Upload
lysnindia-raki-larinta
View
37
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
laporan
Citation preview
LAPORAN KASUS
TB PARU DAN THALASSEMIA
DISUSUN OLEH :
Yuli Ermawati S.Ked
NIM : 2007730130
DOKTER PEMBIMBING:
Dr. Toton Suryotono, Sp.PD
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD CIANJUR
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2011
Laporan Kasus ‘ Thalassemia dan TB Paru ‘ Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah yang
berjudul “TB PARU & THALASSEMIA” ini disusun dalam rangka mengikuti Kepaniteraan
Klinik di Bagian/ SMF Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Cianjur.
Pada kesempatan ini, penyusun ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis:
1. Dr. Toton Suryotono, Sp.PD, selaku pembimbing serta Dokter Spesialis Ilmu Penyakit
Dalam Rumah Umum Daerah Cianjur.
2. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan
kepada penyusun.
Akhirnya penyusun menyadari bahwa dalam penulisan tugas ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan tambahan
pengetahuan khususnya kepada penyusun dan kepada pembaca.
Terima kasih.
Penyusun
Laporan Kasus ‘ Thalassemia dan TB Paru ‘ Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 2
KASUS
Ny. L 25 Tahun yang bekerja sebagai penjahit konveksi dan terakhir bekerja akhir bulan
mei ,datang ke RS dengan keluhan sesak sejak 7 jam SMRS.
Riwayat penyakit Sekarang
Seorang pasien perempuan 25 tahun yang bekerja sebagai penjahit konveksi datang ke
RS dengan keluhan sesak. Sesak dirasakan sejak 7 jam SMRS. Rasa sesak ini sebenarnya
sudah dirasakan sejak 1 bulan yang lalu
3 bulan SMRS :
Pasien berobat ke dokter umum karena mengeluh panas seminggu, mual, muntah,susah
BAB selama 3 hari dan BAK bewarna kuning pekat seperti teh. Oleh dokter umum di
diagnosa demam thyfoid. Serta dilakukan pemeriksaan darah dan dari hasil
pemeriksaanya dinyatakan sakit kuning.
1 bulan SMRS
Pasien berobat ke dokter dengan keluhan sesak, disertai batuk. Batuknya hilang
timbul ,berdahak bewarna kuning, ada keringat malam ,berat badan turun sampai 8 kg,
nafsu makan menurun. Batuk berdarah tidak ada. Kemudian dilakukan foto rontgen dan
oleh dokter dinyatakan sakit paru, tetapi belum diberikan obatnya, karena harus minum
obat untuk sakit kuningnya terlebih dahulu.
1 minggu SMRS
Pasien mengeluh sesak dan masih batuk berdahak,bewarna putih. Serta batuk berdarah
disangkal.
7 Jam SMRS
Pasien mengeluh sesak sejak 7 jam SMRS (16.00 wib), terasa sesak apabila untuk batuk.
Riwayat Penyakit
Laporan Kasus ‘ Thalassemia dan TB Paru ‘ Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 3
3 bulan yang lalu, oleh dokter di diagnosa sakit kuning.
Riwayat hipertensi, DM, dan Asma disangkal
Riwayat Psikososial
Pola makan teratur, olahraga tidak pernah.
Riwayat Pengobatan
Pasien sudah berobat ke dokter , dan mendapat obat kuning. Tetapi untuk keluhan sesak
dan batuknya belum ada perbaikan.
Pemeriksaan Fisik
Ny. L tampak sakit sedang dan sulit bernapas ketika di rawat di ruangan, namun masih
sadar dan dapat berkomunikasi dengan baik. TD 120/90 mmHg, Nadi 90x/menit, RR 24x/menit,
suhu 37ºC
Mata dan mulut:
Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik, reflek pupil positif dan isokor. Mulut tidak sianosis
Leher :
Tidak ada pembesaran KGB, pembesaran tyroid dan tidak ada peningkatan JVP
Torax :
Pergerakan dinding simetris, sonor pada kedua lapangan paru, batas paru hepar pada ICS 5,
pernapasan vesikuler, terdengar ronkhi pada kedua lapangan paru,tidak terdengar wheezing
pada kedua lapangan paru
Cor :
Laporan Kasus ‘ Thalassemia dan TB Paru ‘ Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 4
Iktus kordis tidak terlihat, iktus kordis teraba ICS 5 linea midklavikula sinistra,BJ I & II
murni, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
Datar, Bisingusus 12x/menit,timpani pada keempat kuadran,tidak terdapat nyeri tekan,tidak
terdapat hepatomegali dan teraba splen 2 jari dibawah arcus costae.
Ekstremitas :
Akral hangat, tidak terdapat edema pretibial.
HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil laboratorium Tgl 12- 07 – 2011
WBC : 7,6 103/UL
RBC : 2,52 106/UL
HGB :5,4 g/dl
PLT : 372 103/UL
HCT : 19,0 %
Tes widal (-)
Hasil laboratorium Tgl 13- 07 – 2011
• WBC : 6,8103/UL
• RBC : 2,5 106/UL
• HGB : 5,4 g/dl
• PLT : 415 103/UL
• HCT : 19,8 %
Laporan Kasus ‘ Thalassemia dan TB Paru ‘ Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 5
• GDP : 84 mg%
• Ureum : 27,5 mg%
• Kreatinin : 0,7 mg%
• SGOT : 43 U/L
• SGPT : 32 U/L
• Albumin : 3,61 gr%
• Asam Urat : 5,0 mg%
• HBsAg : (-)
Morfologi
• E : Hipokrom mikrositer
Tidak ditemukan normoblast
• L : Limfosit atipik (+)
• T : kelompok trombosit cukup
Hasil laboratorium Tgl 14- 07 – 2011
Elektrolit :
Natrium : 138,3 mEq/L
Kalium : 3,30 mEq/L
Klorida : 102 mEq/L
Hasil laboratorium Tgl 15- 07 – 2011
Laporan Kasus ‘ Thalassemia dan TB Paru ‘ Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 6
Pemeriksaan urinalisa :
Leukosit (-) UBG (normal)
Nitrit (-) Bil (-)
Protein (-) Ery (-)
Glukosa (normal)
Keton (-)
Hasil laboratorium Tgl 16- 07 – 2011
Bilirubin total : 0,92 mg%
Direk : 0,61 mg%
Indirek : 0,31 mg%
HGB : 7,9 g/dl
Rontgen Thorak :
Cor : Sinuses dan diafragma normal
Pulmo : Hili kasar dan corakan bertambah, tampak bercak lunak di perihiler.
Kesan : KP Aktif
BTA Sputum : (-)
Hb elektroforesis Tgl 18- 07 – 2011
Laporan Kasus ‘ Thalassemia dan TB Paru ‘ Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 7
Hb elektroforesis
Hb A : 89,3 %
Hb F : 7,2 %
Hb A2 : 3,5 %
Daftar masalah
• TB Paru
• Thalassemia Minor
Laporan Kasus ‘ Thalassemia dan TB Paru ‘ Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 8
ANEMIA
Anemia didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak
dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan
perifer(penurunan oxygen carrying capacity). Secara praktis anemia ditunjukkan oleh penurunan kadar
hemoglobin,hematokrit atau hitung eritrosit(red cell count)
Laporan Kasus ‘ Thalassemia dan TB Paru ‘ Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 9
Kriteria Anemia menurut WHO (Dikutip dari Hoffbrand AV,et,al,2001)
Kelompok Kriteria Anemia (Hb)
Laki-laki dewasa <13 g/dl
Wanita dewasa tidak hamil <12 g/dl
Wanita hamil <11 g/dl
ETIOLOGI
Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena : gangguan pembentukan eritrosit oleh
sumsum tulang, kehilangan darah (perdarahan), proses penghancuran eritrosit dalam tubuh
sebelum waktunya (hemolisis)
KLASIFIKASI ANEMIA
Berdasarkan gambaran morfologik dengan melihat indeks eritrosit atau hapusan darah
tepi.Dalam klasifikasi ini, anemia dibagi menjadi tiga golongan
• Anemia hipokromik mikrositer bila MCV < 80 fl dan MCH <27 pg
• Anemia normokromik normositer, bila MCV 80-95 fl dan MCH 27-34 pg
• Anemia makrositer, bila MCV >95 fl.
Anemia Hipokromik Mikrositer
• Anemia defisiensi besi
• Thalassemia
• Anemia akibat penyakit kronik
• Anemia sideroblastik
Anemia Normokromik Normositer
Laporan Kasus ‘ Thalassemia dan TB Paru ‘ Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 10
• Anemia pasca perdarahan akut
• Anemia aplastik
• Anemia hemolitik didapat
• Anemia akibat penyakit kronik
• Anemia pada gagal ginjal kronik
• Anemia pada sindrom mielodisplastik
• Anemia pada keganasan hematologic
Anemia Makrositer
1. Anemia megaloblastik
Anemia defisiensi asam folat
Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa
2. Bentuk non-megaloblastik
Anemia pada penyakit hati kronik
Anemia pada hipotiroidisme
Anemia pada sindrom mielodisplastik
Laporan Kasus ‘ Thalassemia dan TB Paru ‘ Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 11
TINJAUAN PUSTAKA
TB PARU
Definisi
Tuberkulosis adalah suatu penyakit akibat infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium bovis atau Mycobacterium africanum. Penyakit
ini bersifat sistemik sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh dengan lokasi
terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer.
Cara Penularan
Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin,
penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk Droplet (percikan Dahak). Droplet
yang mengandung kuman dapat bertahan diudara pada suhu kamar selama beberapa jam.
Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Selama
kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat
menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran
limfe, saluran napas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Daya
penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari
parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita
tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut
dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi
droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
Klasifikasi dan Manifestasi Klinis
a) Klasifikasi TB
Ranke membagi TB dalam 3 stadium, yaitu:
Stadium pertama : kompleks primer dengan penyebaran limfogen
Stadium kedua : pada waktu terjadi penyebaran hematogen
Stadium ketiga : TB paru menahun (chronic pulmonart tuberculosis)
Laporan Kasus ‘ Thalassemia dan TB Paru ‘ Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 12
Klasifikasi lain dari TB ialah:
Tuberculosis primer
Merupakan infeksi pertama dari tuberkulosis
Tuberculosis subprimer
Merupakan komplikasi tuberculosis primer
Tuberculosis pascaprimer
Merupakan reinfeksi yang dapat terjadi endogen dan eksogen stelah infeksi
primer sembuh.
