Upload
mulyadi
View
19
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN KASUS IIILAPORAN KASUS III
“Cor Pulmonale”“Cor Pulmonale”
Disusun Oleh :
Arisyah Irmawaty, S.Ked
Dokter Pembimbing :
Dr. Wahid Usman, Sp.PD
KEPANITERAAN KLINIK STASE INTERNA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIANJUR
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2011
STATUS PASIEN
IDENTITAS
Nama : Ny. NS
Kelamin : Perempuan
Usia : 40 thn
Alamat : Ps. Malang, Cianjur
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
ANAMNESIS
Autoanamnesis
Keluhan Utama :
Sesak sejak 3 minggu SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak 3 minggu SRMS. Pasien mengatakan sejak 7
bulan yang lalu mulai sering merasa sesak, terutama bila sedang beraktifitas dan jalan jauh.
Tapi sesak dirasakan lebih berat sejak 3 minggu ini. Pasien juga mengeluh cepat merasa lelah
saat beraktifitas dan sering pingsan bila berjalan 10-20 m. Pasien tidak bisa tidur terlentang,
karena sesak. Sehingga pasien sering tidur dengan bantal yang ditinggikan atau dengan posisi
duduk. Pasien juga mengatakan jantungnya sering berdebar-debar. Pasien juga mengeluh ada
pusing.
Pasien mengatakan ada batuk sejak 3 minggu, batuk berdahak dan berwarna putih. Dan saat
sesak, pasien juga batuk. Pada malam hari, pasien sering terbangun karena batuknya. Pasien
juga mengatakan ada demam sejak 3 minggu, tapi demam kadang-kadang dan naik turun.
Saat 1 hari MRS, pasien mual, muntah dan mengeluarkan darah dari mulut dan hidung. Darah
keluar saat batuk dan berwarna merah segar.
Pasien juga datang dengan perut dan kedua tungkai bawah yang membengkak, pasien
mengatakan bengkaknya sudah sejak 3 minggu bersamaan dengan sesaknya. Bengkak
didahului pada kedua tungkai bawah, lalu di perut. Pasien mengatakan kedua tungkai bawah
nyeri dan bila ditekan pada bagian yang bengkak terasa sakit. Pasien juga mengatakan karena
bengkak dan rasa sakitnya, sehingga berjalan harus menggunakan tongkat. Bengkak pada
perut juga sakit bila ditekan.
Pasien juga mengeluh sejak 3 minggu tersebut saat BAK kadang sakit, tapi masih lancar dan
warna urin kuning jernih. BAB mencret, masih ada ampas, tidak ada darah atau lendir.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien menyangkal pernah memiliki riwayat hipertensi, DM, ataupun jantung sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Pasien menyangkal adanya keluhan yang sama pada keluarga, riwayat hipertensi, DM,
ataupun jantung juga disangkal.
Riwayat Operasi dan Pengobatan :
Belum pernah
Riwayat Alergi :
Disangkal
Riwayat Psikososial :
- Nafsu makan menurun sejak sakit, sehingga BB menurun
- Pasien mengaku semasa muda adalah perokok berat, 4-6 bungkus/hari dan sudah
berhenti semenjak menikah.
- Olah raga jarang
PEMERIKSAAN FISIK
Pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, terlihat tampak sesak, masih bisa
diajak berbicara tapi sedikit kesulitan karena sesak dan tampak lemas.
