52
BANGKRUT Pulau serangan RP 20.000 Kafe ’’Serang’’ Serangan 08 | 21 - 27 Oktober 2013

Majalah Bali Post Edisi 8

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Headline : Kafe "Serang" Serangan

Citation preview

BANGKRUT

Pulau

serangan

RP 20.000

Kafe ’’Serang’’ Serangan

08 | 21 - 27 Oktober 2013

3

D A F T A R I S I

21 - 27 Oktober 2013 3

LAPORAN UTAMAl Nelayan Serangan Tergerus Reklamasi 6l Kafe ’’Serang’’ Serangan 7

l Serangan Tempo Dulu 8

POLITIKl Suap, Menganulir Pilihan Rakyat 12l Golkar Terimbas Suap Akil Mochtar 13LINGKUNGANl Krisis Tanah Genteng 14OPINIl Dulu “Sira-angen” Kini “Sira-inget”? 16JAJAK PENDAPATl Penjarakan Tersangka Korupsi 17PENDIDIKANl Biaya Pendidikan Mencekik Leher Standardisasi Harga Mati 18MANCANEGARAl Pencari Suaka Bertaruh Nyawa 20 DAERAHl Candidasa, Tak Ada Tempat Turis Berjemur 22KESEHATANl ”Buduh”, Kirim Saja ke Bangli! 24CENTERl Tak Ada Ikan Kerang pun Jadi 26OLAHRAGAl Proyek Prestisius Rusia 28

l Bali Perlu Sekolah Olahraga 30KRIMINALl Percepat Penanganan Korupsi Gelar Perkara Terbuka dan Supervisi Permanen KPK 32l Kades pun Keranjingan Nyabu 34

EKONOMIl APEC Hasilkan Tujuh Kesepakatan Bangun UMKM 36PARIWISATAl Kerthagosa Lapuk Dimakan Usia 38lPerebutan Status

Kerthagosa Jadi Polemik 39

EVENTl Bali Post National Golf Tournament 40TRANSPORTASIl ”Shuttle Bus” Kuta Kini Makin Sepi Penumpang 42TRADISIl Gandrung, Bangun dari ’’Tidur Panjang’’ 44

l Rekonstruksi Selamatkan Seni dari Kepunahan 46GAYA HIDUPl Duo Thiwi Jajal Nezacademy 48lDesain Nyaman Berbagai Kesempatan 49

HOBIl Pasar Burung Satria ’’City Tour’’ bagi Penghobi 50

4

Dulu masyarakat Bali sangat sederhana namun lingkungannya terjaga dengan baik, semua tanaman hidup subur siapa pun tidak ada yang berani me-

ngusik. Pura sebagai pemujaan umat Hindu dibangun di atas pegunungan yang tinggi sebagai hulunya orang Bali. Dikelilingi lautan yang begitu luas sebagai hilirnya umat Hindu. Sepertinya ketika zaman dulu tenang dan berjalan sesuai dengan swadarma-nya masing-masing. Konsep manyamaberaya sebagai inti dalam menjalin keharmonisan sesama keluarga. Segilik segulung sabayan taka paras paros sarpanaya sebagai inti menyatukan para semeton berjalan sangat kental. Konsep menyatukan diri dengan pijakan Tri Hita Karana menjadi pedo-man dalam bertindak dan berbuat, di samping Tri Kaya Parisudha.

Masyarakat Bali agar menjadikan warisan leluhur kita bertahan meskipun dalam kondisi apa adanya. Misalnya, kawasan yang membentang sepanjang pegunungan Tenganan, Trunyan, Julah, Sembiran sampai Desa Banyuasri, Buleleng. Unsur pokok adalah kebersamaan tidak ada perbedaan antarsesama masyarakat. Seiring, seirama dalam menggapai kehidupan bersatu menjaga Bali.

Sekarang perkembangan pariwisata terus melaju pesat. Event internasional maupun nasional banyak diselenggarakan di Bali. Perkembangan pariwisata yang bersumber seni budaya, adat istiadatnya ini begitu pesat sampai bisa me-ngubah sikap dan perilaku, dan etika. Dahsyatnya perkembangan pariwisata ini sampai mengakibatkan warisan leluhur kita diusik; laut, gunung, pura, hutan, dan lainnya dijadikan daya tarik akomodasi pariwisata. Kehadiran megaproyek pariwisata tumbuh berkembang membawa ketimpangan.

Tentu ini sebagai tantangan jika mau melihat keadaan sebenarnya. Ba-gaimana ke depan Bali jika tidak mulai sekarang ditata sesuai konsep-konsep yang telah ada?

I Made Jara AtmajaJl. Nusa Indah, Gang II/3 Denpasar

21 - 27 Oktober 20134

D A R I P E M B A C A

PerintisK Nadha

Pemimpin UmumABG Satria Naradha

Pemimpin Redaksi/Penanggung JawabWirata

Redaktur Pelaksana/Wakil Penanggung Jawab Alit Purnata

Sekretaris RedaksiSugiarthaRedaksi

Alit Susrini, Alit Sumertha, Daniel Fajry,Dira Arsana,Mawa, Sri Hartini, Suana, Sueca, Yudi WinantoAnggota Redaksi Denpasar

Giriana Saputra, Oka Rusmini, Umbu Landu Paranggi, Subrata, Sumatika, Asmara Putra, Diah

Dewi, Yudi Karnaedi, Wira Sanjiwani, Pramana Wijaya, Eka Adhiyasa, Dedy Sumartana, Parwata.

Bangli: Ida Ayu Swasrina, Buleleng: Adnyana, Gianyar: Agung Dharmada, Karangasem: Budana, Klungkung: Bagiarta, Negara: IB Surya Dharma,

Tabanan: Budi Wiryanto

JakartaNikson, Hardianto, Ade Irawan

NTBAgus Talino, Syamsudin Karim,

Izzul Khairi, Raka Akriyani

SurabayaBambang Wiliarto

Kantor Redaksi

Jalan Kepundung 67 A Denpasar 80232. Telepon : (0361)225764,

Facsimile: 227418, Alamat Surat: P.O.Box:3010 Denpasar 80001.

Perwakilan Bali Post Jakarta, Bag.Iklan/Redaksi: Jl.Palmerah Barat 21F. Telp 021-5357602,

Facsimile: 021-5357605 Jakarta Pusat. NTB: Jalam Bangau No. 15 Cakranegara

Telp. (0370) 639543, Facsimile: (0370) 628257 Manajer Iklan: Suryanta,

Manajer Sirkulasi: Budiarta, Alamat Bagian Iklan: Jl.Kepundung 67A,

Denpasar 80232 Telp.: 225764, Facsimile : 227418 Senin s.d. Jumat 08.00-19.00,

Sabtu 08.00-13.00, Minggu 08.00-19.00. Surat Izin Usaha Penerbitan Pers

SK Menpen No. 005/SK/Menpen/SIUPP/A.7/1985 Tanggal 24 Oktober 1985, ISSN 0852-6515. Anggota SPS-SGP,

PenerbitPT Bali Post. Rek. BCA KCU Hasanudin Denpasar AC: 040-3070618 a/n PT. Bali Post. Rek. BRI Jl. Gajahmada Denpasar A/C: 00170 1000320 300 an

Pt.Bali Post.Dicetak di Percetakan BP

Konsep Keharmonisan Leluhur

Gagalnya Usaha Kebo IwaAsal muasal terjadinya Desa Bualu, Kecamatan Kuta Selatan (Badung) dan

dua pulau kecil yang disebut Nusa Dua tertulis dalam lontar Kebo Iwa yang tersimpan di museum Gedong Kirtya Singaraja. Pulau Serangan yang ada Pura Sakenan itu direncanakan oleh Kebo Iwa hendak dipersatukan dengan daratan Tanjung-Benoa dengan jalan, laut yang membatasi akan dibendung, diuruk dengan batu bukit. Gundukan batu bukit itu diambil di Desa Sawangan (Bualu bagian selatan) dan di Desa Kampial. Batu yang akan dipakai bahan uruk tersebut dipikul dengan sebatang kayu kelor dan diikat dengan tali kupas (dari kulit batang pisang). Di tengah perjalanan kayu kelor yang dipergunakan alat pikul itu patah kemudian kedua pikulan batu jatuh. Dengan kekuatan batin Kebo Iwa mengutuk (mawastu) kedua gundukan batu itu yang akhirnya terwujud dua buah pulau kecil yang disebut Nusa Dua sekarang.

Dengan gagalnya usaha Kebo Iwa ini beliau berusaha lagi membendung laut Pulau Serangan tersebut dengan tanah biasa. Sebelum Kebo Iwa sampai di Tanjung Benoa tanah itu terjatuh juga. Sehingga daerah terkena tanah tercecer (maura atau terura bhs. Bali) yang dibawa oleh Kebo Iwa hingga kini disebut Banjar Terora dan juga muncul pulau-pulau kecil lainnya yang menurut rencana direklamasi oleh investor. Mungkinkah nasibnya akan seperti Kebo Iwa?

Wayan Beratha YasaBr. Langon Kapal, Mengwi, Badung

5

6

7 - 13 Oktober 20136

L A P O R A N U T A M A

Serangan dulu dikenal seba-gai desa nelayan. Namun, setelah tersentuh proyek re-klamasi 1995 lalu, predikat

Serangan mulai berubah.Bahkan, pulau itu tidak lagi men-

jadi daerah yang terisolasi. Jembatan penghubung lengkap dengan jalan raya beraspal kini sudah membelah pulau kecil itu. Serangan bukan lagi daratan yang benar-benar terpisah dari daratan Bali. Konsekuensinya, mobilitas orang ke luar-masuk pulau itu pun sangat potensial merubah tatanan perilaku, etika maupun budaya warga termasuk mengubah sumber penghidupan warga set-empat. Kini, warga Serangan tidak lagi sepenuhnya menggantungkan sumber penghidupan dari hasil laut karena ikan-ikan konsumsi sudah menghilang dari perairan Seran-gan. Begitu pula dengan predikat Serangan sebagai Pulau Penyu akan tinggal kenangan lantaran satwa penyu sudah sangat jarang singgah di Serangan untuk bertelur.

Lurah Serangan I Made Poni-man, S.H., M.Si. beberapa waktu lalu membenarkan kegiatan re-klamasi di Pulau Serangan telah mengubah profesi warga Serangan. Sebelum reklamasi, sekitar 90 pers-en warga menggantungkan sumber penghidupannya dari hasil laut atau berprofesi sebagai nelayan. Saat ini, dari 980 kepala keluarga (KK) di Serangan, hanya 140 KK yang menekuni profesi nelayan, 35 KK

menekuni usaha budi daya terumbu karang dan 15 KK mengembangkan usaha budi daya rumput laut. Sedan-gkan sisanya sudah beralih profesi menjadi karyawan di berbagai peru-sahaan swasta, pekerja sektor pari-wisata, pegawai negeri dan berbagai profesi lainnya. “Pascareklamasi, mayoritas warga Serangan memang sudah meninggalkan profesi sebagai nelayan. Profesi nelayan memang tidak lagi menjanjikan karena ikan-ikan konsumsi mulai menghilang dari perairan Serangan. Banyak warga Serangan yang sudah men-gandangkan jukung-nya,” katanya terus terang.

Hal senada juga diungkapkan salah satu tokoh masyarakat Seran-gan, I Ketut Arya Saputra. Ia men-gatakan, banyak nelayan yang kini lebih memilih mengantar wisatawan yang hendak rekreasi di tengah laut sambil mancing. Terlebih, perolehan pendapatan dari mengantar orang mancing ini lebih pasti dan jelas. “Kalau mereka melaut mencari ikan, belum tentu hasilnya sebesar perolehan dari menyewakan jukung dan mengantarkan orang mancing,” kata Arya Saputra yang juga wakil rakyat di Denpasar.

Poniman dan Arya Saputra tidak menampik jika proyek reklamasi telah mendatangkan dampak ter-hadap perilaku melaut nelayan Serangan. Dikatakan, proyek re-klamasi itu memang mendatangkan dampak negatif sekaligus positif

bagi masyarakat Serangan. Dulu, sebelum Pulau Serangan direkla-masi, nelayan Serangan hanya menangkap ikan di sekitar perairan Serangan. Entah apa penyebabnya, pascareklamasi ikan-ikan kon-sumsi yang diincar nelayan mulai menghilang dari perairan Serangan. Akibatnya, nelayan Serangan ter-paksa harus berburu ikan hingga ke perairan Nusa Dua bahkan hingga Nusa Penida.

Agar bisa menjelajah lautan luas yang bermil-mil jaraknya dari Pan-tai Serangan, mereka pun tidak bisa lagi hanya mengandalkan jukung yang dikayuh dengan dayung. Kini, jukung yang digerakkan mesin tem-pel jadi sebuah keharusan. Sayang, tidak semua nelayan mampu mem-beli mesin tempel itu sehingga mer-eka pun terpaksa tetap mencari ikan di seputar perairan Serangan dengan hasil tangkapan yang pas-pasan.

Salah seorang nelayan Wayan Suda mengakui sejak tiga tahun terakhir sudah mengubur pekerjaan lamanya sebagai seorang nelayan. Suda terpaksa beralih profesi menja-di pengemudi boat yang mengantar wisatawan lantaran melaut tak lagi memberi penghasilan menjanjikan untuk menghidupi keluarganya. “Pendapatan saya terus menurun se-jak 10 tahun yang lalu. Lebih dari 60 persen penurunannya daripada dulu sebelum reklamasi,” ungkapnya.

l Asmara Putra

Nelayan SeranganTergerus Reklamasi

PADAT-Para pemedek memadati jembatan menuju Pulau Serangan.MBP/dok

REKLAMASI - Para nelayan menambatkan perahunya di lahan hasil reklamasi di pesisir Pulau Serangan.

7

21 - 27 Oktober 2013 7

L A P O R A N U T A M A

Kafe ’’Serang’’ SeranganSejak proyek reklamasi di Serangan dilakukan PT Bali Turtle Island

Development (BTID), pulau itu tidak lagi terisolir. Jalan darat terbuka lebar menghubungkan pulau ini dengan Bali daratan. Dulu, ketika lalu lintas menuju Serangan menggunakan perahu lewat dermaga di Suwung, warga Serangan dominan hidup dari sektor nelayan. Kini seiring dengan lancarnya arus transportasi darat menuju pulau yang menjadi satu wilayah administrasi kelurahan ini, berbagai dampak ikutannya juga menyertainya. Dampak positifnya yang dirasakan warga sekitar cukup banyak. Namun, dampak negatif tidak bisa ditepisnya. Ia masuk dengan bebas pula. Salah satunya, munculnya kehadiran kafe remang-remang.

Awal munculnya kafe di Serangan ini tidak terlepas adanya lahan kosong milik PT BTID yang belum dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan sarana pariwisata. Karena lama mangkrak, akhirnya beberapa warga setempat diberikan izin oleh BTID untuk membangun warung-warung di lahan itu. Lama-kelamaan, warung yang dibangun warga mengalami perubahan dan akhirnya menjadi usaha kafe.

Pekerjanya pun banyak yang didatangkan dari luar, terutama un-tuk para pramusaji minumannya. Ironisnya, tugas para wanita yang datang mengadu nasib di kafe-kafe Serangan ini tidak hanya sebatas mengantarkan minuman kepada pengunjung kafe, juga menemani untuk ngobrol. Pola layananan seperti ini memungkinkan adanya kontak komunikasi yang lebih lama antara pengunjung kafe dengan gadis-gadis belia yang bertugas mengantarkan minuman tersebut. Kesepakatan lain di luar tugas pokok itu pun bisa berkembang lebih luas, sesuai kesepakatan yang terjadi di antara mereka.

Kafe yang menempati lahan BTID ini, kini masih tersisa sekitar enam unit. Kehadiran usaha ilegal seperti ini, menjadi ketakutan se-bagian warga setempat. Karena dampak lainnya juga telah dirasakan beberapa warga Serangan. Kondisi ini juga sejalan dengan berubahnya fisik Pulau Serangan pascareklamasi. Kehidupan nelayan yang men-jadi identitas kental di masa lalu, kini mulai ditinggalkan.

Tumbuhnya kafe-kafe di sepanjang jalan pinggiran desa nelayan itu, membuktikan kalau Serangan mencoba menggeliat. Kafe-kafe di sana bertebaran dengan berbagai nama yang menarik minat warga untuk mencobanya masuk. Semua kafe dirancang sederhana beratap ilalang. Batas antarkafe pun terkesan darurat. Bahkan, karena telah dibangun agak lama, sejumlah kafe atapnya tampak berlubang.

Lurah Serangan I Made Poniman mengakui keberadaan kafe meru-pakan dampak negatif dari reklamasi yang berlangsung tahun 1995-an tersebut. Ironisnya, yang pertama terkena dampaknya, yakni warga setempat. Seperti yang pernah terjadi beberapa bulan terakhir, satu keluarga sempat terkena penyakit yang mematikan, HIV. ”Kejadian ini belum ada setahun,” katanya.

Poniman juga mengakui tidak sedikit perpecahan keluarga dipicu oleh “gangguan” cewek-cewek kafe. Karena ketika mereka punya hasil yang cukup banyak, mereka datang ke kafe untuk menikmati minuman sambil ditemani cewek-cewek kafe. Akibatnya, setelah uangnya habis, ekonomi keluarga pun berantakan. “Ya... inilah yang perlu diantisipasi untuk menjaga dampak buruk ketika Serangan membuka diri untuk kehadiran orang luar,” ujar Poniman.

l Asmara Putra

MBP/dok

8

21 - 27 Oktober 20138

L A P O R A N U T A M A

Saniscara Wuku Kuningan , Pura Sakenan menjadi pusat perhatian umat Hindu di Bali. Ribuan umat akan berbondong-

bondong menuju Pulau Serangan, tem-pat Pura Sad Khayangan itu didirikan. Sebelum direklamasi, pulau ini terpisah dengan Bali daratan. Luasnya hanya 112 ha.

Dulu, ketika belum ada jalan darat yang menghubungkan Pulau Seran-gan dengan Denpasar, angkutan laut menjadi pilihan satu-satunya. Akibat-nya, Pantai Mertasari, Sanur, berubah menjadi lautan manusia. Selain naik jukung, sebagian warga rela berjalan menyeberangi laut terutama pada saat air surut.

Mengapa pura itu disebut Sakenan, menurut IGB Sugriwa dalam buku “Dwijendra Tatwa”, Sakenan atau Cakenan berasal dari kata cakya atau sakia yang artinya “dapat langsung me-nyatukan pikiran”. “Di situ Danghyang Nirarta melakukan power Budha, saki-ana. Sakia lebih dekat dengan kekuatan Budhism. Budha dalam konteks ajaran di Indonesia lebih mengarah pada mak-na energi untuk mengalahkan segala yang menyerang kekuatan bhairawa. Siwa sebagai kekuatan bhairawa, jelas menonjolkan kekuatan sidhi dalam rangka membakar diri beliau sendiri,” papar Agastia, tokoh Hindu yang pernah menjadi anggota DPD.

Proyek reklamasi di Pulau Serangan yang digulirkan sejak pertengahan 1996 hingga akhir 1997 lalu telah mengubah

‘’tradisi’’ yang sudah dilakukan selama ber-tahun-tahun itu dalam sekejap. Perjalanan ritual ke Pura Sakenan tak lagi mengguna-kan jukung. Suasana pun berganti. Pamedek menggunakana kendaraan melalui jembatan yang dibangun investor.

Lantas, bagaimana jika ada umat Hindu yang ingin bernostagia melaku-kan perjalanan spiritual ke Pura Sak-enan dengan naik jukung dan menyewa jasa pengantaran ke sana? Tentu sangat sulit. Sebab sebagian besar nelayan di Mertasari kini melayani para peng-hobi mancing. Pembangunan jalan darat menuju Pura Sakenan adalah bentuk kemunduran spiritual.

