Upload
prashana-velayutham
View
44
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Diabetes adalah penyakit yang umum terjadi pada negara maju dan menjadi
masalah terbesar di seluruh dunia. Insidens diabetes telah meningkat secara
dramatis pada dekade terakhir ini dan diperkirakan akan meningkat dua kali lipat
pada dekade berikutnya. Meningkatnya prevalensi diabetes, mengakibatkan
meningkat pula komplikasi jangka panjang dari diabetes seperti retinopati,
nefropati, dan neuropati, yang mempunyai dampak besar terhadap pasien maupun
masyarakat.1
Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan paling sering
ditemukan pada usia dewasa antara 20 sampai 74 tahun, dimana pasien diabetes
memiliki risiko 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan dibanding non diabetes.
Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan
dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh,
terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah. Diabetes mellitus dapat
menyebabkan perubahan pada sebagian besar jaringan okuler. Perubahan ini
meliputi kelainan pada kornea, glaukoma, palsi otot ekstraokuler, neuropati saraf
optik dan retinopati. Diantara perubahan-perubahan yang terjadi pada struktur
okuler ini yang paling sering menyebabkan komplikasi kebutaan yaitu retinopati
diabetik. Hampir 100% pasien diabetes tipe 1 dan lebih dari 60% pasien diabetes
tipe 2 berkembang menjadi retinopati diabetik selama dua dekade pertama dari
diabetes.2
Retinopati diabetik merupakan kelainan retina akibat dari komplikasi
diabetes yang menyebabkan kebutaaan.2 Retinopati ini dapat dibagi dalam dua
kelompok berdasarkan tanda klinis yaitu retinopati diabetik non proliferatif dan
retinopatoti diabetik proliferatif, dimana retinopati diabetik non proliferatif
merupakan gejala klinik yang paling dini didapatkan pada penyakit retinopati
diabetik.2
1
Manifestasi penyakit ini dapat terjadi pada 80% dari semua penderita
diabetes yang sudah menderita diabetes lebih dari 10 tahun atau 15 tahun.
Retinopati diabetik pada diabetes tipe I paling sedikit terlihat 3-5 tahun sesudah
onset diabetes, sedangkan pada diabetes tipe II retinopati sudah dapat terjadi
sebelum diagnosis ditegakkan.2
Di Inggris retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan nomor 4 dari
seluruh penyebab kebutaan yang terdapat pada kelompok usia 30-65 tahun,
sedangkan di Amerika Serikat terdapat kebutaan 5.000 per tahun akibat retinopati
diabetes. Angka kejadian pada wanita lebih banyak daripada pria.2
Kebutaan yang disebabkan oleh retinopati diabetik dapat dicegah setiap
tahunnya jika dideteksi lebih dini. Berbagai usaha telah dilakukan untuk
mencegah atau menunda onset terjadinya kompilkasi kehilangan penglihatan pada
pasien retinopati diabetik. Kontrol gula darah dan tekanan darah sebagaimana
yang ditetapkan oleh Diabetes Control and Complications Trial (DCCT) dan
Early Treatment DiabeticRetinopathy Study (ETDRS) dapat mencegah insidens
maupun progresifitas dari retinopati diabetik.1,2 Hal tersebutlah yang
melatarbelakangi dibuatnya laporan kasus mengenai retinopati diabetik, agar
kelainan retina yang disebabkan oleh penyakit diabetes ini dapat dideteksi lebih
dini.2
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Retinopati diabetik merupakan kelainan retina akibat dari komplikasi
diabetes yang menyebabkan kebutaaan.2 Retinopati diabetik adalah
kelainan retina (retinopati) yang ditemukan pada penderita diabetes
mellitus, dimana penyakit ini tidak disebabkan oleh proses radang.
Retinopati akibat diabetes melitus lama berupa aneurisma, melebarnya
vena, pedarahan dan eksudat lemak. Kelainan patologik yang paling dini
adalah penebalan membran basal endotel kapiler dan penurunan jumlah
perisit.3
Retinopati ini dapat dibagi dalam dua kelompok berdasarkan tanda
klinis yaitu retinopati diabetik non proliferatif dan retinopatoti diabetik
proliferatif, dimana retinopati diabetik non proliferatif merupakan gejala
klinik yang paling dini didapatkan pada penyakit retinopati diabetik.2
2.2 Epidemiologi
Pasien diabetes memiliki resiko 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan
dibanding non diabetes. Resiko mengalami retinopati pada pasien diabetes
meningkat sejalan dengan lamanya diabetes. Pada waktu diagnosis
diabetes tipe I ditegakkan, retinopati diabetik hanya ditemukan pada <5%
pasien. Setelah 10 tahun, prevalensi meningkat menjadi 40-50% dan
sesudah 20 tahun lebih dari 90% pasien sudah menderita rerinopati
diabetik. Pada diabetes tipe 2 ketika diagnosis ditegakkan, sekitar 25%
sudah menderita retinopati diabetik non proliferatif. Setelah 20 tahun,
prevalensi retinopati diabetik meningkat menjadi lebih dari 60% dalam
berbagai derajat. Di Amerika Utara, 3,6% pasien diabetes tipe 1 dan 1,6%
pasien diabetes tipe 2 mengalami kebutaan total. Di Inggris dan Wales,
sekitar 1000 pasien diabetes tercatat mengalami kebutaan sebagian atau
total setiap tahun.1,2,4
3
Di Inggris retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan nomor 4
dari seluruh penyebab kebutaan yang terdapat pada kelompok usia 30-65
tahun, sedangkan di Amerika Serikat terdapat kebutaan 5.000 per tahun
akibat retinopati diabetes. Angka kejadian pada wanita lebih banyak
daripada pria.2
2.3 Anatomi
Mata adalah organ penglihatan yang terletak dalam rongga orbita dengan
struktur sferis dengan diameter 2,5 cm berisi cairan yang dibungkus oleh
tiga lapisan. Dari luar ke dalam, lapisan–lapisan tersebut adalah : (1)
sklera/kornea, (2) koroid/badan siliaris/iris, dan (3) retina. Sebagian besar
mata dilapisi oleh jaringan ikat yang protektif dan kuat di sebelah luar,
sklera, yang membentuk bagian putih mata. Di anterior (ke arah depan),
lapisan luar terdiri atas kornea transparan tempat lewatnya berkas–berkas
cahaya ke interior mata. Lapisan tengah di bawah sklera adalah koroid
yang sangat berpigmen dan mengandung pembuluh-pembuluh darah untuk
memberi makan retina. Lapisan paling dalam di bawah koroid adalah
retina, yang terdiri atas lapisan yang sangat berpigmen di sebelah luar dan
sebuah lapisan syaraf di dalam. Retina mengandung sel batang dan sel
kerucut, fotoreseptor yang mengubah energi cahaya menjadi impuls saraf.5
4
Gambar 1. Anatomi Mata.5
Retina
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan
multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola
mata. Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus
siliare, dan berakhir di tepi ora serata.3
Retina dibentuk dari lapisan neuroektoderma sewaktu proses
embriologi. Retina berasal dari divertikulum otak bagian depan
(proencephalon). Pertama-tama vesikel optik terbentuk kemudian
berinvaginasi membentuk struktur mangkuk berdinding ganda, yang disebut
optic cup. Dalam perkembangannya, dinding luar akan membentuk epitel
pigmen sementara dinding dalam akan membentuk sembilan lapisan retina
lainnya. Retina akan terus melekat dengan proencephalon sepanjang
kehidupan melalui suatu struktur yang disebut traktus retinohipotalamikus.6,7
Gambar 2. Lapisan Retina7
Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung
reseptor yang menerima rangsangan cahaya. Retina berbatasan dengan koroid
dan sel epitel pigmen retina. Retina terdiri atas 2 lapisan utama yaitu lapisan
luar yang berpigmen dan lapisan dalam yang merupakan lapisan saraf.
Lapisan saraf memiliki 2 jenis sel fotoreseptor yaitu sel batang yang berguna
untuk melihat cahaya dengan intensitas rendah, tidak dapat melihat warna,
untuk penglihatan perifer dan orientasi ruangan sedangkan sel kerucut
berguna untuk melihat warna, cahaya dengan intensitas tinggi dan
penglihatan sentral. Retina memiliki banyak pembuluh darah yang menyuplai
nutrient dan oksigen pada sel retina.6,7
5
Lapisan-lapisan retina dari luar ke dalam :7
1. Epitel pigmen retina.
2. Lapisan fotoreseptor, terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk
ramping dan sel kerucut merupakan sel fotosensitif.
3. Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi.
4. Lapisan nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus kerucut dan
batang.
