Upload
fahri-gani
View
44
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
metfis men
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Saat ini kita ketahui bahwa teknologi berkembang dengan pesat.
Perkembangan ini berbanding lurus dengan kebutuhan hidup manusia,
dengan memperhatikan kualitas bahan. Oleh karena itu banyak temuan –
temuan baru oleh para ahli untuk menciptakan hal dengan teknologi
canggih dan dapat bersaing dengan hyper-eutectoid lain.
Perkembangan dalam bidang mekanik juga berkembang dengan pesat.
Berbagai rekayasa telah dilakukan agar kebutuhan manusia bisa terpenuhi,
contohnya alat transportasi. Salah satu aspek penting dalam bidang
rekayasa mekanik adalah menekankan material. Bagaimanapun suatu alat
harus terbuat dari bahan yang berbeda dan memiliki karakteristik berbeda
pula, sehingga pemilihan material yang tepat merupakan suatu keharusan.
Penggunaan bahan yang tidak tepat akan berujung pada rendahnya efisiensi,
gangguan pemakaian, rendahnya usia pakai dan kegagalan.
Karena itu diperlukan adanya pengujian material yang akan digunakan
sebelum diputuskan layak tidaknya material tersebut dipakai. Secara
mekanik, pengujian yang dilakukan harus dapat melihat sifat mekanik pada
material tersebut. Namun kita juga dapat dan harus memperhatikan
pengujian secara fisik dan kimia.
Pada kenyataannya, suatu bahan memiliki sifat tertentu yang sesuai
keinginan dan sekaligus memiliki sifat lain yang tidak sesuai dengan
keinginan dan kebutuhan. Misalnya saja besi yang kuat tetapi mudah
berkarat atau baja yang ulet tetapi mudah aus. Untuk mempertahankan sifat
baik suatu bahan sekaligus menghilangkan sifat buruknya, diperlukan
rekayasa bahan. Suatu bahan dapat diberi perlakuan tertentu atau dapat
dipadu dengan bahan lain sehingga sifat baik akan muncul dan sifat buruk
akan hilang. Salah satu perlakuan pada material adalah perlakuan panas.
Pada umumnya perlakuan ini dilakukan pada baja, mengingat baja
1
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
merupakan logam yang paling sering digunakan pada komponen mesin.
Karena itu analisis – analisis perlakuan panas terhadap sifat mekanik baja
perlu diperhatikan.
1.2. Teori Dasar Pengujian Bahan
1.2.1. Pengujian Destructive dan Non-Destructive
Pengujian destructive merupakan pengujian yang dilakukan
terhadap suatu material atau spesimen sampai performa material
tersebut mengalami kerusakan. Pengujian ini dilakukan untuk
mengetahui performa material yang bersangkutan. Salah satunya
bila material dikenai kerja dari luar dengan besar gaya yang
berbeda-beda. Pengujian ini umumnya jauh lebih mudah untuk
dilaksanakan. Selain itu memberikan informasi yang lebih baik dari
pada pengujian non-destructive. Macam-macam pengujian
destructive antara lain :
1. Uji Kekerasan
Secara umum semua sifat mekanik dapat terwakili oleh
sifat kekerasan bahan. Kebanyakan orang berasumsi bahwa yang
keras itu kuat, tetapi hal ini merupakan pernyataan yang salah.
Bahwa ada suatu bahan yang memiliki kesebandingan antara
kekerasan dan kekuatan itu benar, tetapi ada juga sifat yang
perbandingannya justru terbalik bahwa bahan yang keras itu
rapuh. Oleh karena itu, definisi yang spesifik antara kekerasan
dan kekuatan kendati masing-masing memiliki korelasi.
Berdasarkan pernyataan di atas, maka pengujian kekerasan
yang dibakukan pemakaiannya yakni :
a. Pengujian kekerasan dengan cara penekanan (indentation
test)
b. Pengujian kekerasan dengan cara goresan (scratch test)
c. Pengujian kekerasan dengan cara dinamik (dynamic test)
2
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
Proses pengujian kekerasan harus dilakukan sesuai dengan
metode serta prosedur pengujian yang telah dilakukan sehingga
hasil pengujian dapat diterima dan dapat digunakan sebagai
acuan dalam pemilihan bahan teknik sebagai bahan baku, hyper-
eutectoid, ataupun menjadi petunjuk perubahan sifat bahan
(kekerasan) sebelum atau sesudah proses perlakuan panas
dilakukan.
a. Pengujian kekerasan dengan cara penekanan (indentation
test)
Pengujian ini merupakan pengujian kekerasan terhadap
bahan (logam) dimana dalam menentukan kekerasannya
dilakukan dengan menganalisis indentasi atau bekas
penekanan pada benda uji sebagai reaksi dari pembebanan
tekan.
b. Pengujian kekerasan dengan cara goresan (scratch test)
Merupakan pengujian kekerasan terhadap benda
(logam) dimana dalam menentukan kekerasannya dilakukan
dengan mencari kesebandingan dari bahan yang dijadikan
standart.
c. Pengujian kekerasan dengan cara dinamik (dynamic test)
Merupakan pengujian kekerasan dengan mengukur
tinggi pantulan dari bola baja atau intan (hammer) yang
dijatuhkan dari ketinggian tertentu.
2. Pengujian Tarik
Pengujian ini merupakan proses pengujian yang biasa
dilakukan karena pengujian tarik dapat menunjukkan perilaku
bahan selama proses pembebanan.
3. Pengujian Lengkung
Pengujian ini merupakan salah satu pengujian sifat
mekanik bahan yang dilakukan terhadap spesimen dari bahan,
baik bahan yang akan digunakan pada kontraksi atau komponen
3
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
yang akan menerima pembebanan lengkung maupun proses
pelengkungan dalam pembentukan. Pelengkungan (bending)
merupakan proses pembebanan terhadap suatu bahan pada suatu
titik di tengah-tengah dari bahan yang ditahan di atas dua
tumpuan.
4. Uji Impact
Uji impact dilakukan untuk menentukan kekuatan material.
Sebagai sebuah metode uji impact yang digunakan dalam dunia
industri JJS menetapkan secara khusus uji impact charpy dan uji
impact izod.
5. Uji Struktur
Uji struktur mempelajari struktur material logam. Untuk
keperluan pengujian, material logam dipotong-potong, kemudian
potongan diletakkan di bawah dan dikikis dengan material alat
penggores yang sesuai. Uji struktur ini dilaksanakan secara
makroskopik atau mikroskopik. Dalam uji makroskopik,
permukaan spesimen dengan mata telanjang atau melalui loupe
untuk mengetahui status penetrasi, jangkauan yang terkena
panas dari keausannya. Dalam pemeriksaan mikroskopik,
permukaan spesimen diperiksa melalui mikroskopik metalurgi
untuk mengetahui jenis struktur dan rasio komponennya untuk
menentukan sifat-sifat materialnya.
Pengujian non-destructive (NDT) adalah aktivitas tes atau
inspeksi terhadap suatu benda untuk mengetahui adanya cacat,
retak, atau discontinuity lain tanpa merusak benda yang kita tes atau
inspeksi. Pada dasarnya, tes ini dilakukan untuk menjamin bahwa
material yang kita gunakan masih aman dan belum melewati
damage tolerance. NDT dilakukan paling tidak sebanyak dua kali.
Pertama, selama dan diakhihr proses fabrikasi, untuk menentukan
suatu komponen dapat diterima setelah melalui tahap fabrikasi.
Kedua, NDT dilakukan setelah komponen digunakan dalam jangka
4
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
waktu tertentu. Tujuannya adalah menemukan kegagalan parsial
sebelum melampui damage tolerance.
Pengujian non-destructive dibagi menjadi beberapa macam,
yaitu :
1. Uji visual (visual inspection)
Biasanya metode ini menjadi langkah yang pertama kali
diambil dalam NDT. Metode ini bertujuan untuk menemukan
cacat atau retak permukaan dan korosi. Dengan bantuan visual
optical, sehingga crack yang berada di permukaan material
diketahui.
2. Uji hyper-eutectoid magnet (magnetic hyper-eutectoid
inspection)
Metode magnetic Hyper-eutectoid Inspection (MPI)
merupakan pengujian untuk mengetahui cacat permukaan
(surface) dan permukaan bawah (sub-surface) suatu komponen
dari bahan ferromagnetik seperti besi, nikel, dan cobalt. Dengan
menggunakan prinsip magnetisasi, bahan yang akan diuji akan
dialiri arus listrik. Adanya cacat yang tegak lurus dengan medan
magnet akan menyebabkan kebocoran medan magnet.
Kebocoran ini mengindikasikan adanya cacat pada material.
Cara yang digunakan adalah dengan menaburkan hyper-
eutectoid magnetik di permukaan. Hyper-eutectoid tersebut akan
berkumpul pada daerah yang mengalami kebocoran medan
magnet sehingga arah medan magnet akan berbelok dan terjadi
kebocoran fluks magnetik. Bocoran fluks magnetik ini akan
menarik butir-butir ferromagnetik di permukaan sehingga cacat
dapat diperlihatkan.
3. Uji cairan penetran (liquid penetran test)
Metode ini sangat sederhana, dimana saat melakukan
pengujian dilakukan penyemprotan dengan cairan warna terang.
Tujuannya untuk mengetahui keretakan atau kerusakan pada
5
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
material solid baik logam maupun non-logam. Cairan ini harus
memiliki daya penetrasi yang baik dan viskositasnya yang
rendah dengan tujuan cairan ini dapat masuk pada cacat di
permukaan material. Selanjutnya, penetran yang tersisa di
permukaan material disingkirkan. Cacat ini akan nampak jelas
jika perbedaan warna penetran dengan latar belakang cukup
kontras.
4. Edy current test
Inspeksi ini memanfaatkan prinsip elektromagnetik.
Prinsipnya arus listrik dialirkan pada komponen untuk
membangkitkan medan magnet di dalamnya. Jika medan magnet
ini dikenakan pada logam yang akan di inspeksi maka akan
terbangkit arus edy. Arus edy kemudian menginduksikan adanya
medan magnet pada kumparan dan mengubah impedansi bila
ada cacat. Keterbatasan dari metode ini yaitu hanya dapat
diterapkan pada permukaan yang dapat dijangkau. Selain itu
metode ini juga hanya diterapkan pada logam saja.
5. Ultrasonic inspection
Prinsip yang diterapkan adalah prinsip gelombang suara.
Gelombang suara yang dirambatkan pada spesimen uji dan
sinyal yang ditransisi atau dipantulkan diamati dan
diinterpretasikan. Gelombang ultrasonic yang digunakan
memiliki frekuensi 0,5 – 20 Mtb. Gelombang suara akan
terpengaruh jika ada void, retak atau delaminasi pada material.
Gelombang ini dibangkitkan oleh transducer dari bahan
pientzoelektic yang dapat mengubah arus listrik menjadi energi
getaran mekanik kemudian menjadi energi listrik lagi.
6. Radiographic inspection
Metode NDT ini digunakan untuk menemukan cacat pada
material dengan menggunakan sinar X dan sinar gamma.
Prinsipnya sinar X dipancarkan menembus material yang
6
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
diperiksa. Saat menembus objek, sebagian sinar akan diserap
sehingga intensitasnya akan berkurang. Intensitas akhir
kemudian direkam pada film yang sensitif. Jika ada cacat pada
material maka intensitasnya akan terekam pada film tertentu
akan bervariasi. Hasil rekaman pada film inilah yang akan
memperlihatkan bagian material yang mengalami cacat.
1.2.2. Sifat Mekanik Logam
Sifat mekanik logam adalah sifat yang menyatakan
kemampuan suatu logam untuk menerima beban atau gaya tanpa
mengalami kerusakan pada logam tersebut. Sifat mekanik logam
merupakan salah satu sifat terpenting. Sifat-sifat logam antara
lain:
1. Kekuatan (Strength) [N/mm3, kg/mm2, lb/in2]
Merupakan kemampuan bahan untuk menerima gaya
berupa ketegangan tanpa mengalami patah pada bahan. Ada
beberapa macam dari kekuatan, tergantung dari jenis beban
yang bekerja, diantaranya kekuatan tekan, kekuatan tarik,
kekuatan torsi, kekuatan kelengkungan, dan kekuatan geser.
2. Kekerasan (Hardness) [BHN, VHN, HRC]
Merupakan kemampuan material logam menerima gaya
berupa penetrasi, indentasi, pengikisan, ataupun
pernggoresan. Sifat kekerasan mempunyai korelasi, dengan
sifat kekuatan dan juga dengan sifat daya tahan aus (C
resistance).
3. Kekakuan (Stiffness) [simpangan]
Merupakan kemampuan bahan menerima beban atau
ketegangan tanpa menyebabkan perubahan bentuk
(deformasi) atau defleksi.
7
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
4. Ketangguhan (Toughness) [kg/mm]
Merupakan sifat yang menyatakan kemampuan bahan
untuk menyerap sejumlah energi tanpa menyebabkan
terjadinya kerusakan.
5. Kekenyalan (Elasticity) [%]
Menyatakan kemampuan bahan untuk menerima
tegangan tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk
yang permanen setelah beban atau tegangan dihilangkan.
Kekenyalan menyatakan seberapa banyak terjadi perubahan
bentuk secara elastis yang dapat dialami sebelum perubahan
plastis/permanen terjadi. Dapat juga dinyatakan sebagai
kemampuan bahan untuk kembali ke bentuk atau ukuran
mula-mula setelah menerima beban yang mengakibatkan
deformasi.
6. Kelelahan (Fatigue) [siklus]
Menyatakan kecenderungan logam untuk patah jika
menerima beban atau tegangan berulang-ulang (cycles stress)
yang besar beban/tegangan tersebut jauh di bawah kekuatan
elastisnya.
7. Plastisitas (Plasticity) [%]
Merupakan kemampuan bahan untuk mengalami
sejumlah deformasi permanen (plastis) tanpa menyebabkan
kerusakan.
8. Mulur (Creep) [siklus]
Menyatakan kecenderungan logam mengalami
deformasi plastis yang besarnya merupakan waktu saat
menerima beban yang besarnya tetap.
9. Kegetasan (Brittlenes)
Merupakan sifat bahan yang mempunyai sifat berlainan
dengan keuletan. Sifat ini merupak sifat pecah dari suatu
material dengan sedikit pergeseran permanen.
8
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
10. Keuletan (Ductility)
Merupakan kemampuan logam untuk terdeformasi.
Bahan yang ulet biasanya mempunyai penyusutan
penampang yang besar sebelum terjadi patahan.
11. Keausan (Wearness)
Merupakan sifat material yang menyatakan terkikisnya
penampang yang besar sebelum terjadi patahan karena
bergesekan dengan logam/material lain.
Adapun faktor- faktor yang mempengaruhi sifat mekanik,
diantaranya:
1.Kadar Karbon
Semakin tinggi kadar karbon maka kekerasan akan
semakin tinggi, namun akan menjadi rapuh. Kandungan
karbon ini juga mempengaruhi keuletan, ketangguhan,
maupun sifat mampu mesinnya.
2.Heat Treatment
Pada heat treatment yang dilakukan akan menghasilkan
mekanik logam yang keras, kuat, dan reabilitas bertambah
tergantung pada jenis heat treatment yang dilakukan pada
material tersebut.
3.Homogenitas Struktur Mikro Bahan
Bentuk dan ukuran butir logam sangatlah berpengaruh.
Untuk butiran yang lebih besar akan membuat material
tersebut mempunyai sifat ulet dan sebaliknya, jika ukuran
bentuk butiran kecil akam membuat material kerat tetapi
getas dan kaku.
4.Unsur Kimia/Paduan
Unsur paduan akan mempengaruhi sifat mekanik baja.
Beberapa unsur paduan yang mempengaruhi sifat mekanik
adalah:
9
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
a. Nikel (Ni)
Fungsinya meningkatkan kekerasan, ketahanan
erosi, keuletan dan tahan gesek.
b. Chromium (Cr)
Fungsinya untuk meningkatkan kekerasan,
menambah karbida dan menambah elastisitasnya.
c. Mangan (Mn)
Fungsinya untuk meningkatkan kekerasan, ketahahn
terhadap susu tinggi dan membuat mengkilap.
d. Silicon (Si)
Fungsinya meningkatkan kekenyalan dan kekerasan,
bersifat deoksidan, meningkatkan kekerasan dan
menaikan titik kritis.
e. Molibdenum (Mb)
Dalam jumlah 0,1–0,6 % bisa meningkatkan
kekuatan yang dimiliki baja.
f. Vanadium (V)
Fungsinya menaikkan kekerasan dan kekuatan baja,
menurunkan kandungan karbon eutectoid, jika bercampur
Cr akan membuat baja jadi tahan aus.
g. Cobalt (Co)
Fungsinya meningkatkan kekerasan dan daya tahan
aus.
h. Boron (B)
Fungsinya menaikkan kekerasan. Pada kadar karbon
kurang dari 0,6 % akan menyebabkan rapuh.
i. Titanium (Ti)
Fungsinya sebagai deoksidasi dan efektif menambah
pertumbuhan butiran serta meningkatkan kekerasan baja.
10
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
5.Endapan
Reaksi pengendapan merupakan kebalikan dari reaksi
pelarutan, yang terjadi akibat proses pendinginan.
Pengendapan terjadi bila baja didinginkan sampai daerah
suhu dua fase setelah laku larut yang dipengaruhi laju waktu
pendinginan.
Pada laju waktu pendinginan cepat terjadi endapan
suatu fase dan laju pendinginan lambat dapat terjadi endapan
dalam dua fase sehingga pengendapan yang terjadi
berpengaruh pada sifat mekaniknya.
6.Cacat
Cacat terjadi kemungkinan besar selama proses
pertumbuhan kristal atau pada proses heat treatment
(perlakuan panas). Cacat ini dibedakan menajdi cacat titik,
cacat garis, cacat bidang, dan cacat ruang. Cacat yang terjadi
pada baja menyebabkan kerusakan pada struktur baja
misalnya terjadinya kekosongan (vacancy), sisipan dan slip.
Kerusakan ini menyebabkan menurunnya sifat mekanik baja.
Dalam membahas sifat mekanik, tentunya kita juga
mengenal pembebanan. Ada 3 macam pembebanan, yaitu:
1.Pembebanan Statik
Merupakan pembebanan yang sifatnya static atau
besarnya tetap atau berubah dengan sangat lambat.
2.Pembebanan Dinamik
Merupakan pembebanan yang besarnya beban berubah-
ubah atau dinamis.
3.Pembebanan Variying
Merupakan pembebanan yang bebannya dapat
ditambahkan secara kontinyu dan berbeda-beda.
11
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
1.2.3. Macam-Macam Perlakuan
a. Perlakuan Panas Fisik
Secara umum, perlakuan panas fisik dibagi menjadi 4,
yaitu:
1. Hardening
Merupakan perlakuan panas yang bertujuan untuk
memperoleh kekerasan maksimum pada logam baja. Baja
tersebut dipanaskan dan selanjutnya ditahan. Untuk baja
eutectoid dipanaskan sampai (20-30)o c di atas AC3 dan
untuk baja eutectoid dan hyper-eutectoid dipanaskan sampai
(20-30)oC di atas AC1, kemudian didinginkan cepat di dalam
air atau tergantung pada komposit kimia, bentuk dan
dimensinya. Kecepatan pendingan harus sesuai supaya
terjadi transformasi yang sempurna dari austenite menjadi
austenite. Kekerasan maksimum yang dicapai tergantung
kadar karbon. Semakin tinggi kadar karbon semakin tinggi
kekerasan maksmimum yang didapat.
Gambar 1.1 : Daerah Temperatur Perlakuan PanasSumber : Anonymous 1 : 2012
2. Annealing
Merupakan perlakuan panas yang digunakan untuk
meningkatkan keuletan, menghilangkan tegangan dalam,
12
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
menghaluskan ukuran butiran dan menigkatkan sifat mampu
mesin. Prosesnya adalah dengan memanaskan material
sampai temperatur tertentu, holding beberapa saat, kemudian
didinginkan secara perlahan dalam dapur pemanas atau
media terisolasi.
Gambar 1.2 : AnnealingSumber : Anonymous 2 : 2012
Tabel 1.1 Macam – macam Annealing
Type of
Annealing
Steels subject
to the process
Heating
tempature oC
Cooling rate Purpose
Full Annealing Hypoculectoid AC3 +20-30 Down to 500- 1. Softening
13
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
eutectoid,
small and
medium size
steel casting
AC1 +20-30 600oC at a rate
of:
1) 50-100oC
per hour for
carbon steel
2) 20-60oC per
hour for
alloy steels
2. Stress
Relieving
3. Structer
Processing
Annealing
Hypocutectoid Between
AC1 and
Ac3
Ditto 1. Softening
2. Stress reliving
Spheroidising
(globular parlite
Annealing)
Hyper-
eutectoid
AC1 +20-30 Down to 500-
600oC at a rate
of 20-30oC per
hour
1. Softening
2. Improvement
of
machinability
(cutting)
3. Improvement
of cold
broaching.
4. Preparation of
structure for
subsequent
Hardening.
Isothermal
Annealing
Chielly for
alloy steels
AC3 +20-30
AC1 -20-30
Rapid cooling
down to AC1 -
20-30, holding
at the said
temperatur
followed by air
cooling.
The same as for
full Annealing
Interdiflusion Large steel AC3+150- With the funace To eliminate
14
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
Annealing
(homogentnation)
casting and
ingots
250 coarse cast
structure and
segregation.
High Tempering
flow temperatur
Annealing
Hypereulectoid
and high-alloy
structure steels
AC1 -15-30 With the
furnace or in
the air
1. Softening
2. Stress reliving
3. Improvement
of
machinability
Recryslallisation
Annealing
All grades of
steels
following cold
working
Ref. to Tabel 5.3 Regeneration of
structure after
cold working
Sumber : Komenichny, I. ( 1968 : 70 – 80 )
3. Normalizing
Perlakuan panas yang digunakan untuk mengharuskan
struktur butiran yang mengalami pemanasan berlebihan
(overheated), menghilangkan tegangan dalam meningkatkan
permesinan dan memperbaiki sifat mekanik material,
prosesnya dengan pemanasan sampai (30-50)oC di atas AC3
dan didinginkan pada udara sampai temperatur ruang.
Pendinginan di sini lebih cepat dari pada full
annealing .sehingga paerlite yang terjadi menjadi lebih halus
sehingga menjadi lebih keras dan kuat disbanding yang
diperoleh annealing. Normalizing juga menghasilkan
struktur kimia yang lebih homogen sehingga akan memberi
respon yang baik terhadap proses pengerasan (hardening).
Karena itu baja yang akan dikeraskan perlu di-normalizing
terlebih dahulu. Pada normalizing hendaknya tidak
dilakukan pemanasan terlalu tinggi karena butir kristal
autenit yang terjadi akan terlalu besar sehingga pada
15
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
pendinginan lambat dan diperoleh butir pearlite atau ferrite
yang kasar dan mengakibatkan berkurangnya keulutan atau
ketangguhan.
4. Tempering
Digunakan untuk mengurangi tegangan dalam
melunakan bahan setelah di hardening dan meningkatkan
keuletan. Hal ini karena baja yang dikeraskan dengan
pembentukan austenite biasanya sangat getas, sehingga tidak
cukup baik untuk berbagai pamakaian. Pembentukan
austenite juga meninggalkan tegangan sisa yang sangat
tinggi dan kurang menguntungkan. Karena itu biasanya
setelah pengerasan diikuti tempering. Prosesnya adalah
dengan memanaskan baja berstruktur austenite sampai
dibawah suhu kritis, ditahan kemudian didinginkan dengan
kecepatan tinggi untuk menghasilkan austenite, kemudian
dipanaskan kembali pada temperatur di bawah temperatur
eutectoid untuk melunakan austenite dengan mengubah
strukturnya menjadi hyper-eutectoid besi karbid dalam
ferrite.
Gambar 1.3 : Hubungan Antara Tempering dengan KekerasanSumber : Anonymous 3 : 2012
Tempering dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Martempering
16
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
Merupakan perbaikan dari prosedur quenching dan
digunakan untuk mengurangi distorsi dan chocking
selama pendinginan.
Gambar 1.4 : Proses MartemperingSumber : Anonymous 3 : 2012
b. AustemperingTujuannya adalah meningkatkan ductility,
ketahanan impact dan mengurangi distorsi. Struktur yang
dihasilkan adalah bainite. Austempering adalah proses
perlakuan panas yang dikembangkan langsung dari
diagram transformasi isothermal untuk memperoleh
struktur yang seluruhnya bainite. Pendinginan dilakukan
dengan quenching sampai temperatur di atas Ms dan
dibiarkan demikian sampai transformasi menjadi bainite
selesai.
17
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
Gambar 1.5 : Proses AustemperingSumber : Anonymous 3 : 2012
Gambar 1.6 : Proses Quenching dan TemperingSumber : Anonymous 3 : 2012
Tabel 1,2 Pendinginan dan Media Pendingin.
Sumber : Komenichny, I . (1968 : 182 )
18
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
b. Perlakuan Panas Kimiawi
1. Carburizing
Suatu proses penjenuhan lapisan permukaan baja
dengan karbon. Baja yang diikuti dengan hardening akan
mendapatkan kekerasan permukaan yang sangat tinggi,
sedang bagian tengahnya tetap lunak. Macam carburizing:
a) Pack Carburizing
Prosesnya material dimasukkan dalam kotak yang
berisi medium kimia aktif padat. Kotak tersebut
dipanaskan sampai 900-950oC, waktu total ditentukan
kedalaman kekerasan yang rendah dicapai.
b) Paste Carburizing
Medium kimia yang digunakan berbentuk pasta,
prosesnya yaitu bagian yang dikeraskan ditutup dengan
pasta dengan ketebalan 3-4 mm kemudian dikeringkan
dan dimasukkan dalam kotak, prosesnya dilakukan pada
920-930oC.
c) Gas Carburizing
Di sini logam dilepaskan dalam atmosfir yang
mengandung karbon yaitu gas alam maupun gas buatan
bainite kerja dipanaskan 850-900oC.
d) Liquid Carburizing
Proses Carburizing dilakukan pada medium kimia
akfif cair komposisi medium kimianya adalah soda abu,
NaCl, SiC, dan kadang-kadang dilengkapi NH4Cl. Suhu
proses antara 850-900oC.
