupakan tempat masyarakat hidup, oleh sebab itu kelestarian

ekologi menjadi perhatian yang sangat besar. Latar belakang pendidikan di

Kabupaten Halmahera Timur kurang memuaskan, sebagian besar penduduk

berpendidikan SD (Tabel 9, Bab IV) serta keterbatasan keterlibatan dalam

memberikan pertimbangan tentang lingkungan, mengantar efektivitas peran tersebut

Page 14: Bab Reklmasi Hal 24

117

hanya sebesar 0,8. Dengan keterbatasan itu pula, peran masyarakat untuk memantau

dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan dan program PEMDA hanya sebesar 0,6.

Menurut Siahaan (2004), masyarakat merupakan sumberdaya yang penting bagi

tujuan pengelolaan lingkungan. Bukan saja diharapkan sebagai sumberdaya yang

bisa didayagunakan untuk pembinaan lingkungan, tetapi lebih dari pada itu

komponen masyarakat juga bisa memberikan alternatif penting bagi lingkungan

hidup seutuhnya. Dalam Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup

(UUPLH), dinyatakan bahwa partisipasi masyarakat mendapat tempat pengaturan

yang cukup layak dalam proporsi pengelolaan lingkungaa Masyarakat mempunyai

hak dan kewajiban yang berkenaan dengan peran serta masyarakat tersebut, seperti

yang terdapat pada pasal 5 hingga pasal 7 UUPLH, lebih lanjut dapat dilihat pada

(Tabel lampiran 31). Agar terjadi perbaikan kualitas lingkungan pasca

penambangan di PT. Aneka Tambang Tbk maka sangat diperlukan koordinasi dan

kerjasama yang harmonis dengan semua stakeholders di atas, sehingga akan

diperoleh suatu arahan strategi kebijakan yang menguntungkan semua stakeholders.

5.1.2. Hasil Analytical Hierarchy Process (AHP) Prioritas Aspek Terhadap Pengelolaan Reklamasi Lahan Pasca Penambangan PT. Aneka Tambang Tbk

Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan

saat ini tanpa menurunkan atau merusak kemampuan generasi mendatang untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2002).

Konsep pembangunan berkelanjutan secara garis besar memiliki empat dimensi

yaitu : ekologi, sosial, ekonomi serta kelembagaan. Pembangunan berkelanjutan

berhubungan erat dengan pemanfaatan sumberdaya mineral secara

berkesinambungan, industri pertambangan salah satu bentuknya.

Keberadaan industri pertambangan di daerah tidak hanya memberikan dampak

positif, tetapi juga dampak negatif. Jika lahan pasca penambangan tidak di

reklamasi maka lahan-lahan tersebut akan membentuk kubangan-kubangan yang

besar dan hamparan tanah gersang yang bersifat masam. Disamping itu, kegiatan

pertambangan dapat memberikan perubahan terhadap budaya dan adat istiadat

masyarakat lokal. Kelembagaan mencakup hukum dan manajemen pemerintahan

mempengaruhi orientasi pengelolaan lahan pasca penambangan.

Page 15: Bab Reklmasi Hal 24

119

Tabel lampiran 4, hasil analisis terhadap bobot kepentingan perusahaan

menunjukan aspek ekologi diperoleh bobot nilai 0,495, aspek ekonomi diperoleh

bobot nilai 0,194, aspek sosial diperoleh bobot nilai 0,194 dan aspek

kelembagaan diperoleh bobot nilai 0,117 dengan indeks inkonsistensi 0,02.

Hasil analisis menunjukan bahwa perusahaan menginginkan kelestarian

lingkungan yang berkelanjutan pada lahan pasca penambangan nikel dan areal

disekitar beroperasinya PT. Aneka Tambang Tbk Tanjung Buli dan aspek

kelembagaan mendapat prioritas terkecil.

Hasil analisis terhadap bobot kepentingan PT/LP menunjukan aspek ekologi

diperoleh bobot nilai 0,198, aspek ekonomi diperoleh bobot nilai 0,395, aspek

sosial diperoleh bobot nilai 0,239 dan aspek kelembagaan diperoleh bobot nilai

0,168 dengan indeks inkonsistensi 0,02. Hal ini menunjukkan bahwa PT/LP

mengharapkan lahan pasca penambangan di PT. Aneka Tambang Tbk Tanjung

Buli memberikan konstribusi ekonomi berkelanjutan untuk kesejahteraan

masyarakat setempat dan aspek kelembagaan mendapat prioritas terkecil, seperti

terlampir pada Tabel lampiran 5.

Tabel lampiran 6, hasil analisis terhadap pembobotan kepentingan LSM

menunjukan aspek ekologi diperoleh bobot nilai 0,564, aspek ekonomi diperoleh

bobot nilai 0,226, aspek sosial diperoleh bobot nilai 0,128 dan aspek

kelembagaan diperoleh bobot nilai 0,082 dengan indeks inkonsistensi 0,02.

Sedangkan pada Tabel lampiran 7, hasil analisis terhadap pembobotan

kepentingan masyarakat menunjukan aspek ekologi diperoleh bobot nilai 0,163,

aspek ekonomi diperoleh bobot nilai 0,395, aspek sosial diperoleh bobot nilai

0,278 dan aspek kelembagaan diperoleh bobot nilai 0,163 dengan indeks

inkonsistensi 0,02.

Uraian hasil analisis kepentingan masing-masing stakeholders terhadap nilai

prioritas aspek menunjukan aspek ekologi menempati urutan pertama dengan

bobot nilai 0,324, diikuti oleh aspek ekonomi dengan bobot nilai 0,311,

selanjutnya aspek sosial dengan bobot nilai 0,260 dan aspek yang terakhir atau

aspek keempat adalah kelembagaan dengan bobot nilai 0,105. Untuk nilai

prioritas aspek dapat dilihat pada Tabel 31 dan lebih lengkapnya dapat dilihat

pada Gambar 31 dan Tabel lampiran 29, dengan indeks inkonsistensi 0,02.

Page 16: Bab Reklmasi Hal 24

120

Tabel 31. Nilai prioritas aspek

No. Kriteria Bobot Prioritas

1. Ekologi 0,324 1

2. Ekonomi 0,311 2

3. Sosial 0,260 3

4. Kelembagaan 0,105 4

Aspek ekologi berada pada urutan pertama dengan bobot nilai 0,324, menjadi

sangat pent ing karena sumberdaya alam pertambangan memiliki sifat yang tidak

dapat diperbaharui namun perlu dijaga dan dilestarikan Kondisi ekologi juga

menjadi pendukung dan penentu dari keberlanjutan kehidupan masyarakat

sekitarnya. Dari hasil pengamatan di lapangan dan didukung data serta informasi

yang ada (Tabel 21, Bab IV), menunjukkan terjadi penurunan kualitas ekologi di

daerah sekitar lahan konsesi penambangan, parameternya adalah terjadinya

perubahan bentang alam, penurunan kualitas air dan tekstur tanah (Tabel 20, Bab

IV). Untuk itu diperlukan kebijakan mengedepankan aspek ekologi yang

mengutamakan kelestarian jangka panjang atau keberlanjutan

Aspek ekonomi berada pada urutan kedua dengan bobot nilai 0,311. Ekonomi

berkaitan dengan pendapatan masyarakat dan pendapatan daerah. Tanjung Buli

memiliki potensi yang besar dalam sumberdaya mineral, pengelolaan reklamasi

lahan pasca penambangan diarahkan agar lahan terreklamasi masih dapat menjadi

penggerak ekonomi masyarakat dan bersifat keberlanjutan Hasil pengamatan oleh

beberapa LSM (WALHI dan PERHAPI) menyimpulkan banyak daerah bekas

pertambangan yang kondisinya rusak parah, sebagai contoh Operasi PT. Nusa

Halmahera Minerals, yang sahamnya dimiliki oleh Newcrest Singapore Holding

Ltd (85%) dan PT. Aneka Tambang Tbk (15%), mengambil tanah masyarakat di

Desa Bukit Tinggi seluas 65 Ha dan mencemari sungai Tabobo dan Dowora

ketika melakukan eksploitasi pada Tahun 1999. Akibat pencemaran ini, warga di

Desa Beringin terpaksa mengeluarkan ongkos transportasi (ojek) angkutan lokal

sebesar Rp. 10.000,- untuk mengambil air bersih dari tempat lain yang lebih jauh,

padahal sebelum PT. NHM beroperasi, warga bisa mendapatkan air bersih dari

sungai secara cuma-cuma.