TTV
- Tek. Darah : 110/80 mmHg
- Nadi : 92 x/mnt
- Respirasi : 40 x/mnt
- Suhu : 36,5°C
Status Generalis
- Kepala : normochepal
- Rambut : distribusi merata, tidak mudah rontok
- Mata : CA (-/-), SI (-/-)
- Telinga : normotia, sekret (-)
- Hidung : Septum deviasi (-), sekret (-)
- Mulut : Bibir lembab, lidah kotor (-), faring hiperemis (-), tonsil T1/T1
- Leher : JVP ↑ pada sudut 30°
Toraks
- Pulmo
I : normochest, simetris
P : vokal fremitus (N) simetris
P : sonor pada kedua lapang paru
A : Pernapasan vesikuler (+/+), ronki kering (+/+)
Wheezing (-/-), crackles (-/-)
- Cor
I : Ictus cordis tak rampak
P : Ictus cordis teraba pada ICS V LMC, pulsasi epigastrial (+)
P : batas jantung :
Batas kanan atas : ICS II linea sternalis dekstra
Batas kanan bawah: ICS VI RSB
Batas kiri atas : ICS II LSB
Batas kiri bawah : ICS V LMC
A : BJ I & II murni, murmur tricuspidal (+), gallop (-)
Abdomen
I : Distensi ke arah perifer (+), venektasi (-)
A : BUN (+)
P : Pekak beralih (+), tes undulasi (+)
P : nyeri tekan (+) daerah epigastrium
Hepar teraba 2 jari BAC, tepi tajam, permukaan rata, konsistensi
kenyal, nyeri tekan (+)
Lien sulit diraba
o x
Ekstremitas
- Atas : Pitting udem (-/-), RCT < 2 detik
- Bawah : Pitting udem (+/+), RCT < 2 detik
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
13-12-11
Darah rutin
- WBC : 7700/µL
- Hb : 10,9 g/dL
- Ht : 36,6 %
- Tr : 211.000/ µL
GDS : 127 mg%
15-12-11
Kimia darah
- Ureum : 15,6 mg%
- Kreatinin : 0,6 mg%
EKG
Kesan :
- Irama sinus, HR 88x/mnt
- PR < 0,2, QRS < 0,4, QT < 0,12
- Axis = deviasi ke kanan
- Hipertrofi pada ventrikel kanan
- Q patologi (-), ST elevasi & depresi (-), T inverted (-)
Kesimpulan : RAD & RVH
Ro. Thorax
Klinis :
- Cor membesar
- Sinus dan diafragma normal
- Pulmo : hili kasar dan corakan bertambah
Tampak bercak lunak dan kranialisasi
Kesan :
TB Paru aktif
Pembesaran jantung dengan bendungan paru
RESUME
Anamnesis :
Pasien datang dengan keluhan sesak yang dirasakan sudah 7 bulan tapi memberat sejak 3
minggu, terutama bila beraktifitas dan jalan jauh, cepat merasa lelah saat beraktifitas dan
sering pingsan bila berjalan 10-20 m, sesak saat tidur terlentang, jantungnya sering berdebar-
debar, pusing, batuk berdahak, ada batuk darah, malam hari sering terbangun karena batuk,
demam kadang-kadang dan naik turun, mual, muntah, perut dan kedua tungkai bawah
bengkak dan nyeri bila ditekan, BAK kadang sakit, dan BAB mencret. Nafsu makan dan
berat badan menurun. Pasien memiliki riwayat perokok aktif.
Pemeriksaan Fisik :
- Takipneu
- JVP ↑
- Pulmo : ronki kering (+/+)
- Cor : RVH
- Asites dan hepatomegali
- Pitting udem ke 2 tungkai
Pemeriksaan Penunjang :
Laboratorium dalam batas normal
EKG : RAD & RVH
Ro. Thorax : TB Paru aktif & kardiomegali dengan bendungan paru.
ASSESMENT
COR PULMONALE
PEMBAHASAN
Cor Pulmonale
Definisi
Cor pulmonale didefinisikan sebagai perubahan dalam struktur dan fungsi dari ventrikel
kanan yang disebabkan oleh gangguan utama dari sistem pernapasan. Hipertensi paru adalah
link umum antara disfungsi paru dan jantung di cor pulmonale. Sisi kanan ventrikel penyakit
yang disebabkan oleh kelainan primer dari sisi kiri jantung atau penyakit jantung bawaan
tidak dianggap cor pulmonale, tetapi cor pulmonale dapat mengembangkan sekunder untuk
berbagai proses penyakit cardiopulmonary. Meskipun cor pulmonale biasanya memiliki
kursus kronis dan progresif lambat, onset akut atau memburuknya cor pulmonale dengan
komplikasi yang mengancam jiwa dapat terjadi.