2. Nitriding
Proses ini merupakan proses penjenuhan permukaan
baja dengan nitrogen yaitu dengan cara melakukan holding
19
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
dalam waktu yang agak lama pada temperatur 480-650oC
dalam lingkungan amoniak (NH3). Macam-macamnya:
a. Straight Nitriding
Digunakan untuk meningkatkan kekerasan,
ketahanan gesek dan fatigue.
b. Anti Corosion Nitriding
Bahan yang digunakan biasanya besi tuang dan
baja paduan. Derajat kelarutan nitrogen yang dapat
dicapai adalah 30-70oC.
3. Cyaniding
Proses ini merupakan proses penjenuhan permukaan
baja dengan unsur karbon dan nitrogen, bertujuan untuk
meningkatkan kekerasan, ketahanan gesek dan kelelahan.
Bila proses ini dilakukan di udara disebut karbon nitriding,
macamnya:
a. High Temperature Liquid Cyaniding
b. High Temperature Gas Cyaniding
c. Low Temperature Liquid Cyaniding
d. Low Temperature Gas Cyaniding
e. Low Temperature Solid Cyaniding
4. Sulphating
Perlakuan panas yang digunakan untuk meningkatkan
ketahanan gesek dari bagian-bagian mesin maupun alat-alat
tertentu dari bahan HSS jalan penjenuhan permukaan sulfur.
c. Perlakuan Panas Permukaan yang Lain
1. Flame Hardening
Prosesnya dengan pemanasan cepat permukaan baja di
atas temperatur kritisnya dengan menggunakan gas
oksigetilen, selanjutnya diikuti dengan pendingan.
2. Electrolite Bath Hardening
20
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
Pemanasan yang dilakukan dalam suatu larutan
elektrolit yang biasanya digunakan adalah 5% - 10% sodium
karbonat dan digunakan arus DC. Pada tegangan tinggi 200-
220 V. Prosesnya yaitu pada baja dipakai sebagai katoda,
sehingga terbentuk gelembung-gelembung hidrogen tipis.
Karena konduktivitas dari gelembung hidrogen rendah
sehingga arus meningkat cepat pada katoda. Akibatnya
katoda mengalami pemanasan pada temperatur yang sangat
tinggi (2000oC). Logam yang akan dikeraskan tersebut
dicelupkan dalam elektrolit sedalam bagian yang akan
dikeraskan. Setelah dipanaskan aliran listrik diputus dan
elektrolit digunakan sebagai media quenching.
3. Induction Surface Hardening
Pemanasan yang dilakukan dengan menggunakan arus
listrik frekuensi tinggi. Logam yang berbentuk silindris
diletakkan pada indicator ini. Jadi pemanasan permukaan
dipengaruhi oleh frekuensi dan waktu pemanasan.
Pendinginan dilakukan dengan penyemprotan air setelah
proses pemanasan selesai.
1.2.4. Diagram Fase Fe-Fe3c
a. Transformasi Paduan Besi Karbon
21
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
Gambar 1.7 : Diagram Fase
Sumber : Anonymous 4 : 2011Dari diagram diatas, dapat kita lihat pada proses
pendinginan perubahan struktur kristal dan struktur makro sangat
bergantung pada komposisi kimia. Pada kandungan karbon 0,83
%C sampai 6,67 %C terbentuk struktur makro yang dinamakan
cementite (Fe3C). Angka 6,67 berasal dari :
Penjelasan tentang diagram Fe-Fe3C akan dijelaskan
sebagai berikut:
A : Titik cair besi
B : Titik pada cairan yang ada hubungannya dengan reaksi
hyper-eutectoid.
H : Larutan pada S yang ada hubungannya dengan reaksi
hyper-eutectoid, kelarutan karbon maksimum adalah
0,1%.
J : Titik hyper-eutectoid, selama pendinginan austenite pada
kompisi J, fase γ terbentuk dari larutan pada δ pada
kompisi H dan cairn pada kompisi B.
22
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
N : Titik transformasi besi besi , titik transformasi A4
dari besi murni.
C : Titik eutektik, selama pendinginan fase γ ada hubungan
dengan reaksi eutektik. Kelarutan maksimum dari karbon
2,14%. Paduan besi karbon sampai pada komposisi ini
disebut juga baja.
E : Titik yang menyatakan pada fase γ ada hubungan dengan
reaksi eutektik. Kelarutan maksimum dari karobon
2,14%. Paduan besi karbon sampai komposisi ini disebut
baja.
G : Titik transformasi besibesi . Titik A3 untuk besi.
P : Titik yang menyatakan ferrite, fase α, ada hubungan
dengan reaksi.
S : Titik eutectoid, selama pendinginan ferrite pada
komposisi P dan semenit pada komposisi K (sama
dengan F) terbentuk simultan dari austenite pada
komposisi S. reaksi eutectoid ini dinamakan transformasi
A1 dan fase eutectoid ini dinamakan pearlit.
GS : Garis yang menyatakan hubungan antara temperatur dan
komposisi, dimana mulai terbentuk ferrite dari austenite.
Garis ini disebut garis A3.
ES : Garis menyatakan hubungan antara temperatur dan
komposisi, dimana mulai terbentuk cementite dari
austenite, dinamakan garis ACm.
Ao : Ttitik tranformasi magnetic untuk semenit.
A2 : Titik tranformasi magnetic untuk semenit.
Ada tiga macam transformasi paduan besi karbon yaitu:
A. Transformasi Baja Eutectoid (0,8%)
23
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
Transformasi yamg dibahas adalah transformasi yang
terjadi pada kondisi equilibrium. Untuk pembahasan ini
digunakan diagram fase Fe-Fe3C.
Baja eutectoid, paduan besi - karbon dengan kadar
karbon, C = 0,8% adalah paduan dengan komposisi
eutectoid. Pada temperatur diatas garis liquidus berupa
larutan cair (liquid). Bila temperatur diturunkan secara
perlahan, pada saat mencapai garis liquidus (di titik 1) akan
mulai terbentuk inti austenite yang selanjutnya akan tumbuh
menjadi dendrite austenite. Pembekuan selesai di titik 2
(pada garis solidus). Seluruhnya sudah menjadi austenite.
Pada pendinginan selanjutnya tidak terjadi perubahan hingga
temperatur mencapai titik 3, di garis A1, temperatur kritis
bawah. Di sini austenite yang mempunyai komposisi
eutectoid ini akan mengalami reaksi eutectoid :
Austenite ferrite + cementite (pearlit)
Terbentuknya pearlite ini dimulai dengan terbentuknya
inti cementite (biasanya pada batas butir austenite). Inti ini
akan bertumbuh dengan mengambil sejumlah karbon dari
austenite disekitarnya (cementite, Fe3C, mengandung 6,67%
C sedang austenite mengandung 0,8% C). karenanya
austenite di sekitar inti cementite itu akan kehabisan karbon
dan austenite dengan kadar karbon yang sangat rendah ini
pada temperatur ini akan menjadi ferrite (transformasi
allotropik). Ferrite ini juga akan bertumbuh, yaitu dengan
mengambil besi dari austenite disekitarnya, sehingga
austenite disekitar ferrite itu akan kelebihan karbon dan
mulai membentuk cementite di sebelah ferrite yang ada.
Demikian selanjutnya sampai seluruh austenite habis, dan
yang terjadi adalah suatu struktur yang berlapis-lapis
24
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
(lamellar) yang terdiri dari lamel-lamel cementite-ferrite-
cementite. Struktur ini dinamakan pearlite.
Gambar 1.8 : Transformasi Baja EutectoidSumber : Anonymous 5 : 2012
B. Transformasi Baja Hypo-eutectoid (%C < 0,8%)
Sebagai contoh untuk pembahasan pada baja hypo-
eutectoid ini diambil baja dengan 0,25% C. Paduan ini akan
mulai membeku pada titik 1 dengan membentuk inti ferrite
delta, yang nanti akan tumbuh menjadi dendrit ferrite delta.
Hingga temperatur mencapai titik 2 (temperatur Hyper-
eutectoid) paduan terdiri dari ferrite delta dan liquid. Pada
titik 2 akan terjadi reaksi hyper-eutectoid :
Ferrite delta + liquid austenite
Pada paduan ini tidak semua liquid habis dalam reaksi
itu, sehingga pada temperatur sedikit dibawah titik 2 struktur
terdiri dari liquid dan austenite. Makin rendah temperatur
25
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
makin banyak liquid yang menjadi austenite sehingga pada
titik 3 seluruhnya sudah menjadi austenite.
Perubahan berikutnya baru akan terjadi pada titik 4
(pada A3), akan mulai terjadi transformasi allotropik γ
menjadi α. Transformasi ini dimulai dengan terbentuknya
initi – inti ferrite pada batas butir austenite. Austenite pada
paduan ini mengandung 0,25% C sedang ferrite di
temperatur ini hanya mampu melarutkan sedikit sekali
karbon, karena itu austenite yang akan menjadi ferrite harus
mengeluarkan kabonnya ssehingga sisa austenite akan
menjadi lebih kaya karbon. Makin rendah temperaturnya
makin banyak ferrite yang terjadi, makin tinggi kadar karbon
pada sisa austenite (komposisi austenite akan mengikuti
garis A3). Pada saat mencapai titik 5 masih ada 0,25/0,80%
austenite, kadar karbonnya 0,80% (komposisi eutectoid).
Sisa austenite ini selanjutnya akan mengalami reaksi
eutectoid menjadi pearlite. Pada temperatur di bawah A1
paduan akan terdiri dari ferrite (hyper-eutectoid) dan
pearlite.
Setelah selesainya reaksi eutectoid ini struktur akan
terdiri dari ferrite hyper-eutectoid dan pearlite. Ferrite
hyper-eutectoid adalah ferrite yang terbentuk sebelum
terjadinya reaksi eutectoid, istilah ini digunakan untuk
membedakannya dengan ferrite yang terbentuk pada saat
reaksi eutectoid (ferrite yang terdapat pada pearlite). Pada
pendinginan selanjutnya sudah tidak lagi terdapat perubahan
fase dan strukturnya tetap terdiri dari butir-butir kristal
ferrite dan butir kristal pearlite. Pada mikroskop ferrite
tampak putih sedang pearlite berwarna agak kehitaman.
26
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
Gambar 1.9 : Transformasi Pada Baja HypoeutectoidSumber : Anonymous 5 : 2012
C. Transformasi Baja Hyper-eutectoid (%C < 0,8%)
Perhatikan suatu paduan dengan 1,3% C. Paduan mulai
membeku pada titik 1 dengan membentuk austenite dan
pembekuan selesai di titik 2, seluruhnya sudah berupa
austenite. Selanjutnya tidak terjadi perubahan sampai
temperatur mencapai garis solvus Acm. Garis ini merupakan
batas kelarutan karbon dalam austenite, dan batas kelarutan
ini makin rendah dengan makin rendahnya temperatur. Pada
titk 3 paduan telah mencapai batas kemampuannya
melarutkan karbon untuk temperatur itu. Pada temperatur
dibawah titik 3 kemampuan melarutkan karbon juga turun,
berarti harus ada karbon yang keluar dari larutan (austenite).
Dan memang dengan pendinginan lebih lanjut akan terjadi
pengeluaran karbon, hanya saja karbon yang keluar ini akan
berupa cementite, dan cementite ini akan mengendap pada
27
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
batas butir austenite. Makin rendah temperatur paduan
makin banyak cementite yang mengendap pada batas butir
austenite, dan austenite sendiri akan makin kaya Fe, dan
pada temperatur titik 4, komposisi austenite tepat mencapai
komposisi eutectoid. Pada temperatur eutectoid ini austenite
akan mengalami reaksi eutectoid menjadi pearlite.
Cementite yang mengendap pada batas butir austenite
tidak membentuk butiran seperti halnya ferrite (yang
terbentuk setelah melewati garis A1), tetapi hanya
mengumpul pada batas butir austenite, menyelubungi butir
asutenit, karena itu cementite seperti ini dinamakan
cementite network. Secara tiga dimensi jaringan cementite
ini sebenarnya merupakan lempengan yang kontinyu dan
membungkus austenite.
Di temperatur eutectoid butir austenite bertransformasi
menjadi pearlite sedang cementite sudah tidak lagi
mengalami transformasi, sehingga strukturnya setelah
selesainya reaksi eutectoid akan berupa pearlite yang
terbungkus oleh jaringan cementite. Struktur ini tidak akan
berubah lagi pada pendinginan sampai temperatur kamar.
28
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
Gambar 1.10 : Transformasi pada baja Hyper-eutectoidSumber : Anonymous 5 : 2012
b. Fase-Fase yang Terjadi Pada Campuran Besi Karbon
1. Ferrite
Adalah larutan padat karbon yang mempunyai struktur
kristal BBC (Body Centered Cubic). Sifat Ferrite:
- Stabil di bawah suhu 810oC
- Tidak dapat dikeraskan karena kandungan karbon
sedikit, kandungan maksimum 0,025% C yaitu pada suhu
723oC.
- Lunak, liat, tahan karat.
- BHN = 60-100 BHN
2. Austenite
Adalah larutan padat karbon yang mempunyai struktur
FCC (Face Centered Cubic). Sifat austenite:
- Stabil pada suhu sekitar 1350oC
29
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
- Dapat dikeraskan dengan 2% C
- Dapat ditempa dimana tegangan tarik sekitar 5000 Psi.
- Specific volume rendah disbanding mikrostruktur lain.
- Lunak, non-magnetic, malleable, tidak ductile.
- BHN: 170-200 BHN
3. Austenitee
Adalah larutan pada dari karbon dan besi. Terbentuk
dari pendinginan cepat (quenching) dari austenite. Sistem
kritasl BCT (Body Centered Tetragonal), sifat mertensite:
- Stabil di bawah suhu 1500oC
- Keras, rapuh, magnetic
- Kandungan karbon > 92%
- Konduktor panas dan listrik rendah
- BHB: 650-700 BHN
4. Cementite
Adalah senyawa besi dan karbon dengan kandungan
karbon 6,67% disebut juga besi carbide, sifat cementite:
- Stabil di bawah 150oC
- BHN : 820 BHN
- Rapuh, magnetic.
- Campuran cementite dan austenite disebut Ledeburite.
- Campuran cementite dan Ferrite disebut pearlite.
5. Ledeburite
Disebut besi eutectoid dengan kandungan karbon 4,3%
terjadi di bawah suhu 723oC. Sifat:
- Rapuh, keras, getas
- BHN: 700 BHN
6. Pearlite
Adalah baja eutectoid yang tersusun atas 2 fase yaitu
Ferrite dan cementite dengan kandungan karbon 0,83%.
30
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
Sifat pearlite :
- Keras, tak tahan karat
- BHN: 160-200 BHN
7. Besi delta
Terjadi pada temperatur 1400oC – 1500oC, kandungan
karbon 0,1%. Sifat : lunak, dapat ditempa.
8. Troslite
Adalah campuran ferrite dan carbide. Disebut toostite
dibentuk pada pemanasan austenite pada suhu 250oC –
400oC atau pendinginan lambat dari austenite. Stabil di atas
suhu 400oC. Sifat:
- Magnetic, tidak kuat, ulet
- Konduktivitas tinggi (lebih tinggi dari Austenitee)
- Kekerasan 330-400 BHN.
c. Macam-Macam Reaksi Pada Diagram Fe-Fe3C
1. Reaksi Hyper-eutectoid
Terjadi pada temperatur 1495°C, dimana logam cair
bergabung dengan kandungan 0,53% C dengan delta
kandungan 0,09% bertransformasi menjadi austenite dengan
kandungan 0,17%.
2. Reaksi Eutectic
Terjadi pada temperatur 1148°C. Dalam hal ini liquid
dengan kandungan 4,3% C membentuk austenite dengan 2%
C dan senyawa cementite Fe3C yang mengandung 6,67% C.
3. Reaksi Eutectoid
Berlangsung pada temperatur 723°C, austenite padat
dengan kandungan 0,8% C menghasilkan Ferrite dengan
kandungan 0,025% C dan cementite (Fe3C) yang
mengandung 6,67% C.
31
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
d. Solid Solution
Atom atau molekul dari suatu komponen terakomodasi
didalam struktur komponen yang lain.
1.2.5. Diagram Pendinginan Besi Murni
Gambar 1.11 : Kurva Pendinginan Besi MurniSumber : Anonymous 6 : 2012
Jika besi murni dalam keadaan lebur didinginkan, mula-
mula pada suhu konstan yaitu 1539oC akan terbentuk kristal-
kristal dengan tata ruang besi δ. Kalau besi yang telah beku ini
didinginkan terus, maka pada suhu konstan yaitu 1400oC akan
terjadi bentuk kristal, besi δ akan berubah menjadi besi γ
32
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
dengan struktur ruang KPS. Bila dilanjutkan terjadi perubahan
pada temperatur konstan yaitu 910oC. besi γ sekarang berubah
menjadi besi α dengan struktur KPS
Tabel 1.3 Struktur Fase Pendinginan Besi Murni
Suhu (oC) Bentuk
krital
Panjang
besi
Nama
besi
153-1590
1390-910
910-768
768 s/d
suhu ruang
BCC
FCC
BCC
BCC
a = 2,93
a = 3,65
a = 2,9
a =2,87
δ
γ
β
α
1.2.6. Diagram TTT
Pendinginan non – equilibrium dari baja yang telah dipanaskan
hingga mencapai siklus austenite dapat digambarkan dalam satu
diagram hubungan antara waktu, temperatur dan hasil akhir
austenite atau dikenal dengan diagram TTT. Secara umum diagram
ini memberikan informasi mengenai permukaan dan akhir dari
proses transformasi akibat pendinginan waktu dan kecepatan
pendinginan. Diagram TTT juga menunjukkan besar presentase
transformasi yang dicapai dari austenite pada temperatur tertentu.
33
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
Gambar 1.12 : Kurva Pendinginan Diagram TTTSumber : Anonymous 7 : 2012
Dari gambar diatas terlihat bahwa disebelah kiri kurva tidak
terjadi deformasi, austenite hanya berubah kestabilan. Selanjutnya
austenite yang sudah tidak stabil tersebut mengalami dekomposisi
secara isothermal. Pada zona A + F + C dari baru akhirnya berubah
struktur campurannya menjadi campuran E + C. pendinginan yang
sangat cepat berpotensi terhadap hyper-eutectoid ukuran butiran anti
kritis yang berubah disamping meningkatkan austenite yang dapat
mendukung terbentuknya fase baru seperti mertensit. Ketika austeint
didingikan secara lambat, struktur yang terbentuk adalah pearlite.
Akibat dari laju pendinginan yang meningkat, maka temperatur
transformasi pearlite akan lebih rendah. Mikrosturktur material akan
berubah secara signifikan akibat peningkatan laju pendinginan
melalui sebuah pengujian pemanasan dan pendinginan. Kita dapat
mencatat transformasi dari austenite.
Urutan tingkat laju pendinginan dari pendinginan lambat
hingga pendinginan cepat yaitu sebagai berikut: pendinginan dapur,
oli, quenching. Jika pendinginan ini digambarkan diatas diagram
TTT, hasil dari struktur dari waktu yang diperlukan selama
transformasi bisa didapat. Gambar dia ats menunjukkan bahwa
daerah kiri dari kurva transisi menunjukkan daerah austenite stabil
pada temperatur diatas ICT, namun tidak stabil jika berada
diabawah temperatur ICT. Kurva sebelah kiri menandaai awal
transformasi dan sebelah kanan menandai transformasi dari
austenite menjadi struktur kristal yang berbeda-beda (transformasi
austenite menjadi pearlite, austenite menjadi austenite, austenite
menjadi bainite)
34
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
Gambar 1.13 : Potongan Diagram TTT Bagian AtasSumber : Anonymous 2 : 2012
Gambar diatas menunjukkan setengah TTT diagram bagian
atas. Sebagaimana ditunjukkan pada gambar, ketika austenite
didinginkan dibawah temperatur ICT, austenite bertransformasi
menjadi kristal dan austenite tidak stabil.laju pendinginan spesifik
bbisa dipilih, sehingga bisa didpat transformasi austenite 50%,
100% dan sebagainya. Jika laju pendinginan terlalu lambat seperti
proses annealing , laju pendinginan melewati seluruh area
transformasi dan hasil akhir dari proses ini adalah 100% pearlite.
Dengan kata lain, ketika kita menggunakan laju pendinginan
lambat, seluruh austenite akan berubah atau bertransformasi
menjadi pearlite. Jika laju pendinginan melewati bagian tengah dari
daerah transformasi. Hasil akhir dari transformasi adalah 50%
pearlite. Artinya pada laju pendinginan tertentu kita dapat
mempertahankan austenite tanpa transformasi menjadi pearlite.
35
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
Gambar 1.14 : Potongan Diagram TTT Bagian BawahSumber : Anonymous 2 : 2012
Gambar di atas menunjukkan tipe dari transformasi yang
didapat dari laju pendinginan yang sangat tinggi. Kurva pendinginan
akan berhenti pada sebelah kiri dari awal kurva pendinginan. Pada
kurva itu seluruh austenite akan berubah menjadi martensite. Jika
pendinginan itu tidak terinterupsi pada akhir pendinginan akan
didapat austenite.
Gambar 1.15 : Proses Pendinginan Lambat (Annealing)Sumber : Anonymous 2 : 2012
36
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
Gambar 1.16 : Diagram TTTSumber : Anonymous 2 : 2012
Gambar laju pendinginan A dan B menunjukkan 2 proses laju
pendinginan cepat. Dalam kasus ini, kurva A akan menyebabkan
distorsi tegangan dalam yang lebih tinggi dari dari laju pendinginan
B. Hasil akhir dari laju pendinginan adalah austenite. Laju
pendinginan dikenal sebagai Critical Cooling Ratio (CCR),
didefinisikan sebagai laju pendinginan yang mampu menghasilkan
100%.
Gambar 1.17 : Laju Pendinginan QuenchingSumber : Anonymous 2 : 2012
37
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
Gambar ini menunjukkan proses quenching terinterupsi (garis
horizontal menunjukkan interupsi) dengan cara mencelupkan
material ke dalam larutan garam dan perendaman dilakukan pada
temperatur konstan diikuti dengan proses pendinginan yang melalui
daerah Bainite yang bersiafat tidak sekeras austenite. Hasil dari laju
pendinginan D adalah dimensi lebih stabil, distorsi lebih kecil,
interval stress lebih kecil.
Gambar 1.18 : Quenching InterupsiSumber : Anonymous 2 : 2012
Dari gambar diatas dapat diketahui kurva pendinginan C
menunjukkan proses pendinginan yang lambat seperti pada
pendinginan dapur. Sebuah contoh pendinginan lambat adalah
proses annealing, dimana semua austenite berubah menjadi pearlite
sebagai hasil pendinginan lambat. Terkadang kurva pendinginan
menyentuh bagian tengah dari kurva transformasi yang merupakan
daerah austenite pearlite.
38
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
1.2.7. Diagram CCT
Gambar 1.19 : Transformasi Pada Baja HypereutectoidSumber : Anonymous 3 : 2012
Pada proses pendinginan perlahan akan menghasilkan struktur
mikro pearlite dan ferrite. Pada proses pendinginan sedang akan
menghasilkan struktur mikro bainite dan pearlite. Pada proses
pendinginan cepat akan menghasilkan struktur mikro austenite.
1.2.8. Pergeseran Titik Eutectoid
Diagram fase Fe-Fe3C dibuat tahap unsur paduan. Jika terdapat
unsur paduan, maka diagram akan mengalami pergeseran.
Pergeseran titik eutectoid yang terjadi dapat diubah dari diagram di
bawah ini:
39
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
Gambar 1.20 : Pengaruh Paduan Terhadap Suhu Dan Komposisi EutectoidSumber : Anonymous 8 : 2012
Dari diagram di atas, terlihat komposisi unsur paduan
mempengaruhi komposisi eutectoid dan suhu (gambar b). Unsur
paduan bergeser dari temperatur eutectoid 723⁰C menjadi naik atau
turun tergantung jenis dan besarnya unsur paduan yang
ditambahkan.
Pergeseran diagram fase dapat dihitung dari pergeseran titik
eutectoid (perpotongan Al3 dan ACm)
TC =
%C =
40
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
Gambar 1.21 : Pegeseran Titik Eutectoid Akibat Dari PaduanSumber Anonymous 8 : 2012
Contoh perhitungan :
Spesimen dengan komposisi kimia (Cr = 12% ; Mn = 0,3% ; Si =
0,2%)
Pergeseran titik eutectoid
Logam Komposisi Suhu Eutectoid %C
Cr 12% 840⁰C 0,37
Mn 0,30% 720⁰C 0,76
Si 0,20% 730⁰C 0,76
TC = =
=
%C = =
41
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
=
Keterangan : Fe – Fe3C
Pergeseran Titik Eutectoid
Gambar 1.22 : Grafik Pergeseran Tititk Eutectoid
42
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
BAB II
PENGUJIAN KEKERASAN DAN MIKROSTRUKTUR
2.1. Tujuan Pengujian
1. Mengetahui angka kekerasan suatau bahan
2. Mengetahui pengaruh perlakuan panas terhadap kekerasan bahan
3. Mengetahuai salah satu cara pengukuran kekerasan
4. Mengetahui perubahan struktur pada setiap perlakuan
2.2. Teori Dasar Pengujian
Dalam ilmu metalurgi terdapat teori – teori tentang sifat mekanik
logam termasuk kekerasan. Karena hal tersebut erat hubungannya dengan
praktikum pengujian kekerasan maka sebaiknya kita dapat memahami teori
tersebut.
2.2.1. Definisi Kekerasan
Kekerasan adalah kemampuan suatu bahan untuk menahan
tusukan (penetrasi/indentasi) Bainite yang lebih keras dari luar,
dapat dikatakan kemampuan untuk menahan deformasi plastis.