Page 17: Bab Reklmasi Hal 24

121

Pada pembahasan sebelumnya (Gambar 15, Bab IV), bahwa dengan adanya

aktivitas penambangan di Tanjung Bull menyebabkan terjadinya peningkatan

pendapatan masyarakat dapat dilihat dengan peningkatan Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB) di sektor pertambangan sebesar 33,98%. Hasil reklamasi

lahan pasca penambangan di Tanjung Buli memang belum dirasakan karena

potensi mineral yang ada belum sepenuhnya di ekploitasi. Untuk itu dengan

berakhirnya masa penambanagan nantinya, maka diperlukan arahan strategi

kebijakan pengelolaan reklamasi lahan pasca penambangan dalam aspek ekologi

yang berorientasi pada aspek ekonomi yang mampu memancing investor dalam

memberdayakan potensi daerah yang terreklamasi tersebut agar roda

perekonomian tetap berlanjut.

Aspek ketiga adalah aspek sosial. Konflik sosial yang umumnya terjadi pada

daerah pertambangan adalah masalah pengelolaan lahan pasca penambangan

Sebelum adanya pengusaha pengeksplorasi, lahan adalah milik masyarakat, saat

usaha eksplorasi beroperasi, lahan adalah milik pemegang kuasa penambangan.

Pasca penambangan, lahan akan dikembalikan kepada PEMDA untuk selanjutnya

dikembalikan kepada masyarakat setempat. Harapan masyarakat adalah lahan

pasca penambangan tersebut tetap memiliki nilai ekonomi bagi kebelanjutan

hidup mereka. Pertimbangan tersebut dapat menjadi arahan dalam kebijakan

aspek sosial pengelolaan lahan pasca penambangan sehingga mampu

meminimalisir kemungkinan terjadi konflik sosial di lahan pasca penambangan.

Adanya penambangan di Tanjung Buli menyebabkan hilangnya aksesbilitas

masyarakat ke hutan yang ada di sekitar lokasi penambangan tertutup bagi

aktivitas apapun, bahkan perusahaan memberikan penjagaan pada pintu masuk

acses road dan daerah hutan sekitarnya oleh aparat keamanan perusahaan

(S ATP AM). Sebagai akibat dari situasi ini, masyarakat lokal tidak bisa lagi

mengambil hasil-hasil hutan yang biasa mereka peroleh. Padahal sebelum adanya

aktivitas penambangan di Tanjung Buli, hasil hutan yang ada bisa dinikmati oleh

masyarakat, misalnya sagu, kayu bangunan, kayu bakar, pandan untuk bahan

tikar, obat-obatan alami dan berbagai jenis hasil hutan lainnya, sedangkan sejak

Tahun 2001 hingga usai penambangan yang akan datang, masyarakat lokal tidak

dapat lagi mengambil hasil dari hutan tersebut.

Page 18: Bab Reklmasi Hal 24

122

Aspek kelembagaan menempati urutan keempat. Kelembagaan terkait dengan

kebijakan dan struktur manajemen instansi, Hasil pengamatan menunjukan bahwa

kebijakan dalam hal pertambangan dan pengelolaan lingkungan hidup yang ada

masih kurang diimplementasikan oleh penentu kebijakan (PEMDA)

(Tabel 19, Bab IV). Selain itu, struktur manajemen dalam BAPEDALDA dan

Dinas Pertambangan khususnya serta instansi terkait lainya belum berjalan dengan

baik, diantaranya kurang komunikatif, ketidak terbukaan dalam hal data dan

kualitas SDM masih kurang. Parameter yang digunakan adalah jumlah dan latar

belakang pendidikan staff dalam instansi pemerintahan Kabupaten Halmahera

Timur (Gambar 18, Bab IV). Hal ini menjadi pertimbangan dalam penentuan

kebijakan aspek kelembagaan dengan harapan kelembagaan yang terkait dengan

pengelolaan reklamasi lahan pasca penambangan dapat melakukan perannya

dengan baik guna menunjang aspek-aspek lainya (ekologi, ekonomi dan sosial).

Indikator keberhasilan peran kelembagaan adalah keberhasilan program kerja

yang direncanakan, peningkatan partisipasi masyarakat dan kontinuitas program

penelitian antar stakeholders.

Setiap stakeholders berkontribusi dalam aspek-aspek tersebut di atas. Untuk

aspek ekologi adalah tanggung jawab perusahaan dan PEMDA sebagai pemantau

dari aktivitas kegiatan pengelolaan lingkungaa Aspek ekonomi peran perusahaan

dan PEMDA sangat dominan karena perputaran perekonomi di Tanjung Buli dan

sekitarnya sejak ada kegiatan penambangan yang mana perusahaan berperan

dalam penyediaan modal dan teknologi sedangkan PEMDA sebagai koordinator

investor. Dalam aspek sosial dan kelembagaan, peran masyarakat, LSM dan

PT/LP sangat dominan dimana peran mereka adalah memantau dan mengevaluasi

kinerja dari PEMDA dan perusahaan

5.1.3. Hasil Analytical Hierarchy Process (AHP) Prioritas Aspek Terhadap Alternatif Kebijakan Pengelolaan Reklamasi Lahan Pasca Penambangan PT. Aneka Tambang Tbk

Proses kebijakan memberikan seperangkat metode, strategi dan tehnik dalam

penyusunan kebijakan dengan melibatkan semua pihak yang terkait. Penepatan

arahan strategi yang sesuai akan menjamin keberhasilan teknik kegiatan

reklamasi yang dimaksud dan secara sosial budaya akan meningkatkan

Page 19: Bab Reklmasi Hal 24

124

merupakan hasil comparative judgment oleh masing-masing prioritas kelompok

stakeholders, baik PEMDA, perusahaan, LSM, PT/LP dan masyarakat

melakukan pembobotan kepentingan relatif dua kebijakan dalam kaitannya

dengan prioritas aspek ekologi, ekonomi, sosial dan kelembagaan. Bobot nilai

dari bobot 1 sampai dengan 9. Bobot nilai 1 menggambarkan sama penting, ini

berarti atribut yang sama skalanya, bobot nilainya 1, sedangkan bobot nilai 9

menggambarkan kasus atribut yang penting absolut dibandingkan dengan yang

lainnya (Tabel 3, Bab II).

Hasil comparative judgment tersebut menunjukkan kebijakan melakukan

reklamasi lahan pasca penambangan yang bernilai ekonomis bagi masyarakat

setempat (MRLPE) mendapat pembobotan yang konsisten dan menjadi prioritas

dipandang dari aspek ekonomi. Dengan sudut pandang aspek ekologi, kebijakan

pengelolaan lahan pasca penambangan berbasis lingkungan dan berkelanjutan

(PLPPL) mendapat bobot tertinggi atau prioritas pertama. Sedangkan dari aspek

kelembagaan, kebijakan reklamasi harus memperhatikan rencana kerja dari

pemerintah setempat dalam hal pengelolaan lahan pasca penambangan (RMRKP)

menjadi prioritas ketiga dan yang terakhir yaitu aspek sosial. Alternatif startegi

kebijakan dari aspek sosial ini diarahkan pada partisipasi masyarakat dalam

menentukan pengelolaan lahan pasca penambangan (PMPLP).

Tabel lampiran 28 menujukan hasil analisis AHP dengan indeks inkonsistensi

0,02 berdasarkan data olahan yang dibantu dengan softwear expert choice 2000

bahwa prioritas aktor/peran PEMDA mendapatkan bobot nilai 50,1%,

perusahaan dengan bobot nilai 21,9%, PT/LP bobot nilai 10,9%, LSM bobot

nilai 10,2 % dan masyarakat dengan bobot nilai 6,8% yang mengarahkan kepada

melakukan reklamasi lahan pasca penambangan yang bernilai ekonomis bagi

masyarakat setempat sebagai alternatif kebijakan reklamasi lahan pasca

penambangan yaitu prioritas 1 dengan bobot nilai 30,4 % atau 0,304.

