Author
risa-maulida-widjaya
View
248
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
kjkkljkjklj
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat
dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas laporan kasus “Diare Akut Dehidrasi
ringan sedang ” ini tepat pada waktunya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam pembuatan laporan ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari semua pihak yang membaca ini, agar penulis dapat mengkoreksi dan
dapat membuat laporan kasus ini yang lebih baik kedepannya.
Demikianlah laporan kasus ini dibuat sebagai tugas dari kegiatan klinis di stase
Pediatri serta untuk menambah pengetahuan bagi penulis khususnya dan bagi pembaca
pada umumnya.
Jakarta, Agustus 2015
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI
BAB 1 : PENDAHULUAN 3
BAB II : LAPORAN KASUS 5
ANALISIS KASUS 13
BAB III : TINJAUAN PUSTAKA 17
BAB IV : PENUTUP 36
DAFTAR PUSTAKA 37
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Diare akut merupakan masalah umum ditemukan diseluruh dunia. Di Amerika
Serikat keluhan diare menempati peringkat ketiga dari daftar keluhan pasien pada ruang
praktek dokter, sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia data menunjukkan diare
akut karena infeksi terdapat peringkat pertama s/d ke empat pasien dewasa yang datang
berobat ke rumah sakit. Di negara maju diperkirakan insiden sekitar 0,5-2
episode/orang/tahun sedangkan dinegara berkembang lebih dari itu. Di USA dengan
penduduk sekitar 200 juta diperkirakan 99 juta episode diare akut pada dewasa terjadi
setiap tahunnya. WHO memperkirakan ada sekitar 4 miliar kasus diare akut setiap tahun
dengan mortalitas 3-4 juta pertahun. Bila angka itu diterapkan di Indonesia, setiap tahun
sekitar 100 juta episode diare pada orang dewasa per tahun. Dari laporan surveilan terpadu
tahun 1989 jumlah kasus diare didapatkan 13,3 % di Puskesmas, di rumah sakit didapat
0,45% pada penderita rawat inap dan 0,05 % pasien rawat jalan. Penyebab utama disentri
di Indonesia adalah Shigella, Salmonela, Campylobacter jejuni, Escherichia coli, dan
Entamoeba histolytica. Disentri berat umumnya disebabkan oleh Shigella dysentery,
kadang-kadang dapat juga disebabkan oleh Shigella flexneri, Salmonella dan
Enteroinvasive E.coli ( EIEC).
Beberapa faktor epidemiologis penting dipandang untuk mendekati pasien diare akut
yang disebabkan oleh infeksi. Makanan atau minuman terkontaminasi, berpergian,
penggunaan antibiotik, HIV positif atau AIDS, merupakan petunjuk penting dalam
mengidentifikasi pasien beresiko tinggi untuk diare infeksi.
3
B. Tujuan
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah selain untuk menyelesaikan salah satu tugas
kepaniteraan klinik stase pediatri, juga untuk mengetahui serta mempelajari lebih jauh
mengenai kasus diare dehidrasi berat hingga penatalaksanaan yang tepat pada pasien di
lapangan.
4
BAB II
STATUS PASIEN
2.1 Identitas Pasien
Nama : An. R
No. RM : 922XXX
Ruang Perawatan : Bangsal Melati Kamar 7
TTL : Jakarta, 10 Desember 2014
Usia : 8 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Kramat Pulo gundul Rt 014/09
Tanggal MRS : Jumat, 14 Agustus 2015 (02.40 WIB)
2.2 Anamnesis
Teknik alloanamnesis kepada orangtua pasien yang dilakukan pada hari Jumat, 14
Agustus 2015 (06.00 WIB)
KU : Mencret sejak ±3 hari SMRS
KT : Demam,Batuk dan pilek
RPS :
±5 hari SMRS os mengeluh demam. Demam naik turun,
awalnya tidak terlalu tinggi, tetapi menjelang hari ke-3
suhunya mencapai 38,5°C. demam turun saat diberikan obat,
kemudian setelah beberapa saat demam naik kembali. Sejak
semalam jam 00.00 WIB demam menjadi sangat tinggi,
dengan suhu > 38,5°C. kejang (-) Selain itu Os juga batuk
berdahak, dahakmya sulit untuk di keluarkan dan pilek tapi
tidak sesak.
±3 hari SMRS os mengeluh mencret, dengan frekuensi BAB
>3x/hari, awalnya konsistensinya encer, ampas (+), busa dan
darah (-), lendir (-), warna kuning, bau asam (+), Ot Os tidak
tau seberapa banyak volume BAB nya karena Os memakai
5
pampers. Nafsu makan menurun, tidak ada mimisan atau
perdarahan pada gusi.
HRMS os rewel, selalu merasa kehausan, hanya mau minum
air putih dan tidak mau minum susu. Ke UGD os tampak
composmentis, BAB cair > 3 x hingga sampai di UGD dan
demam tinggi >38 C.
Os sudah berobat ke klinik terdekat tetapi tidak ada
perubahan.
RPD :
Os belum pernah mengalami hal yang seperti ini sebelumnya
Riwayat sakit diare
Riwayat atopik disangkal
Riwayat kejang demam disangkal
RPK :
Keluarga tidak ada yang menderita hal yang serupa
Keluarga tidak ada yang menderita sakit diare atau mencret
Riwayat penyakit atopik, kejang, hipertensi dan DM di
keluarga disangkal
Riwayat Pengobatan :
Riwayat meminum obat rutin OAT disangkal
Riwayat meminum obat rutin OAE disangkal
Riwayat Alergi :
Os tidak ada alergi makanan, obat, cuaca, dan debu
Riwayat Kehamilan :
Ibu os rutin ANC di bidan, selama hamil tidak pernah
sakit/terkena infeksi, rutin mengkonsumsi vitamin dan
sayuran
Riwayat Kelahiran :
An. Lahir secara normal Usia
Langsung menangis, tidak ada biru, dan tidak ada komplikasi
lain
6
BB lahir = 3500 gram
PB lahir = 50 cm
LK = ot os lupa
Pola Makan :
Os diberikan ASI ekslusif hanya sampai usia 4 bulan setelah
itu di berikan ASI dan susu formula.
