22
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dalam konteks upaya merekonstruksi suatu peradaban merupakan salah satu kebutuhan asasi yang dibutuhkan oleh setiap manusia dan kewajiban yang harus diemban oleh negara agar dapat membentuk masyarakat yang memiliki pemahaman dan kemampuan untuk menjalankan fungsi- fungsi kehidupan selaras dengan fitrahnya serta mampu mengembangkan kehidupannya menjadi lebih baik dari masa ke masa. Para founding fathers sadar sepenuhnya bahwa untuk membebaskan bangsa Indonesia dari kungkungan kebodohan dan kemiskinan, jalan satu-satunya adalah dengan pendidikan. Kesadaran tersebut dituangkan dalam rumusan Pembukaan UUD 1945 yang menegaskan bahwa salah satu tujuan pembangunan nasional adalah “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Selanjutnya, pada batang tubuh, pasal 31 UUD 1945 lebih tegas lagi menyatakan”(1) setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”, dan ” (2) setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. Pada masa reformasi, dengan memperhatikan kondisi global, percepatan akselerasi pembangunan pendidikan menjadi prioritas utama pembangunan. Suatu pendidikan dipandang bermutu-diukur dari kedudukannya untuk ikut mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kebudayaan nasional adalah pendidikan yang berhasil membentuk generasi muda yang cerdas, berkarakter, bermoral dan berkepribadian. Untuk itu perlu dirancang suatu sistem pendidikan yang mampu menciptakan suasana dan proses pembelajaran yang menyenangkan, merangsang dan menantang ii

Makalah anggaran pendidikan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Makalah anggaran pendidikan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan dalam konteks upaya merekonstruksi suatu peradaban merupakan salah satu

kebutuhan asasi yang dibutuhkan oleh setiap manusia dan kewajiban yang harus diemban

oleh negara agar dapat membentuk masyarakat yang memiliki pemahaman dan

kemampuan untuk menjalankan fungsi-fungsi kehidupan selaras dengan fitrahnya serta

mampu mengembangkan kehidupannya menjadi lebih baik dari masa ke masa.

Para founding fathers sadar sepenuhnya bahwa untuk membebaskan bangsa Indonesia

dari kungkungan kebodohan dan kemiskinan, jalan satu-satunya adalah dengan

pendidikan. Kesadaran tersebut dituangkan dalam rumusan Pembukaan UUD 1945 yang

menegaskan bahwa salah satu tujuan pembangunan nasional adalah “mencerdaskan

kehidupan bangsa”. Selanjutnya, pada batang tubuh, pasal 31 UUD 1945 lebih tegas lagi

menyatakan”(1) setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”, dan ” (2) setiap

warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”.

Pada masa reformasi, dengan memperhatikan kondisi global, percepatan akselerasi

pembangunan pendidikan menjadi prioritas utama pembangunan.

Suatu pendidikan dipandang bermutu-diukur dari kedudukannya untuk ikut mencerdaskan

kehidupan bangsa dan memajukan kebudayaan nasional adalah pendidikan yang berhasil

membentuk generasi muda yang cerdas, berkarakter, bermoral dan berkepribadian. Untuk

itu perlu dirancang suatu sistem pendidikan yang mampu menciptakan suasana dan proses

pembelajaran yang menyenangkan, merangsang dan menantang peserta didik untuk

mengembangkan diri secara optimal sesuai dengan bakat dan kemampuannya.

Memberikan kesempatan kepada setiap peserta didik berkembang secara optimal sesuai

dengan bakat dan kemampuannya adalah salah satu prinsip pendidikan demokratis.

Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan antara

lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia

(Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan,

kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan

manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati

urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999).

Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di

Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di

bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000),

Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57

negara yang disurvei di dunia. Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama

ii

Page 2: Makalah anggaran pendidikan

Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53

negara di dunia

Memasuki abad ke- 21 dunia pendidikan di Indonesia menjadi heboh. Kehebohan tersebut

bukan disebabkan oleh kehebatan mutu pendidikan nasional tetapi lebih banyak

disebabkan karena kesadaran akan bahaya keterbelakangan pendidikan di Indonesia.