Upaya untuk mewujudkan suatu kebijakan reklamasi lahan pasca

penambangan nikel di PT. Aneka Tambang Tbk harus dilakukan secara terpadu,

dengan adanya dukungan dari berbagai perangkat hukum dan peraturan

perundang-undangan yang secara efektif akan memberikan kepastian hukum

Page 20: Bab Reklmasi Hal 24

125

dalam aspek pengelolaan, termasuk aspek perencanaan dan pemanfaatan bagi

pemerintah, perusahaan, PT/LP dan masyarakat (Budiharsono, 2001).

Dari hasil AHP untuk pembobotan alternatif kepentingan dalam menentukan

arahan strategi kebijakan reklamasi lahan pasca penambangan oleh kelompok

stakeholders dengan prioritas aspek yang ada, maka diperoleh hdeks inkonsistensi

0,02 dan beberapa alternatif arahan strategi kebijakan, seperti yang tercantum pada

Tabel 32 dan lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel lampiran 8-28.

Tabel 32. Nilai prioritas alternatif kebijakan

No. Alternatif Bobot Prioritas

1.

2.

3.

4.

Pengelolaan lahan pasca penambangan berbasis lingkungan dan berkelanjutan

Melakukan reklamasi lahan pasca penambangan

yang bernilai ekonomis bagi masyarakat setempat Reklamasi harus memperhatikan rencana kerja dari pemerintah setempat dalam hal pengelolaan lahan pasca penambangan

Partisipasi masyarakat dalam menentukan pengelolaan lahan pasca penambangan

0,285

0,304

0,229

0,182

1

2

3

4

Tabel 32 menunjukkan bahwa pengelolaan lahan pasca penambangan berbasis

lingkungan dan berkelanjutan mendapat prioritas pertama dengan bobot nilai

sebesar 0,285, melakukan reklamasi lahan pasca penambangan yang bernilai

ekonomis bagi masyarakat setempat menempati prioritas kedua dengan bobot

nilai sebesar 0,304, prioritas ketiga adalah reklamasi harus memperhatikan

rencana kerja dari pemerintah setempat dalam hal pengelolaan lahan pasca

penambangan dengan bobot nilai sebesar 0,229 serta prioritas terakhir adalah

partisipasi masyarakat dalam menentukan pengelolaan lahan pasca penambangan

dengan bobot nilai sebesar 0,182.

Alternatif dapat diartikan sebagai suatu pilihan/kemungkinan. Menurut Saaty

(1993), struktur hierarki dalam pendekatan AHP diawali dengan tujuan umum,

dilanjutkan dengan sub-sub tujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif pada level

paling bawah Pada dasarnya, AHP didesain untuk menangkap secara rasional

persepsi orang yang berhubungan sangat erat dengan permasalahan tertentu

melalui suatu prosedur yang didesain untuk sampai pada suatu skala preferensi

Page 21: Bab Reklmasi Hal 24

126

diantara berbagai set alternatif. Dengan mengakomodir peran dan aspek yang

mendominasi tersebut, tersusunlah beberapa alternatif kebijakan. Analisis

diarahkan untuk menemukan alternatif yang memuaskan dan terbaik diantara

alternatif-alternatif yang tersedia. Hasil struktur hierarki perumusan arahan strategi

kebijakan pengelolaan reklamasi lahan pasca penambangan nikel PT. Aneka

Tambang Tbk dapat di lihat pada Gambar 33.

Page 22: Bab Reklmasi Hal 24

Gambar 33. Hasil struktur hierarki perumusan arahan strategi kebijakan pengelolaan

reklamasi lahan pasca penambangan nikel PT. Aneka Tambang Tbk

Alternatif I : Pengelolaan lahan pasca penambangan berbasis lingkungan dan

berkelanjutan (PLPPL) mendapat prioritas pertama dengan bobot nilai 0,285, di

bawah bobot nilai 0,304 (melakukan reklamasi pasca penambangan yang bernilai

ekonomis bagi masyarakat setempat). Hasil AHP di tingkat kriteria menunjukan

aspek ekologi sebagai prioritas pertama, berangkat dari hasil tersebut dan

mempertimbangkan bahwa lahan pasca penambangan perlu penanganan dan

Page 23: Bab Reklmasi Hal 24

127

pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan sebelum di reklamasi dengan tanaman

yang bernilai ekonomis, sehingga alternatif PLPPL menjadi prioritas pertama.

Pengelolaan lahan pasca penambangan berbasis lingkungan dan berkelanjutan

menjadi penting karena dampak yang ditimbulkan dari aktivitas penambangan

tersebut sangat besar. Dampak yang ditimbulkan tidak hanya pada skala lokal

bahkan sampai skala regional Menurut Arif (2007), Indonesia telah memulai era

pertambangan moderen lebih 30 Tahun yang lalu, sejak diberlakukannya Undang-

Undang Pertambangan No. 11 Tahun 1967 bersama dengan Undang-Undang

No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Kedua Undang-Undang ini

menjadi fondasi untuk penambangan komoditi mineral skala besar yang tujuannya

adalah pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam kedua Undang-Undang tersebut

hanya sedikit memuat tentang isu lingkungan hidup. Khususnya keterhubungan

antara pembangunan dan lingkungan hidup, sehingga fokusnya adalah

pertumbuhan ekonomi. Sejak Our Commnon Future (WCED, 1987) dan

Konperensi Rio Tahun 1992 yang menekankan kebutuhan pembangunan yang

berkelanjutan dan berfokus pada pengembangan lingkungan Titik balik terjadi

pada saat krisis financial pada Tahun 1997-1998 dan Summit of the Americas di

Santiago Tahun 1998. Sejak saat itu Indonesia menjadikan faktor lingkungan

sebagai faktor yang sangat penting untuk dikelola.

Pengelolaan lahan pasca penambangan berbasis lingkungan dan berkelanjutan

yang dapat diimplementasikan oleh PT. Aneka Tambang Tbk yang dikerjakan

oleh PT. Yudistira Bumi Bhakti dengan sistem tambang terbuka diantaranya

pembuatan terasering sebagai upaya untuk menghindari terjadinya run off, saat

menimbun kembali lapisan penutup dengan cara back filling lapisan top soil

berada diatas sub soil sehingga tanaman yang akan direklamasi tidak kekurangan

hara, tetapi akan lebih baik sebelum dilakukan reklamasi tanah dianalisis terlebih

dahulu agar diketahui sifat fisik, kimia dan biologi tanah

Langkah-langkahkebijakan yang dapat dilakukan adalah : (1)

Mengembangkangkan kesepakatan dan kesepahaman antara PEMDA,

masyarakat dan dunia usaha dalam pengelolaan lahan pasca penambangan yang

berkelanjutan, contohnya pelaksanaan forum/pelatihan dalam rangka pengelolaan

lahan pasca penambangan antar stakeholders.

Page 24: Bab Reklmasi Hal 24

128

(2) Mencegah eksploitasi sumberdaya alam yang berlebihan dan pencemaran

lingkungan hidup, contohnya pemberian KP kepada investor dari potensi mineral

yang terkandung, tanah mengandung mineral yang telah berfungsi sebagai

pemukiman dan fasilitas umum tidak dieksplorasi

(3) Meningkatkan keterlibatan PEMDA, masyarakat dan swasta dalam pengelolaan

lahan pasca penambangan yang berkelanjutan, contohnya pengalihan pengelolaan

lahan yang telah direklamasi ke PEMDA untuk selanjutnya dikelola oleh

masyarakat dengan sistem plasma inti atau hutan tanaman rakyat.

Alternatif I : Melakukan reklamasi lahan pasca penambangan yang bernilai

ekonomis bagi masyarakat setempat mendapat prioritas kedua. Walaupun

mendapatkan bobot nilai tertinggi 0,304 tetapi lahan pasca penambangan perlu

adanya pengelolaan lahan yang berbasis lingkungan dan berkelanjutan.