2.2.2. Macam - macam Metode Pengujian Kekerasan
Secara garis besar pengukuran kekerasan dibagi menjadi 3
jenis, yaitu :
1. Resistance to Cutting or Abration
Moh’s Method
Pengukuaran kekerasan dilakukan dengan
menggoreskan suatu material dengan mineral standar yang
telah diketahui nilai kekerasannya. Urutan kekerasan
mineral berdasarkan cara Moh’s adalah sebagai berikut:
43
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
Tabel 2.1 Kekerasan material berdasarkan Moh’s Method
No Nama material Skala kekerasan
1 Kalium, Natrium 0,5 – 0,6
2 Talk 1
3 Kalsium, Sulfur 2
4 Tembaga, Arsenik 3
5 Flourit, Besi 4
6 Apasit, Kobalt 5
7 Benlium, Molibdenum 5,5
8 Titanium, Mangan 6
9 Kwarsa, Vanadium 7
10 Topas 8
11 Kromium 8,5
12 Korundum, Silicon 9
13 Intan 10
Sumber : Anonymous 09: 2012
Gambar 2.1 : Moh’s MethodSumber: Anonymous 10 : 2012
Skala Moh’s jarang digunakan dalam pengujian bahan
karena interval skalanya yang tinggi. Sehingga hasilnya
kurang tepat, terutama untuk logam.
44
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
2. Resistance to Indentation
a. Brinell Method
Pengukuran ini dilakukan dengan cara menekan secara
tegak lurus menggunakan bola baja (sebagai indentor) yang
sudah diketahui diameternya pada permukaan benda uji.
Bekas yang ditimbulkan diukur dan kekerasannya dihitung
dengan rumus :
BHN
Dimana:
BHN = angka kekerasan Brinell (kg/mm2)
= beban (kg)
D = diameter indentor (mm)
d = diameter tapak tahan (mm)
Gambar 2.2 : Brinnel TesterSumber: Anonymous 11 : 2012
Untuk mendapatkan hasil yang akurat, pengukuran
harus dilakukan pada permukaan yang datar. Terak dan
kotoran pada permukaan benda sangat mempengaruhi hasil
pengukuran.
45
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
b. Vickers Method
Prinsipnya sama dengan pengujian brinell, hanya saja
menggunakan indentor yang berbentuk piramid beralas bujur
sangkar dngan sudut puncak antara dua sisi berhadapan 136o,
tapak tekan berbentuk bujur sangkar. Beban yang diberikan
antara lain 5, 10, 20, 30, 50, 100 atau 120 kg. Angka
kekerasan dinyatakan oleh :
VHN =
Dimana :
VHN = angka kekerasan (kg/mm2)
= beban yang ditatapkan (kg)
d = panjang diagonal tapak tekan (mm)
Gambar 2.3 : Vickers MethodSumber: Anonymous 12 : 2012
Cara ini merupakan cara pengujian kekerasan yang
paling sensitif. Cara ini memilliki satu skala kontinyu untuk
semua material dan angka kekerasan vickers tergantung dari
beban yang diberikan. Sangat memungkinkan sekali
penggunaan beban yang ringan pada pengujian cara vickers
46
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
oleh karena itu cara ini bisa digunakan untuk pengujian
kekerasan pada material yang tipis sampai 0,005in.
c. Rockwell Method
Cara rockwell menggunakan prinsip yang sama dengan
cara Brinell hanya saja indentor yang dipakai ada 2 jenis dan
berukuran lebih kecil dari pada indentor pada brinell.
Indentor yang digunakan yaitu :
1. Menggunakan kerucut intan, dengan sudut puncak 120o,
ujung agak bulat, berjari - jari 0,2 mm.
2. Menggunakan bola baja berdiameter 1/16 in, 1/8 in, 1/4
in, dan 1/4 in.
Rumus yang digunakan :
HRC =
Dimana :
HRc = angka kekerasan rockwell
k = konstanta; intan = 0,2 dan
bola baja = 0,6
h1 = kedalaman akibat beban major (mm)
h2 = kedalaman akibat beban minor (mm)
Gambar 2.4 : Rockwell MethodSumber: Anonymous 13 : 2009
47
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
Dalam cara rockwell terdapat beberapa skala yaitu A
sampai V. Masing – masing skala memiliki beban serta
indentor tersendiri dan digunakan untuk kebutuhan tertentu.
Skala A digunakan untuk material yang sangat keras, skala B
untuk material dengan kekerasan medium , skala C untuk
material dengan kekerasan rendah, dan seterusnya sampai
skala V untuk plastik dan soft metal seperti timbal. Terdapat
juga superficial rockwell untuk menguji spesimen yang tipis
sampai 0,006 in dan juga untuk powdered metal.
3. Elastic Hardness
Share Scleroscope Method
Pengujian ini disebut juga sebagai metode pantulan.
Pengujian dengan menggunakan intan tipped hammers (palu
hitam) yang dapat dinaikkan pada ketinggian tertentu dan
dijatuhkan secara bebas pada permukaan logam. Setelah
menyentuh permukaan, intan akan memantul. Ketinggian
pantulan menunjukan kekerasan yang diukur. Semakin tinggi
pantulan menunjukkan kekerasan yang semakin besar.
Prinsipnya adalah konversi energi dari energi potensial
menjadi energi kinetik, sebagaian energi diserap oleh
material dan sisanya menyebabkan terjadinya pantulan.
Energi yang diserap sebenarnya menunjukkan resilience.
Yaitu energi yang dapat diserap oleh material pada daerah
elastisnya. Keuntungan dari cara ini adalah peralatan kecil
dan bekas penetrasinya kecil, sehingga hampir tidak merusak
bahan yang diuji.
48
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
Gambar 2.5 : ScleroscopeSumber : Anonymous 14 : 2012
2.2.3. Faktor - faktor yang Mempengaruhi Kekerasan
Kekerasan suatu material logam dipengaruhi oleh beberapa
hal, diantaranya :
1. Kadar Karbon
Semakin tinggi kadar karbon, maka logam akan semakin
keras namun rapuh. Kadar karbon sebesar 0,6 – 1% merupakan
kadar karbon yang sangat berpengaruh pada kekerasan logam.
Setelah lebih dari 1% maka kadar karbon tidak berpengaruh
pada nilai kekerasannya
2. Unsur paduan
Unsur paduan akan mempengaruhi sifat mekanik baja.
Beberapa unsur paduan yang terdapat pada baja beserta
pengaruhnya pada sifat mekanik antara lain:
a. Nikel (Ni)
Fungsi : meningkatkan kekerasan, ketahanan erosi, keuletan
dan tahan gesek.
b. Chromium (Cr)
Fungsi : meningkatkan kekerasan, menambah karbida dan
menambah elastisitasnya.
49
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
c. Mangan (Mn)
Fungsi : meningkatkan kekerasan, ketahahn terhadap susu
tinggi dan membuat mengkilap.
d. Silicon (Si)
Fungsi : meningkatkan kekenyalan dan kekerasan,
bersifat deoksidan, meningkatkan kekerasan dan
menaikan titik kritis.
e. Molibdenum (Mb)
Fungsi : dalam jumlah 0,1–0,6 % bias meningkatkan
kekuatan yang dimiliki baja.
f.Vanadium (V)
Fungsi : menaikkan kekerasan dan kekuatan baja,
menurunkan kandungan karbon eutectoid, jika bercampur
Cr akan membuat baja jadi tahan aus.
g. Cobalt (Co)
Fungsi : meningkatkan kekerasan dan daya tahan aus
h. Boron (B)
Fungsi : menaikkan kekerasan. Pada kadar karbon kurang
dari 0,6 % akan menyebabkan rapuh.
i.Titanium (Ti)
Fungsi : sebagai deoksidasi dan efektif menambah
pertumbuhan butiran serta meningkatkan kekerasan baja.
3. Perlakuan Panas
Pengaruh perlakuan panas akan mempengaruhi kekerasan
logam tergantung pada perlakuan yang diberikan. Hardening
akan meningkatkan kekerasan (paling keras), pada tingkat
kekerasan kedua yaitu tempering. Normalizing akan
meningkatkan kekerasan namun dibawah tingkat tempering dan
yang paling lunak adalah dengan proses annealing.
50
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
4. Bentuk Butir dan Dimensinya
Material dengan ukuran butir kecil akan memiliki
kekerasan yang tinggi dibandingkan dengan butiran yang basar.
Hal ini dikarenakan ukuran butir yang lebih kecil memiliki gaya
ikat antar atom yang lebih besar sehingga membuat material
tersebut keras.
2.2.4. Pembentukan Butir
Pembentukan butir terjadi pada saat logam cair membeku.
Atom-atom mengatur dan mengikuti suatu pola geometris. Mula-
mula setelah terbentuk inti (nuclei) yang stabil dalam logam yang
membeku, inti ini berubah menjadi kristal dengan susunan yang
teratur. Dalam tiap pembukan kristal atom-atom diatur dalam pola
yang teratur. Setelah proses ini selesai, kristal-kristal ini bergabung
dan membentuk batas kristal. Logam yang membeku dan
mempunyai banyak jenis kristal disebut polikristal, sedangkan
kristal dalam logam yang telah membeku disebut butir dan
permukaan singgung kristal-kristal tersebut disebut atas butir. Pada
umumnya pertumbuhan kristal tidak merata, artinya pertubumhan
dalam arah tertentu lebih cepat.
Dengan menggunakan mikroskop logam, butir logam tersebut
dapat kita lihat setelah permukaan logam tersebut dihaluskan,
dipoles dan dietsa dengan asam tertentu yang dapat menampilkan
batas-batas butir. Besar butir tergantung pada laju pendinginan pada
proses pengerjaan panas atau pengerjaan dingin sewaktu logam
tersebut dibentuk.
51
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
Gambar 2.6 : Pembentukan ButiranSumber : Anonymous 15 : 2011
2.2.5. Struktur Kristal Logam
Dari analisa defraksi sinar-X menunjukkan atom dalam kristal
logam disusun oleh pola ulang tiga dimensional yang teratur.
Susunan atom digambarkan sebagai bola kertas pada lokasi khusus
dalam suatu susunan geometris. Macam-macam kristal logam:
1. Struktur kubik sederhana (Structure Simple Cubic)
Gambar 2.7 : Simple CubicSumber : Anonymous 16: 1997
Merupakan struktur kristal yang paling sederhana
(elementer), yaitu berupa sebuah kubus dengan satu atom
dimana titik sudutnya, sehingga dalam satu kisi kristalnya
terdapat 8 atom. Pada struktur ini adalah jenis sel dasar yang
dijumpai untuk kristal ionik, misalnya NaCl dan LiF.
52
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
2. Struktur kubik pemusatan ruang (BCC)
Gambar 2.8 : Body-Centerd Cubic (BCC)Sumber : Anonymous 16 : 1997
Merupakan struktur yang mempunyai striktur atom ditiap-
tiap sudut dan sebuah atom berada di pusat body kubus. Tiap
atom sudut dikelilingi oleh 8 atom yang berbeda seperti atom
yang terdapat dalam titik pusat sel. Contohnya adalah Fe, Cr,
dan Mn
3. Struktur kubik pemusatan sisi (FCC)
Berupa sebuah kubus dengan satu atom dimasing-masing
sudutnya dan satu atim dimasing-masing pusat sisinya. Sehingga
dalam satu kristal terdapat 14 atom. FCC banyak dijumpai pada
nikel, tembaga dan alumunium
Gambar 2.9 : Face Centred Cubic (FCC)Sumber : Anonymous 16 : 1997
53
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
4. Struktur Hexagonal Close Packed ( HCP)
Berupa sebuah struktur hexagonal dengan satu atom
dimasing – masing sudutnya dan satu atom di tengah sisi
segienam serta tiga atom di tengah bodynya, sehingga total atom
berjumlah 17 atom. Logam yang mempunyai struktur ini adalah
Seng dan Mangan
Gambar 2.10 : Hexagonal Close Packed (HPC)Sumber : Anonymous 17 : 2009
Selain struktur diatas masih terdapat jenis struktur lain,
berikut penggolongan sistem struktur kristal
54
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
Gambar 2.11 : Struktur Kristal Kisi BravaisSumber : Anonymous 18 : 2008
Tabel 2.2 Perbandingan antara Kristal logam
Sistem Sumbu (axis) Sudut Sumbu
Kubik a = b = c α = β = γ = 90o
Tetragonal a = b ≠ c α = β = γ = 90o
Orthorombik a ≠ b ≠ c α = β = γ = 90o
Monoklinik a ≠ b ≠ c α = γ = 90o ; ≠ β
Triklinik a ≠ b ≠ c α ≠ β ≠ γ ≠ 90o
Hexagonal a ≠ b ≠ c α = β = 98o ; γ = 2,8o
Rhombohedral a = b = c α = β = γ ≠ 90o
APF (Atomic Packing Faktor) adalah perbandingan antara
volume struktur geometrinya. Rumus yang biasa digunakan
adalah:
2.2.6. Mekanisme Deformasi
55
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
Mekanisme deformasi adalah perubahan ukuran atau bentuk
logam karena adanya gaya luar yang diberikan transformasi fase
pada pembekuan. Proses deformasi dengan tahap-tahap sebagai
berikut:
1. Deformasi Elastis
Deformasi yang akan hilang setelah gaya luar yang
diberikan dihilangkan. Pada deformasi elastis regangan yang
terjadi sebanding dengan bebannya. Perbandingan ini disebut
modulus elastisitas young.
2. Deformasi Platis
Deformasi suatu bahan yang tidak dapat kembali ke
keadaan semula walaupun gaya yang mengenainya dihilangkan.
Kemungkinan yang menyebabkannya adalah:
- Sliding bidang atom satu dengan yang lain.
- Ikatan atom-atomnya pecah akibat slip yang
tergantung pada kondisi pembebanan.
Gambar 2.12 : Deformasia. Struktur sebelum pembebananb. Sturktur yang dikenai
deformasi elastisc. Sturktur yang dikenai
deformasi plastisSumber : Anonymous 19 : 2009
Deformasi plastis sendiri dibagi menjadi 2 mekanisme
yaitu:
1. Slip
56
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
Merupakan deformasi plastis dimana terjadi pergeseran
kristal relatif terhadap bagian lainnya sepanjang bidang
kristalografinya. Slip terjadi secara bertahap yang ditandai
bergesernya atom-atom searah bidang slipnya akibat suatu
pembebanan dan berakhir jika tegangan yang terjadi tidak
cukup untuk menggeser atom dari posisi semula.
Gambar 2.13 : SlipSumber: Anonymous 15 : 2011
2. Twinning (kembaran)
Merupakan suatu fenomena perubahan arah orientasi
suatu bagian butir kristal, sehingga susunan atom di bagian
tersebut akan simetri dengan bagian lain yang tidak
mengalami perubahan. Bidang yang merupakan pusat simetri
dan menjadi “cermin” antara kedua bagian ini disebut bidang
kembaran (Twinning plain).
57
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
Gambar 2.14 : TwinningSumber: Anonymous 20 : 2008
2.2.7. Slip System
Slip System merupakan kejadian pergeseran kristal relatif
terhadap bagian kristal lainnya sepanjang bidang kristalografi
tertentu. Bidang tempat terjadinya slip disebut bidang slip (slip
plane), arah pergeseran atom disebut arah slip (slip direction).
Umumnya bahwa slip lebih mudah terjadi pada daerah yang lebih
padat atom.
Slip terjadi secara bertahap yang ditandai dengan bergesernya
garis dislokasi sedikit demi sedikit. Garis dislokasi adalah garis
batas antara kristal yang mengalami slip dengan kristal yang tidak
mudah mengalami slip. Dengan demikian pergeseran garis dislokasi
berarti pergerseran slip. Mula-mula atom yang paling padat bergeser
akibat suatu pembebanan sehingga mendesak atom tetangganya,
kemudian tegangan dalam atom membesar dan ikut bergeser. Slip
berakhir jika tegangan yang terjadi tidak cukup untuk menggeser
atom dari posisi semula.
Gambar 2.15 : Slip SystemSumber : Anonymous 21 : 2011
2.2.8. Cacat Pada Logam
58
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
Cacat pada logam merupakan ketidaksempurnaan yang terjadi
pada suatu struktur. Cacat pada logam dapat digolongkan menjadi 3
yaitu :
1. Cacat Titik
Cacat titik adalah penyimpangan dari susunan hyper-
eutectoid atom dalam kristal yang terbatas di sekitar atom
sehingga hanya berupa titik. Macamnya antara lain:
a. Kekosongan (vacancy)
Bilamana sebuah atom lepas dari posisi kisi normal,
disebabkan oleh gangguan local selama pertumbuhan kristal.
Gambar 2.16 : Vacancy (kekosongan)Sumber: Anonymous 15 : 2011
b. Sisipan (interstisi)
Terjadi bila atom bertahan dalam kristal di titik
pertengahan antara posisi kisi yang normal.
Gambar 2.17 : Interstisi (sisipan)Sumber: Anonymous 15 : 2011
59
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
2. Cacat Garis
Cacat garis adalah cacat titik yang melibatkan banyak atom
dalam bentuk deret yang kemudian membentuk garis. Cacat ini
timbul karena deformasi akibat pengaruh gaya luar atau timbul
selama proses pertumbuhan kristal.
Gambar 2.18 : Cacat GarisSumber : Anonymous 22 : 2008
3. Cacat Permukaan
Cacat yang terjadi karena atom-atom yang terletak pada
batas butir mempunyai energi yang lebih besar sehingga
memudahkan atom untuk saling meloncat ke boundary
tetangganya. Hal tersebut menyebabkan distorsi pada batas butir
kira-kira 1 sampai 3 atom. Distorsi inilah yang disebut cacat
permukaan. Cacat permukaan ini dibagi menjadi:
a. Cacat permukaan luar (eksternal surface defect)
Cacat permukaan luar permukaan batas struktur kristal
sehingga koordinat atom pada permukaan memiliki energi
yang paling tinggi dan ikatannya kurang kuat karena
memiliki ikatan pada satu atom.
b. Planner Defect
Pada batas antar dua butir yang berdekatan terhadap
daerah transisi yang tidak searah dengan potongan dalam
kedua butiran.
60
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
Gambar 2.19 : Planner DefectSumber : Anonymous 23 : 2010
2.2.9. Macam - macam Dislokasi
Pada umumnya dislokasi pada kristal disebut cacat garis.
Dislokasi adalah cacat titik yang melibatkan banyak atom
dalambentuk deret. Dislokasi timbul karena deformasi akibat
pengaruh gaya luar atau timbul selama proses pertumbuhan Kristal.
Dislokasi sendiri dibagi menjadi 3 macam, yaitu:
a. Dislokasi Sisi
Dislokasi sisi dapat dilihat dengan adanya bidang atom
tambahan dalam struktur kristal. Bidang atom tambahan itu tidak
sempurna sehingga timbul daerah tekanan dan tarikan. Atom-
atom yang terletak sepanjang dislokasi energinya lebih besar.
Gambar 2.20 : Dislokasi SisiSumber: Anonymous 24 : 2008
b. Dislokasi Ulir
Dislokasi ulir dapat ditunjukan dengan adanya sobekan
dari sebuah bidang kristal yang disertai penurunan bidang kristal
tersebut.
61
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
Gambar 2.21 : Dislokasi UlirSumber: Anonymous 15 : 2011
c. Dislokasi Campuran
Dislokasi campuran terjadi sewaktu bahan mengalami
deformasi dimana suatu pergeseran dapat mengakibatkan
terjadinya dislokasi ulir maupun sisi keduanya mengalami
deformasi akhir yang sama.
Gambar 2.22 : Dislokasi CampuranSumber: Anonymous 15 : 2011
2.3. Pelaksanaan Pengujian
62
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
2.3.1. Alat yang Digunakan Dalam Pengujian
a) Spesifikasi Alat yang Digunakan Dalam Pengujian
Kekerasan
1. Electric Brinell Hardness Tester
Spesifikasi alat :
- Merk : Hauser Henry S A
- Diam. Bola baja : 1,2 mm
- Berat beban : 43,2 kg (100-500 BHN)
12,4 kg (30-120 BHN)
- Buatan : Jerman
Gambar 2.23 : Electric Brinell Hardness TesterSumber: Laboratorium Pengujian Bahan Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
2. Centrifugal Sand Paper Machine
Spesifikasi alat :
- Merk : Saphir
- Buatan : Jerman
- Diameter : 15 cm
- Putaran : 120 rpm
63
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
Gambar 2.24 : Centrifugal Sand Paper MachineSumber: Laboratorium Pengujian Bahan Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
b) Spesifikasi Alat yang Digunakan Dalam Pengujian
Mikrostruktur
1. Microscope Logam
Spesifikasi alat :
- Merk : Nikon
- Buatan : Jepang
- Pembesaran : 450 kali
Gambar 2.25 : Microscope Logam
64
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
Sumber Laboratorium Pengujian Bahan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
65
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
2. Kamera
Gambar 2.26 : KameraSumber: Laboratorium Pengujian Bahan Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
3. Etsa
Digunakan untuk memperjelas permukaan
mikrostruktur. Etsa berupa cairan kimia yang akan bereaksi
dengan atom tertentu pada logam terutama atom-atom yang
tidak stabil misalnya atom pada batas elastik. Etsa yang
digunakan pada pengujian ini merupakan campuran 1-1,5ml
white nitric dalam 10 ml ethyl alcohol 95-100%
Gambar 2.27 : EtsaSumber : Laboratorium Pengujian Bahan Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
66
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
4. Kertas Gosok
Digunakan untuk meratakan permukaan spesimen
Gambar 2. 28 : Kertas GosokSumber: Laboratorium Pengujian Bahan Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
5. Batu Hijau
Digunakan untuk menghaluskan dan mengkilapkan
permukaan spesimen.
Gambar 2.29 : Batu HijauSumber : Laboratorium Pengujian Bahan Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
6. Kain Flannel
Digunakan untuk menghaluskan dan membersihkan
spesimen dari batu hijau yang tersisa
67
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
Gambar 2.30 : Kain FlannelSumber : Laboratorium Pengujian Bahan Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
2.3.2. Bahan yang Digunakan Dalam Pengujian
Spesimen : Baja Assab 760
Komposisi : C = 0,50 %
Mn = 0,50 %
Si = 0,25 %
2.3.3 Pergeseran Titik Eutectoid
Tabel 2.3 Komposisi Kimia Bahan
Perhitungan pergeseran titik eutectoid
= 727,47 oC
= 0,729 %
68
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
No Logam Komposisi Suhu Eutectoid %C
1 Mn 0,5% 725 0,74
2 Si 0,25% 730 0,72
Keterangan : Fe – Fe3C
Pergeseran Titik Eutectoid
Gambar 2.31 Pegeseran Titik Eutectid
2.3.4 Bentuk dan Dimensi Spesimen
Gambar 2.32 Bentuk dan Dimensi Spesimen
69
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
2.3.5 Prosedur Pungujian
a) Pengujian Kekerasan
1. Dilakukan proses heat treatment.
2. Permukaan spesimen yang akan diuji dibersihkan dahulu
dari terak dan kotoran dengan Centrifugal Sand Paper
Machine sampai betul-betul rata dan dan halis dan siap diuji.
3. Pemanasan benda kerja yang akan diuji harus benar-benar
diperhatikan.
4. Dilakukan pengujian kekerasan dengan Electrical Brinell
Hardness Tester dengan pengambilan data secara acak pada
permukaan benda uji. Dalam pengujian kali ini diambil 10
titik secara acak.
b) Pengujian Mikrostruktur
1. Permukaan spesimen yang akan difoto diratakan dan
dihaluskan dengan Centrifugal Sand Paper Machine.
2. Permukaan spesimen dihaluskan dengan batu hijau dan
digosok dengan kain flannel sampai benar-benar mengkilap
dan halus.
3. Permukaan spesimen yang sudah mengkilap dibersihkan
dengan alcohol, kemudian ditetesi cairan etsa.
4. Spesimen diletakkan pada microscope logam, kemudian
focus diatur sampai didapatkan gambar yang jelas dengan
perbesaran 450 kali.
5. Dilakukan pemotretan dengan kamera, kemudian hasilnya
dicuci dan dicetak.
2.4 Hipotesa
a) Pengujian Kekerasan
1. Heat treatment dapat menyebabkan perubahan tingkat kekerasan.
Dalam pengujian kali ini perlakuan yang diberikan pada material
70
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
adalah hardening, tanpa perlakuan dan normalizing. Dari proses
tersebut dapat dijelaskan mulai tingkat kekerasan paling tinggi ke
rendah seperti penjelasan di bawah ini:
a. Hardening
Dapat meningkatkan kekerasan secara meksimum tetapi
memiliki tegangan dalam yang tinggi, distorsi yang tinggi dan
sifat yang rapuh.
b. Tanpa Perlakuan
Spesimen tidak mengalami proses perlakuan panas apapun
c. Normalizing
Digunakan untuk menghaluskan butiran yang mengalami
pemanasan berlebih (overheated) dan menghilangkan tegangan
dalam.
2. Proses holding yang lebih lama akan membuat material lebih keras
dari pada holding yang sebentar karena struktur butiran atom lebih
homogen.
3. Temperatur pemanasan yang semakin tinggi membuat material lebih
keras karena semakin banyak butiran atom yang terbentuk daripada
temperatur yang tidak mencapai suhu austenite.
b) Pengujian Mikrostruktur
Dengan perlakuan panas yang diberikan pada suhu maksimum
(austenite) dengan holding yang relatif lama akan meningkatkan
kekerasan secara maksimum. Hal ini ditandai dengan banyaknya
kandungan pearlite dan ferrite. Pada cirri fisik didapatkan pada
presentase warna hitam (pearlite) lebih banyak dari pada ferrite (putih)
71
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
72
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
2.5 Pengolahan Data
Data dari hasil pengujian dihitung dan disusun dalam bentuk Tabel,
masing-masing untuk spesimen tanpa perlakuan dan dengan perlakuan,
selain data tersebut, di ambil pula hasil pengujian berupa kekerasan rata-
rata untuk perlakuan panas yang berbeda. Dari data-data tersebuat
dilakukan dua macam pengolahan data.