Diberi makanan tambahan ( bubur pisang, nasi tim) pada
umur 6 bulan
Saat ini OS tidak nafsu makan, makan sedikit, tidak mau
minum susu hanya mau minum air putih.
Kesan : Os tidak diberikan ASI Ekslusif
Riwayat Perkembangan :
Perkembangan Sosial : bisa makan biskuit sendiri Motorik halus : menggaruk manik-manik Perkembangan Bahasa : meniru bunyi kata-kata, dan
menoleh ke arah suara Motorik kasar : duduk tanpa pegangan
KESAN : Perkembangan sesuai usia
Riwayat Imunisasi :
Imunisasi Hepatitis B : 3x
Imunisasi Polio : 4x
Imunisasi BCG : 1x
7
Imunisasi DPT : 3x
Imunisasi Campak : -
KESAN : Imunisasi sesuai usia
Riwayat Psikososial :
Os tinggal dirumah bersama kedua orang tua
berseserta nenek. Lingkungan sekitar tempat tinggal
tidak terlalu bersih. Sumber air bersih tersedia,
mempunyai jamban keluarga, untuk keseharian
meminum menggunakan air galon. Orang tua os
bekerja sebagai IRT, anaknya jarang dititipkan ke
tetangga.
2.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : composmentis
Tanda-tanda Vital :
Suhu : 38oC suhu Axilla
Nadi : 140x/menit
Pernapasan : 25x/mnt
TD : tidak diukur
Status Antropometri :
BB Sebelumnya : 7,2 kg
BB sekarang : 7 kg
TB : 70 cm
LK : 44 cm
BB/U = 7/7,9 X 100 % = 88% Gizi Baik
TB/U = 70/71 X 100 % = 98% Normal
BB/TB = 7/7,8 X 100 % = 89% Gizi
kurang
Kesan : Gizi kurang
Status Generalis :
Kepala : Normochepal, Ubun-ubun belum
8
tertutup, Rambut Hitam, Tidak mudah dicabut.
Wajah : Simetris, Luka (-), Pucat (-)
Mata : Mata cekung (+/+), Konjungtiva
Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-), Refleks
Cahaya (+/+), Edema palpebra (-/-)
Hidung : Normonasi, Epitaksis ( -/-),
Penafasan cuping hidung (-/-), secret (+/+)
Telinga : Normotia, Sekret (-/-), Darah (-/-)
Mulut : Mukosa bibir kering, Perdarahan gusi
(-)
Leher : KGB (-), Pembesaran Tiroid (-)
Tenggorok: Faring hiperemis, Tonsil (T1/T1)
hiperemis
Paru-Paru
Inspeksi : Terlihat pergerakan dinding thorax
yang simetris, retraksi (-)
Palpasi : Tidak ada bagian dinding thorax
yang tertinggal, vocal fremitus
simetris
Perkusi : Terdengar sonor di seluruh lapang
paru
Auskultasi : vesikuler (-/-), wheezing (-/-),
ronkhi (+/+)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : BJ 1 & 2 reguler murni, murmur
(-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Permukaan cembung, tampak
kembung
Auskultasi : BU meningkat
9
Palpasi : Nyeri tekan (-), turgor elastis
Perkusi : Timpani pada seluruh lapang
abdomen
Ekstremitas atas
Akral : hangat
Edema : -/-
Sianosis : -/-
RCT : <2 detik
Ekstremitas bawah
Akral : hangat
Edema : -/-
Sianosis : -/-
RCT : <2 detik
Kelenjar inguinal : Tidak ada pembesaran
KGB
Genitalia : dalam batas normal
Anus : tampak kemerahan
2.4 Pemeriksaan Penunjang
Jenis 4-06-2015 Nilai normal
Hb 12,4 12,8-16,8 g/dl
Leukosit 25,82 4,5-13 rb
Trombosit 382 154-442 rb
Hematokrit 36 35-47 %
Na darahK darah
Klorida darah
1343,8102
135-147 mEq/L3,6-5,8 mEq/L94-111 mEq/L
2.5 Resume
Anak laki laki usia 8 bulan datang dengan keluhan BAB cair sejak 2 hari yang lalu,
awalnya berampas tapi sekarang hanya berbentuk cairan berwana kuning berbau asam.
10
Batuk berdahak, pilek dan deman sejak 1 minggu SMRS. Dahak sulit dikeluarkan
demam turun juka di berikan obat antidemam. Anak rewel, terlihat kehausan dan nafsu
makan menurun.
PF : mata cekung (+/+), sekret pada hidung (+), bibir kering (+) turgor kulit elastis
(baik) dan anus kemerahan disertai lecet.
Pem. Lab : leukosit meningkat
Na darah turun
2.6 Assesment :
Diare akut
Bronchitis akut
Dehidrasi ringan sedang
Febris hari ke 5
Intake berkurang
2.7 Diagnosa :
Diagnosa Klinis : Diare akut dehidrasi ringan sedang
Diagnosa Gizi : Gizi kurang
Diagnosa Imunisasi : Imunisasi dasar sesuai usia
Diagnosa Tumbang : Perkembangan sesuai usia
2.8 Penatalaksanaan
Oralit 525cc dalam 3 jam pertama
IVFD RL (Bila menolak Per-oral) 70ml/kgBB (x 7 kg) dalam 5 jam = 490 ml =
98 tpm mikro
Zinc 1x20 mg selama 10 hari
Nutrisi MPA (Makanan pendamping ASI), buah-buahan terutama pisang.
Edukasi Promotif/ preventif 1. ASI tetap diberikan, 2. Cuci tangan sebelum
memberi bayi makan, 3. kebersihan lingkungan, BAB di jamban, 4. Penyediaan air
minum yg bersih, 5. Masak makanan hingga matang.