Melakukan reklamasi lahan pasca penambangan yang bernilai ekonomis bagi

masyarakat diperlukan karena perekonomian masyarakat mengandalkan sumberdaya

alam sebagai sumber penyedia bahan mentah untuk kelangsungan hidup. Hal ini juga

sejalan dengan perundang-undangan yang telah dibuat oleh pemerintah, dimana

pertambangan tidak hanya memperhatikan faktor lingkungan dan ekonomi akan

tetapi sosial masyarakat juga. Dimana reklamasi yang dilakukan harus mendatangkan

manfaat bagi masyarakat di sekitar perusahaan sehingga masyarakat akan merasakan

manfaat-manfaat yang didapatkan seimbang dengan resiko yang akan mereka hadapi

Dengan adanya reklamasi yang bernilai ekonomis maka untuk ke depan diharapkan

masyarakat di sekitar lahan pasca penambagan dapat memanfaatkan hasil dari

reklamasi lahan pasca penambangan nikel tersebut, sehingga untuk ke depan

masyarakat akan lebih mandiri dan mendapatkan lapangan kerja baru.

Menurut Salim (2005), bahan tambang merupakan sumberdaya yang tidak

dapat diperbaharui, sehingga keberlanjutan pembangunan akan terhambat oleh

susutnya sumberdaya tersebut. Oleh karena itu, orientasi hasil pertambangan dan

reklamasi pasca penambangan harus digunakan untuk diversifikasi kegiatan

ekonomi yang bertumpu pada sumberdaya alam yang diperbaharui. Bila bahan

tambang terus berkurang, sudah tersedia mesin-mesin penggerak pembangunan

lain yang berbasis sumberdaya alam yang diperbaharui, seperti pertanian,

perkebunan, perikanan, pariwisata dan pengembangan sumberdaya manusia.

Page 25: Bab Reklmasi Hal 24

129

Evaluasi kesesuaian lahan pada lahan pasca penambangan di Tanjung Bull

dimaksudkan untuk melihat tingkat kesesuaian lahan terhadap beberapa jenis

tanaman. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan secara ekologi, tanaman

tumbuh dan berkembang di lahan pasca penambangan antara lain lamtoro,

linggua/angsana, jati, trema, reside/gamal, Acasia mangium, sengon, jambu mente,

nangka, jambulang, sukun, mangga, kelapa dan durian yang sampai dengan

dilakukannya penelitian ini tanaman-tanaman tersebut belum berproduksi. Tanaman

yang tumbuh dan bernilai ekonomis diantaranya jati, kelapa, mangga dan durian.

Tanaman tersebut nantinya dapat memberikan dampak sosial terhadap masyarakat

dalam partisipasi pengelolaannya tetapi diperlukan suatu kelembagaan yang

mengelola lahan pasca penambangan tersebut ketika lahan tersebut telah

dikembalikan ke masyarakat. Kategori kelas kesesuaian lahan pada lahan pasca

penambangan Tanjung Buli diperoleh tiga kelas, yaitu cukup sesuai (S2), kurang

sesuai (S3) dan tidak sesuai pada saat ini (Nl). Komposisi parameter penghambat

dari masing-masing jenis tanaman dapat dilihatpada Tabel 33.

Tabel 33. Evaluasi kesesuaian lahan pasca penambangan Tanjung Buli

Jenis

tanaman Kelas

kesesuaian Sub

kelas Pembatas Lokasi/Blok

Lamtoro S2

S3

Nl

S3e

S3m Erosi tanah

Batuan lepas cm-Bio,crv CHI-C9

Linggua/Angsana, Jati S2

S3

Nl

S3e

S3rm Erosi tanah Tekstur,

Batuan lepas CJTI-C9

cm-cio

Trema, Reside/Gamal, S2 S3e Erosi tanah cm-Bio,crv Acasia mangium,

Sengon S3 Nl

SSwrm

S3m Genangan air, Tekstur, Batuan lepas

Batuan lepas cm-Bio CIV-Bl

Jambu mete, Nangka S2

S3

Nl

S3e

SSwrm Erosi tanah Genangan air, Tekstur,

Batuan lepas cm-Bio,crv CHI-C9

Jambulang, Sukun,

Mangga, Kelapa, Durian S2

S3

Nl

S3e

S3wm

S3rm

Erosi tanah Genangan air,

Batuan lepas Tekstur, Batuan

lepas

CJTI-C9 cm-cio CIV-Bl

Ket: S2 = Cukup sesuai, S3 = Kurang sesuai dan Nl = Tidak sesuai pada saat ini

Kelas S3 untuk tanaman lamtoro, jambulang, sukun, mangga, kelapa dan durian

terdapat pada lokasi/blok CIII-C9 yang dipengaruhi oleh genangan air, tekstur,

batuan lepas dan CIV-Bl yang dipengaruhi oleh tekstur dan batuan lepas. Kelas S3

untuk tanaman linggua/angsana, jati, trema, reside/gamal, Acasia mangium, sengon,

jambu mente, nangka terdapat pada lokasi/blok CIII-B10 dan CIV yang dipengaruhi

Page 26: Bab Reklmasi Hal 24

130

erosi tanah. Saat lahan akan dikembalikan kepada masyarakat, tanaman-tanaman

tersebut merupakan investasi bagi masyarakat.

Redistribusi adalah jalur untuk meningkatkan stok aset alam dengan adanya

reklamasi lahan pasca penambangan maka masyarakat dapat meningkatkan

pendapatan ekonomi dengan mengelola lahan tersebut. Internalisasi berupa

pelatihan teknis yang terkait dengan pengelolaan lahan pasca penambangan

sebagai salah satu modal alam daerah Apropriasi berupa pemanfaatan bersama

yang berkelanjutan atas sumberdaya seperti tanaman reklamasi pada lahan pasca

penambangan

Arahan Srategi kebijakan pengelolaan reklamasi lahan pasca penambangan

dalam aspek ekonomi diarahkan untuk mengembangkan investasi, meningkatkan

produktivitas, memperluas perdagangan dan meningkatkan pembangunan

infrastruktur seperti terurai sebelumnya pada Sub Bab 4.11.2. Invenstasi yang

diarahkan pada pengembangan prasarana sosial dasar dan infrastruktur perdesaan

merupakan prasyarat bagi peningkatan investasi swasta. Langkah kebijakan yang

dilakukan untuk mengembangkan investasi menurut Mulyo (2005) yang telah di

bahas pada Sub Bab 4.7. antara lain :

(1) Meningkatkan investasi terutama untuk kegiatan ekonomi yang menyerap

tenaga kerja dan pengembangan usaha di daerah pasca penambangan,

misalnya dengan memberikan peluang investasi di bidang pertanian

terpadu/kolompok nelayan yang mampu menyerap tenaga kerja.

(2) Mengembangkan industrialisasi dalam rangka meningakatan nilai tambah

hasil-hasil alam (produk pertanian, perikanan dan kelautan) sebagai alternatif

penggerak ekonomi pasca penambangan, misalnya pembangunan home

industry.

(3) Reformasi perizinan investasi, misalnya adanya sistem satu atap dalam hal

legalitas/pemberian izin usaha/kegiatan.

(4) Meningkatkan daya tarik investasi dan menjamin kepastian investasi,

misalnya publikasi potensi daerah melalui media elektronik (TV, radio dan

website) dan media cetak (koran dan majalah) dan PEMDA mengarahkan

investasi pada lokasi yang berpotensi sesuai dengan tujuan investor yang

disertai dengan jaminan keamanan.

Page 27: Bab Reklmasi Hal 24

131

Langkah kebijakan yang dilakukan untuk meningkatkan produktivitas antara lain :

(1) Reorientasi pengelolaan usaha tani, perkanan dan kelautan serta usaha

kehutanan,, misalnya dengan mengikutsertakan masyarakat, petani dan

nelayan dalam LITBANG, pelatihan/seminar untuk pengelolaan usaha yang

berkelanjutan setelah pasca penambangan.

(2) Meningkatkan akses petani dan nelayan terhadap modal, informasi, prasaran

dan sarana, teknologi dan pasar, misalnya adanya kemudahan kredit usaha

oleh jasa keuangan (BANK), penyediaan petugas penyuluh lapangan (PPL)

untuk memberikan informasi terbaru yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan

tersebut, penyediaan sarana dan prasarana seperti penyediaan alat transportasi

dan pembuatan gudang penyimpanan hasil pertanian dan perikanan serta

penyediaan teknologi pasca panen dan pasca tangkap.

Langkah kebijakan yang dilakukan untuk memperluas perdagangan antara lain :

meningkatkan kemudahan dalam perdagangan terutama bagi pelaku usaha kecil dan

mikro serta koperasi, contohnya peningkatan jumlah dan kualitas jalan dan dermaga.

