67
BAB I PENDAHULUAN Diabetes adalah penyakit yang umum terjadi pada negara maju dan menjadi masalah terbesar di seluruh dunia. Insidens diabetes telah meningkat secara dramatis pada dekade terakhir ini dan diperkirakan akan meningkat dua kali lipat pada dekade berikutnya. Meningkatnya prevalensi diabetes, mengakibatkan meningkat pula komplikasi jangka panjang dari diabetes seperti retinopati, nefropati, dan neuropati, yang mempunyai dampak besar terhadap pasien maupun masyarakat. 1 Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan paling sering ditemukan pada usia dewasa antara 20 sampai 74 tahun, dimana pasien diabetes memiliki risiko 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan dibanding non diabetes. Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah. Diabetes mellitus dapat menyebabkan perubahan pada sebagian besar jaringan okuler. Perubahan ini meliputi kelainan pada kornea, glaukoma, palsi otot ekstraokuler, neuropati saraf optik dan 1

Lapsus Dm Himangel

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Lapsus Dm Himangel

BAB I

PENDAHULUAN

Diabetes adalah penyakit yang umum terjadi pada negara maju dan menjadi

masalah terbesar di seluruh dunia. Insidens diabetes telah meningkat secara

dramatis pada dekade terakhir ini dan diperkirakan akan meningkat dua kali lipat

pada dekade berikutnya. Meningkatnya prevalensi diabetes, mengakibatkan

meningkat pula komplikasi jangka panjang dari diabetes seperti retinopati,

nefropati, dan neuropati, yang mempunyai dampak besar terhadap pasien maupun

masyarakat.1

Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan paling sering

ditemukan pada usia dewasa antara 20 sampai 74 tahun, dimana pasien diabetes

memiliki risiko 25 kali lebih  mudah mengalami kebutaan dibanding non diabetes.

Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok  penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja

insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan

dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh,

terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah. Diabetes mellitus dapat

menyebabkan perubahan pada sebagian besar jaringan okuler. Perubahan ini

meliputi kelainan pada kornea, glaukoma, palsi otot ekstraokuler, neuropati saraf

optik dan retinopati. Diantara perubahan-perubahan yang terjadi pada struktur

okuler ini yang paling sering menyebabkan komplikasi kebutaan yaitu retinopati

diabetik. Hampir 100% pasien diabetes tipe 1 dan lebih dari 60% pasien diabetes

tipe 2 berkembang menjadi retinopati diabetik selama dua dekade pertama dari

diabetes.2

Retinopati diabetik merupakan kelainan retina akibat dari komplikasi

diabetes yang menyebabkan kebutaaan.2 Retinopati ini dapat dibagi dalam dua

kelompok berdasarkan tanda klinis yaitu retinopati diabetik non proliferatif dan

retinopatoti diabetik proliferatif, dimana retinopati diabetik non proliferatif

merupakan gejala klinik yang paling dini didapatkan pada penyakit retinopati

diabetik.2

1

Page 2: Lapsus Dm Himangel

Manifestasi penyakit ini dapat terjadi pada 80% dari semua penderita

diabetes yang sudah menderita diabetes lebih dari 10 tahun atau 15 tahun.

Retinopati diabetik pada diabetes tipe I paling sedikit terlihat 3-5 tahun sesudah

onset diabetes, sedangkan pada diabetes tipe II retinopati sudah dapat terjadi

sebelum diagnosis ditegakkan.2

Di Inggris retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan nomor 4 dari

seluruh penyebab kebutaan yang terdapat pada kelompok usia 30-65 tahun,

sedangkan di Amerika Serikat terdapat kebutaan 5.000 per tahun akibat retinopati

diabetes. Angka kejadian pada wanita lebih banyak daripada pria.2

Kebutaan yang disebabkan oleh retinopati diabetik dapat dicegah setiap

tahunnya jika dideteksi lebih dini. Berbagai usaha telah dilakukan untuk

mencegah atau menunda onset terjadinya kompilkasi kehilangan penglihatan pada

pasien retinopati diabetik. Kontrol gula darah dan tekanan darah sebagaimana

yang ditetapkan oleh Diabetes Control and Complications Trial (DCCT) dan

Early Treatment DiabeticRetinopathy Study (ETDRS) dapat mencegah insidens

maupun progresifitas dari retinopati diabetik.1,2 Hal tersebutlah yang

melatarbelakangi dibuatnya laporan kasus mengenai retinopati diabetik, agar

kelainan retina yang disebabkan oleh penyakit diabetes ini dapat dideteksi lebih

dini.2

2

Page 3: Lapsus Dm Himangel

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Retinopati diabetik merupakan kelainan retina akibat dari komplikasi

diabetes yang menyebabkan kebutaaan.2 Retinopati diabetik adalah

kelainan retina (retinopati) yang ditemukan pada penderita diabetes

mellitus, dimana penyakit ini tidak disebabkan oleh proses radang.

Retinopati akibat diabetes melitus lama berupa aneurisma, melebarnya

vena, pedarahan dan eksudat lemak. Kelainan patologik yang paling dini

adalah penebalan membran basal endotel kapiler dan penurunan jumlah

perisit.3

Retinopati ini dapat dibagi dalam dua kelompok berdasarkan tanda

klinis yaitu retinopati diabetik non proliferatif dan retinopatoti diabetik

proliferatif, dimana retinopati diabetik non proliferatif merupakan gejala

klinik yang paling dini didapatkan pada penyakit retinopati diabetik.2

2.2 Epidemiologi

Pasien diabetes memiliki resiko 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan

dibanding non diabetes. Resiko mengalami retinopati pada pasien diabetes

meningkat sejalan dengan lamanya diabetes. Pada waktu diagnosis

diabetes tipe I ditegakkan, retinopati diabetik hanya ditemukan pada <5%

pasien. Setelah 10 tahun, prevalensi meningkat menjadi 40-50% dan

sesudah 20 tahun lebih dari 90% pasien sudah menderita rerinopati

diabetik. Pada diabetes tipe 2 ketika diagnosis ditegakkan, sekitar 25%

sudah menderita retinopati diabetik non proliferatif. Setelah 20 tahun,

prevalensi retinopati diabetik meningkat menjadi lebih dari 60% dalam

berbagai derajat. Di Amerika Utara, 3,6% pasien diabetes tipe 1 dan 1,6%

pasien diabetes tipe 2 mengalami kebutaan total. Di Inggris dan Wales,

sekitar 1000 pasien diabetes tercatat mengalami kebutaan sebagian atau

total setiap tahun.1,2,4

3

Page 4: Lapsus Dm Himangel

Di Inggris retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan nomor 4

dari seluruh penyebab kebutaan yang terdapat pada kelompok usia 30-65

tahun, sedangkan di Amerika Serikat terdapat kebutaan 5.000 per tahun

akibat retinopati diabetes. Angka kejadian pada wanita lebih banyak

daripada pria.2

2.3 Anatomi

Mata adalah organ penglihatan yang terletak dalam rongga orbita dengan

struktur sferis dengan diameter 2,5 cm berisi cairan yang dibungkus oleh

tiga lapisan. Dari luar ke dalam, lapisan–lapisan tersebut adalah : (1)

sklera/kornea, (2) koroid/badan siliaris/iris, dan (3) retina. Sebagian besar

mata dilapisi oleh jaringan ikat yang protektif dan kuat di sebelah luar,

sklera, yang membentuk bagian putih mata. Di anterior (ke arah depan),

lapisan luar terdiri atas kornea transparan tempat lewatnya berkas–berkas

cahaya ke interior mata. Lapisan tengah di bawah sklera adalah koroid

yang sangat berpigmen dan mengandung pembuluh-pembuluh darah untuk

memberi makan retina. Lapisan paling dalam di bawah koroid adalah

retina, yang terdiri atas lapisan yang sangat berpigmen di sebelah luar dan

sebuah lapisan syaraf di dalam. Retina mengandung sel batang dan sel

kerucut, fotoreseptor yang mengubah energi cahaya menjadi impuls saraf.5

4

Gambar 1. Anatomi Mata.5

Page 5: Lapsus Dm Himangel

Retina

Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan

multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola

mata. Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus

siliare, dan berakhir di tepi ora serata.3

Retina dibentuk dari lapisan neuroektoderma sewaktu proses

embriologi. Retina berasal dari divertikulum otak bagian depan

(proencephalon). Pertama-tama vesikel optik terbentuk kemudian

berinvaginasi membentuk struktur mangkuk berdinding ganda, yang disebut

optic cup.  Dalam perkembangannya, dinding luar akan membentuk epitel

pigmen sementara dinding dalam akan membentuk sembilan lapisan retina

lainnya. Retina akan terus melekat dengan proencephalon sepanjang

kehidupan melalui suatu struktur yang disebut traktus retinohipotalamikus.6,7

Gambar 2. Lapisan Retina7

 Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung

reseptor yang menerima rangsangan cahaya. Retina berbatasan dengan koroid

dan sel epitel pigmen retina. Retina terdiri atas 2 lapisan utama yaitu lapisan

luar yang berpigmen dan lapisan dalam yang merupakan lapisan saraf.