5. Lapisan pleksiform luar, yaitu lapisan aseluler yang merupakan
tempat sinapsis fotoreseptor dengan sel bipolar dan horizontal.
6. Lapisan nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal,
dan sel Muller. Lapisan ini mendapat metabolisme dari arteri retina
sentral.
7. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapisan aseluler tempat sinaps
sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
8. Lapisan sel ganglion yang merupakan lapisan badan sel dari neuron
kedua.
9. Lapisan serabut saraf merupakan lapisan akson sel ganglion menuju
ke arah saraf optik. Di dalam lapisan ini terdapat sebagian besar
pembuluh darah retina.
10. Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina
dan badan kaca.
Gambar 3. Foto Fundus: Retina Normal. Makula lutea terletak 3-4 mm
ke arah temporal dan sedikit dibawah disk optik, Diameter vena 1,5 kali
6
lebih besar dari arteri.7
Vaskularisasi Retina
Retina menerima darah dari dua sumber, yaitu arteri retina sentralis yang
merupakan cabang dari arteri oftalmika dan khoriokapilari yang berada
tepat di luar membrana Bruch. Arteri retina sentralis memvaskularisasi
dua per tiga sebelah dalam dari lapisan retina (membran limitans interna
sampai lapisan inti dalam), sedangkan sepertiga bagian luar dari lapisan
retina (lapisan plexiform luar sampai epitel pigmen retina) mendapat
nutrisi dari pembuluh darah di koroid. Arteri retina sentralis masuk ke
retina melalui nervus optik dan bercabang-cabang pada permukaan dalam
retina. Cabang-cabang dari arteri ini merupakan arteri terminalis tanpa
anastomose. Lapisan retina bagian luar tidak mengandung pembuluh-
pembuluh kapiler sehingga nutrisinya diperoleh melalui difusi yang
secara primer berasal dari lapisan yang kaya pembuluh darah pada
koroid.6,7
Pembuluh darah retina memiliki lapisan endotel yang tidak
berlubang, membentuk sawar darah retina. Lapisan endotel pembuluh
koroid dapat ditembus. Sawar darah retina sebelah luar terletak setinggi
lapisan epitel pigmen retina. Fovea sentralis merupakan daerah avaskuler
dan sepenuhnya tergantung pada difusi sirkulasi koroid untuk nutrisinya.
Jika retina mengalami ablasi sampai mengenai fovea maka akan terjadi
kerusakan yang irreversibel.6,7
Innervasi Retina
Neurosensoris pada retina tidak memberikan suplai sensibel. Kelainan-
kelainan yang terjadi pada retina tidak menimbulkan nyeri akibat tidak
adanya saraf sensoris pada retina. Untuk melihat fungsi retina maka
dilakukan pemeriksaan subyektif retina seperti : tajam penglihatan,
penglihatan warna, dan lapangan pandang. Pemeriksaan obyektif adalah
elektroretinogram (ERG), elektro-okulogram (EOG), dan visual evoked
respons (VER). Salah satu pemeriksaan yang dilakukan untuk
mengetahui keutuhan retina adalah pemeriksaan funduskopi.6,7
7
2.4 Faktor Resiko
Faktor resiko retinopati diabetik antara lain :2,4,8
1. Durasi diabetes, adalah hal yang paling penting. Pada pasien yang
didiagnosa dengan DM sebelum umur 30 tahun, insiden retinopati
diabetik setelah 50 tahun sekitar 50% dan setelah 30 tahun mencapai
90%.
2. Kontrol glukosa darah yang buruk, berhubungan dengan
perkembangan dan perburukan retinopati diabetik.
3. Tipe diabetes, dimana retinopati diabetik mengenai DM tipe 1
maupun tipe 2 dengan kejadian hampir seluruh tipe 1 dan 75% tipe 2
setelah 15 tahun.
4. Kehamilan, biasanya dihubungkan dengan bertambah progresifnya
retinopati diabetik, meliputi kontrol diabetes pra kehamilan yang
buruk, kontrol ketat yang terlalu cepat pada masa awal kehamilan, dan
perkembangan dari preeklamsia serta ketidakseimbangan cairan.
5. Hipertensi yang tidak terkontrol, biasanya dikaitkan dengan
bertambah beratnya retinopati diabetik dan perkembangan retinopati
diabetik proliferatif pada DM tipe I dan II.
6. Nefropati, jika berat dapat mempengaruhi retinopati diabetik.
Sebaliknya terapi penyakit ginjal (contoh: transplantasi ginjal) dapat
dihubungkan dengan perbaikan retinopati dan respon terhadap
fotokoagulasi yang lebih baik.
7. Faktor resiko yang lain meliputi merokok, obesitas, anemia dan
hiperlipidemia.
2.5 Etiologi dan Patogenesis
Meskipun penyebab retinopati diabetik sampai saat ini belum diketahui
secara pasti, namun keadaan hiperglikemik lama dianggap sebagai faktor
resiko utama. Lamanya terpapar hiperglikemik menyebabkan perubahan
fisiologi dan biokimia yang akhinya menyebabkan perubahan kerusakan
endotel pembuluh darah. Perubahan abnormalitas sebagian besar
8
hematologi dan biokimia telah dihubungkan dengan prevalensi dan
beratnya retinopati antara lain : 1) adhesi platelet yang meningkat, 2)
agregasi eritrosit yang meningkat, 3) abnormalitas lipid serum, 4)
fibrinolisis yang tidak sempurna, 4) abnormalitas serum dan viskositas
darah. 2
Retina merupakan suatu struktur berlapis ganda dari fotoreseptor
dan sel saraf. Kesehatan dan aktivitas metabolisme retina sangat
tergantung pada jaringan kapiler retina. Kapiler retina membentuk jaringan
yang menyebar ke seluruh permukaan retina kecuali suatu daerah yang
disebut fovea. Kelainan dasar dari berbagai bentuk retinopati diabetik
terletak pada kapiler retina tersebut. Dinding kapiler retina terdiri dari tiga
lapisan dari luar ke dalam yaitu sel perisit, membrana basalis dan sel
endotel. Sel perisit dan sel endotel dihubungkan oleh pori yang terdapat
pada membrana sel yang terletak diantara keduanya. Dalam keadaan
normal, perbandingan jumlah sel perisit dan sel endotel retina adalah 1:1
sedangkan pada kapiler perifer yang lain perbandingan tersebut mencapai
20:1. Sel perisit berfungsi mempertahankan struktur kapiler, mengatur
kontraktilitas, membantu mempertahankan fungsi barrier dan transportasi
kapiler serta mengendalikan proliferasi endotel. Membran basalis
berfungsi sebagai barrier dengan mempertahankan permeabilitas kapiler
agar tidak terjadi kebocoran. Sel endotel saling berikatan erat satu sama
lain dan bersama-sama dengan matriks ekstrasel dari membran basalis
membentuk barrier yang bersifat selektif terhadap beberapa jenis protein
dan molekul kecil termasuk bahan kontras flouresensi yang digunakan
untuk diagnosis penyakit kapiler retina.2
Perubahan histopatologis kapiler retina pada retinopati diabetik
dimulai dari penebalan membrane basalis, hilangnya perisit dan proliferasi
endotel, dimana pada keadaan lanjut, perbandingan antara sel endotel dan
sel perisit mencapai 10:1. Patofisiologi retinopati diabetik melibatkan lima
proses dasar yang terjadi di tingkat kapiler yaitu (1) pembentukkan
mikroaneurisma, (2) peningkatan permeabilitas pembuluh darah, (3)
penyumbatan pembuluh darah, (4) proliferasi pembuluh darah baru
9
(neovaskular) dan jaringan fibrosa di retina, (5) kontraksi dari jaringan
fibrous kapiler dan jaringan vitreus. Penyumbatan dan hilangnya perfusi
menyebabkan iskemia retina sedangkan kebocoran dapat terjadi pada
semua komponen darah.2,6
Retinopati diabetik merupakan mikroangiopati okuler akibat
gangguan metabolik yang mempengaruhi tiga proses biokimiawi yang
berkaitan dengan hiperglikemia yaitu jalur poliol, glikasi non-enzimatik
dan protein kinase C.1,2
Jalur Poliol
Hiperglikemik yang berlangsung lama akan menyebabkan produksi
berlebihan serta akumulasi dari poliol, yaitu suatu senyawa gula dan
alkohol, dalam jaringan termasuk di lensa dan saraf optik. Salah satu sifat
dari senyawa poliol adalah tidak dapat melewati membrane basalis
sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang banyak dalam sel. Senyawa
poliol menyebabkan peningkatan tekanan osmotik sel dan menimbulkan
gangguan morfologi maupun fungsional sel.1,2
Glikasi Nonenzimatik
Glikasi non enzimatik terhadap protein dan asam deoksiribonukleat (DNA)
yang terjadi selama hiperglikemia dapat menghambat aktivitas enzim dan
keutuhan DNA. Protein yang terglikosilasi membentuk radikal bebas dan
akan menyebabkan perubahan fungsi sel.1,2
Protein Kinase C
Protein Kinase C diketahui memiliki pengaruh terhadap permeabilitas
vaskular, kontraktilitas, sintesis membrane basalis dan proliferasi sel
vaskular. Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel
endotel meningkat akibat peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol,
yaitu suatu regulator PKC, dari glukosa.1,2
Tabel 1. Hipotesis Mengenai Mekanisme Retinopati Diabetik2
Mekanisme Cara Kerja Terapi
Aldose
reduktase
Meningkatkan produksi sorbitol,
menyebabkan kerusakan sel.