Dulu, sebelum tahun 1990-an, para umat Hindu yang hendak tangkil ke Pura Sakenan masih menaiki jukung. Sarana itu mendukung pengalaman religius seseorang sebelum memasuki area pura. Pengalaman seperti itu tidak ada lagi setelah jalan dan jembatan penghubung dibangun.

Seyogianya dimensi religius diberi-kan ruang secara seimbang dan selaras dengan pembangunan yang bersifat realistis, sehingga taksu atau kesakralan sebuah tempat ibadah tak kandas oleh pernik-pernik yang tidak menunjang atmosfer kesucian pura.

Lalu kalau ditarik ke belakang, bagaimana awalnya terjadi gagasan re-klamasi tersebut? PT Bali Turtle Island Development (BTID) adalah konsorsium yang melakukan reklamasi besar-besaran di Pulau Serangan. Luas Serangan yang semula 112 hektar disulap menjadi

kawasan yang memiliki luas 491 ha. Selain membebaskan daratan, BTID juga menguruk pantai 379 ha.

Megaproyek di era Gubernur I.B. Oka ini menggagas pengembangan Serangan dengan berbagai fasilitas. Di antaranya, lapangan golf 18 hole, ma-rina, hotel, vila, serta fasilitas lengkap prasarana wisata laut.

Krisis tahun 1998, membuat rencana itu berantakan. Sejumlah perusahaan yang masuk dalam konsorsium menga-lami masalah keuangan. Terlebih lagi tumbangnya rezim Soeharto, membuat rencana tersebut makin tak menentu.

Tujuh belas tahun sudah berlalu. Se-rangan yang dulu tenang, kini berubah menjadi hiruk-pikuk. Hotel, vila dan fasilitas lain yang diharapkan menam-pung tenaga kerja lokal, tak kunjung dibangun. Adakah ini dikarenakan Serangan yang tenget?

l Pusat Data

Serangan Tempo Dulu

9

21 - 27 Oktober 2013 9

LAUT - Para pemedek menerobos laut ketika menyeberang menuju

Pura Sakenan, sebelum ada jembatan pen-

ghubung. Tampak pula pamedek yang menaiki

perahu.

K I L A S B E R I TA

Pelajaran bahwa politik itu memang kejam sepertinya bisa dipetik dari kisruh di Capitol Hill, Amerika Serikat. Gara-gara perseteruan politik, pemerintah harus me-mangkas anggaran untuk sebagian besar pemerintahan

sejak Rabu (2/10), saat pihak Republik berusaha menghentikan atau menunda UU Kesehatan dalam periode jangka pendek, yang merupakan acara pengeluaran anggaran rutin. Dampak-

nya, taman-taman nasional ditutup, situs-situs pemerintahan tak berfungsi dan ratusan ribu pekerja non-essential bekerja setengah hari, mengembalikan ponsel dan laptop milik pemer-intah akibat penutupan yang pelik tersebut. Dampak dominonya diprediksi akan merembet ke berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia.

l Putu Agus Toni

InI baru seru namanya. Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Seru, karena selama ini MK merupa-kan lembaga penegakan hukum tertinggi, terhormat dan terpercaya di negeri ini. Lebih seru lagi, di tempat sang Ketua MK itu ditangkap ditemukan barang haram (narkoba). Kalau sudah begini, siapa lagi yang percaya dengan lembaga hukum di negeri ini?

l Hardianto

PArA kepala sekolah (Kasek) harus ekstra hati-hati mengelola keuangan sekolah, termasuk yang bersumber dari dana komite sekolah. Kalau tidak, kursi pesakitan menanti. Hal ini dialami Kepala SMAN 1 Semarapura, Klungkung Drs. Nyo-man Mudjarta, M.Pd. Gara-gara memanfaatkan dana komite untuk meningkatkan kesejahteraan dirinya, para guru, pegawai termasuk pengurus komite sekolah, dia disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar. Para guru pun ikut meradang dan mendatangi Pengadilan Tipikor untuk memberi dukungan kepada sang kasek.

l Pujawan

MBP/ist

Masalah Pelik Ekonomi AS

MBP/ist

Ketua MK Ditangkap KPK

MBP/wawan

Kasek Disidang Guru Meradang

21 - 27 Oktober 2013 11

OktOber sudah berlalu hampir sepekan, namun hujan belum juga turun. Kondisi ini telah menyebabkan ra-tusan hektar sawah di wilayah Kuta Utara, Denpasar Utara dan sekitarnya kekeringan dan gagal tanam. Tak hanya itu, sumur warga di Denpasar Utara, tepatnya di Kelurahan Peguyangan, airnya juga menyusut. Sedikitnya 15 sumur warga di Banjar Tek Tek, Peguyangan telah berkurang debit airnya. Sumur warga mulai mengering diperkirakan sejak tiga atau empat bulan lalu. Warga pun terpaksa antre air yang disediakan mobil tangki PDAM Denpasar.

l Asmara Putra

ketimPAngAn pendidikan di kota dengan di desa memang benar-benar terasa. Jika di kota anak-anak dari tingkat SD sudah dipaksa ikut les seakan harus meraih gelar profesor begitu tamat SD, di desa justru banyak anak tak bisa mengenyam pendidikan lantaran keterbatasan ekonomi atau hambatan geografis letak sekolah terlalu jauh. Agar anak-anak di desa tetap bisa mengenyam pendidikan dan angka putus sekolah bisa ditekan, dibukalah kelas jauh seperti kelas jauh SD 2 Tonggak di Dusun Tonggak Desa Tunjung Kecamatan Kubutambahan, Buleleng. Anak-anak di desa ini terpaksa berlajar di kelas darurat beratap terpal berlantai tanah dan berdinding anyaman daun kelapa.

l Adnyana Ole

PemerintAh Provinsi Bali akhirnya memastikan pembangunan RS Pratama tetap di Nusa Penida. Kepastian itu didapat setelah Kepala Dinas Kesehatan dan Kepala Bappeda Klungkung menggelar rapat dengan Bappeda Provinsi Bali dan Pemkab Karangasem. Sayang-nya, usulan anggaran pemkab ke pemerintah pusat dipangkas Rp 9,7 miliar. Dari usulan ang-garan pembangunan fisik Rp 20 miliar, Kemen-terian Kesehatan hanya menyetujui Rp 15 miliar (dipangkas Rp 5 miliar). Demikian pula usulan untuk alat kesehatan Rp 7 miliar, hanya disetujui Rp 2,3 miliar (dipangkas Rp 4,7 miliar). Uru-san pangkas- memangkas, memang pemerintah jagonya.

l bagiarta

MBP/ole

Belajar di Bawah Terpal

MBP/eka

Air Sumur Warga Menyusut

MBP/dok

Dana RS Pratama Dipangkas

21 - 27 Oktober 201312

Suap mengalahkan pilihan politik publik dalam bingkai pilkada langsung. Putusan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan pilihan final, meskipun hanya dis-idangkan oleh tiga hakim. Putusan para hakim ini bisa

menganulir pilihan politik publik terhadap calon pejabat publik yang melibatkan jutaan pemilih. Para hakim yang gampang disuap ternyata bisa menentukan pimpinan daerah walaupun fakta politiknya, kalah dalam pemilihan langsung.

Pencermatan terhadap kinerja hakim MK ini pun belakan-gan menguat, setelah Ketua MK Akil Mochtar ditangkap KPK karena menerima suap dalam kasus Pilkada Kabupaten Gunung Mas, Kaltim dan Pilkada Lebak, Banten. PDI-P yang merasa dirugikan dalam putusan Pilkada Bali pun kini mengajukan eksaminasi. PDI-P menuntut putusan hakim MK yang meme-nangkan Mangku Pastika – Sudikerta dikaji ulang. KPK diminta melakukan investigasi atas putusan tersebut.

Langkah Tim Hukum DPP PDI-P melaporkan soal dugaan suap dalam sengketa Pilkada Bali ke KPK, diapresiasi berbagai kalangan. Pengamat hukum yang juga advokat Fahmi Yanuar Siregar menilai wajar jika Tim Hukum DPP PDI-P melaporkan dugaan suap sengketa Pilkada Bali. Ia pun berharap laporan itu bisa ditindaklanjuti oleh KPK. “Apa yang dilakukan Tim Kuasa Hukum PDI-P itu hal yang wajar. Mengingat ada persoalan saat proses sengketa Pilkada Bali yang dipimpin Akil Mochtar. Kami harapkan KPK mampu menindaklanjuti laporan PDI-P itu,” kata Fahmi.

Menurutnya, sah-sah saja pihak yang dikalahkan dalam sengketa Pilkada Bali melakukan upaya hukum selama upaya hukum itu sesuai koridor. “Begitu Akil ditangkap KPK dalam dugaan suap dua pilkada, banyak laporan soal dugaan suap sengketa pilkada yang dipimpin Akil,” ucapnya.

Apa pun hasil atas laporan adanya dugaan suap dalam seng-keta Pilkada Bali ke KPK, lanjutnya, tidak akan memengaruhi atau menganulir hasil Pilkada Bali. Sebab, putusan MK bersifat final dan mengikat.

Laporan ke KPK itu sebagai proses hukum dan pembelajaran

politik serta hukum kepada publik. “Kalaupun terbukti ada suap dalam putusan sengketa Pilkada Bali, hal itu tidak akan menganulir putusan MK. Namun akan ada proses hukum bagi yang memberi suap,” ujarnya.

Ia berharap PDI-P mampu menunjukkan bukti kuat atas adanya dugaan suap dalam putusan sengketa Pilkada Bali. “Dengan keberanian Tim Hukum PDI-P melaporkan ada dugaan suap, saya yakin PDI-P mempunyai bukti-bukti yang kuat dan mendukung,” ujarnya.

Terkait dengan berkuasanya para hakim MK dalam mengam-bil putusan terhadap sengketa pilkada, politisi Drs. Made Su-partha, S.H., MBL. berharap pemerintah dan semua komponen di negeri ini meninjau kembali kewenangan MK dalam memutus sengketa pilkada. ‘’Ketika hakim MK integritasnya diragukan, bisa jadi pejabat publik yang berkuasa adalah pasangan yang sebenarnya kalah saat pilihan langsung. Kewenangan hakim MK yang mutlak dan putusananya tanpa kasasi ini membuat kekua-san MK dalam sengketa pilkada sangat mutlak,’’ ujarnya.

Kekuasaan mutlak ini bisa membuat hakim MK menganu-lir pilihan rakyat berdasarkan besaran suap. Ini akan menjadi ironi pemerintahan, mengingat bisa jadi pejabat publik yang berkuasa sebenarnya bukan pejabat publik yang dikehendaki rakyatnya.

Anggota Komisi I DPRD Bali ini berharap penangkapan Akil Mochtar dalam kasus suap pilkada mencerminkan bobroknya lembaga peradilan. Kekuasaan ini harus ditinjau dengan alter-natif, sengketa pilkada dikembalikan kepada Mahkamah Agung (MA) dengan limit waktu yang jelas. Atau, pilkada langsung ditinjau dengan memberikan mandat kepada para wakil rakyat memilih pejabat daerah. Cara-cara ini layak dikaji untuk mene-kan peluang terjadinya pembiasan terhadap demokrasi. ‘’Pilihan rakyat bisa dirugikan ketika hakim MK memutus perkara ber-dasarkan besaran suap. Ini ironis dan menggerogoti demokrasi publik,’’ kritiknya.

Dira Arsana/Widana

Suap, MenganulirPilihan Rakyat

Suasana sidang gugatan Pilkada Bali di Mahkamah Konstitusi (MK). Ke-terangan saksi yang diajukan Tim Kuasa Hukum PAS diabai-kan para hakim MK yang diketuai Akil Mochtar.

MPB/ade

P O L I T I K

21 - 27 Oktober 2013 13

Penangkapan Akil Mochtar menyeret sejumlah politisi dan praktisi hukum. Gubenur Banten Ratu Atut ikut dicekal. Ratu Atut merupakan salah satu pengurus DPP Parati Golkar. Tak hanya itu, kader Golkar Chairun Nisa

yang kini duduk di DPR-RI juga terseret. Ia menjadi tersangka perantara suap kepada Akil Mochtar, Ketua MK yang telah mengundurkan diri pascaditahan KPK. Akil Mochtar sebelum menjabat Ketua MK juga merupakan kader Golkar dan sempat menjadi anggota DPR-RI. Fakta hukum ini pun diprediksi akan berimbas pada Partai Golkar.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar Agung Laksono mengang-gap kasus dugaan suap yang menyeret Chairun Nisa secara tidak langsung berdampak ke Partai Golkar. Walaupun, kata dia, kasus korupsi yang disangkakan pada anggota komisi pemerintahan Dewan Perwakilan Rakyat itu tak ada kaitannya dengan partai. “Makanya dia sebaiknya mundur supaya partai tak tersandera,” kata Agung Laksono kepada wartawan.

Chairun Nisa merupakan Ketua Dewan Pengurus Pusat Partai Golkar Bidang Seni dan Budaya. Anggota DPR di Komisi Pe-merintahan kembali masuk calon legislator Partai Golkar nomor urut 1 dari daerah pemilihan Kalimantan Tengah. Pekan lalu, Chairun Nisa ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK bersama-sama dengan Akil Mochtar. Keduanya dan empat orang lainnya disangka melakukan tindak pidana suap atas sengketa pemilihan kepala daerah Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Akil Mochtar kemudian melayangkan surat pengunduran diri ke Mahkamah Konstitusi.

Agung mengaku Partai Golkar telah mengantisipasi adanya pihak yang berupaya memanfaatkan kasus Chairun Nisa untuk menjatuhkan partainya. Sikap resmi Partai Golkar akan dibi-carakan dalam rapat internal partai. Namun dia mengaku belum bisa memerinci langkah partai itu. “Yang jelas kasus ini tidak menyangkut partai,” katanya. ‘’Ini adalah risiko sendiri-sendiri dari anggota,” ujarnya.

Di lain pihak, pengamat politik Mulyana W Kusumah me-nilai proses hukum terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK)

nonaktif Akil Mochtar, harus menjadi momentum koreksi insti-tusional internal untuk menguatkan kinerja MK. Hakim tanpa integritas akan menjadi bom waktu kehancuran. ‘’Pemulihan citra kelembagaan MK sebagai benteng demokrasi konstitu-sional harus didukung segenap kekuatan politik demokratik,’’ ujarnya.

Ia pun berharap proses hukum terhadap Akil di KPK jangan menundukkan MK demi kepentingan politik tertentu. Menurut-nya, bila terjadi pelemahan, penundukan, serta pelumpuhan MK, maka berpotensi menutup jalur hukum untuk menyelesaikan berbagai bentuk ketidakadilan konstitusional, bahkan dapat menimbulkan krisis ketatanegaraan.

Indonesia sebagai negara ke-78 yang membentuk Mahkamah Konstitusi pada 10 tahun lalu, kata Mulyana, pada satu sisi telah membangun citra internasional sebagai negara hukum modern. Pada sisi lain, Indonesia melakukan langkah maju dengan melahirkan institusi strategis yang mengawal demokrasi konstitusional.

Di negara-negara hukum modern seperti Prancis, menurut Mulyana, wewenang MK (Conseil Constitutionnel) adalah pemegang otoritas konstitusional tertinggi, dengan wewenang antara lain melakukan supervisi atas pileg dan pilpres, serta memastikan legitimasi referendum. “MK Prancis sekarang beranggotakan antara lain tiga mantan presiden, yaitu Valery Giscard d’Estaing, Jacques Chiraq, dan Nicolas Sarkozy. MK di Jerman, Bundesverfasssungsgericht, punya tugas utama yang sama,” ungkap Mulyana yang juga Direktur Seven Strategic Studies (7SS).

Di Indonesia, Pasal 24 C UUD 1945 ayat (1) menegaskan bahwa MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan tera-khir, yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD. Juga, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran parpol, dan memutus perselisihan hasil pemilu.

Dira Arsana

Golkar TerimbasSuap Akil Mochtar

Akil Mochtar

MBP/ade

21 - 27 Oktober 201314

Kerajinan genteng Pejaten, Kecamatan Kediri, Tabanan, menjadi primadona di Bali. Sayangnya, seiring perkem-

bangan zaman, sentra kerajinan ini mulai terseok-seok. Penyebab utama, pasokan tanah liat sebagai bahan baku genteng nyaris habis. Sedangkan permintaan genteng dari masyarakat Bali terus men-ingkat.

Krisis bahan baku tanah lokal ini mulai dialami para perajin tahun 1995 silam. Penyebabnya, kandungan tanah liat dari lahan warga terus dikeruk. Tanah liat un-tuk genteng kini berangsur habis. Kedala-mannya hanya sekitar 2-3 meter. Terpaksa para perajin mulai mencari tanah liat ke

luar Kediri. Awalnya, di sekitar desa, lalu berlanjut di kecamatan lain di Tabanan. ‘’Sekarang, pasokan tanah liat untuk genteng hampir seluruhnya didatangkan dari luar Kecamatan Kediri. Mulai Ker-ambitan, Selemedeg hingga Penebel,’’ kata tokoh perajin genteng Pejaten, Putu Oka Mahendra, beberapa waktu lalu.

Krisis bahan baku lokal ini, kata Oka, tak membuat perajin kelimpungan. Ha-nya, biaya yang dikeluarkan lebih besar. Rata-rata harga tanah liat mencapai Rp 400.000 per truk. Kebutuhan tanah liat rata-rata 30-50 ton per hari. Angka ini di-dasarkan pada jumlah perajin genteng di Pejaten yang menembus 1.000 KK lebih. Setiap perajin biasanya menghasilkan

300-500 biji genteng per hari, tergantung permintaan. Sementara satu biji genteng membutuhkan 1 kg tanah liat. Tingginya kebutuhan tanah liat ini, membuat paso-kan tanah liat lokal cepat habis. ‘’Selain pasokannya habis, kecenderungan men-datangkan tanah liat dari luar desa kar-ena kualitasnya lebih bagus,’’ kata Oka. Sehingga, perajin genteng Pejaten lebih tertarik berburu tanah ke luar desa.

Menurutnya, pasokan tanah dari luar ini banyak ditangani pengepul, sehingga perajin hanya tinggal memesan. Selain tanah liat, bahan lain yang mengandal-kan pasokan dari luar adalah serabut ke-lapa. Bahan pembakar genteng ini harus didatangkan dari Jembrana. Harganya

Krisis Tanah Genteng

Perajin menunjukkan tempat pengeringan genteng yang kosong akibat krisis tenaga kerja di sentra kerajinan

genteng Desa Pejaten, Kediri, Tabanan.

MBP/udi

L I N G K U N G A N

Rp 850.000 per truk. Saat musim hujan, perajin harus menunggu untuk mendapatkan pasokan serabut kelapa. Sebab, saat hujan, pasokannya ikut ngadat. Meski dihadang berbagai ken-dala, kata Oka, para perajin genteng di desanya tetap eksis. Apalagi, permintaan genteng terus mengalir sepanjang tahun. Kerajinan ini menjadi penopang ekonomi warga. Seiring permintaan, harga genteng cenderung naik. Kini, sudah menembus Rp 1,1 juta per 1.000 biji. Selain genteng, kerajinan keramik juga eksis di desa set-empat. Bedanya, bahan baku didatangkan dari Belitung dan Kalimantan. Sebab, untuk pembuatan keramik membutuhkan tekstur tanah yang khusus. Karena itu, hanya beberapa gelintir perajin yang menekuni usaha ini.

Kalah dengan TKI Tak hanya bahan baku, krisis tenaga

kerja juga melanda perajin genteng Pejaten. Selama ini, mereka hanya men-gandalkan tenaga dari luar daerah, seperti Jawa dan Lombok. Krisis tenaga sudah berlangsung lama, sekitar empat tahun terakhir. Kebanyakan, mereka memilih pulang kampung dengan berbagai alasan. Ada yang mengaku capek, sisanya memi-lih menjadi TKI. ‘’ Mungkin karena gaji TKI lebih tinggi daripada buruh genteng,’’ kata Made Santra (50), salah satu perajin genteng. Pria ini tinggal memiliki satu buruh dari empat buruh sebelumnya.