Lapisan saraf memiliki 2 jenis sel fotoreseptor yaitu sel batang yang berguna

untuk melihat cahaya dengan intensitas rendah, tidak dapat melihat warna,

untuk penglihatan perifer dan orientasi ruangan sedangkan sel kerucut

berguna untuk melihat warna, cahaya dengan intensitas tinggi dan

penglihatan sentral. Retina memiliki banyak pembuluh darah yang menyuplai

nutrient dan oksigen pada sel retina.6,7

5

Page 6: Lapsus Dm Himangel

Lapisan-lapisan retina dari luar ke dalam :7

1. Epitel pigmen retina.

2. Lapisan fotoreseptor, terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk

ramping dan sel kerucut merupakan sel fotosensitif.

3. Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi.

4. Lapisan nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus kerucut dan

batang.

5. Lapisan pleksiform luar, yaitu lapisan aseluler yang merupakan

tempat sinapsis fotoreseptor dengan sel bipolar dan horizontal.

6. Lapisan nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal,

dan sel Muller. Lapisan ini mendapat metabolisme dari arteri retina

sentral.

7. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapisan aseluler tempat sinaps

sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.

8. Lapisan sel ganglion yang merupakan lapisan badan sel dari neuron

kedua.

9. Lapisan serabut saraf merupakan lapisan akson sel ganglion menuju

ke arah saraf optik. Di dalam lapisan ini terdapat sebagian besar

pembuluh darah retina.

10. Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina

dan badan kaca. 

Gambar 3. Foto Fundus: Retina Normal. Makula lutea terletak 3-4 mm

ke arah temporal dan sedikit dibawah disk optik, Diameter vena 1,5 kali

6

Page 7: Lapsus Dm Himangel

lebih besar dari arteri.7

 Vaskularisasi Retina

Retina menerima darah dari dua sumber, yaitu arteri retina sentralis yang

merupakan cabang dari arteri oftalmika dan khoriokapilari yang berada

tepat di luar membrana Bruch. Arteri retina sentralis memvaskularisasi

dua per tiga sebelah dalam dari lapisan retina (membran limitans interna

sampai lapisan inti dalam), sedangkan sepertiga bagian luar dari lapisan

retina (lapisan plexiform luar sampai epitel pigmen retina) mendapat

nutrisi dari pembuluh darah di koroid. Arteri retina sentralis masuk ke

retina melalui nervus optik dan bercabang-cabang pada permukaan dalam

retina. Cabang-cabang dari arteri ini merupakan arteri terminalis tanpa

anastomose. Lapisan retina bagian luar tidak mengandung pembuluh-

pembuluh kapiler sehingga nutrisinya diperoleh melalui difusi yang

secara primer berasal dari lapisan yang kaya pembuluh darah pada

koroid.6,7

Pembuluh darah retina memiliki lapisan endotel yang tidak

berlubang, membentuk sawar darah retina. Lapisan endotel pembuluh

koroid dapat ditembus. Sawar darah retina sebelah luar terletak setinggi

lapisan epitel pigmen retina. Fovea sentralis merupakan daerah avaskuler

dan sepenuhnya tergantung pada difusi sirkulasi koroid untuk nutrisinya.

Jika retina mengalami ablasi sampai mengenai fovea maka akan terjadi

kerusakan yang irreversibel.6,7

Innervasi Retina

Neurosensoris pada retina tidak memberikan suplai sensibel. Kelainan-

kelainan yang terjadi pada retina tidak menimbulkan nyeri akibat tidak

adanya saraf sensoris pada retina. Untuk melihat fungsi retina maka

dilakukan pemeriksaan subyektif retina seperti : tajam penglihatan,

penglihatan warna, dan lapangan pandang. Pemeriksaan obyektif adalah

elektroretinogram (ERG), elektro-okulogram (EOG), dan visual evoked

respons (VER). Salah satu pemeriksaan yang dilakukan untuk

mengetahui keutuhan retina adalah pemeriksaan funduskopi.6,7

7

Page 8: Lapsus Dm Himangel

2.4 Faktor Resiko

Faktor resiko retinopati diabetik antara lain :2,4,8

1. Durasi diabetes, adalah hal yang paling penting. Pada pasien yang

didiagnosa dengan DM sebelum umur 30 tahun, insiden retinopati

diabetik setelah 50 tahun sekitar 50% dan setelah 30 tahun mencapai

90%.

2. Kontrol glukosa darah yang buruk, berhubungan dengan

perkembangan dan perburukan retinopati diabetik.

3. Tipe diabetes, dimana retinopati diabetik mengenai DM tipe 1

maupun tipe 2 dengan kejadian hampir seluruh tipe 1 dan 75% tipe 2

setelah 15 tahun.

4. Kehamilan, biasanya dihubungkan dengan bertambah progresifnya

retinopati diabetik, meliputi kontrol diabetes pra kehamilan yang

buruk, kontrol ketat yang terlalu cepat pada masa awal kehamilan, dan

perkembangan dari preeklamsia serta ketidakseimbangan cairan.

5. Hipertensi yang tidak terkontrol, biasanya dikaitkan dengan

bertambah beratnya retinopati diabetik dan perkembangan retinopati

diabetik proliferatif pada DM tipe I dan II.

6. Nefropati, jika berat dapat mempengaruhi retinopati diabetik.

Sebaliknya terapi penyakit ginjal (contoh: transplantasi ginjal) dapat

dihubungkan dengan perbaikan retinopati dan respon terhadap

fotokoagulasi yang lebih baik.

7. Faktor resiko yang lain meliputi merokok, obesitas, anemia dan

hiperlipidemia.

2.5 Etiologi dan Patogenesis

Meskipun penyebab retinopati diabetik sampai saat ini belum diketahui

secara pasti, namun keadaan hiperglikemik lama dianggap sebagai faktor

resiko utama. Lamanya terpapar hiperglikemik menyebabkan perubahan

fisiologi dan biokimia yang akhinya menyebabkan perubahan kerusakan

endotel pembuluh darah.  Perubahan abnormalitas sebagian besar

8

Page 9: Lapsus Dm Himangel

hematologi dan biokimia telah dihubungkan dengan prevalensi dan

beratnya retinopati antara lain : 1) adhesi platelet yang meningkat, 2)

agregasi eritrosit yang meningkat, 3) abnormalitas lipid serum, 4)

fibrinolisis yang tidak sempurna, 4) abnormalitas serum dan viskositas

darah. 2

Retina merupakan suatu struktur berlapis ganda dari fotoreseptor

dan sel saraf. Kesehatan dan aktivitas metabolisme retina sangat

tergantung pada jaringan kapiler retina. Kapiler retina membentuk jaringan

yang menyebar ke seluruh permukaan retina kecuali suatu daerah yang

disebut fovea. Kelainan dasar dari berbagai bentuk retinopati diabetik

terletak pada kapiler retina tersebut. Dinding kapiler retina terdiri dari tiga

lapisan dari luar ke dalam yaitu sel perisit, membrana basalis dan sel

endotel. Sel perisit dan sel endotel dihubungkan oleh pori yang terdapat

pada membrana sel yang terletak diantara keduanya. Dalam keadaan

normal, perbandingan jumlah sel perisit dan sel endotel retina adalah 1:1

sedangkan pada kapiler perifer yang lain perbandingan tersebut mencapai

20:1. Sel perisit berfungsi mempertahankan struktur kapiler, mengatur

kontraktilitas, membantu mempertahankan fungsi barrier dan transportasi

kapiler serta mengendalikan proliferasi endotel. Membran basalis

berfungsi sebagai barrier dengan mempertahankan permeabilitas kapiler

agar tidak terjadi kebocoran. Sel endotel saling berikatan erat satu sama

lain dan bersama-sama dengan matriks ekstrasel dari membran basalis

membentuk barrier yang bersifat selektif terhadap beberapa jenis protein

dan molekul kecil termasuk bahan kontras flouresensi yang digunakan

untuk diagnosis penyakit kapiler retina.2

Perubahan histopatologis kapiler retina pada retinopati diabetik

dimulai dari penebalan membrane basalis, hilangnya perisit dan proliferasi

endotel, dimana pada keadaan lanjut, perbandingan antara sel endotel dan

sel perisit mencapai 10:1. Patofisiologi retinopati diabetik melibatkan lima

proses dasar yang terjadi di tingkat kapiler yaitu (1) pembentukkan

mikroaneurisma, (2) peningkatan permeabilitas pembuluh darah, (3)