2.5.1. Data Kelompok
Dilakukan perbandingan nilai kekerasan sebelum dengan
sesudah perlakuan panas untuk menentukan ada tidaknya perubahan
nilai kekerasan. Untuk itu perludigunakan pengujian dengan metode
uji standart t.
Tabel 2.4 Data spesimen tanpa perlakuan panas
No X [ X – ] [ X – ]2
1 204 7,1 50,41
2 211 0,1 0,01
3 219 -7,9 62,41
4 207 4,1 16,81
5 208 3,1 19,61
6 220 -8,9 79,21
7 208 3,1 9,61
8 205 6,1 37,21
9 213 -1,9 3,61
10 216 -4,9 24,01
Σ 2111 0 292,99
73
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
Foto mikrostruktur tanpa perlakuan panas
Gambar 2.33 : Foto mikrostruktur tanpa perlakuan panas
Pada foto mikrostruktur tanpa perlakuan panas dapat dilihat
bahwa terdapat persebaran struktur hitam dan putih yang tidak
merata, hal ini terjadi dibeberapa titik konsentrasi hitam mupun
putih yang mengelompok.
Kekerasan rata-rata
Standart deviasi
Standart deviasi rata-rata
db = n-1 = 10 – 1 = 9
dengan α = 5% maka nilai t Tabel → t (α/2;db)
t (0,025;9) = ±2,26
interval penduga kekerasan spesimen tanpa perlakuan panas
74
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
Jadi kekerasan spesimen rata-rata tanpa perlakuan panas
memiliki nilai ± 214 BHN dengan tingkat keyakinan 95 %
Tabel 2.5 Data spesimen dengan perlakuan normalizing 800oC
holding 15 menit
No X [ X – ] [ X – ]2
1 205 -2,4 5,76
2 211 3,6 12,96
3 208 0,6 0,36
4 198 -9,4 88,36
5 201 -6,4 40,96
6 206 -1,4 1,96
7 212 4,6 21,16
8 210 2,6 6,76
9 215 7,6 57,76
10 208 0,6 0,36
Σ 2074 0 236,4
Foto mikrostruktur dengan perlakuan normalizing 800oC
holding 15 menit.
Gambar 2.34 : Foto Mikrostruktur Perlakuan Normalizing 800oc Holding 15 Menit
Dari hasil foto mikrostruktur terlihat bahwa kandungan ferrite
(putih) lebih banyak di bandingkan pearlite (hitam) dimana berarti
75
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
baja tersebut termasuk baja karbon rendah. Pada perlakuan
normalizing 800oC holding 15 menit, struktur yang terbentuk
memiliki ukuran butir yang lebig seragam.
Kekerasan rata-rata
Standart deviasi
Standart deviasi rata-rata
db = n-1 = 10 – 1 = 9
dengan α = 5% maka nilai t Tabel → t (α/2;db)
t (0,025;9) = ±2,26
interval penduga kekerasan spesimen tanpa perlakuan panas
76
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
Jadi kekerasan spesimen rata-rata dengan perlakuan panas
berkisar antara 203,74 BHN sampai 211,06 dengan tingkat
keyakinan 95%.
Uji Beda Dua Rata-Rata
Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan kekerasan pada
spesimen tanpa perlakuan dan dengan perlakuan panas dilakukan uji
beda dua rata-rata dengan uji standart t.
Hipotesa : Ho : μ1 = μ2
H1 : μ1 ≠ μ2
Digunakan pengujian dua arah dengan
α = 5% dan db = (n1 -1) + (n2 -1)
= (10-1) + (10 -1) = 18
Maka nilai t Tabel → t (0,025;18) = ±2,101
Perhitungan thitung
77
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
Kedudukan thitung pada kurva distribusi t adalah sebagai berikut
Deri kurva uji t diketahui bahwa thitung terletak didaerah tolak,
berarti terdapat perbedaan yang nyata antara rata-rata kekerasan
spesimen tanpa perlakuan panas dan spesimen dengan perlakuan
panas.
Analisa Variasi Dua Arah
Tujuan
Untuk mengetahui pengaruh variasi suhu pemanasan waktu
holding dan kombinasi keduanya terhadap kekerasan spesimen
Hipotesa :
H01 : α1 = α2 ( holding tidak berpengaruh)
H11 : α1 ≠ α2 ( holding berpengaruh)
H02 : β1 = β2 ( heating tidak berpengaruh)
H12 : β1 ≠ β2 ( heating berpengaruh)
H03 : (αβ)1 = (αβ)2 (holding dan heating tidak berpengaruh)
H13 : (αβ)1 ≠ (αβ)2 (holding dan heating berpengaruh)
78
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
Tabel 2.6 Data variasi dua arah
Fakt
or H
oldi
ng
Faktor Suhu
15 m
enit
800 oC 900 oC Σr
205 251 456
211 257 468
208 256 464
198 261 4659
201 248 449
Σc 1023 1273 229630
men
it194 265 459
198 263 461
205 262 467
201 269 470
198 262 460
Σc 996 1321 2317
Σtot 2019 2594 4613
JKT = ( a2+ b2+c2+ …+t2) - FK
= (2052+ 2112+ 2082+ 1982+ 2012+ 2512+ 2572+ 2562+
2612+ 2482+ 1942+ 1982+ 2052+ 2012+1982+ 2652+ 2632+
2622+ 2692+ 2622) – 1.063.988,48
= 1.081.139 - 1.063.988,45
= 17.150,55
79
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
JKAB = JKP - JKA - JKB
= 16.834,55 –
22,05 – 16.531,25
= 281,25
JKG = JKT - JKA - JKB - JKAB
= 17.150,55 – 22,05 – 16.531,25 – 821,25
= 316
Dimana :
FK : Frekuensi Komulatif
JKT :Jangkauan Kuartil Tengah
JKA :Jangkauan Kuartil Atas
JKB :Jangkauan Kuartil Bawah
80
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
JKP :Jangkauan Kuartil Tengah
JKG :Jangkauan Kuartil Galat
F Tabel dengan α = 5% → F (α, v1 ,v1)
F1Tabel = v1= (x-1) = (2-1) = 1
V2= (x.y) . (z-1) = (2.2) . (4.1) = 4 . 4 = 16
F1Tabel( 5%, 1, 16) = 4,49
F2Tabel = v1 = (x-1) = (2-1) = 1
V2 = (x.y) . (z-1) = (2.2) . (4.1) = 4 . 4 = 16
F2Tabel( 5%, 1, 16) = 4,49
F2Tabel = v1 = (x-1) = (2-1) = 1
V2 = (x.y) . (z-1) = (2.2) . (4.1) = 4 . 4 = 16
F2 Tabel( 5%, 1, 16) = 4,49
Tabel 2.7 Analisa varian
Sumber
KeragamanDb JK KT Fhitung
Pengaruh A
(holding)
(x-1) = 2 JKA =
22,05
12 = JKA/(x-1)
= 22,05/1
= 22,05
F1 = 12/ 2
= 22,05/19,75
= 1,12
PengaruhB
(heating)
(y-1) = 1 JKB =
16.531,25
22 = JKB/(y-1)
= 16.531,25/1
= 16.531,25
F2= 12/ 2
= 16.531,25/
19,75
= 837,03
Pengaruh
A& B
(holding&
heating)
(x-1)(y-1)
1
JKAB =
281,25
32 = JKAB/(x-1)
(y-1)
= 281,25/1
= 281,25
F3= 12/ 2
= 281,25/19,75
= 14,24
Galat
(x-y) (z-1)
16
JKG =
316
2 = JKG/(x-y) (z-1)
= 316/16
= 19,75
81
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
Jumlah () 19 17.150,55
Hasil Analisa
1. F1 hitung < F1 Tabel = 1,12 < 4,49
Keterangan :
Variasi holding yang diberikan pada spesimen tidak
berpengaruh pada kekerasan, hal ini sesuai dengan hipotesa H01 :
α1 = α2 .
2. F2 hitung > F2 Tabel = 837,03 < 4,49
Keterangan :
Variasi heating yang diberikan pada spesimen berpengaruh
pada kekerasan, hal ini sesuai dengan hipotesa H12 : β1 ≠ β2
3. F3 hitung > F3 Tabel = 14,24 < 4,49
Keterangan :
Variasi holding dan heating yang diberikan pada spesimen
berpengaruh pada kekerasan, hal ini sesuai dengan hipotesa H13 :
(αβ)1 ≠ (αβ)2
2.5.2. Data Antar Kelompok
Tabel 2.8 Data Kekerasan Tanpa perlakuan
82
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
Tabel 2.9 Data Kekerasan Hardening 900oC:30’
Tabel 2.10 Data Kekerasan Hardening 900oC:15’
83
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
Tabel 2.11 Data Kekerasan Normalizing 800oC:15’
Tabel 2.12 Data Kekerasan Normalizing 800oC:30’
84
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
Tabel 2.13 Data Kekerasan Rata-rata Perlakuan Panas
85
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
86
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
Gam
bar 2
.35
: Dia
gram
Hub
unga
n Pe
rlaku
an P
anas
den
gan
Ting
kat K
eker
asan
Pad
a Sp
esim
en N
orm
aliz
ing
(800
0 C ;
15')
dan
Tanp
a Pe
rlaku
an
2.6. Pembahasan
Data Kelompok
Pemberian perlakuan panas pada spesimen dapat merubah sifat
mekanik suatu spesimen. Spesimen tanpa perlakuan panas memiliki
sifat kekerasa yang berbeda dengan spesimen yang mendapatkan
perlakuan panas tergantung dari perlakuan panas yang diberikan.
Pada pengujian kali ini kelompok kami menggunaka spesimen
baja Assab 760 yang diberikan perlakuan normalizing 800oC dengan
holding 15 menit. Dari perlakuan tersebut dan diuji kekerasannya
didapatkan nilai kekerasan rat-rata 207,4 BHN. Dengan perhitungan
menggunakan rumus interval penduga kekerasan spesimen diperoleh
bahwa nilai kekerasan dari spesimen tersebut berkisar antara 203,74
BHN sampai 211,06 BHN dengan tingkat keyakinan 95%, sedangkan
pada spesimen tanpa perlakuan didapatkan nilai kekerasan rata-rata
211,1 BHN.
Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa nilai kekerasan baja
dengan perlakuan panas normalizing lebih rendah daripada spesimen
tanpa perlakuan. Hal ini disebabkan karena pada perlakuan normalizing
spesimen didinginkan secara lambat yang membuat pembentukan butir
lebih sedikit dan ukuran butirnya besar serta tidak homogen. Tetapi
pada normalizing dapat mengurangi tegangan dalam / sisa pada
spesimen.
Pada analisa varian dua arah dengan menganalisa faktor holding
diperoleh bahwa nilai kekerasan yang berbeda pada waktu holding yang
berbeda tetapi nilai tersebut tidak terlalu signifikan. Hal ini desebabkan
karena waktu holding mempengaruhi pemerataan panas yang diberikan.
Pada spesimen, selain faktor holding juga terdapat faktor pemanasan
atau temperatur.
87
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
88
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
Gam
bar 2
.36
: Dia
gram
Hub
unga
n Pe
rlaku
an P
anas
den
gan
Ting
kat K
eker
asan
Har
deni
ng 9
00 0 C
/ ‘3
0
Har
deni
ng 9
00 0 C
/ ‘1
5
Nor
mal
izin
g 80
0 0 C
/ ‘3
0
Tanp
a Pe
rlaku
an
Nor
mal
izin
g 80
0 0 C
/ ‘1
5
Data Antar Kelompok
Dari grafik batang, dapat diketahui hubungan antara nilai
kekerasan dengan berbagai perlakuan panas. Spesimen yang memiliki
nilai kekerasan dari yang tertinggi sampai ke rendah berurutan adalah
Hardening 900oC holding 30 menit, Hardening 900oC holding 15 menit,
tanpa perlakuan, Normalizing 800oC holding 15 menit dan Normalizing
800oC holding 30 menit. Penjelasannya adalah sebagai berikut :
Hardening 900oC holding 30 menit memiliki nilai kekerasan yang
tertinggi yaitu 263,3 BHN. Nilai kekerasan didapat setelah proses
pendinginan cepat dengan media air dan waktu holding yang lama.
Cepatnya waktu pendinginan dapat membentuk inti atom yang banyak
serta kecil-kecil dan stabil sehingga ikatan atomnya lebih erat yang
membuat spesimen lebih keras.
Hardening 900oC holding 15 menit memiliki nilai kekerasan
sebesar 254,8 BHN, jika dibandingkan dengan suhu yang sama dan
holding yang lebih sebentar yaitu 15 menit membuat pembentukan
struktur yang homogen lebih sedikit terbentuk dibandingkan dengan
perlakuan Hardening 900oC holding 30 menit.
Spesimen dengan proses tanpa perlakuan memiliki nilai kekerasan
dibawah Hardening yaitu 211,1 BHN. Didapat nilai tersebut
dikarenakan mungkin pada saat pengecoran di pabrik spesimen sudah
mendapat perlakuan panas yang cukup tinggi dan pendinginan dengan
media serta waktu tertentu pula.
Normalizing 800oC holding 15 menit memiliki kekerasan sebesar
207,4 BHN. Hal ini disebabkan karena terjadinya proses pendinginan
yang lembat. Pada holding 15 menit struktur butiran yang diubah belum
seluruhnya menjadi homogen. Pada perlakuan Normalizing ini
terbentuk struktur butiran yang lebih besar dibandingkan Hardening.
Normalizing 800oC holding 30 menit memiliki nilai kekerasan
yang lebih rendah daripada perlakuan Normalizing 800oC holding 15
89
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
menit yaitu 197,6 BHN, hal ini disebabkan karena waktu holding yang
semakin lama menyebabkan struktur lebih homogen. Berbeda dengan
perlakuan Hardening, jika semakin lama holding membuat material/
spesimen semakin keras, pada perlakuan Normalizing, lamanya waktu
holding justru membuat material tersebut menjadi ulet.
2.7. Kesimpulan dan Saran
2.7.1. Kesimpulan
1. Dengan perlakuan panas yang berbeda-beda didapatkan nilai
kekerasan yang berbeda-beda pula.
2. Secara toritis nilai yang tertinggi adalah Hardening, tanpa
perlakuan, Normalizing. Hasil yang diperoleh dari pengujian
sudah sesuai denganteori yaitu Hardening, tanpa perlakuan dan
Normalizing.
2.7.2. Saran
1. Harus lebih teliti dalam membaca skala kekerasan pada alat uji
kekerasan.
2. Pada saat menghaluskan permukaan spesimen haruslah
mencapai kerataan dan kehalusan tertentu agar data yang di
peroleh dapat lebih akurat.
90
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016
BAB III
PENGUJIAN IMPACT
3.1. Tujuan Pengujian
1. Mengetahui daya tahan suatu logam terhadap beban dinamis yang
menyebabkan terjadinya patahan
2. Mengetahui bentuk patahan
3. Mengetahui pengaruh perlakuan panas terhadap kekuatan kejut logam
4. Mengetahui cara pengujian impact
3.2. Teori Dasar Pengujian
3.2.1. Definisi Kekuatan Impact
Kekuatan impact adalah kemampuan suatu bahan untuk
menahan beban dinamis atau mendadak yang dapat menyebabkan
rusak atau patah. Suatu spesimen dengan standart tertentu, baik
ukuran notch ataupun ukuran spesimennya diletakkan dengan posisi
lekukannya berlawanan arah dengan pendulum dari suatu alat notch
bench test. Untuk mematahkan spesimen pendulum dipasang pada
ketinggian tertentu kemudian dilepaskan.
Energi yang diperlukan untuk mematahkan spesimen adalah
merupakan tenaga impact yang berasal dari energi potensial
pendulum, karena pendulum dipasang pada ketinggian tertentu. Bila
dilepaskan maka energi potensial pendulum berkurang dan menjadi
energi kinetik. Energi ini nantinya sebagian diserap oleh spesimen
untuk mematahkan spesimen dan sebagian hilang karena adanya
gesekan pada proses pendulum. Besarnya kerugian ini bisa diamati
dari sudut yang terbentuk pada skala dari jarum dibandingkan
dengan sebelum spesimen patah.
91
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
3.2.2. Macam - Macam Metode Pengujian Impact
Percobaan impact yang digunakan untuk menghitung besarnya
ketahanan impact suatu logam tergantung dari kerapuhan metal dan
penggunaannya ada 3 macam, yaitu :
- Pengujian pukul takik (beam impact test)
- Pengujian tarik kejut (tension impact test)
- Percobaan puntir (torsion impact test)
Percobaan pukul takik paling sering digunakan di antara ketiga
percobaan di atas. Hasil percobaan pukul takik biasanya tidak dapat
langsung digunakan untuk membandingkan sifat ketangguhan suatu
bahan dengan bahan yang lain. Hal ini karena banyak faktor yang
mempengaruhi impact strength yang tak dapat dicari hubungan
antara kondisi pengujian dengan kondisi pemakaian. Misalnya pada
pengujian kecepatan pembebanan Demikian juga halnya dengan
keadaan tegangan tiga sumbu yang dipengaruhi oleh bentuk dan
ukuran notch. Bentuk dan ukuran benda kerja semua ini akan
menyebabkan impact strength yang berbeda-beda bila faktor
tersebut berbeda. Pada percobaan pukul takik yang paling sering
digunakan adalah tes charpy dan izod.
1. Percobaan Pukul Takik (Beam impact test)
Digunakan untuk mengetahui kemampuan suatu logam
untuk menahan pukulan suatu logam. Pada percobaan ini dipakai
spesimen yang bertakik, cara pembebanan ini ada dua macam.
a. Cara Pembebanan Charpy (Charpy Impact)
Pada percobaan ini benda kerja mempunyai ukuran
yang standar, takik diletakkan pada landasan dengan posisi
takik membelakangi pendulum yang akan memberi beban
kejut sehingga mengenai bagian punggung notch. Notch
yang digunakan umumnya bersudut 45 derajat. Percobaan
ini sesuai untuk material yang ductile. Cara ini banyak
digunakan di Amerika.
92
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
Gambar 3.1 : Cara Pembebanan CharpySumber : Anonymous 25 : 2009
b. Cara Pembebanan Izod
Salah satu bagian benda uji dijepit pada bibir takik dan
posisi takik berhadapan dengan pendulum yang akan
memberi beban kejut. Percobaan ini sesuai untuk material
yang brittle (rapuh). Percobaan ini banyak digunakan di
Inggris.
Gambar 3.2 : Prinsip Pengujian Impact IzodSumber : Anonymous 26 : 2010
93
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
2. Percobaan Tarik Kejut (Tension Impact Test)
Salah satu ujung spesimen dijepit pada ujung yang lain dan
diberi beban tarik secara kejut. Percobaan ini biasanya
digunakan pada bahan yang bersifat ulet. Spesimen bisa diberi
notch atau tidak.
Gambar 3.3 : Mesin Pengujian Tarik KejutSumber : Anonymous 27 : 2006
3. Percobaan Puntir Kejut (Torsion Impact Test)
Salah satu spesimen dijepit dan pada ujung yang lain diberi
beban puntir secara kejut. Dalam hal ini masih ada batas mulur
dan batas patah tetapi tak ada kontraksi. Tegangan puntir pada
titik beratnya sama dengan nol dan semakin keluar semakin
bertambah. Beberapa logam dapat bertahan pada putaran tak
terhingga asalkan tegangannya masih di bawah batas tegangan
limit (limiting stress)
.
94
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
Gambar 3.4 : Mesin Pengujian Puntir KejutSumber : Anonymous 27 : 2006
3.2.3. Tipe dan Macam Notch Pada Spesimen Impact Pukul Takik
Pembagian jenis spesimen impact ditinjau dari bentuk
notchnya, dibagi menjadi tiga bagian :
1. V notch
Bentuk notch-nya seperti huruf V
Gambar 3.5 : V notchSumber : Anonymous 28 : 2010
2. U notch
Notch-nya berbentuk seperti huruf U
Gambar 3.6 : U notchSumber : Hanson, A. (1965 : 180)
95
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
3. Keyhole notch
Notch-nya berbentuk seperti lubang kunci
Gambar 3.7: Keyhole NotchSumber : Anonymous 28 : 2010
3.2.4. Macam - macam Patahan dan Sifatnya
1 Patahan Getas
Patahan getas mempunyai permukaan yang rata-rata
mengkilat, sehingga apabila potongan ini disambung kembali
akan menghasilkan sambungan yang rapat. Karena patahan tidak
mengalami formasi dan impact strength-nya rendah.
2 Patahan Ulet
Patahan ini ditandai dengan penyerapan energi disertai
adanya deformasi plastis yang cukup besar disekitar patahan
sehiingga permukaan patahan nampak kasar, berserabut dan
berwarna kelabu. Memiliki impact strength yang tinggi.
3 Patahan Campuran
Patahan ini mempunyai patahan yang bervariasi. Sebagian
getas dan sebagian ulet. Patahan ini paling banyak terjadi pada
suatu material.
96
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
Gambar 3.8 : (a) patahan ulet(b) patahan getas (c) patahan campuran
Sumber : Anonymous 20 : 2008
3.2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Impact
1. Bentuk dan ukuran Notch
Notch yang semakin kecil menyebabkan sering terjadinya
patahan karena takik merupakan tempat pemusatan tegangan
saat benda diberi beban kejut.
Gambar 3.9 : Pengaruh Ukuran Bentuk NotchSumber : Davis, H. ( 1982 : 139)
2. Kadar karbon
Semakin tinggi kadar karbon maka impact strength-nya
semakin rendah karena sifat karbon adalah getas dan keras.
97
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
3. Temperatur Pemanasan
Dengan naiknya suhu pemanasan maka energi
yangdiperlukan untuk mematahkan spesimen semakin besar.
Impact test sebaliknya dilakukan pada suatu daerah yang
mempunyai temperatur yang berbeda sehingga dapat sekaligus
mempelajari pengaruh temperatur tersebut.
Gambar 3.10 : Pengaruh Temperatur Terhadap Impact StrengthSumber : Davis, H. ( 1982 : 152)
4. Homogenitas
Homogenitas berpengaruh pada gaya ikatan antar atom.
Sehingga berpengaruh pada harga impact strength-nya. Semakin
tinggi tingkat homogenitas suatu material maka semakin tinggi
pula harga impact strength-nya.
5. Perlakuan Panas
Proses heat treatment yang beda akan menyebabkan sifat
material yang berbeda. Begitu pula dengan impact strength-nya
karena dari masing-masing heat treatment menghasilkan
perubahan yang berbeda-beda dari sifat mekaniknya.
98
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 201696
6. Tensile strength
Bahan atau spesimen dengan tensile strength yang tinggi
akan memiliki impact strength yang rendah. Hal ini
menunjukkan tensile strength berbanding terbalik dengan tensile
strength.
7. Jenis material
Baja dengan paduan yang berbeda akan menyebabkan
susunan atom yang berlainan dengan logam induknya. Karena
susunannya berbeda dari sifat mekanik baja karena pengaruh
paduan yang berbeda. Paduan ini mempengaruhi nilai impact
strength
8. Kekerasan
Semakin tinggi tingkat kekerasan suatu material maka
harga impact strength-nya semakin rendah karena semakin
tinggi kekerasan material cenderung bersifat semakin getas.
Gambar 3.11 : Pengaruh Kekerasan Terhadap Impact StrengthSumber : Davis, H. ( 1982. 163)
99
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
9. Ketebalan bahan
Untuk uji impact charpy mempunyai kekurangan pada
ukuran benda yang kecil dan sering tidak menyerupai keadaan
sebenarnya. Pada suhu tertentu, benda uji standar menunjukkan
energi impact yang tinggi namun benda yang sama di struktur
menunjukkan sifat ketangguhan rendah dan impact strength
rendah.
Gambar 3.12 : Pengaruh Ketebalan Bahan Terhadap Impact Strength
Sumber : Davis, H. ( 1982 : 185 )
10. Ukuran Butir Kristal
Ukuran butir yang besar bersifat lebih ductile dari ukuran
butir yang kecil. Hal ini karena butir yang besar memiliki batas
butir yang lebih sempit sehingga bila diberi gaya kejut maka
pertemuan batas butir akan membuat gaya yang diterima lebih
merata sehingga deformasi lebih rendah dan impact strength
tinggi.
100
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
Gambar 3.13 : Pengaruh Ukuran Butir Terhadap Impact StrengthSumber : Davis, H. ( 1982 : 193 )
11. Keadaan Spesimen
Keadaan spesimen saat diuji apakah sudah mengalami
retak (rusak) atau mengalami deformasi permanen sebelumnya.
3.3. Pelaksanaan Pengujian
3.3.1. Alat yang Digunakan Dalam Pengujian
Spesifikasi Alat yang Digunakan Dalam Pengujian Impact
1. Charpy Impact Testing Machine
Digunakan untuk mengukur kekuatan impact.
101
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
Gambar 3.14 : Charpy Impact Testing Machine
Sumber : Laboratorium Pengujian BahanTeknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
2. Kertas gosok
Digunakan untuk membersihkan spesimen dari kotoran
dan terak.
Gambar 3.15 : Kertas GosokSumber : Laboratorium Pengujian Bahan
Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
102
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
3.3.2. Bahan yang Digunakan Dalam Pengujian
Komposisi kimia spesimen
Spesimen bahan pada pengujian impact kali ini akan
menggunakan Baja Bohler special K yang bentuk dan
dimensinya sesuai standar ASTM A 370 V-notch dengan bentuk
dimensinya. Komposisi spesimennya adalah:
1. Cr = 12 %
2. Mn = 0,3 %
3. Si = 0,2 %
Tabel 3.1 Pergeseran titik eutectoid
Logam Komposisi Suhu eutectoid Komposisi utectoidCr 12% 840°C 0,37%Mn 0,30% 720°C 0,76%Si 0,20% 730°C 0,76%
TC = ∑ (TC x %C) = (840x0,37)+(720x0,76)+(730x0,76)
∑ %C (0,37+0,76+0,76)
= 747,5°C
%C = ∑ (TCx%C) = (840x0,37)+(720x0,76)+(730x0,76)
∑TC (840+720+730)
= 0,617%
103
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
3.3.3. Pergeseran Titik Eutectoid
Keterangan : Fe – Fe3C
Pergeseran Titik Eutectoid
Gambar 3.16 : Pergeseran Titik Eutectoid
3.3.4. Bentuk dan Dimensi Spesimen
SKALA : 1:1SATUAN : mmSkala : 1:1
Ukuran : mm
Gambar 3.17 : Bentuk dan Dimensi Spesimen
3.3.5. Prosedur Pengujian
1. Bainite kerja diberi heat treatment
2. Spesimen dibersihkan dari kotoran dan terak
104
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
3. Dilakukan dry – run test, yaitu :
Pendulum alat uji diatur agar benar-benar menggantung
bebas dan dalam kondisi bebas.
