41
LAPORAN HASIL PENELITIAN Kesadaran dan Pemahaman Tenaga Kesehatan Mengenai Kebijakan Terkait Menyusui di Indonesia ASOSIASI IBU MENYUSUI INDONESIA GERAKAN KESEHATAN IBU DAN ANAK 2013

LAPORAN HASIL PENELITIAN - GKIA

  • Upload
    others

  • View
    15

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LAPORAN HASIL PENELITIAN - GKIA

LAPORAN HASIL PENELITIAN

Kesadaran dan Pemahaman Tenaga Kesehatan Mengenai Kebijakan Terkait Menyusui di Indonesia

ASOSIASI IBU MENYUSUI INDONESIA

GERAKAN KESEHATAN IBU DAN ANAK

2013

Page 2: LAPORAN HASIL PENELITIAN - GKIA

1

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas selesainya laporan hasil penelitian

ini tepat pada waktunya. Ucapan terima kasih kami sampaikan pada Gerakan Kesehatan Ibu

dan Anak sebagai penyandang dana penelitian, Komisi Etik Kementerian Kesehatan atas saran

dan masukan di awal pengerjaan protokol penelitian, fasilitas layanan kesehatan dan semua

tenaga kesehatan yang telah berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan penelitian ini.

Akhir kata, semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkaitan

dan menjadi informasi yang baik untuk melakukan perbaikan-perbaikan di masa mendatang

maupun penelitian-penelitian lanjutan.

Jakarta, 25 April 2013

Tim Peneliti

Page 3: LAPORAN HASIL PENELITIAN - GKIA

2

RINGKASAN PENELITIAN

Tenaga kesehatan adalah pihak pertama yang melakukan kontak langsung dengan ibu sejak hamil hingga setelah melahirkan. Selama masa menyusui, tenaga kesehatan merupakan sumber informasi paling diandalkan oleh orangtua. Dukungan tenaga kesehatan merupakan salah satu penentu utama keberhasilan ibu menyusui. Sejak disahkannya Undang-undang no 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah no. 33 tahun 2012 tentang ASI, AIMI masih menerima pengaduan masyarakat mengenai terjadinya pelanggaran hak bayi untuk mendapatkan ASI. Praktek pelanggaran masih dilakukan di berbagai daerah di Indonesia, dan banyak ibu belum merasakan dukungan yang signifikan dari tenaga kesehatan. Sosialisasi dan edukasi mengenai kebijakan terkait menyusui bagi tenaga kesehatan dirasa masih kurang dan atau tidak efektif. Lebih jauh lagi, para tenaga kesehatan belum mendapatkan edukasi tentang cara mendukung ibu menyusui. Penelitian ini bertujuan mendapatkan informasi mengenai pemahaman dan kesadaran tenaga kesehatan tentang kebijakan terkait ASI dan menyusui. Selain itu, penelitian ini juga ingin mengungkapkan metode yang efektif dalam sosialisasi kebijakan terkait ASI dan menyusui. Responden adalah tenaga kesehatan yang masih aktif bekerja pada berbagai area yang berhubungan langsung dengan calon ibu dan ibu menyusui di fasilitas kesehatan. Penelitian dilakukan pada Februari sampai April 2013 di 5 (lima) kota, yaitu DKI Jakarta, Tangerang, Bandung, Semarang, dan DI Jogjakarta. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner dan focus group discussion (FGD). Parameter yang diamati antara lain pengetahuan dan persepsi mengenai ASI dan menyusui, pengalaman dan persepsi tentang dukungan bagi ibu menyusui serta pengetahuan mengenai kebijakan terkait ASI dan menyusui. Wawancara menggunakan kuesioner dilakukan kepada 235 tenaga kesehatan yang terdiri dari 29 orang dokter spesialis anak, 28 orang dokter spesialis obgyn, 92 orang bidan, 78 orang perawat, serta 8 orang tenaga kesehatan lain yang berinteraksi rutin dengan ibu dan bayi. FGD dilaksanakan di masing-masing Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan melibatkan perwakilan tenaga kesehatan yang sudah diwawancarai dan perwakilan manajemen Fasilitasn Pelayanan Kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesadaran tenaga kesehatan tentang pentingnya mempromosikan, melindungi dan mensosialisasikan menyusui sudah sangat tinggi. Namun, kesadaran ini belum diikuti dengan pemahaman yang cukup mengenai dukungan bagi ibu menyusui dan pemahaman terhadap kebijakan nasional terkait menyusui. Sosialisasi kebijakan nasional bagi tenaga kesehatan masih rendah dan tidak mendalam. Metode sosialisasi yang paling banyak disarankan oleh tenaga kesehatan adalah seminar, penyuluhan, pelatihan, workshop serta pertemuan pakar dengan tenaga kesehatan.

Page 4: LAPORAN HASIL PENELITIAN - GKIA

3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 1

RINGKASAN PENELITIAN 2

DAFTAR ISI 3

DAFTAR TABEL 5

DAFTAR GAMBAR 6

DAFTAR LAMPIRAN 9

I. PENDAHULUAN 10

II. METODE PENELITIAN 12

II.1. Kerangka Teori 12

II.2. Kerangka Konsep 12

II.3. Hipotesis 13

II.4. Disain Penelitian 14

II.5. Tempat dan Waktu 14

II.6. Populasi dan Sampel 14

II.7. Materi Focus Group Discussion 15

II.8. Manajemen Data 15

II.9. Analisis Data 16

II.10. Analisis Data Univariat 16

II.11. Analisis Data Bivariat 17

II.12. Analisis Data Transkrip Focus Group Discussion 17

II.13. Langkah-langkah Penelitian 17

III. HASIL DAN PEMBAHASAN 18

III.1. Pengambilan Data 18

Page 5: LAPORAN HASIL PENELITIAN - GKIA

4

III.2. Pembahasan 21

III.2.a. Kesadaran Terhadap Dukungan Menyusui 22

III.2.b. Pemahaman Terhadap Kebijakan Terkait Menyusui 28

III.2.c. Metode Sosialisasi 35

IV. KESIMPULAN DAN SARAN 38

DAFTAR PUSTAKA 39

Page 6: LAPORAN HASIL PENELITIAN - GKIA

5

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

Tabel 1 Fasilitas kesehatan dan responden (tenaga kesehatan).

18

Tabel 2 Peserta focus group discussion.

20

Tabel 3 Pesan-pesan yang paling diingat responden tentang

kebijakan nasional yang sudah disosialisasikan.

33

Tabel 4 Mekanisme atau sosialisasi kebijakan nasional yang

disarankan oleh tenaga kesehatan.

36

Page 7: LAPORAN HASIL PENELITIAN - GKIA

6

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

Gambar 1 Kerangka konsep penelitian. 13

Gambar 2 Kontak tenaga kesehatan dengan pasien dengan kesulitan

menyusui.

23

Gambar 3 Tindakan yang dilakukan tenaga kesehatan pada pasien

dengan kesulitan menyusui.

24

Gambar 4 Tindakan yang dilakukan tenaga kesehatan di setiap kota

pada pasien dengan kesulitan menyusui.

24

Gambar 5 Kesadaran tenaga kesehatan akan pentingnya

mempromosikan, melindungi dan mensosialisasikan

menyusui.

25

Gambar 6 Alasan tenaga kesehatan menganggap penting

mempromosikan, melindungi dan mensosialisasikan

menyusui.

25

Gambar 7 Pemahaman tenaga kesehatan mengenai faktor-faktor yang

berpengaruh dalam menyusui.

26

Page 8: LAPORAN HASIL PENELITIAN - GKIA

7

Gambar 8 Pemahaman tenaga kesehatan mengenai tanda akurat

menentukan bayi menyusu dengan efektif.

26

Gambar 9 Pemahaman tenaga kesehatan mengenai kondisi dimana bayi

membutuhkan susu formula.

27

Gambar 10 Tenaga kesehatan yang sudah mendapatkan sosialisasi UU

no. 36/2009 tentang Kesehatan.

28

Gambar 11 Tenaga kesehatan yang sudah mendapatkan sosialisasi PP

no. 33/2012 tentang ASI.

28

Gambar 12 Pengetahuan tenaga kesehatan di setiap kota tentang isi UU

no. 36/2009 – mendapatkan ASI merupakan hak bayi.

29

Gambar 13 Pengetahuan tenaga kesehatan di setiap kota tentang isi UU

no. 36/2009 – dukungan pengelola tempat kerja.

30

Gambar 14 Pengetahuan berbagai profesi tenaga kesehatan tentang isi

UU no. 36/2009 – sanksi bagi ibu yang tidak mau

menyusui tanpa indikasi medis.

31

Gambar 15 Pengetahuan tenaga kesehatan di setiap kota tentang isi UU

no. 36/2009 – sanksi bagi ibu yang tidak mau menyusui

tanpa indikasi medis.

31

Gambar 16 Pengetahuan tenaga kesehatan di setiap kota tentang isi PP

no. 33/2012 – kewajiban tenaga kesehatan.

32

Gambar 17 Pengetahuan berbagai profesi tenaga kesehatan tentang isi

PP no. 33/2012 – sanksi bagi tenaga kesehatan yang

memberikan susu formula tanpa indikasi medis.