penyumbatan pembuluh darah, (4) proliferasi pembuluh darah baru

9

Page 10: Lapsus Dm Himangel

(neovaskular) dan jaringan fibrosa di retina, (5) kontraksi dari jaringan

fibrous kapiler dan jaringan vitreus. Penyumbatan dan hilangnya perfusi

menyebabkan iskemia retina sedangkan kebocoran dapat terjadi pada

semua komponen darah.2,6

Retinopati diabetik merupakan mikroangiopati okuler akibat

gangguan metabolik yang mempengaruhi tiga proses biokimiawi yang

berkaitan dengan hiperglikemia yaitu jalur poliol, glikasi non-enzimatik

dan protein kinase C.1,2

Jalur Poliol

Hiperglikemik yang berlangsung lama akan menyebabkan produksi

berlebihan serta akumulasi dari poliol, yaitu suatu senyawa gula dan

alkohol, dalam jaringan termasuk di lensa dan saraf optik. Salah satu sifat

dari senyawa poliol adalah tidak dapat melewati membrane basalis

sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang banyak dalam sel. Senyawa

poliol menyebabkan peningkatan tekanan osmotik sel dan menimbulkan

gangguan morfologi maupun fungsional sel.1,2

Glikasi Nonenzimatik

Glikasi non enzimatik terhadap protein dan asam deoksiribonukleat (DNA)

yang terjadi selama hiperglikemia dapat menghambat aktivitas enzim dan

keutuhan DNA. Protein yang terglikosilasi membentuk radikal bebas dan

akan menyebabkan perubahan fungsi sel.1,2

Protein Kinase C

Protein Kinase C diketahui memiliki pengaruh terhadap permeabilitas

vaskular, kontraktilitas, sintesis membrane basalis dan proliferasi sel

vaskular. Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel

endotel meningkat akibat peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol,

yaitu suatu regulator PKC, dari glukosa.1,2

Tabel 1. Hipotesis Mengenai Mekanisme Retinopati Diabetik2

Mekanisme Cara Kerja Terapi

Aldose

reduktase

Meningkatkan produksi sorbitol,

menyebabkan kerusakan sel.

Aldose reduktase

inhibitor

10

Page 11: Lapsus Dm Himangel

Inflamasi Meningkatkan perlekatan leukosit pada

endotel kapiler, hipoksia, kebocoran,

edema makula.

Aspirin

Protein Kinase

C

Mengaktifkan VEGF, diaktifkan oleh

DAG pada hiperglikemia.

Inhibitor terhadap

PKC b-Isoform

Nitrit Oxide

Synthase

Meningkatkan produksi radikal bebas,

meningkatkan VEGF.

Amioguanidin

Menghambat

ekspresi gen

Menyebabkan hambatan terhadap jalur

metabolisme sel.

Belum ada

Apoptosis sel

perisit dan sel

endotel kapiler

retina

Penurunan aliran darah ke retina,

meningkatkan hipoksia.

Belum ada

VEGF Meningkat pada hipoksia retina,

menimbulkan kebocoran, edema

makula, neovaskular.

Fotokoagulasi

panretinal

PEDF Menghambat neovaskularisasi, menurun

pada hiperglikemia.

Induksi produksi

PEDF oleh gen

PEDF

GH dan IGF-I Merangsang neovaskularisasi. Hipofisektomi,

GH-receptor

blocker, ocreotide

PKC= protein kinase C; VEGF= vascular endothel growth factor;

DAG= diacylglycerol; ROS= reactive oxygen species; AGE= advanced

glycation end-product; PEDF= pigment-epithelium-derived factor; GF=

growth factor; IGF-I= insulin-like growth factor I.2

11

Page 12: Lapsus Dm Himangel

Gambar 4. Oklusi Mikrovaskular pada Retinopati Diabetik2

 Sebagai hasil dari perubahan mikrovaskular tersebut adalah

terjadinya oklusi mikrovaskular yang menyebabkan hipoksia retina.

Hilangnya perfusi (nonperfussion) akibat oklusi dan penumpukan leukosit

kemudian menyebabkan iskemia retina sedangkan kebocoran dapat terjadi

pada semua komponen darah. Hal ini menimbulkan area non perfusi yang

luas dan kebocoran darah atau plasma melalui endotel yang rusak. Ciri

khas dari stadium ini adalah cotton wool spot. Efek dari hipoksia retina

yaitu arteriovenous shunt. A-V shunt berkaitan dengan oklusi kapiler dari

arterioles dan venules. Inilah yang disebut dengan Intraretinal

microvascular abnormalities (IRMA). Selain itu, dapat ditemukan dot

hemorrhage dan vena yang seperti manik-manik.8

Gambar 5. Akibat dari Iskemik Retina pada Retinopati Diabetik8

12

Page 13: Lapsus Dm Himangel

Gambar 6. Intraretinal Microvascular Abnormalities (IRMA), berlokasi di

retina superficial berdekatan dengan area non perfusi.8

 Hilangnya sel perisit pada hiperglikemia menyebabkan antara lain

terganggunya fungsi  barrier, kelemahan dinding kapiler serta

meningkatnya tekanan intraluminer kapiler. Kelemahan fisik dari dinding

kapiler menyebabkan terbentuknya saccular pada dinding pembuluh darah

yang dikenal dengan mikroaneurisma yang kemudian bisa menyebabkan

kebocoran atau menjadi thrombus. Konsekuensi dari meningkatnya

permeabilitas vaskular adalah rusaknya barrier darah-retina sehingga

terjadi kebocoran plasma ke dalam retina yang menimbulkan edema

macula. Edema ini dapat bersifat difus ataupun local. Edema ini tampak

sebagai retina yang menebal dan keruh disertai mikroaneurisma dan

eksudat intraretina sehingga terbentuk zona eksudat kuning kaya lemak

bentuk bundar (hard exudates) di sekitar mikroaneurisma dan paling

sering berpusat di bagian temporal makula.8

Perdarahan dapat terjadi pada semua lapisan retina dan berbentuk

nyala api karena lokasinya di dalam lapisan serat saraf yang berorientasi

horizontal. Sedangkan perdarahan bentuk titik-titik (dot hemorrhage) atau

bercak terletak di lapisan retina yang lebih dalam tempat sel-sel akson

berorientasi vertical. Perdarahan terjadi akibat kebocoran eritrosit, eksudat

terjadi akibat kebocoran dan deposisi lipoprotein plasma, sedangkan

edema terjadi akibat kebocoran cairan plasma.8,9

13

Page 14: Lapsus Dm Himangel

Gambar 7. Akibat dari Peningkatan Permeabilitas Vaskular pada

Retinopati Diabetik8

 Pada retina yang iskemik, faktor angiogenik seperti vascular

endothelial growth factor (VEGF) dan insulin-like growth factor-1 (IGF-

1)diproduksi.Faktor-faktor ini menyebabkan pembentukan pembuluh

darah baru pada area preretina dan nervus optik (PDR) serta iris (rubeosis

iridis).Neovaskularisasi dapat terjadi pada diskus (NVD) atau dimana saja

(NVE).8

Gambar 8. Lokasi NVD dan NVE8

Pembuluh darah baru yang terbentuk hanya terdiri dari satu

lapisan sel endotel tanpa sel perisit dan membrane basalis sehingga

bersifat sangat rapuh dan mudah mengalami perdarahan. Pembuluh darah

baru tersebut sangat berbahaya karena bertumbuhnya secara abnormal

keluar dari retina dan meluas sampai ke vitreus, menyebabkan

perdarahan disana dan dapat menimbulkan kebutaan. Perdarahan ke

14

Page 15: Lapsus Dm Himangel

dalam vitreus akan menghalangi transmisi cahaya ke dalam mata dan

memberi penampakan berupa bercak warna merah, abu-abu, atau hitam

pada lapangan penglihatan. Apabila perdarahan terus berulang, dapat

terjadi jaringan fibrosis atau sikatriks pada retina. Oleh karena retina

hanya berupa lapisan tipis yang terdiri dari beberapa lapisan sel saja,

maka sikatriks dan jaringan fibrosis yang terjadi dapat menarik retina

sampai terlepas sehingga terjadi ablasio retina.4,8,9

2.6 Gejala Klinik

Retinopati diabetik biasanya asimtomatis untuk jangka waktu yang

lama. Hanya pada stadium akhir dengan adanya keterlibatan macular

atau hemorrhages vitreus maka pasien akan menderita kegagalan visual

dan buta mendadak. Gejala klinis retinopati diabetik proliferatif

dibedakan menjadi dua yaitu gejala subjektif dan gejala obyektif.1,2,9

Gejala Subjektif yang dapat dirasakan :

Kesulitan membaca

Penglihatan kabur disebabkan karena edema macula

Penglihatan ganda

Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata

Melihat lingkaran-lingkaran cahaya jika telah terjadi perdarahan

vitreus

Melihat bintik gelap & cahaya kelap-kelip

Gejala objektif pada retina yang dapat dilihat yaitu :

Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah

vena dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat

pembuluh darah terutama polus posterior. Mikroaneurisma terletak pada

lapisan nuclear dalam dan merupakan lesi awal yang dapat dideteksi secara

klinis. Mikroaneurisma berupa titik merah yang bulat dan kecil, awalnya

tampak pada temporal dari fovea. Perdarahan dapat dalam bentuk titik,

garis, dan bercak yang biasanya terletak dekat mikroaneurisma dipolus

posterior. 