Aldose reduktase
inhibitor
10
Inflamasi Meningkatkan perlekatan leukosit pada
endotel kapiler, hipoksia, kebocoran,
edema makula.
Aspirin
Protein Kinase
C
Mengaktifkan VEGF, diaktifkan oleh
DAG pada hiperglikemia.
Inhibitor terhadap
PKC b-Isoform
Nitrit Oxide
Synthase
Meningkatkan produksi radikal bebas,
meningkatkan VEGF.
Amioguanidin
Menghambat
ekspresi gen
Menyebabkan hambatan terhadap jalur
metabolisme sel.
Belum ada
Apoptosis sel
perisit dan sel
endotel kapiler
retina
Penurunan aliran darah ke retina,
meningkatkan hipoksia.
Belum ada
VEGF Meningkat pada hipoksia retina,
menimbulkan kebocoran, edema
makula, neovaskular.
Fotokoagulasi
panretinal
PEDF Menghambat neovaskularisasi, menurun
pada hiperglikemia.
Induksi produksi
PEDF oleh gen
PEDF
GH dan IGF-I Merangsang neovaskularisasi. Hipofisektomi,
GH-receptor
blocker, ocreotide
PKC= protein kinase C; VEGF= vascular endothel growth factor;
DAG= diacylglycerol; ROS= reactive oxygen species; AGE= advanced
glycation end-product; PEDF= pigment-epithelium-derived factor; GF=
growth factor; IGF-I= insulin-like growth factor I.2
11
Gambar 4. Oklusi Mikrovaskular pada Retinopati Diabetik2
Sebagai hasil dari perubahan mikrovaskular tersebut adalah
terjadinya oklusi mikrovaskular yang menyebabkan hipoksia retina.
Hilangnya perfusi (nonperfussion) akibat oklusi dan penumpukan leukosit
kemudian menyebabkan iskemia retina sedangkan kebocoran dapat terjadi
pada semua komponen darah. Hal ini menimbulkan area non perfusi yang
luas dan kebocoran darah atau plasma melalui endotel yang rusak. Ciri
khas dari stadium ini adalah cotton wool spot. Efek dari hipoksia retina
yaitu arteriovenous shunt. A-V shunt berkaitan dengan oklusi kapiler dari
arterioles dan venules. Inilah yang disebut dengan Intraretinal
microvascular abnormalities (IRMA). Selain itu, dapat ditemukan dot
hemorrhage dan vena yang seperti manik-manik.8
Gambar 5. Akibat dari Iskemik Retina pada Retinopati Diabetik8
12
Gambar 6. Intraretinal Microvascular Abnormalities (IRMA), berlokasi di
retina superficial berdekatan dengan area non perfusi.8
Hilangnya sel perisit pada hiperglikemia menyebabkan antara lain
terganggunya fungsi barrier, kelemahan dinding kapiler serta
meningkatnya tekanan intraluminer kapiler. Kelemahan fisik dari dinding
kapiler menyebabkan terbentuknya saccular pada dinding pembuluh darah
yang dikenal dengan mikroaneurisma yang kemudian bisa menyebabkan
kebocoran atau menjadi thrombus. Konsekuensi dari meningkatnya
permeabilitas vaskular adalah rusaknya barrier darah-retina sehingga
terjadi kebocoran plasma ke dalam retina yang menimbulkan edema
macula. Edema ini dapat bersifat difus ataupun local. Edema ini tampak
sebagai retina yang menebal dan keruh disertai mikroaneurisma dan
eksudat intraretina sehingga terbentuk zona eksudat kuning kaya lemak
bentuk bundar (hard exudates) di sekitar mikroaneurisma dan paling
sering berpusat di bagian temporal makula.8
Perdarahan dapat terjadi pada semua lapisan retina dan berbentuk
nyala api karena lokasinya di dalam lapisan serat saraf yang berorientasi
horizontal. Sedangkan perdarahan bentuk titik-titik (dot hemorrhage) atau
bercak terletak di lapisan retina yang lebih dalam tempat sel-sel akson
berorientasi vertical. Perdarahan terjadi akibat kebocoran eritrosit, eksudat
terjadi akibat kebocoran dan deposisi lipoprotein plasma, sedangkan
edema terjadi akibat kebocoran cairan plasma.8,9
13
Gambar 7. Akibat dari Peningkatan Permeabilitas Vaskular pada
Retinopati Diabetik8
Pada retina yang iskemik, faktor angiogenik seperti vascular
endothelial growth factor (VEGF) dan insulin-like growth factor-1 (IGF-
1)diproduksi.Faktor-faktor ini menyebabkan pembentukan pembuluh
darah baru pada area preretina dan nervus optik (PDR) serta iris (rubeosis
iridis).Neovaskularisasi dapat terjadi pada diskus (NVD) atau dimana saja
(NVE).8
Gambar 8. Lokasi NVD dan NVE8
Pembuluh darah baru yang terbentuk hanya terdiri dari satu
lapisan sel endotel tanpa sel perisit dan membrane basalis sehingga
bersifat sangat rapuh dan mudah mengalami perdarahan. Pembuluh darah
baru tersebut sangat berbahaya karena bertumbuhnya secara abnormal
keluar dari retina dan meluas sampai ke vitreus, menyebabkan
perdarahan disana dan dapat menimbulkan kebutaan. Perdarahan ke
14
dalam vitreus akan menghalangi transmisi cahaya ke dalam mata dan
memberi penampakan berupa bercak warna merah, abu-abu, atau hitam
pada lapangan penglihatan. Apabila perdarahan terus berulang, dapat
terjadi jaringan fibrosis atau sikatriks pada retina. Oleh karena retina
hanya berupa lapisan tipis yang terdiri dari beberapa lapisan sel saja,
maka sikatriks dan jaringan fibrosis yang terjadi dapat menarik retina
sampai terlepas sehingga terjadi ablasio retina.4,8,9
2.6 Gejala Klinik
Retinopati diabetik biasanya asimtomatis untuk jangka waktu yang
lama. Hanya pada stadium akhir dengan adanya keterlibatan macular
atau hemorrhages vitreus maka pasien akan menderita kegagalan visual
dan buta mendadak. Gejala klinis retinopati diabetik proliferatif
dibedakan menjadi dua yaitu gejala subjektif dan gejala obyektif.1,2,9
Gejala Subjektif yang dapat dirasakan :
Kesulitan membaca
Penglihatan kabur disebabkan karena edema macula
Penglihatan ganda
Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
Melihat lingkaran-lingkaran cahaya jika telah terjadi perdarahan
vitreus
Melihat bintik gelap & cahaya kelap-kelip
Gejala objektif pada retina yang dapat dilihat yaitu :
Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah
vena dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat
pembuluh darah terutama polus posterior. Mikroaneurisma terletak pada
lapisan nuclear dalam dan merupakan lesi awal yang dapat dideteksi secara
klinis. Mikroaneurisma berupa titik merah yang bulat dan kecil, awalnya
tampak pada temporal dari fovea. Perdarahan dapat dalam bentuk titik,
garis, dan bercak yang biasanya terletak dekat mikroaneurisma dipolus
posterior.
15
Gambar 9. Mikroaneurisma dan hemorrhages pada backround diabetic
retinopati10
Gambar 10. FA menunjukkan titik hiperlusen yang menunjukkan
mikroaneurisma non-trombosis.10
Perubahan pembuluh darah berupa dilatasi pembuluh darah dengan lumennya
ireguler dan berkelok-kelok seperti sausage-like.
Gambar 11. Dilatasi Vena8
Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya khusus
yaitu iregular, kekuning-kuningan. Pada permulaan eksudat pungtata
16
membesar dan bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang dalam
beberapa minggu.8
Gambar 12. Hard Exudates8
Gambar 13. FA Hard Exudates menunjukkan hipofluoresens.8
Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan iskemia
retina. Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning
bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak dibagian tepi daerah
nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina.