Langkah kebijakan yang dilakukan untuk membangun infrastruktur antara lain :

(1) Menata sistem transportasi wilayah untuk memperlancar angkutan barang dan

angkutan penumpang, contohnya penyediaan alternatif transportasi laut/darat

dengan kapal/pengaturan trayek trasportasi umum antar Kabupaten.

(2) Meningkatkan kualitas jasa layanan sarana dan prasarana bagi masyarakat,

contohnya peningkatan jumlah armada dan pemeliharaan terpadu jalan umum

serta armada transportasi.

Alternatif III : Reklamasi harus memperhatikan rencana kerja dari

pemerintah setempat dalam hal pengelolaan lahan pasca penambangan mendapat

prioritas ketiga. Sebelum dilakukannya kegiatan reklamasi lahan pasca tambang,

pihak perusahaan harus melihat penataan dan pemanfaatan ruang sesuai dengan

kebijakan dari pemerintah daerah setempat agar tidak terjadi tumpah tindih

pemanfaat lahan sehingga dikhawatirkan terjadinya konflik sektor pertambangan

dengan sektor-sektor lain. Konflik ini dilatar belakangi oleh adanya terminologi

land use dan land cover dalam penataan ruang. Land use (penggunaan lahan)

merupakan alokasi lahan berdasarkan fmgsinya, seperti permukiman, pertanian,

perkebunan, perdagangan dan sebagainya. Sementara land cover (alokasi lahan)

Page 28: Bab Reklmasi Hal 24

132

merupakan alokasi lahan berdasarkan tutupan lahannya, seperti sawah, semak,

lahan terbangun, lahan terbuka dan sebagainya (DITJEN ESDM, 2001).

RTRW Kabupaten Halmahera timur, land use (penggunaan lahan) daerah

Tanjung Bull direncanakan sebagai lahan berdasarkan fungsinya, seperti

pertanian/perkebunan dan kehutanan Dengan menyesuaikan arah RTRW tersebut,

maka pengelolaan reklamasi lahan pasca penambangan sebaiknya direkkmasi

dengan tanaman pertanian/perkebunan dan kehutanan yang tergolong tanaman

asli/lokal daerah sekitar Tanjung Buli.

Langkah-langkah kebijakan menurut Mulyo (2005) seperti telah dibahas

sebelumnya pada Sub Bab 4.11.4. yang dapat dilakukan adalah :

(1) Perusahaan bersama stakeholders lainya berkoordinasi dan berkonsultasi

dalam perumusan program pengelolaan reklamasi lahan pasca penambangan,

contohnya forum untuk menyelaraskan rencana pengembangan wilayah

dengan orientasi perusahaan pada lahan pasca penambangan.

(2) Penyelarasan program pengelolaan lahan pasca penambangan dengan potensi

sumberdaya yang akan dikembangkan PEMDA, yaitu pertanian/perkebunan

dan kehutanan, contohnya reklamasi dengan tanaman perkebunan, tanaman

hutan, pembangunan kolam buatan untuk budidaya ikan dan udang dengan

melalui beberapa analisis sebelum dikembangkan.

(3) Mengembangan sistem monitoring dan evaluasi kinerja secara berkala sebagai

dasar pengkajian terhadap program pengelolaan lahan pasca penambangan

yang akan atau sedang dilakukan perusahaan, contohnya laporan pengelolaan

dan pemantauan lingkungan per semester yang telah diserahkan ke PEMDA

dan laporan program CD yang ada, diharapkan dapat dilakukan monitoring

dan evaluasi kinerja oleh para stakeholders yang ada.

Dengan mempertimbangkan pemantauan di lapangan berupa inkonsistensi

PEMDA dalam peran dan fungsinya, maka dapat dilakukan langkah-langkah

kebijakan sebagai berikut:

(1) Revitalisasi peran dan fungsi BAPEDALDA sebagai lembaga koordinasi,

mediasi dan konsultasi berbagai pihak dalam perumusan kebijakan dan

program pengelolaan reklamasi lahan pasca penambangan

Page 29: Bab Reklmasi Hal 24

133

(2) Mengkaji berbagai kebijakan dalam pengelolaan lahan pasca penambangan

yang berorientasi pada pemberian akses masyarakat yang tinggal di sekitar

lokasi SDA untuk ikut menikmati dan memanfaatkan sumberdaya yang ada.

(3) Melakukan pembaharuan tata pemerintahan dan reformasi serta penguatan

kapasitas birokrasi di daerah dan pengembangan data dasar dan informasi

terutama yang berhubungan dengan reklamasi pasca penambangan

(4) Penyediaan dan pemanfaatan data AMDAL yang akurat untuk kebutuhan

penentuan saasaran dalam penanggulangan pengelolaan lahan pasca

penambangan

(5) Mengembangkan sistem monitoring dan evaluasi kinerja secara terpadu

sebagai dasar pengkajian terhadap pelaksanaan kebijakan pengelolaan

lingkungan pada lahan pasca penambangan

(6) Penerapan law enforcement dalam tubuh PEMDA untuk mempertahankan dan

meningkatkan konsistensi kinerja, dapat dilakukan melalui pemberian

penghargaan/reward, insentif. Sebaliknya, bila kinerja mengalami penurunan

diterapkan suatu hukuman/punishment dan disinsentif.

Kelima langkah kebijakan tersebut di atas dapat diwujudkan, misalnya

melalui seminar, rapat koordinasi, BALITBANG atau diklat staf BAPEDALDA

dan Dinas Pertambangan mengenai kapasitas dan kinerja kelembagaan di bidang

pengelolan lingkungan secara konsisten dan berkala agar mereka mengetahui

peran dan fungsinya masing- masing.

Alternatif IV : Partisipasi masyarakat dalam menentukan pengelolaan lahan

pasca penambangan sangat penting mendapat prioritas keempat/ terakhir. Dalam

Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPL), dinyatakan bahwa

partisipasi masyarakat mendapat tempat pengaturan yang cukup layak dalam

proporsi pengelolaan lingkungan Masyarakat mempunyai hak dan kewajiban

yang berkenaan dengan peran serta masyarakat tersebut.

Keikutsertaan masyarakat dimulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan

kegiatan, sampai monitoring dan evaluasi reklamasi lahan pasca penambangan

Tanjung Buli bersama dengan perusahaan, PEMDA, LSM dan PT/LP. Untuk

mengarahkan partisipasi tersebut, aspek sosial mencakup pemenuhan hak

masyarakat atas tanah, rasa aman, pekerjaan dan berusaha perlu dipertimbangkan

Page 30: Bab Reklmasi Hal 24

134

Pemenuhan hak masyarakat atas tanah, bertujuan untuk menjamin dan melindungi

hak perorangan dan hak komunal atas tanah Kebijakan yang dapat dilakukan

untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak atas tanah menurut Mulyo

(2005) seperti telah dibahas sebelumnya pada Sub Bab 4.6.3. adalah :

(1) Melindungi hak atas bagi komunitas adat din tanah adat, contohnya dalam

pemberian izin kuasa penambangan (KP) dicantumkan batas hak masyarakat

adat atas lahan KP.

(2) Meningkatkan peran serta masyarakat sekitar daerah penambangan dalam

perencanaan dan pelaksanaan tata ruang serta pemanfaatan tanah, contohnya

penerapan sistem plasma inti dalam kegiatan pengembangan dan pengelolaan

wilayah untuk pertanian, perkebunan atau perikanan.

(3) Melakukan redistribusi tanah secara selektif dan bertahap, contohnya

penyerahkan pengelolaan lahan pasca penambangan untuk pertanian,

perkebunan dan kehutanan kepada kelompok-kelompok yang ada, diiringi

dengan pemberian teknologi tepat guna.

Pemenuhan hak masyarakat atas rasa aman bertujuan untuk memenuhi hak

masyarakat dari gangguan keamanan dan tindak kekerasan serta ancaman

ketakutan untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu Langkah kebijakan

yang dapat dilakukan antara lain :

(1) Mengembangkan sistem pencegahan konflik sejak dini, contohnya jumlah

kepemilikan aset penduduk non lokal di sekitar lokasi penambangan dibatasi

agar tidak terjadi gap antara penduduk non lokal dengan penduduk lokal.