15

Page 16: Lapsus Dm Himangel

Gambar 9. Mikroaneurisma dan hemorrhages pada backround diabetic

retinopati10

Gambar 10. FA menunjukkan titik hiperlusen yang menunjukkan

mikroaneurisma non-trombosis.10

Perubahan pembuluh darah berupa dilatasi pembuluh darah dengan lumennya

ireguler dan berkelok-kelok seperti sausage-like.

Gambar  11. Dilatasi Vena8

Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya khusus

yaitu iregular, kekuning-kuningan.  Pada permulaan eksudat pungtata

16

Page 17: Lapsus Dm Himangel

membesar dan bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang dalam

beberapa minggu.8

Gambar 12. Hard Exudates8

Gambar 13. FA Hard Exudates menunjukkan hipofluoresens.8

Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan iskemia

retina. Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning

bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak dibagian tepi daerah

nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina.

17

Page 18: Lapsus Dm Himangel

Gambar 14. Cotton Wool Spots pada oftalmologi dan FA8

Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah

makula (macula edema) sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan.

Edema retina awalnya terjadi antara lapisan pleksiform luar dan lapisan

nucleus dalam.

Pembuluh darah baru (Neovaskularisasi) pada retina biasanya terletak

dipermukaan jaringan. Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok,

dalam, berkelompok dan ireguler. Mula–mula terletak dalam jaringan retina,

kemudian berkembang ke daerah preretinal kemudian ke badan kaca.

Pecahnya neovaskularisasi pada daerah-daerah ini dapat menimbulkan

perdarahan retina, perdarahan subhialoid (preretinal) maupun perdarahan

badan kaca.

Gambar 15. NVD severe dan NVE severe8

18

Page 19: Lapsus Dm Himangel

Gambar 16. Retinopati Diabetik Resiko tinggi yang disertai perdarahan vitreus8

Tabel 2. Perbedaan antara NPDR dan PDR2,5,7,8

NPDR PDR

Mikroaneurisma (+) Mikroaneurisma (+)

Perdarahan intraretina (+) Perdarahan intraretina (+)

Hard eksudat (+)              Hard eksudat (+)

Oedem retina(+) Oedem retina (+)

Cotton Wool Spots (+) Cotton Wool Spots (+)

IRMA (+) IRMA(+)

Neovaskularisasi (-) Neovaskularisasi (+)

Perdarahan Vitreous (-) Perdarahan Vitreous (+)

Pelepasan retina secara traksi (-) Pelepasan retina secara traksi (+)

2.7 Diagnosis dan Klasifikasi Retinopati Diabetik

Diagnosis retinopati diabetik didasarkan atas hasil pemeriksaan funduskopi.

Pemeriksaan dengan fundal fluorescein angiography (FFA) merupakan

metode diagnosis yang paling dipercaya. Namun dalam klinik, pemeriksaan

dengan oftalmoskopi masih dapat digunakan untuk skrining.2

Retinopati diabetik dan berbagai stadiumnya didiagnosis

berdasarkan pemeriksaan stereoskopik fundus dengan dilatasi pupil.

Oftalmoskopi dan foto funduskopi merupakan gold standard bagi penyakit

ini. Angiografi Fluoresens (FA) digunakan untuk menentukan jika

pengobatan laser diindikasikan. FA diberikan dengan cara menyuntikkan zat

fluorresens secara intravena dan kemudian  zat tersebut melalui pembuluh

darah akan sampai di fundus.2

19

Page 20: Lapsus Dm Himangel

Gambar 17. Neovaskularisasi retina perifer  lebih terlihat jelas dengan

angiography daripada funduskopi.2

Ada banyak klasifikasi retinopati diabetik yang dibuat oleh para ahli.

Pada umumnya klasifikasi didasarkan atas beratnya perubahan

mikrovaskular retina dan atau tidak adanya pembentukan pembuluh darah

baru di retina.2

Tabel 3. Klasifikasi Retinopati Diabetik2,10,11

Tahap Deskripsi

Tidak ada

retinopati

Tidak ada tanda-tanda abnormal yang ditemukan pada retina.

Penglihatan normal.

Makulopati Eksudat dan perdarahan dalam area macula, dan/atau bukti

edema retina, dan/atau bukti iskemia retina. Penglihatan

mungkin berkurang; mengancam penglihatan.

Praproliferati

f

Bukti oklusi (cotton wool spot). Vena menjadi ireguler dan

mungkin terlihat membentuk lingkaran. Penglihatan normal.

Proliferatif Perubahan oklusi menyebabkan pelepasan substansi

vasoproliferatif dari retina yang menyebabkan pertumbuhan

pembuluh darah baru di lempeng optik (NVD) atau di tempat

lain pada retina (NVE). Penglihatan normal, mengancam

penglihatan.

Lanjut Perubahan proliferatif dapat menyebabkan perdarahan ke

dalam vitreus atau antara vitreus dan retina. Retina juga dapat

tertarik dari epitel pigmen di bawahnya oleh proliferasi

fibrosa yang berkaitan dengan pertumbuhan pembuluh darah

20

Page 21: Lapsus Dm Himangel

baru. Penglihatan berkurang, sering akut dengan perdarahan

vitreus; mengancam penglihatan.

Early Treatment Diabetik Retinopathy Study Research Group (ETDRS)

membagi retinopati diabetik atas nonproliferatif dan proliferatif.Retinopati

diabetik digolongkan ke dalam retinopati diabetik non proliferatif (RDNP)

apabila hanya ditemukan perubahan mikrovaskular dalam retina.Neovaskuler

merupakan tanda khas retinopati diabetik proliferatif.2

Tabel 4. Klasifikasi Retinopati Diabetik berdasarkan ETDRS2,10,11

Retinopati Diabetik Non-Proliferatif

1

.

Retinopati nonproliferatif minimal : terdapat ≥ 1  tanda berupa dilatasi vena,

mikroaneurisma, perdarahan intraretina yang kecil atau eksudat keras.

2

.

Retinopati nonproliferatif ringan sampai sedang : terdapat ≥  1 tanda berupa

dilatasi vena derajat ringan, perdarahan, eksudar keras, eksudat lunak atau

IRMA.

3

.

Retinopati nonproliferatif berat : terdapat ≥ 1 tanda berupa perdarahan dan

mikroaneurisma pada 4 kuadran retina, dilatasi vena pada 2 kuadran, atau

IRMA pada 1 kuadran.

4

.

Retinopati nonproliferatif sangat berat : ditemukan ≥ 2 tanda pada retinopati

non proliferative berat.

Retinopati Diabetik Proliferatif

1

.

Retinopati proliferatif ringan (tanpa risiko tinggi) : bila ditemukan minimal

adanya neovaskular pada diskus (NVD) yang mencakup <1/4 dari daerah

diskus tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus, atau neovaskular

dimana saja di retina (NVE) tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus.

2

.

Retinopati proliferatif risiko tinggi :  apabila ditemukan 3 atau 4 dari faktor

resiko sebagai berikut, a) ditemukan pembuluh darah baru dimana saja di

retina, b) ditemukan pembuluh darah baru pada atau dekat diskus optikus, c)

pembuluh darah baru yang tergolong sedang atau berat yang mencakup > ¼

daerah diskus, d) perdarahan vitreus. Adanya pembuluh darah baru yang jelas

pada diskus optikus atau setiap adanya pembuluh darah baru yang disertai

perdarahn, merupakan dua gambaran yang paling sering ditemukan pada

21

Page 22: Lapsus Dm Himangel

retinopati proliferatif dengan resiko tinggi.

Gambar 18. Funduskopi pada NPDR. Mikroneurisma, hemorrhages

intraretina (kepala panah terbuka), hard exudates merupakan deposit lipid

pada retina (panah), cotton-wool spots menandakan infark serabut saraf

dan eksudat halus (kepala panah hitam).7

22

Page 23: Lapsus Dm Himangel

Gambar 19. Funduskopi pada PDR. Tanda panah menunjukkan adanya

preretinal neovascularisation.7

2.8 Diagnosis Banding

Diagnosis banding harus menyingkirkan penyakit vascular retina lainnya,

adalah hipertensive retinopathy.1,2

Retinopati hipertensi adalah suatu kondisi dengan karakteristik

perubahan vaskularisasi retina pada populasi yang menderita hipertensi.

Kelainan ini pertama kali dikemukakan oleh Marcus Gunn pada kurun ke-

19 pada sekelompok penderita hipertensi dan penyakit ginjal. Tanda-tanda

pada retina yang diobservasi adalah penyempitan arteriolar secara general

dan fokal, perlengketan atau “nicking” arteriovenosa, perdarahan retina

dengan bentuk flame-shape dan blot-shape, cotton-wool spots, dan edema

papilla. Pada tahun 1939, Keith et al menunjukkan bahwa tanda-tanda

retinopati ini dapat dipakai untuk memprediksi mortalitas pada pasien

hipertensi.12

Tabel 5. Modifikasi klasifikasi Scheie oleh American Academy of

Ophtalmology.11,12

Stadium Karakteristik

Stadium 0 Tiada perubahan, a:v = 2:3

Stadium I Penyempitan arteriolar yang hampir tidak terdeteksi.