Padahal, ongkos mencetak genteng lumayan mahal, Rp 110.000 per 1.000 biji. Dalam sehari, buruh pencetak bisa menghasilkan hingga 500 biji. Buruh pembakaran upahnya jauh lebih mahal, Rp 150.000 per 1.000 biji. Meski begitu, para buruh ini lebih tergiur dengan gaji TKI. Akibat krisis tenaga, banyak perajin terpaksa menjalankannya sendiri. Seperti

yang dilakukan Made Santre. Dia bersama satu buruhnya mencetak genteng hingga melakukan pembakaran. Risikonya, tak bisa melayani pesanan dengan cepat. Dengan tenaga sendiri, dia hanya mampu mencetak genteng maksimal 200 biji per hari. Padahal, permintaan genteng terus mengalir. ‘’Saya punya pesanan sekitar 7.000 biji genteng. Tetapi, harus bersabar karena tenaganya tidak ada,’’ keluhnya. Perajin genteng, kata Santra, kebanyakan kaum tua. Jarang sekali, para remaja mau terjun menekuni kerajinan ini. Dia khawatir, sentra kerajinan genteng akan punah lantaran tak ada regenerasi. Karena itu, dia berusaha menanamkan ke anak-anaknya belajar membuat genteng. Sehingga kerajinan khas Tabanan ini tetap berlanjut sampai kapan pun. Apalagi, kualitas genteng Pejaten cukup dikenal di Bali.

Budi Wiriyanto

Perajin sibuk membuat genteng di Desa Pejaten, Kediri, Tabanan.

MBP/udi

16

21 - 27 Oktober 201316

Pulau Serangan adalah salah satu kelu-rahan di wilayah Kota Denpasar yang terbentuk (hari jadi) pada tahun 1992. Letaknya di bagian selatan Denpasar,

sekelilingnya terdapat hutan mangrove (pohon bakau), terpisah dari Pulau Bali. Penduduknya kurang lebih berjumlah 700 KK, yang tersusun dari berbagai suku dan agama. Dahulu mereka merupakan orang-orang pantai dalam arti ber-mata pencaharian sebagai nelayan.

Dari “SCETO Bali Tourism Study 1971”, Pulau Serangan ditetapkan sebagai konservasi taman bawah laut tanpa sentuhan perlakuan. Kemudian BPRIP Bali 1981 mengarahkan penataan Pulau Serangan sebatas keperluan rekreasi pulau alam lestari. Tempat Pura Sak-enan, yang merupakan salah satu dari Sad Kahyangan, sebagai pusat ritual budaya Bali di hari Kuningan.

Masalah bermula dari keinginan Kodam Udayana untuk “menyelamatkan” dan melestarikan Serangan dari abrasi dan kerusakan lingkungan. Sebuah pola yang kini coba ditiru, atau diulang dalam rencana reklamasi Teluk Benoa. Rencana ini tertuang dalam Surat Persetujuan Gubernur Ida Bagus Oka tentang izin lokasi pengelolaan dan pengembangan kawasan di Pulau Serangan dan sekitarnya dengan Nomor 593.5/20016/B.B Pem, tanggal 24 Desember 1991 kepada PT Bali Turtle Island Development (PT BTID) milik Bambang Triatmojo.

Rencana reklamasi berbasis mega-bisnis pariwisata ini, kian me-luas dua tahun kemudian ketika Hutomo Mandala Putra (Tommy), adik Bambang di bawah bendera PT Marina Sindang Laut (PT MSL) diberikan Surat Izin serupa dengan Nomor 556/594/Bapedda tahun 1993, tertanggal 21 Juli. Surat izin Gubernur Oka itu memberikan catatan kepada PT MSL untuk berkonsultasi dengan PT BTID, se-hingga terdapat keserasian dalam perencanaan dan memperhatikan hutan bakau dalam rangka Taman Hutan Raya (Tahura). Kemudian diikuti PT Bali Benoa Marina, yang diduga masih di bawah bendera perusahaan milik keluarga Cendana dan kroninya.

Pembangunan Pulau Serangan berdasarkan rencana yang akan dilaksanakan dari luas 112 hektar, nantinya di reklamasi 379 ha sehingga total Pulau Serangan menjadi 491 ha. Namun, sampai saat ini total areal yang telah direklamasi seluas 269 ha. Sehingga total Pulau Serangan saat ini adalah 381 ha. Dengan demikian areal tersebut akan dialokasikan seluas 110 ha.

Sesuai dengan rencana areal tersebut akan dialokasikan untuk: lapangan golf, logoon, Yacht Club (Kelompok Kapal Pesiar), Beach Club House (kelompok rumah pantai), dermaga penyeberangan Marina/Ferry, vila, kios dan restoran, sarana penangkaran penyu dan penelitian mangrove, sarana dan prasarana pemukiman penduduk, serta pembangunan jalan layang.

Seiring waktu, kegiatan yang dilakukan oleh BTID baru pada

tahapan reklamasi penataan-penataan lokasi logoon, pembuatan kanal, pembersihan lahan, pembuatan jalan. Namun karena krisis moneter, habisnya izin eksplorasi dari Departemen Per-tambangan, serta permohonan DPRD Bali untuk menghentikan reklamasi sejak 30 Juli 1997, keber-lanjutan reklamasi tak berkepastian hingga kini.

Sejak datangnya megaproyek BTID (Bali Turtle Island Development) tahun 1993 Pulau Serangan direklamasai, sehingga keberadaan pulau yang dulunya indah, yang membuat orang Bali selalu kangen sesuai arti kata ‘Seran-gan’ yaitu sira angen. Kini menjadi sira inget, atau siapa ingat dan peduli?

Keberadaan Serangan kini sungguh sangat memprihatinkan dalam segi kerusakan ling-kungan dan berdampak bagi kehidupan sosial, ekonomi dan budaya. Pohon bakau ditebang dan direklamasi. Serangan yang dulu berbentuk

seperti kura-kura luasnya sekitar 112 ha, sesudah direklamasi luas-nya menjadi 400-an hektar lebih, dan menyatu dengan daratan Bali. Akibatnya abrasi di pantai sekitarnya, Sanur dan seterusnya.

Tata ruang kawasan reklamasi Pulau Serangan sepertinya mengabaikan aspek sosial, ekonomi dan budaya. Reklamasi telah memberi dampak peralihan pada pola kegiatan sosial, budaya dan ekonomi maupun habitat ruang perairan masyarakat sebelum dire-klamasi. Implikasi terhadap aktualisasi reklamasi Pulau Serangan adalah ketidakseimbangan ekosistem dengan parameter berkurang-nya habitat penyu hijau dan juga beberapa kerusakan lainnya. Di antaranya, reklamasi tersebut mengambil bahan dasarnya dengan cara melakukan pengerukan dasar laut sekitar Pulau Serangan yang menyebabkan rusaknya ekosistem dasar laut secara riil terjadi abrasi dan sedimentasi di daerah sekitarnya (Pantai Mertasari dan Pelabuhan Benoa) dengan efek lainnya yaitu perubahan sirkulasi arus laut karena pembangunan jalan yang menghubungkan Pulau Bali dengan Pulau Serangan.

Berdasarkan survei Walhi Bali 1998, diperkirakan kerugian materi (belum kerugian imaterial) diduga sebesar Rp 8,8 miliar per tahun. Hal ini dihitung dari pendapatan nelayan melaut per hari di kali dengan banyaknya nelayan di Pulau Serangan. Masyarakat terpaksa melakukan pencurian karang akibat dari matinya mata pencaharian mereka sebagai nelayan untuk menunjang kehidupan mereka. Kita patut berterima kasih kepada Wayan Patut, karena inisiatifnya berhasil mengatasi masalah ini, yang berbuah Kalpataru dari Presiden SBY.

Apa pun, reklamasi telah mematikan mata pencaharian nelayan Serangan karena ikan, udang, atau kepiting sebagai hasil tangkapan berkurang, atau tidak ada sama sekali. Dulu mencari yuyu, kini berburu mbak yu? Sehingga, kemudian berkembang menjadi men-jamurnya berbagai kafe remang-remang, lengkap dengan ancaman AIDS dan penyakit sosial lainnya.

Penulis, aktivis LSM

O P I N I

Dulu “Sira-angen”Kini “Sira-inget”?

Ngurah Karyadi

17

Pemerintah SBY sudah lama menyatakan serius berantas korupsi. Nyatanya kasus terus merebak dan tak terkendali. Setujukah anda penanganan kasus korupsi fokus, serius dan tuntas diawali dari Bali sebagai contoh terwujud-nya pe-merintah bersih?

75%

24%1%

Tidak setuju Setuju

Tidak tahu

grafis/de wiryawan

N = 635

Ketut Suatika, tersangka kasus korupsi Sound System Taman Budaya, masih tetap menjalankan rutinitasnya sebagai pejabat. Ia

tetap mendapat fasilitas pemerintah sebagai Kadisbud Bali. Predikat tersangka yang disandangnya tak membuat atasannya men-copotnya dari jabatan Kadisbud. Sebaliknya Pemprov Bali mengaku akan menyiapkan pengacara untuk membela tersangka korupsi ini. Tak hanya Suastika, Kepala Taman Bu-daya Bali Mantara Gandi juga tetap ngantor di Taman Budaya. Dengan status tersangka semestinya keduanya masuk bui.

Mencermati fakta-fakta ini, banyak kalan-gan menuding penegakan hukum di Bali sarat kompromi. Penegak hukum terlalu banyak berdalih untuk membiarkan para tersangka tetap di luar bui. Kuat dugaan ada kompromi kepentingan dalam penindakan terhadap tersangka korupsi. Dugaan ini sejalan dengan hasil jajak pendapat Pusat Data Bali Post.

Jajak pendapat yang digulirkan di seluruh Bali terkait degan agenda pemberantasan ko-rupsi dari Bali ini menunjukkan hasil bahwa 75 persen responden menyatakan setuju, kalau penindakan hukum secara tegas dan berkeadilan bisa dimulai dari Bali. Penegak

hukum di Bali bahkan di-ingatkan agar tidak rikuh menindak pejabat korup walaupun memiliki hubungan emosional, kekerabatan, termasuk hubungan latar belakang profesi. Penegak hukum juga diminta segera mena-han tersangka korupsi jika ingin membangun kepercayaan publik. Selebihnya, 24 persen menyatakan tak setuju pemberantasan ko-rupsi harus dimulai dari Bali. Responden menilai kejahatan korupsi kini telah menjadi wabah di seluruh negeri. Mestinya, aparat penegak hukum bertindak cepat di seluruh negeri, sehingga rasa keadilan publik terbangun. Selebihnya, 1 persen tak memberikan re-spons atas pertanyaan ini.

Menyikapi fakta ini, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Badung A.A. Ngurah Alit Wiraputra, S.H., M.H. mendesak agar pemer-intah pusat memberikan perha-tian serius terhadap Bali dalam penindakan hukum. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diminta mengubah peringkat buruk Indonesia soal korupsi, dimulai dari Bali.

Pasalnya, Bali sebagai kepulauan Indonesia juga tidak luput dari kasus-kasus yang men-coreng citra Indonesia di mata dunia inter-nasional. Seperti kasus proyek kemahalan, dana bansos dan kasus korupsi lainnya yang hingga kini belum terselesaikan.

Menurutnya, dengan menata Bali, pemer-intah secara tidak langsung telah menjaga citra Indonesia di mata dunia. Sebab, Bali sebagai destinasi internasional lebih dikenal ketim-bang Indonesia. Seperti diketahui, urusan korupsi, Indonesia masih jadi jawara di dunia. Bayangkan saja, Transparency International Indonesia (TII), sebuah LSM yang bergerak di bidang pemberantasan korupsi, menempatkan Indonesia di peringkat 118 dari 176 negara.

Release Transparency Internasional In-donesia menyebutkan bahwa IPK (Indeks Persepsi Korupsi) Indonesia adalah 32 (dari nilai tertinggi 100) dan oleh karena itu bera-da di peringkat ke-118 negara terkorup dunia di bawah Singapura, Brunei dan Malaysia. Peringkat buruk yang sudah di-release TII selama bertahun-tahun ini harus dijadikan momentum bersih-bersih.

Di Bali sendiri, Kejaksaan Tinggi mene-mukan 21 kasus korupsi di daerah itu selama periode Januari-Juni 2013. Semua kasus itu kini sedang dalam penanganan pihak Kejati Bali, sedangkan 15 kasus di antaranya su-dah masuk tahap penyidikan. Dari jumlah kasus yang sedang disidik, sebanyak tujuh di antaranya sudah masuk tahap peuntutan. Jumlah kasus yang sedang diselidiki pada tahun ini lebih banyak dibandingkan tahun lalu sebanyak 14 kasus. Begitu juga dalam tahap penyidikan lebih banyak tahun ini dibandingkan 2012 yang hanya 12 kasus. Namun, untuk tuntutan lebih banyak tahun lalu yang mencapai 15 kasus.

l Dira Arsana/Parwata

J A J A K P E N D A P A T

Penjarakan Tersangka Korupsi

MBP/eka

Ketut Suastika (tengah), tersangka kasus dugaan korupsi Sound System Taman Budaya, Bali setelah diperiksa penyidik Kejaksaan Tinggi Bali.

P E N D I D I K A N

Janji manis yang digembar-gemborkan pemerin-tah menyelenggarakan pendidikan dengan biaya murah dan terjangkau tanpa mengabaikan unsur kualitas, tampaknya masih sekadar pemanis

bibir semata. Begitu membuai di tataran wacana, tapi sangat menyesakkan dada dalam tataran aksi nyata. Realitanya, praktik-praktik pembebanan biaya pen-didikan yang besarannya “mencekik leher”, sehingga membuat para orangtua siswa megap-megap terus saja berlangsung. Bukan rahasia lagi, biaya pendidikan di SMP/SMA negeri kini sudah dibandrol dengan harga jutaan rupiah. Pihak sekolah senantiasa berdalih bahwa pembebanan biaya pendidikan yang gila-gilaan itu sudah atas restu komite sekolah.

Sungguh sebuah ironi di saat pemerintah gencar-gencarnya mengumandangkan program Wajib Belajar (Wajar) Pendidikan Dasar Sembilan Tahun yang kini dilanjutkan dengan Program Wajar 12 Tahun. Jika kondisi paradoks ini dibiarkan terus berlanjut, niscaya bayang-bayang drop out (putus sekolah - red) makin menghantui ribuan siswa miskin di seantero Bali. Dengan sangat terpaksa, mereka harus ”terusir” dari bangku pendidikan formal sebelum sempat mengeng-gam selembar ijazah yang diidam-idamkan. Lantas, langkah antisipasi seperti apa yang mesti diambil para

decision maker bidang pendidikan agar barisan siswa putus tidak makin memanjang?

Ketua Dewan Pendidikan Kota Denpasar Dr. Ir. Putu Rumawan Salain, M.Si. dan Wakil Ketua Komisi IV DPRD Bali Ketut Kariyasa Adnyana, S.P. men-gatakan standardisasi biaya pendidikan merupakan sebuah keharusan guna mencegah terjadinya praktik-praktik pembebanan biaya pendidikan yang supert-inggi. Tanpa adanya standardisasi biaya pendidikan, keduanya mengaku pesimis komitmen pemerintah memangkas angka siswa putus sekolah berakhir den-gan happy ending. Yang terjadi bisa jadi sebaliknya. Angka drop out malah terus bertambah panjang dan ”beranak-pinak”.

Secara terus terang, keduanya mengaku ngeri melihat besaran biaya pendidikan yang dibebankan sejumlah SMP/SMA negeri kepada orangtua siswa baru pada tahun ajaran lalu. Besarannya sudah ber-saing bahkan ada yang lebih tinggi dari biaya yang dipatok perguruan tinggi. Makanya, banyak orangtua siswa yang menjerit dan mengeluhkan permasalahan itu kepada anggota Dewan. Sayangnya, pihak De-wan tidak bisa berbuat banyak mengingat penetapan biaya pendidikan itu sudah mendapat persetujuan dari komite sekolah.

Standardisasi Harga Mati Biaya Pendidikan Mencekik Leher

Putu Rumawan Salain

Ketut Kariyasa Adnyana

MB

P/S

umat

ika

MBP/Ist

21 - 27 Oktober 2013 19

‘’Saya berharap Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) kabupaten/kota di Bali sece-patnya menetapkan standardisasi biaya pendidikan di setiap jenjang satuan pendidikan dan diberlakukan dengan konsisten. Itu merupakan harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar lagi jika kita benar-benar punya komitmen bulat untuk menyelamatkan pendidikan anak bangsa ini,’’ tegas mereka kompak.

Menurut Karyasa, biaya pendidikan yang makin melambung tinggi merupakan salah satu potret buram dunia kependidikan Bali. Dia berharap para pemegang kebijakan di bidang pendidikan menyikapi permasala-han itu dengan serius. Jangan biarkan pihak sekolah bergerak “liar” untuk melakukan “pemerasan” terstruk-tur dan tersistematisasi dengan berlindung di balik jar-gon indah: ‘‘Demi Peningkatan Kualitas Pendidikan!’’ Rambu-rambu harus secepatnya ditetapkan, sehingga pihak sekolah tidak leluasa melakukan pungutan demi pungutan yang sangat potensial memupus harapan

dan kesempatan tunas-tunas bangsa untuk menikmati pendidikan yang layak. ‘’Harus ada pembatasan itu. Bentuknya, ya... standardisasi biaya pendidikan,’’ kata wakil rakyat asal Buleleng ini.

Kendati begitu, Kariyasa Adnyana dan Rumawan Salain mengingatkan agar standardisasi itu tidak diberlakukan secara pukul rata. Dikatakan, pemerintah daerah harus tetap menjamin keberlanjutan pendidikan siswa-siswa dari keluarga miskin. Artinya, mereka wajib dibebaskan dari segala kewajiban pembebanan biaya pendidikan atau biaya pendidikan siswa-siswa dari keluarga miskin ini disubsidi sepenuhnya oleh pemerintah. ‘’Keberpihakan pemerintah terhadap siswa miskin harus ditingkatkan. Mereka wajib dijatahkan beasiswa secara penuh, sehingga keberlanjutan proses pendidikannya terjamin,’’ tegas Rumawan Salain yang dibenarkan oleh Kariyasa Adnyana.

l Sumatika

21 - 27 Oktober 201320

M A N C A N E G A R A

Sedikitnya 274 jenazah ditemukan dalam kecelakaan ka-pal di pesisir Sizilia. Kapal yang ditumpangi sekitar 500 pencari suaka itu tenggelam dekat Lampedusa setelah mengalami kebakaran pekan lalu. Di antara 93 orang

jenazah lelaki dan perempuan yang berhasil diangkat dari laut, empat masih anak-anak. “Saya belum pernah mengalami hal serupa selama bekerja di sini,” ungkap dokter Pietro Bartolo di lokasi. “Sayang bahwa kita tidak membutuhkan ambulans, tetapi mobil jenazah,” imbuhnya.

Sebuah kapal penangkap ikan melaporkannya setelah berhasil menolong sekitar 150 orang dari laut. Kapal-kapal dan helikopter penjaga perbatasan menyusuri perairan itu mencari ratusan orang yang belum diselamatkan. Floriana Segreto, seorang pejabat di Lampedusa, mengatakan bahwa sebagian korban yang berhasil ditemukan telah tewas dan dikhawatirkan jumlah korban tewas lebih banyak. Penyelam telah dikerahkan untuk mencari korban yang masih belum ditemukan.

Wali Kota Lampedusa Giusi Nicolini mengonfirmasi bahwa para penumpang kebanyakan berasal dari sub-Sahara Afrika. Se-bagian besar korban berasal dari Somalia dan Eritrea. Ini adalah kali kesekian para pencari suaka harus meregang nyawa.