32

Page 9: LAPORAN HASIL PENELITIAN - GKIA

8

Gambar 18 Pengetahuan tenaga kesehatan di setiap kota tentang isi PP

no. 33/2012 – sanksi bagi tenaga kesehatan yang

memberikan susu formula tanpa indikasi medis.

32

Gambar 19 Metode sosialisasi UU no. 36/2009 yang diterima tenaga

kesehatan dan sumber/penyelenggara sosialisasi.

35

Gambar 20 Metode sosialisasi PP no. 33/2012 yang diterima tenaga

kesehatan dan sumber/penyelenggara sosialisasi.

35

Page 10: LAPORAN HASIL PENELITIAN - GKIA

9

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

Lampiran 1 Kuesioner hasil revisi setelah uji coba pengambilan data. 42

Lampiran 2 Hasil pengambilan data – wawancara dengan kuesioner. 47

Lampiran 3 Hasil Focus Group Discussion. 55

Page 11: LAPORAN HASIL PENELITIAN - GKIA

10

I. PENDAHULUAN

Menyusui adalah cara pemberian makanan pada bayi yang ideal dan tanpa bandingan,

menghasilkan pertumbuhan dan perkembangan yang sehat pada bayi dan juga merupakan

bagian integral dalam proses reproduksi dengan implikasi yang penting untuk kesehatan ibu.

WHO merekomendasikan agar ibu di seluruh dunia menyusui bayinya secara eksklusif selama

6 bulan pertama untuk mendapatkan pertumbuhan, perkembangan dan kesehatan yang

optimal1.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan,

setiap bayi Indonesia berhak untuk mendapatkan ASI eksklusif, dan setiap ibu berhak untuk

didukung secara penuh oleh keluarga, pemerintah dan masyarakat dalam pemberian

kesempatan menyusui (pasal 128(1) dan 129(2)). Setiap bayi Indonesia berhak untuk tidak

mendapatkan susu formula kecuali atas indikasi medis, dan setiap ibu berhak untuk

mendapatkan perlindungan dalam memberikan ASI eksklusif kepada bayinya (pasal 15, 17 dan

26 dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif).

Tenaga kesehatan adalah pihak pertama yang melakukan kontak langsung dengan ibu

sejak hamil hingga setelah melahirkan. Selama masa menyusui, tenaga kesehatan merupakan

sumber informasi paling diandalkan oleh orangtua. Dukungan tenaga kesehatan merupakan

salah satu penentu utama keberhasilan ibu menyusui.

Dari 8 faktor yang mempengaruhi pemberian ASI oleh ibu yang baru melahirkan, 5 di

antaranya melibatkan dukungan tenaga dan fasilitas kesehatan2. Hal ini meliputi jumlah tenaga

kesehatan, meningkatnya promosi susu formula sebagai pengganti ASI di fasilitas kesehatan,

penerangan yang tidak tepat dari tenaga kesehatan termasuk penyediaan susu formula di

fasilitas kesehatan disertai dengan pandangan manfaatnya untuk meningkatkan status gizi bayi,

pengelolaan laktasi di ruang persalinan berdasarkan metode atau tindakan saat persalinan

serta pemberian pengganti ASI pada hari-hari pertama kelahiran bayi. Peranan penolong

persalinan sebagai penasihat berpengaruh secara signifikan terhadap pemberian ASI di hari-

hari pertama kelahiran bayi3 dan dukungan tenaga kesehatan memiliki pengaruh signifikan

pada durasi pemberian ASI4.

Implementasi berbagai kebijakan nasional saat ini belum optimal. Hal ini dapat dilihat

dari angka pemberian ASI eksklusif bagi bayi yang berusia dibawah 6 bulan di Indonesia hanya

sebanyak 15,3%5. Berdasarkan data-data World Breastfeeding Trends Initiative 2012, kondisi

menyusui di 51 negara berdasarkan pengukuran indikator yang telah ditetapkan, Indonesia

ranking ke 49 dari 51 negara dengan angka menyusui hanya sebesar 27,5%6.

Page 12: LAPORAN HASIL PENELITIAN - GKIA

11

Akselerasi sosialisasi dan edukasi tenaga kesehatan untuk mendukung peningkatan

pemberian ASI di Indonesia perlu segera dilakukan. Untuk melakukan sosialisasi dan edukasi

yang efektif, dibutuhkan informasi kondisi pemahaman dan kesadaran tenaga kesehatan saat

ini tentang kebijakan nasional mengenai pemberian ASI. Selain itu juga dibutuhkan informasi

mengenai program sosialisasi dan edukasi yang sudah dilakukan fasilitas kesehatan terhadap

tenaga kesehatannya.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai pemahaman dan

kesadaran tenaga kesehatan tentang kebijakan terkait ASI dan menyusui. Selain itu, penelitian

ini juga ingin mengungkapkan metode yang efektif dalam sosialisasi kebijakan terkait ASI dan

menyusui.

Hasil penelitian ini akan memberikan informasi bagi pemerintah dan masyarakat

mengenai pemahaman tenaga kesehatan terhadap kebijakan terkait menyusui di Indonesia dan

kesadaran tenaga kesehatan dalam mendukung peningkatan pemberian ASI. Selain itu,

pemerintah akan mendapatkan informasi mengenai metode sosialisasi dan edukasi yang efektif

dalam rangka akselerasi implementasi UU Nomor 36/2009 tentang Kesehatan dan PP Nomor

33/2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif.

Page 13: LAPORAN HASIL PENELITIAN - GKIA

12

II. METODE PENELITIAN

II.1. Kerangka Teori

Tenaga kesehatan memiliki peran penting dalam mendukung dan mengedukasi ibu

tentang menyusui11. Meskipun demikian, edukasi mengenai ASI dan menyusui terhadap tenaga

kesehatan masih kurang di berbagai negara11,12,13,14,15.

Pemberian informasi dan konseling pada ibu hamil dapat meningkatkan kesadaran ibu

untuk menyusui16 dan pertemuan pasca persalinan dengan tenaga kesehatan yang memiliki

pengetahuan tentang menyusui meningkatkan keberhasilan ibu menyusui secara signifikan

dibandingkan dengan tenaga kesehatan yang tidak memiliki pengetahuan tentang menyusui17.

Banyak negara telah mengadopsi Kode Etik Pemasaran Produk Pengganti ASI yang

direkomendasikan WHO melalui World Health Assembly di Jenewa pada 198118 dalam

kebijakan nasional masing-masing untuk mendukung peningkatan pemberian ASI. Namun,

sosialisasi dan pengawasan perlu dilakukan agar kebijakan tersebut dapat memberi hasil

sesuai harapan. Berlakunya peraturan, program, proyek dan target nasional terkait peningkatan

pemberian ASI tidak efektif meningkatkan angka menyusui jika tidak disertai dukungan tenaga

kesehatan19,20,21.

II.2. Kerangka Konsep

Rendahnya angka pemberian ASI eksklusif di Indonesia yang rendah, yaitu hanya

15,3%9 menunjukkan bahwa dukungan semua pihak terhadap keberhasilan menyusui masih

perlu ditingkatkan, termasuk dari tenaga kesehatan.

Penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan secara deskriptif bagaimana kesadaran dan

pemahaman tenaga kesehatan terhadap kebijakan terkait menyusui dan dukungan bagi ibu

menyusui di Indonesia. Oleh karena itu, yang menjadi variabel utama penelitian ini adalah:

1. Kesadaran (awareness) tenaga kesehatan untuk melaksanakan kebijakan terkait

menyusui

2. Pemahaman (understanding) tenaga kesehatan mengenai dukungan untuk ibu

menyusui

Sedangkan data sosiodemografi digunakan sebagai data kontrol. Dengan demikian penelitian

ini dapat dijadikan dasar dari penelitian/strategi lanjutan mengenai bagaimana cara

meningkatkan pelaksanaan kebijakan menyusui terutama penerapannya di fasilitas kesehatan

di Indonesia.

Page 14: LAPORAN HASIL PENELITIAN - GKIA

13

Gambar 1. Kerangka konsep penelitian

Parameter yang diamati antara lain pengetahuan dan persepsi mengenai ASI dan

menyusui, pengalaman dan persepsi tentang dukungan bagi ibu menyusui serta pengetahuan

dan mengenai kebijakan terkait ASI dan menyusui.

II.3. Hipotesis

Melihat tingginya jumlah pengaduan masyarakat tentang kurangnya dukungan tenaga

kesehatan bagi keberhasilan ibu menyusui, rendahnya angka pemberian ASI eksklusif dan

berbagai pengalaman di negara lain mengenai rendahnya pemahaman tenaga kesehatan

mengenai kebijakan terkait menyusui19,22, hipotesis awal penelitian ini adalah bahwa tenaga

kesehatan masih kurang memiliki kesadaran untuk mendukung ibu menyusui dan memiliki

pemahaman yang rendah tentang kebijakan nasional terkait menyusui (dalam hal ini UU Nomor

26/2009 dan PP Nomor 33/2012). Selain itu diduga pemerataan kegiatan sosialisasi masih

kurang, dimana tenaga kesehatan di ibukota DKI Jakarta mendapat lebih banyak sosialisasi

dibandingkan tenaga kesehatan di 4 kota lain di pulau Jawa. Hipotesis lainnya adalah masih

kurangnya pemerataan sosialisasi di antara profesi tenaga kesehatan yang berbeda, yang

menghasilkan kesadaran dan pemahaman yang tidak merata pula.