Lengan pengikat diturunkan dengan roda pemutar
Tombol pengunci selanjutnya jika kedudukan lengan
pengikat sudah tepat terhadap pendulum. Pengunci dapat
dilepas tanpa menggeser kedudukan pendulum.
Kedua jarum penunjuk diatur pada posisi vertikal.
Pendulum beserta lengannya diangkat dengan roda pemutar
sehingga jarum luar menunjukkan skala yang sesuai dengan
kedudukan pendulum dalam posisi horizontal (90°).
Dilakukan dry – run test untuk mengetahui energi yang
dilepas mesin karena kerugian mekanik dilakukan
pencatatan sudut yang ditunjuk oleh jarum.
4. Dilakukan pengujian sebagai berikut :
Spesimen diletakkan pada tempatnya sehingga bagian
punggung takik tepat pada posisi jatuhnya pendulum.
Dilakukan pengujian seperti pada dry – run test.
3.4. Hipotesa
Kekuatan impact salah satunya dipengaruhi oleh perlakuan panas.
Proses perlakuan panas yang berbeda-beda akan menghasilkan impact
strength yang berbeda-beda pula. Menurut teori, kekuatan impact yang
besar jika diurutkan dari paling besar adalah normalizing karena laju
pendinginan berlangsung lambat, yang kedua adalah stress relieving karena
pendinginannya terjadi didalam dapur sehingga laju pendinginannya
lambat. Kemudian yang ketiga adalah tanpa perlakuan yang merupakan
sifat dasar dari material pada saat dicetak. Walaupun tanpa perlakuan
namun pada saat di pabrik telah dilakukan pemanasan hingga suhu 1000°C
kemudian didinginkan dengan lambat. Berikutnya adalah martempering
karena laju pendinginan relatif lebih cepat sehingga terbentuk butir yang
105
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
kecil yang mengakibatkan kekerasan meningkat. Yang terakhir adalah
hardening karena proses ini berlangsung dengan pendinginan yang sangat
cepat sehingga kekerasan meningkat dan impact strength kecil karena
cenderung bersifat rapuh.
106
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
107
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
3.5. Pengolahan Data
3.5.1. Data Kelompok
Tanpa Perlakuan (α0 = 7,5° ; α1 = 10,2° ; β = 90°)
a. Energi yang Diperlukan Secara Ideal
A0 = G x R x {cos (90° - α1) – cos β}
= 24 x 600 x {cos (90° - 10,2°) – cos 90°)
= 14400 x {cos 79,8° - cos 90°)
= 2548,80 kg.mm
b. Kerugian Energi Pada Alat
F = G x R x {cos 90° - α0) – cos β}
= 24 x 600 x {cos 90° - 7,5°) – cos 90°}
= 14400 x { cos 82,5° - cos 90°}
= 1879,2 kg.mm
c. Energi Aktual yang Diperlukan
A = A0 – f
= 2548,80– 1879,2
= 669,6 kg.mm
d. Energi yang Diperlukan Untuk Mematahkan Spesimen Tiap
Satuan Luas Penampang
Ak = A / f0
= 669,6/ 85
= 7,877 kg.mm
Normalizing 850°C. Pendinginan udara 20 menit (α0 = 4° ; α1 =
7.5° ; β = 90°)
a. Energi yang Diperlukan Secara Ideal
A0 = G x R x {cos (90° - α1) – cos β}
= 24 x 600 x {cos (90° - 7,5°) – cos 90°)
= 14400 x {cos 82,5° - cos 90°)
= 1879,2 kg.mm
108
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
b. Kerugian Energi Pada Alat
F = G x R x {cos 90° - α0) – cos β}
= 24 x 600 x {cos 90° - 4°) – cos 90°}
= 14400 x { cos 86° - cos 90°}
= 1004,493 kg.mm
c. Energi Aktual yang Diperlukan
A = A0 – f
= 1879.2– 1004,493
= 874,707 kg.mm
d. Energi yang Diperlukan Untuk Mematahkan Spesimen Tiap
Satuan Luas Penampang
Ak = A / f0
= 874,707/ 85
= 10,291 kg.mm
3.5.2. Data Antar Kelompok
Annealing 850°C (20 menit ; α0 = 5° ; α1 = 10° ; β = 90°)
a. Energi yang Diperlukan Secara Ideal
A0 = G x R x {cos (90° - α1) – cos β}
= 24 x 600 x {cos (90° - 10°) – cos 90°)
= 14400 x {cos 80° - cos 90°)
= 2499,84 kg.mm
b. Kerugian Energi Pada Alat
F = G x R x {cos 90° - α0) – cos β}
= 24 x 600 x {cos 90° - 5°) – cos 90°}
= 14400 x { cos 85° - cos 90°}
= 1254,24 kg.mm
c. Energi Aktual yang Diperlukan
A = A0 – f
= 2499,84– 1254,24
= 1245,599 kg.mm
109
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
d. Energi yang Diperlukan Untuk Mematahkan Spesimen Tiap
Satuan Luas Penampang
Ak = A / f0
= 1245,599/ 85,902
= 14,5 kg.mm
Hardening 850°C (20 menit air ; α0 = 4° ; α1 = 6° ; β = 90°)
a. Energi yang Diperlukan Secara Ideal
A0 = G x R x {cos (90° - α1) – cos β}
= 24 x 600 x {cos (90° - 6°) – cos 90°)
= 14400 x {cos 84° - cos 90°)
= 1504,8 kg.mm
b. Kerugian Energi Pada Alat
F = G x R x {cos 90° - α0) – cos β}
= 24 x 600 x {cos 90° - 4°) – cos 90°}
= 14400 x { cos 86° - cos 90°}
= 1004,493 kg.mm
c. Energi Aktual yang Diperlukan
A = A0 – f
= 1504,8– 1004,493
= 500,307 kg.mm
d. Energi yang Diperlukan Untuk Mematahkan Spesimen Tiap
Satuan Luas Penampang
Ak = A / f0
= 500,307/ 85,77
= 5,833 kg.mm
Stress Relieving 500°C (20 menit air ; α0 = 4° ; α1 = 6,5° ; β =
90°)
a. Energi yang Diperlukan Secara Ideal
A0 = G x R x {cos (90° - α1) – cos β}
= 24 x 600 x {cos (90° - 6,5°) – cos 90°)
110
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
= 14400 x {cos 83,5° - cos 90°)
= 1630,079 kg.mm
b. Kerugian Energi Pada Alat
F = G x R x {cos 90° - α0) – cos β}
= 24 x 600 x {cos 90° - 4°) – cos 90°}
= 14400 x { cos 86° - cos 90°}
= 1004,493 kg.mm
c. Energi Aktual yang Diperlukan
A = A0 – f
= 1630,079– 1004,493
= 625,586 kg.mm
d. Energi yang Diperlukan Untuk Mematahkan Spesimen Tiap
Satuan Luas Penampang
Ak = A / f0
= 625,586/ 85,2
= 7,343 kg.mm
Tabel 3.2 Data Pengujian Impact Charpy dengan Berbagai Macam Perlakuan
No Perlakuan 0 1
Energi Ideal
(kg.mm)
Kerugian
Energi (kg.mm)
Energi Aktual
(kg.mm)
Energi Patah
(kg.mm)
1 Tanpa Perlakuan 7,5 10,2 2548,80 1879,2 669,6 7,877
2Normalizing
850oC:20’4 7,5 1879,2 1004,493 874,707 10,291
3Annealing
850oC:20’5 10 2499,84 1254,24 1245,599 14,5
4Hardening
850oC:20’4 6 1504,8 1004,493 500,307 5,833
5Stress Relieving
850oC:20’4 6,5 1630,079 1004,93 625,586 7,343
111
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
112
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
Gam
bar 3
.18
: Dia
gram
Hub
unga
n En
ergi
Pat
ah d
enga
n B
erba
gai M
acam
Per
laku
an
Har
deni
ng 9
00 0 C
/ ‘3
0
Stre
ss R
elie
ving
50
0 0 C
/ ‘2
0
Anne
alin
g850
0 C /
‘20
Nor
mal
izin
g
850
0 C /
‘20
Tanp
a Pe
rlaku
an
3.6. Pembahasan
Pada pengujian impact yang kami lakukan, terjadi kegagalan yaitu
salah satu patahan spesimen tidak terpental melainkan tersangkut di tempat
meletakkan spesimen. Hal ini menyebabkan pendulum terhenti (tidak
mengayun bebas) sehingga tidak didapatkan sudut akhir. Bentuk
patahannya adalah patahan getas. Hal ini karena spesimen memiliki impact
strength yang rendah sehingga tidak terjadi deformasi pada spesimen
tersebut.
Pada pengujian kali ini diperoleh hasil energi patah dari berbagai
perlakuan, dari tinggi ke rendah sebagai berikut :
1. Annealing (14,5 kg.mm)
2. Normalizing (10,291 kg.mm)
3. Tanpa Perlakuan (7,877 kg.mm)
4. Stress Relieving (7,343 kg.mm)
5. Hardening (5,833 kg.mm)
Menurut teori, urutan nilai kekuatan impact dari yang tertinggi sampai
terendah adalah Annealing-Normalizing-Stress Relieving-Tanpa Perlakuan-
Hardening. Ternyata pada pengujian impact kali ini terjadi penyimpangan.
Tanpa Perlakuan yang seharusnya memiliki energi patah terendah kedua
setelah Hardening tapi pada pengujian, spesimen tanpa perlakuan memiliki
energi patah setelah sress relieving. Hal ini disebabkan karena pada saat di
pabrik, telah dilakukan pemanasan hingga 1000°C dan didinginkan lambat
sehingga kekuatan impactnya lebih tinggi dari proses Stress Relieving, hal
ini menyebabkan energi patahnya lebih tinggi dari Stress Relieving.
3.7. Kesimpulan dan Saran
3.7.1. Kesimpulan
1. Perlakuan panas yang dialami spesimen mempengaruhi sifat-
sifat mekaniknya.
113
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
2. Urutam energi patah pada spesimen uji impact berdasarkan teori
adalah:
- Annealing
- Normalizing
- Stress Relieving
- Tanpa Perlakuan
- Hardening
3. Urutan energi patah pada spesimen uji impact berdasarkan hasil
pengujian kelompok kami di lab. adalah:
- Annealing
- Normalizing
- Tanpa Perlakuan
- Stress Relieving
- Hardening
4. Semakin ulet suatu material maka semakin tinggi nilai energi
patah pada uji impact.
3.7.2. Saran
1. Praktikan harus lebih berhati-hati dalam melakukan pengujian
impact
2. Praktikan harus lebih teliti dalam mengambil data pengujian
impact
3. Praktikan dan asisten sebaiknua lebih mempelajari mengenai
pengujian impact
114
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
BAB IV
PENGUJIAN TARIK
4.1 Tujuan Pengujian
1. Mengetahui tegangan Yield, tegangan Ultimate, dan Regangan
2. Mengetahui pengaruh panas terhadap parameter di atas
3. Mengetahui cara pengujian tarik
4.2 Teori Dasar Pengujian
4.2.1 Definisi Kekuatan Tarik
Kemampuan suatu material untuk menerima gaya sejajar
dengan sumbunya dengan arah gaya yang berlawanan tanpa
mengalami kerusakan. Besarnya kekuatan tarik tergantung dari gaya
yang diberikan tiap satuan luas.
Dimana : = Tegangan tarik (N/mm2)
F = Gaya tarik (N)
A = Luas penampang (mm2)
4.2.2 Hubungan Tegangan dan Regangan
Hubungan tegangan dan regangan dapat dilihat dengan jelas
pada diagram yang diperoleh dari pengujian tarik, dimana gaya yang
diberikan sejajar dengan sumbu, berlawanan arah dan beban
bertambah secara kontinyu sehingga terjadi pertambahan panjang.
115
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
Gambar 4.1 : Grafik Tegangan-Regangan Baja Karbon RendahSumber: Anonymous 29 : 2010
Dari grafik tegangan-regangan diatas dapat dikenal:
1. Daerah Plastis
Daerah terjadinya deformasi elastis, yang dimulai dari
titik nol sampai titik P (proporsional). Kenaikan tegangan dan
regangan bebrbanding lurus sehingga membentuk kurva yang
linier.
2. Proporsional (P)
Merupakan titik keseimbangan antar tegangan dengan
regangan, pada titik ini juga merupakan batas terjadinya
deformasi elastis.
3. Yield Strenght
Merupakan daerah awal terjadinya pertambahan panjang
tanpa adanya penambahan tegangan.
4. Daerah Plastis
Daerah terjadinya deformasi plastis, yang terjadi setelah
Yield Strenghtsampai Fracture (putus). Kenaikan tegangan-
regangan merupakan fungsi polynomial sampai titik Ultimate
strenght kemudian turun.
5. Ultimate Strenght
Titik terjadinya tegangan tertinggi yang dapat dicapai
spesimen/material. Pada saat titik ultimate strength spesimen
116
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
mengalami necking (pengecilan penampang) dengan diikuti
penurunan tegangan, tapi panjangnya tetap bertambah sampai
akhirnya putus (Fracture).
6. Fracture (Putus)
Titik terjadinya patah pada spesimen. Pada titik nol sampai
titik proporsional, tegamgan bernbanding lurus dengan
regangan (linier) yang mempunyai kecuraman tertentu
(semakin curam, menujukkan spesimen tersebut semakin
keras)
Gambar 4.2 : Grafik Tegangan-Regangan Baja Karbona. baja karbon rendahb. baja karbon sedangc. baja karbon tinggi
Sumber : Anonymous 30 : 2006
Dari grafik di atas dapat diperoleh :
a. Baja karbon rendah
Garis tegangan-regangan berada pada paling bawah,
dengan daerah yield stress yang jelas. Kemudian naik sampai
titik ultimate kemudian turun dan putus.
b. Baja karbon sedang
Garis tegangan-regangan berada diantara baja karbon
rendan dan baja karbon tinggi. Dimana daerah elastis naik
secara linier sampai titik tertentu, kemudian naik secara
polynomial sampai titik ultimate strenght kemudian turun dan
117
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
putus, tetapi penurunan tidak sepanjang pada baja karbon
rendah.
c. Baja karbon tinggi
Garis tegangan-regangan berada pada posisi paling atas.
Dimana daerah elastis naik secara linier sampai titik tertentu
dengan kecuraman paling besar, kemudian naik secara
polynomial sampai titik ultimate dan patah.
Dari grafik diatas juga dapat dilihat pada baja karbon
sedang dan baja karbon tinggi sulit untuk menentukan antara
titik proporsional dengan titik luluhnya (Yield Strength), maka
digunakan metode offset untuk menentukannya. Cara membuat
metode offset :
- Menarik garis lurus (garis offset) yang sejajar dengan
kurva elastis dengan jarak 0,2% regangan total dari titik
nol sampai memotong kurva tegangan-regangan.
- Menentuka titik luluh (Yield Strength)
- Menentukan titik proporsional (P)
Gambar 4.3 : Metode OffsetSumber : Anonymous 31 : 2010
118
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
3.2.3. Elastisitas dan Plastisitas
a. Elastisitas
Kemampuan suatu material untuk kemabli
kebentuk/ukuran semula saat tegangan yang diberika
dihilangkan.
Sifat mekanis daerah elastis pada diagram tegangan-
regangan:
o Kekuatan elastis
Merupakan kemampuan untuk menerima beban
tanpa terjadi deformasi plastis (ditunjukkan oleh titik
luluh) dan digunakan sebagai harga batas beban bila
digunakan dalam suatu perencanaan.
o Kekakuan
Suatu bahan yang memiliki kekuatan tinggi bila
mendapat beban elastis akan mengalami sedikit deformasi
plastis.
o Resilient
Merupakan kemampuan menyerap energi tanpa
terjadi deformasi plastis. Biasanya dinyatakan dalam
modulus resilient (energi yang diserap untuk meregangkan
satu satuan volume bahan sampai batas plastis)
b. Plastis
Kemampuan suatu material untuk mengalami sejumlah
deformasi plastis (permanen) tanpa mengalami kerusakan setelah
tegangan yang diberikan dihilangkan.
Sifat mekanik daerah plastis :
o Keuletan
Merupakan kemampuan suatu material untuk
berdeformasi plastis tanpa mengalami patah dan
dinyatakan dalam presentase perpanjangan atau presentase
pengurangan luas penampang. Keuletan menunjukkan
119
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
kemampuan logam untuk dibentuk tanpa mengalami
patah/retak, sehingga penting untuk proses pembentukan
logam. Disamping itu untuk logam yang memiliki kualitas
tinggi, kerusakan dapat diketahui secara dini dengan
melihat deformasi yang mendahului bahan tersebut
retak/patah.
o Ketangguhan
Ketangguhan dinyatakan dalam modulus
ketangguhan (banyaknya energi yang diperlukan untuk
mematahkan bahan persatuan volume) dan sangat sulit
untuk diukur kjarena dipengaruhi oleh cacat, bentuk,
ukuran bahan, dan kondisi pembebanan.
o Kekuatan
Kekuatan tarik merupakan kekuatan untuk
menerima beban tanpa mengalami kerusakan dan
dinyatakan sebagai tegangan maksimum bahan sebelum
patah.
4.2.4 Kurva Tegangan-Regangan Rekayasa Dan Sejati
Gambar 4.4 kurva tegangan-regangan rekayasa dan sejatiSumber : BJM. Beumier. ( 1985 : 87 )
120
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
Dari gambar diatas dapat dilihat perbedaan antara
tegangan-regangan rekayas dan sejati. Jika tegangan-regangan
sejati grafik cendrung naik, kemudian patah. Hal ini sesuai dengan
rumus , karena luasan penampang yang semakin kecil
sedangkan gaya yang diberikan tetap.
Sedangkan pada tegangan-regangan rekayas grafik
cenderung turun, karena luas penampang yang digunakan adalah
luas penampang awal dan memenuhi persamaan .
4.2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan tarik
1. Kecepatan pendinginan
Semakin cepat pendinginan maka kekuatan material
saemakin tinggi. Hal ini disebabkan oleh semakin banyak
tumbuhnya inti butiran yang stabil. Karena banyak tumbuh
inti, maka kekuatan tariknya besar.
2. Heat treatment
Perlakuan panas berpengaruh pada kekuatan tarik. Pada
awalnya spesimen dipanaskan sampai fase austenite kemudian
didinginkan. Pendinginan dapat dilakuakn dengan berbagai
cara. Bila didinginkan secar cepat atau dengan media air
(Quenching), maka spesimen yang awalnya berfase austenite
berubah menjadi austenite, austenite mempunyai kekerasan
yang tinggi, maka kekuatan tariknya juga tinggi. Jika baja
yang dipanaskan di bawah autenit untuk melunakkan
austenite, sehingga kekerasannya tinggi tapi lebih rendah dari
Hardening. Jika dilakukan pendinginan yang lambat maka
pearlite menjadi lebih halus, sehingga kekerasan lebih tinggi
dari Annealing. Dan jika pendinginan yang dilakukan sangat
121
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
lambat maka struktur yang terbentuk adalah Bainite yang
bersifat lunak dan kekuatan tari rendah.
3. Unsur paduan
Adanya Unsur paduan dalam suatu material dapat
mempengaruhi kekerasan suatu material, misal paduan
titanium, tungsten, silicon dapat meningkatkan kekerasan yang
berdampak pada peningkatan kekuatan tarik. Jika ada
nikelatau mangan maka kekerasan menurun dan kekuatan tarik
juga menurun.
4. Kadar karbon
Penambahan Unsur karbon pada Fe meningkatkan
kekuatan tarik, tapi penambahan karbon lebih dari 0,9
kekuatan tariknya menurun.
Gambar 4.5 : Efek penambahan KarbonSumber : Anonymous 32 : 2012
5. Bidang slip
Perubahan dari metalik material oleh pergerakan dari luar
sepanjang kristal. Bidang slip dan arah slip terjadi pada bidang
grafi dan arah atom yang paling padat. Karena slip
membutuhkan energi yang paling ringan atau kecil.
122
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
Gambar 4.6 : Bidang slipSumber : Anonymous 20 : 2008
6. Ukuran butir
Ukuran butir berpengaruh terhadap kekuatan material,
semakinkecil ukuran butir, maka bidang kontak yang terbentuk
antar butir semakin banyak. Karena semakin banyaknya
bidang kontak antar butir, jika diberi tegnngan, maka tegangan
didistribusikan kesemua bidang kontak, sehingga kekuatan
tarik material tinggi. Tapi pada butiran besar, bidang kontak
yang terbentuk sedikit, sehingga distribusi tegangan sedikit
dan kekuatan tariknya juga rendah.
4.3 Pelaksanaan pengujian
4.3.1 Alat yang digunakan dalam pengujian
- Spesifikasi alat yang digunakan dalam pengujian
1. Mesin uji tarik
erek : MLF Piuf.Und Mc By Heme Gmbh
D6800
Kapasitas : 100 kN
Tipe : U PD 10
Tahun : 1982
123
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
Alat ini digunakan untuk member beban tarik pada
spesimen. Alat ini mempunyai 3 skala pembebanan.
A = 0 - 20 kN
A+B = 0 - 50 kN
A+B+C = 0 - 100 kN
Gambar 4.7 : Mesin uji tarikSumber : Laboratorium Pengujian Bahan
Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
2. Jangka sorong digital
Digunakan untuk mengukur spesimen
124
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
Gambar 4.8 : Jangka sorong digitalSumber : Laboratorium Pengujian Bahan
Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
3. Spidol
Digunakan untuk menandai spesimen.
Gambar 4.9 : SpidolSumber : Anonymous 33 : 2010
4.3.2 Bahan yang Digunakan Dalam Pengujian
- Komposisi kimia
Bahan : Baja Esser (ST 37)
Komposisi kimia :
Mn= 0,4-1,2%
Si = 0,35%
P = 0,035%
S = 0,03%
Al= 0,20%
125
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
4.3.3 Pergeseran Titik Eutectoid
Gambar 4.10 : Pengaruh Unsur PaduanSumber : Anonymous 8 : 2012
Tabel 4.1 Unsur Paduan
Logam Komposisi Suhu Eutectoid %C
Mn 0,40% 725⁰C 0,75
Si 3500,00% 730⁰C 0,73
TC = =
=
TC = =
=
126
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
Grafik pergeseran titik Eutectoid
Keterangan : Fe – Fe3C
Pergeseran Titik Eutectoid
Gambar 4.11 : Grafik pergeseran titik eutectoid
4.3.4 Bentuk dan Dimensi Bahan
Skala = 1:2
Satuan = mm
Gambar 4.12 : Bentuk dan Dimensi Spesimen
127
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
4.3.5 Prosedur Pengujian
1. Dilakuakan proses heat treatment
2. Spesimen dibersihkan terlebih dahulu kotoran dan terak
3. Dilakukan pengukuran dimensi, meliputi diameter awal dan
panjang awal, kemudian kemudian spesimen dibagi kedalam
segmen-segmen dengan panjang masing-masing 5mm
4. Spesimen dipasang erat pada alat uji
5. Alat uji diatur pada kecepatan 1,2 liter/menit dengan
pembebanan pada posisi A+B+C, skala pertambahan panjang
0mm dan jarum beban pada posisi nol
6. Mesin dinyalakan dan dilakukan pengamatan dengan teliti
terhadap beban, pertambahan panjang dan perubahan diameter
sampai spesimen patah.
7. Stelah patah dilakukan pengukuran dimensi akhir spesimen
4.4 Hipotesa
Kekuatan tarik material dipengaruhi oleh perlakuan panas. Tingkat
kekuatan tarik hasil perlakuan panas dari rendah sampai tertinggi yaitu
Annealing, normalizing, Tempering dan Hardening, karena semakin cepat
pendinginan maka jumlah inti semakin banyak, butiran semakin kecil
sehingga kekuatan tarik semakin besar.
128
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
129
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
130
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
4.5 Pengolahan Data
4.5.1 Data Kelompok
a. Spesimen tanpa perlakuan
Tabel 4.2 Pertambahan panjang, beban, dan diameter saat
pengujian
131
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
∆L Beban (kN) Diameter (mm)
0 0 6,5
1 15,4 6,41
2 16,4 6,35
3 17 6,3
4 17,4 6,25
5 17,8 6,15
6 18,1 6,1
7 18,3 6,06
8 18,4 5,96
9 18,45 5,93
10 18,6 5,86
11 18,6 5,82
12 18,5 5,6
13,5 17,5 5,17
14 16,5 4,92
14,5 15,5 4,88
Tabel 4.3 Pertambahan panjang tiap segmen
o
-
o
o Diameter awal (Do) = 6,5 mm
o Diameter Ultimate (Du) = 5,82 mm
o Diameter patah (Df) = 4,88 mm
o Beban Yield (Py) = 15,4 kN
o Beban Ultimate (Pu) = 18,6 kN
o Beban patah (Pf) = 15,5 kN
o Panjang awal (lo) = 50 mm
o Panjang Ultimate (lu) = 61 mm
o Panjang akhir (lf) = 54,5 mm
Contoh perhitungan :
1. Luas penampang
a. Luas penampang awal Ao =
132
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
SegmenPanjang
awal (mm)
Panjang
akhir (mm)
Pertambahan
panjang (mm)
1 5 8,2 3,2
2 5,1 9,25 4,15
3 5 6,33 1,33
4 5 6,1 1,1
5 5 6,77 1,77
6 5 6,76 1,76
7 5 5,68 0,68
8 5 5,84 0,84
9 5 5,8 0,8
10 5 5,63 0,63
=
= 33,17
b. Luas penampang Ultimate Au=
=
= 26,59
c. Luas penampang saat patah Af =
=
= 18,69
2. Regangan
a. Regangan Ultimate rekayasa ɛu =
=
= 22%
b. Regangan Ultimate sejati ɛu’ =
=
= 22%
c. Regangan Ultimate rekayasa ɛu =
133
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
=
= 29%
d. Regangan Ultimate rekayasa ɛ’f =
=
= 25,46%
e. Regangan Ultimate rekayasa ɛy =
=
= 2%
3. Tegangan
a. Tegangan Ultimate rekayasa σu = [N/mm2]
=
= 560,81 N/mm2
b. Tegangan Ultimate sejati σu’ = x (ɛu + 1) [N/mm2]
= x (22%+1)
= 699,52 N/mm2
c. Tegangan patah rekayasa σf = [N/mm2]
134
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
=
= 467,34 N/mm2
d. Tegangan patah rekayasa σf’ = [N/mm2]
=
= 829,13 N/mm2
4. Kontraksi
Q = x 100%
= x 100%
= 43,63%
5. Modulus Elastisitas
E = x 100%
= x 100%
= 23.216,5
Tabel 4.4 Hasi pengolahan data spesimen tanpa perlakuan
NoPanjang
(mm)
Beban
(kN)
Diameter
(mm)
Luas
(mm2)
Teg.