Bukan hanya di Eropa, hal serupa juga terjadi di Indonesia beberapa waktu lalu. 22 orang meninggal dunia saat sebuah kapal yang berisi pencari suaka tenggelam di Perairan Cianjur. Kepolisian mengatakan perahu itu berangkat dari Pelabuhan Ratu untuk menuju Pulau Christmas di wilayah Australia.

Mengapa mereka nekat menempuh bahaya yang sedemikian besarnya untuk mencari suaka? Menurut Badan PBB untuk pen-gungsi, UNHCR, para pencari suaka biasanya berasal dari daerah yang penuh konflik seperti Suriah atau negara-negara di Afrika. Mereka berharap di negara yang mereka tuju, mereka akan menda-patkan perlindungan dan kehidupan baru yang lebih baik.

Negara favorit bagi para pencari suaka adalah Australia. Sak-ing membeludaknya para pencari suaka ke negeri kanguru terse-but, Perdana Menteri Australia sampai menyiapkan peraturan bahwa setiap pencari suaka akan dialihkan ke Papua Nugini. Tetapi ini tidak menyurutkan niat mereka yang rela menantang bahaya untuk pergi ke Australia.

Negara tersebut dipilih karena sebelumnya Australia sangat lunak terhadap pencari suaka. Prosesnya tidak serumit seperti di negara lainnya. Terlebih lagi, lapangan pekerjaan sangat luas tersedia di sana sehingga para pencari suaka berharap hidup mer-eka akan lebih baik. Jika ini terus berlanjut dan tidak ditemukan solusi yang baik maka Indonesia akan terkena imbasnya.

Indonesia merupakan jalur yang dilalui oleh para pencari suaka tersebut jika ingin ke Australia. Banyak pencari suaka yang ditangkap dan ditahan di rutan Imigrasi di berbagai daerah. Hal ini tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit, belum lagi untuk mengembalikan mereka ke negara asalnya. Maka dari itu solusi untuk masalah ini harus segera ditemukan.

l Gugiek Savindra

Pencari Suaka Bertaruh Nyawa

Beberapa ahli yang bekerja di Universitas Amerika men-erima Hadiah Nobel 2013 untuk bidang kedokteran. James Rothman dan Randy Schekman (keduanya warga Amerika) dan warga Jerman Thomas Sudhof

mendapat penghargaan untuk penelitian mereka mengenai ‘‘sistem transportasi sel’’. Para pemenang hadiah itu diumumkan pekan lalu di Stockholm.

Ilmuwan Amerika James Rothman (62) dan Randy Schekman (64) serta ilmuwan kelahiran Jerman Thomas Suedhof (57) se-cara terpisah memetakan jaringan kritis tubuh tempat gelembung sangat kecil yang disebut vesikel, yang membuat sel mensekresi-kan bahan-bahan kimia seperti insulin ke sekitarnya. Perangkat seluler yang telah berkembang miliaran tahun ini sangat sensitif sehingga gangguan fungsi sangat kecil pada mekanismenya pun bisa menyebabkan sakit serius hingga kematian.

“Lewat penemuan mereka, Rothman, Schekman dan Suedhof telah mengungkap sistem kendali transportasi dan pengiri-man kargo seluler yang sangat cermat,” kata Majelis Nobel di Karolinska Institute, Swedia, dalam pernyataan saat men-ganugerahkan hadiah 8 juta crown (1,2 juta dolar AS). Penelitian para ilmuwan tersebut tentang bagaimana sel-sel mengangkut materi dan bagaimana insulin, yang mengendalikan kadar gula darah, dibuat dan dilepaskan ke darah pada waktu dan tempat yang tepat.

Diabetes dan beberapa gangguan otak dikaitkan dengan masalah pada sistem transportasi vesikula. Komite Nobel mengatakan pekerjaan para ilmuwan itu akan membantu me-mahami gangguan penurunan sistem kekebalan dan otak seperti autisme.

“Temuan mereka bisa memiliki implikasi klinis pada penya-kit-penyakit psikiatri, tetapi saya kira mereka akan lebih berguna untuk memahami bagaimana sel-sel bekerja,” kata Professor Patrik Rorsman dari Oxford University.

Schekman, ahli genetik, pertama kali tertarik pada bagaimana protein bergerak dalam sel tahun 1974. Di University of Cali-fornia, Berkeley, ia mulai bekerja dengan ragi, mikroorganisme bersel tunggal. Riset menunjukkan temuannya berlaku sama pada sel-sel tubuh manusia.

Riset Schekman antara lain ditujukan untuk mempelajari apakah akumulasi protein pada amyloid otak pasien Alzheimer terjadi karena gangguan sistem vesikula. Suedhof, seorang ahli ilmu saraf, fokus khususnya pada otak dan pertanyaan tentang pikiran dan persepsi manusia, emosi dan aksi ditentukan melalui sinyal antara neuron-neuron, sel-sel yang membentuk bangunan sistem saraf.

“Ketertarikan utama saya adalah mencoba memahami ba-

gaimana neuron-neuron dalam otak berkomunikasi -- bagaimana proses ini terbangun selama perkembangan dan bagaimana mereka menjadi terganggu dalam autisme dan schizophrenia,” kata Suedhof.

Sementara Schekman mengatakan, risetnya lahir dari ke-inginan untuk memahami bagaimana satu sel berbicara dengan sel yang lain yang akan membantu memperdalam pemahaman tentang bagaimana otak bekerja. Suedhof mengatakan meski dia dan dua rekan penerima Nobel-nya bekerja terpisah namun mereka berkali-kali bertemu. “Berargumen dan kadang sepakat dan kadang tidak sepakat,” katanya lalu tertawa. Besar harapan bahwa penelitian ini akan membantu menyembuhkan berbagai macam penyakit yang selama ini masih sulit untuk ditangani.

l Gugiek Savindra

21 - 27 Oktober 2013 21

Nobel Kedokteran 2013

Pintu Penyembuhan Berbagai Penyakit

21 - 27 Oktober 201322

D A E R A H

Begitu diajak membicarakan kawasan pantai objek wisata Candidasa, Karangasem, Nyoman Sadra langsung pikirannya menerawang ke masa lalu. Dia langsung bernostalgia soal keindahan pantai itu sebe-

lum era 1980-an. Sadra yang anggota DPRD Karangasem itu, menceritakan bagaimana indah dan menyenangkan pantai saat itu. Bersama belasan teman-temannya seperti Nyoman Sardana alias Bapa Sardana asal Pesedahan, mereka suka bermain di pantai itu.

Saat itu selain pantai masih luas dan indah berpasir putih, ikan juga banyak. “Sore sampai malam hari dengan lampu stromking, kami nyundih be (mencari ikan dengan lampu - red),” tambah Sardana, mengenang masa mudanya. Sadra menambahkan, warga nelayan berbaur menangkap ikan. Paling mudah me-nangkap kepiting dan udang laut, serta jenis ikan pantai lainnya. Namun, keindahan Pantai Candidasa dengan ikan-ikannya kini tinggal kenangan.

Kondisi Pantai Candidasa kini sudah jauh berbeda. Selain dipadati hotel, penginapan dan restoran, pantainya juga sudah habis tergerus abrasi. Setelah tahun 1980-an pemilik hotel sal-ing berlomba membuat krib. Tujuannya mengamankan jangan sampai hotel dan lahannya ludes disapu abrasi. Meski sudah dibuatkan krib atau tanggul pengaman pantai, abrasi masih terus menerjang. Tembok hotel ada juga yang jebol. Pembangunan krib tanpa pertimbangan arah arus pantai membuat kondisi kian parah.

Pasir putih pun menghilang terutama di bagian barat. Soal-nya, lanjut Sadra yang juga aktivis lingkungan itu, krib menjadi penghalang bagi pasir untuk masuk dari laut. Padahal, selain batu kapur dari perbukitan, pecahan terumbu karang yang sudah

mati dan terus tergesek, itulah yang menjadi pasir putih. Namun, karena terhalang krib, hanya air laut yang menerpa bibir pantai atau membentur krib. Pasir tak ada masuk. Pasir putih tak ada di bagian barat. Akibatnya, tak ada tempat bermain di pantai. Turis tak ada tempat berjemur. Pantai sempit, berpasir hitam bahkan hanya batu koral. Candidasa pun jarang dikunjungi wisman. Candidasa sepi.

Praktisi Pariwisata Nengah Suparta menyampaikan keluhan senada. Candidasa menjadi kurang menarik, juga karena pasir putih hilang. Dulu masih ada pasir putih. Kini setelah pantai di depan Pura Batu Madeg diuruk (direklamasi), semua menjadi berubah. Menurut Suparta, saat dirinya masih menjadi Klian Banjar Dinas Samuh, ada janji Bupati Karangasem I Wayan Geredeg, setelah direklamasi lahan bakal diuruk dengan pasir putih. Namun, janji menguruk tak terpenuhi.

Kini lahan reklamasi yang direncanakan untuk areal publik, malah dipenuhi para pedagang yang membuka warung beratap terpal atau asbes.

Suasana menjadi makin tak indah. Turis dan manajer hotel dari kalangan orang asing kerap mengeluh. Soalnya, tempat menjadi kumuh, menjadi sarang tikus. Saat turis hilang, banyak karyawan hotel atau restoran gigit jari. Mereka ada yang beralih profesi menjadi guru atau menjadi pengabdi atau pegawai kon-trak daerah. Itu dirasa lebih menjanjikan. Ada juga yang tetap bertahan, di antaranya menjadi sopir atau yang mampu membeli mobil, membuka usaha rent car. Rebutan rezeki terjadi, bahkan antara sopir angkutan wisata freelance dengan pihak hotel ter-tentu. Sempat berulang kali terjadi protes, bahkan demo sopir.

l Budana

Tak Ada Tempat Turis Berjemur

Candidasa

21 - 27 Oktober 2013 23

Di balik sepinya kunjungan wisma ke hotel-hotel maupun penginapan di Candidasa, ternyata tak demikian dengan mulai tumbuhnya pembangunan vila yang berkedok rumah tinggal. Vila yang kebanyakan milik warga asing itu diduga juga meman-faatkan tenaga kerja asing. Menurut Kadis Naker Karangasem I Gusti Nyoman Arya Sulang mengatakan, pihaknya sudah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perpanjan-gan Izin Penggunaan Tenaga Kerja Asing untuk dibahas dan disahkan DPRD.

Diharapkan dengan Perda sebagai tindak lanjut dari peraturan pemerintah soal itu, akan menjadi langkah awal pendataan naker asing di Karangasem. Dia mengatakan, yang diketahuinya naker asing yang terdaftar dan terpantau sebanyak 13 orang. Namun, Arya Sulang yang asal Tabanan dan juga mantan Kabag Humas dan Protokol Setda Karangasem itu menduga masih ada yang lainnya yang belum terdata. Soalnya, selama ini izin dan visa mereka menjadi urusan pusat. Sejumlah sumber mengatakan tumbuhnya banyak vila bahkan berkedok rumah tinggal, men-jadi pemicu pula bangkrutnya banyak hotel di Candidasa dan sekitarnya.

Orang asing, ada juga pensiunan, sengaja ke Bali. Banyak di antara mereka ke Karangasem. Bahkan mereka membeli tanah yang harganya murah sampai ke pelosok-pelosok dan perbuki-tan. Ada juga menikahi pemuda atau gadis lokal. Tujuannya, apalagi kalau bukan lebih mudah mendapatkan tanah sampai ke

puncak bukit. Mereka mengatasnamakan orang lokal.Wisman itu membangun vila. Guna menghindari berbagai

kewajiban dari pemerintah, termasuk menghindari membayar pajak tinggi, lalu dibuat atas nama warga lokal. Bahkan ada wisman membeli tanah dan membangun vila di atas bukit di Tenganan Dauh Tukad. ‘‘Vilanya diduga tanpa izin. Namun bangunannya mewah, ada kolam renang di vila di atas bukit itu,” ujar warga.

Maraknya vila berkedok rumah tinggal selain memengaruhi tingkat hunian kamar hotel di Candidasa, juga merugikan Pem-kab Karangasem dari sisi PHR termasuk retribusi IMB dan izin-izin lain. Wisman tinggal lama tanpa membayar pajak. Mereka tak mengeluarkan biaya kamar hotel. Wisman yang tinggal di vila berkedok rumah tinggal juga sulit dipantau. Bisa jadi di antara mereka untuk memenuhi kebutuhan air rumah tangga, membuat sumur bor.

Air tanah disedot untuk mengisi kolam renang. Gratis pula menggunakan air tanah. “Ada informasi, wisman pemilik vila atau rumah tinggal datangnya malam hari. Mereka juga mungkin luput dengan kewajiban-kewajiban seperti layaknya orang tinggal di Bali,” kata seorang pengamat pariwisata. Dia berharap Pemkab Karangasem mendata dengan benar vila atau yang berkedok rumah tinggal. Termasuk tenaga kerja asing yang bekerja di perusahaan-perusahaan di wilayah Bumi Lahar itu.

l budana

Suburkan Pemilik Vila dan Naker Asing

21 - 27 Oktober 201324

K E S E H ATA N

Kota sejuk Bangli selalu diidentikkan dengan penderita gangguan jiwa alias buduh. Padahal, kenyataannya warga Bangli yang menderita penyakit yang biasa diistilahkan buduh alias

gila itu, bisa dihitung dengan jari. Lalu mengapa Bangli lekat menyandang stigma ‘’gila’’ tersebut? Realitas-nya tak cukup beralasan. Hanya karena di kabupaten berudara relatif dingin itu terdapat sebuah rumah sakit yang khusus menampung para penyandang gangguan jiwa. Rumah sakit jiwa di Bangli itu bahkan rumah sakit resmi pemerintah yang mengobati seluruh orang gila dari penjuru Bali.

Menyoal orang sakit jiwa, tiap tahunnya, kunjungan pasien yang menjalani perawatan di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Bali itu terus mengalami peningkatan. Ber-dasarkan data yang dimiliki RSJ total kunjungan pasien baik yang menjalani rawat jalan maupun rawat inap terus melonjak. Bahkan peningkatannya mencapai ratusan orang per tahun. Secara tidak langsung, hal ini mengindikasikan derajat kesehatan jiwa masyarakat Bali dari tahun ke tahun terus menurun secara signifikan.

Data itu dapat disimak di RSJ Bangli dalam lima tahun terakhir. Tercatat, tahun 2008 (7.087 orang), tahun 2009 (7.989 orang), tahun 2010 mencapai 8.029 orang. Tetapi tahun 2011 meningkat drastis 15.943, dan 2012 melonjak menjadi 19.923 orang. Jumlah kunjungan pasien yang men-jalani rawat inap 2008 sebanyak 4.451, tahun 2009 menca-pai 4.640, tahun 2010 berjumlah 4.920, tahun 2011 naik

5.234, dan tahun 2012 meningkat menjadi 5.060 orang.Kabid Pelayanan Medik RSJ Provinsi Bali dr. I Wayan

Sukrata, MPH. yang ditemui di RSJ menjelaskan, terjadinya peningkatan jumlah kunjungan pasien itu disebabkan be-berapa faktor. Tidak hanya karena tingkat gangguan jiwa masyarakat yang memang grafiknya meningkat, tetapi juga disebabkan kian tingginya tingkat kesadaran masyarakat memeriksakan kondisi kejiwaannya ke RSJ.

Faktor-faktor penyebab gangguan jiwa di masyarakat, kata Sukrata, sangat beragam. Gangguan jiwa bisa dipicu faktor genetik alias keturunan, selain itu pola asuh, stres dalam kehidupan serta lingkungan, termasuk juga tekanan sosial ekonomi. Gangguan jiwa (gila) sejatinya bisa dipu-lihkan secara perlahan. Memang penyembuhannya perlu proses waktu yang relatif panjang.

Untuk memulihkannya, pihak RSJ berupaya memberikan sejumlah pelayanan intensif. Pelayanan tidak saja di dalam gedung yang meliputi rawat jalan dan rawat inap, juga pelayanan di luar gedung yang menyasar pada pelayanan terintegrasi ke sejumah puskesmas di Bali. “Ada home visit dan home care bagi pasien yang bermasalah. Misalnya, pasien yang jarang kontrol, sering kumat, dan sebagainya,” papar dr. Sukrata. Penanganannya memang ekstra, meski kondisi kejiwaannya dianggap telah pulih dan diperbole-hkan pulang, pihak RSJ tetap rutin melakukan kunjungan mengontrol kondisi pasien.

l Swasrina

”Buduh”, Kirim Saja ke Bangli!

Jenis JumlahPenyakit Kasusr Gangguan Psikotik 7.086r Gangguan Kepribadian -r Gangguan Neurotik 1.594r Ketergantungan Alkohol/Obat 810r Retardasi Mental 646r Gangguan Bermula Pada Bayi/Anak/Remaja 120r Shchizoprenia 5.477r Epilepsi 10.340r Penyakit Saraf Lainnya 4.361

Total 30.434

21 - 27 Oktober 2013 25

Standar kesehatan tidak hanya dilihat dari segi fisik tetapi juga psikis. Gangguan kesehatan psikis atau jiwa akan berpen-garuh berarti pada kondisi fisik seseorang. Di Bali sendiri, orang menderita gangguan jiwa berat atau Schizoprenia berjumlah 5.477 orang.

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Bali, penyakit ke-jiwaan dibagi atas 9 tipe yaitu gangguan psikotik, gangguan kepribadian, gangguan neurotik, ketergantungan alkohol/obat, retradasi mental, gangguan sejak bayi/anak/remaja, schizopre-nia, epilepsi dan penyakit saraf lainnya.

Pada tahun 2012 untuk sakit schizoprenia atau masyarakat umum mengenal dengan istilah ‘’gila’’, menduduki peringkat ke-3 dari 9 penyakit kejiwaan setelah epilepsi (10,320 kasus) dan gangguan psikotik (7.086 kasus).

Kepala Dinas Kesehatan Bali dr. Ketut Suarjaya mengatakan, untuk membantu penanganan pasien gangguan jiwa dialokasi-kan Pemprov Bali di mana pengelolaannya dilakukan oleh RSJ Bangli. Penemuan pasien gangguan jiwa di masyarakat bekerja sama dengan pihak RSJ Bangli, kepolisian, aparat desa sampai masyarakat.

Penanganan pasien gangguan jiwa di masyarakat khusus-nya, telah dibentuk TPKJM (Tim Pembina Kesehatan Jiwa Masyarakat) yang bertugas melakukan penyuluhan, pembinaan, monitoring, evaluasi kasus-kasus ganggan jiwa. “Penanganan-nya disesuaikan Standar Operasional Prosedur. Apabila pasien memerlukan penanganan lanjutan maka akan dirawat di RSJ dan jika membaik akan dilakukan perawatan lanjutan berupa terapi lingkungan dengan memberi keterampilan khusus. Dan akhirnya dikembalikan ke keluarganya,” jelas Suarjaya.

Pembiayaan perawatan pasien gangguan jiwa berat, lanjut Suarjaya, sama saja dengan pasien penyakit lain. Pembiayaan disesuaikan dengan tanggungannya yaitu pasien umum, askes, JKBM, maupun Jamkesmas. “Jika pasiennya telantar tentunya akan dibantu Dinas Sosial dan Jamkesmas,” ujar Suarjaya.

Di Bali, diprediksi ada sekitar 800 orang mengalami gang-guan jiwa tak terkendali yang membutuhkan perawatan di RSJ. Namun jika dilihat daya tampung RSJ Bangli yang hanya 300 orang, maka kira-kira masih ada 500 gangguan jiwa berat tak terkendali yang belum mendapatkan penanganan.

Kata Suarjaya, angka kesakitan gangguan jiwa berat dari total jumlah penduduk perbandingannya rata-rata 2.000 per juta penduduk. Jika penduduk Bali ada 4 juta, maka diperhitung-kan ada 8.000 penduduk menderita gangguan jiwa berat atau schizoprenia. Angka itu sekitar 10 persennya tidak terkendali. Kesimpulannya diperoleh jumlah 800 orang masyarakat gang-guan jiwa berat tak terkendali di Bali.