Tenaga kesehatan

Faktor Kesadaran (Awareness) tenaga

kesehatan untuk melaksanakan kebijakan

terkait menyusui

Faktor Pemahaman (Understanding) tenaga

kesehatan mengenai dukungan untuk ibu

menyusui

Faktor sosiodemografi:

- Pendidikan

- Usia

- Profesi

- Lama praktek

Page 15: LAPORAN HASIL PENELITIAN - GKIA

14

II.4. Disain Penelitian

Penelitian ini didisain secara observasional. Disain observasional yang akan digunakan

adalah statistik deskriptif. Berbagai data yang diperlukan dalam observasi dikumpulkan melalui

kuesioner dan dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan terkait. Data kemudian divalidasi dengan

focus group discussion (FGD).

II.5. Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan pada Februari sampai April 2013 di 5 (lima) kota, yaitu DKI Jakarta,

Tangerang, Bandung, Semarang dan DI Jogjakarta. Ujicoba materi kuesioner dilakukan di RS

Jakarta, Jakarta Pusat dan RSB Alvernia Agusta, Jakarta Timur. Proses pengambilan data di 5

kota berlangsung sejak 11 Maret – 5 April 2013.

Pemilihan fasilitas kesehatan dengan metode convenience sampling. Fasilitas

kesehatan yang dilibatkan sebagai lokasi pengambilan data dalam penelitian ini adalah:

1. DKI Jakarta: RSUD Koja, Jakarta Utara dan RS Kemang Medical Care, Jakarta Selatan.

2. Tangerang: RS Premiere Bintaro dan RSU Tangerang.

3. Bandung: RS Al-Islam Awibitung dan RSB Astana Anyar.

4. Semarang: RSU Kota Semarang dan RS St. Elisabeth.

5. DI Jogjakarta: RS JIH Yogyakarta dan RSUD Panembahan Senopati Bantul.

II.6. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian adalah tenaga kesehatan yang bertugas dan berinteraksi langsung

dengan pasien ibu sejak masa kehamilan, persalinan dan masa menyusui serta pasien bayi

usia kurang dari 6 bulan yaitu dokter spesialis obstetri ginekologi, bidan, dokter spesialis anak,

perawat serta profesi tenaga kesehatan lainnya yang terkait dengan perawatan ibu dan bayi.

Target populasi secara khusus dibatasi untuk 5 kota besar, yaitu tenaga kesehatan

yang bekerja di DKI Jakarta, Tangerang, Bandung, Semarang dan DI Jogjakarta.

Sampel penelitian adalah dokter spesialis obstetri ginekologi, bidan, dokter spesialis

anak, perawat dan tenaga kesehatan lainnya yang terkait dengan perawatan ibu dan bayi pada

fasilitas kesehatan yang dijadikan lokasi pengambilan sampel.

Besar sampel ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

Dengan menggunakan metoda penarikan sampel Rumus Taro Yamane:

n = N (N.d2 ) + 1

Page 16: LAPORAN HASIL PENELITIAN - GKIA

15

Keterangan: n = Jumlah sampel N = Jumlah Populasi d = Level signifikasi yang diinginkan, pada penelitian ini level signifikansi yang digunakan sebesar 10% atau 0,1.

Maka sampel yang diambil sebesar: n = N (N.d2 ) + 1 = 250,030 (250,030 x0.12) + 1 = 99,96 = 100 (dibulatkan)

Cara penarikan sampel (sampling) dilakukan dengan cara non probability sampling

dengan metode snowball sampling. Pengumpulan data dilakukan menggunakan kuesioner

dengan pendampingan (wawancara) oleh enumerator. Kuesioner yang digunakan adalah

kuesioner yang sudah direvisi setelah ujicoba pengambilan data di 2 (dua) fasilitas kesehatan

(Lampiran 1).

Sedangkan pelaksanaan focus group discussion dilakukan di masing-masing kota,

dengan responden yang terdiri dari perwakilan tenaga kesehatan yang sudah diwawancara

serta perwakilan manajemen fasilitas kesehatan. Hal ini dilakukan untuk validasi dan verifikasi

data hasil temuan dari survey melalui kusioner yang telah dilakukan terlebih dahulu serta

mendapatkan tambahan informasi kebijakan fasilitas kesehatan terkait dukungan bagi ibu

menyusui dan penerapan kebijakan nasional.

Persetujuan dari responden untuk berpartisipasi dalam penelitian diperoleh setelah

enumerator membacakan naskah penjelasan dan responden mengerti semua informasi yang

ada dalam naskah penjelasan penelitian.

II.7. Materi Focus Group Discussion 1. Jelaskan penyesuaian kebijakan yang sudah dilakukan di fasilitas kesehatan ini sejak

adanya UU Nomor 36/2009 tentang Kesehatan dan PP Nomor 33/2012 tentang ASI?

2. Apa kendala atau tantangan yang dirasakan dalam menerapkan UU no. 36/2009

tentang Kesehatan dan PP Nomor 33/2012 tentang ASI dalam praktek di faskes?

II.8. Manajemen Data

Proses manajemen data, terdiri dari 2

1. Untuk data yang berasal dari kuisioner

Page 17: LAPORAN HASIL PENELITIAN - GKIA

16

a. Data sheet telah disiapkan sesuai dengan materi kuisioner

b. Data sheet beserta kuisioner dibagikan kepada peneliti lapangan

c. Setelah wawancara menggunakan kuesioner, peneliti lapangan melakukan entry

data pada data sheet

d. Data sheet yang telah diisi per kota, dikirimkan kepada ketua tim penelitian untuk

diolah

e. Data dibagi antara yang numerik (dapat diolah dengan SPSS) dan tulisan

f. Data dibersihkan

g. Data yang siap diolah disimpan dalam file lain, dan data mentah tetap disimpan,

sebagai backup.

2. Untuk data yang berasal dari FGD

a. Hasil FGD ditranskrip

b. Hasil transkrip akan di-coding berdasarkan pertanyaan, jawaban dan profesi

narasumber

c. Hasil coding akan diolah untuk diinterpretasikan lebih lanjut

II.9. Analisis Data

Analisis data dilakukan dalam tiga tahap yaitu univariat, bivariat, dan coding untuk FGD.

Data yang didapatkan dari survei lapangan selanjutnya akan dianalisis dengan menggunakan

metode statistik dengan bantuan perangkat lunak SPSS (Statistical Program for Social Science)

versi 17.0 melalui tahapan pengolahan sebagai berikut:

1. Melakukan coding terhadap jawaban yang masuk ke dalam coding sheet

2. Melakukan data entry ke dalam komputer

3. Data diolah sesuai dengan tujuan penelitian

II.10. Analisis Data Univariat

Analisis data univariat disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi untuk usia, jenis

kelamin, jenis profesi, lokasi praktek, dan sebagainya.

Selain itu analisa univariat untuk melihat respon tenaga kesehatan terhadap berbagai

indikator yang ditanyakan dalam kuisioner. Analisa yang digunakan adalah analisa deskriptif

dari variabel penelitian yang meliputi analisa frekuensi, prosentase.

Page 18: LAPORAN HASIL PENELITIAN - GKIA

17

II.11. Analisis Data Bivariat

Analisis data bivariat adalah analisa yang digunakan untuk menggambarkan hubungan

antara dua variabel dan juga mengetahui hubungan yang ada antara dua variabel tersebut.

Untuk penelitian ini digunakan Crosstabs tabulation.

Variabel independen terdiri dari profesi tenaga kesehatan, kepemilikan fasilitas

kesehatan tempat bekerja, lama masa kerja dalam profesi dan kota lokasi fasilitas kesehatan.

Variabel dependen yang diamati adalah aktivitas produsen susu formula, penerapan 10

Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui (LMKM), pemahaman terhadap ilmu laktasi,

penyelenggaraan sosialisasi kebijakan, dan pemahaman terhadap kebijakan.

II.12. Analisis Data Transkrip Focus Group Discussion

Data yang diperoleh dalam Focus Group Discussion berupa transkrip yang kemudian

dikelompokkan berdasarkan pertanyaan, jawaban dan profesi. Data ini di-coding dan kemudian

dilakukan pencocokan dengan hasil yang telah diperoleh sebelumnya dari kuisioner.

II.13. Langkah-langkah Penelitian

(a) Persiapan: penyusunan proposal, ijin etik, ijin lokasi, rekrutmen enumerator, pelatihan

enumerator, pengadaan bahan, alat dan instrumen, uji coba instrumen

(b) Pengumpulan data: data sekunder dari fasilitas kesehatan, wawancara responden dan

FGD

(c) Manajemen dan analisis data

(d) Penyusunan laporan

(e) Diseminasi

Page 19: LAPORAN HASIL PENELITIAN - GKIA

18

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III.1. Pengambilan Data

Telah dilakukan pengambilan data menggunakan kuesioner di 10 fasilitas kesehatan,

yaitu masing-masing 2 fasilitas kesehatan di DKI Jakarta, Tangerang, Bandung, Semarang dan

DI Jogjakarta. Jumlah sampel yang diperoleh melebihi dari minimal target sampel yaitu 235

sampel. Rincian jumlah populasi sampel dan jumlah responden adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Sampel fasilitas kesehatan dan responden (tenaga kesehatan).