Sekarang dipakai klasifikasi yang membagi TB menjadi dua stadium, yaitu:
TB primer yang merupakan kompleks primer serta komplikasinya
TB pascaprimer
b) Manifestasi klinis
Patogenesis TB sangat kompleks sehingga manifestasi klinis TB sangat bervariasi
dan bergantung pada beberapa faktor.
Faktor yang berperan adalah
Faktor kuman TB yang bergantung pada jumlah dan virulensi kuman
Faktor pejamu bergantung pada usia dan kompetensi imun kerentaranan
pejamu pada awal terjadinya infeksi
Serta interaksi antar keduanya
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau
lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk
darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,
berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.
Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti
bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain.
Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang
yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka
(suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis
Laporan Kasus ‘ Thalassemia dan TB Paru ‘ Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 13
langsung. Diagnosis pasti TB ditegakkan dengan ditemukannya M. tuberculosis pada
pemeriksaan sputum, bilas lambung, cairan serebrospinal (CSS), cairan pleura, atau
biopsy jaringan. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu
sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).
Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB
(BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak
mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan
dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai
dengan indikasinya.
Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja.
Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga
sering terjadi overdiagnosis.
Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.
Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.
Pemeriksaan Penunjang
1. Uji Tuberculin
Laporan Kasus ‘ Thalassemia dan TB Paru ‘ Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 14
Tuberculin adalah komponen protein kuman TB yang mempunyai sifat antigenic
yang kuat. Jika disuntikkan secara intrakutan kepada seseorang yang telah terinfeksi TB
(telah ada kompleks primer dalam tubuhnya dan telah terbentuk imunitas selular terhadap
TB), maka akan terjadi reaksi berupa indurasi di lokasi suntikan. Ini terjadi karena
vasodilatasi local, edema, endapan fibrin dan terakumulasinya sel-sel inflamasi di daerah
suntikan. Ukuran indurasi dan bentuk reaksi tuberculin tidak dapat menentukan tingkat
aktivitas dan beratnya proses penyakit.
Uji tuberculin merupakan alat diagnostic yang tinggi terutama pada anak dengan
sensitivitas dan spesifitas >90%. Tuberculin yang tersedia di Indonesia saat ini adalah
PPD RT-23 2TU (tuberculin unit) buatan Statens Serum Institute Denmark dan PPD
(purified protein derivative) dari Biofarma.
Uji tuberculin cara Mantoux dilakukan dengan menyuntikkan 0.1 ml PPD RT-23
2TU atau PPD S 5TU, secara intrakutan di bagian volar lengan bawah. Pembacaan
dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan. Pengukuran dilakukan berdasarkan indurasi
yang timbul, bukan hipermi/eritemanya. Indurasi diperiksa dengan cara palpasi untuk
menentukan tepi indurasi, ditandai dengan pulpen, kemudian diameter transversal
indurasi diukur dengan alat pengukur transparan, dan hasilnya dinyatakan dalam
millimeter (mm). Selain ukuran indurasi, perlu dinilai tebal tipisnya indurasi dan perlu
dicatat jika ditemukan vesikel hingga bula.
Apabila diameter indurasi 10-15mm uji tuberculin positif kuat
Apabila diameter indurasi 5-9 mm uji tuberculin positif meragukan
Apabila diameter indurasi 0-4mm uji tuberculin negative
Uji tuberculin positif dapat dijumpai pada tiga keadaan sebagai berikut :
1. Infeksi TB alamiah
Infeksi TB tanpa sakit TB (infeksi TB laten)
Infeksi TB dan sakit TB
TB yang telah sembuh
2. Imunisasi BCG (infeksi TB buatan)
Laporan Kasus ‘ Thalassemia dan TB Paru ‘ Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 15
3. Infeksi mikobakterium atipik
Uji tuberculin negative dapat dijumpai pada tiga keadaan berikut :
1. Tidak ada infeksi TB
2. Dalam masa inkubasi infeksi TB
3. Anergi
2. Uji Interferon
Telah dikembangkan suatu pemeriksaan imunitas selular yang lebih praktis yaitu
dengan memeriksa specimen darah, dan diharapkan dapat membedakan infeksi TB dan
sakit TB. Pemeriksaan yang dimaksud adalah uji interferon (interferon gamma realease
assay, IGRA). Terdapat dua jenis IGRA, pertama adalah inkubasi darah dengan early
secretory antigenic target-6 (ESAT-6) dan culture filtrate protein-10 (CFP-10) dengan
nama dagang QFT/QFT-G (Quantiferon TB dan Quantiferon TB Gold). Kedua adalah
pemeriksaan enzyme linked immune spot dengan nama dagang T-spot TB.
Prinsip yang digunakan adalah merangsang limfosit T dengan antigen tertentu,
diantaranya antigen dari kuman TB. Bila sebelumnya limfosit T tersebut telah
tersensitisasi dengan antigen TB (pasien telah mengalami infeksi TB), maka limfosit T
akan menghasilkan interferon gamma, yang kemudian dikalkulasi. Dari hasil kalkulasi
tadi diharapkan dapat dilakukan penentuan cut-off point yang membedakan infeksi
dengan sakit TB. Antigen spesifik yang digunakan untuk uji ini adalah (ESAT-6) dan
(CFP-10). Akan tetapi, uji klinis menunjukkan bahwa QFT TB memiliki sensitivitas dan
spesifitas yang tidak terlalu baik, terlebih untuk pasien anak. Kemudian dikembangkanlah
uji QFT-G hanya saja jumlah penelitian yang menyatakan efektifitas pemeriksaan ini
pada anak usia <17 tahun masih terbatas. Sejauh ini hasilnya juga belum
menggembirakan, sehingga harapan untuk dapat membedakan infeksi TB dengan sakit
TB belum dapat dicapai.