Etiologi
Penyebab penyakit cor pulmonale antara lain :
1. Penyakit paru menahun dengan hipoksia
- penyakit paru obstruktif kronik
- fibrosis paru
- penyakit fibrokistik
- cyrptogenik fibrosing alveolitis
- penyakit paru lain yang berhubungan dengan hipoksia
2. Kelainan dinding dada
- Kifoskoliosis, torakoplasti, fibrosis pleura
- Penyakit neuro muskuler
3. Gangguan mekanisme kontrol pernafasan
- Obesitas, hipoventilasi idiopatik
- Penyakit serebrovaskular
4. Obstruksi saluran nafas atas pada anak
- hipertrofi tonsil dan adenoid
5. Kelainan primer pembuluh darah
- hipertensi pulmonal primer, emboli paru berulang, vaskulitis pembuluh darah paru.
Pada pasien ini, kemungkinan etiologi yang menjadi penyebab cor pulomnale adalah PPOK.
Patogenensis
Apapun penyebab penyakit awalnya, sebelum timbul cor pulmonale biasanya terjadi
peningkatan resistensi vaskular paru-paru dan hipertensi pulmonar. Hipertensi pulmonar pada
akhirnya meningkatkan beban kerja dari ventrikel kanan, sehingga mengakibatkan hipertrofi
dan kemudian gagal jantung. Titik kritis dari rangkaian kejadian ini nampaknya terletak pada
peningkatan resistensi vaskular paru-paru para arteria dan arteriola kecil.
Dua mekanisme dasar yang mengakibatkan peningkatan resistensi vaskular paru-paru
adalah (1) vasokontriksi hipoksik dari pembuluh darah paru-paru dan (2) obstruksi dan atau
obliterasi anyaman vaskuler paru-paru. Mekanisme yang pertama paling penting dalam
patogenesis cor pulamale. Hipoksemia, hipercapnea, asidosis merupakan ciri khas PPOM
bronchitis lanjut adalah contoh yang paling baik. Hipoksia alveolar (jaringan) memberikan
rangsangan yang lebih kuat untuk menimbulkan vasokonstriksi pulmonar daripada
hipoksemia. Hipoksia alveolar kronik memudahkan terjadinya hipertrofi otot polos arteriola
paru-paru sehingga timbul respon yang lebih kuat terhadap hipoksia akut. Asidosis,
hipercapnea dan hipoksemia bekerja secara sinergistrik dalam menimbulkan vasokontriksi.
Viskositas (kekentalan) darah yang meningkat akibat polisitemia dan peningkatan curah
jantung yang dirangsang oleh hipoksia kronik dan hipercapnea juga ikut meningkatkan
tekanan arteria paru-paru.
Mekanisme kedua yang turut meningkatkan resistensi vaskular dan tekanan arteria
paru-paru adalah bentuk anatomisnya. Hilangnya pembuluh darah secara permanen
menyebabkan berkurangnya anyaman vaskuler. Selain itu pada penyakit obstruktif, pembuluh
darah paru-paru juga tertekan dari luar karena efek mekanik dari volume paru-paru yang
besar. Tetapi, peranan obstruksi dan obliterasi anatomik terhadap anyaman vaskuler
diperkirakan tidak sepenting vasokontriksi hipoksik dalam patogenesa cor pulmonale. Kira-
kira dua pertiga sampai tiga perempat dari anyaman vaskuler harus mengalami obstruksi atau
rusak sebelum terjadi peningkatan tekanan arteria paru-paru yang bermakna. Asidosis
respiratorik kronik terjadi pada beberapa penyakit pernafasan dan penyakit obstruktif sebagai
akibat hipoventilasi alveolar umum atau akibat kelainan perfusi ventilasi.
Jadi setiap penyakit paru-paru yang mempengaruhi pertukaran gas, mekanisme
ventilasi atau anyaman vaskuler paru-paru dapat mengakibatkan cor pulmonale.