Stadium II Penyempitan yang jelas dengan kelainan fokal:, Copper wire

arteries, Silver wire arteries, Banking sign, Salus sign

Stadium III Stadium II + perdarahan retina dan/atau eksudat

Stadium IV Stadium III + papilledema

23

Page 24: Lapsus Dm Himangel

Gambar 20. A. Funduskopi mata kiri pasien,25 tahun, dengan renal

hipertensi memperlihatkan white-cotton wool spot, deep focal intraretina

periarteriolar transudat (FIPTs), B. Angiogram mempelihatkan area non-

perfusi. 11

 

Berdasarkan penelitian, telah dibuat suatu  tabel klasifikasi retinopati

hipertensi berdasarkan berat ringannya tanda-tanda yang terlihat pada

retina.12

Tabel 6. Klasifikasi Retinopati Hipertensi Berdasarkan Berat Ringannya

Tanda-Tanda yang Terlihat pada Retina12

Retinopati Deskripsi Asosiasi sistemik

Mild Satu atau lebih dari tanda berikut :

Penyempitan arteioler menyeluruh

atau fokal, AV nicking, dinding

arterioler lebih padat (silver-wire)

Asosiasi ringan dengan

penyakit stroke, penyakit

jantung koroner dan

mortalitas kardiovaskuler

Moderate Retinopati mild dengan satu atau

lebih tanda berikut :

Perdarahan retina (blot, dot atau

flame-shape), microaneurysme,

cotton-wool, hard exudates

Asosiasi berat dengan

penyakit stroke, gagal

jantung, disfungsi renal

dan mortalitas

kardiovaskuler

Accelerated Tanda-tanda retinopati moderate

dengan edema papil : dapat disertai

dengan kebutaan

Asosiasi berat dengan

mortalitas dan gagal ginjal

Karakteristik utama pada diabetik retinopati yaitu perubahan parenkim

dan vaskuler retina dimana pada retina ditemukan mikroaneurismata,

perdarahannya dalam bentuk bercak dan titik serta edema sirsinata, adanya

edema retina dan gangguan fungsi makula serta vaskularisasi retina dan

24

Page 25: Lapsus Dm Himangel

badan kaca. Sehingga dengan pemeriksaan laboratorium lengkap,

funduskopi dan Angiografi fluorescein akan ditemukan kelainan-kelainan

pada retinopati diabetik yang berbeda dengan retinopati hipertensif

diantaranya pada retinopati hipertensif tidak ada mikroaneurisma. Kelainan

makula: pada retinopati hipertensif makula menjadi star-shaped, sedangkan

pada retinopati diabetik mengalami edema. Kapiler pada retinopati

hipertensif menipis, sedangkan retinopati diabetik menebal (beading).12

2.9 Penatalaksanaan

Prinsip utama  penatalaksanaan dari retinopati diabetik adalah pencegahan.

Hal ini dapat dicapai dengan memperhatikan hal-hal yang dapat

mempengaruhi perkembangan retinopati diabetik nonproliferatif menjadi

proliferatif.

1. Pemeriksaan Rutin pada Dokter Spesialis Mata

Penderita diabetes melitus tipe I retinopati jarang timbul hingga lima tahun

setelah diagnosis. Sedangkan pada sebagian besar penderita diabetes

melitus tipe II telah menderita retinopati saat didiagnosis diabetes pertama

kali. Pasien- pasien ini harus melakukan pemeriksaan mata saat diagnosis

ditegakkan.Pasien wanita sangat beresiko perburukan retinopati diabetik

selama kehamilan. Pemeriksaan secara umum direkomendasikan pada

pasien hamil pada semester pertama dan selanjutnya tergantung kebijakan

ahli matanya. 11

Tabel 7. Jadwal Pemeriksaan Berdasarkan Umur atau Kehamilan11

Umur onset

DM/kehamila

n

Rekomendasi pemeriksaan

pertama kali

Follow up rutin

minimal

0-30 tahun Dalam waktu 5 tahun setelah

diagnosis

Setiap tahun

>31 tahun Saat diagnosis Setiap tahun

Hamil Awal trimester pertama Setiap 3 bulan atau

sesuai kebijakan dokter

mata

25

Page 26: Lapsus Dm Himangel

Berdasarkan beratnya retinopati dan risiko perburukan penglihatan,

ahli  mata mungkin lebih memilih  untuk megikuti perkembangan  pasien-

pasien tertentu lebih sering karena antisipasi kebutuhan untuk terapi.11

Tabel 8. Jadwal Pemeriksaan Berdasarkan Temuan pada Retina11

Abnormalitas retina Follow-up yang disarankan

Normal atau mikroaneurisma yang sedikit Setiap tahun

Retinopati Diabetik non proliferatif ringan Setiap 9 bulan

Retinopati Diabetik non proliferatif

sedang

Setiap 6 bulan

Retinopati Diabetik non proliferatif berat Setiap 4 bulan

Edema makula Setiap 2-4 bulan

Retinopati Diabetik  proliferatif Setiap 2-3 bulan

2. Kontrol Glukosa Darah dan Hipertensi

Untuk mengetahui kontrol glukosa darah terhadap retinopati diabetik,

Diabetik Control and Cmplication Trial (DCCT) melakukan penelitian

terhadap 1441 pasien dengan DM Tipe I yang belum disertai dengan

retinopati dan yang sudah menderita RDNP. Hasilnya adalah pasien yang

tanpa retinopati dan mendapat terapi intensif selama 36 bulan mengalami

penurunan resiko terjadi retinopati sebesar 76% sedangkan pasien dengan

RDNP dapat mencegah resiko perburukan retinopati sebesar 54%. Pada

penelitian yang dilakukan United Kingdom Prospective Diabetes Study

(UKPDS) pada penderita DM Tipe II dengan terapi intensif menunjukkan

bahwa setiap penurunan HbA1c sebesar 1% akan diikuti dengan

penurunan resiko komplikasi mikrovaskular sebesar 35%. Hasil penelitian

DCCT dan UKPDS tersebut memperihatkan bahwa meskipun kontrol

glukosa darah secara intensif tidak dapat mencegah terjadinya retinopati

diabetik secara sempurna, namun dapat mengurangi resiko timbulnya

retinopati diabetik dan memburuknya retinopati diabetik yang sudah ada.

Secara klinik, kontrol glukosa darah yang baik dapat melindungi visus dan

mengurangi resiko kemungkinan menjalani terapi fotokoagulasi dengan

26

Page 27: Lapsus Dm Himangel

sinar laser. UKPDS menunjukkan bahwa control hipertensi juga

menguntungkan mengurangi progresi dari retinopati dan kehilangan

penglihatan.2,4,11

3. Fotokoagulasi

Perkembangan neovaskuler memegang peranan penting dalam progresi

retinopati diabetik. Komplikasi dari retinopati diabetik proliferatif dapat

meyebabkan kehilangan penglihatan yang berat jika tidak diterapi. Suatu

uji klinik yang dilakukan oleh National Institute of  Health  di Amerika

Serikat jelas menunjukkan bahwa pengobatan fotokoagulasi dengan sinar

laser apabila dilakukan tepat pada waktunya, sangat efektif untuk pasien

dengan retinopati diabetik proliferatif dan edema makula untuk mencegah

hilangnya fungsi penglihatan akibat perdarahan vitreus dan ablasio retina.

Indikasi terapi fotokoagulasi adalah retinopati diabetik proliferatif, edema

macula dan neovaskularisasiyang terletak pada sudut bilik anterior. Ada 3

metode terapi fotokoagulasi yaitu :1,2,8,11

a) Scatter (panretinal) photocoagulation : PRP, dilakukan pada kasus

dengan kemunduran visus yang cepat atau retinopati diabetik

resiko tinggi dan untuk menghilangkan neovaskular dan mencegah 

neovaskularisasi progresif nantinya pada saraf optikus dan pada

permukaan retina atau pada sudut bilik anterior dengan cara

menyinari 1.000-2.000 sinar laser ke daerah retina yang jauh dari

macula untuk menyusutkan neovaskular. 

27

Page 28: Lapsus Dm Himangel

Gambar 21. Tahap-tahap PRP8

b) Focal photocoagulation, ditujukan pada mikroaneurisma atau lesi

mikrovaskular di tengah cincin hard exudates yang terletak 500-

3000 µm dari tengah fovea. Teknik ini mengalami bertujuan untuk

mengurangi atau menghilangkan edema makula.

c) Grid photocoagulation, suatu teknik penggunaan sinar laser

dimana pembakaran dengan bentuk kisi-kisi diarahkan pada daerah

edema yang difus. Terapi edema macula sering dilakukan dengan

menggunakan kombinasi focal dan grid photocoagulation.

Gambar 22. Panretinal fotokoagulasi pada PDR8

28

Page 29: Lapsus Dm Himangel

Gambar 23. Grip fotokoagulasi untuk diabetik makular edema1

d) Injeksi Anti VEGF

Bevacizumab (Avastin) adalah rekombinan anti-VEGF manusia.