17
Gambar 14. Cotton Wool Spots pada oftalmologi dan FA8
Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah
makula (macula edema) sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan.
Edema retina awalnya terjadi antara lapisan pleksiform luar dan lapisan
nucleus dalam.
Pembuluh darah baru (Neovaskularisasi) pada retina biasanya terletak
dipermukaan jaringan. Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok,
dalam, berkelompok dan ireguler. Mula–mula terletak dalam jaringan retina,
kemudian berkembang ke daerah preretinal kemudian ke badan kaca.
Pecahnya neovaskularisasi pada daerah-daerah ini dapat menimbulkan
perdarahan retina, perdarahan subhialoid (preretinal) maupun perdarahan
badan kaca.
Gambar 15. NVD severe dan NVE severe8
18
Gambar 16. Retinopati Diabetik Resiko tinggi yang disertai perdarahan vitreus8
Tabel 2. Perbedaan antara NPDR dan PDR2,5,7,8
NPDR PDR
Mikroaneurisma (+) Mikroaneurisma (+)
Perdarahan intraretina (+) Perdarahan intraretina (+)
Hard eksudat (+) Hard eksudat (+)
Oedem retina(+) Oedem retina (+)
Cotton Wool Spots (+) Cotton Wool Spots (+)
IRMA (+) IRMA(+)
Neovaskularisasi (-) Neovaskularisasi (+)
Perdarahan Vitreous (-) Perdarahan Vitreous (+)
Pelepasan retina secara traksi (-) Pelepasan retina secara traksi (+)
2.7 Diagnosis dan Klasifikasi Retinopati Diabetik
Diagnosis retinopati diabetik didasarkan atas hasil pemeriksaan funduskopi.
Pemeriksaan dengan fundal fluorescein angiography (FFA) merupakan
metode diagnosis yang paling dipercaya. Namun dalam klinik, pemeriksaan
dengan oftalmoskopi masih dapat digunakan untuk skrining.2
Retinopati diabetik dan berbagai stadiumnya didiagnosis
berdasarkan pemeriksaan stereoskopik fundus dengan dilatasi pupil.
Oftalmoskopi dan foto funduskopi merupakan gold standard bagi penyakit
ini. Angiografi Fluoresens (FA) digunakan untuk menentukan jika
pengobatan laser diindikasikan. FA diberikan dengan cara menyuntikkan zat
fluorresens secara intravena dan kemudian zat tersebut melalui pembuluh
darah akan sampai di fundus.2
19
Gambar 17. Neovaskularisasi retina perifer lebih terlihat jelas dengan
angiography daripada funduskopi.2
Ada banyak klasifikasi retinopati diabetik yang dibuat oleh para ahli.
Pada umumnya klasifikasi didasarkan atas beratnya perubahan
mikrovaskular retina dan atau tidak adanya pembentukan pembuluh darah
baru di retina.2
Tabel 3. Klasifikasi Retinopati Diabetik2,10,11
Tahap Deskripsi
Tidak ada
retinopati
Tidak ada tanda-tanda abnormal yang ditemukan pada retina.
Penglihatan normal.
Makulopati Eksudat dan perdarahan dalam area macula, dan/atau bukti
edema retina, dan/atau bukti iskemia retina. Penglihatan
mungkin berkurang; mengancam penglihatan.
Praproliferati
f
Bukti oklusi (cotton wool spot). Vena menjadi ireguler dan
mungkin terlihat membentuk lingkaran. Penglihatan normal.
Proliferatif Perubahan oklusi menyebabkan pelepasan substansi
vasoproliferatif dari retina yang menyebabkan pertumbuhan
pembuluh darah baru di lempeng optik (NVD) atau di tempat
lain pada retina (NVE). Penglihatan normal, mengancam
penglihatan.
Lanjut Perubahan proliferatif dapat menyebabkan perdarahan ke
dalam vitreus atau antara vitreus dan retina. Retina juga dapat
tertarik dari epitel pigmen di bawahnya oleh proliferasi
fibrosa yang berkaitan dengan pertumbuhan pembuluh darah
20
baru. Penglihatan berkurang, sering akut dengan perdarahan
vitreus; mengancam penglihatan.
Early Treatment Diabetik Retinopathy Study Research Group (ETDRS)
membagi retinopati diabetik atas nonproliferatif dan proliferatif.Retinopati
diabetik digolongkan ke dalam retinopati diabetik non proliferatif (RDNP)
apabila hanya ditemukan perubahan mikrovaskular dalam retina.Neovaskuler
merupakan tanda khas retinopati diabetik proliferatif.2
Tabel 4. Klasifikasi Retinopati Diabetik berdasarkan ETDRS2,10,11
Retinopati Diabetik Non-Proliferatif
1
.
Retinopati nonproliferatif minimal : terdapat ≥ 1 tanda berupa dilatasi vena,
mikroaneurisma, perdarahan intraretina yang kecil atau eksudat keras.
2
.
Retinopati nonproliferatif ringan sampai sedang : terdapat ≥ 1 tanda berupa
dilatasi vena derajat ringan, perdarahan, eksudar keras, eksudat lunak atau
IRMA.
3
.
Retinopati nonproliferatif berat : terdapat ≥ 1 tanda berupa perdarahan dan
mikroaneurisma pada 4 kuadran retina, dilatasi vena pada 2 kuadran, atau
IRMA pada 1 kuadran.
4
.
Retinopati nonproliferatif sangat berat : ditemukan ≥ 2 tanda pada retinopati
non proliferative berat.
Retinopati Diabetik Proliferatif
1
.
Retinopati proliferatif ringan (tanpa risiko tinggi) : bila ditemukan minimal
adanya neovaskular pada diskus (NVD) yang mencakup <1/4 dari daerah
diskus tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus, atau neovaskular
dimana saja di retina (NVE) tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus.
2
.
Retinopati proliferatif risiko tinggi : apabila ditemukan 3 atau 4 dari faktor
resiko sebagai berikut, a) ditemukan pembuluh darah baru dimana saja di
retina, b) ditemukan pembuluh darah baru pada atau dekat diskus optikus, c)
pembuluh darah baru yang tergolong sedang atau berat yang mencakup > ¼
daerah diskus, d) perdarahan vitreus. Adanya pembuluh darah baru yang jelas
pada diskus optikus atau setiap adanya pembuluh darah baru yang disertai
perdarahn, merupakan dua gambaran yang paling sering ditemukan pada
21
retinopati proliferatif dengan resiko tinggi.
Gambar 18. Funduskopi pada NPDR. Mikroneurisma, hemorrhages
intraretina (kepala panah terbuka), hard exudates merupakan deposit lipid
pada retina (panah), cotton-wool spots menandakan infark serabut saraf
dan eksudat halus (kepala panah hitam).7
22
Gambar 19. Funduskopi pada PDR. Tanda panah menunjukkan adanya
preretinal neovascularisation.7
2.8 Diagnosis Banding
Diagnosis banding harus menyingkirkan penyakit vascular retina lainnya,
adalah hipertensive retinopathy.1,2
Retinopati hipertensi adalah suatu kondisi dengan karakteristik
perubahan vaskularisasi retina pada populasi yang menderita hipertensi.
Kelainan ini pertama kali dikemukakan oleh Marcus Gunn pada kurun ke-
19 pada sekelompok penderita hipertensi dan penyakit ginjal. Tanda-tanda
pada retina yang diobservasi adalah penyempitan arteriolar secara general
dan fokal, perlengketan atau “nicking” arteriovenosa, perdarahan retina
dengan bentuk flame-shape dan blot-shape, cotton-wool spots, dan edema
papilla. Pada tahun 1939, Keith et al menunjukkan bahwa tanda-tanda
retinopati ini dapat dipakai untuk memprediksi mortalitas pada pasien
hipertensi.12
Tabel 5. Modifikasi klasifikasi Scheie oleh American Academy of
Ophtalmology.11,12
Stadium Karakteristik
Stadium 0 Tiada perubahan, a:v = 2:3
Stadium I Penyempitan arteriolar yang hampir tidak terdeteksi.