Menurut New York Heart Association (NYHA), hipertensi pulmonal secara fungsional
dibagi menjadi empat derajat sesuai dengan keadaan klinis pasien (Humbert et al., 2004).
Klasifikasi hipertensi pulmonal
Klasifikasi Deskripsi
Derajat I
Derajat II
Derajat III
Derajat IV
Hipertensi pulmonal tanpa menyebabkan keterbatasan aktivitas.
Aktivitas sehari-hari tidak menyebabkan sesak nafas, letih, nyeri
dada, atau hampir pingsan.
Hipertensi pulmonal menyebabkan keterbatasan aktivitas minimal.
Pasien merasa nyaman isaat istirahat, tetapi pada aktivitas sehari-hari
menyebabkan sesak nafas, letih, nyeri dada, atau hampir pingsan.
Hipertensi pulmonal menyebabkan keterbatasan aktivitas yang nyata.
Pasien merasa nyaman disaat istirahat, tetapi pada aktivitas yang
lebih ringan dari aktivitas sehari-hari menyebabkan sesak nafas, letih,
nyeri dada, atau hampir pingsan.
Hipertensi Pulmonal yang menyebabkan terjadinya gejala pada saat
apapun juga. Pasien memiliki tanda-tanda gagal jantung kanan.
Merasa sesak dan cepat letih atau keduanya walaupun saat istirahat
dan diperberat dengan aktivitas fisik.
Hipertensi pulmonal menyebabkan meningkatnya kinerja ventrikel kanan dan
dapat mengakibatkan dilatasi atau hipertropi bilik kanan jantung. Timbulnya keadaan ini
diperberat dengan adanya polisitemia akibat hipoksia jaringan, hipervolemia akibat
adanya retensi air dan natrium, serta meningkatnya cardiac output (Allegra et al.,2005).
Ketika jantung kanan tidak lagi dapat melakukan adaptasi dan kompensasi maka
akhirnya timbul kegagalan jantung kanan yang ditandai dengan adanya edema perifer.
Jangka waktu terjadinya hipertropi atau dilatasi ventrikel kanan maupun gagal jantung
kanan pada masing-masing orang berbeda-beda (Naeije, 2005).
Secara garis besar patognesis cor pulmonale dapat digambarkan sebagai berikut
(gambar II.3):
1. Hipoventilasi alveoli
2. Menyempitnya area aliran darah dalam paru ( vascular bed )
3. Terjadinya pintas (shunt) dalam paru
4. Peningkatan tekanan arteri pulmonal
5. Kelainan jantung kanan
6. Kelainan karena hipoksemia relatif pada miokardium
7. Gagal jantung kanan
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, cor pulmonale dibagi menjadi 5 fase, yakni
(Naeije, 2005):
a) Fase: 1
Pada fase ini belum nampak gejala klinis yang jelas, selain ditemukannya gejala awal
penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), bronkitis kronis, Tuberkulosis paru,
bronkiektasis dan sejenisnya. Anamnesa pada pasien 50 tahun biasanya didapatkan
kebiasaan banyak merokok.
b) Fase: 2
Pada fase ini mulai ditemukan tanda-tanda berkurangnya ventilasi paru. Gejalanya
antara lain, batuk lama berdahak (terutama bronkiektasis), sesak napas, mengi, sesak
napas ketika berjalan menanjak atau setelah banyak bicara. Sedangkan sianosis masih
belum nampak. Pemeriksaan fisik ditemukan kelainan berupa, hipersonor, suara napas
berkurang, ekspirasi memanjang, ronki basah dan kering, mengi. Letak diafragma
rendah dan denyut jantung lebih redup. Pemeriksaan radiologi menunjukkan
berkurangnya corakan bronkovaskular, letak diafragma rendah dan mendatar, posisi
jantung vertikal.
c) Fase: 3
Pada fase ini nampak gejala hipoksemia yang lebih jelas. Didapatkan pula
berkurangnya nafsu makan, berat badan berkurang, cepat lelah. Pemeriksaan fisik
nampak sianotik, disertai sesak dan tanda-tanda emfisema yang lebih nyata.
d) Fase: 4
Ditandai dengan hiperkapnia, gelisah, mudah tersinggung kadang somnolens. Pada
keadaan yang berat dapat terjadi koma dan kehilangan kesadaran.
e) Fase: 5
Pada fase ini nampak kelainan jantung, dan tekanan arteri pulmonal meningkat.