Selain itu untuk pemeriksaan imunitas selular lain dengan specimen darah, yaitu
enzyme linked immunospot interferon gamma untuk TB (ELISpoT TB). Cara kerja adalah
dengan kalkulasi interferon gamma yang dihasilkan oleh sel T CD4 dan CD8 yang
tersensitisasi oleh M. tuberculosis. Pemeriksaan ini dapat membedakan antara hasil
Laporan Kasus ‘ Thalassemia dan TB Paru ‘ Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 16
positif yang disebabkan oleh infeksi M. tuberculosis, oleh BCG, dan oleh infeksi oleh M.
atipik. Akan tetapi pemeriksaan tersebut hingga saat ini belum dapat membedakan antara
infeksi TB dan sakit TB.
3. Radiologi
Pada anak dengan uji tuberculin positif akan dilakukan pemeriksaan radiologis.
Secara rutin dilakukan foto Rontgen paru atas indikasi juga dibuat foto Rontgen alat
tubuh lain, misalnya foto tulang punggung pada spondilitis.
Gambaran radiologis paru yang biasanya dijumpai pada tuberculosis paru ialah:
Kompleks primer dengan atau tanpa perkapuran
Pembesaran kelenjar paratrakeal, kelenjar hilus
Penyebaran milier
Penyebaran bronkogen
Atelektasis
Kavitas
Kalsifikasi dengan infiltrate
Pleuritis dengan efusi
Tuberkuloma
Pemeriksaan radiologis paru toraks saja tidak dapat digunakan untuk membuat
diagnosis tuberculosis, tetapi harus disertai data klinis lainnya. Pada keadaan foto toraks
tidak jelas, bila perlu dilakukan pemeriksaan pencitraan lain seperti CT-scan toraks.
4. Serologi
Beberapa pemeriksaan serologis yang ada diantaranya adalah PAP TB, Mycodot,
immunochromatographic test (ICT), dan lain-lain. Akan tetapi, hingga saat ini belum ada
satu pun pemeriksaan serulogis yang dapat memenuhi harapan itu. Semua pemeriksaan
tersebut umumnya masih dalam taraf penelitian untuk pemakaian klinis praktis.
5. Bakteriologis
Laporan Kasus ‘ Thalassemia dan TB Paru ‘ Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 17
Diagnosis kerja TB biasanya dibuat berdasarkan gambaran klinis, uji tuberculin,
dan gambaran radiologis paru. Diagnosis pasti ditegakkan bila ditemukan kuman TB
pada pemeriksaan mikrobiologis. Pemeriksaan mikrobiologis yang dilakukan terdiri dari
dua macam, yaitu pemeriksaan mikroskopis apusan untuk menemukan BTA dan
pemeriksaan biakan kuman M. tuberculosis.
Penemuan basil tuberculosis memastikan diagnosis tuberculosis, tetapi tidak
ditemukannya basil tuberculosis bukan berarti tidak menderita tuberculosis.
Bahan-bahan yang digunakan untuk pemeriksaan bakteriologis ialah:
Bilasan lambung
Sekret bronkus
Sputum pada anak besar
Cairan pleura
Likuor serebrospinalis
Cairan asites
Bahan-bahan lainnya
6. Patologi Anatomi (PA)
Pemeriksaan patologi anatomi tidak dilakukan secara rutin. Biasanya diperiksa
kelenjar getah bening, hepar, pleura, peritoneum, kulit dan lain-lain. Pada pemeriksaan
biasanya ditemukan tuberkel dan basil tahan asam.
Pemeriksaan PA dapat menunjukkan gambaran granuloma yang ukurannya kecil,
terbentuk dari agregasi sel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Granuloma tersebut
mempunyai karakteristik perkijauan atau area nekrosis kaseosa di tengah granuloma.
Gambaran khas lainnya adalah ditemukannya multinucleated giant cell (sel datia
langhans). Diagnosis histopatologik dapat ditegakkan dengan menemukan perkijauan
(kaseosa), sel epiteloid, limfosit, dan sel datia langhans. Kadang-kadang dapat
ditemukannya juga BTA.
Penatalaksanaan
Laporan Kasus ‘ Thalassemia dan TB Paru ‘ Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 18
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian,mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap OAT.
Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah
cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT
tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT)
lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung
(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat
(PMO).
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Tahap awal (intensif)
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2
bulan.
Tahap Lanjutan
Laporan Kasus ‘ Thalassemia dan TB Paru ‘ Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 19
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama
Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan
Paduan OAT yang digunakan di Indonesia
Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis
di Indonesia:
Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3
Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
Kategori Anak: 2HRZ/4HR
Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa
obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini
disediakan dalam bentuk OAT kombipak.
Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet.
Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan inidikemas dalam satu paket untuk
satu pasien. Paket Kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin,
Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan
program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT
KDT. Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan
untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan
sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan. KDT
mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:
1) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin
efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
2) Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya
resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep.
3) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat
menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien
Paduan OAT dan peruntukannya.
Laporan Kasus ‘ Thalassemia dan TB Paru ‘ Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 20
a) Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
• Pasien baru TB paru BTA positif.
• Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
• Pasien TB ekstra paru
b) Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:
• Pasien kambuh
• Pasien gagal
• Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
Laporan Kasus ‘ Thalassemia dan TB Paru ‘ Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 21
Catatan:
• Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk
streptomisin adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan.
• Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.
• Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan
aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).
c) OAT Sisipan (HRZE)
Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1
yang diberikan selama sebulan (28 hari).
Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya
kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru
tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah dari pada
OAT lapis pertama. Disamping itu dapat juga meningkatkan terjadinya risiko
resistensi pada OAT lapis kedua.
Laporan Kasus ‘ Thalassemia dan TB Paru ‘ Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 22
Komplikasi
Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi.
Komplikasi terbagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.
Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis, usus, Poncet’s
arthropathy.
Komplikasi lanjut : obstruksi jalan napas -> SOFT (Sindrom Obstruksi Pasca
Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat -> SOPT/fibrosis paru, kor pulmonal,
amiloidosis, karsinoma paru, sindroma gagal napas dewasa (ARDS), sering terjadi
pada TB milier dan kavitas TB.
Laporan Kasus ‘ Thalassemia dan TB Paru ‘ Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 23
THALASSEMIA
1. DEFINISI
Thalassemia berasal dari kata Thalasa yang berasal dari bahasa Yunani yang artinya laut.
Pertama kali ditemukan oleh Thomas Cooley pada tahun 1925. Pada 1927, Von Jaksch
menemukan keluhan yang sama di Italia. Ditemukan bersamaan di Amerika serikat dan Italia
antara tahun 1925-1927.
Thalassemia adalah kelainan herediter dari sintesis Hb akibat dari gangguan produksi
rantai globin (α, β, γ, δ). Penurunan produksi dari satu atau lebih rantai globin tertentu (α,β,γ,δ)
akan mengganggu sintesis Hb dan menghasilkan ketidakseimbangan dengan terjadinya produksi
rantai globin lain yang normal.
2. EPIDEMIOLOGI
Wilayah dengan prevalensi tinggi Thalassemia adalah sekitar Laut Tengah, Timur Tengah,
Asia Selatan dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Thalassemia sering disebut sebagai
Mediterranean Cooley’s Anaemia atau Homozygous Beta Talasemia.
Diperkirakan, ada sekitar 3000 penderita Thalassemia mayor di seluruh Indonesia.
Sekarang yang berobat di pusat Thalassemia FKUI RSCM berjumlah sekitar 900 orang.
1. ETIOLOGI
Adanya mutasi pada kromosom 11 (beta) atau kromosom 16 (alpha) akibatnya terjadi
ketidakseimbangan sintesis rantai alpha atau beta, salah satu rantai tidak terjadi sintesis sehingga
rantai yang seharusnya berpasangan menjadi tidak berpasangan, sehingga mengendap
(presipitasi) di membran eritrosit dan membentuk Heinz body.
Defek sintesis produksi rantai globin pada talasemia mengakibatkan presipitasi rantai
globin pada prekursor eritrosit (eritrosit muda) yang menyebabkan eritropoiesis yang tidak
efektif, sedangkan presipitasi rantai globin pada eritrosit dewasa menyebabkan hemolisis.
Laporan Kasus ‘ Thalassemia dan TB Paru ‘ Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 24
2. FISIOLOGI
3. KLASIFIKASI
a. Klasifikasi Thalassemia
Laporan Kasus ‘ Thalassemia dan TB Paru ‘ Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 25
Klasifikasi Thalassemia berdasarkan genotip
Thalassemia β dibagi menjadi 2 secara garis besar yaitu :
• 1). Homozigot : Thalassemia β mayor dan thalassemia β intermedia.
• 2). Heterozigot : Thalassemia β minor dan thalassemia β minima
Thalassemia α diklasifikasikan menjadi :
1. Silent-carrier thalassemia-alpha
2. Thalassemia-alpha carrier
3. HbH disease
4. Thalassemia-alpha major (Hb Bart)
A. THALASSEMIA β
1. Thalassemia β mayor
• Diagnosisnya ditegakkan pada tahun pertama kehidupan, usia paling muda tiga bulan &
paling sering ditemukan antara usia 10-12 bulan. Ada 2 gen yang abnormal namun tidak
bisa/gagal memproduksi rantai beta-globin yang normal .Thalassemia mayor adalah jenis
thalassemia β dengan kadar HbF antara 75-98% dan HbA 2 2%. Pada usia 3-4 bulan tidak
dapat memproduksi hemoglobin dewasa dengan sempurna sehingga menjadi anemia.
Biasanya mulai usia 3 bulan muncul gejala anemia. Thalassemia jenis ini harus
ditransfusi seumur hidup tiap 5-6 bulan. Hampir semua thalassemia β homozigot dan
heterozigot memperlihatkan gejala klinis thalassemia mayor sejak lahir, gagal
tumbuh,kesulitan makan,infeksi berulang , kelemahan umum, nampak pucat, pembesaran
lien yang memperburuk anemianya
Laporan Kasus ‘ Thalassemia dan TB Paru ‘ Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 26
2. Thalassemia β Intermedia
Terdapat gangguan dua gen beta globin, yang abnormal tapi masih bisa memproduksi
sedikit rantai beta-globin dan mempunyai kadar HbF 20-40 %, HbA2 2-5%. Gejala klinis
timbul pada usia 2-4 tahun. Dan pada thalassemia β Intermedia dapat mempertahankan
hemoglobin minimal kadar 7g/dl bahkan lebih.