No. Kota / Fasilitas

Kesehatan Jumlah Tenaga Kesehatan

Jumlah

responden Menolak

%

populasi

sampel

1. DKI Jakarta

a. RSUD Koja

23 responden

Dokter sp. Anak 5 2 1 40.0

Dokter sp. Obgyn 5 2 0 40.0

Bidan 23 8 0 34.8

Perawat 71 10 0 14.1

Dokter sp. Anestesi 3 1 1 33.3

b. Kemang

Medical Care

25 responden

Dokter sp. Anak 12 5 0 41.7

Dokter sp. Obgyn 16 3 0 18.8

Bidan 39 9 0 23.1

Perawat 48 7 0 14.6

Dokter umum 8 1 0 12.5

2. Tangerang

a. RSU

Tangerang

23 responden

Dokter sp. Anak 4 3 1 75.0

Dokter sp. Obgyn 5 5 0 100

Bidan 65 7 0 10.8

Perawat 86 8 0 9.3

b. RS Premiere

Bintaro

21 responden

Dokter sp. Anak 6 2 0 33.3

Dokter sp. Obgyn 9 1 1 11.1

Bidan 16 11 0 68.8

Perawat 27 7 0 25.9

3. Bandung

a. RS Al-Islam

Awibitung

15 responden

Dokter sp. Anak 2 1 0 50.0

Dokter sp. Obgyn 5 3 1 60.0

Bidan 9 6 0 66.7

Perawat 7 5 0 71.4

b. RSB Astana

Anyar

27 responden

Dokter sp. anak 4 4 0 100

Dokter sp. obgyn 6 3 0 50.0

Bidan 10 10 0 100

Page 20: LAPORAN HASIL PENELITIAN - GKIA

19

Perawat 10 9 0 90.0

Dokter umum na 1 0 na

4. Semarang

a. RSU Kota

Semarang

21 responden

Dokter sp. anak 4 4 0 100

Dokter sp. obgyn 3 3 0 100

Bidan 32 9 0 28.1

Perawat 31 4 0 12.9

Dokter sp. anestesi na 1 0 na

b. RS St.

Elisabeth

18 responden

Dokter sp. anak 11 3 2 27.3

Dokter sp. obgyn 10 2 1 20.0

Bidan 24 3 0 12.5

Perawat 25 8 0 32.0

Konselor menyusui na 1 0 na

Dokter sp. anestesi na 1 0 na

5. DI Jogjakarta

a. RSUD

Panembahan

Senopati

38 responden

Dokter sp. anak 3 1 2 33.3

Dokter sp. obgyn 3 3 0 100

Bidan 1 21 0 100

Perawat 21 11 0 100

Asisten perawat 29 1 0 41.4

Dokter sp. anestesi 15 1 2 26.7

b. RS JIH

Yogyakarta

24 responden

Dokter sp. anak 7 3 0 42.9

Dokter sp. obgyn 13 3 0 69.2

Bidan 11 9 0 81.8

Perawat 3 9 2 33.3

Jumlah Dokter Sp. Anak 58 29 4 50.0

Jumlah Dokter Sp. Obgyn 75 28 2 37.3

Jumlah Bidan 230 92 0 40.0

Jumlah Perawat 329 78 2 23.7

Jumlah Dokter Sp. Anestesi na 4 3 na

Jumlah Dokter Umum na 2 0 na

Jumlah Konselor Menyusui na 1 0 na

Jumlah Asisten Perawat 29 1 0 3.4

TOTAL 235

Focus Group Discussion (FGD) dilakukan di semua fasilitas kesehatan. FGD diharapkan

diikuti oleh perwakilan dokter spesialis obgyn, dokter spesialis anak, bidan, perawat dan

perwakilan manajemen fasilitas kesehatan. Namun, tidak semua fasilitas kesehatan berhasil

menyelenggarakan FGD dengan peserta lengkap. Pada beberapa fasilitas kesehatan ditemui

kendala sulitnya mendapatkan jadwal dan kesediaan calon peserta dokter spesialis anak dan

Page 21: LAPORAN HASIL PENELITIAN - GKIA

20

dokter spesialis obgyn untuk berpartisipasi dalam FGD. Rincian peserta FGD di masing-masing

fasilitas kesehatan adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Peserta Focus Group Discussion.

No. Kota / Fasilitas

Kesehatan Jumlah Tenaga Kesehatan

1. DKI Jakarta

a. RSUD Koja

0 Dokter sp. anak

0 Dokter sp. obgyn

2 Bidan

2 Perawat

3 Staf manajemen

b. Kemang Medical

Care

1 Dokter sp. anak

1 Dokter sp. obgyn

1 Bidan

1 Perawat

0 Staf manajemen

2. Tangerang

a. RSU Tangerang

1 Dokter sp. anak

1 Dokter sp. obgyn

1 Bidan

2 Perawat

1 Staf manajemen

b. RS Premiere

Bintaro

0 Dokter sp. anak

0 Dokter sp. obgyn

3 Bidan

4 Perawat

2 Staf manajemen

3. Bandung

a. RS Al-Islam

Awibitung

1 Dokter sp. anak

1 Dokter sp. obgyn

1 Bidan

1 Perawat

1 Staf manajemen

Page 22: LAPORAN HASIL PENELITIAN - GKIA

21

b. RSB Astana Anyar

1 Dokter sp. anak

1 Dokter sp. obgyn

1 Bidan

1 Perawat

1 Staf manajemen

4. Semarang

a. RSU Kota

Semarang

1 Dokter sp. anak

1 Dokter sp. obgyn

1 Bidan

3 Perawat

0 Staf manajemen

b. RS St. Elisabeth

1 Dokter sp. anak

1 Dokter sp. obgyn

1 Bidan

3 Perawat

0 Staf manajemen

5. DI Jogjakarta

a. RSUD

Panembahan

Senopati

0 Dokter sp. anak

0 Dokter sp. obgyn

4 Bidan

3 Perawat

1 Staf manajemen

b. RS JIH Yogyakarta

0 Dokter sp. anak

1 Dokter sp. obgyn

3 Bidan

1 Perawat

2 Staf manajemen

III.2. Pembahasan

Pemerintah di tahun 2012 melalui Kementerian Kesehatan telah merancang program

Rencana Aksi Akselerasi Pemberian ASI Eksklusif 2012-201423 yang bertujuan untuk

mempercepat pencapaian cakupan pemberian ASI eksklusif (0-6 bulan) dari 61,5% pada tahun

2010 menjadi 80% pada tahun 2014. Adapun tujuan khusus yang ingin dicapai dari program

akselerasi ini adalah mempercepat tersedianya perangkat hukum berupa Peraturan Menteri

Page 23: LAPORAN HASIL PENELITIAN - GKIA

22

Kesehatan, Peraturan Menteri terkait, Peraturan Daerah, Peraturan dan Instruksi

Gubernur/Bupati/Walikota yang mendukung Pemberian ASI Eksklusif. Meningkatkan

pemahaman kepada pengambil kebijakan, pengelola/pengurus fasilitas pelayanan

kesehatan/tempat kerja/sarana umum dunia usaha, tenaga kesehatan, pekerja atau buruh,

organisasi masyarakat, dan kelompok pendukung menyusui tentang pentingnya pemberian ASI

Eksklusif melalui advokasi dan sosialisasi. Meningkatkan komitmen dan dukungan dari

pengambil kebijakan, pengelola/pengurus fasilitas pelayanan kesehatan/ tempat kerja/sarana

umum, dunia usaha, tenaga kesehatan, pekerja atau buruh, organisasi masyarakat, dan

kelompok pendukung menyusui tentang pentingnya pemberian ASI Eksklusif. Mempercepat

tersedianya sarana dan prasarana (ruang menyusui beserta kelengkapannya) serta tenaga

terlatih terkait ASI (konselor, fasilitator dan motivator ASI).

Adapun sasaran dari program akselerasi ini adalah para pengambil kebijakan,

pengelola/pengurus fasilitas pelayanan kesehatan/tempat kerja/sarana umum, dunia usaha,

tenaga kesehatan, pekerja atau buruh, organisasi masyarakat, dan kelompok pendukung

menyusui. Pemaparan dibawah ini terkait hasil studi tentang pemahaman dan pengetahuan

tenaga kesehatan terkait kebijakan yang mendukung pemberian ASI ini bisa dijadikan bahan

pertimbangan apakah program akselerasi pemerintah RI ini sudah berjalan di jalur yang tepat

dan temuan-temuan ini juga bisa dijadikan bahan pembelajaran semua pihak untuk mencari

langkah-langkah ke depan yang strategis.