Tanda-tanda peningkatan kerja ventrikel, namun fungsi ventrikel kanan masih dapat
kompensasi. Selanjutnya terjadi hipertrofi ventrikel kanan kemudian terjadi gagal
jantung kanan. Pemeriksaan fisik nampak sianotik, bendungan vena jugularis,
hepatomegali, edema tungkai dan kadang asites.
Gejala & Tanda
Manifestasi klinis dari cor pulmonale biasanya tidak spesifik. Terutama pada stadium awal
penyakit, dan mungkin keliru karena disebabkan patologi paru yang mendasari.
Gejala
Pasien mungkin mengeluh kelelahan, takipnea, dispnea de’effort, dan batuk. Nyeri dada
angina juga dapat terjadi dan mungkin karena iskemia ventrikel kanan atau peregangan arteri
pulmonalis. Berbagai gejala neurologis dapat dilihat karena curah jantung menurun dan
hipoksemia.
Hemoptisis dapat terjadi karena pecahnya dilatasi arteri pulmonalis atau aterosklerosis.
Kondisi lain, seperti tumor, bronkiektasis, dan infark paru, harus dikeluarkan sebelum
menghubungkan hemoptisis pada hipertensi pulmonal. Pasien mungkin mengeluh suara
serak tapi jarang karena kompresi saraf laring rekuren kiri oleh arteri paru melebar.
Pada tahap lanjut, kongesti hepar pasif sekunder untuk gagal ventrikel kanan yang parah
dapat menyebabkan anoreksia, ketidaknyamanan perut pada kuadran kanan atas, dan
jaundice. Selain itu, sinkop karena kelelahan, yang juga dapat dilihat pada keparahan
penyakit, mencerminkan ketidakmampuan untuk meningkatkan output jantung selama latihan
dengan penurunan berikutnya dalam tekanan arteri sistemik.
Peningkatan tekanan arteri paru dapat menyebabkan tingginya tekanan vena atrium kanan,
perifer, dan tekanan kapiler. Dengan meningkatkan gradien hidrostatik, itu mengarah ke
transudasi cairan dan akumulasi edema perifer. Meskipun ini adalah penjelasan sederhana
untuk edema perifer di cor pulmonale, hipotesis lainnya menjelaskan gejala ini, terutama di
sebagian kecil dari pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) yang tidak
menunjukkan peningkatan tekanan atrium kanan. Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR)
dan filtrasi natrium dan stimulasi arginin vasopressin (yang menurunkan ekskresi air bebas)
karena hipoksemia memainkan peran penting dalam patofisiologi pengaturan ini dan bahkan
mungkin memiliki peran untuk edema perifer pada pasien dengan cor pulmonale yang
memiliki tekanan atrium kanan meningkat.
Tanda
Temuan fisik mungkin mencerminkan penyakit paru-paru yang mendasari atau hipertensi
paru, hipertrofi ventrikel kanan (RVH), dan kegagalan RV. Peningkatan diameter dada, ada
upaya pernafasan dengan retraksi dinding dada, distensi vena jugularis di leher, dan sianosis
dapat dilihat.
Pada auskultasi paru-paru, mengi dan ronki mungkin terdengar sebagai tanda-tanda penyakit
paru-paru yang mendasari. Aliran turbulen melalui pembuluh darah dalam hipertensi
tromboemboli paru kronis dapat didengar sebagai bising sistolik di paru-paru.
Memisahkan dari bunyi jantung ke 2 dengan aksen komponen pulmonal dapat didengar
dalam tahap awal. Sebuah murmur ejeksi sistolik ejeksi pada daerah arteri pulmonal bisa
terdengar dalam penyakit lanjut, bersama dengan murmur regurgitasi diastolik paru. Temuan
lain pada auskultasi dari sistem kardiovaskular mungkin terdengar ketiga dan keempat dari
murmur jantung sistolik dan regurgitasi trikuspid.