(2) Memperkuat modal sosial untuk menciptakan harmonisasi dan ketentraman

masyarakat, contohnya pelaksanaan olahraga bersama, gotong royong dan

kegiatan keagamaan secara rutin.

(3) Mempercepat pemulihan kembali wilayah konflik, contohnya penyelesaian

konflik secara kekeluargaan dengan menyertakan aparat keamanan,

pemerintah, tokoh adat dan masyarakat.

(4) Meningkatkan perlindungan bagi masyarakat dari konflik dan tindak

kekerasan, contohnya peningkatan kerjasama antar masyarakat dan

pembentukan badan pengendalian konflik sosiaL

Page 31: Bab Reklmasi Hal 24

135

Dengan adanya partisipasi masyarakat maka penerimaan oleh masyarakat,

setempat atau sikap masyarakat terhadap adanya operas! penambangan akan baik.

Perusahaan pertambangan memerlukan local license to operate atau kesediaan

yang diberikan masyarakat setempat bagi beroperasinya suatu usaha

pertambangan. Dengan kesediaan yang diberikan, mengindikasikan bahwa

masyarakat yang terkena dampak beroperasinya perusahaan tambang akan

menunjukkan itikad baik dengan menerima keberadaan operasi pertambangan

Untuk itu diperlukan proses konsultasi panjang yang pada akhirnya dapat

berdampak positif dengan dikuranginya potensi konflik. Sarana utama dalam

melakukan konsultasi dengan masyarakat adalah community relations atau

hubungan komunitas yang baik.

Banyak alasan dapat diberikan untuk menyertakan masyarakat dalam

penglolaan lingkungan dan sumberdaya. Melalui konsultasi dengan masyarakat

yang tinggal di wilayah yang akan terkena kebijakan, program, atau proyek,

dimungkinkan untuk (1) merumuskan persoalan lebih efektif, (2) mendapatkan

informasi dan pemahaman diluar jangkauan dunia ilmiah, (3) merumuskan

alternatif penyelesaian masalah yang secara sosial akan diterima dan (4)

membentuk perasaan memiliki terhadap rencana dan penyelesaian, sehingga

memudahkan penerapan (Mitchell at al,, 2003).

5.2. Pembahasan Umum

Untuk nenentukan arahan strategi kebijakan digunakan metode AHP yang diolah

dengan software expert choice 2000 dalam menganalisis peran kelompok stakeholders,

prioritas aspek dan alternatif kebijakan. Metode yang digunakan ialah comparative

judgment atau skala banding secara berpasangan, prinsip ini berarti membuat penilaian

tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitanya dengan

tingkat di atasnya. Nilai bobot dari bobot 1-9. Nilai bobot 1 menggambarkan sama

penting, ini berarti atribut yang sama skalanya, nilai bobotnya 1, sedangkan nilai bobot 9

menggambarkan kasus atribut yang penting absolut dibandingkan dengan yang lainnya.

Stakeholders yang menjadi responden meliputi PEMDA, perusahaan, LSM,

PT/LP dan masyarakat setempat. UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup, Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 1211.

Page 32: Bab Reklmasi Hal 24

136

K/008/M.PE/1995 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Perusakan dan

Pencemaran Lingkungan pada Kegiatan Usaha Pertambangan Umum, KEPDIRJEN

Pertambangan Umum No. 336. K/271/DDJP/1996 tentang jaminan reklamasi serta

UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, pasal 22 menjadi penyebab

pemerintah daerah memiliki kekuasaan penuh untuk melakukan pengelola lahan

pasca penambangan. Hasil analisis AHP dengan indeks inkonsistensi 0,02

menunjukan PEMDA merupakan stakeholders yang paling berperan dalam

pengelolaan lahan pasca penambangan karena fungsinya sebagai regulator dan

pemantauan merupakan kunci dalam pengelolaan lahan pasca penambangan.

Menurut Steni (2004) fungsi dan kewenangan PEMDA, yakni (1) fungsi dan

kewenangan teknis pengelolaan SDA. Ini erat kaitannya dengan kebijakan berupa

ijin untuk penyediaan, peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan SDA di daerah

dan (2) fungsi dan kewenangan mengatur dan mengurus sumberdaya alam yang

merupakan satu kesatuan yang utuh baik pengelolaan yang meliputi perencanaan,

pemanfaatan/pengelolaan, pemantauan, pemulihannya (konservasi), maupun

kelembagaan, administrasi dan penegakan hukum dalam pengelolaan lahan pasca

penambangan yang berkelanjutan bagi masyarakat setempat. Perusahaan sebagai

pemegang ijin kuasa penambangan diharapkan bersama-sama dengan PEMDA

untuk melakukan fungsi dan kewenangan pengelolaan/pemanfaatan, pemantauan

dan pemulihan lahan pasca penambangan.

Dengan demikian jelaslah bahwa dalam persoalan ekologis, peranan

pemerintah sangat penting, khususnya dalam merumuskan atau menciptakan

berbagai instrumen hukum untuk menangkal kemungkinan timbulnya perusakan

dan pencemaran oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Atau dengan

kata lain, pemerintah dituntut untuk dapat merealisasikan konsep pembangunan

berkelanjutan (sustainability development) secara konsekuen.

Rasdiani (2005) menyatakan peranan pemerintah daerah maupun pusat dalam

perumusan kebijakan pengelolaan sumber daya alam serta lingkungannya harus

dioptimalkan. Sumberdaya alam penting peranannya dalam peningkatan

pendapatan daerah apabila penggunaan sumberdaya alam terencana baik sesuai

dengan kaidah-kaidah lingkungan. Selain itu juga peranan pihak swasta sangatlah

penting dan diharapkan, yang pada dasarnya akan tergantung pada rumusan

Page 33: Bab Reklmasi Hal 24

137

kebijakan pemerintah yang ada, serta suatu kesadaran akan terlaksananya suatu

environmental corporate governance yang baik. Kontrol masyarakat, LSM dan

PT/LP (stakeholders) serta penegakan hukum dalam pengalolaan sumberdaya

alam dan lingkungannya merupakan hal yang sangat penting. Sistim hukum yang

diperlukan dalam pengelolaan lingkungan hidup harus dapat menerapkan kaidah

environmental good governance.

Masing-masing stakeholders memiliki peran dan fungsi, namun dalam

pelaksanaan setiap peran memiliki tingkat efektivitas yang berbeda-beda. PEMDA

dengan peran merumuskan dan menetapkan PERDA efektivitasnya sebesar 0,8.

Peran perusahaan dalam menyediakan modal dan teknologi memiliki efektivitas

sebesar 1,8. Stakeholders berikutnya LSM, sebagai lembaga independen aktif

mendorong keterbukaan PEMDA dalam pengambilan kebijakan contohnya saat

penyampaian AMDAL oleh perusahaan maupun seminar tentang pertambangan dan

lingkungan, LSM ikut terlibat dengan efektivitas peran sebesar 1,5. Peran

Perguruan Tinggi/Lembaga Penelitian untuk mendorong partisipasi stakeholders

dalam pengelolaan lahan pasca penambangan dengan menyediakan paket-paket

IPTEKS (TTG) memiliki efektivitas 1,3. Serta masyarakat sebagaikomponen yang

terkena dampak secara langsung akibat adanya kegiatan penambangan berperan

efektif dalam partisipasi langsung dan mendorong stakeholders dalam pengelolaan

lahan pasca penambangan dengan efektivitas 1,6.

Tahapan analisis selanjutnya adalah analisis untuk prioritas aspek yang

meliputi aspek ekologi, ekonomi, sosial dan kelembagaan. Lraian hasil analisis

terhadap nilai prioritas aspek dengan indeks inkonsistensi 0,02 menunjukkan

aspek ekologi menempati urutan pertama dengan bobot nilai 0,324, diikuti oleh

aspek ekonomi dengan bobot nilai 0,311, selanjutnya aspek sosial dengan bobot

nilai 0,260 dan aspek yang terakhir atau aspek keempat adalah kelembagaan

dengan bobot nilai 0,105. Kondisi ekologi menjadi pendukung dan penentu dari

keberlanjutan kehidupan masyarakat sekitarnya karena sumberdaya alam

pertambangan memiliki sifat yang tidak dapat diperbaharui namun perlu dijaga

dan dilestarikan Orientasi pada aspek ekonomi didasari atas pertimbangan bahwa

peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat dipengaruhi oleh kontinuitas roda

perekonomian pasca penambangan. Dalam kaitanya dengan aspek sosial,

Page 34: Bab Reklmasi Hal 24

138

pengelolaan lahan pasca penambangan memungkinan untuk terjadi konflik sosial

sehingga aspek ini perlu mendapat perhatian nantinya bagi para stakeholders.