Lanjut Suarjaya, semua pasien gangguan jiwa tidak terkendali harus mendapatkan penanganan serius. Karena itu diharapkan kerja sama masyarakat untuk melaporkan jika ada temuan kasus ,baik ke pihak aparat keamanan maupun Dinas Sosial.

l Wira Sanjiwani

tak sedikit para penderita gangguan jiwa di Bali menda-pat perlakuan tidak manusiawi. Mereka terpaksa hidup da-lam kondisi sangat memprihatinkan. Satu contoh Sang Made Suardika (22) asal Dusun Galiran, Desa Jehem, Kecamatan Tembuku, Bangli yang menderita gangguan jiwa. Karena dikhawatirkan mengamuk, Suardika oleh keluarganya kemudian dipasung. Tragisnya, pemasungan itu dilakukan pada sebuah kandang babi bekas milik keluargannya. Sang Made Suardika, kata keluarganya, telah mengalami riwayat gangguan jiwa sejak tahun 2009 silam. Sebelum dipasung, Suardika sempat menjalani perawatan di RSJ Bangli. Akan tetapi, kondisi kejiwaannya tidak juga kunjung membaik. Bahkan, sejak dua bulan terakhir, Suardika tiga kali ka-bur dari RSJ. Sesampai di rumahnya, Suardika bukan saja melakukan pengancaman. Dia bahkan melakukan penga-niayaan kepada sejumlah anggota keluarga yang menam-pungnya. Ketakutan dan kekhawatiran itu memaksa pihak keluarganya memasung Suardika menggunakan balok kayu dan menggunakan alas kasur sebagai tempat tidurnya. Pe-masungan itu memaksa anggota kepolisian Polsek Tembuku mendatangi rumahnya. Setelah aparat melakukan mediasi dengan pihak keluarga, Sang Made Suardika akhirnya berha-sil dibebaskan dari pemasungan dan selanjutnya dirujuk ke RSJ Bangli pada Kamis, 19 Oktober 2013 lalu.

Dr. Sukrata meyakini, penderita gangguan jiwa yang mengalami pemasungan cukup banyak. Bahkan cenderung meningkat. Tahun 2012 lalu tercacat 32 kasus pemasungan yang berhasil ditangani. Jumlah itu meningkat di tahun 2013. Hingga September tahun ini, pihaknya sudah menangani 38 penderita gangguan jiwa yang dipasung. Jumlah itu dimung-kinkan masih meningkat seiring masih tingginya stigma buruk terhadap penderita gangguan jiwa di masyarakat. “Se-bagian masyarakat masih malu kalau ada anggota keluargan-ya yang menderita gangguan jiwa sehingga dirahasiakan dan tidak mendapat penanganan yang optimal,” kata dr. Sukrata.

Untuk memulihkan kejiwaan pasien yang dipasung, kata Sukrata, perlu penanganan lebih intensif dibandingkan pasien yang tidak dipasung. Pasien gangguan jiwa yang tidak dipasung, biasanya hanya memfokuskan pada pembe-rian pelayanan psikis. Namun khusus pada penderita gang-guan jiwa pemasungan, pihaknya memberikan pelayanan psikis dan fisik dengan memberikan perawatan pada luka bekas-bekas pasungan dan juga bekas luka lainnya. Meny-inggung masih banyaknya penderita gangguan jiwa menga-lami pemasungan di Bali, Menteri Kesehatan RI dr. Nafsiah Mboi ketika mengunjungi RSJ Bangli menyatakan sangat prihatin. Menkes menekankan keberadaan puskesmas di tengah-tengah masyarakat agar difungsikan sebagai pe-layanan kesehatan jiwa juga. Dengan cara ini bisa dilakukan penanganan secara desentralisasi, dengan memungsikan puskesmas-puskesmas untuk mengakomodasi orang sakit jiwa di desa-desa, sehingga program pemerintah Indonesia Bebas Pasung 2014, dapat segera terwujud.

l Swasrina

5.477 Warga Bali Alami Gangguan Jiwa Berat

Puskesmas sebagai Akomodasi Penderita Sakit Jiwa di Desa

Tak Ada Ikan Kerang pun Jadi

MBP/eka

Pulau Serangan dulunya mayoritas dihuni para nelayan yang menggantungkan hidupnya lewat mencari ikan di laut. Topografi Serangan adalah dataran rendah dengan pantai yang landai dengan ombak yang tidak begitu be-

sar nyaris seperti danau. Pulau Serangan bersembunyi di antara Teluk Benoa di bagian selatan dan Pantai Sanur yang ada di bagian utaranya. Kedua teluk itu menyebabkan pulau berpen-duduk 3.756 jiwa ini tak pernah diterpa ombak besar seperti pan-tai lainnya di Bali. Mereka secara turun-temurun memanfaatkan laut sebagai mata pencahariannya sebagai nelayan.

Namun setelah Serangan direklamasi sekitar 1995, profesi nelayan tinggal kenangan. Reklamasi menyebabkan kawasan pantai berkurang drastis, penduduknya kebanyakan beralih profesi. Dari 3.756 penduduk di 2012, hanya tersisa 70 orang saja yang mempertahankan profesi sebagai nelayan. Itu pun hanya 30 orang yang masih aktif melaut. Banyak nelayan kini banting setir mencari profesi lain. Wayan Suda yang sejak be-berapa terakhir mengubur pekerjaan lamanya sebagai seorang nelayan andal misalnya. Suda terpaksa beralih profesi menjadi pengemudi boat yang mengantar wisatawan lantaran melaut tak lagi memberi penghasilan menjanjikan untuk menghidupi keluarganya. “Karena pendapatan terus menurun sejak 10 tahun yang lalu, bukan kemarin-kemarin. Lama sekali ini. Drastis 60 persen penurunannya daripada dulu,” ungkapnya.

Di samping faktor cuaca, banyaknya kapal nelayan besar yang merapat di Serangan juga menjadi sebab menurunnya pendapatan nelayan. Pasalnya, kapal-kapal buatan Taiwan itu kecanggihannya melebihi jukung atau perahu tradisional milik nelayan setempat. Kapal Taiwan yang dikemudikan oleh nelayan di luar Serangan dilengkapi GPS sehingga memudahkan proses menangkap ikan.

Selain mengemudikan boat, nelayan juga kini menekuni profesi baru sebagai pencari kerang. Kerang mudah diperoleh di Serangan ketika air surut. Bahkan sejak lama Pulau Serangan dikenal sebagai sentra kerajinan kerang. Salah satu perajin-nya adalah I Made Kanan Jaya. Ia tidak menggunakan kerang utuh atau kualitas nomor satu, melainkan limbah kerang yang biasanya terbuang di dasar laut. Dari kerajinan kerang ini, ia mengaku bisa menghidupi keluarganya. Profesi pembuat kerajinan kerang ini banyak ditekuni masyarakat Serangan. Reklamasi telah membuat profesi mereka berubah. Tak ada ikan, kerang pun jadi tumpuan bagi mereka untuk bertahan hidup.

l Diah Dewi

MBP/rtr

21 - 27 Oktober 201328

O L A H R A G A

Proyek Prestisius RusiaUntuk pertama kali setelah lebih dari tiga dekade

Rusia akan menggelar Olimpiade. Di bawah kendali Presiden Vladimir Putin, Olimpiade Musim Dingin Sochi 2014 diharapkan menjadi tonggak keberhasilan

modernisasi Rusia. Bahkan dijanjikan pelaksanaan Olimpiade musim dingin ini lebih spektakuler termasuk perarakan obor Olimpiade yang dimulai pada awal Oktober ini.

Dalam pertemuannya dengan Henri Didon, pastur Dominikan yang mencintai olahraga dan nilai-nilai sportivitas, bapak Olim-piade Pierre de Coubertin mendapatkan frase menarik : “Citius, Altius, Fortius”. De Coubertin mengajukan moto tersebut dalam kongres pembentukan Komite Olimpiade Internasional (IOC) pada 1894. Namun perlu 30 tahun moto itu diakui secara resmi pada Olimpiade 1924 di Paris. “Menjadi yang tercepat, tertinggi dan terkuat” serta nilai keindahan yang tak terlihat dalam olah-raga itu adalah pesan moral penyelenggaraan Olimpiade.

Demikian pula Rusia setelah penyelenggaraan terakhir Olimpiade Moskow 1980, merencanakan penyelenggaraan Winter Games ke-22 ini tak tertandingi negara lain. Kom-plek Olimpiade dibangun di tempat peristrahatan di pinggir Laut Hitam di Socchi. Di tempat ini pula nantinya akan digelar Grand Prix Formula 1, Olimpiade Penyandang Cacat dan Piala Dunia 2018.

Salah satu peristiwa bersejarahnya adalah membawa api Olimpiade itu ke tempat-tem-pat tertinggi, terpencil dan terbayangkan sebelumnya. Semula ide membawa api Olimpiade ke luar angkasa merupakan lelucon belaka. Kini para kosmonot Rusia bersiap membawa api yang diambil di kuil Olympia di Athena menuju Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS).

“Membawa api Olimpiade menuju luar angkasa bukan ide buruk. Secara teori itu memungkinkan,” jelas Vitaly Davidov, Wakil Kepala Biro Federal Luar Angkasa Rusia (Roscosmos).

Memang menaruh obor menyala dalam pesawat yang berisi ribuan ton bahan bakar yang mudah terbakar adalah ide yang tidak bijak. Selain itu terdapat aturan internasional yang melarang menyalakan api dalam stasiun luar angkasa

yang sedang mengorbit.Muncul rencana cadangan yang lebih dramatis. Nantinya

kosmonot Rusia akan ke luar dari ISS dalam program space walk dan membawa obor serta lentera berisi api Olimpiade. Proses penyalaan dilakukan di ketinggian 400 km dari permukaan planet Bumi. Pesannya, Rusia tetap menguasai perlombaan tidak hanya di Bumi namun di luar angkasa pula.

Rencananya proses pengiriman api Olimpiade ini via ISS ini pada 7 November dan obor tersebut kembali ke Bumi sepekan kemudian. Sedangkan kosmonot yang bertugas menyalakan obor pada 9 November adalah Oleg Kotov dan Sergei Ryazansky. Keduanya bersama astronot AS Michael Hokins telah menghuni ISS sejak 26 September. “Saya akan keluar pertama (dari ISS) sambil membawa kamera dan perlatan foto lainnya,” jelas Rya-zansky. “Selanjutnya Oleg ke luar sambil membawa obor.”

Selain di perarakan obor di luar angkasa, api Olimpiade akan dibawa berlari secara estafet menempuh total jarak 65 ribu km, melintasi 83 wilayah Rusia dalam waktu 123 hari. Pada 7 Februari, api tiba di Socchi dan digunakan untuk pembukaan Olimpiade Musim Dingin.

Api yang dibawa wakil PM Dmitry Kozak dari Yu-nani dan dipakai Putin untuk menyalakan cauldron di

Lapangan Merah, Moskow, juga dibawa hingga Kutub Utara, ke puncak tertinggi Eropa di

Pegunungan Elburs hingga dasar Danau Baikal di Siberia.

Inilah proyek terbesar senilai 50 milar dolar AS yang dipersiap-kan Putin selama enam tahun yang dan menjadikan tonggak kesuksesannya memimpin negeri dengan wilayah terluas di dunia dengan penduduk 142 juta jiwa.

Dalam inspeksi yang dilaku-kan tim IOC bulan lalu, ketua delegasi Jean-Claude Killy me-nyatakan seluruh arena lomba telah siap. “Atlet dan penonton dapat merasakan pengalaman yang menajubkan,” katanya seperti dikutip kantor berita Reuters.

l Yudi Winanto

21 - 27 Oktober 2013 29

Dalam mitologi Yunani, burung Phoenix merupakan lambang kehidupan abadi, kebangkitan dari keterpurukan serta prestasi luar biasa yang dicapai setelah menjalani tempaan yang berat. Ada yang menyebut burung ini diselimuti bulu-bulu berwarna ungu pada sayapnya, namun sebagian besar literature menyebutkan warna merah mendominasi badannya selain kuning.

Dongeng burung Phoenix atau Firebird ini akrab bagi anak-anak Rusia. Mereka mengenal burung ini bisa hidup kembali melalui abu dari bangkai penda-hulunya.

Burung purba ini menjadi in-spirasi Vladimir Pirozhkov dan An-drei Vodyanik saat merancang kon-sep Obor Olimpiade Musim Dingin (Winter Games) ke-22 Sochi 2014. Nilai-nilai yang terkandung serupa dengan kebangkitan Rusia menuju era modernisasi pasca-ambruknya era Uni Soviet di tahun 90-an.

Burung ajaib tersebut diyakini tidak hanya memberi keberuntung namun kebahagian selalu menyer-tai bagi yang menyukai perjuangan dan kerja keras.

Pirozhkov dan Vodyanik memu-lai proses pembuatan obor itu den-gan memfokuskan diri pada ben-tuk dan sistem pengapian. Tanpa mengurangi nilai estetikanya, obor diharapkan mampu menghadapi tiupan angin kencang, cuaca dingin

membeku hingga tekanan udara yang rendah.Batang obor terbuat dari alumunium dengan berat 1,8 kg, pan-

jang 0,95m dan titik terlebar 0,145m. Konstruksi dibuat dengan memperhatikan titik gravitasi sehingga tidak menyulitkan sang pembawa obor saat berlari.

Kombinasi tradisi dan inovasi teknologi, menghasilkan obor berwarna putih keperakan dengan garis-garis warna merah seperti siluet bulu pada sayap burung Phoenix.

Situs sochi2014 dan Olympic.org menyebutkan warna merah pada obor yang dipresentasikan pada awal tahun ini, merupakan warna tradisional pada olahraga Rusia.

“Obor Olimpiade merupakan kombinasi dari corak produk bu-daya Rusia dan teknologi terkini pembuatan, dalam proses rancang bangunnya,” kata Ketua Panitia Pengarah Olimpiade Sochi 2014 Dmitry Chernyshenko.

Sebanyak 14 ribu obor dibuat dan melalui serangkaian uji ketah-anan. Namun sayang saat proses pengarakan di hari pertama di Moskow, obor yang dibawa mantan juara renang Savarash Karapetyan, sempat mati. Chernyshenko men-jelaskan insiden itu akibat salah satu katup pada obor itu tidak berfungsi normal.

l Yudi Winanto

Olimpiade Musim Panas London 2012

Perancang : Edward Barber dan Jay Osgerby dan meraih penghargaan “Design of the Year”.

Olimpiade Musim Panas Athena 2004

Perancang : Andreas Varotsos.

Olimpiade Musim Dingin Turin 2006.

Perancang : Agen otomotif dan dikeluhkan karena terlalu berat.

Olimpiade Musim Panas 2008

Perancang : Tim Lenovo. Obor ini dikenal karena ornamen yang di-ambil dari lukisan kuno Cina “Awan Keberuntungan.”

Olimpiade Musim Dingin Vancouver 2010

Perancang : Leo Obstbaum.

Antara Tradisi dan Inovasi Teknologi

OBOR OLIMPIADE

Sumber : Olympic.org

21 - 27 Oktober 201330

O L A H R A G A

Bali Perlu Sekolah

Olahraga

Bakat dan talenta pemain sepak bola di Bali terbilang luma-yan. Tercatat sederet pesepak bola asal daerah ini merumput di kompetisi Liga Super Indonesia, misalnya kiper Made Wirawan (Persib Bandung), stoper AAN Wahyu Trisnajaya alias Ngurah Nanak (Persija Jakarta), dan gelandang Gede Sukadana (Arema Indonesia Malang).

Untuk kategori kelompok umur, ada nama-nama Putu Gede Juni Antara (timnas U-19) yang diminati beberapa klub Divisi Utama, plus dua pemain binaan SSB Putra Perkanthi Jimbaran (Badung), Komang Adi Parwa (U-19) dan Komang Dion Ardia Dana (U-15), yang lolos dalam seleksi masuk Diklat Persib Bandung. Dion dan Parwa terjaring bersama 24 pemain yang terdiri atas 18 asal Jabar dan delapan dari berbagai daerah di Tanah Air.

Wakil Ketua Putra Perkanthi, Ketut Sukadana menegaskan, skill-ball pemain Bali tidak kalah dibandingkan daerah lain. Hanya, pembinaan yang kurang maksimal atau setengah-

setengah. Oleh sebab itu, perlu adanya sekolah khusus olahraga di Bali agar pola pembinaan dan latihan atlet bisa optimal serta tidak mengganggu mata pelajaran sekolah. ‘’Olahraga dan akade-mis sama-sama penting. Kelak jika pensiun dari olahraga, akademis diper-lukan untuk menunjang pekerjaan yang ditekun-inya,’’ ujarnya.

H a s i l p e m b i n a a n berkelanjutan membuka peluang pemain Bali mer-umput dan mengembang-kan karier sepak bolanya di luar daerah. Contohnya Ngurah Nanak, Wirawan, dan Putu Gede Juni Antara yang akhirnya terpantau oleh PSSI. Se-andainya mereka masih tetap membela klub di Bali, akan sulit mendapat kesempatan membela tim nasional.

Putu Gede dipantau dari SSB Putra Tresna, Denpasar, saat bersekolah

di SMA Dwijendra. Ia kemudian pindah ke SMA Ragunan, Ja-karta. ‘’Berawal dari Diklat Ragunan inilah Putu Gede masuk skuad timnas U-19,’’ ucap Ketua Komda Asosiasi Sekolah Sepak Bola Indonesia (ASSBI) Bali itu.

SSB Putra Tresna juga meloloskan Wayan Ekananda ke SMA Ragunan. Saat ini Ekananda menghuni pelatnas timnas pelajar di Magelang yang ditangani pelatih Carlos de Mello. ‘’SSB dan klub Putra Tresna berada di bawah naungan Perseden Denpasar. Jika mereka bisa menembus timnas U-19 dan timnas pelajar, berarti prestasinya melebihi Perseden sendiri. Kami bangga membina Putu Gede dan Ekananda,’’ papar pemilik SSB Putra Tresna, I Gusti Agung Ngurah Anom Jaksa.

Para pembina SSB Putra Tresna menekankan penempaan fisik dan mental agar pemainnya menjadi manusia yang berguna di kemudian hari. ‘’Selanjutnya terserah mereka mau jadi apa, yang penting berguna bagi siapa pun,’’ tambahnya.

Ketua Umum Penprov PSS Bali IGG Putra Wirasana tidak mempermasalahkan pemain Bali mengusung bendera klub lain demi meningkatkan kesejahteraan. Apalagi, dalam sepak bola profesional, pemain bebas menentukan tim pilihan-nya. Terlebih lagi kalau pemain Bali mengibarkan bendera klub profesional yang mempunyai nama kondang. Un-tuk itu seluruh pelatih sepak bola di Bali dituntut memiliki ilmu bola yang tinggi, sehingga berhasil mencetak pemain berkualitas dan dilirik klub profesional.

Kendati demikian, Putra Wirasana ingin ke depan Bali memiliki klub yang berlaga di Liga Indonesia. Saat ini Perseden menghuni kasta divisi I, sedangkan PS Badung dan PS Gianyar sedang melakoni kom-petisi divisi II. ‘’Saya berharap ketiga tim itu bisa promosi ke divisi I, divisi utama, hingga ke Liga Super Indo-nesia,’’ tegas mantan Wabup Tabanan itu seraya menganggap PS Badung dan PS Gi-anyar merupakan rein-karnasi dari Persekaba dan Persegi.

l Daniel Fajry

MBP/ant

Timnas Indonesia U-19 yang berjaya di Piala AFF 2013 melam-

bungkan nama Putu Gede Juni Antara (empat dari kanan) dan Bali

di kancah sepak bola nasional.