Sebuah studi baru-baru ini diusulkan menggunakan bevacizum

intravitreus untuk degenerasi makula terkait usia. Dalam kasus ini,

24 jam setelah perawatan kita melihat pengurangan dramatis dari

neovaskularisasi iris, dan tidak kambuh dalam waktu tindak lanjut

10 hari. Pengobatan dengan bevacizumab tampaknya memiliki

pengaruh yang cepat dan kuat pada neovaskularisasi patologis.

Avastin merupakan anti angiogenik yang tidak hanya menahan dan

mencegah pertumbuhan prolirerasi sel endotel vaskular tapi juga

menyebabkan regresi vaskular oleh karena peningkatan kematian

sel endotel. Untuk pengunaan okuler, avastin diberikan via intra

vitreal injeksi ke dalam vitreus melewati pars plana dengan dosis

0,1 mL. Lucentis merupakan versi modifikasi dari avastin yang 

khusus dimodifikasi untuk penggunaan di okuler via intra vitreal

dengan dosis 0,05 mL.1,2,8,10

e) Vitrektomi

Vitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang mengalami

kekeruhan (opacity) vitreus dan yang mengalami neovaskularisasi

aktif. Vitrektomi dapat juga membantu bagi pasien dengan

29

Page 30: Lapsus Dm Himangel

neovaskularisasi yang ekstensif atau yang mengalami proliferasi

fibrovaskuler. Selain itu, vitrektomi juga diindikasikan bagi pasien

yang mengalami ablasio retina, perdarahan vitreus setelah

fotokoagulasi, RDP berat, dan perdarahan vitreus yang tidak

mengalami perbaikan.1,2,10

Gambar 24. Vitrektomi10

        Diabetic Retinopathy Vitrectomy Study (DRVS) melakukan

clinical trial pada pasien dengan dengan diabetik retinopati

proliferatif berat. DRVS mengevaluasi keuntungan pada vitrektomi

yang cepat (1-6 bulan setelah perdarahn vitreus) dengan yang

terlambat (setalah 1 tahun) dengan perdarahan vitreous berat dan

kehilangan penglihatan (<5/200). Pasien dengan diabetes tipe 1

secara jelas menunjukan keuntungan vitrektomi awal, tetapi tidak

pada tipe 2.DRSV juga menunjukkan keuntungan vitrektomi awal

dibandingkan dengan managemen konvensional pada mata dengan

retinopati diabetik proliferatif yang sangat berat.11

2.10 Komplikasi2,8,9,13

1. Rubeosis iridis progresif

Penyakit ini merupakan komplikasi segmen anterior paling sering.

Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon

terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai penyakit, baik

pada mata maupun di luar mata yang paling sering adalah retinopati

30

Page 31: Lapsus Dm Himangel

diabetik. Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi pada tepi pupil sebagai

percabangan kecil, selanjutnya tumbuh dan membentuk membran

fibrovaskular pada permukaan iris secara radial sampai ke sudut, meluas

dari akar iris melewati ciliary body dan sclera spur mencapai jaring

trabekula sehingga menghambat pembuangan aquous dengan akibat intra

ocular presure meningkat dan keadaan sudut masih terbuka. Suatu saat

membran fibrovaskular ini konstraksi menarik iris perifer sehingga terjadi

sinekia anterior perifer (PAS) sehingga sudut bilik mata depan tertutup dan

tekanan intra okuler meningkat sangat tinggi sehingga timbul reaksi

radang intra okuler. Sepertiga pasien dengan rubeosis iridis terdapat pada

penderita retinopati diabetika. Frekuensi timbulnya rubeosis pada pasien

retinopati diabetika dipengaruhi oleh adanya tindakan bedah. Insiden

terjadinya rubeosis iridis dilaporkan sekitar 25-42 % setelah tindakan

vitrektomi, sedangkan timbulnya glaukoma neovaskuler sekitar 10-23%

yang terjadi 6 bulan pertama setelah dilakukan operasi.

2. Glaukoma neovaskular

Glaukoma neovaskuler adalah glaukoma sudut tertutup sekunder yang

terjadi akibat pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada permukaan iris dan

jaringan anyaman trabekula yang menimbulkan gangguan aliran aquous

dan dapat meningkatkan tekanan intra okuler. Nama lain dari glaukoma

neovaskular ini adalah glaukoma hemoragik, glaukoma kongestif,

glaukoma trombotik dan glaukoma rubeotik. Etiologi biasanya

berhubungan dengan neovaskular pada iris (rubeosis iridis).

Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon

terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai penyakit, baik

pada mata maupun di luar mata yang paling sering adalah  retinopati

diabetik. Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi pada tepi pupil sebagai

percabangan kecil, selanjutnya tumbuh dan membentuk membrane

fibrovaskuler pada permukaan iris secara radial sampai ke sudut, meluas

dari akar iris melewati ciliary body dan sclera spur mencapai jaring

trabekula sehingga menghambat pembuangan akuos dengan akibat Intra

Ocular Presure meningkat dan keadaan sudut masih terbuka.

31

Page 32: Lapsus Dm Himangel

3. Perdarahan vitreus rekuren

Perdarahan vitreus sering terjadi pada retinopati diabetik proliferatif.

Perdarahan vitreus terjadi karena terbentuknya neovaskularisasi pada

retina hingga ke rongga vitreus. Pembuluh darah baru yang tidak

mempunyai struktur yang kuat dan mudah rapuh sehingga mudah

mengakibatkan perdarahan. Perdarahan vitreus memberi gambaran

perdarahan pre-retina (sub-hyaloid) atau intragel. Perdarahan intragel

termasuk didalamnya adalah anterior, middle, posterior, atau keseluruhan

badan vitreous.

Gejalanya adalah perkembangan secara tiba-tiba dari floaters yang

terjadi saat perdarahan vitreous masih sedikit. Pada perdarahan badan kaca

yang massif, pasien biassanya mengeluh kehilangan penglihatan secara

tiba-tiba. Oftalmoskopi direk secara jauh akan menampakkan bayangan

hitam yang berlawanan dengan sinar merah pada perdahan vitreous yang

masih sedikit dan tidak ada sinar merah jika perdarahan vitreous sudah

banyak. Oftalmoskopi direk dan indirek menunjukkan adanya darah pada

ruang vitreous.Ultrasonografi Bscan membantu untuk mendiagnosa

perdarahan badan kaca.

4. Ablasio retina

Merupakan keadaan dimana terlepasnya lapisan neurosensori retina dari

lapisan pigmen epithelium.Ablasio retina tidak menimbulkan nyeri, tetapi

bisa menyebabkan gambaran bentuk-bentuk ireguler yang melayang-

layang atau kilatan cahaya, serta menyebabkan penglihatan menjadi kabur.

2.11Prognosis

Kontrol optimum glukosa darah (HbA1c < 7%) dapat mempertahankan

atau menunda retinopati. Hipertensi arterial tambahan juga harus diobati

(dengan tekanan darah disesuaikan <140/85 mmHg). Tanpa pengobatan,

Detachment retinal tractional dan edema makula dapat menyebabkan

kegagalan visual yang berat atau kebutaan. Bagaimanapun juga, retinopati

diabetik dapat terjadi walaupun diberi terapi optimum.2,8,11

32

Page 33: Lapsus Dm Himangel

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Penderita

Nama : Ngakan Ketut Sucita

Umur : 42 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Banjar Bangbang Kaja, Tembuku, Bangli

Pendidikan : Tamat SMA

Pekerjaan : Pagawai Swasta

Agama : Hindu

Suku Bangsa : Bali

Tanggal pemeriksaan : 23 Oktober 2012

3.2 Anamnesis

Keluhan utama : Penglihatan kedua mata kabur

Riwayat Penyakit Sekarang

Penderita datang dengan keluhan penglihatan pada kedua mata kabur. Pasien

mengaku awalnya penglihatan mata kanannya hanya agak sedikit kabur kurang

lebih sejak 6 bulan yang lalu namun dirasakan perlahan-lahan semakin lama

semakin bertambah, dan diikuti dengan kaburnya penglihatan pada mata kiri

mendadak sejak kurang lebih 2 bulan yang lalu. Penglihatan kabur baik saat

melihat jauh maupun dekat. Penglihatan kabur ini dirasakan sepanjang hari

meskipun pasien sudah menggunakan kacamata. Sebelumnya pernah diobati

menggunakan tetes mata tapi keluhan tidak berkurang. Pasien juga mengeluh

kedua matanya sering melihat seperti bayangan garis hitam seperti rambut yang

melayang-layang. Pasien mengatakan bayangan garis hitam itu hanya kadang-

kadang dilihat. Keluhan nyeri, mata silau bila terkena cahaya, mata merah, mata

berair, dan keluar kotoran pada kedua mata disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu dan Pengobatan

Riwayat trauma maupun kemasukan benda asing sebelumnya disangkal. Pasien

juga mengatakan tidak pernah sakit mata seperti ini sebelumnya. Riwayat

pemakaian kaca mata sejak 2 tahun yang lalu, yaitu kacamata baca.