Rekayasa
(N/mm2)
Teg.
Sejati
(N/mm2)
Reg
,Rekayasa
(%)
Reg.
sejati
(%)
Kontraksi
1 50 0 6,50 33,17 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
135
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
2 51 15400 6,41 32,25 464,33 477,46 2,00 1,98 2,75
3 52 16400 6,35 31,65 494,48 518,12 4,00 3,92 4,56
4 53 17000 6,30 31,16 512,57 545,63 6,00 5,83 6,06
5 54 17400 6,25 30,66 524,63 567,44 8,00 7,70 7,54
6 55 17800 6,15 29,69 536,69 599,52 10,00 9,53 10,48
7 56 18100 6,10 29,21 545,74 619,65 12,00 11,33 11,93
8 57 18300 6,06 28,83 551,77 634,80 14,00 13,10 13,08
9 58 18400 5,96 27,88 554,78 659,87 16,00 14,84 15,93
10 59 18450 5,93 27,60 556,29 668,37 18,00 16,55 16,77
11 60 18600 5,86 26,96 560,81 690,00 20,00 18,23 18,72
12 61 18600 5,82 26,59 560,81 699,52 22,00 19,89 19,83
13 62 18500 5,60 24,62 557,80 751,49 24,00 21,51 25,78
14 63,5 17500 5,17 20,98 527,64 834,04 27,00 23,90 36,74
15 64 16500 4,92 19,00 497,49 868,33 28,00 24,69 42,71
16 64,5 15500 4,88 18,69 467,34 829,13 29,00 25,46 43,63
b. Spesimen dengan perlakuan Hardening 850oC Holding 30
menit
Tabel 4.5 Pertambahan panjang, beban, dan diameter saat
pengujian
∆L Beban (kN) Diameter (mm)
136
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
0 0 6,25
1 7 6,25
2 14,5 6,23
3 20 6,23
4 23,5 6,2
5 27 6,16
6 20 4,62
Tabel 4.6 Pertambahan panjang tiap segmen
o Diameter awal (Do) = 6,25 mm
o Diameter Ultimate (Du) = 6,16 mm
o Diameter patah (Df) = 4,62 mm
o Beban Yield (Py) = 20 kN
o Beban Ultimate (Pu) = 27 kN
o Beban patah (Pf) = 20 kN
o Panjang awal (lo) = 50 mm
o Panjang Ultimate (lu) = 55 mm
137
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
SegmenPanjang
awal (mm)
Panjang
akhir (mm)
Pertambahan
panjang (mm)
1 5 5,03 0,03
2 5 5,17 0,17
3 5 8,06 3,06
4 5 5,28 0,28
5 5 5,2 0,2
6 5 5,25 0,25
7 5 6,12 1,12
8 5 5,28 0,28
9 5 5,12 0,12
10 5 5,05 0,05
o Panjang akhir (lf) = 56 mm
Contoh perhitungan :
1. Luas penampang
a. Luas penampang awal Ao =
=
= 30,66
b. Luas penampang Ultimate Au =
=
= 29,79
c. Luas penampang saat patah Af =
=
= 16,76
2. Regangan
a. Regangan Ultimate rekayasa ɛu =
=
= 10 %
b. Regangan Ultimate sejati ɛu’ =
=
138
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
= 9,53 %
c. Regangan Ultimate rekayasa ɛu =
=
= 12 %
d. Regangan Ultimate rekayasa ɛ’f = )
=
= 12 %
e. Regangan Ultimate rekayasa ɛy =
=
= 6 %
3. Tegangan
a. Tegangan Ultimate rekayasa σu = [N/mm2]
=
= 880,51 N/mm2
b. Tegangan Ultimate sejati σu’ = x (ɛu + 1) [N/mm2]
= x (10 %+1)
139
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
= 652,23 N/mm2
c. Tegangan patah rekayasa σf = [N/mm2]
=
= 652,23 N/mm2
d. Tegangan patah rekayasa σf’ = [N/mm2]
=
= 1193,65 N/mm2
4. Kontraksi
Q = x 100%
= x 100%
= 45,36%
5. Modulus Elastisitas
E = x 100%
= x 100%
= 11.821,75
Tabel 4.7 Hasil pengolahan data spesimen perlakuan Hardening 850oC Holding 30 menit
No
Panjang
(mm)
Beban
(N)
Diameter
(mm)
Luas
(mm2)
Teg.
Rekayasa
(N/mm2)
Teg.
Sejati
(N/mm2)
Reg,
Rekayasa
(%)
Reg.
sejati
(%)
Kontraksi
1 50 0 6,25 30,66 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
140
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
2 51 7000 6,25 30,66 228,28 228,28 2,00 1,98 0,00
3 52 14500 6,23 30,47 472,87 475,91 4,00 3,92 0,64
4 53 20000 6,23 30,47 652,23 656,42 6,00 5,83 0,64
5 54 23500 6,20 30,18 766,37 778,78 8,00 7,70 1,59
6 55 27000 6,16 29,79 880,51 906,43 10,00 9,53 2,86
7 56 20000 4,62 16,76 652,23 1193,65 12,00 11,33 45,36
141
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
4.5.2 Data Antar Kelompok
Tabel 4.8 Hasil pengolahan data spesimen perlakuan Stress
Relieving 500°C Holding 30 menit
STRESS RELIEVING 500°C H=30'
Teg. Rekayasa(N/mm2) Reg,Rekayasa(%)
0 0
421,2487391 2
453,6524882 4
479,5754876 6
499,0177371 8
518,4599865 10
524,9407364 12
528,1811113 14
469,8543628 16
324,0374916 18
142
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
Tabel 4.9 Hasil pengolahan data spesimen perlakuan Normalizing
850°C Holding 30 menit
NORMALIZING 850°C H=30'
Teg. Rekayasa(N/mm2) Reg,Rekayasa(%)
0 0
379,5274112 2
398,6632471 4
443,3135307 6
462,4493666 8
478,3958965 10
484,7745084 12
510,2889562 14
516,6675682 16
519,8568742 18
519,8568742 20
519,8568742 22
519,8568742 24
516,6675682 26
497,5317323 28
446,5028367 30
363,5808813 32
143
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
Tabel 4.10 Hasil pengolahan data spesimen perlakuan Annealing
850°C Holding 30 menit
ANNEALING 850°C H=30'
Teg. Rekayasa(N/mm2) Reg,Rekayasa(%)
0 0
372,6431153 2
405,0468645 4
437,4506136 6
460,1332381 8
476,3351126 10
489,2966123 12
499,0177371 14
502,258112 16
508,7388618 18
508,7388618 20
508,7388618 22
508,7388618 24
508,7388618 26
508,7388618 28
502,258112 30
144
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
145
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
Gam
bar
4.13
: G
rafik
Hub
unga
nTeg
anga
n(R
ekay
asa+
Seja
ti)-R
egan
gan(
Rek
ayas
a) P
ada
Spes
imen
Tanp
aPer
laku
an
4.6 Pembahasana. Hubungan tegangan (rekayasa + sejati) – regangan pada spesimen
tanpa perlakuan
Hubungan antara tegangan dengan regangan dapat diketahui
dengan jelas pada grafik yang didasarkan dari data yang diperoleh
dari pengujian. Dalam hal ini berlaku hokum Hooke yang
menyatakan tegangan sebanding dengan regangan. Jika beban
ditambah secara perlahan maka pertambahan beban juga menambah
regangan. Dalam grafik terlihat tegangan sejati lebih tinggi dari pada
tegangan rekayasa untuk tiap penambhan regangan rekayasa.
Dari data hasil uji tarik, untuk regangan 2% nilai tegangan
rekayasa sebesar 464,33 N/mm2 , sedangkan pada tegangan sejati
sebesar 477,46 N/mm2, pada titik ini disebut titik proporsional
(dimana tempat terjadinya keseimbangan antara tegangan dengan
regangan). Setelah itu pada regangan 4%, nialai tegangan rekayasa
494,48 N/mm2, sedangkan tegangan sejati 518,12 N/mm2. Pada
rentang antara reganan 2% dan 4% terjadi penambahan regangan
yang besar tapi dengan penambahan tegasngan yang sedikit, biasanya
ini disebut dengan Creep (mulur). Setelah melewati regangan 4%
penambahan tegangan selalu diikuti penambahan regangan sampai
titik Ultimate.
o Pada tegangan-regangan rekayas
Titik Ultimate berada pada beban 18600 N dengan regangan
sebesar 22% dan tegangan 560,81 N/mm2
o Pada tegangan-regangan sejati
Titik Ultimate berada pada beban 16500 N dengan regangan
sebesar 28% dan tegangan 868,33 N/mm2
Setelah melwati Ultimate penambahan gaya tetap samapi
akhirnya patah. Pada tegangan sejati, patah terjadi pada regangan
29% dengan tegangan 829,13 N/mm2 dan sebesar 467,34 N/mm2 pada
tegangan rekayasa.
146
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
147
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
Gam
bar
4.14
: G
rafik
Hub
unga
n Te
gang
an (R
ekay
asa+
Seja
ti)-R
egan
gan(
Rek
ayas
a) P
ada
Spes
imen
den
gan
Perla
kuan
Har
deni
ng
850°
C H
oldi
ng 3
0 m
enit
b. Hubungan antara tegangan (rekayasa+sejati) - regangan (rekayasa)
pada spesimen dengan perlakuan panas Hardening 850o Holding 30
menit
Hubungan antara tegangan dengan regangan dapat diketahui
dengan jelas pada grafik yang didasarkan dari data hasil pengujian.
Dalam hal ini berlaku hokum Hooke yang menyatakan tegangan
sebanding dengan regangan. Jika beban ditambah secara perlahan,
maka pertambahan beban juga menambah regangan. Dalam grafik
terlhat tegangan sejati lebih tinggi dari pada tegangan rekayasa untuk
tiap penambahan regangan.
Dari data hasil uji tarik, untuk regangan sampai 6% tegangan
rekayasa dansejati grafiknya berimpit. Pada kedua grafik titik
proporsional terjadi pada regangan 4% yaitu sebesar 472,87 N/mm2
pada tegangan rekayasa dan 475,91 N/mm2 pada tegangan sejati.
Setelah itu pada kedua grafik naik sampai titik Ultimate-nya :
o Pada tegangan rekayasa Ultimate-nya berada pada tegangan
880,51kN pada regangan 10%
o Pada tegangan saejaTI Ultimate-nya berada pada tegangan
1193,65 kN pada regangan 12%, Setelah itu putus.
Sedangkan pada grafik rekayasa setelah melewati titik Ultimate-
nya kemudian turun kemudian patah pada tegangan 652,23 N/mm2
pada regangan 12%.
148
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
149
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
Gam
bar
4.15
: G
rafik
Hub
unga
n R
egan
gan
(Rek
ayas
a+Se
jati)
-Kon
traks
i Pad
a Sp
esim
en T
anpa
Per
laku
an
c. Hubungan regangan (rekayasa + sejati) – kontraksi pada spesimen
tanpa perlakuan
Pada grafik terlihat setiap penambahan regangan selalu diikuti
dengan penambahan kontraksi, hal ini menunjukkan regangan
berbanding lurus dengan kontraksi. Regangan menunjukkan
deformasi aksial (penambahan dimensi spesimen yang sejajar dengan
sumbu), sedangkan kontraksi menunjukkan deformasi lateral
(perubahan dimensi yang tegak lurus terhadap sumbu), sehingga jika
spesimen mengalami pertambahan panjang, maka selalu diikuti
dengan mengecilnya luas penampang.
Dari grafik menunjukkan regangan sejati lebih rendah dari pada
regangan rekayasa. Hal ini dapat dilihat mulai terjadinya pada
kontraksi 2,75% dengan regangan rekayasa sebesar 2% sedangkan
pada regangan sejati 1,09%. Hal ini berlangsung sampai menjelang
patah. Dimana setiap penambahan regangan berpebgaruh pada
kontraksi yang semakin besar. Sehingga diameter spesimen semakin
kecil. Kontraksi terbesar mulai terjadi pada 25,78% dengan regangan
pada regangan pada regangan sejati sebesar 24%, sedangkan pada
regangan rekayasa 22% kemudian berkurang sampai akhirnya patah.
150
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
151
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
Gam
bar
4.16
: G
rafik
Hub
unga
n R
egan
gan
(Rek
ayas
a+Se
jati)
-Kon
traks
i Pad
a Sp
esim
en d
enga
n Pe
rlaku
an H
arde
ning
850
°C
Hol
ding
30
men
it
d. Hubungan regangan (rekayasa + sejati) – kontraksi pada spesimen
dengan perlakuan Hardening 850o Holding 30 menit
Pada grafik terlihat setiap penambahan regangan selalu diikuti
dengan penambahan kontraksi. Hal ini menujukkan bahwa regangan
berbanding lurus dengan kontraksi. Regangan menunjukkan
deformasi aksial (perubahan dimensi spesimen yang sejajar dengan
sumbu), sedangkan kontraksi menunjukkan deformasi lateral
( perubahan dimensi yang tegak lurus dengan sumbu). Sehingga jika
spesimen mengalami pertambahan panjang, maka selalu diikuti oleh
mengecilnya luasan permukaan.
Dari grafik menunjukkan regangan sejati lebih rendah dari pada
regangan rekayasa. Ini dapat dilihat dari mlai terjadi kontraksi 0,64%,
dimana regangan sejati sebesar 3,92% sedangkan pada regangan
rekayasa 4%. Hal ini terus berlangsung sampai menjelang patah,
dimana setiap penambahan regangan berpengaruh terhadap kontraksi
yang semakin besar, sehingga diameter spesimen semakin kecil.
Kontraksi terbesar dimulai pada regangan rekayasa setelah meregang
10%, sedangkan pada regangan sejati setelah meregang 9,53%
sampai akhirnya patah.
152
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
153
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
Gam
bar
4.17
: G
rafik
Hub
unga
n Te
gang
an (R
ekay
asa+
Seja
ti)-K
ontra
ksi P
ada
Spes
imen
Tan
pa P
erla
kuan
e. Hubungan tegangan (rekayasa+sejati) - kontraksi pada spesimen
tanpa perlakuan
Pada grafik terlihat bahwa grafik tegangan (rekayasa+sejati)
memiliki kecenderungan yang hampir sama yaitu penambahan
tegangan selalu diikuti dengn penambahan kontraksi. Namun
tegangan sejati memiliki kecenderungan naik lebih besar dari pada
tegangan rekayasa. Pada penambahan kontraksi hingga 19,83%,
grafik tegangan rekayasa terus mengalami kenaikan sampai sebesar
560,81 N/mm2 dan ketika terjadi penambahan kontraksi lagi, pada
tegangan rekayasa mengalami penurunan. Sedangkan pada tegangan
sejati terus meningkat. Pada tegangansejati, didapat tegangan
tertinggi sebesar 868,33 N/mm2 dengan penambhan kontraksi sampai
42,71% dan setelah itu turun kemudia patah. Sedangkan pada
tegangan rekayasa didapat tegangan tertinggi 560,82 N/mm2 dengan
penambahan kontraksi sebesar 19,63% dan kemudian juga
mengalami penurunan ketika bertambahnya kontraksi dan kemudian
patah.
154
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
155
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
Gam
bar
4.18
: G
rafik
Hub
unga
n Te
gang
an (R
ekay
asa+
Seja
ti)-K
ontra
ksi P
ada
Spes
imen
den
gan
Perla
kuan
Har
deni
ng 8
50°C
H
oldi
ng 3
0 m
enit
f. Hubungan tegangan (rekayasa + sejati) - kontraksi pada spesimen
dengan perlakuan Hardening 850o Holding 30 menit
Pada grafik dapat dilihat bahwa grafik tegangan (rekayasa+sejati)
berimpit sampai titik tertentu saat terjadi perubahan kontraksi yaitu
sampai kontraksi 0,64% dengan tegangan rekayasa sebesar 6%
sedangkan tegangan sejati 5,83%. Pada tegangan sejati grafik
menunjukkan kecenderungan yang terus naik sampai akhirnya patah
pada tegangan 1193,61 N/mm2 dengan kontraksi 45,36%. Sedangkan
pada tegangan rekayasa, tegangan naik samapi maksimum sebesar
880,51 N/mm2 pada kontraksi 2,86% kemudian turun dan akhirnya
patah pada tegangan 652,23 N/mm2 dengan kontraksi sebesar
45,36%.
156
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
157
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
Gam
bar
4.19
: D
iagr
am P
erta
mba
han
Panj
ang
Tiap
Seg
men
g. Pertambahan panjang tiap segmen pada spesimen tanpa perlakuan
dengan spesimen perlakuan Hardening 850 OC Holding 30 menit
Pada diagram pertambahan panjang tiap segmen, spesimen tanpa
perlakuan cenderung memiliki pertambhan panjang tiap segmen yang
lebih panjang dari pada spesimen dengan perlakuan Hardening 850 OC Holding 30 menit. Hal ini disebabkan pada spesimen tanpa
perlakuan mempunyai keuletan lebih besar dari pada spesimen
dengan perlakuan Hardening 850 OC Holding 30 menit, sedangkan
pada spesimen hasil Hardening keuletan rendah karena fasenya
adalah austenite yang bersifat keras dan kekuatan tarik tinggi.
Pada grafik terlihat pertambahan panjang terbesar terjadi pada :
o Spesimen tanpa perlakuan pada segmen ke-2 yaitu sebesar
4,15mm
o Spesimen dengan perlakuan Hardening 850 OC Holding 30 menit
pada segmen ke-3 yaitu sebesar 4,15mm
Karena pada segmen-segmen tersebut adalah temapt terjadinya
patah.
158
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
159
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
Gam
bar
4.20
: G
rafik
Hub
unga
n Te
gang
an-R
egan
gan
Rek
ayas
a Pa
da B
erba
gai P
erla
kuan
Pan
as
h. Hubungan tegangan-regangan pada berbagai perlakuan panas
Pada grafik hubungan antara tegangan dengan regangan rekayasa
pada bebagai perlakuan panas diperoleh urutan kekuatan tarik dari
tertinggi ke rendah yaitu Hardening, Tanpa Perlakuan, Stress
Relieving, Normalizing, Annealing. Sedangkan untuk Yield Point
diperoleh dengan metode Offset yaitu dengan menarik garis yang
linier sejajar sebesar 0,2% dari regangan total sampai memotong
grafik.
o Hardening
Mempunyai kekuatan tarik paling tinggi yaitu sebesar
880,509 N/mm2 pada regangan 10%. Ini disebabkan karena
setelah pemanasan sampai austenite (850oC) dan diHolding 30
menit kemudian didinginkan dengan cepat sehingga fase yang
terbentuk adalah Austenite yang bersifat keras dan kekuatan
tariknya tinggi. Sedangkan Yield Point berada pada tegangan
472,86 N/mm2 dengan regangan 4%
o Tanpa perlakuan
Memiliki kekuatan tarik di bawah Hardenign karena
spesimen tersebut belum mengalami proses pemanasan dan
holding, sehingga fase yang terdapat di dalamnya masih
Heterogen (Austenite, Cementite, dan Ferrite yang bercampur)
dan mungkin spesimen tersebut sudah memiliki kekuatan tarik
yang tinggi meskipun belum diperlakukan panas (bawaan dari
pabrik). Kekuatan tarik maksimumnya 560, 81 N/mm2 dengan
regangan 20% dan Yield Point pada tegangan 464,32 N/mm2
dengan regangan 2%.
o Stress Relieving
Memiliki kekuatan tarik dibawah tanpa perlakuan dan
diatas Normalizing. Kekeuatan tarik maksimumnya 528,18
N/mm2 dengan regangan 14%. Hal ini disebabkan karena
160
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
tegangan dalam spesimen telah hilang sehingga kekuatan
tariknya lebih rendah dari pada tanpa perlakuan. Untuk Yield
Point yaitu berada pada tegangan 421,25 N/mm2 dengan
regangan 2%.
o Normalizing
Memiliki kekuatan tarik di bawah Stress Relieving dengan
kekuatan tarik maksimum 519,86 N/mm2 dengan regangan 24%.
Hal ini disebabkan karena proses pendinginan yang lambat,
sehingga fase yang terbentuk adalah Bainite + Ferrite yang
mempunyai sifat ulet dan kekuatan tarik rendah dan dengan Yield
Point pada tegangan 379,52 N/mm2 dengan regangan 2%
o Annealinng
Memiliki kekuatan tarik paling rendah, dikarenakan
setelah proses pemanasan dan holding spesimen didinginkan
dengan sangat lambat (di dalam dapur), sehingga fase yang
terbentuk adalah Ferrite yang mempunyai kekuatan tarik rendah
yaitu sebesar 508, 74 N/mm2 dengan regangan 27%, sedangkan
Yield Point berada pada tegangan 372,64 N/mm2 dengan
regangan 2%.
4.6 Kesimpulan dan saran
4.6.1 Kesimpulan
Dari hasil pengujian tarik dengan berbagai perlakuan panas,
didapat grafik yang sesuai dengan teori. Kekuatan tarik dari tertinggi
ke rendah yaitu Hardening 880,509 n/mm2, tanpa perlakuan 560,811
N/mm2, Stress Relieving 528, 18 N/mm2, Normalizing 519,86 N/mm2,
Annealing 508,73 N/mm2.
4.6.2 Saran
1. Praktikan harus lebih teliti dalam pembacaan skala pada alat uji.
161
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
BAB V
PENGUJIAN JOMINY
5.1 Sifat Kemampukerasan Baja
Sifat kemampukerasan ukuran yang menyatakan kemampuan baja
untuk dapat dikeraskan hingga kedalaman tertentu dengan pembentukan
martensite. Dapat kita ketahui, apabila kita menginginkan fase yang terbentuk
adalah martensite maka kita harus mendinginkan material tersebut secara cepat
atau istilah yang biasa kita dengar adalah quenching. Tetapi harus diingat pula
bahwa pendinginan yang terlalu cepat juga harus dihindari, karena dapat
menyebabkan permukaan baja retak.
Pada percobaan kemampukerasan material, kita akan mendapatkan
angka atau nilai kekerasan yang berbeda setelah material tersebut kita beri
perlakuan panas. Perbedaan nnilai ini diakibatkan oleh laju pendinginan yang
berbeda – beda yang diterima oleh material tersebut. Dari data yang kita peroleh,
dapat ditunjukkan pada grafik dibawah ini.
162
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
Gambar 5.1 Grafik Hardness PenetrationSumber : Avner, Sidney H (1964:294)
5.2 Macam - macam Pengujian Kemampukerasan
Ada 3 macam atau metode dalam pengujian kemampukerasan
material, yaitu:
1. Metode Grossman
Pada metode ini baja yang akan diuji sifat mampukerasnya dibuat
menjadi sejumlah spesimen berbentuk batang silindris dari berbagai
diameter dengan panjang masing-masing paling sedikit 5 kali
diameternya. Selanjutnya semua spesimen dipanaskan hingga temperature
austenite kemudian di-quenching dalam suatu media pendingin. Setelah
itu setiap spesimen dipotong melintang dan dilakukan pengamatan
mikroskopik untuk struktrur yang terbentuk pada pendinginan itu, selain
itu juga dilakukan proses pengukuran bentuk pada penampang itu dan
163
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
dilakukan proses pengukuran kekerasan sepanjang batang dan dari sini
dapat digambarkan penetrasi kekerasannya
2. Appearance of Fracture
Pada metode ini sifat kemampukerasan baja dapat dilihat dari
patahan yang terjadi pada baja tersebut. Seperti yang kita ketahui, patah
pada material dapat dibagi 3 yaitu :
a. Patah ulet : disebabkan oleh tegangan geser. Ciri – cirinya antara lain
terdapat garis – garis benang serabut, menyerap cahaya, terjadi
deformasi plastis.
b. Patah getas : disebabkan oleh tegangan normal. Ciri – cirinya
permukaan patah berbentuk grenular, berkilat, memantulkan cahaya
dan tidak didahului deformasi plastis.
c. Patah campuran : merupakan kombinasi dari kedua patah diatas
yaitu patah ulet dan patah getas dengan memiliki ciri-ciri yang
merupakan kombinasi dari kedua patah tersebut
Gambar 5.2 (a) Patah Ulet ; (b) Patah Campuran ; (c) Patah GetasSumber : Callister, William D (1940:209)
164
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
3. Metode Jominy
Gambar 5.3 Hubungan antara jarak pendinginan dan kekerasan.Sumber: Callister, William D (1940:395)
Pada uji jominy di material dipanaskan dalam tungku sampai suhu
transformasinya (austenite) dan terbentuk sedemikian rupa sehingga dapat
dipasangkan pada apparatus jominy. Kemudian air di semprotkan dari
bawah, sehingga menyentuh permukaan bawah Spesimen. Dengan ini
didapatkan kecepatan pendinginan di setiap bagian berbeda – beda. Pada
bagian yang terkena air mengalami pendinginan yang cepat dan semakin
menurun ke bagian yang tidak terkena air. Dari hasil pengukuran, kita
akan mendapatkan nilai kekerasan yang berbeda – beda pada tiap bagian,
sehingga didapatkan kurva Hardenability Band.