Antibiotik gentamicyn 2x20mg
Cefotaksim 3x125mg
Ambroxol syr 15mg/ 5 ml (1,2-1,6 mg/kgBB/hr) x 7 kg = 8,4 – 11,2 mg/ hari =
3x1 cth
11
Paracetamol syr 125 mg/5 ml (10-15 mg/kgBB/dosis) x 7 kg = 70 mg – 105 mg/
kali = 3x3/4 cth
Probiotik 2x1/2 sach
12
ANALISIS MASALAH
Pada pasien ini didiagnosis diare akut dengan dehidrasi ringan sedang karena :
1. Keluhan utama pasien yaitu mencret ±2 hari SMRS, dengan riwayat penyakit
sekarangnya adalah :
±5 hari SMRS os mengeluh demam. Demam naik turun, awalnya tidak terlalu
tinggi, tetapi menjelang hari ke-3 suhunya mencapai 38,5°C. demam turun saat
diberikan obat, kemudian setelah beberapa saat demam naik kembali. Sejak
semalam jam 23.00 WIB demam menjadi sangat tinggi, dengan suhu > 38,5°C.
kejang (-) Selain itu Os juga batuk berdahak, dahakmya sulit untuk di keluarkan
dan pilek tapi tidak sesak.
±2 hari SMRS os mengeluh mencret, dengan frekuensi BAB >3x/hari,
konsistensinya encer, ampas (+), busa dan darah (-), lendir (-), warna
kuning, bau asem (+), volume BAB tidak dapat ditentukan. Nafsu makan
menurun, tidak terdapat nyeri menelan, tidak ada mimisan atau perdarahan
pada gusi.
HRMS os rewel, selalu merasa kehausan, hanya mau minum air putih dan tidak
mau minum susu. Ke UGD os tampak composmentis, BAB cair > 3 x hingga
sampai di UGD dan demam tinggi >38 C.
Os sudah berobat ke klinik terdekat tetapi tidak ada perubahan.
Keluhan tersebut mengarahkan terhadap diagnosis diare, karena dari
pengertian diare sendiri adalah buang air besar lebih tiga kali sehari dengan
konsistensi lembek atau cair. Sedangkan American Academy of Pediatrics
(AAP) mendefinisikan diare dengan karakteristik peningkatan frekuensi
dan/atau perubahan konsistensi, dapat disertai atau tanpa gejala dan tanda
seperti mual, muntah, demam, atau sakit perut yang berlangsung selama 3-7
hari. WHO/UNICEF mendefinisikan diare akut sebagai kejadian akut dari
diare yang biasanya berlangsung selama 3-7 hari tetapi dapat pula
berlangsung sampai 14 hari. Diare akut adalah buang air besar lebih dari 3
kali dalam 24 jam dengan konsistensi cair dan berlangsung dari 1
minggu.Riskesdas 2007: diare merupakan penyebab kematian pada 42% bayi
dan 25,2% pada anak usia 1-4 tahun.
13
2. Diagnosis dehidrasi ringan sedang karena pada anamnesis terdapat keluhan :
Pada HRMS os rewel, selalu merada kehausan hanya mau minum air outih
tidak mau minum susu dan saat di bawa ke UGD composmentis, BAB cair >
3 x hingga sampai di UGD
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran pasien composmentis, tanda-
tanda vital didapatkan frekuensi nadi meningkat, pada kepala terdapat
tanda ubun-ubun cekung, mata cekung dextra dan sinistra, pada mulut
mukosa bibir tampak kering, pada abdomen saat auskultasi bising usus
meningkat, dan saat palpasi turgor kulit elastis pada abdomen dan pada
pemeriksaan ekstremitas didapatkan akral hangat pada ekstremitas
superior dan inferior dextra maupun sinistra dengan RCT <2 detik.
Hal ini sesuai dengan tanda-tanda dehidrasi berat, atau pada tabel dibawah ini
ditunjukan pada poin C, yaitu :
Penilaian A B C
Keadaan umum Baik, sadar *Gelisah, rewel*Lesu, tidak
sadar
Mata Normal CekungSangat
cekung
Air mata Ada Tidak ada Tidak ada
Mulut, lidah Basah Kering Sangat kering
Rasa haus Minum seperti biasa*Haus, ingin minum
banyak
*Malas
minum, tidak
bisa minum
Turgor kulit Kembali cepat *Kembali lambat*Kembali
sangat lambat
Hasil pemeriksaan Tanpa dehidrasi
Dehidrasi ringan-
sedang
Bila ada 1 tanda *
Ditambah 1 atau lebih
tanda lain
Dehidrasi
berat
Bila ada 1
tanda *
Ditambah 1
atau lebih
tanda lain
Terapi Rencana Terapi A Rencana Terapi BRencana
Terapi C
14
Dengan demikian, maka diagnosis diare tanpa dehidrasi (poin A) dan diare dengan
dehidrasi berat dapat dieliminasi karena berdasarkan gejala dan tanda pada kasus
lebih menunjang terhadap diare dengan dehidrasi ringan sedang (poin B)
3. Pasien diberikan terapi :
Cairan, yaitu :
Kebutuhan Cairan: BB: 7 kg, usia 8 bulan
Terapi oralit 3 jam pertama 75ml/kgBB/3jam (75 x 7) = 525 cc
Kemudian dilihat keadaan umu pasien jika membaik dan dehidrasi teratasi
dilanjutkan dengan terapi maintenance. Pemberian di ulang sampai 3x. jika anak
tidak mau minum oralit atau muntah terus menerus maka diberikan IVRL:
RL 98 tpm selama 5jam (70ml/kgBB/5jam (75 x 7)x60 : (60 x 5) = 98 tpm
lanjutkan maintenance 10 tpm (10kg pertama = 100ml/24jam (700x60):
(21x60)= 33 tpm
Terapi Oral :
- Probiotik 1 x 1/2
- Zink syrup 10 mg / 5 ml (dosis: 20 mg/hari)
- Gentamicyn 2x20mg
- Cefotaxim 3x125mg
- Paracetamol syp 3x3/4 cth
- Ambroxol syp 3x1 cth
lar tatalaksana diare menurut WHO, dimana terdapat 5 pilar, yaitu :
Rehidrasi oral/parenteral
Dukungan nutrisi
Antibiotik atas indikasi
Terapi suportif : Zinc
Edukasi orangtua
Selain itu, untuk terapi oral yaitu pemberian zinc dengan probiotik sudah sesuai
karena untuk zinc sendiri sudah termasuk ke dalam 5 pilar menurut WHO, untuk
15
probiotik sendiri dapat memberikan manfaat lebih besar untuk kasus diare, karena
probiotik adalah bakteri hidup yang mempunyai efek yang menguntungkan pada
host dengan cara meningkatkan kolonisasi bakteri probiotik didalam lumen saluran
cerna sehingga seluruh epitel mukosa usus telah diduduki oleh bakteri probiotik
melalui reseptor dalam sel epitel usus, dan tidak menyediakan tempat pada epitel
mukosa usus untuk diduduki oleh bakteri patogen. Mekanisme kerja dari probiotik
diantaranya :
Perubahan lingkungan mikro lumen usus
Produksi bahan antimikroba
Kompetisi nutrient
Mencegah adhesi kuman patogen pada enterosit dan efek tropik pada mukosa
usus
Imunomodulasi
16
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Definisi diare adalah buang air besar lebih tiga kali sehari dengan konsistensi
lembek atau cair. Sedangkan American Academy of Pediatrics (AAP) mendefinisikan
diare dengan karakteristik peningkatan frekuensi dan/atau perubahan konsistensi, dapat
disertai atau tanpa gejala dan tanda seperti mual, muntah, demam, atau sakit perut yang
berlangsung selama 3-7 hari. WHO/UNICEF mendefinisikan diare akut sebagai
kejadian akut dari diare yang biasanya berlangsung selama 3-7 hari tetapi dapat pula
berlangsung sampai 14 hari. Diare akut adalah buang air besar lebih dari 3 kali dalam
24 jam dengan konsistensi cair dan berlangsung dari 1 minggu.Riskesdas 2007: diare
merupakan penyebab kematian pada 42% bayi dan 25,2% pada anak usia 1-4 tahun.