Stadium II Penyempitan yang jelas dengan kelainan fokal:, Copper wire
arteries, Silver wire arteries, Banking sign, Salus sign
Stadium III Stadium II + perdarahan retina dan/atau eksudat
Stadium IV Stadium III + papilledema
23
Gambar 20. A. Funduskopi mata kiri pasien,25 tahun, dengan renal
hipertensi memperlihatkan white-cotton wool spot, deep focal intraretina
periarteriolar transudat (FIPTs), B. Angiogram mempelihatkan area non-
perfusi. 11
Berdasarkan penelitian, telah dibuat suatu tabel klasifikasi retinopati
hipertensi berdasarkan berat ringannya tanda-tanda yang terlihat pada
retina.12
Tabel 6. Klasifikasi Retinopati Hipertensi Berdasarkan Berat Ringannya
Tanda-Tanda yang Terlihat pada Retina12
Retinopati Deskripsi Asosiasi sistemik
Mild Satu atau lebih dari tanda berikut :
Penyempitan arteioler menyeluruh
atau fokal, AV nicking, dinding
arterioler lebih padat (silver-wire)
Asosiasi ringan dengan
penyakit stroke, penyakit
jantung koroner dan
mortalitas kardiovaskuler
Moderate Retinopati mild dengan satu atau
lebih tanda berikut :
Perdarahan retina (blot, dot atau
flame-shape), microaneurysme,
cotton-wool, hard exudates
Asosiasi berat dengan
penyakit stroke, gagal
jantung, disfungsi renal
dan mortalitas
kardiovaskuler
Accelerated Tanda-tanda retinopati moderate
dengan edema papil : dapat disertai
dengan kebutaan
Asosiasi berat dengan
mortalitas dan gagal ginjal
Karakteristik utama pada diabetik retinopati yaitu perubahan parenkim
dan vaskuler retina dimana pada retina ditemukan mikroaneurismata,
perdarahannya dalam bentuk bercak dan titik serta edema sirsinata, adanya
edema retina dan gangguan fungsi makula serta vaskularisasi retina dan
24
badan kaca. Sehingga dengan pemeriksaan laboratorium lengkap,
funduskopi dan Angiografi fluorescein akan ditemukan kelainan-kelainan
pada retinopati diabetik yang berbeda dengan retinopati hipertensif
diantaranya pada retinopati hipertensif tidak ada mikroaneurisma. Kelainan
makula: pada retinopati hipertensif makula menjadi star-shaped, sedangkan
pada retinopati diabetik mengalami edema. Kapiler pada retinopati
hipertensif menipis, sedangkan retinopati diabetik menebal (beading).12
2.9 Penatalaksanaan
Prinsip utama penatalaksanaan dari retinopati diabetik adalah pencegahan.
Hal ini dapat dicapai dengan memperhatikan hal-hal yang dapat
mempengaruhi perkembangan retinopati diabetik nonproliferatif menjadi
proliferatif.
1. Pemeriksaan Rutin pada Dokter Spesialis Mata
Penderita diabetes melitus tipe I retinopati jarang timbul hingga lima tahun
setelah diagnosis. Sedangkan pada sebagian besar penderita diabetes
melitus tipe II telah menderita retinopati saat didiagnosis diabetes pertama
kali. Pasien- pasien ini harus melakukan pemeriksaan mata saat diagnosis
ditegakkan.Pasien wanita sangat beresiko perburukan retinopati diabetik
selama kehamilan. Pemeriksaan secara umum direkomendasikan pada
pasien hamil pada semester pertama dan selanjutnya tergantung kebijakan
ahli matanya. 11
Tabel 7. Jadwal Pemeriksaan Berdasarkan Umur atau Kehamilan11
Umur onset
DM/kehamila
n
Rekomendasi pemeriksaan
pertama kali
Follow up rutin
minimal
0-30 tahun Dalam waktu 5 tahun setelah
diagnosis
Setiap tahun
>31 tahun Saat diagnosis Setiap tahun
Hamil Awal trimester pertama Setiap 3 bulan atau
sesuai kebijakan dokter
mata
25
Berdasarkan beratnya retinopati dan risiko perburukan penglihatan,
ahli mata mungkin lebih memilih untuk megikuti perkembangan pasien-
pasien tertentu lebih sering karena antisipasi kebutuhan untuk terapi.11
Tabel 8. Jadwal Pemeriksaan Berdasarkan Temuan pada Retina11
Abnormalitas retina Follow-up yang disarankan
Normal atau mikroaneurisma yang sedikit Setiap tahun
Retinopati Diabetik non proliferatif ringan Setiap 9 bulan
Retinopati Diabetik non proliferatif
sedang
Setiap 6 bulan
Retinopati Diabetik non proliferatif berat Setiap 4 bulan
Edema makula Setiap 2-4 bulan
Retinopati Diabetik proliferatif Setiap 2-3 bulan
2. Kontrol Glukosa Darah dan Hipertensi
Untuk mengetahui kontrol glukosa darah terhadap retinopati diabetik,
Diabetik Control and Cmplication Trial (DCCT) melakukan penelitian
terhadap 1441 pasien dengan DM Tipe I yang belum disertai dengan
retinopati dan yang sudah menderita RDNP. Hasilnya adalah pasien yang
tanpa retinopati dan mendapat terapi intensif selama 36 bulan mengalami
penurunan resiko terjadi retinopati sebesar 76% sedangkan pasien dengan
RDNP dapat mencegah resiko perburukan retinopati sebesar 54%. Pada
penelitian yang dilakukan United Kingdom Prospective Diabetes Study
(UKPDS) pada penderita DM Tipe II dengan terapi intensif menunjukkan
bahwa setiap penurunan HbA1c sebesar 1% akan diikuti dengan
penurunan resiko komplikasi mikrovaskular sebesar 35%. Hasil penelitian
DCCT dan UKPDS tersebut memperihatkan bahwa meskipun kontrol
glukosa darah secara intensif tidak dapat mencegah terjadinya retinopati
diabetik secara sempurna, namun dapat mengurangi resiko timbulnya
retinopati diabetik dan memburuknya retinopati diabetik yang sudah ada.
Secara klinik, kontrol glukosa darah yang baik dapat melindungi visus dan
mengurangi resiko kemungkinan menjalani terapi fotokoagulasi dengan
26
sinar laser. UKPDS menunjukkan bahwa control hipertensi juga
menguntungkan mengurangi progresi dari retinopati dan kehilangan
penglihatan.2,4,11
3. Fotokoagulasi
Perkembangan neovaskuler memegang peranan penting dalam progresi
retinopati diabetik. Komplikasi dari retinopati diabetik proliferatif dapat
meyebabkan kehilangan penglihatan yang berat jika tidak diterapi. Suatu
uji klinik yang dilakukan oleh National Institute of Health di Amerika
Serikat jelas menunjukkan bahwa pengobatan fotokoagulasi dengan sinar
laser apabila dilakukan tepat pada waktunya, sangat efektif untuk pasien
dengan retinopati diabetik proliferatif dan edema makula untuk mencegah
hilangnya fungsi penglihatan akibat perdarahan vitreus dan ablasio retina.
Indikasi terapi fotokoagulasi adalah retinopati diabetik proliferatif, edema
macula dan neovaskularisasiyang terletak pada sudut bilik anterior. Ada 3
metode terapi fotokoagulasi yaitu :1,2,8,11
a) Scatter (panretinal) photocoagulation : PRP, dilakukan pada kasus
dengan kemunduran visus yang cepat atau retinopati diabetik
resiko tinggi dan untuk menghilangkan neovaskular dan mencegah
neovaskularisasi progresif nantinya pada saraf optikus dan pada
permukaan retina atau pada sudut bilik anterior dengan cara
menyinari 1.000-2.000 sinar laser ke daerah retina yang jauh dari
macula untuk menyusutkan neovaskular.
27
Gambar 21. Tahap-tahap PRP8
b) Focal photocoagulation, ditujukan pada mikroaneurisma atau lesi
mikrovaskular di tengah cincin hard exudates yang terletak 500-
3000 µm dari tengah fovea. Teknik ini mengalami bertujuan untuk
mengurangi atau menghilangkan edema makula.
c) Grid photocoagulation, suatu teknik penggunaan sinar laser
dimana pembakaran dengan bentuk kisi-kisi diarahkan pada daerah
edema yang difus. Terapi edema macula sering dilakukan dengan
menggunakan kombinasi focal dan grid photocoagulation.
Gambar 22. Panretinal fotokoagulasi pada PDR8
28
Gambar 23. Grip fotokoagulasi untuk diabetik makular edema1
d) Injeksi Anti VEGF
Bevacizumab (Avastin) adalah rekombinan anti-VEGF manusia.
Sebuah studi baru-baru ini diusulkan menggunakan bevacizum
intravitreus untuk degenerasi makula terkait usia. Dalam kasus ini,
24 jam setelah perawatan kita melihat pengurangan dramatis dari
neovaskularisasi iris, dan tidak kambuh dalam waktu tindak lanjut
10 hari. Pengobatan dengan bevacizumab tampaknya memiliki
pengaruh yang cepat dan kuat pada neovaskularisasi patologis.