Perencanaan dan pengelolaan aspek-aspek tersebut di atas sangat di dukung oleh

aspek kelembagaan, sebab aspek kelembagaan terkait dengan kebijakan dan

struktur manajemen instansi.

Menurut Badri (2004) perubahan lahan pasca penambangan sangat khas, untuk itu

agar lahan dapat di manfaatkan kembali dan upaya untuk mempercepat revegetasi,

dilakukan teknik reklamasi lahan dengan memberikan inokulan pada tanaman

kehutanan (akasia, gamal, lamtoro dan sengon) dengan pertimbangan tanaman tersebut

relatif untuk beradaptasi dan cepat tumbuh untuk mengembalikan kondisi ekologi.

Dalam merehabilitasi lahan pasca penambangan hal penting yang diperhatikan adalah

menciptakan kondisi tanah yang mendukung untuk tumbuhnya tanaman, sehingga

tujuan rehabilitasi dalam memperbaiki kondisi ekologi dapat tercapai.

Lahan pasca penambangan merupakan sumber dan tata kehidupan yang

memberikan manfaat ekologi (ecological benefit}, manfaat ekonomi (economical

benefit}, dan manfaat sosial (social benefit}. Tiga pilar tersebut menjadi sumber dari

tata keberlanjutan kehidupan bagi masyarakat maupun bagi keberlangsungan

ekologi itu sendiri. Tiga pilar ini merupakan rantai keberlangsungan bagi kehidupan

masyarakat dan pembebanan yang paling mempengaruhi kesejahteraan masyarakat

adalah bersumber pada ekologi yang memberi efek pada kemakmuran ekonomi dan

sosial budaya. Ekonomi tidak akan bergerak tanpa sumberdaya alam, berbeda

dengan pembangunan yang secara drastis mengubah dan menghilangkan nilai

ekologi sumberdaya alam. Perkembangan ekologi justru memerlukan waktu jangka

panjang. Banyak komponen ekologi adalah milik umum seperti tanah, laut, udara,

angin dan air. Komponen-komponen inilah modal untuk kegiatan penambangan

oleh PT. Aneka Tambang Tbk, namun manfaat dan kerugian lingkungan selalu

berada di luar perhitungan (exter-nality) biaya perusahaan. Ekologi harus dipandang

sebagai aset utama di dalam proses ekonomi yang berdampak pada kehidupan

sosial budaya masyarakat. Dengan pertimbangan tersebut diatas maka PEMDA

sebagai stakeholders yang berperan penting sebagai regulator pengelolaan lahan

pasca penambangan perlu menyelaraskan aspek ekologi dan aspek ekonomi, serta

di dukung oleh aspek sosial dan kelembagaan.

Page 35: Bab Reklmasi Hal 24

139

Berdasarkan UU No. 41 Tahun 1999, pemerintah pusat berhak menentukan

hutan negara dan merencanakan penggunaan hutan Sementara UU No. 22 Tahun

1999 dan No. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah memberikan kekuasaan atas

berbagai sumberdaya alam kepada pemerintah daerah (80%). Terkait UU otonomi

daerah maka PEMDA memberikan ijin kuasa pertambangan (KP) KW97PP0443

pada PT. Aneka Tambang Tbk di atas tanah negara. Ijin tersebut dalam tata ruang

provinsi Maluku Utara telah ditetapkan sebagai areal untuk penggunaan lain/APL

yang dibuat berdasarkan UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang.

Sejak Tahun 2001 PT. Aneka Tambang Tbk telah memulai kegitan

penambangan nikel di Tanjung Buli. Penambangan tersebut telah mengakibatkan

terjadinya degradasi ekologi. Apabila kondisi ekologi ini telah sedemikian

melemah, maka kesejahteraan yang dicapai rmsyarakat menjadi tidak bermakna.

Sebab, kesejahteraan tadi harus dibayar dengan recovery cost untuk memulihkan

dan menjaga kelestarian lingkungan dan bahkan social cost yang sulit dihitung

tingkat kerugiannya. Persoalan ekologi pasca penambangan memerlukan peran

pemerintah dalam hal ini PEMDA dalam merumuskan berbagai instrumen hukum

untuk meminimilasir degradasi ekologi dan pencemaran lingkungan lebih lanjut

atau dengan kata lain, pemerintah dituntut untuk dapat merealisasikan kebijakan

yang berkonsep pembangunan berkelanjutan (sustainability development} secara

konsekuen. Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi

kebutuhan saat ini tanpa menurunkan atau merusak kemampuan generasi mendatang

untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2002).

Menurut Siahaan (2004), azas-azas penyelenggaraan negara yang baik dalam

mengelola lingkungan dengan prinsip keberlanjutan sumber daya {sustainability)

disebut dengan prinsip good governance (GEG). Prinsip GEG ini didasarkan pada

pasal 8 ayat 2 UU Pengelolaan Lingkungna Hidup (UUPLH) No. 23 Tahun 1997.

Prinsip GEG menurut pasal 8 UUPLH No. 23/ 1997, yaitu kekuasaan dan

kompetensi Negara (dalam konteks ini diartikan sebagai pemerintah daerah)

menguasai serta mempergunakan sumberdaya alam demi kemakmuran rakyat,

menyebutkan bahwa pemerintah mengatur dan mengembangkan kebijakan

pengelolaan lingkungan hidup (pasal 8 ayat 2 butir a, b, c dan d). Pemerintah

mengatur penyediaan, peruntukan, penggunaan, pengelolaan lingkungan hidup,

Page 36: Bab Reklmasi Hal 24

140

mengendalikan kegiatan-kegiatan yang mempunyai dampak sosial, disamping

mengembangkan pendanaan bagj upaya pembinaan fungsi lingkungan hidup

sesuai peraturan perundang-undangan.

Selanjutnya seperti terlihat pada Gambar 9, Bab IV Halmahera Timur

memiliki potensi mineral dan pertambangan yang sangat bervariasi, meliputi batu

gamping, kromit, magnesit, minyak bumi, nikel, pasir besi, talk dan tembaga.

Pada Gambar 15 dan Gambar 16, Bab IV potensi Halmahera Timur dari bidang

petanian, kelautan dan kehutanan sangat besar. Ketiga bidang tersebut dapat

menjadi alternatif pembangunan ekonomi. Kawasan-kawasan yang strategis dan

cepat tumbuh ini perlu dikenali dan selanjutnya ditumbuhkan dengan berbagai

upaya pengembangan kegiatan ekonomi, seperti pengadaan terminal agribisnis,

pasaflelang hasil tangkap atau olahan tangakapan, pengerasan jalan, pelatihan

bisnis dan promosi. Pengembangan kawasan-kawasan strategis dan cepat tumbuh

ini perlu dilakukan bersamaan dengan upaya peningkatan keterampilan,

pengembangan usaha dan penguatan keberdayaan masyarakat.

Pemerintah daerah dan pengusaha adalah dua kelompok yang paling berpengaruh

dalam menentukan corak pertumbuhan ekonomi daerah. Pemerintah daerah

mempunyai kelebihan dalam satu hal dan tentu saja keterbatasan dalam hal lain,

demikian juga pengusaha. Sinergi antara keduanya untuk merencanakan bagaimana

ekonomi daerah akan diarahkan perlu menjadi pemahaman bersama. Pemerintah

daerah mempunyai kesempatan membuat berbagai peraturan, menyediakan berbagai

sarana dan peluang serta membentuk wawasan orang banyak, tetapi pemerintah

daerah tidak mengetahui banyak bagaimana proses kegiatan ekonomi sebenarnya

berlangsung. Pengusaha mempunyai kemampuan mengenali kebutuhan orang banyak

dan dengan berbagai insiatifnya berupa modal usaha serta teknologi, memenuhi

kebutuhan itu. Aktivitas memenuhi kebutuhan itu membuat roda perekonomian

berputar, menghasilkan gaji dan upah bagi pekerja serta pajak bagi pemerintah

daerah. Dengan pajak, pemerintah daerah berkesempatan membentuk kondisi agar

perekonomian daerah berkembang lebih lanjut.