Perasan ini disebabkan karena beberapa hal yang mendasar. Salah satunya adalah

memasuki abad ke- 21 gelombang globalisasi dirasakan kuat dan terbuka. Kemajuan

teknologi dan perubahan yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak

lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di tengah-tengah dunia yang baru, dunia terbuka

sehingga orang bebas membandingkan kehidupan dengan negara lain.Yang kita rasakan

sekarang adalah adanya ketertinggalan didalam mutu pendidikan. Baik pendidikan formal

maupun informal. Dan hasil itu diperoleh setelah kita membandingkannya dengan negara

lain. Pendidikan memang telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya

manusia Indonesia untuk pembangunan bangsa. Oleh karena itu, kita seharusnya dapat

meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang tidak kalah bersaing dengan sumber

daya manusia di negara-negara lain. Setelah kita amati, nampak jelas bahwa masalah

yang serius dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu

pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal.

Dan hal itulah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yang menghambat

penyediaan sumber daya manusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk

memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang. Mengenai masalah pendidikan,

pemerintah sebenarnya sudah sangat memberikan perhatian dalam rangka peningkatan

kualitas pendidikan, hal ini terlihat dari anggaran pendidikan yang dialokasikan 20% dari

anggaran pendapatan dan belanja negara setiap tahunnya (dalam UU RI No. 20 Tahun

2003 Tentang SISDIKNAS). Dengan anggaran 20% tersebut, setidaknya permasalahan-

permasalahan seperti mahalnya biaya pendidikan, banyak siswa yang putus sekolah, dan

otonomi pendidikan dapat diminimalisir, namun ternyata yang menjadi pusat

permasalahan sekarang adalah 20% dari anggaran pendidikan tersebut belum dapat

terserap secara keseluruhan.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Apa saja dampak yang ditimbulkan dari kurangnya daya serap anggaran

pendidikan di Indonesia?

2. Bagaimana keadaan dunia pendidikan Indonesia dimasa yang akan datang, jika

kurangnya daya serap anggaran pendidikan ini belum dapat diselesaikan?

3. Bagaimana solusi untuk mengatasi kurangnya daya serap anggaran pendidikan di

Indonesia?

ii

Page 3: Makalah anggaran pendidikan

C. Tujuan

1. untuk Mengatahui Besarnya Anggaran Pendidikan yang Dialokasikan pada

APBN

2. untuk mengetahui bagaimana keadaan pendidikan indonesia di masa yang akan

datang

3. memberikan solusi untuk mengatasi kurangnya daya serap anggaran pendidikan

di indonesia.

ii

Page 4: Makalah anggaran pendidikan

BAB II

PEMBAHASAN

A. Anggaran Pendidikan

Ketentuan anggaran pendidikan tertuang dalam UU No.20/2003 tentang Sisdiknas

dalam pasal 49 tentang Pengalokasian Dana Pendidikan yang menyatakan bahwa

Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan

minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor

pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

(dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS Pasal 49 Ayat 1).

Realisasi anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN/APBD ternyata masih sangat

sulit untuk dilakukan pemerintah, bahkan skenario yang diterapkan pun masih

mengalokasikan dana pendidikan dari APBN/APBD dalam jumlah yang terbatas yaitu

Total Belanja Pemerintah Pusat menurut APBN 2006 adalah sebesar Rp 427,6 triliun.

Dari jumlah tersebut, jumlah yang dianggarkan untuk pendidikan adalah sebesar

Rp36,7 triliun. Sedangkan asumsi kebutuhan budget anggaran pendidikan adalah 20%

dari Rp. 427,6 triliun atau sebesar Rp. 85,5 triliun, maka masih terdapat defisit atau

kekurangan kebutuhan dana pendidikan sebesar Rp 47,9 triliun. Skenario progresif

pemenuhan anggaran pendidikan yang disepakati bersama oleh DPR dan Pemerintah

pada tanggal 4 Juli 2005 yang lalu hanya menetapkan kenaikan bertahap 2,7 persen

per tahun hingga 2009, dengan rincian kenaikan 6,6 % (2004), 9,29 % (2005), 12,01