Avastin merupakan anti angiogenik yang tidak hanya menahan dan
mencegah pertumbuhan prolirerasi sel endotel vaskular tapi juga
menyebabkan regresi vaskular oleh karena peningkatan kematian
sel endotel. Untuk pengunaan okuler, avastin diberikan via intra
vitreal injeksi ke dalam vitreus melewati pars plana dengan dosis
0,1 mL. Lucentis merupakan versi modifikasi dari avastin yang
khusus dimodifikasi untuk penggunaan di okuler via intra vitreal
dengan dosis 0,05 mL.1,2,8,10
e) Vitrektomi
Vitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang mengalami
kekeruhan (opacity) vitreus dan yang mengalami neovaskularisasi
aktif. Vitrektomi dapat juga membantu bagi pasien dengan
29
neovaskularisasi yang ekstensif atau yang mengalami proliferasi
fibrovaskuler. Selain itu, vitrektomi juga diindikasikan bagi pasien
yang mengalami ablasio retina, perdarahan vitreus setelah
fotokoagulasi, RDP berat, dan perdarahan vitreus yang tidak
mengalami perbaikan.1,2,10
Gambar 24. Vitrektomi10
Diabetic Retinopathy Vitrectomy Study (DRVS) melakukan
clinical trial pada pasien dengan dengan diabetik retinopati
proliferatif berat. DRVS mengevaluasi keuntungan pada vitrektomi
yang cepat (1-6 bulan setelah perdarahn vitreus) dengan yang
terlambat (setalah 1 tahun) dengan perdarahan vitreous berat dan
kehilangan penglihatan (<5/200). Pasien dengan diabetes tipe 1
secara jelas menunjukan keuntungan vitrektomi awal, tetapi tidak
pada tipe 2.DRSV juga menunjukkan keuntungan vitrektomi awal
dibandingkan dengan managemen konvensional pada mata dengan
retinopati diabetik proliferatif yang sangat berat.11
2.10 Komplikasi2,8,9,13
1. Rubeosis iridis progresif
Penyakit ini merupakan komplikasi segmen anterior paling sering.
Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon
terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai penyakit, baik
pada mata maupun di luar mata yang paling sering adalah retinopati
30
diabetik. Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi pada tepi pupil sebagai
percabangan kecil, selanjutnya tumbuh dan membentuk membran
fibrovaskular pada permukaan iris secara radial sampai ke sudut, meluas
dari akar iris melewati ciliary body dan sclera spur mencapai jaring
trabekula sehingga menghambat pembuangan aquous dengan akibat intra
ocular presure meningkat dan keadaan sudut masih terbuka. Suatu saat
membran fibrovaskular ini konstraksi menarik iris perifer sehingga terjadi
sinekia anterior perifer (PAS) sehingga sudut bilik mata depan tertutup dan
tekanan intra okuler meningkat sangat tinggi sehingga timbul reaksi
radang intra okuler. Sepertiga pasien dengan rubeosis iridis terdapat pada
penderita retinopati diabetika. Frekuensi timbulnya rubeosis pada pasien
retinopati diabetika dipengaruhi oleh adanya tindakan bedah. Insiden
terjadinya rubeosis iridis dilaporkan sekitar 25-42 % setelah tindakan
vitrektomi, sedangkan timbulnya glaukoma neovaskuler sekitar 10-23%
yang terjadi 6 bulan pertama setelah dilakukan operasi.
2. Glaukoma neovaskular
Glaukoma neovaskuler adalah glaukoma sudut tertutup sekunder yang
terjadi akibat pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada permukaan iris dan
jaringan anyaman trabekula yang menimbulkan gangguan aliran aquous
dan dapat meningkatkan tekanan intra okuler. Nama lain dari glaukoma
neovaskular ini adalah glaukoma hemoragik, glaukoma kongestif,
glaukoma trombotik dan glaukoma rubeotik. Etiologi biasanya
berhubungan dengan neovaskular pada iris (rubeosis iridis).
Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon
terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai penyakit, baik
pada mata maupun di luar mata yang paling sering adalah retinopati
diabetik. Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi pada tepi pupil sebagai
percabangan kecil, selanjutnya tumbuh dan membentuk membrane
fibrovaskuler pada permukaan iris secara radial sampai ke sudut, meluas
dari akar iris melewati ciliary body dan sclera spur mencapai jaring
trabekula sehingga menghambat pembuangan akuos dengan akibat Intra
Ocular Presure meningkat dan keadaan sudut masih terbuka.
31
3. Perdarahan vitreus rekuren
Perdarahan vitreus sering terjadi pada retinopati diabetik proliferatif.
Perdarahan vitreus terjadi karena terbentuknya neovaskularisasi pada
retina hingga ke rongga vitreus. Pembuluh darah baru yang tidak
mempunyai struktur yang kuat dan mudah rapuh sehingga mudah
mengakibatkan perdarahan. Perdarahan vitreus memberi gambaran
perdarahan pre-retina (sub-hyaloid) atau intragel. Perdarahan intragel
termasuk didalamnya adalah anterior, middle, posterior, atau keseluruhan
badan vitreous.
Gejalanya adalah perkembangan secara tiba-tiba dari floaters yang
terjadi saat perdarahan vitreous masih sedikit. Pada perdarahan badan kaca
yang massif, pasien biassanya mengeluh kehilangan penglihatan secara
tiba-tiba. Oftalmoskopi direk secara jauh akan menampakkan bayangan
hitam yang berlawanan dengan sinar merah pada perdahan vitreous yang
masih sedikit dan tidak ada sinar merah jika perdarahan vitreous sudah
banyak. Oftalmoskopi direk dan indirek menunjukkan adanya darah pada
ruang vitreous.Ultrasonografi Bscan membantu untuk mendiagnosa
perdarahan badan kaca.
4. Ablasio retina
Merupakan keadaan dimana terlepasnya lapisan neurosensori retina dari
lapisan pigmen epithelium.Ablasio retina tidak menimbulkan nyeri, tetapi
bisa menyebabkan gambaran bentuk-bentuk ireguler yang melayang-
layang atau kilatan cahaya, serta menyebabkan penglihatan menjadi kabur.
2.11Prognosis
Kontrol optimum glukosa darah (HbA1c < 7%) dapat mempertahankan
atau menunda retinopati. Hipertensi arterial tambahan juga harus diobati
(dengan tekanan darah disesuaikan <140/85 mmHg). Tanpa pengobatan,
Detachment retinal tractional dan edema makula dapat menyebabkan
kegagalan visual yang berat atau kebutaan. Bagaimanapun juga, retinopati
diabetik dapat terjadi walaupun diberi terapi optimum.2,8,11
32
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Penderita
Nama : Ngakan Ketut Sucita
Umur : 42 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Banjar Bangbang Kaja, Tembuku, Bangli
Pendidikan : Tamat SMA
Pekerjaan : Pagawai Swasta
Agama : Hindu
Suku Bangsa : Bali
Tanggal pemeriksaan : 23 Oktober 2012
3.2 Anamnesis
Keluhan utama : Penglihatan kedua mata kabur
Riwayat Penyakit Sekarang
Penderita datang dengan keluhan penglihatan pada kedua mata kabur. Pasien
mengaku awalnya penglihatan mata kanannya hanya agak sedikit kabur kurang
lebih sejak 6 bulan yang lalu namun dirasakan perlahan-lahan semakin lama
semakin bertambah, dan diikuti dengan kaburnya penglihatan pada mata kiri
mendadak sejak kurang lebih 2 bulan yang lalu. Penglihatan kabur baik saat
melihat jauh maupun dekat. Penglihatan kabur ini dirasakan sepanjang hari
meskipun pasien sudah menggunakan kacamata. Sebelumnya pernah diobati
menggunakan tetes mata tapi keluhan tidak berkurang. Pasien juga mengeluh
kedua matanya sering melihat seperti bayangan garis hitam seperti rambut yang
melayang-layang. Pasien mengatakan bayangan garis hitam itu hanya kadang-
kadang dilihat. Keluhan nyeri, mata silau bila terkena cahaya, mata merah, mata
berair, dan keluar kotoran pada kedua mata disangkal oleh pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu dan Pengobatan
Riwayat trauma maupun kemasukan benda asing sebelumnya disangkal. Pasien
juga mengatakan tidak pernah sakit mata seperti ini sebelumnya. Riwayat
pemakaian kaca mata sejak 2 tahun yang lalu, yaitu kacamata baca.