3. Thalassemia β Minor
Penderita biasanya tidak anemia, pada usia anak MCV (Mean corpuscular volume) masih
dalam batas normal/sedikit rendah dengan apusan darah tepi didapatkan
anisositosis,poikilositosis,sel targer & basophilic stipling. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan elektroforesis Hb, didapatkan HbA2 >3,5%
4. Thalassemia β Minima
Didiagnosis dengan adanya penurunan sintesis rantai globin beta. Secara klinis tidak
menunjukkan kelainan hematologi pada apus darah tepi maupun kelainan elektroforesis.
B. THALASSEMIA α
1. Silent-carrier thalassemia-alpha
Tidak ada gejala, hanya ada sedikit kelainan eritrosit yang lebih pucat dari normal
2. Thalassemia-alpha carrier
Gangguan pada 2 rantai alpha-globin, anemia kronis yang ringan dengan eritrosit yang
hipokrom mikrositer
3. HbH disease
Abnormal pada 3 rantai alpha-globin, tidak ada gejala sampai gejala anemia berat dan
splenomegali
Laporan Kasus ‘ Thalassemia dan TB Paru ‘ Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 27
4. Thalassemia-alpha major (Hb Bart)
Abnormal pada 4 rantai alpha-globin. Anemia pada fetus di masa awal kehamilan,
membengkak karena kelebihan cairan (Hydrops fetalis). Biasanya fetus ini meninggal
tidak lama setelah dilahirkan.
4. GENETIKA
a) Genetika Thalassemia-alpha
Laporan Kasus ‘ Thalassemia dan TB Paru ‘ Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 28
Penjelasan Gambar di atas :
a. Jika kedua orang tua adalah carrier alpha-thalasemia minor dimana 2 abnormal gen
pada ayah dan ibu berada pada kromosom yang berbeda, maka kemungkinan semua
anak menderita alpha thalasemia minor
a- a-
a- a- a- a-a-
a- a- a- a-a-
b. Jika kedua orang tua adalah carrier alpha-thalassemia minor dengan 2 abnormal gen
pada ayah & ibu berada pada kromosom yang sama, maka kemungkinan anaknya :
- 25 % normal hemoglobin (aaaa),
- 50 % alpha-thalassemia minor (a-a-),
- 25 % Hb Bart (apha-thalassemia major) (----)
aa --
aa aaaa a-a-
-- a-a- -- --
c. Jika salah satu orang tua, misalnya Ayah dengan alpha-thalassemia minor dengan 2 gen
alpha-globin yang abnormal dan Ibu seorang carrier dengan 1 gen alpha-globin yang
abnormal pada 1 kromosom, maka kemungkinan anaknya :
- 25 % dengan normal hemoglobin (aaaa)
- 25 % alpha-thalassemia minor (a-a-)
Laporan Kasus ‘ Thalassemia dan TB Paru ‘ Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 29
- 25 % silent carrier (aaa-)
- 25 % haemoglobin H disease (a---)
aa a-
aa aaaa aaa-
-- a-a- a---
b) Genetika Thalassemia-beta
a. Jika kedua orang tua dengan thalassemia-beta trait, maka kemungkinan anaknya :
- 25 % normal (bb)
- 50 % thalassemia beta trait (b-)
- 25 % thalassemia-beta major (--)
b. Jika salah satu orang tua misalkan Ayah dengan Thalassemia-beta Intermedia
atau Thalassemia-beta major dan Ibu dengan Thalassemia-beta trait, maka
kemungkinan anaknya:
- 50 % Thalassemia-beta Intermedia atau Thalassemia beta major (- -)
- 50 % Thalassemia beta
trait (b-)
Laporan Kasus ‘ Thalassemia dan TB Paru ‘ Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 30
b -
b bb b-
- b- --
b -
- b- --
- b- --
5. Gejala Klinis Thalassemia-beta major
a. Wajah pucat, bibir kering, mukosa lidah kering, konjungtiva anemis, sklera
biasanya ikterus
b. Cepat lelah, lemas dan pusing
c. Nafsu makan menurun, kekurangan gizi sebabkan perawakan kurus dan pendek
d. Hepatomegali dan Splenomegali
e. Bentuk muka Mongoloid
f. Penonjolan dahi, penonjolan tulang pipih dan penipisan korteks tulang panjang
Laporan Kasus ‘ Thalassemia dan TB Paru ‘ Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 31
Thalassemia-beta major
6. Pemeriksaan Laboratorium
Thalassemia α
Anemia ringan
Hematokrit 28-40%
MCV rendah 60-75 %
Hitung darah tepi normal
Hapusan darah tepi abnormal : ada gambaran mikrosit,hipokrom, target
sel,acantocytes (sel irregular)
Laporan Kasus ‘ Thalassemia dan TB Paru ‘ Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 32
Hitung retikulosit dan besi normal
Hb Elektroforesis tidak meningkat(HbA2,HbF,HbH)
Thalassemia HbH disease
Anemia hemolitik berat
Hematokrit 22-32%
Nilai MCV rendah 69-70 fl
Hapusan darah tepi abnormalitas,hipokrom,mikrositer,sel target, poikilositosis.
