22
BAB I PENYAJIAN KASUS 1.1 Anamnesis Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu pasien pada tanggal 19 April 2011, pukul 16.00 WIB Identitas 1. Nama : By. SZ 2. Usia : 1 bulan 20 hari 3. Jenis Kelamin : Perempuan 4. Agama : Islam 5. Alamat : Kuala Ambawang, Gang. Budaya, Pontianak. 6. No. RM : 619006 7. Tanggal masuk rumah sakit : 19 April 2011, pukul 11.00 WIB 8. Tanggal keluar rumah sakit : 21 April 2011 Keluhan utama - Buang air besar (BAB) cair Riwayat penyakit sekarang : Sejak empat hari sebelum masuk Rumah Sakit (SMRS), pasien mengalami BAB cair dengan frekuensi 3-6 kali per 1

LapKas Dewi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LapKas Dewi

BAB I

PENYAJIAN KASUS

1.1 Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu pasien pada tanggal

19 April 2011, pukul 16.00 WIB

Identitas

1. Nama : By. SZ

2. Usia : 1 bulan 20 hari

3. Jenis Kelamin : Perempuan

4. Agama : Islam

5. Alamat : Kuala Ambawang, Gang. Budaya,

Pontianak.

6. No. RM : 619006

7. Tanggal masuk rumah sakit : 19 April 2011, pukul 11.00 WIB

8. Tanggal keluar rumah sakit : 21 April 2011

Keluhan utama

- Buang air besar (BAB) cair

Riwayat penyakit sekarang :

Sejak empat hari sebelum masuk Rumah Sakit (SMRS), pasien mengalami

BAB cair dengan frekuensi 3-6 kali per hari, terdapat ampas dan lendir, tidak

disertai darah, warna feses kekuningan dan berbau tinja biasa. Jumlah kotoran

setiap kali BAB sedikit (sekitar satu sendok makan). Pasien tidak rewel, tampak

kehausan dan tampak lahap meminum susu. Keluhan muntah, kejang, sesak dan

buang air kecil berkurang disangkal. Sebelum mengalami BAB cair berat badan

pasien 1,8 kg, sedangkan saat mengalami BAB cair berat badan pasien turun

menjadi 1,6 kg.

1

Page 2: LapKas Dewi

Sejak dua hari SMRS, pasien mengalami demam tinggi, dan demam naik

turun.

Sejak seminggu SMRS, pasien mengalami batuk kering. Batuk tidak kuat.

Setiap kali batuk muka pasien tidak membiru.

Riwayat penyakit dahulu

- Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya

Riwayat keluarga :

- Tidak ada anggota keluarga lain yang sedang mengalami buang air besar cair.

- Di keluarga pasien ada yang menderita batuk-batuk lama, yaitu bibi pasien yang

tinggal serumah dengan pasien. Bibi pasien yang batuk-batuk oleh dokter

didiagnosis tuberkulosis (TB) dan mendapat obat dari Puskesmas yang

menyebabkan kencing berwarna merah. Saat ini bibi pasien masih batuk-batuk

dan telah minum obat 3 butir berwarna merah selama satu setengah bulan.

Riwayat kelahiran :

- Pasien lahir di Rumah Sakit, lahir kurang bulan (usia kehamilan 8 bulan),

seksio sesar, gemeli (kembar), berat lahir 1000 gram.

- Dirawat di ruang perinatologi selama + 2 minggu

Riwayat imunisasi :

- Menurut ibu pasien, imunisasi belum pernah didapatkan pasien.

Riwayat ASI

- Pasien sejak lahir diberi susu formula (di bangsal perawatan). Sejak bayi

dipulangkan, oleh ibunya diberi ASI, namun bayi menolak, sehingga ibu pasien

sampai saat ini memberikan susu formula untuk anaknya.

2

Page 3: LapKas Dewi

Riwayat Sosioekonomi

- Ayah pasien bekerja sebagai buruh kasar dan ibu pasien sebagai ibu rumah

tangga.

- Pasien berobat menggunakan jasa Jamkesmas.