3.2 Epidemiologi
Diare merupakan salah satu penyebab angka morbiditas dan mortalitas yang
tinggi pada anak dibawah umur lima tahun di seluruh dunia, yaitu mencapai 1 milyar
kesakitan dan 3 juta kematian per tahun.
Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Negara berkembang
termasuk di Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan
tertinggi pada anak, terutama usia dibawah 5 tahun. Di dunia terdapat 6 juta anak
meninggal tiap tahunnya karena diare dan sebagian besar kejadian tersebut terjadi di
Negara berkembang. Dari 17% kematian anak di Indonesia, dari hasil Riskesdas 2007
didapatkan bahwa diare masih merupakan penyebab kematian bayi terbanyak untuk
golongan 1-4 tahun yaitu 25,2% dibanding pneumonia 15,5%.
3.3 Etiologi
Pada saat ini telah dapat diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis
mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare pada anak dan bayi. Penyebab infeksi
utama timbulnya adalah golongan virus, bakteri dan parasit. Dua tipe dasar dari diare
akut oleh karena infeksi non inflammatory dan inflammatory. Enteropatogen
menyebabkan non inflammatory diare melalui produksi enterotoksin oleh bakteri,
destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan oleh parasit, perlekatan oleh bakteri
sebaliknya inflammatory diare biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi usus
secara langsung atau memproduksi sitotoksin.
17
Beberapa mikroorganisme penyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada
manusia.
Bakteri Virus Parasit
Aeromonas Astrovirus Balantidium coli
Bacillus cereus Calcivirus Blastocystis homonis
Campylobacter jejuni Enteric adenovirus Cryptosporidium parvum
Clostridium
perfringens
Coronavirus* Entamoeba histolytica
Clostridium defficille Rotavirus Giarda lambia
Escherichia coli Norwalk virus Isospora belli
Plesiomonas
shigeloides
Herpes simplex virus* Strongyloides stercoralis
Salmonella Cytomegalovirus Trichuris trichiura
Shigella
Staphylococcus aureus
Vibrio cholera
Yersinia enterocolitica
*umumnya berhubungan dengan diare hanya pada penderita imunocompromised
Sumber : (Nelson Textbook of Pediatric dan Subagyo B. dan Nurtjahjo BS, 2010)
Disamping itu penyebab diare non infeksi yang dapat menimbulkan diare pada
anak antara lain:
a. Kesulitan makan
b. Defek anatomis
1. Malrotasi
2. Penyakit Hirchsprung
3. Short Bowel Syndrome
4. Atrofi mikrovilli
5. Stricture
c. Malabsorpsi
1. Defisiensi disakaridase
2. Malabsorpsi glukosa-galaktosa
18
3. Cycstic fibrosis
4. Cholestosis
5. Penyakit Celiac
d. Endokrinopati
1. Thyrotoksikosis
2. Penyakit Addison
3. Sindroma Adrenogenital
e. Keracunan makanan
1. Logam berat
2. Mushrooms
f. Neoplasma
1. Neuroblastoma
2. Phaeochromocytoma
3. Sindroma Zollinger Ellison
g. Lain-lain
1. Infeksi non gastrointestinal
2. Alergi susu sapi
3. Penyakit Crohn
4. Defisiensi imun
5. Colitis ulserosa
6. Gangguan motilitas usus
7. Pellagra
Sumber : Nelson Textbook of Pediatric
3.4 Cara Penularan dan Faktor Risiko
Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal-oral yaitu melalui
makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung
tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau
tidak langsung melalui lalat. ( malalui 4 F : finger, flies, fluid, field).
Faktor risiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain: tidak
memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak
memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana
kebersihan (MCK), kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan
19
penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara penyapihan yang tidak baik. Selain
hal-hal tersebut, beberapa faktor pada penderita dapat meningkatkan kecenderungan
untuk dijangkiti diare antara lain : gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya keasaman
lambung, menurunnya motilitas usus, menderita campak dalam 4 minggu terakhir dan
faktor genetic.