Dari wawancara kuesioner dengan 235 orang responden tenaga kesehatan, didapatkan

data seperti disajikan pada Lampiran 2. Data tersebut diolah sesuai dengan metode analisa

data yang telah ditetapkan. Sedangkan data dari hasil FGD telah di-coding (Lampiran 3) dan

dianalisa, hasilnya dimasukkan dalam pembahasan. Hasil penelitian dibahas dalam 3 kategori,

pertama adalah kesadaran terhadap dukungan menyusui, yang kedua pemahaman terhadap

kebijakan terkait menyusui, dan yang ketiga adalah metode sosialisasi.

III.2.a.Kesadaran terhadap Dukungan Menyusui

Dari 235 responden, 94% atau 221 orang mengaku pernah bertemu dengan pasien yang

mengalami kesulitan menyusui (Gambar 2).

Page 24: LAPORAN HASIL PENELITIAN - GKIA

23

Tindakan yang paling banyak dilakukan tenaga kesehatan saat menemukan pasien yang

mengalami kesulitan menyusui (Gambar 3, 4) adalah memberikan saran atau motivasi

menyusui (172 responden; 73,2%). Hanya sebagian kecil yang merujuk ke klinik laktasi (56

responden; 23,8%) dan merujuk ke konselor menyusui (58 responden; 24,7%). Hal ini tidak

berbeda secara nyata baik dilihat dari perbedaan kota, jenis profesi tenaga kesehatan, lama

masa kerja, maupun banyaknya jumlah pasien setiap harinya.

Tenaga kesehatan yang tidak memiliki pengetahuan dan keahlian yang cukup dalam

menangani permasalahan menyusui, seperti layaknya pada permasalahan dalam layanan

kesehatan lainnya, sebaiknya merujuk pasien kepada konselor menyusui atau tenaga

kesehatan lain yang terlatih.

Hal lain yang dilakukan tenaga kesehatan (65 responden; 27,7%) ketika menemukan

pasien yang mengalami kesulitan menyusui antara lain menyarankan pasien yang berasal dari

golongan mampu untuk browsing informasi di internet, memberikan flyer, mengajarkan teknik

menyusui, memeriksa payudara ibu, membantu perawatan payudara, merujuk pada dokter

spesialis obgyn, fisioterapi dan menyarankan untuk mengikuti kelas laktasi. Tenaga kesehatan

yang tidak memiliki pengetahuan dan keahlian yang cukup dalam menangani permasalahan

menyusui, seperti layaknya pada permasalahan dalam layanan kesehatan lainnya, sebaiknya

merujuk pasien kepada konselor menyusui atau tenaga kesehatan lain yang terlatih.

Gambar 2. Kontak tenaga kesehatan dengan pasien dengan kesulitan menyusui.

27 25

87 77

5

Dokter sp anak

Dokter sp

obgyn

Bidan Perawat Lainnya

Tidak

Ya

Apakah Anda pernah menemukan pasien yang

mengalami kesulitan menyusui? (n)

42 4456

37 42

Page 25: LAPORAN HASIL PENELITIAN - GKIA

24

Tenaga kesehatan sudah memiliki kesadaran tentang pentingnya mempromosikan,

melindungi dan mensosialisasikan menyusui kepada masyarakat (Gambar 5, 99,1%). Alasan

yang diberikan para tenaga kesehatan juga menunjukkan bahwa kesadaran tenaga kesehatan

tentang pentingnya ASI dan menyusui sudah tinggi.

13 5 14 23

26 21 17

15

77 61

2

8 10

25

19

Dokter sp anak

Dokter sp obgyn

Bidan Perawat Lainnya

Frekuensi (n)

Lainnya

Memberikan saran/motivasi

Menyarankan/memberikan/meresepkan susu formula

Merujuk ke dokter sp anak

Merujuk ke konselor menyusui

Merujuk ke klinik laktasi

Gambar 3. Tindakan yang dilakukan tenaga kesehatan pada pasien dengan kesulitan

menyusui.

25 13 12 4

23

6

14 11

33

25

54 25 35

21

4 14

9

17

Bandung Jakarta Jogjakarta Semarang Tangerang

Fre

ku

en

si (

n)

Lainnya

Memberikan saran/motivasi

Menyarankan/memberikan/meresepkan susu formula

Merujuk ke dokter sp anak

Merujuk ke konselor menyusui

Merujuk ke klinik laktasi

Gambar 4. Tindakan yang dilakukan tenaga kesehatan di setiap kota pada pasien

dengan kesulitan menyusui.

Page 26: LAPORAN HASIL PENELITIAN - GKIA

25

Motivasi tenaga kesehatan untuk mempromosikan, melindungi dan mensosialisasikan

menyusui umumnya adalah karena pentingnya manfaat ASI bagi ibu dan bayi (Gambar 6).

Selain itu beberapa tenaga kesehatan menyatakan pentingnya mempromosikan menyusui

untuk mengimbangi banyaknya informasi yang salah dan kurangnya informasi yang tepat bagi

masyarakat. Sebagian tenaga kesehatan juga menganggap menyusui adalah kewajiban ibu

dan hak bayi.

Kesadaran untuk mempromosikan, melindungi dan mensosialisasikan menyusui perlu

didukung oleh pemahaman ilmu laktasi yang cukup khususnya dalam melindungi dan

membantu ibu menyusui karena dukungan tenaga kesehatan memiliki pengaruh signifikan pada

durasi pemberian ASI4. Dari hasil wawancara diketahui bahwa pemahaman tenaga kesehatan

mengenai beberapa hal dasar dalam menyusui sudah cukup, namun masih kurang pada hal-hal

dasar lainnya (Gambar 7-9). Dilihat dari perbedaan kota, perbedaan profesi, lama masa kerja,

29 28

91 77

8

Dokter sp anak

Dokter sp obgyn

Bidan Perawat Lainnya

Fre

ku

en

si (

n)

Tidak

Ya

Gambar 5. Kesadaran tenaga kesehatan akan pentingnya

mempromosikan, melindungi dan mensosialisasikan menyusui.

13 1833 37

4

3 0

21 9

0

4 2

147

1

Dokter sp anak

Dokter sp obgyn

Bidan Perawat Lainnya

Fre

kue

nsi (

n)

Tidak Menjawab

Mengurangi kematian bayi

Kurang informasi atau informasi salah

Kandungan ASI lengkap dan ada antibodi

Ikatan bayi dan ibu

ASI hak bayi

ASI Murah

ASI penting, terbaik dan bagus untuk bayi

Gambar 6. Alasan tenaga kesehatan menganggap penting mempromosikan,

melindungi dan mensosialisasikan menyusui.

Page 27: LAPORAN HASIL PENELITIAN - GKIA

26

serta banyaknya jumlah pasien yang ditemui setiap hari, menunjukkan tidak ada perbedaan

yang nyata pada pemahaman tenaga kesehatan mengenai menyusui.

Pemahaman mengenai faktor-faktor yang berpengaruh dalam menyusui dan juga pada

kondisi apa bayi perlu mendapat susu formula merupakan yang paling kurang dikuasai oleh

tenaga kesehatan dilihat dari banyaknya tenaga kesehatan yang menjawab dengan salah.

Sedangkan tanda-tanda akurat bayi menyusu dengan efektif sudah cukup dipahami oleh

sebagian besar tenaga kesehatan.

Gambar 7. Pemahaman tenaga kesehatan mengenai faktor-faktor yang

berpengaruh dalam menyusui.

16 16

45 32 9 8

42 45

Dokter sp anak

Dokter sp obgyn

Bidan Perawat Lainnya

Fre

ku

en

si (

n)

Tidak tahu

Salah

Benar

Gambar 8. Pemahaman tenaga kesehatan mengenai tanda akurat

menentukan bayi menyusu dengan efektif.

20 16

63 60 7 9

23 17

1

Dokter sp anak

Dokter sp obgyn

Bidan Perawat Lainnya

Fre

kue

nsi (

n)

Tidak tahu

Salah

Benar

Page 28: LAPORAN HASIL PENELITIAN - GKIA

27

Alasan bayi membutuhkan susu formula yang disampaikan responden bervariasi antara

yang tepat dan kurang tepat. Sebagian tenaga kesehatan masih menyebutkan penyakit/kondisi

bayi yang bukan merupakan indikasi medis untuk diberi susu formula seperti berat badan lahir

rendah (BBLR), berat badan lahir besar, diare, muntah, intoleransi laktosa, ikterik/jaundice, bibir

sumbing, hipoglikemia dan hiperglikemia. Sedangkan kondisi ibu yang kurang tepat dianggap

sebagai indikasi medis penghentian pemberian ASI antara lain TBC, hepatitis, typhoid, HIV, ibu

pasca sectio, mastitis, “penyakit menular”, “penyakit paru-paru”, asma, ibu mengkonsumsi

antibiotik, dan ibu kurang gizi.

Terkait dengan hasil Focus Group Discussion (FGD), masih banyak tenaga medis yang

tidak merujuk pasien-pasien yang mengalami kesulitan menyusui. Salah satu responden FGD

dari Jakarta menyatakan bahwa salah satu faktor penting untuk mendukung sukses menyusui,

adalah dengan menjalankan 7 (tujuh) Kontak Menyusui, dimana 2 (dua) kontak pertama

seharusnya dilakukan pada periode kehamilan. Dalam konteks ini, seharusnya dokter

kebidanan atau bidanlah yang menganjurkan pasien untuk menghubungi klinik laktasi atau

tenaga kesehatan yang sudah mengikuti pelatihan manajemen laktasi agar mendapatkan

informasi yang benar tentang ASI dan menyusui. Salah satu peserta FGD lain, juga dari

Jakarta, menyebutkan adanya ketidakseimbangan antara jumlah konselor menyusui dengan

jumlah pasien yang membutuhkan bantuan konseling masalah menyusui.