1.2 Pemeriksaan Fisik

- Keadaan umum : tampak sakit sedang, tidak rewel

- Kesadaran : Komposmentis

Tanda vital

- denyut jantung : 162 kali/menit, teratur

- Pernapasan : 78 kali/menit, teratur, tipe abdomino-torakal

- Suhu : 37,80C

Antropometri :

- Berat Badan : 1,6 kg

- Panjang Badan : 45 cm

Status gizi:

BB/U = 1,6 kg/ 4,6 kg x 100% = 34,78%, interpretasi: gizi buruk

PB/U = 45 cm/56 cm x 100% = 80,3%, interpretasi: gizi kurang

BB/PB = 1,6 kg/2,5 kg x 100% = 64%, interpretasi: gizi buruk

Dari tabel z-score perbandingan berat badan dan panjang badan (BB/PB)

terletak pada < -3 SD. Interpretasi : gizi buruk

Status generalis :

- Kulit : turgor kembali lambat, sianosis (-)

- Kepala : UUB datar

- Mata : mata cekung (-), air mata (+)

- Telinga : tidak ada kelainan, sekret (-/-)

- Hidung : pernapasan cuping hidung (-), sekret (-/-)

- Mulut : mukosa bibir basah, sianosis perioral (-), candidiasis (-)

3

Page 4: LapKas Dewi

- Tenggorokan : faring hiperemis (-), tonsil T2/T2

- Leher : tidak ada pembesaran KGB, retraksi suprasternal (-),

- Dada : bentuk simetris, pergerakan simetris, retraksi intercosta (-)

- Jantung : S1, S2 tunggal normal

- Paru : sonor dikedua lapang paru, vesikuler (+/+), rhonki (-/-),

wheezing (-/-)

- Abdomen : datar, retraksi epigastrik (-), bising usus meningkat, turgor

kembali lambat.

- Genitalia : tidak ada kelainan

- Anus : tidak ada kelainan, ruam perianal (-)

- Ekstremitas : akral hangat, sianosis (-)

1.3 Pemeriksaan Laboratorium

- Periksa darah rutin (tanggal 19 April 2011):

← Hemoglobin = 9,8 g/dl (11-17 g/dl)

← Leukosit = 12.100/uL (4.000-12.000/uL)

← Trombosit = 625.000/uL (150.000-400.000/uL)

← Interpretasi: Anemia + Leukositosis + Trombositosis

1.4 Resume

Pada anamnesis bayi berumur 1 bulan ini didapatkan: pasien mengalami BAB

cair, batuk, dan demam; bibi pasien mengalami TB; pasien lahir

prematur dengan BB lahir 1000 gram; pasien belum pernah

mendapatkan imunisasi.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan: keadaan umum tampak sakit sedang; denyut

jantung, pernapasan dan suhu meningkat; status gizi buruk; turgor

kembali lambat.

Pada pemeriksaan penunjang diperoleh: anemia + leukositosis + trombositosis

4

Page 5: LapKas Dewi

1.5 Diagnosis

Diagnosis kerja

- Diare akut tanpa dehidrasi disertai gizi buruk

- Pneumonia e.c infeksi bakteri

- Anemia e.c defisiensi besi

Diagnosis banding

- Diferensial diagnosis etiologi : diare akut e.c bakteri

- Suspect TB

- Anemia e.c defisiensi asam folat

1.6 Program

- Pemeriksaan Darah rutin

- Pemeriksaan Feses rutin

- Pemeriksaan GDS

- Pemeriksaan LED

- Pemeriksaan elektrolit (Na, K)

- Pemeriksaan Gambaran Darah Tepi

- Rhontgen thorax

- Rencana tes mantoux saat usia 2 bulan : jika negatif, imunisasi BCG

- Konsultasi ke bagian Gizi.