3.5 Patofisiologi
Menurut patofisiologinya diare dibedakan dalam beberapa kategori yaitu diare
osmotik, sekretorik dan diare karena gangguan motilitas usus. Diare osmotik terjadi
karena terdapatnya bahan yang tidak dapat diabsorpsi oleh usus akan
difermentasi oleh bahteri usus sehingga tekanan osmotik di lumen usus
meningkat yang akan menarik cairan. Diare sekretorik terjadi karena toxin dari
bakteri akan menstimulasi c AMP dan cGMP yang akan menstimulasi sekresi
cairan dan elektrolit. Sedangkan diare karena gangguan motilitas usus terjadi
akibat adanya gangguan pada kontrol otonomik,misal pada diabetik neuropathi,
post vagotomi, post reseksi usus serta hipertiroid.
Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus yang masuk
melalui makanan dan minuman sampai ke enterosit, akan menyebabkan infeksi dan
kerusakan villi usus halus. Enterosit yang rusak diganti dengan yang baru yang
fungsinya belum matang, villi mengalami atropi dan tidak dapat mengabsorpsi cairan
dan makanan dengan baik, akan meningkatkan tekanan koloid osmotik usus dan
meningkatkan motilitasnya sehingga timbul diare.
Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang berhubungan
dengan pengaturan transpor ion dalam sel-sel usus cAMP, cGMP, dan Ca dependen.
Patogenesis terjadinya diare oleh salmonella, shigella, E coli agak berbeda dengan
patogenesis diare oleh virus, tetapi prinsipnya hampir sama. Bedanya bekteri ini dapat
20
menembus (invasi) sel mukosa usus halus sehingga depat menyebakan reaksi
sistemik.Toksin shigella juga dapat masuk ke dalam serabut saraf otak sehingga
menimbulkan kejang. Diare oleh kedua bakteri ini dapat menyebabkan adanya darah
dalam tinja yang disebut disentri.
Diare dapat disebabkan oleh alergi atau intoleransi makanan tertentu seperti
susu, produk susu, makanan asing terdapat individu tertentu yang pedas atau tidak
sesuai kondisi usus dapat pula disebabkan oleh keracunan makanan dan bahan-bahan
kimia. Beberapa macam obat, terutama antibiotika dapat juga menjadi penyebab diare.
Antibiotika akan menekan flora normal usus sehingga organisme yang tidak biasa atau
yang kebal antibiotika akan berkembang bebas.
3.6 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis diare akibat virus dan bakteri berbeda. Mula-mula anak
cengeng, gelisah, suhu tubuh naik, nafsu makan berkurang kemudian timbul diare.Tinja
mungkin disertai lendir dan darah. Daerah anus dan sekitarnya timbul luka lecet karena
sering defekasi dan tinja yang asam akibat laktosa yang tidak diabsorbsi usus selama
diare. Gejala muntah dapat timbul sebelum atau selama diare dan dapat disebabkan
karena lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan
elektrolit.
Bila kehilangan cairan terus berlangsung tanpa pergantian yang memadai maka
gejala dehidrasi mulai tampak yaitu berat badan turun, turgor kulit berkurang, mata dan
ubun-ubun cekung (bayi), selaput lendir bibir, mulut, dan kulit kering. Bila keadaan ini
terus berlanjut maka akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala takikardi, denyut
jantung menjadi cepat, nadi lemah dan tidak teraba, tekanan darah turun, pasien tampak
lemah dan kesadaran menurun, diuresis berkurang.
21
Diare menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit dan sering
disertai dengan asidosis metabolik karena kehilangan basa, bila hal ini terjadi maka
pasien akan tampak pucat, napas cepat dan dalam (Kusmaul). Dehidrasi dapat
diklasifikasikan berdasarkan defisit air dan atau keseimbangan elektrolit. Pada
dehidrasi ringan terjadikehilangan cairan kurang dari 5%,Pada dehidrasi sedang terjadi
kehilangan cairan antara 5%-10% dan pada dehidrasi berat terjadi kehilangan cairan
lebih dari 10%.
Gejala khas diare akut oleh berbagai penyebab :
Gejala klinik Rotavirus Shigella Salmonella ETEC EIEC Kolera
Masa tunas 17-72 jam 24-48 jam 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 48-72 jam
Panas + ++ ++ - ++ -
Mual muntah Sering Jarang Sering + - Sering
Nryeri perut TenesmusTemesmus
kramp
Tenesmus
kolik-
Temesmus
krampKramp
Nyeri kepala - + + - - -
Lamanya sakit 5-7 hari >7 hari 3-7 hari 2-3 hari Variasi 3 hari
Sifat tinja
Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak
Frekuensi 5-10x/hari >10x/hari Sering Sering Sering Terusmenerus
Konsistensi Cair Lembek Lembek Cair Lembek Cair
Darah - Sering Kadang - + -
Bau Langu ±Kadang
busuk+ tidak Amis Khas
WarnaKuning-
hijauMerah-hijau Kehijauan
Tak
berwarnaMerah-hijau
Seperti air
cucian beras
Leukosit - + + - - -
Lain-lain Anorexia Kejang ± Sepsis ± MeteorismusInfeksi
sistemik±
Berdasarkan konsentrasi Natrium plasma tipe dehidrasi dibagi 3 yaitu : dehidrasi
hiponatremia ( < 130 mEg/L ), dehidrasi iso-natrema ( 130m – 150 mEg/L ) dan
dehidrasi hipernatremia ( > 150 mEg/L ). Pada umunya dehidrasi yang terjadi adalah
22
tipe iso – natremia (80%) tanpa disertai gangguan osmolalitas cairan tubuh, sisanya 15
% adalah diare hipernatremia dan 5% adalah diare hiponatremia.
Kehilangan bikarbonat bersama dengan diare dapat menimbulkan asidosis
metabolik dengan anion gap yang normal (8-16 mEg/L), biasanya disertai
hiperkloremia.Selain penurunan bikarbonat serum terdapat pula penurunan pH darah,
kenaikan pCO2. Hal ini akan merangsang pusat pernapasan untuk meningkatkan
kecepatan pernapasan sebagai upaya meningkatkan eksresi CO2 melalui paru
(pernapasan Kussmaul). Untuk pemenuhan kebutuhan kalori terjadi pemecahan protein
dan lemak yang mengakibatkan meningkatnya produksi asam sehingga menyebabkan
turunnya nafsu makan bayi.Keadaan dehidrasi berat dengan hipoperfusi ginjal serta
eksresi asam yang menurun dan akumulasi anion asam secara bersamaan menyebabkan
berlanjutnya keadaan asidosis.