11 34

10 1

16 4

39

60 18

17

49

3

4

Dokter sp anak Dokter sp obgyn Bidan Perawat Lainnya

Fre

ku

en

si (

n)

Kondisi dimana bayi membutuhkan susu formula

Ibu berpisah dengan bayi ASI kurang atau tidak keluar Bayi sakit Ibu sakit

Gambar 9. Pemahaman tenaga kesehatan mengenai kondisi dimana

bayi membutuhkan susu formula.

Page 29: LAPORAN HASIL PENELITIAN - GKIA

28

III.2.b. Pemahaman terhadap Kebijakan Terkait Menyusui

Dari seluruh responden, hanya 100 orang yang menjawab sudah ada sosialisasi UU

Nomor 36/2009 dan 115 orang yang menjawab sudah ada sosialisasi PP Nomor 33/2012.

Sosialisasi kedua kebijakan nasional tampak masih kurang di semua kota dan semua profesi

tenaga kesehatan (Gambar 10, 11) yaitu hanya berkisar antara 25,0 – 61,5%. Sementara itu,

tenaga kesehatan yang paling banyak menjawab sudah mendapatkan sosialisasi adalah

perawat dan dokter spesialis anak. Sosialisasi kepada bidan dan dokter spesialis kebidanan

sebagai pendamping kehamilan dan persalinan masih sangat kurang.

Selain itu, tidak seperti yang diduga dalam hipotesis, sosialisasi menyusui di DKI Jakarta

tidak lebih banyak dibandingkan di daerah. Kota Semarang terlihat mendapatkan lebih banyak

sosialisasi dibandingkan kota lainnya. Hal ini kemungkinan disebabkan sudah adanya

Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 56 tahun 2011 tentang Kebijakan Program

Peningkatan Pemberian ASI. Sosialisasi Pergub sejak 2011 dapat dianggap serupa oleh tenaga

kesehatan dengan sosialisasi kebijakan nasional.

51,7

37,9

46,7

56,4

25,0

38,1

47,9

48,4

61,5

50,0

Dokter Sp Anak

Dokter Sp Obgyn

Bidan

Perawat

Lainnya

Bandung

Jakarta

Jogjakarta

Semarang

Tangerang

Te

na

ga k

ese

hata

nK

ota

(%)

Gambar 11. Tenaga kesehatan yang sudah mendapatkan sosialisasi PP no. 33/2012 tentang ASI.

51,7

41,4

34,8

48,7

37,5

38,1

47,9

25,8

59,0

50,0

Dokter Sp Anak

Dokter Sp Obgyn

Bidan

Perawat

Lainnya

Bandung

Jakarta

Jogjakarta

Semarang

Tangerang

Te

na

ga

ke

seh

ata

nK

ota

(%)

Gambar 10. Tenaga kesehatan yang sudah mendapatkan sosialisasi UU no. 36/2009 tentang Kesehatan.

Page 30: LAPORAN HASIL PENELITIAN - GKIA

29

Berdasarkan data menunjukkan bahwa tenaga kesehatan di kota Semarang paling

banyak mengaku mendapatkan sosialisasi UU Nomor 36/2009 tentang kesehatan (59%) diikuti

dengan Tangerang (50%) lalu Jakarta (47,9%), Bandung (38,1%) dan terakhir Jogjakarta

(25,8%). Dokter spesialis anak adalah profesi tenaga kesehatan yang paling banyak

mendapatkan sosialisasi UU Nomor 36/2009 ini sebesar (51,7%) yang diikuti oleh tenaga

perawat sebanyak (48,7%) lalu dokter kandungan (SPOG) sebanyak (41,4%), tenaga

kesehatan lainnya seperti dokter umum sebanyak (37,5%) dan terakhir bidan sebanyak

(34,8%).

Kota Semarang juga merupakan kota dengan responden yang paling banyak menyatakan

mendapatkan sosialisasi PP Nomor 33/2012 tentang ASI (61,5%). Kota Tangerang berada di

urutan kedua yang menunjukkan tenaga kesehatannya mendapatkan sosialisasi PP (50%) dan

diikuti dengan Jogjakarta (48,4%) kemudian Jakarta (47,9%) dan terakhir adalah Bandung

(38,1%). Perawat juga mendapatkan sosialisasi yang lebih banyak (56,4%) dibandingkan

tenaga kesehatan lainya seperti dokter spesialis anak (51,7%), bidan (46,7%) kemudian dokter

kandungan (SPOG) (37,9%) dan tenaga kesehatan lainnya seperti dokter umum (25%).

Pada pertanyaan seputar pemahaman kebijakan, data penelitian menunjukkan

pemahaman tenaga kesehatan di kota Jakarta tentang UU Nomor 36/2009 pasal 128 yang

menyatakan bahwa ASI merupakan hak bayi adalah banyak dijawab benar (95,6%). Diikuti oleh

Jogjakarta dan Bandung yang sama-sama (94,1%) menjawab benar. Kota Semarang

responden yang menjawab benar (86,9%) dan diikuti Tangerang (72,7%) dimana ada 5

responden yang mengaku tidak tahu walaupun sudah mendapatkan sosialisasi (Gambar 12).

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa seluruh dokter kandungan (SPOG) menjawab dengan

15

22

15

20 16

1

1

1

3

1-

-

-

-

5

Bandung Jakarta Jogjakarta Semarang Tangerang

Fre

kue

nsi (

n)

Tidak tahu

Salah

Benar

Gambar 12. Pengetahuan tenaga kesehatan di setiap kota tentang isi

UU no. 36/2009 – mendapatkan ASI merupakan hak bayi.

Page 31: LAPORAN HASIL PENELITIAN - GKIA

30

benar, sebagian besar responden perawat yang benar menjawab ASI adalah merupakan hak

bayi (89,4%). Sebagian besar bidan menjawab benar pertanyaan ini (84,3%) dan hanya 80%

dokter sp anak yang menjawab dengan benar.

Sebagian besar responden dari berbagai profesi tenaga kesehatan menjawab benar

pertanyaan tentang UU Nomor 36/2009 terkait dukungan pengelola tempat kerja terhadap ibu

menyusui (Gambar 13). Hal ini menunjukkan bahwa tenaga kesehatan memahami pentingnya

dukungan penyedia tempat kerja terhadap keberhasilan menyusui.

Bahasa dalam kebijakan yang multi tafsir menjadikan pemahaman yang beragam di

kalangan tenaga kesehatan. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya kesalahan jawaban pada

pertanyaan pengetahuan terkait UU Nomor 36/2009 terkait ada tidaknya sanksi bagi ibu yang

tidak mau menyusui bayinya tanpa indikasi medis (Gambar 14, 15). Ini menunjukkan bahwa

ada ketidakseragaman pengetahuan dan pemahaman tenaga kesehatan tentang kebijakan

terkait menyusui di Indonesia.

Gambar 13. Pengetahuan tenaga kesehatan di setiap kota tentang isi UU no. 36/2009 – dukungan pengelola tempat kerja.

13

22

14

23

18

Bandung Jakarta Jogjakarta Semarang Tangerang

Fre

ku

ensi(n)

Tidak tahu

Salah

Benar

Page 32: LAPORAN HASIL PENELITIAN - GKIA

31

Sebagian besar tenaga kesehatan menjawab benar pertanyaan terkait kewajiban tenaga

kesehatan di dalam PP Nomor 33/2012 baik dari sisi profesi maupun kota dimana mereka

berada (Gambar 16, 17). Hal ini menjadi catatan penting dan temuan yang bermakna dari

penelitian ini bahwa tenaga kesehatan menyadari bahwa mereka memiliki peranan penting

dalam membantu ibu untuk menyusui namun, hal ini tidak diikuti dengan pengetahuan tenaga

kesehatan terkait memberikan susu formula tanpa indikasi medis yang bisa terkena sanksi

(Gambar 18). Hal tersebut menunjukkan bahwa pemahaman dan pengetahuan belum merata

dan tidak mendalam terkait PP Nomor 33/2012 di beberapa profesi tenaga kesehatan dan di

beberapa kota besar di pulau Jawa.

Gambar 15. Pengetahuan tenaga kesehatan di setiap kota tentang isi UU no.

36/2009 – sanksi bagi ibu yang tidak mau menyusui tanpa indikasi medis.

8 8 9 10 10

8

15

7

106

Bandung Jakarta Jogjakarta Semarang Tangerang

Fre

ku

en

si (

n)

Tidak tahu

Salah

Benar

4 8

15 17

1

8 3

1518

2

Dokter sp anak

Dokter sp obgyn

Bidan Perawat Lainnya

Fre

kue

nsi (

n)

Tidak tahu

Salah

Benar

Gambar 14. Pengetahuan berbagai profesi tenaga kesehatan tentang isi UU no.