33
Pasien saat ini menderita diabetes mellitus, yang diderita sejak kurang
lebih 7 tahun yang lalu yaitu pada tahun 2005, namun pasien baru berobat untuk
mengatasi penyakit diabetes mellitusnya pada tahun 2011, dimana penyakitnya ini
tidak terkontrol dengan baik. Riwayat operasi mata disangkal, riwayat hipertensi,
asma, penyakit jantung, dan penyakit lainnya juga disangkal oleh pasien. Pasien
mengatakan tidak memiliki riwayat alergi obat sebelumnya.
Riwayat Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien. Ibu
kandung pasien dikatakan juga mengalami penyakit diabetes mellitus, namun
tidak mengalami gejala mata kabur seperti yang dikeluhkan oleh pasien.
Riwayat Sosial
Pasien adalah seorang wiraswasta. Pasien tinggal bersama istri dan anaknya,
sehingga pasien lebih sering menghabiskan waktu dengan anaknya. Sebagian
besar aktivitas pasien dilakukan di rumah.
3.3 Pemeriksaan Fisik
3.3.1 Pemeriksaan Fisik Umum
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 84 kali / menit
Temperatur aksila : 36,5 °C
3.3.2 Pemeriksaan Fisik Khusus (Lokal pada Mata)
Okuli Dekstra Okuli Sinistra
Visus
Refraksi/Pin Hole
2/60
6/60
2/60
6/60
Supra cilia
Madarosis
Sikatriks
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Palpebra superior
Edema
Hiperemi
Enteropion
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
34
Ekteropion
Benjolan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Palpebra inferior
Edema
Hiperemi
Enteropion
Ekteropion
Benjolan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Pungtum lakrimalis
Pungsi
Benjolan
Tidak dilakukan
Tidak ada
Tidak dilakukan
Tidak ada
Konjungtiva palpebra superior
Hiperemi
Folikel
Sikatriks
Benjolan
Sekret
Papil
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Konjungtiva palpebra inferior
Hipermi
Folikel
Sikatriks
Benjolan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Konjungtiva bulbi
Kemosis
Hiperemi
- Konjungtiva
- Silier
Perdarahan di bawah konjungtiva
Pterigium
Pingueculae
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
35
Sklera
Warna
Pigmentasi
Putih
Tidak ada
Putih
Tidak ada
Limbus
Arkus senilis Tidak ada Tidak ada
Kornea
Odem
Infiltrat
Ulkus
Sikatriks
Keratik presifitat
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Kamera okuli anterior
Kejernihan
Kedalaman
Jernih
Normal
Jernih
Normal
Iris
Warna
Koloboma
Sinekia anterior
Sinekia posterior
Cokelat
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Cokelat
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Pupil
Bentuk
Regularitas
Refleks cahaya langsung
Refleks cahaya konsensual
Bulat
Reguler
Ada
Ada
Bulat
Reguler
Ada
Ada
Lensa
Kejernihan
Dislokasi/subluksasi
Jernih
Tidak ada
Jernih
Tidak ada
Vitreus
Kejernihan Keruh
VH (+)
Keruh
VH (+)
36
Funduskopi
Papil N II
Retina
Makula
Bulat, batas tegas,
aa/vv 2/3, CDR 0,3,
vena beading (+)
Eksudat (+), blot
(+), dot (+), traksi
fibrosis (+)
Eksudat (+), RM (+)
Bulat, batas tegas
aa/vv 2/3, CDR
tde, NVO (+)
Retinal fibrosis
(+), Eksudat (-),
blot (-), dot (-)
Eksudat (+), RM
(+) tde
3.4 Resume
Pasien laki-laki 42 tahun, mengeluhkan penglihatan pada kedua mata kabur.
Penglihatan mata kanan kabur secara perlahan-lahan sejak 6 bulan yang diikuti
kaburnya penglihatan mata kiri mendadak sejak 2 bulan yang lalu. Penglihatan
kabur baik saat melihat jauh maupun dekat. Pasien juga mengeluh kedua matanya
sering melihat seperti bayangan garis hitam seperti rambut yang melayang-layang.
Pasien mengatakan bayangan garis hitam itu hanya kadang-kadang dilihat.
Keluhan nyeri, mata silau bila terkena cahaya, mata merah, mata berair, dan
keluar kotoran pada kedua mata disangkal oleh pasien. Pasien menggunakan kaca
mata sejak 2 tahun yang lalu, yaitu kacamata baca. Pasien menderita diabetes
mellitus, sejak 7 tahun yang lalu, namun pasien baru berobat untuk mengatasi
penyakit diabetes mellitusnya pada tahun 2011, dimana penyakitnya ini tidak
terkontrol dengan baik. Riwayat operasi mata disangkal, riwayat hipertensi, asma,
penyakit jantung, dan penyakit lainnya juga disangkal oleh pasien. Ibu kandung
pasien dikatakan juga mengalami penyakit diabetes mellitus, namun tidak
mengalami gejala mata kabur seperti yang dikeluhkan oleh pasien.
Pemeriksaan lokal
OD Pemeriksaan OS
2/60 Visus 2/60
37
6/60 Pinhole 6/60
Normal Palpebra Normal
Tenang Konjungtiva Palpebra Tenang
Tenang Konjungtiva Bulbi Tenang
Jernih Kornea Jernih
Normal Kamera Okuli Anterior Normal
Bulat,regular,sentral Iris/Pupil Bulat,regular,sentral
Positif Refleks Pupil Positif
Jernih Lensa Jernih
Keruh, VH (+) Vitreus Keruh, VH (+)
Papil N.II: Bulat, batas
tegas, aa/vv 2/3, CDR
0,3, vena beading (+)
Retina: Eksudat (+),
blot (+), dot (+), traksi
fibrosis (+)
Makula: eksudat, RM
(+)
Funduskopi Papil N.II: Bulat, batas
tegas aa/vv 2/3, CDR
tde, NVO (+)
Retina: Retinal fibrosis
(+), Eksudat (-), blot
(-), dot (-)
Makula: Eksudat (+),
RM (+) tde
14,6 TIO 14,6
Gambar 25. Funduskopi pada Tanggal 23 Oktober 2012
Okuli Deksta Okuli Sinistra
38
3.5 Diagnosis Banding
1. OD PDR + CSME
OS Vitreous hemorrhage
2. ODS Retinopati Hipertensi
3.6 Diagnosis Kerja
OD PDR + CSME
OS Vitreous hemorrhage
3.7 Usulan Pemeriksaan
- Slitlamp
- Lab Lengkap
- Angiografi flouresens fundal
3.8 Terapi
KIE
Pro ODS Fotokoagulasi
Noncort ed 4x1 ttb ODS
Konsul Interna untuk kontrol gula darah
3.9 Prognosis
Ad vitam : Dubius ad bonam
Ad functionam : Dubius ad bonam
Ad xanactionam : Dubia
39
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien datang dengan keluhan penglihatan pada kedua mata kabur. Pasien
mengaku awalnya penglihatan mata kanannya hanya agak sedikit kabur kurang
lebih sejak 6 bulan yang lalu namun dirasakan perlahan-lahan semakin lama
semakin bertambah, dan diikuti dengan kaburnya penglihatan pada mata kiri
mendadak sejak kurang lebih 2 bulan yang lalu. Penglihatan kabur baik saat
melihat jauh maupun dekat. Penglihatan kabur ini dirasakan sepanjang hari
meskipun pasien sudah menggunakan kacamata. Sebelumnya pernah diobati
menggunakan tetes mata tapi keluhan tidak berkurang. Keluhan nyeri, mata silau
bila terkena cahaya, mata merah, mata berair, dan keluar kotoran pada kedua mata
disangkal oleh pasien, jadi gangguan penglihatan pasien termasuk gangguan
penglihatan pada mata tenang, dimana tidak terdapat kelainan pada segmen
anterior mata. Adanya penurunan penglihatan saat melihat jauh maupun dekat
serta tidak dapat berkurang jika menggunakan kaca mata mengindikasikan bahwa
penurunan penglihatan pada pasien tidak berhubungan dengan gangguan refraksi.
Penurunan penglihatan ini dirasakan terjadi secara mendadak pada satu mata,
dalam kasus ini adalah mata kiri pasien. Adanya penurunan penglihatan pada mata
tenang, bukan karena gangguan refraksi, mengindikasikan adanya gangguan yang
terjadi pada segmen posterior mata. Dalam hal ini penurunan penglihatan terjadi
secara mendadak sehingga kemungkinan terdapat gangguan pada papil nervus II,
retina, atau makula.
Pasien juga mengeluh kedua matanya sering melihat seperti bayangan
garis hitam seperti rambut yang melayang-layang. Keluhan seperti ini pada
umumnya terjadi pada perdarahan vitreus.