Kadar kalium plasma dipengaruhi oleh keseimbangan asam basa sehingga pada
keadaan asidosis metabolik dapat terjadi hipokalemia.Kehilangan kalium juga melalui
cairan tinja dan perpindahan K+ ke dalam sel pada saat koreksi asidosis dapat pula
menimbulkan hipokalemia. Kelemahan otot merupakan manifestasi awal dari
hipokalemia, pertama kali pada otot anggota badan dan otot pernapasan.Dapat terjadi
arefleks, paralisis dan kematian karena kegagalan pernapasan.Disfungsi otot harus
menimbulkan ileus paralitik, dan dilatasi lambung. EKG mnunjukkan gelombang T yang
mendatar atau menurun dengan munculnya gelombang U. Pada ginjal kekurangan K+
mengakibatkan perubahan vakuola dan epitel tubulus dan menimbulkan sklerosis ginjal
yang berlanjut menjadi oliguria dan gagal ginjal.
23
3.7 Diagnosis
a. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut :
1. Lama diare berlangsung, frekuensi diare sehari, warna dan konsentrasi tinja,
lendir dan/darah dalam tinja.
2. Muntah, rasa haus, rewel, anak lemah, kesadaran menurun, buang air kecil
terakhir, demam, sesak, kejang, kembung.
3. Jumlah cairan yang masuk selama diare
4. Jenis makanan dan minuman yang diminum selama diare, mengonsumsi
makanan yang tidak biasa
5. Penderita diare di sekitarnya dan sumber air minum
6. Adakah panas atau penyakit lain yang menyertai seperti : batuk, pilek, otitis
media, campak.
7. Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare: memberi oralit,
membawa berobat ke Puskesmas, atau Rumah Sakit dan obat-obatan yang
diberikan serta riwayat imunisasinya.
Didasarkan pada keadaan
Diare cair akut -Diare lebih dari 3 kali/hari berlangsung < 14 hari
-Tidak mengandung darah
Kolera -Diare air cucian beras yang sering, banyak dan cepat
menimbulkan dehidrasi berat, atau
-Diare dengan dihidrasi berat selama terjadi KLB
kolera atau
-Diare dengan hasil kultur tinja positif untuk Vibrio
cholera
Disentri Diare disertai darah
Diare persisten Diare berlangsung selama ≥ 14 hari
Diare dengan gizi buruk Diare jenis apapun yang disertai tanda gizi buruk
24
Diare terkait antibiotik Mendapat pengobatan antibiotik oral spektrum luas
Invaginasi -Dominan darah dan lendir dalam tinja
-Massa intraabdominal
-Tangisan keras dan kepucatan pada bayi
b. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum, kesadaran, dan tanda vital
2. Tanda utama: keadaan umum gelisah/cengeng atau lemah/letargi/koma, rasa
haus, turgor kulit abdomen menurun
3. Tanda tambahan: ubun-ubun besar, kelopak mata, air mata, mukosa bibir,
mulut, dan lidah
4. Berat badan
5. Tanda gangguan keseimbangan asam basa dan elektronik, seperti napas cepat
dan dalam (asidosis metabolic), kembung (hipokalemia), kejang (hipo atau
hipernatremia)
6. Pemeriksaan ekstremitas perlu karena karena perfusi dan capillary refill dapat
menentukan derajat dehidrasi.
Penilaian derajat dehidrasi dilakukan sesuai dengan criteria berikut :
Penilaian A B C
Keadaan umum Baik, sadar *Gelisah, rewel*Lesu, tidak
sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung
Air mata Ada Tidak ada Tidak ada
Mulut, lidah Basah Kering Sangat kering
Rasa haus Minum seperti biasa*Haus, ingin minum
banyak
*Malas
minum, tidak
bisa minum
Turgor kulit Kembali cepat *Kembali lambat*Kembali
sangat lambat
Hasil pemeriksaan Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan-
sedang
Bila ada 1 tanda *
Ditambah 1 atau lebih
Dehidrasi
berat
Bila ada 1
tanda *
25
tanda lain
Ditambah 1
atau lebih
tanda lain
Terapi Rencana Terapi A Rencana Terapi BRencana
Terapi C
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan tinja
a) Makroskopik
1) Tinja yang watery dan tanpa mukus atau darah biasanya disebabkan
oleh enterotoksin virus, protozoa atau infeksi diluar saluran
gastrointestinal.
2) Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebabkan infeksi
bakteri yang menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang
menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus seperti E.
histolytica, B. coli, dan T. trichiura. Apabila terdapat darah biasanya
bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan E. histolytica darah
sering terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi EHEC terdapat
garis-garis darah pada tinja. Tinja yang berbau busuk didapatkan pada
infeksi dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan
Strongyloides.
b) Mikroskopik
1) Leukosit dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap bakteri yang
menyerang mukosa kolon. Leukosit yang positif pada pemeriksaan tinja
menunjukkan adanya kuman invasif atau kuman yang memproduksi
sitokin seperti Shigella, Salmonella, C. jejuni, C. difficile, Y.
enterocolitica, V. parahaemolyticus dan kemungkinan Aeromonas atau
26
P. shigelloides. Leukosit yang ditemukan umumnya adalah PMN
kecuali pada S. typhii mononuklear.
2) Kultur tinja harus segera dilakukan bila dicurigai terdapat Hemolytic
Uremic Syndrome, diare dengan tinja berdarah, bila terdapat lekosit
pada tinja, KLB diare dan pada penderita immunocompromised.
2. Pemeriksaan darah: darah perifer lengkap, analisis gas darah dan elektrolit
(terutama Na, K, Ca, dan P serum pada diare yang disertai kejang), kultur dan
tes kepekaan terhadap antibiotik.