% (2006), 14,68 % (2007), 17,40 % (2008), dan 20,10 % (2009). Bandingkan dengan

anggaran yang ternyata hanya dialokasikan sebesar 8,1 % pada tahun 2005 dan 9,1 %

pada tahun 2006 Untuk tahun 2007 saja alokasi APBN untuk anggaran sektor

pendidikan hanya mencapai 11,8 persen. Nilai ini setara dengan Rp 90,10 triliun dari

total nilai anggaran Rp 763,6 triliun. Permasalahan lainnya yang timbul, bukan karena

pemerintah tidak mempunyai kemampuan untuk mengeluarkan sejumlah dana yang

telah dianggarkan. Namun, lebih dikarenakan anggaran pendidikan belum terserap

secara keseluruhan. Hal ini disebabkan waktu pemakaian yang terbatas, dan karena

program dinas pendidikan provinsi tidak jelas, serta kurangnya efektivitas birokrasi

B. Daya Serap Anggaran Pendidikan

Kompleksitas persoalan pendidikan secara nyata tidaklah selesai dengan penambahan

jumlah anggaran. Faktanya, efektivitas mesin birokrasi bidang pendidikan juga amat

menentukan capaian keberhasilan penyediaan akses pendidikan publik. Di tengah

menganggurnya sejumlah anggaran (yang belum diserap) Kementerian Pendidikan

Nasional, dan mencuatnya fakta keterbatasan infrastruktur pendidikan, menyebabkan

ribuan hinggan jutaan anak didik tak bisa menikmati pendidikan adalah hal yang patut

kita sesali. Semestinya anggaran pendidikan harus bisa digunakan secara efisien dan

ii

Page 5: Makalah anggaran pendidikan

efektif. Penggunaan anggaran disebut efektif jika anggaran yang digunakan sesuai

atau lebih kecil daripada yang telah direncanakan dan menghasilkan layanan serta

produksi pendidikan yang sama atau melebihirencana semula, sedangkan penggunaan

anggaran disebut efektif bila dengan anggaran tersebut tujuan pendidikan yang telah

direncanakan semula bisa dicapai dengan kuantitas dan kualitas yang sama atau

melebihi dari yang direncanakan (dalam Pidarta, 2007:272)

Andai 81.1 persen sisa anggaran pendidikan (dari Rp 55,6 triliun) bisa digunakan

secara efektif dan efisien, maka persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat selama

ini bisa diminimalisir, bahkan mungkin tidak akan terjadi

C. Efektivitas Kerja Birokrasi Pendidikan

Tidak dipungkiri, bahwa karena kurang cerdasnya manajemen anggaran pendidikan,

jutaan anak bangsa hari ini harus terbengkalai hak akses pendidikannya. Fakta

kecilnya daya serap anggaran pendidikan Kementerian Pendidikan Nasional, juga

membuktikan bahwa persoalan keterbatasan penyediaan akses pendidikan, utamanya

bukan pada soal minimnya anggaran, tetapi lebih pada daya serap, serta efektivitas

kinerja birokrasi dalam mengelola anggaran pembiayaan pendidikan kita.

D. Dampak Kurangnya Daya Serap Anggaran Pendidikan

Kurangnya daya serap anggaran pendidikan di Indonesia ini menimbulkan dampak

yang sangat terasa bagi dunia pendidikan sendiri ditinjau dari landasan ekonomi.

Berikut paparan mengenai dampak kurangnya daya serap anggaran pendidikan

ditinjau dari landasan ekonomi :

1. Mahalnya Biaya Pendidikan

Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi

mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku

pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari taman kanak-kanak (TK) hingga

perguruan tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali

tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.

Untuk masuk TK dan SD saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000 sampai Rp

1.000.000. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk SMP/SMU bisa

mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta. Ada beberapa daerah di Indonesia yang sudah

menerapkan sekolah gratis bagi sekolah negeri, namun pada kenyataannya banyak

pungutan liar di sekolah dengan alasan dan dalih uang komite sekolah, dsb. Di sisi

lain sekolah gratis juga membawa dampak yang kurang baik bagi kualitas siswa,

dengan istilah gratis bagi sekolah negeri kualitas pendidikan terasa kurang seimbang

dengan sekolah swasta bermutu yang biaya pendidikannya lebih besar namun kualitas

pendidikannya lebih diutamakan.

Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini juga tidak lepas dari kebijakan

pemerintah yang menerapkan MBS (manajemen berbasis sekolah). MBS di indonesia

ii

Page 6: Makalah anggaran pendidikan

pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana.

Karena itu, komite sekolah/dewan pendidikan yang merupakan organ MBS selalu

disyaratkan adanya unsur pengusaha.

Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah

komite sekolah terbentuk, segala pungutan uang selalu berkedok, “sesuai keputusan

komite sekolah”. Namun, pada tingkat implementasinya, ia tidak transparan, karena

yang dipilih menjadi pengurus dan anggota komite sekolah adalah orang-orang dekat

dengan kepala sekolah. Akibatnya, komite sekolah hanya menjadi legitimator

kebijakan kepala sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan

tanggung jawab negara terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.

2. Banyaknya Siswa yang Putus Sekolah

Kenyataan keterbatasan akses pendidikan publik bukanlah hal baru di negeri ini.

Keterbatasan infrastruktur menyebabkan pendidikan (sekolah) menjadi barang

mahal. Keterbatasan itu kian mencolok di tengah minat masyarakat untuk

mengenyam pendidikan semakin meningkat. Sayangnya, alasan keterbatasan

anggaran, alasan klasik, membuat negara tidak segera menyediakan akses

pendidikan publik berkualitas secara merata. Jutaan anak didik harus rela

membuang mimpi mengenyam pendidikan bermutu.

Tahun ini (2011) 1,1 juta lulusan SMP (Sekolah Menengah Pertama) sederajat

tidak tertampung di jenjang pendidikan SMA (Sekolah Menengah

Atas/SMK/MA). Data Kementerian Pendidikan Nasional menunjukan, jumlah

lulusan SMP sederajat tahun 2011 sebanyak 4,2 juta siswa. Padahal, daya

tampung SMA/SMK/MA hanya sekitar 3,1 juta, jadi ada 1,1 juta siswa yang tidak

mendapat kursi. Agar semua siswa lulusan SMP tertampung di SMA/SMK

sederajat, menurut Mustaghfirin Amin, Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan

Menengah, Kementerian Pendidikan Nasional, membutuhkan dana sekitar Rp 4

triliun Demikian juga dengan Pendidikan Tinggi (PT). Dari total 540.953 peserta

Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) tahun 2011,

sebanyak 118.233 dinyatakan lolos ujian. Adapun sisanya, yakni 422.720 siswa

harus menempuh studi di PT Swasta, dengan konsekuensi pembiayaan yang tentu

tidaklah sedikit Bagi yang tidak berduit, terpaksa melupakan mimpi untuk studi.

Jumlah Siswa SMA yang lulus tahun 2011 mencapai 1.450.498. Itu artinya, ada

ratusan ribu siswa (rakyat) yang tidak dapat mengenyam Pendidikan Tinggi.

Setiap tahun ada 51,7 persen lulusan SMA yang tidak melanjutkan studi. Ada

yang jadi penganggur ada ada pula yang memutuskan cari kerja. Tahun 2010,

Kementerian Pendidikan Nasional mendata, penduduk Indonesia yang berusia

kuliah (19-23 tahun) yang terdaftar di perguruan tinggi ada sekitar 5,2 juta orang.

Jumlah itu baru 24,67 persen dari total 21,18 juta pemuda yang mesti kuliah. Lalu

ii

Page 7: Makalah anggaran pendidikan

ke mana mereka-mereka ini? Padahal, pendidikan adalah eskalator perubahan

sosial.

3. Penyelenggaraan Otonomi Pendidikan

Pemerintah telah menetapkan kebijakan otonomi pendidikan, sebagaimana

mengacu pada UU No.20/2003 tentang Sisdiknas dalam pasal 53 tentang Badan

Hukum Pendidikan yang menyebutkan: (1) Penyelenggara dan/atau satuan

pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk

badan hukum pendidikan. (2) Badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) berfungsi memberikan pelayanan pendidikan kepada peserta didik.

(3) Badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berprinsip

nirlaba dan dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan

pendidikan. (4) Ketentuan tentang badan hukum pendidikan diatur dengan

Undang-undang tersendiri.