1.7 Terapi

- Infus RL 12 tetes/menit mikro

- Paracetamol drop 3 kali 0,2 ml (k/p)

- Injeksi Cefotaxim 2 x 75 mg, IV

1.8 Prognosis

Ad vitam : bonam

Ad functionam : bonam

Ad sanactionam : dubia ad bonam

5

Page 6: LapKas Dewi

1.9 Pencegahan

1. ASI diusahakan diberikan pada pasien

2. Susu formula tetap diberikan jika pasien menolak ASI

3. Bayi tidak dipuasakan

4. Bayi diberikan imunisasi

5. Untuk orang tua: setelah membuang tinja anak, tangan segera dicuci

6. Memperhatikan higienitas saat menyiapkan dan memberikan susu kepada

anak

7. Selama di rumah sakit: orang tua memperhatikan pola pernapasan anak,

jika terdapat napas cepat (lebih dari 60 kali per menit) dan terdapat tarikan

dinding dada saat bernapas, segera laporkan kepada perawat/dokter

8. Mengusahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat dan bersih

9. Untuk masalah gizi buruk : Sebaiknya diusahakan pemberian ASI, jika

bayi tidak mau lanjutkan pemberian susu formula.

10. Untuk masalah bibi pasien yang menderita TB, diberikan edukasi kepada

ibu pasien agar anaknya mengurangi atau menghindari kontak dengan

bibinya, untuk menghindari tertularnya kuman M. Tuberculosis.

1.10 Follow Up

Tanggal 20 April 2011

S : BAB cair (+) 2 kali, ampas (+)

Demam (+)

Batuk (+)

Muntah (-)

Minum susu mau.

O : KU tampak sakit ringan

Denyut jantung : 158 x/menit, teratur

Pernapasan : 68 x/menit

Suhu : 36,9°C

BB : 1,8 kg.

6

Page 7: LapKas Dewi

Tanda dehidrasi (-)

A : Diare Akut tanpa dehidrasi

IRA

P : - Infus RL 10 tetes/menit (mikro)

- Paracetamol drop 3 kali 0,2 ml (k/p)

- Injeksi Cefotaxim 2 x 75 mg, IV

Tanggal 21 April 2011

S : BAB cair (-), hari ini BAB lembek 1 kali.

Demam (-)

Batuk (-)

Muntah (-)

Minum susu mau.

O : KU baik

Denyut jantung : 156 x/menit, teratur

Pernapasan : 62 kali

Suhu : 36,7°C

BB : 2 kg

Tanda dehidrasi (-)

Kelopak mata edema, Ekstremitas edema.

A : Diare Akut teratasi.

P : - Infus RL dihentikan

- Perbanyak minum susu

- Paracetamol drop 3 kali 0,2 ml (k/p)

- Injeksi Cefotaxim 2 x 75 mg, IV

Tanggal 21 April 2011 pukul 13.00 pasien pulang.

Pasien pulang diberikan:

- Paracetamol drop 3 kali 0,2 ml, jika pasien mengalami demam.

- Cefixime 2 x 8 mg.

- New Oralit (6 bungkus), diberikan jika pasien diare, setiap kali BAB cair.

7

Page 8: LapKas Dewi

BAB II

PEMBAHASAN

Pada kasus ini, dari anamnesis didapatkan data By.SZ, perempuan, usia 1

bulan 20 hari dengan keluhan buang air besar cair sejak empat hari sebelum

masuk ke RS, frekuensi 3-6 kali/ hari, jumlah sekitar satu sendok makan, terdapat

ampas dan lendir, warna kekuningan, berbau amis dan tidak disertai darah.

Keluhan lainnya adalah demam dan batuk. Pada pemeriksaan fisik didapatkan

keadaan umum tampak sakit sedang; denyut jantung, pernapasan dan suhu

meningkat; gizi buruk; dan turgor kembali lambat. Pada pemeriksaan

laboratorium didapatkan kadar` hemoglobin kurang dari normal, nilai leukosit dan

trombosit meningkat.