3. Duodenal intubation (biopsi duodenum), untuk mengetahui kuman penyebab
secara kuantitatif dan kualitatif terutama pada diare kronik yang disebabkan
Giardiasis, Strongyloides, dan protozoa yang membentuk spora
3.8 Tatalaksana
Prinsip utama tatalaksana diare adalah penggantian cairan serta garam dan mineral
yang hilang melalui kotoran, muntah dan demamnya. Perkiraan jumlah cairan yang hilang
dan beratnya muntah serta diare akan menentukan jenis terapi yang akan diberikan. Cairan
ini dapat diberikan baik melalui mulut ataupun melalui infus bila anak mengalami
dehidrasi berat.
Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi.
Pemberian antibiotik secara empiris dapat dilakukan, tetapi terapi antibiotik spesifik
diberikan berdasarkan kultur dan resistensi kuman.
Obat-obat yang berkhasiat menghentikan diare secara cepat seperti anti
spasmodik/spasmolitik tidak dianjurkan untuk dipakai, karena akan memperburuk keadaan.
Obat ini dapat menyebabkan terkumpulnya cairan di lumen usus, dilatasi usus, gangguan
27
digesti dan absorpsi lainnya. Diarenya terlihat tidak ada lagi tetapi perut akan bertambah
kembung dan dehidrasi bertambah berat.
Obat-obat absorben (pengental tinja) seperti kaolin, pectin, narit, dan sebagainya,
telah terbukti tidak bermanfaat. Obat-obat stimulans seperti adrenalin, nikotinamide dan
sebagainya, tidak akan dapat memperbaiki syok atau dehidrasi beratnya karena
penyebabnya adalah kehilangan cairan (hipovolemic shock), sehingga pengobatan yang
paling tepat yaitu pemberian cairan secepatnya.
3.9 Rencana terapi A (diare tanpa dehidrasi)
1. Pengobatan diare di rumah
2. Berikan cairan lebih banyak dari biasanya
3.9.1.1.1 Oralit, cairan RT (air tajin, sup, yogurt, air)
3. Berikan makanan cegah kurang gizi
a) ASI, susu formula yg biasa diberikan
b) Sari buah segar (pisang : kalium)
c) Makanan tambahan selama & setelah diare (2 mg)
4. Bawa anak ke petugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam 3 hari atau
menderita sebagai berikut :
a) Buang Air besar cair lebih sering
b) Muntah berulang-ulang
c) Rasa haus yang nyata
d) Makan atau Minum sedikit
e) Demam
f) Tinja berdarah
5. Jika akan diberi larutan oralit di rumah, tunjukkan kepada ibu jumlah oralit yang
diberikan setiap habis buang air besar dan diberikan oralit yang cukup untuk 2 hari
28
Umur Jumlah oralit tiap
BAB
Jumlah oralit yang disediakan di rumah
< 1 tahun 50-100 cc 400 ml /hari ( 2 bungkus)
1-4 tahun 100-200 cc 600 – 800 ml/ hari ( 3-4
bungkus)
>5 tahun 200-300 cc 800 – 1000 ml/hari ( 4-5
bungkus)
Dewasa 300-400 cc 1200 –2800 ml / hari
3.10 Rencana terapi B (diare dengan dehidrasi ringan/sedang)
1. Upaya rehidrasi oral (URO)
2. Oralit untuk 3 jam pertama
< 1 tahun 1-5 tahun >5tahun Dewasa
Ada timbangan 75 cc/kgBB
Tidak ada
timbangan
300 cc 600 cc 1200 cc 2400 cc
3. Tunjukkan pada ibu cara pemberian oralit
4. Berikan tablet zink selama 10 hari
5. Nilai kembali setelah 3 jam klasifikasi derajat dehidrasi lalu tentukan
rencana terapi yang sesuai (A/B/C)
3.11 Rencana terapi C (diare dengan dehidrasi berat)
3.11.1.1 Beri cairan intravena secepatnya
Umur Pemberian pertama Pemberian berikutnya
29
30 ml/kgBB selama
70 ml/kgBB selama
Bayi (<12 bulan) 1 jam* 5 jam
Anak (sampai 5 tahun) 30 menit* 2,5 jam
*ulangi sekali lagi jika denyut nadi sangat lemah atau tak teraba
2. Beri oralit segera setelah anak mau minum, biasanya sesudah 3-4 jam pada bayi
atau 1-2 jam pada anak dan beri tablet zinc.
3. Periksa kembali bayi setelah 6 jam atau anak setelah 3 jam, klasifikasi dehidrasi
kemudian pilih rencana terapi yang sesuai
4. Bila tidak tersedia fasilitas pemberian cairan intravena, rehidrasi dilakukan dengan
pipa nasogastrik.
a) Oralit 20 ml/kgBB/jam selama 6 jam
b) Evaluasi penderita setiap 1-2 jam
c) Muntah, kembung, tidak perbaikan dalam 3 jam rujuk untuk pengobatan IV
d) Sesudah 6 jam klasifikasi dehidrasi kemudian pilih rencana terapi yang sesuai
3.12 Komplikasi
a. Dehidrasi
b. Hipoglikemi
c. Gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik)
Asidosis metabolik terjadi karena beberapa hal, yakni :
1. Kehilangan Na-bikarbonat bersama feses
2. Adanya ketosis kelaparan. Metabolisme lemak yang tidak sempurna sehingga
benda keton tertimbun dalam tubuh.
3. Terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan
30
4. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat
dikeluarkan oleh ginjal
5. Pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler ke dalam cairan intraseluler.
(Suraatmaja, 2005)
Secara klinis asidosis dapat diketahui dengan memperhatikan pernapasan yakni
pernapasan cepat, teratur dan dalam yang disebut pernapasan Kusmaul.Pernapasan
ini merupakan homeostasis respiratorik yaitu usaha dari tubuh untuk
mempertahankan pH darah. (Suraatmaja, 2005)
d. Gangguan elektrolit
1. Hipernatremia
Penderita diare dengan natrium plasma >150 mmol/L memerlukan
pemantauan berkala yang ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar natrium
secara perlahan-lahan. Penurunan kadar natrium plasma yang cepat sangat
berbahaya oleh karena dapat menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau
nasogastik meenggunakan oralitadalah cara terbaik dan paling aman.