33

Page 34: Lapsus Dm Himangel

Pasien saat ini menderita diabetes mellitus, yang diderita sejak kurang

lebih 7 tahun yang lalu yaitu pada tahun 2005, namun pasien baru berobat untuk

mengatasi penyakit diabetes mellitusnya pada tahun 2011, dimana penyakitnya ini

tidak terkontrol dengan baik. Riwayat operasi mata disangkal, riwayat hipertensi,

asma, penyakit jantung, dan penyakit lainnya juga disangkal oleh pasien. Pasien

mengatakan tidak memiliki riwayat alergi obat sebelumnya.

Riwayat Keluarga

Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien. Ibu

kandung pasien dikatakan juga mengalami penyakit diabetes mellitus, namun

tidak mengalami gejala mata kabur seperti yang dikeluhkan oleh pasien.

Riwayat Sosial

Pasien adalah seorang wiraswasta. Pasien tinggal bersama istri dan anaknya,

sehingga pasien lebih sering menghabiskan waktu dengan anaknya. Sebagian

besar aktivitas pasien dilakukan di rumah.

3.3 Pemeriksaan Fisik

3.3.1 Pemeriksaan Fisik Umum

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 84 kali / menit

Temperatur aksila : 36,5 °C

3.3.2 Pemeriksaan Fisik Khusus (Lokal pada Mata)

Okuli Dekstra Okuli Sinistra

Visus

Refraksi/Pin Hole

2/60

6/60

2/60

6/60

Supra cilia

Madarosis

Sikatriks

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Palpebra superior

Edema

Hiperemi

Enteropion

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

34

Page 35: Lapsus Dm Himangel

Ekteropion

Benjolan

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Palpebra inferior

Edema

Hiperemi

Enteropion

Ekteropion

Benjolan

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Pungtum lakrimalis

Pungsi

Benjolan

Tidak dilakukan

Tidak ada

Tidak dilakukan

Tidak ada

Konjungtiva palpebra superior

Hiperemi

Folikel

Sikatriks

Benjolan

Sekret

Papil

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Konjungtiva palpebra inferior

Hipermi

Folikel

Sikatriks

Benjolan

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Konjungtiva bulbi

Kemosis

Hiperemi

- Konjungtiva

- Silier

Perdarahan di bawah konjungtiva

Pterigium

Pingueculae

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

35

Page 36: Lapsus Dm Himangel

Sklera

Warna

Pigmentasi

Putih

Tidak ada

Putih

Tidak ada

Limbus

Arkus senilis Tidak ada Tidak ada

Kornea

Odem

Infiltrat

Ulkus

Sikatriks

Keratik presifitat

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Kamera okuli anterior

Kejernihan

Kedalaman

Jernih

Normal

Jernih

Normal

Iris

Warna

Koloboma

Sinekia anterior

Sinekia posterior

Cokelat

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Cokelat

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Pupil

Bentuk

Regularitas

Refleks cahaya langsung

Refleks cahaya konsensual

Bulat

Reguler

Ada

Ada

Bulat

Reguler

Ada

Ada

Lensa

Kejernihan

Dislokasi/subluksasi

Jernih

Tidak ada

Jernih

Tidak ada

Vitreus

Kejernihan Keruh

VH (+)

Keruh

VH (+)

36

Page 37: Lapsus Dm Himangel

Funduskopi

Papil N II

Retina

Makula

Bulat, batas tegas,

aa/vv 2/3, CDR 0,3,

vena beading (+)

Eksudat (+), blot

(+), dot (+), traksi

fibrosis (+)

Eksudat (+), RM (+)

Bulat, batas tegas

aa/vv 2/3, CDR

tde, NVO (+)

Retinal fibrosis

(+), Eksudat (-),

blot (-), dot (-)

Eksudat (+), RM

(+) tde

3.4 Resume

Pasien laki-laki 42 tahun, mengeluhkan penglihatan pada kedua mata kabur.

Penglihatan mata kanan kabur secara perlahan-lahan sejak 6 bulan yang diikuti

kaburnya penglihatan mata kiri mendadak sejak 2 bulan yang lalu. Penglihatan

kabur baik saat melihat jauh maupun dekat. Pasien juga mengeluh kedua matanya

sering melihat seperti bayangan garis hitam seperti rambut yang melayang-layang.

Pasien mengatakan bayangan garis hitam itu hanya kadang-kadang dilihat.

Keluhan nyeri, mata silau bila terkena cahaya, mata merah, mata berair, dan

keluar kotoran pada kedua mata disangkal oleh pasien. Pasien menggunakan kaca

mata sejak 2 tahun yang lalu, yaitu kacamata baca. Pasien menderita diabetes

mellitus, sejak 7 tahun yang lalu, namun pasien baru berobat untuk mengatasi

penyakit diabetes mellitusnya pada tahun 2011, dimana penyakitnya ini tidak

terkontrol dengan baik. Riwayat operasi mata disangkal, riwayat hipertensi, asma,

penyakit jantung, dan penyakit lainnya juga disangkal oleh pasien. Ibu kandung

pasien dikatakan juga mengalami penyakit diabetes mellitus, namun tidak

mengalami gejala mata kabur seperti yang dikeluhkan oleh pasien.

Pemeriksaan lokal

OD Pemeriksaan OS

2/60 Visus 2/60

37

Page 38: Lapsus Dm Himangel

6/60 Pinhole 6/60

Normal Palpebra Normal

Tenang Konjungtiva Palpebra Tenang

Tenang Konjungtiva Bulbi Tenang

Jernih Kornea Jernih

Normal Kamera Okuli Anterior Normal

Bulat,regular,sentral Iris/Pupil Bulat,regular,sentral

Positif Refleks Pupil Positif

Jernih Lensa Jernih

Keruh, VH (+) Vitreus Keruh, VH (+)

Papil N.II: Bulat, batas

tegas, aa/vv 2/3, CDR

0,3, vena beading (+)

Retina: Eksudat (+),

blot (+), dot (+), traksi

fibrosis (+)

Makula: eksudat, RM

(+)

Funduskopi Papil N.II: Bulat, batas

tegas aa/vv 2/3, CDR

tde, NVO (+)

Retina: Retinal fibrosis

(+), Eksudat (-), blot

(-), dot (-)

Makula: Eksudat (+),

RM (+) tde

14,6 TIO 14,6

Gambar 25. Funduskopi pada Tanggal 23 Oktober 2012

Okuli Deksta Okuli Sinistra

38

Page 39: Lapsus Dm Himangel

3.5 Diagnosis Banding

1. OD PDR + CSME

OS Vitreous hemorrhage

2. ODS Retinopati Hipertensi

3.6 Diagnosis Kerja

OD PDR + CSME

OS Vitreous hemorrhage

3.7 Usulan Pemeriksaan

- Slitlamp

- Lab Lengkap

- Angiografi flouresens fundal

3.8 Terapi

KIE

Pro ODS Fotokoagulasi

Noncort ed 4x1 ttb ODS

Konsul Interna untuk kontrol gula darah

3.9 Prognosis

Ad vitam : Dubius ad bonam

Ad functionam : Dubius ad bonam

Ad xanactionam : Dubia

39

Page 40: Lapsus Dm Himangel

BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien datang dengan keluhan penglihatan pada kedua mata kabur. Pasien

mengaku awalnya penglihatan mata kanannya hanya agak sedikit kabur kurang

lebih sejak 6 bulan yang lalu namun dirasakan perlahan-lahan semakin lama

semakin bertambah, dan diikuti dengan kaburnya penglihatan pada mata kiri

mendadak sejak kurang lebih 2 bulan yang lalu. Penglihatan kabur baik saat

melihat jauh maupun dekat. Penglihatan kabur ini dirasakan sepanjang hari

meskipun pasien sudah menggunakan kacamata. Sebelumnya pernah diobati

menggunakan tetes mata tapi keluhan tidak berkurang. Keluhan nyeri, mata silau

bila terkena cahaya, mata merah, mata berair, dan keluar kotoran pada kedua mata

disangkal oleh pasien, jadi gangguan penglihatan pasien termasuk gangguan

penglihatan pada mata tenang, dimana tidak terdapat kelainan pada segmen

anterior mata. Adanya penurunan penglihatan saat melihat jauh maupun dekat

serta tidak dapat berkurang jika menggunakan kaca mata mengindikasikan bahwa

penurunan penglihatan pada pasien tidak berhubungan dengan gangguan refraksi.

Penurunan penglihatan ini dirasakan terjadi secara mendadak pada satu mata,

dalam kasus ini adalah mata kiri pasien. Adanya penurunan penglihatan pada mata

tenang, bukan karena gangguan refraksi, mengindikasikan adanya gangguan yang

terjadi pada segmen posterior mata. Dalam hal ini penurunan penglihatan terjadi

secara mendadak sehingga kemungkinan terdapat gangguan pada papil nervus II,

retina, atau makula.