Pasien dalam kasus ini didiagnosis menderita diare akut karena keluhan

buang air besar dengan konsistensi cair, yang frekuensinya 3-6 kali (lebih sering

dibanding ketika anak dalam keadaan sehat) dan berlangsung kurang dari satu

minggu. Di Indonesia diare merupakan salah satu penyebab kematian dan

kesakitan tertinggi pada anak, terutama dibawah usia 5 tahun dan merupakan

penyebab kematian terbanyak, yaitu 42% pada bayi, dan 25,2% untuk golongan 1-

4 tahun. Secara epidemiologi, penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya

dalah golongan virus, bakteri dan parasit. Di negara berkembang, kuman patogen

penyebab tersering diare akut pada anak-anak yaitu Rotavirus, Escherichia coli

enterotoksigenik, Shigella, Campylobacter jejuni dan Cryptosporidium. Penyebab

diare pada kasus ini kemungkinan adalah rotavirus, karena sebagian besar diare

pada anak yaitu sekitar 60% disebabkan oleh rotavirus.

Diagnosis banding diare akut pada pasien ini adalah diare akut akibat infeksi

bakteri, terutama Enterotoxigenic escherichia coli (ETEC). Gejala utama pada

diare akut yang disebabkan oleh ETEC adalah diare cair tanpa disertai muntah.

Enterotoxigenic E. coli mempunyai 2 faktor virulensi yang penting yaitu faktor

kolonisasi yang menyebabkan bakteri ini melekat pada enterosit usus halus dan

enterotoksin (heat labile dan heat stabile) yang menyebabkan sekresi cairan dan

8

Page 9: LapKas Dewi

elektrolit yang menghasilkan watery diarrhea. ETEC tidak menginvasi mukosa

sehingga tidak terdapat darah dalam tinja.

Selama anak diare, terjadi peningkatan hilangnya cairan dan elektrolit

(natrium, kalium dan bikarbonat) yang terkandung dalam tinja cair anak.

Dehidrasi terjadi bila hilangnya cairan dan elektrolit ini tidak diganti secara

adekuat, sehingga timbullah kekurangan cairan dan elektrolit. Derajat dehidrasi

diklasifikasikan sesuai dengan gejala dan tanda yang mencerminkan jumlah cairan

yang hilang. Dalam kasus ini pasien tidak mengalami dehidrasi karena

berdasarkan pemantauan derajat dehidrasi, tidak ditemukan tanda dehidrasi.

Turgor kulit abdomen yang kembali lambat pada kasus ini disebabkan oleh

keadaan gizi buruk yang diderita pasien.

Pasien didiagnosis Infeksi Respiratori Akut (IRA) karena terdapat keluhan

batuk yang berlangsung sekitar satu minggu. Berdasarkan klasifikasinya, IRA

pada pasien ini tergolong pneumonia, karena pada pemeriksaan fisik terdapat

napas cepat yang tidak disertai tarikan dinding dada dan pada auskultasi tidak

didapatkan adanya ronkhi.

Pada pemeriksaan tanda vital, terlihat bahwa terjadi peningkatan denyut

jantung, pernapasan dan suhu yang terjadi karena adanya infeksi. Hal ini

didukung pula oleh kadar leukosit yang melebihi kadar normal. Rendahnya kadar

hemoglobin terjadi akibat kekurangan zat gizi terutama kekurangan zat besi.

Sedangkan trombositosis pada pasien disebabkan karena adanya proses infeksi.

Proses infeksi akan menyebabkan peningkatan pelepasan sejumlah sitokin yang

pada akhirnya menyebabkan peningkatan produksi trombosit.

Dari pengukuran antropometri didapatkan perbandingan berat badan per

umur sebesar 34,78% yang menunjukkan bahwa gizi pada anak tersebut buruk;

berdasarkan perbandingan tinggi badan per umur diperoleh nilai 80,3% yang

menandakan tinggi kurang; dan berdasarkan perbandingan BB/PB diperoleh nilai

64% yang menunjukkan gizi buruk. Sedangkan hasil pengukuran berat badan per

panjang badan (BB/PB) sesuai tabel Z score untuk anak perempuan usia 0-2

tahun, didapatkan status gizi buruk yaitu terletak pada kurang dari -3 SD. Pada

kasus ini dapat dipastikan bahwa pasien menderita gizi buruk. Untuk itu, perlu

9

Page 10: LapKas Dewi

dilakukan konseling kepada ibu mengenai pentingnya pemberian ASI pada bayi

dan menyarankan kepada ibu agar mencoba memberikan ASI lagi kepada

bayinya, jika bayi mau meminum ASI, maka pemberian susu formula dihentikan

dan ASI diteruskan. Namun jika bayi menolak meminum ASI, pemberian susu

formula dapat dilanjutkan dan anak tidak dipuasakan.

Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini adalah infus RL 12 tetes mikro

per menit, paracetamol drop 3 kali sehari sebanyak 0,2 ml (20 mg), dan cefotaxim

2 kali 75 mg.

Secara teoritis dalam tatalaksana pasien anak dengan diare, terdapat lima

elemen penting yang termasuk dalam lintas diare, antara lain: cairan (rehidrasi),

seng (zink), nutrisi, antibiotik yang tepat dan edukasi. Rejimen rehidrasi dipilih

sesuai dengan derajat dehidrasi yang ada. Larutan intravena terbaik adalah larutan

Ringer Laktat (RL). Tersedia juga larutan Ringer Asetat. Jika larutan Ringer

Laktat tidak tersedia, larutan garam normal (NaCl 0.9%) dapat digunakan. Larutan

glukosa 5% (dextrosa) tunggal tidak efektif dan jangan digunakan.

Secara teoritis, pasien diare akut tanpa dehidrasi, rehidrasi dapat dilakukan

dengan pemberian oral sesuai dengan defisit yang terjadi. Cairan rehidrasi oral

yang diberikan berupa cairan rehidrasi oralit 5-10 ml/kgBB setiap diare cair dan

ASI atau susu formula harus tetap diberikan. Dalam kasus ini, mengingat pasien

adalah bayi yang lahir prematur dan gizi buruk, maka diberikan infus RL dengan

jumlah tetesan 12 tetes per menit mikro.

Pasien ini diberikan paracetamol jika demam (suhu > 38 0C). Pada kasus ini,

antibiotik diberikan untuk mengobati infeksi saluran pernapasan, karena pada

kasus ini gejala batuk telah terjadi selama satu minggu, sehingga kemungkinan

penyebabnya adalah bakteri. Antibiotik yang diberikan pada kasus ini adalah

cefotaxim dengan dosis 2x75 mg IV (dosis cefotaxim adalah 100 mg/kgBB/hari).

Cefotaxim merupakan antibiotik golongan sefalosporin gernerasi ke-3 dengan

mekanisme aksi menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan berikatan dengan

satu atau lebih ikatan protein - penisilin (penicillin-binding proteins-PBPs) yang

selanjutnya akan menghambat tahap transpeptidasi sintesis peptidoglikan dinding

sel bakteri sehingga menghambat biosintesis dinding sel. Bakteri akan mengalami

10

Page 11: LapKas Dewi

lisis karena aktivitas enzim autolitik (autolisin dan murein hidrolase) saat dinding

sel bakteri terhambat. Cefotaxim merupakan antibiotik spektrum luas yang cukup

efektif pada bakteri gram positif dan gram negatif.

Berdasarkan data epidemiologi, bakteri tersering yang menyebabkan infeksi

saluran pernapasan pada anak usia 1-3 bulan adalah RSV (Respiratory Syncytial

Virus), Rhinovirus, Pneumococcus, Pneumocytis carinii, dan S.aureus. Secara

teoritis pada pasien yang mengalami IRA jenis pneumonia (napas cepat > 60

kali/menit, tanpa tarikan dinding dada dan rhonki) diberi obat antibiotik

kotrimoksazol peroral. Bila penderita tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau

ternyata dengan pemberian kontrimoksazol keadaan penderita menetap, dapat

dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin.

Zink merupakan mikronutrien penting untuk kesehatan dan perkembangan

anak. Zink hilang dalam jumlah banyak selama diare. Penggantian zink yang

hilang ini penting untuk membantu kesembuhan anak dan menjaga anak tetap

sehat di bulan-bulan berikutnya. Telah dibuktikan bahwa pemberian zink selama

episode diare, mengurangi lamanya dan tingkat keparahan episode diare dan

menurunkan kejadian diare pada 2-3 bulan berikutnya. Berdasarkan bukti ini,

semua anak dengan diare harus diberi zink, segera setelah anak tidak muntah.