Koreksi dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakan cairan 0,45%
saline – 55 dextrose selama 8 jam.Hitung kebutuhan cairan menggunakan berat
badan tanpa koreksi. Periksa kadar natrium plasma setelah 8 jam. Bila
normallanjutkan dengan rumatan, bila sebaliknya lanjtukan 8 jam lagi dan
periksa kembali natrium plasma setelah 8 jam. Untuk rumatan gunakan 0,18%
saline – 5% dextrose, perhitungkan untuk 24 jam.Tambahkan 10 mmol KCl
pada setiap 500 ml cairan infus setelah pasien dapat kencing.Selanjutnya
pemberian diet normal dapat mulai diberikan.Lanjutkan pemberian oralit
10ml/kgBB/setiap BAB, sampai diare berhenti.
2. Hiponatremia
31
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya
mengandung sedikit garam, dapat terjadi hiponatremia (Na < 130
mol/L).hiponatremia sering terjadi pada anak dengan Shigellosis dan pada anak
malnutrisi berat dengan edema. Oralit aman dan efektif untuk terapi dari hampir
semua anak dengan hiponatremia.Bila tidak berhasil, koreksi Na dilakukan
bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu memakai Ringer Laktat atau
normal saline. Kadar Na koreksi (mEq/L) = 125 – kadar Na serum yang
diperiksa dikalikan 0,6 dan dikalikan berat badan. Separuh diberikan dalam 8
jam, sisanya diberikan dalam 16 jam. Peningkatan serum Na tidak boleh
melebihi 2 mEq/L/jam.
3. Hiperkalemia
Disebut hiperkalemia jika K > 5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan
pemberian kalsium glukonas 10% 0,5-1 ml/kgBB i.v pelan-pelan dalam 5-10
menit dengan monitor detak jantung.
4. Hipokalemia
Dikatakan hipokalemia bila K < 3,5 mEq/L, koreksi dilakukan menurut
kadar K : jika kadar kalium 2,5-3,5 mEq/L diberikan peroral 75 mcg/kgBB/hari
dibagi 3 dosis. Bila < 2,5 mEq/L maka diberikan secara intravena drip (tidak
boleh bolus) diberikan dalam 4 jam. Dosisnya : (3,5 - kadar K terukur x BB x
0,4 + 2 mEq/kgBB/24 jam) diberikan dalam 4 jam, kemudian 20 jam berikutnya
adalah (3,5 - kadar K terukur x BB x 0,4 + 1/6 x 2 mEq x BB)
Hipokalemia dapat menyebabkan kelemahan otot, paralitik ileus,
gangguan fungsi ginjal dan aritmia jantung.Hipokalemia dapat dicegah dan
kekurangan kalium dapat dikoreksi dengan menggunakan oralit dan
32
memberikan makanan yang kaya kalium selama diare dan sesudah diare
berhenti.
e. Kejang
Pada anak yang mengalami dehidrasi, walaupun tidak selalu, dapat terjadi
kejang sebelum atau selama pengobatan rehidrasi.Kejang tersebutdapat disebabkan
oleh karena hipoglikemik, kebanyakan terjadi pada bayi atau anak yang gizinya
buruk, hiperpireksia, hiponatremia atau hipernatremia.
f. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai muntah, dapat terjadi
gangguan sirkulasi darah berupa renjatan/syok hipovolemik.Akibatnya perfusi
jaringan berkurang dan terjadi hipoksia dan asidosis bertambah berat.Kemudian
dapat mengakibatkan perdarahan di otak yang menimbulkan penurunan kesadaran
dan bila tidak diatasi dengan segera maka pasien dapat meninggal. (Suraatmaja,
2005)
3.13Pencegahan
Sejumlah intervensi telah diusulkan untuk mencegah diare pada anak, kebanyakan
meliputi cara yang berhubungan dengan cara pemberian makanan kepada bayi, kebersihan
perseorangan, kebersihan makanan, penyediaan air bersih, pembuangan tinja yang aman
dan imunisasi. Ada 7 cara diidentifikasi sebagai sasaran untuk promosi, yaitu :
1. Pemberian ASI
2. Perbaikan makanan pendamping ASI
3. Penggunaan air bersih untuk kebersihan dan untuk minum
4. Cuci tangan dengan sabun sehabis buang air besar dan sebelum makan.
5. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis
6. Pembuangan tinja yang aman
33
7. Imunisasi campak
Penderita yang dirawat inap harus ditempatkan pada tindakan pencegahan enteric,
termasuk cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan penderita, penggunaan jas
panjang bila ada kemungkinan pencemaran dan sarung tangan bila menyentuh bahan yang
terinfeksi. Penderita dan keluarganya harus dididik mengenai cara penularan
enteropatogen dan cara-cara mengurangi penularan. (Behrman, 2000)
3.14Prognosis
Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi
antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat baik dengan
morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas dan
mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut usia.
34
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Diare akut masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak di
Negara berkembang. Terdapat banyak penyebab diare akut pada anak. Pada sebagian
besar kasus penyebabnya adalah infeksi akut intestinum yang disebabkan oleh virus,
bakteri atau parasit, akan tetapi berbagai penyakit lain juga dapat menyebabkan diare
akut, termasuk sindroma malabsorpsi. Diare karena virus umumnya bersifat self
limiting, sehingga aspek terpenting yang harus diperhatikan adalah mencegah
terjadinya dehidrasi yang menjadi penyebab utama kematian dan menjamin asupan
nutrisi untuk mencegah gangguan pertumbuhan akibat diare. Diare menyebabkan
hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit dan sering disertai dengan dehidrasi berat.
35
DAFTAR PUSTAKA
Feigin, Stadler, Diare : dalam Behrman, Vaughan, Nelson Ilmu Kesehatan Anak Bagian 2.
Jakarta : EGC.
Herman,diki pribadi. Pediatri Praktis edisi 3. Bandung. 2007.
Juffrie, Mohammad. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi Jilid 1. Ikatan Dokter Anak
Indonesia : Jakarta. 2010.
Pedoman Tatalaksana Diare. Available fromhttp://www.depkes.go.id/downloads/diare.pdf.
Risan,neli amalia, dkk. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak edisi ketiga.
Bandung : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD. 2005.
UI. Pedoman pelayanan medis IDAI. Jilid 1. 2010.
36