36/2009 – sanksi bagi ibu yang tidak mau menyusui tanpa indikasi medis.

Page 33: LAPORAN HASIL PENELITIAN - GKIA

32

Gambar 16. Pengetahuan tenaga kesehatan di setiap kota tentang isi PP no. 33/2012 – kewajiban tenaga kesehatan.

15 20

25 21

17

Bandung Jakarta Jogjakarta Semarang Tangerang

Fre

ku

en

si (

n)

Tidak tahu

Salah

Benar

9 7 15 11

-

6 4

28 32

2

Dokter sp anak

Dokter sp obgyn

Bidan Perawat Lainnya

Fre

ku

en

si (

n)

Tidak tahu

Salah

Benar

Gambar 17. Pengetahuan berbagai profesi tenaga kesehatan tentang isi PP no. 33/2012 – sanksi bagi tenaga kesehatan yang memberikan susu

formula tanpa indikasi medis.

4 7 11

7 13

12

15

19

179

Bandung Jakarta Jogjakarta Semarang Tangerang

Fre

ku

en

si (

n)

Tidak tahu

Salah

Benar

Gambar 18. Pengetahuan tenaga kesehatan di setiap kota tentang isi PP no. 33/2012 – sanksi bagi tenaga kesehatan yang memberikan susu

formula tanpa indikasi medis.

Page 34: LAPORAN HASIL PENELITIAN - GKIA

33

Walaupun penelitian ini ruang lingkupnya terlalu kecil untuk mewakili seluruh tenaga

kesehatan di Indonesia, namun temuan penelitian di 5 kota ini konsisten dalam hal pemahaman

tentang peraturan menyusui di Indonesia. Hal tersebut menunjukkan bahwa temuan serupa

kemungkinan dapat diperoleh apabila kota-kota lain diikutsertakan dalam penelitian ini.

Hampir semua pihak yang terlibat dalam FGD di 5 kota menyatakan bahwa mereka sudah

sadar tentang manfaat ASI dan menyusui. Tetapi dalam proses diskusi selama FGD di 5 kota

tersebut menunjukkan bahwa mayoritas tenaga kesehatan tidak memahami isi dari UU Nomor

36/2009 dan PP Nomor 12/2012. Mayoritas tenaga kesehatan paham tentang kebijakan-

kebijakan yang mendukung sukses menyusui (seperti IMD, rawat gabung, pelarangan sufor

tanpa indikasi medis, pelarangan penggunaan dot, dan sebagainya), tetapi mereka tidak paham

secara detil isi dan implikasi dari kedua perundang-undangan itu. Bahkan, salah satu peserta

FGD dari Tangerang menganggap UU dan PP tersebut tidak ada manfaatnya. Selain itu, ada

juga tenaga kesehatan menganggap UU dan PP memiliki bahasa yang sulit dipahami sehingga

ia tidak yakin apakah kebijakan yang sudah dilakukan di RS sejalan dengan UU dan PP atau

tidak.

Pemahaman tenaga kesehatan juga diukur melalui pesan-pesan yang paling diingat dari

kebijakan nasional yang sudah disosialisasikan. Dari 100 orang responden yang menyatakan

sudah mendapatkan sosialisasi mengenai UU Nomor 36/2009, lebih dari 30% menjawab tidak

ingat dan jumlah yang sama menjawab tidak tahu (Tabel 3). Sementara itu dari 115 orang yang

menyatakan sudah mendapatkan sosialisasi mengenai PP Nomor 33/2012, lebih dari 23%

menjawab tidak ingat, dan lebih dari 32% menjawab tidak tahu (Tabel 3). Hanya sedikit sekali

tenaga kesehatan yang menjawab dengan tepat dan sebagian jawaban yang sama sekali tidak

sesuai dengan isi UU maupun PP. Hal ini menunjukkan bahwa sosialisasi yang dilakukan belum

efektif meningkatkan pemahaman tenaga kesehatan mengenai kebijakan nasional terkait

menyusui.

Tabel 3. Pesan-pesan yang paling diingat responden tentang kebijakan nasional yang sudah disosialisasikan.

No. Sudah mendapatkan sosialisasi UU Nomor 36/2009

% No. Sudah mendapatkan sosialisasi PP Nomor 33/2012

%

1. ASI Eksklusif 3.67 1. ASI Eksklusif 7.38

2. ASI sampai 2 tahun 0.92 2. ASI sampai 2 tahun 1.64

3. MPASI setelah 6 bulan 0.92 3. MPASI setelah 6 bulan 0.82

4. Bayi wajib mendapat ASI 0.92 4. Bayi wajib mendapat ASI 0.82

5. ASI hak bayi 11.93 5. ASI hak bayi 4.10

6. Ibu wajib memberi ASI 1.83 6. Ibu wajib memberi ASI 3.28

7. Mengenai IMD 2.75 7. Mengenai IMD 7.38

Page 35: LAPORAN HASIL PENELITIAN - GKIA

34

8. Dukungan menyusui oleh

pemerintah dan masyarakat

0.92 8. Sanksi bagi yang menghalangi proses

menyusui

0.82

9. Sanksi bagi yang menghalangi

proses menyusui

0.92 9. Sanksi bagi ibu yang tidak memberi

ASI

1.64

10. Larangan merokok 0.92 10. Larangan tenaga kesehatan

mempromosikan formula

0.82

11. Larangan tenaga kesehatan

mempromosikan formula

3.67 11. Sanksi bagi tenaga kesehatan yang

menghalangi ibu menyusui

1.64

12. Pasal 200: Setiap orang yang

menghalangi pemberian ASI

didenda 100 juta atau pidana

kurungan 1 tahun.

1.83 12. Bila menyediakan susu formula dapat

denda 10 juta dan kurungan 10 thn

0.82

13. Pasal 128: asi eks 6 bulan dan

fasilitas menyusui

0.92 13. Larangan penggunaan formula 0.82

14. Kesehatan adalah hak semua

rakyat

1.83 14. Pengelolaan donor ASI 0.82

15. Kompetensi Perawat 0.92 15. Kewajiban memberi ASI Eksklusif 0.82

16. Teknik menyusui 0.92 16. IMD wajib jika kondisi ibu dan bayi

stabil

0.82

17. Pasal 22 dan 26 tentang

ketenagakerjaan kesehatan

0.92 17. Penyediaan fasilitas bagi ibu bekerja

untuk menyusui

0.82

18. Pasal tentang menyusui,

menyusui penting bagi ibu dan

bayi dan kewajiban bagi nakes

utk melaksanakan

0.92 18. Pentingnya menyusui dan IMD bagi

ibu dan bayi

0.82

19. Tidak ingat 31.19 19. Rawat gabung 1.64

20. Tidak tahu 31.19 20. Sanksi bagi tenaga kesehatan yang

memberikan formula pada bayi

2.46

21. Sanksi bagi yang tidak

melakukan/mempopulerkan

pemberian ASI Eksklusif

0.82

22. Tidak menggunakan empeng 0.82

23. Susu formula tidak boleh

direkomendasikan baik di RS atau

tempat-tempat bencana

0.82

24. Sosialisasi ASI untuk tenaga kesehatan 0.82

25. Tidak ingat 23.77

26. Tidak tahu 32.79

Total 100 Total 100

Page 36: LAPORAN HASIL PENELITIAN - GKIA

35

III.2.c. Metode Sosialisasi

Metode sosialisasi UU Nomor 36/2009 dan PP Nomor 33/2012 yang paling banyak

diterima oleh tenaga kesehatan adalah melalui surat edaran yang diberikan manajemen RS

(Gambar 19, 20). Selain seminar, pelatihan dan surat edaran, metode yang pernah diterima

antara lain pertemuan pembahasan (briefing), ceramah, informasi langsung (one on one),

pertemuan rutin (apel pagi, bulanan), poster dan pamflet, dan rapat.

Dalam FGD muncul pernyataan dari beberapa tenaga kesehatan yang menyebutkan

bahwa sosialisasi banyak dibebankan kepada tenaga kesehatan yang sudah mengikuti

pelatihan seperti pelatihan konselor menyusui. Cara ini tidak efektif untuk meningkatkan

keseragaman pemahaman tenaga kesehatan terhadap dukungan bagi ibu menyusui dan

pemahaman mengenai kebijakan nasional. Salah satu peserta FGD di Jakarta juga menyatakan

bahwa belum ada pengelolaan atau koordinasi manajemen laktasi yang jelas dalam struktur

RS. Akibatnya program sosialisasi kebijakan dan dukungan bagi ibu menyusui tidak

menyeluruh.

26,817,9

33,3

22,0 18,7

64,5

7,5 9,3

Seminar Pelatihan Surat edaran

Metode lainnya

Dinas kesehatan

Manajemen RS

Pihak luar (LSM/NGO)

Sumber lain

(%)

Gambar 19. Metode sosialisasi UU no. 36/2009 yang diterima tenaga kesehatan dan sumber/penyelenggara sosialisasi.

29,6

18,3

31,0

21,1 19,4

62,0

9,3 9,3

Seminar Pelatihan Surat edaran

Metode lainnya

Dinas kesehatan

Manajemen RS

Pihak luar (LSM/NGO)

Sumber lain

(%)

Gambar 20. Metode sosialisasi PP no. 33/2012 yang diterima tenaga kesehatan dan sumber/penyelenggara sosialisasi.