Berdasarkan pasal di atas maka penyelenggaraan pendidikan tidak lagi menjadi

tanggung jawab negara melainkan diserahkan kepada lembaga pendidikan itu

sendiri. Dalam penjelasan pasal 3 ayat 2 RUU Badan Hukum Pendidikan

disebutkan bahwa Kemandirian dalam penyelengaraan pendidikan merupakan

kondisi yang ingin dicapai melalui pendirian BHP, dengan menerapkan

manajemen berbasis sekolah/madrasah pada pendidikan dasar dan menengah,

serta otonomi pada pendidikan tinggi. Hanya dengan kemandirian, pendidikan

dapat menumbuhkembangkan kreativitas, inovasi, mutu, fleksibilitas, dan

mobilitasnya.

Artinya pemerintah menilai bahwa selama ini terhambatnya kemajuan pendidikan

indonesia diantaranya karena pengelolaan pendidikan yang sentralistis, sehingga

perlunya kebijakan desentralisasi kewenangan (MBS dan otonomi pendidikan)

untuk memajukan pendidikan indonesia. Kenyataannya, kebijakan tersebut

menuai berbagai sikap kontra dari masyarakat karena dinilai sarat dengan tekanan

pihak asing (negara donor) yang menghendaki privatisasi lembaga –lembaga yang

dikelola negara termasuk lembaga pendidikan, sehingga negara pun akan lepas

tangan dari tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan secara penuh.

Sebagaimana diungkapkan oleh komisi hukum nasional (KHN) bahwa dalam

RUU BHP versi yang baru, semua bentuk pendidikan baik yang diselenggarakan

oleh masyarakat, pemerintah daerah atau pemerintah harus berbentuk badan

hukum yang sama yaitu badan hukum pendidikan. Oleh karenanya, jika RUU

BHP disahkan – maka peraturan perundang-undangan yang terkait dengan

peraturan pemerintah tentang BHMN tidak akan berlaku lagi. Perubahan yang

terjadi antara konsep RUU lama dan yang baru, dapat diamati dari bunyi pasal 1

ayat 7 (versi lama), yang mengatur bahwa ”Penyelenggara adalah satuan

ii

Page 8: Makalah anggaran pendidikan

pendidikan berstatus Badan Hukum Pendidikan (BHP)” dan “Semua satuan

pendidikan tinggi harus berstatus Badan Hukum Pendidikan Tinggi (BHPT)

(Pasal 2 ayat (1)”. Selain itu, disebutkan juga bahwa “Satuan pendidikan dasar dan

menengah dapat berstatus Badan Hukum Pendidikan Dasar Menengah

(BHPDM)”.

Yang menjadi persoalan, apakah RUU Badan Hukum Pendidikan (BHP)

merupakan jawaban yang tepat bagi pengembangan pendidikan tinggi kedepan?

Bagaimana RUU ini meletakkan peran pemerintah dan masyarakat dalam

menyelenggarakan pendidikan tinggi serta bagaimana mengkonstruksi hubungan

antara penyelenggara pendidikan (yayasan, perkumpulan, badan wakaf,

pemerintah, dll) dengan satuan pendidikan? Apakah RUU BHP memberikan

jaminan bagi terwujudnya pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu

serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan dalam rangka menghadapi

tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global ? Selain itu kebijakan

otonomi pendidikan sendiri merupakan hal belum tentu dapat meningkatkan

kualitas pendidikan, terutama bila makna otonomi itu sendiri ternyata bentuk lepas

tangan pemerintah dengan menyerahkan penyelenggaraan pendidikan secara lebih

besar porsinya kepada masyarakat. Padahal hakikatnya penyelenggaraan

pendidikan merupakan tanggung jawab negara/ pemerintah sebagai pihak yang

diamanahi rakyat untuk mengatur urusan mereka dengan sebaik mungkin.

Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk badan hukum jelas

memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status

itu pemerintah secara mudah dapat melemparkan tanggung jawabnya atas

pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas.

Perguruan tinggi negeri pun berubah menjadi badan hukum milik negara

(BHMN). Munculnya BHMN dan MBS adalah beberapa contoh kebijakan

pendidikan yang kontroversial. BHMN sendiri berdampak pada melambungnya

biaya pendidikan di beberapa perguruan tinggi favorit.