Zink/Seng terbukti secara ilmiah terpercaya dapat menurunkan frekuensi buang

air besar dan volume tinja sehingga dapat menurunkan resiko terjadinya dehidrasi

pada anak. Seng/Zink elemental diberikan selama 10-14 hari meskipun anak telah

tidak mengalami diare, dengan dosis: usia di bawah umur 6 bulan: ½ tablet (10

mg) per hari; usia 6 bulan ke atas: 1 tablet (20 mg) per hari. Pada pasien ini, zink

elemental belum diberikan karena berat badan pasien yang masih rendah.

Probiotik (Lactic acid bacteria) merupakan bakteri hidup yang mempunyai

efek yang menguntungkan pada host dengan cara meningkatkan kolonisasi bakteri

probiotik di dalam lumen saluran cerna sehingga seluruh epitel mukosa usus

telah diduduki oleh bakteri probiotik melalui reseptor dalam sel epitel usus,

sehingga tidak terdapat tempat lagi untuk bakteri patogen untuk melekatkan

diri pada sel epitel usus sehingga kolonisasi bakteri patogen tidak terjadi.

Dengan mencermati fenomena tersebut bakteri probiotik dapat dipakai sebagai

11

Page 12: LapKas Dewi

cara untuk pencegahan dan pengobatan diare baik yang disebabkan oleh Rotavirus

maupun mikroorganisme lain, pseudomembran colitis maupun diare yang

disebabkan oleh karena pemakaian antibiotika yang tidak rasional (antibiotic

associated diarrhea). Mekanisme kerja bakteri probiotik dalam meregulasi

kekacauan atau gangguan keseimbangan mikrobiota komensal melalui 2 model

kerja rekolonisasi bakteri probiotik dan peningkatan respon imun dari sistem

imun mukosa untuk menjamin terutama sistem imun humoral lokal mukosa

yang adekuat yang dapat menetralisasi bakteri patogen yang berada dalam

lumen usus yang fungsi ini dilakukan oleh secretory IgA (SIgA). Probiotik

meliputi Laktobasilus, Bifidobakterium, Streptokokus spp, yeast (Saccaromyces

boulardi), dan lainnya. Pada kasus ini, pasien belum bisa diberikan probiotik,

karena mengingat keadaan gizi buruk, lahir prematur dan berat badan yang rendah

dengan daya imun yang belum sempurna, maka dikhawatirkan dengan pemberian

probiotik dapat memperburuk kejadian diare.

Selama diare, penurunan asupan dan penyerapan nutrisi serta peningkatan

kebutuhan nutrisi, sering secara bersama-sama menyebabkan penurunan berat

badan dan berlanjut ke gagal tumbuh. Pada gilirannya, gangguan gizi dapat

menyebabkan diare menjadi lebih parah, lebih lama dan lebih sering terjadi,

dibandingkan dengan kejadian diare pada anak yang tidak menderita gangguan

gizi. ASI merupakan menu yang sesuai untuk pasien ini.

Keadaan anemia pada pasien kemungkinan akibat kurangnya masukan

nutrisi berupa ASI, sehingga disarankan kepada ibunya agar mencoba menyusui

ASI kepada bayinya. Namun, pada bayi yang lahir kurang bulan, keadaan anemia

terjadi fisiologis selama 2 bulan pertama kehidupan. Untuk memastikan jenis

anemia yang terjadi, perlu dilakukan pemeriksaan gambaran darah tepi. Pada

pasien ini Fe belum diberikan, karena pasien masih dalam keadaan sakit (adanya

infeksi), karena jika Fe tetap diberikan dapat menjadi media yang baik bagi

perkembangan mikroorganisme, lagipula dalam keadaan gizi buruk, Fe diberikan

jika penatalaksanaan gizi buruk telah sampai pada tahap rehabilitasi.

Dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemEriksaan darah rutin untuk

melihat kadar leukosit, trombosit dan hemoglobin. Pemeriksaan feses rutin

12

Page 13: LapKas Dewi

dilakukan untuk memastikan etiologi diare akut. Pemeriksaan GDS dilakukan

karena biasanya pada bayi-bayi kecil sering terjadi hipoglikemia. Pemeriksaan

kadar elektrolit dilakukan karena pada pasien yang mengalami diare, terjadi

kehilangan elektrolit. Pemeriksaan gambaran darah tepi dilakukan untuk

mengetahui jenis anemia yang terjadi pada pasien. Pemeriksaan rhontgen thoraks

untuk mendeteksi adanya kelainan pada paru, karena pada pasien ini terdapat

gejala batuk dan adanya kontak dengan pasien TB. Selain itu dilakukan

pemeriksaan LED (laju endap darah) untuk mengetahui apakah terjadi infeksi

kronis atau tidak. Tes mantoux dilakukan saat usia pasien 2 bulan.

Pada pasien ini dianjurkan ke Puskesmas untuk mendapatkan imunisasi

sesuai usianya, antara lain imunisasi BCG, Polio dan DPT. Imunisasi BCG

diberikan jika uji tuberkulin (tes mantoux) hasilnya negatif. Untuk masalah bibi

pasien yang menderita TB, diberikan edukasi kepada ibu pasien agar anaknya

menghindari kontak dengan bibinya, agar tidak tertular kuman M. Tuberculosis.

Prognosis pada anak umumnya baik dengan pengawasan dan terapi yang

adekuat. Jika dalam 1-2 hari frekuensi dan volume diare berkurang serta pasien

tidak mengalami takipnea, maka pasien boleh pulang.

Orang tua diminta untuk membawa kembali anaknya ke Pusat Pelayanan

Kesehatan bila ditemukan hal sebagai berikut: demam, tinja berdarah, makan atau

minum sedikit, sangat haus, diare semakin sering, atau belum membaik dalam 3

hari.

Untuk mencegah terjadinya diare di kemudian hari (terlebih pasien minum

susu formula), maka dilakukan edukasi kepada orang tua pasien terutama ibunya.

Edukasi yang diberikan berupa:

1. Higiene dalam mempersiapkan dan memberikan susu kepada anak, maupun

higiene lingkungan yang sehat dan bersih. Penyajian susu formula harus

menggunakan air yang telah dimasak, dan botol susu setelah pemakaian

sebaiknya dibersihkan kemudian direbus untuk menghindari adanya

kontaminasi mikroorganisme, karena penggunaan botol susu memudahkan

pencemaran oleh kuman, karena botol susu susah dibersihkan. Penggunaan

13

Page 14: LapKas Dewi

botol untuk susu formula, biasanya menyebabkan risiko tinggi terkena diare,

sehingga dapat mengakibatkan terjadinya gizi buruk.

2. Pemberian ASI eksklusif. Menyampaikan kepada ibu pasien bahwa ASI turut

memberikan perlindungan terhadap diare. Tidak memberikan ASI eksklusif

secara penuh selama empat sampai enam bulan, risiko untuk menderita diare

lebih besar dari pada bayi yang diberi ASI secara penuh. Oleh karena itu,

pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya

lindung empat kali lebih besar terhadap diare, dari pada pemberian ASI yang

disertai dengan susu formula.

3. Kebiasaan cuci tangan sesudah membuang tinja anak, sebelum memberi anak

susu, dan sebelum menyentuh

4. Kebiasaan membuang tinja. Membuang tinja (termasuk tinja bayi) harus

dilakukan secara bersih dan benar. Banyak orang beranggapan bahwa tinja

bayi tidaklah berbahaya. Padahal sesungguhnya tinja bayi mengandung virus

atau bakteri dalam jumlah besar. Tinja bayi dapat pula menularkan penyakit

pada anak-anak dan orang tuanya.

5. Menggunakan air minum yang bersih. Air mungkin sudah tercemar dari

sumbernya atau pada saat disimpan dirumah. Pencemaran di rumah dapat

terjadi apabila tempat penyimpanan tidak tertutup atau tangan yang tercemar

menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan. Untuk

mengurangi risiko terhadap diare, yaitu harus menggunakan air yang bersih

dan melindungi air tersebut dari kontaminasi.

14