Page 37: LAPORAN HASIL PENELITIAN - GKIA

36

Dalam FGD juga terungkap bahwa di semua kota dalam penelitian, UU Nomor 36/2009

dan PP Nomor 33/2012 tidak dilakukan secara komprehensif di hampir semua RS. Para tenaga

kesehatan yang ikut serta dalam FGD mendapatkan informasi tentang kedua perundang-

undangan itu dengan cara yang berbeda-beda, antara lain:

a. Melalui sosialisasi oleh pihak RS.

b. Melalui koleganya di RS (terutama dari mereka yang sudah mengikuti pelatihan konselor

menyusui).

c. Melalui asosiasi profesi (IBI, IDAI, dsb).

d. Melalui usaha mencari tahu sendiri (browsing, internet, brosur, dll).

Dari hasil penelitian, metode sosialisasi yang terbanyak dilakukan yaitu surat edaran oleh

manajemen RS terlihat tidak efektif meningkatkan pemahaman tenaga kesehatan terkait

kebijakan nasional. Mekanisme atau bentuk sosialisasi yang disarankan oleh tenaga kesehatan

antara lain berupa seminar, penyuluhan, pelatihan, workshop serta pertemuan pakar dengan

tenaga kesehatan (Tabel 4).

Tabel 4. Mekanisme atau sosialisasi kebijakan nasional yang disarankan oleh tenaga kesehatan.

No. Saran mekanisme/bentuk sosialisasi kebijakan nasional %

1. Seminar, penyuluhan, pelatihan, workshop, pertemuan pakar dengan tenaga kesehatan 27,8

2. Iklan layanan masyarakat di berbagai media, papan iklan, internet, film 14,2

3. Konseling langsung untuk ibu dan keluarga, penyuluhan, KP-ibu 11,5

4. Banner, brosur, spanduk, leaflet, poster, pamflet, stiker, buku, materi KIA, merchandise untuk tenaga kesehatan 11,1

5. Surat edaran, peraturan tertulis, SOP, sanksi 5,2

6. Sosialisasi rutin dan diskusi berantai 4,9

7. Menyediakan ruang menyusui, kelas laktasi, counter di ruang tunggu 4,5

8. Tidak tahu 4,2

9. Tes/kuesioner berkala untuk melihat pemahaman tenaga kesehatan 4,2

10. Tingkatkan peran pemerintah daerah, IDI, bidan, konselor menyusui, tokoh masyarakat, organisasi-organisasi masyarakat seperti Persit dll 3,5

11. Pajang 10 LMKM, kebijakan-kebijakan di ruang bayi dan tempat umum di RS 2,8

12. Alat peraga 1,7

13. Diselipkan dalam semua acara ilmiah 1,4

14. Tidak menjawab 1,4

15. Iklan berjalan (mobil keliling desa) 0,3

16. Pelatihan komunikasi atau teknik penyampaian 0,3

Page 38: LAPORAN HASIL PENELITIAN - GKIA

37

17. Masukkan dalam kurikulum SD-SMA 0,3

18. Sosialisasikan ke perusahaan 0,3

19. Batasi iklan susu formula 0,3

Total 100

Bentuk sosialisasi yang lebih interaktif dan intensif seperti seminar, penyuluhan dan

sejenisnya dianggap lebih efektif oleh tenaga kesehatan untuk meningkatkan pemahaman

mengenai kebijakan nasional. Metode sosialisasi yang selama ini banyak dilakukan manajemen

RS yaitu menggunakan surat edaran dianggap kurang efektif dan terlihat dari hasil penelitian

tidak menghasilkan pemahaman yang cukup tentang kebijakan nasional terkait menyusui.

Page 39: LAPORAN HASIL PENELITIAN - GKIA

38

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesadaran tenaga kesehatan tentang pentingnya mempromosikan, melindungi dan

mensosialisasikan menyusui sudah sangat tinggi. Namun, kesadaran ini belum diikuti dengan

pemahaman yang cukup mengenai dukungan bagi ibu menyusui dan pemahaman terhadap

kebijakan nasional terkait menyusui. Sosialisasi kebijakan nasional bagi tenaga kesehatan

masih rendah dan tidak mendalam. Perlu dilakukan sosialisasi menyeluruh secara intensif untuk

meningkatkan pemahaman tenaga kesehatan mengenai dukungan bagi ibu menyusui. Metode

sosialisasi yang paling banyak disarankan oleh tenaga kesehatan adalah seminar, penyuluhan,

pelatihan, workshop serta pertemuan pakar dengan tenaga kesehatan.

Page 40: LAPORAN HASIL PENELITIAN - GKIA

39

DAFTAR PUSTAKA

1World Health Organization. Exclusive Breastfeeding for Six Months Best for Babies

Everywhere. WHO Statement. 15 January, 2011. 2Kramer, M., et al. Promotion of Breastfeeding Intervention Trial (Probit): A Randomized Trial In

The Republic of Belarus. Journal of The American Medical Association, 285 (4): 413-420, 2001.

3Horta Bl, Bahl R, Martines Jc, Victora Cg. Evidence on The Longterm Effects of Breastfeeding:

Systemic Review and Etaanalysis. WHO Publication (A Study Commissioned By WHO/CAH). 2007.

4Global Strategy for Infant and Young Child Feeding. World Health Organization. 2002. 5Keputusan Presiden RI No. 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on The Rights of

The Child (Konvensi Tentang Hak-Hak Anak). 1990. 6Siregar, M. A. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI oleh Ibu Melahirkan, Bagian

Gizi Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, USU Digital Library. 2004.

7Wahyuni, S. Hubungan Penolong Persalinan, Dukungan Keluarga dan Tingkat Pendidikan Ibu

dengan Pemberian Kolostrum dan ASI Eksklusif (Studi di 9 Desa IDT Kecamatan Bener Kabupaten Purworejo). Diss. Diponegoro University, 2001.

8Suharsih. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Lama Waktu Inisiasi Air Susu Ibu (ASI)

pada Ibu Pasca Bersalin di Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Batang Tahun 2009. Diss. Diponegoro University, 2009.

9Riset Kesehatan Dasar. Badan Litbang Kesehatan. Kementerian Kesehatan. 2010. 10World Breastfeeding Trends Initiative. State of Breastfeeding in 51 Countries: IYCF Policies

and Programs. 2012. 11World Health Organization. Division of Child Health and Development. (WHO. CHD): Evidence

for The Ten Steps to Successful Breastfeeding. Geneva, World Health Organization; 1998:31-39.

12Wallace Lm, Kasmala-Anderson J: Training Needs Survey Of Midwives, Health Visitors And

Voluntary-Sector Breastfeeding Support Staff In England. Matern Child Nutr 2007, 3(1):25-39.

13Abba, AM., M. De Koninck, AM. Hamelin. A Qualitative Study of The Promotion of Exclusive

Breastfeeding by Health Professionals in Niamey, Niger. International Breastfeeding Journal 2010, 5:8.

14Krogstrand, KS. and K. Parr. Physicians Ask for More Problem-Solving Information to Promote

and Support Breastfeeding. J Am Diet Assoc. 2005;105:1943-1947.

Page 41: LAPORAN HASIL PENELITIAN - GKIA

40

15Ingram, J. Multiprofessional Training for Breastfeeding Management in Primary Care in The UK. International Breastfeeding Journal, 2006, 1:9.

16Dhandapany, G., A. Bethou, A. Arunagirinathan and S. Ananthakrishnan. Antenatal

Counseling on Breastfeeding – Is It Adequate? A Descriptive Study From Pondicherry, India. International Breastfeeding Journal 2008, 3:5.

17Tappin, D., J. Britten, M. Broadfoot and R. McInnes. The Effect of Health Visitors on

Breastfeeding in Glasgow. International Breastfeeding Journal. 2006, 1:11. 18World Health Organization: International Code Of Marketing Of Breastmilk Substitutes: Wha

34.22, 1981. Geneva 1981. 19Salasibew, M., A. Kiani, B. Faragher and P. Garner. Awareness and Reported Violations of

The WHO International Code and Pakistan's National Breastfeeding Legislation; A Descriptive Cross-Sectional Survey International Breastfeeding Journal. 2008, 3:24.

20Haider, R., S. Rasheed, TG. Sanghvi, N. Hassan, H. Pachon, S. Islam, C. S. Jalal.

Breastfeeding in Infancy: Identifying The Program-Relevant Issues in Bangladesh. International Breastfeeding Journal. 2010, 5:21.

21Olang, B., K. Farivar, A. Heidarzadeh, B. Strandvik, and A. Yngve. Breastfeeding in Iran:

Prevalence, Duration and Current Recommendations. International Breastfeeding Journal. 2009, 4:8.

22Tappin, D., J. Britten, M. Broadfoot and R. McInnes. The Effect of Health Visitors on

Breastfeeding in Glasgow. International Breastfeeding Journal. 2006, 1:11. 23Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Rencana Aksi Akselerasi Pemberian ASI

Eksklusif 2012-2014. Tahun 2012.