Bagi masyarakat tertentu, beberapa PTN yang sekarang berubah status menjadi

badan hukum milik negara (BHMN) itu menjadi momok. Jika alasannya bahwa

pendidikan bermutu itu harus mahal, maka argumen ini hanya berlaku di

indonesia. Di jerman, prancis, belanda, dan di beberapa negara berkembang

lainnya, banyak perguruan tinggi yang bermutu namun biaya pendidikannya

rendah. Bahkan beberapa negara ada yang menggratiskan biaya pendidikan.

Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus

murah atau gratis. Tetapi persoalannya dengan anggaran 20% yang dianggarkan

oleh pemerintah daya serap nya masih kurang. Di tengah persoalan

ketidakmampuan menyerap anggaran ini, tahun 2012 Kementerian pimpinan Moh.

ii

Page 9: Makalah anggaran pendidikan

Nuh malah akan mendapat tambahan anggaran. Jika dana anggaran pendidikan

tahun 2011 Rp 248,98 triliun, maka tahun 2012 akan naik menjadi Rp 265, 56

triliun. Kementerian Pendidikan akan ketambahan anggaran sebesar Rp 16.6

triliun.

Jumlah ini sebenarnya lebih dari cukup untuk menutup kebutuhan penyedian

infrastruktur pendidikan bagi 1.1 juta siswa yang tidak tertampung hari ini,

maupun sejumlah siswa lulusan 2012 yang bisa diperkirakan tak lebih sama.

Namun, apakah penambahan anggaran ini kelak akan menjadi solusi bagi

persoalan keterbatasan akses pendidikan kita seperti hari ini? Juga tidaklah tentu.

Jika keadaan kurangnya daya serap anggaran pendidikan di Indonesia ini tidak

benar-benar diperhatikan oleh pemerintah, wakil rakyat dan segenap birokrasi

pendidikan, akan dipastikan bahwa keadaan dunia pendidikan Indonesia akan

semakin terpuruk dan tertinggal dengan negara lain.

E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Biaya Pendidikan

Faktor-faktor yang mempengaruhi biaya dan pembiayaan pendidikan sekolah hal ini

dipengaruhi oleh:

1. Kenaikan harga (rising prices)

2. Perubahan relatif dalam gaji guru (teacher’s sallaries)

3. Perubahann dalam populasi dan kenaikannya prosentasi anak disekolah negeri

4. Meningkatnya standard pendidikan (educational standards)

5. Meningkatnya usia anak yang meninggalkan sekolah

6. Meningkatnya tuntutan terhadap pendidikan lebih tinggi (higher education)

F. Solusi Masalah

Untuk mengatasi kurangnya daya serap anggaran pendidikan Indonesia agar

problematika pendidikan di Indonesia dapat diselesaikan satu per satu, solusinya

yaitu: Secara tegas, pemerintah harus mempunyai komitmen untuk mengalokasikan

dana pendidikan nasional dalam jumlah yang memadai, sembari pemerintah

membenahi sejumlah birokrasi pendidikan dalam upaya mengefektifkan kinerja

birokrasi pendidikan.

ii

Page 10: Makalah anggaran pendidikan

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Perkembangan dunia di era globalisasi ini memang banyak menuntut perubahan ke sistem

pendidikan nasional yang lebih baik serta mampu bersaing secara sehat dalam segala bidang.

Salah satu cara yang harus di lakukan bangsa Indonesia agar tidak semakin ketinggalan

dengan negara-negara lain adalah dengan meningkatkan kualitas pendidikannya terlebih

dahulu.

Pemerintah sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dalam hal ini, sebenarnya sudah

ikut memikirkan dan memberikan solusi dari setiap problematika pendidikan, hal ini terlihat

dari anggaran pendidikan dalam Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara sudah terjadi

kenaikan anggaran dari tahun ke tahun, namun diharapkan pemerintah dan birokrasi

pendidikan benar-benar optimal dalam menyalurkan dana yang sudah dianggarkan dan dana

yang sudah diberikan pemerintah bisa benar-benar sampai pada masyarakat yang

membutuhkan secara sepenuhnya. sembari kita tentu berharap 20 persen anggaran pendidikan

terus mengalami kenaikan, masyarakat juga menanti agar birokrasi pendidikan segera

membenahi diri. Kementerian Pendidikan Nasional harus secepatnya mengevaluasi kinerja

dan manajemen anggarannya.