Hasil comparative judgment oleh masing-masing aktor stakeholders dengan

indeks inkonsistensi 0,02 menunjukkan kebijakan pengelolaan lahan pasca

penambangan berbasis lingkungan dan berkelanjutan (PLPPL) mendapatkan

Page 37: Bab Reklmasi Hal 24

141

prioritas pertama. Arahan strategi kebijakan melakukan reklamasi lahan pasca

penambangan yang bernilai ekonomis bagi masyarakat setempat (MRLPE)

mendapat prioritas kedua, sedangkan dari aspek kelembagaan, kebijakan

reklamasi harus memperhatikan rencana kerja dari pemerintah setempat dalam hal

pengelolaan lahan pasca penambangan (RMRKP) menjadi prioritas ke tiga dan

yang terakhir/keempat yaitu partisipasi masyarakat dalam menentukan

pengelolaan lahan pasca penambangan (PMPLP). Nilai pembobotan PLPPL

sebesar 0,285 prioritas pertama, prioritas kedua MRLPE dengan pembobotan

0,304, prioritas ketiga adalah RMRKP dengan nilai pembobotan 0,229 serta

prioritas keempat/terakhir adalah PMPLP dengan nilai pembobotan 0,182.

Reklamasi yang telah dilakukan oleh pihak perusahaan dengan menanam

berbagai jenis tanaman (Tabel 26, Bab IV) menjadi jawaban pengelolaan lahan

pasca penambangan dari aspek ekologi. Dari aspek ekonomi, nilai non pasar

tanaman reklamasi tersebut diukur dengan menebang dan menjual

batang/buah/daunya saja, sdangkan tanaman yang dibiarkan tumbuh dianggap

tak memiliki nilai ekonomis sama sekali, sedangkan nilai non pasar tanaman dari

aspek ekologi diukur dari kegunaanya misalnya untuk keteduhan, kesejukan,

kesuburan tanah, konservasi lahan, tempat bersarang berbagai burung dan hewan

serta keseimbangan dan kelestarian alam. Selanjutnya, dengan

mempertimbangkan nilai ekonomi dan nilai ekologi suatu tanaman maka dari

beberapa jenis tanaman reklamasi tersebut dipilih tanaman yang memiliki nilai

ekonomis untuk dikembangkan, misalnya pohon jati (batangnya bernilai

ekonomis), jambu mete (bijinya bernilai ekonomis), kelapa (seluruh bagian

tanaman bernilai ekonomis) dan nangka (batang dan buahnya bernilai ekonomis).

Untuk potensi perikanan tangkap terdapat di sepanjang perairan pantai utara

dan timur Kabupaten Halmahera Timur. Hal ini terkait dengan potensi

sumberdaya alam dan karakter penduduk yang cenderung menggantungkan hidup

langsung pada hasil alam, sedangkan potensi perikanan budidaya terdapat di

sepanjang perairan Teluk Kao wilayah Wasile dan Wasile Selatan (pantai barat).

Jenis produk perikanan tangkap unggulan di wilayah Kabupaten Halmahera

Timur adalah tenggiri, cakalang, tuna, lajang, hiu, teri, kakap, julung-julung dan

kerapu. Potensi ikan budidaya yang dapat dikembangkan meliputi jenis ikan mas,

Page 38: Bab Reklmasi Hal 24

142

ikan bandeng dan ikan nila. Produk budidaya non-perikanan meliputi udang, teripang,

mutiara, lobster, cumi pena dan kepiting kenari.Potensi sumber daya perikanan di

daerah yang memiliki wilayah laut cukup luas ini yang dikembangkan yaitu usaha

penangkapan ikan, udang, rumput laut dan teripang (BKPM Maluku Utara, 2007).

Menyokong konsep pembangunan berkelanjutan yang berwawasan

lingkungan hidup, berbekal pengetahuan alam masyarakat lokal, didukung

pengembangan IPTEKS oleh PT/LP secara berkesinambungan dan di dukung baik

oleh PEMDA maupun perusahaan serta bantuan kontrol atau panduan oleh LSM

maka diharapkan arahan strategi kebijakan pengelolaan lahan pasca penambangan

yang bernilai ekologi dan ekonomis dapat diimplementasikan secara optimal.

Kelompok stakeholders mengharapkan arahan strategi kebijakan pengelolaan

lahan pasca penambangan berbasis lingkungan dan berkelanjutan serta bernilai

ekonomis bagi masyarakat setempat karena perekonomian masyarakat

mengandalkan sumberdaya alam sebagai sumber penyedia bahan mentah untuk

kelangsungan hidup. Mengacu pada sifat sumberdaya alam pertambangan yang

tidak dapat di perbaharui maka reklamasi dengan tanaman untuk memperbaiki

kondisi ekologi perlu menjadi perhatian awal dari stakeholders. Disamping itu,

kebijakan reklamasi harus memperhatikan rencana kerja dari pemerintah setempat

dalam hal pengelolaan lahan pasca penambangan agar sesuai dengan tata ruang

dan peruntukannya. Partisipasi masyarakat dalam menentukan pengelolaan lahan

pasca penambangan perlu dilibatkan karena subjek redistribusi lahan pasca

penambangan adalah masyarakat itu sendiri.

Dengan mempertimbangkan potensi pertanian, perkebunan dan perikanan serta

sosial masyarakat maka alternatif pengembangan yang menggabungkan aspek ekologi

dan ekonomi di lokasi lahan pasca penambangan di Halmahera Timur adalah :

1. Menanam komoditi perkebunan berbasis sumberdaya lokal yang bernilai

ekonomi.

2. Pengembangan perikanan tangkap sepanjang perairan pantai utara dan timur

Halmahera Timur.

3. Peningakatan nilai tambah hasil-hasil alam (produk pertanian, perikanan dan

kelautan) dengan melakukan pengolahan pasca panen/tangkap contohnya

pembangunan home industry.

Page 39: Bab Reklmasi Hal 24

143

Menunjang alternatif pengembangan tersebut, maka langkah kongkrit arahan

strategi kebijakan pengelolaan reklamasi lahan pasca penambangan dalam aspek

ekologi yang dapat dilakukan adalah :

1. Melaksanakan forum/pelatihan dalam rangka pengelolaan lahan pasca

penambangan antar stakeholders bertujuan untuk mengembangkangkan

kesepakatan dan kesepahaman stakeholders dalam pengelolaan alternatif potensi

alam pasca penambangan.

2. Pembatasan pemberian KP kepada investor untuk mencegah eksploitasi

sumberdaya alam yang berlebihan dan pencemaran lingkungan hidup, khususnya

di kawasan pengembangan pertanian dan perikanan.

3. Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan lahan yang telah direklamasi, yang

dipandu oleh tim fasilisator.

Selanjutnya langkah konkrit arahan strategi kebijakan dari aspek ekonomi

untuk menunjang alternatif pengembangan diatas diarahkan untuk meningkatkan

keterampilan, pengembangan usaha, dan penguatan keberdayaan masyarakat.

Langkah kongkrit yang dapat dilakukan adalah :

(1) Meningkatkan kredit modal dan teknologi di bidang pertanian terpadu dan kelompok

nelayan contohnya melalui program kredit tanpa agunan atau agunan lunak.

(2) Mengembangkan home industry untuk memberi nilai tambah hasil-hasil alam

(produk pertanian, perikanan dan kelautan).

(3) Reformasi perizinan investasi, misalnya adanya sistem satu atap dalam hal

legalitas/pemberian izin usaha/kegiatan.

(4) Publikasi potensi pertanian dan perikanan melalui media elektronik (TV, radio

dan website) dan media cetak (koran dan majalah).

(5) Peningakatan partisipasi masyarakat, petani dan nelayan dalam LITBANG,

pelatihan/seminar untuk pengelolaan usaha yang berkelanjutan.

(6) Peningkatan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana wilayah, misalnya

pengadaan terminal agribisnis.