RVH ditandai oleh denyut kuat angkat di parasternal atau subxiphoid kiri. Refluks
Hepatojugular adalah tanda-tanda kegagalan RV dengan kongesti vena sistemik.
Pada perkusi, hyperresonance dari paru-paru mungkin tanda PPOK yang mendasari; ascites
dapat dilihat pada penyakit yang parah.
Peme riksaan ekstremitas bawah menunjukkan bukti pitting edema. Edema pada cor
pulmonale sangat terkait dengan hiperkapnia.
Diagnosis
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk mengetahui penyakit yang mendasari dan untuk
menilai komplikasi serta perjalanan penyakit. Pemeriksaan yang dilakukan antara lain :
- Hematokrit untuk polycythemia, yang dapat merupakan konsekuensi dari penyakit paru
yang mendasarinya, tetapi yang juga dapat meningkatkan tekanan arteri paru oleh
viskositas meningkat
- Serum alpha1-antitripsin, jika kekurangan diduga
- Tingkat antibodi untuk penyakit kolagen Antinuclear vaskular, seperti scleroderma
- Proteins S dan C, antitrombin III, factor V Leyden, antikardiolipin antibodi, dan
homocysteine untuk mengetahui hiperkoagulasi
- Analisis gas darah untuk mengetahui saturasi oksigen
- Pemeriksaan kadar BNP (Brain Natruretic Peptide) untuk mengatahui hipertensi
pulmonal dan gagal jantung kanan, serta
- Pemeriksaan spirometri untuk mengetahui status fungsional paru
Rontgen Toraks
Terdapat kelainan disertai pembesaran ventrikel kanan, dilatasi arteri pulmonal dan atrium
kanan yang menonjol. Kardiomegali sering tertutup oleh hiper inflasi paru yang menekan
diafragma sehingga jantung tampaknya normal karena vertikal. Pembesaran ventrikel kanan
lebih jelas pada posisi oblik atau lateral. Selain itu didapatkan juga diafragma yang rendah
dan datar serta ruang udara retrosternal yang lebih besar, sehingga hipertrofi dan dilatasi
ventrikel kanan tidak membuat jantung menjadi lebih besar dari normal.
Ekokardiografi
Dimensi ruang ventrikel kanan membesar, tapi struktur dan dimensi ventrikel kiri normal.
Pada gambaran ekokardiografi katup pulmonal, gelombang “a” hilang, menunjukkan
hipertensi pulmonal. Kadang-kadang dengan pemeriksaan ekokardiografi susah terlihat katup
pulmonal karena “accoustic window” sempit akibat penyakit paru.
Kateterisasi jantung
Ditemukan peningkatan tekanan jantung kanan dan tahanan pembuluh paru. Tekanan atrium
kiri dan tekanan kapiler paru normal, menandakan bahwa hipertensi pulmonal berasal dari
prekapiler dan bukan berasal dari jantung kiri. Pada kasus yang ringan, kelainan ini belum
nyata. Penyakit jantung paru tidak jarang disertai penyakit jantung koroner terlebih pada
penyakit paru obstruksi menahun karena perokok berat (stenosis koroner pada angiografi).
EKG (Elektro Kardio Grafi)
Gambaran abnormal cor pulmonale pada pemeriksaan EKG dapat berupa :
a. Deviasi sumbu ke kanan. Sumbu gelombang p + 900 atau lebih.
b. Terdapat pola S1S2S3
c. Rasio amplitude R/S di V1 lebih besar dari sadapan 1
d. Rasio amplitude R/S di V6 lebih kecil dari sadapan 1
e. Terdapat pola p pulmonal di sadapan 2,3, dan aVF
f. Terdapat pola S1 Q3 T3 dan right bundle branch block komplet atau inkomplet.
g. Terdapat gelombang T terbalik, mendatar, atau bifasik pada sadapan prekordial.
h. Gelombang QRS dengan voltase lebih rendah terutama pada PPOK karena adanya
hiperinflasi.