Putu Gede Juni Antara

21 - 27 Oktober 201332

K R I M I N A L

Supervisi permanen KPK di daerah perlu diwujudkan untuk memperkuat komitmen penegakan hukum kasus tipikor di kepolisian dan kejaksaan. Tanpa adanya KPK Daerah seperti diamanatkan UU tentang KPK, kemajuan

pemberantasan korupsi oleh kejaksaan dan kepolisian pasti tidak seperti harapan masyarakat.

Sementara pembentukan KPK Daerah, baik di provinsi ataupun di kabupaten/kota, masih jauh dari kemungkinan untuk terealisasi, satu cara percepatan pemberantasan korupsi adalah menempatkan tenaga supervisi KPK secara permanen minimal di tiap provinsi di seluruh Indonesia. Dengan sekurangnya tiga supervisi di kepolisian dan tiga supervisi untuk kejaksaan, KPK akan dapat memonitor serta memantau kinerja di kedua lembaga penegak hukum ini. Kasus korupsi yang mandek bisa didorong dan diawasi, kasus yang macet dan mendapat perhatian masyarakat, bisa direkomendasikan untuk diambil alih oleh KPK.

Menurut Ketua Bali Corruption Watch (BCW) Putu Wirata Dwikora, sekitar 55 ribu pengaduan masyarakat ke KPK tidak mungkin ditangani seluruhnya oleh KPK. Di mana untuk setahun, KPK maksimal mampu menangani 300. Karenanya, percepatan pemberantasan korupsi mesti melibatkan kepolisian dan kejaksaan di povinsi, kabupaten serta kota, tentunya dengan dukungan supervisi KPK.

Di Bali, beberapa kasus tipikor yang melibatkan mantan kepala daerah mengalami kemajuan dan menyeret beberapa mantan bupati, antara lain karena adanya supervisi KPK. Meng-ingat supervisi tersebut temporer, bukannya 24 jam menetap di daerah, kinerjanya tentu tidak semaksimal bila mereka menetap permanen di provinsi.

Menurut Putu Wirata, sepanjang yang diketahui, di antara kasus tipikor yang melibatkan supervisi KPK adalah pengusutan kasus dugaan korupsi pabrik kompos di Jembrana yang melibat-kan mantan Bupati Jembrana Gde Winasa, dan penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan pipa air dari Sungai Telagawaja, Karangasem.

Kasus-kasus lain yang ditangani sepenuhnya oleh penegak hukum di daerah, cukup banyak yang lamban dan tak memuas-kan dalam penanganannya. Termasuk yang lamban adalah penanganan kasus dugaan korupsi Rp 1 miliar lebih dalam pengadaan tanah di Desa Pelaga, Kabupaten Badung, dan dug-aan korupsi Rp 10 miliar dalam pengadaan tujuh hektar tanah untuk RSI Desa Nyitdah, Tabanan. Dugaan korupsi RSI Nyit-dah malahan dihentikan penyidik dengan mengeluarkan SP-3. ‘’Kalau ditilik-tilik, kasus-kasus itu menjadi lamban, tak lain

karena KPK tidak melakukan supervisi. Karenanya, supervise KPK merupakan keharusan agar kelambanan di kejaksaan dan kepolisian bisa didorong lebih cepat dan lebih lugas,’’ tambah Putu Wirata.

Kelambanan itu bisa karena berbagai sebab, di antaranya kemampuan dan keberanian penyidik tidak cukup kuat. Dalam beberapa kasus, untuk memeriksa pejabat yang masih aktif, baik setingkat perbekel sampai bupati, penyidik mesti masih minta izin atasan, padahal sudah ada putusan MK yang menghapus syarat pemeriksaan pejabat untuk dijadikan saksi dalam suatu kasus. Contohnya, Bupati Wayan Geredeg yang izin pemerik-saan dari Presiden SBY pernah salah ketik, di mana yang diketik adalah ‘’Wayan Geredeg Astrawan Bupati Bangli’’. Hal ini luput dari pemeriksaan karena kesalahan ketik tersebut, sebelum ada Putusan MK soal izin pejabat yang lebih atas. Sekarang, ketika izin tidak lagi diperlukan, Kejaksaan Tinggi tak kunjung me-meriksa Wayan Geredeg dalam kasus korupsi pengadaan 70 are tanah, yang harga tanahya diduga digelembungkan dari Rp 2,5 juta sampai Rp 5 juta per are ke angka Rp 18,9 juta per are.

Di Klungkung, penyidik Polres Klungkung tidak memeriksa Perbekel Desa Bunga Mekar dalam dugaan korupsi Gerbang-sadu, dengan alasan belum ada izin Bupati Wayan Candra. Selanjutnya ketika Bupati Candra memberikan izin untuk memanggil Perbekel Desa Bunga Mekar, penyidik tidak bisa memeriksa tersangka karena Bupati hanya memberikan izin pemanggilan, tidak ada izin pemeriksaan. ‘’Ini aneh dan seperti ada akal-akalan,’’ tandas Putu Wirata.

Kecuali berhasil ditangkap tangan oleh KPK, seperti kasus jaksa Urip Tri Gunawan, S.H. yang ditangkap tangan menerima suap terkait pengusutan kasus BLBI, prasangka masyarakat ter-hadap kinerja oknum aparat penegak hukum memang tak mudah dibantah. Aroma tebang pilih atas penanganan sejumlah kasus korupsi di Bali memang dirasakan rakyat. Dalam pengusutan kasus dugaan korupsi di IHDN Denpasar, misalnya, ada nama tersangka Praptini yang disebut dicegah ke luar negeri, tetapi yang bersangkutan ternyata bisa pergi ke Bulgaria bersama delegasi yang disebut membawa misi seni dan budaya. Pihak Kejati Bali yang sebelumnya mengumumkan sudah dicegah, dengan enteng mengoreksi bahwa ‘’pernyataan tersebut ke-liru’’, sebab yang benar, katanya, ‘’Tersangka Praptini baru akan dicegah.’’

Selain mengusulkan agar KPK membentuk lembaga supervisi permanen di seluruh provinsi di Indonesia, BCW juga mengusul-kan gelar perkara kasus-kasus tipikor yang mendapat perhatian masyarakat dilakukan secara terbuka. Bukan gelar

Percepat Penanganan Korupsi

Gelar Perkara Terbuka dan Supervisi Permanen KPK

tiba ke luar SP-3. Belum lagi kasus Dermaga Gunaksa, Klung-kung, dan pengadaan pipa air minum Sungai Telagawaja, Karan-gasem, yang tidak pernah dibuka secara transparan oleh penegak hukum,’’ tandas Putu Wirata.

Di tempat terpisah, tokoh masyarakat Tibubeneng, Kuta Utara, Made Diana mengungkapkan, keseriusan Polda Bali mengung-kap tuntas kasus-kasus korupsi di Bali jadi tanda tanya besar masyarakat. Hal ini karena kasus-kasus korupsi yang dilaporkan ke Polda Bali hingga kini belum ada yang tuntas. Untuk itu Kapolda Bali Albertus Julius Benny Mokalu diharapkan meniru gebrakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Polda Bali harus berani mengambil tindakan tegas bagi siapa saja yang terlibat korupsi. Tirulah KPK. Kalau melempem seperti sekarang, komitmen polisi memberantas korupsi dipertanyakan,” ujar Diana.

Intinya, Polda Bali mestinya jengah (termotivasi) dengan upaya penegakan hokum KPK yang sangat tegas dan menindak siapa saja yang terlibat korupsi. Selain itu, polisi jangan mudah diintimidasi oknum tertentu, sehingga penanganan korupsi jadi melempem. Jangan gampang diintimidasi oleh siapa saja. Polri adalah aparat penegak hukum, jadi laksanakan amanah itu sebaik-baiknya.

Bagaimana kalau aparat penegak hukum di Bali masih seperti sekarang? Diana mengatakan, jalan satu-satunya KPK harus turun tangan daripada kasus korupsi terus menjalar ke mana-mana. Kalau KPK kekurangan personel, lebih baik dibuat cabang KPK di Bali saja biar penanganannya jelas dan tuntas.

www.denpostnews.com

LAPORAN

MBP/sriwiadnyana Kasus Dermaga Gunaksa, Klungkung, salah satu yang ditangani kejaksaan, sampai sekarang belum tuntas juga, sehingga banyak mendapat

sorotan masyarakat.

21 - 27 Oktober 201334

K R I M I N A L

Peredaran narkoba makin menggurita dan mengkha-watirkan saja. Siapa saja dapat terjerumus dalam putarannya. Mereka yang mencicipi barang haram ini tak hanya yang bermukim di kota tetapi juga

perdesaan. Sebut saja tersangka Putu Gede Darmawan. Pria berusia 38 tahun ini digerebek di lantai dua rumahnya di Banjar Kurubaya, Desa Anggungan, Mengwi, pekan lalu. Kasusnya jadi heboh karena Darmawan ternyata Kepala

Desa Sulangai, Petang, Badung. Saat itu, dia pesta narkoba bersama pengedar sabu-sabu (SS) I Wayan Wiliantara alias Sentok (33).

Aparat Polresta Denpasar mengamankan paket SS seberat 0,66 gram, bong berisi SS seberat 1,49 gram, dan korek gas. “Kedua tersangka merupakan target operasi kami sejak lama,” ujar Kasatnarkoba Polresta Kompol I Wayan Suarda ketika itu.

Sel tahanan Polresta Denpasar, tempat Kades Sulangai Putu Gede Darmawan ditahan.

Kades pun Keranjingan Nyabu

MBP/kertanegara

21 - 27 Oktober 2013 35

Yang jelas saat sejak ditangkap dan mendekam di sel Polresta Denpasar, tersangka Darmawan jadi shock dan sedih. Pun ketika diinterogasi petugas, dia mengaku baru sebulan memakai SS. “Dia ngaku begitu (sebulan nyabu). Namun perkiraan kami, lebih dari itu,” kata petugas Polresta Denpasar.

Selama menyandang jabatan kepala desa, tersangka Dar-mawan tinggal di Anggungan bersama anak-anaknya. Meski berstatus Kades Sulangai, dia lebih sering tinggal di sana. “Mungkin biar anak-anaknya dekat ke sekolah. Menurut informasi, dia berstatus duda,” ujar polisi.

Penangkapan Kepala Desa Sulangai, Petang ini, tentu saja merusak citra bersih aparat desa di Badung. Penangkapan tersangka ini juga mengagetkan banyak pihak, termasuk Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD) Badung, Putu Gede Sridana. Dia mengaku tidak menduga kalau tersangka tersangkut kasus narkoba. “Saya benar-benar kaget, dan benar-benar di luar dugaan,” tegasnya.

Begitu pun atasan tersangka Darmawan yakni Camat Petang Gede Sudarwita cukup terkejut dengan kasus ini. Dia mengakui, kinerja Darmawan belakangan ini menurun. Hal itu berdasarkan pengecekan yang dilakukannya beberapa waktu lalu. “Sekdes dan para klian juga sempat mengingatkan agar yang bersangkutan lebih optimal dalam menjalankan tu-gas,” ungkapnya. Kasus yang membelit tersangka Darmawan tentu saja mengancam jabatannya sebagai kepala desa.

Kepala BPMD Badung Putu Gede Sridana mengatakan, se-lama belum ada putusan berkekuatan hukum tetap, tersangka Darmawan bisa saja diberhentikan sementara dari jabatannya yang mengacu pada Perda No. 6 Tahun 2001 tentang pen-calonan, pemilihan, dan pelantikan kepala desa, termasuk di dalamnya soal pemecatan oleh bupati tanpa dimohonkan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

Suara keras malah muncul dari Inspektorat Kabupaten Badung. Menurut kepalanya, Wisnu Bawa Temaja, pihaknya merekomendasikan supaya Darmawan dipecat saja dari ja-batannya. Wisnu mengaku menemui tersangka Darmawan dan memeriksanya di Polresta Denpasar. Hasilnya, tersangka mengakui memiliki dan menguasai narkoba. Tersangka juga mengaku siap menerima konsekuensinya. ‘’Mengingat sudah ada pengakuan seperti itu, saya langsung rekomendasikan ke bupati agar dia dipecat,” tegas Wisnu.

Ancaman pemecatan itu bukannya tanpa alasan. Perbuatan tersangka Darmawan bisa berdampak buruk bagi kehidupan masyarakat. Apalagi dia aparat desa yang seharusnya menjadi teladan bagi warganya. Karenanya, hukuman berat berupa pemecatan atau pemberhentian dengan tidak hormat layak untuk tersangka.

Dalam kasus ini, menurut Kepala Inspektorat Badung Wis-nu Bawa Temaja, pemecatan Darmawan tak harus menunggu hasil putusan pengadilan. Rekomendasi pemecatan ke luar karena sudah ada pengakuan dari tersangka secara langsung. “Tunggu apablagi? Kami sudah rekomendasikan begitu. Kami serahkan ke bupati sebagai pucuk pimpinan untuk

memutuskannya,” tegasnya.Tindakan tegas semacam itu memang perlu dilakukan

untuk memberikan imbas positif, memberi efek jera, serta bagian dari pembinaan yang serius, sehingga aparatur di lingkungan Pemkab Badung betul-betul bekerja mengikuti ketentuan yang berlaku alias tidak melanggar hukum. Ter-sangka Darmawan dinyatakan melanggar PP No. 72 Tahun 2005 tentang pemerintahan desa dan PP No. 53 Tahun 2010 tentang disiplin pegawai.

Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Pemerintahan Desa Putu Gede Sridana tetap menyatakan menjunjung praduga tak bersalah. “Mengacu pada Perda No. 6 Tahun 2001 tentang pencalonan, pemilihan dan pelantikan kepala desa, termasuk di dalamnya soal pemecatan, yang bersangkutan bisa diberhentikan sementara oleh bupati tanpa dimohonkan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Jika nanti terbukti bersalah, yang bersangkutan bisa dipecat,” paparnya.

Sementara anggota Komisi IV DPRD Bali, I Nyoman Laka, minta Pemkab Badung supaya mem-plt-kan jabatan Kepala Sulangai. Menghindari terulangnya kasus semacam ini, Laka minta saat perekrutan dan pemilihan calon perbekel, panitia pilkel harus mencantumkan syarat tes urine dan bebas narkoba. Hal ini penting untuk pencegahan narkoba hingga masuk desa. ‘’Jangan hanya PNS yang dites narkoba, semua perbekel atau pejabat publik juga harus dites demikian,” ungkapnya.

Dalam kasus tersangka Darmawan ini, polisi mesti melakukan pengusutan secara tuntas. Peredaran narkoba yang melibatkan sang Kepala Desa Sulangai pasti ada jaringannya, mengingat beberapa kasus serupa juga terjadi di Kabupaten Karangasem. Menghindari kasus serupa, tim Inspektorat Kabupaten Badung juga harus turun tangan hingga kantor desa supaya melakukan pengawasan disiplin para pegawai di desa atau kelurahan yang terpenting masyatakat mesti belajar dari Kades Sulangai ini. Terlebih Bali juga dijadikan target oleh jaringan pengedar narkoba, misalnya kartel narkoba terkenal di dunia dari Kolombia.

Kondisi ini membuat pulau yang kecil ini, makin rawan narkoba dan generasi penerus bisa terancam. “Masyarakat mesti waspada, apalagi kartel-kartel itu sudah masuk Bali. Jangan mudah dirayu untuk mengonsumsi barang terlarang,” kata Kasubbaghumas Polresta Denpasar AKP I.B. Sarjana. Dia prihatin karena makin banyak saja warga yang terlibat kasus narkoba. Buktinya, pada September 2013 lalu, tercatat 16 orang ditangkap terkait kasus narkoba AKP Sarjana ber-harap, masyarakat lebih pintar membentengi diri masing-masing agar tidak terjerat pusaran narkoba.

www.denpostnews.com

LAPORAN

E K O N O M I

21 - 27 Oktober 201336

Pertemuan 20 pemimpin ekonomi dalam KTT Asia-Pasif-ic Economic Cooperation (APEC) ke-21 yang digelar 7-8 Oktober di Nusa Dua, Bali menghasilkan tujuh kes-epakatan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)

dalam sambutannya mengatakan, dalam dua hari, para pemimpin ekonomi telah membahas secara menyeluruh tema sentral APEC 2013: Resilient Asia-Pacific, Engine of Global Growth.

‘’Kami baru saja menyelesaikan 21th APEC Economic Lead-ers Meeting yang saya memimpin. Saya senang untuk menga-takan bahwa forum ini berhasil dan memang sangat produktif.

Setelah musyawarah intensif, kami sepakat pada tujuh titik strategis,’’ jelas Presiden SBY, pekan lalu. Salah satunya adalah disepakati untuk secara regional bekerja sama meningkatkan pangan, energi, dan keamanan air. Upaya ini ditujukan untuk menanggapi tantangan pertumbuhan penduduk dan dampak negatif perubahan iklim. ‘’Pada KTT di Bali, kami mulai melihat masalah ini secara holistik,’’ jelas SBY.

Ketujuh kesepakatan tersebut, pertama, disepakati untuk meli-

patgandakan upaya mencapai Bogor Goals pada 2020. Pemimpin APEC berbagi pandangan semua anggota harus terus memperoleh hasil dari kerja sama APEC. Sejalan dengan komitmen ini, sepakat mengambil langkah lebih lanjut dalam memberdayakan, menarik dan membuka kesempatan bagi semua pemangku kepentingan, untuk berpartisipasi dalam proses APEC.

Kedua, disepakatinya untuk meningkatkan perdagangan intra APEC atau perdagangan intradaerah, termasuk memfasilitasi perdagangan, pembangunan kapasitas, dan fungsi dari sistem perdagangan multilateral. Sistem perdagangan multilateral merupakan pengakuan bahwa promosi kerja sama perdagangan intra APEC membawa manfaat konkret untuk anggota ekonomi APEC. ‘’Dalam hal ini, kami telah menyepakati deklarasi yang mendukung sistem perdagangan multilateral. Kami juga sepakat untuk memastikan keberhasilan pada WTO Ministerial Confer-ence di Bali, Desember 2013,’’ katanya.

Ketiga, sepakat mempercepat people-to-people connectiv-ity. Dalam hal ini, lanskap strategis untuk konektivitas melalui pengembangan dan investasi di bidang infrastruktur. Konektivi-tas dapat membantu mengurangi biaya produksi dan transportasi, memperkuat rantai pasokan regional, dan meningkatkan iklim usaha di daerah. Pada saat yang sama, pembangunan infrastruk-tur dan konektivitas akan menciptakan lebih banyak pekerjaan dan menjamin keamanan kerja.

Keempat, menegaskan kembali komitmen untuk mencapai kekuatan yang seimbang dan pertumbuhan global yang berkelan-jutan dan inklusif. Dalam proses ini, disepakati memfasilitasi Usaha Menengah, Kecil, dan Mikro (UMKM), pemuda, dan perempuan pengusaha. UMKM adalah tulang punggung perekonomian.

Kelima, mengingat kelangkaan sumber daya, disepakati untuk secara regional bekerja sama meningkatkan pangan, energi, dan keamanan air. Upaya ini ditujukan untuk menanggapi tantangan pertumbuhan penduduk dan dampak negatif perubahan iklim. ‘’Pada KTT di Bali, kami mulai melihat masalah ini secara holistik,’’ jelas SBY.

Keenam, disepakati untuk memastikan sinergi APEC dan sal-ing melengkapi dengan proses multilateral dan regional lainnya, seperti East Asia Summit dan G-20. Hal ini penting karena dunia ditandai dengan beberapa arsitektur kemitraan ekonomi.