Pasien juga mengeluh kedua matanya sering melihat seperti bayangan

garis hitam seperti rambut yang melayang-layang. Keluhan seperti ini pada

umumnya terjadi pada perdarahan vitreus.

Pasien saat ini menderita diabetes mellitus, yang diderita sejak kurang

lebih 7 tahun yang lalu yaitu pada tahun 2005, namun pasien baru berobat untuk

mengatasi penyakit diabetes mellitusnya pada tahun 2011, dimana penyakitnya ini

tidak terkontrol dengan baik. Ibu kandung pasien dikatakan juga mengalami

penyakit diabetes mellitus. Adanya dugaan gangguan pada segemen posterior

mata, dengan penurunan penglihatan yang mendadak, sering melihat bayangan

40

Page 41: Lapsus Dm Himangel

garis hitam seperti rambut yang melayang-layang, disertai dengan riwayat

penyakit diabetes mellitus yang tidak terkontrol, mengindikasikan kecurigaan

diabetik retinopati. Hal ini juga sesuai dengan teori, dimana penderita diabetes

mellitus memiliki resiko tinggi ±25 kali lebih tinggi dibandingkan populasi non-

DM untuk terkena diabetik retinopati.

Pada pemeriksaan fisik pada segmen anterior tidak terdapat kelainan yang

dapat menyebabkan adanya penurunan tajam penglihatan pada pasien dimana

penurunan penglihatan ini terjadi kemungkinan pada segmen posterior. Tekanan

intraokular pada mata pasien juga normal. Setelah dilakukan pemeriksaan

funduskopi, ditemukan kelainan pada segmen posterior mata, yaitu:

OD PEMERIKSAAN OS

Keruh, VH (+) Vitreus Keruh, VH (+)

Papil N.II: Bulat, batas

tegas, aa/vv 2/3, CDR

0,3, vena beading (+)

Retina: Eksudat (+),

blot (+), dot (+), traksi

fibrosis (+)

Makula: eksudat, RM

(+)

Funduskopi Papil N.II: Bulat, batas

tegas aa/vv 2/3, CDR

tde, NVO (+)

Retina: Retinal fibrosis

(+), Eksudat (-), blot

(-), dot (-)

Makula: Eksudat (+),

RM (+) tde

Hasil dari pemeriksaan funduskopi ini sesuai dengan keluhan pasien,

dimana pasien mengeluh penglihatannya kabur, terkait dengan ditemukannya

kelainan pada makula. Dikeluhkan juga kedua matanya sering melihat seperti

bayangan garis hitam seperti rambut yang melayang-layang, dimana pada

pemeriksaan vitreus, didapatkan pendarahan.

Pasien ini didiagnosis dengan OD PDR + CSME, OS Vitreous

hemorrhage. Karena pada pemeriksaan funduskopi ditemukan beberapa kelainan,

yaitu perdarahan vitreus dan traksi fibrosis pada retina kedua mata. Hal ini sesuai

dengan teori, dimana perdarahan vitreus sering terjadi pada retinopati diabetik

proliferatif. Perdarahan vitreus terjadi karena terbentuknya neovaskularisasi pada

retina hingga ke rongga vitreus. Pembuluh darah baru yang tidak mempunyai

41

Page 42: Lapsus Dm Himangel

struktur yang kuat dan mudah rapuh sehingga mudah mengakibatkan perdarahan.

Perdarahan vitreus memberi gambaran perdarahan pre-retina (sub-hyaloid) atau

intragel. Perdarahan intragel termasuk didalamnya adalah anterior, middle,

posterior, atau keseluruhan badan vitreous. Gejalanya adalah perkembangan

secara tiba-tiba dari floaters yang terjadi saat perdarahan vitreous masih sedikit.

Pada perdarahan badan kaca yang masif, pasien biassanya mengeluh kehilangan

penglihatan secara tiba-tiba. Pada pasien ini juga ditemukan adanya CSME yang

terjadi akibat hiperglikemia yang tidak terkontrol sehingga terjadi penurunan

perisit pada endotel pembuluh darah retina dan menyebabkan pembuluh darah

retina menjadi tipis dan mudah rapuh. Hal inilah yang menyebabkan aneurisma

dan eksudat cairan ekstraselular bahkan terjadinya perdarahan.

Usulan pemeriksaan tambahan yang diusulkan adalah pemeriksaan

angiografi fluoresens fundal dimana hal ini bermanfaat mendeteksi kelainan

mikrovaskularisasi pada retinopati diabetik.

Terapi pada pasien yaitu memperbaiki keadaan pasien dengan mengontrol

kadar gula darahnya agar tidak terjadi komplikasi yang lebih berat. Diberikan obat

dan dikonsulkan ke bagian interna. Juga diusulkan dilakukan fotokoagulasi laser

sesuai teori dimana perkembangan neovaskuler memegang peranan penting dalam

progresi retinopati diabetik. Komplikasi dari retinopati diabetik proliferatif dapat

meyebabkan kehilangan penglihatan yang berat jika tidak diterapi. Suatu uji klinik

yang dilakukan oleh National Institute of  Health  di Amerika Serikat jelas

menunjukkan bahwa pengobatan fotokoagulasi dengan sinar laser apabila

dilakukan tepat pada waktunya, sangat efektif untuk pasien dengan retinopati

diabetik proliferatif dan edema makula untuk mencegah hilangnya fungsi

penglihatan akibat perdarahan vitreus dan ablasio retina. Indikasi terapi

fotokoagulasi adalah retinopati diabetik proliferatif, edema makula dan

neovaskularisasi yang terletak pada sudut bilik anterior.

Prognosis ad vitam pada pasien ini baik, karena pasien tidak mengalami

kelainan pada tanda-tanda vitalnya. Untuk prognosis ad functionam pasien ini

adalah baik karena tidak ditemukan adanya tanda-tanda iskemik dan edema

makular, dimana dalam teori dikatakan apabila ditemukan edema makular yang

disertai iskemik prognosisnya lebih jelek. Sedangkan untuk prognosis ad

42

Page 43: Lapsus Dm Himangel

xanactionam pada pasien ini adalah dubia, karena kekambuhan pada retinopati

diabetikun masih meragukan. Kekambuhan hanya dapat ditentukan setelah pasien

selesai menjalani terapi fotokoagulasi dengan sinar laser.

43

Page 44: Lapsus Dm Himangel

BAB V

KESIMPULAN

44

Page 45: Lapsus Dm Himangel

DAFTAR PUSTAKA

1. Zing-Ma J, Sarah X-hang. Endogenous Angiogenic Inhibitors in

Diabetic Retinopathy. In: Ocular Angiogenesis Disease. Mew Jersey :

Humana Press ; 2006. p 23-35.

2. Pandelaki K. Retinopati Diabetik. Sudoyo AW, Setyiohadi B, Alwi I,

Simadibrata KM, Setiati S, editors. Retinopati Diabetik. Dalam : Ilmu

Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta: Penerbit Pusat Penerbitan

Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;

2007. p.1857, 1889-1893.

3. Vaughan D. Oftalmologiumum: Retina dan tumor intraocular. Edisi

14. Jakarta :WidyaMedika; 2000. p. 13-4, 211-17.

4. Rema M, dan R. Pradeepa. Diabetic retinopathy: An Indian

perspective. Madras Diabetes Research Foundation &Dr Mohan’s

Diabetes Specialities Centre, Chennai, India. Indian J Med Res 125;

March 2007. p 297-310.

5. Netter FH, Atlas of Neuroanatomy and Neurophysiology, 2002,

Comtan: U.S.A. P.  82.

6. Joussen A.M. Retinal Vascular Diseease. New York: Springer; 2007.

p. 3-5, 66-70, 129-132, ,228-31, 309, 291-331.

7. Lang G. Ophtalmology  a Short Textbook : Vascular Disorder. New

York :Thieme; 2000. p. 299-301, 314-18.

8. Kanski J. Retinal Vascular Disease. In :Clinical Ophthalmology.

London:Butterworth-Heinemann;2003. p.439-54,468-70.

9. Bhavsar A. Proliferative Retinopathy diabetic .Publish [ Oct06,2009 ]

Cited on[ August 27, 2011] available from

URL: http://emedicine.medscape.com/article/1225122-print.

10. Mitchell P.Guidelines for the Management of Diabetic Retinopathy :

Diabetic Retinopathy. Australia : National Health and Medical

Research Council ; 2008. p 26-31,44-47,96-104.

45

Page 46: Lapsus Dm Himangel

11. Weiss J. Retina and Vitreous : Retinal Vascular Disease. Section 12

Chapter 5.Singapore: American Academy of Ophtalmology; 2008. p

107-128.

12. Wong TY, Mitchell P, editors. Current concept hypertensive

retinopathy. The New England Journal of Medicine 2004 351:2310-7

[Online]. 2004 Nov 25 [cited 2011 August 27]: [8 screens]. 

Available

from: URL:http://www.nejm.org/cgi/reprint/351/22/2310.pdf

13. WHO. Prevention of Blindness from Diabetes Mellitus. Switzerland :

WHO Library Publication Data; 2005. p 8-14.

46