Hal ini kita butuhkan segera demi peningkatkan efektivitas kinerja birokrasi pendidikan

untuk menyerap anggaran, demi tersedianya akses pendidikan publik yang merata dan

bermutu. Cukuplah kelalaian pengelolaan seperti ini, sebab sudah terlalu lama hak

masyarakat atas pendidikan itu dikorbankan. Dengan meningkatnya kualitas pendidikan

berarti sumber daya manusia yang terlahir akan semakin baik mutunya dan akan mampu

membawa bangsa ini bersaing secara sehat dalam segala bidang di dunia internasional.

B. SARAN

Makalah ini masih memiliki berbagai jenis kekurangan olehnya itu saran yang sifatnya

membangun sangat kami harapkan.

ii

Page 11: Makalah anggaran pendidikan

DAFTAR PUSTAKA

1. Dedi Supriadi.2004. Satuan Biaya Pendidikan Dasar dan Menengah. Bandung:

Remaja Rosdakarya.

2. Tim Pengelola BOS. 2009. Buku Panduan Bantuan Operasional Sekolah. Depdiknas:

Dirjen Dikdasmen.

3. Anwar, M.I. 1991. Biaya Pendidikan dan Metode Penetapan Biaya Pendidikan.

Mimbar Pendidikan, No.1 Tahun x, 1991: 28-33.

4. Fattah, N. 2000. Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan. Remaja Rosdakarya:

Bandung.

5. Horngren, P. 1993. Pengantar Akutansi Manajemen Edisi 6. Jakarta: Erlangga.

ii

Page 12: Makalah anggaran pendidikan

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil ‘Alamin segala Puji dan Syukur Penulis Panjatkan kepada Allah SWT 

yang telah memberikan taufik dan hidayahnya kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan makalah ini, Namun penulis menyadari makalah ini belum dapat dikatakan

sempurna karena mungkin masih banyak kesalahan-kesalahan. Shalawat serta salam semoga

selalu dilimpahkan kepada junjunan kita semua habibana wanabiana Muhammad SAW,

kepada keluarganya, kepada para sahabatnya, dan mudah-mudahan sampai kepada kita selaku

umatnya.

Makalah ini penulis membahas mengenai “DANA PENDIDIKAN DIALOKASIKAN

SEBESAR 20 % DARI ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA NEGARA”, dengan

makalah ini penulis mengharapkan agar dapat membantu sistem pembelajaran. Penulis

ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam

menyelesaikan makalah ini.

Akhir kata penulis ucapkan terimakasih atas segala perhatiannya.

Raha, Agustus 2013

Penyusun

ii

Page 13: Makalah anggaran pendidikan

DAFTAR ISI

Kata Pengantar......................................................................................................... i   

Daftar Isi................................................................................................................. ii    

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1

A. Latar Belakang.............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah..........................................................................................3

C. Tujuan............................................................................................................ 3

BAB II PEMBAHASAN.... ................................................................................... 1

A. Anggaran Pendidikan............................................................................. 4

B. Daya Serap Anggaran Pendidikan .............................................................. 5

C. Efektifitas Kerja Birokrasi Pendidikan......................................................... 5

D. dampak kurang serapnya anggaran pendidikan .................................. 5

E. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Biaya Pendidikan...................... 10

F. Solusi Masala........................................................................................ 10

BAB II PENUTUP................................................................................................... 11

A. Kesimpulan.................................................................................................. 11

B. Saran............................................................................................................. 11

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 12

ii

Page 14: Makalah anggaran pendidikan

MAKALAH

DANA PENDIDIKAN DIALOKASIKAN

SEBESAR 20 % DARI ANGGARAN

PENDAPATAN BELANJA NEGARA

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK I

1. JAIS

2. LISDAR

3. ASTATI

4. VERIDAYANTI

5. LM. THEO WANDI

SMA NEGERI 1 RAHA

2013

ii