Ketujuh, disepakati kerja sama erat dengan sektor bisnis melalui ABAC untuk mencapai tujuan perdagangan dan investa-si yang bebas terbuka. Kolaborasi akan menghasilkan situasi menang-menang, terutama pada saat ekonomi global belum sepenuhnya pulih. ‘’Sekarang kita memiliki semua perjanjian dan komitmen. Kita harus menunjukkan kepada dunia bahwa APEC akan terus memainkan peran penting dalam ekonomi global,’’ tegasnya.

l Parwata

APEC Hasilkan Tujuh Kesepakatan

Bangun UMKM

Presiden Yudhoyono dan Menteri Luar Negeri AS John Kerry

21 - 27 Oktober 2013 37

Penguatan liberalisasi yang menjadi hasil pertemuan KTT APEC di Bali bakal memperkuat dominasi investor asing di Indonesia. “Liberalisasi semakin memperkuat

dominasi investor asing untuk memonopoli perdagangan dan sumber daya alam di In-donesia,” kata Direktur Eksekutif Walhi Nasional, Abet Nego Tarigan, di Jakarta, pekan lalu.

Senada dengan Abet, juru bicara Aliansi Rakyat Indonesia Irhash Ahmady mengatakan liberalisasi dan intervensi negara maju dalam berbagai pertemuan global hanya untuk memecahkan krisis yang sedang dialami mereka, sehingga negara berkembang seperti Indonesia hanya dijadikan sebagai solusi atas krisis tersebut.

Walhi bersama Al ians i Rakyat Indonesia terus berupaya mengampanyekan bahwa tidak ada keuntungan yang didapat Indonesia dalam perundingan APEC. Untuk itu, kedua LSM tersebut menolak segala ben-tuk skema kerja sama yang dihasilkan dalam pertemuan KTT APEC di Bali, karena tidak memberikan manfaat dan tidak membangun kerja sama perdagan-gan yang adil.

Sebelumnya, LSM tersebut juga menyoroti bahwa pen-egakan hukum yang dilakukan pemerintah pada saat ini lebih cenderung kepada petani skala kecil yang melakukan pem-bakaran untuk bertani dan berkebun. Sedangkan penegakan hukum terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh korporasi besar atau menyeret perusahaan ke meja pengadilan dinilai kedua LSM tersebut sangat rendah.

“Dengan terus mengeluarkan izin-izin konsesi skala besar kepada perusahaan yang terbukti tidak mampu melakukan pengelolaan hutan dan lahan secara baik, artinya pemerintah membiarkan kebakaran hutan dan lahan terus terjadi sehingga sangat merugikan masyarakat,” katanya.

Pakar ekonomi Rizal Ramli menilai perjanjian bilateral di antara negara-negara peserta Konferensi Tingkat Tinggi Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (KTT APEC) lebih men-guntungkan. “Keputusan dalam forum KTT APEC tidak mengikat dan hanya bersifat imbauan,” kata Rizal Ramli.

Menurutnya, keputusan yang mengikat dan memberikan keuntungan lebih besar kepada Indonesia adalah keputusan kerja sama di antara negara-negara peserta APEC yakni kerja sama bilateral. Indonesia, katanya, hendaknya memanfaatkan forum KTT APEC untuk melobi kepada negara-negara maju

guna membuat perjanjian bilateral menanamkan investasinya di Indonesia, misalnya di bidang infrastruktur.

Ia juga menambahkan, pertemuan APEC di Bali, lebih banyak merespons perkembangan

ekonomi dunia. “APEC diselenggarakan Indonesia dengan anggaran sekitar Rp

380 miliar, tapi manfaatnya hanya menjadi ajang promosi negara dan memperkenalkan Bali daerah kun-jungan wisata,” katanya.

Pada kesempatan tersebut, Rizal Ramli juga mempertanyakan apakah

melalui forum KTT APEC ini Indonesia bisa menyelesaikan tiga persoalan uta-manya yakni ketidakmandirian pangan, tidak mengembangkan potensi energi al-ternatif, dan penciptaan lapangan kerja.

Rizal menjelaskan, Indonesia sebagai negara agraris dan memiliki lahan sangat

luas tapi sebagian bahan pangan utama mengimpor dari negara lain.

Di bidang energi, kata dia, Indonesia memiliki banyak po-tensi sumber energi alternatif tapi belum dimanfaatkan oleh Indonesia yang tetap tergantung pada minyak bumi.

Kemudian pada penciptaan tenaga kerja, jika arus investasi ke Indonesia makin meningkat dan

mengembangkan industri hilir maka akan lebih banyak menciptakan lapangan kerja. Rizal menilai banyaknya impor bahan pangan karena pemerintah kurang berpihak kepada petani dan kepentingan dalam negeri.

Sebagaimana diberitakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan perlunya untuk meneruskan liberalisai perdagangan di anggota Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC), guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih baik di masa depan. Presiden Yudhoyono di Nusa Dua, Bali, saat membuka Konferensi Tingkat Tinggi para CEO APEC 2013 (APEC CEO Summit), mengatakan hal itu sebagai salah satu langkah penting ke depan APEC dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat.

“Pertama dan yang terpenting, kita semua perlu melak-sanakan peran masing-masing guna mencegah kebijakan proteksionis, dan melanjutkan liberalisasi perdagangan di mana cara tersebut akan meningkatkan kesejahteraan semua warga. Kita juga harus memastikan hubungan perdagangan tidak hanya kuat namun juga seimbang,” kata Presiden.

l Hardianto

Hanya Ajang Promosi

MBP/istRizal Ramli

P A R I W I S A T A

Zaman kerajaan di masa lalu telah banyak mewariskan ber-bagai tempat bersejarah di Bali. Tempat-tempat itu kini menjadi

peninggalan bersejarah yang dengan su-sah payah dilestarikan oleh generasinya saat ini. Seperti di Kabupaten Klungkung, kabupaten yang akrab dengan julukan bumi serombotan ini dulu menjadi episentrum budaya dan ekonomi di Bali. Sehingga banyak melahirkan kebudayaan dan peninggalan bersejarah yang bercerita tentang kebesaran kerajaan Klungkung pada zamannya. Salah satunya Ker-thagosa, tempat yang dikenal sebagai lokasi persidangan yang dipimpin oleh raja sebagai hakim tertinggi, tempat per-temuan bagi raja-raja di Bali dan tempat melaksanakan upacara manusa yadnya (mapandes) bagi putra-putri raja.

Setelah zaman berganti, kini kom-pleks bangunan kuno yang didirikan pada masa p e -

merintahan Raja Klungkung pertama, Dewa Agung Jambe, pada abad ke-17 ini menjadi ikon Klungkung di Kota Se-marapura. Setiap hari ratusan wisatawan nusantara dan mancanegara berdatangan menyaksikan dari dekat kemegahan Ker-thagosa. Tingginya kunjungan wisatawan, menobatkannya sebagai penyumbang terbesar dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD) Klungkung bidang pariwisata tahun 2012 mencapai Rp 686.886.000 dengan total kunjungan wisatawan sebanyak 60.262 dari total kunjungan wisatawan di Klungkung 286.648 orang. Disusul kawasan Nusa Penida sebesar Rp 332.757.458 dan Goa Lawah sebesar Rp 313.858.000.

Namun, di tengah tingginya kunjungan wisatawan, saksi bisu perang Puputan Klungkung 28 April 1908 ini perlahan mulai keropos mulai dari atap bangunan

utama yakni bangunan Ta-man Gili dan

bangunan Kerthagosa hingga bagian bebaturan. Patal bagi peninggalan berse-jarah kebanggaan masyarakat Klungkung ini, kerusakan pada atap, mengancam keberadaan lukisan klasik Wayang Ka-masan yang terpasang di langit-langit kedua bangunan tersebut. Lukisan di lan-git-langit bangunan Taman Gili bercerita tentang cerita Sutasoma, Pan Brayut dan Palalintangan. Sedangkan pada langit-langit bangunan Kerthagosa lukisannya mengambil cerita Ni Dyah Tantri, Bima Swarga, Adi Parwa dan Pelelindon. Tema pokok dari cerita-cerita itu adalah parwa, yaitu Swargaronkanaparwa yang memberi petunjuk hukum akibat dari baik-buruknya perbuatan yang dilakukan manusia selama hidupnya serta penitisan kembali ke dunia karena perbuatan dan dosa-dosanya.

Bagiarta

Kerthagosa Lapuk Dimakan Usia

Kerthagosa adalah salah satu objek wisata andalan Kabupaten Klungkung, Bali. Dibangun pada tahun 1686 oleh Dewa Agung

Jambe, Taman Gili Kerthagosa memiliki keunikan tersendiri yang tidak dimiliki objek wisata lainnya. Kerthagosa adalah sebuah

bangunan terbuka (bale) yang secara resmi merupakan bagian dari kompleks Puri Semarapura.

MBP/bagiarta

Keinginan Pemerintah Ka-bupaten Klungkung untuk melakukan rehab terhadap ob-jek wisata sejarah Kerthagosa

justru menimbulkan polemik dengan para keturunan Raja Klungkung saat ini. Pole-mik itu berawal ketika keinginan Pemkab Klungkung melakukan rehab terhadap Kerthagosa terganjal status Kerthagosa sebagai aset yang belum sah menjadi milik Pemkab Klungkung, sehingga sem-pat menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sesuai keterangan pada Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Nomor 07.A/BPK.DPS/05/2010.

Temuan BPK itu sesuai keterangan Kadisbudpar Wayan Sujana ditindaklan-juti dengan mengajukan penyertifikatan Kerthagosa ke Badan Pertanahan Negara (BPN) Klungkung sejak tahun 2010. Na-mun, usaha penyertifikatan itu ditentang keluarga besar Puri Klungkung. Akibat-nya, pihak BPN tidak berani mengeluar-kan sertifikat sebagaimana permohonan Pemkab Klungkung. BPN meminta Pem-kab Klungkung menyelesaikan terlebih

dahulu sengketa Kerthagosa dengan pihak keluarga Puri Klungkung. Hal ini, kata Kepala BPN Klungkung Komang Wedana, agar BPN tidak terkesan menga-dili dan memenangkan salah satu pihak.

Akibat polemik ini, pemkab bertahun-tahun kesulitan melakukan perbaikan den-gan APBD. Sebab, bisa menjadi temuan BPK lagi. Sehingga dengan sikap BPN demikian, Kerthagosa terkesan digantung. Meski dalam posisi demikian, Kerthagosa masih menjadi magnet dalam hal men-genal kebudayaan Bali. Setidaknya itu nampak saat delegasi APEC, baik dari presiden, perdana menteri, menteri luar negeri, duta besar hingga unsur kepe-mudaan, berdatangan ke Kerthagosa den-gan menyatakan rasa kagumnya atas nilai sejarahnya. Tingginya perhatian dunia dan kerusakan yang sudah sangat parah, akhirnya membuat pelaksana tugas dan wewenang Bupati Tjokorda Gede Agung mengambil langkah krusial dengan ber-encana menganggarkannya dalam APBD Induk 2014 untuk perbaikan atap sebesar Rp 1 miliar, meski status kepemilikannya

belum jelas. Kerthagosa juga pernah difungsikan

sebagai balai sidang pengadilan yaitu selama berlangsungnya birokrasi kolonial Belanda di Klungkung (1908 - 1942) dan sejak diangkatnya pejabat pribumi men-jadi kepala daerah kerajaan di Klungkung (Ida I Dewa Agung Negara Klungkung) pada tahun 1929. Bahkan, bekas perleng-kapan pengadilan berupa kursi dan meja kayu yang memakai ukiran dan cat prade masih ada. Benda-benda itu merupakan bukti-bukti peninggalan lembaga penga-dilan adat tradisional seperti yang pernah berlaku di Klungkung dalam periode kolonial (1908-1942) dan periode pen-dudukan Jepang (1043-1945). Pada tahun 1930, pernah dilakukan restorasi terhadap lukisan wayang yang terdapat di Kertha-gosa dan Bale Kambang oleh para seniman lukis dari Kamasan dan restorasi lukisan terakhir dilakukan pada tahun 1960.

Bagiarta

Perebutan Status Kerthagosa Jadi Polemik

21 - 27 Oktober 2013 39

Para delegasi APEC mendengarkan penjelasan yang diberikan oleh pemandu wisata ketika berkunjung ke Kertha Gosa beberapa waktu lalu.

MBP/bagiarta

Bali Post National Golf Tournament

E V E N T

21 - 27 Oktober 201340

Turnamen golf berskala nasional kembali digelar Bali Post pada Sabtu (5/10) dan Minggu (6/10) di Bali Handara Cosaido Country

Club, Desa Pancasari, Buleleng. Untuk hari pertama diikuti oleh 20 pegolf, den-gan sistem Handicap 36. Sedangkan pada

hari kedua diikuti 74 pegolf. Pegolf Soed-jiono dari Jakarta berhasil memenangkan best gross overall. Soedjiono menang dengan H’cap 2 Gross 71 dan Nett 69. Sementara untuk best nett overall diraih pegolf Made Ada dengan H’cap 3, groos 72 dan nett 69. Acara yang dibuka Bupati

Buleleng Agus Suradnyana dan ditutup Wakil Bupati Nyoman Sutjidra ini tidak hanya diikuti pegolf dari Bali, tetapi juga dari beberapa kota besar di Indonesia.

Adnyana Ole

21 - 27 Oktober 2013 41

MBP/Adnyana

MBP/Adnyana

MBP/Adnyana

21 - 27 Oktober 201342

T R A N S P O R TA S I

Apakah Anda pernah merasakan bagaimana ras-anya naik shuttle bus dari Sentral Parkir menuju Kuta. Kalau belum, ada baiknya sesekali dicoba. Dulu, sebelum diluncurkan, moda transportasi

ini diharapkan mampu membuat Kuta dan sekitarnya tidak sumpek oleh kendaraan pribadi. Idealnya, setiap pengunjung yang ingin ke Kuta, memarkir kendaraannya di sentral parkir dan kemudian melanjutkan perjalanan dengan shuttle bus. Ide transportasi massal ini memang bertujuan untuk menghin-dari Kuta penuh dengan deretan bus besar yang seringkali membuat semrawut. Badan jalan yang dipakai parkir roda empat sampai trotoar yang juga mengalami nasib serupa. Apakah ini efektif?

Nasib shuttle bus tidak sejaya dulu. Sejak angkutan mini ini mulai dioperasikan tahun 1997 di Kuta, wisatawan asing dan lokal menjadikannya sebagai alternatif yang paling favorit. Selain dikenal dengan tarifnya yang murah, kendaraan ini juga sangat unik karena memiliki desain warna-warni dan motif yang bervariasi. Tidak heran, keberadaannya sempat menjadi primadona sebagai kendaraan yang paling digemari.

Sayangnya, angkutan yang berjumlah 35 unit dan dikelola oleh Koperasi Komotra, dewasa ini sepi penumpang. Padahal tujuan utama dari adanya shuttle bus itu adalah untuk men-gangkut wisatawan serta mengurangi kemacetan di ruas-ruas jalan tertentu. Terkait dengan ini Ketua LPM Kuta Graha Wicaksana menjelaskan, shuttle bus ini melayani jalur padat di Kuta seperti jalan raya Kuta, Jalan Bakung Sari, jalan ke kantor camat, Jalan Pantai Kuta, Jalan Melasti dan Jalan Patih Jelantik. ‘’Jadi, tujuan pemerintah membuat sentral parkir, agar bus-bus besar yang mengangkut rombongan wisatawan berhenti di sentral parkir. Dari sana, wisatawan kemudian diangkut dengan shuttle bus ke tempat tujuan,”

terang Wicaknasa, baru-baru ini.Sayangnya, walaupun ada shuttle bus, tetapi tidak ban-

yak wisatawan yang memanfaatkannya. ”Saya banyak mendapatkan keluhan dari wisatawan tentang kinerja shuttle bus. Banyak wisatawan asing mengeluh bahwa shuttle bus datang tidak tepat waktu. Sebagian lagi mengaku, mereka pernah diturunkan di pinggir jalan, sehingga wisatawan terpaksa berjalan kaki ke tujuan. Keluhan lainnya, beberapa tamu pernah tidak dijemput kembali setelah diantar. Bahkan beberapa masyarakat pernah melihat shuttle bus menaikkan penumpang dalam keadaan over capasity,” tuturnya. Selain faktor tersebut, Wicaksana menambahkan, kebanyakan wisatawan langsung menyewa kendaraan seperti motor dan mobil. ”Wisatawan yang datang melalui jasa tour and travel biasanya sudah langsung menyewakan mobil beserta guide-nya, sehingga sedikit yang memanfaatkan shuttle bus,” ungkapnya.

Sementara salah satu sopir shuttle bus mengaku sepinya penumpang karena ada angkutan Isuzu Biru dari Tegal yang langsung mengangkut wisatawan langsung ke jantung Kuta. ”Wisatawan sekarang langsung diantar ke pasar oleh-oleh di Jalan Sunset Road. Dari sana penumpang kemudian diantar oleh Isuzu Biru ke pantai dan ke hotel-hotel lainnya sekitar Kuta,” ungkap laki-laki yang namannya enggan disebut ini.

”Sekarang keadaan penumpang sepi sehingga memen-garuhi penghasilan kami. Kami seperti ayam kehilan-gan induk karena sudah lama tidak ditengok pengurus Komotra. Ditambah lagi, harga BBM naik sementara tarif masih Rp 3.000 dari dulu. Ini menyebabkan kami memilih menunggu penumpang di Central Park Kuta dari pada mobiling, belum tentu dapat penumpang,” terangnya.

Kini Makin ”Shuttle Bus” Kuta

Sepi Penumpang

Bagaimana peran pemerintah? Dalam hal ini, Kadishub Badung Weda Darmaja menanggapi sepinya penumpang bukan karena ada mobil Isuzu Biru dari Tegal. ”Angkutan Isuzu Biru adalah angkutan Antarkota Dalam Provinsi (AKDP) dengan panjang tidak lebih dari 7 meter, jadi boleh masuk kawasan Kuta, karena tidak menyalahi aturan,” jelasnya. ”Pemerintah sendiri sudah melarang bus besar masuk ke jalur-jalur shuttle bus, sehingga kami memberikan solusi, agar bus besar ber-henti di Central Park Kuta dan bisa diangkut oleh shuttle bus nantinya. Tetapi untuk taksi dan kendaraan roda empat lain-nya, memang boleh masuk kawasan seperti Jalan Pantai Kuta dan jalan kecil lainnya, karena itu tidak menyalahi aturan,” ungkap Darmaja.

Dia mengatakan, dulu Isuzu Biru AKDP memang dicurigai oleh anggota Komotra telah melakukan kerja sama dengan pasar oleh-oleh. Isuzu Biru AKDP disebut-sebut sengaja menu-runkan penumpang di pasar oleh-oleh agar mereka mendapat-kan fee. Mengetahui hal ini, terang Darmaja, pihaknya menegur dan memberikan surat kepada pasar oleh-oleh. ”Ternyata, pihak pasar oleh-oleh menyatakan tidak ada melakukan kerja sama secara individu dengan angkutan Isuzu Biru AKDP,” jelasnya.

Sementara masalah tarif yang menyebabkan sopir shuttle bus enggan berkeliling mencari penumpang, sudah ditang-gapi dan dirapatkan. Dia mengungkapkan, sekarang proses untuk menaikkan tarif baru selesai. Dari Rp 3.100 menjadi Rp 4.000, jadi naik lagi Rp 900. Sementara dari pihak shuttle bus tidak setuju dan ingin menaikan menjadi Rp 4.500, berarti naik lagi Rp 1.400. Kalau kenaikannya sampai Rp 1.400 itu kan tidak wajar dan tidak sesuai dengan peraturan. ”Surat Keputusan (SK) untuk kenaikan tarif dari Rp 3.100 menjadi

Rp 4.000 sudah dikeluarkan dan disebar (25 September- red),” terangnya.

Sementara dari Sekretaris Komotra Asmara mengatakan, pihaknya sebenarnya sudah sering memantau ke Sentral Parkir tetapi tidak bertemu langsung ke sopir-sopir shuttle bus. ”Yang memantau sopir adalah koordinator shuttle bus karena dia yang bertanggung jawab. Saya cukup lewat koordinator untuk menanyakan keluhan-keluhan. Apabila ada keluhan pasti kami tindak lanjuti,” tuturnya

Menurutnya, masalah over capasity yang menyebabkan shuttle bus itu sepi, itu tidak benar. Kadang ada rombongan mahasiswa yang datang untuk berlibur, kebanyakan mereka datang berombongan dan seringkali susah diatur. Terkait ke-naikan tarif, Asmara membenarkan, dia memang sudah terima SK-nya tetapi belum menyosialisasikan karena kondisi di lapangan masih labil. ”Sekarang kondisi di lapangan sepi, kalau dinaikkan nanti malah menimbulkan image bahwa shuttle bus mahal,” katanya.