165
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
Tabel 5.1 Perbedaan metode Jominy dengan Grossman
Metode Jominy Metode Grossman
Menggunakan satu specimen yang
dipanaskan
Menggunakan beberapa
spesimen yang dipanaskan
Tanpa pemotongan spesimen Dengan pemotongan spesimen
Variasi kekerasan berdasarkan
pada jarak ujung pendinginan
Variasi kekerasan berdasarkan
diameter spesimen
Tanpa menggunakan mikroskop Menggunakan mikroskop
Panjang spesimen 4x diameter Panjang minimal spesimen 5x
diameter
Sumber: Dokumentasi Pribadi
5.3 Faktor - faktor yang Mempengaruhi Kemampukerasan Baja
Hal – hal yang mempengaruhi sifat kemampukerasan suatu material
antara lain :
1. Kecepatan Pendinginan
Setelah logam dipanaskan, lalu didinginkan secara cepat maka logam
tersebut menjadi semakin keras. Proses pendinginan material dapat dilakukan
dengan beberapa cara, yaitu :
a. Annealing
b. Normalizing
c. Quenching
2. Komposisi Kimia
Komposisi kimia menentukan sifat kemampukerasan bahan, karena
komposisi ini menentukan struktur dan sifat material. Semakin banyak unsur
kimia yang menyusun logam, maka semakin keras logam tersebut. Beberapa
unsur paduan yang terdapat pada baja beserta pengaruhnya pada sifat
kemampukerasan bahan antara lain:
a. Nikel (Ni)
Fungsi : meningkatkan kekerasan, ketahanan erosi, keuletan dan tahan
gesek.
166
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
b. Chromium (Cr)
Fungsi : meningkatkan kekerasan, menambah karbida dan
menambah elastisitasnya.
c. Mangan (Mn)
Fungsi : meningkatkan kekerasan, ketahahn terhadap suhu tinggi
dan membuat mengkilap.
d. Silicon (Si)
Fungsi : meningkatkan kekenyalan dan kekerasan, bersifat
deoksidan, meningkatkan kekerasan dan menaikan titik kritis.
e. Molibdenum (Mb)
Fungsi : dalam jumlah 0,1–0,6 % bias meningkatkan kekuatan
yang dimiliki baja.
f. Vanadium (V)
Fungsi : menaikkan kekerasan dan kekuatan baja, menurunkan
kandungan karbon eutectoid, jika bercampur Cr akan membuat baja jadi
tahan aus.
g. Cobalt (Co)
Fungsi : meningkatkan kekerasan dan daya tahan aus
h. Boron (B)
Fungsi : menaikkan kekerasan. Pada kadar karbon kurang dari 0,6
% akan menyebabkan rapuh.
i. Titanium (Ti)
Fungsi : sebagai deoksidasi dan efektif menambah pertumbuhan
butiran serta meningkatkan kekerasan baja.
3. Komposisi Karbon
Semakin banyak kandungan karbon dalam material tersebut, maka
semakin keras juga material tersebut. Hal ini yang menyebabkan baja karbon
tinggi memiliki kekerasan yang tinggi setelah proses pengerjaan karena akan
membentuk fase austenite yang memiliki kekerasan tinggi. Untuk
meningkatkan kadar karbon dapat dilakukan dengan berapa cara, yaitu :
167
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
a. Carburizing
b. Nitriding
c. Carbonitriding
4. Ukuran Butir
Semakin besar ukuran butir maka tingkat mampukeras suatu logam
semakin rendah.
5. Suhu Pemanasan
Semakin tinggi temperatur atau heat treatment pada benda spesimen maka
kekerasannya akan tinggi dikarenakan semakin tinggi suhu maka ikatan antar
atom melebar dan saling mengikat bila didinginkan dengan cepat.
6. Konduktivitas thermal
Semakin besar konduktivitas thermal suatu material, maka akan
meningkatkan sifat kemampukerasannya.
7. Holding
Semakin lama waktu holding yang diperlakukan kepada suatu material,
maka akan meningkatkan sifat kemampukerasan material tersebut.
168
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
5.4 Pelaksanaan Pengujian
5.4.1 Alat yang Digunakan Dalam Pengujian
1. Kertas gosok
Digunakan untuk menghilangkan kotoran dan kerak pada
benda uji.
Gambar 5.2 : Kertas gosokSumber : Laboratorium Pengujian Bahan
Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
2. Penjepit
Digunakan untuk memindahkan benda uji setelah
pemanasan dalam dapur.
Gambar 5.3 : Penjepit
169
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
Sumber : Laboratorium Pengujian BahanTeknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
3 Dapur listrik
Digunakan untuk memberikan pemanasan pada benda uji.
Gambar 5.4 : Dapur listrikSumber : Laboratorium Pengujian Bahan
Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
4. Bejana pendingin
Digunakan untuk mendinginkan benda uji dengan
menyemprotkan air kepada salah satu ujung benda uji.
170
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
Gambar 5.5 : Bejana pendinginSumber : Laboratorium Pengujian Bahan
Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
5. Elektrical Brinell Hardness Test
Digunakan untuk mengukur nilai kekerasan suatu
material.
Gambar 5.6 : Elektrical Brinell Hardness TestSumber Laboratorium Pengujian Bahan
Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya6. Stopwatch
Digunakan untuk mengukur waktu holding.
Gambar 5.7 : Stopwatch
171
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
Sumber : Laboratorium Pengujian BahanTeknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
7. Centrifugal Sand Paper Machine
Digunakan untuk meratakan permukaan spesimen.
Gambar 5.8 : Centrifugal Sand Paper MachineSumber : Laboratorium Pengujian Bahan
Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
8. Penggaris
Digunakan untuk memberi tanda pada spesimen yang
akan diukur kekerasannya.
Gambar 5.9 : PenggarisSumber : Anonymous 35. 2011
172
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
9. Spidol
Digunakan untuk menandai spesimen dengan jarak
tertentu.
Gambar 5.10 : Spidol
Sumber : Anonymous 33. 2010
5.4.2 Bahan Yang Digunakan Dalam Pengujian
Baja yang digunakan dalam pengujian ini adalah Baja Assab
760 dengan komposisi kimia 0,5% C, 0,5% Mn dan 0,25% Si.
5.4.3 Pergeseran Titik Eutectoid
Pergeseran titik eutectoid dipengaruhi oleh unsur paduannya.
Sehingga kita bisa menggambarkan dimana titik pergeserannya.
Tabel dibawah ini merupakan komposisinya
Tabel 5.2 Komposisi Kimia Bahan
173
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
No Logam Komposisi Suhu Eutectoid %C
1 Mn 0,5% 725 0,74
2 Si 0,25% 730 0,72
= 727,47 oC
= 0,727 %
Keterangan : Fe – Fe3C
Pergeseran Titik Eutectoid
Gambar 5.11 : Pergeseran Titik Eutectoid
5.4.4 Bentuk dan Dimensi Spesimen
174
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
SKALA : 1:1SATUAN : mmGambar 5.12 : Bentuk dan Dimensi Spesimen
5.4.5 Prosedur Pengujian
Ada beberapa prosedur pengujian jominy yaitu :
1. Permukaan benda uji dibersihkan dari kotoran dan kerak dengan
kertas gosok.
2. Spesimen dipanaskan dan diholding dengan suhu dan waktu
tertentu.
3. Spesimen dipindakan dari dapur listrik ke bejana pendingin
untuk proses pendinginan. Pendinginan dimulai dari ujung salah
satu spesimen.
4. Setelah pendinginan selesai, spesimen dibersihkan dengan kertas
gosok.
5. Spesimen dibagi menjadi 10 bagian dengan jarak – jarak 2; 4; 6;
8; 10; 15; 20; 30; 40; 60 mm dari ujung spesimen yang
disemprot.
6. Kekerasan spesimen diukur dengan elektrikal brinell hardness
tester pada jarak – jarak tersebut.
5.5 Hipotesa
1. Semakin lama waktu penahanan maka semakin baik kemampukerasan
material.
2. Semakin tinggi temperatur pemanasan maka semakin baik
kemampukerasan material.
175
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
176
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
5.6 Pengolahan Data
5.6.1 Data Kelompok
Tabel 5.3 Data Tanpa Perlakuan
No Y1 (BHN) X1 (mm) ln Y1 X12 X1 ln Y1
1 161 2 5,08 4 10,16
2 165 4 5,11 16 20.44
3 164 6 5,10 36 30,6
4 164 8 5,10 64 40,8
5 165 10 5,11 100 51,1
6 165 15 5,11 225 76.65
7 165 20 5,11 400 102,2
8 163 30 5,09 900 157,7
9 164 40 5,10 1600 204
10 164 60 5,10 3600 306
∑ 1640 950 60,00 6945 1049,65
∑ X1 = 195
∑ ln Y1 = 60
∑ X12 = 6945
∑ X1 ln Y1 = 1049, 65
∑ X1 ln Y1 – a ∑ X12 – b ∑ X1 = 0
1049,65 – ( a x 6945 ) – ( b x 195 ) = 0
6945a + 195b = 1049,65 ….. ( 1 )
∑ ln Y1 – a X1 – nb = 0
60 – ( a x 195 ) – 10 b = 0
195 a + 10 b = 60
19,5 a + b = 6
b = 6 – 19,5 a ….. ( 2 )
177
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
Substitusi persamaan ( 2 ) ke ( 1 ), sehingga:
6945a + 195b = 1049,65
6945a + 195( 6 – 19,5 a ) = 1049,65
6945a + 980 – 3802,5 a = 1049,65
3142,5 a = 69,45
a =
a = 0,022
Nilai a disubstitusi kan ke persamaan ( 2 ), sehingga:
b = 6 – 19,5 a
b = 6 – 19,5 ( 0,022 )
b = 5,571
Dari nilai a dan nilai b yang telah didapat, dimasukka ke dalam
rumus :
ln Y = ln ( θ ax + b )
ln Y = a(x) + b
ln Y = 0,022 ( x ) + 5,571
1. ln Y1 = 0,022 ( 2 ) + 5,571
ln Y1 = 5,615
Y1 = 274,51
2. ln Y2 = 0,022 ( 4 ) + 5,571
ln Y2 = 5,659
Y2 = 286,86
3. ln Y3 = 0,022 ( 6 ) + 5,571
ln Y3 = 5,703
Y3 = 299,77
178
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
4. ln Y4 = 0,022 ( 8 ) + 5,571
ln Y4 = 5,747
Y4 = 313,25
5. ln Y5 = 0,022 ( 10 ) + 5,571
ln Y5 = 5,791
Y5 = 327,34
6. ln Y6 = 0,022 ( 15 ) + 5,571
ln Y6 = 5,901
Y6 = 365,40
7. ln Y7 = 0,022 ( 20 ) + 5,571
ln Y7 = 6,011
Y7 = 407,89
8. ln Y8 = 0,022 ( 30 ) + 5,571
ln Y8 = 6,231
Y8 = 508.26
9. ln Y9 = 0,022 ( 40 ) + 5,571
ln Y9 = 6,451
Y9 = 633,54
10. ln Y10 = 0,022 ( 60 ) + 5,571
ln Y10 = 6,891
Y10 = 983,38
179
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
Tabel 5.4 Pengujian Jominy 900oC ; 10’No Y1 (BHN) X1 (mm) ln Y1 X1
2 X1 ln Y1
1 280 2 5,63 4 11,26
2 270 4 5,59 16 22,36
3 255 6 5,54 36 33,24
4 255 8 5,54 64 44,34
5 248 10 5,51 100 55,10
6 230 15 5,44 225 81,16
7 220 20 5,39 400 107,8
8 205 30 5,32 900 159,6
9 210 40 5,34 1600 213,6
10 205 60 5,32 3600 319,2
∑ 2378 950 54,62 6945 1048,08
∑ X1 ln Y1 – a ∑ X12 – b ∑ X1 = 0
1048,08 – ( a x 6945 ) – ( b x 195 ) = 0
6945a + 195b = 1048,08 ….. ( 1 )
∑ ln Y1 – a X1 – nb = 0
54,62 – ( a x 195 ) – 10 b= 0
195 a + 10 b = 54,62
19,5 a + b = 5,462
b = 5,462 – 19,5 a ….. ( 2 )
Substitusi persamaan ( 2 ) ke ( 1 ), sehingga:
6945a + 195b = 1048,08
6945a + 195(5,462 – 19,5 a) = 1048,08
6945a + 957,06 – 3802,5 a = 108,08
3142,5 a = 91,02
a =
180
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
a = 0,029
Nilai a disubstitusi kan ke persamaan ( 2 ), sehingga:
b = 6 – 19,5 a
b = 6 – 19,5 ( 0,029 )
b = 4,3425
Dari nilai a dan nilai b yang telah didapat, dimasukka ke dalam
rumus :
ln Y = ln ( θ ax + b )
ln Y = a(x) + b
ln Y = 0,029 ( x ) + 4,3425
1. ln Y1 = 0,029 ( 2 ) + 4,3425
ln Y1 = 4,405
Y1 = 81,49
2. ln Y2 = 0,029 ( 4 ) + 4,3425
ln Y2 = 4,4585
Y2 = 86,36
3. ln Y3 = 0,029 ( 6 ) + 4,3425
ln Y3 = 4,5165
Y3 = 91,51
4. ln Y4 = 0,029 ( 8 ) + 4,3425
ln Y4 = 4,5745
Y4 = 96,89
5. ln Y5 = 0,029 ( 10 ) + 4,3425
ln Y5 = 4,6325
Y5 = 102.77
6. ln Y6 = 0,029 ( 15 ) + 4,3425
ln Y6 = 4,78
Y6 = 118,81
7. ln Y7 = 0,029 ( 20 ) + 4,3425
ln Y7 = 4,9225
181
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
Y7 = 137,35
8. ln Y8 = 0,029 ( 30 ) + 4,3425
ln Y8 = 5,2125
Y8 = 183,55
9. ln Y9 = 0,029 ( 40 ) + 4,3425
ln Y9 = 5,5025
Y9 = 245,30
10. ln Y10 = 0,029 ( 60 ) + 4,3425
ln Y10 = 6,0825
Y10 = 438,12
Jumlah Kuadran Deviasinya
δ = [ ln Y1 – ( ax1 + b ) ]2 + [ ln Y2 – ( ax2 + b ) ]2 + … + [ ln Yn
– ( axn + b ) ]2
= [ ( 5,63 – 4,4005 )2 + ( 5,59 – 4,4585 )2 + ( 5,54 – 4,5165 )2 +
( 5,54 – 4,545 )2 + ( 5,51 – 4,6325 )2 + ( 5,44 – 4,78 )2 +
( 5,39 – 4,9225 )2 + (5,32 – 5,5025 )2 + ( 5,32 – 5,5025 )2 +
( 5,32 – 6,0825 )2 ] = 6,82
182
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
5.6.2 Data Antar Kelompok
Suhu Sama Holding Beda
Tabel 5.5 Perlakuan 900oC ; 10’
No Y1 (BHN) X1
1 280 2
2 270 4
3 255 6
4 255 8
5 248 10
6 230 15
7 220 20
8 205 30
9 210 40
10 205 60
Tabel 5.6 Perlakuan 900oC ; 20’
No Y1 (BHN) X1
1 288 2
2 285 4
3 268 6
4 260 8
5 259 10
6 205 15
7 205 20
8 190 30
9 202 40
10 200 60
183
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
Suhu Beda Holding Sama
Tabel 5.7 Perlakuan 800oC ; 10’
No Y1 (BHN) X1
1 260 2
2 241 4
3 245 6
4 240 8
5 232 10
6 215 15
7 211 20
8 210 30
9 201 40
10 195 60
Tabel 5.8 Perlakuan 900oC ; 10’
No Y1 (BHN) X1
1 280 2
2 270 4
3 255 6
4 255 8
5 248 10
6 230 15
7 220 20
8 205 30
9 210 40
10 205 60
184
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
185
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
Gam
bar
5.13
: G
rafik
Hub
unga
n A
ntar
a Ja
rak
Peny
empr
otan
den
gan
Kek
eras
an P
ada
Suhu
900
°C H
oldi
ng 1
0 M
enit
dan
Tanp
a Pe
rlaku
an
5.7 Pembahasan
5.6.1 Data Kelompok
Pada grafik dapat dilihat bahwa kekerasan yang dimiliki oleh
spesimen tanpa perlakuan mempunyai kekerasan yang lebih rendah
dari pada spesimen yang memiliki perlakuan. Hal ini disebabkan oleh
perbedaan perlakuan panas pada kedua spesimen tersebut. Pada
spesimen tanpa perlakuan merupakan hasil langsung dari pabrikan,
sedangkan pada spesimen yang mengalami perlakuan akan merubah
struktur kristalnya karena adanya perlakuan panas lanjut yang dialami
spesimen.
Dapat dilihat pula kekerasan yang dimiliki spesimen dengan
perlakuan Jominy semakin menurun. Hal ini disebabkan oleh laju
pendinginan yang tidak merata. Pada ujung yang dikenai media
pendingin air memiliki kekerasan yang lebih tinggi karena laju
pendinginannya cepat, sehingga memungkinkan terjadinya fase
austenite. Sebaliknya, pada ujung spesimen yang tidak dikenai air,
kekerasannya lebih rendah karena laju pendinginannya lambat
sehingga tidak terjadi fase austenite. Tetapi meskipun ujung spesimen
yang tidak terkena air bukan berfase austenite, kekerasannya lebih
tinggi dari pada spesimen tanpa perlakuan. Hal ini disebabkan oleh
perlakuan normalizing pada temperatur dibawah temperatur udara
standart dan transfer pendinginan oleh media pendingin air pada ujung
spesimen yang lain, sehingga spesimen lebih cepat mendingin.
186
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
187
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
Gam
bar
5.14
: G
rafik
Hub
unga
n A
ntar
a Ja
rak
Peny
empr
otan
den
gan
Kek
eras
an P
ada
Suhu
Sam
a (9
00°C
) dan
Hol
ding
Bed
a
5.6.2 Data Antar Kelompok
A. Suhu Sama ( 900oC ) dan Holding Beda
Secara teori, semakin lama holding maka tingkat
kemampukerasannya akan meningkat. Hal ini dapat kita lihat pada
kecenderungan landai tidaknya garis linier yang dialami oleh
spesimen. Pada perlakuan Jominy, fase yang terbentuk pada ujung
spesimen yang terkena air adalah austenite dan ujung yang lainnya
bukan austenite. Tetapi pada grafik dapat dilihat bahwa
kemampukerasan spesimen yang diberi perlakuan panas (900oC ;
10’) memiliki kemampukerasan yang lebih baik dari pada
Spesimen yang diberi perlakuan panas (900oC ; 20’). Hal ini tidak
sesuai dengan teori. Ketidak sesuaian ini disebabkan oleh
permukaan spesimen yang kurang rata (miring) sehingga indentasi
yang terjadi kurang maksimal yang menyebabkan nilai
kekerasannya tinggi. Selain itu factor lingkungan (udara ruangan)
yang temperaturnya lebih rendah dari temperatur udara standart
sehingga kemampukerasannya cenderung naik.
Bila dibandingkan dengan tanpa perlakuan, nilai kekerasan
spesimen yang diberi perlakuan panas kekerasannya lebih tinggi
dari pada tanpa perlakuan. Hal ini disebabkan oleh perlakuan
panas lanjut pada spesimen itu sendiri.
188
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
189
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
Gam
bar
5.15
: G
rafik
Hub
unga
n A
ntar
a Ja
rak
Peny
empr
otan
den
gan
Kek
eras
an P
ada
Suhu
bed
a da
n H
oldi
ng sa
ma
(10’
)
B. Suhu Beda dan Holding Sama ( 10’ )
Secara teori, semakin tinggi suhu pemanasan maka tingkat
kemampukerasannya akan meningkat. Hal ini dapat kita lihat pada
kecenderungan landai tidaknya garis linier yang dialami oleh
spesimen. Pada perlakuan Jominy, fase yang terbentuk pada ujung
spesimen yang terkena air adalah austenite dan ujung yang lainnya
bukan austenite. Tetapi pada grafik dapat dilihat bahwa
kemampukerasan spesimen yang diberi perlakuan panas (800oC ;
10’) memiliki kemampukerasan yang lebih baik dari pada
Spesimen yang diberi perlakuan panas (900oC ; 10’). Hal ini tidak
sesuai dengan teori. Ketidak sesuaian ini disebabkan oleh
permukaan spesimen yang kurang rata (miring) sehingga indentasi
yang terjadi kurang maksimal yang menyebabkan nilai
kekerasannya tinggi. Selain itu factor lingkungan (udara ruangan)
yang temperaturnya lebih rendah dari temperatur udara standart
sehingga kemampukerasannya cenderung naik.
Bila dibandingkan dengan tanpa perlakuan, nilai kekerasan
spesimen yang diberi perlakuan panas kekerasannya lebih tinggi
dari pada tanpa perlakuan. Hal ini disebabkan oleh perlakuan
panas lanjut pada spesimen itu sendiri.
5.8 Kesimpulan dan Saran
5.8.1 Kesimpulan
1. Spesimen yang mendapatkan perlakuan panas mempunyai nilai
kekerasan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan spesimen
yang tanpa perlakuan panas.
2. Menurut teori, semakin tinggi suhu pemanasan maka
kemampukerasan suatu material akan meningkat. Tetapi pada
data hasil pengujian tidak seperti itu, hal ini disebabkan oleh
faktor – faktor tertentu.
190
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
3. Menurut teori, semakin lama holding maka kemampukerasan
suatu material akan meningkat. Tetapi pada data hasil pengujian
tidak seperti itu, hal ini disebabkan oleh faktor – faktor tertentu.
5.8.2 Saran
1. Sebaiknya praktikan dapat mengoperasikan alat – alat yang
digunakan untuk proses pengujian kemampukerasan.
2. Sebaiknya penghalusan permukaan spesimen benar – benar rata
sehingga tidak melenceng dari teori.
3. Sebaiknya temperatur ruangan pada saat pengujian harus benar –
benar standart, tanpa adanya pendingin ruangan.
191
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
BAB VI
CASE HARDENING
6.1. Tujuan Pengujian
1. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan panas carburizing terhadap sifat
mekanik kekuatan material
2. Untuk mengetahui pengaruh variasi holding time terhadap kedalaman
pergeseran
3. Untuk mengetahui pengaruh variasi temperatur terhadap kedalaman
pergeseran
4. Untuk mengetahui proses pack carburizing
6.2. Teori Dasar Pengujian
Case hardening merupakan kombinasi dari proses kimia dan proses
perlakuan panas. Prosesnya dengan memanaskan benda kerja pada
temperatur tertentu dalam suatu medium kimia aktif. Macam-macamnya
antara lain :
1. Carburizing
Macam-macam carburizing yaitu :
- Pack carburizing
- Paste carburizing
- Liquid carburizing
- Gas carburizing
2. Nitriding
Merupakan proses penjenuhan permukaan baja dengan nitrogen
yaitu dengan cara melakukan holding dalam waktu yang agak lama
pada temperatur 480 0C-650 0C dalam lingkungan amoniak (NH3).
Macamnya antara lain yaitu strenght nitriding dan anti corosian
nitriding.
192
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
3. Cyaniding
Merupakan proses penjenuhan permukaan baja dengan unsur
karbon dan nitrogen yang bertujuan untuk meningkatkan kekerasan,
ketahanan gesek, dan kelelahan. Apabila proses ini dilakukan di udara
maka disebut carbon nitriding. Macamnya antara lain yaitu :
- High temperature liquid cyaniding
- High temperature gas cyaniding
- Low temperature liquid cyaniding
- Low temperature gas cyaniding
- Low temperature solid cyaniding
4. Sulphating
Digunakan untuk meningkatkan ketahanan gesek dari bagian-
bagian mesin maupun alat-alat tertentu dari bahan HSS dengan jalan
penjenuhan lapisan permukaan dengan sulfur.
6.2.1. Teori Carburizing
Carburizing adalah proses penambahan unsur karbon pada
permukaan baja karbon rendah. Pemanasan carburizing dilakukan
pada suhu 900 0C-950 0C. Unsur karbon dapat diperoleh dari arang
kayu, arang tempurung kelapa atau suatu material yang mengandung
unsur karbon. Pengarbonan bertujuan untuk memberikan kandungan
karbon yang lebih banyak pada bagian permukaan dibandingkan
dengan bagian dalam sehingga kekuatan pada permukaan lebih
meningkat. Carburizing dapat dilakukan dengan 4 cara yaitu :
a. Pack carburizing
Proses ini menggunakan zat padat berupa arang dengan
ukuran diameter 3,5 – 10 mm kokas, barium karbonat, dan soda
abu untuk arang yang digunakan dari arang batok kelapa.
Prosesnya yaitu baja dimasukkan dalam kotak yang berisi
medium kimia aktif padat. Kemudian kotak itu dipanaskan
193
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
sampai suhu 900 0C-950 0C. Waktu total ditentukan oleh
kedalaman yang hendak dicapai.
b. Paste carburizing
Medium kimia yang digunakan berbentuk pasta. Pasta
yang digunakan adalah campuran dari Al2O3, kaolin, water glass,
potasium, chromate, potasium karbonat, dan colonied sodium
karbonat. Prosesnya yaitu bagian yang akan dikeraskan ditutup
dengan pasta dengan ketebalan 3 - 4 mm. Kemudian dikeringkan
dan dimasukkan ke dalam kotak. Proses ini dilakukan pada suhu
920 0C-930 0C.
c. Gas carburizing
Disini logam dipanaskan dalam atmosfer yang
mengandung karbon yaitu gas alam maupun buatan. Contohnya
gas-gas yang berasal dari hidrokarbon, misalnya CH4 (metana),
C3H3 (propana), dan C4H10 (butana). Benda kerja dipanaskan
dengan suhu 850 0C-950 0C. Lapisan yang dapat dihasilkan
adalah dengan tebal 1 mm dan diperlukan waktu sekitar 1-4 jam.
d. Liquid carburizing
Karbonisasi ini dilakukan dengan redaman air garam yang
terdiri dari natrium karbonat dan natrium sianida yang dicampur
dengan salah satu bahan klorid natrium atau klorid barium.