Hitung retikulosit meningkat
Hb Elektroforesis ( HbH meningkat 10-40%)
Thalassemia β Minor
Anemia ringan
Nilai hematokrit 28-40%
MCV 55-75 fl
Hitung sel darah merah normal
Hapusan darah tepi abnormal : hipokrom,mikrositer,sel target). Bedanya dengan α,
kalau pada β minor ada basophilic stippling.
Hitung retikulosit normal atau meningkat
Hb Elektroforesis : HbA meningkat 4-8%, HbF 1-5%
Thalassemia Mayor
Anemia berat
Jika tidak ditranfusi hematokrit <10%
Laporan Kasus ‘ Thalassemia dan TB Paru ‘ Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 33
Hapusan darah tepi poikilocytosis yang berat,hipokrom,mikrositer,basophilic
stippling, ada nucleus pada sel darah merah )
HbA sedikit meningkat atau tidak
HbF banyak
Sumsum tulang :
◦ Hiperselular akibat hiperplasia normoblastik pada sistem eritropoesis dengan
normoblas terbanyak.
◦ Granula Fe meningkat.
Gambaran hematologi : anemia hebat, bisa terjadi leukositosis dengan leukosit PMN,
jumlah trombosit normal.
Analisa hemoglobin : HbF yang dominan (>90%), kadar HbA2 normal atau tinggi. Nilai
MC, MCV, MCH dan MCHC menurun, retikulosit meningkat. Kadar bilirubin dalam
serum meninggi, SGOT & SGPT dapat meninggi karena kerusakan parenkim hati akibat
hemosiderosis.
Laporan Kasus ‘ Thalassemia dan TB Paru ‘ Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 34
Elektroforesis Hb pada penderita Thalassemia
Pemeriksaan lain :
- Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis, trabekula tegak lurus
pada korteks.
- Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang sehingga trabekula
tampak jelas.
Laporan Kasus ‘ Thalassemia dan TB Paru ‘ Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 35
Foto Rontgen Penderita Thalassemia-beta major
Differential Diagnosis
a. Anemia Defisiensi Besi
b. Anemia Aplastik
Thalassemia Anemia Aplastik Anemia Defisiensi
Besi
Pucat (+) (+) (+)
Demam (-) (-) (-) atau (+)
Perdarahan (-) (+) (-) atau (+)
Organomegali (+) (-) (-)
Lab :
Hb
Leukosit N N
Trombosit N atau N
Sumsum tulang N Sepi, putih, bersih N
Tatalaksana
Prinsip penatalaksanaan pada penderita talasemia adalah:
Laporan Kasus ‘ Thalassemia dan TB Paru ‘ Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 36
Penatalaksanaan ditujukan untuk mempertahankan kebutuhan henoglobin fisiologis,mencegah
terjadinya penimbunan besi dan meningkatkan ekskresi besi untuk mempertahankan
keseimbangan besi optimal.
Tranfusi
TIF (Thalassemia International federation) merekomendasikan pemberian tranfusi darah
reguler,setiap 2-5 minggu untuk mempertahankan kadar Hb diatas 9-10,5 g/dl yaitu dengan
pemberian PRC 10-15 ml/kg/BB ,diberikan dalam 3-4 jam. Diharapkan dapat memungkinkan
pertumbuhan &aktivitas normal, menekan aktivitas sumsum tulang. Tranfusi 1 diberikan pada
kadar Hb <7 g/dl pada dua kali pemeriksaan berturutan dengan jarak 2 minggu. Tranfusi pertama
kali boleh diberikan pada kadar Hb>7g/dl apabila didapatkan perubahan muka/face
cooley,gangguan tumbuh kembang
Jenis PRC yang dianjurkan : “ leucoreduced packed red cells “.
Spenektomi
Indikasi splenektomi adalah terjadinya peningkatan kebutuhan tranfusi darah + 50%/
lebih dalam 6 bulan terakhir, terdapat pembesaran limfa yang disertai nyeri pada kuadran atas
kiri. Pengambilan limpa ini harus dilakukan pada saat yang tepat, dianjurkan setelah usia 5
tahun.
Terapi kelasi besi(iron chelating Agent )
Tujuanya untuk mengurangi endapan besi yang terjadi akibat tranfusi berkala meskipun
tidak dapat dihindarkan. Ketergantungan tranfusi darah akan meningkatkan cadangan besi tubuh
yang diikat oleh transferin dalam bentuk NTBI yang bersifat toksik, yang didapatkan pada
kelenjar pituitary,thyroid,parathyroid,jantung,hati,pancreas dan gonads. Prinsipnya : menurunkan
besi jaringan sampai ketingkat konsentrasi dimana toksisitas besi tidak akan terjadi.Tujuan dari
iron chelating agent untuk memindahkan kelebihan besi intraseluler,untuk mengikat besi
ekstraseluler bebas dan menurunkan kelebihan besi menjadi beban minimal.
Deferoxamine merupakan iron chelating agent. Diberikan dalam 8-12 jam per
oral,melalui infus subkutan 5-7 hari/minggu atau 24 jam melalui intravenous infusion.