”Menurut saya kondisi di Sentral Parkir akan sepi kalau bus-bus pariwisata selalu menurunkan wisatawan di Jalan Sunset Road tepatnya di pasar oleh-oleh, di mana untuk rute selanjutnya pasti akan diangkut oleh Isuzu Biru AKDP. Di sana bukan terminal, tetapi kenapa ada rutinitas nenurunkan dan menaikkan penumpang antara bus pariwisata dan Isuzu Biru AKDP? Bupati Badung kan sudah mengimbau agar bus pariwisata berhenti di terminal (sentral parkir). Tetapi, kenapa masih saja bus pariwisata berhenti di Jalan Sunset Road, bukan di sentral parkir?” tanyanya.

21 - 27 Oktober 2013 43

LAPORAN

21 - 27 Oktober 201344

T R A D I S I

Salah satu penari Gandrung Tembau Kelod.

MPB/ist

Bangun dari ’’Tidur Panjang’’

21 - 27 Oktober 2013 45

Di era 1928 hingga akhir tahun 1957 silam, masyarakat Banjar Tembau Kelod Kelurahan Pe-natih, Denpasar Timur, memi-

liki kesenian klasik Gandrung yang sangat memikat. Pada awalnya, tarian yang kemasannya seperti tari Joged Bumbung ini difungsikan sebagai tarian pergaulan dan dipentaskan sebagai ungkapan rasa syukur dan terima kasih kepada Ida Sang Hyang Widhi atas hasil panen berlimpah yang dinikmati oleh masyarakat.

Namun, pada perkembangan selan-jutnya, tarian yang ditarikan oleh penari pria ini juga dipentaskan pada event ritual keagamaan (seni bebali - red) di lingkungan pura di Banjar Tembau Kelod sekaligus menghibur masyarakat yang tu-run ngayah untuk menyukseskan prosesi ritual keagamaan tersebut. Sayangnya, Gandrung Tembau tak kuasa memper-tahankan denyut aktivitasnya. Pesonanya terus meredup dan sekitar tahun 1958, kesenian adiluhung ini tak pernah lagi dipentaskan. Masa kejayaan Gandrung Tembau tinggal kenangan indah semata. Di samping keberadaannya terus terdesak

oleh kesenian-kesenian modern, “kema-tian” tarian yang diringi instrumen musik bambu berlaras lima nada sejenis tingklik ini diduga lantaran gagal mencetak gen-erasi penerus. “Di tahun 1958, Gandrung Tembau sudah tidak dipentaskan lagi,” kata I Wayan Putra yang saat proses re-konstruksi dilaksanakan menjabat sebagai Klian Banjar Tembau Kelod.

Beruntung, para tetua Tembau Kelod memiliki kerinduan untuk memban-gunkan Gandrung Tembau dari “tidur panjangnya”. Apalagi, masyarakat Tem-bau masih mewarisi gelungan dan instru-men gamelan Gandrung dalam kondisi lengkap, sehingga proses rekonstruksi sangat memungkinkan untuk dilakukan. Setelah selama 52 tahun tidak terdengar aktivitasnya, Gandrung Tembau akhirnya berhasil dipentaskan kembali pada tahun 2010 dan masyarakat Tembau Kelod bertekad untuk terus melestarikannya. “Sebenarnya, kami ingin merekonstruksi kesenian tetamian leluhur Tembau Kelod sesuai aslinya. Sayangnya, kami kesulitan mencari penari pria sehingga penari Gan-drung Tembau di era kekinian ditarikan

oleh penari perempuan. Sebelum ditetap-kan sebagai penari Gandrung, para penari mengikuti prosesi pawintenan sebagai sarana memohon taksu dan restu dari Ida Sesuhunan. Saat ini, tari Gandrung ini wajib dipentaskan setiap Tumpek Wayang serangkaian patoyan ring Ratu Ngurah dan Ratu Ayu. Kalau ada krama Tembau Kelod melaksanakan upacara ngotonin, masakapan dan ritual keagamaan lainnya juga sering nyolahang Gandrung,” papar Putra panjang lebar.

Menurut Putra, saat ini Banjar Tembau Kelod memiliki enam penari Gandrung yang semuanya penari perempuan. Selain mementaskan Gandrung di wawengkon Banjar Tembau Kelod, mereka juga ser-ing ngaturang ayah masolah di sejumlah pura di Denpasar. Belum lama ini, Sekaa Gandrung Remaja Semara Metu Banjar Tembau Kelod mendapatkan kesempatan pentas pada event Parade Gong Kebyar yang digelar Pemkot Denpasar di Lapan-gan Puputan Badung I Gusti Ngurah Made Agung.

Sumatika

Gandrung

MPB/ist

Sekaa Gandrung Remaja Semara Metu Banjar Tembau Kelod.

T R A D I S I

Dahsyatnya gempuran arus modernisasi, tampaknya memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap

keterdesakan sejumlah kesenian tradis-ional Bali. Tidak sedikit dari kesenian tradisional itu terancam punah lantaran sudah sangat jarang dipentaskan. Bah-kan, beberapa di antaranya sudah lenyap tanpa bekas. Sebagai contoh, kesenian klasik Gandrung yang berkembang sekitar tahun 1928 di Banjar Tembau Kelod, Kelurahan Penatih, Denpasar Timur, sempat tidak dipentaskan sejak tahun 1958 dan baru berhasil direkon-struksi tahun 2010. Tentunya, proses penyelamatan kesenian adiluhung warisan leluhur melalui rekonstruksi ini berhasil dilakukan berkat keinginan kuat masyarakat setempat yang dimoti-vasi oleh Dinas Kebudayaan (Disbud) Kota Denpasar. Proses rekonstruksi se-rupa juga dilakukan terhadap Gandrung Banjar Monang-Maning, Desa Peme-cutan Kelod. Sementara itu, Gandrung Tetamiang Pura Dalem Danu, Banjar Minggir, Kelurahan Padangsambian saat ini tengah dipersiapkan proses rekonstruksinya berdasarkan “jejak” gelungan Gandrung yang tersisa di pura tersebut. “Beberapa tahun terakhir, Disbud Kota Denpasar memang proaktif memotivasi banjar-banjar maupun desa-desa pakraman di Denpasar untuk mem-bangkitkan kembali kesenian-kesenian

klasik di wilayahnya yang sudah tidak pernah dipentaskan lagi,” kata Kepala Disbud Kota Denpasar Drs. I Made Mudra, M.Si.

Selain menggulirkan program re-konstruksi, kata Mudra, pihaknya juga merevitalisasi kesenian-kesenian klasik yang kesulitan “mencetak” generasi penerus. Meskipun kesenian-kesenian itu masih dipentaskan sebagai pengiring ritual keagamaan, eksistensinya sangat mencemaskan karena pelaku kesenian

Selamatkan Seni dari Kepunahan

Salah satu penari Gandrung Tem-

bau Kelod.

I Made Mudra

21 - 27 Oktober 201346 21 - 27 Oktober 201346

itu terbatas pada generasi-generasi tua. Pada tahun 2010, misalnya, Disbud Denpasar bersinergi dengan masyarakat sempat berhasil merevitalisasi 12 jenis tarian Baris di antaranya Baris Wayang, Baris Kupu-Kupu dan Baris Tamiang den-gan penari yang seluruhnya berusia muda. Pada tahun anggaran 2014 mendatang, proses revitalisasi akan menyasar Baris Nawasanga yang ada di Desa Pakraman Sumerta. “Proses revitalisasi ini bertu-juan untuk mencetak generasi-generasi penerus sehingga kesenian-kesenian klasik itu tetap lestari,” tegasnya.

Menurut Mudra, penyebab utama lenyapnya sejumlah kesenian klasik dari peredaran adalah kegagalan proses regen-erasi. Karena gagal mencetak generasi

pewaris, usia kesenian pun hanya sebatas usia pelaku kesenian itu. Begitu seniman-nya meninggal dunia, maka lenyap pula kesenian itu. “Seringkali, kita memang melupakan pentingnya kaderisasi itu. Ketika pelaku aktif kesenian itu sudah tidak ada dan keseniannya tidak pernah dipentaskan lagi, barulah kita blingsatan dan merasa sangat kehilangan,” katanya mengingatkan.

Untuk membangkitkan kembali kese-nian-kesenian klasik yang sudah lama tak kedengaran aktivitasnya, kata dia, tidak ada jalan lain yang bisa dilakukan selain melakukan rekonstruksi. Sayangnya, proses rekonstruksi ini tidak selamanya berjalan mulus. Seringkali, seniman-seniman yang pernah jadi pelaku aktif

kesenian itu seluruhnya sudah mening-gal dunia sehingga pihak-pihak yang melaksanakan aktivitas rekonstruksi itu kehilangan pijakan. Kehilangan sumber referensi utama sebagai titik awal untuk memulai pekerjaan. Sementara di pihak lain, seniman-seniman Bali di masa lam-pau sangat jarang mendokumentasikan karya-karyanya. “Keterbatasan referensi itu seringkali menjadi batu sandungan terbesar setiap kali kami melakukan upaya rekonstruksi terhadap kesenian-kesenian langka. Lain persoalan jika senimannya masih ada, kita bisa merekonstruksi karya itu berdasarkan ingatan dari seniman tersebut,” ujarnya.

Sumatika

G A Y A H I D U P

Duo Thiwi (Thiar dan Widi) sudah tak asing bagi penggemar musik Bali. Duet Kadek Thiar Prahita-dani (Thiar) dan Ni Wayan Sari Widiasih (Widi) ini terbentuk sejak tahun 2009.

Mereka bertemu ketika sama-sama menjadi kontestan ajang BRTV tahun 2008 dan masuk lima besar. Di ajang yang digelar Bali TV ini, mereka sering menyanyi bersama. Kebersamaan ini menghadirkan chemistry bagi mereka. Mereka juga mengaku memiliki banyak kesamaan, antara lain sama-sama dinaungi Taurus, menyukai aliran pop rock, mengidolakan Mulan Jamela dan Celine Dion, dan bercita-cita menjadi penyanyi terkenal.

Keduanya lalu bertemu I Gusti Ngurah “Rahman” Murthana, pemilik Jayagiri Pro. Rahman yang juga Ketua Pramusti Bali mengajak mereka bergabung di manajemen Jayagiri Pro. Duo ini lalu mengumpulkan lagu-lagu untuk dijadikan album. Materi lagu dibuatkan Jun Bintang, Raff 4WD, dan Sobag Bungsil. Setelah terkumpul 10 lagu, mereka membuat masternya den-gan aransemen musik digarap Sila. Album bertajuk “Album Cinta” pun dirilis 9 Januari 2011 dengan 10 lagu. Empat lagu, “Sori Sori”, “Cinta Pertama”, “Demi Cinta”, dan “Mawa Layu” dinyanyikan duet. Thiar bersolo untuk lagu “Sing Percaya Cinta”, “Gampang”, dan “Pilih Tiang” sedangkan Widi bersolo untuk lagu “Uyang Paling”, “Nden Malu” dan “Bani Mati”.

Kebersamaan Thiar dan Widi yang sudah terjalin lama membuat keduanya saling memahami satu sama lain. Mereka pun mengaku sering curhat tentang ban-yak hal di luar urusan menyanyi. Kekompa-kan keduanya juga mempermudah mereka saat tampil di panggung.

Keduanya juga mengaku sangat didu-kung oleh orangtua dalam berkarier. Sepa-njang yang dilakukan itu bermanfaat dan memiliki nilai positif bagi perkembangan karier, para orangtua sangat mendukung anak-anaknya. Tak jarang, Duo Thiwi pentas ditemani orangtuanya.

Selain orangtua, dukungan pacar dan sa-habat Thiwi menjadi pemacu semangat Thiar dan Widhi untuk terus berkarya. Tahun 2013 ini mereka menargetkan satu single berbahasa Indonesia. “Selama ini kami lebih banyak me-nyanyikan lagu Bali. Di single terbaru yang bertema semangat remaja, kami ingin mencoba sesuatu yang lain. Ibaratnya, kami mencoba

suasana baru. Kalau sebelumnya lebih banyak mengupas tema cinta, kali ini kami buat tema beda,” ungkap Thiar. Konsep untuk video klip pun sudah mereka rancang agar sesuai dengan tema lagu itu.

Saat tak ada aktivitas di kampus atau pun di panggung, ked-uanya sibuk mengelola bisnis. Thiar memanfaatkan toko bekas distro milik kakaknya untuk dijadikan tempat penyewaan kos-tum. “Ide penyewaan kostum terbersit saat melihat lemari penuh. Daripada pakaian yang pernah dipakai saat tampil di panggung itu menganggur, lebih baik disewakan. Lumayan hasilnya. Ada saja yang menyewa. Saya bekerja sama dengan fotografer yang mau mengadakan pemotretan dan memerlukan kostum,” tutur anak kedua pasangan I Wayan Kotia-Alit Prihatini ini.

Thiar kini juga disibukkan dengan mengikuti ajang pencar-ian bakat Nezacademy milik Agnes Monica. “Ajang ini l a i n dari yang lain, Konsepnya sekolah. Agnes

yang jadi kepala sekolah. Pelajarannya bu-kan hanya menyanyi. Segala aspek untuk

menjadi entertainer diajarkan. Bagi saya ini jalan untuk meraih cita-cita go national,” ujar Thiar yang memang mengidolakan Agnes Monica.

Widi lebih memilih bisnis online. Ia menjual beragam fashion untuk wanita. Di mana pun ia berada, bisnis ini tetap bisa dijalankan.

Hasilnya diperoleh juga lu-mayan. “Menyanyi dan bis-nis sama-sama enak karena ujung-ujungnya dapat duit,” ujar anak tunggal pasangan

I Made Sukarta-Ni Wayan Mindri ini sembari tersenyum. Ia

menambahkan, pakaian yang pernah dipakai pentas Duo Thiwi dititipkan di toko penyewaan Thiar.

Tabloid Tokoh/www.tokoh.co.id

LAPoRAN

21 - 27 Oktober 201348

D esainer senior Indonesia Mardiana Ika memamerkan koleksi rancangannya yang elegan dan chic dengan kekuatan cam-

puran warna ringan seperti merah marun, terung, gelap terung, midnite, biru, hijau hutan tanpa warna mencolok.

Melalui label Ika Butoni, sejak 1983, Ika selalu menawarkan kualitas dan finishing yang sejajar dengan rumah-rumah mode dunia. Keinda-hannya pun dilengkapi sentuhan karya tangan seperti bordir, rajut dan aplikasi. Begitu juga ciri khasnya, tak pernah lepas dari unsur budaya

Indonesia yang dikemas global.Berbahan wool, silk jersey, cashmere, reversible wool, jacquard, lace,

chiffon, taffeta, dan kulit, busana karya anggota The Hong Kong Fashion Designer’s Association (HKFDA) ini, diciptakan bukan hanya untuk siap pakai, namun mampu menonjolkan keindahan bentuk tubuh perempuan.

Pastinya juga, dengan desain yang nyaman dikenakan di berbagai kesem-patan. Tabloid Tokoh/www.tokoh.co.id

LAPorAn

H O B I

Kalau Anda penghobi satwa, tentu tidak asing dengan tempat yang satu ini. Pasar Burung Satria, begitulah namanya. Sejatinya, tidak pas benar dengan predikat pasar burung karena tempat ini tidak hanya memperjualbelikan burung tetapi juga jenis satwa piaraan lainnya. Seperti anjing, ikan, kucing, monyet dan seba-gainya. Sedangkan nama Satria ini, karena dekat dan sebenarnya berada di areal Puri Satria.

Pasar burung adalah salah satu objek wisata yang unik di Kota Denpasar. Terletak di Jalan Veteran, Denpasar, tepatnya di sebelah jaba merajan dari Puri Satria Denpasar. Pasar ini dirintis pada tahun 1980, kemudian ditata oleh pemerintah pada tahun 1991. Pada tahun 2000 pasar ini mulai berkembang hingga akhirnya diresmikan oleh wakil wali kota saat itu I Ketut Robin, MBA. Akhirnya pada tahun 2001-2012, Diparda mulai membangun beberapa prasarana penunjang misalnya money changer dan toilet.

Di tengah hasrat kuat para penghobi satwa, tak jarang tempat ini dituding sebagai pasar yang memperdagangkan hewan langka yang dilindungi undang-undang. Benarkah demikian? Terkait dengan tudingan ini, Kepala Dinas Pariwisata Daerah (Diparda) Denpasar Drs. I Putu Budiasa, M.Si. mengatakan, pasar yang ditangani oleh keluarga Puri Satria Denpasar ini berjalan sep-erti biasa dan tidak ada masalah akhir-akhir ini. Demikian pula tamu-tamu, baik lokal atau luar negeri, mereka berkunjung seperti apa adanya. “Apabila ada transaksi jual-beli binatang yang dilindungi, kemungkinan ada tetapi sembunyi-sembunyi. Kita kan tak tahu keadaan di ‘belakang’,” ungkapnya.

Menurutnya, binatang yang ada di Pasar Burung, mungkin ada yang ditemukan masyarakat secara kebetulan atau tidak sengaja. Kemudian menangkap dan menjualnya. “Banyak masyarakat awam yang mendapatkan binatang secara liar seperti ular, monyet, burung dan sejenisnya. Namun, mereka tidak tahu

apakah itu dilindungi atau tidak,” jelasnya.Budiasa berharap, semoga pasar yang dikelola oleh abdi-abdi

puri ini berjalan dan tumbuh dengan baik. Karena pasar yang tergolong unik, bisa menambah jumlah objek wisata di Kota Denpasar. Apalagi sekarang, turis makin tertarik pada city tour. “Dalam mendukung objek ini, kami dari Diparda juga telah bekerja sama dengan Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) untuk memberikan kursus dan pembinaan bagi pedagang di sana,” terangnya.

Sementara berdasarkan informasi yang dihimpun dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali, Pasar Burung Satria adalah salah satu objek yang memang wajib dirazia selain kawasan Bedugul, Kintamani dan Sangeh. Sejauh ini pihak BKSDA sudah melakukan penyidikan ke pasar burung. Ternyata, ada pedagang yang ditemukan telah menjual binatang yang dil-indungi. Dulu kasus ini pernah terjadi beberapa kali dan tersang-kanya sudah ditangkap dan ditangani. Terakhir, kasus transaksi jual-beli hewan yang dilindungi terjadi pada tahun 2008, di mana BKSDA telah menangkap pelaku dengan kasus penjualan burung Bayan (salah satu binatang yang dilindungi).

Menurut BKSDA, apabila ada masyarakat yang menemukan binatang liar yang langka, sebaiknya melapor ke BKSDA agar bisa ditindaklanjuti. Apabila masuk ke daftar hewan yang dil-indungi maka BKSDA akan membawanya ke kebun binatang untuk dirawat, dilindungi dan dilestarikan keberadaannya. BKSDA menegaskan, tindakan seperti menangkap, memelihara dan menjualbelikan hewan yang dilindungi merupakan salah satu dari pelanggaran hukum.

Saat ini, keberadaan Pasar Burung Satria makin berkembang dan diminati wisatawan lokal dari Bali dan juga asing seperti Australia dan Eropa. “Mereka kebanyakan tertarik untuk mem-beli binatang seperti burung, mamalia dan makanan binatang,” terang Citra, staf Pasar Satria.

Pasar Burung Satria

’’City Tour’’ bagi Penghobi

LAPORAN

BANGKRUT

Pulau

serangan

RP 20.000

Kafe ’’Serang’’ Serangan

08 | 21 - 27 Oktober 2013