Proses ini menghasilkan l;apisan yang tebalnya sekitar 0,3 mm
dengan suhu 850 0C-950 0C. Keuntungan menggunakan
karbonisasi dengan perantara zat cair adalah pengurangan yang
pesat, merata ke semua arah dan mendalam tanpa ada bagian
yang lunak, satu permukaan tepat rata, oleh karena itu hanya
dibutuhkan sedikit.
194
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
Gambar 6.1 : Grafik Untuk Menetukan Karbonisasi Bahan CairSumber : Anonymous 36. 1999
6.2.2. Pack carburizing
Pada proses ini caranya adalah benda kerja dimasukkan ke
dalam suatu kotak yang terbuat dari pelat baja dan dikelilingi
dengan bahan karbonisasi. Bahan yang biasa digunakan adalah
arang kayu, arang batok kelapa, arang tulang, dan arang kulit.
Keuntungan dari pack carburizing adalah jangka waktu pemanasan
awal lebih pendek , sedangkankerugiannya yaitu dalam kotak tidak
menguntungkan dalam jumlah besar dan benda kerja yang sulit
karena waktu pemijarannya dalam dan pembuatannya berbelit-belit.
Mekanisme karbonisasi dengan difusi interstisi, dimana atom
karbon menempati ruang antara atom-atom besi dan dengan
menaikkan temperatur maka akan meningkatkan energi aktivasi
yang memungkinkan berpindahnya atom karbon ke posisi interstisi
berikutnya. Tempat yang ditinggalkan diisi oleh atom karbon yang
lainnya. Mekanisme difusi interstisi ditunjukkan seperti gambar di
bawah ini.
195
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
Gambar 6.2 : Pack CarburizingSumber : Anonymous 36. 1999
Gambar 6.3 : Difusi InterstisiSumber : Anonymous 37. 1999
Dalam pack carburizing terdapat 3 macam difusi, diantaranya
yaitu :
1. Vacancy (lowongan)
Merupakan difusi yang diakibatkan satu atom hilang dan
tempatnya yang kosong tidak terisi kembali. Dalam vacancy
memudahkan atom untuk berpindah tempat. Digusi vacancy
terjadi apabila di sekitar atom terdapat celah atau kekosongan
atom yang diakibatkan kehilangan atomnya.
196
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
Gambar 6.4 : Vacancy (lowongan)Sumber : Anonymous 37. 1999
2. Substitusi (penggantian)
Merupakan difusi yang diakibatkan satu atom diganti oleh
atom lain yang diameternya hampir sama atau lebih besar.
Difusi substitusi terjadi apabila atom yang berpindah memiliki
ukuran yang relatif sama dengan atom induknya.
Gambar 6.5 : Substistusi (penggantian)Sumber : Anonymous 38. 2009
3. Interstisi (penyisipan)
Merupakan difusi yang diakibatkan satu atom asing yang
lebih kecil menyisip diantara rongga atom. Difusi interstisi
terjadi apabila ukuran atom yang berpindah memiliki ukuran
yang lebih kecil dari atom induknya.
197
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
Gambar 6.6 : Interstisi (penyisipan)Sumber : Anonymous 38. 2009
Setiap proses pengarbonan mencakup 3 proses dasar yang
meliputi proses yang terjadi pada medium eksternal berupa
pembebasan elemen difusi menjadi atom (ion). Kontak elemen
difusi dengan permukaan matriks membentuk ikatan kimia dan
penetrasi elemen difusi menuju inti setelah menjadi keadaan jenuh
di permukaan matriks.
Material yang ingin di proses pack carburizing dimasukkan ke
dalam kotak tertutup, kemudian ditaburi dengan media karbon
seperti bricket batu bara yang terlebih dahulu telah dicampur
dengan barium karbonat (BaCO3) sebagai katalisator yang berfungsi
sebagai pengubah bentuk karbon menjadi gas CO2 secara
keseluruhan. Gas ini bereaksi dengan karbon yang ada sehingga
menghasilkan karbon monoksida (CO) yang bereaksi dengan
permukaan baja dan membentuk atom karbon di dalam baja dengan
reaksi sebagai berikut:
CO2(g) + C(s) – 2CO(g)
Bila temperatur meningkat, reaksi keseimbangan ke arah
kanan dan akan menghasilkan karbon monoksida (CO). Karbon
monoksida berubah pada permukaan baja untuk menghasilkan
karbon dioksida dan atom karbon, hal ini ditunjukkan dalam reaksi
sebagai berikut :
198
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
2CO(g) – CO2(g) + C(s)
Atom karbon yang dihasilkan dari reaksi di atas kemudian
larut dengan mudah ke dalam fase austenit pada baja dan berdifusi.
Sedangkan karbon dioksida yang dihasilkan dari reaksi di atas akan
bereaksi kembali dengan penguraian CO pada permukaan logam.
Siklus ini terjadi berulang-ulang selama proses karburisasi
berlangsung.
Pada proses pembentukan gas CO2 dan CO seperti yang
diuraikan di atas berlangsung dalam waktu yang sangat lambat,
maka di dalam media ditambahkan katalisator. Dalam hal ini
katalisator yang digunakan yaitu barium karbonat (BaCO3). Pada
temperatur yang tinggi, penambahan BaCO3 pada proses karburisasi
berfungsi untuk mempercepat pembentukan gas CO seperti yang
ditunjukkan oleh reaksi berikut :
BaCO3(s) + C(s) – BaO(g) + 2CO(g)
Setelah temperatur karburisasi dicapai dengan waktu yang
singkat, kondisi perubahan keseimbangan terjadi secara serentak
dan terus-menerus. Kerja katalis sebenarnya adalah untuk
memisahkan oksida logam dengan karbon dioksida sesuai dengan
reaksinya :
BaCO3(s) – BaO(g) + CO2(g)
Karbon dioksida yang terbebas selama karburisasi dikeluarkan
lebih cepat dari pada kecepatan pembentukan. Hal ini disebabkan
tekanan pengurainya lebih rendah dari BaCO3 ketika bereaksi
dengan karbon dioksida. Karbon dioksida yang terbebas akan
bereaksi dengan karbon yang timbul sehingga membentuk karbon
monoksida. Reaksinya adalah :
CO2(g) + C(s) – 2CO(g)
Karbon monoksida yang terbentuk kemudian akan larut dalam
fase austenit dan akan bereaksi dengan besi (Fe), reaksinya :
3Fe(s) + 2CO(g) – Fe3(s) + CO2(g)
199
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
194
Kemudian CO2 bereaksi kembali dengan BaO yang akan
membentuk BaCO3 sampai menghasilkan Fe3 dan CO2 kembali.
Siklus ini berlangsung secara terus-menerus sehingga katalis tidak
akan pernah habis.
Katalis sendiri yaitu suatu zat yang mempercepat laju reaksi
kimia pada suhu tertentu tanpa mengalami perubahan atau terpakai
oleh reaksi itu sendiri. Suatu katalis berperan dalam reaksi tapi
bukan sebagai pereaksi ataupun produk. Katalis memungkinkan
reaksi berlangsung lebih cepat atau memungkinkan reaksi pada suhu
lebih rendah akibat perubahan yang dipicunya terhadap pereaksi.
Katalis menyediakan suatu jalur pilihan dengan energi aktivasi yang
lebih rendah. Macam-macam katalis yaitu :
1. Katalis homogen
Katalis homogen yaitu katalis yang berada dalam fase yang
sama. Katalis ini umumnya bereaksi dengan satu atau lebih
pereaksi untuk membentuk suatu perantara kimia yang
selanjutnya bereaksi membentuk produk akhir reaksi dalam
suatu proses yang memulihkan katalisnya. Berikut ini
merupakan skema umum reaksi katalistik, dimana C
melambangkan katalisnya :
A + C – AC ....... (1)
B + C – BC ....... (2)
Meskipun katalis C termakan oleh reaksi (1), namun
selanjutnya dihasilkan kembali oleh reaksi (2) sehingga untuk
reaksi keseluruhannya menjadi :
A + B + C – AB + C
Contohnya : BaCO3, Na2CO3
2. Katalis heterogen
Katalis heterogen yaitu katalis yang ada dalam fase yang
berbeda dengan pereaksi dalam reaksi kimia yang dikatalisisnya.
Satu contoh sederhana yaitu bahwa katalis yang menyediakan
200
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
suatu permukaan dimana pereaksi (substrat) untuk sementara
terjerat. Ikatan dalam substrat menjadi lemah sehhingga
memadai terbentuknya produk baru. Ikatan antara produk dan
katalis lebih lemah sehingga akhirnya terlepas.
Contohnya : BaCl, CaO
3. Katalis ziegler-natta
Katalis ziegler-natta merupakan campuran antara senyawa
titanium(III) klorida (TiCl3) atau titanium(IV) klorida (TiCl4) dan
senyawa aluminium trietil (Al (C2H5)3). Pada proses polimerisasi
alolefin menggunakan katalis ini.
Pada pengarbonan padat biasanya dipakai arang yang
dicampur dengan 10% - 40% Na2CO3 dan BaCO3. Baja dimasukkan
ke dalam campuran ini, kemudian ditempatkan pada suatu kotak dan
ditutup rapat. Lalu dipanaskan pada temperatur 850 0C – 950 0C.
Temperatur ini adalah temperatur austenit paduan besi karbon yang
mempunyai bentuk kisi kristal kubik pemusatan sisi (FCC). Bentuk
kisi ini mempunyai jarak atom yang lebih besar sehingga
interstisinya memungkinkan ditempati oleh atom karbon, dengan
demikian permukaan baja akan mempunyai kadar karbon yang
tinggi. Kandungan karbon akan bervariasi arahnya dalam menuju
inti. Dikarenakan pada saat proses pengarbonan terjadi pemanasan
pada suhu tinggi dan dalam waktu yang lama, maka akan dihasilkan
struktur baja yang kasar. Dimensi struktur mikro juga sangat
berpengaruh terhadap kekerasan baja.
Pada pack carburizing terdapat perubahan sifat pada spesimen
yaitu :
1. Sifat fisik
Apabila dilihat secara kasat mata, sifat fisik yang dimiliki
spesimen tidak mengalami perubahan tetapi jika ditimbang maka
berat spesimen akan mengalami perubahan berat.
201
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
2. Sifat mekanik
Spesimen yang telah di pack carburizing akan mengalami
perubahan sifat mekanik yaitu akan lebih keras khususnya pada
permukaan karena adanya penambahan unsur karbon.
3. Sifat kimia
Untuk sifat kimia sendiri, spesimen akan mengalami
perubahan kandungan kimia dikarenakan adanya penambahan
unsur karbon setelah di pack carburizing.
6.2.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pack carburizing
1. Holding Time
Semakin lama waktu penahanan, maka proses difusi akan
semakin dalam sehingga akan membuat kekerasannya meningkat.
Total kedalaman yang dicapai pada temperatur tertentu
dinyatakan sebagai fungsi waktu sebagai berikut :
y = k t
dimana : y = total kedalaman difusi
k = konstanta yang tergantung material
t = waktu penahanan
2. Temperatur
Temperatur yang tinggi akan menyebabkan arang lebih
mudah berdifusi masuk mengisi celah-celah kosong diantara
butiran atom sehingga akan meningkatkan kekerasan
3. Bahan pengarbonan (arang)
Arang juga menetukan terhadap proses kekerasan.
Penggunaan arang batok akan berbeda dengan menggunakan
arang jati karena memiliki kandungan karbon berbeda.
4. Proses quenching
Quenching juga akan berpengaruh terhadap kekerasan
hasil pack carburizing. Semakin cepat proses quenching maka
hasil kekerasan akan semakin tinggi.
202
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
5. Kadar karbon
Merupakan salah satu hal yang mempengaruhi pack
carburizing. Semakin tinggi kadar karbon pada spesimen maka
presentase terjadinya carburizing akan semakin kecil. Hal ini
terjadi karena ketika spesimen mengandung banyak karbon
maka karbon yang akan dimasukkan ke dalam spesimen melalui
pack carburizing akan semakin sulit masuk secara difusi.
6.3. Pelaksanaan Pengujian
6.3.1. Alat Yang Digunakan Dalam Pengujian
1. Kotak baja
Gambar 6.7 : Kotak BajaSumber : Laboratorium Pengujian Bahan Teknik Mesin Fakultas
Teknik Universitas Brawijaya
203
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
2. Dapur listrik
Gambar 6.8 : Dapur ListrikSumber : Laboratorium Pengujian Bahan Teknik Mesin Fakultas
Teknik Universitas Brawijaya
3. Microhardness Vickers Tester
Gambar 6.9 : Microhardness Vickers TesterSumber : Laboratorium Pengujian Bahan Teknik Mesin Fakultas
Teknik Universitas Brawijaya
204
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
4. Alat penimbang
Gambar 6.10 : Alat PenimbangSumber : Laboratorium Pengujian Bahan Teknik Mesin Fakultas
Teknik Universitas Brawijaya
5. Media pendingin
6. Kertas gosok
Gambar 6.11 : Kertas GosokSumber : Laboratorium Pengujian Bahan Teknik Mesin Fakultas
Teknik Universitas Brawijaya
205
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
6.3.2. Bahan Yang Digunakan Dalam Pengujian
- Bahan yang digunakan ;
1. Baja
2. Carbon (arang) + natrium carbonat
3. Air
4. Clay
- Komposisi kimia spesimen
Spesimen yang digunakan adalah baja assab 760 dengan
komposisi:
1. Mangan (Mn) : 0,5%
2. Silikon (Si) : 0,25%
6.3.3. Pergeseran Titik Eutectoid
Tabel 6.1 Komposisi baja assab 760
Komposisi
bahan
Presentase Titik
eutectoid
Komposisi
eutectoid
Mangan (Mn) 0,5 725 0,74
Silikon (Si) 0,25 730 0,72
Tc = (725.0,74) + (730.0,72) = 727,47
0,74 + 0,72
% C = (725.0,74) + (730.0,72) = 0,729 %
725 + 730
206
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
Keterangan : Fe – Fe3C
Pergeseran Titik Eutectoid
Gambar 6.12 : Pergeseran Titik Eutectoid
6.3.4. Bentuk Dimensi Spesimen
SKALA : 1:1SATUAN : mmGambar 6.13 : Bentuk dan Dimensi Spesimen
6.3.5. Prosedur Pengujian
1. Siapkan kotak baja dan bersihkan dari terak-terak yang masih
menempel
2. Siapkan arang, natrium karbonat, serta alat penimbang
3. Bersihkan benda uji dan terak/kotoran yang masih menempel
207
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
4. Timbang arang, Na2CO3 sesuai dengan komposisi yang
ditentukan
5. Campurkan arang, Na2CO3 yang telah ditimbang dan masukkan
ke dalam kotak baja
6. Masukkan benda uji ke dalam kotak baja
7. Setelah semua bahan dimasukkan ke dalam kotak baja,
masukkan kotak baja ke dalam dapur furnace dan dilakukan
pemanasan serta holding
8. Setelah pemanasan selesai, dilakukan pendinginan pada media
pendingin
9. Setelah pendinginan selesai, potong benda uji menjadi 2 bagian
10. Dilakukan pengujian kekerasan pada permukaan benda uji yang
telah dihaluskan sebelumnya menggunakan amplas
11. Lakukan pengujian kekerasan pada permukaan benda uji yang
telah dipotong, ambil 5 titik percobaan
6.4. Hipotesa
1. Perlakuan panas carburizing mempengaruhi sifat mekanik permukaan
material
2. Variasi temperatur mempengaruhi kedalaman pergeseran karena bila
temperatur tinggi menyebabkan arang mudah berdifusi masuk dan
mengisi celah-celah kosong diantara butiran atom
3. Variasi holding time mempengaruhi kedalaman pergeseran, karena
semakin lama holding time maka proses difusi akan semakin dalam
4. Semakin cepat waktu pendinginan maka kekerasan akan semakin
meningkat karena struktur martensite lebih banyak terbentuk
5. Variasi bahan pengarbonan (arang) mempengaruhi kekerasan karena
semakin banyak kadar karbon maka presentase terjadinya carburizing
semakin kecil
208
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
209
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
6.5. Pengolahan Data
6.5.1. Data Kelompok
Suhu : 800 0C
Holding Time : 30 menit
Media Pendingin : Air
Titik Jarak Dari Tepi Kekerasan Rata-rata
1 500
389,8
387,5666667385,4
387,5
2 1000
372,5
374,0666667374,6
375,1
3 1500
362,3
361,2333333360,3
361,1
4 2000
358,3
349,2666667343,1
346,4
5 2500
339,4
312,2333333261,6
335,7
210
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
Data Tanpa Perlakuan
Titik Jarak Dari Tepi Kekerasan Rata-rata
1 500
240,4
240,4240,4
240,4
2 1000
240,4
240,4240,4
240,4
3 1500
240,4
240,4240,4
240,4
4 2000
240,4
240,4240,4
240,4
5 2500
240,4
240,4240,4
240,4
211
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
6.5.2. Data Antar Kelompok
A. Suhu Sama Media Pendingin Beda
Suhu : 800 0C
Holding Time : 30 menit
Media Pendingin : Air
Titik Jarak Dari Tepi Kekerasan Rata-rata
1 500
389,8
387,5666667385,4
387,5
2 1000
372,5
374,0666667374,6
375,1
3 1500
362,3
361,2333333360,3
361,1
4 2000
358,3
349,2666667343,1
346,4
5 2500
339,4
312,2333333261,6
335,7
212
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
Suhu : 800 0C
Holding Time : 30 menit
Media Pendingin : Oli
Titik Jarak Dari Tepi Kekerasan Rata-rata
1 500
368,4
361,6666667356,4
360,2
2 1000
350,6
347,3344,9
346,4
3 1500
334
327,1333333323,7
323,7
4 2000
317,5
316,3333333315,4
316,1
5 2500
308,5
307,7666667305,7
309,1
213
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
B. Suhu Beda Media Pendingin Sama
Suhu : 800 0C
Holding Time : 30 menit
Media Pendingin : Air
Titik Jarak Dari Tepi Kekerasan Rata-rata
1 500
389,8
387,5666667385,4
387,5
2 1000
372,5
374,0666667374,6
375,1
3 1500
362,3
361,2333333360,3
361,1
4 2000
358,3
349,2666667343,1
346,4
5 2500
339,4
312,2333333261,6
335,7
214
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
Suhu : 950 0C
Holding Time : 30 menit
Media Pendingin : Air
Titik Jarak Dari Tepi Kekerasan Rata-rata
1 500
1017,5
1035,7333331083,4
1006,3
2 1000
905,3
905,3909,4
901,2
3 1500
794,5
794,6666667799
790,5
4 2000
790,9
790,2785,4
794,3
5 2500
790,9
786,9666667784,6
785,4
215
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
216
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
Gam
bar 6
.14
: Gra
fik P
erba
ding
an S
uhu
8000 C
Hol
ding
30
Men
it de
ngan
Tan
pa P
erla
kuan
6.6. Pembahasan
6.6.1. Data Kelompok
Pada grafik spesimen tanpa perlakuan dapat dilihat bahwa
hubungan antara jarak dari tepi spesimen dengan kekerasan yaitu
sama besar 240 VHN. Sedangkan pada spesimen yang di pack
carburizing dengan suhu 800 0C dan di holding selama 30 menit
dengan media pendingin air memiliki kekerasan yang berbeda di
setiap titiknya. Pada jarak 500 dari tepi spesimen memiliki nilai
kekerasan yang paling tinggi diantara lainnya yaitu 387,57 VHN.
Hal ini disebabkan karena karbon telah masuk secara menyeluruh di
bagian permukaan yang disebabkan kedalaman yang dicapai sebesar
0,3 mm dari luar permukaan. Pada jarak 1000 dari tepi, nilai
kekerasannya menurun menjadi 374,07 VHN. Hal ini terjadi karena
karbon tidak dapat berdifusi secara menyeluruh sehingga akan
menurunkan kekerasan. Begitu juga pada jarak 1500, 2000, dan
2500 kekerasannya semakin menurun. Semakin dalam dari luar
permukaan spesimen maka nilai kekerasannya semakin rendah,
karena karbon (arang) hanya mampu berdifusi ke dalam sebagian
spesimen dan tidak secara menyeluruh.
217
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
218
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
Gam
bar 6
.15
: Gra
fik P
erba
ding
an S
uhu
Sam
a de
ngan
Med
ia P
endi
ngin
Ber
beda
6.6.2. Data Antar Kelompok
a. Suhu sama media pendingin berbeda
Pada proses pack carburizing dengan suhu 800 0C dan
menggunakan media pendingin air, maka kekerasannya semakin
turun dari jarak 500-2500 dari tepi spesimen seperti yang
ditunjukkan pada grafik perbandingan antara suhu sama dengan
media pendingin berbeda. Pada suhu yang sama 800 0C tetapi
media pendingin yang digunakan adalah oli, kekerasan spesimen
juga akan turun dari jarak 500-2500 dari tepi. Dari grafik juga
dapat dilihat, spesimen yang didinginkan menggunakan media
pendingin air memiliki kekerasan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan media pendingin oli. Hal ini disebabkan
air memiliki waktu pendinginan yang lebih cepat sehingga
struktur martensite yang terbentuk lebih banyak dibandingkan
media pendingin oli.
Pada grafik dapat dilihat bahwa kekerasan tertinggi yaitu
sebesar 387,57 VHN. Hal ini berbeda dengan teori bahwa
material yang didinginkan secara cepat akan merubah fase
menjadi martensite yang memiliki kekerasan 650-700 VHN.
Penyimpangan ini disebabkan adanya perlakuan panas lanjut
pada spesimen yang di carburizing. Secara umum proses
pendinginan cepat (quenching) dilakukan setelah di carburizing,
baja didinginkan secara perlahan kemudian dipanaskan kembali
sampai di atas A3, ditahan untuk beberapa saat sehingga akan
berubah fase menjadi austenit dan selanjutnya baja didinginkan
secara cepat ke dalam media pendingin air. Metode pemanasan
ini memiliki kekurangan yaitu kekerasan permukaan baja akan
turun. Kondisi ini disebabkan pemanasan yang mengakibatkan
sebagian atom akan berdifusi lebih dalam dan sebagian atom
pada bagian permukaan terluar terlepas.
219
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
220
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
Gam
bar 6
.16
: Gra
fik P
erba
ndin
gan
Suhu
Ber
beda
den
gan
Med
ia P
endi
ngin
Sam
a
b. Suhu berbeda media pendingin sama
Pada grafik terlihat bahwa proses pack carburizing yang
dilakukan pada suhu 800 0C dengan menggunakan media
pendingin air memiliki kekerasan yang semakin menurun mulai
dari jarak 500-2500 dari tepi spesimen yaitu sebesar 387,57 ;
374,07 ; 361,23 ; 349,27 ; 312,23 VHN. Begitu juga pada suhu
950 0C dengan menggunakan media pendingin air, kekerasannya
juga semakin turun dari jarak 500-2500 dari tepi spesimen yaitu
sebesar 1035,73 ; 905,3 ; 794,67 ; 790,2 ; 786,97 VHN. Seperti
yang ditunjukkan pada grafik. Jika dilihat dari grafik dapat
ditarik kesimpulan bahwa pada proses pack carburizing semakin
jauh dari tepi spesimen maka kekerasan akan semakin menurun.
Hal ini disebabkan semakin ke dalam maka proses difusi akan
semakin sulit sehingga kekerasannya rendah. Dan pada suhu 950 0C kekerasan lebih tinggi dari pada suhu 800 0C karena suhu
pemanasan yang lebih tinggi akan mengakibatkan jarak antar
molekul semakin besar sehingga karbon lebih mudah berdifusi
ke dalam sehingga kekerasan semakin meningkat.
Jika dilihat dari grafik, kekerasan tertinggi ketika suhu 800 0C yaitu sebesar 387,57 VHN. Hal ini berbeda dengan teori
bahwa material yang didinginkan secara cepat akan merubah
fase menjadi martensite yang memiliki kekerasan 650-700
VHN. Penyimpangan ini disebabkan adanya perlakuan panas
lanjut pada spesimen yang di carburizing. Secara umum proses
pendinginan cepat (quenching) dilakukan dengan cara yakni
setelah di carburizing, baja didinginkan secara perlahan
kemudian dipanaskan kembali sampai di atas A3, ditahan untuk
beberapa saat sehingga akan berubah fase menjadi austenit dan
selanjutnya baja didinginkan secara cepat ke dalam media
pendingin air. Metode pemanasan ini memiliki kekurangan yaitu
221
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
kekerasan permukaan baja akan turun. Kondisi ini disebabkan
pemanasan yang mengakibatkan sebagian atom akan berdifusi
lebih dalam dan sebagian atom pada bagian permukaan terluar
terlepas.
6.7. Kesimpulan dan Saran
6.7.1. Kesimpulan
1. Proses pack carburizing dipengaruhi oleh suhu pemanasan,
dimana semakin tinggi suhu pemanasan maka nilai kekerasan
juga akan meningkat
2. Proses pack carburizing dipengaruhi oleh media pendingin,
dimana media pendinginan akan berpengaruh terhadap waktu
pendinginan. Semakin cepat waktu pendinginan maka nilai
kekerasannya akan semakin tinggi
3. Proses case hardening menyebabkan permukaan suatu material
semakin keras. Semakin jauh dari permukaan maka kekerasan
juga semakin berkurang
6.7.2. Saran
1. Sebaiknya praktikan dapat melihat secara langsung proses pack
carburizing agar praktikan lebih memahami tentang proses pack
carburizing.
2. Sebaiknya praktikan bisa melakukan pengujian kekerasan
sendiri agar praktikan mengetahui dan dapat mengoperasikan
alat microhardness vickers tester.
222
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016
223
Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016