i. Hipertropi ventrikel kanan yang sudah lanjut dapat memberikan gambaran gelombang Q
di sadapan prekordial yang dapat membingungkan dengan infark miokard.
j. Kadang dijumpai kelainan irama jantung mulai dari depolarisasi prematur atrium
terisolasi hingga supraventrikuler takikardi, termasuk takikardi atrial paroksismal,
takikardi atrial multifokal, fibrilasi atrium, dan atrial flutter. Disritmia ini dapat
dicetuskan karena keadaan penyakit yang mendasari (kecemasan, hipoksemia, gangguan
keseimbangan asam-basa, gangguan elektrolit, serta penggunaan bronkodilator
berlebihan).
Penatalaksanaan
Penanganan cor pulmonale secara umum adalah mencegah berlanjutnya proses
patogenesis yang masih bisa ditangani secara langsung dan secara bersamaan menangani
komplikasi yang terjadi seperti hipoksemia, hiperkapnia, dan asidosis.
Pemberian terapi pada cor pulmonale ditujukan untuk mengurangi hipoksemia,
meningkatkan toleransi aktivitas pasien dan jika memungkinkan menghilangkan faktor yang
mendasari. Untuk mengatasi faktor-faktor tersebut diatas perlu diambil tindakan berikut
(Humbert et al., 2004; Palevsky dan Fishman, 1991):
a) Mengusahakan supaya jalan nafas tetap terbuka dengan jalan memberikan obat-obatan
(bronkodilator, mukolitik), drainase postural, pengisapan lendir dari jalan nafas dan
lain-lain.
b) Pemberian 02
Terapi 02 pada penderita cor pulmonale yang disebabkan oleh PPOK harus berhati-hati
oleh karena dapat mengakibatkan retensi CO2.. Oleh karena itu pemeriksaan analisa gas
darah yang berulang-ulang sangat penting. Biasanya 02 diberikan dengan konsentrasi
rendah. Pemberian terapi oksigen jangka panjang pada pasien PPOK terbukti
memperbaiki prognosis dan dapat mencegah terjadinya hipertropi ventrikel kanan.
c) Memberantas infeksi saluran nafas. Dengan pemberian antibiotik yang sesuai dan
adekuat.
d) Pemberian glikosida jantung (digoxin) pada pasien dengan gagal jantung kanan.
Digoxin bersifat inotropik positif sehingga dapat meningkatkan cardiac output pada
pasien dengan gagal jantung kanan.
e) Vasodilator arteri pulmonal seperti diazoxide, nitroprussid, hydralazin, ACE inhibitor,
penyekat kanal kalsium, atau prostaglandin. Pemberian inhalasi vasodilator dalam
jangka panjang harus dihindari karena efek toksiknya. Pada pasien PPOK pemberian
vasodilator masih dipertanyakan. Hal ini dikarenakan hipertensi pulmonal pada PPOK
cenderung ringan tetapi dapat menjadi berat saat terjadi eksaserbasi.
f) Flebotomi untuk mengurangi jumlah sel darah merah. Hal ini jarang dilakukan karena
prosedur yang invasif. Tujuannya adalah menghilangkan polisitemia.
g) Antikoagulan untuk mengurangi resiko tromboemboli.
h) Diet rendah garam, pembatasan asupan cairan, pemberian diuretic, untuk mengurangi
edema dan mengurangi afterload.
Bronkiektasis
Definisi
Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi bronkus yang
bersifat patologis dan berlangsung kronik. Dilatasi tersebut menyebabkan berkurangnya
aliran udara dari dan ke paru-paru. Dengan alasan ini, bronkiektasis digolongkan dalam
penyakit paru obstruktif kronik, yang bermanifestasi sebagai peradangan saluran pernafasan
dan mudah kolaps, lalu menyebabkan obstruksi aliran udara dan menimbulkan sesak,
gangguan pembersihan mukus yang biasanya disertai dengan batuk dan kadang-kadang
hemoptisis.