Laporan Kasus ‘ Thalassemia dan TB Paru ‘ Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 37
Deferoxamine dimulai pada usia >3 tahun, ketika kadar besi serum >1000 mg/dl atau saturasi
transferin >50%. Dosis optimal 20-40 mg/kgbb/hari selama 5 hari dalam seminggu. Literatur lain
menyatakan 40-50 mg/kgbb/hari selama 5 hari.
Transplantasi Sumsum Tulang
Transplantasi sumsum tulang thalassemia mayor pertama kali dilakukan pada tahun 1982.
Transplantasi ini perlu dipertimbangkan pada penderita thalassemia usia dini sebelum terjadi
komplikasi.
Terapi Gen
Terapi gen yang diperkenalkan adalah dengan mengkopi gen globin normal dan diinsersikan ke
dalam stem sel sumsum tulang penderita.
Dampak Pemberian PRC Jangka Panjang : Hemosiderosis
Laporan Kasus ‘ Thalassemia dan TB Paru ‘ Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 38
Dampak Pemberian Deferoksamin
Kebanyakan toksisitas yang ditimbulkan oleh desferoksamin timbul pada aak yang
mendapat dosis melebihi 50 mg/kgBB atau medapat dosis yang lebih kecil pada anak dengan
beban besi tubuh yang rendah. Toksisitas yang berhubungan dengan Deferoksamin dapat dilihat
dalam tabel.
Kebanyakan toksisitas dari pemberian Desferoksamin itensif dapat dicegah dengan pemeriksaan
sederhana. Diantaranya pengukuran beban besi tubuh secara langsung dan teratur dengan tujuan
mempertahankan kadar besi hati antara 3-7 mg/kgBB berat kering jaringan hati. Dosis Deferoksamin
tidak boleh melebihi dosis 50 mg/kgBB/hari. Evaluasi teratur terhadap toksisitas Deferoksamin
direkomendasikan pada semua pasien yang mendapat terapi Deferoksamin.
Toksisitas Pemeriksaan Frekuensi Terapi
Tuli sensorineural
frekuensi tinggi
Audiogram Setiap tahun, bila ada
keluhan ulangi
secepatnya
Hentikan DFO
secepatnya, ukur
beban besi tubuh
langsung. DFO tidak
diteruskan hingga 6
bulan jika HIC 3,2-7
mg/kgBB berat kering
jaringan hati. Ulangi
audiogram setiap 3
bulan sampai normal.
Kelainan retina Pemeriksaan retina Setiap tahun, jika ada
gejala secepat
mungkin
Hentikan DFO
secepatnya, hitung
beban besi tubuh.
DFO tidak diteruskan
hingga 6 bulan jika
HIC 3,2-7 mg/kgBB
berat kering jaringan
hati. Turunkan dosis
Laporan Kasus ‘ Thalassemia dan TB Paru ‘ Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 39
DFO jadi 25
mg/kgBB/hari, 4x
seminggu, lalu ukur
beban besi tubuh lagi
Kelainan spinal dan
metafisis
Foto pergelangan
tangan, lutut, torako
lumbo-sakral, bone-
age pergelangan
tangan
Setiap tahun DFO tidak diteruskan
sampai 6 bulan bila
HIC 3 mg/gr kering
jaringan hati. Ulangi
pengukuran HIC
setelah 6 bulan
Penurunan
kecepatan
pertumbuhan tinggi
dan atau tinggi saat
duduk
Ditentukan dari tinggi
saat berdiri saat
berdiri dan duduk
2 kali setahun Seperti kelainan
metafisis dan spinal.
Diukur secara teratur
6 bulan sekali oleh
dokter endokrin anak
KOMPLIKASI
Gangguan jantung : perikarditis, aritmia, kardiomiopati, gagal jantung
Diabetes melitus
Hipotiroid atau hipoparatiroid
Gangguan pematangan seksual
Gangguan pembekuan darah
Sirosis hepatis
PROGNOSIS
• Tidak ada pengobatan untuk Hb bart. Pada umumnya kasus Hb H mempunyai prognosis
baik, jarang memerlukan tranfusi darah atau splenektomi dan dapat hidup biasa.
Laporan Kasus ‘ Thalassemia dan TB Paru ‘ Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 40
• Thalassemia alfa 1 dan thalassemia alfa 2 mempunyai prognosis baik dan tidak
memerlukan pengobatan khusus.
• Thalassemia β homozigot pada umumnya meninggal pada usia muda dan jarang
mencapai usia dekade ke 3 walaupun digunakan antibiotik untuk mencegah infeksi dan
pemberian chelating agent untuk mengurangi hemosiderosis
DAFTAR PUSTAKA
James P. Isbiter, M. D, D. Harmening Pittiligo, PH.D : Hematologi klinik: 1999
Parmono, Bambang, et al. Buku Ajar Hematologi-Onkologi Edisi Kedua. Ikatan
Dokter Anak Indonesia. 2010.
Lichtman, A. Marshall, et al. Williams Hematology 7th Edition. McGraw-Hill
Medical. 2007.
www.cooleysanemia.org
Laporan Kasus ‘ Thalassemia dan TB Paru ‘ Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 41
Laporan Kasus ‘ Thalassemia dan TB Paru ‘ Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 42