Pasien saat ini menderita diabetes mellitus, yang diderita sejak kurang
lebih 7 tahun yang lalu yaitu pada tahun 2005, namun pasien baru berobat untuk
mengatasi penyakit diabetes mellitusnya pada tahun 2011, dimana penyakitnya ini
tidak terkontrol dengan baik. Ibu kandung pasien dikatakan juga mengalami
penyakit diabetes mellitus. Adanya dugaan gangguan pada segemen posterior
mata, dengan penurunan penglihatan yang mendadak, sering melihat bayangan
40
garis hitam seperti rambut yang melayang-layang, disertai dengan riwayat
penyakit diabetes mellitus yang tidak terkontrol, mengindikasikan kecurigaan
diabetik retinopati. Hal ini juga sesuai dengan teori, dimana penderita diabetes
mellitus memiliki resiko tinggi ±25 kali lebih tinggi dibandingkan populasi non-
DM untuk terkena diabetik retinopati.
Pada pemeriksaan fisik pada segmen anterior tidak terdapat kelainan yang
dapat menyebabkan adanya penurunan tajam penglihatan pada pasien dimana
penurunan penglihatan ini terjadi kemungkinan pada segmen posterior. Tekanan
intraokular pada mata pasien juga normal. Setelah dilakukan pemeriksaan
funduskopi, ditemukan kelainan pada segmen posterior mata, yaitu:
OD PEMERIKSAAN OS
Keruh, VH (+) Vitreus Keruh, VH (+)
Papil N.II: Bulat, batas
tegas, aa/vv 2/3, CDR
0,3, vena beading (+)
Retina: Eksudat (+),
blot (+), dot (+), traksi
fibrosis (+)
Makula: eksudat, RM
(+)
Funduskopi Papil N.II: Bulat, batas
tegas aa/vv 2/3, CDR
tde, NVO (+)
Retina: Retinal fibrosis
(+), Eksudat (-), blot
(-), dot (-)
Makula: Eksudat (+),
RM (+) tde
Hasil dari pemeriksaan funduskopi ini sesuai dengan keluhan pasien,
dimana pasien mengeluh penglihatannya kabur, terkait dengan ditemukannya
kelainan pada makula. Dikeluhkan juga kedua matanya sering melihat seperti
bayangan garis hitam seperti rambut yang melayang-layang, dimana pada
pemeriksaan vitreus, didapatkan pendarahan.
Pasien ini didiagnosis dengan OD PDR + CSME, OS Vitreous
hemorrhage. Karena pada pemeriksaan funduskopi ditemukan beberapa kelainan,
yaitu perdarahan vitreus dan traksi fibrosis pada retina kedua mata. Hal ini sesuai
dengan teori, dimana perdarahan vitreus sering terjadi pada retinopati diabetik
proliferatif. Perdarahan vitreus terjadi karena terbentuknya neovaskularisasi pada
retina hingga ke rongga vitreus. Pembuluh darah baru yang tidak mempunyai
41
struktur yang kuat dan mudah rapuh sehingga mudah mengakibatkan perdarahan.
Perdarahan vitreus memberi gambaran perdarahan pre-retina (sub-hyaloid) atau
intragel. Perdarahan intragel termasuk didalamnya adalah anterior, middle,
posterior, atau keseluruhan badan vitreous. Gejalanya adalah perkembangan
secara tiba-tiba dari floaters yang terjadi saat perdarahan vitreous masih sedikit.
Pada perdarahan badan kaca yang masif, pasien biassanya mengeluh kehilangan
penglihatan secara tiba-tiba. Pada pasien ini juga ditemukan adanya CSME yang
terjadi akibat hiperglikemia yang tidak terkontrol sehingga terjadi penurunan
perisit pada endotel pembuluh darah retina dan menyebabkan pembuluh darah
retina menjadi tipis dan mudah rapuh. Hal inilah yang menyebabkan aneurisma
dan eksudat cairan ekstraselular bahkan terjadinya perdarahan.
Usulan pemeriksaan tambahan yang diusulkan adalah pemeriksaan
angiografi fluoresens fundal dimana hal ini bermanfaat mendeteksi kelainan
mikrovaskularisasi pada retinopati diabetik.
Terapi pada pasien yaitu memperbaiki keadaan pasien dengan mengontrol
kadar gula darahnya agar tidak terjadi komplikasi yang lebih berat. Diberikan obat
dan dikonsulkan ke bagian interna. Juga diusulkan dilakukan fotokoagulasi laser
sesuai teori dimana perkembangan neovaskuler memegang peranan penting dalam
progresi retinopati diabetik. Komplikasi dari retinopati diabetik proliferatif dapat
meyebabkan kehilangan penglihatan yang berat jika tidak diterapi. Suatu uji klinik
yang dilakukan oleh National Institute of Health di Amerika Serikat jelas
menunjukkan bahwa pengobatan fotokoagulasi dengan sinar laser apabila
dilakukan tepat pada waktunya, sangat efektif untuk pasien dengan retinopati
diabetik proliferatif dan edema makula untuk mencegah hilangnya fungsi
penglihatan akibat perdarahan vitreus dan ablasio retina. Indikasi terapi
fotokoagulasi adalah retinopati diabetik proliferatif, edema makula dan
neovaskularisasi yang terletak pada sudut bilik anterior.
Prognosis ad vitam pada pasien ini baik, karena pasien tidak mengalami
kelainan pada tanda-tanda vitalnya. Untuk prognosis ad functionam pasien ini
adalah baik karena tidak ditemukan adanya tanda-tanda iskemik dan edema
makular, dimana dalam teori dikatakan apabila ditemukan edema makular yang
disertai iskemik prognosisnya lebih jelek. Sedangkan untuk prognosis ad
42
xanactionam pada pasien ini adalah dubia, karena kekambuhan pada retinopati
diabetikun masih meragukan. Kekambuhan hanya dapat ditentukan setelah pasien
selesai menjalani terapi fotokoagulasi dengan sinar laser.
43
BAB V
KESIMPULAN
44
DAFTAR PUSTAKA
1. Zing-Ma J, Sarah X-hang. Endogenous Angiogenic Inhibitors in
Diabetic Retinopathy. In: Ocular Angiogenesis Disease. Mew Jersey :
Humana Press ; 2006. p 23-35.
2. Pandelaki K. Retinopati Diabetik. Sudoyo AW, Setyiohadi B, Alwi I,
Simadibrata KM, Setiati S, editors. Retinopati Diabetik. Dalam : Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta: Penerbit Pusat Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2007. p.1857, 1889-1893.
3. Vaughan D. Oftalmologiumum: Retina dan tumor intraocular. Edisi
14. Jakarta :WidyaMedika; 2000. p. 13-4, 211-17.
4. Rema M, dan R. Pradeepa. Diabetic retinopathy: An Indian
perspective. Madras Diabetes Research Foundation &Dr Mohan’s
Diabetes Specialities Centre, Chennai, India. Indian J Med Res 125;
March 2007. p 297-310.
5. Netter FH, Atlas of Neuroanatomy and Neurophysiology, 2002,
Comtan: U.S.A. P. 82.
6. Joussen A.M. Retinal Vascular Diseease. New York: Springer; 2007.
p. 3-5, 66-70, 129-132, ,228-31, 309, 291-331.
7. Lang G. Ophtalmology a Short Textbook : Vascular Disorder. New
York :Thieme; 2000. p. 299-301, 314-18.
8. Kanski J. Retinal Vascular Disease. In :Clinical Ophthalmology.
London:Butterworth-Heinemann;2003. p.439-54,468-70.
9. Bhavsar A. Proliferative Retinopathy diabetic .Publish [ Oct06,2009 ]
Cited on[ August 27, 2011] available from
URL: http://emedicine.medscape.com/article/1225122-print.
10. Mitchell P.Guidelines for the Management of Diabetic Retinopathy :
Diabetic Retinopathy. Australia : National Health and Medical
Research Council ; 2008. p 26-31,44-47,96-104.
45
11. Weiss J. Retina and Vitreous : Retinal Vascular Disease. Section 12
Chapter 5.Singapore: American Academy of Ophtalmology; 2008. p
107-128.
12. Wong TY, Mitchell P, editors. Current concept hypertensive
retinopathy. The New England Journal of Medicine 2004 351:2310-7
[Online]. 2004 Nov 25 [cited 2011 August 27]: [8 screens].
Available
from: URL:http://www.nejm.org/cgi/reprint/351/22/2310.pdf
13. WHO. Prevention of Blindness from Diabetes Mellitus. Switzerland :
WHO Library Publication Data; 2005. p 8-14.
46