Etiologi
Etiologi bronkiektasis sampai sekarang masih belum jelas. Namun diduga bronkiektasis
dapat timbul secara kongenital maupun didapat.
Kelainan kongenital
Dalam hal ini, bronkiektasis terjadi sejak individu masih dalam kandungan. Faktor genetik
atau faktor pertumbuhan dan perkembangan memegang peranan penting. Bronkiektasis yang
timbul kongenital biasanya mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua
bronkus. Selain itu, bronkiektasis kongenital biasanya menyertai penyakit-penyakit
kongenital seperti Fibrosis kistik, Sindroma Kertagener, William Campbell syndrome,
Mounier-Kuhn syndrome, dll.
Kelainan didapat
Bronkiektasis sering merupakan kelainan didapat dan kebanyakan merupakan proses berikut:
- Infeksi
- Campak
- Pertusis
- Infeksi adenovirus
- Infeksi bakteri contohnya Klebsiella, Staphylococcus atau Pseudomonas.
- Influenza
- Tuberkulosa
- Infeksi mikoplasma
Penyumbatan bronkus
- Benda asing yang terisap
- Pembesaran kelenjar getah bening
- Tumor paru
- Sumbatan oleh lendir
Cedera penghirupan
- Cedera karena asap, gas atau partikel beracun
- Menghirup getah lambung dan partikel makanan
Kelainan imunologik
- Sindroma kekurangan imunoglobulin
- Disfungsi sel darah putih
- Defisiensi komplemen
- Infeksi HIV
- Kelainan autoimun atau hiperimun tertentu seperti artritis rematoid,
Keadaan lain
Penyalahgunaan obat (misalnya heroin)
DAFTAR PUSTAKA
1. Aderaye, G. Causes and Clinical Characteristics Of Chronic Cor-Pulmonale In
Ethiopia. East African Medical Journal. 2004. 81 (4): 202-205.
2. Allegra et al. Possible Role Of Erythropoietin In The Pathogenesis Of Chronic Cor
Pulmonale. Nephrol Dial Transplant. 2005. 20: 2867.
3. Hill. N.S and Farber. W. Pulmonary Hypertension. N Engl J Med. 2008. 359;20.
4. Weitzenblum, Emmanuel. Chronic Cor Pulmonale. Heart. 2003. 89(2): 225–230.
5. Eugene Braunwald, Stephen L. Hauser, Anthony S Fauci, Dennis L Kasper, L Longo, J
Larry Jameson : Harrison’s Principles of Internal Medicine, fifthteen edition, volume I,
2002, PP. 1355 – 1359.
6. Kurt J. Isselbacher, Eugene Braunwald, Jean D. Wilson, Joseph & Martin, Anthony S
Fauci, Dennis L Kasper, edis bahasa Indonesia; Ahmad H. Asdie Prof. dr. Sp.PD, ke :
Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Harrison, edisi 15, volume 3, 2002, hal. 1222-
1226.
7. Soeparman dan Warpadji Sarwono : Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2, Cetakan ketiga,
FKUI, Jakarta, 1998. Hal. 882-889.
8. Price Sylvia, Wilson Lorraine : Patofisiologi Proses-Proses Penyakit, Jilid 1 dan 2, edisi
4, EGC, Jakarta, 1995
9. Lily Ismodiati, Faisal Baras, Santoso K, Popy S : Buku Ajar Kardiologi, FKUI, Jakarta
2003.
10. http://emedicine.medscape.com/article/154062-overview#showall
11. Emmons EE. Bronchiectasis. www.emedicine.com
12. O’Regan AW, Berman JS. Baum’s Textbook of Pulmonary Disease 7 th Edition. Editor
James D. Crapo, MD. Lippincott Williams & Walkins. Philadelphia. 2004.
13. Benditt, JO. Lung and Airway Disorder: Bronchiectasis. www.merck.com
14. Anonymous. Bronkiektasis. http://medicastore.com/med/detail_pyk.php
15. Hassan I. Bronchiectasis. www.emedicine.com.
16. Rahmatullah P. Bronkiektasis, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga.
Editor Slamet Suyono. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2001